Pelanggaran Kasus Akuntan Publik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

10 PELANGGARAN KASUS AKUNTAN PUBLIK Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Auditing



Disusun oleh: KELOMPOK III 5518220013



IRDHAM ADHA



5518220014



JUNITA DINNA WINNANDA



5518220015



MARYAM AMINI



5518220016



MAULANA MALIK IBRAHIM



PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan ridho-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah dengan judul “10 Pelanggaran Kasus Akuntan Publik” ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok mata kuliah Auditing. Penyusun juga menyampaikan rasa terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini di harapkan dapat bermanfaat dan berguna pada saat ini ataupun di kemudian hari. Penyusun menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, mudah-mudahan dengan adanya kekurangan tersebut pembaca dapat memperbaikinya dengan memberikan kritik dan saran sehingga akan ada kemajuan yang lebih baik di kemudian hari.



Jakarta, 19 Juli 2019 Penyusun,



Kelompok III



ii | K e l o m p o k



III



DAFTAR ISI SAMPUL..............................................................................................................



i



KATA PENGANTAR.........................................................................................



ii



DAFTAR ISI........................................................................................................



iii



BAB I



LANDASAN TEORI



A. Auditing........................................................................................................



1



B. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)..................................................



3



BAB II



10 PELANGGARAN KASUS AKUNTAN PUBLIK



A. Skandal Fraud British Telecom dan PwC....................................................



9



B. Kasus Ligand Pharmaceuticals dan Deloitte................................................



10



C. Kasus SNP Finance dan Deloitte Indonesia.................................................



11



D. Kasus Kecurangan Audit Phar Mor Inc.......................................................



12



E. Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk....................



12



F. Kasus Penyimpangan UD Raden Motor.......................................................



13



G. Konspirasi Penyajian Laporan Keuangan Great River.................................



14



H. Skandal Waste Management Inc..................................................................



14



I.



Pembekuan KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro...............................



15



J.



Pelanggaran Kode Etik AP Mitra Winata....................................................



15



BAB III ANALISIS 10 PELANGGARAN KASUS AKUNTAN PUBLIK A. Analisis Skandal Fraud British Telecom dan PwC......................................



17



B. Analisis Kasus Ligand Pharmaceuticals dan Deloitte..................................



20



C. Analisis Kasus SNP Finance dan Deloitte Indonesia...................................



25



D. Analisis Kasus Kecurangan Audit Phar Mor Inc.........................................



32



E. Analisis Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk......



35



F. Analisis Kasus Penyimpangan UD Raden Motor........................................



40



G. Analisis Konspirasi Penyajian Laporan Keuangan Great River..................



43



H. Analisis Skandal Waste Management Inc....................................................



49



I.



Analisis Pembekuan KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro.................



55



J.



Analisis Pelanggaran Kode Etik AP Mitra Winata......................................



58



DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................



iv



iii | K e l o m p o k



III



BAB I. LANDASAN TEORI



A. Auditing Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, berserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk mendapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts), Auditing adalah suatu proses sitematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan atau kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asrsi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Ada beberapa hal penting dari pengertian tersebut, yang perlu dibahas lebih lanjut: a.



Proses yang sistematik Proses auditing merupakan rangkaian proses yang terarah, terstruktur, dan terorganisir. Setiap prosedur dalam auditing memiliki tujuan yang jelas dan dilakukan dengan sistematis. Sistematis juga mengandung makna bahwa audit dilakukan dengan perencanaan yang baik sehingga jelas arah dan tujuannya.



b.



Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif Penekanan pada elemen ini adalah objektivitas. Dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti audit, seorang auditor harus netral, tidak memihak, dan mengungkapkan fakta apa adanya. Auditor tidak dapat ditekan atau tidak boleh mau ditekan oleh pihak manapun terkait dengan audit yang dilakukannya, dengan demikian hasil pekerjaan auditor akan memiliki obyektifitas yang tinggi.



c.



Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi Asersi merupakan suatu pernyataan secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggungjawab atas pernyataan tersebut. Dalam audit laporan keuangan, asersi meliputi informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, laporan informasi internal, laporan biaya maupun pendapatan berbagai pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan. Karena informasi keuangan yang disajikan adalah hasil karya pihak perusahaan maka informasi yang terkandung dalam laporan keuangan merupakan tanggungjawab manajemen.



1|Kelompok



III



d.



Menentukan tingkat kesesuaian Menentukan tingkat kesesuaian berarti dalam audit dilakukan pembandingan. Pembandingan dilakukan dengan membandingkan antara asersi-asersi (informasi yang terkandung dalam laporan keuangan ataupun laporan manajemen) dengan suatu kriteria tertentu yang telah ditetapkan atau disepakati sebelumnya. Dalam audit laporan keuangan dilakukan pembandingan antara asersi manajemen (informasi yang terkandung dalam laporan keuangan) dengan kriteria tertentu (Standar Akuntansi Keuangan). Dalam audit kinerja dilakukan pembandingan antara output/outcomes dengan input atau antara biaya dan manfaat atau dapat juga antara anggran dan realisasi.



e.



Kriteria yang ditentukan Kriteria yang ditentukan merupakan sutau pedoman atau standar pengukuran untuk mempertimbangkan asersi-asersi. Kriteria ini bisa berupa sistem atau prosedur yang disepakati atau ditetapkan sebelumnya, dapat berupa Standar Akuntansi Keuangan, aturan yang ditetapkan oleh legislatif, pagu anggaran, maupun ukuran kinerja manajemen.



f.



Menyampaikan hasil-hasilnya Hasil audit harus disampaikan melalui laporan tertulis yang mencerminkan tingkat



kesesuaian



antara



asersi-asersi



dengan



kriteria



yang



telah



ditentukan. Penyampaian hasil ini bisa berdampak pada memperkuat ataupun memperlemah kredibilitas asersi yang dibuat. Dalam audit laporan keuangan audit akan memperlemah atau memperkuat kredibilitas atau kepercayaan pemakai laporan keuangan terhadap laporan keuangan yang disajikan. g.



Para pemakai yang berkepentingan Pemakai yang berkepentingan merupakan pengambil keputusan yang menggunakan atau mengandalkan temuan yang diinformasikan melalui laporan audit yang disampaikan. Para pemakai laoran keuangan audit meliputi: investor, bank, pemegang saham, makanajemen, pemerintah maupun masyarakat (publik).



Sedangkan definisi menurut Auditing Practices Committee (APC) dapat disimpulkan menjadi tiga (3) elemen fundamental dalam auditing yaitu: 1.



Seorang auditor harus independen.



2.



Auditor bekerja mengumpulkan bukti-bukti untuk mendukung pendapatnya.



3.



Hasil pekerjaan auditor adalah laporan (report). 2|Kelompok



III



B. Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Dalam kongresnya tahun 1973, IAI untuk pertama kalinya menetapkan Kode Etik bagi profesi Akuntan di Indonesia. Pembahasan mengenai kode etik IAI ditetapkan dalam Kongres VIII tahun 1998. Dalam kode etik yang berlaku sejak tahun 1998, IAI menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI dan seluruh kompartemennya. Setiap kompartemen menjabarkan 8 (delapan) Prinsip Etika ke dalam Aturan Etika yang berlaku secara khusus bagi anggota IAI. Setiap anggota IAI, khususnya untuk Kompartemen Akuntansi Sektor Publik harus mematuhi delapan Prinsip Etika dalam Kode Etika IAI beserta Aturan Etikanya. Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia dibagi menjadi empat bagian yaitu Prinsip etika, Aturan etika, Interpretasi aturan etika, dan tanya jawab. 1. Prinsip Etika Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Prinsip Akuntansi terdiri dari beberapa yaitu : a.



Tanggung Jawab Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi. 3|Kelompok



III



b.



Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis, dan pihak lainnya. Dalam mememuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.



c.



Integritas Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Pelayanan dan kepercayaan public tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Etika Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima.



d.



Obyektivitas Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.



4|Kelompok



III



e.



Kompetensi dan kehati-hatian profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehatihatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung aturan arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman yang akan meyakinkan



bahwa



kualitas



jasa



yang diberikan



memenuhi



tingkatan



profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 fase yang terpisah: 1.



Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian ini pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subjek-subjek yang relevan. Hal ini menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota



2.



Pemeliharaan Kompetensi Profesional. Kompetensi



harus



dipelihara



dan



dijaga



melalui



komitmen,



pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, serta anggotanya harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten.



f.



Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 5|Kelompok



III



g.



Perilaku professional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung- jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.



h.



Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.



2. Aturan Etika Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAIKAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAI-KAP melanggar Aturan Etika ini, Aturan etika IAI-KAP memuat lima hal: a.



Standar umum dan prinsip akuntansi 1.



2.



Standar Umum Kompetensi Profesional 



Kecermatan dan keseksamaan profesional.







Perencanaan dan supervisi.







Data relevan yang memadai.



Kepatuhan terhadap Standar Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan, atau jasa professional lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.



3.



Prinsip- prinsip Akuntansi Anggota KAP tidak diperkenankan :



6|Kelompok



III







Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau dan keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum; atau







Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.



b.



Tanggung jawab dan praktik lain Perbuatan



dan



Perkataan



yang



mendiskreditkan



Anggota



tidak



diperkenankan melakukan tindakan dan/ atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi. Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran Lainnya Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.



c.



Tanggung jawab kepada klien Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan dari klien.



d.



Independensi, integritas, dan objektivitas Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam standar professional akuntan public yang ditetapkan oleh IAI. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya, Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.



e.



Tanggung jawab kepada rekan seprofesi Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.



7|Kelompok



III



3. Interpretasi Aturan Etika Interpretasi aturan etika merupakan penafsiran, penjelasan, atau elaborasi lebih lanjut atas hal-hal, isu-isu, dan pasal-pasal yang diatur dalam aturan etika, yang dianggap memerlukan penjelasan agar tidak terjadi perbedaan pemahaman atas auran etika yang dimaksud. Interpretasi aturan etika ini dikeluarkan oleh suatu badan yang dibentuk oleh pengurus kompartemen atau institut profesi sejenis yang bersangkutan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.



4. Tanya Jawab Pada tingkatan terakhir, dimungkinkan adanya tanya jawab yang berkaitan dengan isu-isu etika. Tanya-jawab ini dapat dilakukan dengan Dewan Standar Profesi yang dibentuk oleh pengurus kompartemen atau institut yang bersangkutan guna memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interpretasinya.



\



8|Kelompok



III



BAB II. 10 PELANGGARAN KASUS AKUNTAN PUBLIK



A. Skandal Fraud British Telecom dan PwC Ketika Skandal Fraud Akuntansi Menerpa British Telecom dan PwC (https://www.wartaekonomi.co.id/read145257/ketika-skandal-fraud-akuntansi-menerpabritish-telecom-dan-pwc.html)



WE Online, Jakarta - Fraud tidak pandang bulu. Perusahaan besar multinasional pun ikut mengalami fraud. Sejak awal triwulan kedua 2017 telah muncul isu terjadinya fraud akuntansi di British Telecom. Perusahaan raksasa Inggris ini mengalami fraud akuntansi di salah satu lini usahanya di Italia. Sebagaimana skandal fraud akuntansi lainnya, fraud di British Telecom berdampak kepada akuntan publiknya. Tidak tanggung-tanggung, kali ini yang terkena dampaknya adalah Price Waterhouse Coopers (PwC) yang merupakan kantor akuntan publik ternama di dunia dan termasuk the big four. Tentu saja dampak fraud akuntansi ini bukan saja menyebabkan reputasi kantor akuntan publik tersebut tercemar, namun ikut mencoreng profesi akuntan publik. Padahal eksistensi akuntan publik sangat tergantung pada kepercayaan publik kepada reputasi profesional akuntan publik. British Telecom segera mengganti PwC dengan KPMG. KPMG juga merupakan the big four. Yang mengejutkan adalah relasi PwC dengan British Telecom telah berlangsung sangat lama, yaitu 33 tahun sejak British Telecom diprivatisasi 33 tahun yang lalu. Board of Director British Telecom merasa tidak puas atas kegagalan PwC mendeteksi fraud akuntansi di Italia. Fraud akuntansi ini gagal dideteksi oleh PwC. Justru fraud berhasil dideteksi oleh pelapor pengaduan (whistleblower) yang dilanjutkan dengan akuntansi forensik oleh KPMG. Modus fraud akuntansi yang dilakukan British Telecom di Italia sebenarnya relatif sederhana dan banyak dibahas di literatur kuliah auditing namun banyak auditor gagal mendeteksinya yakni melakukan inflasi (peningkatan) atas laba perusahaan selama beberapa tahun dengan cara tidak wajar melalu kerja sama koruptif dengan klien-klien perusahaan dan jasa keuangan. Modusnya adalah membesarkan penghasilan perusahaan melalui perpanjangan kontrak yang palsu dan invoice-nya serta transaksi yang palsu dengan vendor. Praktik 9|Kelompok



III



fraud ini sudah terjadi sejak tahun 2013. Dorongan untuk memperoleh bonus (tantiem) menjadi stimulus fraud akuntansi ini. Dampak fraud akuntansi penggelembungan laba ini menyebabkan British Telecom harus menurunkan GBP530 juta dan memotong proyeksi arus kas selama tahun ini sebesar GBP500 juta untuk membayar utang-utang yang disembunyikan (tidak dilaporkan). Tentu saja British Telecom rugi membayar pajak penghasilan atas laba yang sebenarnya tak ada.



B. Kasus Ligand Pharmaceuticals dan Deloitte PCAOB Fines Deloitte $ 1 Million (http://www.cfo.com/accounting-tax/2007/12/pcaob-fines-deloitte-1-million/)



CFO.com - Dewan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik telah mengecam dan menghukum Deloitte & Touche $ 1 juta karena tidak mengikuti standar audit PCAOB selama audit tahun 2003. Deloitte secara sadar mengizinkan salah satu mitranya yang tampaknya berada di atasnya untuk memimpin audit keuangan pembuat obat selama hampir empat tahun, menurut PCAOB. "Deloitte gagal melaksanakan perawatan profesional karena kinerja audit dan gagal mendapatkan materi pembuktian kompeten yang memadai untuk mendukung pendapat yang diungkapkan dalam laporan audit," tulis PCAOB dalam urutannya mengumumkan penyelesaiannya dengan perusahaan audit, yang dirilis pada Senin. . Deloitte telah setuju untuk membayar denda dan mengimplementasikan perubahan prosedural tanpa mengakui atau menolak temuan pengawas perusahaan audit. Perusahaan tidak menanggapi permintaan CFO.com untuk berkomentar. PCAOB juga telah menyelesaikan tuntutan terhadap James Fazio, mantan mitra Deloitte di kantornya di San Diego yang dituduh tidak memiliki cukup kompetensi untuk memimpin tim audit perusahaan untuk Ligand Pharmaceuticals. Juga tidak mengakui atau menyangkal temuan dewan, Fazio telah dilarang berhubungan dengan kantor akuntan publik selama dua tahun ke depan. Dia tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar. Menjelang akhir pekerjaan Fazio sebagai mitra perikatan audit Ligand, firma audit mulai mempertanyakan kompetensi dan kecakapannya, menurut PCAOB. Bahkan, beberapa orang di Deloitte memutuskan bahwa Fazio seharusnya tidak lagi bekerja untuk perusahaan bahkan ketika ia sedang mengerjakan audit Ligand tahun 2003. Tetapi dia tetap di perusahaan itu dan menjabat sebagai auditor Ligand utama setelah Deloitte



10 | K e l o m p o k



III



mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian tentang keuangan perusahaan obat 2003 dan sampai Mei 2004. Yang menjadi masalah adalah bagaimana Ligand mengakui pendapatan untuk obatobatan onkologinya. Untuk mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, Ligand perlu memasukkan taksiran pengembalian produk ke dalam taksiran pendapatannya. Karena beberapa produk Ligand cukup baru, perusahaan tidak memiliki data historis yang tersedia juga tidak memiliki pandangan penuh tentang saluran distribusinya yang menjadi dasar estimasi pengembalian di masa depan.



