Pedoman Rawat Gabung Ibu Dan Bayi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN RUMAH SAKIT SAYANG IBU DAN BAYI



Jl. Kyai Caringin No. 7 Telp.3503003 Jakarta Pusat



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup. (www.datastatistikindonesia.com) Cara Menghitung AKI adalah membagi jumlah kematian ibu dengan waktu tertentu di daerah tertentu dengan jumlah kelahiran hidup diwaktu tertentu di daerah tertentu dikali dengan konstanta. Dua hal yang menjadi indikator terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah adalah Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) dan Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) bukan saja merupakan indikator kesehatan ibu dan anak, namun juga menggambarkan tingkat akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan program kesehatan. Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu, dengan target menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 19902015, serta yang menjadi indikator untuk monitoring yaitu angka kematian ibu. Proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan angka penggunaan kontrasepsi. Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per 100.000



kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak. (www.depkes.go.id) Sebagian besar penyebab kematian bayi adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir / neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi. Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita, disamping penyakit lainnya serta dikontribusi oleh masalah gizi. Secara keseluruhan ada 118 kasus lahir mati dan 268 kematian neonatum dini dilaporkan dari survei, menghasilkan angka kematian perinatal di Indonesia sebesar 26 kematian per 1.000 kehamilan. Angka ini hampir sama dengan yang dilaporkan SDKI 2007 dan SDKI 2002-2003 (masing-masing 25 dan 24 kematian per 1.000 kehamilan). (SDKI 2012) Kematian perinatal adalah tinggi di antara ibu muda dan ibu berumur 40-49. Kematian perinatal tertinggi terdapat pada wanita yang melahirkan dengan jarak kelahiran kurang dari dua tahun (45 kematian per 1.000 kehamilan). Daerah perdesaan mempunyai kematian perinatal yang lebih tinggi daripada daerah perkotaan (33 dibandingkan dengan 20 kematian per 1.000 kehamilan). Kematian perinatal mempunyai hubungan yang negatif dengan pendidikan ibu dan status kekayaan, kematian perinatal terendah terjadi pada wanita dengan pendidikan SMA ke atas dan pada wanita di kelompok kekayaan teratas. (SDKI 2012) Bayi berat lahir rendah (BBLR) masih tetap menjadi masalah dunia khususnya di negara-negara berkembang. Lebih dari 20 juta bayi di dunia(15,5% dari semua kelahiran) mengalami BBLR dan 95 % di antaranya terjadi di negara-negara berkembang (Kawai, et al., 2011). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 di seluruh Indonesia menunjukkan angka kejadian BBLR sebesar 11,1%. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 yang dipublikasikan tahun 2014 angka BBLR di Indonesia adalah 10,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) mengalami penurunan selama kurun waktu 3 tahun, tetapi angka tersebut masih menjadi masalah kesehatan. Berdasarkan Depkes RI (2009) bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensinya 5%. Bayi berat lahir rendah



(BBLR) disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor genetika, karakteristik ibu, faktor gizi, komplikasi kehamilan, gaya hidup ibu dan faktor lingkungan (WHO, 2006). Hasil penelitian Dickute et al. (2004) menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi dan faktor ibu meningkatkan risiko BBLR di Lithuania. Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah memberikan asi segera setelah bayi dilahirkan , biasanya dalam waktu 30 menit – 1 jam bayi pasca bayi dilahirkan. Tujuan IMD adalah kontak kulit dengan kulit membuat ibu dan bayi lebih tenang, saat IMD bayi menelan bakteri baik dari kulit ibu yang akan membentuk koloni di kulit dan usus bayi sebagai perlindungan diri, kontak kulit dan kulit antar ibu dan bayi akan meningkatkan ikatan kasih sayang ibu dan bayi, mengurangi perdarahan setelah melahirkan dan mengurangi terjadinya anemia. Selanjutnya bayi dan ibunya harus retap berada dalam satu ruangan (rawat gabung antara ibu dan bayi), kecuali bila diperlukan atau indikasi medis untuk melaksankan rawat gabung yang berkualitas atau sesuai harapan perlu ada panduan atau pedoman. Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak UNICEF (united



