Pedoman Tatalaksana Vertigo 2017 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN TATALAKSANA VERTIGO Edisi kedua EDITOR Cempaka Thursina dan Eva Dewati



2017



DAFTAR ISI



Daftar isi



...............................................................................................................



BAB I



ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN TUBUH .................................................................................................



BAB II



BAB III



1



3



TINJAUAN UMUM MENGENAI VERTIGO DAN GANGGUAN KESEIMBANGAN .....................................................



19



KATEGORI PENYAKIT GANGGUAN KESEIMBANGAN ........



34



 















VERTIGO : SUATU GANGGUAN KESEIMBANGAN MULTISENSORI ...........................................................................



35



GANGGUAN VESTIBULER PERIFER .......................................



43



1. Benign Paroxysmal Position Vertigo (BPPV) ..........................



44



2. Pedoman dan Tatalaksana Vertigo ...........................................



56



3. Neuritis Vestibularis .................................................................



61



4. Vestibular Paroxysmia .............................................................



65



GANGGUAN VESTIBULER SENTRAL .....................................



68



1. Stroke Batang Otak ...................................................................



69



2. Migraine Associated Dizziness .................................................



75



GANGGUAN VESTIBULER CAMPURAN PERIFER DAN SENTRAL .............................................................................



88



1. Tumor Sudut Serebelopontin ....................................................



89



2. Gangguan Keseimbangan Pascatrauma ....................................



107



GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA KEADAAN KHUSUS ........................................................................................



121



1. Penatalaksanaan Gangguan Pusing, Vertigo dan Keseimbangan di Ruang Gawat Darurat ............................



122



2. Aging and Balance ....................................................................



132



3. Vertigo Visual ...........................................................................



142



4. Vertigo pada Anak ....................................................................



150



5. Servikal Dizziness .....................................................................



164



6. Presyncope ................................................................................



170



1



7. Tuli Sensorineural Mendadak ...................................................



179



8. Gangguan Keseimbangan pada Kelainan proprioseptif ............



188



9. Gangguan Keseimbangan Iatrogenik .......................................



195



10. Vertigo Psikogenik ....................................................................



205



BAB IV



DIAGNOSTIK VERTIGO .................................................................



211



BAB V



TERAPI FARMAKOLOGI VERTIGO ...........................................



219



BAB VI



TERAPI REHABILITASI VESTIBULAR ......................................



224



2



BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN TUBUH



3



ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN TUBUH Melke J Tumboimbela



PENDAHULUAN Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi dari tubuh dan bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Keserimbangan tergantung pada input terus menerus dari tiga sistem vestibular (labirin), sistem proprioseptif (somatosensorik) dansistem visual serta integrasinya dengan batang otak dan serebelum 1,2 Sistem vestibular mempunyai fungsi sensorik yang penting, berperan dalam persepsi gerakan seseorang, posisi kepala, orientasi ruang secara relatif terhadap gravitasi. Demikian juga berperan penting bagi fungsi motorik, membantu dalam stabilisasi gaze, kepala dan penyesuaian postur tubuh. Bagian perifer dari sistem vertibular termasuk struktur telinga dalam yang berfungsi sebagai miniature akselerometer dan alat penuntun internal, secara terus menerus menyampaikan informasi tentang gerakan dan posisi dari kepala dan tubuh ke pusat integrase di batang otak, serebelum dan korteks sensorimotor. Bagian sentral sistem vestibular terdiri dari nukleus vestibularis yang mempunyai koneksi yang luas dengan struktur-struktur batang otak dan serebelum. Nukleus vestibularis juga langsung mempersarafi neuron motorik yang mengontrol otot-otot ekstraokulat, servikal dan postural. Saat sistem vestibular berkerja secara normal, biasanya kita tidak akan menyadarinya. Saat fungsinya terganggu, hasilnya dapat sangat tidak menyenangkan.2,3,4



APARATUS SENSORIK SISTEM VESTIBULAR PERIFER Sistem vertibular perifer terdapat di dalam telinga tengah, terdiri dari tulang dan membran labrin juga termasuk didalamnya sensor gerakan dari sistem vestibulat yaitu sel-sel rambut (hair cells). Dibatasi di lateral oleh rongga udara telinga tengah, di medial oleh tulang temporal dan di posterior dari koklea (Gbr 1.1) 2,3,5



4



Gambar 1.1 Anatomi sistem vestibular perifer dalam hubungannya dengan telinga



Tulang Labirin Terdiri dari tiga kanalis semisirkularis (semicircular canal/ SCC), koklea dan suatu ruang sentral yang disebut vestibulum. Ketiga SCC berada pada bidang yang berbeda, SCC lateral terletak pada bidang horizontal, dan kedua SCC lainnya tegak lurus terhadap SCC lateral dan tegak lurus satu sama lainnya juga (Gbr 1.2) SCC posterior segaris dengan aksis bagian petrosa tulang, sedangkan SCC anterior melintang terhadap SCC posterior. Karena aksis bagian petrosa tulang membentuk sudut 45˚ terhadap garis tengah, sehingga SCC anterior satu telinga berada parallel dengan SCC posterior telinga satunya. Ketiga SCC berkomunikasi melalui utrikel. Tiap SCC melebar pada satu ujungnya yang disebut ampula, dimana terdapat organ reseptor sistem vestibublar yaitu krista ampularis. 2,3,5 Tulang labirin penuh terisi cairan perilimfatik, dimana komposisinya serupa dengan cairan serebrospinal. Cairan perilimfatik ini berhubungan dengan cairan serebrospinal lewat akuaduktus koklea. Karena hubungan inilah kelainan yang mempengaruhi tekanan cairan spinal dapat mempengaruhi telinga tengah. 3,5



5



Membran Labirin



Gambar 1.2 Tulang dan membran labirin2,5,7



Membran labirin melekat didalam tulang labirin oleh jaringan ikat penunjang, berisi lima organ sensorik: bagian membran dari ketiga SCC dan kedua organ otolit, utrikel dan sakulus. Kedua organ otoliy mengandung epitel sensorik yaitu makula, yang mengandung sel-sel rambut dan sel-sel penunjang. Makula berada vertical pada sakulus dan horizontal pada utrikel saat kepala dalam keadaan tegak. Membran labirin terisi cairan endolimfatik yang menyerupai cairan intraselular (berhubungan dengan duktus koklea) dan dikelilingi oleh perilimfatik dalam tulang labirin (berhubungan dengan skala vestibuli dan skala timpani koklea). (Gbr. 1.2). Dalam keadaan nomal tidak ada hubungan langsung antara ruang endolimfatik dan perilimfatik. 3,4,5,6 Sel-sel Rambut Sel rambut ampula berada pada tonjolan krista ampularis yang terdiri dari pembuluh darah, serat saraf, dan jaringan penunjang. Banyak stereosilia dan kinosolia tunggal dari sel rambut pada tiap krista menempel pada suatu matriks gelatin (kupula) sehingga merupakan suatu membran diafragma yang fleksinel yang terketak di atas tiap krista dan berbatasan satu 6



sama lain dengan atap dari ampula. Sel-sel rambut utrikel dan sakulus terdapat di dinding tengah sakulus dan di lantai dari utrikel. Tiap sel rambut diinervasi oleh saraf aferen dari ganglion vestibularis (Scarpa) di dekat ampula (Gbr. 1.5)



3,5,6,7



Saat rambut membengkok



mendekat atau menjauh, jumlah impuls pada nervus vestibularis akan meningkat atau menurun (Gbr. 1.4.A). Sehubungan dengan sudut gerakan kepala, tekanan endolimf menyebabkan kupula membengkok ke depan dan belakang, menstimulasi sel-sel rambut (Gbr. 1.4.B) 4,5,6



Gambar 1.3 Struktur dan fungsi berkas rambut dan sel-sel rambut vestibular. (A). Berkas rambut menunjukan lebih tingginya kinosilium (panah). (B). Potong lintang melalui berkas rambut vestibular memperlihatkan rangkaian 9 + 2 mikrotubulus dalam kinosilium (atas), yang kontras bila dibandingkan dengan struktur filamen aktin sederhana dari stereosilia.



Gambar 1.4 Efek rotasi kepala pada kanalis (A). Arah sel-sel rambut membengkok menentukan meningkat atau menurunnya frekuensi impuls. (B). Potongan melintang membran labirin menggambarkan aliran endolimfatik dan defleksi kupula sebagai respon terhadap gerakan kepala



7



Gambar 1.5 Struktur dan inervasi sel-sel rambut



Membran otolitik adalah struktur mirip kupula namun lebih berat, berisi kristal kalsium karbonat yang disebut otokonia. Otokonia membuat membran otolitik lebih berat dari struktur sekitar, sehingga menyebabkan makula sensitive terhadap gravitasi dan akselerasi linier. Sebaliknya, kupula mempunyai kepadatan serupa dengan cairan endolimfatik sekitar dan tidak sensitive terhadap gravitasi.3,5 Suplai Vaskular Arteri labirintin mensuplai sistem vestibular periger (Gbr. 1.6), asal arteri ini bervariasi. Paling banyak sebagai cabang arteri serebelaris anterior inferior (anterior inferior cerebellar artery/ AICA), namun kadang sebagai cabang langsung arteri basilaris. Saat masuk telinga tengah, arteri labirintin terbagi atas arteri vestibularis anterior dan arteri koklearis komunis. Arteri vestibulari anterior mensuplai bervus vestibularis, sebagian besar utrikel, dan ampula SCC lateral dan anterior. Arteri koklearis komunis dibagi atas cabang utama, arteri koklearis utama dan arteri vestibulokoklearis. Arteri koklearis utama mensuplai koklea, arteri vestibulokoklearis mensuplai sebagian koklea, ampula SCC posterior dan bagian inferior sakulus. 5,9 Labirin tidak mempunyai jaringan anastomosis korateral dan sangat rentan terhadap iskemia. Hanya perlu penghentian aliran darah selama 15 detik untuk meniadakan eksitasi saraf auditorik.5,9



8



Gambar 1.6 Suplai arteri labirin



FISIOLOGI SISTEM VESTIBULER PERIFER Sel-sel rambut dari kanalis dan otolit mengubah energi mekanis gerakan kepala menjadi impuls neural ke area-area spesifik di batang otak dan serebelum. Berdasarkan orientasinya, organ otolit dan kanalis mampu berespon secara elektif terhadap gerakan kepala dengan arah tertentu. Berdasarkan perbedaan mekanis alirannya, kanalis berespon terhadap kecepatan angular/rotasional dan otolit berespon terhadap akselerasi linier.3,4,5 Gerakan stereosilia ke arah kinosilium membuka secara mekanik kanal gerbang transduksi di ujung stereosilia, terjadi depolarisasi sel rambut, menyebabkan pelepasan neurotransmitter ke (dan eksitasi dari) serabut nervus vestibularis. Pergerakan stereosilia menjauhi kinosilium menutup kanal, terjadi hiperpolarisasi sel rambut sehingga menurunkan aktivitas nervus vestibularis. Berkas-berkas sel rambut di tiap organ vestibular mempunyai orientasi spesifik (Gbr. 1.7). Hasilnya, secara keseluruhan organ vestibular responsive terhadap perubahan pada semua arah. Untuk SCC, sel-sel ambut di ampula semua berpolarisasi untuk arah yang sama. Pada utrikel dan sakulus, suatu area khusus disebut striola membagi sel-sel rambut dalam dua populasi dengan polaritas yang saling berlawanan (Gbr. 1.7.C dan 1.7.D). Arah polarisasi dari reseptor permukaan merupakan prinsip dasar pengaturan sistem vestibular.3,4 Kanalis Semisirkularis SCC member input sensorik tentang kecepatan kepala, mendeteksi gerakan beputar dari kepala seperti menggeleng kepala atau mengangguk, yang memungkinkan refleks 9



vestibulo-okular (VOR) membangkitkan gerakan mata yang sesuai dengan kecepatan gerakan kepala. Hasil yang diharapkan adalah mata tetap di tempat selama pergerakan kepala, memungkinkan pengelihatan yang jelas. Karakteristik dinamik kanalis kedua yang penting yaitu berhubungan dengan responsnya terhadap rotasi berkepanjangan pada kecepatan tetap. Kanalis berespon cukup baik hanya dalam detik pertama kedua atau lebih, karena hasilnya akan berkurang secara eksponensial dalam waktu sekitar 7 detik (15-30 detik). Ini akibat aksi seperti pegas dari kupula yang cenderung kembali ke posisi istirahat. Disebabkan oleh gesekan endolimf dengan dinding kanalis. Saat rotasi kepala berhenti, endolimf membuat kupula membengkok ke arah yang berlawanan, membangkitkan respons yang berlawanan ddari sel-sel rambut dan sensasi dari rotasi berlawanan. Jadi SCC khusunya berperan dalam merespon akselerasi rotasional dari kepala.3,4,5



Gambar 1.7 Morfologi polaritas sel-sel rambut dan peta polarisasi organ vestibular. (A) Potongan melintang selsel rambut menunjukan bahwa kinosilia dari seberkas sel rambut semua terletak pada sisi sel rambut yang sama. Panah menunjukan arah defleksi yang membuat sel rambut berdepolarisasi. (B) Pandangan dari atas dari berkasberkas rambut. (C) Di ampula, berkas-berkas rambut berorientasi pada arah yang sama. Di utrikel dan sakulus, striola membagi sel-sel rambut ke dalam populasi dengan polaritas yang berlawanan.



Otolit Otolit mencatat kekuatan yang terkait akselerasi linier (Gbr. 1.8), berespon terhadap gerakan kepala linier dan perubahan sudut kepala/ gerakan miring yang statis terhadap aksis gravitasi. Saat kepala miring, gravitasi membuat membrane otolitik bergeser relatif terhadap epitel sensorik. Akibat gerakan penggeseran antara membrane otolitik dan makula



10



memindahkan berkas-berkas rambut yang terdepan di bagian bawah membrane otolitik (Gbr 1.9). Gerakan menggeser antara makula dan membrane otolitik ini juga terjadi saat kepala mengalami akselerasi linier. Fungsi otolit digambarkan dengan situasi penumpang pesawat jet komersial. Selama penerbangan dengan kecepatan yang konstan, penumpang tidak merasa sedang terbang dengan kecepatan 300 mil per jam. Namun saat proses lepas landas, dia merqasakan perubahan dalam kecepatan (akselerasi) serta kemiringan pesawat. Demikian otolit berbeda secara prinsip dengan SCC dalam duacara: berespon terhadap gerakan linier daripada gerakan angular, dan terhadap akselerasi daripada kecepatan. 3,4,5,8



Gambar 1.8 Otolit mencatat akselerasi linier dan kemiringan statis



Gambar 1.9 (A) Potongan melintang makula utrikel memperlihatkan berkas-berkas rambut saat kepala dalam posisi mendatar (B) Potongan melintang makula utrikel saat kepala dimiringkan



11



Nervus Vestibularis Serabut nervus vestibularis adalah proyeksi aferen dari neuron bipolar ganglion vestibularis (Scarpa) yang terletak di kanalis auditorik internal (internal auditoric canal/ IAC). Nervus vestibularis menyampaikan sinyal aferen dari labirin ke IAC. Pada IAC nervus vestibularis bergabung dengan nervus koklearis (pendengaran), selain itu juga terdapat nervus fasialis, nervus intermedius (cabang nervus fasialis) dan arteri labirintin. IAC berjalan melalui bagian petrous tulang temporal sampai ke fossa posterior setingkat pons. Selanjutnya dari IAC berjalan menyeberangi ruang subarakhnoid memasuki batang otak pada sudut pontomedularis. Serabutnya kemudian menuju ke nukleus vestibularis terdapat di antara labirin dan batang otak, beberapa mempertimbangkan nervus ini sebagai suatu struktur perifer, dan sebagian menganggapnya sebagai struktur sentral.2,3



PROSES SENTRAL INPUT VESTIBULAR Jalur vestibular sentral mengkoordinasi dan mengintegrasi informasi tentang gerakan kepala dan tubuh serta menggunakannya untuk mengontrol keluaran dari neuron motoik yang menyesuaikan kepala, mata dan posisi tubuh. Proyeksi sentral sistem vestibular berperan dalam tiga kelompok refleks utama: (1) membantu mempertahankan keseimbangan dan gaze selama pergerakan, (2) mempertahankan postur, (3) mempetahankan tonus otot. Refleks yang pertama membantu koordinasi kepala dan gerakan mata untuk tetap terfiksasi pada obyek selama pergerakan. VOR secara khusus adalah mekanisme untuk menghasilkan gerakan mata melawan gerakan kepala, memungkinkan gazes tetap terfiksasi pada titik tertentu. Proyeksi desending nukleus vestibularis penting untuk penyesuaian kepala, dimediasi oleh refleks vestibulo-servikal (VCR), dan penyesuaian tubuh, dimediasi oleh refleks vestibulo-spinal (VSR). Jalur VCR mengatur posisi kepala dengan aktivitas refleks otot-otot leher sebagai respon stimulasi dari SCC terhadap akselerasi rotasional kepala. VSR mengaktivasi kelompok neuron motorik ipsilateral yang menginervasi otot ekstensor rangka dan anggota gerak, memediasi keseimbangan dan mempertahankan postur yang tegak.3,4 Terdapat dua target utama input vestibular dari aferen utama: kompleks nuklear vestibularis dan serebelum (Gbr. 1.10). Kompleks nuklear vestibularis adalah proses utama input vestibulat dan menjalankan koneksi langsung yang cepat antara informasi aferen yang masuk dan keluaran neuron motorik. Serebelum adalah proses adaptasi, memonitor pekerjaan



12



vestibular dan mengatur pengolahan vestibular sentral jika perlu. Di kedua tempat, input sensorik vestibular diproses dalam hubungannya dengan input somatosensorik dan visual.4,5,10



Gambar 1.10 Organisasi sistem vestibular



Nukleus Vestibularis Kompleks nuklear vestibularis terdiri dari empat nukleus ‘utama’: -



Nukleus vestibularis superior (dari Bechterew)



-



Nukleus vestibularis medial (dari Schalbe)



-



Nukleus vestibularis lateral (dari Deiters)



-



Nukleus vestibularis inferior/ desending (dari Roller)



Dan paling sedirki tujuh nukleus ‘minor’ (Gbr. 1.11). Struktur besar ini, terutama terletak di pons, meluas ke kaudal sampai medulla. Nukleus vestibularis superior dan medial adalah pembawa input ke VOR. Nukleus vestibularis lateral adalah nukleus utama untuk VSR, membentuk traktur vestibulo-spinal lateral yang bertugas mengatur otot-otot postural terhadap perubahan yang berhubungan dengan gravitasi.2,5,11,12



13



Gambar 1.11 Kompleks nukleus-vestibularis. Kompleks ini memperlihatkan batang otak tanpa serebellum. DVN = nukleus vestibularis desending. LVN = nukleus vestibularis lateral. NPH = nukleus prespositus hipoglosus; III= nukelus okulomotorik; IV= nukleus troklearis; VI= nukleus abdusens. Nukleus vestibularis medial (tak ditanda) terletak di antara NPH dan DVN.



Nukleus vestibularis medial dan inferior memberi serabut baik asending dan desending, yang bergabung dengan fasikulus longitudinalis medial (MLF). Serabut desending dari nukleus vestibularis medial disebut traktus vestibulo-spinal medial, terlibat dalam VSR dan koordinasi gerakan kepala dan mata yang berlangsung bersamaan. Sistem ini terlibat dalam penyesuaiaan postural terhadap perubahan posisi, menggunakan otot-otot aksial. Serabut asending mengatur posisi dan koorinasi gerakan mata dengan interkoneksi ketiga nukleus nervus kranialis yang terlibat dalam control gerakan mata. Nukleus vestibularis di antara dua sisi batang otak dan bergabung Bersama melalui suatu sistem komisura yang bersifat saling menghambat. Komisura memungkinkan informasi terbagi antara kedua sisi batang otak.5,11,13 Sebuah nukleus kecil di daerah periakuaduktal batang otak berhubungan dengan sistem visual dan terlibat dalam koordinasi gerakan mata dan leher, disebut nukleus interstisial (dari Cajal). Nukleus ini menerima input dari berbagai sumber dan memberi serabut ke MLF.11



14



Dalam kompleks nukleus vestibularis, pengolahan input sensorik vestibular serempak dengan pengolahan informasi sensorik ekstravestibular (proprioseptif, visual, taktil dan auditorik).5 Jalur Vestibular ke Talamus dan Korteks Nukleus vestibularis superior dan lateral mmeberi akso ke kompleks nuklear ventral posterior di thalamus, yang kemudian memproteksikannya ke dua area kortikal yang relevan terhadap sensasi vestibular. Salah satu target kortikal in ipersis di posterior korteks somatosensorik primer, dekat representasi wajah; satunya lagi paa transisi antara korteks sensorik dan korteks motorik. Studi elektrofisiologi neuron di area ini memperlihatkan bahwa sel-sel berespon terhadap stimulus proprioseptif dan visual seperti halnya terhadap stimulus vestibular. Banyak neuron ini diaktivasi oleh stimulus visual yang bergerak seperti halnya oleh rotasi tubuh (bahkan dengan mata tertutup), menyatakan bahwa area kortikal ini terlibat dalam persepsi dari orientasi tubuh dalam lingkungan ekstrapersonal.3,14 Salah satu tugas penting sistem vestibular dalah perannya dalam gerakan konjuhasi mata. Gerakan konjugasi ini dikontrol oleh input dari banyak sumber dan juga input dari sistem vestibular. Pengaruh vestibular melalui nukleus inferior posterior thalamus dengan proyeksinya ke girus presentralis. Jalur ini terlibat dalam persepsi sensasi subyektif (misalnya dizziness) dihubungkan dengan sistem vestibular.6 Suplai Vaskular Sistem arterial vertebral-basilar mensuplai darah ke sistem vestibular sentral dan perifer (Gbr. 1.12). arteri serebelaris posterior inferior (posterior inferior cerebellar artery/ PICA) adalah cabang arteri vertebralis. Kedua PICA adalah arteri yang terpenting bagi sistem vestibular sentral. Mereka mensuplai permukaan bagian inferior dan hemisfer serebelum demikian juga dorsolateral medulla, dimana merupakan aspek inferior dari kompleks nuklear vestibularis. Arteri basilaris adalah arteri urama dari pons, mensuplai struktur vestibular senral melalui cabang perforator yang mempenetrasi bagian medial pons, cabang pendek sirkumferensia yang mensuplai aspek anterolateral pons, dan cabang Panjang sirkumferensia yang mensuplai dorsolateral pons.5 AICA adalah cabang penting asteri basilaris karena merupakan sumber suplai satusatunya bagi sistem vestibular perifer melalui arteri labirintin. AICA juga mensuplai bagian ventrolateral serebelum dan lateral tegmentum dua pertiga bawah pons.5 15



Gambar 1.12. Sistem arterial vertebral-basilar. AICA= anterior inferior cerebellar artery; PCA= posterior cerebellar artery; PICA= posterior inferior cerebellar artery; SCA= superior cerebellar artery. Angka-angka menunjuk pada nervi kranialis.



Serebelum Serebelum adalah resipien utama input dari kompleks nuklear vestibularis, juga sumber utama input itu sendiri. Walaupun serebulum tidak dibutuhkan bagi untuk refleks vestibular, refleks vestibular akan tidak efektif dan menjadi tidak terkalibrasi bila struktur ini tidak ada. Mulanya, istilah vestibuloserebelum didefinisikan sebagai bagian serebelum yang menerima input langsung dari aferen vestibular utama, sekarang dipahami bahwa sebagian besar vermis sereblum berespon terhadap stimulasi vestibular. Proyeksi serebelar ke kompleks nuklear vestibularis mempunyai sifat inhibisi.5,10,15 Integrator Neural Pengolahan sinyal kecepatan dari kanalis dan sinyal percepatan dari otolit tidaklah untuk mengatur saraf motorikokular, yang membutuhkan suatu sinyal pengatur posisi mata. Transformasi kecepatan ke posisi mata dikerjakan oleh struktur batang otak yang disebut integrator neural. Fungsi ini dipenuhi oleh nukleus prepositus hipoglosi yang terdapat di bawah nukleus vestibularis medual untuk fungsi sistem oculomotor horizontal. Untuk sistem



16



vestibulospinal lokasi neural VSR belum diketahui. Bila integrator neural oculomotor ini kurang berfungsi akan menyebabkan nystagmus gaze-evoked.5 Proyeksi Kortikal Vestibular Adanya representasi kortikal dari sistem vestibular telah banyak disebutkan dan didasarkan khususnya dari dua observasi: (1) gambaran evoked potential di korteks serebri antara area auditorik dan area sensori somatik setelah stimulasi labirin pada binatang percobaan oleh Walzl dan Mountcastle, dan (2) penelitian pada manusia oleh Penfield dimana stimlasi langsung di korteks lobus temporal sering mencetuskan sensasi dizziness dan vertigo. Mickle dan Ades menemukan tumpang tindih representasi vestibular dengan aferen somatik. Lokasi area sensorik vestibular pada manusia diperkirakan berada di bagian anterior sulkus interparietal. Area proyeksi kortikal vestibular kedua diperkirakan pada area 3 yang dapat mewakili proyeksi dari somatosensorik. Sehingga bagian proyeksi ini mungkin mewakili proyeksi aferen somatik yang terlibat dalam keseimbangan. Proyeksi ini nampaknya menghubungkan labirin dengan sinyal proprioseptif somatik yang membuat seseorang menyadari akan orientasi tubuh. Jalur dimana sinyal vestibular mencapai korteks belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan ada jalur yang melalui thalamus, khususnya area ventral posterior.16



DAFTAR PUSTAKA 1.



Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Disorders of equilibrium. In: Clinical Neurology, 7th ed. McGraw-Hill. 2009; 95-125.



2.



Baehr M, Frotscher M. Duus’stopical diagnosis in neurology, 4th ed. Thieme, Stuttgart. 2005; 184-94.



3.



Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, Hall WC, Lamantia AS, McNamara JO, et al. The vestibular system. In: Neuroscience, 3rd ed. Sinauer Associates, Inc. Sunderland. 2004; 415-34.



4.



Bear MF, Connors BW, Paradiso MA. The auditory and vestibular systems. In: Neuroscience Exploring The Brain, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore. 2007; 343-85.



5.



Hain TC, Helminski JO. Anatomy and physiology of the normal vestibular system. In: Herdman SJ. Vestibular Rehabilitation, 3rd ed. F. A. Davis Company, Philadelphia. 2007; 2-18. 17



6.



Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DA. Vestibular system. In: The Human Nervous System – Structure and Function, 6th ed. Humana Press, Totowa New Jersey. 2005; 295-302.



7.



Netter F, Craig JA, Perkins J, Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of neuroanatomy and neurophysiology, Special ed. USA. 2002; 85-8.



8.



Greenstein B, Greenstein A. the vestibular apparatus. In: Colour Atlas of Neuroscience Neuroanatomy and Neurophysiology. Thieme, Stuttgart. 2000; 268-71.



9.



Hotson JR, Baloh RW. Acute vestibular syndrome. The new England Journal of Medicine. 1998; 680-5.



10.



McCollum G, Hanes DA. Symmetries of the central vestibular system: forming movements for gravity and a three-dimensional world. Neuro-Otology Department, Legacy Research Center, Oregon. Symmetry. 2010; 1544-58.



11.



Hendelman WJ. Vestibular nuclei and eye movements. In: Atlas of Functional Neuroanatomy, 2nd ed. Taylor & Francis Group, Boca Raton. 2006; 138-9.



12.



Cohen B, Raphan T. The physiology of the vestibuloocular reflex (VOR). In: Highstein SM, Fay RR, Popper AN. TheVestibularSystem. Springer-Verlag, New York. 2004; 235-85.



13.



Fix JD. Vestibular System. In: Neuroanatomy, 4th ed. Lippincot Williams and Wilkins. 168-75.



14.



Tascioglu AB. Brief review of vestibular system anatomy and its higher order projections. Neuroanatomy. 2005; 24-7.



15.



Monkhouse S. The vestibulocochlear nerve (VIII) and auditory and vestibular pathways. In: Cranial Nerves Functional Anatomy. Cambridge University Press. 2006; 133-41.



16.



Gacek RR. Anatomy of the central vestibular system. In: Jackler RK, Brackmann DE. Neurootology, 2nd ed. Mosby, Philadelphia Pennsylvania. 2005; 87-99.



18



BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI VERTIGO DAN GANGGUAN KESEIMBANGAN



19



TINJAUAN UMUM MENGENAI GANGGUAN KESEIMBANGAN Kurnia Kusumastuti



PENDAHULUAN Definisi suatu gejala, penyakit dan klasifikasi sangat diperlukan untuk komunikasi antara ilmuwan, klinisi, pasien, pembuat keputusan dan masyarakat luas kaitannya dengan klinis, riset dan kesehatan masyarakat. Diperlukan definisi yang seragam, criteria diagnosis serta klasifikasi yang terformalisasi. Gangguan vestibuler yang teah disosialisasikan tahun 2009. Klasifikasi tahap selanjutnya masih dalam proposed.



DEFINISI DAN KLASIFIKASI Definisi



dan



klasifikasi



gejala



vestibulersebagai



bagian



dari



Internationla



Classification of Vestibular Disorder(ICVD-I) sudah disosialisasikan pada tahun 2009. Gangguan vestibuler dibagi menjadi 4 yaitu vertigo, dizziness, vestibular-visual simptom dan postural symptom. 1. Vertigo adalah sensari gerakan tubuh ketika tubuh tidak sedang bergerak, yang tidak sesuai dengan gerakan kepala normal. 2. Dizziness adalah sensasi gerakan orientasi ruang tanpa gangguan sensasi ruangan. 3. Vestibular-visual symptom adalah gejala visual yang diakibatkan oleh gangguan vetibuler atau bersamaan dengan gangguan system visual. 4. Postural symptom adalah keseimbangan dalam mempertahankan stabilisasi postural saat tubuh tegak, baik saat duduk, berdiri atau berjalan. ICVD-I : Classification of vestibular symptoms.1.0(januari 2009)1 1.Vertigo -



Spontaneus vertigo



-



Trigerred vertigo * Positional vertigo * Head-motion vertigo 20



* Visual-Induced vertigo * Sound-Induced vertigo * Valsava-induced vertigo * Orthostatic vertigo * Other triggered vertigo 2.Dizziness -



Spontaneus dizziness



-



Trigerred dizziness *Positional dizziness *Head-motion dizziness *Visual-Induced dizziness *Sound-Induced dizziness *Valsava-induced dizziness *Orthostatic dizziness *Other triggered dizziness



3.Vestibulo-visual symptoms -



External vertigo



-



Oscillopsia



-



Visual lag



-



Visual tilt



-



Movement-induced blur



4.Postural symptoms -



Unsteadyness



-



Directional pulsion



-



Balance-related near fall 21



-



Balance-related fall



Definisi Gejala Vestibular sekunder dari ICVD-12 Spontaneous vertigo(atau dizziness) adalah vertigo(atau dizziness) yang terjadi dengan pencetus yang nyata. Triggered vertigo( atau dizziness) adalah vertigo(atau dizziness) yang terjadi dengan pencetus yang nyata. 



Positional vertigo ( atau dizziness) adalah vertigo ( atau dizziness) yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepala pada ruangan relative gravitasi.







Head motion vertigo ( atau dizziness) adalah vertigo ( atau dizziness) yang terjadi hnaya pada saat gerakan kepala (ie, that is time locked to the head of movement.







Visual induced vertigo ( atau dizziness) adalah vertigo ( atau dizziness) yang dicetuskan oleh stimulasi kompleks, terdistorsi dan berlapang pandang luas serta stimulus bergerak, termasuk di dalamnya serasa melihat gerakan benda sekitar relative terhadapa tubuh.







Sound-induced vertigo ( atau dizziness) adalah vertigo ( atau dizziness)yang dicetuskan oleh stimulus auditori.







Valsava-induced vertigo ( atau dizziness) adalah vertigo ( atau dizziness)setiap maneuver tubuh yang cenderung meningkatkan tekanan intracranial atau tekanan telinga tengah.







Orthostatic vertigo ( atau dizziness) adalah vertigo ( atau dizziness)yang dicetuskan oleh/ dan terjadi saat bangkit(misalnya dari posisi berbaring ke posisi duduk atau dari posisi duduk ke berdiri).







Other triggered vertigo adalah vertigo yang dicetuskan selain tersebut di atas.



Vestibulo-visual symptoms 



External vertigo adalah sensasi yang salah seolah-olah benda yang disekitar sedang berputar atau seperti mengalir(flowing).







Oscillopsia adalah sensasi yang salah seolah-olah melihat sekeliling berosilasi(gerak bolak-balik pada arah manapun)







Visual lag adalah sensasi yang salah seolah-olah benda bergerak setelah ada gerakan kepala(ada jeda waktu setelah gerakan kepala)







Visual tilt adalah persepsi yang salah, seolah-olah benda disekitarnya lebih tinggi daripada sebenarnya.



22







Movement-induced blur dalah penurunan tajam penglihatan selama atau segera setelah gerakan kepala.



Postural symptoms 



Unsteadyness adalah perasaan tidak stabil selama duduk, berdiri atau berjalan.







Directional pulsion adalah perasaan tidak stabil dengan tendensi jatuh kearah tertentu ketika duduk, berdiri, atau berjalan. Arahnya harus spesifik seperti: latero-, anteroatau anteropulsion. Apabila lateropulsion, arah ke kanan atau kekiri harus dideskripsikan.







A balance-related near fall adalah sensasi hampir jatuh(tidak jatuh) akibat unsteadiness hebat, directional pulsion atau gejala vestibular lainnya(misalnya vertigo).







A balance-related fall adalah jatuh yang nyata akibat unsteadiness hebat, directional pulsion, atau gejala vertigo lainnya.