C. Kasus SNP Finance dan Deloitte Indonesia Kasus SNP Finance, Dua Kantor Akuntan Publik Diduga Bersalah (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180926072123-78-333248/kasus-snpfinance-dua-kantor-akuntan-publik-diduga-bersalah)



Jakarta, CNN Indonesia - Kementerian Keuangan menyatakan dua akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan Mengutip data resmi Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), dalam melakukan audit laporan keuangan SNP tahun buku 2012 sampai dengan 2016, mereka belum sepenuhnya menerapkan pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dan akurasi jurnal piutang pembiayaan. Akuntan publik tersebut belum menerapkan pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen dan melaksanaan prosedur yang memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan serta respons atas risiko kecurangan. Di samping itu, PPPK juga menyatakan sistem pengendalian mutu akuntan publik tersebut mengandung kelemahan. Pasalnya, sistem belum bisa mencegah ancaman kedekatan antara personel senior (manajer tim audit) dalam perikatan audit pada klien yang sama untuk suatu periode yang cukup lama. Kementerian Keuangan menilai bahwa hal tersebut berdampak pada berkurangnya skeptisisme profesional akuntan. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Kementerian Keuangan menjatuhkan sanksi administratif kepada mereka berupa pembatasan pemberian jasa audit terhadap entitas jasa keuangan selama 12 bulan yang mulai berlaku tanggal 16 September 2018 sampai dengan 15 September 2019. Selain terhadap dua akuntan



publik



tersebut,



Kementerian



Keuangan



juga



menghukum Deloitte Indonesia. Mereka diberi sanksi berupa rekomendasi untuk membuat 11 | K e l o m p o k



III



kebijakan dan prosedur dalam sistem pengendalian mutu akuntan publik terkait ancaman kedekatan anggota tim perikatan senior. Deloitte Indonesia juga diwajibkan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur serta melaporkan pelaksanaannya paling lambat 2 Februari 2019.



D. Kasus Kecurangan Audit Phar Mor Inc. Company News: Phar-Mor and Its Ex-Auditor Clash on Fraud Case (https://www.nytimes.com/1992/08/06/business/company-news-phar-mor-and-its-exauditor-clash-on-fraud-case.html)



Coopers & Lybrand, sebuah perusahaan audit Big Six, menyalahkan mantan kliennya, Phar-Mor Inc., dan Phar-Mor menyalahkan Coopers kemarin karena tidak mengungkap lebih cepat $ 350 juta dalam laporan laba palsu dan penggelapan jutaan dolar karena rantai diskon obat bius kata itu ditemukan. Sebagai eksekutif Phar-Mor mengungkapkan rincian lebih lanjut kemarin, beberapa anggota Kongres mengatakan tuduhan perusahaan mendukung kasus untuk peraturan audit Federal yang lebih ketat. Komite Energi dan Perdagangan House dengan suara bulat menyetujui RUU minggu lalu yang akan memberikan hukuman perdata bagi auditor yang gagal mengingatkan eksekutif perusahaan, anggota dewan dan regulator Federal ketika ada bukti penipuan.



E. Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk. Bapepam: Kasus Kimia Farma Merupakan Tindak Pidana (https://bisnis.tempo.co/read/33339/bapepam-kasus-kimia-farma-merupakan-tindakpidana)



TEMPO Interaktif, Jakarta: Kasus kesalahan pencatatan laporan keuangan PT. Kimia Farma, Tbk. tahun 2001, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Soalnya, ini merupakan rekayasa keuangan dan menimbulkan menyesatkan publik. Untuk itu, kasus ini akan ditindaklajuti secara serius dengan pemeriksaan direksi dan kantor akuntan publik yang terlibat. Demikian pernyataan Robinson Simbolon, Kepala Biro Hukum Bapepam, kepada para wartawan disela seminar Pasar Modal di Jakarta Senin (4/11) Seperti diketahui, Kimia Farma diduga kuat melakukan mark up laba bersih dalam laporan keuangan tahun 2001. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma menyebut berhasil meraup 12 | K e l o m p o k



III



laba sebesar Rp. 132 miliar. Belakangan, belang Kimia Farma terkuak lebar. Perusahaan farmasi tersebut pada tahun 2001 sebenarnya hanya menjala untung sebesar Rp. 99 miliar. Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM), diduga terlibat dalam aksi penggelembungan tersebut. Memang, belakangan Kimia Farma dan HTM mengoreksi laporan keuangan tersebut. Mereka beralasan telah terjadi kesalahan pencatatan. Sebuah alasan yang melanggar akal sehat masyarakat. Saat ini, Bapepam masih mencari bukti lanjutan kasus tersebut. Sayangnya, Bapepam seperti lembaga yang tak bergigi. Kasus pelanggaran di pasar modal Indonesia masih tak jelas sanksi hukumnya. Tengok saja kasus insider trading Indosat yang merugikan negara Rp. 400 miliar. "Bapepam bukan lembaga penuntut yang bisa menyeret orang ke pengadilan," kata Robinson. Jadi, jangan heran bila kelak kasus seperti Enron dan Worldcom akan menimpa pasar modal Indonesia.



F. Kasus Penyimpangan UD Raden Motor Akuntan Publik Diduga Terlibat (https://regional.kompas.com/read/2010/05/18/21371744/Akuntan.Publik.Diduga.Terlib at)



JAMBI, KOMPAS.com - Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya.



13 | K e l o m p o k



III



G. Konspirasi Penyajian Laporan Keuangan Great River Menteri Keuangan Membekukan Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta (https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16017/menteri-keuangan-membekukanakuntan-publik-justinus-aditya-sidharta/)



Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. H. Skandal Waste Management Inc. $ 1.7B Trash Heap-Waste Management Inflated Profits: SEC (https://nypost.com/2002/03/27/1-7b-trash-heap-waste-management-inflated-profitssec/)



Pendiri Waste Management dan para eksekutifnya dituduh membuat laporan buku besar palsu dengan meningkatkan laba sebesar $ 1,7 miliar. Komisi Sekuritas dan Bursa menuduh mantan tim eksekutif itu melakukan "penipuan besar-besaran" selama lima tahun berturut-turut dengan bantuan dari auditornya 14 | K e l o m p o k



III



Arthur Andersen untuk memenuhi target pendapatan dan menuai bonus, di antara manfaat lainnya. SEC mengatakan pendiri dan mantan Ketua Dean Buntrock, mantan Chief Financial Officer James Koenig dan tiga mantan eksekutif lainnya memalsukan hasil perusahaan antara tahun 1992 dan 1997. "Ini adalah salah satu penipuan akuntansi paling mengerikan yang pernah kami lihat," kata pengacara SEC, Thomas Newkirk. I.



Pembekuan KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro Menkeu Bekukan Izin KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro (https://economy.okezone.com/read/2008/07/19/20/129076/menkeu-bekukan-izin-kaptahrir-hidayat-ap-dody-hapsoro)



JAKARTA-Menteri Keuangan Sri Mulyani membekukan izin kantor akuntan publik (KAP) Drs Tahrir Hidayat dan Akuntan Publik (AP) Drs Dody Hapsoro. Pembekuan izin KAP Tahrir berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 397/KM 1/2008, terhitung mulai tanggal 11 Juni 2008. Sementara AP Drs. Dody Hapsoro, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 409/KM.1/2008, terhitung mulai 20 Juni 2008. Menurut Kepala Biro Humas Depkeu Samsuar Said, pembekuan atas izin usaha KAP Tahrir, merupakan tindak lanjut setelah izin AP Tahrir Hidayat dibekukan oleh Menkeu. KAP Tahrir dibekukan selama 24 bulan. Sedangkan AP Dody Hapsoro, dikenakan sanksi pembekuan selama enam bulan.



J.



Pelanggaran Kode Etik AP Mitra Winata Akuntan Publik Mitra Winata Dibekukan (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-759142/akuntan-publik-mitra-winatadibekukan)



Jakarta-Departemen Keuangan (Depkeu) membekukan izin Akuntan Publik (AP) dari Petrus Mitra Winata yang berasal dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Mitra Winata dan Rekan, selama masa waktu dua tahun. Pembekuan izin itu telah dilakukan terhitung sejak tanggal 15 Maret 2007. Pencabutan izin dilakukan karena AP tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). "Pembekuan izin oleh 15 | K e l o m p o k



III



Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Depkeu, Samsuar Said dalam siaran pers, Selasa (27/3/2007).



16 | K e l o m p o k



III



BAB III. ANALISIS 10 PELANGGARAN KASUS AKUNTAN PUBLIK



A. Analisis Skandal Fraud British Telecom dan PwC Skandal fraud akuntansi ini, sebagaimana biasanya, berdampak kerugian kepada pemegang saham dan investor di mana harga saham British Telecom anjlok seperlimanya ketika British Telecom mengumumkan koreksi pendapatannya sebesar GBP530 juta di bulan Januari 2017. Luis Alvarez, Eksekutif British Telecom yang membawahi British Telecom Italia pun angkat kaki. Chief Executive Officer British Telecom Gavin Patterson dan Chief Financial Officer Tony Chanmugam dipaksa mengembalikan bonus mereka masingmasing GBP340.000 dan GBP193.000. Beberapa pemegang saham British Telecom segera mengajukan tuntutan kerugian class-action kepada korporasi karena dianggap telah mengelabui investor dan tidak segera mengumumkan fraud keuangan tersebut. Saat ini atas fraud akuntansi tersebut, penegak hukum Italia sedang melakukan proses investigasi terhadap tiga orang mantan eksekutif dan dua staf British Telecomm di Italia. Tuduhan fraud dialamatkan kepada Gianluca Cimini – mantan Chief Executive Officer British Telecom di Italia yang dianggap paling bertanggung jawab melanggar tata kelola perusahaan terkait permainan dengan vendor dan kontraknya serta perilaku yang mengintimidasi bawahan. Mantan Chief Operating Officer Stefania Truzzoli dituduh memanipulasi hasil operasional yang dipakai menjadi dasar pemberian bonus dan memanipulasi informasi hasil kinerja ke korporasi induk (British Telecomm Europe). Mantan Chief Financial Officer Luca Sebastiani juga menerima tuduhan karena tidak mampu melaporkan fraud keuangan dan mendorong pegawainya Giacomo Ingannamorte membuat invoice palsu. Luca Torrigiani, mantan staf yang bertanggung jawab kepada klien pemerintah dan klien besar lainnya dituduh melanggar aturan British Telecom dengan memilih vendor dan menerima pembayaran dari agen British Telecom Italia. Bagi PwC, masalah ini menjadi yang kedua kalinya menerpa dalam dua tahun belakangan ini setelah Tesco karena gagal memberitahukan ratusan juta poundsterling laba yang hilang. Yang menarik, di Inggris terdapat lembaga anti-fraud yaitu Serious Fraud Office (SFO) yang melakukan penegakan hukum atas skandal fraud termasuk fraud oleh atau di korporasi.



17 | K e l o m p o k



III



SFO mengenakan sanksi denda GBP129 juta kepada mantan-mantan eksekutif British Telecom atas tuduhan fraud ini. British Telecom adalah korporasi induk yang berkedudukan di Inggris.



1. Analisis Kasus dan Pelanggarannya Kasus fraud atau kecurangan memang bisa terjadi pada perusahaan manapun, tak terkecuali perusahaan multinasional sekelas British Telecom. Kasus ini juga berakibat buruk pada Price Waterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan publiknya yang sudah bekerja sama selama 33 tahun. Akibatnya reputasi kantor akuntan publik tersebut menjadi tercemar selain itu juga mencoreng profesi akuntan publik. Padahal eksistensi akuntan publik sangat tergantung pada kepercayaan publik kepada reputasi professional akuntan publik. Buktinya setelah kasus ini mencuat, pihak BT sendiri langsung mengganti PwC dengan KPMG yang merupakan pihak whistleblower. Hal ini membuktikan bahwa kasus fraud tidak hanya bisa terjadi pada perusahaan kecil namun bisa juga terjadi pada perusahaan besar. Tak terkecuali negara maju sekalipun, fraud bisa saja terjadi. Kantor akuntan publik yang terseret dalam kasus fraud tidak hanya dari skala kecil dan menengah, semua the big four juga tidak luput dari kegagalan audit seperti ini. Kecurangan atau fraud ini tidak bisa dianggap remeh justru harus dianggap sebagai risiko bawaan pada setiap organisasi. Perusahaan harus memiliki tata kelola manajemen yang sehat dan wajar. Pada kasus ini penyebab timbulnya kecurangan adalah perolehan bonus yang akan didapatkan. Biasanya perolehan bonus diperoleh dengan melihat kinerja keuangan dengan indikator aset dan laba yang dihasilkan. Selain itu, sistem pelaporan pengaduan (whistleblowing) yang dikelola dengan baik dan terpercaya merupakan bagian dari tata kelola perusahaan yang baik. Pada kasus ini, dugaan fraud efektif terbongkar melalui whistleblower. Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan pastinya memiliki etika yang harus ditaatinya. Menurut IAI ada 8 prinsip etika profesi akuntansi yaitu: a.



Prinsip integritas



b.



Prinsip objektivitas



c.



Kompetensi dan kehati-hatian professional



d.



Kerahasiaan



e.



Perilaku profesional



f.



Tanggung jawab profesi 18 | K e l o m p o k



III



g.



Standard teknis



h.



Kepentingan publik



Kompetensi dan kehati-hatian menjadi salah satu penyimpangan etika yang terjadi pada kasus ini. Pada prinsip disebutkan bahwa seorang akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian profesional dimana klien menerima layanan yang professional dan kompeten. Namun, PwC membuat British Telecom tidak menerima layanan yang profesional dan kompeten. PwC gagal dalam melaksanakan audit dengan tidak dapat mendeteksi adanya kecurangan yang terjadi. Terjadi juga penyimpangan pada prinsip lainnya diantaranya prinsip perilaku profesional, tanggung jawab profesi dan kepentingan publik. Ketiga prinsip tersebut sama-sama membahas soal sikap profesional dan bertanggung jawab seorang akuntan dengan menghindari perilaku yang dapat mengurangi kepercayaan pada profesi. Sebagai seorang akuntan sudah selayaknya untuk menjaga dan memelihara kepercayaan publik terhadap profesi akuntan. Pihak PwC telah mencoreng namanya di publik akibat kasus ini. Terlebih lagi masalah ini merupakan kali kedua bagi PwC dalam dua tahun belakangan ini setelah kasus dengan Tesco yang mengalami kegagalan dalam memberitahukan ratusan juta poundsterling laba yang hilang. Hal ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup kantor akuntan publik tersebut. Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi pihak PwC agar lebih berhati-hati dalam melakukan audit. Kesalahan seperti sebaiknya cepat ditangani agar tidak terulang kembali di kemudian hari. Sebenarnya publik tidak bisa hanya mengandalkan kantor akuntan publik untuk mendeteksi adanya fraud. Karakter fraud yang selalu ditutupi dan disembunyikan serta adanya keterbatasan sistem pengendalian intern untuk mencegah fraud apabila terjadi kolusi dan pengabaian kontrol oleh eksekutif itu sendiri menjadi alasannya. Meskipun,



akuntan



publik



disyaratkan



oleh



standar auditing agar



mewaspadai fraud yang material namun prosedur audit atas laporan keuangan tidak dirancang secara khusus untuk mendeteksi fraud. Seorang akuntan publik memang tidak dirancang untuk menjadi seorang fraud investigator. Mereka memang diberikan pengetahuan dan juga pelatihan mengenai fraud namun bukan berarti keahlian mereka sama dengan seorang fraud investigator. Oleh karena itu, belum saatnya berharap banyak kepada audit intern untuk selalu mampu mendeteksi fraud dalam setiap tugasnya. 19 | K e l o m p o k



III



Prinsip etika profesi akuntan ini memang harus diterapkan oleh para akuntan. Meskipun mereka sudah menerapkan etika profesi dengan baik namun tetap ada saja hal-hal lain yang terjadi diluar kendali mereka, hingga terjadi kasus yang menyinggung penyimpangan etika profesi.