nation



childrens



fund)



dan



WHO



(world



health



organization)



merekomendasikan sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu atau ASI selama paling sedikit 6 bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun (WHO 2015). Pada tahun 2003 pemerintah Indonesia Indonesia mengubah rekomendasi lamanya pemberian ASI eksklusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan. Pedoman pelayananan rawat gabung di Rumah sakit telah disusun sejak tahun 1991 namun pada kenyataannya hanya dilakukan di beberapa rumah sakit saja. Pelayanan rawat gabung merupakan salah satu wujud pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang berkesinambungan dan saling terkait. Kesehatan ibu, khususnya ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan bayi yang dikandungnya, artinya kesehatan bayi ditentukan sejak bayi dalam kandungan. Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan rawat gabung yang bertujuan agar ibu dapat bersama bayi setiap saat, agar ibu dapat menyusui bayinya setiap saat bayi lapar (on cue) dan membutuhkan (on demand), hendaknya dimulai semenjak masa kehamilan. Rawat gabung merupakan pelaksanaan langkah ketujuh dari sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) yang tertuang dalam kemenkes no 450. Tahun 2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia.



Pada tahun 2012 telah diterbitkan peraturan pemerintah tentang pemberian air susu ibu eksklusif (PP Nomor 33 tahun 2012). Dalam PP tersebut diatur tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengembangan program ASI, diantaranya menetapkan kebijakan nasional dan daerah, melakanakan advokasi dan sosialisasi dan melakukan pengawasan terkait program pemberian ASI eksklusif. Menindak lanjuti PP tersebut telah diterbitkan permenkes no 15 tahun 2013 tanggal 18 februari tahun 2013 tentang tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusun dan atau memerah ASI. Dan permenkes no 39 tahun 2013 tanggal 17 mei 2013 tentang susu formula bayi dan produk lainnya. Dalam rangka mendukung keberhasilan menyusui, sampai tahun 2013, telah dilatih sebanyak 4.314 orang konselor menyusui dan 415 orang fasilitator pelatihan konselor menyusui. Dalam hal yang berkaitan dengan rawat gabung bayi ,mempunyai hak untuk mendapatkan ASI untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social bayi. Bayi sampai usia 6 bulan cukup dari ASI saja tanpa perlu tambahan yang lainlain. Pemberian makanan yang bergizi dan aman untuk bayi dan anak merupakan salah satu prinsip hak dasar anak. Pemenuhan kebutuhan gizi bayi dan anak, secara universal didasari sebagai komponen penting untuk mencapai status kesehatan yang baik sebagaimana dinyatakan pada convention of the rights of the child, yaitu anak mempunyai hak dan akses untuk mendapatkan makanan yang bergizi dan aman termasuak ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI), agar memperoleh status kesehatan yang baik. Lebih lanjut, agar bayi dan anak terjamin dalam mendapatkan makanan bergizi dan aman, maka kesehatan dan status gizi ibu juga perlu mendapatkan perhatian sejak ibu hamil bahkan sebelum hamil pun status gizi dan kesehatan ibu atau calon ibu harus mendapatkan perhatian. Agar ibu dapat melaksanakan kewajibannya memberikan ASI kepada bayi, maka kesehatan ibu nifas perlu dijaga terutama asupan gizinya sehingga dapat memproduksi ASI sesuai kebutuhan bayinya. Disisi lain, agar bayi mendapatkan haknya yaitu ASI, maka bayi tersebut harus lahir sehat. Maka kesehatan ibu dan bayi sangatlah dibutuhkan sehingga hak dan kewajiban dapat dilaksanakan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka rawat gabung sangat mendukung tingkat keberhasilan menyusui. Untuk pelaksanaan rawat gabung perlu memperhatikan langkah-langkah mulai dari persiapan, pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan serta adanya monitoring dan evaluasi. Agar terdapat keseragaman dalam pelaksanaan rawat



