Pedoman Pelayanan Rumah Sakit Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN PELAYANAN RUMAH SAKIT



YOGYAKARTA TAHUN 2019



1



DAFTAR ISI



BAB I



Definisi



3



BAB II



Ruang Lingkup



5



BAB III



Tatalaksana



7



A. Ketentuan Umum



7



B. Skrining dan Triase



7



C. Assessment



24



D. Discharge Planning



52



E. Pelayanan Pasien



52



F. Penundaan Pelayanan



55



G. Pemulangan Pasien



68



H. Penolakan Asuhan Medis dan Perawatan



85



I.



86



Rujukan



J. Tranfer Pasien



95



K. Pelayanan Resiko Tinggi



103



L. Tahap Terminal



104



M. Management Nutrisi dan Resiko Nutrisi



109



N. Management Nyeri



116



O. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan



159



P. Hak dan Kewajiban Pasien



164



Q. Identifikasi Pasien



166



R. Komunikasi Efektif



173



S. Management Obat



178



T. Pelayanan Bedah



188



U. Pelayanan Anatesi



215



2



BAB I DEFINISI Rumah sakit adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan kesehatan perorangan.Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi. Dalam menjalankan kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk bermacam-macam asuhan yang merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan kesehatan.Dengan adanya pedoman ini diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien yang datang ke rumah sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapat pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas pelayanan yang di dapat, serta mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi asuhan pasien.Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan pemenuhan hak pasien. Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien dan melakukan rujukan ke pelayanan yang tepat baik di dalam maupun ke luar rumah sakit serta mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah. Rumah Sakit Happyland Medical Centre, adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan dan ruang perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi. Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter umum maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium, penata rontgen dan fisioterapis.



3



Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah sakit yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok keperawatan memberikan asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian medis yang memberikan pelayanan penunjang medis, dan terakhir adalah kelompok administrasi yang memberikan pelayanan administrasi manajemen. Pedoman ini akan membahas pengaturan apa dan bagaimana yang perlu dibuat di rumah sakit sejak pasien menginjakkan kakinya di rumah sakit sampai pasien dipulangkan ke rumah atau dirujuk ke sarana kesehatan lain atau meninggal dunia.



4



BAB II RUANG LINGKUP Ruang lingkup Pelayanan pasien yaitu seluruh pelayanan yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pasien. Pelayanan tersebut terdiri dari : 1.



Pelayanan medis a.



Pelayanan Rawat inap



b.



Pelayanan Rawat jalan



c.



Instalasi Gawat Darurat



d.



Poliklinik THT



e.



Poliklinik Syaraf



f.



Poliklinik Jantung



g.



Poliklinik Ginjal-Hipertensi



h.



Poliklinik Penyakit Dalam



i.



Poliklinik Obgyn dan Ginekologi



j.



Pelayanan Kamar Bersalin



k.



Pelayanan Kamar Bayi



l.



Poliklinik Anak



m. Poliklinik Gigi



2.



3.



n.



Pelayanan Kamar Bedah dan CSSD



o.



Instalasi Hemodialisa



p.



High Care Unit (HCU)



q.



Poliklinik Akupuntur



r.



Poliklinik Jiwa



Pelayanan Penunjang Medis: a.



Instalasi Fisioterapi



b.



Instalasi farmasi



c.



Instalansi rekam medis



d.



Instalasi Radiologi



e.



Instalasi Laboratorium



f.



Instalasi Gizi



Pelayanan Penunjang Non Medis: a.



Bagian Elektromedis 5



b. 4.



5.



Bagian Sanling



Pelayanan Non Medis : a.



Instalasi House Keeping



b.



Bagian Linen



c.



Bagian Maintenance



Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, HCU, Laboratorium, Radiologi, Farmasi dan Kamar Jenazah dilaksanakan dalam 24 Jam.



6. 7. 8. 9.



Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter umum dan spesialis. Pelayanan Instalasi Kamar Operasi dilaksanakan dalam 24 jam kerja. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien. Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan standar prosedur operasional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika



RS dan etiket RS yang berlaku. 10. Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).



BAB III 6



TATA LAKSANA A. KETENTUAN UMUM Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan 1.



Staf medis yang melakukan praktek kedokteran wajib memiliki ijin praktek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



2.



Staf klinis wajib memiliki ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.



3.



Setiap tenaga kesehatan harus bekerja sesuai standar profesi, standar pelayan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien, dan mengutamakan keselamatan pasien.



4.



Staf klinis memberika pelayanan dan asuhan kepada pasien sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang ditetapkan.



5.



Permintaan dan penulisan pemeriksaan serta permberian informasi pelayanan yang seragam, diberikan meliputi: a.



Permintaan pemeriksaan serta pemberian informasi pelayanan dilakukan secara tertulis pada format yang telah tersedia dibagian rekam medis.



b.



Permintaan dan penulisan hasil pemeriksaan serta pemberian informasi pelayanan dilakukan oleh tenaga kerja rumah sakit yang berkompeten di bidang masing-masing.



c.



Permintaan dan penulisan hasil pemeriksaan dilakukan dengan mengisi format yang telah disediakan di bagian rekam medis.



d.



Khusus untuk permintaan permintaan laboratorium dan pemriksaan radiologi ditulis dengan menyertakan indikasi medis dan alas an klinis oleh DPJP.



e.



Semua hasil pemeriksaan serta pemberian informasi pelayanan harus diverifikasi oleh DPJP.



B. SKRINING DAN TRIASE 1.



Skrining Pra – Hospital Untuk skrining pra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD)



maupun Instalasi Rawat Jalan (IRJ) melalui interaksi per telepon. Interaksi telepon bisa datang dari pasien atau keluarga pasien yang mencari informasi dengan melakukan panggilan ke nomor rumah sakit, atau dari fasilitas kesehatan luar rumah sakit yang berencana merujuk pasien ke rumah sakit 7



Happyland akan diterima oleh operator yakni petugas admisi, case manager (CM) atau tenaga medis dan paramedis yang ada di ruangan terkait (IGD/IRJ) setelah disambungkan oleh operator. Langkah – langkah skrining pra-hospital antara lain : SATUAN KERJA Operator / penerima telepon



SKRINING YANG DILAKUKAN 1. Menghubungkan pasien/keluarga ke unit admisi. 2. Menghubungkan fasilitas kesehatan perujuk ke dokter jaga IGD untuk dikaji lebih lanjut. 3. Memberikan arahan jenis pelayanan yang dapat diakses



Admisi/counter



dan informasi waktu pelayanan. 1. Menghubungkan penelpon baik



fasilitas



kesehatan



pendaftaran/custome



perujuk ataupun pasien/keluarga ke dokter jaga IGD (24



r service/security



jam) atau IRJ (selama jam buka pelayanan poli) untuk



Case Manager



mengidentifikasi pelayanan yang dibutuhkan pasien. 2. Menginformasikan ketersediaan ruang pelayanan. 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan berdasarkan prioritas kegawatan. 2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian khusus



semisal



sakit



berat,



handicap/berkebutuhan khusus. 3. Mengkoordinasikan pembagian identifikasi



ketersediaan



kamar



ruangan bagi



usia



lanjut,



berdasarkan pasien



yang



membutuhkan rawat inap. 4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Happyland disesuaikan dengan kebutuhan IRJA



pelayanan pasien. 1. Pada jam buka pelayanan IRJ, admisi rawat jalan menginformasikan jenis pelayanan yang ada di IRJ beserta jam pelayanan dan bagaimana cara mengakses pelayanan tersebut/pendaftarannya. 2. Tenaga medis dan paramedis setelah menerima telepon segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi calon pasien (yang belum terdaftar sebagai pasien) maupun



IGD



pasien lama, untuk merencanakan tindak lanjut. 1. Petugas medis/paramedic yang menerima panggilan telepon melakukan skrining per-telepon dengan mencatat semua informasi yang diperlukan mulai dari kondisi pasien sampai dengan riwayat penyakit saat ini dan terdahulu serta rencana tindakan lanjutan yang direncanakan. 2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka 8



dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan, yaitu pertimbangan fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit untuk identifikasi kebutuhan pelayanan yang sesuai serta Tenaga ambulan



konsultasi dokter jaga IGD kepada DPJP kasus terkait. 1. Proses skrining dimulai saat mendapatkan permintaan penjemputan pasien, untuk menentukan tingkat emergensi dalam persiapan SDM tim ambulan yang akan melakukan penjemputan,



maupun



menentukan



peralatan



yang



dibutuhkan dalam penjemputan. 2. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi penjemputan dengan berpatokan pada penilaian pre transport pasien, dengan menggunakan form transfer pasien. 3. Skrining lanjutan yaitu triage, dilakukan setelah tiba di IGD dengan berpatokan pada pengkajian kondisi pasien. 2.



Skrining Intra – Hospital Skrining intra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD)



maupun area Instalasi Rawat Jalan (IRJ). Langkah – langkah skrining intra-hospital antara lain : SATUAN KERJA Case Manager



SKRINING YANG DILAKUKAN 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan berdasarkan prioritas kegawatan. 2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian khusus



semisal



sakit



handicap/berkebutuhan khusus. 3. Mengkoordinasi pembagian identifikasi



ketersediaan



berat, ruangan



kamar



bagi



usia



lanjut,



berdasarkan pasien



yang



membutuhkan rawat inap. 4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di rumah sakit happyland disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan IRJA



pasien. 1. Setiap tenaga medis dan paramedic wajib untuk segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi pasien yang membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di poliklinik maupun menunggu di ruang tunggu melalui pengamatan visual atau anamnesa. 2. Dalam melakukan proses skrining bagi pasien yang membutuhkan pelayanan emergensi, rawat inap dan rujukan keluar. Pedoman skrining dikembangkan oleh kelompok staf medik terkait. 9



IGD



1. Proses skrining dilakukan segera setelah pasien datang ke IGD. 2. Apabila



pasien



memenuhi



kriteria



emergensi,maka



dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan. 3. Dokter jaga/paramedic melakukan triage



untuk



mengidentifikasi kebutuhan dan pelayanan awal, untuk selanjutnya dikonsulkan ke DPJP. 4. DPJP melakukan pelayanan medis, identifikasi kebutuhan pelayanan khusus, menerima konsultasi dan penilaian Tenaga ambulan



pasien untuk di rawat inap, dipulangkan atau dirujuk. 1. Penjemputan pasien dilakukan atas permintaan. 2. Pengumpulan data per-telepon dibutuhkan untuk menentukan tingkat emergensi dalam persiapan SDM tim ambulan yang akan melakukan penjemputan, maupun menentukan peralatan emergensi dan peralatan tambahan yang dibutuhkan dalam penjemputan. 3. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi penjemputan dengan berpatokan pada penilaian pre transport pasien, dengan menggunakan form pengawasan transportasi pasien. 4. Pada keadaan khusus, pada kasus emergensi dokter dalam tim ambulan wajib mengidentifikasi kebutuhan pelayanan medis yang diperlukan, memberikan advice, mempersiapkan sarana dan obat-obatan selama proses transfer sampai dengan tiba di rumah sakit Happyland. 5. Pada pasien tidak stabil, pasien kecelakaan atau pasien tidak dikenal, cukup ditanyakan jenis kelamin, usia, kondisi pasien,



pelayanan



yang



dibutuhkan



dan



lokasi



penjemputan. 6. Untuk pasien-pasien kegawatan dilakukan bantuan hidup dasar dan stabilisasi sesuai panduan dan SPO, sebelum di transfer ke rumah sakit.



3. Skrining di Instalasi Rawat Jalan Skrining rawat jalan dilakukan oleh dokter dan perawat di rawat jalan. Skrining rawat jalan meliputi : 1. Kondisi umum pasien Dinilai dari kesadaran, jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi  Kesadaran dinilai apakah pasien dalam kondisi



sadar



penuh



(composmenstis), atau apakah pasien mengalami penurunan kesadaran



10



(mulai gelisah, sangat mengantuk, sampai penurunan kesadaran lebih lanjut)  Jalan nafas dinilai apakah bebas dari sumbatan, adakah gangguan ataukah ada kondisi potensial yang akan mengancam potensi jalan nafas. Pernafasan dinilai apakah pernafasan pasien normal atau ada masalah, bahkan ada resiko distress nafas.  Sirkulasi dinilai apakah normal atau ada masalah. Pasien dengan sirkulasi drop yang layak mendapatkan pelayanan di IGD adalah : 1. Pasien yang sangat pucat 2. Pasien yang dating dengan keringat dingin, nadi teraba lemah 3. Akral dingin 4. Pasien dengan nyeri dada kiri, curiga iskemik jantung 5. Pasien dengan nyeri ulu hati, disertai dengan keringat dingin,nadi lemah 6. Pasien dengan perdarahan sedang – hebat di dalamnya perdarahan per-vaginal.  Observasi pada pasien baru masuk/ mendapatkan perawatan pasien di rumah sakit seperti keadaan umum, anamnesa terhadap pasien atau keluarga: 1.



Kejang; a. Dipulangkan :bila disertai demam, sudah ada riwayat kejang demam sebelumnya, kesadaran baik. b. Dirawat/ diterima: Bila kejang, disertai demam, tidak disertai kaku kuduk,tidak disertai penurunan kesadaran, tidak disertai gangguan fungsi neurologis lainnya c. Dirujuk/ tidak diterima: Bila diikuti deficit neurologist, kaku kuduk, kesadaran menurun, kejang tidak berhenti dengan obat anti kejang/ kejang berulang, peningkatan tekanan darah dan gagal nafas



2. Nyeri akut abdomen; a. Dipulangkan: Hb serial bagus pada trauma abdomen, tidak disertai muntah hebat, tidak disertai BAB hitam setelah pengobatan kesannya membaik. b. Dirawat:perlu observasi lebih lanjut, setelah pengobatan tidak membaik. c. Dirujuk/ tidak diterima:Pada perempuan hamil, disertai tanda-tanda syok. 3.



Nyeri dada; a. Dipulangkan: Riwayat trauma dengan thorak foto baik, nyeri dengan hasil EKG baik, membaik dengan terapi b. Dirawat



:Bila nyeri setempat, vital sign stabil, terdapat



anormalitas EKG 11



c. Dirujuk/ tidak diterima :Bila nyeri menjalar, nyeri tekan disertai tanda-tanda syok pada pasien, perlu penanganan lebih lanjut pada abnormalitas EKG tertentu 4.



Sesak napas; a. Dipulangkan: pemeriksaan jantung dan paru-paru normal, saturasi oksigen baik b. Dirawat: Ada tanda-tanda gelisah, pasien memerlukan oksigen, riwayat sakit sesak sebelumnya, belum membaik dengan terapi yang diberikan c. Dirujuk: Dengan JVP yang meningkat, tanda-tanda syok.



5.



Pemeriksaan fisik atau hasil pemeriksaan fisik Skrining melalui pemeriksaan fisik meliputi : 1)



Tingkat kesadaran a.



Pasien dipulangkan : 



GCS 15 tanpa hematoma dan deficit neurologis.







Kehilangan kesadaran kurang dari 5 menit.







Kejadian terjadi 4 jam atau lebih.



b. Pasien dirawat/ diterima : 



GCS 14-15 dengan hematoma tanpa deficit neurologis.



 Tanda atau gejala defisit neurologis.  Kesulitan penilaian klinis.  Kelainan medis lain.  Usia lebih dari 50 tahun. c. Pasien dirujuk/ tidak diterima :  GCS ≤ 13 dengan hematoma.  GCS ≤ 15 dengan deficit neurologis focal.  GCS ≤ 8 setelah resusitasi.  Penurunan GCS ≥ 2.  Cedera penetrasi.  Fraktur depresi.  Fraktur terbuka.  Fraktur basis krani  Nyeri kepala, muntah, bingung menetap > 2 jam setelah MRS.



12



2)



Tekanan darah a. Pasien dipulangkan: Tekanan darah normal. b.



Pasien dirawat/ diterima :Hipotensi dengan tanda-tanda syok, hipertensi tanpa deficit neurologis.



c. Dirujuk/ tidak diterima :



Hipertensi dengan kesadaran menurun/



tanda deficit neurologis. 3)



Respirasi a. Pasien dipulangkan



: Respirasi ≤ 24 x/menit, saturasi oksigen ≥



96%. b. Pasien dirawat/ diterima :Respirasi 24-30 x/menit, saturasi oksigen ≤ 95% ada wheezing, rhonki. c. Dirujuk/ tidak diterima: Gagal napas dengan saturasi oksigen ≤ 65%. 4)



Temperatur a. Pasien dipulangkan : ≥ 37,2°C baru 1-2 hari. b. Pasien dirawat/ diterima :≥ 37,2°C dengan panas ≥ 3 hari/ kejang tanpa penurunan kesadaran/ tidak ada kaku kuduk, ditemukan gejala klinis dan penunjang lain yang mendukung c. Dirujuk/ tidak diterima



:≥ 40°C dengan penurunan kesadaran/ kejang



berulang/ kaku kuduk. 5)



Fisik secara umum maupun organ a. Pasien dipulangkan



: Bila keadaan umum bagus, tidak ada pembesaran organ.



b. Pasien dirawat/ diterima



: Penurunan berat badan, tidak ada asupan makanan, pembesaran organ memerlukan pemeriksaan lanjutan.



c. Dirujuk/ tidak diterima : Keadaan umum sangat lemah, terdapat kegagalan sistem organ. 6.



Psikologik 1)



Pasien dengan percobaan bunuh diri a.



Pasien dipulangkan : Bila permintaan keluarga.



b.



Pasien dirawat/ diterima : Pasien dirawat



c.



Dirujuk/ tidak diterima: Bila memerlukan penanganan lebih lanjut oleh psikiater. 13



2)



Permintaan keluarga a.



Pasien dipulangkan : Pasien pulang dengan persetujuan.



b.



Pasien dirawat/ diterima : Ada permintaan pasien dirawat.



c.



Dirujuk/ tidak diterima : Pasien dirujuk (KIE).



3)



Kiriman dokter a.



Pasien dipulangkan



:-



b.



Pasien dirawat/ diterima: Sesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang sesuai.



c.



Dirujuk/ tidak diterima :Bila tidak sesuai kebutuhan pasien dengan jenis pelayanan yang tersedia.



7.



8.



Penilaian nyeri Penilaian nyeri menggunakan wong baker face pain scale;



1



: tidak nyeri



1– 3



: nyeri ringan



4–6



: nyeri sedang



7–9



: nyeri berat terkontrol



10



: nyeri berat tidak terkontrol



Skrining batuk Pasien di wawancara sederhana apakah sedang batuk, berapa lama pasien batuk, apakah sedang dalam pengobatan TBC atau tidak. Pasien yang batuk semua diberikan masker wajah, sedangkan pasien yang batuk ≥ 2 minggu diarahkan ke jalur fast track untuk mengurangi resiko penularan infeksi air bone. Pasien yang dengan TBC diarahkan ke jalur fast track ke poli TBC. 14



9.



Skrining pasien jatuh Skrining resiko jatuh dilakukan menggunakan alat bantu Get Up and Go Test. 1) Pengkajian No . 1



Penilaian pengkajian



YA



TIDAK



Cara berjalan pasien (salah satu / lebih) a. Tidak seimbang/sempoyongan/limbung b. Jalan menggunakan alat bantu (trippod/kruk/kursi roda/orang lain Menopang saat akan duduk; tampak memegang



2



pinggiran kursi meja/benda lain



2)



Hasil No



Pengkajian



Hasil



Tindakan



. 1 2 3



Jika 1 dan 2 tidak Jika 1 atau 2 YA Jika 1 dan 2 YA



Resiko rendah Resiko sedang Resiko tinggi



Tidak ada tindakan Edukasi Edukasi dan pasang gelang resiko jatuh



10. Skrining hambatan pasien Pasien dinilai apakah



mengalami



hambatan



dalam



mengakses



pelayanan jika pasien mengalami hambatan gerak seperti penggunaan kursi roda dan brankar. Jika pasien mempunyai hambatan bahasa dan budaya, pasien ada pelayanan penerjemah bahasa di rumah sakit. 4. Skrining di Instalasi Rawat Inap  Kebutuhan pasien yang berkenaan dengan pelayanan preventif, kuratif, 



rehabilitative dan paliatif serta isolasi di prioritaskan. Skrining pasien indikasi rawat inap dapat dilakukan oleh dokter umum melalui







IGD/poliklinik umum dan oleh dokter spesialis. Pasien akan masuk pada kriteria kuratif, preventif, rehabilitative, pasien indikasi rawat inap memerlukan kamar isolasi atau dapat berobat jalan. a) Kuratif :  Merupakan serangkaian upaya kegiatan pengobatan yang ditunjukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit.



15



Pasien kuratif indikasi rawat inap : Diagnosa Katarak senilis



Trauma mata Glaucoma akut



Pentonsilar abses



Epitaksis Hipertrofi tonsil Prolonged pregnancy Myoma uteri Pre eklampsi



Abortus Hyperemesis gravidarum Abnormal uteri bleeding DHF



Dyspepsia



Diare



Asma



Kriteria / indikasi rawat inap 1. Pre op dengan penyulit 2. DM 3. Hipertensi 4. Anatomi mata kecil 1. Laserasi kornea 2. Laserasi bulbus oculi 3. Mengancam visual 1. Penurunan penglihatan 2. Edema kornea 3. TIO > 21 4. Gangguan airway 1. Gangguan airway 2. Resiko sepsis 3. Disfagia 4. Nyeri berat 1. Perdarahan massif 2. Hipertensi tak terkontrol 3. Observasi perdarahan lanjut Pre operatic treatment Hamil ≥ 41 minggu 1. Ukuran myoma uteri ≥ 8 cm 2. Telah terjadi perdarahan berulang 3. Hb ≤ 8,0 mg/dl 1. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg 2. Proteinuria ≥ 2 3. Terdapat tanda awal kejang 4. IUGR 5. Peningkatan SGOT/SGPT 6. Penurunan AT 1. Perdarahan ≥ 150 cc 2. Keluar jaringan 3. Syok hemoragic 1. Keton urin + 2. Keadaan umum lemah 3. Intake makan tidak adekuat Hb ≤ 8,0 mg/dl 1. Trombosit < 100.000 2. Tekanan darah < 100/70 mmHg (pre–syok) 3. Perdarahan spontan 4. Muntah 1. Muntah 2. Nyeri dada karena gastro esophageal reflix desease 3. Dehidrasi 1. Dehidrasi sedang – berat 2. Muntah sampai tidak ada obat yang bisa masuk 3. Pre – syok TD < 100/60 mmHg 1. Keluhan tidak membaik dengan



2x 16



Periapical



abscess



without



sinus Periapical abscess with sinus







2. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.



nebulizer Respirasi rate > 40 Suhu tinggi Susah menelan Nadi cepat Suhu tinggi Susah menelan Nadi cepat Nafas terganggu



Pasien yang memerlukan tindakan kuratif tapi tidak masuk indikasi rawat inap, dokter wajib memberikan pendidikan kesehatan dan di dokumentasikan dalam form pemberian edukasi dan CPPT serta







form surat keterangan pulang. Selanjutnya form surat keterangan pulang tersebut akan dibawa pulang dan menjadi pedoman perawatan pasien dan keluarga di rumah.



b)



Preventif Preventif adalah upaya mencegah suatu penyakit/deteksi dini faktor



resiko: 



Pemeriksaan kesehatan dilakukan berkala (pemeriksaan kehamilan,



  



balita) Deteksi dini kasus, faktor resiko maternal dan balita Imunisasi/vaksin pada bayi, anak, ibu hamil dan dewasa Dokter atau perawat wajib memberikan informasi penjadwalan



c)



kontrol/imunisasi lanjutan. Paliatif Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup. Pasien paliatif yang masuk indikasi rawat inap :



Diagnosa Congesif heart failure



Kriteria / indikasi masuk rumah sakit 1. Edema perifer 2. Dyspnea 3. Pembesaran hati 4. Emboli paru 5. Kardiomiopati 6. Disritmia Chronic kidney Disease (CKD) 1. Mual muntah berlebihan 2. Perubahan status mental 3. Sesak nafas 4. Asidosis  Skrining pasien dilakukan oleh dokter umum / spesialis  Jika ada indikasi rawat inap, perawat wajib melakukan konfirmasi ke dokter apakah pasien memerlukan ruang khusus HCU, HD atau isolasi. 17







Perawat menghubungi bagian pendaftaran rawat inap, melakukan







konfirmasi ketersediaan ruang yang dibutuhkan pasien Jika ruang perawatan positif tersedia, perawat mengarahkan







keluarga pasien untuk mendaftar rawat inap. Isolasi atau indikasi masuk rumah sakit : Ruang isolasi adalah ruangan khusus di rumah sakit yang merawat pasien dengan kondisi medis tertentu, terpisah dari pasien lain untuk mencegah penyebaran penyakit, dan mengurangi resiko terhadap pemberian pelayanan kesahatan serta mampu merawat pasien menular agat tidak terjadi atau memutus siklus penularan penyakit melindungi pasien dan petugas kesehatan. Pasien indikasi rawat inap dengan isolasi :



Diagnose TBC



Kriteria 1. Batuk berdarah 2. KU buruk 3. Pneumothoraks 4. Empiema 5. Efusi pleural massif 6. Sesak nafas berat TB paru milier 7. Meningitis TB 1. Demam 2. Pneumonia/sesak nafas berat 3. Takipnea dan dyspnea 4. Kerusakan otak Semua grade tetanus indikasi di rawat



Cytomegalovirus



Tetanus Kondisi



pasien



immunocompromised pansitopenia,



(ex



keganasan



:



inapkan 1. Demam 2. Ada infeksi tumpangan



post



kemoterapi) 



Perawat wajib melakukan konfirmasi bagian pendaftaran rawat inap







ketersediaan ruang isolasi. Jika ruang khusus isolasi tidak tersedia atau penuh, maka pasien indikasi rawat inap dengan isolasi harus ditempatkan di ruang yang







setidaknya hanya 1 pasien di dalam 1 kamar. Ruang isolasi yang setelah digunakan oleh pasien dengan resiko penularan infeksi tinggi,



tidak bisa digunakan pada pasien



immunocompromise sebelum ruang dinyatakan steril. d) Rehabilitatif



18



Adalah upaya promosi kesehatan untuk memelihara dan memulihkan kondisi mencegah kecacatan. Sasarannya adalah kelompok orang yang baru sembuh dari penyakit. Tujuannya adalah pemulihan dan pencegahan kecacatan (tertiary prevention). Contoh tindakan rehabilitative adalah fisioterapi.  Tindakan fisioterapi bisa dilakukan dengan rawat



jalan



(tidak



memerlukan rawat inap), kecuali terdapat pada kasus penyerta sebagai 



contoh pengerjaan fisioterapi untuk pemulihan pasca operasi. Pemilihan kriteria pasien yang harus di fisioterapi dilakukan oleh dokter spesialis, sedangkan untuk jenis fisioterapi yang dilakukan akan di







skrining oleh dokter rehabilitasi medik. Setelah dokter spesialis rehabilitasi medik memberikan diagnose dengan advice jenis fisioterapi, maka fisioterapis melakukan tindakan fisioterapi sesuai dengan advice.



5. Skrining pasien pro Hemodialisa Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus < 5ml). pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Hyperkalemia ( > 6 mEq/l) Asidosis Kegagalan terapi konservatif Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah (ureum > 200 mg%, kreatinin serum > 6 mEq/l) Kelebihan cairan, mual muntah hebat Intoksikasi obat dan zat kimia Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat Sindrom hepatorenal dengan kriteria :  K+ pH darah < 7,10  Oligouri / anuria > 5 hari  GFR < 5 ml/1 pada GGK  Ureum darah > 200 mg/dl



Pasien dengan kontra indikasi dilakukan hemodialisa adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.



Hipertensi berat (TD > 200/100 mmHg) Hipotensi (TD < 100 mmHg) Adanya perdarahan hebat Demam tinggi



Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasi segera :  



Perawat wajib memastikan ketersediaan fasilitas hemodialisa Perawat umum segera menghubungi perawat hemodialisa bahwa ada







pasien indikasi cyto hemodialisa. Perawat mengantarkan pasien ke ruang hemodialisa. 19







Perawat melakukan serah terima dengan perawat hemodialisa



Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasi elektif perawat mengarahkan pasien ke pendaftaran untuk mendaftar ke pelayanan hemodialisa.



6. Skrining sebelum dirujuk a. Dokter dan perawat melakukan penilaian visual, anamnesa dan melakukan vital sign b. Dokter dan perawat memastikan apakah fasilitas RS dapat mendukung upaya pertolongan pasien c. Dokter melakukan pemeriksaan penunjang minimal sebelum diputuskan rawat inap atau rujuk. d. Jika pasien memenuhi kriteria untuk dirujuk, maka dokter atau perawat wajib memastikan apakah pasien dalam keadaan stabil untuk dirujuk e. Perawat memastikan adanya ruang/tempat di RS rujukan f. Dokter dan perawat melengkapi form berkas rekam medis pasien diperlukan untuk merujuk, yang kemudian harus dibawa saat merujuk pasien g. Perawat memastikan kesiapan ambulan beserta peralatan medis yang diperlukan untuk merujuk pasien h. Petugas yang mengantar pasien ke tempat rujukan adalah petugas yang i.



terampil dalam bantuan hidup dasar, transport pasien dan skrining pasien Semua kegiatan harus terdokumentasikan dengan baik



7. Skrining pasien pro tindakan radiologi (kontras) a. Dokter melakukan assessment perlu atau tidaknya pasien melakukan pemeriksaan radiologi dengan atau tanpa kontras b. Perawat mengarahkan pasien ke ruang radiologi c. Dokter atau radiographer wajib memastikan pasien sedang tidak dalam kondisi hamil d. Perawat melakukan skin test untuk mengetahui ada atau tidaknya alergi dengan cairan kontras e. Jika dalam waktu minimal 15 menit tidak terlihat reaksi di daerah skin test, f.



maka foto scan dengan kontras bisa dilakukan Sebaliknya jika terlihat reaksi alergi, maka foto scan dengan kontras tidak dapat dilakukan



Daftar skrining pemeriksaan penunjang sebelum pasien diputuskan rawat inap atau dirujuk atau dilaksanakan tindakan : Diagnose Dengue hemorrhagic fever



Pemeriksaan penunjang 1. Hemoglobin 2. Angka leukosit 20



Spontaneous Vertex delivery



Delivery by emergency caesarean suction Delivery



by



elective



caesarean



suction Post menopausal bleeding



Preterm delivery



False labour before 37 completed weeks of gestation Mild hyperemesis gravidarum Other and unspecified ovarian cyst



Leiomyoma of uterus uspecified



Blighted ovum and nonhydatidiform mole Diabetes melitus



Gastroesphageal reflux sisease Asma Bronchitis Thyrotoxicosis



3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2.



Hematocrit Trombosit Darah rutin CT/BT HbsAg Gds Urinalisis Darah rutin CT/BT HbsAg Gds Darah rutin CT/BT HbsAg Gds Darah rutin CT/BT HbsAg Gds Darah rutin CT/BT HbsAg Gds Urinalisis Darah rutin Urinalisis



Urinalisis 1. USG 2. Ca 125 (poliklinik) 3. Darah rutin 4. CT/BT 5. HbsAg 1. USG 2. Darah rutin 3. CT/BT 4. HbsAg 1. USG 2. Darah rutin 3. CT/BT 4. HbsAg 1. Gula darah puasa 2. Gula darah 2 jam PP 3. Urine rutin 4. Ureum 5. Kreatinin EKG (untuk menyingkirkan diagnose chest pain cardial) 1. Rontgen thorax 2. Darah rutin 1. Rontgen thorax 2. Darah rutin 1. Free T4 2. TSH 21



Fever unspecified Arthritis Congestive heart failure Cholelithiasis Chronic ischemic heart disease



3. EKG 1. Darah rutin 2. Urine rutin 3. Tubex TF (bila demam ≥7 hari) Rontgen sendi 1. EKG 2. Rontgen thorax USG abdomen 1. EKG 2. Rontgen thorax



C. ASSESSMENT Asesmen pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang berkompetenmemberikan pelayanan secara professional dan melibatkan ahli lain bila diperlukan.Profesional Pemberi Asuhan (PPA) terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker,dan fisioterapis. Lingkup asesmen pasien meliputi pasien di rawat jalan, IGD dan Rawat inap sertamelibatkan unit penunjang lain seseuai dengan kebutuhan pasien. Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses, agar asuhan kepada pasian menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan asesmen ulang. Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan pencapaian hasil-hasil nyata yang diharapkan pasien.



22



1.



Alur Masuk Rawat Jalan Mulai



Pasien Masuk Poliklinik 23



Keperawatan ●Memeriksa kelengkapn administrasi ●Melakukan anamnesa dan obs V/S



DPJP Asesmen Medis : Anamnesa & pemeriksaan fisik Tidak



DPJP Ya



Perlu Penunjang?



Membuat pengantar pemeriksaan



Prosedur



Tidak



Penunjang



Perlu Tindakan? Ya



DPJP



Perlu MRS ?



Menulis resep/surat kontrol,rujuk balik



DPJP menulis pengantar MSR



Ya Kasus Bedah



Prosedur DPJP Bedah



Pendaftaran MSR di TPPRI



Menulis Pengantar MSR



Selesai



2.



Alur Masuk Rawat Inap Mulai



Pasien Tandatangani persetujuan perawatan dalam RM 01



Dietisien Mengasesmen Status Gizi



DPJP Mengasesmen awal medis :  Anamnesis &pemeriksaan fisik  Diagnosis kerja  Pemeriksaan penunjang  Rencana terapi



 Skrining nyeri



Keperawatan Mengasesmen awal Kprwt. :  Keluhan utama 24  Kenyamanan/aktivitas/proteksi  Pola makan& eliminasi  Respon emosi&kognisi  Sosio-spiritual



Perlu terapi gizi?



Dietisien Kolaborasi Pemberian nutrisi



 



DPJP Menulis Resep / alkes dalam lembar RPO Meminta diagnosa penunjang



● Asesmen Risiko Jatuh ● Asesmen nyeri



Apoteker Menyiapkan obat / alkes



DPJP Melakukan terapi sesuai PPK dan CP



DPJP/ Keperawatan /Dietisien Mengasesmen ulang medis / keperawatan/gizi  Observasi tanda vital,nyeri & keluaran cairan harian  Perkembangan terintegrasi  Monitor harian



Keperawatan Asuhan Keperawatan. :  Data khusus/fokus  Masalah/dx keperawatan  Tgl / jam intervensi  Tgl/jam evaluasi (SOAP)



DPJP&Keperawatan Merencanakan pemulangan pasien DPJP/Keperawatan/Apoteker/Dietisienis Memberikan edukasi kepada pasien / keluarga Selesai



Bila membutuhkan HCU







Bila memerlukan HCU Perlu HCU ICU?



DPJP  Melakukan penanganan lanjutan  Mengisi Form Discharge Planning



DPJP Meminta persetujuanmasuk HCU



Prosedur HCU ICU



25



Sembuh ?



 



Meninggal



DPJP Menulis sebab kematian



DPJP Mengisi Form resume medis Membuat surat rujuk balik / kontrol poli



Prosedur kamar jenazah



Selesai



1)



Asesmen Awal Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat asesmen awal sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RS Happy land Medical Centre Asesmen pasien terdiri dari 3 proses utama dengan metode IAR :



26



1.



Mengumpulkan data dan informasi ( huruf I ) tentang hal - hal sesuai dengan isi minimal asesmen awal. Pada SOAP adalah S - Subyektif dan O - Obyektif.



2.



Analisis data dan informasi ( huruf A ), yaitu melakukan analisis terhadap informsi yang menghasilkan diagnosis, masalah dan kondisi, untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien. Pada SOAP adalah A-Asesmen



3. Membuat Rencana ( huruf R ), yaitu untuk menyusun solusi untuk mengatasi / memperbaiki kelainan kesehatan sesuai analissa data . Pelaksanaan R aalah untuk memenuhi kebutuhan pasien yang telah teridentifikasi. Pada SOAP adalah P-Plan.  Isi minimal dari Asesmen awal terdiri dari : a. Data dan informasi pasien ( identitas, keluahan pasien ) b. Analisa data dan informasi ( diagnosis, masalah dan kondisi pasien ) c. Rencana Penatalaksanaan d. Status fisik e. Psiko-sosio-spiritual f. Ekonomi g. Riwayat kesehatan pasien h. Riwayat alergi i. Asesmen nyeri j. Resiko jatuh k. Asesmen fungsional l. Risiko nutrisional m. Kebutuhan edukasi n. Perencanaan pemulangan pasien Asesmen awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan asesmen, keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best settingofcare)serta adanya diagnosis awal.



2)



Asesmen Ulang Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi danpengobatan untuk menetapkan respon terhadap pengobatan dan untuk merencanakanpengobatan atau untuk pemulangan pasien.



27



Asesmen ulang dilakukan di rawat inap atau di ruang perawatan intensif dalam bentukcatatan perkembangan terintegrasi dengan para pemberi asuhan yang lain. Catatan perkembangan berisi catatan data subjektif dan objektif dari perjalanan danperkembangan penyakit. Secara umum catatan perkembangan berisikan hal-halsebagai berikut: 1.



Apakah keluhan dan gejala pasien sekarang? Adakah perubahan?



2.



Adakah perubahan dalam penemuan pemeriksaan fisik?



3.



Apakah ada data laboratorium baru?



4.



Adakah perubahan formulasi kasus atau hubungan dari berbagai masalah medissatu dengan yang lain?



5.



Adakah rencana yang baru dalam rencana diagnostik dan pengobatan pasien?



6.



Suatu catatan lanjutan yang baik dapat segera memberikan keterangan untuk berbagaihal penting dan paling sedikit bisa menjawab hal-hal sebagai berikut : a.



Apakah ada keterangan diagnostik baru?



b.



Apakah pasien menjadi lebih baik atau lebih buruk?



c.



Apakah obat yang dipilih bekerja dengan baik?



d.



Apakah



tindak



lanjut



diagnostik



dan



pengobatan



berjalan



atau



direncanakan? Cara penulisan data dengan format problem oriented dikenal dengan konsep SOAP. Konsep SOAP terdiri dari 4 bagian: 1) S = Subjective Data subyektif yang berisikan keluhan pasien. Seringkali perkataan pasien ditulis dalamtanda kutip supaya dapat menggambarkan keadaan pasien. 2) O = Objective Data obyektif yang berisikan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 3) A = Assessment Penilaian yang berisikan diagnosa kerja dan/atau diagnosa banding sebagai hasilintegrasi



pemikiran



dokter



(berdasarkan



pengetahuannya



mengenai



patofisiologi,epidemiologi, presentasi klinis penyakit, dan lain sebagainya) terhadap data subjektifdan objektif yang ada.