B. Analisis Kasus Ligand Pharmaceuticals dan Deloitte Di bawah FAS 48, Pengakuan Pendapatan Ketika Hak Pengembalian Ada, Ligand seharusnya menunda mencatat pendapatan dari beberapa penjualan produknya sampai bisa benar-benar membuat perkiraan yang masuk akal tentang berapa banyak produk yang akan dikirim kembali ke kantornya atau sampai hak produk pengembalian telah kadaluarsa. Deloitte terus-menerus memperhatikan contoh di mana estimasi manajemen untuk pengembalian tidak aktif, membuat perusahaan Big Four mempertimbangkan keterlibatan Ligand sebagai risiko "lebih besar dari normal". Meskipun risiko memicu perhatian khusus, Fazio dan timnya tidak melakukan prosedur audit yang diperlukan untuk menganalisis kemampuan Ligand untuk membuat estimasi yang masuk akal dari pengembalian produk di masa depan, menurut PCAOB. PCAOB juga menemukan kesalahan dengan cara Fazio menindaklanjuti pekerjaannya selama audit tahun berikutnya ketika Deloitte melakukan tinjauan retrospektif untuk menilai apakah cadangan pengembalian tahun 2003 telah diperkirakan secara memadai. Jika dia melakukan analisis yang tepat, dia akan menemukan bahwa cadangan telah dikecilkan oleh $ 3,1 juta dan bukan oleh $ 520.190 yang dia asumsikan. PCAOB menyimpulkan bahwa Fazio gagal untuk memenuhi standar audit yang mengharuskannya untuk "berolahraga karena perawatan profesional, melakukan skeptisisme profesional, mendapatkan materi bukti kompeten yang cukup dan mengawasi asisten." Deloitte mengundurkan diri setelah hampir empat tahun sebagai auditor independen Ligand pada Agustus 2004. Pada saat itu, Ligand mencatat bahwa laporan auditor pada dua tahun fiskal sebelumnya “tidak mengandung opini negatif atau penolakan pendapat, dan tidak memenuhi syarat atau dimodifikasi karena ketidakpastian, ruang lingkup audit, atau prinsip akuntansi. " Memang, di bawah kepemimpinan Fazio, Deloitte telah mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian pada neraca konsolidasi perusahaan obat 2003 dan 2002, serta keuangan lainnya. Perusahaan itu juga mengatakan akuntansi perusahaan telah sesuai dengan GAAP. 20 | K e l o m p o k



III



Tetapi pada pertengahan 2005, Ligand mengumumkan akan menyajikan kembali nilai keuangan hampir tiga tahun, yang semuanya telah diaudit oleh Deloitte. Untuk tahun 2003, Ligand harus melakukan penyesuaian 52 persen untuk pendapatan penjualan produknya, atau $ 59 juta lebih sedikit dari yang dilaporkan sebelumnya. Penyajian kembali itu menyebabkan penyelidikan oleh Komisi Sekuritas dan Bursa, yang masih berlangsung, menurut 10-Q terbaru perusahaan. Ligand tidak mengembalikan permintaan CFO.com untuk berkomentar. Perbaikan prosedural Deloitte untuk membuat PCAOB senang menyarankan banyak kelambatan dalam menjaga Fazio dipekerjakan berkaitan dengan masalah komunikasi di perusahaan. Deloitte sejak itu telah membentuk komite pengawasan untuk meninjau masalah pengawasan di tingkat nasional dan untuk menempatkan karyawan di bawah pengawasan atau pelatihan khusus jika diperlukan. Perusahaan juga telah menyesuaikan sistemnya untuk menilai kualitas mitranya.



1.



Analisis Kasus dan Pelanggarannya Terdapat banyak alasan untuk melakukan audit atas laporan keuangan. Salah satunya SEC mewajibkan perusahaan publik untuk diaudit oleh auditor independen. Selain itu suatu audit dapat diminta untuk dilakukan sebagai syarat atas persetujuan pinjaman atau pembiayaan pemerintah. Apa pun alasan untuk dilakukan audit, seyogyanya seorang auditor harus melakukan tahapan-tahapan yang disyaratkan baik oleh standar maupun oleh standar pengendalian mutu. Tahapan tersebut meliputi menerima dan mempertahankan klien, merencanakan audit, melaksanakan pengujian, dan melaporkan audit. Tujuan dilakukannya tahapan tersebut di atas tentunya untuk meningkatkan kualitas audit. Suatu audit dikatakan berkualitas apabila proses pemeriksaannya dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan standar audit untuk memastikan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material. Jika audit yang dijalankan gagal menemukan salah saji, maka audit tersebut dianggap gagal (audit failure). Kegagalan audit ini merupakan salah satu hal yang wajib dimitigasi oleh auditor. Oleh karena itu dalam melakukan audit kita perlu memperhatikan risiko perikatan sebelum menerima klien sebagai auditee. Kedua permasalahan dalam kasus ini merupakan masalah profesional yang dihadapi oleh James Fazio selaku auditor. Masalah profesional yang dihadapinya



21 | K e l o m p o k



III



meliputi ketidakmampuan James Fazio mendeteksi risiko perikatan dan lemahnya sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik yang dipimpinnya. a.



Ketidakmampuan mendeteksi risiko perikatan audit Dalam profesi akuntan publik, terdapat persaingan yang ketat antar kantor akuntan untuk mendapatkan klien. Klien tersebut bisa termasuk klien yang meminta audit untuk pertama kali maupun klien yang meminta penggantian auditor. Seorang auditor tidak diwajibkan untuk melaksanakan audit laporan keuangan untuk setiap entitas yang memintanya. Dalam menerima suatu perikatan seorang auditor memiliki tanggung jawab profesional terhadap masyarakat, klien, dan anggotra seprofesi lainnya. Auditor harus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan dengan mempertahankan independensi, kompetensi, integritas, dan objektivitas. Kepentingan klien harus dipenuhi dengan kompetensi dan kehati-hatian profesional. Kepada anggota profesi lainnya auditor juga bertanggungjawab untuk meningkatkan reputasi profesi dan kemampuannya melayani masyarakat. Oleh karena itu keputusan auditor James Fazio dalam menerima Ligand sebagai klien tidak boleh dianggap remeh. Ketidakmampuan mendeteksi risiko perikatan oleh James Fazio adalah kegagalan mengelola risiko bisnisnya sendiri. Risiko bisnis auditornya muncul dari keputusan dalam merencanakan audit setelah menerima Ligand sebagai kliennya. Tahapan dalam keputusan menerima atau menolak klien sebenarnya sudah dilakukan oleh Fazio namun perencanaan auditnya kurang matang. Salah dua dari beberapa tahapan perencanaan audit yang kurang matang dimaksud adalah tidak maksimal dalam memperoleh pemahaman tentang bisnis dan industri Ligand serta melaksanakan prosedur analitis yang kurang lengkap. Dalam memperoleh pemahaman tentang klien, seorang auditor diharuskan untuk melakukan sejumlah prosedur dan harus waspada terhadap prinsip dan kebijakan akuntansi khusus yang diterapkan oleh klien. Hal yang paling penting untuk menjadi perhatian auditor adalah menilai risiko bisnis klien yang ditujukan pada risiko salah saji yang material yang dipengaruhi oleh risiko bisnis klien. Dalam kasus ini, Fazio sebenarnya belum memiliki pengetahuan tentang pemahaman strategis bisnis Ligand terutama tentang obat-obatan. Akibat ketidaktahuan ini, Fazio tidak dapat mereviu hasil estimasi perhitungan jumlah pengembalian produk obat-obatan Ligand yang dikembalikan dari grosirnya. Di 22 | K e l o m p o k



III



sinilah sebenarnya risiko bisnis auditor yang dihadapi Fazio sehingga menyebabkan dikeluarkannya opini WTP kepada Ligand, padahal laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang sangat material. Untuk mengatasi salah satu masalah risiko bisnis akibat ketidaktahuannya tersebut, sebenarnya Fazio bisa berkonsultasi dan memanfaatkan tenaga ahli di bidang farmasi untuk menghitung estimasi jumlah pengembalian obat dari grosirnya untuk keperluan penyajian akun retur penjualan di neraca karena kondisi industri Ligand di bidang farmasi terutama mengenai persediaan obatobatan, penanganannya sangat kompleks akibat banyak jenis dan merek obat yang membutuhkan pengetahuan khusus di bidang farmasi. Menurut penulis, dalam mempertimbangkan untuk menerima Ligand sebagai klien, sebaiknya sebelum menerima perikatan di awal, Fazio harus mempertimbangkan apakah akan menggunakan jasa konsultan dan spesialis untuk membantu tim perikatan dalam melakukan audit. Hal ini karena elemen pengendalian mutu mengenai konsultasi menyatakan bahwa perusahaan seharusnya mengadopsi kebijakan dan prosedur untuk menyediakan keyakinan yang memadai bahwa personil KAP akan mencari bantuan sampai sejauh yang diperlukan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan, dan wewenang yang sesuai. Hal ini sebenarnya masuk akal karena seorang auditor tidak diharapkan untuk memiliki keahlian dari seorang yang terlatih untuk memenuhi kualifikasi di luar profesi atau pekerjaan lain yang bukan bidangnya. Dalam melaksanakan prosedur analitis, standar audit juga telah mengharuskan auditor untuk melakukan evaluasi informasi keuangan dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antar data yang diaudit. Prosedur analitis dapat membantu auditor dalam perencanaan audit untuk meningkatkan pemahaman auditor tentang bisnis klien dan adanya fluktuasi yang tidak diharapkan dalam data yang mungkin mengindikasikan akun yang memiliki risiko salah saji yang sangat material. Dalam kasus ini, Fazio sebenarnya sudah melakukan prosedur analitis, namun analitis ini tidak sempurna. Hal ini karena ada beberapa tahapan yang tidak dilakukan oleh Fazio ketika melakukan prosedur ini yaitu Fazio tidak mengembangkan ekspektasinya dalam mereviu hasil estimasi, dan Fazio tidak menyelidiki lebih lanjut perbedaan signifikan yang tidak diharapkan terkait retur 23 | K e l o m p o k



III



penjualan Ligand. Alasannya adalah dalam mengembangkan ekspektasi itu sebenarnya data untuk melakukan estimasi seperti data historis, data internal, dan data ramalan tahun depan, telah disediakan sebagian besar oleh Ligand. Seperti diketahui dalam melakukan estimasi dalam kasus ini terdapat perbedaan antara jumlah obat yang dikembalikan dengan jumlah retur penjualan yang disajikan Ligand sehingga menyebabkan total retur penjualan disajikan terlalu rendah di neraca. Ini sebenarnya bagian yang penting dan perlu ditelusuri oleh Fazio, yaitu mengidentifikasi fluktuasi dalam data yang tidak diharapkan atau tidak adanya fluktuasi yang memberikan signal adanya peningkatan risiko salah saji. Fazio seharusnya waspada bahwa persentase perubahan yang kecil sekalipun antara jumlah tahun lalu dengan jumlah tahun berjalan dari akun retur penjualan terhadap suatu saldo yang besar dalam akun penjualan dapat menghasilkan perubahan persentase yang lebih besar dalam laba bersih. Ini juga merupakan kesalahan Fazio Tapi sayang, Fazio justru tidak melakukan prosedur ini sehingga pada akhirnya proses untuk menentukan kapan suatu perbedaan dianggap signifikan melibatkan pertimbangan prosesional Fazio dan konsep materialitas yang harus dia lakukan tidak dapat dipastikan dengan wajar.



b.



Lemahnya sistem pengendalian mutu kantor akuntan publik Setiap kantor akuntan publik diwajibkan memiliki standar pengendalian mutu. Standar pengendalian mutu bertujuan untuk memastikan bahwa KAP memenuhi tanggungjawab profesionalnya kepada klien dan pihak lain. Salah satu komponen pengendalian mutu adalah komponen kinerja perikatan. Dalam komponen tersebut KAP diwajibkan merencanakan, meleksanakan, mensupervisi, mereviu, dan mengkomunikasikan hasil audit, serta memastikan bahwa personil akan berkomunikasi dengan profesional lain dan mencari bantuan dari orang-orang yang memiliki keahlian, pertimbangan, dan wewenang yang tepat, dalam waktu yang tepat. Menurut penulis, komponen ini tidak dilakukan oleh Fazio walaupun tidak ada kewajiban untuk melaksanakannya tetapi mengingat kemampuan Fazio selaku auditot yang terbatas, maka perlu dipertimbangan juga. Dari lemahnya standar pengendalian mutu ini, KAP Fazio terlihat jelas bahwa dalam perikatan jasa profesionalnya tidak bertanggungjawab untuk 24 | K e l o m p o k



III



mematuhinya. Seharusnya dalam pemenuhan tanggungjawabnya Fazio wajib mempertimbangkan kompetensi staf yang dipimpinnya termasuk dalam menentukan hubungan profesionalnya, bahwa KAP dan stafnya akan independen dan kompoten secara profesional, objektif, dan akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.



Hasil analisis menyimpulkan bahwa masalah profesional yang terjadi dalam kasus ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu ketidakmampuan auditor dalam mendeteksi risiko perikatan dan lemahnya standar pengendalian mutu yang diterapkan oleh kantor akuntan publik. Ada dua pelajaran berharga yang perlu diambil dari kasus ini. Pelajaran



pertama



bahwa



pertimbangan



KAP



atas



risiko



perikatan



mencerminkan sikap skeptisisme profesional auditor, sehingga di setiap perikatan hendaknya KAP menetapkan tingkat risiko yang rendah, sehingga apabila di kemudian hari timbul masalah risiko yang dihadapi tidak terlalu besar. Pelajaran kedua bahwa pertimbangan penerimaan klien yang dipengaruhi oleh adaptasi risiko sebaiknya dipertimbangkan sebaik-baiknya, apabila risiko perikatan bisa diatasi melalui luas pemeriksaan atau pun penggunaan tenaga ahli maka kebijakan menaikkan fee adalah alternatif yang sesuai, tetapi apabila risiko perikatan tidak dapat ditanggulangi melalui adaptasi risiko sebaiknya KAP tidak menerima perikatan.



