Pedoman PMKP 2022 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN



1



RUMAH SAKIT AWAL BROS PEKANBARU 2022



CONTROLLED COPY DAFTAR ISI



BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………….. ..



3



BAB II LATAR BELAKANG ……………………………………………………..



4



DASAR HUKUM ………………………………………………………………….



4



BAB III TUJUAN ………………………………………………………………….



5



BAB IV PENGERTIAN …………………………………………………………...



6



BAB V KEBIJAKAN ………………………………………………………………



8



BAB VI PENGORGANISASIAN…………………………………………............



11



BAB VII KEGIATAN DAN METODE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN ……………………………………………….



27



BAB VIII PENCATATAN DAN PELAPORAN ………………………………..



73



BAB IX MONITORING DAN EVALUASI ……………………………………..



76



BAB X PENUTUP …………………………………………………………………



77



BAB XI DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………



78



HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………….



79



2



BAB I PENDAHULUAN



Pelayanan



yang



berkualitas



merupakan



cerminan



dari



sebuah



proses



yang



berkesinambungan dan berorientasi pada hasil yang memuaskan. Dalam perkembangan masyarakat yang semakin kritis, mutu pelayanan rumah sakit tidak hanya disorot dari aspek klinis medisnya saja namun juga dari aspek keselamatan pasien dan aspek pemberian pelayananannya, karena muara dari pelayanan rumah sakit adalah pelayanan jasa. Peningkatan mutu adalah program yang disusun secara objektif dan sistematik untuk memantau dan menilai untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap. Seperti tercantum dalam Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tahun 1994, definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit adalah “Keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah – masalah yang terungkap sehingga pelayanan yang diberikan dirumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.” Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut: Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah : Kegiatan yang dilakukan untukmeningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien secara terus menerus, melalui pemantauan, analisis dan tindak lanjut adanya penyimpangandari standar yang ditentukan. Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit yang dilaksanakan di RS Awal Bros Pekanbaru berorientasi pada visi RS yaitu “Menjadi Rumah Sakit Unggulan dan Terpercaya di Sumatera” yang selalu mengutamakan keselamatan pasien.



3



BAB II LATAR BELAKANG



Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan dan penelitian, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, rumah sakit harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan penilaian akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini, rumah sakit harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Rumah sakit dipicu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan rumah sakit yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator rumah sakit disusun bertujuan mengukur kinerja rumah sakit serta nyata sesuai standar yang ditetapkan. Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu itu sendiri merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang, termasuk pelayanan di rumah sakit. Pendekatan mutu yang ada saat ini berorientasi pada kepuasan pelanggan atau pasien. Salah satu faktor kunci sukses pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah dengan mengembangkan mutu pelayanan klinis sebagai inti pelayanan. Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan profesi dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif.



Dasar Hukum 1.



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.



2.



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.



3.



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.



4.



Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.



5.



Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang 4



Keselamatan Pasien Rumah Sakit. BAB III TUJUAN



A.



Tujuan umum Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit melalui program peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.



B.



Tujuan khusus 1.



Mengubah budaya rumah sakit menjadi berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien;



2.



Peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara berkelanjutan dengan pendekatan sistem;



3.



Terlaksananya kegiatan pemantauan terhadap indikator klinis yang meliputi keefektifan klinis, pelayanan berfokus pada pasien dan keamanan pasien;



4.



Terlaksananya kegiatan pendidikan dan pelatihan;



5.



Terlaksananya kegiatan survei kepuasaan pasien;



6.



Terciptanya budaya kerja yang aman untuk staf.



5



BAB IV PENGERTIAN



1.



Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut, memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna (Pedoman PMKP Depkes, 1994).



2.



Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.



3.



Budaya keselamatan pasien pada suatu organisasi menurut Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ, 2004) merupakan nilai dari sikap, persepsi, kompetensi, dan perilaku dari individu dan kelompok yang menimbulkan komitmen dan pola dari suatu manajemen kesehatan mengenai keselamatan pasien. Karakteristik sebuah organisasi dengan budaya keselamatan pasien yang positif mempunyai komunikasi saling terbuka dan percaya, serta persepsi yang sama akan pentingnya keselamatan pasien dan kenyamanan dalam pengukuran guna pencegahan. Budaya Keselamatan Pasien merupakan suatukewajiban dan tanggung jawab dari seluruhpegawai terhadap keselamatan diri mereka sendiri, pasiendan pengunjung. Fokus budaya keselamatan yang baru adalah pembelajaranyang dilakukan setiap saat terhadap kesalahan yang terjadi. Mengubah budaya keselamatan pasien dari saling menyalahkan menjadi budaya keselamatan merupakan kunci dalam peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.



4.



Tugas utama Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dalam upaya perbaikan Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah meningkatkan kontribusi karyawan RS terhadap inisiatif perbaikan kualitas secara departemental dan hospitalwide melalui penilaian serta analisis secara operasional terhadap seluruh proses perbaikan mutu.



5.



Clinical pathway Clinical Pathway (Alur Klinis) adalah suatu konsep bekerjasama dalam memberikan pendapat, pengelolaan, dan pelayanan yang terkoordinir sehubungan dengan diagnosis pasien, terapi, asuhan, rehabilitasi, dan promosi kesehatan. 6



6.



Indikator sasaran keselamatan pasien adalah ukuran atau cara mengukur kegiatan keselamatan pasien sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator sasaran keselamatan pasien merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan budaya asuhan pasien yang aman.



7.



Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm / cedera yang tidak seharusnya terjadi.



8.



Kejadian Sentinel (Sentinel Event) adalah suatu Kejadian tidak diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (misal: Amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.



9.



Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommission), bukan disebabkan underlying disease atau kondisi pasien.



10.



Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera (mis. Darah tranfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul cedera atau gejala inkompatibilitas. Obat salah pasien terlanjur diberikan, tetapi tidak timbul cedera).



11.



Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan.



12.



Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah suatu kondisi atau situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden (mis. ICU yang sangat sibuk tetapi jumlah staf selalu kurang atau understaff, penempatan defibrilator standby di UGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak).



13.



Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis) adalah suatu metode analisis terstruktur untuk mengidentifikasi akar masalah dari suatu insiden, dan proses ini cukup adekuat untuk mencegah terulangnya insiden yang sama.



14.



Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif dalam mengelola peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau lembaga untuk mencapai tujuannya.



15.



Failure Mood Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan proaktif dalam melihat dan mengelola potensi kegagalan dari sistem yang ada.



BAB V 7



KEBIJAKAN



A.



Peran Serta Pimpinan RS dalam Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) Pimpinan RS terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Pemilik RS 2. Direktur Badan Tatakelola (Governing Body) 3. Direktur RS



Peran serta Pemilik dan Direktur Badan Tatakelola adalah berpartisipasi dan menyetujui perencanaan, penetapan, dan evaluasi keberhasilan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Peran serta Direktur RS adalah : 1. Berpartisipasi dalam perencanaan program PMKP; 2. Berkolaborasi dalam melaksanakan program PMKP; 3. Monitoring pelaksanaan program; 4. Menetapkan prioritas evaluasi; 5. Melaporkan kegiatan ke Pemilik dan Direktur Badan Tatakelola; 6. Memahami dan menyediakan teknologi untuk analisis data.



B. Penetapan Prioritas PMKP Program PMKP yang harus konsisten dijalankan adalah sebagai berikut : 1. Prioritas proses kegiatan yang dievaluasi, termasuk departemental quality 2. Kegiatan PMKP di area prioritas 3. Penetapan standar keselamatan pasien di area prioritas 4. Area prioritas (diagnosis, prosedur, penyakit) berdasarkan PPK dan Clinical Pathway 5. Indikator prioritas di sasaran keselamatan pasien, bad performance (high cost, high risk, high volume),infection control, medication error, fasilitas, proses edukasi 6. Indikator kunci di 11 area klinis : a. Asesmen pasien b. Pelayanan laboratorium c. Pelayanan radiologi dan pencitraan diagnostik d. Prosedur bedah e. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya f. Kesalahan medis (medication error) dan KNC g. Anestesi dan penggunaan sedasi h. Penggunaan darah dan produk darah 8



i. Ketersediaan, isi dan penggunaan catatan medik j. Pencegahan & pengendalian infeksi, surveilans dan pelaporan k. Riset klinik ( di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru tidak ada kegiatan riset klinik) 7. Indikator kunci 9 area manajemen : a. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi kebutuhan pasien b. Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundangan c. Manajemen risiko d. Manejemen penggunaan sumber daya e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga f. Harapan dan kepuasan staf g. Demografi pasien dan diagnosis klinik h. Manajemen keuangan i. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf 8. Indikator 6 sasaran keselamatan Pasien : a. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar b. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif c. Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai d. Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur e. Yang Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar f. Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan g. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh 9. Indikator dari International Library of Measure



C. Ruang Lingkup Program PMKP Untuk melaksanakan program perbaikan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit, perlu dibuat suatu struktur organisasi yang berfokus pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan terencana, dengan wilayah kerja yang mencakup sebagai berikut : 1. Penerapan Standar Mutu Rumah Sakit dan Keselamatan Pasien; 2. Keselamatan Pasien, Manajemen Risiko, Survei Budaya Keselamatan Pasien; 3. Pengendalian Dokumen Rumah Sakit; 4. Peningkatan Mutu Pelayanan Secara Berkesinambungan; 5. Pemantauan Mutu Pelayanan Medik, PPK,dan Clinical pathway; 6. Pemantauan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi; 7. Pemantauan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja; 8. Pemantauan Program Panitia Rekam Medis; 9



9. Pemantauan Program Pendidikan dan Pelatihan dan Penilaian Kinerja Individu; 10. Pemantauan Program Komite Farmasi dan Terapi; 11. Pemantauan Kontrak Kerja Pihak Ketiga; 12. Pemantauan Program Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba; 13. Program Sistem Komunikasi PMKP.



Ruang lingkup kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien mengacu kepada pengukuran resiko dari program yang sudah berjalan di tahun sebelumnya sehingga terjadi peningkatan terhadap tujuan yang akan dicapai, serta prioritas pelaksanaan program di tahun 2017.



D. Penerapan Pedoman Mutu ini merupakan dokumen yang menjelaskan proses penerapan Sistem Manajemen Mutu Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru secara keseluruhan di bidang Pelayanan Kesehatan. E. Acuan Normatif 1. Snars Edisi 1 2. JCI edisi VI 3. ISO 9001 : 2015, Sistem Manajemen Mutu - Persyaratan.



10



CONTROLLED COPY BAB VI PENGORGANISASIAN



A. Struktur Organisasi Komite Mutu Dan Keselamatan Pasien



Lean Management Lean Management



11



B. Uraian Jabatan: 1. Ketua Komite Mutu & Keselamatan Pasien Pengertian



: Seorang profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola, mengembangkan dan menyusun kebijakan serta melakukan monitoring terhadap pelaksanaan mutu di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru sehingga didapatkan mutu pelayanan yang sesuai standar dan berkesinambungan.



Persyaratan Jabatan : 1. Pendidikan minimal S1 Kedokteran 2. Memiliki pengalaman kerja minimal 2 (dua) tahun di rumah sakit. 3. Memiliki kemampuan memimpin dan berkomunikasi dengan baik. 4. Memahami tentang rumah sakit dan program mutu rumah sakit. 5. Memiliki sertifikat pelatihan yang berhubungan dengan mutu rumah sakit. 6. Berwibawa, jujur, disiplin dan bertanggung jawab. 7. Sehat jasmani dan rohani. Tanggung Jawab 1. Atasan Langsung 2. Bawahan Langsung 3. Bawahan Tidak Langsung



: : Direktur : Wakil Ketua Komite Mutu & KPRS : Sekretaris Mutu & KPRS, Sekretaris Akreditasi, Sekretaris Manajemen Risiko, Anggota Mutu (Pengendali Dokumen), Link Mutu, Anggota KPRS



Uraian Tugas : 1. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Pengendalian/Peningkatan Mutu Rumah Sakit yang yang akan menjadi pedoman bagi setiap unit di Rumah Sakit dalam melaksanakan kegiatannya. 2. Menyusun ketentuan dan Pedoman dalam penyusunan organisasi mutu rumah sakit termasuk mekanisme dan tata kerjanya. 3. Mengkoordinir pengelolaan dokumen rumah sakit agar sesuai standar dan tersimpan dengan baik. 4. Mengupayakan, merencanakan dan merealisasikan agar masing-masing departemen di rumah sakit memiliki Program Pengendalian/Peningkatan Mutu yang mencakup seluruh aspek patient safety dan telah dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan serta senantiasa dievaluasi secara berkala.



12



5. Membuat rencana kerja tahunan departemen mutu dan melakukan penilaian berkala terhadap laporan departemen mutu dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) serta memastikan langkah-langkah perbaikan / identifikasi strategi perbaikan terkait analisis dari laporan tersebut. 6. Mengkoordinir agar terlaksana pelaporan berkala yang tepat waktu untuk setiap kegiatan pengendalian/peningkatan mutu di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru. 7. Berkoordinasi dengan Direktur RS dan seluruh manager/ketua komite terkait untuk setiap penyelesaian masalah dan perbaikan mutu. 8. Memastikan pelaporan komplain pasien terselesaikan dengan baik. 9. Memastikan konsistensi dan peningkatan penggunaan sistem pelaporan independen melalui No Kontak Insiden Keselamatan Pasien & Etik serta Kotak Suara Awal Bros untuk meningkatkan budaya keselamatan pasien di RS. 10. Melakukan inisiatif mutu, audit dan manajemen risiko sebagai akibat dalam hubungannya dengan mutu dan keselamatan pasien. 11. Menjaga akuntabilitas untuk kegiatan pengembangan diri yang berkelanjutan, terutama terkait penerapan kegiatan peningkatan mutu. 12. Memastikan mutu layanan non-klinis yang baik terkait pencegahan infeksi, preventive maintenance serta penggunaan jasa outsourcing. 13. Memantau hasil audit mutu dan memberikan pembinaan terkait dengan hasil audit yang belum memenuhi standar mutu. 14. Membantu rumah sakit menciptakan lingkungan yang mendukung terhadap peningkatan budaya keselataman pasien di rumah sakit. Wewenang : 1. Memberikan pengarahan, motivasi, menegur dan memberi penghargaan serta sanksi kepada petugas dibawah koordinasinya. 2. Memberi saran, pertimbangan dan informasi kepada Direktur tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 3. Menilai dan mengevaluasi kinerja bawahannya yang berada dibawah koordinasinya, yang menjalankan masa percobaan, masa kontrak atau untuk DP3. 2. Wakil Ketua Komite Mutu & Keselamatan Pasien Pengertian



Persyaratan Jabatan



: Seorang profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam membantu Ketua Komite Mutu & KPRS dalam mengelola, mengembangkan dan menyusun kebijakan serta melakukan monitoring terhadap pelaksanaan mutu di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru sehingga didapatkan mutu pelayanan yang sesuai standar dan berkesinambungan : 13



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Pendidikan minimal S1 Kedokteran atau Keperawatan. Memiliki pengalaman kerja minimal 2 (dua) tahun di rumah sakit Memiliki kemampuan memimpin dan berkomunikasi dengan baik. Memahami tentang rumah sakit dan program mutu rumah sakit. Berwibawa, jujur, disiplin dan bertanggung jawab. Sehat jasmani dan rohani



Tanggung Jawab 1. Atasan Langsung 2. Bawahan Langsung



3.



