Pembahasan Terapi Keluarga Dan Kisah Alquran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Terapi Keluarga 1. Pengertian terapi keluarga Keluarga merupakan satu kelompok individu yang terikat oleh perkawinan atau darah, secara khusus mencakup ayah, ibu dan anak. Sedangkan terapi adalah suatu perlakuan dan pengobatan yang ditunjukan kepada penyembuhan satu kondisi patologi. 1 Menurut Perez ( 1979: 25) terapi keluarga merupakan proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagian. Pendapat lain dikemukakan oleh Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam kamus psikologi, terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok dimana masalah pokoknya hubungan antara pasien dengan anggota keluarganya. Oleh sebab itu seluruh anggota keluarga dilibatkan dalam usaha penyembuhan yang berfokus pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa terapi keluarga adalah bentuk bantuan untuk menangani suatu masalah dalam keluarga yang melibatkan keluarga inti utuk mencapai keseimbangan dan merasakan kebahagian dalam rumah tangga. Terapi keluarga juga sebagai metode dimana seluruh anggota keluarga memperoleh pemahaman terhadap permasalahanya, mengembangkan komunikasi dan meningkatkan fungsi dari setiap individu dalam keluarga. 2. Tujuan terapi keluarga a. Membantu anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait mengkait diantara anggota keluarga b. Membantu anggota keluarga menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah , maka akan mempengaruhi kepada persepsi, ekspektasi dan interasi anggota-anggota lain.. c. Agar tercapai keseimbangan yang membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota d. Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh hubungan parental. 3. Proses dan tahapan terapi keluarga Tahap pertama kali yang dilakuan yaitu mengidentifikasi masalah klien, tetapi dalam tahap penangan atau treatment diperlukan kehadiran anggota keluarga yang lain. Menurut Satir Menurut Satir, tidak mungkin mendengarkan peran, status, nilai, dan norma keluarga 1



Kartini Kartono. 1985. Bimbigan dan Dasar-dasar Pelaksanaan Teknik Bimbingan Praktis. (Jakarta : CV. Rajawali). hm 4245



atau kelompok jika tidak ada kehadiran anggota keluarga yang lain. Jadi dalam pandangan ini, anggota keluarga yang lain harus datang ke konselor (Brammer dan Shortromm, 1982). Tahapan family therapy secara garis besar dalam konseling keluarga adalah:2 a. Pengembangan Rapport, merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan dari konseli. Upaya pengembangan rapport ini ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor yakni kontak mata; perilaku nonverbal (perilaku attending, bersahabat atau akrab, hangat, luwes, ramah, jujur atau asli, penuh perhatian) dan bahas lisan atau verbal yang baik. b. Pengembangan apresiasi emosional, dimana munculnya kemampuan untuk menghargai perasaan masing-masing anggota keluarga, dan keinginan mereka agar masalah yang mereka hadapi dapat terselesaikan semakin besar. Muncul dinamika interaksi dari semua individu yang terlibat dalam konseling. c. Pengembangan alternatif modus perilaku. Dalam tahap ini, baik konseli maupun anggota keluarga mengembangkan dan melatihkan perilakuperilaku baru yang disepakati berdasarkan hasil diskusi dalam konseling. Pada tahap ini muncul home assignment, yaitu mempraktikan perilaku baru selama masa 1 minggu (misalnya) di rumah, kemudian akan dilaporkan pada sesi berikutnya untuk dibahas, dievaluasi, dan dilakukan tindakan selanjutnya. d. Fase membina hubungan konseling. Adanya acceptance, unconditional positive regard, understanding, genuine, empathy. Memperlancar tidakan positif. Terdiri dari eksplorasi, perencanaan atau mengembangkan perencanaan bagi konseli sesuai dengan tujuan untuk memecahkan masalah, kemudian penutup untuk mengevaluasi hasil konseling sampai menutup hubungan konseling. Menurut Conjoint Family Therapy, proses konseling yang dapat ditempuh adalah : a. Intake interview, building working alliance. bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan konseli dan anggota keluarga lainnya (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya).



2



Sofyan S. Wilis. 2009. Konseling Keluarga. (Bandung : Alfabeta). hlm 133-138



b. Case conceptualization and Treatment Planning, mengenal masalah atau memperjelas masalah, kemudian fokus pada rencana intervensi apa yang akan dilakukan untuk penanganan masalah. c. Implementation, menerapkan intervensi yang disertai dengan tugastugas yang dilakukan bersama antara konseli dan keluarga, contohnya: free drawing art task (menggambar bebas yang mewakili keberadaan mereka baik secara kognitif, emosi, dan peran yang mereka mainkan), homework. d.