C. Analisis Kasus SNP Finance dan Deloitte Indonesia Sun Prima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance merupakan perusahaan multi finance, anak perusahaan dari grup bisnis Columbia. Columbia adalah perusahaan retail yang menjual produk perabotan rumah tangga seperti alat-alat elektronik dan furnitur. Dalam menjual produknya, Columbia memberikan opsi pembelian dengan cara tunai atau kredit cicilan kepada customernya. Nah, SNP Finance inilah yang menjadi partner Columbia dalam memfasilitasi kredit dan cicilan bagi customer Columbia. Columbia sendiri mempunyai jumlah outlet yang sangat banyak, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, melihat kondisi seperti itu, tentu SNP Finance harus memiliki modal kerja (working capital) dalam jumlah yang besar untuk menutup kredit para customer Columbia. SNP Finance menghimpun dana melalui pinjaman Bank. Kredit yang diberikan bank kepada SNP Finance terdiri dari dua jalur, yang pertama melalui joint financing, dimana beberapa bank bergabung dan memberikan pinjaman, dan yang kedua adalah secara 25 | K e l o m p o k



III



langsung, dari sebuah bank kepada SNP Finance. Bank Mandiri tercatat sebagai pemberi pijaman terbesar kepada SNP Finance. Bank-bank yang memberikan pinjaman tersebut adalah kreditor, mereka punya kepentingan untuk mengetahui bagaimana dana yang mereka pinjamakan ke SNP Finance. Apakah dana tersebut dikelola dengan benar, karena tentunya bank juga mengharapkan keuntungan berupa bunga/interest, dan pengembalian pokok pinjaman. Dalam hal ini bank bergantung pada informasi keuangan yang tertuang dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen SNP Finance. Untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun tersebut terbebas dari kesalahan atau manipulasi, maka laporan keuangan tersebut diaudit. SNP Finance menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte Indonesia yang merupakan salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) asing elit (disebut the Big Four) untuk mengaudit laporan keuangannya. Pada dasarnya perjanjian utang piutang antara SNP Finance dengan para kreditornya (bank) tersebut adalah kerjasama yang sifatnya mutualistik. SNP Finance membutuhkan dana, bank juga butuh menyalurkan kredit. Namun dalam perjalanan waktu, ternyata bisnis retail Columbia yang merupakan induk dari SNP Finance mengalami kemunduran. SNP finance membuka keran pendanaan baru melalui penjualan surat utang jangka menengah, disebut dengan MTN (Medium Term Notes). MTN ini sifatnya hampir mirip dengan obligasi, hanya saja jangka waktunya adalah menengah, sedangkan obligasi jangka waktunya panjang. MTN ini diperingkat oleh Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia) dan kembali lagi bahwa Pefindo juga memberikan peringkat salah satunya adalah berdasarkan laporan keuangan SNP Finance yang diaudit oleh Deloitte. Awalnya peringkat efek SNP Finance sejak Desember 2015 – 2017 adalah A-, bahkan kemudian naik menjadi A di Maret 2018. Namun tidak lama kemudian, di bulan Mei 2018 ketika kasus ini mulai terkuak, perikat efek SNP Finance turun menjadi CCC bahkan di bulan yang sama tersebut turun lagi menjadi SD (Selective Default). Default dalam bahasa sederhananya adalah gagal bayar. Berikutnya SNP Finance mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebesar kurang lebih Rp. 4,07 Trilyun yang terdiri dari kredit perbankan 2,22 Trilyun dan MTN 1,85 Trilyun. Awalnya pembayaran dari SNP Finance lancar, dan para kreditur tersebut juga menganalisis kesehatan keuangan SNP Finance melalui laporan keuangannya, yang diaudit oleh kantor akuntan publik ternama, yaitu Deloitte. Namun ternyata terjadi pemalsuan data dan manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen SNP Finance. Diantaranya adalah membuat piutang fiktif melalui penjualan fiktif. Piutang itulah yang dijaminkan kepada para krediturnya, sebagai alasan bahwa nanti ketika piutang 26 | K e l o m p o k



III



tersebut ditagih uangnya akan digunakan untuk membayar utang kepada kreditor. Untuk mendukung aksinya tersebut, SNP Finance memberikan dokumen fiktif yang berisi data customer Columbia. Sangat disayangkan bahwa Deloitte sebagai auditornya gagal mendeteksi adanya skema kecurangan pada laporan keuangan SNP Finance tersebut. Deloitte malah memberikan opini wajar tanpa pengecualian pada laporan keuangan SNP Finance.



1.



Analisis Kasus dan Pelanggarannya Rekayasa laporan keuangan merupakan salah satu modus yang sering dilakukan korporasi untuk kepentingan bisnisnya. Larangan melakukan manipulasi terhadap audit keuangan yang dilakukan AP tertera dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Pasal 30 UU 5/2011 menyebutkan AP dilarang memanipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa diberikan. Kesalahan audit tersebut sehubungan dengan daftar piutang SNP yang dijadikan jaminan kredit pada perbankan. Ternyata, daftar piutang SNP tersebut berstatus fiktif, sehingga perusahaan tidak bisa melakukan penagihan untuk melunasi pinjaman bank. Selain itu, sistem pengendalian mutu yang dimiliki KAP mengandung kelemahan karena belum dapat melakukan pencegahan yang tepat atas ancaman kedekatan berupa keterkaitan yang cukup lama antara personel senior (manajer tim audit) dalam perikatan audit pada klien yang sama untuk periode yang cukup lama. Jika kita melihat etika profesi seorang auditor sendiri dibagi menjadi 8 pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut adalah 



Tanggung Jawab Profesi







Kepentingan Publik







Integritas







Objektivitas







Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional







Kerahasiaan







Perilaku Profesional







Standar Teknis



27 | K e l o m p o k



III



Membahas lebih lanjut mengenai kasus yang menimpa KAP Satrio Bing, Eny (SBE) pihak pemeriksa menyatakan jika auditor yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan ini tidak memiliki bukti yang cukup dalam memeriksa akun piutang pembiayaan konsumen dan juga masalah terkait dengan kedekatan staf audit dengan manajemen perusahaan tentu saja ini sudah melanggar prinsip integritas, dan kompetensi profesi serta prinsip kehati-hatian profesional dari etika profesi seorang auditor itu sendiri. Mengkaitkan hal tersebut dengan tanggung jawab hukum seorang auditor sendiri terhadap suatu perikatan sebenarnya sudah diatur dalam PMK No. 17/PMK.01/2008 dimana seorang Akuntan Publik pada saat memberian jasanya melakukan suatu pelanggaran maka akan diberikan sanksi sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin. Lalu bagaimana seorang Akuntan publik mampu tetep menjaga mutu dari jasa audit yang diberikan? 1.



Harus mengetahui tanggung jawab hukum apa yang harus dipenuhi seorang auditor dalam suatu perikatan. Hal ini termasuk kewajiban seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan, dan juga tindakan melanggar hukum yang mungkin dilakukan oleh perusahaan serta tanggung jawab untuk melaporkan semua temuan yang ada pada manajemen, direksi, dan juga komite audit. Sehingga kewajiban auditor tidak terbatas pada pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang diaudit.



2.



Melakukan



prosedur



audit



sesuai



dengan



standar



Audit



dan



mendokumentasikanya dengan baik. 3.



Lebih berhati-hati dalam melakukan perikatan. Hal ini menuntut seorang auditor harus bisa mengidentifikasi risiko perikatan yang mungkin terjadi sebelum menerima perikatan audit.



4.



Mengasah kemampuan skeptisme.



5.



Menyimpan semua bentuk bukti audit yang ditemukan selama pemeriksaan.



Dengan adaya kasus-kasus yang terjadi semoga dapat memacu para Akuntan publik untuk bisa lebih mejaga mutu jasa yang diberikan sehingga jasa asurance yang diberikan benar-benar dapat bermafaat bagi para pengguna laporan keuangan dan juga lebih berhati-hati dalam melakukan suatu perikatan maupun dalam pelaksaan kerja. 28 | K e l o m p o k



III



Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai kredibilitas kualitas pelaporan keuangan Indonesia dapat terancam jika regulator tidak segera mengatur penanggung jawab laporan keuangan. Pasalnya, belajar dari kasus-kasus kecurangan keuangan yang terjadi di indutri keuangan akhir-akhir ini, salah satu penyebabnya adalah karena penanggung jawab laporan keuangan, khususnya industri keuangan dan pasar modal, belum diwajibkan bersertifikasi Chartered Accountant (CA) dan menjadi anggota IAI. Seseorang berhak menyandang sebutan Akuntan Profesional pemegang sertifikat CA, setelah diuji kompetensinya oleh IAI. Seorang CA juga harus memenuhi persyaratan pengalaman kerja di bidang akuntansi. Dengan menjadi anggota IAI, seorang akuntan profesional akan dipantau kewajibannya untuk selalu menjaga kompetensinya melalui kegiatan pendidikan profesional berkelanjutan, wajib mematuhi kode etik dan standar profesi, serta diberikan sanksi jika melakukan pelanggaran atas kode etik dan standar profesinya. IAI adalah asosiasi profesi akuntan yang bertanggung jawab menyusun dan mengembangkan SAK yang menjadi acuan entitas di sektor privat, entitas tanpa akuntabilitas publik dan entitas mikro kecil dan menengah dalam menyusun laporan keuangannya. IAI tidak melakukan reviu atas laporan keuangan suatu entitas. IAI memandang urgensi profesionalisme pengelolaan keuangan dengan adanya penyusun laporan keuangan bersertifikat CA, agar tidak ada pihak yang dirugikan di kemudian hari atas pelanggaran transparansi dan akuntabilitas suatu entitas. Selain dari hal diatas, berikut yang harus dijadikan pertimbangan bagi perusahaan pembiayaan dan kepentingan lainnya, antara lain: a.



Perusahaan pembiayaan wajib berbenah diri SNP Finance melakukan penjaminan berupa piutang fiktif. Dalam praktik penyaluran kredit bank kepada perusahaan pembiayaan minimal terdapat tiga tipe dalam pembiayaan konsumen, yakni pembiayaan bersama (joint financing), pelaksana langsung (executing), dan penyaluran (channelling). Pembiayaan bersama adalah penyaluran kredit oleh bank kepada konsumen (debitor) melalui perusahaan pembiayaan. Namun, ketika ada pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF), NPF itu akan tercatat di perusahaan pembiayaan dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK yang menggantikan Sistem Informasi Debitor (SID) Bank Indonesia efektif 2 Januari 2018.



29 | K e l o m p o k



III



Sebaliknya, pembiayaan pelaksana langsung adalah penyaluran kredit oleh bank kepada konsumen melalui perusahaan pembiayaan. Ketika ada NPF, maka NPF itu akan tercatat di bank dalam SLIK. Tipe penyaluran kredit yang ketiga adalah penyaluran yang merupakan penyaluran kredit oleh bank kepada konsumen melalui perusahaan pembiayaan. Perusahaan pembiayaan akan memperoleh margin dari selisih bunga antara suku bunga kredit dari bank. Dalam penyaluran kredit ini, perusahaan pembiayaan akan menyerahkan sejumlah piutang usaha (assets recievable) kepada bank. Piutang usaha merupakan pencatatan dan pemrosesan transaksi keuangan terkait penjualan dan konsumen. Dalam pembiayaan konsumen otomotif (mobil dan sepeda motor), perusahaan pembiayaan akan menyerahkan buku pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) sebagai jaminan atau agunan (kolateral). Penjaminan fiktif akan mencuat di permukaan ketika BPKB yang kreditnya sudah lunas dan belum dikembalikan kepada konsumen, tetapi justru dijaminkan ke bank. Padahal, sesungguhnya perusahaan pembiayaan tak lagi memiliki piutang kepada konsumen mereka. Bahayanya adalah manakala perusahaan pembiayaan hanya menyerahkan daftar nama konsumen kepada bank sebagai jaminan. b.



Perusahaan pembiayaan juga wajib membenahi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dengan menerapkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi, dan kewajaran (fairness).



c. Perusahaan pembiayaan harus terus meningkatkan penerapan prinsip mengenal konsumen (know your customer). Salah satu jurus ampuh adalah melakukan kunjungan ke tempat tinggal konsumen sebelum mengucurkan pembiayaan. Kunjungan itu bertujuan untuk memastikan kebenaran data dan tempat tinggal yang ujungnya untuk mitigasi risiko kredit. Jurus itu juga merupakan alternatif solusi untuk menekan NPF yang kini tampak mendaki dari 3,15 persen per Juni 2018 menjadi 3,18 persen per Juli 2018. Sekalipun NPF itu masih di bawah ambang batas 5 persen, angka 3,18 persen itu sudah merupakan lonceng keras bagi perusahaan pembiayaan untuk meningkatkan kewaspadaan. Ingat bahwa NPF tinggi akan mendorong kenaikan cadangan yang ujungnya bisa menggerus modal, padahal perusahaan pembiayaan justru harus terus mengerek modal.



30 | K e l o m p o k



III



d.



Bank juga perlu meningkatkan penerapan manajemen risiko terutama risiko kredit. Pada prinsipnya, bank sudah memiliki saringan yang berlapis-lapis dalam menekan potensi risiko kredit, seperti adanya direktur manajemen risiko dan kepatuhan. Bank pun dapat dinilai kurang hati-hati ketika tak melakukan pengecekan langsung (sampling) ke perusahaan pembiayaan untuk memastikan kebenaran BPKB, apalagi misalnya hanya daftar nama konsumen sebagai agunan. Bahayanya lagi, bank terlalu percaya pada daftar nama konsumen hanya karena manajemen bank dan perusahaan pembiayaan sudah saling kenal baik. Pola hubungan ini terkadang justru bisa mengesampingkan penerapan manajemen risiko.



e.



Pola yang tak tertulis, tetapi seolah-olah menjadi panduan. Artinya, sudah jamak terjadi bank papan bawah bersedia memberikan kredit kepada perusahaan pembiayaan mengingat bank papan atas sudah lebih dulu mengucurkan kredit. Pertimbangan semacam itu sungguh harus segera dikubur dalam-dalam. Bank sering lebih percaya manakala laporan keuangan perusahaan pembiayaan telah diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP) terkemuka. Dalam hal ini, laporan keuangan SNP Finance diaudit oleh KAP Deloitte Indonesia. Terkait kasus itu, Kementerian Keuangan melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) telah menjatuhkan sanksi administratif kepada Akuntan Publik Marlinna, Akuntan Publik Merliyana Syamsul dan KAP Satrio Bing, Eny & Rekan (Deloitte Indonesia). Sanksi kepada Marlinna dan Merliyana Syamsul berupa pembatasan pemberian jasa audit terhadap entitas jasa keuangan (semisal jasa pembiayaan dan jasa asuransi) selama 12 bulan mulai 16 September 2018 hingga 15 September 2019. KAP Satrio Bing, Eny & Rekan dikenai sanksi berupa rekomendasi untuk membuat kebijakan dan prosedur dalam sistem pengendalian mutu KAP terkait ancaman kedekatan anggota tim perikatan senior. KAP itu juga diwajibkan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur dimaksud dan melaporkan pelaksanaannya paling lambat 2 Februari 2019.



f.