Bawahan Tidak Langsung



: : Ketua Komite Mutu & KPRS : Sekretaris Mutu & KPRS, Sekretaris Akreditasi, Sekretaris Manajemen Risiko, Anggota Mutu (Pengendali Dokumen), Link Mutu : Anggota KPRS



Uraian Tugas : 1. Menyiapkan kebijakan dan prosedur tentang penerapan mutu rumah sakit. 2. Menyiapkan instrumen akreditasi dan perangkat untuk pelaksanaan program mutu sesuai standar rumah sakit. 3. Membantu Ketua Komite Mutu dalam hal perencanaan dan pengawasan program mutu RS dan Mengembangkan program mutu sesuai standar di rumah sakit. 4. Menjalankan peran dan melakukan motivator, edukator, konsultasi, monitoring dan evaluasi implementasi program mutu rumah sakit. 5. Bersama-sama dengan bagian Diklat Rumah Sakit melakukan pelatihan internal tentang mutu rumah sakit. 6. Membantu Sekretaris Mutu & Keselamatan Pasien untuk melakukan evaluasi dan analisis pencapaian mutu rumah sakit serta mempersiapkan laporan program mutu ataupun laporan capaian mutu. 7. Mengadakan hubungan kerja, koordinasi dan kerja sama dengan seluruh Komite, Kepala Unit, Kepala Ruangan dan seluruh unsur di lingkungan rumah sakit. 8. Mengkoordinir pengelolaan dokumen rumah sakit agar sesuai standar dan tersimpan dengan baik. 9. Mempersiapkan jadwal Link Mutu dan Materi program kerja Link Mutu serta berkordinasi dengan Link Mutu terkait program kerja. 10. Mempersiapkan materi Leader Lead tracer (LLT) Direksi dan menyimpulkan hasil dari LLT tersebut. 11. Berkordinasi dengan CRO dan Customer care terkait penyelesaian kasus komplain pasien. 12. Berkordinasi dengan Tim Clinical Pathway terkait hasil dari Audit Clinical Pathway. 14



13. Menjaga kerahasiaan file, dokumen dan laporan terkait mutu. 14. Melakukan penyimpanan file dengan rapi. 15. Menjaga kebersihan alat-alat dan ruangan dan turut memelihara semua peralatan yang digunakan Wewenang : 1. Memberikan pengarahan, motivasi, menegur dan memberi penghargaan serta sanksi kepada petugas dibawah koordinasinya. 2. Memberi saran, pertimbangan dan informasi kepada Ketua Komite tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 3. Sekretaris Mutu & Keselamatan Pasien Pengertian



: Seorang tenaga profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam membantu penyelenggaraan kegiatan administrasi Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.



Persyaratan Jabatan : 1. Pendidikan minimal S1 Kedokteran atau Keperawatan. 2. Memiliki kemampuan memimpin dan berkomunikasi dengan baik. 3. Memahami tentang rumah sakit dan program mutu rumah sakit. 4. Memiliki kemampuan pengumpulan, pengolahan dan analisa data yang baik. 5. Menguasai program komputer dengan baik. 6. Jujur, disiplin dan bertanggungjawab. 7. Sehat jasmani dan rohani



Tanggung Jawab 1. Atasan Langsung 2. Atasan Tidak Langsung



: : Wakil Ketua Komite Mutu & KPRS : Ketua Komite Mutu & KPRS



Uraian Tugas : 1. Menyiapkan instrumen dan perangkat untuk pengolahan data mutu & Keselamaan Pasien rumah sakit. 2. Membantu Ketua Komite Mutu & KPRS dalam hal perencanaan dan pengawasan, pengumpulan, pengolahan dan analisa data mutu & KPRS rumah sakit. 3. Berkordinasi dengan tim KPRS untuk pembuatan RCA dari hasil tindak lanjut temuan insiden di rapat KPRS



15



4. Menjalankan peran dan melakukan peran sebagai edukator, konsultasi, monitoring dan evaluasi pengolahan data mutu rumah sakit meliputi pengumpulan, pengolahan dan analisa data mutu rumah sakit. 5. Membantu ketua komite mutu dalam upaya menyiapkan laporan mutu. 6. Membantu mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan mutu. 7. Melakukan koordinasi dengan unit/departemen lain yang ada di rumah sakit dalam rangka menyiapkan laporan komite mutu. 8. Melakukan proses validasi data bersama Ketua dan Wakil Ketua Komite Mutu dan Tim Mutu Ruangan, Link MUtu . 9. Membuat pengelompokan database Laporan Indikator dan Insiden di SIRS ataupun Blog RS. 10. Memberikan arahan (termasuk pelatihan jika diperlukan) untuk Mutu & Keselamatan Pasien. 11. Mengingatkan ketua Komite Mutu & Keselamatan Pasien akan pertemuan rutin komite mutu dan pertemuan KPRS. 12. Mengumpulkan dan mengetik hasil notulen rapat/pertemuan Mutu dan pertemuan KPRS serta dokumentasinya dan mendistribusikan kepada peserta rapat/pertemuan. 13. Menjaga kerahasiaan file, dokumen dan laporan terkait mutu. 14. Melakukan penyimpanan file dengan rapi. 15. Menjaga kebersihan alat-alat dan ruangan dan turut memelihara semua peralatan yang digunakan. Wewenang : 1. Memberi saran, pertimbangan dan informasi kepada Ketua dan Wakil Ketua Komite tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 4. Sekretaris Manajemen Risiko Pengertian



: Seorang tenaga profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam membantu penyelenggaraan kegiatan administrasi Manajemen Risiko Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.



Persyaratan Jabatan : 1. Pendidikan minimal S1 Kedokteran atau Keperawatan. 2. Memiliki kemampuan memimpin dan berkomunikasi dengan baik. 3. Memahami tentang rumah sakit dan program mutu rumah sakit. 4. Memiliki kemampuan pengumpulan, pengolahan dan analisa data yang baik. 5. Menguasai program komputer dengan baik. 6. Jujur, disiplin dan bertanggungjawab.



16



7. Sehat jasmani dan rohani



Tanggung Jawab 1. Atasan Langsung 2. Atasan Tidak Langsung



: : Wakil Ketua Komite Mutu & KPRS : Ketua Komite Mutu & KPRS



Uraian Tugas : 1. Menyiapkan dan mengolah serta menganalisa manajemen risiko di Rumah Sakit. 2. Bersama dengan Ketua Komite Mutu & KPRS terkait pembuatan FMEA dari hasil manajemen Risiko.Menjaga kerahasiaan file, dokumen dan laporan terkait mutu. 3. Melakukan penyimpanan file dengan rapi. 4. Menjaga kebersihan alat-alat dan ruangan dan turut memelihara semua peralatan yang digunakan. Wewenang : 1. Memberi saran, pertimbangan dan informasi kepada Ketua dan Wakil Ketua Komite tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 5. Sekretaris Akreditasi Pengertian



: Seorang tenaga profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam membantu penyelenggaraan kegiatan Akreditasi Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.



Persyaratan Jabatan : 1. Pendidikan minimal D3 2. Memiliki kemampuan memimpin dan berkomunikasi dengan baik. 3. Memahami tentang rumah sakit dan program mutu rumah sakit. 4. Memiliki kemampuan pengumpulan, pengolahan dan analisa data yang baik. 5. Menguasai program komputer dengan baik. 6. Jujur, disiplin dan bertanggungjawab. 7. Sehat jasmani dan rohani



Tanggung Jawab 1. Atasan Langsung



: : Wakil Ketua Komite Mutu & KPRS 17



2. Atasan Tidak Langsung



: Ketua Komite Mutu & KPRS



Uraian Tugas : 1. Menyiapkan instrumen dan perangkat akreditasi ISO 2. Memberikan arahan (termasuk pelatihan jika diperlukan) mengenai pelatihan ISO. 3. Menindaklanjuti tindakan perbaikan ataupun pencegahan yang telah ditetapkan dalam hasil Audit Link Mutu untuk CAR/PAR yang berkaitan dengan bagiannya. 4. Memastikan bahwa seluruh dokumen yang disyaratkan ISO telah dibuat dan dilaksanakan 5. Memastikan staf di bagiannya melakukan tindak lanjut atas hasil audit bagiannya, baik audit yang dilakukan oleh Link Mutu maupun oleh Badan Sertifikasi ISO. 6. Mendata dan memberikan no dokumen baik berupa kebijakan, SPO, Formulir, IM, Brosur. 7. Membuat Internal Memo dari Komite Mutu & KPRS 8. Berkordinasi dengan seluruh Unit Rumah Sakit atau Tim Chapter Akreditasi terkait formulir yang baru dibuat, formulir yang akan direvisi ataupun formulir yang diobsoletekan. 9. Berkordinasi dengan percetakan mengenai formulir yang berlaku. 10. Berkordinasi dengan bagian logistik umum terkait formulir yang beredar di Rumah Sakit. 11. Berkordinasi dengan seluruh Unit Rumah Sakit atau Tim Chapter Akreditasi terkait brosur edukasi yang akan dibuat baru ataupun direvisi. 12. Berkordinasi dengan Bagian Pengembangan dan Pemasaran terkait dengan brosur yang akan dibuat. 13. Berkordinasi dengan bagian customer care terkait brosur yang beredar di Rumah Sakit. 14. Melaporkan ke bagian terkait apabila terjadi kerusakan peralatan di unit kerja 15. Mengingatkan ketua Komite Mutu & Keselamatan Pasien akan pertemuan rutin Link Mutu 16. Mengumpulkan dan mengetik hasil notulen rapat/pertemuan Link Mutu dan Pertemuan Chapter akreditasi serta dokumentasinya dan mendistribusikan kepada peserta rapat/pertemuan. 17. Menjaga kerahasiaan file, dokumen dan laporan terkait mutu. 18. Melakukan penyimpanan file dengan rapi. 19. Menjaga kebersihan alat-alat dan ruangan dan turut memelihara semua peralatan yang digunakan. Wewenang : 1. Memberi saran, pertimbangan dan informasi kepada Ketua dan Wakil Ketua Komite tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien.



18



6. Anggota Mutu (Pengendali Dokumen) Pengertian



: Seorang tenaga profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam membantu penyelenggaraan kegiatan administrasi Mutu dan dokumen Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.



Persyaratan Jabatan : 1. Pendidikan minimal D3 2. Memiliki kemampuan penyimpanan dan pengaturan dokumen. 3. Menguasai program komputer dengan baik. 4. Jujur, disiplin dan bertanggungjawab. 5. Sehat jasmani dan rohani



Tanggung Jawab 3. Atasan Langsung 4. Atasan Tidak Langsung



: : Wakil Ketua Komite Mutu & KPRS : Ketua Komite Mutu & KPRS



Uraian Tugas : 1. Memeriksa data dokumen, menambahkan dokumen dokumen – dokumen berupa Kebijakan, Standar Prosedur Operasional (SPO), Uraian Tugas (UT) dan Standar Kompetensi sesuai master baru atau dokumen yang telah disetujui oleh Direktur ke dalam master data dokumen 2. Menarik dokumen lama yang asli dengan memberi stempel “Document Obsolete”, dan mengganti dokumen baru atau dokumen revisi sesuai dengan bagian terkait 3. Memperbanyak dokumen baru atau dokumen revisi sesuai unit terkait. 4. Mendistribusikan dokumen baru atau dokumen revisi dengan memberi stempel “Controlled Document” serta menarik dokumen lama pada bagian terkait. 5. Menyimpan dokumen “obsolete” dan dokumen yang baru baik hardcopy maupun softcopy selama masa penyimpanan yang berlaku. 6. Memasukkan dokumen baru dan menarik dokumen lama bentuk softcopy yang ada dalam sistem informasi rumah sakit yang sudah diperiksa oleh Ketua atau Wakil Ketua Mutu & Keselamatan Pasien. 7. Menyiapkan dan merekap laporan kinerja Rumah Sakit, kinerja Triwulan, Semester, Triwulan III dan Tahunan. 8. Menyiapkan revisi struktur organisasi bila ada perubahan/mutasi dari masing – masing bagian, hal ini dilakukan berdasarkan SK mutasi/SK dari Unit SDM. 9. Bersama-sama dengan sekretaris Akreditasi membuat pengelompokan database akreditasi. 10. Menyiapkan ruangan dan keperluan rapat tim komite mutu & KPRS. 11. Menyiapkan buku notulen rapat beserta absensi pada rapat komite mutu & KPRS. 19



CONTROLLED COPY 12. Rekap absen. 13. Mengumpulkan dan mengetik hasil notulen rapat/pertemuan (diluar dari pertemuan rutin Mutu, pertemuan Rutin KPRS dan pertemuan rutin Link Mutu) dan mendistribusikan kepada peserta rapat/pertemuan. 14. Membuat rencana pengadaan alat-alat tulis/perkantoran dan menyerahkan ke bagian logistik umum. 15. Menjaga kerahasiaan file, dokumen dan laporan insiden terkait mutu. 16. Melakukan penyimpanan file dengan rapi. 17. Menjaga kebersihan alat-alat dan ruangan dan turut memelihara semua peralatan yang digunakan.



Wewenang : 1. Memberi saran, pertimbangan dan informasi kepada Ketua dan Wakil Ketua Komite tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 7. Link Mutu Pengertian



: Seorang tenaga profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam membantu penyelenggaraan kegiatan Mutu Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.