Proposed structure of “ International Classification of Vestibular Disorders “ (ICVD-1)



23



ANATOMI LABIRIN Vestibulum yang terdapat dalam labirin, telinga bagian dalam, mempunyai andil 55% dalam patofisiologi KT. Ada 2 jenis organ (reseptor)sensoris di dalam labirin yaitu pendengaran dan keseimbangan yang merupakan sel berambut( hairy cell). Kedua jenis ini terbenam di dalam cairan endolimfe sehingga bila ada aliran gelombang sendolimf akibat ransangan bunyi(pendengaran) atau gerakan( keseimbangan), rambut sel menekuk kea rah tertentu dan mengubah transmisi impuls sensoris. Organ untuk pendengaran disebut organ corti, sedangkan untuk keseimbangan disebut organ vetibulum. Organ vestibulum dibedakan atas crista dan macula yang masing-masing sensitive terhadap ransangan sirkuler dan linier.2



NEUROFISIOLOGI AKT Alur pejalanan informasi berkaitan dengan fungsi AKT melewati tahapan berikut ini : 1.Tahap Transduksi Transduksi R.Vestibulum Ransangan gerakan diubah oleh reseptor(R) vestibule(hairy cell), R visus(rode dan cone cells) dan R propioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga R tersebut, R vetibuler menyumbang informasi terbesar disbanding dua R lainnya, yaitu leboh dari 55%. Mekanisme transduksi hairy cell vestibulum berlansung ketika ransangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolinfe yang mengandung ion K(Kalium). Gelombang endolimf akan menekuk rambut sel(stereosillia) yang kemudian membuka/menutup kanal ion K. Bila tekukan stereocillia mengarah ke kinocillia(rambut sel terbesar) maka timbul influx ion K dari endolimfe ke hair cells yang akan membangkitkan potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca(calcium) akan terbuka dan ion masuk ke dalam haircells. Influks ion Ca bersama potensial aksimeransang pelepasan neurotransmitter(NT) ke celah sinaps untuk menghantarkan impuls ke neuron berikutnya, yaitu sel afferent vestiibularis dan selanjutnya menuju ke pusat AKT.4,5



24



2.Tahap Transmisi Impuls yang dikirimkan haircells dihantarkan oleh sel saraf aferen vestibularis menuju otak dengan NT-nya gulutamat.7



25



3.Tahap Modulasi



Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT, antara lain nucleus vestibularis, jaras vestibule-serebelum, nucleus okulomotorik, hipotalamus, formasio retikularis, korteks prefrontalis dan korteks limbic. Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan member respon yang sesuai. Jika ransangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan disentititasi. Sebaliknya bila bersifat biasa saja maka responnya akan habituasi. 4.Tahap Persepsi Nervus vestibularis meneruskan impuls ke nucleus vestibularis dan srebelum(prosesor sentral). Dari nucleus vetibularis impuls diteruskan ke nucleus motor okuli(VOR) untuk menggerakkan bola mata sehingga terjadi nistagmus dan neuron motorik medulla spinalis (VSR) untuk stabilisasi postur dan gait.9,10



26



PATOFISIOLOGI VERTIGO Patofisiologi suatu penyakit pada hakekatnya merupakan rangkuman/rumusan bagaimana penyakit tersebut timbul sehingga dapat dijelaskan, antara lain : 1. Bagaimana sindroma/gangguan itu dapat ditimbulkan oleh berbagai macam penyakit yang merupakan etiologinya. 2. Kelaianan anatomis dan atau fisiologis yang mendasari timbulnya gejala/sindroma. 3. Mengapa obat tertentu bisa meredam gejalanya. Kelaianan anatomis dan atau fisiologis dari sindroma vertigo dalah pada AKT, sedangkan penyebabnya bisa akrena factor internal( misalnya penyakit organic atau psikik) atau elsternal (misalnay vertigo fisiologis atau mabuk gerakan). Berbagai macam obat dapat 27



memberikan mamfaat untuk penderita vertigo, diantaranya yang menonjol adalah golongan antihistamin, parasimpatolitik (antikolinergik), dan simpatomimetik. Patofisiologi vertigo bisa diterangkan oleh beberapa teori, antara lain teori konflik sensorik, teori neural mismatch, dan teori neurohumoral/teori sinaps.12 1.Teori Konflik Sensoris Dalam keadaan normal, impuls yang siterima akan diperbandingkan antara sisi kanan dan kiri, antara impuls yang berasal dari penglihatan dengan propioseptik dan vestibular secara timbal balik. Pengolahan impuls berjalan secara reflektoris lewat proses yang normal dengan hasil akhir terjadinya penyesuaian otot-otot penggerak/penyangga tubuh dan otot penggerak bola mata.Oleh karena itu tubuh tetap tegak serta berjalan lurus(tidak sempoyongan atau deviasi arah) serta dapat melihat objekpenglihatan dengan jelas meskipun sedang dalam bergerak (jalan,lari). Disamping itu juga tidak ada keluhan vertigo ataupun gejala lainnya.



Sindroma vertigo terjadi bila ada ketidaksesuaian antara masukan sensoris dari kedua sisi(kanan-kiri) dan atau antara masuka dari ketiga jenis(vestibulum, visus, propioseptik) reseptor AKT. Keadaan ini bisa sebagai akibat dari ransangan berlebihan, lesi system vestibularis,sentral atau perifer, sedemikian hingga menyebabkan puast pengolahan data di otak mengalami kebingungan dan selanjutnya pemrosesan masukan sensorik menempuh jalur tidak normal. Prose tidak normal ini akan menimbulkan keluaran(perintah) dari pusat AKT menjadi tidak sesuaidengan kebutuhan dan keadaan yang sedang dihadapin dan menimbulkan kegawatan. Perintah yang tidak sesuai akan menimbulkan reaksi antisipatif yang salah dari 28



otot ektremitas (deviasi jalan, sempoyongan), penyangga tubuh (deviasi saat berposisi tegak)otot, dan otot penggerak bola mata (nistagmus). Tanda kegawatan, berupa vertigo yang bersumber dari korteks otak dan keluhan mual muntah yang bersala dari kegiatan SS otonom.8



Teori konflik sensoris masih belum mengungkap terjadinya vertigo akibat kelainan psikik, dan tidak dapat menerangkan terjadinya habituasi/adaptasi yang bermamfaat pada penaggulangan vertigo. Kelemahan konflik sensoris ini diperbaki oleh teori neural mismatch dan teori sinaps. 2.Teori Neural Mismatch Reason13 mengatakan bahwa timbulnya gejala mungkin disebabkan oleh terjadinya mismatch(ketidakseimbangan/discrepancy) serta pengalaman gerakan yang sudah disimpan di otak dengan gerakan yangsedang berlangsung/dihadapin. Rnsangan gerakan yang sedang berlangsung tersebut dirasakan asing/aneh/tidak sesuai dengan harapan (harapan ini bersumber dari pengalaman gerakan masa lalu yang polanya tersimpan di otak) dan meransang kegiatan berlebihan dari SS pusat, termasuk SS otonom dan muncul gerakan vertigo. Namun, bilamana gerakan berlangsung terus maka pola gerakan baru kana mengkoreksi pola gerakan yang sudah ada di memori (sensory rearrangement). Pada saat iniah gejalanya menghilang dan orang tersebut dalam keadaan adaptasi. Besarnya ketidaksesuaian antara pola gerakan yang lama dengan pola gerakan yang sedang dihadapin 29



sebanding dengan parahnya gejala, sedangkan lamanya waktu untuk membentuk pola gerakan baru sebanding dengan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk adaptasi.13



Teori ini sangat bagus sehingga banyak dikutip oleh para penulis berikutnya, terutama saat menjelaskan timbul dan hilangnya daya adaptasi. Untuk para klinikus teori tersebut kurang memuaskan oleh karena tidak bisa digunakan untuk menjelaskan latar belakang fisiologi timbulnya sindroma dan khasiat obat.



30



3.Teori Neurohumoral/Sinaps



Timbulnya gejala diawali dengan pelepasanCRF/CRH(corticotropine releasing factor/hormon) dari hipotalamus ketika ada ransangan fisik(gerakan), kelainan organic dan atau psikik (stress). Oleh banyak peneliti disimpulkan bahwa CRF berperan sebagai neuromessanger yang mengintegrasikan semua respons tingkah laku bila berhadapan dengan stress fisik atau psikik. Ransangan optokinetik dengan kecepatan anguler 5 anguler/detik selama 6 jam akan meningkatkan sekresi CRF .Apabila ransangan diterukan sampai 48 jam, maka sekresi CRF akan meningkat 4-7x, dan akan meningkat 10 kali setelah ransangan 140 jam. Diduga pengarus stress terhadap pelepasan CRF lewat influks ion Ca karena dapat dihambat dengan pemberian antagonisCa influks, verpamil, dan benzodiazepine. Peningkatan CRF akan meransang kegiatan system saraf simoatis di locus coerolus, hipokamus, korteks serebri, hipofisa dan sel limposit.16 CRF meingkatkan sekresi stress hormon lewat jalur hipotalamohipofisa-adrenalis. Ransangan terhadap korteks limbic/hipokampus menimbulkan gejala ansietas dan atau depresi. Peningkatan kegiatan locus coerolus oleh CRF, menyebabkan keseimbanagan saarf otonom mengarah ke dominasi saraf simoatik dan timbul sindroma pucat dan rasa dingin di kulit, peluh dingin, dan vertigo. Bila dominasi berubah ke saraf parasimpatis sebagai mekanisme reciprocal inhibition antara system simpatis dan parasimpatis, muncul gejala mual, hipersalivasi, dan muntah. Ransangan locus coerolus juga menyebabkan gejala panik.



31



Bila sindroma tersebut berulang akibat kondisi latihan maka siklus perubahan dominasi saraf simpatis dan parasimpatis yang bergantian tersebut juga berulang sampai terjadi perubahan sensitifitas (hyposensitive) dan jumlah reseptor (down-regulation), serta penurunan influks ca. Dalam keadaan ini, sindroma vertigo akan menghilang dan keadaan orang tersebut teradaptasi.9



Karena adanya kaitan antara penurunan jumlah kuantum



neurotransmitter perimpuls dan penurunan Influks ca pada ransangan berulang.18,19,20 Adaptasi/habituasi adalah akibat dari progressive closure of ca channel sehingga jumlah influks ca dan jumlah pelepasan neurotransmitter menurun.21,22



DAFTAR PUSTAKA 1. Bisdorff AR, Von Breven M, Lempert T, et.al. Classification of vestibular symptoms:Towards an international classification of vestibular disoerder.J.Vestib Res 2009 :1-13. 2. Bisdorff AR,Staab Jeffrey P,Newman Toker DE.Overview of the International Classification of Vestibular Disorder. NeurolClin 33(2015) 541-550. 3. Baloh, RW: Vestibular System. In MJ Aminoff&RB Darrof(eds) : Encyclopedia of the Neurological Science. Academic Press, Amsterdam, vol.4, 2003, p.661-671. 4. Golderg, ME, Hudspeth AJ, :The VestibularSystem. In : Kandel, ER, (eds) : Principles of Neuronal Science, 4th Edition.Mac Graw-Hill, 2000, p.801-815. 5. Bear, ME, Connors, BW, Paradiso, MA : Auditory System. Neuroscience Exploring the Brains. William & Walkins, Baltimore, 1996, p.272-306. 6. Tusa, RJ : Vertigo and Dizziness. In MJ Aminoff & RB Darrof (eds) : Encyclopedia of the Neurological Science. Academic Press, Amsterdam, vol.4, 2003, p.651-655. 7. Darlington CL, Smith PF : What Nuerotransmitter are important in vestibular system. Oxford University Press, New York, 1996, p.140-155. 8. Guedry, FE. Motion Sickness and Its Relation to Some Forms of Spinal Orientation : Mechanisms and Therapy. In : AGARD-LS-175, 1991,p.2.1.-230. 9. Brandt T, et al. Vertigo and Dizziness Common Complaints. Springer-Verlag London Limited. 2005. 10. Michael J. Aminoff, Robbert B. Daroff (eds)- Encyclopedia of The Neurological ScienceAcademic Press.2014. 11. Lassen, LF, Hirsch, BE, Kamerer, DB : Use of Nimodipine in the Medical Treatment of Menieres Disease : Clinical Experience. AMJ. Otol. 1996; 17 : 577-580. 12. Norre, ME : The Unilateral Vestibular Hypofunction. Evaluation By Electronystagmography in The Rotatory and Caloric Test. Acta Oto-Rhino-Laryngo Belgica. 32:431-630,1978. 32



13. Reason, JT, Brand, JJ : Motion Sickness. Academic Press. London1975. 14. Siggins, G.R.Gruol, D. Aldenhoff, J, and Pittman, Q : Electrophisiological actions of corticotrophin releasing factor in the central nervous system. Federation Proc.1985;44:237-242. 15. Bamarck, M, R, Young, W, S : Optokinetic stimulation Increases corticotrophin-releasing factor MRNA in inferior olivary neuron sof rabbits. J. Neurosci.1990;10:631-640. 16. Ferrarese,C, Appolonio, I, Bianel, C, et.al. Benzodiazepine receptors and Benzodiazepine Binding Inhibitors : A Possible Link Between Stress, Anxiety, and the Immune System. Psychoneuroendocrinology, 1993;18:3-22. 17. Joersoef AA, Ketahanan Mabuk Laut. Peranan Susunan Saraf Simpatis dan Reflex VestibuloVisual. Airlangga University Press,1991. 18. Bertsz,W. J : Depression of neurotransmitter release at the neuromuscular junction of the frog. J. Physiol. 1970;206:629-644. 19. Gleger, H, and Swinger, W : A Possible role of calcium currents in developments plasticity. Experimental Brain Research, Series 14, Springer verlag, Berlin.1986;257-269. 20. Jia, M, and Nelson,P, G : Calcium currents and transmitters output in cultured spinal cord and dorsal roots ganglion neurons. J. Neurophysiol. 1986; 56:1257-1267 21. Ganong, W, P : Review of medical physiology. 12th .Ed.Langed Medical publication, LosAltos, 1985;p.100 22. Guyton, A, C : Textbook of medical physiology. 7th. Edition, WB SuandersCo, Philadelphia,1986.p393-472.



33



BAB III KATEGORI PENYAKIT GANGGUAN KESEIMBANGAN



34



VERTIGO : SUATU GANGGUAN KESEIMBANGAN MULTISENSORI Andradi Suryamiharja



PENDAHULUAN Sistem keseimbangan merupakan salah satu panca indera, disamping sistem visual, pendengaran, pengecap dan somatosensori. Berbeda dengan panca indera lain yang sensornya hanya satu, sensor sistem vestibular ada 3 buah dan disebut suatu sistem multisensori. Sensor sistem visual berada di mata, penciuman di hidung, pendengaran di telinga, pengecapan di lidah, somatosensori di muskuloskeletal, sedangkan sensor sistem keseimbangan berada di telinga, mata dan muskuloskeletal.



FISIOANATOMI SISTEM KESEIMBANGAN Seperti yang disebutka diatas, keseimbangan tubuh dikendalikan oleh 3 sistem, yaitu sistem vestibular, visual dan somatosensori, ketiganya merupakan kesatuan dalam sistem multisensori; sensor dari masing-masing sistem tersebut adalah reseptor, berturut-turut, di labirin (kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus) pada sistem vestibular, retina pada sistem visual dan muskuloskeletal (otot, tendon, sendi dsb) pada sistem somatosensori.



ANATOMI ORGAN KESEIMBANGAN Reseptor alat keseimbangan 



Reseptor mekanik di vestibulum







Reseptor cahaya di retina







Reseptor propioseptif di otot, tendon, sendi



Saraf aferen 



N vestibularis







N optikus







N spinovestibuloserebralis



35



Pusat-pusat keseimbangan 



N vestibularis







Serebelum







Korteks serebri (lobus temporalis)



FISIOLOGI KESEIMBANGAN 



Informasi untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibular, visual dan propioseptif.







Arus informasi akan berlangsung intensif apabila terdapat gerakan atau perubahan gerakan kepala atau tubuh







Akibat gerakan tersebut, timbul perpindahan cairan endolimf di labirin, selanjutnya bulu (silia) sel rambut (hair cells) akan menekuk  mengubah permeabilitas membran sel sehingga ion kalsium masuk ke dalam sel.







Influks ion kalsium akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan neurotransmiter eksitatorik (glutamat)  saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh di otak.







Impuls yang dibawa oleh saraf aferen selanjutnya dihantarkan ke nukleus vestibularis  otak kecil, hipotalamus, korteks serebri dan pusat otonomik di formasio retikularis







Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh yang pertama di nukleus vestibularis, yang kedua di serebelum







Serebeleum juga merupakan pusat pembanding informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat (gambar 3.1) FISIOLOGI KESEIMBANGAN ↑ PERSEPSI ( korteks lobus temporalis ) ↑ Talamis ↑ INTERGRASI/KOORDINASI (Batang otak/serebelum) ↑ Vestibular/Visual/Somatosensori Gambar 3.1 Fisiologi keseimbangan



36



VERTIGO DAN GANGGUAN KESEIMBANGAN ( DIZZINESS) Gangguan keseimbanagn (dizziness) timbul apabila satu atau lebih dari ketiga sistem yang mengaturnya, yaitu sistem vestibular, visual dan somatosensori. Karakteristik dari masing-masing jenis dizziness tersebut tertera di tabel 3.1. Vertigo vestibular timbul pada gangguan sistem vestibular dengan gejala rasa berputar, vertigo nonvestibular dengan gejala rasa berputar, vertigo non vestibular terjadi pada lesi sistem somatosensori/propioseptif dan visual dengan keluhan rasa melayang, goyang, seperti sedanga berenang. Presinkope adalah rasa mau pingsan dan tidak seimbang, sebagai akibat dari gangguan kardiovaskular. Disekuilibrium berupa rasa goyanh, tidak stabil sehingga terasa akan jatuh, yang terjadi akibat kelainan motorik pada kedua tungakai yang menghilang apabila pasien duduk.



GANGGUAN KONTROL KESEIMBANGAN TUBUH Dizziness/vertigo timbul bila satu atau lebih dari ketiga sistem terganggu ↑ Gangguan keseimbangan (Dizziness) ↑ Disfungsi keseimbangan ↑ Susunan Saraf Pusat ↑ Vestibular/Visual/Somatosensori Gambar 3.2 Gangguan kontrol keseimbangan tubuh



Tabel 3.1 Empat jenis gangguan keseimbangan Vertigo



Vertigo



Disekuilibrium



Presinkope



Vestibular



Nonvestibular



Berputar



Berenang



Kaki goyah



Rasa



Mengambang



Tidak stabil



pingsan



Melayang



Kepala



Goyang



melayang



tidak



37



mau Rasa



Membaik



jika



duduk Berputar



“melayang”



“jatuh”



Keluhan



“pingsan”



Patofisiologi Gangguan Keseimbangan Manifestasi gangguan keseimbanagn terjadi akibat terganggunya fungsi sistem keseimbangan reseptor, transmisi olehsaraf aferen, pusat integrasi dan koordinasi di batang otak dan serebelum, sampai persepsi di korteks serebri (gambar 3.3) Vestibular



Visual



Somatosensorik



Jalur vestibular sentral



Korteks temporoparietal



Batang Otak











Orientasi ruang persepsi gerak ↓ Vertigo







Pusat muntah sistemlimbik



Postur tubuh



Efek vegetatif







VCR ↓



Spinal











Nistagmus



Ataksia



Mual, muntah



Gambar 3.3 Patofisiologi gangguan keseimbangan



Gangguan persepsi di korteks menimbulkan sensasi abnormal yaitu vertigo, gangguan refleks vestibulookular menimbulkan nistakmus, rangsangan pada sistem otonom/pusat muntah menimbulkan mual/muntah dan keringatan, gangguan pada fungsi jalur vestibulospinal mengakibatkan ataksia.



VERTIGO Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya. Persepsi bisa berupa : 4 1. Rasa berputar, disebut vertigo vestibular 38



Timbul pada gangguan vestibular 



Rasa goyang melayang mengambang disebut vertigo nonvestibular



Timbul pada gangguan sistem propioseptif atau sistem visual. Perbedaan kedua jenis vertigo tersebut dapat dilihat di tabel 3.2 



Vertigo vestibular menimbulkan sensai berputar, timbulnya episodik, diprovokasi oleh gerakan kepala, bisa disertai mual/ muntah.







Vertigo non vestibular menimbulakan sensasi bukan berputar melainkan rasa melayang, goyang, berlangsung konstan/kontinyu, tidak disertai rasa mual/muntah, serangan biasanya dicetuskan oleh gerakan objek disekitarnya, misalnya ditempat keramaian atau lalu lintas macet.



Tabel 3.2 Perbedaan vertigo vestibular dengan vertigo non vestibular Gejala



Vertigo vestibular



Vertigo non vestibular



Sensasi



Rasa berputar



Melayang goyang



Tempo serangan



Episodik



Kontinyu/konstan



Mual/muntah



(+)



(-)



Gangguan pendengaran



(+/-)



(-)



Gerakan pencetus



Gerakan kepala



Gerakan objek visual



VERTIGO VESTIBULAR Sistem vestibular 2,5 Labirin vestibular terdiri dari kanalis semisirkularis dan organ otolitik Kanalis semisirkularis -



Lateral, superior dan posterior



-



Berfungsi mendeteksi gerakan rotasional



Organ otolik -



Utrikulus dan sakulus



-



Berfungsi mendeteksi akselerasi linier



39



Gambar 3.4 Sistem vestibular



Mekanisme Neurofisiologi Vertigo Neurotransmiter utama pada nukleus vestibularis adalah kolinergik dan H1 histaminergik. Sistem kolinergik memodulasi neural store, sedangakn sistem histaminergik (H1) merangsang pusat muntah. GABA berperan sebagai inhibitor dari sel-sel Purkinje serebelum. Sistem adrenergik menginhibisi aktivitas vestibular. Jalur serotonergik diaktivasi oleh rangsangan dari traktus digestivus bekerja di pusat muntah dengan memblokir chemoreceptor trigger zone di area postrema. Jenis Vertigo Vestibular Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu : 1. Vertigo vestibular perifer Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis 2. Vertigo vestibular sentral Timbul pada lesi di nukleus vestibularis di batang otak, atau talamus sampai ke korteks serebri. Kedua jenis vertigo vestibular tersebut dapat dibedakan seperti yang terlihat di tabel 3.3



40



Tabel 3.3. Perbedaan vertigo vestibular perifer dengan sentral Gejala



Perifer



Sentral



Bangkitan



Lebih mendadak



Lebih lambat



Beratnya vertigo



Berat



Ringan



Pengaruh gerakan kepala



(++)



(+/-)



Mual/muntah/keringatan



(++)



(+)



Gangguan pendengaran



(+/-)



(-)



Tanda fokal otak



(-)



(+/-)



Vertigo vestibular perifer timbul lebih mendadak setelah perubahan posisi kepala, dengan rasa berputar yang berat, disertai mual/muntah dan keringatan. Bisa disertai gangguan pendengaran berupa tinitus dan ketulian dan tidak disertai gejala neurologis fokal seperti hemiparesis, diplopia, perioral parestesia, paresis fasialis. Vertigo vestibular sentral timbul lebih lambat, tidak terpengaruh gerakan kepala. Rasa berputarnya ringan, jarang disertai mual/ muntah atau kalau ada ringan saja. Tidak disertai gangguan pendengaran. Bisa disertai gejala neurologis fokal seperti yang disebutkan diatas.



PENYEBAB VERTIGO Vertigo Vestibular 1. Perifer Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Meniere’s disease, neuritis vestibular, oklusi arteri labirin, labirinitis, obat ototoksik, autoimun, tumor N VIII, microvascular compression, perilymph fistule. 2. Sentral Migrain, CVD, tumor, epilepsi, demielinisasi, degenerasi. Vertigo nonvestibular Polineuropati, mielopati, artrosis servikalis, trauma leher, presinkope, hipotensi, ortostatik, hiperventilasi, tension type headache, hipoglikemia, penyakit sistemik.



41



DAFTAR PUSTAKA 1. Brandt T, Dieterich M. Vestibuler Paroxysma : vascular compression of the eight nerve. Lancet 1994 : 798-799 2. Brandt T. Its Multisensory syndromes. Second edition. Springer-Verlag London 2000 3. Claussen CF, Kissingen B, Franz B. Contemporary and Practical Neurootology. Special ed. Hannover : Werbeagentur GmbH; 2006 4. Dieterich m. Dizziness. Neurologist 2004 ; 10: 154-164 5. Mundhanke M. Vertigo : a common problem in clinical practice. J Biomedical Therapy 2010 ; 4:17-21 6. Chawla n, Olshaker JS. Diagnosis and management of dizziness and vertigo. Med Clin North Am 2006; 90-291-304.



42



GANGGUAN VESTIBULER PERIFER



43



BENIGN PAROXYSMAL POSITION VERTIGO (BPPV) Isti Suharjanti



PENDAHULUAN Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan klinis yang terjadi dengan karakteristik serangan vertigo tipe perifer, berulang dan singkat, sering berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur melihat keatas kemudian memutar kepala.1,2 BPPV adalah salah satu penyebab vertigo, prevalensi 2,4% dalam kehidupan seseorang. Barton 2011, prevalensi akan meningkat setiap tahunnya berkaitan dengan meningkatnya usia sebesar 7 kali pada usia diatas 60 tahun dibandingkan dengan usia 18-39 tahun, disebutkan bahwa pada wanita lebih sering daripada laki-laki di kelompok semua umur. Keterlambatan dalam mendiagnosis dan penanganannya masih sering terjadi sehingga mengakibatkan biaya yang cukup tinggi dan menurunkan kualitas hidup seorang penderita BPPV.3,4



ETIOLOGI BPPV terjadi saat partikel-partikel bebas terperangkap dalam endolimf labirin vestibular, partikel tersebut masuk dalam salah satu kanalis semisirkularis.3 1. Idiopatik Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya. 2. Simptomatik Pasca trauma, pasca labirinitis virus, stroke vertebrobasilaris, Meniere, paska operasi, ototoksisitas dan mastoiditis kronik.



ANATOMI & FISIOLOGI Aparatus vestibularis merupakan komponen khusus dalam telinga dalam yang memberikan informasi untuk sensasi keseimbangan serta koordinasi untuk gerakan-gerakan kepala gerakan mata dan posture tubuh. Bagian vestibular dari membran labirin terdiri dari 3 kanalis semisirkularis, yaitu anterior , posterior dan horizontal. Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit yaitu utrikel dan sakulus yang terdeteksi dengan aselerasi linear termasuk



44



pengaruh gravitasi. Kapula adalah sensor gerakan dari kanalis semisirkularis dan diaktivasi oleh proses adanya aliran endolim ( gambar 3.5).1,4,5



Makula dalam urtikel diduga merupakan sumber partikel-partikel kalsium yang menyebabkan BPPV. Partikel ini terdiri dari kristal kalsium karbonat (otokonia) suatu bentukan dalam matrik gelatinosa. Kristal kalsium karbonat memiliki densitas 2x lipat dari endolimp sehingga berespon terhadap perubahan gravitasi dan gerakan akselerasi yang lain.1



45



PATOFISIOLOGI Terdapat hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu (gambar 3.7) :1,3 1. Hipotesis kapulotiasis 2. Hipotesis kanalitiasis Hipotesis kapulolitiasis Debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kapsula kanalis semisirkularis posterior yang letaknya paling bawah. Penyebab terlepasnya debris dari makula belum diketahui pasti, tetapi diduga karena pasca trauma dan infeksi. Penderita BPPV usia tua diduga berkaitan dengan timbulnya osteopenia dan osteoporosis sehingga debris mudah terlepas sehingga menimbulkan serangan BPPV yang berulang. Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung, seperti Dix Hillpike, kanalis posterior berubah dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utifugal dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan vertigo.



Pergeseran masa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.



46



Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas masuk ke dalam endolimfe, hal ini menyebabkan timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya atau menghilangnya nistagmus dan vertigo, disamping adanya mekanisme kompensasi sentral. Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada kanalis posterior telinga yang berada pada posisi di bawah, dengan arah komponen cepat ke atas (tabel 3.4) Hipotesis Kanalitiasis Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis) menyebabkan endolimf bergera dimana akan menstimulasi ampula dalam kanal, sehingga menyebabkan vertigo. Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampulari yang tereksitasi di dalam kanal yang berhubungan langsung dengan muskulus ekstra okuler. Setiap kanal dipengaruhi oleh kanalitiasis, dengan nistagmus yang khas (tabel 3.4) Tabel 3.4. Karateristik nistakmus setiap kanal akibat otokonia Canal



Direction of Paroxismal Posisitional (Fixed phase)



Canal Posterior



Upbeating p torsional top pole beating toward downward ear



Canal Horizontal



Horizontal geotropic direction changing (right beating pin head right position, left beating in head left position) or Horizontal apogeotropic



direction



changing



(left



beating in head right position, right beating in head left position) Canal Anterior



Downbeating



possibly



with



a



slight



torsional component. Dikutip dari : Terry D, Fife, Benign Paroxismal Posistional Vertigo, Semin Neurol 2009 ; 500-508 Gambaran Klinis Vertigo timbul menadak pada perubahan posisi misalnya miring ke satu sisi pada waktu berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk atau waktu menegakankembali badan, menunduk atau menengadah. Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang 47



dari 10-30 detik. Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadangkadang muntah. Setelah rasa berputar menghilang pasien bisa merasa melayang. Umumnya BPPV menghilang sendiri dalam beberapa hari sampai minggu dan kadang-kadang kembali lagi.1,2,3,4



DIAGNOSIS Diagosis BPPV ditegakan secara klinis berdasrkan : 1. Anamnesis : adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak pada perubahan posisi kepala atau badan, lamanya kurang dari 30 detik, dapat disertai rasa mual dan kadang-kadang muntah. 2. Pemeriksaan Fisik : pada yang idiopatik tidak ditemukan kelainan, sedangkan yang simtomatik dapat ditemukan kelainan neurologi fokal atau kelainan sistemik. 3. Tes Dix Hallpike Tes ini dilakukan sebagai berikut (lihat ganbar 3.8)



Gambar 3.8 tes Dix Hallpike



a. Pasien dijelaskan tentang prosedur pemeriksaan supaya tidak tegang. b. Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa c. Mata terbuka dan berkedip sedikit mungkin selama pemeriksaan, pada posisi duduk kepala menengok kekiri atau kanan, lalu dengan cepat badan pasien dibaringkan sehingga kepala tergantung pada ujung meja periksa, lalau dilihat adanya nistagmus dan keluhan vertigo, pertahankan posisi tersebut selam 1048



15 detik, setelah itu dengan cepat didudukan kembali. Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menunjuk kesisi lain. Untuk melihat adanya fatgue maneuver diulang 2-3 kali. Interpretasi hasil tes Dix Hallpike : a. Normal ; tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata terbuka. Kadang-kadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi adanya beberapa detik nistagmus. b. Abnormal; timbulnya nistagmus posisional yang pada BPPV mempunyai 4 ciri, yaitu : ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai vertigo lamanya sama dengan nistagmus dan vertigo yang makin berkurang setiap maneuver diulang.



Tabel 3.5. Krieria diagnostik untuk vertiso vestibular dan BPPV4 Vertigo vestibular (salah satu kriteria ini harus ada) (1) Vertigo rotasioanl spontan (2) Vertigo posisional (3) Recurrent dizzines dengan mual dan osilopsia atau imbalans Benign paroxysmal positional vertigo (A-D harus ada) (A) Vertigo vestibular rekuren (B) Durasi serangan selalu < 1 menit (C) Gejala dipicu oleh perubahan posisi kepala berikut : 



Dari duduk ke telentang







Mring ke kanan atau kiri saat telentang







Atau minimal 2 manuver berikut : -



Merebahkan kepala



-



Dari telentang lalu duduk



-



Membungkukan kepala.



(D) Tidak disebabkan karena penyakit lain. Dikutip dari : Breven M, Radtke A, Leisius F et al. J Neurol Neurosrg Psychiatry 2007; 78: 710-715.



49



DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding untuk BPPV ditampilkan di tabel berikut :6 Tabel 3.6 Diagnosis banding BPPV Gangguan otologi



Gangguan neurologis



Keadaan lain



Penyakit Meniere



Migraine associated



Gangguan cemas atau



Neuritis vestibularis



dizzines



panik



Labirintis



Insufisiensi vertibrobasiler



Vertigo servikogenik



Superior canal



Penyakit demielinisasi



Efek samping obat



dehiscence syndrome Vertigo pasca trauma



Hipotensi postural Lesi SSP



Dikutip dari : Bhattacharyya N, Reginald F. Baugh et al, Clinical practice guideline : benign paroxysmal positional vertigo, otolaryngology-Head and Neck Surgery (2008) 139, S47-S81.



TERAPI(1,3,4,7) Komunikasi dan Informasi Pada BPPV gejala yang timbul hebat sehingga pasien menjadi cemas dan khawatir akan adanya penyakit yang berat seperti stroke atau tumor otak. Dengan demikian perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik, dapat hilang spontan setelah beberapa waktu, walaupun kadang-kadang dapat berlangsung lama dan sewaktu-wakatu dapat kambuh kembali. Medikamentosa Obat anti vertigo seringkali tidak dibutuhkan, namun apabila terjadi disekuilibrium paska BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk mempercepat kompensasi.



50



Terapi BPPV kanal Posterior 1. Manuver Epley



Keterangan gambar : Langkah 1 dan 2 : Identik dengan Dix Hillpike manuever. Pasien dipertahankan pada posisi kepala menggantung ke sisi kanan selama 20-30 detik Langkah 3 :Kepala diputar 90° selama 20-30 detik Langkah 4 :Memutar kepala ke sisi lain sebesar 90° sehingga kepala mendekati posisi menunduk selama 20-30 detik Langkah 5 :Pasien diangkat ke posisi duduk Walaupun pemeriksa melakukan dengan tepat pada setiap langkah tetapi kunci kebrhasilan BPPV adalah posisi kepala penderita.



51



2. Prosedur Semont



Keterangan gambar : Langkah 1 :Kepala penderita diputar 45° ke sisi kiri kemudian pasien secara cepat bebaring ke sisi kiri Langkah 2 :Setelah mempertahankan selama 30 detik pada posisi awal ini kemudian pasien melakukan gerakan yang sama ke posisi yang berlawanan. Cara ini berlawanan dengan latihan dari Brand-Daroff yang berhenti sejenak pada saat penderita duduk dan kemudian memutar kepala bersama badan pada saat perubahan posisi.



3. Manuver Lampert Roll Manuver Lampert 360° (Barbeque ) roll untuk pengobatan pada BPPV kanal horizontal. Posis kepala pasien dengan telinga menempel kemudian kepala diputar cepat 90° ke depan.



52



Keterangan gambar : Kepala pasien diposisikan dengan telinga yang terganggu di sisi bawah. Kepala kemudia diputar 90° dengan cepat ke sisi telinga yang normal (wajah menghadap ke atas). Kepala kemudian diputar lagi 90° secara berurutan hingga kepala berputar penuh 360° dan posisi telinga telinga yang terganggu kembali ke posisi bawah. Pasien kemudian diputar ke posisi wajah menghadap ke atas dan diangkat ke posisi duduk. Manuver memutar kepala ini secara berurutan ini bisa dilakukan dengan interval 15-20 detik, meskipun saat nistagmus masih berlanjut. Memberikan jeda lebih lama tidak berbahaya, tetapi dapat menyebabkan pasien mual dan jeda yang lebih singkat sepertinya tidak mengurangi efektivitas manuver.