gabung



untuk



dilaksanakan



di



rumah



sakit,



rumah



bersalin,



puskesmas,



poindes/poskesdes dan di rumah. B. Analisis Situasi Bayi menyusu pada ibu merupakan aktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia, yaitu asah-asih asuh. Dengan menyusu pada ibu, ia akan mendapat pemenuhan kebutuhan asah, yaitu stimulasi untuk perkembangan emosionalnya dalam berinteraksi dengan sesama, dalam hal ini terutama dengan ibunya. Jalinan kasih sayang akan terbangun antara bayi dan ibu sebagai manifestasi pemenuhan kebutuhan asih, dan zat-zat gizi yang terkandung dalam air susu ibu akan dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya sebagai pemenuhan kebutuhan asuh (IDAI,2013) ASI yang diberikan kepada bayi telah terbukti meningkatkan kehidupan bayi dan lebih menjamin tumbuh kembangnya. Berdasarkan laporan WHO/UNICEF tahun 2013 bahwa 60% kematian balita secara langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh karena gizi, dan 2/3 dari kematian balita tersebut dikaitkan dengan praktek pemberian makanan bayi dan anak kurang tepat terutama pada tahun pertama kehidupan. Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penetilian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah (Kemenkes, 2014) Definisi ASI eksklusif menurut WHO (2005) adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir tanpa makanan dan minuman tambahan lain kecuali vitamin, mineral, atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai bayi berusia 6 bulan ASI eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak, namun menurut Survei Demografi Kesehatan tingkat pemberian ASI eksklusif telah menurun selama dekade terakhir. Hari ini, hanya sepertiga penduduk Indonesia secara eksklusif menyusui anak-anak mereka pada enam bulan pertama. Ada banyak hambatan untuk menyusui di Indonesia, termasuk anggota keluarga dan dokter yang tidak mendukung (UNICEF, 2012) Kegiatan untuk meningkatkan pemberian makanan yang baik pada bayi dan anak sesungguhnya telah banyak dilakukan, misalnya penyuluhan, peringatan pecan ASI sedunia dan lain-lain, namun demikian capaian ASI eksklusif di Indonesia belum



mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012 pencapaian ASI eksklusif adalah 42%. Sedangkan, berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan provinsi tahun 2013, cakupan pemberian ASI 0-6 bulan hanyalah 54,3% (Pusdatin, 2015). Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan terkendala karena kurangnya pemahaman masyarakat luas tentang pentingnya ASI, disamping masih kurangnya dukungan pemerintah dan dunia industri salah satunya adalah dukungan pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan belum optimal seperti pada pelayanan rawat gabung. Rawat gabung adalah membiarkan ibu dan bayinya bersama terus menerus. Pada rawat gabung / rooming-in bayi diletakkan di box bayi yang berada di dekat ranjang ibu sehingga mudah terjangkau. Ada satu istilah lain, bedding-in, yaitu bayi dan ibu berada bersama-sama di ranjang ibu. (IDAI,2013) Rawat gabung merupakan pilihan terbaik untuk merawat bayi dan ibu yang sehat karena dapat meningkatkan pemberian ASI, mengurangi risiko infeksi, meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi, dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan rumah sakit. Mengadakan program rawat gabung di rumah sakit membutuhkan komitmen yang kuat dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, pengetahuan yang cukup bagi para petugas kesehatan dan pendampingan bagi para ibu dan keluarganya. Tidak ada kata sulit untuk memulai, yang dibutuhkan hanya tekad yang kuat. Saat ini Kementerian Kesehatan telah menentukan bahwa Rawat Gabung menjadi item untuk akreditasi rumah sakit.(IDAI,2013) Saat ini pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah untuk mendukung peningkatan pemberian ASI. Pelaksanaan PP tersebut nantinya membutuhkan dukungan dan komitmen serta koordinasi dari lintas program, lintas sektor terkait, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan pihak-pihak lainnya Berdasarkan hal disatas, maka Direktorat Bina Pelayanan keperawatan merasa perlu memyempurnakan dan menyusun kembali Pedoman Pelayanan Rawat Gabung sesuai dengan hasil penelitian/ evidence base dan perkembangan teknologi yang dapat digunakan pada setiap tatanan pelayanan kesehatan, sehingga ibu dan bayi mendapat pelayanan yang adekuat pada masa pasca salin. C. Ruang Lingkup Pelayanan rawat gabung merupakan pelayanan yang diberikan kepada ibu dan bayi yang baru dilahirkan, dimana ibu dan bayi berada dalam satu tempat atau ruangan. Dengan rawat gabung diharapkan bayi bisa mendapat ASI setiap saat sesuai