Persyaratan Jabatan : 1. Pendidikan minimal D3 2. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. 3. Memahami tentang rumah sakit dan program mutu rumah sakit. 4. Memiliki kemampuan pengumpulan, pengolahan dan analisa data yang baik. 5. Jujur, disiplin dan bertanggungjawab. 6. Sehat jasmani dan rohani



Tanggung Jawab 1. Atasan Langsung 2. Atasan Tidak Langsung



: : Manager Bagian : Ketua Komite Mutu & KPRS, Wakil Ketua Komite Mutu & KPRS



Uraian Tugas : 1. Menyiapkan instrumen dan perangkat untuk pengolahan data mutu rumah sakit. 2. Menjalankan peran dan melakukan peran sebagai monitoring dan evaluasi implementasi program mutu rumah sakit. 3. Membantu Ketua Komite Mutu dalam upaya menyiapkan laporan mutu. 20



4. Membantu mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan mutu. 5. Membantu persiapan Akreditasi Internasional dan Nasional. 6. Melakukan koordinasi dengan unit/departemen lain yang ada di rumah sakit dalam rangka menyiapkan laporan komite mutu. 7. Melakukan proses validasi data bersama anggota Komite Mutu dan Tim Mutu Ruangan. 8. Menjaga kerahasiaan file, dokumen dan laporan terkait mutu. 9. Mengikuti program perkembangan mutu baik secara formal atau informal. 10. Bersama-sama dengan bagian Diklat Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru melakukan pelatihan tentang mutu rumah sakit



Wewenang : 1. Memberi saran, pertimbangan dan informasi kepada Ketua dan Wakil Ketua Komite tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien. B. Tata Hubungan Kerja Komite Mutu & KPRS di Rumah Sakit



Dept. pelayanan Panitia Rekam Komite K3RS Komite Pengendalian



Komite Medik Dept. Komite



Komite Komite Dept. mutu & Pencegahan Dept. Umum Komite Farmasi Dept. Logistik Komite Etik & Dept. Humas dan Departemen Dept. Pengembangan &



21



Komite/



Analisis dari Program



Waktu



Departemen



Komite/Departemen



Pengumpulan



Pelayanan Medik







OPPE







Clinical Pathway







Audit



Setiap bulan



Medik



terkait



insiden



keselamatan pasien •



Pelaksanaan Program Mutu Medik (pengukuran



dan



analisa



Key



Performance Indicator) •



Melaporkan



kasus-kasus



yang



terkait dengan perbedaan besar antar diagnosis pra dan pasca operasi (QPS 8) •



Melaporkan



kasus-kasus



yang



terkait dengan efek samping sedasi sedang, sedasi dalam, dan anestesi



Komite Medik



Hasil



Kredensial



dan



Clinical



Setiap bulan



Audit Keperawatan terkait insiden



Setiap bulan



Privilledge Departemen







Keperawatan



keselamatan pasien •



Pelaksanaan Program Peningkatan Mutu Keperawatan (pengukuran dan



analisa



Indicator)



Key



Performance



termasuk Pencegahan



Phlebitis dan Dekubitus Komite Keperawatan







Hasil



Kredensial



dan



Clinical



Setiap bulan



Privilledge



22



Departemen







Penunjang Medik



Pelaksanaan



Program



Mutu



Penunjang Medik (pengukuran dan



Sesuai



jadwal



masing-masing



analisa Key Performance Indicator) •



Program



proteksi



radiologi,



radiasi



pengendalian



di mutu



radiologi berupa akurasi ketepatan hasil, surveilans harian dari hasil pencitraan yang dilakukan staf radiografer, tindakan koreksi yang cepat bila ada kerusakan alat, kehabisan film, ada ketidaksesuaian hasil •



Program



pengendalian



mutu



laboratorium berupa manajemen fasilitas dan pencegahan infeksi di laboratorium, tindakan koreksi yang cepat bila ada kerusakan alat, kurang reagen, ada ketidaksesuaian hasil, reaksi transfusi darah dan produk darah (QPS 8) •



Penilaian mutu rujukan pihak ketiga







Pengadaan,



penyimpanan,



dan



pendistribusian obat (supply chain management) •



Ketepatan penulisan resep dan instruksi obat







Ketepatan peracikan, penyiapan, dan penyerahan







Ketepatan pemberian obat







Monitoring efek samping obat



23







Departemen Umum & SDM



Pelaksanaan program mutu SDM



Setiap bulan



dan Diklat yaitu : •



Analisis ketenagaan







Program rekrutmen







Program pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan kompetensi







Kepuasan karyawan







Evaluasi penilaian karyawan







Retensi karyawan







Pelaksanaan Program Umum







Program preventif alat umum







Penggunaan hak akses karyawan oleh EDP (IT)



Departemen







Pemeliharaan SIRS







Memastikan integritas data RS







Preventif alat-alat medis







Analisis



Setiap bulan



Logistik Departemen Humas



dan



Customer Care



survei



kepuasan



dan



Setiap bulan



komplain pelanggan •



Monitoring penanganan komplain pelanggan



Pengembangan dan







Pemasaran



Kerjasama dengan komunitas dan



Setiap bulan



instansi keagamaan •



Kesesuaian pelaksanaan program edukasi



dan



informasi



dengan



kebutuhan komunitas Komite Etik dan Kepatuhan







Hasil pembahasan dan tindak lanjut



Setiap bulan



kasus etik di RS



24



Komite



Farmasi



dan Terapi







Pelaksanaan program KFT yaitu :







Kesesuaian



penggunaan



Setiap bulan



obat



formularium RS •



Monitoring prosedur penggunaan obat di luar formularium







Monitoring



insiden



keselamatan



pasien terkait medication error •



Review isi formularium



Komite







Surveilans HAI’s



Pengendalian dan







Infeksi daerah operasi (IDO)



Pencegahan Infeksi







Infeksi Saluran Kemih (ISK)







Pneumonia (VAP/HAP)







Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)







Kebersihan tangan







Alat Pelindung Diri







Manajemen Limbah







Manajemen Linen







Kejadian tertusuk benda tajam



Setiap bulan



(NSI) •



CSSD (Quality Control)







Kebersihan area perawatan







Pendidikan dan pelatihan PPI







Kejadian Luar Biasa







Water instrussion







Emerging



disease



dan



new



emerging disease •



Infeksi nosokomial terkait adverse event



Komite PRA







Pelaksanaan program antibiotika rasional yaitu :



25







Pemberian antibiotika rasional di unit intensif (ICU dan HCU)







Pemberian



antibiotika



lini



tiga



(permintaan secara tertulis dari DPJP ke PRA) •



Komite K3



Program



utilisasi



(air,



listrik,



pemeliharaan gedung) •



Program



keamanan



dan



keselamatan (pengunjung, pasien, karyawan)→termasuk



Kesehatan



karyawan, Fasilitas



Panitia Medik



Rekam







Program keamanan kebakaran







Program B3







Program disaster







Pelaksanaan program audit rekam



Setiap 3 bulan



medik



BAB VII KEGIATAN DAN METODE 26



PENINGKATAN MUTU & KESELAMATAN PASIEN



A. Penerapan Standar Mutu Rumah Sakit dan Keselamatan Pasien 1. Langkah-langkah pemilihan area prioritas Unit/Departemen/Komite melakukan mapping masalah-masalah di tempatnya yang berisiko tinggi terutama terhadap keselamatan pasien, pengunjung, dan staf terkait pelayanan yang diberikan. Mendata permasalahan apa saja yang terjadi di rumah sakit setelah itu dilakukan penilaian untuk menetapkan prioritas permasalahan yang ditetapkan sebagai indikator prioritas rumah sakit. Indikator yang harus dibuat setiap tahunnya adalah indikator yang berkaitan dengan : a. Sasaran Keselamatan pasien b. Bad Performance (High risk, High Volume dan High Cost) c. Infection Control d. Medication Error e. Fasilitas f. Proses Edukasi



27



2. Dibuat prioritisasi indikator menggunakan tabel berikut:



Indikator dengan skor tertinggi dianggap menggambarkan kualitas layanan unit/departemen/komite dan dilakukan pengukuran, dianalisis, dan dievaluasi setiap periode tertentu.



3. Pembuatan kamus indikator Pembuatan kamus indikator untuk menentukan bagaimana indikator tersebut akan dilakukan pengumpulan data dan bagaimana data dianalisis (dari pengumpulan data dan analis). Pembuatan kamus indikator dan pembuatan formulir audit yang akan dilakukan. Untuk membuat pengukuran indikator yang akurat, seragam, dan objektif, maka dibuat Quality Indicator Measurement (QIM)



sebagai pegangan cara



pengumpulan data dari setiap petugas pengambil data pengukuran indikator.



28



CONTROLLED COPY Adapun format isi dari kamus indikator terlampir: QUALITY IMPROVEMENT MEASUREMENT Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru Judul Indikator Nama indikator :



Definisi Operasional : (Pengertian dari indikator



yang



akan



dilakukan penilaian sehingga mempunyai batasan yang jelas) Numerator: (Pembilang)



Jenis indikator, pilih satu : Structure Process Outcome Process and Outcome



Denominator: (Penyebut ) Sumber indikator : Waktu pelaporan data : ( 1minggu/ 1 bulan/ 3 bulan)



Frekuensi pengumpulan data : Daily Weekly Monthly



Metode pengumpulan data : Retrospective Concurrent



Sampel target dan jumlah : ( Pengambilan sampel)



Other



Area penilaian : Target pencapaian: (bisa dalam bentuk %, ‰, ataupun yang lainnya) Penjelasan cara pengolahan data : Lampiran :



Dibuat oleh,



( Karu/Kanit/Wakil/Ketua



Disetujui oleh,



)



( Kabag/Manager/Ketua



)



29



3. Pengumpulan Data Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Pertama, akurasi atau ketepatan, yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sampel. Dengan kata lain, makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut.



Kedua, presisi. Kriteria kedua dari sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh: dari 300 perawat yang bekerja di RS Awal Bros Pekanbaru, diambil sampel 50 orang. Setelah dilakukan pengamatan terhadap sampel tersebut, ternyata dari 50 perawat, 45 orang (90%) melaksanakan hand hygiene pada lima saat (five moment). Namun berdasarkan laporan harian, dari 300 perawat, 255 orang (85%) melaksanakan hand hygiene pada lima saat (five moment). Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil pengamatan yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 5%. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan gambaran prioritas masalah sehingga dapat dibuat tindakan perbaikannya sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru Proses pengumpulan data : 1.



Penetapan Petugas pengumpul data



2.



Sosialisasi kamus indikator (QIM)



3.



Pengumpulan data dilakukan sesuai dengan panduan kamus indikator



4.



Pengumpulan data dilakukan secara konsiten melibatkan pihak dan unit terkait.



5.



Frekuensi pengumpulan data dapat bervariasi tergantung indikator masing-masing (misalnya harian atau mingguan), analisis data dilakukan minimal setiap 1 bulan sekali di awal bulan, dari hasil pengumpulan data.



6.



Teknik pengambilan sampel bisa berupa: 6.1 Teknik Sampling Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Dalam pengambilan sampel terdapat dua teknik sampling yaitu probability sampling dan nonprobability sampling. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberi peluang sama kepada anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sedangkan nonprobability sampling kurang atau tidak bisa memberi peluang sama kepada anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. 30



6.1.1 Teknik sampling dengan probability sampling meliputi, simple random sampling, systematic sampling, stratified random sampling, dan cluster sampling. a. Simple random sampling adalah proses memilih satuan sampling sedemikian rupa sehingga setiap satuan sampling dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih dalam sampel. b. Systematic sampling adalah cara pengambilan sampel di mana hanya anggota sampel pertama yang dipilih secara random, sedangkan anggota sampel berikutnya dipilih secara sistematis menurut pola tertentu. Contoh, populasi (N) = 1000 dan sampel (n) = 300. Maka 1000/300=3.33≈3, artinya pengambilan data pada tiap kelipatan 3. Seperti dari pengambilan data sampel ke-3…ke-6…ke-9…dan seterusnya hingga 300 sampel c. Stratified random sampling adalah cara pengambilan sampel di mana populasi distratifikasi menjadi beberapa lapisan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria dimaksud dapat berupa variable diukur, bisa juga variable yang dekat dengan variable yang diukur. d. Cluster sampling adalah pengambilan sampel di mana randomisasi dilakukan terhadap kelompok, bukan anggota populasi.



6.1.2 Teknik sampling dengan nonprobability sampling antara lain snow ball sampling, purposive sampling, dan sampling jenuh. a. Snow ball sampling adalah cara pengambilan sampel yang pada awalnya menggunakan responden terbatas, kemudian terus meningkat berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. b. Purposive sampling adalah cara pengambilan sampel yang didasarkan atas pertimbangan tertentu, terutama pertimbangan yang diberikan oleh sekelompok pakar. c. Sampling jenuh adalah cara pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus



7.



Yang perlu diperhatikan dalam Penentuan Ukuran Sampel a. Ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan ukuran sample. Pertama ketelitian dan kedua adalah keyakinan (confidence). b. Ketelitian mengacu pada seberapa dekat taksiran sampel dengan karakteristik populasi. Keyakinan adaah fungsi dari kisaran variabilitas dalam distribusi pengambilan sampel dari rata-rata sampel. c. Semakin dekat kita menginginkan hasil sampel yang dapat mewakili karakteristik populasi, maka semakin tinggi ketelitian yang kita perlukan. Semakin tinggi ketelitian, maka semakin besar ukuran sampel yang diperlukan, terutama jika 31



variabilitas dalam populasi tersebut besar. Sedangkan keyakinan menunjukkan seberapa yakin bahwa taksiran kita benar-benar berlaku bagi populasi. Tingkat keyakinan dapat membentang dari 0 – 100%. Keyakinan 95% adalah tingkat lazim yang digunakan pada penelitian sosial / bisnis. Makna dari keyakinan 95% (alpha 0.05) ini adalah “setidaknya ada 95 dari 100, taksiran sampel akan mencerminkan populasi yang sebenarnya”.



4.



Analisis Data Pengolahan data mentah yang terkumpul dari hasil monitoring per periode yang sudah ditentukan di awal, dilakukan dengan menggunakan metode penghitungan sederhana dengan kalkulator, excel, sampai yang advance dengan software tertentu.



Tujuan analisis data adalah untuk membuat perbandingan RS dengan : 1. Rumah Sakit sendiri dari waktu ke waktu, yaitu dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun; 2. Rumah Sakit sejenis, seperti melalui database referensi; 3. Standar-standar, seperti yang ditentukan oleh badan akreditasi atau profesional atau yang ditentukan oleh undang-undang atau peraturan; 4. Praktik-praktik yang diinginkan menurut literaratur digolongkan sebagai best practice atau better practice atau practice guidelines (pedoman praktik).



Untuk mencapai kesimpulan dan membuat keputusan, data harus digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi yang berguna.Data dianalisis setiap tiga bulan oleh Ketua Komite Mutu dan KPRS berkoordinasi dengan Manajer dan PIC Mutu unit terkait dalam rapat koordinasi mutu.