4) P = Plan (Rencana/Instruksi) Rencana yang berisikan rencana diagnosa, rencana terapi (medikamentosa dan nonmedikamentosa), rencana monitoring, dan rencana edukasi/penyuluhan. 28



3)



Asesmen Gawat Darurat 1. Asesmen gawat darurat dilakukan di instalasi gawat darurat untuk pasien dengan kategori triase prioritas 1 (merah) dan prioritas 2 (kuning). 2. Asesmen awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RS Happy Land Medical Centre atau perawat yang terlatih dalam melakukan asesmen gawat darurat. 3. Asesemen gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat darurat, survei primer (jalan napas, pernapasan, sirkulasi, disabilitas, dan eksposur). Untuk asesmen di IGD, asesmen tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di Formulir Asesmen Gawat Darurat. 4. Asesmen gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 5 menit sejak pasien tiba di RS Happy Land Medical Centre untuk pasien prioritas 1 dan maksimal 15 menit untuk pasien prioritas 2. Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi: a.



Persiapan



b.



Triase



c.



Survei primer



d.



Resusitasi



e.



Tambahan terhadap survei primer dan resusitasi



f.



Pertimbangkan kemungkinan rujukan



g.



Survei Sekunder (pemeriksaan head to toe dan anamnesis)



h.



Tambahan terhadap survei sekunder



i.



Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan



j.



Penanganan definitif



5. Baik



survei



primer



dan



sekunder



dilakukan



berulang-kali



agar



dapat



mengenalipenurunan keadaan pasien, dan memberikan terapi bila diperlukan. Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-olah berurutan (sekuensial), namun dalam



praktek



sehari-haridapat



berlangsung



bersama-sama



(simultan).



Penerapan secara berurutan ini merupakan suatu cara atau sistem bagi dokter untuk menilai perkembangan keadaan pasien. 6. Hasil asesmen gawat darurat didokumentasikan di rekam medis dalam kronologi waktu yang jelas,dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang dilakukan. 7. Dokter membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di akhir dari penulisan di rekammedis.



29



8. Apabila pasien sedang menerima prosedur rawat jalan (endoskopi, biopsy, dll) makapengkajian awal diharuskan tidak lebih dari 30 hari. Apabila sudah lebih dari 30 hari,maka riwayat kesehatan dan pemerikssan fisik harus diperbaharui. 9. Asesmen lanjutan rawat jalan untuk pasien kontrol. Pada setiap kunjungan lanjutan,keluhan utama, tanda-tanda vital menjadi fokus asesmen, evaluasi test diagnostik danrencana penatalaksanaan harus dilakukan dan didokumentasikan sesuai dengan jeniskunjungannya. 4)



Asesmen Rawat Jalan 1. Asesmen pasien rawat jalan dilakukan di IGD, Poliklinik rawat jalan. 2. Asesmen awal pasien rawat jalan dilakukan oleh perawat dan dokter sesuai denganformat yang telah ditetapkan. 3. Asesmen awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru atau pasien lama dengankeluhan yang baru. 4. Asesmen awal keperawatan rawat jalan berisi: a.



Keluhan utama/alasan untuk kedatangan dan riwayatnya.



b.



Riwayat alergi obat dan makanan.



c.



Riwayat pengobatan.



d.



Keadaan umum meliputi tanda vital dan antropometri (khusus untuk anakanak danmedical check up)



e.



Asesmen psikologis, status sosial dan ekonomis, skrining gizi awal, dan status fungsional.



f.



Asesmen risiko jatuh



g.



Asesmen nyeri



5. Asesmen medis rawat jalan dilakukan oleh dokter spesialis di poliklinik rumah sakit atau dokter umum di IGD RS Happy Land Medical Centre. 6. Asesmen rawat jalan didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan / kebijakanrekam



medis



dengan



keterangan



yang



jelas



mengenai



waktu



pemeriksaan (tanggal danjam), dan minimal menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang relevan untukjustifikasi diagnosis dan terapi. 7. Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :Asesmen penyakit dalam, anak, mata, dan bedah tidak memiliki standar khusus,dilakukan sesuai keluhan pasien dan standar profesi. 8. Asesmen poliklinik gigi, Obstetri & Ginekologi, dilakukan sesuai format yang ada diform asesmen khusus untuk dokter atau perawat.



30



5)



Asesmen Medis Rawat Inap 1.



Asesmen Awal Asesmen awal medis pasien rawat inap dilakukan oleh dokter ruangan sesaat setelah pasien masuk ke ruang rawat inap atau DPJP dan harus selesai dalam



waktu



24



jam.



Hasil



asesmen



awal



oleh



dokter



jagaruangan



didokumentasikan di Form Asesmen Awal Rawat Inap Medis dan dilaporkan keDPJP. Asesmen awal medis rawat inap dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien(DPJP) pada saat admission (saat pasien masuk ruang perawatan) sekaligus melakukan review hasil asesmen jika asesmen awal dilakukan oleh dokter ruangan. Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan asesmen dokter yang akanmerawat, maka jika pasien dilakukan asesmen kurang dari 24 jam, pasien dalamkeadaan tanpa kegawat daruratan medik dapat langsung menjalani poses admission.Sedangkan jika pasien dengan asesmen lebih dari 24 jam sebelum pasien tiba di RS Happy Land Medial centre, maka pasien harus menjalani asesmen ulang di IGD RS Happy Land Medical Centre guna memastikan bahwa diagnosis masih tetap dantidak ada kegawatan lain sebelum pasien masuk ke ruang rawat inap. Asesmen medis rawat inap didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan /kebijakan rekam medis, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (danpenunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut : a.



Asesmen penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan sesuaikeluhan pasien dan standar profesi.



b.



Asesmen Medik kasus Anak & Neonatus dilakukan sesuai format yang ada di formasesmen khusus. Asesmen awal medis rawat inap oleh DPJP maksimal dilakukan 24 jam



sejak admissionatau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien. Ketentuannya sebagai berikut : UNIT Perawatan Kritis (HCU) Kebidanan (Labour and delivery) Kamar Bayi Pasca persalinan (Maternity) Dewasa Bedah / Non Bedah Anak-anak 2.



Jangka waktu Asesmen Awal Dalam 2 jam Dalam 2 jam Dalam 8 jam Dalam 8 jam Dalam 24 jam Dalam 24 jam



Asesmen Ulang 31



a.



Asesmen ulang oleh dokter yang menangani menjadi bagian integral dari perawatanberkelanjutan pasien.



b.



Dokter harus memberikan asesmen setiap hari, termasuk di akhir pekan terutama untukpasien akut.



c.



Asesmen ulang dilakukan untuk menentukan apakah obat-obatan dan penatalaksanaanlainnya berhasil dan apakah pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.



d.



Dokter harus melakukan asesmen ulang apabila terdapat perubahan signifikan dalam kondisipasien atau perubahan diagnosis pasien dan harus ada revisi perencanaan kebutuhanperawatan pasien, sebagai contoh: pasien pasca operasi.



e.



Hasil dari asesmen yang dilakukan akan didokumentasikan dalam Catatan PerkembanganPasien Terintegrasi (CPPT).



6)



Asesmen Keperawatan Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat. 1.



Asesmen Awal a.



Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam form asesmenawal keperawatan secara lengkap dan dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien masuk diruang rawat inap.



b.



Asesmen keperawatan berdasarkan umur (neonatus, anak, dan dewasa), kondisi,diagnosis dan perawatan akan meliputi sekurang-kurangnya: 1)



Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila tidak dilengkapi di gawatdarurat).



2)



Riwayat Alergi



3)



Penilaian fisik



4)



Pengkajian sosial dan psikologis



5)



Skrining gizi awal



6)



Asesmen Nyeri



7)



Asesmen risiko jatuh (skala morse dan humpty dumty)



8)



Riwayat imunisasi (untuk pasien anak)



9)



Asesmen risiko decubitus norton scale (untuk pasien dewasa)



10) Kebutuhan edukasi c.



Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/ dinilai pada saat asesmen awalakan dilanjutkan sampai dengan saat pasien dipulangkan.



32



d.



Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan, kesiapan untuk belajar, dan halanganpembelajaran juga akan dikaji pada saat penerimaan dan didokumentasikan.



2.



Asesmen Ulang a.



Asesmen ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal sekali dalam 1 hari,kecuali ada perubahan kondisi pasien dan/atau diagnosis pasien dan untuk menentukanrespon pasien terhadap intervensi. Asesmen ulang keperawatan didokumentasikan dalamform catatan perawatan pasien terintegrasi (CPPT) dan catatan implementasi.



b.



Asesmen ulang keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan secara kontinyu,dan didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval satu jam.



c.



Asesmen ulang keperawatan akan mencerminkan minimal review data spesifik pasien,perubahan yang berhubungan dengannya, dan respon terhadap intervensi.



d.



Asesmen ulang akan lebih sering dilengkapi sesuai dengan populasi pasien dan/ataukebutuhan individu pasien.



7)



Asesmen Peri Operatif 1. Asesmen peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengankompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator utama. 2. Asesmen pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di rekammedis yang minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta penunjang jikastandar profesi medik mengharuskan demikian) harus menunjukkan justifikasi daritindakan operatif yangakandilakukan. 3. Asesmen pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing, dandidokumentasikan dalam rekam medis. Diagnosis pasca operasi harus dituliskan, serta rencanapenanganan pasca operasi. 4. Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana asesmen pasien belum dilakukandan didokumentasikan di rekam medis, termasuk proses untuk mendapatkan



persetujuan



tindakanmedik



(informed-consent),



dan



skrining



dilakukan oleh unit kamar bedah. 8)



Asesmen Peri Anestesi Dan Sedasi 1.



Asesmen peri anestesi meliputi : 33



a.



Asesmen pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi cito dapatdigabungkan dengan asesmen pre induksi.



b.



Asesmen pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat sebeluminduksi dimulai)



2.



c.



Monitoring durante anestesi / sedasi



d.



Asesmen pasca anestesi / sedasi



Asesmen peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai standarikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).



3.



Asesmen



pre,



durante



dan



post



anestesi



/



sedasi



dilakukan



dan



didokumentasikan dalamrekam medis secara lengkap 4.



Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana asesmen pasien belumdilakukan dan didokumentasikan di rekam medis, termasuk proses untuk mendapatkanpersetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamarbedah atau unit lain yang melakukan sedasi.



9)



Skrining Dan Asesmen Gizi 1.



Skrining status nutrisi dilakukan oleh perawat untuk pasien poliklinik, IGD dan rawatinap dengan menggunakan MUST (Malnutrition Screening Tool).



2.



Jika pada hasil skrining ditemukan pasien berisiko tinggi mengalami Protein EnergyMalnutrition (PEM), maka perawat yang melakukan skrining melaporkan kepada dokterpenanggung jawab pasien.



3.



Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana perlu pasienakan dikonsultasikan ke ahli gizi RS Happy Land Medical Centre.



4.



Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien pasiendidokumentasikan dalam rekam medis.



5.



Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik berkaitandengan status gizi pasien.



6.



Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat inapperlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki pasiensebagai bagian dari asesmen.



10)



Asesmen Kemampuan Aktivitas Harian (Status Fungsional)



34



1. Asesmen kemampuan melakukan aktivitas harian (status fungsional) dilakukan sebagaibagian dari asesmen awal pasien rawat jalan dan rawat inap oleh perawat. 2. Asesmen ini perlu meliputi : a.



Metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien



b.



Apakah kondisi ruang perawatan dan atau pelayanan yang dibutuhkan pasien sudahsesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.



c.



Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkatketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter /perawat) yang merawat pasienini mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan.



d.



Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian risiko jatuh yang akan dibahassecara terpisah di poin berikut ini.



11)



Asesmen Risiko Jatuh 1.



Asesmen risiko jatuh didokumentasikan di form asesmen pasien.



2.



Asesmen risiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke rumahsakit di unit rawat inap, instalasi gawat darurat dan unit-unit lainnya.



3.



Asesmen ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat risiko jatuh daripasien.



4.



Asesmen risiko jatuh diulang bila : a.



Pasien jatuh



b.



Pasien menerima obat yang meningkatkan risiko jatuh (termasuk pasien post operatif maupun tindakan lainnya)



c. 5.



Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.



Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa : a.



Rawat jalan menggunakan “Modified Get Up and Go Test”. Ya



Tidak



a. Perhatikan cara berjalan pasien saat akan duduk di kursi, apakah pasien tampak tidak seimbang (sempoyongan / limbung)? b. Apakah pasien memegang pinggiran kursi atau meja atau benda lain sebagai penopang saat akan duduk?



35



b.



Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale (Skala jatuh morse) sebagai berikut: Faktor risiko



Riwayat jatuh



Diagnosis



Skala



Poin



Ya



25



Tidak



0



sekunder(≥2 Ya



15



diagnosis medis)



Tidak



0



Alat bantu



Berpegangan pada perabot



30



Berpegangan pada perabot



15



Tidak ada/kursi



0



roda/perawat/tirah baring Terpasang infuse



Gaya berjalan



Status mental



Ya



20



Tidak



0



Terganggu



20



Lemah



10



Normal/tirah baring/imobilisasi



0



Sering lupa akan keterbatasan



15



yang dimiliki Sadar akan kemampuan diri



0



sendiri Total Kategori : Risiko Tinggi



= ≥ 45



Risiko Rendah



= 25-44



Tidak ada Risiko = 0-24



36



c.



Asesmen risiko jatuh pada pasien anak menggunakan Humpty Dumpty sebagai berikut: Faktor Risiko



Umur



Jenis Kelamin



Diagnosa



Gangguan Kognitif



Skala



Poin



Kurang dari 3 tahun 3 tahun – 7 tahun 7 tahun – 13 tahun Lebih 13 tahun



4 3 2 1



Laki – laki Wanita Neurologi Respiratori, dehidrasi, anemia,



2 1 4 3



anorexia, syncope Perilaku Lain – lain



2 1



Keterbatasan daya piker Pelupa, berkurangnya orientasi



3 2



sekitar Dapat menggunakan daya pikir



1



tanpa hambatan



Faktor Lingkungan



Respon terhadap pembedahan, sedasi, dan



Riwayat jatuh atau bayi / balita



4



yang ditempatkan di tempat tidur Pasien yang menggunakan alat



3



bantu/ bayi balita dalam ayunan Pasien di tempat tidur standar Area pasien rawat jalan



2 1



Dalam 24 jam Dalam 48 jam Lebih dari 48 jam / tidak ada



3 2 1



anestesi



respon



Penggunaan obat-obatan



Penggunaan bersamaan



3



sedative, barbiturate, anti depresan, diuretik, narkotik Salah satu dari obat di atas Obatan –obatan lainnya / tanpa



2 1



obat



TOTAL Kategori: 37



Skor :7-11 Risiko Rendah (RR) ≥ 12 Risiko Tinggi (RT) 12)



Skrining Psikologis 1. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang ada diformulir asesmen pasien. 2. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang ada dilembar asesmen keperawatan.



13)



Asesmen Sosio-Ekonomi-Budaya Asesmen sosio, ekonomi dan budaya dilakukan oleh dokter, perawat dan petugas administrasi RS Happy Land Medical Centre. Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara : 1. Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan Masuk. 2. Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung (Alloanamnesis)untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan dan kemauan pasien untukkelanjutan proses pengobatannya. 3. Asesmen oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar belakangpasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang terbaik sesuai dengankeadaan sosio – ekonomi – budaya dari pasien tersebut. Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara : 1.



Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form asesmen keperawatan.



2.



Mengisi form kebutuhan edukasi pasien



3.



Asesmen oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi kelengkapanadministrasi dari pasien.



Pada asesmen sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan initial assessment pasien rawat jalanperlu ditanyakan pula : 1.



Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan kesehatan?



2.



Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi (membaca, mendengaratau melihat?)



3.



Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan mengenaipenyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter/perawat) tidak dapat berbicara dalambahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka diupayakan mencari keluarga pasien atau staf RSI Garam Kalianget yang mempu menjembatani komunikasi dengan baik kepada pasien atau walinya. 38



4.



Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau kondisisecara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas perlu diajukan kewali pasien tersebut.



5.



Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang berhubungandengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obatobat alternatif yangdikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.



14)



Skrining Dan Asesmen Nyeri 1.



Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat maupunrawat inap



2.



Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri



3.



Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukanskrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.



4.



Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan penanganannyeri sesuai standar profesi.



5.



Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiapharinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari pasienmengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)



6.



Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan didokumentasikandalam catatan keperawatan.



7.



Assesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam danmenunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut : a.



Lakukan



assesmen



nyeri



yang



komprehensif



setiap



kali



melakukankunjungan/visite ke pasien. b.



Dilakukan



pada



:



pasien



yang



mengeluh



nyeri,



1



jam



setelah



tatalaksananyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yangmenjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelumpasien pulang dari rumah sakit. c.



Pada



pasien



yang



mengalami



nyeri



kardiak



(jantung),



lakukan



asesmenulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena. d.



Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jamsetelah pemberian obat nyeri.



e.



Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampaimenimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosismedis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pascapembedahan,nyeri neuropatik). 39



8.



SkalaNyeri a.



Numeric Rating Scale 1)



Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya



2)



Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10



 0



= tidak nyeri



 1–3



= nyeri ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari-hari).



 4–6



= nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-



hari).  7 – 10



= nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari). Gambar NRS (Numerical Rating Scale)



b.



Wong Baker Faces Pain Scale 1)



Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkanintensitas nyerinya dengan angka, gunakan assesmen ini.



2)



Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang paling sesuaidengan yang ia rasakan.



3)



Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri : a)



Lokasi nyeri



b)



Kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran



c)



Onset, durasi, dan faktor pemicu



d)



Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya



e)



Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari



f)



Obat-obatan yang dikonsumsi pasien



g)



c.



ComfortScale 40



1)



Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif/kamar



2)



operasi/ruangrawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating Scale dan Wong BakerFaces Pain Scale.



3)



Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5, dengan skortotal antara 9 – 45.



4)



a)



Kewaspadaan



b)



Ketenangan



c)



Distress pernapasan



d)



Menangis



e)



Pergerakan



f)



Tonus otot



g)



Tegangan wajah



h)



Tekanan darah basal



i)



Denyut jantung basal



Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,



asesmen



danpenanganan



nyeri



dilakukan



saat



pasien



menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atauverbal akan rasa nyeri. 1) Tabel Comfort Scale Kategori Kewapadaan



Ketenangan



Distress pernapasan



1. 2. 3. 4.



Skor Tidur pulas / nyenyak Tidur kurang nyenyak Gelisah Sadar sepenuhnya dan



5. 1. 2. 3. 4. 5. 1.



waspada Hiper alert Tenang Agak cemas Cemas Sangat cemas Panik tidak ada



Tanggal



Waktu



respirasi



spontan dan tidak ada batuk 2. respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respon terhadap ventilasi 3. kadang-kadang atau



terdapat



batuk



tahanan



terhadap ventilasi 4. seringa batuk, terdapat tahanan



/



perlawanan 41



terhadap ventilator 5. melawan secara



aktif



terhadap ventilator, batuk Menangis



Pergerakan



terus-menerus / tersedak 1. bernapas dengan 2. 3. 4. 5. 1. 2.



tenang, tidak menangis terisak-isak meraung menangis berteriak Tidak ada pergerkan Kadang-kadang bergerak



perlahan 3. Sering bergerak perlahan 4. Pergerakan aktif / gelisah 5. Pergerakan aktif termasuk Tonus otot



badan



dan



kepala 1. otot relaks sepenuhnya tidak ada tonus otot 2. penurunan tonus otot 3. tonus otot normal 4. peningkatan tonus otot dan rileks jari tangan dan kaki 5. kekakuan



otot



ekstrim



dan rileks jari tangan dan Tegangan wajah



kaki 1. otot



wajah



relaks



sepenuhnya 2. tonus otot wajah yang nyata 3. tegangan beberapa otot 4.



wajah terlihat nyata tegangan hampir



di



seluruh otot wajah 5. Seluruh otot wajah Tekanan darah basal



tegang meringis 1. Tekanan darah di bawah batas normal 2. Tekanan darah berada di batas



normal



konsisten 3. Pengingkatan



secara tekanan 42



sesekali ≥ 15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4. Seringnya



peningkatan



tekanan darah ≥ 15% di atas batas normal (>3 kali



dalam



observasi



selama 2 menit) 5. Peningkatan tekanan darah terus-menerus ≥ Denyut jantung basal



15% 1. Denyut



jantung



di



bawah batas normal 2. Denyut jantung berada di batas normal secara konsisten 3. Peningkatan



denyut



jantung sesekali ≥ 15% di atas batas normal (13 kali dalam observasi selama 2 menit) 4. Seringnya penigkatan denyut jantung ≥ 15% di atas batas normal (> 3 kali



dalam



observasi



selama 2 menit) 5. Peningkatan denyut jantung terus-menerus ≥ 15% Skor Total 2) Neonatus Infant Pain Scale (NIPS) Suatu instrument penilaian nyeri yang digunakan pada bayi aterm dan pre term usia0-1 bulan N



Parameter



Skor



Kategori



Keterangan



o 1



Ekspresi wajah



0



Rileks



Wajah tenang, ekspresi



1



Meringis



netral Otot wajah tegang 43



2



Tangisan



0 1 2



Tidak menangis Merengek



Tenang tidak menangis Mengerang lemah



Menangis keras



intermitten Menangis



kencang,



melengking terusmenerus (catatan : menangis tanpa suara diberi 3



Pola nafas



0 1



Rileks Perubahan nafas



skor



bila



bayi



diintubasi Bernafas biasa Tarikan nafas irregular, lebih cepat dibandingkan biasa, menahan nafas,



4



5



Tungkai



Tingkat



0



Rileks



tersedak Tidak ada kekuatan otot,



1 0



Fleksi/Ekstensi Tidur/bangun



gerakan tungkai biasa Tegang kaku Tenang tidur lelap atau



kesadaran



bangun 1



Gelisah



Sadar atau gelisah



Total Skor Keterangan skala nyeri sesuai NIPS 1. Skor 0



: bebas nyeri



2. Skor 1-2: nyeri derajat ringan 3. Skor 3-4: nyeri derajat sedang 4. Skor > 4: nyeri derajat berat 15)



Asesmen Awal Individual Untuk Populasi Tertentu Rumah sakit melaksanakan asesmen awal individual untuk populasi tertentu yang dilayanirumah sakit. Asesmen pasien tersebut merupakan respons terhadap kebutuhan dan kondisimereka dengan cara yang dapat diterima oleh budaya dan bersifat rahasia. Populasi tertentuitu diantaranya : 1. Asesmen Individual pada Anak-Anak dan Dewasa Muda Asesmen anak-anak dan dewasa muda pada tahap awal mengikuti ketentuan pada asesmenawal (poin sebelumnya). Untuk anak-anak, akan ditangani dokter spesialis anak. Untukdewasa muda, akan dirujuk sesuai temuan pada asesmen awal. 44



2. Asesmen Individual Pada Wanita Dalam Proses Melahirkan dan Terminasi Kehamilan Pasien dalam proses melahirkan dan terminasi kehamilan akan langsung dirujuk ke dokterspesialis kebidanan dan kandungan untuk mendapat asesmen dan penanganan selanjutnya 3. Asesmen dan Penanganan Pasien Dengan Kondisi Terminal a.



Identifikasi pasien dengan kondisi terminal. Identifikasi dilakukan diseluruh unit, baik olehdokter maupun oleh perawat.



b.



Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus asesmen mengenai kebutuhan unik daripasien maupun keluarga dengan melakukan : 1)



Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokterberunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapanwaktu yang sesuai untuk menyampaikan berita buruk.



2)



Setelah



pasien



mengetahui



kondisinya,



perlu



ditawarkan



suatu



bentukpendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melaluifase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukandalam outpatient / inpatient setting. 3)



Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana,serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanceddirectives) yang terkait dengan penanganan pasien.



4)



Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, makalangkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.



5)



Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dandapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien / keluargadapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiridengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)



6)



Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisiruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagipasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.



7)



Keadekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama obatnyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada pasienterminal. 45



4. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Kejiwaan a.



Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan. 1)



Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan, rawatinap, maupun Instalasi Gawat Darurat.



2)



Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater,disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical maupun surgical).



3)



Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapunharus dikonsulkan ke psikiater.



4)



Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa menggangguaktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya. Pasien dengankecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic underlying disease perludikonsulkan ke psikiater.



b.



Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan. 1)



Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.



2)



Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengankewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilaiancaman bunuh dirinya tinggi, karena RS Happy Land Medical Centre tidakmemiliki fasilitas yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.



3)



Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.



5. Asesmen Pasien Dengan Kecurigaan Ketergantungan Alkohol / Obat. a.



Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan: 1)



Alkohol



2)



Nikotin



3)



Golongan



barbiturat



(flunitrazepam,



triazolam,



temazepam,



dan



nimetazepam)



b.



4)



Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)



5)



Amfetamin& Metamfetamin



Identifikasi populasi berisiko: 1)



Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau opiat)dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien). 46



2)



Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang mengeluhnyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta peningkatan dosis.



3)



Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah obat,alkohol maupun merokok.



4)



Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, makapetugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yangbersangkutan.



5)



Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari pertanyaanrutin untuk Medical Check Up.



c.



Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai adanyamasalah ketergantungan) dapat melakukan asesmen awal berupa pertanyaan-pertanyaansebagai berikut: 1)



Berapa banyak merokok? Minum alkohol?(Jika drug abuse : ditanya, obat apayang digunakan? Darimana didapatkan?)



d.



2)



Sejak usia berapa?



3)



Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?



4)



Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?



Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untukpengkajian dan penanganan lebih lanjut.



e.



Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya konselinguntuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting drug users / IDUs)



f.



Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medik.



6. Asesmen untuk korban penganiayaan. a.



Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik diluarkemauannya.



b.



Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak, pasangan hidup,orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosioekonomi budaya dan fisiktergantung kepada orang lain. Jika menjumpai kelompok



ini,



petugas



harus



mewaspadaikemungkinan



terjadinya



penganiayaan. c.



Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan, maka disamping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus mendapat pengkajian lebihdalam dan penanganan khusus yang meliputi:



47



1)



Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.



2)



Bila korban anak-anak, asesmen mungkin perlu dilakukan terhadap orang tuanyasecara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat gambaran lebihlengkap mengenai kejadiannya.



3)



Untuk



orang



lanjut



usia



atau



yang



tidak



mampu



mengutarakan



keinginannyasendiri, asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada, termasuk orangyang sehari-hari merawat korban. 4)



Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada korbanyang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak kecil, bayi maupunorang tua atau dengan kecacatan / keterbatasan).



5)



Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban kekerasan /penganiayaan.



7. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Komunikasi. a.



Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat padatidak sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang mungkin terjadiadalah: 1) Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta (blindness). 2) Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya retardasi, Cerebral Palsy, Stroke, dll).



b.



Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien dimintamemberi informasi mengenai bagaimana komunikasi seharihari di rumah yang efektifdilakukan.



c.



Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif denganpasien.



d.



Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk asesmen, dandalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternative pertama untuk asesmen.



e.



Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa isyaratuntuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat berkomunikasi,maka rumah sakit mengundang ahli bahasa isyarat untuk membantu proses komunikasiatau menunggu hingga anggota keluarga yang mampu berkomunikasi hadir di rumah sakit,kecuali dalam keadaan life saving.



48



f.



Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas doktermenganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya. Dan perlu dilakukankonfirmasi dengan keluarga mengenai hasil asesmen tersebut.



D. DISCHARGE PLANNING (RENCANA PEMULANGAN PASIEN) 1. Asesmen awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk pemulanganpasien memerlukan



(Discharge



Planning).



perencanaanpemulangan



Pada



sedini



kondisi



mungkin,



tertentu, demi



pasien



kepentingan



penanganan selanjutnya di rumah. Halini berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat, prosesrehabilitasi, dan lain sebagainya. 2. Asesmen perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi : a. Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya. b. Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis danberat ringannya penyakit yang diderita) c. Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang penyakitpasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-obatan yang diberikan,serta pengkajian lain (pemeriksaan penunjang) yang dilakukan. 3. Hasil akhir asesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLUDischarge Planning. 4. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan transportasididiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu / penanggungjawab pasien. 5. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut : A. Pasien umur > 65 tahun B. Pasien dengan keterbatasan mobilitas C. Pasien yang memerlukan perawatan atau pengobatan lanjutan D. Pasien yang memerlukan bantuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari E. PELAYANAN PASIEN Pelayanan berfokus pasien adalah asuhan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilainilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini termasuk : 49



a. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien; b. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien; c. Modifikasi asuhan pasien bila perlu; d. Penyelesaian asuhan pasien; dan e. Perencanaan tindak lanjut. Banyak praktisi kesehatan yaitu dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis rehabilitasi, dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien. Peran tersebut ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat; undang-undang dan peraturan; ketrampilan (skill) khusus individu, pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana asuhan lainnya yang terlatih. Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip “kualitas asuhan yang setingkat” mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam: a. Asuhan pasien dilakukan oleh PPA dan staf klinis yang kompeten dan berwenang b. Asuhan pasien dapat berupa upaya pencegahan, Paliatif, Kuratif, atau Rehabilitatif termasuk anastesia, Tindakan Bedah, Pengobatan, Terapi supportif, atau kombinasinya, yang berdasarkan hasil assessment dan assessment ulang pasien. c. Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan dan diintergrasikan oleh semua PPA, dan dapat dibantu oleh staf klinis lainya. d. Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat asuhan yang sama/seragam di rumah sakit. 50



e. Rencana asuhan diintergrasikan dan dikoordinasikan diantara berbagai tenaga kesehatan seperti medis, keperawatan, farmasi, nutrisionist, dalam form rekam medic dan form terintergrasi (CPPT) dalam bentuk SOAP untuk medis, keperawatan dan tenaga kesehatan lainya, kecuali ADIME ( untuk praktisi gizi), jika dalam bentuk komunikasi atau laporan pasien kritis menggunakan SBAR. f.



Penulisan instruksi via telepon menggunakan TBAK.



g. Asuhan pasien yang seragam mengasilkan penggunaan sumber daya secara efisien dan memungkinkan membuat evaluasi hasil asuhan (outcome) untuk asuhan yang sama di seluruh rumah sakit. h. Pelayanan dan asuhan berfokus pada pasien di terapkan dalam bentuk pelayanan dan asuhan pasien terintregrasi yang bersifat intergrasi horizontal dan vertical. i.



Pelayanan atau asuhan terintergrasi horizontal meibatkan kontribusi PPA yang sama pentingnya/ sederajat



j.



Pelayanan atau asuhan terintergrasi vertical merupakan pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan sampai ketingkat pelayanan yang berbeda



k. Case Manager berperan dalam mengitergrasikan pelayanan dan asuhan melalui komunikasi dengan para PPA l.



Pelaksananaan asuhan pasien terintergrasi berfocus pada pasien dan mencakup elemen sebagai berikut : 1. 2. 3.



Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga DPJP sebagai ketua tim PPA DPJP melakukan koordinasi asuhan inter PPA dan bertugas dalam seluruh fase asuhan rawat inap pasien serta teridentifikasi dalam rekam



4.



medis pasien Bila kondisi pasien membutuhkan lebih dari satu DPJP, ditetapkan DPJP



5.



utama PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan berkolaborasi secara



6. 7. 8.



interprofesional Perencanaan pemulangan pasien yang terintergrasi Asuhan gizi yang terintergrasi Peran MPP dalam mendorong penerapan pelayanan dan asuhan yang terintergrasi antar PPA



m. Asuhan pasien yang seragam terefleksi dalam hal hal sebagai berikut: 51



1.



Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai diberikan oleh PPA yang kompeten, dapat di lakukan setiap hari, setiap minggu, atau setiap



2.



waktu Penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis dan pemeriksaan diagnostic untuk memenuhi kebutuhan pasien pada



3.



populasi yang sama Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien sama semua di unit pelayanan rumah sakit, seperti pelayanan anastesi, sama semua unit



4.



pelayanan di rumah sakit Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima



5.



asuhan keperawatan yang setara di seluruh rumah sakit Penerapan dan penggunaan regulasi, form dan rekam medis yang sama dalam asuhan klinis pasien, dengan metode assessment IAR ( Informasi, Analisis, Rencana), Form Assesment awal – Assesment akhir , PPK, Alur klinis terintergrasi, Pedoman Management Nyeri, Regulasi untuk berbagai tindakan seperti WSD, Pemberian Tranfusi Darah, Biopsi Ginjal, Pungsi Lumbal dsb.



F.



PENUNDAAN PELAYANAN a)



Penundaan Pelayanan Dokter Penundaan pelayanan dokter dapat dikarenakan : 1.



Dokter berhalangan untuk praktek di instalasi rawat jalan



2.



Dokter berhalangan untuk visit pasien di instalasi rawat inap



3.



Dokter yang datang terlambat lebih dari respon time/waktu tunggu kehadiran







Penundaan pelayanan dokter dapat dibagi dua yaitu : 1.



Penundaan pelayanan dokter dengan pemberitahuan Dokter yang bersangkutan sudah menyampaikan informasi bahwa : a)



Terlambat datang untuk praktek sesuai jadwal praktek, disertai alasan dan jam buka prakteknya



b)



Berhalangan tidak dapat praktek karena alasan tertentu, disertai surat ijin dan surat pelimpahan tugas ( dokter pengganti ) yang disampaikan kepada Direksi







Kepala bidang pelayanan medis menyampaikan kepada bagian/unit terkait.



52







Bagian/unit tersebut : rekam medis, rawat inap, rawat jalan, Instalasi Gawat







Darurat ( IDG ), pemasaran Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang : 1. Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera mengformasikan kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa jam praktek dokter yang bersangkutan



ada



perubahan



(sebutkan



jam



prakteknya)



dan



permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 2. Untuk pasien yang sudah datang di poloklinik, maka petugas bagian pendaftaran



menginformasikan



bersangkutan



ada



bahwa



perubahan



jam



(sebutkan



praktek jam



dokter



prakteknya)



yang dan



permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 



Kepala bidang pelayanan medis menyampaikan kepada bagian/ unit terkait. Bagian/ unit tersebut : rekam medis, rawat inap, rawat jalan, Instalasi Gawat Darurat (IGD), pemasaran.







Jika dokter yang bersangkutan terlambat datang : a)



Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan kepada pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa jam praktek dokter yang bersangkutan ada perubahan (sebutkan jam prakteknya) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.



b) Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian pendaftaran menginformasikan bahwa jam praktek dokter yang bersangkutan



ada perubahan



(sebutkan jam prakteknya) dan



permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan : 



Jika pasien dalam kondisi lemah dan hasil evaluasi visual atau pengamatan bahwa pasien membutuhkan perawatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maka informasikan ke pasien dan keluarga pasien, komunikasikan ke petugas Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan pasien segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).







Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk periksa ke dokter yang lain sesuai kebutuhan pasien tersebut.







Jika pasien tidak mau ke dokter yang lain, maka dapat disarankan untuk bersabar menunggu.



b) Penundaan Pelayanan Perawat 53



Penundaan pelayanan perawat ini di Instalasi Rawat Jalan, yaitu di poli laktasi, poli rawat luka, poli keperawatan yang lain. Tatalaksana : 1.



Perawat



yang



bersangkutan



menyampaikan



informasi



bahwa



ada



perubahan jadwal praktek keperawatan (poli laktasi, poli rawat luka, poli keperawatan yang lain). 2.



Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan : a.



Untuk pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa ada perubahan jadwal praktek keperawatan (sebutkan



jam



prakteknya)



dan



permohonan



maaf



atas



yang



sudah



ketidaknyamanan tersebut. b.



Untuk datang



di



poliklinik,



maka



petugas



pasien bagian



pendaftaran



menginformasikan bahwa ada perubahan jadwal praktek keperawatan (sebutkan



jam



prakteknya)



dan



permohonan



maaf



atas



ketidaknyamanan tersebut. Sarankan : 1.



Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk periksa di hari yang lain.



2.



Jika pasien tidak mau periksa di hari yang lain, maka dapat disarankan untuk bersabar menunggu.



c)



Penundaan Pelayanan Fisioterapi Penundaan pelayanan fisioterapi meliputi penundaan pelayanan fisioterapi di Instalasi Rawat Jalan yaitu poli fisioterapi dan Instalasi Rawat Inap yaitu layanan fisioterapi. Tatalaksana di Instalasi Rawat Jalan : 1.



Fisioterapis menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal praktek fisioterapi.



2.



Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan :



54



a. Untuk pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa ada perubahan jadwal praktek fisoterapi (sebutkan jam prakteknya) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. b. Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian pendaftaran menginformasikan bahwa ada perubahan jadwal praktek fisioterapi (sebutkan jam prakteknya) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan : 1.



Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk periksa di hari yang lain.



2.



Jika pasien tidak mau periksa di hari yang lain, maka dapat disarankan untuk bersabar menunggu.



Tatalaksana di Instalasi Rawat Inap : 1.



Fisioterapis menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal fisioterapi untuk pasien rawat inap.



2.



Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada Dokter Penanggungjawab



Pelayanan (DPJP) serta pasien dan keluarga pasien tentang penundaan layanan fisioterapi, menginformasikan kapan layanan fisioterapi dapat dilaksanakan, dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. d) Penundaan Pelayanan Gizi Penundaan pelayanan gizi meliputi penundaan pelayanan gizi di Instalasi Rawat Jalan yaitu poli gizi dan Instalasi Rawat Inap yaitu layanan asuhan gizi/ konsultasi gizi. Tatalaksana di Instalasi Rawat Jalan : 1.



Petugas gizi menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal praktek gizi.



2.



Petugas bagian pendaftaran rawat jalan segera menginformasikan : a. Untuk pasien yang mendaftar melalui telepon bahwa ada perubahan jadwal praktek gizi (sebutkan jam prakteknya) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.



55



b. Untuk pasien yang sudah datang di poliklinik, maka petugas bagian pendaftaran menginformasikan bahwa ada perubahan jadwal praktek gizi (sebutkan jam prakteknya) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan : 1.



Jika pasien waktunya terbatas, maka dapat disarankan untuk periksa di hari yang lain.



2.



Jika pasien tidak mau periksa di hari yang lain, maka dapat disarankan untuk bersabar menunggu.



Tatalaksana di Instalasi Rawat Inap : 1.



Petugas gizi menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal asuhan gizi/ konsultasi gizi untuk pasien rawat inap.



2.



Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada Dokter Penanggungjawab



Pelayanan (DPJP) serta pasien dan keluarga pasien tentang penundaan layanan asuhan gizi/ konsultasi gizi, menginformasikan kapan layanan asuhan gizi/ konsultasi gizi dapat dilaksanakan dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.



e)



Penundaan Pelayanan Farmasi Klinis Penundaan pelayanan farmasi klinis meliputi penundaan pelayanan farmasi klinis di Instalasi Rawat Inap yaitu layanan asuhan farmasi klinis. Tatalaksana di Instalasi Rawat Inap : 1.