Evaluation termination, melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.



e. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling. B. Kisah Al-Qur’an (Qashashul Quran) sebagai terapeutik Berkaitan dengan media terapi, al-Qur’an dapat digunakan sebagai terapi karena alQuran bisa memfasillitasi teori transpersonal, kognitif, dan humanistic-eksistensial. Al-Quran juga sebagai as-syifa yang mempunyai kekuatan untuk menangani dan menyembuhkan penyakit jiwa seseorang. “Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu al-Qur’an yang mengandung pengajaran, penawaran bagi penyakit bati (jiwa), tuntunan serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S Yunus: 57). Selain itu, didalam al-Quran banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan dinamika kejiwaan manusia secara teoritik yang dapat dijadikan dasar acuan psikoterapi untuk mengatasi gangguan mental. Menurut Zahrani (2015), al-Quran banyak mengandung hikmah dan nasehat, baik dengan konsep pahala, hukuman, maupun kisah yang dapat menjadi pembelajaran guna untuk perbaikan hati.3 Menurut al-Shabuni (2000) seseorang akan mendapatkan manfaat teraputik dari alQur’an jika al-Qur’an tersebut: (a) dipelajari dan diajarkan, (b) dibaca, (c) dihafal danmenjaga hafalan, (d) menyelami kandungannya, (e) menegakkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Kandungan didalam ayat Al-Qur’an tentang sejarah atau kisah-kisah jauh lebih banyak dibandingkan dengan ayat-ayat yang berbicara tentang hukum. Hal ini memberikan isyarat bahwa Al-Qur’an sangat perhatian terhadap masalah kisah, yang memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah). Oleh karena itu kisah dalam Al-Qur’an memiliki makna tersendiri bila dibandingkan isi kandungan yang lain. 3



Rela Mar’ati, Moh Toriqul Chaer. Pengaruh Pembacaan Al-Quran dan Pemaknaan Ayat-Ayat Al-Quran terhadap Penurunan Kecemasan pada Santriwati. Jurnal Penelitian Psikologi. Vol 1 No. 1, November 2016. hlm 36



Kisah Al- Qur’an (Qashashul Quran) dapat dijadikan terapeutik karena didalamnya kita dapat mengambil pelajaran sekaligus sebagai petunjuk yang berguna bagi setiap orang beriman dan bertaqwa dalam rangka memenuhi tujuan ia diciptakannya yaitu sebagai abdi dan khalifah pemakmur bumi dan isinya. Serta memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya agar dijadikan ibrah (pelajaran) untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.4 C. Teori Manajemen Koordinasi Makna Setiap orang memiliki penafsiran sendiri dan menemukan makna ketika berinteraksi dengan orang lain. Konstruksi makna selama berlangsungnya percakapan terdiri dari sistem interpersonal yang menjelaskan aksi dan reaksi. Mempelajari aksi dan reaksi saat berada dalam interaksi sosial disebut dengan coordinated management of meaning atau manajemen koordinasi makna. Manajemen koordinasi makna merupakan salah satu teeeori komunikasi interpersonal atau teori-teori komunikasi antar pribadi yang termasuk ke dalam kategori teoriteori tentang makna dan hubungan interpersonal. Manajemen koordinasi makna berteori bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana orang memahami dunia mereka dan menghasilkan realitas sosial. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Barnett Pearce dan Vernon Cronen di penghujung tahun 1970an. Mereka berpendapat bahwa komunikasi adalah inti untuk menjadi manusia dan orang menciptakan realitas percakapannya sendiri. Menciptakan makna dalam interaksi dicapai dengan cara menerapkan berbagai aturan berdasarkan isi komunikasi, tindakan yang dinyatakan, situasi, hubungan antar komunikator, latar belakang individu, dan pola-pola budaya. Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa tujuan komunikasi tidak begitu penting bagi orang-orang untuk mencapai kesepakatan namun bagi komunikator adalah penting untuk mencapai tingkat koordinasi. 1. Sejarah Teori manajemen koordinasi makna dikembangkan oleh Bernett Pearce dan Vernon Cronen pada tahun 1980. Berdasarkan teori manajemen koordinasi makna, dua orang yang berinteraksi secara sosial akan membentuk makna dalam percakapan yang mereka lakukan. Setiap individu juga terdiri dari sebuah sistem interpersonal yang membantu menjelaskan aksi dan reaksi mereka. Teori manajemen koordinasi makna berkaitan dengan beberapa teori lain seperti teori speech act, teori interaksi simbolik, dan teori sistem. 4