dengan kebutuhannya (on demand ). Rawat gabung dapat dilaksanakan di rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas, polindes/poskesdes dan dirumah.



D. Tujuan Tujuan umum yaitu meningkatkan pelayanan kebidanan di setiap jenjang pelayanan rawat gabung Tujuan khusus : 1. Sebagai acuan bagi bidan dalam mengelola pelayanan rawat gabung 2. Sebagai bahan rujukan dalam melajksanakan bimbingna dan pembinaan bagi bidan 3. Sebagai dasar pertimbangan dalam melaksanankan audit dan evaluasi pelayanan rawat gabung E. Sasaran Pedoman pelayanan rawat gabung ini dapat digunakan oleh seluruh pemberi pelayanan kesehatan ibu dan anak di fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan persalinan di rumah, Polindes/Poskesdes, Puskesmas, Rumah Bersalin, dan Rumah Sakit nbaik pemerintah maupun swasta



BAB II KONSEP RAWAT GABUNG A. Pengertian Rawat Gabung Rawat Gabung adalah pelayanan yang diberikan kepada bayi baru lahir, ditempatkan bersama ibunya dalam satu ruangan. Rawat Gabung dimaksudkan agar bayi mudah diamati dan dijaga serta dijangkau oleh ibunya setiap saat sehingga memungkinkan pemberian ASI ekpada bayi sesuai dengan kebutuhannya. B. Tujuan Rawat Gabung 1. Tujuan umum yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian Ibu dan Bayi 2. Tujuan khusus:



a. Memenuhi hak ibu dan bayi untuk selalu berada di samping ibu setiap saat. b. Bayi segera memperoleh kolostrum dan ASI. c. Bayi memperoleh stimulasi mental dini untuk tumbuh kembang anak. d. Bayi bisa memperoleh ASI setiap saat. e. Ibu memperoleh dukungan dari suami dan keluarga dalam pemberian ASI. f. Ibu memperolah pengalaman dalam merawat payudara dan cara menyusui yang benar. g. Ibu dan keluarga memperoleh pengalaman cara merawat bayi baru lahir. h. Ibu dapat mengamati dan menjaga bayinya setiap saat C. Persyaratan Rawat Gabung Persyaratan dalam Rawat Gabung terdiri dari : 1. Kondisi bayi a. Bayi normal, tidak mempunyai cacat bawaan berat b. Nilai APGAR menit ke 5 lebih dari 7 c. Keadaan stabil d. Berat badan lahir >2500-4000 gram e. Umur kehamilan 37-42 minggu f. Tak ada faktor risiko 2. Ibu Ibu dalam keadaan sehat jasmani dan rohani 3. Ruangan Rawat Gabung a. Untuk bayi 1) Bayi ditempatkan dalam box tersendiri dekat dengan tempat tidur ibu 2) Bila tidak terdapat tempet tidur bayi, diletakkan di tempat tidur samping ibu (bedding in) 3) Agar mengurangi bahaya dari jatuh, sebaiknya diberi penghalang (side guard) 4) Tersedianya pakaian bayi b. Untuk ibu 1) Tempat tidur ibu, diusahakan rendah agar memudahkan ibu naik/turun. (bila perlu ada tangga injakan untuk naik ke tempat tidur) 2) Tersedianya perlengkapan perawatn nifas