5. Validasi Data Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek yang diukur dengan data yang dapat dilaporkan oleh pengumpul data. Dengan demikian, data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antar data yang dilaporkan oleh pengumpul data dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diukur.



Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Bailey (98;1987) mengatakan:



32



“The validity of measuring instrument may be defined as the extent to which difference in scores on it reflects true differences among individuals on the characteristic that we seek to measure, rather than constant or random errors”



Berdasarkan pengertian menurut Bailey di atas, validasi mengandung dua unsur, yaitu: (1) bahwa instrumen pengukuran adalah mengukur secara aktual konsep dalam pertanyaan, dan bukan berupa konsep lain; dan (2) bahwa konsep dapat diukur secara akurat.



Dengan demikian, data yang valid dapat diperoleh melalui alat ukur yang valid (alat ukur yang betul-betul dapat mengukur objek yang diukur) dan proses pengumpulan data yang benar (menggunakan teknik pengukuran yang sama oleh dua orang yang berbeda, yaitu pengumpul data dan validator). Pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil indikator dapat dilakukan dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan member check. a. Perpajangan pengamatan Perpanjangan pengamatan artinya validator kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, melakukan wawancara dengan sumber data, baik yang pernah ditemui maupun yang baru ditemui. b. Meningkatkan ketekunan Maksudnya adalah melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan



c. Triangulasi Dalam pengujian kredibilitas, triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan bermacam cara dan beragam waktu. Dengan demikian, triangulasi terdiri atas triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dari beberapa sumber tersebut dideskripsikan, dikategorikan, dan akhirnya diminta kesepakatan (member check) untuk mendapatkan kesimpulan. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data pada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi waktu berkaitan dengan keefektifan waktu. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih segar dan belum banyak masalah akan memberikan data yang valid, sehingga lebih kredibel. d. Analisis kasus negatif 33



Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil indikator hingga pada saat tertentu. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. e. Menggunakan bahan referensi Yang dimaksud dengan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh validator. Bahan referensi ini dapat berupa foto-foto, rekaman, dan dokumen otentik. f. Member check Member check adalah proses pengecekan data yang berasal dari pemberi data. Member check bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data, berarti data tersebut valid, sehingga kian kredibel. Namun, jika data yang diperoleh validator tidak disepakati oleh pemberi data, validator perlu melakukan diskusi dengan pemberi data. Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai atau setelah mendapatkan suatu temuan atau kesimpulan.



Proses validasi data diperlukan apabila : 1. Suatu ukuran baru ditetapkan (khususnya ukuran klinis yang dimaksudkan untuk membantu rumah sakit mengevaluasi dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang penting). 2. Jumlah sampel untuk validasi berdasarkan Spesification Manual for The Joint Commission International Library of Measures Verssion 2.0, effective for January 2013 discharges (1st Quarter 2013) : a. ≥ 180 data, paling sedikit 5% atau maksimum 50 sampel b. < 180 data, paling sedikit 9 sampel 3. Data akan ditampilkan kepada publik lewat web rumah sakit atau cara lain. 4. Suatu perubahan telah dibuat pada suatu ukuran yang ada, seperti jika alat pengumpulan data telah diubah atau proses abstraksi data telah diubah. 5. Data yang dihasilkan dari ukuran sebelumnya berubah tanpa alasan yang jelas. 6. Sumber data berubah, misalnya ada bagian dari catatan pasien yang diubah ke format elektronik sehingga sumber datanya menjadi elektronik atau kertas. 7. Subyek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dalam umur pasien rata-rata, perubahan protokol penelitian, penerapan practice guidelines (pedoman praktik) baru, atau pemakaian teknologi dan metodologi perawatan baru. Alur Validasi Data Internal 34



langkah-langkah validasi data internal sebagai dapat dijelaskan berikut : 1. Kebutuhan dalam persiapan validasi data papan kerja, format pemantauan, alat tulis, alat dokumentasi foto atau rekaman video 2. Perlu ada penetapan yang menjadi orang pertama dalam pengambilan data dengan orang kedua yang tidak ada hubungan dengan orang pertama, dengan kata lain tidak ada pengaruh atau tidak terlibat data orang kedua dengan pertama. Misalkan orang pertama mengambil sumber data, maka orang kedua mengambil dari sumber data pula, bukan mengambil data dari orang pertama, walaupun orang pertama mengambil data bisa secara keseluruhan. Dalam proses pengambilan data dapat dengan upaya lain agar tidak terjadi bias, tergantung dari kondisi di lapangan. 3. Profil indikator merupakan panduan untuk melakukan pengumpulan data. Validasi tahap awal adalah dengan memastikan bahwa pengumpulan data sudah sesuai dengan profil indikator, yaitu dimulai dari definisi operasional, kemudian numerator dan denumerator serta frekuensi pengambilan data. 4. Menentukan ukuran sampel untuk validasi data. Validasi data adalah alat penting untuk memahami mutu dari data dan penting untuk menetapkan tingkat kepercayaan (confidence level) dari pengambil keputusan terhadap data itu sendiri. Validasi data menjadi salah satu langkah dalam proses menetapkan prioritas evaluasi, memilih apa yang harus di evaluasi, memilih dan mengkaji indikator, mengumpulkan data, validasi data dan menggunakan data untuk peningkatan mutu. 5. Penentuan sampel untuk pengambilan data : Penggunaan 100% sampel hanya diperlukan apabila jumlah rekor, kasus, atau data lainnya sangat kecil atau sampel kurang dari 50. Seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam menentukan sampel. contoh : dalam minggu ke-1 data orisinil ada 70, minggu ke-2 ada 50, minggu ke-3 ada 80 dan minggu ke-4 ada 70. Selanjutnya menentukan ukuran sampel menurut Gay dan Dehl (1996) yaitu minimal 10% sampel dari populasi, maka minggu ke1 “70*10%=7”, minggu ke-2 “50*10%=5”, minggu ke-3 “80*10%=8” dan minggu ke-4 “70*10%=7”. Jadi total minimal sampel adalah 7+5+8+7=27. Contoh lain menggunakan rumus Slovin. Jika dalam 1 bulan ada 300 data (populasi), maka dengan rumus Slovin diperoleh ukuran sampel minimalnya sebesar 171 sampel. Ketentuan Jika Populasi < 50 Diambil semua populasi



Contoh Populasi 40 : Sampel 40



Jika Populasi > 50 Sampel diambil minimal 50 atau Populasi 50 : Sampel 50 Populasi 80 : Sampel 50 10% populasi (mana yang Populasi 600 : Sampel (10% x jumlahnya > ) 600) = 60



35



6. Berdasarkan butir 2 di atas, melakukan pengumpulan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam pengumpulan data orisinil, dengan menggunakan objek data yang sama dan cara ukur yang sama. Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat 7. Menghitung keakuratan dilakukan dengan membandingkan hasil data orang pertama dengan orang kedua. Hasil data keakuratan yang diterima adalah ≥ 90%. Jumlah kesamaan data yang ditemukan --------------------------------------------------- x 100 Jumlah total data 8. Melakukan koreksi apabila unsur datanya tidak sama, alasan-alasannya (misalnya, definisi data yang tidak jelas) harus dicatat dan tindakan korektif harus didokumentasikan 9. Mengidentifikasi tindakan korektif, dengan mereview kembali teknis pengukuran yang telah dilaksanakan 10. Menganalisis data setelah divalidasi dengan perhitungan menggunakan metoda statistik. Sehingga dapat menghasilkan sebuah gambaran dalam pengambilan keputusan.



Elemen penting dalam proses validasi data : 1. Pengumpulan ulang data dilakukan oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam pengumpulan data orisinil. 2. Penggunaan sampel rekor, kasus, dan data lainnya yang secara valid / sah secara statistik. Penggunaan 100% sampel hanya diperlukan apabila jumlah rekor, kasus, atau data lainnya sangat kecil. 3. Pembandingan antara data orisinil dengan data dari pengumpulan ulang. 4. Perhitungan keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang sama dengan jumlah total elemen data dan mengalikan total tersebut dengan 100. Tingkat keakuratannya 90% merupakan tolak ukur yang baik. 5. Apabila unsur datanya tidak sama, alasan-alasannya (misalnya definisi data yang tidak jelas) harus dicatat dan tindakan korektif harus dilakukan. 6. Pengumpulan sampel baru setelah semua tindakan korektif dilaksanakan untuk menjamin bahwa tindakan tersebut menghasilkan keakuratan yang diinginkan.



Bentuk Laporan Validasi Data 36



VALIDASI DATA INDIKATOR Judul Indikator Numerator Denominator Kriteria Ekslusi Sumber Data Pencapaian Indikator Jumlah Data Justifikasi Perlu Validasi Metode Validasi Hasil Validasi Hasil Analisa Kesimpulan Rencana Tindak Lanjut 6. Penyajian Data Untuk penyajian data hasil pencapaian indikator unit dibuat dalam bentuk grafik garis, sedangkan untuk membandingkan data pencapaian indikator yang sama antar unit digunakan grafik batang.



7. Pemilihan Indikator Baru/ Revisi Indikator Apabila suatu indikator sudah tercapai selama enam bulan berturut-turut, maka unit/komite harus memilih indikator baru atau menaikkan target yang diharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan. Indikator yang sudah tercapai harus tetap diukur oleh unit/komite, meski pun tidak dilaporkan, sampai disepakati bersama dengan Komite Mutu & KPRS untuk dihentikan. Pelaporan dapat dilakukan kembali bila terjadi penurunan indikator tersebut. Implementasi Standar Mutu di RS Awal Bros Pekanbaru dilakukan secara terus menerus dan berkesinambunagan sehingga ada audit secara eksternal yang dilakukan oleh badan akreditasi yang sudah kompeten yaitu : a. Joint Commission International (JCI) b. Akreditasi Nasional tahun 2012 (KARS) c. ISO Mutu



Survei Kepuasan Pelanggan Survei kepuasan pelanggan dilakukan oleh customer care kepada pasien rawat inap dan rawat jalan. Penilaian survei kepuasan rawat jalan dan rawat inap dilakukan dengan kriteria kepuasan terhadap pelayanan dokter, perawat, pendaftaran, Laboratorium, Radiologi, Gizi, Fisioterapi, Apotik, Kasir, Customer Care, Kebersihan dan Kenyamanan Ruangan, Pelayanan 37



CONTROLLED COPY keseluruhan dan adanya vektor atau tidak di ruangan yang dikunjungi. Terdapat juga kolom yang dapat diisi apakah ada petugas yang disukai atau yang tidak disukai. Dan ada kolom saran yang bisa diisi sesuai masukan pelanggan.. Tingkat kepuasan yang dipakai adalah sangat baik, baik, cukup, kurang. Hasil dari kuesioner akan direkapitulasi setiap bulan, dilakukan analisis dan dilaporkan setiap bulannya dalam rapat presentasi.



B. Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Ketika merencanakan Sistem Manajemen Mutu, Rumah Sakit Awal Bros mempertimbangkan masalah yang dibahas dalam persyaratan standar Snars Edisi 1, JCI Edisi VI dan ISO 9001:2015 klausul 4.1 dan klausul 4.2.



Hal ini juga sejalan dengan aspek yang dijelaskan dalam Manual Mutu ini klausul 4.1 Memahami konteks perusahaan dimana masalah internal dan eksternal harus ditangani.



Oleh karena itu, penetapan risiko dan peluang dibutuhkan untuk: 1. memberi jaminan bahwa sistem manajemen mutu dapat mencapai hasil yang diinginkan; 2. meningkatkan efek yang diinginkan; 3. mencegah, atau mengurangi, efek yang tidak diinginkan; 4. mencapai peningkatan.



Budaya keselamatan adalah dimana staf dalam suatu organisasi memiliki kesadaran yang konstan dan aktif tentang hal yg potensial menimbulkan kesalahan. Baik staf maupun organisasi harus mampu membicarakan kesalahan (speak up) tanpa menyalahkan (blamming), kemudian belajar dari kesalahan yang telah dilakukan serta mengambil tindakan perbaikan (corrective action) dan berbagi pengalaman tentang kesalahan itu. Tingkah laku seseorang saat terjadi sebuah insiden dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Kesalahan manusiawi, tidak disengaja : a. Berbuat sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan : keliru, lupa, salah; 38



b. Penanganan dengan melakukan perbaikan : proses, prosedur, pelatihan, desain; c. Tindak lanjut : Diingatkan. 2. Tingkah laku berisiko : a. Berbuat sesuatu yang berisiko namun tidak tahu kalau itu berisiko; b. Penanganan dengan melakukan : menghilangkan insentif untuk perbuatan yang berisiko, menambah insentif untuk yang sebaliknya, meningkatkan kewaspadaan situasi; c. Tindak lanjut : Bimbingan. 3. Tingkah laku ceroboh : a. Berbuat sesuatu yang dengan sengaja mengabaikan risiko dan prosedur; b. Penanganan dengan melakukan : evaluasi ulang; c. Tindak lanjut : Hukuman.



Budaya no blaming memang harus dijunjung tinggi bila terjadi kesalahan dan insiden di RS, namun tetap harus dilakukan evaluasi secara mendalam dengan hasil rencana tindak lanjut yang berbeda. Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru melakukan proses perbaikan untuk melakukan perbaikan secara proaktif dan reaktif. Adapun proses tersebut adalah sebagai berikut : Perencanaan manajemen risiko telah bersangkut-paut pada aspek-aspek berikut; 1. tindakan untuk mengatasi risiko dan peluang; 2. bagaimana: a) Mengintegrasikan dan menerapkan tindakan tersebut ke dalam Sistem Manajemen Mutunya (sesuai dengan Persyaratan Standar ISO 9001:2015 klausul 4.4), dan b) Mengevaluasi efektivitas dari tindakan yang diambil (persyaratan ISO 9001:2015 klausul 9.2.1 dan 9.3.1 ). Tindakan yang diambil untuk mendalami risiko dan peluang harus pula sebanding dengan dampak potensialnya pada kesesuaian produk dan jasa. Dalam konteks Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru, manajemen risiko harus memperhitungkan pada aspek-aspek berikut: 1. kepatuhan hukum Berlaku 2. lingkungan kerja



Sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu klausul 4.4, informasi terdokumentasi (rekaman) manajemen risiko harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara.