Petugas farmasi klinis menyampaikan informasi bahwa ada perubahan jadwal asuhan farmasi klinis untuk pasien rawat inap.



2.



Perawat ruangan rawat inap segera menginformasikan kepada Dokter Penanggungjawab Pelayanan (DPJP) serta pasien dan keluarga pasien tentang penundaan layanan Asuhan farmasi klinis, menginformasikan kapan layanan asuhan farmasi klinis dapat dilaksanakan dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.



56



f)



Penundaan Pelayanan Radiologi Penundaan pelayanan radiologi, dapat disebabkan : a.



Waktu tunggu terlayani melebihi batas waktu tunggu, misal : dikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai, dokter spesialis radiologi datang terlambat.



b.



Hasil foto rontgen, USG, CT Scan, dan lain-lain belum selesai (melebihi batas waktu tunggu), misal : dikarenakan foto rontgen perlu diulang, kondisi pasien yang alergi kontras ataupun kondisi pasien mendadak menurun, dokter spesialis radiologi datang terlambat.



c.



Hasil bacaan radiologi belum selesai (melebihi batas waktu tunggu), misal : dikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai, dokter spesialis radiologi datang terlambat, foto rontgen perlu diulang.



d.



Pasien belum dapat terlayani, misal : dikarenakan alat radiologi mendadak error atau dalam kondisi perbaikan, logistik (bahan kontras habis), pemeriksan radiologi tertentu belum tersedia di RS Happy Land Medical Center



Tatalaksana : 1.



Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka : a.



Untuk pasien yang sudah datang di Instalasi Radiologi : petugas radiologi menyampaikan kepada pasien dan/atau keluarga pasien tentang penundaan pelayanan radiologi (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani pemeriksaan radiologi tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu.



b.



Untuk Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat : petugas radiologi menyampaikan perawat Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat tentang penundaan pelayanan radiologi (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani pemeriksaan radiologi tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu.



c.



Untuk pasien rawat inap : petugas radiologi menginformasikan kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan radiologi (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani pemeriksaan radiologi tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu. 57



2.



Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS Happy Land Medical Center belum dapat melayani pemeriksaan radiologi tertentu, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Pemasaran,Rekam medis, Rawat jalan, Rawat inap, IGD sesuai dengan prosedur yang berlaku



Jika dikarenakan masalah logistik : 



Untuk pasien yang sudah datang di Instalasi Radiologi : petugas radiologi menyampaikan kepada pasien dan/



atau



keluarga



pasien



tentang



penundaan pelayanan radiologi (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani pemeriksaan



radiologi



tersebut)



dan



permohonan



maaf



atas



ketidaknyamanan tersebut. 



Untuk Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat : petugas radiologi menyampaikan perawat Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat tentang penundaan pelayanan radiologi (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani pemeriksaan radiologi tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.







Untuk pasien rawat inap : petugas radiologi menginformasikan kepada Perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan radiologi (sebutkan



alasan dan kapan dapat melayani pemeriksaan radiologi



tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 



Jika pemeriksaan radiologi tersebut sangat dibutuhkan oleh pasien, maka Pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas pemeriksaan Laboratorium tersebut sesuai dengan prosedur yang



berlaku. Pasien



dan/atau keluarga pasien diinformasikan bahwa pemeriksaan radiologi akan dirujuk ke rumah sakit lain dikarenakan fasilitas pemeriksaan radiologi yang dimaksud dalam kondisi perbaikan. 



Jika pelayanan radiologi tersebut dapat terlayani kembali, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait.







Jika dikarenakan alat pemeriksaan radiologi mendadak error atau dalam Kondisi perbaikan maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai Fasilitas pemeriksaan radiologi tersebut sesuai dengan berlaku.



Pasien



dan/atau



keluarga



pasien



prosedur yang



diinformasikan



bahwa



pemeriksaan radiologi akan dirujuk ke rumah sakit lain dikarenakan fasilitas pemeriksaan radiologi yang dimaksud dalam



kondisi perbaikan. Jika



58



pelayanan radiologi tersebut dapat terlayani



kembali, maka dilakukan



Koordinasi dengan bagian/unit terkait. 



Jika pelayanan radiologi tersebut sudah tersedia di RS Happy Land Medical Center, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/ unit terkait.



g) Penundaan Pelayanan Laboratorium Penundaan pelayanan laboratorium ini meliputi laboratorium patologi klinik dan laboratorium patologi anatomi. Penundaan pelayanan laboratorium dapat disebabkan : 1.



Waktu tunggu terlayani melebihi batas waktu tunggu, misal : dikarenakan antrian



pasien dalam kondisi ramai, dokter spesialis patologi anatomi



datang terlambat. 2.



Hasil pemeriksaan laboratorium belum selesai (melebihi batas waktu tunggu), misal : dikarenakan perlu pengulangan (adanya kesalahan preanalitik, analitik, post-analitik), kondisi pasien yang mendadak menurun di ruang tunggu laboratorium, dokter spesialis patologi klinik datang terlambat, dokter spesialis patologi anatomi datang terlambat.



3.



Pasien belum dapat terlayani, misal : dikarenakan alat laboratorium mendadak error atau dalam kondisi perbaikan, logistik (masalah reagen), pemeriksan laboratorium tertentu belum tersedia di RS Happy Land Medical Center.



Tatalaksana : 1.



Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka : a.



Untuk pasien yang sudah datang di Instalasi Laboratorium : petugas laboratorium menyampaikan kepada pasien dan/atau keluarga pasien tentang penundaan pelayanan laboratorium (sebutkan alasan dan kapan dapat



melayani pemeriksaan laboratorium



tersebut)



dan



permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu. b.



Untuk Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat : petugas laboratorium menyampaikan perawat Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat tentang penundaan pelayanan laboratorium (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani pemeriksaan laboratorium tersebut)



59



dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu. c.



Untuk pasien rawat inap : petugas laboratorium menginformasikan kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan laboratorium (sebutkan alasan kapan dapat melayani pemeriksaan laboratorium tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu.



2.



Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS Happy



Land



Medical



Center



belum



dapat



melayani



pemeriksaan



laboratorium tertentu, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Pemasaran, Rekam medis, Rawat jalan, Rawat inap, IGD sesuai dengan prosedur yang berlaku. a.



Jika dikarenakan masalah logistik : 



Untuk pasien yang sudah datang di Instalasi Laboratorium : petugas laboratorium



menyampaikan kepada pasien dan/atau



keluarga pasien tentang penundaan pelayanan laboratorium (sebutkan alasan kapan dapat melayani pemeriksaan laboratorium tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 



Untuk Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat : petugas laboratorium



menyampaikan perawat Instalasi Rawat Jalan dan



Instalasi Gawat Darurat tentang penundaan pelayanan laboratorium (sebutkan alasan kapan dapat melayani pemeriksaan laboratorium tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 



Untuk pasien rawat inap : petugas laboratorium menginformasikan kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan laboratorium



(sebutkan



alasan



dan



kapan



dapat



melayani



pemeriksaan laboratorium tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 



Jika pemeriksaan laboratorium tersebut sangat dibutuhkan oleh pasien, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas pemeriksaan laboratorium tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien diinformasikan bahwa pemeriksaan laboratorium akan dirujuk ke rumah sakit lain dikarenakan fasilitas pemeriksaan laboratorium yang dimaksud dalam kondisi perbaikan.



60







Jika pelayanan laboratorium tersebut dapat terlayani kembali, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/ unit terkait.



b.



Jika dikarenakan alat pemeriksaan laboratorium mendadak error atau dalam kondisi perbaikan maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas pemeriksaan laboratorium tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien diinformasikan bahwa pemeriksaan laboratorium akan dirujuk ke rumah sakit lain dikarenakan fasilitas pemeriksaan laboratorium yang dimaksud dalam kondisi perbaikan. Jika pelayanan laboratorium tersebut dapat terlayani kembali, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait.



c.



Jika pemeriksaan laboratorium tersebut belum tersedia di RS Happy Land Medical Center, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas pemeriksaan laboratorium tersebut sesuai prosedur yang berlaku. Pasien dan/ atau keluarga pasien diinformasikan bahwa pemeriksaan laboratorium akan dirujuk ke rumah sakit lain dikarenakan fasilitas pemeriksaan laboratorium yang dimaksud belum tersedia di RS Happy Land Medical Center .



d.



Jika pelayanan laboratorium tersebut dapat terlayani kembali, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait.



h) Penundaan Pelayanan Kamar Obat Penundaan pelayanan kamar obat, dapat disebabkan : a.



Waktu tunggu terlayani melebihi batas waktu tunggu, misal : dikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai.



b.



Penyerahan obat jadi maupun racikan melebihi batas waktu tunggu, misal : dikarenakan antrian pasien dalam kondisi ramai, resep sulit dibaca sehingga harus konfirmasi ke dokter, poliklinik rawat jalan jam buka prakteknya melebihi waktu tunggu kehadiran dokter (kehadiran dokter sesuai dengan jadwal prakteknya, dengan toleransi 30 menit),dokter tidak bisa dihubungi untuk konfirmasi resep, obat atau alat kesehatan di logistik atau depo obat yang lain.



c.



Pasien belum dapat terlayani, misal : dikarenakan obat yang tertulis dalam resep maupun padanannya tidak tersedia di RS PKT Bontang, logistik (obat yang tertulis dalam resep kosong atau stok habis).



61



Tatalaksana : 1.



Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka : a.



Untuk pasien dan/atau keluarga pasien yang sudah datang di kamar obat maupun pasien rawat jalan : petugas kamar obat menyampaikan kepada pasien dan/atau keluarga pasien tentang penundaan pelayanan kamar



obat



(sebutkan



alasan)



dan



permohonan



maaf



atas



ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu. b.



Untuk pasien rawat inap : petugas kamar obat menginformasikan kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan kamar



obat



(sebutkan



alasan)



dan



permohonan



maaf



atas



ketidaknyamanan tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu. 2.



Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS Happy Land Medical Center belum dapat melayani resep untuk obat-obat tertentu, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Pemasaran, Rekam medis, Rawat jalan, Rawat inap, IGD sesuai dengan prosedur yang berlaku. Jika dikarenakan masalah logistik : 



Untuk pasien dan/atau keluarga pasien yang sudah datang di kamar obat maupun pasien rawat jalan : petugas kamar obat menyampaikan kepada pasien dan/atau keluarga pasien tentang penundaan pelayanan kamar obat (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani resep untuk obat tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.



Sarankan : 



Jika obat tersebut maupun padanannya tidak tersedia di kamar obat atau tersedia padanannya tetapi dokter dan pasien tidak mau diganti maka petugas kamar obat membuatkan copy resep sesuai dengan prosedur yang berlaku.







Untuk pasien rawat inap : petugas kamar obat menginformasikan kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan kamar obat (sebutkan alasan dan kapan dapat melayani resep untuk obat tersebut) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 62







Jika obat tersebut dan padanannya tidak tersedia di kamar obat RS Happy Land Medical Center serta bukan suplemen maka petugas kamar obat melayani pembelian di apotik luar (apotik mitra) sesuai dengan prosedur yang berlaku.







Jika layanan resep untuk obat tersebut dapat terlayani kembali, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait.



i)



Penundaan Pelayanan Tindakan/ Operasi Penundaan pelayanan tindakan/operasi, dapat disebabkan : a.



Kondisi pasien, misal : kondisi pasien mendadak menurun, kondisi pasien yang membutuhkan stabilisasi.



b.



Kondisi dokter operator, dokter anestesi, misal : dokter operator dan / atau dokter anestesi masih mengerjakan tindakan/operasi yang lain, dokter operator dan / atau dokter anestesi mendadak berhalangan/sakit.



c.



Keterbatasan jumlah tim perawat bedah, misal : tim perawat bedah masih mengerjakan tindakan/operasi yang lain.



d.



Ketersediaan instrumen/ alat, misal : instrument/alat masih dalam kondisi tidak steril, instrument/ alat dalam kondisi rusak/perbaikan, instrument/ alat tertentu belum tersedia di RS Happy Land Medical Center



e.



Adanya tindakan/ operasi cyto sehingga menggeser jadwal operasi elektif.



Tatalaksana : 1.



Jika penundaan tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama, maka : a.



Untuk Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat : petugas kamar operasi menyampaikan kepada perawat Instalasi Rawat Jalan dan



Instalasi



Gawat



Darurat



tindakan/operasi



(sebutkan



tindakan/operasi)



dan



tentang



alasan



dan



permohonan



maaf



penundaan kapan atas



dapat



pelayanan melayani



ketidaknyamanan



tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu. b.



Untuk pasien rawat inap : petugas kamar operasi menginformasikan kepada perawat ruangan rawat inap tentang penundaan pelayanan tindakan/operasi



(sebutkan



tindakan/operasi)



dan



alasan



permohonan



kapan maaf



atas



dapat



melayani



ketidaknyamanan



tersebut. Sarankan untuk sabar menunggu.



63



2.



Jika penundaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga RS Happy Land Medical Center belum dapat melayani tindakan/operasi tertentu, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/unit terkait : Yanmed, Pemasaran, Rekam medis, Rawat jalan, Rawat inap, IGD sesuai prosedur yang berlaku.



3.



Jika dikarenakan instrument/ alat dalam kondisi rusak/ perbaikan atau instrument/ alat tertentu belum tersedia di RS PKT Bontang, maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas pelayanan tindakan/ operasi tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pasien dan/atau keluarga pasien diinformasikan bahwa tindakan/ operasi tersebut akan dirujuk ke rumah sakit lain dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. Jika pelayanan tindakan/operasi tersebut dapat terlayani, maka dilakukan koordinasi dengan bagian/ unit terkait.



j)



Penundaan Pelayanan Rawat Inap Penundaan pelayanan rawat inap, dapat disebabkan : a.



Ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan pasien dalam kondisi penuh. Tatalaksana : 1.



Untuk pasien yang indikasi rawat inap dan sudah berada di Instalasi Rawat Jalan atau Instalasi Gawat Darurat : petugas rekam medis menyampaikan



kepada



pasien



dan/ataukeluarga



pasien



tentang



penundaan pelayanan rawat inap (sebutkan alasan) dan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut. 2.



Jika masih tersedia ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan pasien tersebut, maka sarankan kepada pasien dan/atau keluarga pasien untuk memilih ruangan rawat inap tersebut.



3.



Jika pasien dan/atau keluarga pasien bersedia, maka petugas rekam medis melakukan prosedur pemesanan ruangan rawat inap.



4.



Jika pasien dan/atau keluarga pasien tidak bersedia, maka sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit terdekat yang mempunyai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan pasien.



5.



Jika tidak tersedia ruangan rawat inap yang sesuai kebutuhan pasien tersebut, maka sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit terdekat yang mempunyai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan pasien.



b.



Ruangan rawat inap yang diinginkan pasien dan/atau keluarga pasien dalam kondisi penuh. 64



Untuk pasien akan dirujuk ke RS Happy Land Medical Center, sesuai dengan prosedur komunikasi antar RS rujukan dan RS/Yankes yang merujuk, petugas Instalasi Gawat Darurat menyampaikan kondisi ruangan rawat inap di RS Happy Land Medical Center dalam kondisi penuh dan tidak dapat menerima pasien rawat inap. Sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai sarana dan fasilitas yang dibutuhkan pasien.



G. PEMULANGAN PASIEN a) Prosedur Discharge Planning Berikut hal yang berkenan dengan discharge planning yang harus dipahami oleh pasien dan keluarga : 1. Prinsip Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti / diperhatikan yaitu : a. Pasien yang memerlukan asemen resiko tinggi yang memerlukan penanganan lanjut setelah pulang dari rumah sakit, kriteria diantaranya :  Usia ≥ 65 tahun  Multiple diagnosis dan risiko kematian yang tinggi  Keterbatasan mobilitas fisik, keterbatasan kemampuan merawat diri  Penurunan status kognisi dan risiko terjadinya cidera  Tuna wisma, fakir miskin, dan berasal dari panti jompo  Percobaan bunuh diri  Pasien tidak dikenal / tidak ada identitas / tunawisma  Korban dari status criminal  Dirawat kembali dalam 30 hari  Tidak bekerja / tidak ada asuransi  Pasien yang tidak mampu melanjutkan pengobatan secara mandiri    



misalnya : ibu post partum, luka bakar daerah punggung. Pasien yang tidak mandiri, misal : bayi dan anak Tinggal sendirian tanpa dukungan social secara langsung Alamat tidak diketahui atau berasal dari luar kota Antisipasi perawatan jangka panjang pada penyakit stroke, serangan jantung, PPOK, gagal jantung kongestif, empisema, demensia, Alzheimer,



AIDS,



pasien



DM



baru,



TBC



paru,



gangguan



penyalahgunaan zat/obat, riwayat sering menggunakan fasilitas emergensi seperti asma, alergi, atau penyakit dengan potensi b.



mengancam nyawa lainnya. Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan



c.



pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dan kualitas tinggi pada semua pasien. 65



d.



Rencana pemulangan pasien mempertimbangkan pelayanan penunjang



e. f.



dan kelanjutan pelayanan medis. Kebutuhan pemberian asuhan (care giver) juga harus dikaji. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan



g.



adekuat. Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara tim kesehatan dengan pasien / care giver (pengasuh / penanggungjawab pasien) dan disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan



h. i.



2.



berkelanjutan. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning. Discharge planning berisi :  Diagnosa masuk, diagnosa keluar, diagnosa keperawatan  Nasehat, aktifitas dan istirahat  Tanggal, tempat kontrol  Hasil pemeriksaan yang dibawa pulang  Keadaan waktu pulang  Fasilitas kesehatan terdekat yang bisa dihubungi



Karakteristik Beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam membuat rencana pemulangan adalah : a. Berfokus pada pasien. Nilai, keinginan, dan kebutuhan pasien merupakan hal penting dalam perencanaan. Pasien dan keluarga harus berpartisipasi b.



aktif dalam hal ini. Kebutuhan dasar pasien pada waktu pulang harus diidentifikasi pada



c.



waktu masuk dan terus dipantau pada masa perawatan. Kriteria evaluasi menjadi panduan dalam menilai



d.



implementasi dan evaluasi secara periodik. Rencana pemulangan suatu proses yang melibatkan tim kesehatan dari



e.



berbagai disiplin ilmu. Pasien harus membuat keputusan yang tertulis mengenai rencana



keberhasilan



pemulangan. 3.



Cara penyampaian a. Ikut sertakan keluarga dalam proses pemulangan pasien b. Gunakan Bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas c. Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu perawatan d. Perkuat penjelasan lisan dengan intruksi tertulis e. Motivasi pasien untuk mengikuti langkah – langkah tersebut dalam f.



melakukan perawatan dan pengobatan. Kenali tanda – tanda dan gejala komplikasi yang harus dilaporkan pada tim kesehatan.



4.



Asesmen awal pasien (Pengkajian Keperawatan)



66



Identifikasi, persiapan dan rancang discharge planning dengan mempelajari rekam medis pasien. a. Lakukan kajian / asesmen terhadap :  Identifikasi alasan pasien di rawat, termasuk masalah sosial dan perubahan terkini.  Asesmen kebutuhan perawatan pasien berdasarkan kondisi psikis / status mental dan penyakit yang di deritanya  Asesmen mengenai kondisi keuangan atau status pendidikan pasien  Asesmen mengenai kemampuan fungsional pasien saat ini, misalnya fungsi kognitif, mobilitas  Asesmen mengenai kondisi rumah / tempat tinggal pasien  Keterlibatan keluarga dalam merawat pasien, identifikasi siapa care giver ( penanggungjawab/pengasuh) utama pasien b.



Setelah asesmen awal pasien dilakukan, analisis hasil asesmen dengan tim multidisipliner terkait mengenai : 1) Perencanaan  Tetapkan prioritas mengenai hal – hal yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga  Gunakan pendekatan multidisiplin dalam menyusun perencanaan dan tata laksana pasien  Libatkanlah keluarga dan pasien dalam perencanaan discharge planning (karena pasien yang paling tahu mengenai apa yang di rasakannya dan ingin dirawat oleh siapa)  Perawat ruangan harus memastikan



pasien



memperoleh



perawatan yang sesuai dan akurat serta proses discharge planning berjalan lancar.  Menginformasikan pasien



mengenai



rencana



keperawatan,



pastikan bahwa kebutuhan – kebutuhan khusus pasien terpenuhi.  Selesaikan discharge planning pasien 24 jam sebelum pasien dipulangkan dan konfirmasi dengan pasien dan keluarga atau penanggung jawab pasien.  Apabila kondisi pasien berubah ( tiba – tiba memburuk ) dari yang telah direncanakan, maka lakukan evaluasi ulang terhadap rencana pemulangan pasien. 2) Penatalaksanaan Penatalaksanaan dapat dibedakan



dalam



dua



bagian,



yaitu



penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan, dan penatalaksanaan yang dilakukan pada hari pemulangan pasien. a) Persiapan sebelum hari pemulangan pasien  Menganjurkan cara untuk mengubah keadaan rumah demi memenuhi kebutuhan pasien.



67



 Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi tentang sumber – sumber pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan dapat dilakukan sekalipun pasien masih dirumah.  Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan keluarga secepat mungkin selama dirawat dirumah sakit (seperti tanda dan gejala terjadi komplikasi kepatuhan terhadap pengobatan, kegunaan alat – alat medis, perawatan lanjutan, diet, latihan pembatasan yang yang disebabkan oleh penyakit atau pembedahan)  Tanyakan mengenai medikasi terkini yang dikonsumsi pasien saat di rumah.  Diskusikan mengenai kebutuhan pasien dan pendamping utama / penanggung jawab perawatan pasien b)



Penatalaksanaan sebelum hari pemulangan pasien Jika beberapa aktifitas berikut ini dapat dilakukan sebelum hari pemulangan, perencanaan yang dilakukan pada hari pemulangan antara lain :  Periksa intruksi pemulangan dokter, masukan dalam terapi atau kebutuhan akan alat – alat medis yang khusus. (intruksi harus dilakukan sedini mungkin)  Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan transportasi menuju rumah.  Persiapkan pasien dengan pengobatan sesuai dengan yang diintruksikan oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau fasilitas pengobatan yang aman.  Berikan informasi jadwal kontrol / periksa dokter.  Siapkan kursi roda untuk mengantar pasien yang tidak mampu ke mobil ambulan / mobil / kendaraan pribadi pasien.  Bantu pasien menuju kursi roda, gunakan sikap tubuh dan teknik pemindahan yang sopan.  Bantu pasien pindah ke mobil pribadi / kendaraan bagi pasien



c)



yang masih membutuhkan kursi roda Evaluasi  Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan yang dibutuhkan, tanda – tanda fisik atau gejala yang harus dilaporkan ke DPJP.  Minta pasien / anggota mendemontrasikan setiap pengobatan yang akan dilanjutkan di rumah. 68



c.



Saat di ruang Rawat Inap 1) Mengkoordinasi semua aspek perawatan pasein termasuk discharge 2) 3) 4)



planning, asesmen, dan peninjauan ulang rencana perawatan Memastikan semua rencana berjalan dengan lancar Mengambil tindakan segera bila terdapat masalah Identifikasi, melibatkan dan menginformasikan pasien mengenai rencana keperawatan, pastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan khusus



5) 5.



pasien terpenuhi Catat semua perkembangan ke dalam rekam medis pasien



Berikut adalah beberapa peralatan tambahan yang diperlukan pasien sepulangnya dari rumah sakit (bila diperlukan) a. Peralatan yang portable dan sederhana : mudah digunakan, intruksi b.



penggunaan minimal. Contoh : tongkat, toilet duduk Peralatan yang membutuhkan pelatihan



mengenai



cara



menggunakannya. Contoh : tempat tidur khusus, pegangan terfiksasi c.



(grab rails), oksigen Kursi roda



6.



Pilihan transportasi yang dapat digunakan adalah : a. Ambulan b. Kendaraan pribadi c. Kendaraan umum



7.



Identifikasi dan latihan professional kesehatan yang dapat merawat pasien serta lakukan koordinasi dengan tim multidisiplin dalam merancang discharge planning pasien. Yang dimaksud tim multi disiplin ini adalah para professional kesehatan dari disiplin ilmu yang berbeda – beda seperti pekerja social,



8.



perawat, terapis, dokter. Lakukan diskusi dengan pasien dan keluarga mengenai alasan pasien



9.



dirawat, tatalaksana, prognosis, dan rencana pemulangan pasien. Tanyakan kepada pasien : “Anda ingin dirawat siapa sepulangnya dari rumah sakit?” Biasanya pasien akan memilih untuk dirawat oleh anggota



keluarganya 10. Tanyakan kepada keluarganya mengenai kesediaan mereka untuk merawat pasien. Pastikan mereka di informasikan mengenai perawatan pasien, dan berikanlah mereka waktu untuk memutuskan 11. Berikut adalah hal – hal yang harus diketahui oleh pemberi layanan perawatan pasien sepulangnya dari rumah sakit ( biasanya adalah keluarga) : a. Rencana pemulangan pasien secara tertulis dan lisan b. Kondisi medis pasien c. Hak perawatan untuk memperoleh asesmen d. Penjelasan mengenai seperti apa terlibat dalam perawatan pasien e. Keuntungan yang didapat serta dampak finansial



69



f.



Akses penerjemah untuk memungkinkan komunikasi dan pemahaman



g. h. i.



yang efektif Pemberitahuan mengenai kapan pasien akan dipulangkan Pengaturan transportasi Demostrasikan cara menggunakan peralatan tertentu sebelum pasien di



j.



pulangkan dan pastikan terdapat jadwal pengecekan alat yang rutin Aturlah jadwal pertemuan berikutnya dengan pasien dan pendamping / PJ perawatan pasien



12. Jika pasien menolak keterlibatan keluarga dalam diskusi, petugas harus memberitahukannya kepada keluarga dan menghargai keinginan pasien 13. Jika terdapat konflik antara keinginan pasien dan keluarganya dalam merancang discharge planning, petugas harus melakukakan peninjauan ulang mengenai rencana perawatan dan mencari solusi realistic dari masalah yang timbul. Salah satu cara adalah dengan konferensi kasus yang melibatkan multidisipliner b) Kriteria Pasien Pulang 1. Pemulangan pasien atas advice DPJP a. Pasien diperbolehkan pulang berdasarkan status kesehatan dan b.



kebutuhan pelayanan selanjutnya. Saat pasien tidak lagi memerlukan perawatan rumah sakit, pasien



c.



sebaiknya dipulangkan dan memperoleh discharge planning yang sesuai. Yang berwenang memutuskan pasien boleh pulang atau tidak adalah



d.



DPJP. Pastikan pasien dan keluarganya berperan aktif dalam perencanaan dan



e. f.



pelaksanaan pemulangan pasien. Lakukan penilaian pasien secara menyeluruh (holistik) Nilai kondisi fisik, mental , emosional dan spiritual pasien serta aspek



g.



budaya, etnis dan finansial pasien. Tentukan tempat perawatan selanjutnya setelah pasien dipulangkan dari Rumah sakit yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Penentuan temnpat dilakukan oleh DPJP dan tim perawatan bersama dengan penanggungjawab pasien. Berikut adalah beberapa contoh tempat perawatan : 1) Perawatan di rumah dengan penggunaan peralatan tambahan untuk 2) 3)



menunjang perawatan pasien Pemulangan pasien ke rumah tanpa perlu perawatan khusus Perawatan dirumah dengan didampingi oleh perawat / pendamping



4) 5) 6)



pasien Rumah sakit / fasilitas perawatan jangka Panjang Fasilitas keperawatan yang terlatih Rumah perawatan umum seperti; panti jompo dan sebagainya.



70



7)



Pastikan terjadinya komunikasi efektif untuk menjamin bahwa setiap pasien menerima perawatan dan penanganan yang sesuai dan akurat, yaitu : a) Petugas rumah sakit sebaiknya melakukan komunikasi dengan dokter keluarga pasien / tim pelayanan primer mengenai rencana b)



pemulangan pasien. Identifikasi pasien-pasien yang memerlukan perawatan khusus seperti kebutuhan perawatan kebersihan diri dan social, usaha untuk memenuhi kebutuhan pasien dan berikan dukungan



c)



tambahan Diskusikan kembali dengan pasien dan buatlah kesepakatan



d)



mengenai rencana keperawatan. Selesaikan rencana keperawatan dan atur proses pemulangan



e)



pasien Pastikan pasien dan keluarga telah memperoleh informasi yang



f)



adekuat Dokumentasikan rencana discharge planning pada berkas rekam medis pasien dan berikan salinannya kepada pasien dan dokter



g)



keluarganya. Hak pasien sebelum dipulangkan :  Memperoleh informasi yang lengkap mengenai diagnosis, asesmen medis, rencana perawatan, detail kontak yang dapat dihubungi, dan informasi relevan lainnya mengenai rencana perawatan dan tatalaksana selanjutnya.  Terlibat sepenuhnya dalam discharge planning bersama dengan kerabat, pendamping  Rancangan rencana pemulangan pasien dimulai sesegera mungkin baik sebelum / saat pasien masuk rumah sakit  Memperoleh informasi lengkap mengenai layanan yang relevan dengan perawatannya dan tersedia di masyarakat  Memperoleh informasi lengkap mengenai fasilitas perawatan jangka panjang, termasuk dampak finansialnya.  Diberikan surat pemulangan yang resmi dan berisi detail layanan yang dapat diakses  Memperoleh informasi lengkap mengenai kriteria dilakukan perawatan yang berkesinambungan  Tim discharge planner tersedia sebagai orang yang dapat dihubungi oleh pasien dalam membantu memberikan saran  Memperoleh akses untuk memberikan komplain mengenai pengaturan discharge planning pasien dan memperoleh penjelasannya.



71



 Nomor kontak yang dapat dihubungi jika terjadi kondisi emergensi / pembatalan pertemuan / muncul masalah – h)



masalah medis pada pasien Ringkasan pasien pulang atau discharge summary dibuat DPJP



i)



dan perawat sebelum pasien pulang. Dokumentasikan ringkasan pasien pulang pada rekam medis dan berikan salinannya kepada pasien dan dokter keluarganya /



j)



k) 2.



praktisi kesehatan perujuk. Ringkasan / resume medis pasien pulang berisi :  Alasan masuk rumah sakit  Penemuan kelainan fisik dan lainnya yang penting  Prosedur diagnosis dan pengobatan yang telah dilakukan  Pemberian medikamentosa dan pemberian pasien pulang  Status / kondisi pasien waktu pulang  Intruksi / follow up / tindak lanjut Rencanakan dan aturlah pertemuan selanjutnya dengan pasien



Pemulangan pasien atas permintaan sendiri (APS) a. Keluarga / pasien menyampaikan keinginan bahwa menghendaki pulang b. Perawat ruangan mengkaji keluhan, kondisi umum, tanda – tanda vital pasien ( kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas dalam 1 menit, suhu badan dan saturasi oksigen) dan mendokumentasikan dalam c.



CPPT. Perawat



ruangan



menghubungi



DPJP



melalui



telepon



dan



memberitahukan bahwa pasien dan keluarga menghendaki pulang dan menyampaikan pengkajian terakhir. Bila DPJP tidak dapat dihubungi, maka perawat ruangan melaporkan kepada dokter bangsal dan Case d.



Manager. Perawat ruangan mendokumentasikan advice dari DPJP / dokter



e.



bangsal / Case Manager. Dokter bangsal / Case Manager melakukan visite (anamnesa, dan melakukan pemeriksaan fisik, bila perlu penunjang sesuai persetujuan /



f.



penolakan pasien atau keluarganya) Dokter bangsal / Case Manager dibantu perawat ruangan menjelaskan pada pasien dan atau keluarganya : 1) Kondisi terkini pasien 2) Diagnose pasien 3) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan 4) Advice terakhir dari DPJP 5) Rencana DPJP untuk perawatan pasien 6) Resiko pasien pulang APS, prosedur pasien pulang APS untuk



g.



keluarga pasien, konsekuensi pulang APS. 7) Terdokumentasi di CPPT, dan edukasi pasien Bila pasien / keluarga tetap menghendaki pulang maka pasien dan atau keluarganya mengisi dan menandatangani form pulang APS. 72



h.



Perawat ruangan kembali melaporkan pada DPJP melalui telepon dan mencatat intruksi dan waktu pelaporan. Dan mendokumentasikan di



i.



lembar CPPT. Perawat ruangan memberikan pengantar kepada keluarga pasien untuk



j.



menyelesaikan administrasi. Setelah keluarga menyerahkan bukti penyelesaian administrasi, maka



k.



perawat ruangan melepas alat medis yang terpasang. Perawat ruangan memberikan kepada pasien dan atau keluarganya :  Surat pengantar pasien pulang, dan disertai tanggal control 



ulangnya. Pesan pasien pulang : obat yang disertakan saat pulang (beserta dosis dan cara minum obat), anjuran diet / pembatasan aktifitas / perawatan diri atau luka, anjuran control atau tindak lanjut setelah



pasien pulang, tanda kegawatan untuk kembali ke rumah sakit.  Hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan  Obat pulang l. Perawat ruangan menggunting gelang identitas pasien m. Bila perlu perawat ruangan mendampingi pasien dengan kursi roda atau n.



brankat sampai ke kendaraan pulang atau ke ambulan. Perawat ruangan melaporkan kepada DPJP bahwa pasien telah pulang dan melengkapi serta membereskan berkas rekam medis.



3.



Pemulangan pasien karena menolak dirawat inap Proses penatalaksanaan pasien yang dipulangkan karena menolak rawat inap antara lain : a. Dokter menjelaskan kondisi, hasil pemeriksaan penunjang bila ada dan b.



diagnose pasien bahwa pasien sesungguhnya memerlukan rawat inap. Pasien / keluarga mengisi dan menandatangani formulir penolakan



c.



tindakan rawat inap. Dokter menuliskan resep obat dan menjelaskan pada pasien /



d.



keluarganya tentang cara minum obat Dokter memberikan anjuran kapan kontrol, anjuran diet atau perawatan selanjutnya (pemeriksaan yang masih perlu dilakukan atau konsul ke dokter lain bila perlu) dan keluhan – keluhan yang harus diperhatikan



e.



sehingga harus segera ke rumah sakit. Perawat ruangan menyerahkan hasil pemeriksaan penunjang, surat



f.



keterangan istirahat / surat dokter kepada pasien dan keluarganya. Dokter dan perawat ruangan menandatangani formulir penolakan



g. h.



tindakan. Pasien membayar di bagian administrasi dan mengambil obat di farmasi. Perawat ruangan melengkapi berkas rekam medis pasien berupa identitas pribadi pasien, anamnesa keluhan pasien, riwayat sakit dahulu /



i.



turunan, riwayat alergi obat / makanan, dan hasil pemerksaan vital sign. Dokter pemeriksa melengkapi : 73



 Anamnesa keluhan pasien, riwayat sakit dahulu / turunan, riwayat



j.



alergi obat / makanan.  Hasil pemeriksaan fisik yang menyeluruh  Diagnose  Intruksi berupa pemberian obat, pemeriksaan laboratorium / radiologi  Hasil pemeriksaan penunjang  Nama dan dosis obat pulang yang diberikan Bila memerlukan kursi roda / brankart maka petugas membantu mengantar pasien sampai menuju kendaraannya.



4.



Pulang sementara Proses penatalaksanaan pasien yang diperbolehkan meninggalkan rumah sakit sementara dalam rencana pengobatan diberikan ijin dan dalam waktu yang ditentukan, diberikan informasi dan edukasi mengenai resiko yang akan timbul. a. Keluarga / pasien menyampaikan keinginan bahwa menghendaki pulang b.



sementara. Perawat ruangan mengkaji keluhan, kondisi umum, tanda – tanda vital pasien (kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas dalam 1 menit, suhu badan, saturasi oksigen) dan mendokumentasikan dalam



c.



lembar CPPT. Perawat ruangan



menghubungi



DPJP



melalui



telepon



dan



memberitahukan bahwa pasien dan keluarga menghendaki pulang sementara dan menyampaikan pengkajian terakhir. Bila DPJP tidak dapat dihubungi, maka perawat ruangan melaporkan kepada dokter bangsal / d.



Case Manager. Perawat ruangan mendokumentasikan advice dari DPJP / dokter



e.



bangsal / Case Manager. Dokter jaga bangsal / Case Manager dibantu perawat ruangan menjelaskan kepada pasien dan atau keluarganya mengenai :  Kondisi terkini pasien  Diagnose pasien  Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan.  Advice terakhir dari DPJP  Rencana DPJP untuk perawatan pasien  Resiko pasien cuti, prosedur cuti untuk keluarga pasien, konsekuensi



f.



cuti  Dokumentasi dalam lembar CPPT, dan edukasi pasien Bila pasien / keluarga tetap menghendaki pulang maka pasien dan atau



g.



keluarga mengisi dan menandatangani pernyataan Cuti rawat inap. Perawat ruangan kembali melaporkan pada DPJP melalui telepon dan mencatat intruksi dan waktu pelaporan serta mendokumentasikan dalam CPPT.



74



h.



Perawat ruangan menandatangani surat pernyataan form cuti rawat inap



i. j.



sebagai saksi. Perawat ruangan melepas alat medis invasive yang terpasang. Perawat ruangan memberikan kepada pasien atau keluarganya pesan pasien pulang sementara antara lain :  Obat yang disertakan saat pulang sementara yang harus dikonsumsi pada waktu pasien diluar rumah sakit selema beberapa waktu yang 



telah di tentukan. Anjuran diet / pembatasan aktifitas / perawatan diri atau luka dan tindak lanjut selama pasien diluar rumah sakit dalam waktu yang







telah ditentukan. Anjurkan pasien dan penanggungjawab agar kembali tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah di sepakati dalam pernyataan cuti



k.



rawat inap. Perawat ruangan mendampingi pasien dengan kursi roda atau brankart



l.



sampai ke kendaraan pulang atau ke ambulan. Perawat ruangan melaporkan kepada DPJP bahwa pasien telah pulang, dan akan melaporkan kembali bila pasien telah kembali ke rumah sakit.



5.



Pemulangan pasien dalam keadaan meninggal Tata laksana pemulangan pasien yang telah dalam keadaan meninggal / jenazah dengan ambulan : a. Identifikasi pasien b. Pasien dan keluarganya



menyampaikan



dan



mengisi



serta



menandatangani formulir permintaan pelayanan ambulan termasuk c.



pendampingan perawat / tanpa perawat Pasien / keluarganya mengurus administrasi di bagian kasir rawat inap



d. e.



dan menyerahkan bukti administrasi pada perawat. Perawat berkoordinasi dengan petugas ambulan Perawat melakukan serah terima resume medis pasien, memberikan edukasi / pesan – pesan sebelum jenazah dipulangkan seperti yang telah



f. g.



dijelaskan. Perawat ruangan menghubungi petugas kamar jenazah. Bila ada permintaan di dampingi perawat, maka perawat mendampingi pasien sampai menuju kediamannya. Bila permintaan tanpa perawat



h. c)



maka hanya keluarganya diantar sopir ambulan menuju rumah pasien. Driver ambulan dan perawat kembali ke rumah sakit.