c. Ruangan 1) Ruangan cukup hangat, sirkulasi udara cukup, suhu minimal 28˚C 2) Ruangan unit ibu/bayi yang masih memerluakn pengamatan khusus harus dekat dengan ruang petugas d. Sarana 1) Lemari pakaian (ibu dan bayi) 2) Tempat mandi bayi dan perlengkapanya 3) Tempat cuci tangan ibu (air mengalir) 4) Kamar mandi tersendiri bagi ibu 5) Sarana penghubung (bel/intercom) 6) Tersedia poster, leaflet, buku-buku, model, tentang manajemen laktasi D. Jenis Rawat Gabung di Rumah Sakit Terdapat 2 (dua) jenis Rawat Gabung yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Rawat Gabung Penuh: cara perawatan ibu dan bayi bersama-sama dalam satu ruang secara terus menerus selama 24 jam 2.



Rawat Gabung Parsial: Cara perawatan ibu dan bayi terpisah pada waktu-waktu tertentu (misalnya pada malam hari dan waktu kunjungan bayi dipisahkan dari ibunya, untuk bayi yang mengalami asfiksia, maka rawat gabung dilaksanakan setelah tindakan resusitasi selesai)



E. Manfaat Rawat Gabung 1. Manfaat bagi ibu: a. Manfaat ditinjau dari segi psikologis ibu 1) Meningkatkan hubungan batin antara ibu dn bayi melalui sentuhan fisik, yang terjadi segera setelah kelahiran dan pada waktu menyusui 2) Memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat bayi baru lahir. 3) Meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab kepada ibu untuk merawat bayinya 4) Memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar mengenal tangisan yang disebabkan oleh rasa sakit, lapar, dan ingin dimanja sehingga mengurangi kegelisahan ibu 5) Ibu dapat segera merespon bayi, hal ini akan membanti bonding attachment.



6) Memberikan kesempatan bagi ibu untuk lebih sering menyusui dan tidak dijadwal/dibatasi. 7) Memberi kesempatan pada ibu untuk mengamati dan menjaga bayinya setiap saat sehingga dapat mengurangi kekhawatiran ibu terhadap bayinya b. Manfaat dasi segi fisik ibu; 1) Mempercepat uterus menjadi normal sehingga dapat meminimalisir terjadinya perdarahan post partum 2) Menstimulasi mobilisasi ibu, karena aktivitas ibu merawat sendiri bayinya 3) Mempercepat produksi ASI 4) Ibu menyusui lebih lama, sehingga menghindari pembengkakan payudara 2. Manfaat bagi bayi a. Manfaat ditinjau dari segi psikologis bayi 1) Menstimulasi mental dini yang diperlukan bagi tumbuh kembang bayi khususnyya dalam memberikan sara aman dan kasih saying 2) Ritme tidur bayi lebih terpelihara b. Manfaat ditinjau dari segi fisik bayi 1) Melindungi bayi dari bahaya infeksi, karena ASI terutama kolostrum mengandung zat-zat antibody 2) Bayi mendapatkan makanan sesuai kebutuhan 3) Mengurangi kemungkinan terjadi infeksi nosokomial 4) Mengurangi bahaya aspirasi yang disebabkan oleh pemberian susu formula 5) Mencegah kemungkinan timbulnya penyakit alergi yang disebabkan pemberian susu formula 6) Mengurangi kemungkinan terjadinya maloklusi gigi (pertumbuhan/penutupan gigi yang kurang baik) 7) Melatih bayi untuk menghisap putting dan areola dengan benar 8) Memperlancar pengeluaran mekoneum 9) Pertambahan berat badan bayi lebih cepat karena bayi disususi lebih lama 3. Manfaat bagi keluarga a. Manfaat dari segi fisik 1) Rawat Gabung memberikan peluang bagi keluarga untuk memberikan dorongan pada ibu dalam menyusui bayinya