39



Efektivitas tindakan yang diambil untuk mendalami risiko alamat dan peluang harus ditinjau oleh Direksi dalam Tinjauan Manajemen, minimal 1 kali per tahun. Dan untuk evaluasi manajemen Risiko dilakukan dalam 3 bulan sekali, atau sewaktu-waktu harus segera direvisi. Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Pelaporan insiden penting sebagai awal proses pembelajaran untuk pencegahan kejadian terulang kembali. Laporan insidens adalah pelaporan setiap masalah atau kejadian yang menyimpang dari yang direncanakan atau secara normal seharusnya tidak terjadi dan berdampak pada keselamatan atau keamanan pasien (patient care and safety). Tujuan utama pelaporan insiden adalah mengurangi insiden keselamatan pasien (near miss/adverse event/no harm) dan bahaya potensial untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien.



1.



Jenis Insiden Keselamatan Pasien terdiri dari : a. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) : adalah suatu Kejadian tidak diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (misal : Amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku. b. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) atau Adverse Event : adalah suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yag tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (omission), ketimbang karena underlying disease atau kondisi pasien. c. Kejadian Tidak Cedera (KTC) : adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera (misal : Darah tranfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul cedera atau gejala inkompatibilitas. Obat salah pasien terlanjur diberikan, tetapi tidak timbul cedera). d. Kejadian Nyaris Cedera ( KNC ) atau Near Miss : adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan. e. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah suatu kondisi atau situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden (misal : ICU yang sangat sibuk tetapi jumlah staf selalu kurang atau understaff, penempatan defibrilator standby di UGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak).



40



Kejadian sentinel meliputi kejadian-kejadian sebagai berikut : a.



Kematian tidak terduga yang tidak disebabkan oleh penyakit atau kondisi pasien (misal akibat bunuh diri).



b.



Kehilangan fungsi tubuh pasien yang luas dan permanen yang tidak terkait dengan perjalanan alamiah dari penyakit atau penyakit dasarnya



c.



Pembedahan dengan lokasi, prosedur atau pada pasien yang salah.



d.



Penularan penyakit yang kronik atau fatal akibat transfuse darah dan produk darah.



e.



Penculikan bayi atau bayi tertukar.



f.



Pemerkosaan, kekerasan di tempat kerja seperti penyerangan (menyebabkan kematian atau kehilangan fungsi tubuh yang permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, staf, dokter ketika berada dalam lingkungan rumah sakit.



Bila RS mendeteksi atau mencurigai adanya perubahan yang tidak diinginkan dari apa yang diharapkan maka akan dilakukan analisis mendalam untuk membuat perbaikan. Secara khusus analisis mendalam dimulai bila tingkat, pola, atau trend yang tidak diinginkan bervariasi secara signifikan dari : 1. Apa yang diharapkan; 2. Apa yang ada di RS; 3. Standar-standar yang diakui. Analisis dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut : a. Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi; b. Semua kejadian serius akibat efek samping obat; c. Semua kesalahan pengobatan yang signifikan; d. Semua perbedaan besar antara diagnosis pra dan pasca operasi; e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi sedang atau sedasi dalam dan pemakaian anestesi; f. Infeksi terkait perawatan kesehatan atau wabah penyakit menular.



2. Alur Pelaporan dan Pencatatan Insiden Keselamatan Pasien a.



Petugas yang menemukan atau mengetahui kejadian insiden melaporkan kepada atasan langsung (PJ/ Koordinator) dan mencatat di formulir Laporan Insiden Internal untuk Kejadian Nyaris Cedera-KNC (Near Miss), Kejadian Tidak Cedera-KTC (No Harm), kejadian tidak diharapkan-KTD (Adverse Event) dan kejadian sentinel 41



(Sentinel Event). Untuk kejadian potensial cedera di catat ke formulir Kejadian Potensial Cedera (KPC). b.



Petugas yang menemukan atau mengetahui kejadian insiden memberikan laporan kepada kepala unit/ tim penggerak keselamatan pasien masing-masing ruangan untuk diperiksa dan dilakukan risk grading. Untuk kejadian potensial cedera tidak dilakukan risk grading ataupun dapat langsung menghubungi Komite mutu dan KPRS atau dapat juga mengirimkan pesan melalui nomor 08972504084 yang langsung berhubungan dengan Komite Mutu & KPRS. Selain itu juga mengirimkan pesan melalui aplikasi Kotak Surat Awal Bros di android yang langsung terkoneksi ke bagian Mutu & Keselamatan Pasien.



c.



Petugas yang menemukan atau mengetahui kejadian insiden membuat laporan insiden internal maksimal 2 x 24 jam setelah kejadian dan langsung menyerahkan laporan insiden ke Tim Keselamatan Pasien.



d.



Hasil risk grading ada 4 yaitu : biru, hijau, kuning dan merah. Grading didapatkan dari perkalian antara dampak klinis/ consequences/ severity dan probabilitas/ frekuensi/ likelihood.



Tabel probabilitas yang digunakan untuk menentukan tingkat keseringan



Tabel skor dampak



42



Tabel ini digunakan untuk memperkirakan dampak yang akan terjadi dari suatu risiko selain dari kasus Pasien: LEVEL DESKRIPSI



CEDERA PASIEN



PELAYANAN/ OPERASIONA L BIAYA



PUBLIKASI



REPUTASI



1



2



3



4



5



INSIGNIFIC ANT



MINOR



MODERATE



MAJOR



CATASTR OPHIC



dapat diatasi dengan pertolongan pertama



berkurangnya fungsi motorik/sensori, setiap kasus yang memperpanjang perawatan



cedera luas, kehilangan fungsi utama permanen



kematian



Tidak ada cedera



Terhenti lebih terhenti lebih dari 1 jam dari 8 jam Kerugian kecil



kerugian lebih dari 0,1% anggaran



Rumor



media lokal, waktu singkat



Rumor



Dampak kecil terhadap moril karyawan dan kepercayaan masyarakat



terhenti lebih dari 1 minggu kerugian kerugian lebih lebih dari dari 0,25% 0,5% anggaran anggaran media media lokal, nasional, waktu lama kurang dari 3 hari Dampak serius Dampak terhadap bermakna moril terhadap moril karyawan dan kepercayaan dan masyarakat kepercayaan masyarakat terhenti lebih dari 1 hari



terhenti permanen kerugian lebih dari 1% anggaran media nasional lebih dari 3 hari



Menjadi masalah berat bagi B&D



43



Jika skor probability dan dan skor dampak sudah didapat, maka dimasukkan ke dalam tabel matrix Assesment.



3. Investigasi Insiden a. Jika risk grading biru maka kepala unit/ tim penggerak terkait membuat investigasi sederhana yang dilakukan paling lambat 1 minggu. b. Jika risk grading hijau maka kepala unit/ tim penggerak terkait membuat investigasi sederhana yang dilakukan paling lambat 2 minggu. c. Jika risk grading kuning atau merah maka tim penggerak akan berkoordinasi dengan tim keselamatan pasien untuk membuat tim investigasi komprehensif/ analisis akar masalah/ Root Case Analysis. d. Tim investigasi komprehensif/ analisis akar masalah/ Root Case Analysis akan membuat analisis akar masalah insiden dengan risk grading kuning atau merah paling lama 45 hari (1,5 bulan). e. Tim keselamatan pasien menyerahkan dan mengumpulkan laporan insiden beserta hasil analisisnya. f. Setiap bulan tim keselamatan pasien membuat laporan rekapitulasi insiden keselamatan pasien beserta analisisnya. g. Laporan bulanan tersebut kemudian diserahkan ke Tim Mutu Rumah Sakit.



Jenis investigasi insiden : a. Investigasi sederhana Dilakukan oleh atasan staf yang bersangkutan jika kategori risiko berwarna biru atau hijau, langkah – langkah investigasi sederhana adalah : 1. Mengumpulkan data : observasi, dokumentasi, dan wawancara 2. Menentukan penyebab insiden menggunakan fivewhy untuk mendapatkan 3. Rekomendasi : termasuk menentukan penanggung jawab dan tanggal implementasi



44



4. Aktivitas : rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatasi penyebab insiden dan cara implementasinya.



b. Root Cause Analysis Root Cause Analysis adalah suatu metode analisis terstruktur yang mengidentifikasi akar masalah dari suatu insiden, dan proses ini cukup adekuat untuk mencegah terulangnya insiden yang sama. RCA berusaha menemukan jawaban atas pertanyaanpertanyaan berikut: 1. Apa yang terjadi? 2. Apa yang seharusnya terjadi? 3. Bagaimana terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian yang sama terulang? Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara penyebab langsung dan akar masalah. Penyebab langsung (immediate cause/proximate cause) adalahsuatu kejadian (termasuk setiap kondisi) yang terjadi sesaat sebelum insiden, secara langsung menyebabkan suatu insiden terjadi, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden. Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak faktor (kejadian, kondisi) yang mengkontribusi atau menciptakan proximate cause, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden. Biasanya suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah.



Cara untuk mengidentifikasi akar masalah 1. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung 2. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana yang mendasari terjadinya penyebab langsung 3. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human error 4. Tim sering kali menemui masalah pada tahap ini; sering berhenti pada penyebab langsung dan tidak terus mencari akar masalahnya. 5. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang ditemukan tidak dapat ditelusur lagi, inilah yang disebut dengan akar masalah.



Cara membedakan root cause dan contributing cause: 1. Apakah insiden dapat terjadi jika “cause” tersebut tidak ada? Tidak: root cause



Ya: contributing



2. Apakah insiden akan terulang oleh karena hal yang sama jika “cause” dikoreksi atau dieliminasi? Tidak: root cause



Ya: contributing 45



3. Apakah koreksi atau eliminasi “cause” dapat menyebabkan insiden yang serupa? Tidak: root cause



Ya: contributing



Apabila ketiga jawaban adalah “Tidak”, maka cause tersebut adalah root cause. Apabila salah satu jawaban adalah “Ya”, maka cause tersebut adalah “contributing cause”



Adapun langkah-langkah Root Cause Analisis (RCA), sebagai berikut: a.



Identifikasi insiden yang akan dianalisis



b.



Tentukan tim investigator



c.



Kumpulkan data •



Observasi: kunjungan langsung untuk mengetahui keadaan, posisi, hal-hal yang berhubungan dengan insiden.







Dokumentasi: untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai data, observasi dan inspeksi\







Interview: untuk mengetahui kejadian secara langsung guna pengecekan data hasil observasi dan dokumentasi



d.



Petakan kronologis kejadian Sangat membantu bila kronologi insiden dipetakan dalam sebuah bagan. Ada beberapa macam cara kronologi kejadian sebagai berikut: a.



Kronologi cerita/narasi Suatu penulisan cerita apa yang terjadi berdasarkan tanggal dan waktu, dibuat berdasarkan kumpulan data saat investigasi. Kronologi cerita digunakan jika: 1.



Kejadian sederhana dan tidak kompleks, dimana masalah, praktek dan factor kontribusinya sederhana.



2.



Dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum suatu kejadian yang lebih kompleks



3.



Dapat digunakan sebagai bagian integral dari suatu laporan sebagai ringkasan dimana hal tersebut mudah dibaca.



Nilai positif: format ini baik untuk presentasi informasi Nilai negatif: sulit untuk menemukan titik cerita dengan cepat, sulit untuk mengerti jalan cerita dengan cepat bila melibatkan banyak pihak. b.



Timeline Metode untuk menelusuri rantai insiden secara kronologis. Memungkinkan investigator untuk menemukan bagian dalam proses dimana masalah terjadi.



CONTROLLED COPY



c.



Tabular timeline



46



Merupakan penngembangan timeline yang berisi tiga data dasar: tanggal, waktu, cerita kejadian asal, dan dilengkapi 3 data lain: informan tambahan, praktek yang baik (good practice), dan masalah/CMP (Care Management Problem).Tabular timeline dapat digunakan pada seriap insiden, berguna pada kejadian yang berlangsung lama.



d.



Time Person Grids Alat pemetaan tabular yang dapat membantu pencatatan pergerakan orang (staf, dokter, pengunjung, pasien, dll) sebelum, selama, dan sesudah kejadian. Time Person Grids digunakan ketika: •



Jika dalam suatu insiden terdapat keterlibatan banyak orang dan investigator ingin memastikan keberadaan mereka dalam insiden







Berguna pada keadaan jangka pendek







Dapat dipetakan kedalam garis waktu sehingga dapat dipakai untuk mengetahui kerangka waktu spesifik yang lebih detail.



Langkah-langkah time person grids sebagai berikut: •



Buatlah table yang terdiri dari beberapa baris dan kolom







Dari table tersebut, kolo sebelah kiri berisi daftar staf yang terlibat







Kolom berikutnya berisi perjalanan waktu (jam, menit) pada baris atasnya







Kemudian pada baris dibawah waktu berisi keterangan tempat atau kegiatan staf yang terlibat



Nilai positif: •



Dapat digunakan pada waktu yang pendek







Dapat mengidentifikasi keberadaan seseorang dan adanya celah informasi







Pemetaan dalam bentuk garis waktu yang efektif.



Nilai negatif: •



Hanya dapat digunakan dalam waktu yang pendek







Orang tidak dapat mengingat waktu dimana dia berada







Terfokus pada individu



e. Identifikasi masalah (Care Management Problem/CMP) 47



Masalah yang terjadi dalam pelayanan, baik itu melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yanga seharusnya. Suatu insiden bisa terdiri dari beberapa CMP. •



Prinsip dasar CMP: pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan yang ditetapkan.







Penyimpangan member dampak langsung atau tidak langsung pada adverse event



f. Analisis informasi Tools untuk identifikasi proximate dan underlying cause. •



5 Why (why-why chart) Secara konstan bertanya “mengapa?”, melalui lapisan penyebab sehingga mengarah pada akar permasalahan dari problem yang teridentifikasi.



g. Analisis perubahan/ change analysis Digunakan untuk menganalisis proses yang tidak bekerja sesuai rencana (apa dan mengapa berubah). Cara ini digunakan jika: •



Suatu system /tugas yang awalnya bekerja efektif kemudian terjadi kegagalan/terdapat sesuatu yang menyebabkan perubahan situasi.







Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan ketidaksesuaian tindakan atau kerusakan alat.



Analisis perubahan membandingkan realita dengan idealnya/ teori dengan prakteknya. Langkah-langkahnya: •



Pelajari prosedur normal: apa yang seharusnya dilakukan (kolom 1)







Petakan alur insiden yang terjadi, bandingkan dengan langkah 1 (kolom 2)







Bandingkan 2 proses apakah ada perbedaan apa sebagai maslah? Catat pada kolom yang telah disediakan (kolom 3)







Catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan dalam rekomendasi.



h.