Tahapan Discharge Planning 1. Pengkajian Pengkajian discharge planning berfokus pada 4 area, yaitu pengkajian fisik dan psikososial, status fungsional, kebutuhan penkes dan konseling. Pengkajian dilakukan pada saat pasien masuk dan berlanjut selama 75



perawatan dan berfokus pada pasien dewasa yang berisiko tinggi tidak tercapainya hasil discharge. Pengkajian meliputi : a. Status fungsional (kemampuan dalam aktivitas sehari-hari dan fungsi



2.



b.



kemandirian). Status kognitif (kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam proses



c. d. e. f.



discharge planning dan kemampuan mempelajari informasi baru). Status psikologi pasien, khususnya pengkajian terhadap depresi. Persepsi pasien terhadap kemampuan perawatan diri. Kemampuan fisik dan psikologik keluarga dalam perawatan pasien. Kurangnya pengetahuan berkaitan kebutuhan perawatan kesehatan



g.



setelah pulang. Faktor lingkungan setelah pulang dari rumah sakit,kondisi tempat tinggal



h.



pasien. Kebutuhan dukungan formal dan informal keluarga dalam memberikan



i. j. k.



perawatan yang benar dan efektif. Review pengobatan dan dampaknya. Akses ke pelayanan setelah pulang dari rumah sakit Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung



Diagnosa Diagnosa keperawatan berdasarkan pada pengkajian discharge planning, dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga.



Keluarga



sebagai unit perawatan berdampak terhadap anggota keluarga yang membutuhkan perawatan, adalah penting untuk menentukan apakah masalah tersebut actual atau potensial, serta dapat menentukan apakah klien datang pertama kali akan menjalani persiapan akan pulang. 3.



Perencanaan Dalam perencanaan diperlukan adanya kolaborasi dengan team kesehatan lainnya, diskusi dengan keluarga dan pemberian penkes sesuai pengkajian. Pendekatan yang digunakan pada discharge planning difokuskan pada 6 area penting dari pemberian penkes yang dikenal dengan istilah ”METHOD” yaitu : a. M : medication (obat) Pasien diharapkan mengetahui tentang: nama obat, dosis yang harus di komsumsi, waktu pemberiannya, tujuan penggunaan obat, efek obat, gejala yang mungkin menyimpang dari efek obat dan hal-hal spesifik lain b.



yang perlu dilaporkan. E : Environment (lingkungan) Pasien akan dijamin tentang: instruksi yang adekuat mengenai ketrampilan - ketrampilan penting yang diperlukan di rumah, investigasi dan koreksi berbagai bahaya di lingkungan rumah, support emosional yang adekuat, investigasi sumber-sumber dukungan ekonomi, investigasi transportasi yang akan digunakan klien 76



c.



T : Treatment (pengobatan) Pasien dan keluarga dapat: mengetahui tujuan perawatan yang akan dilanjutkan di rumah, serta mampu mendemonstrasikan cara perawatan



d.



secara benar. H : Health teaching (pengajaran kesehatan) Pasien akan dapat mendeskripsikan bagaimana penyakitnya atau kondisinya yang terkait dengan fungsi tubuh, mendeskripsikan maknamakna penting untuk memelihara derajat kesehatan, atau mencapai



e.



derajat kesehatan yang lebih tinggi. O : Outpatient Referral Pasien dapat mengetahui waktu dan tempat untuk kontrol kesehatan, mengetahui dimana dan siapa yang dapat dihubungi untuk membantu



f.



perawatan dan pengobatannya. D : Diet Pasien diharapkan mampu mendeskripsikan tujuan pemberian diet, merencanakan jenis-jenis menu yang sesuai dengan dietnya.



4.



Sumber daya Mengidentifikasi sumber daya pasien terkait dengan kontinuitas perawatan pasien setelah pulang dari rumah sakit, seperti keluarga yang akan merawat, financial keluarga, nursing home atau pusat rehabilitasi.



5.



Implementasi Dalam implementasi discharge planning ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan: a. Prinsip umum dalam implementasi discharge planning :  Discharge planning harus berfokus pada kebutuhan pasien dan



b.



 



keluarga. Hasil pengkajian dijadikan sebagai pedoman strategi pelaksanaan Hasil pengkajian akan menentukan kebutuhan pendidikan kesehatan







yang dibutuhkan setelah pasien pulang dari rumah sakit. Data pengkajian dapat memprediksikan outcome pasien setelah







pulang dari rumah sakit. Discharge planning dimulai saat pasien masuk bertujuan untuk



memperpendek hari rawatan. Stategi untuk memastikan kontinuitas perawatan pasien dikenal dengan 4 C yaitu Communication, Coordination, Collaboration dan Continual Reassesment. 1) Communication (Komunikasi) dilakukan secara multidisiplin melibatkan pasien dan keluarga saat pertama pasien masuk rumah sakit, selama masa perawatan dan saat pasien akan pulang. Komunikasi dapat dilakukan secara tertulis 77



dan hasil dokumentasi merupakan pengkajian kebutuhan perawatan pasien berupa ringkasan pasien dirumah sakit. Komunikasi verbal dilakukan mengenai status kesehatan dilakukan pada pasien, keluarga, profesional lain dan pelayanan kesehatan untuk rujukan setelah pulang dari rumah sakit. 2) Coordination Dalam proses discharge planning harus melakukan koordinasi dengan team multidisiplin serta dengan unit pelayanan rujukan setelah pasien pulang dari rumah sakit. Komunikasi harus jelas dan bisa meyakinkan bahwa pasien dan keluarga memahami semua hal yang dikomunikasikan. 3) Collaboration (Kolaborasi) dilakukan oleh perawat dengan seluruh team yang terlibat dalam perawatan pasien, disamping itu adanya kolaborasi antara perawat dengan keluarga dengan memberikan informasi tentang riwayat kesehatan masa lalu pasien, kebutuhan biopsikososial serta hal – hal yang berpotensi menghambat proses kontinuitas perawatan. 4) Continual Reasssesment Proses discharge planning bersifat dinamis, sehingga status kesehatan pasien akan selalu berubah sesuai pengkajian yang dilakukan secara kontinyu dan akurat. 6.



Evaluasi Menurut Spath (2003) bahwa dalam mengevaluasi keefektifan proses discharge planning perlu dilakukan follow-up setelah pasien pulang dari rumah sakit yang dapat dilakukan melalui telepon atau kontak dengan keluarga serta pelayanan kesehatan yang ikut memberikan perawatan pada pasien. Karena proses follow-up merupakan kunci untuk menjamin kontinuitas perawatan pasien. Tujuan follow-up adalah : a. Mengevalusi dampak intervensi yang telah diberikan selama perawatan b.



pasien dan mengidentifikasi kebutuhan perawatan yang baru. Mengkaji efektifitas dan efisiensi proses discharge planning



Monitor dan evaluasi efikasi dan kelayakan rencana perawatan pasien secara periodic, dengan cara : a. b.



Peninjauan ulang rekam medis / catatan medis pasien Gunakan check list untuk menilai perkembangan dan kemajuan discharge



c.



planning Lakukan perencanaan ulang jika diperlukan 78



Peninjauan ulang dan audit Peninjauan ulang dan audit harus dilakukan untuk mengevaluasi dan memastikan bahwa panduan berjalan lancer dan diterapkan oleh seluruh professional kesehatan di rumah sakit



H. PENOLAKAN ASUHAN MEDIS DAN PENGOBATAN 1. Rumah Sakit menginformasikan tentang perencanaan



dan



tata



laksana



2.



pengobatan Rumah sakit memberitahu hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak



3.



melanjutkan pelayanan dan pengobatan. Pasien mempunyai hak untuk memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang



4.



dideritanya, termasuk menolak dilakukan resusitasi. Kepada pasien atau keluarga yang menolak asuhan atau meminta penghentian asuhan/pengobatan, termasuk pulang atas permintaan sendiri, harus dijelaskan



5. 6.



konsekuensi dari keputusan mereka. Penjelasan juga meliputi risiko medis akibat asuhan medis yang belum lengkap. Untuk pasien yang keluar rumah sakit atas permintaan sendiri tetap harus diupayakan kesinambungan asuhannya, termasuk melalui rujukan kepada fasilitas



7.



pelayanan kesehatan yang ada di area domisili pasien. Dilakukan evaluasi secara berkala terhadap alasan penolakan asuhan medis,



8.



termasuk pasien yang pulang atas permintaan sendiri. Keluarga pasien dapat meminta dokter untuk melakukan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup atau meminta menilai keadaan pasien untuk



9.



penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup dasar. Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup tindakan kedokteran terhadap pasien sebagaimana dimaksud pada poin (3) dilakukan oleh tim dokter yang menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang



ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik. 10. Permintaan keluarga pasien sebagaimana dimaksud pada poin (3) hanya dapat dilakukan dalam hal: a. Pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya tentang hal ini (advanced directive) yang dapat berupa: 1) pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup apabila mencapai keadaan futility (kesia2)



siaan) pesan



yang



menyatakan



agar



keputusan



didelegasikan



kepada



seseorang tertentu (surrogate decision maker)



79



b.



Pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun keluarga pasien yakin bahwa seandainya pasien kompeten akan memutuskan seperti itu,



berdasarkan kepercayaannya dan nilai-nilai yang dianutnya. 11. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (3) dan poin (4) bila pasien masih mampu membuat keputusan dan menyatakan keinginannya sendiri. 12. Dalam hal permintaan dinyatakan oleh pasien sebagaimana dimaksud pada poin (3), maka permintaan pasien tersebut harus dipenuhi. 13. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara permintaan keluarga dan rekomendasi tim yang ditunjuk oleh komite medik atau komite etik, dimana keluarga tetap meminta penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup, tanggung jawab hukum ada di pihak keluarga I.



RUJUKAN Kegiatan Yang Tercakup Dalam Sistem Rujukan 1. Pengiriman pasien Pengiriman pasien rujukan harus dilaksanakan sedini mungkin untuk perawatan dan pengobatan lebih lanjut ke sarana pelayanan yang lebih lengkap.Unit pelayanan kesehatan yang menerima rujukan harus merujuk kembali pasien ke sarana kesehatan yang mengirim, untuk mendapatkan pengawasan pengobatan dan perawatan termasuk rehabilitasi selanjutnya. 2. Pengiriman spesimen atau penunjang diagnostik lainnya a. Pemeriksaan: Bahan Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang dirujuk,dikirimkan ke laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostic rujukan guna mendapat pemeriksaan laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostik yang tepat b. Pemeriksaan Konfirmasi Sebagian Spesimen yang telah di periksa di laboratorium Rumah Sakit Happy Land boleh dikonfirmasi ke laboratorium yang lebih mampu untuk divalidasi hasil pemeriksaan pertama. a)



Jenis-jenis rujukan (menurut lingkup pelayanan) 1.



Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). a.



Transfer Of Patient 80



Penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata pelayanan kesehatan yang lebih sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut



b.



Transfer Of Specimen Pengiriman bahan-bahan pemeriksaan bahan laboratorium dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu atau sebaliknya,untuk tindak lanjut.



c.



Transfer Of Knowledge/ personel Pengiriman dokter/ tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan diskusi atau sebaliknya, untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.



2.



Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).



Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. Rujukan horizontal rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut. c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan ketenagaan.



81



Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengankebutuha c. Pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan  Perujuk sebelum melakukan rujukan harus: a.



Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai



indikasi



medis



serta



sesuai



dengan



kemampuan



untuktujuan



keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan. b.



Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasiengawat darurat; dan membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.



 Surat pengantar rujukan sekurang-kurangnya memuat: a.



Identitas pasien



b.



Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan



c.



Diagnosis kerja



d.



Alasan merujuk



e.



Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan



f.



Tujuan rujukan



g.



Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan



 Kewajiban Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pengirim Rujukan: a.



Memberi penjelasan kepada pasien atau keluarganya bahwa karena alasan medis pasien harus dirujuk, atau karena ketiadaan tempat tidur pasien harus dirujuk



b.



Melaksanakan konfirmasi dan memastikan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan yang dituju sebelum merujuk



82



c.



Membuat surat rujukan dengan melampirkan hasil diagnosis pasien dan resume catatan medis



d.



Mencatat pada register dan membuat laporan rujukan



e.



Sebelum dikirim, keadaan umum pasien sudah distabilkan lebih dahulu dan stabilitas pasien dipertahankan selama dalam perjalanan



f.



Pasien harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang mengetahui keadaan umum pasien dan mampu menjaga stabilitas pasien sampai pasien tiba di tempat rujukan



g.



Tenaga Kesehatan yang mendampingi pasien menyerahkan surat rujukan kepada pihak yang berwenang di fasilitas pelayanan kesehatan (PPK 3) tempat rujukan.



h.



Surat rujukan pertama harus dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar (PPK 1) kecuali dalam keadaan darurat



i.



Ketentuan-ketentuan yang ada pada BPJS tetap berlaku



 Kewajiban Sarana Pelayanan Kesehatan Yang Menerima Rujukan : a.



Menerima surat rujukan dan membuat tanda terima pasien



b.



Mencatat kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan



c.



Membuat diagnosis dan melaksanakan tindakan medis yang diperlukan, serta melaksanakan perawatan



d.



Melaksanakan catatan medik sesuai dengan ketentuan



e.



Memberikan informasi medis kepada sarana pelayanan pengirim rujukan



f.



Membuat surat rujukan ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, apabila kondisi pasien tidak dapat diatasi, dan mengirim tembusannya kepada sarana pelayanan kesehatan pengirim pertama



g.



Membuat rujukan balik ke PPK 2 atau PPK 1 untuk menindaklanjuti perawatan selanjutnya yang tidak memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik setelah kondisi pasien stabil



 Tata cara pelaksanaan sistem rujukan (Merujuk dan Menerima Rujukan) Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari: 1.



Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.



2.



Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu diatasi.



3.



Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan. 83



4.



Apabila



telah



diobati



dan



dirawat



ternyata



memerlukan



pemeriksaan,pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu. 5.



Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukandengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut :



1.



a.



Prosedur standar merujuk pasien



b.



Prosedur standar menerima rujukan pasien,



c.



Prosedur standar memberi rujukan balik pasien,



d.



Prosedur standar menerima rujukan balik pasien



Prosedur Standar Merujuk Pasien a.



Prosedur Klinis: 1)



Melakukan



anamnesa,



pemeriksaan



fisik



dan



pemeriksaan



penunjang medik untuk menentukan diagnosa utama dan diagnose banding. 2)



Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO).



3)



Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.



4)



Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas Medis /Paramedis yang kompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien.



5)



Apabila pasien diantar dengan kendaraan Puskesmas keliling atauambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasiendi IGD tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapatpelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.



b.



Prosedur Administratif: 1)



Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.



2)



Membuat catatan rekam medis pasien.



3)



Memberikan Informed Consernt (persetujuan/penolakan rujukan)



4)



Membuat surat rujukan pasien rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yangbersakutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip.



5)



Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.



6)



Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin komunikasi dengan tempat tujuan rujukan. 84



7)



Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi yang bersangkutan



2.



Prosedur Standar Menerima Rujukan Pasien. a.



Prosedur Klinis: 1)



Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien rujukan sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO).



2)



Setelah stabil, meneruskan pasien ke ruang perawatan elektif untuk perawatan selanjutnya atau meneruskan ke sarana kesehatan yanglebih mampu untuk dirujuk lanjut.



3) b.



Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien.



Prosedur Administratif: 1)



Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan pasienyang telah diterima untuk ditempelkan di kartu status pasien.



2)



Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian membuat tanda terima pasien sesuai aturan masing-masing sarana.



3)



Mengisi hasil pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan pada kartu catatan medis dan diteruskan ke tempat perawatan selanjutnya sesuai kondisi pasien



4)



Membuat informed consent (persetujuan tindakan, persetujuanrawat inap atau pulang paksa).



5)



Segera



memberikan



informasi



tentang



keputusan



tindakan



/perawatan yang akan dilakukan kepada petugas / keluarga pasienyang mengantar. 6)



Apabila tidak sanggup menangani



maka harus merujuk ke RSU



yang lebih mampu dengan membuat surat rujukan pasien rangkap 2 kemudian surat rujukan yang asli dibawa bersama pasien, prosedur selanjutnya sama seperti merujuk pasien. 7) 3.



Mencatat identitas pasien di buku register yg ditentukan



Prosedur Standar Membalas Rujukan Pasien a.



Prosedur Klinis: 1)



Rumah Sakit yang menerima rujukan pasien wajib mengembalikan pasien ke RS / Puskesmas / Polindes/Poskesdes pengirim setelah dilakukan proses antara lain:



85



2)



Sesudah



pemeriksaan



medis,



diobati



dan



dirawat



tetapi



penyembuhan selanjutnya perlu di follow up oleh Rumah Sakit /Puskesmas / Polindes/Poskesdes pengirim. 3)



Sesudah pemeriksaan medis, diselesaikan tindakan kegawatan klinis tetapi pengobatan dan perawatan selanjutnya dapat dilakukan di Rumah Sakit / Puskesmas / Polindes / Poskesdes pengirim.



4)



Melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa bahwa kondisi pasien sudah memungkinkan untuk keluar dari perawatan Rumah Sakit / Puskesmas tersebut dalam keadaan:



5)







Sehat atau Sembuh.







Sudah ada kemajuan klinis dan boleh rawat jalan.







Belum ada kemajuan klinis dan harus dirujuk ke tempat lain.







Pasien sudah meninggal.



Rumah Sakit yang menerima rujukan pasien harus memberikan laporan / informasi medis / balasan rujukan kepada Rumah Sakit / Puskesmas / Polindes / Poskesdes pengirim pasien mengenai kondisi klinis terahir pasien apabila pasien keluar dari Rumah Sakit / Puskesmas.



b.



Prosedur Administratif: 1)



Rumah Sakit / Puskesmas yang merawat pasien berkewajiban memberi surat balasan rujukan untuk setiap pasien rujukan yang pernah



diterimanya



kepada



Rumah



Sakit



/



Puskesmas



/



Polindes/Poskesdes yang mengirim pasien yang bersangkutan. 2)



Surat balasan rujukan boleh dititip melalui keluarga pasien yang bersangkutan dan untuk memastikan informasi balik tersebut diterima petugas kesehatan yang dituju



4.



Prosedur standar menerima balasan rujukan pasien a.



b.



Prosedur Klinis: 1) Melakukan kunjungan rumah pasien dan melakukan pemeriksaan 2)



fisik. Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan oleh Rumah



3)



Sakit/ Puskesmas yang terakhir merawat pasien tersebut. Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan masyarakat dan



memantau (follow up) kondisi klinis pasien sampai sembuh. Prosedur Administratif: 1) Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatat informasi tersebutdi buku register pasien rujukan, kemudian menyimpannya pada rekam 86



medis pasien yang bersangkutan dan memberi tandatanggal/jam 2)



telah ditindak lanjuti. Segera memberi kabar kepada dokter pengirim bahwa surat balasan rujukan telah diterima



5.



Merujuk dan Menerima Rujukan Specimen dan Penunjang Diagnostik Lainnya Pemeriksaan Spesimen dan Penunjang Diagnostik lainnya dapat dirujukan apabila pemeriksaannya memerlukan peralatan medik/tehnik pemeriksaan laboratorium dan penunjang diagnostik yang lebih lengkap.Spesimendapat dikirim dan diperiksa tanpa disertai pasien yang bersangkutan.Rumah sakit atau unit kesehatan yang menerima rujukan specimen tersebut harus mengirimkan laporan hasil pemeriksaan spesimen yang telah diperiksanya. 1)



Prosedur Standar Pengiriman Rujukan Spesimen dan Penunjang Diagnostik Lainnya a.



Prosedur Klinis: 1.



Menyiapkan pasien/spesimen untuk pemeriksaan lanjutan.



2.



Untuk spesimen, perlu dikemas sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikirim dengan memperhatikan aspek sterilitas, kontaminasi penularan penyakit, keselamatan pasien dan orang lain sertakelayakan untuk jenis pemeriksaan yang diinginkan.



3.



Memastikan bahwa pasien/spesimen yang dikirim tersebut sudah sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan identitas yang jelas.



b.



Prosedur Administratif: 1.



Mengisi format dan surat rujukan spesimen/penunjang diagnostic lainnya secara cermat dan jelas termasuk nomor surat dan status BPJS, informasi jenis spesimen/penunjang diagnostic lainnya pemeriksaan yang diinginkan, identitas pasien dan diagnosa sementara serta identitas pengirim.



2.



Mencacat informasi yang diperlukan di buku register yang telah ditentukan masing-masing intansinya.



3.



Mengirim surat rujukan spesimen/penunjang diagnostik lainya kealamat tujuan dan lembar kedua disimpan sebagai arsip.



87



4.



Mencari



informasi



perkiraan



balasan



hasil



rujukan



spesimen/penunjang diagnostik lainnya 2)



Prosedur



Standar



Menerima



Rujukan



Spesimen



dan



Penunjang



spesimen/penunjang



diagnostic



Diagnostik Lainnya a.



Prosedur Klinis 1.



Menerima



dan



memeriksa



lainnya sesuai dengan kondisi pasien/bahan yang diterima dengan



memperhatikan



aspek



:



sterilisasi,



kontaminasi



penularan penyakit, keselamatan pasien, orang lain dan kelayakan untuk pemeriksaan. 2.



Memastikan bahwa spesimen yang diterima tersebut layak untuk diperiksa sesuai dengan permintaan yang diinginkan



3.



Mengerjakan



pemeriksaan



laboratoris



atau



patologis



danpenunjang diagnostik lainnya dengan mutu standar dan sesuaidengan jenis dan cara pemeriksaan yang diminta oleh pengirim. b.



Prosedur Administratif 1.



Meneliti isi surat rujukan spesimen dan penunjang diagnostic lainnya yang diterima secara cermat dan jelas termasuk nomor surat dan status BPJS, informasi pemeriksaan yang diinginkan, identitas pasien dan diagnosa sementara serta identitas pengirim.



2.



Mencacat informasi yang diperlukan di buku register / arsip yang telah ditentukan masing-masing instansinya.



3.



Memastikan kerahasiaan pasien terjamin.



4.



Mengirimkan hasil pemeriksaan tersebut secara tertulis dengan format standar masing-masing sarana kepada pimpinan institusi pengirim.



3)



Prosedur Standar Mengirim Balasan Rujukan Hasil Pemeriksaan Spesimen Dan Penunjang Diagnostik Lainnya. a.



Prosedur Klinis: 1.



Memastikan bahwa permintaan pemeriksaan yang tertera di surat rujukan specimen/ Penunjang diagnostik lainnya yang diterima, telah dilakukan sesuai dengan mutu standar dan lengkap 88



2.



Memastikan bahwa hasil pemeriksaan bisa dipertanggung jawabkan.



3.



Melakukan pengecekan kembali (double check) bahwa tidak adatertukar dan keraguan diantara beberapa spesimen.



b.



Prosedur Administratif: 1.



Mencatat di buku register hasil pemeriksaan untuk arsip.



2.



Mengisi format laporan hasil pemeriksaan sesuai ketentuan masing-masing instansi.



3.



Memastikan



bahwa



kerahasiaannya dan



hasil



pemeriksaan



tersebut



terjaga



sampai kepada yang berhak untuk



membacanya. 4.



Mengirimkan



segera



laporan



hasil



pemeriksaan



kepada



alamatpengirim, dan memastikan laporan tersebut diterima pihak pengirim dengan konfirmasi melalui sarana komunikasi yang memungkinkan. J.



TRANSFER PASIEN a)



Pendampingan Pasien Selama Transfer 1.



Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 tenaga medis.



2.



Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat beratnya penyakit / kondisi pasien).



3.



Dokter ruangan (dr. DPJP), bertugas untuk membuat keputusan dalam menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung.



4.



Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan mengerti akan kondisi pasien dan aspek – aspek lainnya yang berkaitan dengan proses transfer.



5.



Berikut adalah pasien – pasien yang tidak perlu dampingan dokter selama proses transfer antar rumah sakit berlangsung: a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan nafasnya dengan baik dan tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi. b. Pasien dengan perintah ‘Do Not Resuscitate’ (DNR) c. Pasien dengan kondisi stabil yang dirujuk untuk pemeriksaan penunjang.



6.



Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan 89



tingkat / derajat kebutuhan perawatan pasien kritis. a.



Non urgensi Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/ rumah sakit yang dituju, kondisi ini tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat atau paramedis (selama ditransfer).



b.



Urgensi Pasien dengan risiko perburukan kondisi atau pasien yang sebelumnya menjalani perawat high care unit, dimana membutuhkan keperawatan diruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari tim perawatan kritis, dapat didampingi oleh perawat, petuga ambulace dan atau dokter (selama transfer).



c.



Emergency Pasien yang membutuhkan observasi/ intervensi lebih ketat, termasuk penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca operasi dan pasien yang sebelumnya di rawat di HCU harus didampingi oleh petugas yang berkompeten, terlatih dan berpengalaman, termasuk pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multi organ, harus



didampingi



oleh



petugas



yang



kompeten,



terlatih



dan



berpengalaman (dokter anestesi dan perawat ruang intensif/IGD atau paramedis lainnya. 7.



Saat DPJP di Rumah Sakit Happy Land tidak dapat menjamin terlaksananya bantuan/dukungan



anestesiologi



yang



aman



selama



proses



transfer,



pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan risiko terkait transfer 8.



Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan sakit berat/ kritis harus kompeten, terlatih dan berpengalaman



9.



Petugas mendampingi harus membawa telepon genggam selama transfer berlangsung yang berisi nomor telepon Rumah Sakit Happy Land dan rumah sakit tujuan



10. Keselamatan adalah parameter penting selama proses transfer



b) Kompetensi pendamping pasien dan peralatan yang harus dibawa selama transfer Kompetensi SDM untuk transfer intra Rumah Sakit Happy Land 90



Petugas Pasien



Pendamping (minimal)



Non urgensi



Petugas keamanan



Urgensi



Perawat/



Ketrampilan yang



Peralatan



dibutuhkan



utama



Bantuan hidup dasar



petugas 1) Bantuan hidup dasar



yang



2) Pemberian obat-obatan



berpengalaman



3) Ketrampilan



(Sesuai



kebutuhan



-



Oksigen



-



Suction



trakeotomi -



dan suction



Tiang



infus



portable



pasien)



-



Pompa infus dengan baterai



Emergency



Perawat



dan



dokter



Semua



serta



diatas bawah



peralatan



Dua tahun pengalaman



ditambahy



dalam perawatan intensif -



Monitor EKG



(oksigen,



dan tekanan



-



pernafasan,



sungkup defibrillator



dan monitor)



c)



denyut Semua



atau -



petugas keamanan



ketrampilan -



Oksimetri



darah -



defibrilator



Transfer Intra Rumah Sakit 



Standar : pemantauan minimal, pelatihan dan petugas berpengalaman, diaplikasikan pada transfer intra dan antar rumah sakit







Sebelum transfer dilakukan analisis mengenai risiko dan keuntungannya







Sediakan kapasitas cadangan oksigen yang cukup untuk mengantisipasi kejadian emergensi







Peralatan listrik harus terpasang ke sumber daya (stop kontak) dan oksigen sentral digunakan selama perawatan ke unit tujuan







Petugas yang mentransfer pasien ke ruang pemeriksanaan radiologi harus paham akan bahaya potensial yang ada







Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melewati level pasien



91



Petugas Pasien



Ketrampilan yang



Pendamping (minimal)



Non urgensi



Petugas keamanan



Urgensi



Perawat/



Peralatan utama



dibutuhkan Bantuan hidup dasar



petugas 4) Bantuan hidup dasar



-



Oksigen



-



Suction



yang



5) Pemberian obat-obatan



berpengalaman



6) Ketrampilan trakeotomi -



(Sesuai kebutuhan



dan suction



Tiang



infus



portable



pasien)



-



Pompa



infus



dengan baterai Emergency



ketrampilan -



Oksimetri denyut Semua peralatan



Perawat dan atau -



Semua



dokter



diatas bawah



ditambahy



Dua tahun pengalaman -



Monitor EKG dan



dalam



tekanan darah



serta



petugas keamanan



-



perawatan



intensif sungkup



(oksigen, -



defibrilator



pernafasan,



defibrillator dan monitor)



d) Pemantauan Obat-Obatan dan Peralatan Selama Transfer Pasien Kritis 1.



Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan selama proses transfer



2.



Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya harus sebaik pelayanan Rumah Sakit Happy Land/ RS tujuan



3.



Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum transfer dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien antara lain : a. Kehadiran petugas yang kompeten secara continue selama transfer b. EKG Kontinu c. Pemantauan tekanan darah (non invasif) d. Saturasi oksigen (oksimetri denvut) e. Terpasangnya jalur intra vena f.



Terkadang memerlukan akses bena sentra



g. Peralatan untuk memantau cardiac output h. Pemantauan end-tidal carbondioxide pada pasien dengan ventilator i.



Mempertahankan dan mengamankan jalan nafas



j.



Pemantauan temperatur pasien seara terus menerus (untuk mencegah 92



terjadinya hipotermia atau hipernatremia) 4.



Pengukuran tekanan darah non invasive intermiten, sensitif terhadap gerakan dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu juga cukup menghabiskan baterai monitor



5.



Pengukuran tekanan darah invasive yang continue (melalui kanula arteri) disarankan



6.



Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah secara invasive selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera otak akut : pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensi menjadi tidak stabil: atau pada pasien dengan inotropik



7.



Kateteraisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantgu status volume darah pasiennya sebelum transfer. Akses vena sentral diperlukan dalam pemberian obat onotropik dan vasopresoe



8.



Pemantauan tekanan intracranical mungkin diperlukan dalam pemberian obat onotropik dan vasopresor



9.



Pada pasien dengan pemasanga ventilator, lakukan pemantauan suplai oksigen tekanan pernafasan, dan pengaturan bentilator



10. Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang diperlukan antara lain (Sebaiknya obat-obatan ini sudah siap dalam jarum suntik) 



Obat resusitasi dasar : epinefrin, anti aritmia







Obat sedasi







Analgetik







Relaksan otot







Obat inotropik



11. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan baik 12. Semua infus harus diberkan melalui syringe pump 13. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasag dengan baik 14. Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di ambulance 15. Pertahankan temperatur pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama transfer 16. Seluruh peralatan harus kokoh tahan lama dan ringan 93



17. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat tidak disambungkan dengan stop kontak/ listrik) 18. Baterai tembahan terus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik) 19. Monitor yang portable harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan dapat memperlihatkan EKG, saturasi oksigen arteri, pengukuran tekanan darah (non invasive), kapnografi dan temperatur 20. Pengukuran tekanan darah non invasive pada monitor portable dapat dengan cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat pergerakan eksternal / vibrasi 21. Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar cukup keras 22. Ventilar mekanik yang portable harus mempunyai (minimal): a. Alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat dari tubuh pasien b. Mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif (positive and expirotory pressure) dan berbagai macam konsentrasi oksigen inspirasi c. Pengukuran rasio inspirasi, ekspirasi, frekuensim pernafasan permenit dan volume tidal d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan tekendali (pressuse controlled) dan pemberian tekanan positif berlekanjutan (contonous positive airway pressure) 23. Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujud suatu proses transfer yang lancer dan tidak adanya penundaan dalam pemberian terapi / obat-obatan. 24. Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana yang diberikan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini harus dilengkapi selama transfer 25. Pasien harus dipantau secara terus menerus selama transfer dan dicatat dilembar pemantauan 26. Monitor, ventilator dan pompa terlihat sepanjang waktu oleh petugas dan harus dalam posisi aman dibawah level pasien.



e) Pemilihan metode transfer antar RS untuk pasien kritis  Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen penting, seperti di bawah ini : 1)



Derajat urgensi untuk melakukan transfer



2)



Kondisi pasien 94



3)



Faktor geografik



4)



Kondisi cuaca



5)



Arus lalu lintas



6)



Ketersediaan / availabilitas



7)



Area untuk mendarat di tempat tujuan



8)



Jarak tempuh



 Pilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain : 1)



Jasa Ambulan Gawat Darurat



2)



Siap sedia dalam 24 jam



3)



Perjalanan darat



4)



Durabilitas : dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang dibutuhkan dan lamanya waktu yang diperlukan.



 Alat transportasi untuk transfer pasien antar rumah sakit 1)



Gunakan mobil ambulance Rumah Sakit Happy Land.



2)



Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk transfer pasien terpenuhi (sama supai oksigen, baterai cadangan dll)



 Standar peralatan ambulan 1)



Suplai oksigen



2)



Ventilator



3)



Jarum suntik



 Keputusan untuk menggunakan sirine diserahkan kepala sopir ambulance. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar dan segera dengan akselerasi dan deselerasi yang minimal  Pendampingan oleh polisi dapat mempertimbangkan pada area yang sangat padat  Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk pengaman.  Jika terdapat kegawatan medis dan pasien membutuhka intervensi segera, berhentikan ambulance ditempat yang aman dan lakukan tindakan yang diperlukan  Dokumentasi dan penyerahan pasien transfer antar rumah sakit



95



Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer dan harus mencakup: a.



Detail kondisi pasien



b.



Alasan melakukan transfer



c.



Nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan



d.



Status klinis pre-transfer



e.



Detail tanda vital, pemeriksaan fisik dan terapi yang diberikan selama transfer berlangsung



Pencatatan harus terstandarisasi antar rumah sakit jejaring dan diterapkan untuk transfer intra dan antar rumah sakit 1.



Rekam medis harus mengandung : a. Resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama dan setelah transfer, termasuk kondisi medis yang terkait, factor lingkungan dan terapi yang diberikan b. Data untuk proses audit. Tim transfer harus mempunyai salinan datanya



2.



Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama transfer, termasuk penundaan transportasi



3.



Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah sakit yang dituju sebelum transfer pasien



4.



Saat tiba di rumah sakit, harus ada proses serah terima pasien antara tim transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan perawat) yang akan bertanggung jawab terhadap perawatan pasien selanjutnya



5.



Proses serah terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik secara verbal maupun tertulis) mengenai riwayat pasien, tanda vital, hasil pemeriksaan penunjang laboratorium, radiologi) terapi dan kondisi klinis selama transfer berlangsung



6.



Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya di diskripsikan dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan



7.



Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban merawat pasien.



8.



Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa dan sejumlah uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan kembali tim transfer.



96



 Komunikasi dalam Transfer Pasien Antar Rumah Sakit 1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai alasan transfer dan rumah sakit tujuan. 2. Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima pasien sebelum dilakukan transfer. 3. Konfirmasi pertama dilakukan oleh dokter IGD/dokter ruangan untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan medis pasien dengan dokter dirumah sakit tujuan. 4. Selanjutnya, ditunjuk satu orang lainnya (biasanya perawat). Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer selesai dilakukan. a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan penyerahan tanggug jawab kepada perawat yang menggantikan. b. Komunikator utama harusmenghubungi pelayanan ambulans, jika ingin menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk diskusi selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans. c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan pasien kepada rumah sakit tujuan. Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update perkembangannya.



K. PELAYANAN RESIKO TINGGI 1.



Rumah sakit memberi pelayanan pada beberapa pasien yang digolongkan risikotinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. a)



Rumah sakit mengindentifikasi staf untuk dilatih memberikan resusitasi yaitu staf medis dan non medis (sekuriti, sopir, petugas registrasi, kasir dan customer service)



b)



Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang menderita penyakit menular dan penurunan kekebalan tubuh (immunesuppressed)



c)



Rumah sakit mengatur perawatan lanjut usia



d)



Rumah sakit mengatur orang dengan keterbatasan fisik/cacat



e)



Rumah sakit mengatur perawatan anak-anak



97



f)



orang dengan keterbatasan fisik/cacat, anak-anak, dan populasi yang beresiko diperlakukan tidak senonoh/yang beresiko disiksa.



g) 2.



Rumah sakit mengatur perawatan populasi pasien yang beresiko disiksa



Rumah sakit memberi pelayanan risiko-tinggi antara lain a)



Rumah sakit memberikan asuhan kasus emergensi



b)



Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang menggunakan alat bantu kehidupan (life suport) atau dalam keadaan koma.



c)



Rumah sakit memberikan pelayanan resusitasi



d)



Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang mendapat tindakan operasi dan anestesi



e)



Rumah sakit mengatur penggunaan alat pengekang (restraint)



dan



perawatan pasien yang memakai alat pengekang f)



Rumah sakit mengatur perawatan pasien



yang dialisis. g. Rumah sakit



mengatur penanganan, penggunaan dan pemberian darah dan produk darah. 3.



Staf klinis dilatih mengenali (mendeteksi), mengidentifikasi sedini mungkin perubahan kondisi pasien memburuk dengan penerapan Early Warning System (EWS) dapat dilakukan menggunakan sisitem skor.



L.



TAHAP TERMINAL Melaksanakan pedoman pelayanan pasien tahap terminal (akhir kehidupan), para petugas kesehatan seyogyanya memahami penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/mengancam hidup, problem yang dihadapi pasien tahap terminal, faktor yang perlu dikaji pada pasien tahap terminal dan lain-lain. a) Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal (akhir kehidupan) 1. Penyakit kronis seperti : TBC , Pneumonia, edema pulmonal, sirosis hepatis, 2.



penyakit ginjal kronik , gagal jantung, dan hipertensi. Kondisi keganasan seperti ca otak, ca paru-paru, ca pankreas, ca liver,



3. 4. 5.



leukimia Kelainan saraf seperti paralise, stroke, hydrocepalus dll Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia Kecelakaan/ trauma seperti trauma kapitis, trauma organ vital (paru-paru atau jantung), ginjal, dll



98



Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup menjadi empat fase, yaitu: 1.



Fase prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko



2.



penyakit Fase akut : berpusat pada kondisi kritis.pasien dihadapkan pada serangkaian



3. 4.



keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis. Fase kronis : pasien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya Fase terminal : dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.



b)



Gambaran problem yang dihadapi pasien kondisi terminal pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun sosial spiritual, antara lain: 1. Problem oksigenasi : respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan chynes stroke, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental: agitasi-gelisah, 2.



tekanan darah menurun,hypoksia, akumulasi secret , nadi irregler. Problem eliminasi: konstipasi, medikasi atau immobilisasi memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (ca colon), retensi urin, inkontinensia urin, terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misal trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misalnya



3.



gagal ginjal. Problem nutrisi dan cairan: asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual muntah, cegukan, dehidrasi terjadi



4. 5.



karena asupan cairan menurun. Problem suhu : ekstremitas dingin, sehingga harus memakai selimut Problem sensori : penglihatan menjadi kabur, reflek berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, pendengaran



6.



menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun. Problem nyeri : ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan



7.



meningkatkan kenyamanan Problem kulit dan mobilitas: sering kali tirah baring lama menimbulkan masalah kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang



8.



sering Masalah psikologis : pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa sering kali di tunjukkan. problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang kontrol diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, 99



kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi/ barrier 9.



komunikasi. Perubahan sosial-spiritual, pasien mulai merasa



hidup sendiri, terisolasi,



akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaran terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. Seseorang /pasien yang menghadapi tahap terminal (akhir kehidupan) akan menjalani hidup, merespon berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. perhatian utama pasien tahap terminal (akhir kehidupan) sering bukan pada kematian itu sendiri tapi lebih pada kehilangan control terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan dan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita Penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan, atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintainya. c)



Faktor-faktor yang perlu dikaji pada pasien tahap terminal antara lain: 1. Faktor Fisik Pada kondisi terminal (akhir kehidupan) pasien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. gejala fisik yang ditunjukkan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,mobilisasi, nyeri Pemberian pelayanan harus mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien, pasien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulanbulan sebelum masuk kondisi akhir kehidupan. pemberi pelayanan harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan pasien dalam memelihara diri. 2.