2) Member kesempatan kepada ibu dan keluarga untuk mendapatkan pengalaman cara merawat bayi segera setelah lahir b. Manfaat dari segi ekonomimkeluarga 1) Mengurangi beban baiya perawatan, karena tidak perlu membayar dua ruangan 2) Mengurangi anggaran belanja untuk pembelian susu formula dan perlengkapannya 3) Kesehatan ibu cepat pulih sehingga biaya perawatan lebih sedikit 4) Bayi jarang sakit sehingga biaya pengobatan berkurang 4. Manfaat bagi petugas kesehatan a. Petugas mempunyai banayak kesempatan untuk berkomunikasi dengan ibu dan keluarga b. Petugas akan merasa tenang dan dapat melakukan pekerjaan lain yang bermanfaat, karena ibu dan bayi merasa aman dan nyaman. 5. Manfaat bagi institusi pelayanan kesehatan a. Kebutuhan tenaga untuk merawat ibu dan bayi berkurang. b. Morbiditas ibu dan beyi berkurang, sehingga mengurani hari perawatan. c. Ruangan khusus untuk bayi dapat dikurangi F. Peran Dalam Menciptakan Rawat Gabung 1. Peran institusi a.



pimpinan mengeluarkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan rawat gabung.



b. Mensosialisasikan kebijkan pada unsur terkait c. Menyiapkan dana prasarana yang mendukung. d. Meyiapkan SDM yang terampil. e. Melakuakan monitoring dan evaluasi (Monev) f. Memberikan reward dan punishment secara internal 2. Peran tenaga kesehatan a. Melaksanakan kebijakan dan tata tertib rawat gabung. b. Melaksanakan perawatan ibu dan anak c. Merencanakan, melaksanakan, dan menilai kegiatan-kegiatan KIE kepada ibu dan keluarganya



d. Memotivasi ibu melakukan perwatan payudara, cara menyusui, perwatan bayi, perwatan nifas e. Mengatasi masalah laktasi f. Memantau keadaan ibu dan bayi terutama dapat mengidentifikasi kelainan yang timbul. g. Melakukan pencatatan pelayanan yang diberikan. 3. Peran ibu a. Mempraktekan hal-hal yang diajarkan petugas kesehatan misalnya perawatan payudara, kebersihan diri, menyusui dan merawat bayi. b. Mengamati kelainan yang terjadi pada bayi atau dirinya dan melaporkan kepada petugas. 4. Peran suami dan keluarga a. Memberikan dukungan pada ibu. b. Mambantu merawat ibu dan bayi. c. Membantu persiapan alat kebutuhan ibu dan bayi d. Mengambil keputusan yang mendukung.



G. Hambatan dalam melaksanakan Rawat Gabung 1. Dari segi ibu a.



Ibu lelah setelah melahirkan.



b.



Ibu ingin bayinya dirawat di kamar bayi.



2. Dari segi bayi Tindakan pada bayi seperti : memandikan, meninmbang, mengukur panjang badan, dan lain lain 3. Dari segi petugas a. Petugas menganggap bahwa bayi perlu diobservasi b. Tenaga kesehatan kurang terampil dalam membantu ibu merawat bayinya. 4. Dari segi institusi Ruangan sempit tidak cukup untuk tempat bayi



BAB III LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN RAWAT GABUNG A. Persiapan Untuk melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi yang perlu dipersiapkan adalah institusi pelayanan, ibu hamil, suami dan atau keluarga, petugas, sarana dan prasarana pelayanan 1. Institusi pelayanan : a. Perlu adanya kebijakan yang tertulis dari Rumah Sakit yang merupakan



komitmen



dari



unsure



terkait



untuk



menunjang



keberhasilan pelaksanaan Rawat Gabung ibu dan bayi b. Rawat gabung merupakan salah satu kegiatan atau program untuk mendukung keberhasilan menyusui pada program sayang ibu dan sayang bayi