53



4. Metode Brandt Daroff (Latihan di rumah)



Keterangan gambar : Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi pertahankan setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik baringkan dengan cepat ke sisi lain, pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari dan masingmasing diulang 5 kali, serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari. Terapi Bedah Pada sebagian kecil penderita BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan terapi konservatif bisa dilakukan operasi neurektomi atau kanal pligging. Tindakan operatif tersebut bisa menimbulkan komplikasi berupa tuli sensorineural pada 10 % kasus.



PROGNOSIS Secara umum kekambuhan BPPV setelah keberhasilan terapi berkisar 40-50% dalam pengawasan 5 tahun. Tampaknya sebagian penderita mengalami kekambuhan yang berulang secara individu.



54



DAFTAR PUSTAKA 1. Tery D, Fife, Benign Paroxysmal Posistional Vertigo, Semin Neurol 2009;29:500-508 2. Hain TC, Benign Paroxismal Posistional Vertigo. Vestibular Disorder Association. http://www.vestibular.org/ 3. Andradi S. Benign Paroxismal Posistional Vertigo. In; Neuro Otologi Klinis Vertigo, Kelompok Studi Vertigo, Perdossi, 2002 4. Breven M, Radtke A, Leisius F et al. Epidemiology og benign paroxysmal posistional vertigo : a population based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2007; 78 : 710-715. 5. Salomon D. Benign Paroxismal Posistional Vertigo, Current treatment Option in Neurology 2000,2 ; 417-427 6. Bhattacharyya N, Reginald F. Baugh et al, Clinical practice guideline : Benign paroxysmal positional vertigo, Otolryngology-Head and Neck Surgery (2008) 139,S47S81 7. Barton J, Benign Paroxismal Positional Vertigo, Literature review current throuh : 203 : Jan 2012



55



PEDOMAN DAN TATALAKSANA VERTIGO PENYAKIT MENIERE Kurnia Kusumastuti



PENDAHULUAN Penyakit Meniere adalah suatu gangguan kronis telingaa dalam, tidak fatal namun mengaggu kualitas hidup. Menurut guideline of the American Academy of OtolaryngologyHead and Neck Surgery (AAO-HNS), penyakit meniere ditandai 4 gejala yaitu : 1. Vertigo : bisa berputar, episodik, derajat ringan sampai berat, rotasional, dengan durasi minimal 20 menit setiap episode serangan, tidak pernah lebih dari 24jam 2. Pendengaran menurun : berfluktuasi, tuli sensoris frekuensi rendah, yang memberat saat serangan, dan makin lama bisa semakin memberat. 3. Tinitus : khas seperti dering bernada rendah atau roaringnoise di telinga. 4. Rasa penuh didalam telinga.



ETIOLOGI Penyebab pasti belum jelas. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit ini : 1. Familial : 5-20% mempunyai keluarga dengan gejala yang sama 2. Faktor geografis/etnis : banyak terdapat di Eropa utara dan Amerika utara 3. Anomali dan malformasi fisik 4. Genetik, akibat mutasi gen COCH 5. Autoimun 6. Otosklerosis 7. Gangguan vaskularisasi telinga dalam, terutama stria vaskularis 8. Gangguan regulasi otonom sistem endolymph 9. Alergi local telinga dalam, menyebabkan edema dan gangguan kontrol otonom 10. Manifestasi local labirin akibat penyakit sistemik seperti gangguan tiroid atau metabolism glukosa 11. Infeksi virus : ditemukan IgE spesifik untuk virus herpes simplex tipe I,II, Epstein Barr, Citomegalo. 12. Trauma kapitis 13. Faktor psikologis (kepribadian psikosomatis dan neurosis) 56



PATOFISIOLOGI 1. Infeksi virus pada telinga dalam, menyebabkan disfungsi mekanisma kontrol yang menyeimbangkan cairan di telinga dalam. Sel sensoris untuk pendengaran dan keseimbangan sangat sensitif terhadap perubahan ini, memmunculkan gejala meniere. 2. Endolymph hydrops menyebabkan peningkatan tekanan dan displacement mekanis organ telinga dalam sehingga mempresipitasi serangan. 3. Peningkatan tekanan telinga menyebabkan iritasi sakulus dan utrikulus, menimbulkan tambahan gejala dizziness , imbalans dan disekuilibirium. 4. Karena tekanan tertinggi ada pada apeks koklea, dimana terdapat sel saraf yang sensitif terhadap suara dengan frekuensi rendah, maka daerah ini akan terganggu lebih dahulu. 5. Fluktuasi tekanan endolimf menyebakan gejala penyakit meniere juga berfluktuasi. 6. Terjadinya peningkatan volume cairan endolimf, dapat menyebabkan rupture membrane Reissner dan bercampurnya cairan endolimdan perilimf, sehingga terjadi gangguan keseimbangan Kaliuam dan natrium. Cairan endolimf mempunyai kadar K 150mM dan Na 1mM, sedangan perilimf mempunyai kadar K 7mM dan Na 140mM. 7. Disfungsi produksi dan absorbs endolimf, sehingga terjadi penumpukan cairan dalam duktus. Ketika terjadi hidrops tekanan tinggi akan menyebabkan robekan kecil pada membrane Reisnerr, sehingga terjadi percampuran antara endolim dan perilimf. Campuran cairan ini merendam reseptor pada koklea dan sistema vestibuler, sehingga berhenti firing dan terganggu fungsinya secara temporer. Perubahan ini menyebabkan penurunan pendengaran dan imbalans vestbuler.



FAKTOR PENCETUS 1. Otitis media 2. Alergi 3. Infeksi saluran napas atas 4. Kehamilan 5. Kelelahan 6. Kopi 7. Makanan asin 8. Alkohol 9. Gula 10. Menstruasi 57



11. Kehamilan 12. Orgasme 13. Perubahan tekanan barometer 14. Stimulus visual yang bisa menimbulkan nistagmus 15. Trauma



GAMBARAN KLINIS 



Vertigo episodik







Pendengaran nada frekuensi rendah menurun, fluktuatif dan progresif.







Tinnitus







Rasa penuh dan tertekan di telinga.



DIAGNOSIS Kriteria diagnosis untuk penyakit Meniere dari AAO-HNS tahun 1995 POSSIBLE : 1. Vertigo : episodik, vertigo berputar spontan selama minimal 20 menit, bisa bercampur disekuilibirium yang berlangsung berhari-hari dan disertai nistagmus dan nausea 2. Tanpa atau dengan tuli saraf yang berfluktuasi atau menetap, disertai disekuilibirium dengan episode tidak menentu. 3. Penyakit vertigo lain dapat disingkirkan. PROBABLE 1. Satu episode vertigo yang definit 2. Audiometric : tuli sensoris minimal satu kali 3. Tinitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit 4. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan.



DEFINIT 1. Minimal 2 episode vertigo deifinitif dengan durasi minimal 20 menit. 2. Audiometri : tuli sensoris minimal satu kali 3. Tinnitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit 58



4. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan CERTAIN Memenuhi criteria definit ditambah konfirmasi histopatologi postmortem.



TERAPI Terapi farmakologis -



Anti vertigo : betahistin mesilat 48 mg/hari



-



Diuretic : hidrochlortiazid / asetozolamid 50mg/hari



-



Steroid : prednisone 80mg/hari selama 7 hari kemudian diturunkan bertahap.



-



KCL



-



Antihistamin



Terapi diet : -



Rendah garam (1,5-2 gram sehari)



-



Tinggi kalium, tinggi protein



-



Hidrasi



-



Hindari faktor pencetus



Terapi intervensi non destruktif : -



Injeksi steroid intratimpanik



-



Endolymphatic sac-mastoid decompression and/or shunt



Terapi intervensi destruktif -



Injeksi gentamisin intratimpanik (chemical labyrinthectomy)



Terapi rehabilitasi/adaptasi



PROGNOSIS Beberapa penelitian mengatakan bahwa, tidak ada”sembuh” dalam arti sebenarnya untuk penyakit Meniere, namun tatalaksana medis yang agresif dapat menghasilkan gejala yang luar biasa pada 80 sampai 90% penderita. 59



DAFTAR PUSTAKA 1. Weber PC. 2008. Vertigo and Disequilibirium. A Practical Guide to Diagnosis and Management. Thieme Medical Publishers.Inc. New York. P.56-58 2. Hornibrook J., Kalin C., Emily et al. 2012. Transtympanic Electrocochleography for the Diagnosis of Meniere’s Disease. International Journal of Otolaryngology. Article ID 852714 3. Medifocus Guide from Medifocus .com. 2012. Inc.www.medifocus.com (800) 965-3002 4. Aboe Amar Joesoef H,. Kurnia Kusumastuti Hj.(ed). 2002. Neuro-otologi Klinis VERTIGO. Airlangga University Press. Surabaya.P142-145



60



NEURITIS VESTIBULARIS Aris Catur Bintoro



PENDAHULUAN Neuritis vestibularis didefinisikan sebagai defisit unilateral yang terjadi secara tibatiba pada organ vestibular perifer tanpa disertai gangguan pendengaran dan tanda disfungsi batang otak.1,2 Terdapat beberapa istilah yang sinonim dengan neuritis vestibularis yaitu : neurolabirinitis viral, vestibulopati unilateral perifer akut, vestibular neurolabirinitis, neuropati vestibularis, vertigo episodik, vertigo epidemik.5 Dengan insiden tahunan sebanyang 3,5 per 100.000 populasi maka neuritis vestibularis merupakan kelainan vestibular perifer kedua terbanyak setelah BPPV.3 Sering mengenai usia 30-60 tahun.6 Gangguan neuritis vestibularis sering muncul berkaitan dengan musim, didahului oleh infeksi saluran napas. Gejala dapat berlangsung lama, kadang membuat pasien menjadi takut untuk banyak gerak, dan akan berkembang menjadi stroke.3



ETIOLOGI Infeksi virus diduga menjadi penyebab Neuritis vestibularis. Hal ini didukung oleh hipotesis bahwa terjadinya bersifat endemic, pada bulan tertentu yang berhubungan dengan infeksi virus.3 Studi otopsi menunjukkan kadar protein yang meningkat pada cairan serebrospinal serta adanya transkripsi laten DNA dan RNA virus Herpes Simplex pada ganglia vestibuler.6,7,8,9



PATOFISIOLOGI Perubahan gerakan atau posisi kepala akan mengaktifkan salah satu labirin dan menghambat sisi lainnya. Aktifitas neuronal yang asimetri pada nucleus vestibularis menghasilkan gerakan mata kompensasi dan pengaturan postur, sehingga kepala terasa



61



berputar. Bila input dari satu sisi neuronal nucleus vestibularis ipsilateral akan berhenti sementara kontinyu kepala dan kemiringan kepala menuju sisi yang sehat.3 Pada neuritis vestibularis terjadi kerusakan yang umumnya selektif pada superior nervus vestibularis, yang mensarafi kanalis semisirkularis horizontal dan anterior, termasuk utrikulus dan sebagian sakulus.6,10



GAMBARAN KLINIS Karakterikstik sindrom klinis neuritis vestibularis adalah4,6 -



Vertigo rotatorik dan nausea spontan yang berat, onset dalam beberapa jam, menetap lebih dari 24 jam



-



Nistagmus horizontal rotatorik spontan dengan arah ke non lesional, dengan ilusi gerakan sekitarnya (oscilopsia)



-



Gangguan keseimbangan saat berdiri atau berjalan.



-



Defisit fungsi kanalis horizontal unilateral, yang dapat dideteksi dengan tes VOR dan irigasi kalorik.



-



Pemeriksaan otoskopi dan pendengaran normal. Gejala vertigo muncul mendadak sering terjadi waktu malam dan saat bangun tidur pagi,



biasanya berlangsung sampai 2 minggu. Sehingga pasien harus berbaring dengan mata tertutup serta posisi miring dengan sisi telinga terganggu di bawah.



DIAGNOSIS Diagnosis neuritis vestibularis merupakan diagnosis klinis. Maka bila seorang pasien sudah sesuai gambaran klinisnya dengan karakteristik klinik neuritis vestibularis, pemeriksaan penunjang khusus tidak diperlukan. Pemeriksaan yang masih dibutuhkan untuk menunjukkan gangguan fungsi vestibular unilateral dan monitor perbaikan adalah elektronistagmografi dan tes kalori.3 Jika terdapat gangguan pendengaran, diagnosis banding seperi penyakit Meniere, fistel perilimf, atau infark labirinintin dapat disingkirkan dengan melakukan pemeriksaan audiometric. MRI dapat diindikasikan pada kondisi klinis yang melibatkan batang otak dan sereblum, atau dengan faktor resiko vascular.3 62



Beberapa tes rutin atau alat penunjang yang diperlukan untuk menunjukkan masih adanya gejala sisa gangguan vestibulara perifer antara lain kaca Frenzel, oftalmoskopi, headshaking, head-thrust dan tandem-Romberg.



TERAPI Penderita neuritis vestibularis biasanya mengalami perbaikan spontan dan sedikit mengalami gejala sisa. Terapi neuritis vestibularis ini secara garis besar mencakup :3,6 Terapi simtomatik : -



Pada faseakut 1-3 hari pertama, tablet dimenhydrinate 100mg atau obat vertigo lainnya dapat diberikan untuk menekan mual dan muntah. Obat harus dihentikan pemberiannya setelah keluhan berkurang dan pasien membutuhkan waktu berikutnya intuk kompensasi sentral.



Terapi Kausal : -



Kortikosteroid diberikan dalam 3 hari pertama onset gejala dan berlanjut hingga 3 minggu (awalnya 100mg/hari, selanjutanya diturunkan menjadi 20mg tiap 3 hari. Preparat lain prednisone tab 2x20mg dapat diberikan 10-14 hari. Antiviral (valasiklovir) tak member perbedaan bermakna baik diberikan sendiri atau kombinasi dengan kortikosteroid.



Latihan vestibular : -



Untuk meningkatkan kompensasi vestibular sentral dilakukan program latihan fisik. Awalnya stabilisasi statis,selanjutnya latihan dinamis untuk mengontrol keseimbangan dan stabilisasi gerak mata selama gerakan mata-kepala-badan.



PROGNOSIS Fungsi vestibular perifer membaik kembali pada separuh dari pasien dalam beberapa minggu atau bulan. Pemulihan secara klinis biasanya berkembang cepat dan sering tidak berkaitkan dengan fungsi perifer yang masih belum kembali sempurna, sebagian besar pasien sudah aktif dalam beberapa hari serta bebas gejala dalam beberapa minggu.



63



Gejala sisi kecil meliputi oscilopsia dan gangguan keseimbangan selama gerakan kepala yang cepat kearah sisi telinga yang terganggu. Kurang dari 20% pasien dapat mengalami gejala kebosanan seperiti disekuilibirium kronik, intoleransi gerakan kepalam dan kadang ansietas sekunder.3



DAFTAR PUSTAKA 1. Baloh RW: clinical practice, vestibular neuritis. N Engl J Med 2003;348:1027-1032 2. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP : Disorders of Equilibirium in Clinical Neurology. 6thed. Lange Medical Books McGraw-Hill. 2005 3. Broinstein AM, Lempert T : Dizziness, a practical approach to diagnosis and management. Cambridge University press, 2007 4. Bohmer A : acute Unilateral Peripheral Vestibulopathy in Disorder of the Vestibular system, by Baloh RW, Halmagy GM edited. Oxford University Press, New York 1996 5. Bojrab DI, Bhansali SA, Batisa RA : Peripheral vestibular disorders in Neurology edited by Jacklar RK, Brackman DE. Mosby, St.Lousie 1994 6. Brandt T, Dieterich M, Strupp M : Vertigo and dizziness: common complaints, Springer verlag. London, 2005 7. Arbusow V, Schulz P, Strupp M, et al : Distribution of Herpes Simplex virus type 1 in human geniculate and vestibular ganglia : implication for vestibular neuritis. Ann Neurol 1999;46:416-419 8. Theil D, Arbushow V, Derfuss T, et al. Prevalence of HSV-1 LAT in human trigeminal, geniculate, and vestibular ganglia and its implication for cranial nerves syndrome. Brain PAthol 2001;11:408-413 9. Theil D, Derfuss T, Strupp M,Gilden DH, Arbusow V, Brandt T : Cranial nerve palsies ; Herpes Simplex type I and Varizella Zoster Virus Latency. AnnNeurol 2002;51:273-274 10. Baloh RW. Vestibular neuritis, NEJM 2003;348:1027-1032 11. Strupp M, Arbusow V, Maag KP et al. Vestibula exercises improve central vestibulespinal compensation after vestibular neuritis. Neurology. 1998;838-844



64



VESTIBULAR PAROXYSMIA Eva Dawati



Sindroma ini pertama kali diperkenalkan oleh Janneta 1975. Pada tahun 1984 Janetta dkk menyebutnya sebagai disabling positional vertigo. Istilah Vestibular paroxysmia diperkenalkan pertama kali tahun 1994 oleh brandt T dan Dietrich. Tidak ada perbedaan insiden antara laki-laki dan perempuan.



ETIOLOGI Kelainan disebabkan oleh kompresi neurovascular pada N VIII.2,3,4



KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan criteria internasional Classification of Vestibular Disorders (ICVD), maka criteria diagnosis vestibular paroxysmia adalah sebagai berikut :3 Definit Vestibular Paroxysmia a. Terdapat minimal 10 serangan spontan berupa vertigo yang berputar atau tidak berputar b. Durasi kurang dari 1 menit c. Terdapat fenomena klinis stereotipik pada pasien tertentu d. Memberikan respon dengan terapi karbamazepin/okskarbamazepin e. Tidak diperhitungkan sebagai diagnosis lain. Probable vestibular Paroxysmia a. Terdapat minimal 5 serangan vertigo yang berputar maupun tidak berputar b. Durasi kurang dari 5 menit c. Timbul spontan atau diprovokasi oleh gerakan kepala d. Terdapat fenomena klinis stereotipik pada pasien tertentu e. Tidak diperhitungkan sebagai diagnosis lain.



65



Beberapa pemeriksaan yang mendukung diagnosis vestibular paroxysmia :2,3,4 1. Pada anamnesis didapatkan pusing berputar, kadangkala dipengaruhi perubahan posisi kepala atau hiperventilasi, tinnitus. 2. Pada saat serangan akan ditemukan a. Nistagmus horizontal dan torsional kearah telinga yang mengalami kelainan b. Tes Romberg dan jalan tandem akan terganggu c. Head impulse tes : terdapat sakadik d. Acoustic evoked potensial : terlihat latensi gelombang 1-III e. Audiometri : disfungsi unilateral 3. Pada saat diluar serangan pemeriksaan klinis normal



PEMERIKSAAN PENUNJANG3 Pada MRI kepala akan tampak adanya vascular pada N.VIII bila tidak terlihat dengan MRI kepala, maka dapat dilakukan MRI menggunakan constructive in steady state sequence(CISS)



DIAGNOSIS BANDING 1. Meniere’s Disease 2. Turmakin’s otolithic crisis 3. Paroxysmal brainstem attack 4. Migrain vestibular 5. Vertebrobasilar transcient ischemic attack 6. Serangan panic 7. Fistula perilimfa 8. Ataksia episodik tipe 2 9. Epilepsi vestibular



TERAPI Medikamentosa -



Karbamazepin 200-800mg/hari 66



-



Okskarbamazepin 300-600mg/hari Pada kasus vertigo paroxysmia yang menunjukkan respon membaik dengan pemberian



karbamazepin atau okskarbamazepin dapat merupakan salah satu cara menegakkan diagnosis. Pada pasien dengan intoleran terhadap terapi karbamazepin atau okskarbamzepin dapat diberikan gabapentin, asam valproat, fenitoin. Operatif 2,3,4,6,11 Dekompresi mikrovaskular merupakan terapi alternative apabila terapi dengan medikamentosa tidak menunjukkan perbaikan klinis



DAFTAR PUSTAKA 1. Brandt T, Dieterich M. Vestibular Paroxysmia : Vascular Compression of the Eight Nerve. Lancet 1994. 789-799 2. Brandt T : its multisensory syndrome. Second edition. Springer verlag. London 2000 3. Strupp A. Lopez-Escamez JA, KIM JS, Straumann D, Jen JC, Criteria. Journal of Vestibular research 26. 2016 4. Baloh RW. Vestibular paroxysmia.Journal watch Neurology 20. 2009 5. Brandt T : its multisensory syndrome. Second edition. Springer verlag. London 2009 6. Brackman DE, Kesser BW, Day JD. Microvascular Decompression of the Vestibularcochlear nerve for Disabling Positional Vertigo. Oto Neurotol. 2011



67



GANGGUAN VESTIBULER SENTRAL



68



STROKE BATANG OTAK Aih Cahyani



Sistem arteri vertebrobasiler memberikan perfusi menuju medulla, serebelum, pons, midbrain, thalamus,dan korteks oksipitalis. Oklusi pada pembuluh darah besar didalam sistem ini biasanya berakibat pada disabilitas atau kematian. Stroke vertebrobasiler memiliki tingkat mortalitas lebih dari 85%.Karena keterlibatan batangotak dan serebelum,sebagian besar mereka yang selamat memiliki disfungsi multisistem seperti kuadriplegia atau hemiplegia, ataksia, disfagia, disarthria, abnormalitas pandangan,dan neuropati kranial.1 Beberapa gejala yang sering muncul, seperti dizziness atau penurunan kesadaran yang bersifat sementara, disalahartikan terkait dengan iskemia sirkulasi posterior. Sebelumnya, klinisi menggunakan istilah “insufisiensi vertebrobasiler ” untuk mengindikasikan penyebab hemodinamik pada semua kasus iskemia sirkulasiposterior.2 Sepuluh persen pasien dengan stroke vertebrobasiler memiliki tanda hemisensorik atau motorik. Ini disebabkan karena variasi anatomis dalam zona batas vaskuler antara sistem karotis dan vertebrobasiler. Sebagian kecil pasien dengan penyakit thromboembolik arteri karotis menunjukkan gejala vertebrobasiler karena arteri serebri posterior secara embriologis berasal dari arteri karotis dan bukannya sistem vertebrobasiler.3 Penyebab iskemia vertebrobasiler yang paling sering ditemukan adalah emboli, atherosklerosis arteri besar, penyakit arteri kecil penetratif, dan diseksi arteri. Migrain, displasia fibromuskuler, koagulopati,dan penyalah gunaan obat adalah penyebab yang lebih jarang. Emboli bisa muncul dari jantung, aorta, dan arteri vertebralis dan basiler proksimal.2 EPIDEMIOLOGI Frekuensi, insidensi, dan prevalensi sindrom vertebrobrobasiler bervariasi, tergantung pada area spesifik dan sindrom yang terlibat. Sekitar 80-85% dari semua stroke adalah iskemik, dan 20% dari lesi yang terkait dengan stroke iskemik terjadi didalam sistem vertebrobasiler. Untuk stroke perdarahan, meski hampir semua perdarahan intraserebri terjadi didalam area putamen dan thalamus, sekitar 7% dari semua stroke hemorrhagik melibatkan serebelum dalam area nukleus dentatum, dan sekitar 6% dari lesi hemorrhagik melibatkan pons. Insiden sistem kearteri vertebrobasiler di Kanada sekitar 0,75 hingga 0,86 per 100.000 person-years.4



69



Sebagian besar penelitian melaporkan mortalitas pasien dengan oklusi arteribasiler pada angka yang lebih dari 75-80%. Mayoritas penyintas oklusi arteri basiler mengalami disabilitas yang berat dan persisten.5



PATOFISIOLOGI Iskemia vertebrobasiler bisa disebabkan karena mekanisme embolik, trombotik, dan hematodinamik. Embolisme adalah penyebab iskemi avertebrobasiler yang paling sering, dengan onset gejala neurologis maksimal yang mendadak. Emboli sering terjadi diarea vaskuler distal dengan aliran yang kuat, dimana sistem vertebrobasiler biasanya melibatkan arteri serebriposterior, terutama yang terkait dengan pandangan. Gejala iskemia embolik bisa membaik dengan cepat, khususnya jika lisis emboli spontan terjadi dengan cepat. Stroke embolik paling sering berkaitan dengan



perdaralian



intraserebri



post-infark.



Iskemia



embolik



paling



sering



berhubungandenganlesipadasumberarterivertebralis.6 Iskemia trombotik biasanya memitiki perjalanan penyakit yang relatif lambat dan fluktuatif hingga gejala pasien menjadi sangat berat. Perjalanan penyakit yang progresif int terjadi dalam hitungan jam hingga hari seiring dengan ukuran thrombus yang meningkat atau menurun. Lesi oklusif trombotik sering kali disertai dengan stenosis fokal atau ulserasi plak atherosklerotik.7 Gejala hemodinamik dengan aliran rendah muncul akibatstenosis yang menyebabkan penurunan tekanan perfusi distal,sehingga apabila terjadi penurunan kecil di dalam mean arteriolpressure atau peningkatan mendadak dalam resistensi yangterjadi kemudian dapat memicu terjadinya penurunan aliran yangmendadak. Iskemia vertebrobasilr, istilah yang digunakan untukgejala iskemik vertebrobasilar aliran rendah temporer, sering bersifatposisional dan mungkin menyertai gerakan stereotipik sepertiekstensi atau rotasi kepala pada arah tenentu. Jika iskemia terjadisecara berkepanjangan, dapat menyebabkan infark yang nyata.Iskemia vertebrobasiler dapat juga disebabkan karena subcfovian-steal syndrome, dimana terdapat stenosis atau oklusi grade tinggidi dalam arteri subklavia pada sisi proksimal dari arteri vertebralis.2 Kondisi vaskuler yang paling sering mempengaruhi sistemvertebrobasiler adalah aterosklerosis yang terjadi pada pembuluhdarah besar. Oklusi emboli pada sistem vertebrobasiler jarangterjadi dan jika terjadi biasanya pada arteri basiler. Lokasi donoremboli biasanya dari arkus aona, aneri subklavia, dan sumber arteri vertebralis.1 Manipulasi



chiropractic



atau



rotasi



leher



diduga



dapat



menyebabkannaumaarterivertebralisdalamleherkarenahubungan anatomis yang erat antara arteri vertebralis dan vertebra servikalis. Arteri yang rusak ini bisa mengalami oklusi karena trombus dan mengalami diseksi.8 70



Stroke vertebrobasiler bisa disebabkan karena sejumloh hal. Beberapa mekanisme yang



bisa



memicu



terjadinya



stroke



vertebrobasilerantardlainthrombus,emboli,danperdarahanakibat aneurisma atautrauma.



GAMBARAN KLlNIS Cirikhasiskemiavertebrobasileradalahmanifestasisejumlah



gejala



yang



munciil



bersamaan, paling sering adalah vertigo dan disfungsi visual. Nunibness atau paresthesis perioral episodik juga merupakan tanda spesifik untuk iskemia vertebrobasiler. Gejala lainnya adalah ataksia, disarthria, sinkop, nyeri kepala, mual, muntah, tinnitus, keluhan motorik atau sensorik bilateral, dan disfungsi nervus kraniales. Disfungsi nervus kraniales bisa menyebabkan ocial palsy, disfagia, aspirasi, disarthria, diplopia, nistagmus, [acial nurnbness, atautortikollis.



9



Manifestasi khas dari stroke batang otak adalahhemiparesis(hemiplegy alternans), koma, ataksia, dan vertigo.2 Pada penderita diabetes dapat terjadi oklusi percabangan aneri serebeli anterior inferior



dari



arteri



basiler



yang



mensuplai



telingadalam,padaawalnyamenghasilkangejalavertigo,unilnternl hearing foss, atau keduanya sebelum menyebabkan infark pada batangotak.2 Nistagmus



karena



lesi



batang



otak



mungkin



bersifat



uni-atau



bidirectional,vertikalataumtatoar.Vertigomerupakangejalayang menonjoldariseranganiskemikatauinfarkpadabatangotakyang teijadi pada wilayah arteri vertebrobasiler, khususnya lfallenberg syndroirte pada infark medularislateral.11 Tanda okulomotorik biasanyamencerminkanketerlibatan horizontal gaze center yang terletakdidalamreticular formation (PPRF), lesiyang berdekatan dengan nukleus abducens; dan ataumediallongitudinalfasiculus



(MLF).Lesipadastruktur-



strukturinimenyebabkanophtalmoplegiatauoneandhalf syndrome.1 Beberapa manifestasi klinis pada lesi vaskular batang otak seperti berikut ini :1 



Midbrain syndmme: lesi nervus kraniales III danverticalgaze palsy







Pontine syndrome:lesinervuskranialesVI,horizontalgaze palsy, dan VII nerve palsy







Medullarysyndrome:nyerifasialipsilateraldantemperatureloss, Hornersyndrome,ataksiaipsilateral,hilangnyasensasinyeridan temperaturkontralateral,danparalisisipsilateralpadaototlidah, palatummolle,kordavokalis,atauototsternokleidomastoid 71







Arteriserebriposterior:hemianopiakontralateraltanpa gangguanmakular



PENERIKSAAN PENUNJANG 1. MRIlebihsensitifdaripadaCTriolammengidentifikasigambaran



iskemik.



MRI



memiliki



sensitivitas 97% dan spesifisitas 98% untuk mengidentifikasi oklusivertebrobasiler. 2. MRA dapat digunakan untuk menilai derajatstenosis 3. Angiografidigunakanuntukmenentukantipelesivaskulerdan mekanismestroke.' 4. TranscroniofDoppler(TCD)seringkalimemberikanhasilyang sensitivitas



sebesar



tidak



72%



akurat,



dan



dengan spesifistas



94%padapasiendenganpenyakitarteribasiler.TCDberguna untuk follow up setelah evaluasi awal menunjukkan kemunculan lesi.14



PENATALAKSANAAN Seharusnya senitia pasien yang mengalami stroke vertebrobasiler harus dimasukkan ke dalam sebuah unit khusus untuk pasien stroke. Perawatan di dalam ICU diindikasikan untuk pasien yang merupakan



kandidatuntukterapiintervensionalsepertitrombolisisatauyang



mengalamigejalaneurologisfluktuatifatautidakstabil,penurunan kesadaran, instabilitas hemodinamik atau disertai dengan masalah jantung atau respiratorik aktif. Mengklasifikasikan gejala neurologis pasien ke dalam salah satu kategori mekanisme patofisiologis berdasarkan perjalanan gejala klinis adalah penting karena menentukantargetpemeriksaanpenunjangawaldantreatment.1 Guideline AHA/ASA tahun 2009 merekomendasikan bahwa celah waktu untuk pemberian t-PA bisa ditingkatkan menjadi 4,5 jamsetelahstroke.Penelitianmenunjukkanbahwat-PAefektif padapasienstrokebahkanketikadiberikandalamwaktu3hingga



4,5



jam,



tetapi



rekomendasi



AHA/ASA menyebutkan juga bahwa efektivitas pemberian t-PA dibandingkan dengan treatment lainnya untuk thrombosis, dalam periode waktu ini, masih belumjelas.16 Angioplasti



dilakukan



untuk



menangani



pasien



denganstenosisarteribasiler.Pemakaianangioplastididasarkanpada kecenderunganbahwathrombosisterjadipadasegmenaneriyang mengalamistenosis.Laporanmenunjukkanbahwaangioplastibisa dilakukan pada pasien dengan oklusi vertebrobasiler akut, serta padapasienelektif.Penelitiancaseseriesyangtelahdipublikasikan menunjukkan tingkat morbiditas sebesar 0-16% dan tingkat monalitas hingga 33%; tetapi peran angioplasti dalam treatment oklusi vertebrobasiler hingga kini masih belumjelas.1



72



DAFTARPUSTAKA 1. Kaye,V.2011.VertebrobosilorStroke.Retrieved9April2012. http://emedicine.medscape.com/anicle/323409 2. Savitz, C.t., Caplan, L.R. Vcrtebrobasilar Disease. N Engl JMud.2005; 352:2618-2626 3. Bradley,



W.G.,



Daroff,



R.B.,



Ggerald,



M.F.,



Jankovic,



J.



NeurologyinClinicalPractice,4thed.Elsevier.Philadelphie. 2004 4. Boyle,



E.,



Côté,



P.,



Grier,



A.R.,



Cassidy,



J.D.



EXdmining



vertebrobasilararterystrokeintwoCanadianprovinces.Spine. 2008;33:S170-5175 5. Kamper,L.,Rybacki,K.,Mansour,M.,Winkler,S.B.,Kempkes, management



in



acute



vertebrobasilar



occlusion.



U.,



Haage,



Cardiovosc



P.



Time



Intervenu



Radiol.2008;32(2):226-232 6. Hanel, R.A., Brasiliense, L.B.C., Albuquerque, F.C.,Spetzler,R.F. Microsurgical Revascularization



ofExtracranial



Vertebral



Artery,inB.RBendok,(ed)HemorrhagicandIschemicStroke: Medicnf, Imaginé, Surgical and Jnterventional Approaches. Thieme Medical Publishers. New york.2012 7. Martin,P.J.VertebrobasilarIschaemia.1998.QJMed;91:799-811 8. Williams,



L.S.,



Biller,



J.



Vertebrobasilar



dissection



and



cervical



spinemanipulation.Neurology.2003;60:1408-1409. 9. Wehman,



J.C.,



Hanel,



R.,



G



L.R.,Hopkins,L.N.AtheroscleroticOcclusiveExtracranial Indications



for



Intervention,



Endovascular



uidot,



C.A.,



Vertebral



Guterman,



Artery



Disease:



Techniques,Short-TermandLong-



TermResults.Courrielo Interventionaf Cardiology. 2004;17(4):219—232 10. Ferbert



A,



Bruckmann



H,



Drummen



R.



Clinical



features



of



provenbasilararteryocclusion.Stroke.1990;21(8):1135-42. 11. Ropper, A.H., Brown, R.H. Adams and Victor ’s Principles o[ Neurology, 8th ed. McGraw Hill. New York.2005 12. Ehsan, T., Hayat, G., Malkoff,



M.D.,



Selhorst,



J.B.,



Manin, D., Manepalli, A.



Hyperdense basilar artery. An early computed tomography sign of thrombosis. Neuroimaging. 1994;4(4):200-20S.



73



13. Sylaja,



P.N.,



Puetz,



V.,



Dzialowski,



1.,



Krol,



A.,



Hill,



M.



D.,



Derricliiik,A.M.PrognosticvalueofCTangiographyinpatients with suspected vertebrobasi far ischem ia. I Neuroimoy iny. 2008;18(I):46-9. 14. Kinsella,



L.J.,



Feldmann,



E.,



Brooks,



J.M.