Faktor Psikologis Perubahan psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. pemberi pelayanan harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukkan apakah sedih, depresi atau marah.



100



Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antaralain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. pemberi pelayanan harus 3.



mengenali tahapan-tahapan menjelang ajal yang terjadi pada pasien terminal. Faktor Sosial Pemberi pelayanan harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa prilaku sosial. pemberi pelayanan harus bisa mengenali tanda-tanda pasien mengisolasi diri, sehingga



pasien



dapat



diberikan



dukungan



dari



teman



dekat,



kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani pasien. 4.



Faktor Spiritual Pemberi pelayanan harus mengkaji bagaimana keyakinan pasien akan proses akhir hayat, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. apakah semakin mendekatkan diri kepada Tuhan atau apakah semakin berontak akan keadaannya. pemberi pelayanan juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama (rohaniawan) untuk menemani disaat-saat terakhirnya.



d)



Konsep dan prinsip etika, norma, budayadalam pengkajian pasien terminal Nilai, sikap, keyakinan dan kebiasaan adalah aspek budaya yang mempengaruhi reaksi pasien terminal. latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi akhir kehidupan. Pemberi pelayanan tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus di beri dukungan. Pemberi pelayanan harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. pemberi pelayanan harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi akhir kehidupan, sehingga kebutuhan spiritual pasien menjelang kematian dapat terpenuhi.



101



e)



Dokumentasi Bentuk pendokumentasian



pelayanan



pasien



tahap



terminal



(akhir



kehidupan) secara garis besar bertujuan untuk: a. Memberikan informasi pelayanan yang diberikan seperti fakta, gambaran, b.



hasil observasi kesehatan pasien ke tim kesehatan lainnya Menunjukkan penampilan kerja pemberian pelayanan dalam merawat



c.



pasien yang lebih spesifik Merupakan catatan mutlak atau dokumen legal yang digunakan sebagai referensi kesehatan pasien Teknik pendokumentasian yang digunakan berorientasi pada sumber



(source oriented) yaitu informasi kesehatan pasien didokumentasikan berdasarkan sumber tim kesehatan yang membuat yaitu catatan kesehatan yang dibuat oleh dokter, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya. Hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan



dan



dicatat



dalam



pendokumentasian untuk pasien tahap terminal (akhir kehidupan) adalah: a. Pemberi pelayanan harus memperhatikan gejala fisik pasien yang b. c.



menyebabkan ketidaknyamanan Pemberi pelayanan harus mengenali tahapan menjelang ajal Pemberi pelayanan memberikan dukungan sistem /lingkungan bagi pasien



d.



terminal Pemberi pelayanan harus peka dan mampu menganalisa hal-hal yang



e.



membuat pasien terminal merasa nyaman atau tidak nyaman Pemberi pelayanan melihat penerimaan keluarga dan interaksi dengan pasien terminal



M.



MANAGEMENT NUTRISI DAN RESIKO NUTRISI a)



PRODUKSI DAN DISTRIBUSI MAKANAN 1.



Pengertian Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian ststus kesehatan yang optimal melalui pemberian ddit yang tepat. Dalam hal ini termasuk dalam kegiatan pencatatan dan pelaporan evaluasi.



2.



Tujuan Penyelenggaraan makanan dirumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang berkualitas baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadahi bagi pasien. 102



3.



Bentuk Penyenggaraan Makanan Bentuk penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan instalasi gizi di rumah sakit. Sistim penyelanggaraan makanan yang dilakukan rumah sakit adalah swa kelola yaitu instalasi bertanggung jawab dalam penyelenggaraan makanan mulai dari perencanna, pelaksanaan dan evaluasi.



4.



Mekanisme Kerja Penyenggaraan Makanan Mekanisme kerja penyelenggaraan makanan meliputi : a.



Perncanaan menu Adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Tujuannya adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit, misalnya siklus menu 10 hari (+1).



b.



Pemesanan dan pembelian bahan makanan Pemesanana adalah penyusunan permintaan (order) bahan makanan berdasarkan menu dan rata- rata jumlah pasien yang dilayani, tujuannya adalah agar tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Langkah –langkah pemesanan bahan makanan 1)



Ahli gizi merekap kebutuhan bahan makanan selama 3 hari.



2)



Daftar pemesanan diberikan langsung ke rekanan sesuai dengan pemintaan



3)



Esok harinya barang yang dipesan datang ke instalasi gizi.



c.



Penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan Penerimana bahan makanan adalah suatu kegiatan yang meliputi memeriksaan, pencatatan, dan pelaporan tentang kwalitas dan kwantitas bahan pesanan sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapakan, tujuannya adalah tersedianya bahan makanan yang siap untuk di olah. Persyaratannya adalah: 1)



Tersedianya rincian pesanan bahan makanan berupa macam bahan makanan, jumlah, yang akan diterima.



2)



Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah di sediakan.



103



Langkah – Langkah penerimaan bahan makanan: 1)



Setelah bahan makanan diantar oleh rekanan kemudian diperiksa satu-perstu untuk mengetahui ada barang yang kurang atau berlebih



2)



Kemudian



bahan



makan



disimpan



diruang



penyimpanan. 3)



Esok harinya bagian pengolahan mengambil bahan – bahan makanan yang akan digunakan Penyimpanan bahan makanan Adalah suatu tata cara menata,



menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah,



baik



kualitas



dan



kuantitas.



Serta



pencatatan



dan



pelaporannya. Tujuannya adalah agar tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kwalitas yang tepat sesuai dengan perencanaan. Untuk memenuhi hal ini maka harus memenuhi sarat sebagai berikut: 1)



Adanya sistim penyimpanan barang



2)



Tersedianya fsilitas ruang penyimpanan bahan makan basah dan kering



3)



Tersedianya kartu stok dan buku pengeluaran bahan makanan. Penyaluran bahan makanan adalah tata cara pendistribusian



bahan



makanan



sesuai



dengan



permintaan,



tujuannya



agar



tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kwantitas yang sesuai dengan pesanan. d.



Persiapan bahan makanan Persiapan



bahan



makanan



adalah



serangkaian



dalam



penanganan bahan makanan yaitu meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, meredam. Tujuannya adalah mempersiapkan bahan – bahan makanan serta bumbu –bumbu sebelum di lakukan pemasakan sehingga untuk melakukan persiapan bahan makanan mempunyai persyaratan antara lain : tersedianya bahan makanan yang akan di masak, tersedianya peralatan, tersedianya protap. e.



Pengolahan bahan makanan 104



Pengolahan bahan makanan adalah suatu kegiatan memasak bahan mentah menjadi bahan makanan yang siap di makan berkualitas dan aman untuk di konsumsi. Tujuan pengolahan adalah: 1)



Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan



2)



Meningkatkan nilai cerna



3)



Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, tekstur dan penampilan makanan



4)



Bebas dari zat yang berbahaya Untuk dapat memenuhi hal tersebut maka harus memenuhi



sebagai berikut: tersedianya siklus menu, tersedianya bahan makanan yang akan di olah, tersedianya peralatan pengolahan, tersedianya aturan penilaian. f.



Pendistribusian makaan Pendistribusian



makanan



adalah



serangkaian



kegiatan



penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan makanan pasien dan diet pasien . Tujuannya adalah pasien mendapatkan makanan sesuai dengan diet dan ketentuan yang berlaku. Agar pendistribusian makanan dapat berjalan dengan baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1)



Tersedianya



standar



pemberian



makanan



rumah



sakit



menyangkut standar zat gizi 2)



Tersedianya standar porsi



3)



Tersedianya makanan sesuai dengan ketentuan diet pasien



4)



Tersedianya peralatan makanan



5)



Tersedia sarana pendistribusian



6)



Tersedianya tenaga pramusaji



7)



Tersedianya jadwal pendistribusian Adapun



sistem



pendistribusian



makanan



rumah



sakit



happyland medical centre adalah sistem sentralisasi, maksudnya adalah makanan pasien dibagikan, disajikan di tempat pengolahan langsung.



b)



Asuhan Gizi Rawat Inap dan Rawat Jalan



105



Pada pelayanan rumah sakit ,asuhan gizi dapat dilaksanakan kepada pasien rawat jalan dan rawat inap. 1.



ASUHAN GIZI PASIEN RAWAT JALAN Pengertian gizi pasien rawat jalan adalah kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan di mulai dari perencanaan diit, pelaksananan konseling diit, hingga evaluasi rencana diit, kepada pasien rawat jalan. Tujuannya adalah memberikan pelayanan gizi ke pasien rawat jalan agar memperoleh



asupan



makanan



yang



sesuai



dengan



kondisi



kesehatannnya. Sasaran dari pelayanan gizi rawat jalan adalah : a.



Pasien dan keluarga



b.



Individu pasen yang datang atau dirujuk



Pelayanan gizi rawat jalan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi: a.



Pengkajian status gizi;



b.



Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakit;



c.



Penentuan



macam



dan



jenis



diet,sesuai dengan penyakit dan cara pemberian makanan; d.



Konseling dan penyuluhan gizi;



e.



Pemantauan evaluasi dan tindak lanjut pelayanan gizi. Mekanisme pasien berkunjung untuk mendapat asuhan gizi di



rawat jalan berupa konseling gizi untuk pasien dan keluarga sebagai berikut: a.



Pasien datang ke ruang konseling gizi dengan membawa rujukan dokter dari poliklinik yang ada di rumah sakit



b.



Ahli



gizi



melakukan



gizi



melakukan



pencatatan data pasien dalam buku registrasi c.



Ahli



asesmen gizi dimulai dengan pengukuran antropometri pada pasien yang blm ada data TB, BB. 106



d.



Ahli



gizi



melanjutkan



asesmen/pengajian gizi berupa anamnese riwayat makan, riwayat personel, membaca hasil pemeriksaan lalu dan fisik klinis (bila ada). e.



Ahli



gizi



menetapkan



Ahli



gizi



memberikan



diagnosis gizi f.



intervensi gizi berupa edukasi dan konseling g.



Ahli pasien untuk kunjungan ulang, untuk



gizi



menganjurkan



mengetahui keberhasilan



intervensi dilakukan monitoring dan evaluasi gizi 2.



ASUHAN GIZI RAWAT INAP Pengertiaan gizi rawat inap adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan yang di mulai dari perencanan diit hingga evaluasi rencana diit pasien di ruang rawat inap. Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh gizi yang sesuai dengan kebutuhan. Sasaran dari asuhan gizi rawat inap adalah pasien dan keluarga pasien. Mekanisme pelayanan gizi rawat inap adalah sebagai berikut: a.



Skrining gizi Skrining gizi bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko, tidak beresiko malnutrisi atau kondisi khusus.



b.



Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) PAGT dilakukan pada pasien yang beresiko kurang gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu. Langkah PAGT terdiri dari: 1)



Pengkajian Gizi a)



Anamnesis Riwayat Gizi Adalah data yang meliputi asupan makan termasuk komposisi, pola makan, dan diiet saat ini. Anamnesis secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran kebiasaan makan sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Anamnesis secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari melalui recall makanan selama 24 jam.



b)



Biokimia



107



Meliputi hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi, ststus matabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. c)



Antropometri Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu, dapat dilakukan dengan berbagai cara, antar lain pengukuran tinggi badan (TB), berat badan (BB), panjang badan (PB), tinggi lutut (TL), lingkar lengan atas (LiLA). Parameter antropometri yang penting untuk melakukan evaluasi status gizi pada bayi, anak dan remaja adalah pertumbuhan. Pertumbuhan



dapat



digabarkan



melalui



pengukuran



antropometri seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, dan pengukuran lainnya. d)



Pemeriksaan Fisik/ Klinis Dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi.



e)



Riwayat Personal Data



riwayat



peronel



meliputi



riwayat



obat-obatan



yang



digunakan, status sosial ekonomi budaya, kepercayaan, riwayat penyakit terdahulu dan sekarang, riwayat penyakit keluarga, dan data umum pasien antara lain umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. 2)



Diagnosis Gizi Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antara data yang terkumpul dan kemungkinan penyebabnya. Kemudian memilih masalah gizi yang spesifikasi dan menyatakan masalah gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminologi yang ada.



3)



Intervensi Gizi Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu : a)



Perencanaan intervensi Dibuat berdasarkan pada diagnosis gizi yang ditegakan. Perencanaan intervensi dilakukan meliputi penetapan tujuan intervnsi yang dapat diukur, di dicapat dan ditentukan waktunya. Kebutuhan energi dan zat gizi individu, jenis dan bentuk makanan , komposisi zat gizi dan frekuensi makan dan 108



cara pemberian makan (melalui oral dan enteral atau parenteral). b)



Implementasi intervensi Bagian kegiatan intervensi gizi dimana ahligizi melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Intervensi dikelompokan menjadi 4 domani yaitu pemberian makanan, edukasi gizi, konseling gizi dan koordinasi pelayanan gizi



. 4)



Monitoring dan Evaluasi Gizi Langkah –langkah kegiatan monitoring dan evaluasi adalah: a)



Mengamati perkembangan kondisi klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang diharapkan oleh klien.



b)



Mengukur perkembangan/ perubahan yang terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi.



c)



Evaluasi hasil berupa dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi, dampak asuhan makanan dan zat gizi, dampak terhadap tanda dan gejala fisik, dampak terhadap pasien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada kualitas hidupnya



d)



Pencatatan dan pelaporan merupakan bentuk pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan dan komunikasi. Format ADIME (assessment diagnosos intervensi monitoring dan evaluasi) merupakan model yang sesuai dengan langkah PAGT.



N. MANAGEMENT NYERI DEFINISI 1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the Study of Pain) 2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit. 3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.1 ASESMEN NYERI 1. Anamnesis 109



Pengkajian dilakukan berdasarkan P, Q, R, S, T yaitu : P (Provokes/ Point ) : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannyanyeri Q (Quality) : Bagaimana rasa nyerinya R (Radiation/Relief ) : Melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri S (Severity) : Keparahan atau intensitas nyeri T (Time/On set) : Waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri a.



Riwayat penyakit sekarang Pengkajian dilakukan berdasarkan P, Q, R, S, T yaitu : P (Provokes/ Point ) : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannyanyeri Q (Quality) : Bagaimana rasa nyerinya R (Radiation/Relief) : Melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri S (Severity) : Keparahan atau intensitas nyeri T (Time/On set) : Waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri i. ii.



Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik. Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa



iii. iv. v.



terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia. Pola penjalaran / penyebaran nyeri Durasi dan lokasi nyeri Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan,



vi. vii. viii.



mual/muntah, atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik. Faktor yang memperberat dan memperingan Kronisitas Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk



ix. x. xi.



respons terapi Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka Penggunaan alat bantu Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup



xii.



dasar (activity of daily living) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat



yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina. b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu c. Riwayat psiko-sosial i. Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika ii. Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien iii. Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang



berpotensi



menimbulkan eksaserbasi nyeri iv. Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi



menimbulkan



stres.



Pertimbangkan



juga



aktivitas



penggantinya. v. Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program penanganan / manajemen nyeri 110



ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka. vi. Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi pasien / keluarga. d. Riwayat pekerjaan i. Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar; merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung. e. Obat-obatan dan alergi i. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi menunjukkan bahwa 14% populasi di AS mengkonsumsi suplemen / herbal, dan 36% mengkonsumsi vitamin) ii. Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi, efektifitas, dan efek samping. iii. Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obatobatan dengan efek samping kognitif dan fisik. Riwayat keluarga i. Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik. g. Asesmen sistem organ yang komprehensif i. Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal, f.



neurologi,



reumatologi,



genitourinaria,



endokrin,



dan



muskuloskeletal) ii. Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan sebagainya.2 2. Asesmen nyeri a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale i. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya. ii. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.  0 = tidak nyeri  1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)  4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas 



sehari-hari) 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas seharihari)3



111



Numeric Rating Scale3 b. Wong Baker FACES Pain Scale i. Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya



dengan angka, gunakan



asesmen ii. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri  0 - 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali  2 – 3 = sedikit nyeri  4 – 5 = cukup nyeri  6 – 7 = lumayan nyeri  8 – 9 = sangat nyeri  10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)



Wong Baker FACES Pain Scale4 c. COMFORT scale i. Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating Scale Wong-Baker FACES Pain Scale. ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 15, dengan skor total antara 9 – 45.  Kewaspadaan  Ketenangan  Distress pernapasan  Menangis  Pergerakan 112



   



Tonus otot Tegangan wajah Tekanan darah basal Denyut jantung basal COMFORT Scale5



Kategori



Skor



Tanggal / waktu



Kewaspadaan



1 – tidur pulas / nyenyak 2 – tidur kurang nyenyak 3 – gelisah 4 – sadar sepenuhnya dan waspada 5 – hiper alert



Ketenangan



1 – tenang 2 – agak cemas 3 – cemas 4 – sangat cemas 5 – panik



Distress



1 – tidak ada respirasi spontan dan tidak ada



pernapasan



batuk 2 – respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respons terhadap ventilasi 3 – kadang-kadang batuk atau terdapat tahanan terhadap ventilasi 4







sering



batuk,



terdapat



tahanan



/



perlawanan terhadap ventilator 5 – melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk terus-menerus / tersedak Menangis



1 – bernapas dengan tenang, tidak menangis



113



2 – terisak-isak 3 – meraung 4 – menangis 5 – berteriak Pergerakan



1 – tidak ada pergerakan 2 – kedang-kadang bergerak perlahan 3 – sering bergerak perlahan 4 – pergerakan aktif / gelisah 5 – pergrakan aktif termasuk badan dan kepala



Tonus otot



1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot 2 – penurunan tonus otot 3 – tonus otot normal 4 – peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan kaki 5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan dan kaki



Tegangan wajah



1 – otot wajah relaks sepenuhnya 2 – tonus otot wajah normal, tidak terlihat tegangan otot wajah yang nyata 3 – tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata 4 – tegangan hampir di seluruh otot wajah 5 – seluruh otot wajah tegang, meringis



Tekanan darah basal



1 – tekanan darah di bawah batas normal 2 – tekanan darah berada di batas normal 114



secara konsisten 3 – peningkatan tekanan darah sesekali ≥15% di atas batas normal (1-3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4 – seringnya peningkatan tekanan darah ≥15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit) 5 – peningkatan tekanan darah terus-menerus ≥15% Denyut jantung basal



1 – denyut jantung di bawah batas normal 2 – denyut jantung berada di batas normal secara konsisten 3 – peningkatan denyut jantung sesekali ≥15% di atas batas normal (1-3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4 – seringnya peningkatan denyut jantung ≥15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit) 5 – peningkatan denyut jantung terus-menerus ≥15% Skor total



d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,



asesmen



dan



penanganan



nyeri



dilakukan



saat



pasien



menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri. e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada setiap pergantian shif dan pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut: i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien ii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/



115



bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit. iii. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obatobat intravena iv. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 f.



jam setelah pemberian obat nyeri.6 Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).



3. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan umum i. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh ii. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien iii. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik iv. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema. b. Status mental i. Nilai orientasi pasien ii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera. iii. Nilai kemampuan kognitif iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan, atau cemas. c. Pemeriksaan sendi i. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan ii. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris. iii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal / dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris. iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen. d. Pemeriksaan motorik i. Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah ini. Derajat 5



Definisi Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan



4 3 2



kuat Mampu melawan tahanan ringan Mampu bergerak melawan gravitasi Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak 116



1



mampu melawan gravitasi Terdapat kontraksi otot



0



menghasilkan pergerakan Tidak terdapat kontraksi otot



(inspeksi



/



palpasi),



tidak



e. Pemeriksaan sensorik i. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin f.



prick), getaran, dan suhu. Pemeriksaan neurologis lainnya i. Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala ii. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot. Refleks Biseps Brakioradialis Triseps Tendon patella Hamstring medial Achilles



Segmen spinal C5 C6 C7 L4 L5 S1



iii. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan lesi upper motor neuron) iv. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke-tibia),



tes



disdiadokokinesia,



dan



tes



keseimbangan



(Romberg dan Romberg modifikasi). g. Pemeriksaan khusus i. Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi. ii. Kelima tanda ini adalah:  Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik  Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik  Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)  Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani 



tes



/



pemeriksaan nyeri. Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi)



4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) a. Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkena 117



c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau terapi obat. d. Membantu menegakkan diagnosis e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respons f.



terhadap terapi Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati, radikulopati.



5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum, tekanan c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas) d. Pemeriksaan sensasi persepsi 6. Pemeriksaan radiologi a. Indikasi: i. pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang ii. pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular. iii. Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi. iv. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang v. Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada



lokasi



dan



karakteristik nyeri. i. Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis, neoplasma) ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi diskus,



stenosis



spinal,



osteomyelitis,



infeksi



ruang



diskus,



keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi) iii. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal. iv. Radionuklida



bone-scan:



sangat



bagus



dalam



mendeteksi



perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang) 7. Asesmen psikologi a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi. b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi social FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK 1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5% a. Berisi lidokain 5% (700 mg). b. Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal.



118



c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa adanya efek anestesi (baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemik d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pascaherpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain f. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka), dipakai selama 70 tahun v. Efek kardiovaskular :  Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume intravascular; serta level aktivitas simpatetik  Morfin menimbulkan vasodilatasi  Petidin menimbulkan takikardi vi. Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah: hidrasi dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien, obat antiemetic.



122



Perbandingan Obat-Obatan Anti-Emetik Kategori Durasi (jam)



Metokloprami



Droperidol,



Ondansetron



Proklorperaz



d 4



butirofenon 4-6 (dosis



8-24



in, fenotiazin 6



4 Tiap 12 jam Oral, IV



+ + + 12,5 Tiap 6-8 jam Oral, IM



rendah) 24 (dosis tinggi) Efek samping:  Ekstrapiramidal  Anti-kolinergik  sedasi Dosis (mg) Frekuensi Jalur pemberian f.



++ + 10 Tiap 4-6 jam Oral, IV, IM



++ + + 0,25-0,5 Tiap 4-6 jam IV, IM



Pemberian Oral: i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang



sesuai. ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral. g. Injeksi intramuscular: i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan. ii. Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak dapat diandalkan. iii. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin. h. Injeksi subkutan i. Injeksi intravena: i. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major. ii. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui infus). iii. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak j.



sesuai dosis. Injeksi supraspinal: i. Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG). ii. Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak. iii. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada



pasien kanker. k. Injeksi spinal (epidural, intratekal): i. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron



l.



kornu dorsalis spinal. ii. Sangat efektif sebagai analgesik. iii. Harus dipantau dengan ketat Injeksi Perifer i. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi). ii. Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi



MANAJEMEN NYERI AKUT 1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu. 2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang. 123



3. Tentukan mekanisme nyeri: a. Nyeri somatik: i. Diakibatkan adanya



kerusakan



jaringan



yang



menyebabkan



pelepasan zat kima dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit. ii. Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam. iii. Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi. b. Nyeri visceral: i. Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat. ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot polos, distensi organ berongga / lumen. iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat. c. Nyeri neuropatik: i. Berasal dari cedera jaringan saraf ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat disentuh), hiperalgesia. iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya) iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi. 4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya. a. Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO i. OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang-berat. ii. Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2) dnegan pemberian intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. iii. Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-berat, dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1). iv. Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah morfin, kodein. v. Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid ringan. vi. Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis secara bertahap  Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid



124







Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytic,



  



kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol. Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin Topical: lidokain patch, EMLA Subkutan: opioid, anestesi lokal



3-Step WHO Analgesic Ladder *Keterangan:  patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak 



sesuai indikasi dan onset kerjanya lama. Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi analgesik



adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin). *Istilah:  NSAID: non-steroidal anti-inflammatory drug  S/R: slow release  PRN: when required vii. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn) intravena untuk nyeri akut, dengan syarat:  Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat instruksi  Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di ruang 



rawat inap biasa Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit sehingga semua pasien harus diobservasi dengan ketat selama fase ini.



125



Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut tidak



Apakah pasien nyeri sedang/berat?



tidak



ya  Saat dosis telah diberikan, lakukan monitor setiap 5 menit selama minimal 20 menit.  Tunggu hingga 30 menit dari pemberian dosis terakhir sebelum mengulangi siklus.  Dokter mungkin perlu untuk meresepkan dosis ulangan Ya, tetapi telah diberikan dosis total



Observasi rutin



Apakah diresepkan opioid IV?



ya



ya



Siapkan NaCl



ATAU



ya



tidak



Kecepatan pernapasan > 8 kali/menit? ya



 Gunakan spuit 10ml  Ambil 100mg petidin dan campur dengan NaCl 0,9% hingga 10ml (10mg/ml)  Berikan label pada spuit  Minta saran ke dokter senior  Tunda dosis hingga skor sedasi 8 kali/menit.  Pertimbangkan nalokson IV (100ug)



Skor sedasi 0 atau 1? ya



Tunggu selama 5 menit



Minta untuk diresepkan  Gunakan spuit 10ml  Ambil 10mg morfin sulfat dan campur dengan NaCl 0,9% hingga 10ml (1mg/ml)  Berikan label pada spuit



tidak Nyeri



Observasi rutin



tidak



Tekanan darah sistolik ≥ 100 mmHg?* ya



Usia pasien < 70 tahun? ya



Minta saran



tidak



 Jika skor nyeri 7-10: berikan 2ml  Jika skor nyeri 4-6: berikan 1 ml



 Jika skor nyeri 7-10: berikan 3ml  Jika skor nyeri 4-6: berikan 2 ml



Keterangan: Skor nyeri: 0 = tidak nyeri 1-3 = nyeri ringan 4-6 = nyeri sedang 7-10 = nyeri berat



Skor sedasi: 0 = sadar penuh 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan S = tidur normal



*Catatan:  Jika tekanan darah sistolik < 100mmHg: haruslah dalam rentang 30% tekanan darah sistolik normal pasien (jika diketahui), atau carilah saran/bantuan.



Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan) 126



Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid. viii. Manajemen efek samping:  opioid  Mual dan muntah: antiemetic  Konstipasi: berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif



yang



mengandung



serat



karena



dapat







menyebabkan produksi gas-kembung-kram perut. Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis







lain, dapat juga menggunakan antihistamin. Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau







berikan



benzodiazepine



untuk



mengatasi



mioklonus. Depresi pernapasan akibat opioid: berikan nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan NaCl 0,9% sehingga total volume mencapai 10ml). Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap menit hingga kecepatan pernapasan meningkat. Dapat diulang jika pasien mendapat terapi







opioid jangka panjang. OAINS:  Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump 



inhibitor) Perdarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet.



b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di tempat nyeri. c. Non-farmakologi: i. Olah raga ii. Imobilisasi iii. Pijat iv. Relaksasi v. Stimulasi saraf transkutan elektrik8 5. Follow-up / asesmen ulang a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur. b. Panduan umum: i. Pemberian parenteral: 30 menit ii. Pemberian oral: 60 menit iii. Intervensi non-farmakologi: 30-60 menit. 6. Pencegahan a. Edukasi pasien: i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta tatalaksananya. ii. Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk pasien 127



iii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya. iv. Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan jadwal control). b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik 7. Medikasi saat pasien pulang a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktivitas seperti biasa / normal. b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien. 8. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:



Algoritma Asesmen Nyeri Akut7 Pasien mengeluh nyeri



Anamnesis dan pemeriksaan fisik



Asesmen nyeri



Apakah etiologi nyeri bersifat reversibel?



ya



tidak ya



Prioritas utama: identifikasi dan atasi etiologi nyeri  Lihat manajemen nyeri kronik.  Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis yang sesuai



Apakah tidak nyeri berlangsung > 6 minggu?



Tentukan mekanisme nyeri (pasien dapat mengalami > 1 jenis nyeri)



Nyeri somatic



Nyeri viseral



Nyeri bersifat tajam, menusuk, terlokalisir, seperti ditikam



Nyeri bersifat difus, seperti ditekan benda berat, nyeri tumpul



Nyeri neuropatik Nyeri bersifat menjalar, rasa terbakar, kesemutan, tidak spesifik.



128



Algoritma Manajemen Nyeri Akut7 Nyeri somatic



Nyeri viseral



     



Parasetamol Cold packs Kortikosteroid Anestesi lokal (topical / infiltrasi) OAINS Opioid  Stimulasi taktil



   



Nyeri neuropatik     



Kortikosteroid Anestesi lokal intraspinal OAINS Opioid



Antikonvulsan Kortikosteroid Blok neuron OAINS Opioid  Antidepresan trisiklik (amitriptilin)



tidak



Pilih alternatif terapi yang lainnya Pencegahan



ya  Lihat manajemen nyeri kronik.  Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis yang sesuai



tidak Apakah nyeri > 6 minggu?



    



Edukasi pasien Terapi farmakologi Konsultasi (jika perlu) Prosedur pembedahan Non-farmakologi



ya Kembali ke kotak ‘tentukan mekanisme tidak nyeri’



Mekanisme nyeri sesuai?



tidak Analgesik adekuat? ya Efek samping pengobatan?



ya



Manajemen efek samping



tidak Follow-up / nilai ulang



129



MANAJEMEN NYERI KRONIK 1. Lakukan asesmen nyeri: a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen nyeri sebelumnya) b. pemeriksaan penunjang: radiologi c. asesmen fungsional: i. nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan / disabilitas ii. buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien iii. nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan 2. tentukan mekanisme nyeri: a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya. b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri. c. Terbagi menjadi 4 jenis: i. Nyeri neuropatik:  disebabkan oleh kerusakan / disfungsi



sistem







somatosensorik. Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-







herpetik. Karakteristik: penjalaran







nyeri



nyeri



persisten,



sesuai



rasa



dengan



terbakar,



terdapat



persarafannya,



baal,



kesemutan, alodinia. Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada musculoskeletal



(bahu,



ekstremitas),



nyeri



berlangsung



selama > 3bulan ii. Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial  mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, 



panggul, dan ekstremitas bawah. Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot,



 



berakibat kelemahan, keterbatasan gerak. Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive. Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dan manajemen faktor yang memperberat (postur, gerakan repetitive, faktor pekerjaan)



iii. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):  Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca



operasi Karakteristik:







tempat nyeri. Terdapat riwayat cedera / luka. Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan antibiotic /



pembengkakan,



kemerahan,



panas



pada



antirematik, OAINS, kortikosteroid. iv. Nyeri mekanis / kompresi:



130







Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan







istirahat. Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain ligament/otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan fraktur kompresi, fraktur. Merupakan nyeri nosiseptif Tatalaksana: beberapa memerlukan



 



dekompresi



atau



stabilisasi. 3. Nyeri kronik: nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu 4. Asesmen lainnya: a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri (depresi,



cemas,



riwayat



penyalahgunaan



obat-obatan,



riwayat



penganiayaan secara seksual/fisik.verbal, gangguan tidur) b. Masalah pekerjaan dan disabilitas c. Faktor yang mempengaruhi: i. Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk ii. Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri kronik pasien d. Hambatan terhadap tatalaksana: i. Hambatan komunikasi / bahasa ii. Faktor finansial iii. Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas kesehatan iv. Kepatuhan pasien yang buruk v. Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman 5. Manajemen nyeri kronik a. Prinsip level 1: i. Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stress, kurangi nyeri). Berikut adalah formulir rencana perawatan pasien dengan nyeri kronik:



131



Rencana Perawatan Pasien Nyeri Kronik 1. Tetapkan tujuan  Perbaiki skor kemampuan fungsional (ADL) menjadi:____ pada tanggal: _________  Kembali ke aktivitas spesifik, hobi, olahraga____________ pada tanggal: _________ a. ____________________________________________ b. ____________________________________________ c. ____________________________________________  Kembali ke  kerja terbatas/ atau  kerja normal pada tanggal: __________ 2. Perbaikan tidur (goal: _______ jam/malam, saat ini: ________ jam/malam)  Ikuti rencana tidur dasar a. Hindari kafein dan tidur siang, relaksasi sebeum tidur, pergi tidur pada jam yang ditentukan _____________  Gunakan medikasi saat mau tidur a. ______________________________________________ b. ______________________________________________ c. ______________________________________________ 3. Tingkatkan aktivitas fisik  Ikuti fisioterapi ( hari/minggu ___________________)  Selesaikan peregangan harian (_____ kali/hari, selama _____ menit)  Selesaikan latihan aerobic / stamina a. Berjalan (_____ kali/hari, selama _____ menit) b. Treadmill, bersepeda, mendayung (_____ kali/minggu, selama _____ menit) c. Goal denyut jantung yang ditargetkan dengan latihan ______ kali/menit  Penguatan a. Elastic, angkat beban (_____ menit/hari, _____ hari/minggu) 4. Manajemen stress – daftar penyebab stress utama ____________________________________  Intervensi formal (konseling, kelompok terapi) a. _________________________________________________  Latihan harian dengan teknik relaksasi, meditasi, yoga, dan sebagainya a. _________________________________________________ b. _________________________________________________  Medikasi a. _________________________________________________ b. _________________________________________________ 5. Kurangi nyeri (level nyeri terbaik minggu lalu: ____/10, level nyeri terburuk minggu lalu: ____/10)  Tatalaksana non-medikamentosa a. Dingin/panas ___________________________________________ b. ______________________________________________________  Medikasi a. ______________________________________________________ b. ______________________________________________________ c. ______________________________________________________ d. ______________________________________________________  Terapi lainnya: ___________________________________________________



Nama Dokter: __________________________________________ Tanggal: _______________



132



ii. Pasien



harus



berpartisipasi



dalam



program



latihan



untuk



meningkatkan fungsi iii. Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif dengan restorasi fungsi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.  Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stress, latihan fisik, terapi relaksasi, 



dan sebagainya Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah manajemen







nyerinya Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen



 



nyeri Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk control dipengaruhi oleh peningkatan level







nyeri pasien. Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan dukungan



kepada pasien  Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap  Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri. iv. Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien) b. Manajemen



level



1:



menggunakan



pendekatan



standar



dalam



penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi, nonfarmakologi, dan tetapi pelengkap / tambahan. i. Nyeri Neuropatik  Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri:  Control gula darah pada pasien DM  Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien







tumor dengan kompresi saraf  Control infeksi (antibiotic) Terapi simptomatik:  antidepresan trisiklik (amitriptilin)  antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin  obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)  OAINS, kortikosteroid, opioid  anestesi regional: blok simpatik, blok epidural / 



intratekal, infus epidural / intratekal terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi spinal,







pijat rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi, metode ergonomis 133







prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf dengan







radiofrekuensi terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan otot dan toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif (mengurangi perasaan terancam atau tidak nyaman karena nyeri kronis)



ii. nyeri otot  lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor  











psikososial yang dapat menghambat pemulihan berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap. Rehabilitasi fisik:  Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas, keseimbangan  mekanik  pijat, terapi akuatik manajemen perilaku:  stress / depresi  teknik relaksasi  perilaku kognitif  ketergantungan obat  manajemen amarah terapi obat:  analgesik dan sedasi  antidepressant  opioid jarang dibutuhkan



iii. nyeri inflamasi  control inflamasi dan atasi penyebabnya  obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid iv. nyeri mekanis / kompresi  penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi, 



fraktur. Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan atau







stabilisasi, bidai, alat bantu. Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.



c. Manajemen level 1 lainnya i. OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri nonneuropatik ii. Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker.9 134



135



Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy) Skor



Faktor Diagnosis



Penjelasan 1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau tidak adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya: fibromyalgia, migraine, nyeri punggung tidak spesifik. 2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya: nyeri punggung dengan perubahan degeneratif medium, nyeri neuropatik. 3 = kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata. Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropati lanjut, stenosis



Intractability (keterlibatan )



spinal berat. 1 = pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal dalam manajemen nyeri 2 = beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis) 3 = pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi respons



Risiko (R) Psikologi



terapi tidak adekuat. R = jumlah skor P + K + R + D 1 = disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang mempengaruhi terapi. Misalnya: gangguan kepribadian, gangguan afek berat. 2 = gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang. Misalnya: depresi, gangguan cemas. 3 = komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau gangguan jiwa



Kesehatan



yang signifikan 1 = penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol berlebihan, penyalahgunaan



Reliabilitas



obat. 2 = medikasi untuk mengatasi stress, atau riwayat remisi psikofarmaka 3 = tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan. 1 = banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja / jadwal control, komplians buruk 2 = terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi secara



Dukungan sosial



Efikasi



keseluruhan dapat diandalkan 3 = sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control, dan terapi) 1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat, kehilangan peran dalam kehidupan normal 2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam sosisl 3 = keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam kerja/sekolah, tidak ada isolasi sosial 1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan penggunaan dosis obat sedang-tinggi 2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak menggunakan opioid 136



dosis sedang-tinggi) 3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai dengan Skor total



dosis yang stabil. =D+I+R+E Keterangan: Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang iii. Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural iv. Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal



d. Manajemen level 2 i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infus intratekal). ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen level 1. iii. Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan dengan manajemen level 1. 9 Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik:



137



Algoritma Asesmen Nyeri Kronik Pasien mengeluh nyeri



Asesmen nyeri  Anamnesis  Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan fungsi



 Pasien dapat mengalami jenis nyeri dan faktor yang mempengaruhi yang beragam



Tentukan mekanisme nyeri



Nyeri neuropatik  Perifer (sindrom nyeri regional kompleks, neuropati HIV, gangguan metabolik)  Sentral (Parkinson, multiple sclerosis, mielopati, nyeri pascastroke, sindrom fibromyalgia)



Nyeri otot



Nyeri inflamasi  Artropati inflamasi (rematoid artritis)  Infeksi  Nyeri pasca-oparasi  Cedera jaringan



Nyeri miofasial



Apakah nyeri kronik?



tidak



Nyeri mekanis/kompresi  Nyeri punggung bawah  Nyeri leher  Nyeri musculoskeletal (bahu, siku)  Nyeri viseral



Pantau dan observasi



ya Apakah etiologinya dapat dikoreksi / diatasi?



ya



Atasi etiologi nyeri sesuai indikasi



tidak Asesmen lainnya  Masalah pekerjaan dan disabilitas  Asesmen psikologi dan spiritual  Faktor yang mempengaruhi dan hambatan



Algoritma Manajemen Nyeri Kronik



138



Algoritma Manajemen Nyeri Kronik Prinsip level 1  Buatlah rencana dan tetapkan tujuan  Rehabilitasi fisik dengan tujuan fungsional  Manajemen psikososial dengan tujuan fungsional



139



MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK 1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala kronik, trauma, dan faktorlevel psikologi 1: Manajemen levelsakit 1: perutManajemen Manajemen level 1: Manajemen level 1: Nyeri 2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda terhadap Nyeri otot Nyeri neuropatik Nyeri inflamasi mekanis/kompresi kerusakan jaringan yang sama atau sederajat. 3. Neonates lebih sensitif terhadap stimulus nyeri 4. Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik: ManajemenNyeri level 1Mendasar lainnya Algoritma Manajemen Pada Pediatrik



      



1. Asesmen nyeri pada anak  Farmakologi (skor DIRE)  Intervensi Nilai karakteristiknyeri Pelengkap / tambahan



Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang sesuai Evaluasi kemungkinan adanya keterlibatan mekanisme nosiseptif dan neuropatik Layanan primer untuk mengukur Kajilah faktor yangpencapaian mempengaruhi pada anak tujuan nyeri dan meninjau ulang 2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder rencana perawatan Komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat ini KumpulkanTujuan gejala-gejala fisik yang ada terpenuhi? tidak Telah melakukan Pikirkan faktor emosional, kognitif, dan perilaku manajemen level 1  Fungsi  Kenyamanan  hambatan



Manajemen level 2



 Rujuk ke tim interdisiplin, atau  Rujuk ke klinik khusus Non-obat manajemen nyeri



denganyang adekuat? 3. Pilih terapi sesuai



Obatya   



ya



Analgesik Rencana perawatan selanjutnya oleh Analgesik adjuvantpasien anestesi



  



Kognitif tidak Fisik perilaku



4. Implementasi rencana manajemen nyeri     



Asesmen hasil yang mempengaruhi nyeri kepada orang tua (dan anak) Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri Revisi rencana jika diperlukan



140



5. Pemberian analgesik: a. ‘By the ladder’: pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level nyeri anak (ringan, sedang, berat). i. Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1). ii. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah ke level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten). iii. Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant. iv. Analgesik adjuvant  Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk 



nyeri tetapi dapat berefek analgesik dalam kondisi tertentu. Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan







analgesik adjuvant sebagai level 1. Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk







mengatasi nyeri neuropatik. Kategori:  Analgesik multi-tujuan:



antidepressant,



agonis







adrenergic alfa-2, kortikosteroid, anestesi topical. Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant,







antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-lokal Analgesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksan otot, benzodiazepine, inhibitor osteoklas, radiofarmaka.



b. ‘By the clock’: mengacu pada waktu pemberian analgesik. i. Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam (disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi. c. ‘By the child’: mengacu pada peemberian analgesik yang sesuai dengan kondisi masing-masing individu. i. Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur ii. Sesuaikan dosis analgesik jika perlu d. ‘By the mouth’: mengacu pada jalur pemberian oral. i. Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasive, dan efektif; biasanya per oral. ii. Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan. iii. Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung, pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling efisien. iv. Opioid kurang poten jika diberikan per oral. v. Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular karena nyeri dan absorbsi obat tidak dapat diandalkan. vi. Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM, IV, dan subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah terjadinya 141



penundaan/keterlambatan pemberian obat, memberikan control nyeri yang kontinu pada anak.  Indikasi: pasien nyeri di mana pemberian per oral dan opioid parenteral



intermiten



tidak



memberikan



hasil



yang



memuaskan, adanya muntah hebat (tidak dapat memberikan obat per oral) e. Analgesik dan anestesi regional: epidural atau spinal i. Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit diatasi dengan terapi konservatif. ii. Harus dipantau dengan baik iii. Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obat-obatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan akurat f.



mengenai tanda vital / skor nyeri. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik i. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh ii. Pemeriksaan penunjang yang sesuai iii. Evaluasi faktor yang mempengaruhi iv. Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif, fisik, dan perilaku). v. Lakukan pendekatan multidisiplin



g. Berikut adalah tabel obat-obatan non-opioid yang sering digunakan untuk anak:



Obat-obatan non-opioid Obat Parasetamol Ibuprofen



Dosis



Keterangan



10-15mg/kgBB oral,



Efek antiinflamasi kecil, efek



setiap 4-6 jam



gastrointestinal dan hematologi minimal



5-10mg/kgBB oral, setiap



Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien



6-8 jam



dengan gangguan hepar/renal, riwayat perdarahan gastrointestinal atau hipertensi.