OJK pun wajib meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan. OJK telah mengatur tata cara memeriksa lembaga jasa keuangan non-bank melalui Peraturan OJK Nomor 11/POJK.05/2014, tanggal 27 Agustus 2014, tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa Keuangan Non-bank. Lembaga 31 | K e l o m p o k



III



jasa keuangan non-bank meliputi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, dan lembaga jasa penunjang industri keuangan non-bank. Frekuensi pemeriksaan OJK terhadap lembaga keuangan non-bank dilakukan paling sedikit satu kali dalam tiga tahun (pasal 4). Tentu saja frekuensi itu terlalu lama karena cakupan bisnis lembaga keuangan non-bank, terutama perusahaan pembiayaan, semakin luas. Kini perusahaan pembiayaan ditantang untuk membiayai proyek infrastruktur, kredit usaha rakyat, dan kredit pemilikan rumah. Untuk itu, frekuensi pemeriksaan sudah sepatutnya direvisi menjadi paling sedikit satu kali dalam setahun. Hal itu sangat diharapkan dapat menekan lahirnya kasus serupa atau kasus lainnya. Bandingkan dengan pemeriksaan terhadap bank yang dilakukan secara berkala paling sedikit satu tahun sekali untuk setiap bank dan sewaktu-waktu (pasal 4) pada Peraturan OJK Nomor 41/POJK.03/2017, tanggal 12 Juli 2017, tentang Persyaratan Tata Cara Pemeriksaan Bank.



D. Analisis Kasus Kecurangan Audit Phar Mor Inc. Phar Mor Inc, termasuk perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code. Phar Mor merupakan perusahaan retail yang menjual produk yang cukup bervariasi, mulai dari obat -obatan, furniture, elektronik, pakaian olah raga hingga video tape. Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan 23.000 orang karyawan yang berpusat di Youngs Town, Ohio, United States. Phar Mor didirikan oleh Michael I. Monus atau biasa disebut Mickey Monus dan David S. Shapira di tahun 1982. Beberapa toko menggunakan nama Pharmhouse and Rx Place. Slogan Phar-Mor adalah ”Phar-Mor power buying gives you Phar-Mor buying power”. Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc sebagai kasus yang melegenda di kalangan auditor keuangan. Eksekutif Phar Mor sengaja melakukan fraud untuk mendapat keuntungan finansial yang masuk ke dalam saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar Mor membuat dua laporan keuangan yakni, laporan inventory dan laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Dan kedua laporan ini kemudian dibuat ganda oleh pihak manajemen. Satu set laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report), sedangkan satu set 32 | K e l o m p o k



III



laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjusment dan ditujukan untuk auditor eksternal. Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang berlimpah. Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari akuntan publik (KAP) Cooper & Lybrand, staf–staf tersebut kemudian turut dimainkan dalam fraud tersebut dan sebagai imbalan telah membuat laporan ganda mereka diberikan kedudukan jabatan penting.



1.



Analisis Kasus dan Pelanggarannya Dari kasus dijelaskan bahwa terdapat kecurangan yang dilakukan oleh Phar Mor secara sengaja untuk mendapatkan keuntungan financial dan keterlibatan auditor dalam menutupi fraud tersebut. Auditor tersebut secara langsung telah melanggar kode etik atau profesionalisme auditor. Tindak Kecurangan (fraud) adalah suatu salah saji dari suatu fakta bersifat material yang diketahui tidak benar atau disajikan dengan mengabaikan prinsipprinsip kebenaran, dengan maksud menipu terhadap pihak lain dan mengakibatkan pihak lain tersebut dirugikan. Timbulnya fraud pada umumnya merupakan gabungan antara motivasi dan kesempatan. Motivasi dapat muncul dari adanya dorongan kebutuhan dan kesempatan berasal dari lemahnya pengendalian intern dari lingkungan, yang memberikan kesempatan terjadinya fraud. Semakin besar dorongan kebutuhan ekonomi seseorang yang berada dalam lingkungan pengendalian yang lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Dengan demikian ada tiga unsur penting yang terkandung dalam fraud, yaitu: 



Niat/kesengajaan







Perbuatan tidak jujur







Keuntungan yang merugikan pihak lain



Teori yang terdapat di dalam kasus Phar Mor adalah The fraud Triangle, yaitu teori yang menerangkan tentang penyebab fraud terjadi. Menurut teori ini, penyebab fraud terjadi akibat tiga hal, yaitu:



33 | K e l o m p o k



III



1.



Insentive Ketika manajemen atau karyawan mendapat insentive atau justru mendapat pressure (tekanan) sehingga mereka “commited” untuk melakukan fraud.



2.



Opportunity Peluang terjadinya fraud akibat lemahnya atau tidak efektifnya kontrol sehingga membuka peluang terjadinya fraud.



3.



Rationalization Teori yang menyatakan bahwa fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang membolehkan terjadinya fraud. Dalam kasus Phar Mor Inc manajemen telah membuktikan satu dari tiga unsur



The Fraud Triangel, yaitu Insentive. Top manejemen sengaja merekrut staf dari KAP Cooper & Librand dengan insentive berupa posisi sebagai Vice President bidang financial dan kontroler. Yang dikemudian hari ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud di Phar Mor Inc. Beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh auditor Phar Mor Inc antara lain: a.



Prinsip integritas



b.



Kompetensi dan kehati-hatian professional



c.



Perilaku professional



d.



Tanggung jawab profesi Auditor Internal dari suatu organisasi berfungsi sesuai dengan kebijaksanaan



yang telah ditetapkan oleh manajemen senior dan atau dewan. Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab bagian audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis yang formal, misalnya dalam anggaran dasar organisasi. Anggaran dasar harus menjelaskan tentang tujuan bagian audit internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak dibatasi, dan menyatakan bahwa bagian audit internal tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab dalam kegiatan yang mereka periksa. Pemeriksaan internal harus dilaksanakan secara ahli dan dengan ketelitian profesional, maka auditor sebaiknya seseorang yang kompeten. Karena kompetennya sering sekali kelebihan auditor ini disalah gunakan. Para pemeriksa internal harus mematuhi standar profesional dalam melakukan pemeriksaan, semua itu terdapat dalam kode etik auditor internal. Kode etik menghendaki standar yang tinggi bagi kejujuran, sikap objektif, ketekunan, dan loyalitas, yang harus dipenuhi oleh pemeriksa internal. Hal34 | K e l o m p o k



III



hal inilah yang sering dikesampingkan oleh manajemen dan auditor itu sendiri demi kepentingan mereka masing-masing. Solusinya tidak lain tidak bukan adalah “Katakan Tidak Pada Fraud!”. Dalam hal ini auditorlah kuncinya, jika saja auditor menolak ajakan manajemen membuat laporan keuangan ganda, maka fraud tak akan terjadi. Pihak manajemen sebaiknya tidak menjatuhkan perusahaannya sendiri dengan cara melakukan fraud.



E. Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk. Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal bakal perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT. Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat. Tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp. 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp. 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp. 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp. 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp. 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp. 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp. 10,7 miliar.



35 | K e l o m p o k



III



Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT. Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT. Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan tentang kasus PT. Kimia Farma. Dalam rangka restrukturisasi PT. Kimia Farma, Tbk., Ludovicus Sensi W. selaku partner dari KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT. Kimia Farma untuk masa lima bulan yang berakhir 31 Mei 2002, tidak menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang dan jasa dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan dalam harian Kontan yang menyatakan bahwa kementrian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik pemerintah di PT. Kimia Farma setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.



1.



Analisis Kasus dan Pelanggarannya Setiap profesi yang ada selalu memiliki sebuah risiko yang harus dihadapi oleh pelaku profesi tersebut. Layaknya profesi akuntansi yang memiliki risiko dan aturan dalam menjalankan profesinya. Seorang akuntan dalam menjalankan profesinya diatur oleh suatu etika akuntan. Etika akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan teman sejawatnya, dan antara akuntan dengan masyarakat. Dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia mengamanatkan setiap anggota harus mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, seorang akuntan akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretense, sedangkan dengan mempertahankan obyektivitas, seorang akuntan akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. 36 | K e l o m p o k



III



Beberapa pelangggaran yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma, Tbk antara lain sebagai berikut: 1.



Pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.



2.



Telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standart Profesional Akuntan Publik dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT. Kimia Farma, Tbk. dalam penggelembungan keuntungan tersebut.



3.



Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan pasal 102 UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT. Kimia Farma, Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,(lima ratus juta rupiah).



4.



Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka direksi lama PT. Kimia Farma, Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT. Kimia Farma, Tbk. Diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT. kimia Farma, Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.



Dari kasus yang ada, kita dapat mengetahui bahwa profesi sebagai Akuntan Publik memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. Jasa Akuntan Publik merupakan jasa yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomis dan berpengaruh secara luas, sehingga diperlukan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Pelanggaran kode etik yang dilakukan sebagai Akuntan Publik, yaitu:



37 | K e l o m p o k



III



a.



Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam halnya Kimia Farma, akuntan telah mengorbankan kepentingan publik demi keuntungan pribadi yang berdampak kepada kesalahan pengambilan keputusan bagi investor dengan adanya manipulasi Laporan Keuangan.



b.



Integritas Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. Dalam hal ini KAP yang menangani Kimia Farma telah melakukan tindak kecurangan dengan memanipulasi Laporan Keuangan bersama dengan manajemen perusahaan. Akuntan yang seharusnya memiliki sikap integritas yang tinggi sebagai pelaku profesional telah melanggar dan menyebabkan reputasi KAP serta perusahaan yang diauditnya menjadi buruk.



c.



Perilaku professional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. KAP yang menangani Kimia Farma tidak melakukan perilaku profesional sebagai akuntan. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan kepada KAP nya dan perusahaan yang ditanganinya.



Terkait dengan kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma, kasus tersebut juga telah melakukan penyimpangan terhadap Teori etika profesi yakni Teori Agensi dan Manajemen Laba. Pertama, Teori Agensi dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory (Mursalim, 2005), yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu 38 | K e l o m p o k



III



amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Kontrak kerja ini bertujuan supaya agent dan principal dapat memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information. Asimetry information merupakan suatu kondisi dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user). Karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham), maka memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan Manajemen Laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Menurut Watts dan Zimmerman (tahun 1986), ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi positif (Positif Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba, yaitu: (1) hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis), (2) hipotesis perjanjian hutang (the debt covenant hypotesis), dan (3) hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis). Salah satu dampak kasus PT. Kimia Farma adalah pemerintah melalui menteri keuangan menerbitkan KMK no 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik, juga disertai Bapepam yang mengeluarkan peraturan no VIII.A.2 tentang independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam peraturan tersebut diberlakukan larangan rangkap jabatan KAP mulai November 2002. Dengan demikian, KAP dilarang memberikan jasa audit dan konsultasi keuangan lainnya secara bersamaan pada sebuah perusahaan publik. Selain itu, diberlakukan pula pembatasan penugasan audit, yaitu KAP hanya dapat melakukan audit atas sebuah klien paling lama 5 tahun berturut-turut, dimana 39 | K e l o m p o k



III



partnernya paling lama 3 tahun berturut-turut. KAP dan partner baru dapat menerima penugasan audit untuk klien tersebut setelah selama 3 tahun berturut-turut tidak mengaudit perusahaan tersebut.



F. Analisis Kasus Penyimpangan UD Raden Motor Sekitar tahun 2009 Kejaksaan Tinggi Kota Jambi mengungkapkan adanya kasus korupsi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang otomotif. Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effendi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit. Perusahaan jual beli mobil bekas tersebut adalah Raden Motor yang ingin melakukan pengembangan usahanya sehingga mencoba melakukan pinjaman modal kepada Bank BRI Cabang Jambi senilai Rp. 52 Miliar. Dalam hal ini, Raden Motor menunjuk seorang akuntan publik untuk membuat beberapa laporan keuangan terkait pinjaman modal yang di butuhkan perusahaan Raden Motor. Temuan kasus yang di ungkapkan oleh Kejati Jambi bahwa terdapat empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut. Sebelumnya menurut Fitri Susanti, kuasa hukum Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini, mengatakan setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik bahwa terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Laporan keuangan yang dilaporkan semestinya berisi data yang lengkap sebagai syarat pengajuan kredit pada Bank BRI. Namun, dalam laporan keuangan yang diberikan Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang telah ditetapkan sebagai tersangka, ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Penyelesaian kasus ini dinilai lamban dalam proses hukumnya, sehingga LSM yang tergabung dalam Forum Bersama 9 (Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan kantor BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet sebesar Rp. 52 Miliar oleh Reden Motor usaha. Koordinator Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu 40 | K e l o m p o k



III



itu mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI Cabang Jambi menjadi tersangka. Menurut koordinator Forbes Jambi, agunan Raden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang diajukan. Forbes Jambi juga mendapat informasi bahwa pihak Raden Motor memberikan hadiah sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan kredit tersebut.



1. Analisis Kasus dan Pelanggarannya Pelanggaran dalam etika profesi mudah saja terjadi, hal ini dikarenakan profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas tidak terlaksana dengan baik. Perlu adanya seminar dan pelatihan yang rutin terhadap suatu profesi. Ini dikarenakan peluang-peluang untuk timbulnya suatu pelanggaran semakin besar yang dapat merugikan diri sendiri dan juga pihak lain. Akuntan Publik dapat dikatakan tidak bersalah, sepanjang sudah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan klien sesuai dengan standar minimal yang disyaratkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia melalui standar professional akuntan publik. Dalam kasus ini, Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Akuntan publik Biasa Sitepu berdasarkan hasil temuan melakukan kesalahan yaitu tidak memberikan informasi penting berkaitan dengan kondisi perusahaan, sehingga pihak BRI selalu pemakai laporan keuangan salah dalam melakukan analisis kredit. Oleh karena itu, berdasarkan kasus yang terjadi atas kredit macet Rp. 52 Miliar dapat diketahui bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi diantaranya, yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, perilaku profesional, dan standar teknis. Apabila dugaan keterlibatan akuntan publik terhadap kasus korupsi dalam mendapatkan pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari bank BRI cabang Jambi tahun 2010 oleh perusahaan Raden Motor



41 | K e l o m p o k



III



sehingga menyebabkan kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut. Dari hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan publik, antara lain: a.



Tanggung Jawab Profesi Sebagai seorang akuntan, akuntan publik perusahaan Raden Motor yaitu Biasa Sitepu tidak melaksanakan tanggung jawabnya secara profesional. Hal ini dapat dibuktikan dari tidak bertanggung jawabnya Biasa Sitepu karena membuat kesalahan dalam laporan keuangan yang dibutuhkan oleh Raden Motor. Sehingga menyebabkan kepercayaan masyarakat khususnya Raden Motor menjadi semakin hilang.



b.



Kepentingan Publik Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Biasa Sitepu sebagai akuntan publik telah menghilangkan kepercayaan dari Raden Motor karena telah melakukan kesalahan dalam laporan keuangan Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.



c.



Integritas Akuntan publik dalam kasus ini tidak memiliki sikap jujur dan berterus terang dengan alasan bahwa kepentingan dirinyalah yang lebih utama. Hal ini terlihat dari kepentingan pribadinya untuk mendapatkan keuntungan yang dapat merugikan diri sendiri dan juga membuat perusahaan Raden Motor (publik) mengalami masalah besar.



d.



Objektivitas Kecurangan yang dilakukan Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam pembuatan laporan keuangan mengindikasikan bahwa kejujurannya sebagai seorang akuntan dapat dipertanyakan. Laporan keuangan tersebut tidak lengkap dan tidak sesuai karena ada beberapa kegiatan yang tidak tercatat.



e.



Perilaku Profesional Kasus pelanggaran kode etik yang dialami Biasa Sitepu mengindikasikan bahwa sebagai seorang akuntan tidak berperilaku professional dan tidak konsisten 42 | K e l o m p o k



III



selaras dengan reputasi profesi karena telah melakukan kesalahan dalam pembuatan laporan keuangan. f.



Standar Teknis Biasa



Sitepu



sebagai



akuntan



publik



tidak



dapat



menjalankan



etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya yaitu: 



Independensi, integritas, dan objektivitas.