The



oftranscranialDopplerultrasoundinsuspectedvertebrobasilar



clinical ischemia.



utility 1



Neuroimaging.1993;3(2):115-22. 15. The National Institute of Neurological Disorders andStrokert-PA Stuciy Group. Tissue plasminogen activator for acute ischemic stroke. N Engl I Med. 1995;333:1581-7. 16. DelZoppo,G.J.,Saver,J.L.,Jauch,E.C.,Adams,H.P.Expansion



of



thetimewindowfortreatmento(acuteischemicstrokewith intravenous tissue plasminogen activator. A science advisory from the American Heart Association/American Stroke Association. Stmke.2009



MIGRAINE ASSOCIATED DIZZINESS



74



Sri Sutami S



PENDAHULUAN Gangguan Vestibular Sentral atau central vestibular disorder merupakan sebuah bentuk vertigo non sistematik dengan gejala beragam, misalnya kepala terasa ringan seperti diayun, rasa terapung diperahu, rasa bergoyang yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Secara garis besar, keluhan tidak disertai gejala THT sebagai manifestasi vertigo perifer sistematik seperti muka pucat, peluh dingin, mual, danmuntah.1 Definisi gangguan vestibuler sentral menurut Encyclopedioo[ Neuroscience adalah disfungsi sistem vestibuler yang disebabkan lesi didalam sistem saraf pusat (SSP) .Gangguan vestibuler sentral bisa diklasifikasikan dalam beberapa cara, menurut (i) patologi yang mendasari (seperti inflamatorik,demyelinisasi,tumoral,vaskuler, degeneratif, traumatik), (ii) topografis (seperti medularis, serebelar, kortikal),dan (iii) sistem yang terlibat (sepertivestibulo-spinal, vestibulootonomik, vestibula-okuler,vestibulo-kortikal).1 Vertigo merupakan ilusi gerakan tubuh. Bentuk vertigo yang paling sering muncul adalah rotasional atau vertigo“sejati”, dimana pasien merasa mereka berputar-putar, atau dunia memutari mereka. Vertigo rotasional menandakan kemungkinan keterlibatan kanalis semisirkuler atau saraf proyeksi sentral mereka. Bentuk keluhan vertigo yang lebih jarang dikeluhkan pasien adalah vertigo linier, dimana pasien merasakan sensasi gerakan tubuh yang linier. Gejala ini mencerminkan kemungkinan keterlibatan organ otolith atau jalur proyeksi sentral mereka.2 Dizziness merupakan rasa berkurangnya mandikepala dengan derajat lebih ringan dibanding vertigo. Dizziness lebih sulit untuk didefinisikan. Pasien dengan gangguan vestibuler sentral sering menggunakan istilah seperti kepala terasa ringan (lightheadedness), pening (giddiness) ,pusing(dizziness) atau sensasi berayun untuk menggambarkan gejala mereka. Meski sering dikeluhkan, gejala ini kurang spesifik dari pada vertigo untuk mengindikasikan keterlibatan penyakit sistem vestibuler karena banyak kondisi medis lain yang juga memicu dizziness.2 Migrain merupakan suatu penyakit dengan gejala khas adanya nyeri kepala periodik, tetapi sering kali disertai dengan keluhan dizziness. Pada beberapa pasien keluhan migraine ini bisa juga hanya berhubungan dengan keluhan dizziness.’ Beberapa pasien mengeluh adanya rasa



75



berputar yang kurang khas dibanding keluhan vertigo perifer,walaupun keluhan untuk vertigo sentral tidak dapat dieliminer sama sekali.5 Migraine-associated dizziness(MAD) muncul dalam berbagai literatur dengan istilah yang berbeda seperti migraninous vertigo, benign recurrent vertigo, migraine-relatedvestibulopathy, atau vestibular migrain. Hingga kini masih belum ada istilah penyatu yang disetujui oleh semua pihak, dan penerimaan migraine- associafed disease sebagai entitas diagnostik diantara para klinisi masih rendah.6 Bentuk vertigo vestibuler sentral disebabkan karena lesi sepanjang jalur vestibuler, yang memanjang dari nuklei vestibularis di dalam medula oblongata hingga nuklei motorik okuler dan pusat integrasi didalam pons dan rostraI midbrain,dan hingga vestibuloserebelum, thalamus, dan area korteks vestibularis multisensorik di dalam korteks temporoparietalis. 7Penyebab dizziness akihat gangguan vestibular sentral antara lain karena: infark batang otak, tumor serebelum, radang otak, insufisiensi vertebrobasiler, epilepsi dan multiple sklerosis.5,8 Disamping penyebab klinis diatas perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya akustik neuroma, Arnold Chiory Malformation, neuritis vestbularis, sistem vestibularis hipoaktif, trauma serebelum serta stroke. Lightheadedness atau dizziness dapat pula karena sebab anaemia, kelainan jantung, aritmia kordis, hiper atau hipotiroidisme, leukemia, DM atau penyebab autoimun.9,10 EPIDEMIOLOGI Migraine-associated dizziness bisa terjadi pada usia kapanpun. Terdapat kecenderungan lebih tinggi pada perempuan dengan rasio perempuan terhadap laki-laki antara 1,5dan5. Migraineossociated dizziness sepenuhnya lebih sering terjadi pada pasien dengan migrain tanpa aura dibandingkan pasien migrain dengan aura.11 Gejala vestibular dapat terjadi secara spontan atau dipicu oleh gerakan, dengan prevalensi mencapai 25-54% dari semua kasus migrain. Insiden vertigo yang terkait migrain mencapai 5070% dengan keluhan lightheadedness, dizziness atau unsteodiness.



4,9



ETI0L0GIDANPAT0FISI0L0GI Dari aspek neurologi, migrain dan dizziness berhubungan erat. Hal ini biasanya terkait dengan kelainan pada sistem saraf pusat. Faktor genetik diperkirakan ikut berperan dalam timbulnya migrain 76



yang



berhubungan



dengan



sistem



audiovestibuler.



Ada



beberapa



sistem



yang



terpengaruh,misalnya sistem digesti, sistemotonom, sistem kardiovaskuler serta sistem saraf.12 Sampai saat ini migrain selalu dihubungkan dengan nyeri kepala, walaupun sebaiknya didefinisikan sebagai keadaan paroksismal, multifaktorial, multigenetik serta kelainan neurovaskuler. Beberapa subtipe monogenetik telah dapat diidentifikasi. Laporan terbaru menunjukkan bahwa migrain yang berhubungan dengan dizziness adalah murni kelainan sentral, berdasar hasil pemeriksaan nistagmus yang ada selama masa episode berlangsung. Dari beberapa teori yang diajukan, migrain merupakan kelainan beragam yang dapat melibatkan sentral maupun perifer. Belum jelas apakah dasar patomekanismenya dari sprending wave depression atau vasospasme.13 Pemicu timbulnya MAD antara lain karena faktor stres, hormonal, cemas, hipoglikemia, makanan tertentu serta rokok. Keadaan ini seringkali bersamaan dengan nyeri kepala migrain."Meskipun migrain adalah sebuah kelainan yang diwariskan, gejalanya paling sering bersifat episodik. Pemicu kemunculan gejala sering kali mudah diidentifikasi dan bisa mencakup kurang tidur, makanan tenentu, dan stimulasi sensorik yang intens seperti cahaya terang. Kelainan biokimia yang bertanggung jawab atas migrain masih belum dimengerti sepenuhnya, tetapi mencakup mekanisme vaskuler, channelopathy (disfungsi kanal ion membran neuronal) dan iritasi yang diperantarai peptida pada terminal nervus Vestubular mungkin terlibat.2 Serangan MAD sering kali tidak diikuti nyeri kepala. Dizziness yang terjadi disebabkan oleh pelepasan neuropeptida, misalnya neuropeptida substansi P, neurokinine A, calcitonin gene related peptide (CGRP) yang bersifat eksitatorik terhadap epitel sensoris telinga dalam dan nukleus vestibularis dipons.15 Patofisiologi MAD masih belum jelas, tetapi spreading depression mungkin berperan ketika



ada



keterlibatan



areakortikal



yang



mengolah



informasi



vestibuler.



Beberapa



neurotransmitter yang terlibat dalam patogenesis migrain (calcitonin-gene refoted peptide, serotonin, noradrenalin, dopamin) diketahui mempengaruhi aktivitas neuron vestibuler dan mungkin berkontribusi terhadap patogenesis MAD. Defek genetik kanal ion telah teridentifikasi sebagai penyebab berbagai kelainan neurologis paroksismal. Temuan gen voltage-gatecalcium-channel yang abnormal dalam [amiliol hemipleyic migraine (EHM) dan episodic ataxia tipe 2 (EA2)—keduanya bisa menyebabkan vertigo dan nyeri kepala migrain sebagai gejala yang menonjol— mendorong penelitian untuk mencari gen yang rentan untuk MAD diarea yang sama. Akan tetapi, hingga kini defek genetik tersebut masih belum bisa teridentifikasi.11 77



DIAGNOSIS MIGRAINE ASSOCIATED DIZZINESS Menegakkan diagnosis MAD adalah hal yang sulit karena secara umum merupakan diagnosis setelah eksklusi, dengan kata lain diagnosis ditegakkan setelah semua kemungkinan 6



diagnosis lain telah disingkirkan. Menurut beberapa penulis penegakan diagnosis vertigo khususnya dalam kaitan dengan migrain yang terpentig adalah anamnesis. Berbagai tipe dizziness dapat timbul secara tunggal atau dalam bentuk kombinasi. Kepala terasa ringan (light headedness), atau rasa tidak stabil (unsteadiness).12,17 Anamnesis akan sangat membantu dalam penegakan diagnosis. Dengan anamnesis yang sistematis serta terarah maka 80% diagnosis dapat ditegakkan sehingga manajemen untuk MAD ini dapat dilaksanakan dengan baik. Gangguan keseimbangan atau disekuilibrium dapat dikategorikan dalam kelainan vestibular sentral. Dizziness episodik mempunyai durasi sama dengan aura migrain kurang dari 60menit. Hal ini dapat bersamaan dengan nyeri kepala dan aura sebagai spreading depression.10 Vertigo ini dapat berlangsung terus menerus sampai lebih dari 24 jam, sangat jarang disertai oleh tuli persepsi. Tuli yang ditemukan bersifat non progresif, dengan kelainan pada nada rendah. Pada kasus migrain basilar bersifat fluktuatif. Tinnitus dapat uni atau bilateral, tetapi tak begitu menonjol. Sering terjadi fotofobia, yangdapat disertai atau tanpa kejadian dizziness.18 Penderita mungkin tidak memilîkî riwayat nyeri kepala yang terjadi bersama MAD, tetapi dalam keluarga terdapat riwayat migrain vertigo. Dizziness bisa terjadi saat penderita bebas dari serangan nyeri kepala atau fama setelah serangan migrain terakhir.18 Hubungan dengan panic disorder juga perlu dipertimbangkan,mengingat saat terjadi serangan dirasakan sangat berat bagi pasien.19 Hingga kini belum ada kriteria yang telah disetujui secara internasional untuk diagnosis MAD.'International HeadacheSociety telah membuat kriteria diagnostik nutuk vestibular migraine(menggantikan istilah migraine-associated dizziness) dalam International Headache Classi[cation (ICHD) III-beta:20 A. Setidaknya lima episode yang memenuhi kriteria C danD. B. Riwayat penyakit migrain tanpa aura atau migrain dengan aura di masa sekarang atau sebelumnya.



78



C. Gejala vestibuler dengan intensitas sedang atau berat, berlangsung antara 5 menit dan 72jam D. Setidaknya 50% episode disertai dengan setidaknya salah satu dari ketiga fitur migrain berikut: 1. Nyeri kepala dengan setidaknya dua dari empat karakteristik berikut: a) Lokasi unilateral b) Terasa berdenyut c) Intensitas sedang atau berat d) Memberat dengan aktivitas fisik rutin 2. Memberat dengan aktivitas fisik rutin 3. Fotofobia dan fonofobia 4. Auravisual E. Tidak masuk dalam diagnosis ICHD-3 lainnya atau gangguan vestibuler lainnya Bersama dengan vertigo, pasien mungkin mengalami fotofobia, fonofobia, dan aura visual atau aura lainnya. Gangguan pendengaran dan tinnitus bukan lagi gejala yang menonjol dalam MAD tetapi telah ditemukan pada pasien MAD. Hearing loss biasanya ringan dan bersifat sementara, tanpa perburukan selama perjalanan penyakit. Gambaran klinis MAD bervariasi dalam berbagai aspek,dan hubungannya dengan migrain mungkin tidak terlihat jelas. Kemunculan berulang gejala migrain bersama dengan vertigo memberikan arah ke diagnosis yang tepat.11 Diagnosis banding MAD adalah migrain arteria basilaris. Migrain jenis ini biasanya mempunyai gejala: vertigo, tinnitus, deafness, ataksia, disartria, gangguan visus seperti diplopia, paresthesia bilateral, penurunan kesadaran yang diikuti oleh kepala berdenyut.1 8 Diagnosis banding lainnya adalah dengan Meniere’s disease. Kedua penyakit mungkin ditandai dengan vertigo episodik dan kemungkinan gangguan pendengaran. Spell vertigo spontan yang sangat singkat (hitungan detik < 15 menit) atau berkepanjangan (> 24 jam) lebih mungkin disebabkan MAD daripada penyakit Meniere. Selain itu, spell vertigo spontan yang disertai dengan fitur migrain seperti fotofobia, paresthesia, gangguan visual selain pandangan kabur, semakin memperkuat migrain sebagai sumber kejadian vertigo. Gangguan pendengaran dalam MAD berdasarkan hasil audiometrik biasanya ringan dan cenderung stabil, sedangkan gangguan pendengaran bersifat progresif pada penyakit Meniere.21 PENERIKSAAN FISIK



79



Pemeriksaan neurologis umum, vestibuler, dan otologi biasanya normal dalam periode bebas gejala. Sekitar 10 hingga 20% pasien MAD menunjukkan hipoeksitabilitas unilateral terhadap stimulasi kalorik. Evaluasi neuro-ophthalmologis mungkin akan menemukan Defisit okulomorik sentral ringan t‹anpa ada tanda batang otak atau serebellar lainnya. Selama fase akut, pasien sering menunjukkan ketidakseimbangan dan temuan vestibuler sentral seperti nistagmus downbeating, upbeating, atau torsional murni dan atau nistagmus posisional persisten. Beberapa memiliki hipofungsi perifer unilateral sementara dengan nistagmus horizontal spontan dan headthrust test abnormal.22 Hasil dari pemeriksaan fisik biasanya normal. Hasil tes vestibuler (termasuk tes kalori, tes okulo-motorik, tes rotasional, tes posisional, dan posturografi) mungkin abnormal, tetapi biasanya tidak mengindikasikan abnormalitas vestibuler perifer atau sentral yang definitif. Secara khusus, respon nistagmus asimetris terhadap stimulasi rotasional telah dilaporkan pada MAD. Temuan pemeriksaan fisik biasanya normal dan tidak ada status laboratorium yang tersedia untuk dapat menegakkan diagnosis MAD secara definitif.16 1.



Pemeriksaan neurologi sering dalam batas normal, sehingga anamnesis lebih berperan dalam pemikiran kearah diagnosis



2.



Saat terjadi serangan akut vertigo bisa dijumpai adanya nistagmus horisontal atau torsional. Dengan pemeriksaan Dix Hallpike dapat memunculkan dizziness tanpa kemunculan nistagmus.



3.



Pemeriksaan penunjang juga tidak ada yang spesifik. MRI direkomendasikan bila terdapat kelainan unilateral, atau dengan terapi medika mentosa tidak membaik. Fokus ditujukan kedaerah kanalis auditorius internus.



4.



Pemeriksaan audiometri guna evaluasi dizziness



PENATALAKSANAAN Terapi Farmakologis



80



MAD sering merespon terhadap tindakan pencegahan migrain standar dan terapi abortif. Penggunaan magnesium, obat tekanan darah, khususnya beta blocker, obat antikonvulsan seperti topiramat clan pada khususnya, antidepresan (trisiklik atau serotoninnorepinephrine-reuptake inhibitor) mungkin dapat menurunkan jumlah serangan, meski penelitian ilmiah berkualitas baik yang menilai efektivitas masih belum tersedia. Ada bukti bahwa pendekatan multidisipliner yang menggabungkan latihan fisik, terapi fisik vestibuler, obat-obatan, dan perubahan gaya hidup mungkin efektif. Terapi dengan obat migrain standar seperti triptan mungkin dapat mengurangi durasi serangan jika spell disertai dengan nyeri kepala.23 Pengobatan untuk profilaksis migrain yang mungkin efektif antara lain propanolol, metoprolol, pizotifen, atau flunarizine. Acetazolamide, yang biasanya tidak digunakan untuk profilaksis migrain, juga telah berhasil diaplikasikan. Sebuah penelitian retrospektif melaporkan manfaat efek profilaktik dari terapi bertingkat yang terdiri dari menghindari pemicu makanan, antidepresan trisiklik dan betablocker pada lebih dari 50% pasien. Akan tetapi, hasil ini sulit untuk diinterpretasikan karena tidak adanya kelompok kontrol dan periode pretreatment yang tidak jelas.11 Penatalaksaan kasus migraine-dizziness lebih ke arah pengendalian faktor risiko, terapi abortif serta terapi profilaksi. Referensi lain membagi dalam 2 golongan, terapi simtomatik dan profilaksi.18,24 1. Mengendalikan faktor fisiko Beberapa faktor risiko yang berperan dalam timbulnya MAD antara lain: taktor stres, kecemasan, hipoglikemia serta fluktuasi kadar Estrogen. Fluktuasi estrogen dapat disebabkan karena pengaruh tablet kontrasepsi atau terapi sulih hormon estrogen. Pada kasus tersebut sebaiknya hormon estrogen dihentikan terlebih dahulu. Beberapa makanan dicurigai mempunyai pengaruh terhadap timbulnya MAD, antara lain: monosodiumglutamat(MSG), minuman beralkohol, keju, dll. Diharapkan dengan pantang makanan dan minuman tersebut diatas selama 1 bulan dapat mengeliminer keluhan.18 2. Terapi abortif Terapi abortif ditujukan pada pasien dengan terapi otologi biasa tidak berespon. Triptan dapat diberikan pada pasien MAD tetapi kontra indikasi pada kasus migrain arteri basilaris. Pengobatan simptomatik terhadap MAD berbeda dengan migraine headache. Nyeri kepala jarang difokuskan dalam pengobatan migrain dan gejala otonom biasanya lebih dominan. Triptan



81



memberikan efek analgesik terhadap migraine headache, tetapi terhadap MAD belum jelas. Hal tersebut terlihat sebagai antisipasi efek vaskular reseptor serotonergik.24 Terapi simptomatik yang direkomendasikan guna mengatasi keluhan otonom dan migraine dizziness adalah sbb:25 1. Meclizine12,5—50mgrp.o tiap 6jam 2. Dimenhydrinate 50mgrp.o.tiap 4-6jam,100mgrp.o tiap12 jam 3. Diphenhidramine 25-50 mgr tiap 4-6jam 4. Lorazepam 0,5-1 mgr sub lingual tiap 4jam 5. Lorazepam0,5-2mgrim/ivtiap6—8jam 6. Diazepam 2-10 mgrp.ol im/ iv tiap 6-8 jam 7. Droperidol 2,5-5 mgr iv/ im tiap 3-4jam 8. Promethazine 12,S-2S mgr p.ol iv/ im tiap 4-6jam 9. Prochlorperazine S-10 mgrpo/iv/im tiap 6-8jam 10. Scopolamine patch 0,5 mgr tiap 24 jam tiap 5hari. Keberhasilan obat-obat diatas adalah menekan keluhan otonom dan dizziness dengan titik tangkap mirip guna mengobati vertigo episodik. Beberapa obat yang mensupresi sistem vestibularis mempunyai pengaruh sedatif. Meclizine, dimenhydrinate dan diphenhidramine mempunyai efektivitas yang cukup baik untuk vertigo episodik. Ketiganya berefek profilaksi terhadap kekambuhan migraine dizziness. Scopolamine merupakan supres on vestibular yang cukup poten. Sebagai obat dengan aksi lambat sangat bagus nutuk terapi kasus mabuk gerakan. Pemberian dapat selama lebih dari 9hari dengan efek rebound yang cukup berat. Diazepam dapat diberikan tetapi efek adiktif bisa muncul khususnya dengan pemberian parenteral. Efek farmakokinetiknya belum jelas, tetapi pemberian jangka panjang mempunyai pengaruh withdrawal yang cukup bermakna. Dalam keadaan darurat benzodiazepine dapat menurunkan intensitas venigo. Lorazepam sublingual menurunkan gejala otonom dan emosi saat serangan. Antiemetika parenteral sangat potensial untuk mencegah muntah. Pemberian oral diberikan guna mengobati muntah yang tak berlebihan.



82



Migrain yang berlangsung lebih dari 1 minggu atau menetap dalam 24 jam akan sangat bermanfaat bila diobati secara profilaksis. Tidak ada bukti pendukung klinis untuk obat-obat yang dapat diberikan. Pilihan obat utama tergantung dokter dan pasien. Untuk mengetahui efikasi obat tersebut biasanya perlu waktu 2 bulan guna mendapatkan dosis yang tepat. Efek samping dan efek idiosinkrasi perlu diperhatikan. American Academy of Neurolo9y (AAN) telah mempublikasikan pedoman terapi profilaksis migrainedizziness menjadi beberapa kelompok berdasar perbaikan klinis.26 Telah ada kesepakatan tentang penggunaan obat trisiklik anti depresan; amitryptiline, propanolol, (B blocker), sodium divalproat serta topiramate (antikonvulsan), Obat-obat tersebut dimulai dari dosis rendah untuk kemudian ditingkatkan sampai dosis terapetik tercapai. Pengawasan terhadap efek samping dan idiosinkrasi perlu diperhatikan. Dosis yang direkomendasikan untuk terapi profilaksis sbb:26 1. Amitriptyiline: dosis awal 5-10 mgr malam hari, dosis terapetik dewasa 50-100 mgr. Malamhari 2. Sodium divalproate: 250-500 mgr malam hari, dosis terapetik 1000 mgr malam hari 3. Propanolol:10mgr 3xsehari; dosisterapetik 80-160mgrtiap hari 4. Timolol: 5mgr 2xsehari, dosis terapetik 10 mgr 2xsehari atau 20 mgr malamhari 5. Topiramate IS-2S mgr tiap hari, dosis terapetik 100-200 mgt tiap hari. Perubahan berat badan, efek psikiatris, sistema kardiovaskular, kepatuhan minum obat serta efek samping lain perlu dievaluasi. Konfirmasi tentang efikasi pengobatan propilaksis migrain vestibulopati masih belum konklusif, khususnya dalam penegakan diagnosis. Beberapa penelitian melaporkan tentang efikasi beta-blocker, calcium channel blocker, tricyclic antidepressant, lorazepam dan acetazolamide yang mencapai tingkat penyembuhan33-92%. Terapi harus diberikan selama satu bulan penuh dari kejadian migrain, termasuk mengisolasi episode dizziness dan nyeri kepala. Terapi awal serta hasilnya memerlukan pola yang fokus dan merubah frekuensi migraine. Terapi Non Farmakologis Terapi non farmakologi meliputi: perubahan gaya hidup, pengobatan herbal, teknik relaksasi tubuh, terapi fisik serta psikoterapi. Hal ini penting guna menolak anggapan bahwa



83



pengobatan kausatif merupakan sutu-satunya jalan. Terapi secara holistik sangat diperlukan terliadap pasien oleh dokternya. Keberhasilan terapi nonfarmakologi ini memerlukan anamnesis yang memfokuskan terhadap fenomena frekuensi migrain pada fase awal. Perubahan gaya hidup, tidur dan stres biasanya mudah untuk diidentifikasi sebagai sumbernya. Asumsi dalam identifikasi kekambuhan migraine tak dapat dimodulasi. Masing-masing pasien mempunyai tipenya sendiri. Realitas harus dibangun agar tujuan tercapai. Gangguan tidur somnolen hendaknya diperbaiki dengan meningkatkan kualitas relaksasi sehingga cemas yang menghantui dapat disingkirkan. Teknik yang dilakukan secara individu biasanya akan sangat menolong. Cemas dan panik harus dihilangkan. Rekomendasi herbal reverfiew dan butterbur menurut AAN mempunyai efikasi layaknya obat, diberikan pada pasien dengan kontra indikasi pendekatan allopatik. Pengobatan secara holistik diharapkan dapat meringankan keluhan migraine. Terapi fisik memiliki tingkat keberhasilan rendah mengingat migraine vestibulopati disebabkan karena gagalnya fungsi sistem saraf sentral pada jalur vestibular. Rehabilitasi fisik untuk gangguan vestibular perifer sering kali gagal karena adanya kombinasi dengan migrain vestibulopati. Keberhasilan terapi migrain adalah dengan menilai ulang kondisi dimana pasien merasa membaik. Semua gangguan vestibular akut termasuk migrain vestibulopati adalah kondisi yang selflimited ,selfcorrecting, sehingga terapi simptomatik terbaik adalah waktu. Akan tetapi, semua ini mungkin belum cukup, dan perlu dipertimbangkan kemungkinan penyebab stroke, tumorotak, multipel sklerosis. Riwayat posttrauma, stres, cemas, panik, atau depresi perlu kerjasama dengan psikolog atau psikiater.26 KESIMPULAN 1. Gangguan vestibular sentral dalam kaitannya dengan migraine-associated dizziness perlu penegakan diagnosis yang jelas sehingga penatalaksanaannya bisa akurat 2. Diagnosis banding dengan simptom lain seperti Meniere disease, migraine arteria basilaris perlu dipahami terlebih dahulu. 3. Migraine-associated dizziness merupakan diagnosis ekskusi, dan anamnesis sangat berperan penting dalam penegakan diagnosis. 84



4. Pemeriksaan fisik-neurologik, MRI, audiometri dapat diusulkan guna memperjelas diagnosis atau menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain. 5. Penatalaksanaan mencakup terapi farmakofogik dan nonfarmakologis 6. Terapi farmakologi meliputi: terapi simtomatik, terapi abortif dan preventif 7. Obat-obat seperti triptan, antidepresan trisiklik, diazepam, lorazepam, sodium divalproate dan topiramate dimulai dari dosis rendah 8. Dimenhidramine, dipherihidramine serta meclopropamide dapat mengurangi gejala. 9. Terapi secara holistik nonfarmakologik dengan mengubah gaya hidup, diit, herbal disesuaikan untuk setiap pasien. 10. Dapat bekerja sama dengan psikolog dan psikiater untuk mengatasi cemas, depresi sertapanik.



DAFTAR PUSTAKA 1. Goldberg M, Haldspech N. The Vestibular System. In: Kandel ER, Schwartz JH, Jessell TM, editors. Principles of neural science. 4th ed. New York: McGraw-Hill, Health Professions Division; 2000. p. 801—15. 2. Bronstein AM. C entra 1 Vestibu lar Disorders. ln: P inR er MD, Hirokawa N, Windhorst U, editors. Encyclopedia of neuroscience.Berlin;[NewYork]:Springer;2009. p.6S8--63. 3. JoesoefA.EtiologidanPatohsiologiVertigo.In:LeksmonoP, Islam M, Haryono Y, editors. Kumpulan Makalah PIT-II. 200G. p.209--24. 4. WaterstonJ.Chronicmigrainousvertigo.JClinNeurosci.2004 May;11(4):384--8. 5. Luxon



LM.



Evaluation



and



management



of



the



dizzy



patient.



I



NeurolNeurosurgPsychiatry.2004Dec1;75(suppl_4):iv4S-iv52. 6. NeuhauserH,LeopoldM,vonBrevemM,ArnoldG,LempertT. Theinterrelationsofmigraine,vertigo,andmigrainousvertigo.



Neurology.



2001



Feb27;56(4):436--41. 7. Dieterich M. Central vestibular disorders. I Neurol. 2007 May;254(5):5S9--68. 8. Sutarni S. Tumor Serebelum. In: Joesoef A, Kusumastuti K, editors. Neuro-otologi Klinis Vertigo. 1st ed. Surabaya: Airlangga Univ. Press; 2002. p.11G-9. 9. Weber PC, editor. History and Physical Examination. In: Vertigo and disequilibrium: a practical guide to diagnosis and management. New York: Thieme; 2008. p.1-3.



85



10. SutamiS.ArnoldChiaiyMalformasi.In:JoesoefA,Kusumastuti K, editors. Neuro-otologi Klinis Vertigo. 1st ed. Surabaya: Airlangga Univ. Press; 2002. p.127—31. 11. Neuhauser H, Lempert T. Vertigo and dizziness related to migraine: a diagnostic challenge. C ephalal gia. 2004 Feb;24(2):8M91. 12. Purnomo



H.



Migraneous



Vertigo.



In:



Leksmono



P,



Islam



M,



HaryonoY,editors.KumpulanMakalahPIT-IINyeriKepala, Nyeri&VertigoPERDOSSI.Surabaya:AirlanggaUniv.Press; 2006. p.233—S0. 13. Kerbci



K,



Levine



S.



Central



Nervous



System



Causes



of



Vertigo



andDizziness.In:WeberPC,editoi.Vertigoanddisequilibrium: dpPactica1guidetodiagnosisandmanagement.NewYork: Thieme; 2008. p.13S-9. 14. Brandt T, Strupp M. Migraine and Vertigo: Classification, Clinical Features, and Special Treatment Considerations. Headache Curr. 2006Jan;3(1):12-9. 15. Dieterich M, Brandt T. Episodic vertigo related to migraine (90 cases): vestibular migraine? I Neurol. 1999 Oct;246(10):883—92. 16. FurmanJM,WhitneySL.Centralcausesofdizziness.PhysTher. 2000Feb;80(2):179--B7. 17. Sutarni



S.



Diagnosis



dan



managemen



Vertigo.



IslamM,HaryonoY,editors.KumpulanMakalahPIT-IINyeri



In:Leksmono



Kepala,



Nyeri



&



P,



Vertigo



PERDOSSI. Surabaya: Airlangga Univ. Press; 2006. p.22W32. 18. Benson A, Robbins W. Migraine associated Vertigo [Internet]. Medscape. 2015 [cited 2016 Aug 15]. Available from: http:// emedicine.medscape.com/article/884136-overview 19. Furman



JM,



Marcus



DA,



Balaban



CD.



Migrainous



vertigo:



developmentofapathogeneticmodelandsmictureddiagnostic interview.CurrOpinNeurol.2003Feb;16(1):S—13. 20. Headache



Classification



Committee



of



the



International



HeadacheSociety(IHS).TheInternational Classificationof Headache Disorders, 3rd edition (beta version). Cephalalgia. 2013 Jul1;33(9):629---808. 21. ShepardNT.DifferentiationofMéniére’sdiseaseandmigraine- associated dizziness: a review. J Am Acad Audiol. 2006 Jan;17(1):69--80. 22. LempertT,NeuhauserH.Epidemiologyofvertigo,migraine and vestibular migraine. I Neurol. 2009Mar;256(3):333--8. 23. TepperD.MigraineAssociatedVertigo:Headache.HeadacheI



Head



Face



Pain.



201SNov;55(10):1475--6. 24. Johnson GD. Medical management of migi aine-related dizziness and vertigo. The Laryngoscope. 1998 Jan;108(1 Pt 2):1-28. 86



25. 2S.OasJ.EpisodicVenigo.In:RakelRE,BopeET,editors.Conn’s



current



therapy



2002.



Philadelphia: W. B. Saunders; 2002. p. 1180--7. 26. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelinesfor migraine headache (an evidence-based review): repon of the Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology. 2000 Sep 26;55(6):754--62.