Naproksen



10-20mg/kgBB/hari oral,



Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien



terbagi dalam 2 dosis



dengan disfungsi renal. Dosis maksimal 1g/hari.



Diklofenak



1mg/kgBB oral, setiap 8-



Efek antiinflamasi. Efek samping sama



12 jam



dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis maksimal 50mg/kali.



142



h. Panduan penggunaan opioid pada anak: i. Pilih rute yang paling sesuai. Untuk pemberian jangka panjang, pilihlah jalur oral. ii. Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus perjam kontinu prn. iii. Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam, naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah: total dosis opioid prn yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar 50%. iv. Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya. v. Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas , tingkatkan dosis sebesar 50%. vi. Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang menerima opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari, lalu kurangi sebesar 25% setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid dapat dihentikan. vii. Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat terakumulasi dan menimbulkan mioklonus, hiperrefleks, dan kejang. i.



Terapi alternatif / tambahan: i. Konseling ii. Manipulasi chiropractic iii. Herbal



6. Terapi non-obat a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memiliki efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti music, cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film, dan sebagainya. c. Terapi perilaku



bertujuan



untuk



mengurangi



perilaku



yang



dapat



meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan nyeri. d. Terapi relaksasi: dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari tangan, menggerakkan kaki sesuai irama, menarik napas dalam. Terapi non-obat     



Kognitif Informasi Pilihan dan control Distraksi dan atensi Hypnosis psikoterapi



   



Perilaku latihan terapi relaksasi umpan balik positif modifikasi gaya perilaku



hidup



   /  



Fisik pijat fisioterapi stimulasi termal stimulasi sensorik akupuntur 143



 TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT (GERIATRI) 1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang – orang yang berusia ≥ 65 tahun. 2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya dibandingkan dewasa muda. 3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, reumatika polimialgia, dan penyakit degenerative. 4. Lokasi yang sering mengalami nyeri: sendi utama / penyangga tubuh, punggung, tungkai bawah, dan kaki. 5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah: a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada geriatric. b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid 6. Asesmen nyeri pada geriatric yang valid, reliabel, dan dapat diaplikasikan menggunakan Functional Pain Scale seperti di bawah ini: Functional Pain Scale Skala



Keterangan



nyeri 0 1 2 3



Tidak nyeri Dapat ditoleransi (aktivitas tidak terganggu) Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas edikit terganggu) Tidak dapat ditoleransi (tetapi masih dapat menggunakan telepon,



4



menonton TV, atau membaca) Tidak dapat ditoleransi (tidak dapat menggunakan telepon, menonton



5



TV, atau membaca) Tidak dapat ditoleransi (dan tidak dapat berbicara karena nyeri) *Skor normal / yang diinginkan : 0-2



7. Intervensi non-farmakologi a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen. b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan, dan akupuntur c. Blok saraf dan radiasi area tumor d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi, umpan balik positif, hypnosis. e. Fisioterapi dan terapi okupasi. 8. Intervensi farmakologi (tekankan pada keamanan pasien) a. Non-opioid: OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor, antidepressant trisiklik, amitriptilin, ansiolitik. b. Opioid: 144



i. risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka pendek). ii. Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk mencegah konstipasi (preparat senna, sorbitol). iii. Berikan opioid jangka pendek iv. Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih baik daripada pemberian intermiten. v. Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan. vi. Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan opioid sebesar 50-100% dari dosis semula. c. Analgesik adjuvant i. OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan resolusi nyeri ii. Nortriptilin,



klonazepam,



karbamazepin,



fenitoin,



gabapentin,



tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik iii. Antikonvulsan: untuk neuralgia trigeminal.  Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari dan dapat ditingkatkan menjadi 300 mg/hari 9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada lansia. Insidens perdarahan gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun. 10. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh penuaan, termasuk absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi. 11. Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik. Absorbs sering tidak teratur karena adanya penundaan waktu transit atau sindrom malabsorbsi. 12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia. 13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih singkat. 14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan. 15. Efek samping penggunaan opioid yang paling sering dialami: konstipasi. 16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya pasien mengkonsumsi analgesik, antidepressant, dan sedasi secara rutin harian.) 17. Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan. 18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan: a. Penurunan / keterbatasan mobilitas. Pada akhirnya dapat mengarah ke depresi karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan menurunnya kemampuan fungsional. b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat menurunkan imunitas tubuh c. Control nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya agitasi dan gelisah. d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak. Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium. 19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia: a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan efek samping gastrointestinal lebih besar)



145



b. Opioid: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan agonis,



cenderung



memproduksi



efek psikotomimetik



pada



lansia);



metadon, levorphanol (waktu paruh panjang) c. Propoxyphene: neurotoksik d. Antidepresan: tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik) 20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnya harus diberikan kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents). 21. Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama dengan manajemen pada nyeri akut). a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid b. Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dnegan OAINS dan analgesik adjuvant c. Nyeri berat: opioid poten 22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi O. DOKTER PENANGGUNGJAWAB PELAYANAN A. ASUHAN MEDIS Asuhan pasien dalam konteks Pelayanan fokus pada pasien, dilakukan oleh semua professional pemberi asuhan seperti dokter, perawt, ahli gizi, apoteker dsb. disebut sebagai Tim interdisiplin. Asuhan pasien yang dilakukan oleh masing – masing pemberi asuhan, terdiri dari 2 blok kegiatan : Asesmen pasien dan implementasi rencana 1. Asesmen pasien terdiri dari 3 langka : a. Pengumpulan informasi antara lain anamesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan sebagainya b. Analisi



informasi



menghailkan



diagnosis



masalah



atau



kondisi



untuk



mengidentifikasikan kebutuhan pelayanan pasien c. Menyusun rencana pelayanan dan pengobatan, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien 2. Implentasi rencana dan Monitor Asuhan medis rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP. Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang telah menjalani pelatihan bersertifikas kegawat-daruratan, antara lain ATLS,ACLS,PPGD, menjadi DPJP pada saat ashuna awal pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul/ rujuk ke dokter spesialis dam memberikan asuhan medis, maka dokter spesialistersebut menjadai DPJP pasien tersebut menggantikan DPJP tersebut sebelumnya Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku penyelenggarakan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia ( Kep Konsil 146



no18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain menjada mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin. Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indinesia intinya adalah sebagai berikut : a. Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien. b. Kaidah dasar moral : 



Menghormati martabab manusia







Berbuat baik







Tidak berbuat merugikan







Keadilan



c. Tujuan 



Memberikan perlindungan kepada pasien







Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medic







Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat , dokter dan dokter gigi



B. KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA 1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk pelayanan interpretative ( antara lain DrSp PK, DrSp Rad dsb ), harus memiliki SK dari Direktur/ kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis/ SPK , dengan lempiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK. Penerbitan SPK dan RKK tersebeut harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada Permenkes 755/2011 tentang Komite Medik di Rumah Sakit 2. Regulasi tentang evaluasi kinerja professional DPJP ditetapkan Direktur dengan mengacu ke Permenkes 755/2011tentang penyelenggara Komite Medik di Rumah Sakit dan standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2013 C. PENUNJUKAN DPJP DAN PENGELOMPOKAN STAF MEDIS 1. Regulasi tentang penunjukan seorang DPJP untuk mengelola seorang pasien, pergantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medisnya telah tuntas, ditetapkan Direktur/Kepala Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat antara lain berdasarlan permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung. Pergantian DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tangggung jawabnya. Tidak dibenarkan pergantian DPJP yang rutin. 2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan penunjukan DPJP Utama, tugas dan wewenangnya ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit 147



3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir – butir : a. DPJP Utam dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada awal keperawatan b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yangvmengelola pasien dengan penyakit dalam kondisi ( relative ) terparah c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antara para DPJP terkait d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan pasien 4. Pengaturan tentang pengelompokan Staf Medis ditetapkan oleh Direktur sesuai kebutuhan. Pengelompokan dapat dilakukan antara lain dengan kategori per disiplin ( kelompok Staf Medis Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata dsb ), kategori penyakit ( Kelompok Kerja/tim Kanker Payudara, KankerCerviks, dsb ), kategori organ ( Kelompok Kerja/ Tim Cerebrovasculer, Hati , dsb ) D. TATA LAKSANA DPJP 1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawt jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP 2. Di unit / instalasi gawat darurat, dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis awal/penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya saat dikonsul/rujuk ditempatatau lisan ke dokter spesialis, dan dokter spesialis tersebut memberikan asuhan medis ( termasuk instruksi secara lisan ) maka dokter spesialis tersebut telah menjadi DPJP pasien yang bersangkutan sehingga DPJP berganti. 3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk DPJP UTama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tersebut bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi (dibedakan dengan bekerja sendiri – sendiri ) 4. Peran DPJP Utama adalah sebagai coordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan, dengan tugas menjaga terlaksananya asihan



medis komperhensif



– terpadu –



efektif,



keselamatan pasien,



komunikasiefektif, membnagun sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat atar anggota, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP bersifat kontribusif ( bukan intervensi ), dan juga mencegah duplikasi 5. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP mengkonsultasikan



ke



dokter



spesialis



lainagar



dikoordinasikan



melalui



DPJPUtama. Kepatuhan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya antara lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran,, adalah 148



sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari – hari. 6. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan/keluarga , dan pasien dan/keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang mengubah DPJP bila terjadi pelanggaran prosedur 7. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya. 8. Di unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifies. Koordinasi dan tingkat keikut-sertaan para DPJP terkait, tergantung kepada system yang ditetapkan misalnya sistem terbuka / tertutup /semi terbuka. 9. Di kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di kamar operasi tersebut. 10. Pada keadaan khusus misalnya sepeti konsul saat diatas meja operasi / sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan tindakan / memberikan instruksi, maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tersebut 11. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain( antara lain dokter ruang), maka DPJP yang bersangkutan harus memberikan supervise, dan melakukan validasi berupa perberian paraf / tantatangan pada setiap catatan kegiatan tersebut di rekam medis 12. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan yang bekerja secara tim sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien, DPJP sebagai ketua tim harus proaktif melakukam koordinasi dan mengintefritaskan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang ( Discharge Planning ) yang dapat dilakukan pada awal masuk rawt inap atau pada akhir rawat inap 13. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien dan keluarganya. Gunakan dan kembangkan teknik komunikasi yang berempati. Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien. 14. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencatumkannama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian tersebut dilakukam antara lain di form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintergasi/CPPT, form asesmen pra anastesi/sedasi, instruksi pasca bedah, form edukasi/informasi ke pasien dsb. Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis / departemen dan sebagainya 149



15. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para professional pemberian asuhan bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasie, sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien. 16. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan ( kumulatif, bila lebih dari satu ) tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir uang diisi secara periodic sesuai kebutuhan/penambahn/pengurangan/pergantian, yaitu nama dan gelar setiao DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. 17. Rumah sakit yang terletak jauh dari kota besar, atau di daerah terpencil, penetapan kebijakan asuhan medis yang bersifat khusus agar dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan antara lain Komite Medik, Fakultas Kedokteran bagi residen, Organisasi Profesi, IDI, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit Propinsi, Koleguim dan sebagainya 18. Keterkaitan DPJP dengan Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan [asien (baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang diberikan kepada pasien patuh pada Alur Perjalanan Klinis /Clinical Pathway yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Tingkat kepatuhan pada Alur Perjalanan Klinis/Clinical Pathway ini akan menjadi objek Aduit Klinis dan Audit Medis



P.



HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN 1. Pada saat pendaftaran Pada saat pendaftaran, baik di rawat inap ataupun rawat jalan, petugas admisi/pendaftaran akan memberi penjelasan kepada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti mengenai 18 butir hak pasien dan keluarga berdasarkan Undang – undang No. 44 tentang Rumah Sakit selama pasien di rawat di RS Happy Land Medical Centre. Pasien diberi pemahaman bahwa pasien sesungguhnya adalah PENENTU keputusan tindakan medis bagi dirinya sendiri. Seperti yang tertera pada Undang – Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dimana Undang – undang ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum bagi pasien dan dokter. Adanya hak pasien membantu meningkatkan kepercayaan pasien dengan memastikan bahwa system pelayanan di RS Happy Land Medical Centre 150



bersifat



cukup



adil



dan



responsive



terhadap



kebutuhan



mereka,



memberitahukan kepada pasien mekanisme untuk memenuhi keinginan mereka dan mendorong pasien untuk mengambil peran aktif serta kritis dalam meningkatkan kesehatan mereka. Selain itu hak dan kewajiban juga dibuat untuk menegaskan pola hubungan yang kuat antara pasien dan dokter 2. Pada saat pengobatan Pada saat pasien benkunjung ke poliklinik atau sedang dirawat di ruang perawatan, akan berlangsung tanya jawab antara pasien dan dokter ( anamnesis ), pasien harus bertanya ( berusaha untuk mendapatkan hak pasien sebagai konsumen ). Bila berhadapan dengan dokter yang tidak mau membantu mendapatkan hak pasien, itu saatnya pasien mencari dokter lain atau mencari second opinion di tempat lain. Pasien menjadikan dirinya sebagai partner diskusi yang sejajar bagi dokter. Ketika pasien memperoleh penjelasan tentang apapun, dari pihak manapun, tentunya sedikit banyak harus mengetahui, apakah penjelasan tersebut benar atau tidak. Semua profesi memiliki prosedur masing – masing, dan semua kebenaran tindakan dapat diukur dari kesesuaian tindakan tersebut dengan standar prosedur yang seharusnya. Begitu juga dengan dunia kedokteran. Ada yang disebut dengan Panduan Praktek Klinis ( PPK ) dalam menangani penyakit. Lalu dalam posisi sebagai pasien, setelah kita mengetahui peran penting kita dalam tindakan medis, apa yang dapat dilakukan? Karena tindakan medis apapun, harusnya disetujui oleh pasien ( Informed Consent ) sebelum dilakukan setelah



dokter



membeikan



informasi



yang



cukup.



Bila



pasien



tidak



menghendaki, maka tindakan medis seharusnya tidak dapat dilakukan. Pihak dokter atau RS seharusnya memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyatakan persetujuan atau sebaliknya menyatakan penolakan. Persetujuan itu dapat dinyatakan secara tulisan. Selanjutnya UU No. 29 / 2009 pada pasal 46 menyatakan dokter WAJIB mengisi rekam medis untuk mencatat tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien secara clear, correct dan complete. Dalam pasal 47, dinyatakan rekam medis merupakan milik rumah sakit yang wajib dijaga kerahasiannya, tetapi isinya merupakan milik pasien. Artinya pasien BERHAK mendapatkan salinan rekam medis dan pasien BERHAK atas kerahasiaan dari isi rekam medis miliknya tersebut, sehingga rumah sakit tidak bisa memberi informasi terkait data – data pasien kepada orang pribadi / perusahaan asuransi atau ke media cetak / elektronik tanpa seizing dari pasiennya.



151



Pembukaan atau kerahasiaan informasi mengenai pasien dalam rekam medis diperbolehkan dalam PERMENKES NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008 yaitu sebagai,berikut : 



untuk kepentingan kesehatan pasien;







memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;







permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;







permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundangundangan; dan







untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien;



3. Selama dalam perawatan Selama dalam perawatan, pasien berhak mendapatkan privasi baik saat wawancara klinis, saat dilakukan tindakan ataupun menetukan siapa yang boleh mengunjunginya.



Begitu



pula



untuk



pelayanan



rohani,



pasien



berhak



mendapatkan pelayanan rohani baik secara rutin maupun secara insidensial manakala dibutuhkan.



Q. IDENTIFIKASI PASIEN A. Identifikasi Pasien 1. Tatalaksana Identifikasi Pasien a. Semua pasien diidentifikasi dengan dua identitas. - Pasien rawat jalan diidentifikasi dengan menggunakan nama dan tanggal lahir. Bila tidak memungkinkan dengan alamat pasien, jika didapatkan keraguan maka petugas dapat mengidentifikasi dengan tanggal lahir pasein dan atau nomor rekam medis pasien. - Pasien rawat inap diidentifikasi dengan menggunakan gelang identitas pasien. b. Semua pasien harus diidentifikasi dengan benar sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. c. Penggelangan pasien dilakukan setelah pasien dinyatakan rawat inap oleh dokter pemeriksa pasien atau pasien harus menjalani tindakan di kamar operasi atau kamar bersalin serta pasien sudah menandatangani lembar informed consent persetujuan rawat inap atau tindakan dikamar 152



operasi. d. Gelang identifikasi pasien dipakaikan di salah satu tangan yang dominan dan atau tidak terpasang infuse. e. Gelang identifikasi dipakaikan oleh perawat atau bidan jaga rumah sakit yang sedang bertugas. f. Jelaskan kepada pasien tentang fungsi gelang tersebut dan pastikan gelang terpasang dengan baik dan nyaman untuk pasien. g. Pada pasien hemodialisis, gelang identifikasi dipasang pada lengan yang tidak terdapat fistula. h. Pada pasien yang tidak memungkinkan gelang dipasang dilengan, maka pemasangan gelang di lakukan di kaki. Dan jika pemasangan gelang dikaki tidak memungkinkan, maka pemasangan gelang disesuaikan dengan kondisi pasien, dengan catatan letak gelang identifikasi mudah terlihat. i. Gelang identitas pasien dapat dilepas oleh perawat atau bidan pada saat perawat atau bidan mengantar pasien pulang. j. Gelang resiko jatuh dapat dilepas apabila pasien sudah tidak beresiko jatuh k. Warna gelang yang digunakan di rumah sakit adalah :  Biru : untuk pasien laki-laki  Merah muda: untuk pasien perempuan  Merah : untuk pasien alergi terhadap obat  Kuning : untuk pasien dengan resiko jatuh  Putih : untuk pasien dengan jenis kelamin yang tidak jelas  Hitam : untuk pasien DOA (Death On Arrival) dan bayi IUFD (Intra Uterin Fetal Death)  Ungu : untuk pasien yang menolak dilakukan resusitasi / DNR (Do Not Resusitation) l. Isi identitas gelang adalah  Nama pasien (ditulis dengan nama sesuai rekam medis atau identitas pasien jika memungkinkan dituliskan nama alias )  Jenis kelamin pasien  Nomor rekam medis pasien  Tanggal lahir pasien m. Penulisan gelang identitas  Gelang identitas ditulis menggunakan tinta khusus yang tidak mudah luntur terkena air, keringat pasien atau karena gesekan.  Penulisan pada gelang identitas menggunakan huruf KAPITAL dan harus jelas terbaca.  Nama pasien yang dituliskan adalah nama asli pasien secara lengkap termasuk nama alias bila ada.Jika ada nama alias maka nama alias dituliskan dibelakang nama asli pasien didahului dengan tanda garis miring (/).  Jik tempatnya tidak mencukupi, maka nama pasien dapat disingkat namun tidak menyingkat penggalan nama yang mengandung panggilan pasen tersebut.  Status perkawinan ditulis setelah nama pasien didahului dengan 153















tanda baca koma(,) yang ditulis dengan huruf besar hanya huruf depannya saja. Status pernikahan: menikah pria (Bp), menikah wanita (Ny), belum menikh pria (Sr), belum menikah wanita (Nn.), anak-anak (An) , Bayi baru lahir (By.N............) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, jika usianya kurang dari 18 tahun namun sudah menikah maka jika itu wanita disebut Nyonya (Ny.) dan jika pria disebut Bapak (Bp.). Contoh:



Status perkawinan



Jenis kelamin



Nama Lengkap



Nama Panggilan



Penulisan dalam gelang



Menikah



P



Indah Permata Indah Sari



INDAH PERMATA S, Ny



Menikah



L



Budi Purnomo



Budi



BUDI P, Bp



Anak-anak



L



Muhamad Amran Sodiq



Amran



M. AMRAN S. , An



Baru lahir



L



Putri Fitria



Putri



By.Ny. PUTRI F.



Menikah



P



Suwarni alias Konah Markonah







 







SUWARNI/MARKONAH, Ibu



Jenis kelamin pasien ditulis P untuk jenis kelamin wanita, L untuk jenis kelamin laki-laki. Jika jenis kelamin pasien belum atau tidak jelas maka tempat pengisian jenis kelamin pada gelang identitas dikosongkan. Nomor rekam medis diisi dengan nomor rekam medis pasien. Tanggal lahir pasien diisi dengan tanggal lahir (dua digit angka) / bulan (dua digit angka) / tahun (empat digit angka). Contoh : pasien lahir tanggal 28 April 2012 dituliskan 28/04/2012 Urutan penulisan pada gelang identitas adalah:



NAMA PASIEN JENIS KELAMIN NO RM TANGGAL LAHIR AMINOTO, Tn L 112647 16/01/1967



154



n. Pada gelang alergi, cukup ditulis nama obat penyebab alergi yang dialami pasien. Semua jenis obat alergi yang tertulis di rekam medis tidak harus ditulis di gelang juka tempatnya tidak mencukupi. Sedangkan pada gelang resiko jatuh dituliskan tingkat resiko jatuh pasien tersebut. o. Penulisan pada gelang identifikasi tidak boleh terdapat coretan, ganti gelang jika terdapat kesalahan dalam penulisan data. p. Jika gelang terlepas dari pasien, maka gantikan dengan gelang baru dan buang gelang yang lama sebagai sampah medis. q. Lakukan periksa ulang terhadap data digelang identifikasi sebelum dipakaikan kepada pasien dengan menanyakan identitas kepada pasien menggunakan pertanyaan terbuka, misalnya : “Nama anda siapa?”, jangan menggunakan pertanyaan tertutup seperti “Apakah benar nama anda Bapak Rinto?” r. Jika pasien dalam kondisi tidak sadar diri, bayi, atau terdapat gangguan jiwa maka verifikasi identitas gelang dilakukan kepada keluarga pasien. s. Apabila terjadi transfer pasien maka pasien diidentifikasi dengan benar t. Jika terdapat pasien yang tidak menggunakan gelang identifikasi, seperti :  Menolak menggunakan gelang identifikasi  Gelang identifikasi menyebabkan iritasi kulit  Pasien melepas gelang identifikasi Maka pasien harus diinformasikan terkait risiko yang dapat terjadi jika gelang identifikasi tidak dipakai, serta mencatat alasan pasien pada rekam medis.  Jika gelang identifikasi pasien terlepas karena sesuatu hal misalnya tersangkut maka petugas memasang gelang identitas yang baru sesuai dengan identitas pada rekam medis pasien.  Jika gelang identifikasi lama diketemukan maka petugas membuangnya sebagai sampah medis. u. Pada pasien yang menolak menggunakan gelang identifikasi maka petugas akan memasangkan tanda segitiga sesuai dengan warna gelang hasil identifikasi dan dipasang di tempat tidur pasien sebagai alat bantu mengidentifikasi pasien dengan benar dan sebelum dilakukan prosedur petugas akan menanyakan nama lengkap dan tanggal lahir. 2. Tindakan/ Prosedur yang membutuhkan identifikasi a. Berikut adalah tindakan yang harus dilakukan identifikasi pasien meliputi :  Pemberian obat  Pemeriksaan Radiologi  Tindakan Pembedahan  Transfusi Darah  Pengambilan Sampel  Transfer Pasien  Konfirmasi Kematian b. Sebelum melakukan tindakan atau prosedur kepada pasien, maka petugas harus mengkonfirmasi identifikasi dengan benar dengan menanyakan identitas pasien dicocokkan dengan yang tercantum di rekam medis dan



155



gelang identifikasi. c. Petugas tidak boleh melakukan prosedur atau tindakan apabila pasien tidak memakai gelang idetifikasi, kecuali pasien tidak bersedia menggunakan gelang identitas atau dalam keadaan emergency. 3. Tatalaksana Identifikasi Pasien Pada Pemberian Obat – Obatan a. Petugas harus memastikan identitas pasien dengan benar sebelum pemberian obat dengan cara :  Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahir  Bandingkan data pada gelang identifikasi dan rekam medis pasien, jika terdapat kecocokan maka pemberian obat dapat dilakukan  Jika terdapat nama pasien yang sama dalam ruang yang sama, maka ajukan pertanyaan tambahan sebagai pembanding yaitu alamat pasien b. Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut diperoleh sebelum pemberian obat dilakukan. 4. Tatalaksana Identifikasi Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan Radiologi a. Petugas radiologi harus memastikan identitas pasien dengan benar sebelum melakukan tindakan radiologi dengan cara :  Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahir  Bandingkan data pada gelang identifikasi dan rekam medis pasien, jika terdapat kecocokan maka tindakan dapat dilakukan b. Jika data pasien tidak lengkap, petugas harus mencari informasi lebih lanjut sebelum melakukan tindakan radiologi 5. Tatalaksana Identifikasi Pasien yang Menjalani Tindakan Pembedahan a. Petugas operasi melakukan konfirmasi ulang terkait identitas pasien secara benar b. Jika terdapat kondisi yang mengharuskan melepas gelang identifikas pasien, maka asisten satu operator bertanggung jawab dalam melepas dan memasang kembali gelang pasien tersebut c. Peletakkan gelang yang dilepas harus ditempelkan pada berkas rekam medis dan dihancurkan jika gelang baru dipasangkan 6. Tatalaksana Identifikasi Pasien yang akan Dilakukan Pengambilan dan Pemberian Darah a. Identifikasi, pengambilan, pengiriman, penerimaan dan penyerahan komponen darah merupakan tanggung jawab petugas yang mengambil darah b. Petugas melakukan konfirmasi ulang identitas pasien secara benar dengan cara meminta pasien untuk menyebutkan nama dan tanggal lahir c. Jika terdapat keraguan dalam pengecekan identitas, maka tindakan transfusi disarankan tidak dilakukan sebelum informasi yang jelas 7. Tatalaksana Identifikasi Pada Bayi Baru Lahir a. Pakaikan gelang identitas pada tangan yang tidak menggunakan infuse b. Jika tidak memungkin pada tangan, maka pemasangan gelang dapat dilakukan di kaki. Jika di kaki tidak memungkinkan, gelang di rekatkan pada 156



perut bayi c. Bayi baru lahir yang belum memiliki nama, maka nama bayi ditulis dengan nama ibu bayi, misal : By. Ny Berlian d. Jika bayi sudah memiliki nama, maka gelang lama dilepas digantikan gelang baru dengan nama bayi itu sendiri e. Pemasangan gelang pada bayi harus dihadiri oleh saksi 8. Tatalaksana Identifikasi Pasien Rawat Jalan a. Pasien tidak diberi gelang identitas. b. Sebelum melakukan tindakan/ pemeriksaan terhadap pasien, pesien harus memastikan bahwa pasien yang dimaksud adalah benar dengan menanyakan identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir. Bila tidak memungkinkan dengan alamat pasien. c. Jika pasien tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri, maka petugas memverifikasi data pasien dengan menanyakan keluarga/ pengantar pasien. 9. Tatalaksana Identifikasi Nama Pasien yang sama di Ruang Rawat Inap a. Jika terdapat pasien dengan nama yang sama, maka petugas menginformasikan kepada petugas lain setiap pergantian jaga. b. Petugas memverifikasi lengkap identitas pasien dengan benar setiap akan melakukan tindakan / prosedur. 10. Tatalaksana Identifikasi Pasien yang Identitasnya Tidak Diketahui a. Pasien diidentifikasi dengan cara pemberian nomor rekam medis dan nama pasien yaitu “XY” untuk pasien laki-laki yag belum dikenal atau “XX” untuk pasien perempuan yang belum dikenal dengan pemberian penunjuk angka secara berurutan mulai angka 1 dan seterusnya untuk menghindari duplikasi identitas. b. Pemberian identitas XY atau XX diganti sampai dengan identitas pasien ditemukan. c. Apabila identitas asli sudah ditemukan maka identitas pasien segera diganti dengan identitas sebenarnya dan dituliskan di rekam medis pasien 11. Tatalaksana Identifikasi Pasien dengan Gangguan Jiwa a. Pasien dengan gangguan jiwa harus tetap menggunakan gelang identifikasi. b. Data identitas pasien dapat diminta dari keluarga terdekat pasien jika tidak memungkinkan untuk meminta data langsung dari pasien. c. Identifikasi dilakukan oleh petugas yang dapat diandalkan mengidentifikasi pasien, dan lakukan pencatatan di rekam medis



untuk



d. Jika terdapat keraguan, maka identitas pasien dapat dilihat dari rekam medis pasien atau menanyakan langsung jika memungkinkan. 12. Tatalaksana Identifikasi Pasien Yang Meninggal Yang Dikenal a. Pasien yang meninggal di ruang rawat inap dilakukan konfirmasi ulang 157



terhadap identitasnya dengan satu gelang pengenal dan rekam medis pasien. b. Gelang pasien dilepas oleh perawat atau bidan setelah jenasah akan dibawa pulang oleh keluarganya. 13. Tatalaksana Identifikasi Pasien Yang Meninggal Yang Tidak Dikenal a. Apaila pasien yang meninggal adalah orang yang tidak diketahui identitasnya maka gelang tetap dilepas. b. Petugas melepas gelang saat jenasah akan dibawa oleh pihak yang berwenang. B. Melepas Gelang Identifikasi a. Gelang idenfitikasi harus dilepas tidak boleh dibawa pasien pulang. b. Gelang pengenal dan gelang alergi pasien hanya dilepas oleh petugas saat pasien pulang atau keluar dari rumah sakit. c. Gelang untuk resiko jatuh hanya dilepas oleh petugas saat pasien sudah tidak berisiko untuk jatuh atau karena akan pulang. d. Gelang identitas dilepas dengan cara digunting atau dipotong dan dibuang sebagai sampah medis. e. Jika pasien meninggal maka gelang pasien dilepas ketika pasien sudah diserah terimakan kepada keluarga pasien atau pihak yang berwenang. f.



Petugas yang melepas gelang adalah perawat atau bidan yang sedang bertugas, tidak diperkenankan Mahasiswa atau PKL (Praktek Kerja Lapangan).



C. Pelaporan Insiden/ Kejadian Kesalahan Identifikasi Pasien a. Contoh kejadian kesalahan yang dapat terjadi :  Kesalahan penulisan alamat di rekam medis  Kesalahan informasi / data digelang pengenal  Tidak adanya gelang pengenal dipasien  Misidentifikasi data / pencatatan di rekam medis  Misidentifikasi pemeriksaan radiologi  Misidentifikasi laporan investigasi  Misidentifikasi perjanjian  Salah memberikan obat pasien  Pasien menjalani prosedur yang salah



158



 Salah pelabelan identitas pada sampel darah b. Setiap petugas yang menemukan adanya kesalahan dalam identifikasi pasien harus segera melapor kepada petugas yang berwenang dan melengkapi laporan insidens c. Petugas harus berdiskusi dengan kepala sub bagian rawat inap mengenai pemilahan cara terbaik dan siapa yang memberitahu kepada pasien/ keluarga mengenai kesalahan yang terjadi akibat kesalahan identifikasi d. Kesalahan juga termasuk insiden yang terjadi akibat adanya misidentifikasi, dengan atau tanpa menimbulkan bahaya, dan juga insidens yang hampir terjadi di mana misidentifikasi terdeteksi sebelum dilakukan suatu prosedur e. Beberapa penyebab umum terjadinya misidentifikasi adalah : 1) Kesalahan pada administrasi : - Salah memberikan label - Kesalahan mengisi formulir - Kesalahan memasukkan nomor/ angka pada rekam medis - Penulisan alamat yang salah - Pencatatan yang tidak benar/ tidak lengkap/ tidak terbaca 2) Kegagalan verifikasi - Tidak adekuatnya/ tidak adanya protocol verifikasi - Tidak mematuhi protocol verifikasi 3) Kesulitan komunikasi - Hambatan akibat penyakit pasien, kondisi kejiwaan pasien, atau keterbatasan bahasa



f.



-



Kegagalan untuk pembacaan kembali



-



Kurangnya kultur/ budaya organisasi



Jika terjadi insidens akibat kesalahan identifikasi pasien, maka perlu dilakukan hal berikut : 1) Pastikan keamanan dan keselamatan pasien 2) Pastikan bahwa tindakan pencegahan cidera telah dilakukan 3) Jika suatu prosedur telah dilakukan pada pasien yang salah atau dilakukan di tempat yang salah, para klinisi harus memastikan bahwa langkah – langkah yang penting telah diambil untuk melakukan prosedur yang tepat



159



pada pasien yang tepat g. Insiden atau kejadian kesalahan identifikasi pasien dilaporkan ke Kepala Sub Bagian unit terkait dan diteruskan ke Komite Sub Mutu dan Keselamatan Pasien.



R. KOMUNIKASI EFEKTIF A. Pemberian Informasi Asuhan Komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah sakit meliputi 1. Jam pelayanan 2. Pelayanan yang tersedia 3. Cara mendapatkan pelayanan 4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit B. Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi) Komunikasi yang bersifat edukatif meliputi : a.



Edukasi tentang obat. (Lihat pedoman pelayanan farmasi).



b.



Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien).



c.



Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari. (Lihat Pedoman Pelayanan, Pedoman Fisioterapi).



d.



Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit. (Lihat Pedoman Pelayanan, Pedoman Gizi, Pedoman Fisioterapi, Pedoman Farmasi).



e.



Edukasi tentangGizi. (Lihat Pedoman Gizi).



f.



Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information dan nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit).



C. Komunikasi Yang Efektif Komunikasi efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman). Prosesnya adalah : 1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara lengkap isi pesantersebut oleh si penerima pesan. 2.



Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.



3.



Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan



Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi. 160



gangguan



Komunikator



Pesan



Saluran



Komunikan



Komunikasi efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan(kesalahpahaman). Prosesnya adalah ; 1.



Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan , setelah itu dituliskan secara lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan



2.



Isi pesan di bacakan kembali ( Read Back ) secara lengkap oleh penerima pesan



3.



Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan



Yah.. benar. 4.