Standar umum dan prinsip akuntansi.







Tanggung jawab kepada klien.







Tanggung jawab kepada rekan seprofesi.







Tanggung jawab dan praktik lain.



G. Analisis Konspirasi Penyajian Laporan Keuangan Great River Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu.



Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu," katanya. Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama



mengaudit



buku



Great



River,



pihaknya



tidak



menemukan



adanya



penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. "Kami mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien," kata Justinus. Menurut Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai 43 | K e l o m p o k



III



ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp. 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. "Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003," kata Justinus. Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp. 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp. 400 miliar.



1.



Analisis Kasus dan Pelanggarannya PT. Great River International merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT. Great River International didirikan oleh



44 | K e l o m p o k



III



Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT. Great River International. Kasus ini bermula dari kesulitan PT. Green River untuk membayar hutanghutangnya dan arus kas yang terus menurun. Setelah melalui penyelidikan auditor investigasi dari Bapepam, mereka menemukan indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang dan asset hingga ratusan miliar rupiah pada laporan keuangan Green River. Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004. PT. Bank Mandiri telah membeli obligasi PT. Great River International, Tbk. sebesar Rp. 50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp. 265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu diduga kuat melawan hukum. Akuntan yang dianggap bersalah dan terlibat dalam kasus ini adalah Justinus Aditya Sidharta. Berdasarkan hal tersebut, berikut pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Great River International,Tbk.: 1.



Pencatatan atas penjualan PT. Great River International Tbk telah melanggar standar akuntansi yang berlaku umum, karena terdapat dugaan overstatement. Dugaan overstatement tersebut diakibatkan karena pencatatan untuk akun penjualan menggunakan metode yang berbeda. Dengan metode tersebut, perusahaan menyertakan bahan baku yang dikeluarkan oleh pemesan sebagai bagian dari pendapatan. Perusahaan menerima order pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pemesan. Oleh karena itu, perusahaan hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tetapi pada saat pesanan dikirim ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesoris, ongkos kerja, dan laba perusahaan.



2.



Dalam kasus PT. Great River International, Tbk. terdapat hubungan antara kesalahan pencatatan atas laporan keuangan dengan kesulitan dalam membayar hutang, karena dalam kasus tersebut ditemukan indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah. Akibatnya, perusahaan mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar hutang. Kesalahan pencatatan 45 | K e l o m p o k



III



atas laporan keuangan dapat menghambat arus kas masuk dan arus kas keluar karena kesalahan pencatatan tersebut dapat mendefisitkan kas yang ada pada perusahaan, sehingga terjadi laporan keuangan dengan nominal yang salah yang mengakibatkan tidak seimbangnya aset yang dimiliki perusahaan. Jika perusahanan telah mengalami defisit, maka perusahaan kesulitan dalam membayar hutang-hutangnya. 3.



Dalam kasus PT. Great River International, Tbk. terdapat indikasi penipuan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan sebagaimana disinyalir oleh Bapepam LK. Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan keuangan tersebut. Kelebihan pencatatan tersebut berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, perusahaan kesuliatan dalam hal arus kas karena peruashaan tidak mampu membayar utang sebesar Rp. 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp. 400 miliar.



4.



Kasus PT. Great River International, Tbk. yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan prinsip tanggung jawab profesi, prinsip kepentingan publik, prinsip integritas, dan prinsip objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian professional, dan kerahasiaan. 



Tanggung Jawab Profesi Pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Great River International, Tbk. tahun 2003. Terkait dengan kasus PT. Great River International, Tbk. berhubung dengan kode etik tanggung jawab profesi, terlihat bahwa seorang akuntan dan beserta anggota timnya tidak bertanggung jawab atas profesinya sebagai akuntan. Pada kasus ini tidak terlihat seorang akuntan memelihara dan meningkatkan tradisi profesinya dengan baik yang seharusnya memelihara kepercayaan para pemegang saham atas jasa yang diberikannya.







Kepentingan Publik Justinus Aditya telah melakukan kebohongan publik karena tidak menyampaikan atau melaporkan kondisi keuangan secara jujur. Dibuktikan



46 | K e l o m p o k



III



telah ditemukannya indikasi konspirasi penyajian laporan keuangan PT. Great River International, Tbk. Auditor dan selaku akuntan PT. Great River International, Tbk. yaitu Justinus Aditya Sidharta sama sekali tidak melakukan yang sepenuhnya untuk kepentingan publik. Pada kasus ini Justinus Aditya Sidharta hanya mengutamakan kepentingan pribadinya sendiri dibanding kepentingan publik seutuhnya. Terlihat bahwa Justinus tidak memiliki sikap tanggung jawab profesionalisme dengan integritas yang tinggi sebagai akuntan PT. Great River International, Tbk. 



Integritas Empat anggota direksi perusahaan tekstil ditetapkan sebagai tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja dalam kasus adanya temuan auditor investigasi yang menemukan adanya indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar. KAP yang menangani Great River juga tidak memiliki integritas dalam melakukan pekerjaannya, dikarenakan telah menyetujui keinginan Great River untuk alasan menghindari sanksi pajak. Bila dilihat menurut kode etik ini pada kasus PT. Great River International, Tbk , terlihat sangat jelas bahwa PT. Great River selaku perusahaan tidak memiliki integritas atas menjalani kegiatan bisnis perusahaannya sehingga mengorbankan banyak karyawan dan para investor. Selaku auditor pun juga tidak berprilaku sesuai dengan kode etik ini karena telah melakukan penipuan atau kecurangan pada laporan keuangan PT. Great River International, Tbk.







Objektivitas Selama mengaudit buku Great River, Justinus Aditya tidak menemukan adanya penggelembungan akun penjualan atau penyimpangan dana obligasi, namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. PT. Great River International, Tbk pada kasusnya tidak berlaku adil dan memihak kepada salah satu auditor yang bekerja pada perusahaannya. PT. Great River melakukan kecurangan dengan melakukan perencanaan bersama auditornya untuk memberikan keuntungan terhadap mereka.



47 | K e l o m p o k



III



Justinus selaku auditor mengakui bahwa hal yang dilakukannya ini adalah hal yang disadarinya dan disengaja karena ingin menambahkan nominal di beberapa aset untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab katanya saldo laba bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan. 



Kompetensi dan Kehati-hatian Dugaan overstatement pada laporan keuangan Great River tahun 2003 karena pencatatan untuk akun penjualan menggunakan metode yang berbeda dari ketentuan yang ada, sehingga Justinus Aditya tidak memiliki kompetensi dan kehati-hatian dalam melakukan audit terhadap Great River, dan hanya mementingkan kepentingan pribadi. Justinus Aditya Sidharta tidak menggunakan jasanya dengan hati-hati dan menyalahgunakan profesinya sebagai akuntan PT. Great River International, Tbk. Justinus tidak memberikan informasi yang kompeten dan komperehensif dengan ketekunan ilmu yang dia miliki dengan disesuaikan informasi yang berlaku dengan sekarang. Sehingga terlihat bahwa Justinus tidak mematuhi peraturan sebagai auditor yaitu harus kompetensi dan hatihati atas profesinya.







Kerahasiaan Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan karena Bapepam menemukan kelebihan pencatatan penyajian akun penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Dalam hal ini, Justinus Aditya seharusnya dapat menyampaikan kebenaran atas kondisi Great River. Pada kasus PT. Great River International, Tbk. kode etik kerahasiaan yang diterapkan menyimpang dengan aturan yang sebenarnya. PT. Great River melakukan kerahasiaan, tetapi kerahasiaan dalam konteks yang berbeda. Kerahasiaan yang dilakukannya bukannya menguntungkan pihak klien dan hanya sebaliknya. Auditornya pun terlibat karena memberikan jasanya kepada klien atas kasus ini. Dengan begitu, terlihat bahwa auditor PT. Great River International, Tbk melanggar kode etik pada kerahasiaan.







Perilaku Profesional



48 | K e l o m p o k



III



Tindakan yang dilakukan perusahaan dan auditor pada kasus PT. Great River International, Tbk. menurut pandangan kode etik ini sangatlah tidak profesional. Mereka tidak berperilaku profesional yang seharusnya seorang akuntan berperilaku profesional pada kliennya. Tidak ada rasa tanggung jawab dari diri mereka sendiri atas jasa yang mereka berikan terhadap kliennya. 



Standar Teknis Standar teknis yang seharusnya relevan dan bersifat profesional pada PT. Great River International, Tbk. jauh dari kode etik tersebut. Selaku auditor sama sekali tidak memberikan jasanya dengan relevan kepada kliennya atas pemeriksaan laporan keuangan PT. Great River International, Tbk.



H. Analisis Skandal Waste Management Inc. Waste Management tidak dituduh melakukan penipuan, dan hanya perusahaan pendahulunya yang menjadi pusat penipuan tersebut. Secara terpisah, Waste Management telah memecat Andersen minggu lalu untuk menjauhkan diri dari dakwaan dan peran auditor dalam skandal Enron-collapse. Skandal akuntansi dugaan di Waste Management, dan peran Andersen dalam membantu menciptakan buku besar palsu, telah diselidiki oleh regulator selama empat tahun. Andersen telah membayar SEC $ 7 juta denda perdata atas penipuan terbesar yang pernah dikenakan pada perusahaan akuntansi oleh SEC dan Waste Management membayar $ 457 juta tahun lalu untuk menyelesaikan tindakan atas buku-buku yang dipalsukan. Tuduhan penipuan itu terungkap lima tahun lalu setelah CEO baru memerintahkan peninjauan catatan keuangan. Akibatnya, Waste Management menyatakan kembali pendapatannya untuk tahun 1992 hingga 1997 sebesar $ 1,7 miliar, pernyataan ulang terbesar dalam sejarah perusahaan, kata SEC. Investor kehilangan $ 6 miliar ketika saham perusahaan jatuh dari laba yang disajikan kembali. Buntrock dan kelompoknya di Waste Management "didorong oleh keserakahan dan keinginan untuk mempertahankan posisi dan status perusahaan mereka dalam komunitas bisnis dan sosial," kata Newkirk SEC.



49 | K e l o m p o k



III



"Selama bertahun-tahun, para terdakwa ini memasak buku, memperkaya diri mereka sendiri, mempertahankan pekerjaan mereka dan menipu pemegang saham yang tidak menaruh curiga." Waste Management mengatakan bahwa kasus SEC melibatkan Waste Management “lama”, yang bergabung dengan Waste Management AS pada tahun 1998. "Kami telah bekerja sama sepenuhnya dengan SEC dalam penyelidikan ini," kata juru bicara Manajemen Limbah Sarah Voss. SEC mengatakan Andersen membantu mantan eksekutif Waste Management menemukan 32 langkah yang harus dilakukan untuk menutupi buku-buku yang sudah dipalsukan. Komisi Sekuritas dan Bursa kemarin menggugat enam mantan eksekutif Waste Management dengan gugatan perdata besar-besaran. Apa yang mereka tuduh dilakukan oleh Waste Management: a.



Menggembungkan laba sebesar $ 1,7 miliar.



b.



Gagal melaporkan pengeluaran pada laporan keuangan dan menunda biaya dari 1992 hingga 1997.



c.



Mengisi akun palsu dengan bantuan auditor Arthur Andersen.



d.



Mengantongi secara ilegal $ 28,5 juta dari skema.



1.



Analisis Kasus dan Pelanggarannya Waste management, Inc (WMI) didirikan oleh dua sepupu Dean Buntrock dan Wayne Huizenga pada tahun 1968, perusahaan yang bermarkas di City Tower Pertama di Houston, Texas. Perusahaan bergerak dalam industri pembuangan limbah dan perusahaan jasa lingkungan di AS. Waste menjadi perusahaan manajemen limbah terbesar di AS. Namun, Wayne Huizenga meninggalkan WMI pada tahun 1984 untuk mendirikan kerajaan blockbuster. Bisnis inti dari Waste Management untuk manajemen sampah di Amerika Utara terdiri dari proses-proses penting sebagai berikut, yaitu mengumpulkan (collection), memindahkan (transfer) & membuang (disposal). Dalam pemilikan Buntrock sebagai CEO, perusahaan tersebut ‘go public’ pada tahun 1971, dan kemudian berkembang selama tahun 1970an dan 1980an melalui beberapa tambahan atau akusisi dari perusahaan angkutan sampah lokal dan penguruspengurus landfill. Bahkan pada suatu saat perusahaan mampu melakukan hampir dari 200 akusisi selama setahun. Dari 1971 sampai dengan 1991, perusahaan menikmati



50 | K e l o m p o k



III



rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 36% per tahun dan pertumbuhan laba bersih sebesar 36% per tahun. Berikut kronologi kasus yang terjadi pada Waste Management: a.



Pada 1991, Waste Management menjadi bisnis pembersih sampah terbesar di dunia, dengan pendapatan lebih dari $ 7.5 milyar. Meskipun terjadi resesi, Buntrock



dan



eksekutif



lainnya



di



Waste



Management



menetapkan



tujuan/sasaran pertumbuhan yang agresif. b.



Pada 1992 misalnya, perusahaan meramalkan pertumbuhan sebesar 26.1% untuk pendapatan dan 16.5 % untuk laba bersih berturut-turut selama 1991.



c.



Pada tahun 1992, auditor di Andersen menemukan bukti yang menunjukkan bahwa klien mereka salah saji pada pajak, asuransi, dan biaya yang ditangguhkan sebesar $ 93.5 juta, tetapi WMI menolak untuk menyajikan kembali laporan keuangan untuk memperbaiki kesalahan.



d.



Pada tahun 1993, auditor mendokumentasikan salah saji lain sebesar $ 128 juta yang akan mengurangi pendapatan dari operasi yang dilanjutkan sebesar 12%. Meskipun demikian, Andersen menyimpulkan bahwa salah saji tersebut tidak material untuk mengharuskan pengungkapan.



e.



Pada 1996, Dean Buntrock pensiun sebagai CEO, tapi melanjutkan untuk karirnya sebagai ketua dari Dewan Direksi.



f.



Pada tahun 1997 ketika CEO baru perusahaan, Ronald T. Lemay berhenti setelah tiga bulan menjabat. Analis menyimpulkan bahwa CEO berhenti karena mungkin telah menemukan masalah akuntansi. Meskipun demikian, Lemay telah memulai penyelidikan atas manipulasi akuntansi yang kemudian menjadi titik awal untuk mengetahui perlunya penyajian kembali laporan keuangan periode 1992-1997 yang diperlukan untuk mengoreksi berbagai penggelembungan angka dan juga menjadi titik awal untuk investigasi SEC.



g.



SEC mulai memeriksa buku WMI pada bulan November 1997, ketika perusahaan mengumumkan bahwa perubahan dalam metode akuntansi akan berakibat pada hilangnya $ 1.2 milyar dan mengurangi laba ditahan yang dilaporkan sebesar $ 1 miliar yang tercatat selama lima tahun sebelumnya.



h.



Skema terurai pada pertengahan tahun 1997, setelah CEO baru memerintahkan untuk meninjau praktik akuntansi perusahaan.



51 | K e l o m p o k



III



i.



Pada 1992-1997, CEO yang lama memanipulasi laporan keuangan untuk mencapai target laba. WMI terus terlibat dalam $ 1,4 miliar pada penipuan laporan keuangan.



52 | K e l o m p o k



III



j.