87



GANGGUAN VESTIBULER PERIFER DAN SENTRAL



88



TUMOR SUDUT SEREBELOPONTIN Cempaka Thursina



PENDAHULUAN Tumor otak dapat terjadi pada berbagai usia dan kalangan. Salah satu tumor intrakranial yang menjadi perhatian adalah tumor pada sudut cerebellopontine angle (CPA), yaitu suatu daerah berbentuk segitiga pada fossa posterior yang dibatasi oleh tulang temporal, serebelum, dan batang otak.1,2 Tumor yang tumbuh pada daerah ini dapat menyebabkan gangguan neurologis yang serius bahkan kematian. Sebagian tumor CPA jinak, dengan lebih dari 80% berupa vestibular schwannoma (neuroma akustik)3. Jenis lainnya yang jarang dijumpai seperti meningioma, lipoma, kista epidermoid, kista arachnoid, schwannoma fasial, hemangioma, papiloma pleksus choroidalis, paraganglioma, dan tumor metastase. Angka kejadian metastase tumor ganas pada CPA hanya 1-2% dari seluruh tumor CPA. Kemajuan teknologi imaging yang berkembang pesat dewasa ini seiring dengan perkembangan teknik pembedahan mikro membuat diagnosis dan penatalaksanaa tumor CPA semakin baik karena dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.1,4



ANATOMI Cerebellopontine



angle



atau



sisterna



pontocerebellar



adalah



sebuah



ruang



subarakhnoid yang berada di antara pons, serebelum, dan permukaan posterior tulang petrosus. Celah berbentuk V ini terbentuk oleh lipatan serebelum di daerah pons dan pedunkulus serebeli media. Sisterna ini terhubung di arah basal dengan sisterna serebellomedularis, di arah rostral dengan sisterna prepontin, dan di arah kranial dengan aspek intratentorial sisterna ambien. Batas CPA antara lain di posterior dengan tulang petrosus temporal, medial dengan pons, posterior dengan permukaan anterio serebelum, superior dengan tentorium serebeli dan intefior denga nervus kranialis bagian bawah, sedangkan bagian tengah CPA diisi pedunkulus serebri. Bagian aspeks CPA berada di daerah lateral dimana kedua lipatan ini bertemu.5,6



89



Struktur yang dapat ditemukan di CPA antara lain nervus fasialis (VII), vertibulokoklearis (VIII), flokulus serebelum, foramen lushka dari ventrikel IV dan anterior inferior cerebellar artery (AICA). Nervus kranial ke-4 hingga 11 bisa ditemukan dekat atau dalam CPA. Nervus troklear (IV) dan trigeminus (V) berada di dekat lipatan fisssura serebeli superior, sedangkan nervus glosofaringeus (IX), vagus (X), dan aksesorius (XI) berada di dekat lipatan inferior. Nervus abdusens (VI) terletak di dekat dasar fisura, di garis yang menghubungkan ujung anterior lipatan serebeli superior dan interior. Nervus kranialis V-XI melintasi bagian atas dan bawah CPA. Di antaranya melinta n VII dan n. VIII yang meneruskan perjalan dari persambungan pons dan batang otak menuju Internal auditory canal (IAC). Dinding lateral dari IAC terdiri dari 2 bagian yaitu bagian horizontal dan vertikal serta terbagi menjadi 4 kuadran. Di bagian anterior terdapat n. Fasialis superior dan n.koklearis inferior, n.vestibularis superior dan inferior. Ketiga cabang ini juga meliputi sisi media dari IAC. Tumor CPA dapat meluas sehingga menekan struktur yang berada di sekitarnya, menimbulkan gejala klinis sesuai dengan bagian yang mengalami gangguan.7



90



DIAGNOSIS BANDING Lesi di CPA bisa dikelompokan dalam 3 kelompok utama, yaitu: 1) lesi yang berasal dari dalam CPA, 2) lesi dengan lokasi primer di dalam area anatomis yang berdekatan dan kemudia meluas ke dalam CPA, dan 3) patologi intraventrikuler dan batang otak yang menunjukan perluasan exophytic ke CPA. vestibular schwannoma dan meningioma masuk kelompok pertama dan mencakup kebanyakan kasus lesi CPA. Kista arakhnoid, schwannoma non-akustik, aneurisma, melanoma, dan kelainan embriologis seperti kista epidermoid, kista dermoid, lipoma juga bisa muntul dalam CPA. Granuloma kolesterol, paraganglioma, tumor chondromatosa, chordoma, endolymphatic sac tumor, pituitary adenoma, apex petrositis adalah patologi yang telah dilaporkan meluas ke CPA. Astrositoma, choroid plexus papilloma, limfoma, hemangioblastoma, ependimoma, medulloblastoma, dan tumor neuroepitelial disembrioplastik adalah tumor yang telah dilaporkan menginvasi CPA setelah perluasan exophytic.8 Vestibular Schwannoma vestibular schwannoma atau akustik neuroma adalah tumor CPA terbanyak, mencakup 75% dari seluruh kasus tumor CPA. Schwannoma di area CPA biasanya muncul dari bagian vestibular nervus kranialis VIII. Tumor ini benigna secara histopatologis, memiliki pertumbuhan lambat antara 0,2 dan 2 mm pertahun. Tumor VS muncul dalam 2 bentuk, yaitu secara sporadis atau bersama dengan neurofibromatosis (NF) tipe 2. Tumor sporadis unilateral, biasanya ditemukan usia dekade kelima atau keenam, dan mencakup 95% dair seluruh tumor vestibular schwannoma. Tumor yang disertai dengan NF tiper 2 biasanya ditemukan pada pasien yang berusia lebih muda dan memiliki predisposisi untuk pembentukan tumor multipel di dalam sistem saraf pusat.10 Meningioma Meningioma mencakup 10-15% dari seluruh tumor CPA. Meningioma muncul dari kelompok sel arakhnoid yang bisa ditemukan dalam konstrasi tinggi di sekitar IAC, batas bawah sinus petrosal, batas lateral sinus petrosal inferior, di sekitar foramina nervus kranialis, dan area ganglion geniculata. Karakteristik epidemiologi dan biologis meningioma CPA mirip denganmeningioma di lokasi lain. Tumor ini benigna dengan pertumbuhan lambat, paling sering ditemukan pada perempuan dekade kelima atau keenam.10



91



Epidermoid Epidermoid mencakup sekitar 0,2-1,8% dari semua neoplasma intrakranial, dimana 30-40% dari kasus epidermoid ditemukan di CPA. Epidermoid CPA memiliki pertumbuhan lamba, pasien bisa asimptomatis hingga bertahun-tahun. Durasi rata-rata kemunculan gejala berkisar 1-8 tahun. Epidermoid merupakan lesi kongenital yang muncul dari sel ektodermal yang salah tempat selama penutupan neural tube.10 Lipoma Lipoma jarang ditemukan dalam CPA, hanya mencakup 0,05% dari tumor CPA, dan hanya sekitar 50 kasus yang telah dilaporkan dalam literatur. Lipoma tidak dianggap sebagai neoplasma sejati tetapi lebih berupa malformasi kongenital. Tumor ini tumbuh lambat dan gejala yang muncul disebabkan karena efek massa.11 Kista arakhnoid Kista arakhnoid diduga merupakan malformasi kongenital dari arakhnoid dan secara histologis ditandai denan dinding kista yang tersusun dari arakhnoid atau ependima dan ruang kistik yang terisi cairan serebrospinal atau cairan xanthochromic.11 Lesi lainnya Dapat berupa schwannoma nonvestibular pada nervus kranialis V, VII, IX, X, dan XI, dermoid, kista epitelial respiratorik dan kista enterogenosa, hamartoma, serta melanoma.11



ETIOLOGI Belum ada teori yang secara pasti bisa menentukan penyebab terjadinya tumor di daerah CPA ini. Diduga tumor CPA terjadi karena proses biomolekular yang terjadi pada proses mutasi gen. Tumor CPA dianggap berasal dari sel-sel Schwann di dalam IAC dan muncul dari daerah kaya ganglion Scarpa. Defek pada gen supresor tumor NF2 dianggap sebagai permulaan munculnya tumor CPA. Orang dengan NF2 mewarisi kerusakan pada gen autosomal dan menyebabkan kecacatan genetik pada mutasi allel normal. Tumbuhnya tumor CPA diakibatkan adanya mutasi 2 gen pada 1 tempat dan tidak berfungsinya hormon yang mencegah proliferasi sel. Schwannoma muncul dari sel schwann yang membentuk selubung myelin. Tumor mungkin memiliki komponen kistik kecil atau besar dan mungkin memiliki 92



vaskularisasi yang moderat. Komponen seluler Schwannoma biasanya tersusun dalam area hiperseluler padat dengan spindly cell (Antoni tipe A) dengan diselingi zona hiposeluler yang terdiri dari stellate cell (Antoni tipe B). Secara sitologis, tidak ada perbedaan yang ditemukan antara tumor spontan (sporadis) dan familial; tetapi pada pemeriksaan histologis, sekitar 40% neoplasma NF2 tampak bergerombol membentuk gambaran klaster grape-like yang bisa menginfiltrasi jaras saraf individual.12 Vestibular schwannoma bisa dibagi menjadi 2, yaitu tiper sporadis dan yang terkait dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2). Hampir 95% VS adalah tiper sporadis atau idiopatik dengan gejala klini unilateral dan menyerang usia 40-60 tahun. VS yang terkait dengan NF2 disertai dengan keterlibatan gen NF2 yang berperan dalam menghambat proliferasi sel Schwann. Mutasi gen NF2 ini akan bermanifestasi sebagai pertumbuhan tumor bilateral dan biasanya menyerang remaja dan dewasa muda.1,13 Meningioma muncul dari sel epitelial yang mengumpul dalam klaster di sekitar ujung arachnoid villi. Meningioma CPA berkembang dari sel di dalam IAC atau meatus, exit foramina n.trigeminalis (Meckel’s cave), foramen jugularis, sinus sigmoid, torcula, sinus petrosal superior dan inferior, dan dari area porus akustikus, dan clivus. Epiermoid CPA diduga muncul dari sekuestrasi sel epitelial dari kapsula otik atau optik sekunder yang bermigrasi lateral atau dari neurovaskularisasi yang masih dalam perkembangan pada tahapan lanjut embriogenesis. Lipoma tidak dianggap sebagai tumor sejati tetapi lebih berupa malformasi kongenital-persistensi abnormal dan misdiferensiasi meninx primitiva. Kista arakhnoid juga diduga karena abnormalitas aliran cairan serebrospinal, trauma, atau inflamasi.11



PATOGENESIS Penekanan pada n.kranialis, batang otak, serebelum, dan terjadinya obstruksi menimbulkan gejala klinis yang beragam dan terjadinya obstruksi menimbulkan gejala klinis yang beragam sesuai dengan lokasi dan besarnya lesi. Nervus kranialis yang paling sering mengalamin gangguan adalah n.V, n.VII, dan n.VIII. Penyumbatan pada Foramina Lushka menimbulkan obstruksi yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Kematian dapat terjadi akibat gagal nafas atau terjadinya herniasi.7



93



Vestibular schwannoma (VS) dalam pertumbuhannya akan menekan jaras n.vestibuler. Destruksi jaras vestibuler berjalan lambat, sehingga banyak pasien yang sedikit atau justru tidak mengalami disekuilibrium atau vertigo. Setelah tumor mencapai ukuran yang cukup besar untuk mengisi IAC, tumor akan terus tumbuh meluas ke tulang atau ke arah CPA. Pertumbuhan di dalam CPA biasany berbentuk bulat. Karena CPA yg relatif kosong, tumor dapat terus tumbuh hingga berukuran 3-4 cm sebelum bertemu dengan struktur penting. Seiring tumor mendekati ukuran diameter 2 cm, tumor mulai menekan permukaan lateral batang otak. Pertumbuhan seterusnya akan menekan atau menggeser batang otak ke sisi kontralateral. Tumor yang berukuran lebih dari 4 cm akan meluas ke arah anterior, menekan n.trigeminus dan menghasilkan hipestesia fasial. Seiring tumor terus tumbuh, terjadi penipisan akuaduktus serebri dan ventrikel keempat yang pada akhirnya akan menyebabkan hidrosefalus.14 Meningioma biasanya merupakan tumor benigna tetapi secara lokal agresif menginvasi tulang di sepanjang kanal haversian. Tumor menggeser atau mengelilingi nervus kranialis dan pembuluh darah dan bisa melekat dengan kuat pada struktur ini.11 Tumor epidermoid memiliki pertumbuhan yang lambat seiring menumpuknya keratin dan kolesterol yang dihasilkan oleh deskuamasi epitelium skuamosa yang membatasi massa. Kecepatan pertumbuhan tumor menyerupao kulit normal, tidak eksponensial seperti dalam kebanyakan neoplasma. Mereka membungkus dan mengelilingi nervus dan pembuluh darah, dan menyebabkan iritas dan bukannya memindahkan mereka. Lipoma memiliki pertumbuhan lambat dan gejala yang ditimbulkan akibat karena efek massa. 11



GEJALA KLINIS Harvey Cushing memperkenalkan CPA syndrome sebagai gejala-gejala yang terjadi pada penderita tumor CPA. Sesuai dengan tahap perkembangan dari tumor tersebut dapat terjadi kehilangan pendengaran ipsilateral yang diikuti facial hypestesi, hidrosefalus, dan terakhir penekanan batang otak dan kematian.1 cerebellopontine angle syndrome biasanya disebabkan karena kompresi neuron akustik awalnya di nervus auditorik, fasial, trigeminal, kemudian nervus glosofaringeus, vagus, dan aksesorius; dan terakhir di batang otak, pada akhirnya memblokir aliran cairan serebrospinal dan menyebabkan hipertensi intrakranial. Tanda koklear mencakup tinitus unilateral, 94



hilangnya akuitas auditorik, dan pada akhirnya ketulian, sedangkan keterlibatan vestibular ditandai dengan vertigo dengan sensasi rotasi dan nistagmus rotatorik horizontal dengan komponen lambat mengarah pada sisi yang terpengaruh. Defisit nervus kranialis yang muncul tergantung etiologi kompresiserebellopontine, dengan sensory loss dan nyeri fasial yang variatif, hipoestesia kornea, hilangnya refleks kornea, dan sensasi fasial sepanjang percabangan nervus trigeminal. Gejala dan tanda yang muncul sebelum kompresi batang otak mencakup cerebellar intention tremor, dysdiadochokinesis, hipotonia, strabismus karena abducens palsy, dan keterlibatan nervus glosofaringeal, vagal dan aksesorius dengan asimetri palatum, disarthria, dan disfagia.15 Gejala yang terjadi pada tumor CPA sangat bervariasi tergantung dari ukuran, lokasi dab perkembangan dari tumor. Gejala tersebut dapat dibedakan gejala auditoris, gejala vestibularis dan gejala pada nervus kranialis.1-3,16 Tumor yang muncul dai dalam CPA sering memiliki gejala dan tanda klinis yang mirip meski histologi tumor berbeda. Secara umum, gambaran klnis yang muncul tidak ditentukan oleh karakteristik seluler tumor, tetapi lebih dipengaruhi oleh spesifisitas lokasi tumor. Pertumbuhan tumor dekat dengan nervus cochleovestibuar menyebabkan kehilangan pendengaran sensorineural unilateral atau asimetris sebagai keluhan utama yang paling sering muncul. Disekuilibrium juga sering dikeluhkan oleh pasien, tetapi karena pertumbuhan tumor yang lambat, disekuilibrium ini hanya menyebabkan morbiditas kecil, atau bahkan tidak dirasakan oleh pasien sama sekali. Vertigo juga jarang dikeluhkan oleh pasien. Vertigo sebagai keluhan utama menunjukan kemungkinan adanya tumor dengan pertumbuhan cepat atau terjadi pembesaran cepat atau mendadak karena degenerasi kista atau perdarahan intratumoral yang menyebabkan penurunan fungsi vestibuler unilateral. Gejala dan tanda lain yang lebih jarang antara lain paresis atau paralisis fasial, hipoestesi fasial, atau trigeminal neuralgia, diplopia, disfagia, disfonia, paralisis vocal fold, kelemahan bahu, depresi status mental.17 Tumor yang paling sering melibatkan CPA adalah Vestibular schwannoma. Gejala paling awal adalah kehilanga pendengaran dan tinnitus; vertigo juga kadang ditemukan pada tahap awal. Vestibular schwannoma harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengan kehilangan pendengaran sensorineural asimetris, tinnitus unilateral, atau vertigo. Tumor lain di CPA yang dapat menyebabkan gejala serupa antara lain meningioma, epidermoid, cholesterol granuloma, lipoma, hemangioma, dan metastasis.18 95



Gejala VS yang paling sering ditemukan adalah gangguan pendengaran unilateral progresif, tinnitus, dan dizzines. Gangguan pendengaran unilateral ditemukan pada lebih dari 74% kasus. Jenis gangguan pendengaran frekuensi tinggi adalah yang paling banyak ditemukan pada VS, mencakup 62% kasus. Gambaran klinis gangguan pendengaran frekuensi tinggi ini disebabkan karena letak serabut koklear frekuensi tinggi berada di sisi terluar dari nervus koklear, sehingga lebih rentan terhadap gangguan atau kompresi. Kemunculan gangguan pendengaran dapat disebabkan karena kompresi direk pada nervus atau pembuluh darah labirintin di kanalis auditorik internal yang mensuplai organ pendengaran. Tinnitus merupakan keluhan kedua tersering yang ditemukan dalam VS, dengan keluhan nada berdenging suara tinggi, gemuruh, atau suitan. Dizzines ditemukan pada 31,3% kasus VS, dimana vertigo lebih banyak ditemukan pada ukuran tumor yang lebih kecil dan disekuilibrium pada ukuran tumor yang lebih besar. Kemunculan vertigo rotasional bisa ditemukan pada pertumbuhan ukuran tumor yang cepat seperti pada perdarahan intratumoral dan perluasan cepat komponen kistik tumor, dan insufisiensi aliran arteri labirintin internal karena kompresi tumor.21 Gejala Auditorik Pada tahap awal, akibat penekanan atau gangguan suplai darah pada nervus koklearis bisa didapati keluhan tuli sensorik. Tuli sensorik unilateral dijumpai pada lebih dari 80% penderita tumor CPA. Penderita akan mengeluh mengalami kehilangan pendengaran yang semakin lama bertambah berat. Gejala lain yang sering didapati adalah tinitus.22 Gejala ini sangat mungkin berkaitan dengan onset kehilangan pendengarannya, namun sering juga dijumpai timbulnya gejala tanpa keluhan kehilangan pendengaran. Biasanya penderita akan datang dengan keluhan adanya perasaan bising dengan nada tinggi terus-menerus. Tinnitus biasanya terjadi ipsilateral dengan lokasi tumor.1-3 Gejala Vestibular Pada penderita tumor CPA, sering terjadi gangguan keseimbangan yang tidak spesifik; meskipun demikian vertigo merupakan keluhan yangjuga sering dialami. Sesuai dengan pertumbuhan tumor, sebenarnya vertigo merupakan gangguan yang selalu terjadi pada penderita tumor CPA, akibat terjadinya penekanan atau berkurangnya suplai darah atau bahkan lesi nervus koklearis sehingga menyebabkan gangguan pada lesi vestibular, namun karena pertumbuhan tumor yang perlahan, vertigo yang terjadi pada penderita tumor CPA akan timbul secara lambat dan terkadang hal ini dapat dikompensasi oleh otak terhadap 96



gangguan pada fungsi vestibuler, sehingga penderita sering tidak mengeluhkannya. Vertigo aku didapati pada sekitar 27% pasien.23 Gejala Nervus Kranialis Facial hypesthesia akan didapati jika ukuran tumor sudah lebih dari 2 cm dan mengenai divisi maxilaris dari nervus trigeminus. Facial weakness jarang didapati dan jika dijumpai meski dipikirkan juga kemungkinan tumor jenis lain (selain Vestibular schwannoma). Disfagia dan disartria dapat terjadi akibat penekanan pada otot-otot laring.1,2 Gejala Lain Jika lokasi tumor sudah keluar dai IAC, dapat terjadi pendesakan pada organ sekitar, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada serebelum dan brainstem seperti disequilibrium atau ataksia. Nyeri kepala yang tidak spesifik disertai mual dan muntah dapat terjadi dan bisa meningkat sesuai dengan pertambahan ukuran tumor. Obstruksi ventriker IV dapat terjadi sehingga menghambat aliran cairan otak sehingga terjadi hidrosefalus. Pada tahap ini dapat terjadi penurunan kesadaran, depresi pernafasan bahkan kematian. Pada pemeriksaan, bisa didapati lemahnya reflek kornea dan terjadinya papil edema.1 Jenis tumor dibedakan melalui histopatologi, namun secara klinis juga terdapat perbedaan yang bisa menjadi acuan dalam membedakan antra neuroma akustik denga jenisjenis tumor lain. Meningioma yang merupakan temuan terbanyak kedua pada CPA menunjukan gejala yang hampir sama dengan Vestibular schwannoma jika tumor masih berada di intrakanalikular. Nistagmus spontan, Facial hypesthesia, dan gait ataksia merupakan gejala-gejala yang sering didapati pada jenis ini. Jika tumor meluas ke bagian inferior dapat menyebabkan hoarseness, disfagia, kelemahan bahu, dan atrofi lidah. Tumor epidermoid tumbuh lambat dan jarang menyebabkan gangguan sampai periode kedua atau ketiga. Facial twitching dan Facial weakness sering didapati dibanding gangguan nervus kranialis lainnya. Facial schwannoma jarang menyerang ke IAC, umumnya melibatkan bagian ganglion geniculate dan Facial weakness jarang terjadi sampai tumor tumbuh sangat besar. Gangguan reflek stapedius bisa terjadi pada tumor jenis ini.1-3,16



97



DIAGNOSIS Menentukan diagnosis sebuah tumor CPA tidak mudah. Rata-rata butuh waktu 3-4 tahun dari pertama kali gejala sampai terdiagnosis sebagai tumor CPA (Vestibular schwannoma). Pada fase awal, tumor CPA akan menunjukan gejala klinis yang tidak bebeda jauh dari tumor intrakranialis lainnya. Anamnesis yang teliti dengan pemeriksaan klnis yang terarah akan memberikan kecurigaan yang kuat ke arah diagnosis tumor CPA; bahkan jika pemeriksaan klinis dilakukan dengan tepat akan bisa mengarahkan kecurigaan jenis tumor CPA yang dialami.7 Penderita yang datang dengan keluhan adanya ganggua pendengatan, tinnitus, dan gangguan keseimbangan patut dicurigai mengalami tumor CPA. Pemeriksaan fisik neurologis yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan nervus kranialis, okulomotorius, dan fungsi serebelar. Pemeriksaan nervus kranialis dengan titik berat pada n.trigeminus, n.fasialis, dan nervus kranialis yang lebih rendah. Pada pemeriksaan bola mata perlu diperhatikan adanya tanda-tanda nistagmus. Pemeriksaan fungsi serebelar antara lain tes jari hidung, test intesion tremor, romberg tets,dan Utenberger’s test dengan mata tertutup dan tandem-gait tes dengan mata terbuka dan tertutup.24 Jika dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung, maka beberapa pemeriksaan pendukung perlu dilakukan seperti tes audiologi, tes vestibular, auditory brainstem responsei dan terakhir pemeriksaan radiologis menjadi gold standard untuk menentukan diagnosis tumor CPA. Gejala yang ditemukan dalam VS disebabkan karena penekanan massa tumor terhadap struktur di sekitarnya, dimulai dari nervus kranialis, batang otak, dan pembuluh darah. Koos membuat klasifikasi VS menjadi 4 stadium:25 1. Stadium 1: tumor masih berada didalam IAC, dengan ukuran 1-10 mm 2. Stadium 2: tumor meluas ke luar kanal auditori eksternal, dengan ukuran kurang dari 20 mm 3. Stadium 3: tumor meluas ke luar kanal auditori eksternal, dengan ukuran kurang dari 30 mm atau menyentuh batang otak tanpa menimbulkan kompresi 4. Stadium 4: tumor meluas ke luar kanal auditori eksternal, dengan ukuran lebih dari 30 mm atau menyebabkan kompresi batang otak. 5. 98



PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes Audiologi Jika dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dicurigai adanya tumor CPA, maka perlu untuk dilakukan tes audiologi. Tes ini untuk mengetahui ada tidaknya lesi pada retroklokea. Tes ini mencakup audiometrik nada murni, skor audiometrik tutur, ambang reflek akustik dan reflek kelelahan. Tuli karena lesi retroklokea menyebabkan ketidakseimbangan antara ambang batas nada murni dan diskriminasi bicara dimana skor audiometri tutur jauh lebih rendah dari yang diprediksi oleh ambang nada murni. Hasil ini bisa diperkuat lagi bila kembali didapatkan penurunan skor diskriminasi bicara saat dilakukan pengulangan tes ulang dengan intensitas tutur yang lebih tinggi. Ini disebut fenomena Rollover.1 Tes Vestibular Tes Elektronistagmogram (ENG) dilakukan untuk menilai organ keseimbangan. Tes ini kadang kurang mendukung untuk menegakkan diagnosis tumor CPA. Gambaran abnormalitas ditemukan pada 70-90% penderita. Namun tes ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang kurang untuk menilai tumor-tumor yang berukuran kecil. Dari penilitian terhadap lebih dari 50% penderita tumor yang relatif kecil menunjukkan gambaran elektronistagmogram normal.23 Abnormalitas tes kalori pada sisi ipsilateral menunjukkan penekanan pada serebelum dan menyebabkan ketidaknormalan optokinetik. Tumor CPA biasanya menunjukkan respon vestibular yang menurun pada sisi ipsilateral.1 Auditary brainstem response Prinsip dalam pemeriksaan ini adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris. Tes ini memiliki sensitivitas mencapai 85-90%. Tes dilakukan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi n.VIII dengan cara merekam potensial listrik yang dikeluarkan oleh sel koklea dalam perjalanannya menuju inti-inti di batang otak. Pada pasien dengan tumor CPA, respon dapat tidak terjadi atau mengalami keterlambatan pada gelombang di satu telinga dibandingkan dengan telinga sebelahnya.1



99



Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan pencitraan otak dengan Magnetic Resonance Imaging(MRI) dengan kontras gadolinium adalah golden standar untuk diagnosis tumor CPA. Pemeriksaan MRI juga berperan dalam perencanaan operatif. Berbagai lesi CPA bisa dibedakan berdasarkan karakteristik bentuk dan intensitas. Ketika pemeriksaan MRI tidak dapat dilakukan atau tidak tersedia, Computed Tomography (CT)Scan dengan kontras iodium menjadi modalitas skrining alternatif. Pemeriksaan CT scan denga



kontras memberikan identifikasi yang



konsisten terhadap tumor CPA yang berukuran lebih dari 1,5 cm atau dengan komponen CPA minimal 5 mm.26 Vestibular Schwannomatampak insointens hingga hipointens terhadap otak pada gambar T1 dan hiperintens pada T2 dan menguat setelah pemberian kontras. Tumor mungkin tampat heterogen dengan degenerasi kistik, perdarahan, atau vaskularisasi. Tumor biasanya bulat atau oval di dalam rongga sisterna mereka dan meruncing sepanjang meatus akustikus interna. Meningioma biasanya insointens terhadap otak pada gambar T1, bisa insointens, hipointens, atau hiperintens pada T2. Gambar akan menguat dan homogen dengan kontras. Tidak ada ekstensi ke dalam meatus akustikus interna dan biasanya memiliki basis yang kuat pada tulang petrosa. Epidermoid mungkin lebih sering hipointens pada gambar T1, hiperintens pada T2 dan sedikit lebih cerah daripada cairan serebrospinal pada gambaran intermediate yang mencerminkan keratomatous debris dan kolesterol di dalam epidermoid. Lebih jarang ditemukan adalah gambaran hiperintens pada T1 dan hipointens pada T2 yang mencerminkan kandungan lipid yang tinggi.8 Pemeriksaan Cerebral Angiography diindikasikan jika ada kecurigaan keterlibatan pembuluh darah besar satu embolisasi preoperatif diperlukan. Pemeriksaan ini digunakan untuk menukai patensi pembuluh darah yang terbungkus oleh tumor. Embolisasi preoperatif dapat dilakukan pada tumor vaskuletr untuk mengurangi volume darah yang hilang.27



100



101



TERAPI Penatalaksanaan



tumor



CPA



bisa



dilakukan



dalan



tiga



kategori



yaitu



observasi/konservatif, radioterapi/Stereotactic Surgery, dan bedah mikro. Observasi dan radiasi ditujukan bagi penderita dengan toleransi operasi yang rendah. Terapi utama tumor CPA adalah pembedahan. Namun, pemilihan terapi observasi, radioterapi, atau pembedahan sangat tergantung pada kondisi dan keinginan pasien.1 Terapi konservatif biasanya dilakukan pada tumor kecil, tumor yang hanya mengganggu pendengaran di satu sisi, usia lanjut, kondisi umum pasien dan pada Neurofibromatosi tipe II. Keuntungan dari terapi konservatif yaitu bisa terhindar dari komplikasi-komplikasi yang diakibatkan oleh terapi intervensi. Kerugiannya adalah jika terjadi pertumbuhan tumor yang cepat yang nantinya malah memperburuk outcome tindakan operatif di kemudian hari sekaligus juga makin memperburuk defisit neurologis lainnya.1,2 Jika observasi/konservatif dipilih sebagai tatalaksana, maka penderita perlu mengetahui kondisi-kondisi yang akan terjadi. Pada tumor dengan pertumbuhan lambat, kemungkinan besar akan terjadi kehilangan pendengaran dalam waktu lama. Rata-rata pertumbuhan tumor bisa terjadi rata-rata 1,1-2 mm pertahun. Pada terapi konservatif perlu dilakukan pemantauan MRI setelah 6 bulan.1 Terapi konservatif menitikberatkan pada pemantauan perkembangan pertumbuhan tumor dan memberikan terapi yang dapat menghilangkan atau mengurangi keluhan penderita.



102



Pada penderita dengan keluhan gangguan keseimbangan atau vertigo, pilihan obat yang dapat dibebrikan adalah Antihistamin, Antagonis kalsium, Simpatomimetik dan Anti-kolinergik dapat menjadi pilihan.22 Terapi yang ideal untuk pasien simtomatik Vestibular Schwannoma adalah eksisi microsurgical tumor total. Keputusan untuk pembedahan perlu mempertimbangkan ukuran dan seberapa jauh tumor masuk ke dalam IAC sera kemampuan pendengaran pasien dan pengalaman tim bedah. Harus diupayakan untuk mempertahankan pendengaran yang fungsional, meski sulit dicapai jika ukuran tumor lebih dari 2 cm atau jika mengisi fundus IAC. Pengambilan tumor total bisa dicapai pada sebagian besar pasien, dengan mortalitas kurang dari 1% dan pengendalian tumor jangka panjang yang sangat baik. Stereotactic Surgery adalan alternatif utama untuk reseksi microsurgical. Radiosurgery bertujuan mencegah pertumbuhan tumor, mempertahankan fungsi neurologis, dan pencegahan defisit neurologis baru. Penggunaan Gammaknife atau LINAC sering digunakan dalam Radiosurgery. Terapi jenis ini biasa dilakukan pada tumor kecil dan sedang.Keuntungan utama pada terapi jenis Radiosurgery adalah terjadinya perbaikan gangguan nervus fasialis pada hampir 100% penderita.1 Eksisi bedah juga merukana terapi pilihan untuk meningioma, epidemoid. Pendekatan konservatif seharusnya diambil jika memungkinkan untuk lipoma, karena tumor ini memiliki perlekatan yang kuat dengan batang otak dan nervus kraniales, dan karena pertumb uhan yang lambat. Pembedahan lipoma direkomendasikan untuk pasien dengan intractable trigeminal neuralgia, spasme fasial, atau disekuilibrium. Kista arakhnoid yang asimtomatik tidak memerlukan treatment tetapi harus diperiksa berkala dengan MRI.11 Komplikasi yang mungkin terjadi karena tindakan operatif antara lain gangguan pendengaran permanen, paralisis fasial, hypesthesia fasial ipsilateral, defisit nervus kraniales bawah, otorrhea atau rhinorrhea, hematoma, kejang, stroke.27



PROGNOSIS Prognosis penderita sangat tergantung pada seberapa besar tumor yang ada di CPA dan beratnya gejala neurologis yang ada saat diagnosis ditegakkan dan dimulainya tatalaksana.



Pemilihan



jenis



terapi



juga



103



menentukan



prognosis.



Namun



dengan



perkembangan teknologi pengobatan termasuk kemajuan radio imaging serta teknik pembedahan mikro, diharapkan dapat semakin menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Diantara pasien Vestibular Schwannoma yang menjalani terapi bedah, pengambilan tumor total bisa dicapai pada sebagian besar pasien, dengan tingkat mortalitas kurang dari 1% dan pengendalian tumor jangka panjang sangat baik. Pemeliharaan pendengaran tercapai pada 48% tumor berukuran kecil, 25% tumor sedang, dan hanya kadang-kadang pada tumor besar. Demikian pula, fungsi nervus fasial bisa dipertahankan pada 96% tumor kecil, 74% tumor sedang, dan 38% tumor besar. Terapi dengan Radiosurgery menunjukkan bahwa tingkat pengendalian tumor mencapai 96,9% pada 3 dan 5 tahun. Dua tahun setelah Radiosurgery, 25% pasien masih memiliki gejala sensorik nervus trigeminal residual ringan. Pemeliharaan pendengaran mencapai 100% sesaat setelah Radiosurgery, tetapi menurun hingga 50% pada 6 bulan dan 45% pada 1 dan 2 tahun. Selama 4 tahun pertama setelah Radiosurgery, 2 hingga 3% memerlukan bedah mikro untuk pengambilan tumor. Tingkat mortalitas dan komplikasi pada pasien meningioma yang menjalani bedah mikro meningkat seiring usia pasien dan ukuran tumor. Komplikasi yang paling sering muncul adalah disfungsi nervus kraniales, terutama n VII, V, dan VIII. Eksisi total meningioma CPA sulit tercapai karena sering ditemukan kerterlibatan struktur penting, sehingga diperlukan strategi terapi untuk tumor residual dan rekuren seperti radioterapi dan brakiterapi.11



DAFTAR PUSTAKA 1. Coughlin A, Makishima T, B, Quin F.Cerebelopontine Angle tumors with Focus on Vestibular



Schwanomma.



Otolaryngology;2010



University



Sep[cited



of



2016



Texas



Medical



Branch,



Jul



2015].



Available



Dept



of



from:



https://www.utmb.edu/otoref/Grnds/vest-schwan-2010-09-30/vest-schwan2010%2009.pdf 2. Maya M, Lo W, Kovalinkaya I. Temporal bone tumors and cerebellopontine angle lesions. In: head and neck imaging. 4th ed.Philadelpia: Mosby; 2003 3. Hakim AA. Tindakan bedah Pada tumor Cerebellopontine Angle. Maj Kedokt Nusant. 38(3):272-6



104



4. Anderson TD, Loevner LA. Bigelow DC, Mirza N. Prevalence of unsuspected acoustic neuroma found by magnetic resonance imaging. Otolaryngol—Head Neck Surgery Off J Am Acad Otolaryngology-Head Nec Surg. 2000 May;122(5):643-6. 5. Valavanis A.Clinical imaging of the cerebellopontine angle place of Publication not identified: Springer;2012 6. Rhoton AL. The Cerebellopontine angle and posterior fossa cranial nerves by the retrosigmoid approach. Neurosurgery.2000 Sep;47(3 Suppl):S93-129. 7. Bambakidis NC, Megerian CA, Spetzler RF. Surgery of cerevellopontine angle. 1st Ed. Shelton, conn,: B.C Decker People’s Medical Pub. House; 2009 8. Yilmaz C, Altinors N, Sonmez E, Gulsen S, Caner H. Rare lesions of the cerebellopentine angle. Turk Neurosurg. 2010;20(30:390-7 9. Prayson RA, Cohen ML. Practical differential diagnosis in surgical neuropathology. Totowa, NJ. :Humana Press;2000(cited 2016 aug2] 10. Samii M, Gerganov VM, Tumors of the Cerebelopontine angle. In: Handbook ofClinical Neurology. Elsevier; 2012.p. 633-9 11. Springborg J, Poulssgard L, Thomsen J. Nonvestibular Schwanomma Tumors in the cerebelopontine angle: A structured Approach and Management Guidelines. Skull Base.2008 Jan;18(4):217-27 12. Chernov M, DeMonte F. Skull base Tumors. In: Levin VA. Editor. Cancer in the nervous system. 2nd ed Oxford ; New York: Oxford University Press; 2002. 13. Asthagiri AR, Helm GA, Sheehan JP. Current concepts in management of meningiomas and schwanommas. Neurol Clin. 2007 Nov;25(4):1209-1230 14. Kutz JW. Acoustic Neuroma. Medscape. [cited 2016 Jul 15]. 15. Younger DS, Aminoff MJ. Motor Disorders. 2015[cited 2016 aug 3]. 16. Alamadi AM, Rutka JA. Cerebellopontine Angle Tumors. 2008[cited 2016 Jul 15] Available



from:



http://otolaryngologytextbook.net/webtext/cerebellopontine%20Angle%20 Tumours pdf. 17. Seilesh B, Pieper D. Practical neurotology and skull base tumours. San Diego: Plural Publishing; 2013[cited 2016 aug 3] 18. Louise ED, Mayer SA, Rowland LP. Merrit’sNeurology . Wolters Kluwer;2015 19. Tutar H, Duzlu M, Goksu N, Ustun S, Bayazit Y. Audiological correlates of tumor parameters in acoustic neuroma. Eur Arch Oto-Rhino-Laryngo Off J Eud Fed OtoRhino-Laryngol Soc EUFOS Affil Ger Soc Oto-Rhino-Laryngol-Head Neck Surg 2013 Feb;270(2): 437-41. 105



20. Olshan M, Srinivasan VM, Landrum T, Sataloff RT. Accoustic neuroma: An Investigation of association between tumor size and diagnosis delays, facial weakness, and surgical complications. Ear Nose Throat J. 2014 Aug; 93(8):304-16 21. Sugimoto Takeshi Tsutsumi, Yoshihi T. Relationship between Cystic Change and Rotary Vertigo in Patient with acoustic Neuroma.. Acta Otolaryngology (Stockh). 2000 Jan;120(542):9-12. 22. Lumbantobing SM. Vertigo tujuh keliling. Jakarta: UI Press;2007. 23. Nedzelski JM, Schessel DA, Pfleiderer A, Kassel EE, Rowed DW. Conservative management of acoustic neuroma. Otolaryngol Clin North Am. 1992 Jun;25(3):691-705. 24. Lumbantobing SM. Neurologi klinik: Pemeriksaan Fisik danMental. Jakarta: UI Press;2008. 25. Talfer S, Duterte G, Conessa C, Desgeorges M, Poncet J-L. Surgical treatment of large vestibular schwanomma(stage III and IV), Eur Ann Otorhinolaryngol Head and Neck Dis 2010 May;127(2):63-9 26. Lalwani AK, Johnson J. Vestibular Schwanomma (acoustic Neuroma). In: Lalwani AK, editor. Current diagnosis & treatment in otolaryngology—head and neck surgery. New York; London: McGraw-Hill Medical ; McGraw-Hill [distributor;2008. 27. Shohet JA.Skull Base Tumor and Other CPA tumors [internet]. 2016.Available from: http://emedicine.medscape.com/article /883090.