Analisis hambatan/ barrier analysis Analisis hambatan didesain untuk mengidentifikasi: •



Penghalang mana yang seharusnya berfungsi untuk mencegah terjadinya insiden







Mengapa penghalang gagal 48







Penghalang apa yang dapat digunakan agar insiden tidal terulang lagi?



Ada empat tipe penghalang, yaitu: •



Penghalang fisik







Penghalang natural







Penghalang tindakan manusia







Penghalang administrasi



Teori Analisis hambatan/barrier analysis Saat suatu insiden terjadi, biasanya sudah ada tiga atau lebih penghalang yang berhasil ditembus. Hal ini sesuai dengan teori “Swiss Cheese”.



i.



Fish bone Tiap masalah dapat berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat memberikan dampak pada timbulnya insiden.



49



Diagram Fish Bone Untuk menentukan akar masalah insiden keselamatan pasien yang perlu dipertimbangkan adalah faktor-faktor sebagai berikut : a.



Faktor kontributor eksternal / di luar rumah sakit Komponen:



b.



1.



Regulator dan Ekonomi



2.



Peraturan dan Kebijakan Depkes



3.



Peraturan Nasional



4.



Hubungan dengan Organisasi lain



Faktor kontributor organisasi dan manajemen Komponen Organisasi dan Manajemen



Sub Komponen a. Struktur Organisasi b. Pengawasan c. Jenjang Pengambilan Keputusan



Kebijakan, Standar dan Tujuan



a. Tujuan dan Misi b. Penyusunan Fungsi Manajemen c. Kontrak Service d. Sumber Keuangan e. Pelayanan Informasi f. Kebijakan diklat g. Prosedur dan Kebijakan h. Fasilitas dan Perlengkapan i. Manajemen Risiko j. Manajemen K3 k. Quality Improvement



Administrasi



Sistem Adminsitrasi



Budaya Keselamatan



a. Attitude kerja b. Dukungan manajemen oleh seluruh staf



SDM



a. Keterbatasan b. Tingkat Pendidikan dan Ketrampilan Staf yang berbeda 50



b. Beban Kerja yang optimal Diklat



Manajemen Training / Pelatihan / Refreshing



c.



Faktor lingkungan kerja Komponen



Sub Komponen



Desain dan Bangunan



a. Manajemen Pemeliharaan b. Penilaian Ergonomik c. Fungsionalitas



Lingkungan



a. Housekeeping b. Pengawasan Lingkungan Fisik c. Perpindahan Pasien antar Ruangan



Peralatan / sarana / prasarana



a.



Malfungsi Alat



b. Ketidaktersediaan c.



Manajemen Pemeliharaan



d. Fungsionalitas e.



Desain,



Penggunaan



dan



Maintenance f.



d.



Peralatan



Faktor kontributor : Tim Komponen Supervisi dan Konsultasi



Sub Komponen a.



Adanya



kemauan



staf



junior



berkomunikasi



Konsistensi



b.



Cepat Tanggap



a.



Kesamaan tugas antar profesi



b. Kesamaan tugas antar staf yang setingkat Kepemimpinan dan tanggung a.



e.



Kepemimpinan Efektif



jawab



b. Job Disc Jelas



Respon terhadap Insiden



Dukungan peer group setelah insiden



Faktor kontributor : petugas 51



Komponen



Sub Komponen



Kompetensi



a.



Verifikasi Kualitas



b. Verifikasi



Pengetahuan



dan



Ketrampilan Stressor Fisik dan Mental



a.



Motivasi



b. Stressor Mental : efek beban kerja beban mental c.



Stressor Fisik : Efek beban kerja = Gangguan Fisik



f.



Faktor kontributor : Tugas Komponen



Sub Komponen



Ketersediaan SOP Ketersediaan dan akurasi hasil a. test



Test Tidak Dilakukan



b. Ketidaksesuaian antara interpretasi hasil test



Faktor



Penunjang



dalam a.



validasi alat medis



penggunaan,



reliabilitas b.



Desain Tugas



Ketersediaan,



Kalibrasi



Penyelesaian tugas tepat waktu dan sesuai SOP



g.



Faktor kontributor : Pasien Komponen Kondisi



Sub Komponen Penyakit



yang



kompleks,



berat,



multikomplikasi Personal



a.



Kepribadian



b. Bahasa c.



Kondisi Sosial



d. Keluarga Pengobatan



Mengetahui risiko yang berhubungan dengan pengobatan



Riwayat



a.



Riwayat Medis



b. Riwayat Kepribadian c. Hubungan Staf dan Pasien



Riwayat Emosi



Hubungan yang baik



52



h.



Faktor kontributor komunikasi Komponen Komunikasi Verbal



Sub Komponen a.



Komunikasi antar staf junior dan senior



b. Komunikasi antar profesi c.



Komunikasi antar staf pasien



d. Komunikasi antar unit departemen Komunikasi Tertulis



j.



Ketidaklengkapan informasi



Rekomendasi dan Rencana Kerja untuk Improvement Rekomendasi dan rencana kerja untuk improvent dibuat dalam bentuk table, dimana table tersebut berisikan faktor kontribitor, tindakan, tingkat rekomendasi, penanggungjawab, waktu, sumberdaya yang dibutuhkan, bukti penyelesaian, dan paraf.



Contoh format RCA : LANGKAH 1 dan 2: IDENTIFIKASI INSIDEN DAN TENTUKAN TIM INSIDEN : __________________________________________________ Tim



:



Ketua



:



Anggota



:



1. ________ 4. ________ 2. ________ 5. ________ 3. ________ 6. ________



Apakah semua area yang terkait sudah terwakili?



YA



TIDAK



Apakah macam-macam dan tingkat pengetahuan



YA



TIDAK



Yang berbeda sudah terwakili dalan tim tersebut? Siapa yang menjadi notulen ? _______ Tanggal dimulai _______________Tanggal dilengkapi ______________



LANGKAH 3: KUMPULKAN DATA DAN INFORMASI - Observasi langsung : __________________ - Dokumentasi: 1. ______________________ 53



2. ______________________ 3. ______________________ 4. ______________________ 5. ______________________ - Interview (dokter atau staf yang terlibat) 1. _______________________________________ 2. _______________________________________ 3. _______________________________________ 4. _______________________________________ 5. _______________________________________



LANGKAH 4: PETAKAN KRONOLOGIS KEJADIAN 1. FORM TABULAR TIMELINE Waktu/kejadian Kejadian Informasi tambahan Good practice Masalah pelayanan



2. FORM TIME PERSON GRID Waktu



Staf yg terlibat



LANGKAH 5: IDENTIFIKASI MASALAH FORM MASALAH MASALAH



INSTRUMEN/TOOLS



LANGKAH 6: ANALISIS INFORMASI 54



1.



FORM TEKNIK (5) MENGAPA MASALAH Mengapa Mengapa



2.



FORM ANALISIS PERUBAHAN Prosedur yang normal



Prosedur yang dilakukan



Apakah terdapat bukti



(SPO)



saat insiden



perubahan dalam proses?



3. FORM ANALISIS PENGHALANG Apakah penghalang pada



Apakah penghalang



Mengapa penghalang



masalah ini?



dilakukan?



gagal? Apa dampaknya?



LANGKAH 7: FORM REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAKAN Faktor kontributo r



Tindaka n



Tingkat



Penanggun



rekomendas



g



i



jawab



Sumber wakt



daya yang



u



dibutuhka n



Bukti penyelesaia n



Para f



Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Seluruh bidang pekerjaan pasti menerapkannya sebagai sesuatu yang sangat penting. Makin besar risiko suatu pekerjaan, maka makin besar perhatian pada aspek manajemen risiko ini. Rumah sakit sebagai sebuah institusi dimana aktifitasnya penuh dengan berbagai risiko keselamatan, sudah selayaknya menerapkan hal ini. Manajemen risiko dapat dapat memotong mata rantai terjadinya kerugian sehingga efek dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun kecelakaan. Komponen program manajemen risiko terdiri dari : 1. Identifikasi risiko 2. Prioritas risiko 3. Pelaporan risiko 4. Manajemen risiko 5. Investigasi kejadian tidak diharapkan (KTD) 6. Manajemen klaim terkait 55



Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/organisasi. Proses manajemen risiko ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement).



CONTROLLED COPY



Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan. Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupu operasional berjalan. Rumah sakit Awal Bros Pekanbaru adalah rumah sakit yang baru berdiri dan proses manajemen risiko belum terdokumentasi dengan baik. Dengan penerapan manajemen risiko di RS Awal Bros Pekanbaru diharapkan dapat mengurangi risiko yang kemungkinan dapat terjadi dikemudian hari yang akan berdampak pada keselamatan pasien dan kerugian lainnya.



Pelaksanaan sistem manajemen risiko meliputi: 1.



Identifikasi risiko Identifikasi risiko adalah proses mengidentifikasi apa yang biasa terjadi, mengapa dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengelola risiko adalah mengidentifikasinya. Jika kita tidak dapat mengidentifikasi/ mengenal/ mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat apapun terhadapnya. Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu identifikasi risiko proaktif dan identifikasi risiko reaktif. Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan dengan cara proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit mencapai tujuan. Disebut mencari karena risikonya belum muncul dan bermanifestasi secara nyata. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit, inspeksi, brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain, FMEA, analisis SWOT, survei, dan lain-lain. Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan. Metode yang dipakai biasanya adalah melalui pelaporan insiden. Instrumen identifikasi: -



Laporan insiden



-



Complain dan litigasi



-



Risk profilling



-



Survey



Hasil identifikasi risiko dimasukkan dalam risk register rumah sakit.



56



2.



Analisis dan prioritas risiko Analisis risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan menentukan peringkat risiko. Setelah diidentifikasi, risiko dianalisis. Analisis risiko dilakukan dengan cara menilai seberapa sering peluang risiko itu muncul; serta berat riangannya dampak yang ditimbulkan. Analisis peluang dan dampak ini dilakukan dengan cara kuantitatif. Caranya adalah dengan member skor satu sampai lima masing-masing pada peluang dan dampak. Makin besar angka, peluang makin sering atau dampak makin berat. Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi kita dapatkan, kedua angka itu kemudian dikalikan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan peringkat untuk mendapatkan prioritas penanganannya. Makin tinggi angkanya, makin tinggi peringkatnya dan prioritasnya. Instrument yang diperlukan dalam analisis risiko:



3.



1.



Risk grading matrix



2.



Root cause analysis (RCA)



3.



Failure modes effect analysis (FMEA)



Evaluasi risiko Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisis risiko dengan criteria risiko untuk menentukan apakah risiko dan/atau besarnya dapat diterima atau ditoleransi. Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian, tidak ada risiko yang terlewati, dan terjadi pendelegasian tugas yang jelas sesuai dengan berat ringannya risiko.



4.



Penanganan risiko Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko. Bentuk penanganan risiko diantaranya: -



Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko;



-



Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih baik, lebih menguntungkan);



-



Menghilangkan sumber risiko;



-



Mengubah kemungkinan;



-



Mengubah konsekuensi; 57



-



Berbagi risiko dengan pihak lain (termasuk kontrak dan pembiayaan risiko);



-



Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.



Kegiatan di atas dapat digambarkan dalam skema proses manajemen risiko.



Adapun cara untuk mendapatkan prioritas masalah, dapat dilihat di penentuan RCA sebelumnya. Seluruh risiko yang sudah teridentifikasi dimasukkan ke dalam risk register rumah sakit.



Analisis Modus Kegagalan/Failure Modes Effect Analysis (FMEA) FMEA merupakan metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien. Proses ini merupakan proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi, mengantisipasi kesalahan dan akan meminimalkan dampak buruk. Langkah-langkah FMEA: a.



Tentukan topik proses FMEA



b.



Bentuk tim



c.



Gambarkan alur proses



d.



Analisis hazard score



e.



Tatalaksana dan pengukuran outcome



f.



Standarisasi/ redesign proses/ design control



g.



Analisis dan melakukan uji coba pada proses yang baru



h.



Implementasi dan monitoring proses yang baru



58



Langkah 1



dan 2



-



Pilih proses yang berisiko tinggi terhadap keselamatan pasien dan bentuk tim



-



Tim menyesuaikan proses yang dipilih



-



Pilih proses yang akan dianalisis



-



Tentukan salah satu proses/ sub proses bila prosesnya kompleks



Langkah 3A Jelaskan tahapan-tahapan proses kegiatan sesuai kebijakan dan prosesur yang berlaku di rumah sakit. Tahapan proses isikan ke dalam kotak 1,2,3,4,5,6 dst. Pada tahapan proses dijelaskan proses setiap kegiatan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku dan jika proses terlalu kompleks, dapat memilih satu proses atau sub proses untuk ditindaklanjuti Kemudian masing-masing proses uraikan subprosesnya pada tahapan sub proses pada baris a,b,c,d,e. dst.



Langkah 3B (gambarkan alur sub proses) Jelaskan sub proses kegiatan yang dipilih untuk ditindaklanjuti, isikan pada kotak a,b,c,d,e. masing-masing sub proses dicari modus kegagalannya, isikan pada baris 1,2,3,4,5.



Langkah 4 (analisis hazard score) Isikan masing-masing kegagalan dan efek analisisnya pada lembar kerja 1.



Modus kegagalan Apa yang akan anda amati ketika kesalahan terjadi, masing-masing beri bilai pada nomor selanjutnya



2.



Akibat/Severity (S) Bagaimana dampak kesalahan pada pelanggan, beri nilai seberapa parah dampaknya terhadap pelanggan (nilai 1-10)



59



3.



Potensial penyebab/Occurrence (O) Diisi dengan seberapa sering penyebab atau kesalahan model ini terjadi. Diisi dengan nilai 1-10



4.



Pendeteksian/ Detectability (D) Seberapa besar kemungkinan yang kita dapat untuk mendeteksi kesalahan atau penyebabnya. Diberi nilai skala 1-10



5.



RPN yaitu hasil perkalian SxOxD



6.



Peringkat: untuk prioritas penyebab yang akan ditindaklanjuti pada langkah 5 berdasarkan nilai tertinggi pada RPN (Risk Priority Number).



Langkah 5 Tatalaksana dan pengukuran outcome.



Langkah 6 Melakukan standarisasi/redesign proses/design control, antara lain dengan: -



Mengeliminasi risiko bila memungkinkan



-



Minimalkan risiko apabila tidak dapat dieliminasi



Langkah 7 Analisis dan melakukan uji coba pada proses baru 1.



Bila proses yang baru sudah selesai dibut, perlu dilakukan proses FMEA yang baru untuk menguji apakah proses tersebut masih berpotensi menimbulkan kegagalan



2.



Untuk failure mode dengan high RPN, jangan lupa mencari banyak jalan untuk mengeliminasi/ meminimalkan risiko.