Pada tahun 1998, WMI menyajikan kembali laporan keuangan perode 1992-1997. Dalam penyajian kembali, melalui tiga kuartal pertama, perusahaan mengakui secara material telah menggelembungkan laba sebelum pajak sekitar $ 1.7 milyar dan mengecilkan elemen tertentu dari beban pajaknya sebesar $ 190juta. WMI mengakui bahwa secara keseluruhan perusahaan telah menggelembungkan laba bersih setelah pajak sebesar lebih dari $ 1 miliar.



k.



Setelah pengumuman tersebut, saham perusahaan turun hingga lebihdari 30% dan pemegang saham rugi hingga $ 6 milyar.



l.



SEC menuduh Dean Buntrock, pendiri perusahaan, dan 5 pejabat top lainnya melakukan penipuan ini. Tuduhan tersebut menduga bahwa manajemen telah berulang kali merubah penilaian biaya depresiasi untuk mengurangi jumlah biaya dan telah melakukan praktik akuntansi yang tidak layak berhubungan dengan kebijakan-kebijakan kapitalisasi, juga merencanakan pengurangan biaya-biaya.



m. SEC juga menuduh Arthur Andersen, sebagai auditor Waste Management, yang diduga keras mengetahui atau secara sembarangan mengeluarkan laporan audit yang secara material salah dan menyesatkan untuk periode 1993 sampai dengan 1996. n.



Andersen menyelesaikan masalah kepada SEC dengan membayar denda, terbesar dalam sanksi perdata, sebesar $ 7 juta, tanpa pernyataan mengakui atau menyangkal. Dan juga, mitra-mitra utamanya didenda dan dilarang berpraktik oleh SEC.



o.



Untuk menyelesaikan tuntutan class action dengan pemegang saham yang marah, WMI membayar denda sebesar $ 677 juta dengan kontribusi dari Arthur Andersen sebesar $ 95 juta.



p.



Tim manajemen puncak di WMI, termasuk chief financial officer dan petugas akuntansi kepala, dipaksa untuk mengundurkan diri.



q.



Sebuah perjanjian penyelesaian diajukan dalam gugatan tertunda di pengadilan federal Boston.



Penyebab terjadinya kecurangan dalam Laporan Keaungan yang dilakukan oleh Waste Management adalah: 1) Tindakan ini menyangkut penipuan keuangan besar yang dimotivasi oleh keserakahan dan keinginan untuk mempertahankan status profesional dan sosial. Waste Management Inc. menyembunyikan kerugian, overstatement pendapatan, 52 | K e l o m p o k



III



biaya tersembunyi selama lima tahun, menyebabkan salah saji dalam laporan keuangan audit yang diterbitkan. WMI secara curang memanipulasi hasil keuangan perusahaan untuk memenuhi target laba yang telah ditentukan dengan secara tidak tepat menghilangkan dan menunda beban periode berjalan untuk melakukan banyak praktik akuntansi yang tidak benar untuk mencapai tujuan ini. Mereka melakukan banyak praktik akuntansi yang tidak benar untuk mencapai tujuan mereka. Diantaranya adalah: a) Menghindari beban penyusutan truk sampah mereka dengan menetapkan nilai sisa yang tidak mendukung dan meningkat sisanya, serta memperpanjang masa manfaat. b) Menetapkan nilai sisa dengan sewenang-wenang pada aset lain yang sebelumnya tidak memiliki nilai sisa. c) Gagal untuk mencatat beban penurunan nilai dari tempat pembungan sampah karena mereka telah dipenuhi dengan sampah. d) Menolak untuk mencatat beban yang diperlukan untuk menghapus biaya akibat ketidaksuksesan dan pengabaian proyek pengembangan tempat pembungan sampahnya. e) Membentuk cadangan lingkungan yang meningkat sehubungan dengan akuisisi sehingga kelebihan cadangan dapat digunakan untuk menghindari pencatatan beban usaha yang tidak terkait. f)



Mengkapitalisasi berbagai biaya secara tidak benar.



g) Gagal untuk membentuk cadangan yang cukup untuk membayar pajak penghasilan dan biaya-biaya lainnya. 2) Untuk mengecilkan biaya/pengurangan dan menggelembungkan laba manajemen menggunakan “top-level adjustment” untuk dapat mencapai target laba yang ditentukan. 3) Buntrock dan mitra lainnya melakukan kecurangan sekuritas, pengajuan laporan berkala yang palsu, pemalsuan buku-buku dan catatan, serta kebohongan kepada auditor untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan memperkaya diri sendiri. Para pelaku motivasi didorong oleh keserakahan dan terlibat memperkaya diri, diawetkan posisi perusahaan mereka dan status dalam komunitas bisnis dan sosial. Dan juga tambahan termasuk bonus, saham pilihan, dan tunjangan pensiun yang didasarkan pada kinerja perusahaan. 53 | K e l o m p o k



III



Berdasarkan



pelanggaran



tersebut,



Arthur



Andersen



berulang



kali



mengeluarkan laporan audit wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan tahunan yang secara material palsu dan menyesatkan. Waste Management Inc membayar jasa audit kepada Andersen yang menyarankan bahwa bisa memperoleh biaya tambahan melalui “tugas khusus”, awalnya Andersen mengidentifikasi praktik-praktik akuntansi tidak tepat dan disajikan manajemen, namun pimpinan menolak mengkoreksi, hal ini dilihat sebagai upaya menutupi penipuan masa lalu untuk melakukan penipuan masa depan. Andersen setiap tahun menyajikan manajemen perusahaan dengan apa yang disebut Proposed Adjusting Journal Entries (“PAJEs”) untuk memperbaiki kesalahan yang mengecilkan biaya/pengeluaran dan menggelembungkan laba dalam laporan keuangan perusahaan. Manajemen secara konsisten menolak untuk melakukan untuk melakukan penyesuaian yang disebut PAJEs. Sebaliknya, terdakwa diam-diam mengadakan perjanjian secara curang dengan Andersen untuk mencoret akumulasi kesalahan selama jangka waktu sampai sepuluh tahun. WMI setuju untuk mengubah praktik akuntansi, tetapi hanya boleh dilakukan untuk periode mendatang untuk menutupi kecurangan di masa lalu. Akhirnya selama periode tujuh tahun dari penipuan Arthur Anderson dibayar oleh Waste Management sebesar $ 7.5 juta dalam biaya audit, $ 11.8 juta dalam biaya lainnya (pajak, membuktikan kerja), dan $ 6 juta dalam biaya non-audit tambahan termasuk $ 3.7 juta untuk analisis tinjauan strategis. Andersen menerima dari Waste Management Inc. sebesar $25.3 juta lebih selama tujuh tahun atau $ 3.6M per tahun. Jika dikaitkan dengan etika profesi akuntan, Andersen selaku KAP yang menangani Waste Management telah melakukan beberapa pelanggaran etika profesi seperti: a.



Integritas. Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya. Dalam kasus Waste Management Inc, akuntan yang ada di perusahaan tidak secara jujur dan tegas dalam mengungkapkan keadaan keuangan WMI yang sebenarnya. Serta ikut berpartisipasi dalam melakukan penipuan atau manipulasi laporan keuangan.



54 | K e l o m p o k



III



b.



Objektivitas. Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Auditor eksternal di Waste Management berada di bawah pengaruh para eksekutif WMI, yang banyak melakukan manupulasi terhadap laporan keuangan perusahaan.



c.



Kompetensi profesional dan kehati-hatian. Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Akuntan WMI secara sengaja memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan yang salah saji secara demi kepentingan kliennya.



d.



Perilaku Profesional. Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundangundangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Akuntan WMI jelas telah melanggar hukum yang berlaku dengan melakukan penipuan laporan keuangan yang menyebabkan banyak kerugian terjadi dan hanya menguntungkan diri sendiri dan kliennya saja.



I.



Analisis Pembekuan KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro Pembekuan ini karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Pupuk Sriwidjaya (Persero) dan anak perusahaan tahun buku 2005. "Selama masa pembekuan izin, KAP Drs. Tahrir Hidayat dan AP Drs. Dody Hapsoro, dilarang memberikan jasa akuntan publik, meliputi jasa atestasi yang termasuk audit umum atas laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan keuangan, serta jasa atestasi lainnya sebagaimana tercantum dalam SPAP," papar Samsuar dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (19/7/2008). 55 | K e l o m p o k



III



Keduanya juga dilarang memberikan jasa audit lainnya serta jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan kompetensi AP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku . Sementara, Menkeu mewajibkan KAP Drs. Tahrir Hidayat untuk memelihara Laporan Auditor Independen, atas kerja pemeriksaan dan dokumen lainnya. AP Dody Hapsoro juga dilarang menjadi pemimpin dim atau pemimpin rekan dan atau pemimpin cabang KAP, serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL). "Apabila dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak berakhirnya masa pembekuan izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, AP dan KAP maka izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, sanksi dikenakan pencabutan izin," pungkasnya.



1.



Analisi Kasus dan Pelanggarannya Terjadinya pembekuan izin KAP Tahrir Hidayat dan AP Dody Hapsoro berawal dari telah dilanggarnya salah satu prinsip etika profesi akuntansi yaitu Standar Teknis. Dimana pelaksanaan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Pupuk Sriwidjaya (Persero) dan anak perusahaan tahun buku 2005 tidak sesuai dengan standar yang telah berlaku umum. Dalam melaksanakan audit terdapat standar serta prosedur yang telah diatur



pada Standar Auditing (SA) dan Standar



Profesional Akuntan



Publik (SPAP), namun pada kasus yang diuraikan di atas Dody Hapsoro sebagai Akuntan Publik yang bertugas tidak menjalakan standar dan juga prosedur yang telah ditetapkan dalam SA dan SPAP sebagimana mestinya. Hal ini dapat mengakibatkan hasil audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Pupuk Sriwidjaya (Persero) dan anak perusahaan tahun buku 2005 menyesatkan bagi penggunanya yaitu masyarakat pemodal (investor), pemerintah dan juga manajemen perusahaan. Oleh karena pelanggaran yang dilakukan Dody Hapsoro, izinnya sebagai AP dibekukan selama 6 bulan serta KAP Tahrir Hidayat maka KAP tempatnya berbekerja pun turut dikenakan sanksi pembekuan izin selama 24 bulan. Hasil analisis dari 8 prinsip-prinsip kode etik profesi akuntansi, kasus tersebut telah melanggar 5 prinsip-prinsip kode etik profesi akuntansi yaitu: a.



Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya 56 | K e l o m p o k



III



dan dengan berhati-hati. Pelanggaran ini terjadi ketika Akuntan Publik Doddy Hapsoro tidak melaksanakan audit sesuai standar yang diatur pada Standar Auditing (SA) dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). b.



Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhatihati,



kompetensi



dan



ketekunan,



serta



mempunyai



kewajiban



untuk



mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional. Pelanggaran yang terjadi dapat diasumsikan bahwa ada kemungkinan AP Dody Hapsoro kurang pengetahuan



(kompetensi)



yang



memadai



mengenai



bagaimana



pengimplementasian SA dan SPAP sebagaimana mestinya. Serta dapat pula AP Dody Hapsoro kurang berhati-hati dalam pelaksanaan audit sehingga ada standar ataupun prosedur yang terlewatkan. c.



Perilaku Profesional Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap akuntan profesional mematuhi ketentuan hukum serta peraturan yang berlaku dan menghindari setiap perilaku yang dapat mengurangi kepercayaan pada profesi. Pelanggaran yang terjadi ketika AP Dody Hapsoro tidak mematuhi hukum seta peraturan yang berlaku sehinga dianggap tidak bertindak profesional



d.



Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Profesi Dody Hapsoro sebagai Akuntan Publik seharusnya sudah terbiasa dengan pengimplementasian SA dan SPAP sehingga tidak ada kecacatan dalam pelaksanaan audit pada laporan keuangan klien.



e.



Kepentingan Publik Anggota akuntan profesional berkewajiban untuk bertindak dalam rangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik serta menunjukkan sikap profesionalisme. Pelanggaran yang terjadi ketika laporan hasil audit yang dihasilkan PT. Pupuk Sriwidjaya (Persero) dan anak perusahaan tahun buku 2005 menjadi menyesatkan, sehingga pengguna laporan tersebut salah dalam mengambil keputusan ekonomi terkait melakukan investasi maupun pembuatan keputusan manajemen yang mengakibatkan kerugian. Dengan kata lain hal ini telah mengesampingkan kepentingan publik. Serta kepercayaan publik menjadi



57 | K e l o m p o k



III



berkurang terhadap KAP Tahrir Hidayat karena masyarakat menilai AP dari KAP tersebut kurang kompeten.



J.



Analisis Pelanggaran Kode Etik AP Mitra Winata Pelanggaran yang ditemukan Depkeu terkait dengan pelaksanaan audit atas laporan keuangan PT. Muzatek Jaya tahun buku 31 Desember 2004. Melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT. Muzatek Jaya, PT. Luhur Artha Kencana, dan Apt Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan tahun 2004. Selama izinnya dibekukan, AP tersebut dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. "Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP namun tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL)”. PT. Muzatek Jaya telah melakukan pelanggaran moral dan etika dalam dunia bisnis dengan melakukan suap terhadap Akuntan Publik Petrus Mitra Winata agar Akuntan Publik Petrus Mitra Winata hanya mengaudit laporan keuangan umum. Dengan begitu PT. Muzatek Jaya akan mendapatkan keuntungan dari kecurangan tersebut dan Akuntan Publik Petrus Mitra Winata akan mendapatkan keuntungan yang sesuai karena telah melakukan pekerjaan seperti keinginan klien. Perbuatan semacam ini tentu merusak etika profesi akuntan dan dapat menimbulkan citra buruk terhadap profesi akuntan di masyarakat luas. Akuntan Publik Petrus Mitra Winata adalah auditor independen yaitu auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya, yaitu PT. Muzatek Jaya, tetapi ia telah melakukan kecurangan terhadap pengauditan laporan keuangan.



1.



Analisis Kasus dan Pelanggarannya Laporan Keuangan yang accountable dan auditable sangatlah penting, baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi para pelaku bisnis lainnya. Disini peran akuntan publik sangatlah penting. Akuntan publik sebagai suatu profesi yang mengemban kepercayaan publik harus bekerja dalam kerangka peraturan perundang-undangan, kode etik dan standar profesi yang jelas. Berbagai pelanggaran etika yang dilakukan para akuntan telah banyak terjadi saat ini, misalnya berupa perekayasaan laporan keuangan untuk menunjukkan kinerja 58 | K e l o m p o k



III



perusahaan agar terlihat lebih baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap kode etik profesinya yang telah melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi para akuntan dalam masyarakat. Oleh karena itu, sikap profesional dan ketaatan pada kode etik profesi akuntansi sangat penting untuk dimiliki oleh setiap akuntan. Akuntan tidak independen apabila selama periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan. Kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis, dengan berdasarkan kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan didasarkan pada beberapa pihak tertentu saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan. Profesi Akuntan merupakan profesi yang memiliki standar profesionalisme yang tinggi. Setiap pihak yang berprofesi sebagai akuntan terikat pada kode etik dan standar profesional. Bagi para akuntan, hampir sudah menjadi hal yang sangat sering dihadapi terkait kondisi-kondisi yang berpotensi melanggar Standar Profesional Akuntan atau paling tidak sebuah kondisi dilema. Arti istilah profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat. Akuntan publik, sebagai profesional, mengakui adanya tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, termasuk perilaku yang terhormat, meskipun itu berarti pengorbanan diri. Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikan oleh profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut.