106



GANGGUAN KESEIMBANGANPASCA TRAUMA KAPITIS Darwin Amir



PENDAHULUAN Telah diketahui bahwa cedera kepala dapat menimbulkan gejala vertigo dan ketidakseimbangan, dimana gejala ini sering terkait dengan disfungsi vestibular. Robert Barany mengamati gejala vestibular yang diteliti pada cedera kepala prajurit tahanan Rusia selama perang dunia I. Pada kondisi peperangan banyak prajurit terpapar ledakan dari alatalat yang eksplosif atau bom dan 'traumatic brain injury'(TBI) ini sering dialami pada veteran perang yang kembali dari Irak dan Afghanistan.1,2 Dizziness merupakan keluhan yang ditemukan pada pasien cedera kepala ringan. Terjadisekitar 53% datam waktu 1 minggu setelah trauma dan 18 % dapat bertahan sapai 2 tahun. penyebabya dari kelainan perifer atau sentral yang akan menyebabkan dizzines. Cedera kepala ringan tanpa adanya fraktur tulang temporal dapat menyebabkan konkusio labirin dengan gejala vertigo, hilangnya pendengaran dan tinitus. Nistagmus posisional dapat dinilai dengan elektronistagmografi (ENG).3 Cedera kepala saat ini dialami oleh sekitar 5% populasi setiap tahunnya. Vertigo pascatrauma sering dengan gejala dizziness setelah terjadinya cedera kepala dan leher.4.5 Gejala pascakonkusio berkaitan dengan disfungsi vestibular termasuk vertigo, dizziness, dan ketidakseimbangan, dan dilaporkan bahwa insiden"dizziness " atau ketidakseimbangan sebagai gejala sekunder TBI ringan berkisar antara 24% sampai 83%. Disamping dizziness pasien dengan cedera kepala juga mengalami gangguan berupa tinitus, Penyembuhan gejala yang berkaitan dengan vertigo ini terjadi datam 3-9 bulan pada kebanyakan individu, tetapi pada sebagian penderita (10-15%) gejalanya menetap lebih dari 1 tahun.5 Terdapat beberapa penyebab potensial terjadinya vertigopascatrauma ini, yaitu gangguan primer karena terjadinya konkusio labirin, ruptur membran'oval window'sehingga terjadi fistula. Ini terjadi sebagai akibat kontusio serebri. Pada cedera kepala yang disertai dengan cedera leher menimbulkan vertigo-servikogenik. Gangguan sekunder meliputi gangguan otolit,'delayed endolymph hydrops' dan kanalitiasis.5



107



Terdapat empat kategori vertigo pascatrauma yaitu post-traumatic benign positional vertigo (BPPV), post-traumatic exercise induced dizziness (PTEID), post-traumatic migraine associated dizziness (PTMAD), dan post-traumotic spatial disorientation (PTSpD).6



EPIDEMIOLOGI Vertigo sebagai akibat cedera kepala bisa mencapai 25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika Serikat, dari data pada tahun 1999 sampai 2005 didapatkan vertigo pasca cedera kepala merupakan diagnosis pasten yang datang ke ruang gawat darurat.7 Vertigo dan dizziness 6 bulan sesudah cedera merupakan indikator prognostik dan mungkin merupakan gejala yang menetap pada TBI ringan yang mempengaruhi outcome klinis yang kurang baik. Gejala pascakonkusio yang menetap bertanggung jawab untuk terjadinya"distress"sosial karena 34% sampai 75% dari pasien TBI, tergantung pada beratnya cedera, belum dapat bekerja 3 bulan sesudah cedera. Setelah 1 tahun follow-upl hanya 80% pasten TBI ringan 9 dan 61% dengan cedera kepala sedang mampu bekerja.Bahkan saat pasien kembalibekerja geja14 tersebut masih menetap.8



PATOMEKANISME Trauma tumpul al«ibat jatuh,"whiplash type injury", cedera kontak sesudah benturan dengan benda keras pada kepala, leher dan taut kranioservikal dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan pada sistem vestibular.9 Tabel 3.8. Kemungkinan patomekanisme pada vertigo post trauma9 Mekanisme trauma Konkusio otak (jatuh dari ketinggian) Konkusio otak dengan kompresi leher aatuh dengan posisi kepala di bawah) Anterofleksi vertebra servikal (mekanisme"whiplash"klasik") Anterofleksi vertebra servikal dengan trauma kontak kepala menghantam bagian inferior kepala, selain penahan kepala) Mekanisme lainnya (kepala menghantam benda keras, seperti pitu, alat tumpul, bola)



108



Kelainan neurotologis Fistula perilimfatik (ruptur fenestra rotunda) Benign paroxysmal positional vertigo Konkusio labirin Kelainan vestibuler sentral Hidrops endolimfatik lambat (posttraumatik) Kelainan otolith (disfungsi sakkulus atau utrikulus) Vertigo sercikogenik (instabilitas postural vestibulospinal)



Patomekanisme pada Fungsi Kanalis Semisirkularis Cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada organ vestibular atau nervus vestibularis, batang otak, jaras visual dan okulomotor, sehingga menyebabkan gngguan keseimbangan. Laporan yang ada menyebutkan bahwa insiden disfungsi kanalis semisirkularis horisontal sekitar 32% sampai 71% pada pasien "dizziness"sesudah cedera kepala. Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) sangat membantu untuk mengevaluasi pasien dizziness karena dapat menilai baik input sentral maupun perifer (kanalis semisirkularis horizontal).1,2 Patomekanisme pada Fungsi Organ Otolith Schuknecht dan Davison, melaporkan terdapat kerusakan dinding membran utrikulus dan sakulus dan perubahan degenerative pada makula sakular pada kucing sesudah pukulan berulang pada kepala yang diam. Akselerasi dan deselerasi linier kepala yang terpukul merusak organ otolith yang berfungsi sebagai indera akselerasi linier.1,24 Beberapa studi menyatakan, BPPV terjadi pada 10-25% pada pasien trauma kepala, dan diperkirakan bahwa pukulan terhadap kepala akan menyebabkan keluarnya otokonia dari membran otolitik utrikulus, menyebabkan partikel "free-floating" (otokonia) menyebabkan aliran cairan endolimfatik dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis),1 Sebagian



pasien



dengan



cedera



kepala



yang



mengalami



dizziness



dan



ketidakseimbangan masih memiliki temuan tes kanalis semisirkularis horisontal yang normal. Sehingga,ketidakstabilan postural atau ketidakseimbangan merupakan gejala umum pada pasien dengan cedera kepala, dimana organ otolith berperan pada stabilitas postural dengan memberikan sensor gravitasi terhadap jalur vestibulospinal.1 109



Telah terbukti bahwa keterlibatan otolitik merupakan gejala sisa cedera kepala dengan memperlihatkan insiden tinggi abnormalitas cVEMp (cervical Vestibular Evoked Myogenic Potential) dan SVV (subjective visual vertical), pada pasien cedera kepala.Karena refleks vestibulospinal (VSR) memakai input otolith lebih luas dari VOR (vestiboocular reflex), temuan ini tidak mengherankan dan mengarah bahwa gangguan otolith merupakan penyebab ketidakseimbangan pasca traumatik.11 Patomekanisme terhadap Fungsi Sistem Saraf Pusat Unsteadiness atau ketidakseimbangan pada cedera kepala berhubungan dengan keterlibatan sentral, apabila tes kanalis semisirkularis sentral (tes kalori) atau fungsi auditorik datam batas normal. Terdapat bukti, yang mengarah pada keterlibatan vestibular sentral lebih sedikit dari keterlibatan perifer pada pasien sesudah cedera kepala. Davies dan Luxon menemukan bahwa hanya 8 dari 100 pasien memiliki temuan sentral termasuk tes motoric okular abnormal dan atau supresi vestibular inkomplit. Sebaliknya, Tuohimaa melaporkan bahwa insiden yang tinggi akibat gangguan sentral pada pasien sesaat sesudah cedera kepala (60%), meskipun pasien dengan temuan sentral lebih tua dari pasien tanpa temuan sentral dan insiden keterlibatan sentral menurun 12% pada 6 bulan sesudah cedera kepala.1 Neuron spesifik enolase (NSE) dan S-100β adalah biomarker pada kerusakan sistem saraf pusat. NSE adalah isoenzim yang terdapat diseluruh jaringan otot dan jaringan lemak. Pascacederakepala adanya peningkatan NSE dan S-100β meningkat setelah 6 jam pascatrauma degan hall-live 20 jam dan 2 jam.3 Patomekanisme terhadap Stabilitas Postural Ketidakseimbangan postural merupakan gejala umum cedera kepala. Stabilitas postural dipertahankan melalui integrasi dari sistem visual, vestibular dan sistem somatosensorik. Posturography secara luas dipakai untuk mengukur stabilitas postural. Beberapa studi mengingatkan bahwa pasien dengan cedera kepala ringan atau konkusio lebih sulit mempertahankan control postural apabila terdapat gangguan atensi.1.14



110



GAMBARAN KLINIK 1. Positional Vertigo, terutama Benign paroxysmal positional Vertigo atau BPPV Jenis yang paling sering terjadi dengan gejala dizziness berat, sekitar 28% penderita dengan vertigo pasca trauma kepala langsung maupun tidak langsung seperti whiplash injury adalah BPPV. Bila BPPV ini ditangani dengan tepat maka prognosis cukup baik. Ada kemungkinan juga pada kasus yang jarang penyebab vertigo posisional ini terutama cedera utricula, atelektasis vestibular dan beragam bentuk vertigo sentral yang disebabkan karena gangguan serebelum atau batang otak.4,15 2. Sindroma Meniere Pascatraumatik Kadang disebut"hydrops". Episode dizziness berhubungan dengan bising ditelinga, rasa penuh atau perubahan pendengaran. Mekanisme diduga adanya perdarahan kedalam telinga bagian dalam, diikuti dengan gangguan transport cairan. Kemungkinan mekanisme pascatraumatik cukup memberikan alasan untuk kejadian meniere karena beratnya cedera membuat fungsi dari organ vestibuler terganggu. Masa laten mulai dari terjadinya cedera vestibuler, adanya kondisi sebelumnya, dan adanya 'secondary gain'. Individu dengan sindroma akuaduktus vestibuler, lebih cenderung mengalami gejala ini.6 3. Konkusio labirin Didefinisikan sebagai suatu kerusakan telinga dalam dikarenakan cedera kepala menyebabkan tuli sensori neural dengan atau tanpa gejala vesibular. Tinitus juga sering ditemukanpada kerusakan telinga dalam. Gejala konkusio labirin umumnya unilateral dan ipsilateral sisi trauma, kadang bisa bilateral pada kasus contercoup. Untuk membedakannya diperlukan pemeriksaan VEMP.16 Gejala konkusio labirin dapat berupa gangguan pendengaran, vertigo dan tinitus yang membaik dalam beberapa hari. Cedera bisa berupa



pecahnya membran labirin atau



perdarahan atau iskemia traumatik.6 4. Posttraumatic Vestibular Migraine Pasien mendeskripsikan dizziness seperti berputar-putar, berayun-ayun, melayang, atau seperti orang mabuk sehingga sulit menentukan apakah ia berhubungan secara terkait



111



atau ko-insiden. Kondisi ini juga sulit dibedakan dengan migrain tanpa trauma atau post concussive dizziness.4.17



5. Vertigo servikal Merupakan ketidak seimbangan yang terjadi setelah mengalami cedera leher berat. Hampir semua para ahli setuju bahwa vertigo servikal memang ada, namun ada kontroversi tentang bagaimana vertigo servikal terjadi. Menurut Heikkila dan Yacovino terdapat empat patogenesis vertigo servikal yaitu proprioceptive cervical vertigo, Barr-Liou Syndrome (Sympathetic Dysfunction), Rotational Vertebral Artery Vertigo (Bow-Hunter Syndrome), dan Migraine-Associated Cervicogenic Vertigo.17,18



112



6. Fraktur os temporalis. Dizziness yang hebat setelah cedera kepala seringkali disebabkan adanya fraktur os temporal yang ditemukan saat pemeriksaan CT-Scan kepala. Gejala ini sering disertai hilangnya pendengaran atau kelemahan nervus fasialis perifer (Bell's Palsy). Fraktur os temporal terutama fraktur obliq dapat mengganggu pendengaran dan menyebabkan dizziness. Sering dijumpai adanya darah dibelakang membran timpani (hemottmpanum). Baik gangguan pendengaran konduktif atau sensorineural dapat terjadi. Defrsit vestibuler juga sering dijumpai, terutama pada variasi obliq. Gangguan vestibular bilateral jarang dijumpai.17 7. Fistula perilimfe Biasanya gejala berupa ketidak seimbangan dan dizziness yangdiprovokasi dengan mengedan atau meniup hidung. Individu dengan fistula perilimfe dapat juga mengalami dizzines disebabkan suara bising yang disebut Tullio’s phenomenan.17 Gejala fistula perilimf (pLF) terjadi karena gangguan pada oval window baik karena trauma atau karena iatrogenik (operasi bagian stapes) atau karena adanya luka tusuk yang mengakibatkan



masuknyacairan



dari



telinga



dalam



ke



telinga



tengah.



Fistula



perilimfditegakkan dengan adanya keluhan pasien hilangnya pendengarandengan tipe sensorineural dengan tinitus dan vertigo yang terjadi setelah adanya trauma.6,15



113



8. Vertigo psikogenik. Biasanya berhubungan dengan psikologis sebagai penyebabnya seperti depresi, ansietas, atau upaya untuk melakukan kompensasi sebelumnya (melingering). Ansietas dan depresi dapat terjadi akibat dari cedera kepala yang menimbulkan suatu'self-perpetuating psychological reaction'. Gejala psikologi pascatrauma pada cedera kepala ringan yang meliputi perubahan perilaku, kecemasan dan depresi dapat terjadi datam 3 bulan pertama mencapai 51%-84% kasus.17 9. Vertigo epileptik. Istilah vertigo epileptik pertama kali digunakan oleh seorang ahli dari Prancis pada abad ke-18, yang membagi epilepsi menjadi tiga yaitu vertigo epileptik, petit mal dan epilepsi grand mal.Vertigo epileptik merupakan vertigo karena cedera kepala, khususya pada bagian lobus temporalis yang memproses sinyal vestibuler perubahan kesadaran dapat terjadi saat serangan vertigo. Gejala khas vertigo epileptik adalah 'quick spin' (berputar cepat), walaupungeiala ini juga dapat disebabkan oleh yang lain seperti BPPV, neuritisvestibuler. Pengobatan dengan memberi antikonvulsan, dimana topiramat merupakan pilihan yang baik untuk kondisi ini.17,19 10. Cedera aksonal difus (diffuse axonal iniury = DAI). Merupakan kerusakan mikroskopik akson pada otak, corpus calosum dan batang otak. Secara klinis cedera aksonal difus didefiniskan sebagai koma selama enam jam atau lebih setelah terjadinya cedera kepala, setelah disingkirkan adanya oedem otak dan lesi iskemik otak. Gaya deselerasi murni dapat menghasilkan cedera aksonal difus, dan biasanya disebabkan trauma dengan energy tinggi. Pada beberapa individu yang dilakukan autopsi setelahcedera kepala dan leher, dijumpai petekhiae dan terputusnya sirkuit neuronal (kerusakan aksonal). Keluhan dizziness diperkuat dengan adanya cedera batang otak.17,20 11. Sindroma post-konkusio. Konkusio paling sering dijumpai pada orang dewasa yang disebabkan oleh benturan langsung pada kepala, namun juga bisa disebabkan karena sindroma'shaken baby'. Konkusio dapat juga terjadi tanpa benturan langsung pada kepala setelah adanya



gaya



ekselerasi/deselerasi. Pada beberapa kasus konkusio, gejala dizziness dan mual dapat muncul, yang akan hilang setelah 6 minggu. Dapat pula muncul gejala kognitif dan nyeri kepala, yang 114



menetap lebih lama, rata rata 9 bulan. Gejala vestibular dan okulomotor yang khas pada konkusio yaitu adanya gangguan visual, intoleransi terhadap cahaya dan bising, gangguan tidur gangguan keseimbangan dan tinitus. Gangguan keseimbangan setelah konkusio umumnya membaik dalam 10 hari.17,21 12. Cervico-cephalic traumatic-Whiplash Injury. Whiplash terjadi bila jaringan lunak di kolumna vertebralis teregang dan tegang paksa sesudah terdorong tiba-tiba, karena dorongan mendadak. Cedera ini paling sering terjadi pada tabrakan mobil pada gerakan deselerasi, namun cedera dapat juga terjadi pada aktifitas fisik yang sangat bertenaga seperti main selancar angin (diving). Gejalanya berupa nyeri kepala dan kuduk tegang yang disertai pusing. Gejala ini muncul pada 2 hari pertama setelah kecelakaan dan bertahan sampai berminggu minggu. Vertigo yang terjadi biasanya dikenal dengan 'cervical vertigo' atau sindroma post-konkusio dengan gangguan pada leher. Dizziness terjadi pada 20-60%, dan nyeri menetap 20-45%. Perubahan degenerasi dijumpai pada 40% pasien. Gangguan keseimbangan dan pendengaran sering terjadi sesudah 'whiplash' yang disebabkan karena transient ischemia dan perdarahan pada labirin sebagai akibat penekanan arteri vertebralis.17



DIAGNOSIS VERTIGO PASCATRAUMATIK 1. Anamnesis. Pertama-tama dokter harus mengetahui denganpasti kapan dan bagaimana kepala dan leher mengalami cedera,sifat dizziness (berputar-spinning, goyang = unsteadiness,bingung-confusion)



yang



diterangkan



oleh



pasien.



Apakahdisertai



Mlangnya kesadaran dan kalau ada berapa lama. Bisakahdia menggambarkan situasi pada saat kejadian.2 2. Pemeriksaan



khusus



untuk



dizziness.



Keseimbangan



diukurdengan



menggunakan'movingplatform posturography'. Untukmelihat adanya nistagmus dapat dilakukan videonystagmographyatau pemeriksaan menggunakan Frenzels goggles. Tes kalorimerupakan gold standard untuk mengidentifikasi hipofungsi vestibular unilateral perifer. Di periksa juga kepekaan tekanan dengan test ‘frstula'.2,8,22 3. Test laboratorium. Dalam banyak hal pemeriksaan ini meliputi audiogram, ENG, dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala (melihat os temporalis) dan bila perlu MRI kepala. Iika ada dapat dilakukan cVEMP (cervical vestibular evoked myogenic potentials) untuk pemeriksaan fungsi sakulus. Pemeriksaan oVEMP (ocular vestibular 115



evoked myogenic potential) untuk pemeriksaan fungsi utrikulus. Pemeriksaan EEG mungkin dapat dilakukan bagi individu yang mengalami gejala gangguan fungsi kognitif paroksismal dan ini sugestif menderita epilepsi. Pada pasien dengan gangguan pendengaran, pemeriksaan ‘ECochG' dapat dilakukan. Pemeriksaan 'moving platform posturography' membantu untuk mengukur defisit kuantifikasi keseimbangan.2,8,22 4. Test psikologis ; kadang diperlukan pada individu yangdidapatkan hasil pemeriksaan normal. Pemeriksaan ini seringbermanfaat dalam menyaring keadaan bila pasien dihadapkandalam sidang pengadilan. Terkadang pasien dengan cedera kepala memiliki kecemasan, depresi, atau ketakutan yang berlebihan seolah-olah merasa akan terjatuh. Kondisi inimemperburuk keluhan vertigo dan dizziness pada pasien yangdisebut dengan psychogenic dizziness.15



PENANGANAN VERTIGO PASCATRAUMATIK Tujuan umum penatalaksanaan vertigo adalah untuk mengeliminasi gejala vertigo, meningkatkan kompensasi system vestibuler dan mengontrol gejala neurovegetatif dan psikoafektif yang menyertai vertigo.2 Secara umum prinsip penatalaksaan vertigo terdiri dari : 1. Terapi medikamentosa Penggunaan obat-obatan pada vertigo bersifat simptomatik. Prinsip utama mengacu pada peran neurotransmiter pada"vestibular pathway”. Ada beberapa neurouansmiter utama yang berperan dalam proses ini. Glutamat merupakan neurotransmiter eksitator primer pada sel-sel rambut, sinap nervus vestibuler dan nukleus vestibuler. Reseptor muskarinik asetilkolin merupakan selain memiliki peranan secara perifer, tapi juga memiliki pengaruh terjadinya vertigo pada tingkat pons, medula oblongata dan kompleks nukleus vestibuler. Gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin merupakan neurotransmiter inhibitor utama yang ditemukan pada jalur koneksi sistem okulomotor dengan sistem vestibuler. Histamin secara umum ditemukan pada struktur vestibuler sentral. Norepinefrin berfungsi memodulasi reaksi stimulasi vestibuler secara sentral dan dopamine mempengaruhi kompensasi vestibuler sedangkan serotonin berkaitan dengan gejala nausea.2 Vestibular supresan dan antiemetik memainkan peranan penting dalam terapi medikamentosa vertigo.17 116



a. Antikolinergik bekerja pada reseptor muskarinik dengan efek kompensasi. Semua obat antikolinergik memiliki efek samping mulut kering, dilatasi pupil dan sedasi, contoh skopolamine dan atropin. b. Antihistamin memiliki efek sentral mengurangi severitas vertigo dan efek antikolinergik serta blok kanal kalsium. Antihistamin bekerja pada reseptor H2. c. Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja mensupresi respon vestibuler. d. Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan muntah menonjol. e. Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin. Sinarizin juga memiliki efek antihistamin, antinorelinefrin, antinikotin dan anti angiotensin, efek samping sedasi, meningkatkan berat badan, depresi dan parkinsonisme. f. Agonis histamine, mekanismenya meningkatkan volume vena dan arteriol dan sebagai regulator mikrosirkulasi. g. Steroid, pada vertigo yang didasari kelainan autoimun seperti penyakit"Menierre"dan neuritis vestibular. h. Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak digunakan di Perancis. i. Gingko biloba. Efektivitas obat ini belum terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.17 2. Terapi rehalibitatif Terapi rehabilitasi vestibular harus dipertimbangkan dalam manajemen pasien dengan gangguan keseimbangan posttrauma, dimana gangguan keseimbangan tidak akan membaik dengan istirahat.14 Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan latihan khusus dengan tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ vestibular terhadap gangguan keseimbangan. Mekanisme kerja terapi ini adalah: a. Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi vestibular yang terganggu. b. Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada intivestibular di serebelum, sistem visual dan somatosensor.



117



c.



Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigosecara bertahap akan mengurangi beratnya gejala. Beberapa bentuk terapi rehalibitasi vesabular dapat dilakukan :



1. Metode Brandt-Daroff 2. Eppley maneuver 3. Latihan visual vestibular. Tujuan latihan vesual vestibular Adalah : -



Meningkatkan stabilitas sistim visual



-



Menstabilkan gerakan, mengontrol gerakan motorik, dan meningkatkan kesadaran



-



Menstabilkan gerakan binokular, termasuk kemampuan akomodasi dan gerakan bola mata.



4. Latihan berjalan17,23



DAFTAR PUSTAKA 1. Kolev oI, sergeeva M. Vestibular disorders following different types of head and neck trauma. Functional Neurology.2016 ;31 (2):75-80. 2. Chandrasekhar SS. The assessment of balance and dizziness inthe TBI patient. Neuro Rehabilitation. 2013;32: 445-454. 3. Szczupak M, Hoffer ME, Nulphy S, Balaban CD. Posmaumaticdizziness and vertigo. Datam Furman JM, Lempert T, editors.Handbook of Clinical Neurology. 3rd series. Elsevier;2016.h295-300. 4. Fife TD, Kalra D. Persistent vertigo and dizzines after mildtraumatic brain injury. Annals of the New York Academy ofSciences. 2015 ; 1343 : 97-105. 5. Hoffer ME. Mild traumatic brain injury neurosensoly effects.Current Opinion in Neurology. 2015 ; 28 (1) : 74-77. 6. Fife TD, Giza C. Posttraumatic vertigo and dizzines. SeminNeurol. 2013 ; 33 : 238-243. 7. Hoffer ME, Gottshall K, Viire ES. Vestibular consequences ofmTBL. Datam ao JW, editor. Traumatic Brain InjLuy. Springer2012. h 139-148. 8. Hoffer ME, Schubert MC, Balaban CD. Early diagnosis andtreatment of traumatic vestibulopathy and postconcussivedizziness. Neuro Clin. 2015 ; 33 (3) : 661-8. 118



9. Pisani V, Mazzone S, Mauro RD,Giacomini PG, GiroJano SD. A survey of thenature of trauma of post-traumatic benign paroxysmal positional vertigo. International Journal of Audiology. 2015 ; 54 (5) : 329-33. 10. Balatsouras DG, Koukotsis G, Aspris A, Fassolis A, MouKos A, dkk. Benign paroxysmal positional vertigo secondary to mildhead trauma. Annals of Otology, Rhinology & Laryngology.2017 ; 126 (1) : 54-60, 11. Ellis MJ, Leddy JJ, Willer B. Physiological, vestibulo-ocularand cervicogenic postconcussion disorders : An evidence-basedclassification system with directions for treatment. Brain Inj,2015 ; 29 (2) : 238-248. 12. Hajdukov L, Sobek O, Prchalov D, Bilkov Z, Koudelkov M, dkk. Biomarkers of brain damage : 5100b and nse concentrations in cerebrospinal fluid-a normative study. Biomed Res Int.2015 ; 379071 : 1-7. 13. Cheng F, yuan Q, Yang J, Wang W, Liu H. The Prognostic Value of Serum NeuronSpecific Enolase in Traumatic Brain Injury : Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS One. 2014;9(9);e106680: 1-15. 14. Gurley JM, Hujsak BD, Kellyfollowing mild traumatic brain2015 ; 32 : 519-528. 15. ACRM, Balance problems After Traumatic Brain Injury. Arch Phys Med Rehabit. 2015 ; 96 : 379-80. 16. Cotucci D. Understanding labyrinthine concussion. The hearingmjournal. 2017 ; 70 (4) : 44-46. 17. Hain TC. 2012. post traumatic vertigo. diakses dari http :// www.dizziness-and-balance. com, tangga18 September 2017. 18. 18. Li Y, peng B. pathogenesis, diagnosis, and treatment of cervicalvertigo. phain Pysician. 2015 ; 18 : E583-E595. 19. Hewett R, Bartolomei F. Epilepsy and the cortical vestibular system: tales dizziness and recentconcepts. Frontiers inIntegrative Neuroscience2013 ; 7 (73) : 1-7. 20. Vieira Rc, paiva WS, oliveira DV, Teixeira MJ, AndradeAn dkk. Diffuse axonal injury : epidemiology outcome andassociated risk factors. Front Neurol. 2016 &(178): 1-12. 21. Snell DL, Macleod Ad, Anderson T. Diffuse axonal injury epidemiology Outcome and associated risk Factors. Journal ofBehavioral and Brain Science. 2016 ; 6 : 227-232 22. Taneja MK, Taneja V, Varhsney H. Post-traumatic vertigo. IndianJournal of Otology. 2014 20 (3): 95-98. 23. Brennan M, Maryland H. Visual-Vestibular Interaction and Treatment of Dizziness : ACase Report. Journal of Behavioraloptometry.2012 ; 23 (3) : 68-72. 119



24. Douglas J. Lanska. 2009. Vertigo and Other Forms of Dizziness. In Clinical Adult Neurology. Editor Jody Corey Bloom andRonald B. David. Third Edition. Demos Medical New York. pp ·93-111.



120



GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA KEADAAN KHUSUS



121



PENATALAKSANAAN GANGGUAN PUSING, VERTIGO DAN KESEIMBANGAN DI RUANG GAWAT DARURAT Hari Purnomo, Ria Damayanti



PENDAHULUAN Pusing adalah keluhan yang sering disampaikan (sekitar 7%) pasien ke Unit Gawat Darurat (UGD), dan mencakup 1,5% pasien rawat inap. Evaluasi pasien pusing di UGD adalah problema dalam diagnosis dan manajemen, sebab keluhan tidak spesifik dan sulit diukur secara obyektif. Gangguan mengancam jiwa dapat menyerupai gangguan jinak, sehingga strategi yang efektif menyingkirkan kelainan serius adalah dengan mengenal dengan baik ciri khas kelainan vestibular perifer.



KLASIFIKASI VERTIGO DAN DIZZINESS Di UGD dibutuhkan anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologi yang cepat dan tepat, diagnosis penyebab penyakit yang tepat dan terapi yang akurat, maka untuk itu diperlukan dua pendekatan klasifikasi klinis dan diagnosis. A. Klasifikasi klinis dizziness berdasarkan gejala klinis khas dapat menentukan letak lesi dan pemeriksaan tambahan dapat ditentukan kemungkinan penyebabnya secara lebih tepat, maka terdapat 4 subtipe (gambar 3.14): 1. Vertigo (pusing berputar) 2. Near-syncope/pre-syncope (hampir pingsan), 3. Disekuilibrium (ketidakseimbangan), 4. Psychophysiologic dizziness (floating/swimming rasa melayang atau mengambang)



Penting untuk diketahui bahwa seseorang bisa memiliki lebih dari satu subtype, tetapi jarang memiliki keempat subtype.



122



Gambar 3.14. Klasifikasi klinis berdasarkan 4 keluhan utama dizziness dalam menentukan letak lesi yang akurat dan kemungkinan diagnosis etiologinya.



B. Algoritma diagnosis dan manajemen berdasarkan tiga kelainan vestibular perifer yang paling sering didapat dengan gambaran klinis khas, adalah kunci dalam evaluasi dan manajemen dizziness di ruang gawat darurat serta menyingkirkan kemungkinan gangguan dizziness mengancam jiwa (tabel 3.9, gambar 3.15).



123



Tabel 3.11. Ringkasan Gambaran Klinis dari Kategori Dizziness yang paling sering ditemui Kategori



Gejala Utama



Tanda



Tanda



Penyebab



Presentasi



Vestibular



Sistem



Potensial



Dizziness



Perifer



Saraf Pusat Nistagmus



Dizziness



Onset



Nistagmus



Akut Berat



mendadak,



spontan searah, downbeat



dizziness



berat tes head thrust gaze



PV:



atau neuritis evoked CNS: Stroke



dan



konstan, positif



nistagmus



mual,



muntah,



arah,



dua



gangguan



gangguan



keseimbangan



keseimbangan



berat Serangan



Dizziness



Serangan



positional



dizziness dipicu kurang dari 1



bias pendek atau CNS:



berulang



oleh



Durasi serangan PV: BPPV



lama.



gerakan menit. Normal



kepala



vestibular



Gejala Malformasi



diantara



dizziness



serangan.



lebih



Tes Dix Hallpike: dapat



yang Chiari,



Tumor



ringan serebelum, menetap ataksia



Nistagmus upbeat diantara torsional



serangan



mendadak



Tes



degenerated



Dix



Manuver Epley: Hallpike: resolusi



tanda nistagmus



dan gejala



downbeat persisten



atau



nistagmus torsional murni Manuver Epley: Tidak ada efek Serangan



Serangan



Durasi



Dizziness



dizziness



menit



berulang



spontan



jam.



>20 Durasi sampai menit. Disertai baru



penurunan



memiliki



pendengaran



kresendo



124



dalam PV:



Meniere’s



Onset Disease dan CNS: TIA pola



unilateral, tinnitus mendengung atau rasa penuh di telinga PV=peripheral vestibular; CNS=central nervous system; TIA=transient ischemic attack



Gambar 3.15. Algoritma diagnosis dan manajemen dizziness berdasarkan gambaran klinis yang paling sering didapat dan memiliki gambaran khas.



Selain dari dua pendekatan diatas, pola penyakit, lama serangan dan perjalanan penyakit dapat juga membantu menentukan kemungkinan diagnosisnya.



Acute Severe Dizziness (Dizziness Berat yang Akut) Pasien yang dating dengan dizziness berat yang akut, dengan tidak adanya episode serangan yang serupa sebelumnya, dikenal sebagai “acute severe dizziness”. Pasien dengan acute severe dizziness yang datang dan terlihat sakit karena keluhan pusing dan mual serta muntah yang menyertainya. Gangguan keseimbangan dalam berjalan juga sering ditemukan. Penyebabnya: 1. Neuritis vestibularis Penyebab paling sering adalah lesi akut, yang diduga serangan virus dari saraf vestibular di satu sisi, yang disebut neuritis vestibular(9). 125



2. Stroke di fossa posterior Untuk membedakan neuritis vestibular dari stroke adalah adanya gejala neurologis lainnya seperti mati rasa fokal, kelemahan fokal, atau bicara cadel dan melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat.



Manajemen Acute Severe Dizziness: 1. Pemberian kortikosteroid secara singkat diberikan untuk pasien dengan neuritis vestibular. 2. Penatalaksanaan stroke sesuai dengan guideline stroke.



DIZZINESS POSISISONAL BERULANG Pasien dengan pusing posisional memiliki gejala yang dipicu oleh posisis kepala tertentu. Pada serangan awal, pasien sering lebih takut dengan gejala daripada kelemahan yang ditimbulkan. Penyebab antara lain sebagai berikut. 1. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) Poin penting tentang BPPV adalah bahwa episode pusing berlangsung kurang dari satu menit dan pasien normal di antara episode serangan. 2. Dizziness Posisional Sentral Kelainan vertigo posisional sentral berasal dari lesi serebelum atau batang otak. Vertigo posisional dan nistagmus adalah gejala yang umum dari malformasi Chiari, tumor serebelum, multiple sclerosis, migrainous vertigo dan gangguan ataksia degenerative, dapat ditemukan nistagmus downbeat murni.