Langkah 8 Implementasi dan monitor proses yang baru. Ulangi beberapa waktu, sesudah beberapa failure mode dieliminasi



3. Manajemen klaim Bila timbul klaim biaya akibat terjadinya suatu insiden keselamatan pasien di RS, akan dilakukan investigasi atau audit medik, hasilnya dilaporkan ke Direktur Badan Tatakelola untuk membuat keputusan mengenai pembayaran klaim tersebut.



60



Evaluasi Budaya Keselamatan Pasien di RS Agar keselamatan pasien dapat tercapai, harus terdapat lingkungan dan budaya yang mendukung keselamatan pasien dalam suatu organisasi, dalam hal ini RS, yang dapat menjadi wadah bagi petugas kesehatan untuk berdiskusi, berbagi informasi, dan memperbaiki masalah keselamatan yang terjadi Agency of Health Research and Quality/ AHRQ (2011). Untuk itu AHRQ (2004) mengeluarkan sebuah format survei budaya keselamatan pasien untuk membantu menelaah awal sejauh mana budaya keselamatan di suatu RS, sebagai modal dasar untuk memperbaiki, memonitor, membandingkan hasilnya, dan digunakan untuk membuat kebijakan dan program terkait keselamatan pasien di RS tersebut, menurut Nieva (2003). Hospital Survey Of Patient Safety Culture (HSOPC)/ Survei Budaya Keselamatan Pasien RS tersebut menilai tingkat budaya KP di RS berdasarkan 12 dimensi dengan dua pertanyaan tambahan mengenai pendapat responden mengenai persepsi budaya keselamatan pasien di RS secara keseluruhan dan frekuensi pelaporan insiden keselamatan pasien dalam 12 bulan terakhir.



Keterbukan komunikasi



Umpan Balik dan Komunikasi tentang insiden KPRS



Kerja sama antar unit



Serah terima dan transisi



Dukungan Manajemen Respon non Punitive terhadap kesalahan



Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru



Pembelajaran organisasi dan perbaikan



staffing



Persepsi keseluruhan tentang KPRS Frekuensi pelaporan kejadian Kerjasama dalam unit



Harapan staf terhadap sikap dan tindakan suvervisor



Dua belas dimensi budaya keselamatan pasien menurut AHRQ (2014) Penilaian budaya keselamatan pasien di RS Awal Bros Pekanbaru dilakukan dengan menggunakan Survei Budaya Keselamatan Pasien yang di-adopt dari Hospital Survey Of Patient Safety Culture (HSOPSC) dari AHRQ (2014) yang sudah diterjemahkan, dilakukan setiap tahun sekali.



61



Survei ini menurut AHRQ Hospital Survey on Patient Safety Culture: User’s Guide (2017), dapat digunakan untuk : 1. Meningkatkan kewaspadaan staf mengenai keselamatan pasien; 2. Menilai status budaya keselamatan pasien saat ini; 3. Mengidentifikasi kekuatan dan area-area perbaikan budaya keselamatan pasien; 4. Menilai kecenderungan dalam perubahan budaya keselamatan pasien terkait selama ini; 5. Evaluasi dampak dari inisiatif dan intervensi keselamatan pasien; 6. Membuat perbandingan dalam dan antar organisasi.



C. Pengendalian Dokumen Rumah Sakit Dilakukan dengan cara: a. Mengelola dan menyimpan kebijakan rumah sakit; b. Mengelola dan menyimpan pedoman / panduan yang ada di rumah sakit; c. Mengelola SPO yang ada di rumah sakit; d. Mendistribusikan dokumen ke unit terkait baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy (SIRS); e. Memastikan dokumen yang terdistribusi tidak duplikasi; f. Memastikan dokumen yang terdistribusi adalah yang terbaru; g. Menarik dokumen yang tidak berlaku lagi.



D. Peningkatan Mutu Pelayanan Secara Berkesinambungan Peningkatan kualitas adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin tercapainya insiden perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Peningkatan kualitas mutu pada dasarnya adalah peningkatan kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customers satisfaction) yang dilakukan setiap orang dari bagian di Rumah Sakit.



Pengertian peningkatan kualitas mutu di atas mengacu pada siklus peningkatan (Control Cicle ) dengan memakai siklus “Plan – Do – Study – Action”( P- D – S – A ) ( rencanakan – laksanakan – pembelajaran – aksi ). Pola P-D-S-A . Dengan P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus – menerus ( continues improvement ) tanpa berhenti.



62



Konsep P-D-S-A tersebut merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.



Action



Plan



(6) Mengambil tindakan yang tepat



(1) Menentukan tujuan dan insiden (2) Menetapkan metode untuk mencapai tujuan (3) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan



(5) Memeriksa akibat pelaksanaan (4) Melaksanakan Pekerjaan



Study



Do



Keempat tahapan siklus PDSA: Plan : perubahan yang akan diuji atau diterapkan Do



: melakukan tes atau perubahan



Study : data sebelum dan setelah perubahan dan merefleksikan apa yang telah dipelajari Act



: rencana perubahan siklus berikutnya atau implementasi penuh



Dalam gambar tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan. Hubungan peningkatan kualitas medis dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus PD-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-S-A Cycle) 63



Perubahan



apa



yang



dapat



kita



buat



yang



akan



menghasilkan



perbaikan?



Ada banyak potensi perubahan yang bisa kita laksanakan di Tim kita .Namun, bukti dari literatur ilmiah dan program perbaikan sebelumnya menunjukkan bahwa ada sejumlah kecil perubahan yang paling mungkin untuk menghasilkan perbaikan. Ada kemungkinan bahwa siklus PDSA beberapa berjalan berurutan (gambar 9), atau bahkan secara bersamaan (gambar 10)



Siklus PDSA Berurutan



Siklus PDSA Secara Bersamaan



Peningkatan kualitas berdasarkansiklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik .Pelaksanaan P-D-S-A dengan enam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : a.



Langkah 1. Menentukan tujuan dan insiden → Plan Tujuan dan insiden yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan. Penetapan insiden tersebut ditentukan oleh Direktur rumah sakit.Penetapan insiden didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Insiden ditetapkan secara konkret dalam bentuk insiden, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.



b.



Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan →Plan



CONTROLLED COPY



Penetapan tujuan dan insiden dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh 64



karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan c.



Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.



d.



Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.



e.



Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.



f.



Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam peningkatan kualitas pelayanan.



Konsep P-D-S-A dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam peningkatan kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya insiden yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai insiden tersebut.



65



Partisipasi semua pihak dalam peningkatan kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam peningkatan kualitas pelayanan dimaksudkan adalah peningkatan tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat peningkatan kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses



E. Pemantauan Mutu Medik Pedoman Praktik Klinis dan Alur Klinis Menurut Permenkes No.1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran setiap Direktur RS menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO) sesuai jenis dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya. SPO dibuat berdasarkan berbagai sumber antara lain Panduan Praktik Klinik (PPK)/ Clinical Practice Guidelines, dapat dilengkapi dengan Alur Klinis / Clinical pathway (CP), algoritme, protokol, prosedur, atau standing order.



Tujuan proses pembuatan PPK dan CP untuk RS adalah : 1. Standarisasi proses perawatan klinis; 2. Mengurangi risiko yang muncul dalam proses perawatan, khususnya yang berhubungan dengan langkah-langkah pengambilan keputusan yang bersifat kritis; 3. Menyediakan perawatan klinis secara tepat waktu dan efektif dengan sumber daya yang tersedia secara efisien; 4. Secara konsisten menyediakan perawatan bermutu tinggi dengan menggunakan praktikpraktik yang berbasis bukti (evidence base practices).



PPK, CP, dan protokol klinis yang sesuai dengan populasi pasien harus : 1. Dipilih dari semua hal yang dapat diberlakukan terhadap semua jenis layanan dan pasien RS yang bersangkutan, jika ada, disertakan pedoman nasional yang bersifat wajib disertakan dalam proses ini; 2. Dievaluasi kesesuaiannya bagi populasi pasien RS; 3. Jika perlu disesuaikan dengan teknologi, obat-obatan, dan sumber daya lainnya yang tersedia di RS atau dengan norma professional yang diakui secara nasional; 4. Dinilai seberapa jauh pedoman tersebut terbukti secara ilmiah; 5. Disetujui atau diterapkan oleh RS secara formal; 66



6. Diterapkan dan diukur konsistensi penggunaan dan efektifitasnya; 7. Didukung oleh staf yang terlatih untuk menerapkan pedoman atau CP; 8. Diperbarui secara berkala berdasar perubahan-perubahan yang ada dalam bukti dan evaluasi terhadap proses dan hasilnya. Clinical Pathway (CP) adalah pedoman yang mencakup semua aktivitas pasien mulai dari pasien masuk hingga keluar dari rumah sakit. Pedoman ini berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan dan pengendalian biaya pelayanan kepada masyarakat yang berobat di RS Awal Bros Pekanbaru. CP dapat digunakan sebagai alat evaluasi untuk pelayanan medik yang bermutu dan untuk menghindari tindakan atau aktivitas yang tidak diperlukan. Hal ini merupakan pedoman dasar perhitungan biaya pelayanan, agar pasien mendapatkan kepastian biaya dari upaya penyembuhan penyakitnya. Langkah-langkah pembuatan CP : 1. Pembentukan tim CP dari unit terkait; 2. Penetapan lima area prioritas penyakit atau prosedur tindakan untuk distandarisasi berdasarkan high cost, high risk, high volume, high variant, kasus kompleks; 3. Penyusunan CP untuk lima area prioritas berdasarkan Panduan Praktik Klinis, referensi lain, dan kondisi RS, ditetapkan; 4. Sosialisasi PPK dan CP ke staf klinis; 5. Dilakukan implementasi CP; 6. Dievaluasi melalui audit medik setiap tiga bulan; 7. Indikator yang digunakan sebagai sistem pemantauan dan evaluasi implementasi CP di unit– unit kerja adalah sebagai berikut : a.



Indikator Proses : kesesuaian implementasi CP;



b.



Indikator Outcome, Length Of Stay (LOS) untuk pasien rawat inap;



c.



Varian yaitu hal-hal yang terjadi di luar CP yang ditetapkan, seperti pilihan DPJP dalam hal terapi yang diberikan.



8. Dilakukan penyempurnaan bila diperlukan; 9. Hasil audit dilaporkan ke Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.



F. Pemantauan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Ruang lingkup kegiatan PPI mengacu kepada pengukuran resiko dari program yang sudah berjalan di tahun sebelumnya sehingga terjadi peningkatan terhadap tujuan yang



67



akan dicapai, serta prioritas pelaksanaan program di TH 2017. Adapun focus program PPI di tahun 2017 yang akan dilakukan pemantauan oleh komite mutu adalah sbb : 1.



Surveilan HAIs (Infeksi daerah oprasi (IDO), Infeksi Saluran Kemih (ISK), Pneumonia (VAP/HAP), Infeksi Aliran Darah Primer (IADP), Plebitis, Dekubitus)



2.



Kebersihan Tangan



3.



Alat Pelindung Diri



4.



Manajemen Limbah



5.



Manajemen Linen



6.



Kejadian tertusuk benda tajam



7.



CSSD (Quality Control)



8.



Kebersihan area perawatan



9.



Penggunaan Antibiotika Rasional



10.



Kesehatan Karyawan



11.



Pendidikan dan Pelatihan



12.



Kejadian Luar Biasa



13.



Pertumbuhan jamur di dinding plavon



14.



Emerging Disease dan New emerging disease



G. Pemantauan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan menentukan langkah-langkah keselamatan diri dalam bekerja. Program kesehatan dan keselamatan kerja dalam upaya peningkatan mutu rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Program penanganan kesehatan karyawan atau penanganan penyakit akibat kerja. 2. Program pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala. 3. Program pemeliharaan kesehatan karyawan dan program preventifnya, meliputi kegiatan-kegiatan sbb : a. Program vaksinasi untuk karyawan b. Sosialisasi bahaya merokok c. Pencegahan terhadap kejadian akibat kerja, contoh needle stick injury 4. Program pelatihan dan keselamatan untuk karyawan seperti pelatihan pemadam kebakaran atau bencana, meliputi kegiatan : Program pelatihan keselamatan untuk dokter dan karyawan, simulasi berkala tentang pemadam kebakaran serta cara menggunakan APAR. 5. Program pemeliharaan gedung, alat kesehatan dan alat non kesehatan, meliputi Program preventif maintenance alat kesehatan dan non kesehatan, program kalibrasi alat, Pemeliharaan fisik bangunan dan perbaikan fisik bangunan.



68



6. Program pengecekan lingkungan seperti baku mutu air, udara dan lain-lain, meliputi kegiatan : Pengecekan baku mutu air bersih, air minum, air RO, baku mutu limbah cair, udara dan Pengukuran kualitas udara ruang di kamar operasi. 7. Program dan sosialisasi penggunaan alat pelindung diri (APD). 8. Program penandaan tempat-tempat atau alat-alat berbahaya dan bahan berbahaya dan beracun (B3), meliputi kegiatan-kegiatan sbb : a. Identifikasi / penandaan tempat-tempat atau alat-alat berbahaya dan bahan beracun berbahaya (B3). b. Sosialisasi B3 dan tempat-tempat berbahaya. 9. Program pembuangan limbah dan sampah, meliputi proses pengolahan dan pemantauan terhadap penanganan limbah padat, membuat ketentuan pemisahan sampah di unit dan melakukan proses pengolahan dan pemantauan terhadap penanganan sampah. 10. Program-program kebersihan lingkungan, meliputi pembuatan kebijakan atau standar kebersihan, penerapan 5R, dan mengadakan lomba 5R.



H. Pemantauan Program Panitia Rekam Medis Dalam rangka usaha meningkatkan mutu pelayanan rekam medis secara optimal di RS, maka dilakukan audit rekam medis setiap bulan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Dilakukan penetapan standar isi dan format rekam medis 2. Melakukan proses mengkaji isi dan kelengkapan rekam medis : a. Audit dilakukan setiap bulan dan dilakukan evaluasi setiap tiga bulan sekali; b. Sampel ditetapkan berkoordinasi dengan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien; c. Peninjauan dilakukan oleh tim yang terdiri dari Dokter, Perawat, dan Petugas lain yang berwenang untuk menulis di dalam rekam medis; d. Audit difokuskan pada ketepatan waktu, keterbacaan, dan kelengkapan rekam medis; 3. Hasil audit disampaikan ke Komite Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan, sedangkan analisis disertakan setiap tiga bulan sekali.