c. program sayang ibu dan sayang bayi dengan memberikan hak ibu antara lain mendapat pelayanan sesuai standard, dekat dengan bayinya, bias mencurahkan kasih saying sesuai keinginan. d. Hak bayi antara lain mendapatkan gizi terbaik untuk tumbuh kembang. Gizi yang terbaik bagi bayi adalah ASI yang tidak dapat tergantikan oleh apapun, dan jug adapat setiap saat mendapatkan ASI sesuai kebutuhan, mendapat kasih saying, dan selalu dekat dengan ibunya. 2. Ibu hamil, Suami, dan atau keluarga a. Salah satu faktor keberhasilan menyusui adalah kesiapan calon ibu dukungan keluarga. Sehingga sejak awal ibu hamil sudah memahami pengertian rawat gabung b. Suami dan keluarga juga perlu mendapat informasi tentang rawat gabung sejak masa kehamilan pada waktu pelayanan ANC c. Informasi dapat diperoleh melalui sosialisasi tentang rawat gabung ibu dan bayi minimal 2 kali pertama masa ANC, dimulai secara kelompok, dilanjutkan dengan konseling kepada ibu, suami, keluarga. 3. Petugas Kesiapan petugas dalam melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi adalah sebagai berikut: a. Memahami pentingnya rawat gabung untuk kesejahteraan ibu dan bayi b. Mampu menilai persyaratan ibu dan bayi untuk dilakukan rawat gabung c. Terampil dalam memberikan asuhan rawat gabung untuk kesejahteraan ibu dan bayi. d. Terampil melakukan asuhan pada ibu dan bayi yang lahir dengan tindakan. e. Mampu menolong ibu dalam memposisikan bayi dan perlekatan yang baik. f. Mampu menolong ibu dalam mengatasi kendala yang timbul dalam menyusui bayinya, misalnya puting ibu lecet, payudara bengkak. g. Mampu menolong ibu memerah ASI, bila atas indikasi medis bayi harus dipisah dari ibunya. h. Memahami dan mampu melaksanakan laktasi yang benar.



i. Pelatihan petugas untuk menghindari hambatan dalam pelaksanaan perawatan. 4. Sarana dan prasarana Pelayanan Rawat Gabung Untuk melaksanakan rawat gabung perlu adanya sarana dan prasarana yang mendukung, antara lain: a. Ruang poli kebidanan atau ANC dilengkapi dengan adanya ruang konsultasi dan pojok laktasi. b. Kamar bersalin; ruang nifas dengan rawat gabung dengan ruang penyuluhan dan bimbingan. c. Ruang perinatologi dilengkapi dengan ruang istirahat bagi ibu yang bayinya dirawat. d. Sarana dan prasana yang tersedia harus memnuhi persyaratan rawat gabung disesuaikan di masing-masing institusi/fasilitas pelayanan persalinan dan di komunitas. B. Pelaksanaan Rawat Gabung Ibu dan Bayi 1. Pelaksanaan rawat gabung hendaknya disiapkan semenjak perawatan persalinan 2. Diawali dengan inisiasi menyusui dini pada masa persalinan di kamar bersalin 3. Dilanjutkan rawat gabung di ruang nifas, sebagai berikut: a. Menyusui on cue (melihat tanda-tanda bayi ingin menyusui) b. Menyusui eksklusif c. Asuhan bayi baru lahir antara lain : 1) Mencegah bayi hipotermi 2) Pemeriksaan klinis bayi 3) Perawatan



umum



(merawat



tali



pusat, mengganti



memandikan bayi, menjaga hygiene bayi) 4) Deteksi dini bayi baru lahir d. Asuhan ibu nifas antara lain: 1) puerperium 2) breast care, termasuk memerah dan menyimpan ASI



popok,



3) pendampingan menyusui, termasuk perlekatan dan posisi menyusui yang benar, mengenali tanda bayi ingin menyusu, dan tanda bayi telah puas dalam menyusu 4) mengenali hambatan pada nifas 5) asuhan ibu nifas pasca tindakan 6) membantu ibu bila ditemukan penyulit dalam menyusui (kelainan putting, pembengkakan mammae, engorgement, dll) 7) senam nifas e. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Keberhasilan dalam melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi, untuk mendukung keberhasilan menyusui, calon ibu perlu mendapatkan informasi tentang berbagai hal sebagai berikut: 1) Nutrisi Ibu menyusui 2) Pengetahuan tentang menyusui secara eksklusif 3) Kerugian bila bayi tidak mendapat ASI 4) Manajemen laktasi yang benar, termasuk kendala-kendala dalam menyusui bayi