Serangan Dizziness Berulang Pasien serangan dizziness berulang akan mengatakan bahwa episode serangan sebelumnya mirip dengan serangan saat ini. Lamanya serangan sangat bervariasi tetapi dapat membantu dalam membedakan antara penyebab yang potensial. Pasien mungkin dating saat serangan atau setelah serangan berakhir. 1. Penyakit Meniere Dapat dibaca di bab Meniere



126



2. Serangan iskemik transien (TIA) pasien yang datang dengan serangan onset baru, pusing spontan yang berulang. TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit.



7



TIA harus menjadi perhatian utama



ketika pasien melaporkan onset serangan yang singkat, terutama jika serangan ini mengalami peningkatan frekuensi (yaitu, pola crescendo). Gejala yang berkaitan dengan pendengaran juga dapat berhubungan dengan etiologi iskemik jika arteri cerebellar inferior anterior terlibat. Penyebab Potensial Lainnya Migrain adalah kelainan yang paling mirip dengan semua penyebab pusing. Gejalanya bias muncul sebagai serangan berat yang akut, episode posisional, atau serangan spontan berulang.



27,28



Seperti migrain pada umumnya, komponen genetic yang kuat juga berperan



selain faktor makanan, lingkungan, atau faktor gaya hidup. Diagnosis migrainous vertigo, tetap merupakan diagnosis eksklusi. 29 Gangguan panik adalah penyebab sering lainnya dari gejala dizziness. Kebanyakan pasien dengan gangguan panik akan memiliki gejala spesifik lainnya dari gangguan panik tetapi gejala pusing mungkin yang paling mengganggu. Jika diagnosis gangguan panik tidak jelas berdasarkan pemeriksaan riwayat dan fisik, maka pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab potensial lainnya.



TERAPI SIMPTOMATIS Pasien yang datang dengan mual dan muntah biasanya memerlukan pemberian cairan intravena selama observasi di ruang gawat darurat. Ketika terapi obat diperlukan untuk mengurangi gejala pada kondisi akut, umumnya dipakai dua kategori obat yang berbeda: vestibular supresan dan antiemetic. Satu hal yang penting adalah bahwa obat-obatan untuk mengurangi gejalanya dizziness bisa efektif untuk serangan akut, tapi umumnya tidak efektif sebagai agen profilaksis. Dengan demikian, obat-obat ini paling baik digunakan saat datang di ruang gawat darurat dan bukan sebagai obat harian. Bila diminum setiap hari, obat-obatan ini lebih cenderung mengakibatkan efek samping atau mengurangi kemampuan otak untuk mengkompensasi (seperti pada neuritis vestibular). Golongan yang utama dari vestibular supresan termasuk diantaranya adalah antihistamin, benzodiazepin, dan antikolinergik. Obat antimuntah bekerja pada daerah di otak yang 127



mengontrol muntah. Sebagian besar vestibular suppresan memiliki sifat antikolinergik atau sifat antihistamin, sehingga memberi mereka properti antiemetic sebagai efek tambahan pada vertigo. Bila mual



dan muntah yang menonjol, vestibular suppresan ringan (seperti



meclizine) dapat dikombinasikan dengan antiemetic (seperti proklorperazin) untuk mengontrol gejala. Obat-obatan ini biasanya memiliki sifat antagonis dopamin pusat dan diyakini mencegah emesis dengan penghambatan pada zona pemicu kemoreseptor. Efek samping utama dari kedua kategori obat adalah mengantuk. Dalam sebuah penelitian, 74 pasien diacak untuk pengobatan baik dengan 2mg lorazepam intravena maupun dengan 50mg dimenhydrinate intravena.



31



Hasil penelitian menunjukkan



bahwa dimenhydrinate lebih efektif untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kemampuan ambulasi. Dimenhydrinate juga mengakibatkan rasa kantuk yang kurang bila dibandingkan dengan lorazepam.



DAFTAR PUSTAKA 1. Burt CW, Schappert SM. Ambulatory care visits to physician offices, hospital outpatient departments, and emergency departments: United States, 1999-2000. Vital health Stat Sep 13;2004 (157):1-70. 2. Newman-Toker DE, Cannon LM, Stofferahn ME, Rothman RE, Hsieh YH, Zee DS. Imprecision in patient reports of dizziness symptom quality: a cross-sectional study conducted in an acute care setting. Mayo Clin Proc Nov;2007 82 (11):1329-1340. [PubMed: 17976352] 3. Norrving B, Magnusson M, Holtas S. Isolated acute vertigo in the elderly; vestibular or vascular disease? Acta Neurol Scand Jan; 1995 91(1):43-48. [PubMed: 7732773] 4. Lee H, Cho YW. A case of isolated nodulus infarction presenting asa a vestibular neuritis. J Neurol Sci Jun 15;2004 221(12):117-119. [PubMed: 15178226] 5. Lee H, Sohn SI, Cho YW, et al. Cerebellar infarction presenting isolated vertigo: frequency and vascular topographical patterns. Neurology Oct 10;2006 67(7):1178-1183. [PubMed: 17030749] 6. Bertholon P, Bronstein AM, Davies RA, Rudge P, Thilo KV. Positional down beating nystagmus in 50 patients: cerebellar disorders and possible anterior semicircular canalithiasis. J Neurol Neurosurg Psychiatry Mar;2002 72(3):336-372. [PubMed: 11861698] 128



7. Von Campe G, Regli F, Bogousslavsky J. Heralding manifestations of basiler artery occlusion with lethal or severe stroke. J Neurol Neurosurg Psychiatry Dec;2003 74(12):1621-1626. [PubMed: 14638878] 8. Savitz SI, Caplan LR, Edlow JA. Pitfalls in the diagnosis of cerebellar infarction. Acad Emerg Med Jan;2007 14(1):63-68. [PubMed: 17200515] 9. Baloh RW. Clinical practice. Vestibular neuritis . N Engl j Med Mar 13;2003 348(11):1027-1032. [PubMed: 12637613] 10. Baloh, RW.; Honrubia, V. Clinical neurophysiology of the vestibular system. Vol.3. New York: Oxford University Press;2001. 11. Halmagyi GM, Curthoys IS. A clinical sign of canal paresis. Arch Neurol Jul;1988 45(7):737-739. [PubMed: 3390028] 12. Lewis RF, Carey JP. Images in clinical medicine. Abnormal eye movements associated with unilateral loss of vestibular function. N Engl J Med Dec 14;2006 355(24):e26. [PubMed: 17167131] 13. Kleindorfer DO, Miller R, Moomaw CJ, et al. Designing a message for public education regarding stroke: does FAST capture enough stroke? Stroke Oct;2007 38(10):2864-2868. [PubMed: 17761926] 14. Kerber KA, Brown DL, Lisabeth LD, Smith MA, Morgenstern LB. Stroke among patients with dizziness, vertigo, and imbalance in the emergency department: a population-based study. Stroke Oct;2006 37(10):2484-2487. [PubMed: 16946161] 15. Chalela JA, Kidwell CS, Nentwich LM, et al. Magnetic resonance imaging and computed tomography in emergency assessment of patients with suspected acute stroke: a prospective comparison. Lancet Jan 27;2007 369(9558):293-298. [PubMed: 17258669] 16. Simmons Z, Biller J, adams HP Jr, Dunn V, Jacoby CG. Cerebellar infarction: comparison of computed tomography and magnetic resonance imaging. Ann Neurol Mar;1986 19(3):291-293. [PubMed: 3963774] 17. Wasay M, Dubey N, Bakshi R. Dizziness and yield of emergency head CT scan: is it cost effective? Emerg Med J Apr;2005 22(4):312. [PubMed: 15788853] 18. Oppenheim C, Stanescu R, Dormont D, et al. False-negative diffusion-weighted MR findings in acute ischemic stroke. AJNR Am J Neuroradiol Sep;2000 21(8):1434-1440. [PubMed: 11003275] 19. Strupp M, Zingler VC, Arbusow V, et al. Methylprednisolone, valacyclovir, or the combination for vestibular neuritis. N Engl J Med Jul 22;2004 351(4):354-361. [PubMed: 15269315] 129



20. Stupp M, Arbusow V, Maag KP, Gall C, Brandt T. Vestibular exercises improve central vestibulospinal compensation after vestibular neuritis. Neurology Sep;1998 51(3):838844. [PubMed: 9748036] 21. Furman JM, Cass SP. Benign paroxysmal positional vertigo. N Engl J Med Nov 18;1999 341(21): 1590-1596. [PubMed: 10564690] 22. Aw ST, Todd MJ, Aw GE, McGarvie LA, Halmagyi GM. Benign positional nystagmus: a study of its three-dimensional spatiotemporal characteristics. Neurology Jun 14;2005 64(11):1897-1905. [PubMed: 15955941] 23. Epley JM. The canalith repositioning procedure: for treatment of benign parozysmal positional vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg Sep;1992 107(3):399-404. [PubMed: 1408225] 24. Lempert T, Tiel-Wilck K. A positional maneuver for treatment of horizontal-canal benign positional vertigo. Laryngoscope Apr;1996 106(4):476-478. [PubMed: 8614224] 25. Vannucchi P, Giannoni B, Pagnini. Treatment of horizontal semicircular canal benign paroxysmal positional vertigo. J Vestib Res Jan-Feb;1997 7(1):1-6. [PubMed: 9057155] 26. Minor LB. Schessel DA, Caref JP. Meniere's disease. Curr Opin Neurol Feb;2004 17(1):9-16. [PubMed: 15090872) 27. Dieterich M, Brandt T. Episodic vertigo related to migraine (90 cases): vestibular migraine? J Neurol Oct; 1999 246(10) :883- 892. [PubMed: 10552234] 28. von Brevern M, Zeise D, Neuhauser H, Clarke AH, LemPertT.



Acute migrainous



vertigo: clinical and oculographic findings.Brain Feb;2005 128(Pt 2):365-374. [PubMed: 15601663] 29. Neuhauser H, Radtke A, von Brevern M, Lempert T. Zolmitriptan for treatment of migrainous vertigo: a pilot randomized placebo controlled trial. Neurology Mar 11;2003 60(5):882-883, [PubMed: 12629256] 30. Stanton VA, Hsieh YH, Camargo CA Jr, et al. Overreliance on symptom quality in diagnosing dizziness: results of a multicenter survey of emergency physicians. Mayo Clin Proc Nov:2007 82 (11):1319-1328. [PubMed: 17976351] 31. Marill KA, Walsh MJ, Nelson BK. Intravenous Lorazepam versus dimenhydrlnate for treatment of vertigo in the emergency department: a randomized clinical trial. Ann Emerg Med Oct;2000 36(4): 310-319. [PubMed: 11020677] 32. Weiss H.D; Dizziness in Samuel MA (eds), Manual of Neurologic Therapeutics, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins,1999, pp.65-86



130



33. Baloh RW; Dizziness in Samuel MA (eds), Manual of Neurologic Therapeutics, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, 2010, pp.71-82 34. Chang AK; Dizziness and Vertigo in Mahadevan SV and Gamel GM (eds), An Introduction to Clinical Emergency Medicine, Cambridge University Press 2006, pp 241252. 35. Kevin A. Kerber, M.D. vertigo Presentations in the Emergency Department. Semin Neurol 2009;29:482-490. 36. Kevin A. Kerber, MD. Vertigo and Dizziness in the Emergency Department Emerg Med Clin North Am. 2009 February; 27(1):39



131



AGING AND BALANCE Basjiruddin A



PENDAHULUAN Telah dimaklumi bahwa gejala-gejala kelainan keseimbangan (imbalance), dizziness, vertigo, banyak dialami populasi usia lanjut(usila) dan meminta pertolongan ke tempat pelayanan kesehatan. Tiap tahun kira-kira 20-30% orang yang berusia lebih dari 65 tahun sering lebih banyak berada di rumah saja karena masalah mudah “jatuh”, konsekuensinya dapat menjadi lebih serius, karena mengalami fraktur tulang panggul, dan meningkatkan angka mortalitas dalam jangka 1 tahun. Di Amerika, keluhan dizziness ini menyebabkan 7,8 juta kunjungan ke dokter layanan primer, dan membutuhkan biaya ± 7 milliar USD untuk pengobatan sehubungan dengan jatuh.



1,2



Besar kemungkinan kualitas hidup usila menurun dan



menyebabkan nervousness (kegugupan) karena depresi yang akhirnya populasi tersebut menarik diri dari lingkungan social.3 Tindakan utama yang dilakukan adalah mencari penyebab “jatuh” pada usila untuk menurunkan risiko.4 Populasi tua cenderung mengalami banyak kelainan seperti hipertensi, kelainan jantung, diabetes mellitus, masalah sendi, proprioseptif, artritis, dan kurang gerak.5 Studi epidemiologi yang difokuskan kepada dizziness sering mengalami hambatan. Hal ini disebabkan karena derajat dizziness yang dirasakan berbeda-beda manifestasinya.6 Populasi dizziness yang mengunjungi pusat kesehatan tampak meningkat dengan meningkatnya umur. Lebih sering pada wanita daripada pria, namun perbedaan gender ini berkurang pada umur yang lebih tua.6 Mencegah usila untuk jatuh merupakan bagian awal perawatan dan selanjutnya memahami mekanisme control postural.7 Penuaan Penuaan adalah proses gradual progresif dan menjadi deteriosasi spontan pada hampir semua fungsi fisiologis, muncul penurunan fungsi motorik, sensorik dan otonomik. Ada teori yang membagi penuaan menjadi dua kelompok:



132



-



Penuaan merupakan proses genetik yang telah diturunkan dan terjadi secara “linear” sesuai perkembangan umur.



-



Hipotesis penuaan sekunder yang tidak bersifat genetik, dimana proses menua disebabkan factor lingkungan; penyakit, atau bencana yang mengakibatkan penurunan fungsi perilaku dan bersifat “non linear”.



Fisiologi Keseimbangan Keseimbangan adalah usaha untuk mempertahankan stabilitas postural yang dilakukan dengan mempertahankan pusat gravitasi tetap berada di tengah-tengah penyangga tubuh. Proses ini memerlukan integrasi kompleks, input yang berasal dari system vestibular, system okuler (visual), somatosensorik dengan keluaran motorik yang sesuai melalui traktus vestibulospinal dan dapat dipertahankan sehingga berfungsi dengan baik dan seimbang.1 Jika inputnya tidak benar yang bias disebaabkan oleh kelainan salah satu traktus aferen, integrasi input yang kurang tepat, atau disfungsi salah satu jaras aferen, atau disfungsi respon motoris, instabilitas postural, akan menyebabkan dizziness dan atau mungkin “jatuh”.1



PENYEBAB IMBALANCE PADA USIA LANJUT Keseimbangan merupakan satu fungsi yang kompleks, maka imbalance tidaklah hanya disebabkan oleh satu penyebab saja. Usila dengan gangguan keseimbangan memiliki risiko “jatuh” 2-3 kali lipat dibanding isila tanpa gangguan keseimbangan. 4 Pada proses penuaan, akan muncul degenerasi multi organ dan perubahan morfologis pada banyak sistem umpamanya: -



Sistem vestibular: terjadi degenerasi organ vestibular1, ditemukan degenerasi spesifik pada struktur membrane otokonia di dalam utrikulus dan sakulus.8



-



Perubahan pada beberapa area di vermis cerebellum.



-



Visus meurun, katarak, glaukoma, degenerasi makular adaptasi cahaya akan berkurang.



-



Penurunan perasaan sensibilitas, sensasi getar dan proprioseptif lainnya.



-



Degenerasi sistem muskuloskeletal, massa tulang.9 Selanjutnya perubahan-perubahan yang terjadi dapat dilihat pada table 3.10. Degenerasi ini akan bertambah hebat jika disertai dengan penyakit kronis seperti



diabetes mellitus, arteriosklerosis serebrovaskuler.



133



Selanjutnya ada obat-obat yang dipakai untuk penyakit-penyakit di atas yang dapat mengganggu kemampuan untuk mengkompensasi perubahan-perubahan dinamis titik berat badan dan dapat menimbulkan instabilitas postural.10



Tabel 3.12. Perubahan fisiologis sehubungan dengan penuaan yang mempengaruhi keseimbangan. Sistem vestibular Degenerasi rambut getar Degenerasi membran otokonial di dalam makula, sakula dan utrikula Degenerasi nervus vestibuler Degenerasi neural di vermis serebelum Penglihatan Penurunan visus Penurunan desensitivitas kontras Penurunan persepsi kedalaman Penurunan adaptasi gelap Proprioseptif Penurunan diskriminasi 2 titik Penurunan sensasi getaran Muskuloskeletal Penurunan massa tulang Penurunan massa otot



Penuaan dan Kontrol Postural Beberapa pendekatan system akan dapat membantu klinisi untuk menentukan fungsi spesifik yang ikut berkontribusi terhadap kontrol postural pada usila.10,11 Pada sistem musculoskeletal muncul pengurangan kekuatan otot, penurunan gerak sendi (ROM=range of motion) karena penyesuaian gerakan yang biasa (APA=anticipatory postural adjustment), yang diatur oleh subsistem neural, kontrol yang berkurang sehingga respon postural otot menjadi lebih lambat akibat onset latensi yang memanjang. Penurunan fungsi kognitif, penuruna performa dalam kegiatan yang membutuhkan atensi, misalnya mengerjakan dua pekerjaan dalam waktu yang sama yang memerlukan pengaturan dan koordinasi berbagai multi joint movement serta control postur saat beraktivitas.12,13 134



Setiap gerakan yang dilakukan berdasarkan kepada dua “komponen postural”, yaitu komponen menstabilkan badan dan komponen gerakan utama yang dipolakan untuk suatu aktivitas tertentu. Kontrol



postural,



dahulunya



dideskripsikan



sebagai



kemampuan



untuk



mempertahankan titik berat tubuh (COM=Center Of Mass) dalam batasan basis penunjang utama (BOS-Base of Support). Saat ini dianut paham bahwa control postural adalah posisi berdiri tegak yang berpola kepada komponen dinamik dan statis, bertujuan untuk mempertahankan posisi tubuh terhadap waktu dan tempat. Dengan demikian kita dapat mempertahankan posisi tubuh dalam ruangan agar stabil dan orientatif. Kontrol postur yang baik berarti adanya integrasi pergerakan volunter dimana seseorang itu sanggup melakukan aktivitas bersifat volunter secara aman.10 Horak (1999) menggambarkan ada subsistem fisiologis primer. Pada control postural yaitu organic sensorik, persepsi, orientasi, koordinasi motoris, susunan prediktif sentral (predictive central system), subsistem musculoskeletal dan adaptasi lingkungan. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar 3.16 di bawah ini, dimana subsistem fisiologis yang terlibat dalam mempertahankan kontrol postur ke dalam 4 kategori utama yaitu: sensorik, musculoskeletal, control neural dan kognitif, dan jelas bahwa fungsi berbagai subsistem membutuhkan interaksi diantara berbagai kategori ini.14



Gambar 3.16. model subsistem yang terlibat dalam pengendalian postural



VERTIGO ONSET AKUT PADA USIA LANJUT Pada pasien lanjut usia , dengan gejala vertigo akut, kemungkinan mereka menderita stroke atau neuritis vestibuler. Walaupun iskemia pada jaras vestibular dapat menyebabkan 135



vertigo, infark pada arteri serebelar anterior superior (AICA) dan cabang arteri serebelar inferior posterior ( PICA) adalah paling sering didiagnosis diferensial dengan kelainan pada telinga dalam. Di sisi lain, infark serebelar yang disebabkan oleh oklusi PICA menyebabkan vertigo tanpa gejala auditorik (infark terbatas pada daerah kaudal serebelum) Yang temasuk red flag pada kasus ini adalah vertigo hiperakut, nyeri kepala di daerah oksipital atau gait ataksia.11 Hal yang sangat penting adalah tes manipulasi kepala tidak tergenggu pada stroke yang mengenai serebelum. Neuritis vestibuler dengan tanda klinis dari defisit labirin unilateral akut adalah nis tagmus spontan dengan fase cepat dan vertigo rotatoar pada sisi yang tidak terkena. Usila yang mengeluhkan vertigo rekuren yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepala biasanya adalah suatu BPPV (Benign Paroxismal Positional Vertigo). Pada kondi si akut, biasanya kekhawatiran pasien terhadap gejalanya melebihi beratnya penyakitnya itu sendiri.15 Dari kesemua gangguan vestibular, BPPV adalah yang paling sering terjadi pada usila. BPPV menyebabkan terjadinya vertigo, keluhan pusing berputar, dan gejala lain akibat dari debris yang telah tertumpuk di salah satu bagian dari telinga dalam. Debris ini, disebut otokonia, yang terbuat dari kristal kecil kalsium karbonat (kadang dikenal sebagai batu atau kerikil telinga). Dengan perubahan posisi kepala terjadi pergeseran otokonia yang tidak tepat yang mengirim sinyal yang salah ke otak sehingga mengakibatkan dizziness dan vertigo. Gejala dari BPPV harnpir selalu dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Bangun dari tidur dan menggulingkan badan di tempat tidur adalah dua masalah tersering terkait pergerakan. Sebagian orang merasa pusing dan tidak seimbang ketika mereka menengadahkan kepala ke belakang. Pencetus BPPV yang paling umum adalah menegadahkan kepala ketika melihat ke atas, berguling di atas tempat tidur atau bangkit dari tempat tidur. BPPV biasanya terdapat pada pasien yang lebih tua. Karakteristik yang dihubungkan dengan BPPV tua biasanya adalah "usila" dengan riwayat cedera kepala, pembedahan telinga dalam dan berbaring lama pada usila.14,15



KOORDINASI POSTUR DAN PERGERAKAN PADA USILA Selama gerakan volunter, parameter primer dari postur harus dipertahankan untuk menjaga keseimbangan dan orientasi tubuh. Pemeliharaan fungsi keselrnbangan dan orientasi segmen tubuh sehubungan dengan gravitasi penting karena hal ini dapat dijadikan acuan dalam merencanakan gerakan yang diperlukan untuk rnencapai suatu tujuan.7 Gerakan volunter seperti mengangkat bahu atau melangkah merupakan respon untuk menstabilkan CoP. Untuk menjaga keseimbangan pada keadaan ini melibatkan APA 136



bersamaan dengan gerakan volunter dan gerakan fokal. Belen'kii (1967) yang pertama kali menggambarkan hubungan antara gerakan bahu, mengatakan APA merupakan suatu mekanisme penyesuaian postural yang secara tidak variatif proporsional terhadap gerakan fokal sehingga pengaturan ini merupakan bagian terintegrasi dari perencanaan gerakan. Biasanya sebuah APA mendahului gerakan volunter yang mengaktivasi otot-otot yang mengkompensasi perubahan postur. Namun bagaimanapun APAs juga membantu pergerakan dengen menciptakan sebuah jarak antara CoP dan CoM (misalnya pergerakan bahu). Sebagai contoh perpindahan ke belakang oleh CoP terjadi mendahului pergerakan ke depan, misalnya gerakan dalam meraih sesuatu dan melangkah . penilaian ini termasuk inhibisi otot soleus bersamaan dengan aktivasi otot tibialis anterior TA bertanggung jawab terhadap pergerakan mundur di CoP.



EVALUASI KLINIS KESEIMBANGAN Parameter klinis dihubungkan dengan aktivitas individu misalnya apa yang harus dilakukan oleh subjek tersebut, bukan bagaimana aktivitas dilakukan. Sebagai contoh: tes untuk menentukan waktu yang diperlukan seseorang untuk dapat berdiri dengan satu kaki, hanya saja ada informasi bagaimana posisi ini dilakukan atau dipertahankan.7 Klasifikasi tes keseimbangan yang memiliki spektrum luas dibagi kepada kategori: 



static unperturbed balance test: uji keseimbangan statis saat diam dan static perturbed balance test: uji keseimbangan statis saat gerakan.







test of balance during unperturbed voluntary movement : uji keseimbangan saat gerakan sadar sedikit demi sedikit.







test of balance in connection with perturbed voluntary movement: uji keseimbangan sehubungan dengan gerakan sadar tertentu. Ketiga tes keseimbangan ini dilakukan secara individual atau dengan kombinasi untuk



penilaian klinis, dan dimasukkan ke dalam test Berg Balance Scale (BBS), skala penilaian keseimbangan yang sering dipakai dan telah divalidasi pula pada usila dan pada pasien stroke.7



PERINGATAN BAGI USILA BERKENAAN GANGGUAN KESEIMBANGAN Walaupun gangguan keseimbangan pada usila bisa saja kompleks, terdapat sejumlah kecil yang bisa diikuti setiap orang untuk membantu meningkatkan kualitas hidup usila secara lebih optimal. Keseimbangan dalam berdiri dan berjalan sekurang-kurangnya



137



merupakan kemampuan yang dapat dipelajari usila dan itu tergantung pada kondisi umum yang baik. Oleh karena itu, terapi diet dan kebiasaan hidup sehat-termasuk olahraga secara teratur, seperti berjalan, mengikuti meditasi-dapat dilakukan dalam rangka mencegah gangguan keseimbangan. Pemeriksaan fisik teratur dapat membantu mengidentifikasi dan mengkoreksi masalah potensial sebelum gejala serius terjadi. Sebagai tambahan, harus diyakini bahwa lingkungan tempat tinggal usila dalam keadaan baik (pencahayaan yang baik, lantai tidak licin dan terpasang handel untuk berpegangan, lantai kamar mandi tidak licin, dll).16



PENATALAKSANAAN Terapi pada usila dengan keluhan pusing tergantung pada etiologi. Karena usila memiliki gangguan multisensoris beberapa tingkat, kewaspadaan terbadap keluhan pusing akibat gangguan ini harus dilakukan. Pertimbangan Iainnya termasuk juga kew aspadaan terhadap kejadian seringnya jatuh pada usila. Dengan demikian usila



disarankan untuk



berkonsultasi dengan terapis okupasional dalam menimalisir bahaya, termasuk pemasangan pegangan tangan di kamar mandi, bathtub, dan shower. Penggunaan tongkat juga harus dipertimbangkan. Sebagai tambahan, penggunaan lampu malam dan Iampu sensi tif terhadap sentuhan dapat juga dipertimbangkan untuk membantu penglihatan. Karena keseimbangan dapat ditingkatkan dengan aktivitas seperti dengan fitness, usila sebaiknya memiliki jadwal rutin berjalan harian. Pasien dengan gangguan keseimbangan berat sebaiknya berkonsul tasi dengan spesialis rehabilitasi medik. penglihatan sering diabaikan oleh orang tua dengan demikian perlu konsultasi dengan dokter mata dan penglihatan sebaiknya dioptimalkan dengan terapi sesuai apakah dengan operasi, obat-obatan, atau intervensi optikal. Akhirnya, regimen terapi diberikan pada pasien harus ditinjau ulang oleh penyedia layanan kesehatan tingkat pertama dan semua agen yang tidak diperlukan jangan dipakai lagi.1,18 Penggunaan obat supresan vestibular harus secara bijaksana. Direkomendasikan dosis Benzodiazepine yang rendah 1-2 mg setiap 8 jam atau 0,125-0,25 mg alprazolam tiap 8 jam kapan perlu. Vasodilator aliran darah ke labirin dapat diberikan betahistin dengan dosis yang disesuaikan.1 Pada penanganan dizziness, ahli fisioterapi sebagai praktisi yang cakap dalam rehabilitasi dan manajemen pasien dengan gangguan keseimbangan terkait organ vestibuler.(17) Ahli fisioterapi mengkhususkan diri dalam rehabilitasi vestibuler akan menjadi bentuk pemeriksaan menyeluruh yang dapat menjelaskan penyebab dari gejala-gejala dan dalam merencanakan anjuran terapi untuk menghilangkan atau mengurangi gejala dizziness dan komplikasinya. Tujuan lain dari rehabilitasi vestibular adalah mengurangi faktor resiko, 138



untuk skrining dan koreksi BPPV (Yang sering tidak terdeteksi pada Iansia), menjaga keseimbangan, dan melatih kembali sistem proprioseptif, meningkatkan stabilitas saat berdiri, latihan berjalan, dan dapat mengoptimalkan fungsi organ-organ tubuh. Penelitian memperlihatkan bahwa rehabilitasi vestibular berhasil dalam memperbaiki gejala yang timbul pada lansia dibandingkan dengan orang yang lebih muda pada suatu populasi.18



Improve Balance: Prevent Falls (Meningkatkan Keseimbangan: Mengurangi Jatuh) Keseimbangan berkurang seiring dengan pertambahan usia dan banyak faktor yang berkontribusi dalam menyebabkan kejadian jatuh pada lansia, antara lain : 



Gangguan pendengaran dan penglihatan Hilangnya kekuatan dan tonus otot







Arthritis







Osteoporosis







Vertigo







Insufisiensi serebrovaskuler







disabilitas neurologis ( stroke)







hipotensi postural Kecelakaan adalah penyebab kematian keenam pada seorang berusia lebih dari 75



tahun akibat jatuh. Perubahan kesegarisan titik berat badan (alignment) spinal dapat menimbulkan kesulitan dalam mempertahankan keseimbangan. Untuk itu, latihan postur tubuh yang aman dan peregangan pada dada dapat membantu meluruskan kesegarisan titik berat badan. Terdapat latihan khusus yang berguna dalam meningkatkan keseimbangan seperti berdiri dengan satu kaki. Berpegangan dengan suatu objek yang diam selama latihan keseimbangan seperti bangku. Percobaan mengangkat lutut setinggi-tingginya sampai panggul dengan menggunakan objek yang diam dapat membantu mempertahankan keeseimbangan. Ketika berjalan, jika pelvis tidak cukup jauh bergeser, kaki para lansia akan sedikit berayun yang mengakibatkan berkurangnya tinggi langkah, sehingga akan tersandung dan jatuh. Selain berkurangnya tinggi langkah, pada kebanyakan usila juga terjadi memendeknya panjang langkah.



139



Program latihan 6 minggu terdiri dari berjalan 30 menit, tiga kali seminggu. Pada seseorang yang berusia 72 tahun menunjukkan perbaikan yang dramatis dalam hal performa keseimbangan dibanding kelompok dengan usia yang sama yang tidak melakukan latihan. Tubuh anda unik, hanya sekali akan anda terima , jadi jagalah dengan perawatan terbaik.20



DAFTAR PUSTAKA 1. Kim HH, Wilson DF, Wiet RJ. Aging and balance. In: Weber PC, ed. Vertigo and Disequilibrium: A Practical Guide to Diagnosis and management. New York: Thieme Medical Publisher:2008:113-116 2. Sloan PD, Dizziness in primary care : Result from the nasional ambulatory medical care survey. J Fam Practice 1989; 29:33-38 3. Bault C, Murphy J, Sloan P et al, The Relational Dizziness to Functional Decline. J Am Geriatri SUC 1995;39: 858-861. 4. Shupert



C,



Balance



and



Aging.



Vestibular



Disorder



Association.



2006.



www.vestibular.org. Diunduh 12 Maret 2012 5. Prasansuk S, Siriyanada C, Atipuss. Balance Disorders in the Elderly and Benefit of Balance Exercise. J Med Assoc Thai. 2004 Vol 7 (10) : 1225-1233 6. Mearsing OR, Dros J, Schederis G et al. Dizziness Reported by Elderly Patients in Family Practice: Prevalences, Incidence, and Clinical Characteristic. BMC Family Practice 2010;11:2-4 7. Jonsson E. Effects of Healthy Aging on Balance: A Quantitative Analysis of Clinical Tests. Neurotec Department, Division of Physiotherapy. Karalinska Institute Stockholm 2006 : 1-3 8. Suzuki M, Katsuhisa I, Takasuka T. Age Related Changes of the Globular substances in the Otoconial Membrane of the Mice. Laryngoscope 1997; 07:378-381 9. Kenhalo DR: Somesthetic Sensitivity in Young and Elderly human. J Gerontol 1986; 41: 737-741 10. Tang PF, Moullacot MH, Brandt. Balance Control in the Elderly in Bronstein AB. Clinical Disorder of Balance Postural and Gait. Arnold. London 2004 pp385-403 11. Wrollacott MH, Shumway-Cook A, Nachner LM. Aging and Posture Control; Changes in Sensory Organization and Muscular Coordination. Int J Aging Human Dev, 1986. 23 : 97-114 140



12. Shumway, Cook A. Wuollacat M. Motor Control Theory and Practical Application. Lippincott William & Willkins, 2000, Maryland, USA. 13. Petterson A. Motor Function and Cognition Aspect of Balance and Gait. PhD thesis. Karolins Institute. 2005 14. Horak FB, Clinical Assesment of Balance Disorders, Gait Posture. Gait posture 1997: 6:76-84 15. Galini, R. Vertigo and Dizziness in the Elderl: Elevation and Assesment. Gerontology 2011;59: 244-256 16. Shupert.



Balance



and



Aging:



Vestibular



Disorder



Association



2006.



http://www.vestibular.org. Diunduh 13 Februari 2012. 17. Physical Therapists as Practioners of Choice to Rehabilitate Persons with VestibularRelated Balance Disorders (House of Delegates 05-07-18-18). http://www.apta.org/ AM/Template. cfm? Accessed July 17, 2010. 18. Whitney SL, Wrisley DM, Marchetti GF, Furman JM. The effect of age on vestibular rehabilitation outcomes. Laryngoscope. 2002;112:1785-1790. 19. Katsarka A. Dizziness in Aging: A retrospective Study of 1194 cases. Otolaryngo Head and Neck Surgery 1994: 110: 296-301 20. Gibson LM, C. Ohio State University Extension, Franklin Country. American Senior Fitness Association. 1995, 1996, 2000. http://ohioline.ag.ohio-state.edu. Diunduh 12 Maret 2012.