Dikonfirmasikan



Jadi isi pesannya ini yah pak…



161



Komunikator



Isi pesan



Ditulis



Dibacakan



Komunikan



D. Komunikasi SBAR Khusus untuk pelaporan kondisi pasien oleh petugas kesehatan kepada dokter melalui telepon, rumah sakit mengadop system komunikasi SBAR (singkatan dari Situation, Background, Assessment, Recommendation) yang prosesnya adalah : 1. Situation. Petugas pelapor menyebutkan salam, identitas pelapor dan asal ruang perawatan, identitas pasien, dan alasan untuk melaporkan kondisi pasien, secara subyektif dan obyektif. 2. Background. Petugas pelapor menyebutkan : latar belakang pasien, yaitu Riwayat Penyakit Sekarang (RPS), alasan pasien dirawat inap (bila rawat inap), pengelolaan pasien yang sudah berjalan, dan terapi yang diterima pasien sampai saat itu (yang signifikan). 3. Assessment. Pelapor menyebutkan penilaian kondisi pasien menurut dirinya (bila ada). 4. Recommendation. Pelapor menyebutkan rekomendasi untuk pasien tersebut menurut pelapor (bila ada). 5. Konfirmasi Ulang. Catat hasil pembicaraan pada secarik kertas, sebutkan ulang kepada pihak yang dilapori, bila benar, pihak yang dilapori menyatakan setuju dengan hasil tersebut. Pembicaraan selesai E. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Kepada Pasien & Keluarganya Berkaitan Dengan Kondisi Kesehatannya. Prosesnya : Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan : (data ini didapatkan dari RM): 1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga. 162



2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan. 3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah) 4. Keterbatasan fisik dan kognitif. 5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap asesmen pasien, ditemukan : 1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses komunikasinya mudah disampaikan. 2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka. 3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bias menghubungi medical information. Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan: 1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah : menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan. a. Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa b. yang bpk/ibu bias pelajari ?”. 2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bias pelajari ?”. 3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau dating langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien. Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti 163



bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar. F.



Write Back, Read Back, dan Confirmation Bentuk komunikasi Write Back, Read Back, dan Confirmation merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk mencegah kekeliruan salah dengar atau hilang memori dalam proses komunikasi. Metode ini wajib diterapkan dalam oleh penerima informasi lisan terkait pasien via telepon dari dokter, radiologi, laboratorium, atau unit lainnya Write back dilakukan oleh penerima informasi dengan menuliskan informasi yang diberikan oleh pemberi informasi ke dalam catatan rekam medis pasien. Read Back dilakukan oleh penerima informasi dengan membacakan kembali isi informasi yang telah dicatat dan didokumentasikan dalam bentuk tanda tangan penerima perintah. Confirmation dilakukan oleh pemberi informasi umtuk menyatakan bahwa informasi yang diberikannya telah diterima secara baik dan lengkap oleh penerima informasi. Proses konfirmasi didokumentasikan dengan tanda tangan pemberi perintah di catatan terintegrasi.



G. Prosedur menerima secara lisan dan telepon 1. Ucapkan salam, sebutkan nama dan unit terkait 2. Dengarkan dan catat perintah secara lisan dan telepon, advis pemebri perintah 3. Tulis sesuai perintah secara jelas, lengkap dan mudah dibaca di lembar catatan integrasi 4. Apabila terjadi kesalahan dalam menulis, penulis wajib mencoret hal yang dimaksud. Dan diberi tanda tangan kemudian diganti yang benar. 5. Apabila terjadi ketidakjelasan, maka wajib menanyakan tentang maksud yang dimaksud 6. Baca ulang advice dari pemberi perintah 7. Tandatangani di kolom pemberi perintah, isi nama terang jam, tanggal apabila perintah sudah sesuai atau benar isinya. 8. Berikan tanda atau stempel KONFIRMASI untuk dilakukan verifikasi pemberi perintah. 9. Ucapkan salam dan terimakasih kepada pemberi perintah 10. Dokumentasi H. Prosedur melaporkan perintah lisan melalui telepon 1. Siapkan rekam medis pasien yang akan dibacakan 2. Ucapkan salam, sebutkan nama dan unit terkait 3. Laporkan kepada pemberi perintah nama pasien, umur, kondisi pasien terkini, tindakan, hasil pemeriksaan atau advis kepada pemberi perintah. 4. Ucapkan salam dan terimaksih 5. Berikan tanda aau stempel SBAR (situation background, assesment and recommendation) 6. Tulis tangan di kolom penerima perintah, nama terang, penelpon, jam, tanggal. I.



Prosedur verifukasi keakuratan komunikasi lisan ataupun telepon 1. Siapkan rekam medis yang akan diverifikasi 2. Lalkukan verifikasi kepada pemberi perintah baik DPJP atau petugas lain



164



3. 4. 5. 6. 7.



Baca ulang isi dari perintah yang telah disampaikan, yang tertulis di rekam medis Revisi perintah yang diberikan jika ada kesalahan Tandatangani, isi nama terang, jam, tanggal apabila perintah sudah sesuai atau benar isinya. Berikan tanda KONFIRMASI pada kolom pemberi perintah Konfirmasi dilakukan saat DPJP atau pemberi perintah visit dengan mengisi nama, jam, tanggal paraf.



S. MANAGEMENT OBAT A. PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari



pemilihan,



perencanaan,



pengadaan,



penerimaan,



penyimpanan,



pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan : 1.



Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien



2.



Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan



3.



Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi



4.



Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna



5.



Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan



a. Pemilihan /seleksi Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian. b.



Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, danharga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain



Konsumsi,



Epidemiologi,



Kombinasi



metode



konsumsi dan



epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. 165



Pedoman Perencanaan : 1)



DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, Ketentuan setempat yang berlaku.



c.



2)



Data catatan medik



3)



Anggaran yang tersedia



4)



Penetapan prioritas



5)



Siklus penyakit



6)



Sisa persediaan



7)



Data pemakaian periode yang lalu



8)



Rencana pengembangan



Pengadaan Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui : 1. Pembelian : a)



Secara tender (oleh Panitia / Unit Layanan Pengadaan)



b)



Secara langsung dari pabrik/ distributor/ pedagang besar farmasi/ rekanan



2. Produksi/ pembuatan sediaan farmasi d.



Pengemasan / Produksi Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi : 1. Sediaan farmasi dengan formula khusus 2. Sediaan farmasi dengan harga murah 3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil 4. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran



e.



Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi: 1.



Pabrik harus memiliki Surat Ijin mengedarkan obat atau bahan habis pakai 166



2.



Barang harus bersumber dari distributor utama



3.



Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)



4.



Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin



5. f.



Expire date minimal 2 tahun



Penyimpanan Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan: 1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya 2. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya 3. Mudah tidaknya meledak/terbakar 4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan



g.



Pendistribusian Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan : a)



Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada



b)



Metode sentralisasi atau desentralisasi



c)



Sistem floor stock dan resep individu.



1. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumahsakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan dengan sistem peresepan per orang dan penyimpanan life saving yang tersimpan dalam Emergency Kit diruangan



2. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara 167



sentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotik Rumah Sakit dan penyimpanan floor stock di unit rawat jalan. 3. Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh: a. Apotik rumah sakit yang dibuka 24 jam b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi Sistem pelayanan distribusi :  Sistem resep perorangan  Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan/ pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi. h.



Penghapusan Perbekalan Farmasi Penghapusan perbekalan farmasi dilakukan terhadap obat yang sudah tidak memenuhi standar farmasi Rumah Sakit antara lain : 1. Obat sudah Kadaluwarsa 2. Obat yang sudah ditarik izin edarnya dari BPOM RI 3. Obat yang sudah Rusak Metode



yang



menggunakan



digunakan



dalam



penghapusan



incenerator



rumah



sakit.



obat



Penghapusan



adalah obat



dengan dilakukan



disaksikan kepala Instalasi dengan membuat berita acara yang isinya memuat keterangan : 1. Hari, tanggal dan lokasi pemusnahan 2. Petugas yang melakukan pemusnahan 3. Saksi – saksi 4. Nama obat 5. Bentuk sediaan 6. Jumlah Obat 7. Nomor Bets obat 8. Cara pemusnahan 9. Nama dan tanda tangan pihak yang memusnahkan dan saksi – saksi Kepala Instalasi farmasi melaporkan acara penghapusan obat kepada direktur rumah sakit setelah dilakukam pemusnahan obat. 168



B. PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM PENGGUNAAN OBAT DAN ALAT KESEHATAN Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Tujuan : a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi dirumah sakit b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional Kegiatan : a.



Telaah Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi : 1)



Nama, umur, jenis kelamin, tanggal lahir dan berat badan pasien



2)



Nama, nomor ijin paraf dokter



3)



Tanggal resep



Persyaratan farmasi meliputi : 1)



Bentuk dan kekuatan sediaan



2)



Dosis dan Jumlah obat



3)



Rute pemberian obat dengan resep



4)



Waktu dan frekuensi pemberian dengan resep



Persyaratan klinis meliputi : 1)



Tepat pasien



2)



Tepat obat



3)



Tepat dosis 169



4)



Tepat rute



5)



Tepat waktu



6)



Adanya duplikasi



7)



Alergi obat



8)



Interaksi obat



9)



Berat badan (pasien anak)



10) Kontraindikasi lainnya



b.



Dispensing Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan 1)



Mendapatkan dosis yang tepat dan aman



2)



Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan secara oral atau emperal



3)



Menurunkan total biaya obat



Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya: a)



Dispensing sediaan farmasi khusus -



Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi, merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukam oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.



-



Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril, melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.



b)



Dispensing sediaan farmasi berbahaya Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, 170



maupun



proses



pemberian



kepada



pasien



sampai



pembuangan



limbahnya. c.



Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan : 1)



Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.



2)



Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.



3)



Mengenal



semua



faktor



menimbulkan/mempengaruhi



timbulnya



yang Efek



mungkin Samping



dapat Obat



atau



mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat. Kegiatan : 1)



Menganalisa laporan Efek Samping Obat



2)



Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat



3)



Mengisi formulir Efek Samping Obat



4)



Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional



Faktor yang perlu diperhatikan :



d.



1)



Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat



2)



Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat



Pelayanan Informasi Obat Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan 1)



Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit.



171



2)



Menyediakan



informasi



untuk



membuat



kebijakan-kebijakan



yang



berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. 3)



Meningkatkan profesionalisme apoteker.



4)



Menunjang terapi obat yang rasional.



Kegiatan : 1)



Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif.



2)



Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.



3)



Membuat buletin, leaflet, label obat.



4)



Menyediakan



informasi



bagi



Komite/Panitia



Farmasi



dan



Terapi



sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. 5)



Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.



6)



Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya.



7)



Mengkoordinasi



penelitian



tentang



obat



dan



kegiatan



pelayanan



kefarmasian. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :



e.



1)



Sumber informasi obat



2)



Tempat



3)



Tenaga



4)



Perlengkapan



Konseling Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan



konseling



adalah



memberikan



pemahaman



yang



benar



mengenai obat kepadapasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan



obat,



efek



samping



obat,



tanda-tanda



toksisitas,



cara



penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.



172



Kegiatan : 1)



Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.



2)



Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question



3)



Apa yang dikatakan dokter mengenai obat



4)



Bagaimana cara pemakaian



5)



Efek yang diharapkan dari obat tersebut.



6)



Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat



7)



Verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.



Faktor yang perlu diperhatikan : 1)



2)



f.



Kriteria pasien : a)



Pasien rujukan dokter



b)



Pasien dengan penyakit kronis



c)



Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan polifarmasi



d)



Pasien geriatrik.



e)



Pasien pediatrik.



f)



Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas



Sarana dan Prasarana : a)



Ruangan khusus



b)



Kartu pasien/catatan konseling



Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah Melakukan Pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. Tujuan : 1)



Mengatur kadar obat dalam darah



2)



Memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat



Kegiatan : 1)



Memisahkan serum dan plasma



2)



Memeriksa kadar obat yang terkandung dalam plasma dengan menggunakan alat TDM



3)



Membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan



173



Faktor – faktor yang perlu diperhatikan :



g.



1)



Alat therapeutic drug monitor



2)



Reagen sesuai obat yang diperiksa



Ronde/Visite Pasien Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya ataupun secara mandiri. Tujuan : 1)



Pemilihan obat



2)



Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik



3)



Menilai kemajuan pasien.



4)



Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.



Kegiatan : 1)



Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien.



2)



Untuk pasien baru dirawat Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu



dan



memperkirakan



masalah



yang



mungkin



terjadi



(rekonsiliasi). 3)



Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar.



4)



Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk pemberian obat.



5)



Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan oleh setiap Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari pengulangan kunjungan.



Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : 1)



Pengetahuan cara berkomunikasi



2)



Memahami teknik edukasi



3)



Mencatat perkembangan pasien



4)



Sumber informasi penggunaan obat dapat menggunakan aplikasi Medscape.



h.



Pengkajian Penggunaan Obat



174



Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan : 1)



Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu.



2)



Membandingkan



pola



penggunaan



obat



pada



pelayanan



kesehatan/dokter satu dengan yang lain. 3)



Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik



4)



Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.



Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :



T.



1)



Indikator peresepan



2)



Indikator pelayanan



3)



Indikator fasilitas



PELAYANAN BEDAH A. Manajemen Preperatif Manajemen Kamar Operasi / Tempat Tindakan : 1. Tujuan Manajemen kamar operasi atau tempat tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan layanan penanganan pasien, meningkatkan kepuasan pasien, meningkatkan kepuasan tim bedah yang mencangkup di dalamnya dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat. 2. Mengatur Block Time secara efektif. Pengaturan ini dibuat dalam bentuk penyusunana jadwal setiap harinya bahwa pada periode waktu tertentu telah disiapkan kamar operasi atau ruang tindakan. Dalam periode waktu itu seseorang dokter bedah dapat melakukan operasi elektif atau emergensi, operasi singgkat maupun prosedur tindakan yang memakan waktu lama. Bila tim bedah tidak memenuhi jadwa tersebut, maka mereka akan kehilangan kesempatan penggunaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun block time: a. Tetapkan peraturan yang jelas dan adil. b. Atur penggunaan kamar operasi dalam sebuah guideline. c. Block time direview secara berkala setiap bulannya. d. Menambah aturan yang jelas mengenai pembatalan sebelumnya waktu operasi yang sudah dijadwalkan (hal ini dapat berbeda disesuaikam jenis operasi). Durasi operasi dapat diklasifikasi sebagai berikut: a. Emergensi : Prosedur yang mengancam atau tungkai dan harus selesai dikerjakan dalam 30 menit. b. Prioritas : Prosedur yang harus dikerjakan dalam 30 menit sampai 4 jam. 175



c. Urgent : Prosedur yang harus dikerjakan dalam 4 jam sampai 24 jam. d. Non-urgent : Prosedur yang bisa dikerjakan setelah 24 jam. Dalam kaitannya dengan kamar operasi yang diperuntukan untuk kejadian urgent, hanya kasus emergensi, prioritas, dan urgen yang diperkenankan menggunakan kamar tersebut. Untuk itu, petugas penjadwalan kamar operasi perlu dibekali pengetahuan khusus / pelatihan mengenai hal ini. 3. Mengatur Penjadwalan secara Efektif Jadwal sedapat mungkin diatur agar tidak penuh di awal minggu dan kosong di hari – hari berikutnya. Pemulangan pasien – pasien post operatif dikoordinasikan dengan dokternya agar tidak selalu menunggu waktu visit dokter. Hal ini dimaksudkan untuk mengidisienkan waktu perawatan pasien dan ranjang pasien tersebut depat secara dialokasikan untuk pasien lain yang dapat membutuhkan. Dalam hal terjadi banyak kasus urgent dalam waktu yang bersamaan, pasien diprioritaskan berdasarkan kegawatdaruratannya dan diopertimbangkan berdasarkan masing-masing keilmuan. Ada empat prinsip dalam menyususn perioritas pasien untuk kamar operasi, yaitu : keselamatan pasien, akses dokter bedah dan pasirn ketempat tindakn memaksimalkan efisensi kamar bedah, dan meminimalkan waktu tunggu pasien. Ada beberapa cara untuk memaksimalkan jadwal kamar operasi, anatar lain: a. Memungkinkan proses parelel, misalkan induksi enestesi dapat memulai dilakukan di kamar lain sementara menunggu proses pemindahan pasien sebelumnya keruang pemulihan. b. Menggunakan klinik preoperatif untuk memastikan pasien siap menjalankan operasi. c. Kerjasama yang baik dalam tim bedah. d. Memanfaatkan teknologi untuk menangani proses, misalnya tracking infrared, telefpon saluler, whiteboard elektrik, dan lain-lain. e. Om-time dalam memialai operasi. 4. Memonitor porforma kamar operasi / ruang tindakan Sebelum prosedur dimuali dilakukan persiapan ruangan, hal ini meliputi menciptakan lapangan steril, menyiapkan alat-alat dan memeriksa kelengkapan. a. Penciptaan lapangan kerja 1) Menempatkan duk steril dikelilingi situs operasi pada tempat alat-alat. 2) Semua personel harus mengenakan pakaian steril. 3) Hanya alat steril dan orang-orang yang telah steril yang dibolehkan memasuki ruangan steril. 4) Jangan mempatkan alat-alat stril didekat pintu yang terbuka. 5) Jendela harus ditutup, 6) Letakan alat steril hanya pada lapangan steril, 7) Pastikan tangan telah di scrub sebelum menyentuk alat steril. 8) Orang yang telah steril tidak dipekanankan menyentuh alat-alat tidak steril atau pergi ketempat yang tidak steril 9) Perlu diingat bahwa ujung kemasan dari alay-alat steril adalah tidak steril. 10) Perlu diingat bahwa sekali batas steril telat dilewati, hal ini telah dianggap terkontaminasi.



176



11) Jika ada keraguan tentang status sterilitas sesuatu alat atau area, harus dianggap telah terkontaminitasi. Persiapan alat : Ada empat tahap proses persiapan alat, yaitu : pencucian dan dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi dan penyimpanan atau perpindahan kelapangan stril. Ada beberapa jenis sterilisasi, yaitu menggunakan steam, ethylene oxide, ozone dan gas plasma. Persiapan perlengkapan anestesi : 1) 2) 3) 4) 5)



Mesin anestesi Obat – obatan anestesi Tensimeter, strtoskop, bedside monitor. Suction pump. Peralatan basik anestesi : stetoskop, laryngoskop, gudel / mayo, plester, endrotracheal tube, semua ukuran, introducer, suction.



Memastikan kualitas uadara dan ventilasi : 1) Ventilasi kamar operasi harus positive-pessure. 2) Udara harus masuk keruangan melalui exhaust air outlet dekat lantai yang bersebrangan dengan ventilasi masuk. 3) Mengatur agar sedikitnya terjadi 15 kali pertukaran udara per jamnya, dimana 3 diantarnya harus udara segar. 4) Penyaringan udara yang diresirkulasi dan uadara segar melalui filter yang baik dengan efisiensi minimum 90%. 5) Ruangan hanya diijinlan dibuka untuk perpindahan alat, personel tim bedah, dan pasien selebinya pintu dijaga agar selalu tertutup. Mengatur lalu – lintas Zona dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Unrestricted zone : hanya orang – orang yang berkepentingan boleh berada di zona ini, tetapi baju luar bisa diperbolehkan. 2) Semirestricted zone : zona ini adalah area yang berhubungan dengan kamar operasi (contohnya: lorong, kantor, kamar alat), oarang-orang yang berada disini harus mengenakan scrub dengan lengan panjang, penutup rambut dan sepatu bersih atau penutup sepatu. 3) Restricted zone : zona ini terdiri dari kamar operasi dan area cuci tangan, orang-orang yang memasuki zona ini harus mengenakan kostum bedah lengkap temasuk masker. Mereka yang tidak discrub harus mengenai jaket berlengan panjang lengan dengan kancing tertutup. Masker khusunya harus dikenakan diruangan dengan peralatan steril yang terbuka. Pastikan bahwa semua alat-alat yang diperlukan telah siap tersedia didalam kamar oerasi sebelum prosedur dimulai untuk meminimalkan lalulintas yang tidak perlu dari dan kedalam ruangan. B. Manajemen Pasien Beberapa poin dalam mengkaji faktor resiko pasien : 177



1. Alergi 2. Riwayat kesehatan sebelumnya (misalnya tekanan darah tinggi, asma, masalah jantung dan pernafasan). 3. Penggunaan tembakau (karena rokok meninggalkan resiko infeksi). 4. Penggunaan alohol dan narkotika. 5. Pengalaman pribadi pasien dengan sedasi dan anestesi sebelumnya. 6. Berat badan. 7. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini 8. Ada tindaknya risiko untuk anestesi dan sedasi. 9. Permintaan kusus dari pasien untuk jenis anestesi dan sedasi. 10. Kecemasan pasien 11. Delirum. 12. Status nutrisari. 13. Risiko potensial untuk deep vein thrombosis. Obat-obatan yang diberikan pada pasien harus dilabel mencangkp informasi seperti dibawah ini : 1. 2. 3. 4. 5.



Nama Kekuatan Jumlah/konsentrasi Tanggal kadaluarsa. Pelarut dan volumenya Tanggal diberikan.



C. Manajemen Time Bedah 1. Rekomendasi standar : a. Kostum bedah harus terbuat dari bahan yang ringan dan memungkinkan untuk bvernafas. Kostum tidak terbuat dari kapas karena kapas mudah terbakar dan memiliki bayak pori yang bisa dilewati mikrooeganisme. b. Sepatu proteksi harus tertutup bagian depannya, bertumit rendah, bersolanti selip, dan dibersihkan berkala. c. Sebelum memegang kostum bedah atau memasuki tempat kostum bedah, semua personel harus mencuci tangan dengan sabun dan air , antiseptik, dan air, atau antiseptic hand rub. d. Kostum bedag harus diganti setiap harinya atau setiap kali terkontaminasi atau basah. Bila kostum terdiri dari 2 bagian, atasan harus selalu dimasukan kedalam bawahan dan ukuran harus pas. e. Semua personel harus menutupi kepala dan rambut muka. f. Dalam kasus- kasus tertentu yang beresiko terciprat ( misalnya kasus trauma), tim bedah harus mengenakan alat-alat proteksi tambahan. g. Masker harus menutupi seluruh bagian ,ulut dan hidung. h. Kostum bedah harus dilaundry di fasilitas laundry yang terakreditasi. i. Seluruh personel harus menerima edukasi dan pengarahan perihal kostum bedah ini. 2. Beberapa prinsip penggunaan sarung tangan: a. Sarung tangan harus menjadi barrie yang efektif terhadap material infeksinus, termasuk darah dan cairan tubuh. b. Sarung tangan harus diganti setiap habis kontak dengan pasien atau setiap sarung tangan tersebut rusak. c. Sarung tangan tidak boleh dicuci atau direuse. d. Untuk prosedur invasif, tenaga kesehatan harus memakai dua lapis sarung tangan, satu diatas yang lain. 178



3. Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Sugery Beberapa hal yang berpotensi untuk kekeliruan untuk wrong sugery. a. Lebih dari satu dokter bedah terlibat. b. Dilakukan lebih dari satu prosedur. c. Pasien memiliki beberapa karakteristik khusus, seperti defomitas fisik atau obesitas masif. d. Ada nenerapa pasien yang memiliki nama yang atau prosedur yang sama atau diwaktu yang bersamaan. 4. Tiga komponen penting protokol, yaitu : a. Proses verifikasi b. Mengenai lokasi yang akan dilakukan operasi c. Time out. 5. Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan : a. Kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung operasi ceasar), b. Kasus intervensi seperti kateter jantung. c. Kasus yang melibatkan gigi. d. Prosedur yang melibatkan bayi prematur dimana penandaan akan menyebabkan tato permanen. Dalam kasus-kasus dimana tidak dilakukan penandaan, alasan harus dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Sedapat mungkin penandaan harus melibatkan pasien untuk menghindarkan kekeliruan. Harus melibatkan pasien untuk menghindarkan kekeliruan. Meskipun jarang, pasien boleh menolak penandaan setelah dijelaskan maksud dan tujuannya. Penandaan harus dibuat menggunakan surgical marking pen yang tidak hilang bila dicuci saat preparasi lapangan operasi. Untuk pasien dengan warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (biru tua) agar penandaan jelas terlihat, misalnya warna merah. Pada kasuskasus seperti operasi spinal, dapat dilakukan proses dua tahap yang meliputi penandaan preoperatif per level spinal (yang akan dioperasi) dan interspace spesifik intraoperatif menggunakan radiographic marking. Jika terdapat beberapa prosedur dalam satu operasi, maka time-out harus dilakukan sebelum prosedur. Apabila terjadi diskrepansi, prosedur tidak boleh dimulai sebelum tercapai kata sepakat oleh semua anggota tim (dalam time-out) atau sebelum semua pwrtanyaan atau masalah terjawab. Time-out ini harus terdokumentasikan, minimal terbentuk suatu pernyataan bahwa time-out telah dilakukan dan tercapai kata sepakat. Self-Assessment Checklis: Penjadwalan: 1. Apakah fasilitas anda telah memiliki kebijakan atau prosedur untuk varifikasi deskripsi prosedur (termasuk sisi yang akan dioperasi), setelah ada permintaan untuk menjadwalkan operasi? a. Ya b. Tidak 2. Jika iya, apakah formulir tersebut mencangkup varifikasi deskripsi prosedur dan sisi yang akan dioperasi / situs (jika memungkinkan)? a. Ya b. Tidak 179



Consent: 3. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan doter bedah untuk memdapatkan consent untuk operasi dari pasien atau wali yang sah sebelum atau pada saat penjadwalan operasi ? a. Ya b. Tidak 4. Apakah kebijakan atau prosedur anda mengharuskan consent operasi tersebut mencangkup : a. Nama pasien yang benar b. Deskripsi yang benar tentang prosedur c. Sisi atau situs yang sesuai (jika mmungkinkan) Verifikasi Preoperatif 5. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan bahwa pasien di jelaskan sebagai bagian dari persiapan preoperatif mereka, bahwa semua tenaga kesehatan memverifikasi informasu berikut ini: a. Nama b. Prosedur c. Sisis atau situs (jika memungkinkan) 6. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengahruskan bahwa verifikasi dan rekonsiliasi penjadwalan, consent, dan riwayat penyakit, serta pemeriksaan fisik dilakukan pada waktu-waktu dibawah ini? a. Saat operasi dijadwalkan b. Saat pemeriksaa pre-admision c. Sebelum pasien tiba diarea preoperatif. d. Sebelum kamar operasi disiapkan untuk prosedur ini. e. Sebelum pasien meninggalkan area preoperatif atau memasuki kamar operasi. 7. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan penggunaan checklist terstandardisasi sebelum lhari operasi untuk dokumentasi verifikasi preoperasi dan rekonsilasi ? a. Ya b. Tidak Jika iya, apakah checklist terstandardisasi tersebut meliputi verifikasi menggunakan item dibawah ini: a. Jadwal b. Consent c. Riwayat penyakit dan pemeriksa fisik 8. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan bahwa verifikasi dan rekonsiliasi pada hari operasi meliputi hal dibawah ini: a. Jawal b. Consent c. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik d. Laporan patologi, radiologi (jika memungkinkan) e. Pasien atau wali yang sah mengerti prosedur tersebut 180



9. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan bahwa varifikasi dan rekonsiliasi dilakukan secara terpisah oleh sekurang-kurangnya dua tenaga kesehatan ? a. Ya b. Tidak 10. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda menetukan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab melakukan verifikasi dan rekonsiliasi ? a. Ya b. Tidak 11. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda menetukan tenaga kesehatan yang mana (dari dibawah ini) yang bertugas memberikan verifikasi dan rekonsiliasi : a. Perawat preoperatif b. Tenaga anestesi c. Dokter bedah (operator) d. Circulating nurse 12. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengahruskan bila ada ketidaksesuaian (diskrepansi) pada catatan pre operasi, catatan tersebut harus direview sebelum pasien memasuki kamar operasi ? a. Ya b. Tidak Bila iya, apakah review tersebut mencangkup : a. Jadwal b. Consent c. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik d. Laporan patologi, laporan radiologi (jika memungkinkan) e. Catatan kantor 13. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan bahwa dokter bedah adalah yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan ketidaksesuaian pada revie verifikasi catatan preoperatif ? a. Ya b. Tidak 14. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan : a. Situs atau bagian tubuh yang aknadi operasi ditandai setelah rekonsilasi semua catatan yang relevan. b. situs atau bagian tubuh yang akan dioperasi ditandai setelah pasien atau walinya yang sah mengerti penjelasan mengenai prosedur yang dilakukan. c. Situs atau bagian tubuh yang akan dioperasi ditandai oleh dokter bedah d. Situs atau bagian tubuh yang akan dioperasi ditandai oleh perawat preoperatif. 15. Bila kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan dokter bedah memverifikasi ketetapan penandaan, apakah dokter bedah tersebut diharuskan memverifikasi dengan : a. Pasien yang dasar atau walinya mengerti tentang prosedurnya. b. Consent c. Jadwal 181



d. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik e. Laporan patologi, radiologi (jika memungkinkan) 16. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan bahwa penandaan dilakukan sebelum penggunaaan anestesi lokal maupun regional ? a. Ya b. Tidak 17. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan tenaga kesehatan yang bertanggung jawab melakukan penandaan telah menerima intruksi tentang bagaimana melakukan penandaan tersebut ? a. Ya b. Tidak Bila iya, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan intruksi tersebut meliputi : a. Penandaan hanya di situs tersebut b. Penandaan tidak boleh ambigu c. Penadaan menggunakan marker yang cukup permanen d. Penandaan harus dilihat setiap saat, termasuk : 1) Setelah memposisikan pasien di meja operasi 2) Setelah prepping situs operasi 3) Setelah draping pasien 4) Selama final time out 18. Apakah fasilitas anda memiliki kebijakan atau prosedur pada keadaan dimana pasien menolak penandaan dilakukan ? a. Ya b. Tidak Time Out : 19. Apakah kebijakan fasilitas anda atau aprosedur anda mengharuskan dokter anestesi ikut serta dalam time ouy, bersama perawat, sebelum memberikan anestesi regional maupun lokal kepada pasien ? a. Ya b. Tidak Jika iya, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan dokter anestesi mencek penandaan tersebut sebagai bagian verifikasi formal time out? a. Ya b. Tidak 20. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan dokter bedah memimpin briefing preoperatif sebelum melakukan penanganan pasien di kamar operasi ? a. Ya b. Tidak 21. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan dilakukannya verifikasi final time out yang melibatkan seluruh anggota tim bedah, setelah prepping dan draping sebelum memulai prosedur ? a. Ya b. Tidak



182



Jika iya, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan dokter bedah memastikan bahwa setiap anggota time bedah angkat bicara bila pengertian mereka tentang situasinya berbeda dari aoa yang ditanyakan saat time out ? a. Iya b. Tidak Jika iya, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengaharuskan bahwa verifikasi final time out mencangkup prosedur sekunder dan situs (lokasi)nya, ketika lebih dari satu prosedur dilakukan di situs tersebut atau dilakukan prosedur dibeberapa situs ? a. Ya b. Tidak 22. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda menentukan siapa yang bertanggung jawab auntuk memimpin verifikasi final time out ? a. Ya b. Tidak Jika iya, siapa yang ditunjuk ? a. Circulating nurse b. Tenaga anestesi c. Dokter bedah d. Lainnya (sebutkan) 23. Jika orang yang ditunjuk bukan dokter bedah, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengaharuskan hal-hal dibawah ini selama verifikasi final time out : a. Dokter bedah memiliki kesempatan untuk consent b. Dokter bedah menyatakan nama pasien yang benar, prosedur, situs, dan sisi yang sesuai c. Ketepatan pernyatan dokter bedah diverifikasi oleh konfirmasi orang lain yang ditunjuk menggunakan informasi dari jadwal, consent, riwayat, pemeriksaan fisik, dan penandaan 24. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan bahwa selama time out, semua aktivitas dihentikan, kecuali bantuan pernapasan ? a. Ya b. Tidak 25. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengaharuskan bahwa bila pasien direposisi dikamar operasi, lokasi dari situs operasi dicek kembali oleh setiap anggota tim bedah ? a. Ya b. Tidak 26. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mencatat bila pasien memiliki lebih dari datu prosedur yang akan dilakukan ? a. Ya b. Tidak Bila iya, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan: 183



a. Verifikasi terpisah dilakukan untuk prosedur yang berbeda b. Penandaan dilakukan untuk masing-masing prosedur yang berbeda c. Time out yang berbeda dilakukan untuk prosedur yang berbeda 27. Ketikan operasi akan dilakukan pada level vertebra tertentu atau iga, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan : a. Vertebra target atau iga ditandai oleh market radioopak oleh dokter bedah b. Vertebra atau iga tersebut diverifikasi oleh fluoroskopi sebelum atrukturnya ditindak. Pengambilan spesimen : 28. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan indetifikasi spesimen diverifikasi ? a. Ya b. Tidak Bila iya apakah kebijakan fasilitas anda atau mengaharuskan verifikasi tersebut mencangkup :



prosedur



anda



a. Dokter bedah b. Teknisi bedah c. Perawat bedah Bila iya, apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan bahwa verifikasi tersebut mencangkup : a. Nama pasien b. Tipe jaringan c. Lokasi spesifik dari spesimen, termasuk sisi ( jika memungkinkan ) Setelah Prosedur Selesai : 29. Apakah kebijakan fasilitas anda atau prosedur anda mengharuskan pemindahan semua informasi catatan pasien dari ruangan setelah pasien meninggalkan ruang operasi dan sebelum pasien berikutnya tiba ? a. Ya b. Tidak D. Manajemen Intraoperatif : 1. Monitor pasien 2. Monitoring Anestesi dan sedasi Hal – hal yang harus diperhatikan oleh time bedah : 1. Mengkomunikasikan risiko sebelum memulai prosedur 2. Memastikan kompetensi yang meliputi : memasukan obat sesuai level anestesi yang diminta, memonitor pasien untuk mempertahanklan level anestesinya, memberhentikan anestesi dan menyelamatkan pasien jika meraka mesuk ‘terlalu dalam’ 3. Menyiapakn obat – obatan emergensi dan antidotum 4. Mempersiapkan efek – efek samping obat (medication error) 5. Memantau tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan ritme, frekuensi pernafasan, siturasi oksigen, akses intravena yang adekuat, nyeri) 184



6. Mempertimbangkan pemanfaatan teknologi untuk teknik anestesi 7. Menggunakan mnemonic : a. C irculation, capnograph, color (saturasi) b. O ksigen c. V entilasi dan vapotisasi d. E ndotracheal tube. e. R eview monitor dan peralatan f. A irway g. B reathing h. C irculation i. D rugs j. A wareness k. S wift check (pasien, dokter bedah, proses dan repons) 8. Awareness anestesi : kasus – kasus dimana pasien bangun di tengah anestesi (intraoperatif) : a. Mengindetifikasi pasien- pasien berisiko b. Perawatan peralatan c. Monitoring pasien Memasukan Obat Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko : 1. 2. 3. 4.



Mengindetifikasi pasien dan mengkomfirmasi alergi obat yang dimiliki Memverifikasi obat sebelum pemberian obat Menggunakan perintah verbal tersruktur Mengindetifikasi penggunaan obat – obatan high-alert : a. Menstandardisasi preparasi obat – obat yang di larutkan agar siap digunakan b. Menghindari pelarutan obat dilapangan operasi, pelarutan obat-obatan sebisa mungkin digunakan oleh apoteker terdaftar c. Memungkinkan hanya larutan premixed d. Klinis di ruang operasi harus mengkomunikasikan semua dosis obat yang akan dimasukkan dan mengklarifikasi dosis maksimal dengan dokter anestesi dan dokter bedah e. Mengedukasi perawat dan anggota lain yang bekerja di ruang operasi tentang penanganan dan pemberian obat-obat high-alert f. Mengkaji dan memvalidasi kompetansi klinis tentang penggunaan dan pemberian obat-obat high alert



Hal – hal lain yang perlu dimonitor secara ketat selama operasi : 1. Kadar glukosa 2. Sehu tubuh 3. Penggunaan darah Menghindari masalah dalam Ruang Operasi Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk mengindari masalah dalam ruang operasi : 1. Meminimalkan distraction dan interrupsi 2. Mencegah trauma benda tajam: a. Keselamatan alat (skalpel yang terlindung, jarum berujung tumpul, dll) b. Keselamatan teknik : 185



1) Menggunakan zona netral dimana benda-benda tajam ditempatkan tanpa kontak tangan 2) Menggunakan teknik tanpa sentuh 3) Menggunakan sarung tangan dua rangkap 4) Mempertimbangkan penggunaan sarung tangan anti-robek 5) Mengganti sarung tangan bedah dengan rutin 6) Menggunakan teknik jahit yang mencegah trauma 7) Sebisa mungkin menghindari lapangan bedah ketika dokter bedah memotong dan menjahit 8) Memakai alas kaki yang terlindungi c. Program kontrol pajanan d. Program edukasi 3. Mencegah tertinggalnya benda – benda didalam luka operasi dengan metode penghitungan alat-alat 4. Menangani spesimen secara benar (meliputi kontainer dan alat pengambilan spesimen, indentifikasi spesimen, labeling, transportasi spesimen, komunikasi, pembangunan spesimen) 5. Mencegah kebakaran a. Persiapan pasien b. Penggunanaan alay-alat secara aman c. Persiapan alat-alat d. Membatasi bahan – bahan yang mudah terbakar e. Mengontrol oksigen f. Membagi tugas di antara anggota tim bedah mengenai penvegahan kebakaran g. Komunikasi efektif dan kerja tim h. Merespon bila terjadi kebakaran : 1) Bagaimana memadamkan api secapatnya 2) Banagaimana memnangani pasien 3) Bagaimana memindahkan pasien secara aman 4) Bagaimana evakuasi ruangan operasi secara aman 5) Bagaimana mengaktivasi sistem keamanan kebakaran 6) Bagaimana mencegah penyebaran asap 7) Bagaimana menemukan dan menggunakan alat pemadam kebakaran 8) Bagaimana peran tim pemadam kebakaran dari luar E. Manajemen Post-Operatif Membersihkan Linkungan Operasi Hal – hal yang perlu diperhatikan terkai opembersihan lingkungan operasi : 1.



Pembuangan sisa – sisa bekas operasi a. Sisa patologi manusia yang meliputi jaringan, organ, bagian tubuh, dan cairan b. Darah manusia dan komponen darah yang meliputi serum, plasma, dan komponen darah c. Benda tajam d. Sisa – sisa alat untuk benda yang terkontaminasi pasien e. Benda – benda tajam yang tidak terpakai



186



Ketika menangani sisa – sisa berkas operasi, petugas yang mengumpulkan termasuk petugas kebersihan harus memakai alat pelindung diri untuk mencegah pajanan. Setelah sisa-sisa tersebut terkumpul, harus ditranpor ke area penyimpanan yang sesuai. Selama transpor harus diperhatikan bahwa benda terkontaminasi tidak kontak dengan alat streril. Untuk mencegah penyebaran infeksi, kereta pembawanya harus dibersihkan dan didesinfeksi sesuai jadwal. 2.