59 | K e l o m p o k



III



Berikut ini akan diuraikan mengenai kasus pelanggaran profesi yang dilakukan oleh akuntan publik di sebuah perusahaan yaitu PT. Muzatek Jaya tahun 2004. Dijelaskan dalam kasus tersebut bahwa akuntan bernama Drs. Petrus M. Winata dari KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan secara sengaja bekerjasama dengan kliennya dalam rangka melakukan rekayasa atas Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya. Intinya akuntan tersebut telah melanggar kode etik akuntan khususnya Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yaitu tidak menjunjung tinggi kejujuran dan tidak bertanggungjawab dalam penyampaian bukti, mengabaikan nilai objektifitas, lemahnya moral, tidak independen, dan lebih memilih kepentingan pribadi. Berikut pelanggaran yang telah dilakukan oleh AP Mitra Winata dipandang dari kode etik profesi akuntan, yaitu: a.



Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Berdasarkan kasus diatas, Akuntan Publik Petrus Mitra Winata tidak mempertimbangkan moral dalam melaksanakan pekerjaannya. Akuntan Publik Petrus Mitra Winata melakukan pelanggaran seperti pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT. Muzatek Jaya periode 31 desember 2004. Itu merupakan bukti bahwa Akuntan Publik Petrus Mitra Winata tidak mempunyai tanggung jawab terhadap profesi yang ia kerjakan, sehingga menimbulkan adanya pelanggaran.



b.



Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Pada kasus tersebut Akuntan Publik Petrus Mitra Winata tidak menghormati kepercayaan publik dan tidak menunjukkan komitmen atas keprofesionalan pekerjaan yang dia lakukan dengan melakukan pelanggaran etika profesi akuntan. Itu akan membuat prasangka tidak baik terhadap profesi akuntan publik dimata masyarakat. sehingga akan merugikan bagi para akuntan lainnya maupun KAP nya sendiri.



60 | K e l o m p o k



III



c.



Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Akuntan Publik Petrus Mitra Winata telah membuat nama baik Kantor Akuntan Publik (KAP) Mitra Winata menjadi buruk karena pelanggaran yang telah dilakukan oleh Akuntan Publik Petrus Mitra Winata. Untuk mengembalikan nama baik KAP maka Akuntan Publik Petrus Mitra Winata harus merubah image dimasyarakat dengan melakukan pekerjaan secara jujur dan professional serta mempertanggungjawabkan apa yang telah ia lakukan dengan menerima sanksi yang diberikan kepadanya.



d.



Obyektifitas Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam melakukan tugasnya, seharusnya Akuntan Publik Petrus Mitra Winata menjalankan secara jujur dan professional tanpa adanya tekanan dari pihak tertentu. Sehingga tidak terjadi pelanggaran kode etik profesi akuntansi dan terciptanya profesionalitas dalam pekerjaan yang ia lakukan.



e.



Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehatihatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. Berdasarkan kasus PT. Muzatek Jaya, Akuntan Publik Petrus Mitra Winata sudah melakukan pekerjaannya sesuai dengan keinginan kliennya, walaupun apa yang ia lakukan telah melanggar etika profesi akuntan. Seharusnya Akuntan Publik Petrus Mitra Winata melaksanakan pekerjaannya secara profesional sehingga tidak membuat nama baik KAP dan profesi akuntan menjadi buruk.



f.



Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama



melakukan



jasa



profesional



dan



tidak



boleh



memakai



61 | K e l o m p o k



atau



III



mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Pada kasus Akuntan Publik Petrus Mitra Winata, Akuntan Publik telah melakukan kerahasiaan terhadap informasi perusahaan klien dengan baik, yaitu hanya melapokan hasil audit yang di minta oleh perusahaan kliennya tersebut tanpa menyebar luaskan informasi lainnya. Tetapi apa yang dilakukan oleh Akuntan Publik Petrus Mitra Winata salah karna ia hanya mementingkan kepentingkan kliennya tanpa melihat kepentingan publik . g.



Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Apa yang dilakukan oleh Akuntan Publik Petrus Mitra Winata, telah membuat reputasi profesi akuntan menjadi tercoreng dimata masyarakat. Selain itu dia juga telah membuat buruk reputasi KAP yang menaunginya. Untuk itu seharusnya Akuntan Publik Petrus Mitra Winata mendapat sanksi hukum maupun sanksi sosial sesuai dengan apa yang telah ia lakukan.



h.



Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Melihat kasus Akuntan Publik Petrus Mitra Winata, Akuntan Publik tersebut tidak melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar teknis dan standar relevan yang ada serta tidak sesuai dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Seharusnya Akuntan Publik harus mematuhi kode etik profesi akuntan sehingga tidak melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugasnya, serta menciptakan profesionalitas dalam pekerjaannya tersebut.



62 | K e l o m p o k



III



DAFTAR PUSTAKA Junia,



Ni



Luh



Purnami.



“Makalah



Auditing



dan



Auditor”.



23



Juni



2016.



https://purnamiap.blogspot.com/2016/06/makalah-auditing-dan-auditor.html (diakses tanggal 17 Juli 2019) Sukmawati,



Sandra.







Pengauditan



dan



Profesi



Akuntan



Publik”.



https://www.academia.edu/34650969/MAKALAH_AUDITING_1_Sampling_audit (diakses tanggal 17 Juli 2019). Unknown. “Makalah



Auditing”.



http://syukronhamdani.blogspot.com/2016/02/makalah-



auditing.html (diakses Tanggal 17 Juli 2019). Sadiyah,



Ummah.



“Auditing



dan



Profesi



Akuntan



Publik”.



30



Maret



2016.



https://www.slideshare.net/06122009/makalah-auditing-dan-profesi-akuntan-publik (diakses tanggal 17 Juli 2019). Nuralimah, Atikah. “Skandal British Telecom dan Price Waterhouse Coopers”. 08 Oktober 2017.



https://atikahnuralimah.wordpress.com/2017/10/08/skandal-british-telecom-



dan-price-waterhouse-coopers/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Priantara, Diaz. “Ketika Skandal Fraud Akuntansi Menimpa British Telecom dan PwC”. 22 Juni



2017.



https://www.wartaekonomi.co.id/read145257/ketika-skandal-fraud-



akuntansi-menerpa-british-telecom-dan-pwc.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). Pertiwi, Putri. “Perusahaan Raksasa Kehilangan Miliaran Dollar Karena Fraud, Ini Pelajaran Yang



Bisa



Dipetik”.



03



Januari



2018.



https://integrity-



indonesia.com/id/blog/2018/01/03/perusahaan-raksasa-kehilangan-miliaran-dolarkarena-fraud-ini-pelajaran-yang-bisa-dipetik/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Arifin, Novia Anisa. “Kasus Fraud Akuntansi Menerpa British Telecom dan PwC”. 27 September 2017. http://noviaanisaarifin.blogspot.com/2017/09/kasus-fraud-akuntansimenerpa-british.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). Gendis, Noni Saraswati. “Etika Profesi Akuntansi – Kasus: Britis Telecom dan PwC”. 11 Mei 2018. https://www.slideshare.net/nonygendis/british-telecom-pwc (diakses tanggal 17 Juli 2019). Gendis, Noni Saraswati. “Kasus Fraud Akuntansi British Telecom dan Price Waterhouse Coopers (PwC)”. 11 Mei 2018.



https://www.slideshare.net/nonygendis/british-



telecom-pwc-96690421 (diakses tanggal 17 Juli 2019).



iv | K e l o m p o k



III



Johnson,



Sarah.



“PCAOB



Dines



Deloitte



$



1



Milion”.



10



Desember



2007.



http://www.cfo.com/accounting-tax/2007/12/pcaob-fines-deloitte-1-million/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Hakim, Muhajir. “Pelajaran Dari James Fazio dan Deloitte Dalam Kasus Ligand 26



Pharmaceuticals”.



Juli



2017.



https://www.kompasiana.com/mrhemerha/5978c76b70dad91895164132/masalahprofesional-auditorpelajaran-dari-james-fazio-dan-deloitte-dalam-kasus-ligandpharmaceuticals?page=all# (diakses tanggal 17 Juli 2019). Freudenheim, Milt. “Company News: Phar-Mor and Its Ex-Auditor Clash on Fraud Case”. 06 Agustus 1992. https://www.nytimes.com/1992/08/06/business/company-news-pharmor-and-its-ex-auditor-clash-on-fraud-case.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). Sarjono, Dwi. “Kasus Kecurangan Audit: Perusahaan Phar Mor Inc.”. 29 Oktober 2014. https://dwisarjono.wordpress.com/2014/10/29/kasus-kecurangan-audit-perusahaanphar-mor-inc/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Iwanti, Nanda Khairiyah. “Contoh Kasus Fraud Auditing Perusahaan Multikultural”. 22 Desember 2014. http://nanda-khairiyah.blogspot.com/2014/12/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Marwati, Diyan. “Etika Profesi dan Kode Etik Profesi (Kasus Phar Mor Inc.)”. 13 Oktober 2017.



http://diyanmarwati1.blogspot.com/2017/10/etika-profesi-dan-kode-etik-



profesi.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). Sarjono, Dwi. “Kasus Kecurangan Audit Phar Mor Inc.”. 29 Oktober 2014. https://www.kompasiana.com/nlk/58b92ca23493737310b31e88.html/kasuskecurangan-audit-phar-mor-inc?page=all (diakses tanggal 17 Juli 2019). Bareksa. “IAI: Belajar Kasus SNP Finance, Penanggung Jawab Laporan Keuangan Harus Diatur”. 01 Oktober 2018. https://www.bareksa.com/id/text/2018/10/01/iai-belajarkasus-snp-finance-penanggung-jawab-laporan-keuangan-harus-diatur/20453/news (diakses tanggal 17 Juli 2019). Rizki, Mohamad Januar. “Belajar Dari Kasus PT. SNP Berimbas Pencabutan Izin Akuntan Publik”.



02



Oktober



2018.



https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bb38917257f0/belajar-dari-kasus-ptsnp-berimbas-pencabutan-izin-akuntan-publik (diakses tanggal 17 Juli 2019). Sutaryono, Paul. “Artikel Opini: Belajar Dari Kasus SNP Finance”. 08 Oktober 2018. http://doa-bagirajatega.blogspot.com/2018/10/artikel-opini-belajar-dari-kasussnp.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). v|Kelompok



III



Handoko, Bambang Leo dan Gatot Soepriyanto. “Menurut Kasus SNP Finance & Auditor Deloitte



Indonesia



03



(1)”.



Desember



2018.



https://accounting.binus.ac.id/2018/12/03/merunut-kasus-snp-finance-auditor-deloitteindonesia-1/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Handoko, Bambang Leo dan Gatot Soepriyanto. “Menurut Kasus SNP Finance & Auditor Deloitte



Indonesia



03



(2)”.



Desember



2018.



http://accounting.binus.ac.id/2018/12/03/merunut-kasus-snp-finance-auditor-deloitteindonesia-2/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Stephanus, Daniel. “Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntan: Kesalahan Pencatatan Laporan



Keuangan



PT.



Kimia



Farma,



Tbk.”.



07



Desember



2018.



https://danielstephanus.wordpress.com/2018/12/07/kasus-pelanggaran-etika-profesiakuntan-kesalahan-pencatatan-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk-%EF%BB%BF/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Tempo.co. “Bapepam: Kasus Kimia Farma Merupakan Tindak Pidana”. 08 Desember 2003. https://bisnis.tempo.co/read/33339/bapepam-kasus-kimia-farma-merupakan-tindakpidana (diakses tanggal 17 Juli 2019). Unknown. “Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk.“. 25 Desember 2016.



http://maulinaharris.blogspot.com/2016/12/kasus-manipulasi-laporan-



keuangan.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). Stephanus, Daniel. “Studi Kasus Manipulasi Lapoan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk.”. 07 Desember



2018.



https://danielstephanus.wordpress.com/2018/12/07/tudi-kasus-



manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Hidayat,



David.



“Kasus



Kimia



Farma



(Etika



Bisnis)”.



17



April



2015.



https://www.kompasiana.com/www.bobotoh_pas20.com/5535b4d46ea8349b26da42e b/kasus-kimia-farma-etika-bisnis (diakses tanggal 17 Juli 2019). Kompas.com.



“Akuntan



Publik



Diduga



Terlibat”.



18



Mei



2010.



https://regional.kompas.com/read/2010/05/18/21371744/Akuntan.Publik.Diduga.Terli bat (diakses tanggal 17 Juli 2019). Rafikaaaa, Lukhlu. “Kasus Raden Motor dan BRI Cabang Jambi”. 12 Desember 2016. https://rafikalukhlu.wordpress.com/2016/12/12/kasus-raden-motor-dan-bri-cabangjambi/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Unknown. “Analisis Kode Etik Profesi Pada Kasus Raden Motor & BRI Cabang Jambi”. 11 Desember 2016. http://tiararoo.blogspot.com/2016/12/analisis-kode-etik-profesi-padakasus.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). vi | K e l o m p o k



III



Purwantoro, P. “Kasus Pelanggaran Etika PT. Great River International, Tbk.”. https://www.academia.edu/31679653/Kasus_Pelanggaran_Etika_PT._Great_River_In ternational_Tbk (diakses tanggal 17 Juli 2019). Hukum Online.com. “Menteri Keuangan Membekukan Akuntan Publik Justinus Aditya 10



Sidharta”.



Januari



2007.



https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16017/menteri-keuanganmembekukan-akuntan-publik-justinus-aditya-sidharta/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Sundoro, Adelia. Pelanggran Kode Etik Akuntansi Pada Kasus PT. Great River International, Tbk.”.



19



Januari



2017.



https://adeliasundoro.wordpress.com/2017/01/19/pelanggaran-kode-etik-akuntansipada-kasus-pt-great-river-internasiona-tbk/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Independence. “Studi Kasus Waste Management Inc. Dan PT. Great River International, Tbk. Dalam



Sudut



Pandang



Etika



Profesi



Akuntan”.



30



Juni



2014.



https://sjifa.wordpress.com/2014/06/30/studi-kasus-waste-management-inc-dan-ptgreat-river-international-tbk-dalam-sudut-pandang-etika-profesi-akuntan/



(diakses



tanggal 17 Juli 2019). Tharp, Paul. “$ 1,7B Trash Heap-Waste Management Inflated Profits: SEC”. 27 Maret 2002. https://nypost.com/2002/03/27/1-7b-trash-heap-waste-management-inflated-profitssec/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Dearosa.



“Kode



Etik



Profesi



Akuntansi”.



17



Oktober



2017.



http://dearosaaf.blogspot.com/2017/10/ (diakses tanggal 17 Juli 2019). Hardjanti, Rani. “Menkeu Bekukan Izin KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro”. 19 Juli 2008.



https://economy.okezone.com/read/2008/07/19/20/129076/menkeu-bekukan-



izin-kap-tahrir-hidayat-ap-dody-hapsoro (diakses tanggal 17 Juli 2019). Unknown. “5 Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi”. Januari 2013. http://vidyvirgovirgo.blogspot.com/2013/01/5-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html (diakses tanggal 17 Juli 2019). Detik



Finance.



“Akuntan



Publik



Mitra



Winata



Dibekukan”.



27



Maret



2007.



https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-759142/akuntan-publik-mitrawinata-dibekukan (diakses tanggal 17 Juli 2019). Sharon S., Herlina Sonia. “Kasus PT. Muzatek Jaya 2004”. 22 November 2015. https://herlinassitorus.wordpress.com/2015/11/22/kasus-pt-muzatek-jaya-2004/ (diakses tanggal 17 Juli 2019).



vii | K e l o m p o k



III