141



VERTIGO VISUAL Nurdjaman Nurimaba



DEFINISI Vertigo visual adalah suatu keadaan gangguan keseimbangan yang diduga disebabkan oleh gangguan mekanisme kompensasi sentral atau bahkan perifer, yang diakibatkan oleh adanya stimulus visual yang diterima oleh penderita. Pada pasien dengan vertigo visual, adanya gejala system saraf pusat yang lain atau gejala strabismus dapat mengakibatkan reaksi postural yang tidak sesuai dalam lingkungan dengan adanya konflik stimulus visual.l Vertigo visual didefinisikan sebagai dizziness yang diprovokasi oleh lingkungan visual dengan pola berulang atau bergerak. Sebagai contoh, pasien dengan vertigo visual merasakan ke tidak nyamanan disupermarket dan saat dikeramaian. Visual vertigo dapat ditemukan pada pasien dengan riwayat pernah mendapat gangguan vestibular perifer yang sudah mengalami penyembuhan. Dilain pihak, vertigo visual sering ditemukan pada pasien tanpa gangguan vestibular.1,2



GEJALA Beberapa penulis melaporkan bahwa penderita gangguan vestibular lebih rentan terhadap rangsangan gerakan visual. Keluhan yang dapat ditemukan berupa rasa tidak nyaman, distabilisasi postural, dan eksaserbasi gejala tersebut terjadi pada saat adanya stimulus visual, seperti contoh disupermarket, keramaian, bioskop. Gejala yang ditemukan adalah dizziness, kepala terasa ringan, gangguan keseimbangan, dan disorientasi tetapi bukan vertigo rotasional.l,2,3



PATOFISIOLOGI Penyebab Vertigo Visual Reaksi postural yang disebabkan oleh stimulus visual dipicu oleh gerakan visual eksternal. Stimulus gerakan visual yang menyebabkan konflik ini, dapat terjadi secara alami (contohnya



142



gerakan awan-awan oleh angin) dan kondisi kota (keramaian,lalu lintas). Kondisi-kondisi ini memberikan perasaan kehilangan keseimbangan pada pasien dengan vertigo visual.1,2,3 Alasan mengapa pasien dengan vertigo visual sensitive terhadap lingkungan visual tertentu tidak diketahui jelas tetapi mungkin terdapat peranan efek idiosinkrasi individual. Toleransi terhadap stimulus visual dan vestibular sangat bervariasi pada orang-orang normal. Contoh yang relevan adalah kecenderungan seseorang terhadap mabuk kendaraan, mabuk laut, dan tes kalori atau rotasional dimana reaksi subjektif terhdap stimulus fisik yang sama dapat bervariasi dari perasaan mabuk ringan hingga sensasi mengancam jiwa yang tidak dapat ditoleransi.1,2 Karena faktor-faktor idiosinkrasi vestibuler dan visual juga berperan dalam perkembangan gangguan mabuk karena gerakan ada alas an untuk mencurigai bahwa perbedaan persepsi yang normal tersebut juga mempengaruhi efek dari suatu lesi yang menyebabkan hilangnya keseimbangan dan orientasi spasial. Pada penderita yang kehilangan fungsi vestibuler bilateral maka postur penderita ini akan sangat sensitive terhadap gerakan visual. Kemudian akan berkembang usaha kompensasi secara perlahan, dimana terjadi pergeseran kontrol postural yang mengandalkan visual menjadi proprioseptif. Mereka belajar mengacuhkan informasi visual yang tidak tepat, dan mengandalkan kemampuan propioseptifnya untuk control postural. Subjek yang bergantung secara visual, akan mengalami kesulitan dalam mengubah kontrol postural dari visual menjadi proprioseptif. Sehingga diduga vertigo visual muncul saat proses kompensasi akibat lesi vestibular diinterferensi oleh ketergantungan visual, yang menyebabkan toleransi yang rendah terhadap situasi konflik informasi visual. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan penilaian persepsi, untuk menyelidiki disosiasi antara keluhan subjektif dan rasa melayang pada penderita dan penilaian psikologis formal untuk membedakan vertigo visual dan gangguan psikogenik seperti pada"vertigo fobia postural”.1,2,3



Penyebab Rasa Melayang pada Penderita Vertigo Visual Pada beberapa penelitian, adanya rasa melayang pada penderita vertigo visual memiliki gangguan berupa gejala strabismus serta gangguan batang otak/serebelum. Penilaian kembali temuan ini memperlihatkan bahwa gangguan sistem saraf pusat bukan merupakan satu143



satunya penyebab perubahan respon gerakan terhadap stimulus visual pada penderita vertigo visual.1,2,3 Gangguan posisi okular dapat berperan dalam gangguan pengendalian postural karena adanya perbedaan rasa gerakan akibat diplopia atau gangguan sinyal propioseptif okular. Pada stimulasi optik, arah respon visuopostural ditentukan oleh posisi bola mata didalam orbita dan kepala terhadap tubuh. Gerakan visual pada bidang frontal akan mengakibatkan rasa melayang pada bidang frontal bila mata dan kepala terletak menghadap kedepan dengan lurus. Tetapi bila terjadi kombinasi deviasi kepala dan mata, maka gerakan visual frontal akan menginduksi rasa melayang pada bidang sagital. Hal ini dapat terjadi karena sudut pandang mata dan propioseptif leher memberikan informasi pada otot-otot somatic leher. Sehingga dapat dipostulatkan bahwa gangguan posisi okular (strabismus) membuat sinyal proprioseptif mata tidak dapat diandalkan sehingga akan diabaikan oleh pusat control postural. Hilangnya control terhadap reaksi visuopostural tersebut akan menyebabkan penderita tidak dapat menekan respon melayang yang ditimbulkan oleh stimulus visual.1,2 Keluhan gangguan keseimbangan dipicu oleh lingkungan visual membutuhkan penyelidikan neurotologik karena kemungkinan adanya kelainan pada system vestibular. Kemungkinan fitur idiosinkrasi (ketergantungan informasi visual) mengakibatkan beberapa individu mengalami gangguan keseimbangan. Temuan posturografi pada gerakan visual menunjang dugaan ini.1,3



PEMERIKSAAN Terdapat empat cara untuk memeriksa gejala vertigo visual yaitu Visual Vertigo Analogue Scale (VVAS), Situational Characteristic Questionaire (SCQ), Rodand Frame Test (RFT) dan Computerized Dynamic Posturography.1,2,3,4,5,6 Visual Vertigo Analog Scale (VVAS) Terdiri dari 9 skala analog visual (visual analogue scale), dimana pasien yang harus menilai. Setiap skala berhubungan dengan situasi spesifik yang memprovokasi visual vertigo pada kehidupan sehari-hari.



Pasien menandai



garis vertical



sepanjang 10 cm



untuk



mengindikasikan kuantitas dizziness yang diprovokasi oleh masing-masing situasi. Jarak dari angka nol keangka yang ditandai oleh pasien, dibulatkan ke 0,5 yang terdekat.6



144



VVAS Item: l. Walking in supermarket



10



2. Passenger in a car 3. Under florescent lights 4. At an intersection 5. Being in shopping centers 6. Going on escalators 7. At movies at the theatre 8. On patterned floors 9. Watching television



0



Hasil pemeriksaan dari 9 items tersebut, dirangkum menjadi dua skor final, yaitu VVAS positive and VVAS severity. VVAS positive jika dua atau lebih items dinilai diatas nol. VVAS severity dihitung dengan cara: Jumlah items skala analog yang dinilai



x 100



Jumlah items yang dijawab



VV severity 0 menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami visual vertigo, sedangkan VV severity 90-100 menunjukkan visual vertigo yang berat. VVAS bias berguna untuk evaluasi kuantitatif dari vertigo visual.6 Situational Characteristic Questionnaire (SCQ)1,2,3,4,5 Merupakan kuesioner berisi informasi tentang frekuensi dari keluhan spesifik atau sensasi pada saat dan diantara serangan. Kuesioner ini berisi sub-skala pada saat pasien mengalami gejala didalam serangan dan diantara serangan (baik gejala vestibular maupun non-vestibular seperti palpitasi).



145



SCQ terdiri dari 19 pertanyaan mengenai apakah serangan vertigo dipengaruhi oleh lingkungan visual dan memiliki skala 0 (tidak pernah) – 4 (selalu). SCQ terdiri dari 2 subskala parallel untuk penilaian ketidaknyamanan ruang dan gerak (SMD : space and motion discomfort). Skala ini untuk membedakan gangguan pendengaran dan gangguan keseimbangan. Rod and Frame Test (RFT)1,2,3,8 Dagu ditempatkan secara nyaman didepan sebuah alat tes dengan jarak 80 cm dari alat pemeriksaan. Alat pemeriksaan terdiri dari batang berukuran 40x0,5cm diletakan pada bingkai berukuran 90x90cm dengan ketebalan 2,4cm. Alat pemeriksaan diatur sehingga titik tengah batang sejajar dengan mata pasien. Pemeriksaan dilakukan didalam ruangan yang gelap sehingga hanya alat pemeriksaan yang dapat terlihat. Posisi batang dapat dikendalikan oleh pasien dan pemeriksa, sedangkan bingkai hanya dapat dikendalikan oleh pemeriksa. Pada setiap pasien dilakukan 10 kali pemeriksaan. Pada saat dilakukan tes, pemeriksa memiringkan bingkai dan batang secara bersamaan, kemudian pasien diminta untuk mengubah posisi batang sehingga dałam posisi vertical sesuai bidang gravitasi. Pasien yang field independent bias memposisikannya secara akurat, sedangkan yang field dependent dipengaruhi oleh posisi kemiringan bingkai dan berfikir posisi vertical sebenarnya adalah kurang lebih seperti kemiringan bingkai.



Computerized Dynamic Posturography1,2,3,8 Alat ini memeriksa perpindahan anterior-posterior pada 6 lingkungan sensorik yang berbedabeda sehingga penilaian sinyal input visual, vestibular dan somatosensori masing-masing dapat dinilai. Dengan mendapatkan nilai performa pasien pada masing-masing kondisi sensorik, preferensi rasio sensorik dapat dikomputerisasisi. Sesuai dengan nilai penelitian, pemeriksaan ini dapat menilai adanya gangguan keseimbangan.



146



PENGOBATAN Terapi adaptasi 1. Virtual reality9 Pada intervensi virtual reality, digunakan treadmill yang telah dimodifikasi dengan kecepatan maksimal 1,2m/detik dan ukuran 1,2x2m. Diujung treadmill terdapat layar berisi model suasana lorong took 3 dimensi. Lingkungan took terdiri dari 16 lorong dengan 8 tingkat kompleksitas visual tergantung dari frekuensi spasial dan kontras dari tekstur produk yang ada didalam toko. Kecepatan treadmill dan gerakan didalam suasana lingkungan ini dikontrol oleh kekuatan yang dikenakan pada troli. Pasien memakai alat pengaman (harness and a support structure) yang mencegahnya terjatuh apabila kehilangan keseimbangan. Dilakukan pengukuran tingkat keparahan gejala (mual, dizziness, pandangan kabur) sebelum dan sesudah intervensi menggunakan visual analog scale. Dengan memberikan stimulus berulang yang menimbulkan gejala vertigo visual, maka akan timbul usaha untuk mengurangi gejala melalui kompensasi susunan saraf pusat.



Gambar 3.17. Terapi adaptasi dengan virtual reality



2. Terapi berbasis simulasi7,8 Dengan menggunakan optokinetic disk yang diputar, diharapkan adanya reaksi kompensasi dari pasien sampai pada akhirnya pasien dapat melihat optokinetic disk tersebut tidak menimbulkan gangguan keseimbangan.



147



Gambar. 3.18. Terapi berbasis simulasi



3. DVD gerakan visual7,8 Bisa dilakukan sendiri di rumah tanpa supervise pemeriksa, hanya diberikan keterangan saja. DVD biasanya yang dipakai adalah yang memberikan gambar bergerak. Ini dilakukan 1 minggu 1 kali . biasanya berhasil setelah diberikan 8 kali.



Terapi farmakologi Saat ini belum ada terapi farmakologi.



DAFTAR PUSTAKA 1. Bronstein A.M. Visual vertigo syndrome: clinical and posturography findings. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry. 1995;59:472-476. 2. Bronstein AM: The visual vertigo syndrome. Acta Otolaryngol suppl. 1995;1:45-48. 3. M. Pavlou et al. Assessment of visual vertigo. Journal of Vestibular Research. 2006; 16: 223-231. 4. Oltman P K. A portable rod-and-frame apparatus. Percept. Mot. Skills. 1968 ; 26:5036. 5. Guerraz M. Visual vertigo: symptoms assessment, spatial orientation and postural control. Brain : 2001. 124 :1646-1656. 6. Dannenbaum E. Et al. Visual vertigo analogue scale: An assessment questionnaire for visual vertigo. Journal of Vestibular Research 2011; 21 : 153-159 148



7. Chang, C.P., Hain, T.C. A Theory for Treating Dizziness Due to Optical Flow (Visual Vertigo). Cyberpsychology & Behavior. 2008; 11 : 495-98 8. Keshner. E.A. et al. Pairing virtual reality with dynamic posturography serves to differentiate



between



patients



experiencing



visual



vertigo.



Journal



of



NeuroEngineering and Rehabilitation. 2007, 4:24 : 1-7. 9. Sparto, P.J. et al. Treatment of Vestibular Disorders withVirtual Reality. Departments of Physical nerapy, Otolaryngology, and BioEngineering. University of Pittsburgh. Pittsburgh.



149



VERTIGO PADA ANAK Cempaka Thursina



PENDAHULUAN Dizziness bukanlah gejala yang jarang terjadi pada anak, tetapi sering tidak teridentifikasi. Prevalensi vertigo/dizziness pada anak hingga kini masih belum diketahui dengan baik. Meskipun angka estimasi prevalensi vertigo pada anak berkisar dari 8-15%, vertigo sebagai keluhan utama hanya ditemukan pada 0, 7% dari anak yang datang ke klinik THT. Vertigo sering tidak teridentifikasi pada pasien anak mungkin karena kualitas vertigo seperti sifatnya yang sementara, simtomatologi yang tidak jelas, dan kebingungan dengan gejala behavioral atau kondisi lainnya. l Vertigo dan dizziness yang terjadi pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan keterlambatan pengendalian postural, kurang koordinasi, dan kemunculan paroxysmal head tilt pada pasien berusia muda. Diagnosis yang benar kadang sulit dicapai karena anak sering tidak dapat menggambarkan keluhan vestibular mereka. Anak mungkin juga sulit untuk mengatakan berapa lama serangan telah berlangsung dan apa yang memicu atau menyertai vertigo. Pemeriksaan klinis yang mendalam terhadap fungsi okular-motorik dan vestibular dapat membantu dalam penegakan diagnosis.2 Vertigo pada anak merupakan hal yang menantang pada para dokter karena sistem vestibuler perifer dan sentral yang immatur serta terbatasnya keterbatasan berkomunikasi dengan pasien.3,4



PREVALENSI Vertigo adalah keluhan yang jarang terjadi pada anak dan remaja. Survey yang dilakukan pada populasi dewasa melaporkan prevalensi satu tahun sebesar 23% untuk dizziness non-spesifik dan 506 untuk vertigo vestibular. Sebagai perbandingan, sebuah review terhadap data kode ICD-9 yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan dan vestibular pada lebih dari 560.000 pasien pediatrik selama periode 4 tahun melaporkan prevalensi hanya sebesar 0,4% untuk dizziness non-spesifik, 0,03% untuk vestibulopati perifer, dan 0,02% untuk vestibulopati sentral.5 Studi lain mendapatkan prevalensi vertigo sebesar 14%. Peneliti menggunakan definisi vertigo paroksismal sebagai "sekurang-kurangnya tiga episode vertigo transien pada



150



anak-anak, gejala parah sehingga membuat terganggu aktivitas normal dan tidak berhubungan dengan penurunan kesadaran atau defisit neurologis".6 Pada sebuah studi di klinik otolaryngologi, penyebab vertigo terbesar adalah perifer, seperti vertigo terkait otits media dan neuritis vestibular. Sebuah meta-analisis yang dilakukan pada tahun 2014 terhadap sembilan penelitian (dengan total sekitar 800 subyek) mengenai prevalensi dan diagnosis gangguan vestibular pada anak memastikan bahwa BPPV (18,7%) dan vestibular migraine (17,6%), dan vertigo akibat trauma kepala, dengan tingkat kejadian sebesar 14%.



Gambar 3.19. Spektrum diagnosis penyebab dizziness pada anak. 2



EVALUASI DIAGNOSTIK Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Vertigo dan dizziness pada anak-anak adalah sebuah tantangan diagnostik bagi para klinisi. Kesulitan dalam mendiagnosis pasien anak terkait dengan ketidakjelasan keluhan yang disampaikan. Anak yang masih berusia terlalu muda mungkin kesulitan untuk mengeluh, mungkin tidak mampu untuk menyampaikan keluhan secara lisan, atau mungkin terlalu takut untuk mengeluh.8 Beberapa kondisi seperti BPVoC dapat didiagnosis hanya dengan anamnesis yang akurat. Sebuah kuesioner pediatrik khusus yang mempertimbangkan usia anak beserta sebuah sistem algoritma terkomputerisasi telah dikembangkan untuk memudahkan dokter untuk memfokuskan pada gejala yang relevan dan untuk menghindari pemeriksaan yang tidak diperlukan (Tabel 3.11).9



151



Tabel 3.13. Pediatric structured questionnaire Age, years Nature of symptoms



5 No



Vertigo Acute Parixysmal Hearing loss Change of symptoms with head position Associated symptoms Headache Fever Vomiting Anxiety Depression Change in consciousness Head trauma Drugs Dizziness Chronic Continuous Family medical history Hearing loss Migraine Seizures Normal



Abnormal



Neurologic examination Physical examination



Pemeriksaan klinis membantu dalam diagnosis penyebab dizziness dan vertigo pada anak. Temuan umum berupa postur kepala abnorma-miring atau berpaling atau abnormalitas kelopak mata (ptosis) atau pupil menunjukkan adanya kemungkinan masalah okulomotorik (sentral). Pemeriksaan neurologis terhadap nervus kraniales dan fungsi serebelar termasuk pemeriksaan okuler dengan evaluasi range of movement mata, vergensi, dan smooth pursuit 152



(jika gerakan saccadic atau jerk-like mengindikasikan disfungsi pada sistem optokinetik dan dengan demikian keterlibatan serebelar vestibuler sentral). Pemeriksaan terhadap kanalis auditorik dan membrana timpani untuk mencari masalah telinga tengah seperti otitis media atau perforasi membran timpani. Pemeriksaan skrining pendengaran untuk masalah telinga tengah tetapi lebih penting adalah untuk diagnosis banding penyakit Meniere.10 Pemeriksan tanpa alat yang canggih sudah dapat menentukan status otoneurologis anak.11 Pemeriksaan Otoneurologis Anak dengan vertigo dapat dievaluasi dengan teknik yang sama sepelti yang digunakan pada dewasa, seperti les kalorik dan pemeriksakan kursi 'berputar, dengan beberapa penyesuaian.4 Perlu diketahui, anak tanpa vertigo mempunyai insidensi nistagrnus spontan dan posisional yang lebih tinggi dibandingkan pada dewasa.12 Alat diagnosis yang penting dalam diagnosis vertigo anak adalah evaluasi pendengaran dengan Ag, timpanometri dan ENG. Anak-anak dengan ataksia atau dizziness menetap atau intensitas berat sebaiknya diperiksa ENG, EEG dan imaging pada kepala.11 Tes kalori berguna dalam mendokumentasikan hipofungsi vestibular unilateral, tetapi tidak untuk hipofungsi vestibular bilateral. Saat itulah tes kursi berputar lebih spesifik. Pada anak umur tiga tahun atau kurang, tes rotasional lebih nyaman karena anak dapat duduk di pangkuan oragtua, dan vertigo menjadi berkurang intensitasnya daripada saat tes kalori. Pada anak usia lima tahun atau lebih, tes kalori atau tes kursi berputar biasanya berhasil dilakukan.13 Pemeriksaan EEG memberikan informasi yang baik mengenai fungsi korteks serebri. Gelombang EEG tergantung pada umur dan status kesadaran pasien. EEG interiktal normal yang terlihat pada sekitar separuh pasien epilesi tidak menyingkirkan diagnosis epilepsi, begitu juga dengan EEG rutin yang abnormal tidak dapat menegakkan diagnosis epilepsi. Dengan demikian, sangatlah penting dilakukan EEG iktal untuk menyingkirkan true epileptic vertiginous seizures. Membedakan diagnosis antara sindrom epilepsi dan migrain tidak selalu mudah, seperti pada kasus epilepsi lobus oksipital dengan gangguan visual, dizzines, muntah dan nyeri kepaIa.14 Tes Penunjang Lain Tes laboratorium skrining rutin tidak terlalu membantu, tetapiPada dizziness yang disebabkan oleh disfungsi tiroid, hipoglikemia, penyakit Addison dan beberapa kelainan metabolik dan genetik lain tes laboratorium dapat membantu.11



153



Pemeriksaan



imaging



kepala



mungkin



dapat



diindikasikan



untuk



menyingkirkan



kemungkinan adanya proses intrakranial dan dalam kasus trauma kepala.11,15 Akan tetapi, pemeriksaan imaging pada anak dengan kepala sangat kecil manfaatnya jika tanpa bukti lesi struktural yang mendasari. Pemeriksaan imaging dan sebaiknya dilakukan pada anakanak dengan ataksia atau dizziness persisten16



BENTUK PENYAKIT VERTIGO PADA ANAK-ANAK Varian Migrain dan Migrain Komplikata Migrain dan variannya, walupun jarang, adalah kelainan episodik yang sering ditemukan pada anak. Gangguan neurologis dapat mirip stroke, kejang, gangguan gerak, dan penyakit lain. Manifestasi migrain pada anak-anak disebut migrain komplikata atau varian migrain. Varian migrain pada anak-anak dapat merupakan prekursor atau berkaitan dengan migrain.17 Sedangkan, migrain komplikata adalah nyeri kepala migrain yang disertai gejala neurologis yang tidak biasa. Nyeri kepala hampir selalu ada, tetapi karena orientasi anak yang masih buruk, maka nyeri kepala tersebut tidak bisa dihubungkan dengan migrain. Beberapa bentuk varian migrain antara lain BPVoC, cydic vomiting, tortikolis infantil, migrain asefalik, dan acute confusional migraine. Migrain komplikata mencakup migrain ophtalmoplegik, migrain retinal, migrain hemiplegi, migrain arteri basilar, dan migrain konfusional.17 Benign Paroxysmal Vertigoof Childhood Benign paroxysmal vertigo of Childhood (BPVoC) terdiri dari serangan vertigo singkat mendadak dengan durasi dalam hitungan detik hingga menit. Usia onset biasanya 7-8 tahun. BPVoC dapatterjadi pada laki-laki dan perempuan. Tidak ada gejala koklear seperti hearing loss atau tinnitus, tidak ada nyeri kepala dan kesadaran tidak terganggu selama serangan. Pasien tampak pucat dan kadang disertai diaforesis, mual, muntah. Tidak ada faktor pemicu yang diketahui. Onset tidak berhubungan dengan posisi karena anak bisa berdiri, duduk, atau berbaring ketika serangan terjadi. Anak tidak dapat bergerak selama durasi serangan. Selama serangan berat, anak dapat berdiri atau duduk tanpa bantuan. Pada serangan yang lebih ringan, anak akan berpegangan pada orang tuanya atau benda selama durasi serangan. Sesaat setelah serangan anak akan melanjutkan kembali aktivitas normalnya. Episode bisa terjadi setiap 4-6 minggu, tetapi interval antar serangan bisa bervariasi dari satu minggu hingga setiap 6 bulan. l Frekuensi serangan berkurang seiring bertambahnya usia. 154



Diagnosis BPVoC didasarkan pada gejala klinik yang khas, karena semua pemeriksaan radiologis dan otologis normal.18 Migraine Associated Dizziness Migraine Associated Dizziness (MAD) adalah diagnosis eksklusi (baru bisa ditegakkan setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya). l Kriteria MAD (dikenal juga dengan vertigo migrain) adalah sebagai berikut: serangan vertigo parkosismal berulang, riwayat penyakit vertigo sekarang atau sebelumnya (kriteria IHS), setidaknya satu gejala migrain (nyeri kepala, fono atau fotofobia, aura visual atau aura yang lain), dan setidaknya dua serangan vertigo terpisah, dengan kemungkinan penyebab lain yang sudah tersingkirkan. Patofisiologi MAD masih belum jelas.19 MAD Penting dalam diagnosis banding vertigo dengan nistagmus spontan dan posisional. MAD bisa ditemukan dalam kelainan vestibular sentral dan perifer.20 Terapi untuk MAD meliputi menghindari stres dan makanan. Pencetus seperti makanan mengandung tyramine, alkohol dan kafein;dan istirahat cukup. Migrain yang mcndasari penyakit diterapi dengan obat-obatan dan jika perlu obat anti mabuk kendaraan,21 Migrain terkait Otitis media Otitis media (OM) adalah penyebab dizziness dan vertigo tersering pada anak-anak. Ketidakseimbangan postural selama Otitis media dengan efusi (OME) disebabkan karena perubahan tekanan di dalam telinga tengah. Beberapa mempercayai bahwa labyrinitis serosa bertanggung jawab atas gangguan vestibular Pada anak dengan OME kronik.22 Otoskop pneumatik direkomendasikan sebagai alat diagnostik terbaik untuk membedakan antara OME dari OM akut. Timpanometri juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis OME. Pada OM akut, gejala khas yang sering muncul adalah nyeri telinga. 23 Pasien OME anak sering sembuh sempurna setelah dimasukkan selang ventilasi.22 Hasil pemeriksaan tes vestibular seperti nistagmus spontan atau posisional, tes romberg, past pointing, normal setelah tindakan miringotomi. Intervensi dini sangat penting karena kemungkinan sekuele yang berlangsung lama.24 Neuritis Vestibular Etiologi neuritis vestibular (VN) masih belum jelas. Meski demikian, separuh dari anak-anak yang menderita VN mempunyai riwayat infeksi pernapasan sebelumnya. Anak anak dengan VN biasanya sembuh dalam 2-4 minggu dan prognosisnya lebih baik daripada 155



VN dewasa. Pada VN tidak didapatkan tanda dan gejala koklear dan otoskopi normal. Gejala diperparah dengan gerakan kepala. Gejala dan tanda yang khas pada VN adalah nistagmus horizontal rotasional yang diperparah dengan gerakan kepala, kesulitan dalam berdiri dan berjalan, dan kecenderungan untilk doyong ke sisi yang terkena. Gejala seperti lemah, pucat, mual' muntah, dan berkeringat hampir selalu ditemukan. Vertigo terjadidengan tiba-tiba, dengan intensitas parah selalma beberap hari dan mereda secara perlahan dalam beberapa minggu. Pada VN tidak didapatkan abnormalitas nervus kranialis, nyeri kepala, maupun hilang pendengaran. Diagnosis VIN berdasarkan gambaran klinis dan eksklusi dari penyebab vertigo yang lain.25 Meniere's disease Prospier Meniere mengatakan bahwa anak-anak dengan Meniere's disease (MD) mempunyai gejala yang sama dengan orang dewasa, yaitu sensasi berputar, pucat, muntah, dan kecenderungan untuk jatuh. Setelah 2- 3 kali serangan vertigo, kehilangan pendengaran mulai terjadi. Frekuensi MD seperseratus lebih jarang pada anak dibandingkan dengan dewasa. Kriteria untuk diagnosis definitif MD menurut AAO-HNS pada 1995 yaitu: dua atau lebih episode vertigo spontan yang berlangsung 20 menit atau lebih, tinnitus atau rasa penuh di telinga, kehjlangan pendengaran sekurang-kurangnya sekali dengan audiometri, setelah kemungkinan penyebab lain sudah disingkirkan. Gambaran klinis MD pada anakanak tidak seperti pada dewasa, dengan vertigo, tinnitus, dan hilang pendengaran sensorineural tidak jelas pada anak yang masih kecil.26 Delayed endolymphatic hydrops Delayed endolymphalic hydrops (DEH) adalah penyakit yang biasanya dialami oleh pasien yang pada masa kecilnya mengalami kehilangan pendengaran sensorineural yang nyata, biasanya karena infeksi atau trauma, dan kemudian mengalami vertigo episodik di telinga yang sama setelah jeda waktu yang lama. Tipe DEH ini disebut DEH ipsilateral. Telinga di sisi yang berlawanan bisa terkena dan pasien memiliki gejala hilang pendengaran yang flUktuatif dengan atau tanpa vertigo episodik. Tipe ini disebut DEH kontralateral. DEH selalu muncul pada pasien sebagai manisfestasi yang terlambat dari patoiogi telinga sebelumnya. Vertigo pada DEH dideskripsikan sebagai sensasi berputar dengan onset mendadak dan durasi yang lama dari satu hingga beberapa jam. Pasien juga merasa mual dan muntah. Hilang pendengaran biasanya diketahui saat masa kanak-kanak. Terapi bedah untuk DEH ipsilateral dan gejala vertigo yang mengganggu memberikan prognosis yang baik. Teknik meliputi labirintektomi dan endolymphatic sac surgery.27 156



Vertigo Posttrauma Segera



setelah



trauma,



hampir



sebagian



anak



mengalami



nistagmus



posisional/spontan. Sebagian besar anak dengan vertigo posttrauma membaik dalam enam bulan. Pada dewasa, serangan vertigo dapat terjadi jauh setelah cedera kepala. Serangan vertigo terjadi kemungkinan karena adanya delayed hydrops pada telinga dalam. Anak dengan vertigo dapat mengalami gangguan postur berjalan pada posturografi segera setelah cedera kepala ringan dibanding dengan kontrol yang sehat. Onset vertigo dapat terjadi beberapa minggu bahkan bulan setelah trauma. Kelainan mendasar pada vertigo pascatrauma jika dapat teridentifikasi dapat diterapi.2S Fistula Perilimf Perilymphatic fistula (PLF) pada anak disebabkan karena hubungan abnormal antara telinga dalam dan telinga tengah. Lokasi tersering untuk fistula adalah di antara fenestra ovalis serta koklear serta telinga tengah. Fistula ini menyebabkan perilimfe keluar dari telinga dalam, sehingga menyebabkan dizziness atau vertigo serta hearing loss. Pada PLF, gangguan vestibuler lebih sering terjadi daripada hearing loss. PLF harus dicurigai pada pasien dengan SNHL unilateral, yang muncul setelah cedera kepala, barotraumas Pasien dengan dizziness persisten setelah cedera kepala juga mungkin mengalami PLF. Diagnosis sulit ditegakkan karena PLF yang membuka dan menutup secara intermitten sehingga hasil tes dapat berbeda dari waktu ke waktu. Satu-satunya cara mendiagnosisPLF adalah dengan inspeksi mikroskopik visual selama perbaikan PLF. Vertigo dapat muncul atau tidak muncul pada congenital PLF. Repair operatif PLF kongenital dapat meredakan gejala vertigo pada sebagian besar anak. Dengan operasi, gejala vestibuler yang berkaitan dengan PLF dapat diterapi secara lebih efektif dibanding hearing loss.29 Dizziness Psikogenik Tingkat insidensi vertigo/dizziness psikogenik masih belum diketahui, tetapi kelainan ini sering dikesampingkan pada anak. Keluhan paling sering pada pasien dengan kelainan psikogenik adalah nyeri kepala, yang diikuti dengan dizziness, dan kelainan paling sering yang mendasari adalah depresi. Faktor stress paling utama berkaitan dengan sekolah. Gejala neurologis, seperti nyeri kepala, vertigo, dizziness, dan pingsan, dapat menjadi manifestasi kelainan psikiatri. Faktor stress psikososial termasuk masalah sekolah, disfungsi keluarga, psikopatologi orang tua, pelecehan seksual sering berkaitan dengan gejala somatik. Kelainan psikogenik seperti depresi, harus dipertimbangkan pada populasi neurologis anak; konsultasi psikiatri dapat mencegah pemeriksaan yang tidak perlu.30 157



Kelainan Okular Masalah opthalmologis, seperti insuffisiensi konvergensi atau strabismus laten dengan penglihatan binokuler, dapat menyebabkan vertigo. Tingkat insidensi diperkirakan tinggi karena berkaitan dengan penggunaan komputer dan televisi. Anak yang didiagnosis dengan kelainan okular biasanya berusia lebih dari 6 tahun, dan sering disertai dengan kelelahan. Sekitar 44% anak dengan vertigo yang berkaitan dengan okular disertai dengan nyeri kepala, terutama pada anak dengan riwayat migrain. Elektro-okulografi dengangerakan sakadik, sinooth persuit, vergensi, dan analisis pergerakan terkombinasi bermanfaat untuk diagnosis dan terapi vertigo anak.31 Vertigo yang terkait Sindrom genetis Sindrom genetis yang berkaitan dengan vertigo antara lain : sindrom Pendred (PDS), sindrom Usher subtipe I dan Ill, dan mutasi gen coagulation factor C homology (COCH). Enlarge VestibularAqueduct (EVA), sering terjadi pada sindrom PDS. Klinis EVA adalah SNHL yang berfluktuasi juga vertigo episodik. Anak EVA dapat mengalami vertigo yang berlangsung menit hingga jam. EVA banyak ditemukan pada patogenesis SNHL, terutama bila onset hearing loss pada bayi atau masa kanak-kanak.32 Pasien PDS dilaporkan mempunyai malformasi telinga dalam, seperti pembesaran saccus dan duktus endolimpatik serta EVA, dan yang paling jarang adalah displasia Mondini yang ditandai dengan hipoplasia pada koklea bagian atas.33PDS merupakan keadaan autosomal resesif yang ditandai dengan gangguan pendengaran berat sensorineural bilateral, juga goiter dengan atau tanpa hipotiroid. Mutasi genetis PDS terletak di kromosom 7 yang mengkode protein pendrin.34 Gen COCH, bermutasi pada DFNA 9, mengkode cochlin, yang merupakan protein ekstraseluler yang diekspresikan di ligamen spiral dan stroma yang mendasari epitelium sensorik vestibular. Gen COCH menyebabkan hearing loss yang diwariskan yang disertai dengan disfungsi vestibuler, kelainan ini bersifat autosomal dominan. Tuli terjadi antara dekade kedua dan kelima kehidupan, dengan keterlibatan frekuensi nada tinggi pada awal tuli. Disfungsi vestibuler biasanya terlihat pada pasien dengan mutasi COCH, gejala dapat menyerupai Meniere Disease termasuk vertigo, tinnitus, pendengaran penuh, yang terdapat pada 25% pasien.35 Sindrom Usher adalah kelainan yang ditandai dengan SNHL dan retinitis pigmentosa. Kelainan ini bersifat autosomal resesif. Belum diketahui apakah ekspresi gen ini juga menyebabkan vertigo pada anak.36



158



PENATALAKSANAAN Sebagian besar sindrom vertigo yang terjadia pada anak bersifat benigna dan memiliki prognosis yang baik. Penatalaksanaan tergantung pada etiologi, mencakup edukasi dan terapi. Sebagian besar kasus sindrom vertigo yang terjadi pada anak bisa ditangani secara efektif dengan terapi fisik atau pengobatan. 2



Tabel 3.14. Terapi vertigo dan dizziness perifer pada anak Therapy of peripheral vestibular vertigo and dizziness in childhood Clinical syndrome



Therapeutic options



Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) Posterior canal (up to 90%) Horizontal canal (about 10%) Anterior canal(