Transportasi laundry tyerkontaminasi Sebelum membersihkan ruangan, linen kotor harus diangkat terlebih dahulu. Tekstil, linen, dan kain terkontaminasi harus di pindahkan dengan kontakseminimal mungkin dengan udara, permukaan, harus dipastikan benda tajam dan barang nonlaundry lainnya telah dipisahkan untuk memastikan keamanan transportasi dan trauma benda tajam . dalam melipat linen, pastikan bagian terkontaminasi benda di tengah sehingga begian yang bersih berperan sebagai barrier terhadap bagian yang kotor. Laundry terkontaminasi di tempatkan di kontainer berwarna merah atau yang bertanda biohazard. Laundry yang basah harus ditempatkan di kantong-kantong yang anti bocor. Dalam tranportasi, personel laundry tidak boleh memegang kontong berisi laundry terkontaminasi dengan tubuhnya atau meremas kantongnya untuk mencegah tetusuk jarum atau benda tajam lain yang yanpa sengaja tertinggal.



3.



Membersihakan area operasi a. Kamar operasi minimal harus dibersihkan setiasp 24 jam bila tidak ada kegiatan atau ruanagn tidak terpakai b. Bila area terkontaminasi, maka kontaminasi harus dibersihkan/diangkat terlebih dahulu baru area dibersihkan dengan desinfekta karena banyak kontaminan menginaktivikasi desikfektan c. Bila kontaminasi basah, luas, dan infeksius, maka harus diletakan kain yang bisa menyerap cairan dan desinfektan dituang ke atas lain tersebut sa,pai semuanya basah terendam. Dapat juga digunakan bubuk penyerap yang memadatkan cairan d. Bahan desinfektan terhadap darah dan cairan tubuh yang direkomedasikan adalah yang efektif terhadap virus hepatitis B dan HIV, tuberkulosis, dan yang cocok untuk segala jenis segala permukaan, misalnya berpori maupun non-pori e. Debu harus ditangani dengan menggunakan kain khasus debu atau alat pel yang mencegah terbangnya debu. Untuk area yang lebih tinggi dari bahu, petugas kebersihan harus menggunakan alat yang khususnya didesain untuk permukaan tinggi. Alat pembersih debu tidak boleh digoyanggoyangkan karena spora jemur bisa berterbangan diudara f. Untuk mengindari terpeleset atau tersandung, ada beberapa hal yang harus di perhatikan : 1) Area yang licin harus ditutup untuk sementara untuk semua karyawan, kecuali petugas kebersihan 2) Tutup pintu dan tempatkan tanda dilarang masuk 3) Mulai dari area yang paling bersih kearea yang paling kotor 4) Gunakan wax atau alas bergerigi untuk menciptakan permukaan anti slip



187



5)



Pindahkan penghalang atau tanda-tanda dilarang masuk hanya setelah lantai kering sempurna 6) Tim bedah harus menggunakan alas kaki anti slip 7) Kaset harus tahan slip dan bila kaset tersaturasi oleh cairan, harus segera diganti 8) Pastikan kabel-kabel tidak melintang di tengah jaln. Kabel harus dibundel sebaiknya di langit-langit jika memu gkinkan 9) Alat-alat dan monitor haru s ditempatkan sedemikian rupa dengan demikian rupa sehingga akses jalan tidak terhalang dan lantai dapat terlihat 10) Pencahayaan harus diatur dengan baik agar dapat melihat dengan jelas di dalam ruang operasi Postoperative Care 1. 2.



3.



4.



5.



Melakukan asesment Keperawatan Pasca Bedah Mengkaji status mental pasien, dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pasien : a. Tanggal hari ini b. Hari apa hari ini c. Nama tempat ia berada saat ini d. Nomor teleponnya e. Nama jalan tempat tinggalnya f. Berapa umurnya g. Kapan ia dilahirkan h. Siapa nama gadis ibu kandungnya i. Berapa ahsil 20 di kurang 3, lalu hasilnya di kurang 3 lagi, dst samapai beberapa kali Mengkaji status fisik pasien, dapat dilakukan dengan memeriksa tanda vital, derajat nyeri, adanya pembengkakan, fungsi respirasi, drainage luka, efek samping anestesi, atau deep vein thrombosis Mengkaji obat – obatan yang di butuhkan , hal ini meliputi obat-obatan apa yang harus diteruskan dari operasi, atau nama yang harus distop atau obatobatan baru, termasuk darah dan komponen-komponen darah yang diperlukan. Peresepan dan pemberian obat-obatan tersebut harus dicatat dnegan baik sesuaai urutannya, semua perintah verbal diulang kembali, dan dilabel secara benar. Dapat dipikirkan pemanfaatan teknologi komputer untuk pendokumentasian maupun pengingat Mencegah infeksi (khususnya dari surgical site, ketetr urin, dan akses intravena) a. Monitor ketat suhu tubuh dan kadar glukosa darah untuk mengurangi resiko infeksi postoperatif dari surgical site b. Gunakan kateter urin hanya bila diperlukan c. Kurangi waktu penggunaan kateter urin, kateter harus sering diganti secara berkala d. Gunakan teknik yang benar untuk untuk insersi dan perawatan e. Catat semua penggunaan kateter urin f. Berikut ini contoh checklist untuk insersi akses sentral



Checklist untuk akses vena sentral



188



Tipe kateter : o Arrow o Cook antibiotic coated Apakah ini adalah akses baru : o Ya o Tidak



Prosedur ini : o Elektif o Emergensi Lokasi : o IGD o Kamar operasi o Ruang rawat Sebelum Tindakan Sebelum melakukan prosedur apakah petugas kesehatan melakukan : procedural pause : o Ya o Tidak Konfirmasi identitas pasien 2 kali : o Ya o Ya setalah diingatkan Mengumumkan prosedur yang akan dilakukan : o Ya o Ya setalah diingatkan Menandai tempat akan dipasangnya : o Ya o Ya setelah diingatkan Mencuci tangan (tanyakan bila ragu) : o Ya o Ya setelah diingatkan Menggunakan drape besar untuk cover pasien secara steril : 189



o Ya o Ya setelah diingatkan



Selama melakukan prosedur apakah petugas kesehatan melakukan : Mengenakn sarung tangan steril selama memasang kateter: o Ya o Ya setelah diingatkan Mengenakan topi, masker, dan gaun steril : o Ya o Ya setelah diingatkan Apakah semua dokter anestesi, dokter dan perawat melakukan precaution yang sama (cuci tangan, masker, sarung tangan, gaun ) : o Ya o Ya setelah diingatkan Apakah semua staf dan pasien di ruangan yang sama memakai masker : o Ya o Ya setelah diingatkan Setelah Tindakan Usai melakukan prosedur, apakah dressing menggunakan teknik steril : o Ya o Ya setelah diingatkan Apakah dressing dicatat tanggalnya : o Ya o Ya setalah diingatkan



Proses Pemulangan Pasien Beberapa poin kunci dalam pemulangan pasien : 1. Komunikasi sedini mungkin dan sering mungkin dan sesering mungkin dengan pasien 2. Koordinasi proses pemulangan (bukan hanya di hari terakhir, tetapi selama perawatan di rumah sakit) 3. Mengatur proses secara sistematik 4. Melibatkan pasien dalam proses perencanaan pemulangan 5. Edukasi pasien dan keluarganya 6. Berbagi sumber dengan pasien, misalnya tentang layanan rendah pemesanan makanan dan transportasi di komonitas 190



7. Membuat perjanjian dengan pasien dan keluarganya, bila memungkinkan, untuk follow up. Berikan catatan berisi nama, alamat, dan telapon yang bisa di hubungi 8. Rekonsiliasi pengobatan, lakukan double-check untuk obat-obat yang akan ia konsumsi di rumah, daftar tersebut harus mencangkup deskripsi obat, indikasi, dosis, jadwal pemberian, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Hal ini, bersama dengan pengertian pasien harus selalu rekonfirmasi oleh tenaga kesehatan. Pasien dia jurkan untuk selalu membawa dafar obatnya, termasuk ketika kontrol berobat 9. Kolaborasi dengan pelayanan komunitas Summary pemulangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



Diagnosis utama dan tambahan Riwayat pengobatan yang temuan fisik yang menunjang Tanggal operasi atau tindakan invansif dan perawatan Prosedur yang dilakukan Hasil prosedur dan hasil laboratoraturium yang dilakukan Rekomendasi konsultan subspesialis Informasi yang diberikan kepada pasien dan keluarganya Kondisipasien dan status fungsional saat pemulangan] Obat – obat yang diberikan setelah pulang Alasan penggantian obat Janji untuk follow up Hasil tes yang masih menggu saat pemulangan Deail mengenai rencana follow up Nama dan kontak dokter bedah yang bertanggung jawab



Kesimpulan : Sebuah Prinsip Pelayanan Bedah 1) 2)



Tim bedah mengoperasi pasien yang benar pada lokasi tubuh (situs) yang tepat Tim bedah mengguanakn cara – cara yang tepat untuk mencegah hal – hal yang membahayakan yang di akibatkan pengguna anestesi dalam melindungi pasien dari nyeri 3) Tim bedah mengenai terhadap keadaan-keadaan jalan napas atau fungsi respirasi meng mengancam nyawa 4) Tim bedah mengenali dan siap secara resiko pasien kehilangan darah masif 5) Tim bedah menghindari mencetuskan reaksi alergi atau efek samping obat mana pasien telah diketahui memiliki risiko 6) Tim bedah secara konsisten menggunakan cara-cara yang tepatuntukmeminimalisasi risiko infeksi di lokasi/lapangan operas 7) Tim bedah mencegah ketidaksengajaan meninggalkan kessa atau instrumen bedah di dalam lupa operasi 8) Tim bedah mengamankan dan mengindetifikasi secara akurat seperti semestinya bedah 9) Tim bedah mengkomunikasikan secara efektif segala informasi penting yang diperlukan demi keamanan penangan operasi 10) Rumah sakit dan sistem kesehatan menetapkan sulveilans rutin tentang surgica; capacity, volume, dan results Prinsip pertama 191



1.



2.



3.



Mengindetifikasi pasien dengan sendiri (atau caregiver), label dan informed consent (tidak hanya nama, ttapi juga tanggal lahir, alamat, dan nomor induk pasien), bagian (sisi) tubuh yang akan dioperasi, dan mencek rekam medis pasien dan hasil radiologi  Identifikasi silakukan ketika prosedur akan di jadwalkan, ketika perawatan pasien dipindah tangankan / ditransfer, sebelum pasien memasuki kamar operasi / tindakan, dan sebelum dilakukan induksi anestesi Menabdai bagian tubuh (sisi) yang akan di operasi a. Penandaan harus dilakukan oleh dokter bedah atau diwakilkan oleh orang yang pasti hadir dalam ruang operasi saat insisi b. Penadaan harus dilakukan saat pasien sadar agar pasien bisa dilibatkan untuk komfirmasi atau jika tidak memungkinkan dapat diwakilkan oleh caregiver c. Penandaan harus jelas dengan spidol/ penandaan permanaen, bisa dengan anak panah dengan ujung mengarah pada titil yang akan dioperasi atau dengan memberikan inisial/tandatangan dokter bedahnya Melakukan time-out atau surgical pause saat sebelum inisial  Dokter bedah menyatakan dengan jelas nama pasien, jenis operasi yang akan dilakukan, dan sisi lokasi yang akan dioperasi. Perawat dan penata/dokter anestesi harus mengkomfirmasi bahwa informasi yang dinyatakan benar.



Prinsip Kedua 1.



2.



3. 4.



5.



Penata / dokter anestesi mengecek kelengkapan peralatan anestesi yang meliputi : a. Mesin atau apparatus yang mensuplai gas, uap, anestesi lokal, atau intravena untuk menginduksi maupun mempertahankan anestesi b. Alat-alat yang diperlukan untuk patensi jalan napas c. Mesin monitor yang diperlukan untuk evaluasi kontinyu pasien Pencetakan ini dilakukan setiap harinya di awal hari operasi, sebelum melakukan setiap tindakan anestesi, dan setelah setiap adanya perbaikan atau pemeliharaan, atau setiap pembelian alat baru Penata / dokter anestesi memastikan oksimeter denyut sudah terpasang dengan baik pada pasien Penyediaan suplai dan pemeliharaan mesin, perlengkapan mesin, perlengkapan anestesi, dan obat-obatan anestesi adalah tanggung jawab pihak manajemen rumah sakit Penata/dokter anestesi dipastikan sudah mengisi checklist dibawah ini



Figure 2.1 – Propcsed list of anaesthesia safety checks before any anaesthetic Patient name



Number



Date of birth



Procedure



Site 192



Check patient risk factors (if yes – circle and annotate) ASA 1 2 3 4 5 E



Check resources



Present and functioning



Airway -Masks -Airways -Laryngosoopes (working) -Tupes -Bougies Breathing -Leaks(a fresh gas fow of 300ml/min maintains a pressure of>30 cm H2O) - Soda lime)colour,if present) -Circle system (two-bag test,if present)



Airway (Mallampati classification)



Class1 Class2 Class3 Class4 Aspiration risk ? Allergies Abnormal investigations?



No No No



Medications? Co-Morbidities?



No No



suCtion Drugs and devices -Oxygen cyinder (full and off) -Vaporizers (full and seated) -Drips (intravencus secure) -Drug (labelled,tctal intravenous anaesthesia connected) -Blood and fluids available -Monitor alarms on -Humidifiers, warrnes and the momecers Emergency -Assistant -Adrenaline -Suxamethonum -Self-irfiating bag Tilting table



Prinsip Ketiga 1. 2. 3.



Semua pasien harus dievaluasi jalan napasnya sebelum induksi anestesi, untuk menilai potensial bahaya Panata / dokter anestesi harus memiliki strategi penanganan jalan napas dan siap melakukannya pada saat-saat yang diperlukan Apabila ditemukan kasus sulit jalan napas, harus tersedia asisten (atau orang kedua) untuk segera membantu dan harus selalu ada rencana back up, seperti anestesi regional atau intubasi sadar di bawah pengaruh anestesi lokal



193



4.



5.



6.



Seluruh penata/dokter anestesi harus terus mempertahankan dan meningkatkan kemampuannya dalam hal tata laksana jalan napas, terutama untuk kasus-kasus sulit Setelah intubasi, penata/dokter anestesi harus selalu mencek penempatan ETT dnegan mendengarkan suara napas yang simetris dan ventilasi lambang, serta memantau oksigenasi pasien dengan oksimeter denyut Pasien yang akan menjalani operasi elektif harus d puasakan dan untuk pasien berisiko aspirasi harus diberikan obat untuk mengurangi sekresi lambang dan meningkatkan pH



Prinsip Keempat 1.



2.



3.



Sebelum induksi anestesi, penata/dokter anestesi harus mempertimbangkan kemungkinana kehilangan darah masif dan bila hal itu termasuk berisiko, harus dipersiapkan secara matang. Bila risiko tidak diketahui, penata/dokter anestesi harus mengkomunikasikan hal ini dengan dokter bedah sehubungan dengan kemungkinan terjadinya Sebelum insis kulit, tim bedah harusmendiskusikan tentang risiko kehilngan darah masif ini da memastikan akses intavena yang adekuat untuk mengatasinya Seorang anggota dari tim bedah sebaiknya mengkomfirmasi ketersediaan darah jika sewaktu-waktu diperlukan selama operasi berlangsung



Prinsip Kelima 1. 2. 3. 4.



5.



6.



7.



Penata/dokter anestesi harus sepenuhnya memahami farmakologi obat-obatan yang ia berikan, termasuk toksisitasnya Setiap pasien yang akan diberikan obat, sebelumnya harus diindefikasi secara jelas dan eksplisit oleh orang yang akan memberikan obat Indetifikasi meliputi riwayat penggunaan obat yang jelas, informasi mengenai dan reaksi hipersensitivitas lainnya Obat-obatan harusberlabel (mencangkup nam obat, konsentrasi, tanggal kadaluarsanya) dan harus diperiksa kesesuaiannya dengan cek ulang sebelum pemberian, terlebih yang akan dimasukan kedalam jarum suntik Sebelum setiap pemberian obat, harus dikomunikasikan agar terjadi kesesuaian pemahaman mengenai indikasi, kontraindikasi, dan informasi lainnya yang relevan Harus diperhatikan tidak ada kesalahan pemberian obat baik karena tertukar atau nama yang mirip atau kemasaan yang serupa. Obat-obatn yang berbahaya sebaiknya dipisahkan tempat penyimpanannya dan disususn secara sistematik Setiap kesalahan pemberian obat yang terjadi selama anestesi harus dilaporkan dan dibahas



Prinsip Keenam Table ii.6.9 – Current recommendations of agents for surgical prophylaxis Procedur Colectomy



Agents Cefotetan, cefoxitin, cefazolin plus metronidazole, ampicillin/sulbactam or 194



Other gastrointestinal surgery Hysterectomy Vascular and cardiac surgery Total joint replacement



ertapenem; metronidazole combined with an aminoglycoside, a quinolone or trimethroprim/sulfamethoxazole, or clindamycin comblined with an aminoglycoside, a quinolone, aztreonam or trimethroprim/sulfamethoxazole2 Cefotetan, cefocitin, cefazolin of cefuroximeb Cefotetan, cefocitin, cefazolin of cefuroxime,, cefazolin plus metronidazole Cefazolin or cefuroxime, penicillinaseresistent penicillins such as oxacillin and cloxacillin, of vancomycin or clindarnycin Cefazolin or cefuroxime or a penicillinase – resistant penicillin



1.



Antibiotik profilaksis harus diberikan secara rutin pada kasus bedah yang memiliki kemungkinan terkontaminasi dan dipertimbangkan pada kasus bedah tanpa kontaminasi 2. Pemberian antibiotik profilaksi dalam kurun waktu 1 jam sebelum insis dilakukan dan diberikan dalam dosis yang disesuaikan untuk patogen yang biasa mengkontaminasi prosedur tersebut 3. Sebeluminsisi kulit, tim bedah harus mengkonfirmasi pemberian antibiotik profilaksis tersebut sudah dilakukan pada 1 jam sebelumnya. Untuk pemberian vancomycin, infus harus sudah selesai/rampung sekung-kurangnya 1 jam sebelum insisi dilakukan 4. Harus ada sistem sterilisasi rutin untuk semua peralatan bedah dengan indikator yang dapat diperiksa sebelum alat-alat diletakkan pada tempat-tempat steril 5. Sebelum dilakukan induksi anestesi, perawat yang bertanggung jawab untuk menyiapkan tempat alat-alat bedah harus mengkomfirmasi sterilitas alat-alat dengan mengevaluasi indikator dan harus memberitahukan kepada dokter bedah dan penata/dokter anestesi bila terjadi masalah 6. Pemberian dosis ulang antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan bila prosedur bedah memerlukan waktu lebih dari 4 jam atau jika ada bukti pendarahan masif intraoperatif. Bila digunakan vancomycin, tidak diperlukan pemberian dosis ulang kecuali prosedur bedah emmerlukan waktu lebih dari 10 jam 7. Antibiotik profilaksis harus distop dalam 24 ajm setelah operasi 8. Rambut tidak harus dipotong kecuali akan mengganggu tindakan operasi, bila diperlukan, pemotonganharus dilakukan dalam waktu 2 jam sebelum operasi. 9. Pencukuran tidak dianjurkan karena meningkatkan risisko infeksi 10. Pasien bedah harus mendapatkan oksigen perioerasi sesuai kebutuhan masingmasing 11. Suhu inti harus dipantau dan dipertahankan normotermia selama perioperatif 12. Seluruh kulit pasien yang akan dioperasi harus disiapkan dengan antiseptik yang sesuai sebelum operasi. Agen antimikroba haruss dipilih berdasarkan kemampuannya menurunkan jumlah mikroba pada kulit dengan cepat dan menjurannya selama operasi Table II.6.6 – Antimicrobial agents recommended for surgical skin preparation Solution 60-90% Isopropanol



Comment Not for use on mucous membranes 195



7,5-10% povidine-iodine 2-4% chiorhexidine Iodine, 3% preparatrion Para-Chiorometaxylenol (PCMX) 1.



2. 3. 4. 5.



6. 7. 8.



Can be used on mucous membranes Not for use on eyes, ears, mucous membranes Not for use on mucous membranes ; can couse skin irritation left for along time Not for use on newborn bables : penetrates skin



Antiseptik tangan pembedah harus menggunakan sabun antiseptik. Tangan dan lengan harus digosok 2-5 menit. Bila tangan sudah bersih , dapat menggunakan alkohol untuk antiseptik Tim bedah harus menutup rambut dan memakai gaun steril dan sarung tangan steril impermeabel, dan masker selama operasi Rokok sebaiknya distop setidak-tidaknya 30 hari sebelum operasi elektif bila memungkinkan Penutup streril setelah pembefdahan harus dipertahankan diatas luka operasi 24-48 jam Harus dilakukan surveilans aktif untuk diinfeksi oleh tenaga kontrol infeksi terlatih informasi yang diperoleh harus dilaporkan kepada doktet bedah dan administrstif yang bersangkutan Perlu dipertahankan aliran udara bertekanan positif didalam kamar operasi Kamar operasi harus dibersihkan dengan seksama setelah kasus-kasus infeksi atau operasi yang kantor dan setiao akhir hari operasi Perlu dilakukan penyuluhan mengenai kontrol dan pencegahan infeksi setidaknya setahun sekali



Prinsip Ketujuh 1. 2.



3. 4. 5. 6.



7.



8.



9.



Setelah operasi selesai, dokter bedah harus melakukan eksplorasi alat secara berurutan sebelum menutup kavitas atau lapang operasi Pada awal dan akhir operasi dilakukan penghitugan lengkap (full count) kassa, alat-alat tajam, istrumen (plester, klip, dan lain-lainnya), terutama bila operasi melibatkan kavitas peritoneal, retroperitioneal, pelvis, dan toraks Penghitungan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 orang perawat yang sama atau dengan alat penghitung otomatis (jika ada) Sebelum penghitungan selesai, tidak boleh mengeluarkan alat dari dalam operasi, meskipun ada alat yang jatuh kelantai Bila karena satu dan lain hal penghitungan terputus, mulai lagi perhitungan dari awal Idealnyahasil perhitungan dicatat dan disertakan dalam status pasie, dapat juga dilakukan perhitungan menggunakan whiteboard, tetapi hasilnya tetap harus dicantumkan di dalam statur pasien Kassa dipak per 5 atau 10. Pak yang ternyata ditemukan tidak sesuai harus ditandai, dipak ulang, dipindahkan dari lapangan steril, dan dipisahkan dari lapang steril, dan dipisahkan dari kassa lain Jarum jahit dihitung berdasarkan jumlah yang tertera pada kemasan dan harus diverifikasi. Tidak boleh meletakkan jarum dalam keadaan bebas di atas meja, jarum harus selalu berada pada alat pemegang jarum (needlr holder) atau di dalam kemasannya, atau ditempat jarum/ kontrainer Semua alat harus dihitung per jenis itemnya. Demikian pula bila ada alat yang rusak



196



10. Bila terjadi miskalkulasi, alat yang hilang dicari (misalnya dilantai, tong sampah,akin, tubuh pasien,sekitar pasien, meja operasi, dan lain-lainya) 11. Bila alat yang hilng masi tidak ada ditemukan, lakukan X-ray. Demikian pula bila terjadi kelupaan menghitung, harus dilakukan X-ray 12. Lasan tidak dilakuakn penghitungan dari hasil X-ray harus disertakan di status pasien 13. Dipertimbangkan penggunaan alat-alat operasi yang bisa terdeteksi X-rau (misalnya dengan bercode atau radio-label) Prinsip Kedelapan 1.



2.



Tim bedah harus mengkomfirmasi bahwa semua spesimen bedah dilabel dengan benar dengan mencantumkan identitas pasien, anam spesimen, dan lokasi asal diambilnya Hal tersebut harus dibacakan dengan jelas oleh seorang anggota tim bedah dan satu orang lainnya mengkomfirmasi/menyetujui



Prinsip Kesembilan 1.



2. 3.



4. 5.



6.



7.



Sebelum insisi kulit, dokter bedah, perawat, dan penata/dokter anestesi harus menginformasikan hal-hala khusus atau penting yang berbada dari operasi biasa, seperti risiko kehilangan darah masif, alat-alat khusus yang akan digunakan,dan komorbiditas lainnya Untuk kasus-kasus tertentu dimana pencitraan radiologi dibutuhkan, tim bedah harus memastikan peralatan siap sedia Sebelum pasien meninggalkan ruang ebdah, dokter bedah harus menginformasikan anggota tim lainnya mengenai alterasi yang dilakukan, masalah yang mungkin terjadi pada periode postoperatif dan rencana penatalaksanaannya Penta/dokter anestesi harus menyimpulkan keaddan klinis pasien selama operasi dan memberitahukan instruksi untuk tata leksana pasien selanjutnya Harus dibuat laporan pembedaan dengan sekurang-kurangnya dokter boleh mencantuumkan nama prosedur (utama dan tambahn), nama asiten, detail prosedur, dan kehilangan darah intraoperatif, dokter anestesi mencantumkan tanda-tandavital instraoperatif, obat dan cairan yang dimasukan, kejadian instabilitas (bila ada); perawat mencantumkan penghitungan alat/instrumen, nama penghiyungan,alat-alat/kassa yang sengaja ditinggalkan di dalam tubuh pasien, dan alasan bila tidak, dilakukan penghitungan Rekam medis pasien harus jelas mencantumkan nama dan nomer pasien disetiap halamannya, ditulis atau diketik lengkap dengan tanggal dan waktu, objektif atau sesuai dengan fakta, kontemporer atau dicatat segera mungkin tanpa ditunda, mudah dilacak, asli dan jika ada yang salah segera dikoreksi, setiap perubahan harusmenjelaskan mengapa perubahan itu terjadi Sebaiknya dicantumkan pula seluruh nama anggpta tim bedah



Prinsip Kesepuluh 1.



Untuk Surveilans tingkat rumah sakit, harus mengumoulkan data secara sistematik mengenai angka mot\rtalitas day-ofosurgery, angka mortalitas in197



hospital postoperatif, angka infeksi disitus operasi (surgical site), dan surgiical score Table II.10.1 – Calculation of te “Surgical Apgar Score” from intraoperative me asurements of estimates blood loss, lowest heart rate, and lowest eman arterial pressure. The score is the sum of the points from each category. 2



Estimated blood loss (mL) Lowost moan artorial prossuro (mm Hg)b.c Lowest heart rate (beats per min)b.d



0 points >1000 85’



76-85



66-75



56-65



≤55*



*Occurrence of pathhologic bradyarrhythmia, including sinus arrest, atrioventricular block dissociation, junctional or ventricular escape rhythms, and asystolo also roocivo 0 pts for lowest heart rato. ‘The astimated blood loss used in the calculation should be the number ontorod in the official operation record. This is usually computod by tho anaesthetist and confirmas by the surgoon. Ehilo this mothod may soom inpreciso, astimator of blood loss have boon shown to be accurate writhin orders of magnitude (54,55). ‘the heart rate and blood pressure should be obtained from the anaesthesia record, as values recorded from the time of incision to the time of wound closure. ‘ Mean arterial pressure should be used to calculate the systolic and diastolic blood pressures are recorded whitout mean arterial pressure, the lowest mean arterial pressure, the lowest mean arterial pressure must be calculated by selecting the fowest diastolic pressure and using the formula. Mean arterial pressure += diastolic pressure + (syslolic pressure-diastotic pressure)/3. ‘ In ceses in which asystole or complete heart block occours, the score for heart rate should be 0. Checlist Surgical Safety Checklist



198



Before induction of anaesthesia



Before skin incision



Before patient leaves operating room



Checklist Panduan Bedah Sebelum induksi anestesi (minimal oleh perawat dan penata/dokter anestesi) Apakah pasien sudah dikonfirmasi mengenai identitasnya, bagian tubuh (situs) yang akan dioperasi prosedurnya, dan persetujuan tindakan operasi ? o Ya Apakah bagian tubuh yang akan dioperasi telah ditandai ? o Ya o Tidak memungkinkan untuk ditandai Apakah mesin anestesi dan obat-obatan sudah dicetak lengkap ? o Ya Apakah oksimeter denyut setelah terpasang pada pasien dan berfungsi dengan baik ? o Ya Apakah pasien diketahui memiliki : Alergi ? o Tidak o Ada Jalan napas sulit atau resiko aspirasi ? o Tidak o Ya, dan perlengkapan penunjangan untuk mengatasi sebuah tersedia risiko kehilngan darah .500 ml (7 ml/kg untuk pasien anak)? 199



Risiko kehilangan darah >500 ml (7ml/kg untuk pasien anak)? o Ya o Ya, dn2 akses intravena atau akses sentral dan cairan sudah sudah terencana



Sebelum insisi kulit (minimal oleh perawat, penata/dokter anestesi, dan dokter bedah) o Mengkomfirmasi semua anggota tim bedah telah memperkenalkan nama dan petugas/peran masing-masing o Mengkonfirmasi nama pasien, prosedur/tindakan operasi, dan dimana insisi akan dilakukan Apakah antibiotik profoiaksis telah diberikan dalam kuru waktu 60 menit ? o Ya o Tidak memungkinkan untuk dilakukan



Mengantisipasi Situasi Krisis Untuk dokter bedah : o Apa saja langkah-langkah non rutinataua untuk situasi krisis? o Beberapa lama kasus ini tertangani? o Berapa anticipated blood loss?



Untuk penata/dokter anestesi o Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) telah dikonfirmasi? o Apakah ada hal-hal yang perlu diperhatikmengenai peralatan atau banran” penting lainnya Apakah hasil radiologi ditampilkan/ditayangkan ? o Ya o Tidak



Sebelum pasie meninggalkan kam ar operasi (minimal oleh perawat, penata/dokter anestesi, dan dokter bedah ) Perawat (secara verbal) mengkomfirmasi : o o o o



Nama/jenis prosedur Tuntang mengitung alay,kassa, dan jarung Label spesimen (membaca lantang label spesimennya, termasuk nama pasien) Ada tidaknya masalah peralatan yang perlu disebutkan 200



o Untuk sebahai nedah penata/dokter Untuk dokter bedah, penata/dokter anestesi, dan perawat :



o Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk recovery dan penatalaksanaan U. PELAYANAN ANASTESI Anestesiologis mempunyai keahlian fisik dalam hal farmakologi, fisiologi dan manajemen klinis terhadap pasien-pasien yang mendapat sedasi analgetik. Oleh karena itu, anestesiologis sering untuk sedasi dan analgesic yang digunakan pada saat melakukan prosedur diagnostic atau terapeutik. Pedoman ini diaplikasikan secara spesifik untuk sedasi sedang (sering disebut sebagai anestesi dimana pasiennya sadar) dan sedasi berat / dalam. Pedoman ini juga tidak ditujukan untuk pasien yang menjalani anestesi umum / anestesi induksi (misalnya blok spinal/epidural/kaudal) dimana harus diawasi dan dilakukan oleh dokter speialis anestesi, dokter bedah, atau dokter lainnya yang telah mengikuti pelatihan khusus mengenai teknik sedasi, anestesi dan resusitasi. Sedasi Sedang Dan Berat / Dalam 1.



Evalusi pre-prosedur a. Untuk meningkatkan efikasi (proses pemberian sedasi dan aanalgesik yang berjalan lancer). b. Mnurunkan resiko kejadian efek samping c. Evaluasi ini emliputi : 1) Riwayat penyakit yang relevan : a) Abnormalitas system organ b) Riwayat anestesi / sedasi sebelumnya dan efek sampin yang pernah terjadi / dialami c) Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, elergi obat dan intraksi obat yang mungkin terajadi d) Asupan makan terakhir e) Riwayat merokok, alkohol atau penyalahgunaan obat-obatan. 2) Pemeriksaan fisik terfokus : a) Tanda vital b) Evaluasi jalan napas c) Auskultasi jantung dan paru 3) Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan kondisi yang mendasari dan efek yang memungkinkan terjadi dalam penanganan pasien) 4) Temuan klinis konfermasi segera sebelum melakukan anestesi / sedasi. 5) Konsultasi



2.



Konseling pasien Menangani risiko, keuntungan, keterbatasan dal altefnatif yang ada



3.



Puasa pre-prosedur a. Prosedur elektif : empunyai waktu yang cukup untuk penggosongan lambang b. Situasi emergensi : berpotensi terjadi pneumonia aspirasi, pertimbangkan dalam menentuka tingkat / kategori sedasi, apakah perlu penundaan prosedur dan apakah perlu proteksi trakea dan intubasi



201



4.



Pemantauan a. Data yang harus dicatat dengan interval yang emngatur sebelum, selama dan setelah prosedur dilakukan : 1) Tingkat kedaraan pasien (diniali dari respon pasien terhadap stimulus) : a) Respon menjawab (verbal) : menunjukan bahwa pasien bernafas b) Hanya memeberikan respom berupa menarik refleks menarik diri (withdrawal). 2) Oksigenisasi : a) Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses anestesi b) Gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry) 3) Respon terhadap pemerintah verbal 4) Ventilasi paru (observasi, auskultasi): a) Semua pasien yang menjalani anestesiumum harus memiliki ventilasi yang adekuat dan dipantau secara terus menerus b) Lihat tanda klinis : pergerakan dinding dada, pergerakan kantong pernafasan, auskultaasi dada c) Pemantauan karbon dioksida yang diekspirasi untuk pasien yang berpisah dengan mengasuh / keluarganya d) Jika dipasangakan ETT / LMA : pastikan posisi terpasang dengan benar e) Kapnografi 5) Sirkulasi : a) Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit akrdiovaskuler yang signifikan b) Pemeriksaan analisis gas darah (AGD) c) Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 meniot (kecuali dikontraindikasikan) d) Pasien dengan anestesi umum : semua hal diatas di tambah evaluasi continu fungsi sirkulasi dengan : palpasi nadi, auskultasi bunyi jantung, tekanan intra-arteri, oksimetri. 6) Temperature tubuh b. Pencatatan untuk sedasi berat / dalam : 1) Respon terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih intens (kecuali dikontraindikasikan). 2) Pemantauan karbondioksida yang diekspirasi untuk semua pasien 3) EKG untuk semua pasien



5.



Personal / petugas : a. Sebaiknya terdapat petugas anestesi non-dokter yang ikut hadir dalam proses anestesi, bertugas untuk memantau pasien sepanjang prosedur berlangsung b. Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas, melakukan ventilasi tekanan positif dan resusitasi (bantuan hidup lanjut) selama prosedur berlangsung c. Petugas ini boleh membantu dengan melakukan tegas-tegas ringan lainnya saat pasien telah stabil d. Untuk sedasi berat / dalam : petugas yang melakukan pemantauan tidak boleh diberikan tugas / pekerjaan lain.



6.



Pelatihan : Farmakologi obat-obatan anestesi dan analgesik a. Farmakologi obat-obat anestesi dan analgenesik b. Farmakologi obat-obatan antagonis yang tersedia 202



c. Keterampiran bantuan hidup dasar d. Keterampilan bantuan hidup lanjut e. Untuk sedasi berat / dalam : keterampilan bantuan hidup lanjut di kamar tindakan / prosedur 7.



Peralatan emergensi : a. Suction, peralatan patensi jalan napas dengan berbagai ukuran, ventilasi tekanan positif b. Peralatan intravena, obat-obatan antagonis dan obat-obatan resusitasi dasar c. Peralatan intubasi d. Defibrillator yang tersdia setiap saat dapat segera dipakai (untuk pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskuler) e. Untuk sedasi berat / dalam : defibrillator tersedia saat dan dapat segera dipakai (untuk semua pasien)



8.



Oksigen tambahan : a. Tersedianya peralatan oksigenisasi b. Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia c. Untuk sedasi berat/dalam : pemberian oksigen kepada semu pasien (kecuali dikontraindikasikan)



9.



Pilihan obat-obatan / anestesi : a. Sedatif : untuk mengurangi ansietas / kecemasan, menyebabkan kondisi somnolen b. Analgesik : untuk mengurangi rasa nyeri c. Kombinasi sedataif dan analgesik : efektif untuk sedasi sedang dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat.



10. Titrasi dosis : a. Pengobatan intravena diberikan secara terhadap dengan interval yang cukup antar-pemberian untuk memperoleh efek yang optimal. b. Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedative dn analgesic. c. Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek sedasi / analgesic tidak diremendasikan. 11. Penggunaan obat anestesi induksi (methohexital,propofol,ketamin) : a. Biasanya digunakan untuk anestesi umum b. Propofol dan ketamin efektif dipakai untuk sedasi sedang. c. Methohexital efektifuntuk sedasi berat/dalam. d. Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan, pasien dengan sedasi berat harus dipantau secara konsisten, termasuk jika pasien jatuh dalam keadaan anestesi.. 12. Akses intravena : a. Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena ; pertahanan akses intravena dengan baik selama prosedur hingga pasien terbebas dari resiko depresi kardiorespirasi. b. Pemberian obat sedasi melalui jalur lain : keputusan diambil berdasarkan kasus per-kasus c. Tersedia personal / petugas yang memiliki keterampilan / keahlian mengakses jalur intravena. 13. Obat antagonis



203



Tersedia nalokson benzodiazepine.



dan



flumazenil



jika



pasien



diberikan



obat



opioid



/



14. Pemulihan : a. Observasi sampai pasien terbebas dari resiko depresi system kardiorepirasi. b. Oksigenisasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien terbebas dari resiko hipoksemia c. Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien diperolehkan pulang. d. Gunakan criteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir resiko depresi kardiovaskuler / pernapasan setelah pasien dipulangkan 15. Situasi khusus : a. Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut, penyakit jantung / paru / ginjal / hepar yang berat ) : konsultasikan dengan spesialis yang sesuai. b. Resiko gangguan kardiovaskuler / pernapasan yang berat atau diperlukannya ketidaksadaran total pada pasien untuk menciptakan kondisi operasi yang memadai ; konsultasikan dengan anestesiologis. Prosedur Pemeriksaan Potensi Jalan Nafas Untuk Pemberian Sedasi dan Analgetik Pemberian vantilasi tekanan positif (VIP), dengan atau tanpa intrubasi trakea mungkin diperlukan jika timbul gangguan pernapasan selama proses pemberian sedasi / analgesik. 1. VTP ini dapat lebih sublit dilakukan pada pasien dengan anatomi jalan napas yang atipikal / tidak lazim. 2. Abnormalitas jalan napas dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya obstruksi jalan napas saat ventilasi spontan. 3. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menajemen jalan napas antara lain : a. Riwayat pasien : 1) Adanya masalah dengan anestesi / sedasi sebelumnya 2) Stridor , mengorok (snoring), apnea saat tidur (sleep apnea) 3) Arthritis rematoid yang lanjut / berat b. Pemeriksaan fisik : 1) Habitus / postur tubuh : obesitas yang signifikan (terutama distruktur waajh dan leher) 2) Kepala dan leher : a) Leher pendek b) Eksensi leher terbatas c) Pendeknya jarak antara mentalis – hyoid (