I. Pemantauan Program Pendidikan dan Pelatihan dan Penilaian Kerja Individu Setiap karyawan baru perlu diberikan pengenalan terhadap lingkungan kerja yang baru, pengenalan tentang visi dan misi rumah sakit, sosialisasi tentang peraturan perusahaan dan program peningkatan mutu rumah sakit Setiap proses rekrutmen karyawan, perlu diawali dengan proses kredensial oleh departemen masing-masing untuk mengetahui kompetensi setiap orang sehingga penempatan karyawan tersebut disesuaikan dengan kompetensinya. Kompetensi harus dibuktikan dengan sertifikat-sertifikat yang mendukung. 69



Program-program kepegawaian dalam upaya peningkatan mutu antara lain : a. Program standarisasi karyawan, meliputi pembuatan standar greeting, pembuatan standar penampilan dan pembuatan standar komunikasi (cara mengangkat telepon, melayani pasien dll); b. Program rekrutmen karyawan dan dokter meliputi proses kredensial; c. Program orientasi karyawan baru; d. Program diklat kompetensi dasar staf di bidang patient centre care: •



Cultural diversity;







Pain management;







Patient care;







Service recovery;







TB training;







End of life;







Fall reduction;







Effective communication;







Early Warning System;







Restrain;







High Alert Medication and Anti coagulant treatment;







Basic Life Support/ ACLS/ BTCLS/ PALS;







Suicidal attempt;







Domestic violence;



e. Program diklat kompetensi dasar staf di bidang patient and family right : patient and family right, privacy and confidentiality/security, signed confidentiality statement; f. Program diklat kompetensi dasar staf di bidang FMS : fire safety, life safety, internal and external emergency code, equipment training; g. Program diklat kompetensi dasar staf di bidang PPI : HAI’s, hand hygiene, central line infection prevention, surgical site infection, environment of care; h. Program diklat kompetensi dasar staf di bidang Quality Improvement : incident reporting system, participation ouf quality and safety; i. Program diklat kompetensi dasar staf di bidang GLD : corporate compliance, performance improvement; j. Penilaian karyawan secara berkala, antara lain OPPE dan FPPE Dokter, Perawat, dan Tenaga Kesehatan lainnya.



J. Pemantauan Program Komite Farmasi dan Terapi Obat-obatan sebagai sumber daya yang penting dalam perawatan pasien, harus dikelola secara efektif dan efisien. Manajemen obat-obatan yang efektif berlaku di semua 70



bagian rumah sakit, rawat inap, rawat jalan dan unit-unit khusus. Manajemen obat-obatan bukan hanya menjadi tanggung jawab farmasi, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh manajer dan praktisi kesehatan lainnya. Rumah sakit perlu membuat panitia atau tim farmasi untuk mengurus dan memantau daftar obat serta memantau penggunaan obat-obatan di rumah sakit. Orang-orang yang terlibat dalam kepanitiaan tersebut mencakup praktisi kesehatan yang terlibat dalam proses permintaan, pengeluaran, pemberian dan pemantauan obat-obatan. Manajemen dan peggunaan obat dalam upaya peningkatan mutu rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1.



Proses pemilihan dan pengadaan obat-obatan, meliputi pembuatan kebijakan formularium, kebijakan pengadaan obat-obatan, meliputi kebijakan penyimpanan obat (vaksin, high alert medication);



2.



Proses penyimpanan obat-obatan;



3.



Proses permintaan obat-obatan dan penyalinan, meliputi kegiatan : pembuatan SOP cara peresepan obat, Quality control terhadap kelengkapan penulisan resep, Pengecekan interaksi obat sebelum disiapkan, Review berkala tentang ketepatan penulisan resep oleh TFT dan Review berkala tentang interaksi obat oleh TFT;



4.



Proses persiapan obat dan pengeluaran / distribusi obat-obatan, meliputi kegiatan : Pemantauan kesesuaian resep dengan obat dan identitas pasien sebelum diberikan kepada petugas penyerahan obat, Pelaksanaan proses HTKP;



5.



Proses pemberian obat dan pemantauan;



6.



Proses penambahan obat baru dan monitoring terhadap efek obat baru;



7.



Proses pemantauan terhadap insidens keselamatan pasien terkait dengan obat, meliputi kegitan : Pembuatan laporan IKP yg terjadi pada proses yang terkait dengan obat-obatan (Near Miss, KTC, KTD, Sentinel), Melakukan analisis kejadian tidak diharapkan dan membuat Analisis Akar Msalah (RCA);



8.



Proses penyuluhan dan edukasi tentang obat, meliputi kegiatan : Penyediaan farmasi klinis di setiap RS, pembuatan Kebijakan penyuluhan penggunaan obat pada pasien dengan penyakit kronis atau degeneratif, dan lain-lain;



9.



Manajemen pengelolaan obat, meliputi kegiatan-kegiatan sbb. a.



Standarisasi obat-obat ruangan, obat emergensi;



b.



Standarisasi cara penyimpanan obat;



c.



Pemantauan obat kadaluarsa;



d.



Penyediaan fasilitas pencampuran obat dengan Laminar Air Flow;



e.



Kebijakan dan pengawasan penggunaan multi vial dose;



f.



Kebijakan obat yang diminum atau dipakai sendiri oleh pasien; 71



g.



Kebijakan obat yang dibawa dari rumah.



K. Pemantauan Kontrak Kerjasama Pihak Ketiga Setiap Manajer Departemen terkait bertanggung jawab melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan. Koordinator terkait ikut melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan dengan memberi masukan mengenai pelaksanaan pelayanan sehari hari terjadi. Evaluasi dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1.



Pemantauan langsung;



2.



Audit;



3.



Review laporan kejadian;



4.



Penilaian dari Koordinator terkait;



5.



Penilaian berdasarkan mutu hasil pekerjaan;



6.



Penilaian berdasarkan indikator mutu yang ditetapkan;



7.



Penilaian berdasarkan masukan dari pasien dan staf;



8.



Penilaian berdasarkan kepatuhan terhadap disiplin dan prosedur kerja yang berlaku di rumah sakit.



Hasil evaluasi dikoordinasikan setiap bulan ke Komite Mutu dan KPRS. Ketua Komite Mutu & KPRS melakukan evaluasi berdasarkan standar mutu dan keselamatan pasien yang telah ditetapkan dan memberikan rekomendasi mengenai apakah pencapaian peningkatan mutu sudah sesuai ekspektasi atau belum dan digunakan untuk renegosiasi bila kontrak berakhir.



L.



Pemantauan Program Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Program Komite PPRA yaitu pemberian antibiotika rasional di unit intensif (ICU, ICCU, PICU, dan IMC) dan pemberian antibiotika lini ketiga sesuai prosedur.



72



BAB VIII PENCATATAN DAN PELAPORAN



1.



Penerapan dokumentasi Sistem Manajemen Mutu PT. DWITAMA MULYA PERSADA agar efektif memenuhi persyaratan Sistem Manajemen Mutu, maka diatur sesuai hirarkhi level dokumentasi Sistem Manajemen Mutu menurut ketentuan dalam tabel sebagai berikut : TABEL DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU Dokumen Perusahaan



Dokumen Persyaratan



Nama



Manual Mutu Kebijakan Mutu



Prosedur



Instruksi Kerja



Rekaman



Kebijakan Mutu Pedoman Mutu Key Performance Indicator Struktur Organisasi Program Mutu Akte Pendirian Perusahaan Peraturan Perusahaan Prosedur yang dipersyaratkan Snars Edisi 1, JCI Edisi VI dan ISO 9001:2015 Dokumen eksternal Prosedur operasional lainnya Surat Penugasan Uraian tugas dan Kewenangan Klinis Prosedur operasional lainnya Gambar / disain Arsip Surat-menyurat, Berita Acara Daftar absen Laporan Hasil Uji & Test dan laporan lainnya



Level



1



2



3



4



2. Semua dokumen perusahaan yakni dokumen internal harus ditetapkan levelnya sesuai dengan ketentuan hirarkhi level dokumentasi Sistem Manajemen Mutu. Tujuannya untuk menjaga agar penggunaan dokumen dapat dikendalikan sesuai Prosedur Pengendalian Dokumen dan Prosedur Pengendalian Rekaman. 3. Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien harus mengawasi pelaksanaan prosedur pembuatan dokumen agar semua dokumen sistem manajemen mutu dibuat dan diperbaharui sesuai SPO yang berlaku dan memastikan kesesuaian: •



Identifikasi dan deskripsi (misalnya judul, tanggal, penulis, atau nomor referensi);







Format (misalnya bahasa, versi perangkat lunak, grafis) dan media (misalnya kertas, elektronik); 73







CONTROLLED COPY Peninjauan dan persetujuan untuk kesesuaian dan kecukupan.



4. Informasi terdokumentasi dibagi atas dua kelompok yaitu : a. Dokumen terkendali meliputi Manual Mutu, Kebijakan Mutu, Sasaran Mutu, Peraturan Perusahaan, Prosedur (SPO), Standard atau Spesifikasi, Uraian Tugas, dan Formulir dimana cara pengendaliannya telah diatur dalam Prosedur Pengendalian Dokumen agar tidak terjadi penggunaan dokumen yang tidak sesuai di setiap unit yang terkait dengan Sistem Manajemen Mutu. Ketentuan yang ditetapkan dalam pengendalian dokumen tersebut antara lain: •



Aturan persetujuan materi dokumen yang akan diterbitkan.







Aturan peninjauan atau kaji ulang terhadap kesesuaian penerapan dokumen.







Tatacara apabila terjadi revisi dokumen dan cara pemberian identifikasinya.







Tatacara pendistribusian dokumen harus mengikuti prosedur pengendalian dokumen yang dibuat untuk memastikan bahwa dokumen yang terkait dengan suatu bagian harus berada pada bagian yang bersangkutan.







Dokumen harus mudah dibaca dan mudah diambil apabila diperlukan.







Tatacara penyimpanan dan kendali pendistribusian dokumen eksternal harus mengikuti prosedur pengendalian dokumen.







Tatacara perlakuan untuk dokumen kadaluarsa



b. Rekaman meliputi semua bukti pelaksanaan (hardcopy atau digital atau electronik) dari Prosedur (SPO) agar dapat dijadikan alat bukti adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian pelaksanaan SOP/IK. Semua bentuk rekaman yang timbul dari kegiatan Sistem Manajemen Mutu sesuai ketentuan harus ditetapkan, dipelihara dan disimpan dengan baik untuk membuktikan kesesuaian penerapan Sistem Manajemen Mutu secara efektif. Ketentuan yang harus ditetapkan dalam pengendalian rekaman tersebut antara lain : •



Tatacara penggunaan rekaman agar selalu dapat dibaca, siap ditunjukkan dan diambil.







Tatacara identifikasi, penyimpanan, perlindungan dan pengambilan rekaman.



• 5.



Aturan masa simpan (retensi) rekaman dan tatacara pemusnahannya.



Petugas Tim Mutu di setiap unit, komite, dan departemen melakukan pengumpulan data yang diukur dan dimonitoring, lalu didokumentasikan dalam formulir monitoring indikator mutu yang telah disediakan, menyampaikan hasil monitoringnya kepada manajer atau ketua komite terkait untuk disetujui;



6.



Laporan Insiden Keselamatan Pasien dari unit kerja didokumentasikan pada formulir pelaporan insiden oleh orang pertama yang menemukan insiden, kemudian diserahkan 74



ke koordinator dan manajer terkait, dilakukan grading, analisis, dan diambil tindak lanjut. Kemudian dilaporkan Komite Mutu & KPRS; 7.



Laporan Etik dan Insiden Keselamatan Pasien dapat dilakukan oleh pelanggan baik internal mau pun eksternal RS secara langsung mau pun tidak langsung melalui web RS Awal Bros Pekanbaru;



8.



Dokumentasi pencapaian itu kemudian dimasukan ke dalam sistem pelaporan mutu RS melalui Sistem Informasi RS (SIRS);



9.



Analisis



dan



evaluasi



dilakukan



setiap



bulan



oleh



PIC



mutu



di



unit/departemen/komite, manajer terkait, dan dikoordinasikan, dilakukan validasi oleh Komite Mutu & KPRS; 10. PIC Mutu dari unit, departemen, dan komite mempresentasikan hasil pencapaian dan pemenuhan program-programnya dalam rapat koordinasi bulanan; 11. Komite Mutu & KPRS melakukan analisis hasil pencapaian indikator mutu dan penyelesaian program terkait peningkatan mutu dan keselamatan pasien dari setiap unit, departemen, komite setiap tiga dan melaporkannya ke Direktur RS Awal Bros Pekanbaru dan Ketua Komite Mutu, Badan Tatakelola RS Awal Bros melalui pelaporan kinerja; 12. Direktur melaporkan hasil pencapaian indikator mutu dan pemenuhan program departemen serta komite kepada Direktur Badan Tatakelola dan Pemilik RS; 13. Feed back disampaikan kembali oleh Direktur RS dan Komite Mutu & KPRS ke seluruh staf baik melalui rapat koordinasi bulanan mau pun SIRS untuk menjadi pembelajaran bersama, dapat diperbaiki secara kontinu untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di RS Awal Bros Pekanbaru.



75



BAB IX MONITORING DAN EVALUASI



Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Komite Mutu & Keselamatan Pasien adalah setiap bulannya akan dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru. Dan Evaluasi yang dilakukan adalah setiap 3 bulan sekali dalam laporan program Komite Mutu & KPRS. Adapun waktu melakukan evaluasi dengan departemen atau komite lainnya adalah setiap rapat presentasi setiap bulan. Sementara untuk tinjauan manajemen dilakukan setiap 6 bulan sekali yaitu pada bulan Januari dan bulan Juli yang dihadiri oleh Direktur utama, Direktur, dan direksi serta coordinator lainnya.



76



BAB X PENUTUP



Program Peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) adalah kegiatan peningkatan mutu yang berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Buku pedoman PMKP akan di-review secara berkala, paling lambat tiga tahun sekali.



77



BAB XI DAFTAR PUSTAKA



1. Bailey, Kenneth D. 1987, Methods of Social Research, 3rd ed. London: Free Press. 2. Joint



Commission International. 2012, Joint



Commission International



Accreditation Standard for Hospitals (including Standards for Academic Medical Center Hospitals), 6th Ed, USA. 3. Kementerian Kesehatan RI. 2011, Standar Akreditasi Ruamh Sakit, Jakarta. 4. Silalahi, Ulber. 2010, Metode Penelitian Sosial, Edisi 2. PT Refika Aditama: Jakarta 5. Sugiyono. 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta: Bandung 6. ISO 9001:2015



78