2



Junaidi AF. 2004. Konsep Al-Quran dalam Pendidikan Spiritual Anak Melalui Kisah –kisah. Jurnal Fenomena UII Vol.2. hlm



a. Teori tindak tutur (speech act) – teori yang menyatakan bahwa makna sebuah percakapan tidak terbatas pada makna kata-kata. Kata-kata dapat menambah makna baru bergantung pada situasi dan bagaimana kata-kata digunakan. Bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah tindakan lebih dari sekedar berbagi informasi. b. Teori interaksi simbolik – teori atau perspektif yang memiliki pengaruh dalam sosiologi yang mengenalkan berbagai tindakan manusia yang dipandu oleh bagaimana mereka menilai berbagai hal yang pada akhirnya dipengaruhi oleh masyarakat mereka. c. Teori sistem – sebuah studi lintas disiplin tentang berbagai fenomena organisasi. 2. Asumsi Teori manajemen koordinasi makna, memiliki beberapa asumsi dasar, yaitu : a. Manusia hidup dalam komunikasi (konstruksi sosial) Asumsi pertama teori manajemen koordinasi makna ini adalah inti komunikasi. Karenanya manusia hidup dalam komunikasi. Teori manajemen koordinasi makna menggambarkan bagaimana kita berkomunikasi dalam upaya untuk memahami dunia atau untuk menemukan makna. Komunikasi menciptakan dunia sosial di sekitarnya. Menciptakan makna bergantung pada koherensi, koordinasi, dan  misteri yang dialami seseorang, baik secara sadar atau tidak sadar, sendiri atau dalam kombinasi. Variabel ini membantu menentukan bagaimana kita menciptakan realitas sosial melalui percakapan yang dilakukan. b. Manusia menciptakan realitas sosial. Para ahli teori manajemen koordinasi makna mengusulkan gagasan bahwa situasi sosial diciptakan oleh interaksi. Keyakinan bahwa orang-orang dalam percakapan membangun realitas sosial mereka disebut dengan konstruksi sosialisme. Hal ini sesuai dengan



asumsi teori



interaksi



simbolik, teori



konstruksi sosial atau konstruksi



realitas sosial yang menyatakan bahwa realitas dibentuk secara sosial. c. Transaksi informasi tergantung pada makna pribadi dan makna interpersonal. Asumsi ketiga teori manajemen koordinasi makna berkaitan dengan cara orang mengendalikan percakapan melalui makna pribadi dan makna interpersonal. Arti makna pribadi mengacu pada makna yang dicapai ketika seseorang berinteraksi dengan orang



lain dan membawanya ke dalam interaksi pengalaman uniknya. Sementara itu, makna interpersonal akan tercapai manakala dua orang sepakat tentang penafsiran masingmasing. Makna dalam percakapan tercapai tanpa berpikir apa-apa. Jika tidak ada satupun jenis makna yang tercapai, maka dapat dikatakan bahwa ada kekurangan komunikasi 3. Aturan dalam Manajemen Koordinasi Makna Teori manajemen koordinasi makna berpendapat bahwa pada dasarnya orang-orang yang terlibat dalam percakapan akan membentuk realitas sosial mereka sendiri. Penggagas teori ini yaitu Barnett Pearce dan Vernon Cronen meyakini bahwa teori manajemen koordinasi makna sangat berguna dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam situasi sosial tertentu, hal pertama yang dilakukan orang adalah ingin memahami apa yang terjadi dan menerapkan berbagai aturan untuk mengetahuinya. Orang akan bertindak berdasarkan apa yang mereka pahami dan menerapkan aturan untuk memutuskan tindakan apakah yang sesuai. Dengan demikian, teori manajemen koordinasi makna merupakan teori yang berlandaskan aturan. Terdapat dua aturan utama dalam teori manajemen koordinasi makna yaitu aturan konstruktif dan aturan regulatif. a. Aturan konstruktif – komunikator melakukan sebuah interaksi untuk memahami berbagai kejadian ataupun pesan yang disampaikan oleh orang lain. Di sini, penafsiran pesan dapat membantu pemahaman makna pesan. b. Aturan regulatif – terkait dengan bagaimana komunikator memberikan reaksi terhadap pesan dan bagaimana mereka memberikan respon atau tanggapan terhadap pesan yang mereka terima. Barnett Pearce dan Vernon Cronen menggunakan istilah “menciptakan dunia sosial” dalam kaitannya dengan teori manajemen koordinasi makna. Orang memiliki pandangan tentang apa yang mereka pikir dibutuhkan oleh mereka, baik atau buruk, dan juga hal-hal yang dibenci atau ditakuti. Pada umumnya, orang ingin mencapai banyak hal dalam hidup dan berharap dapat mengelola atau mengatur hal-hal tersebut ketika mereka berada dalam



sebuah konflik. Koordinasi akan sulit dilakukan oleh mereka yang memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain atau dengan kata lain tidak memiliki kesamaan visi. Hal ini disebut dengan perbedaan logika makna dan tindakan. 4. Konsep Dasar Dalam teori manajemen koordinasi makna terdapat beberapa konsep dasar yang harus dipahami, yaitu manajemen, koordinasi, dan makna. Masing-masing konsep dapat membantu menjelaskan bagaimana realitas sosial diciptakan melalui percakapan. a. Manajemen Jenis-jenis interaksi sosial yang kita lakukan dengan orang lain dipandu atau dibatasi oleh berbagai aturan. Para interaktan harus memahami realitas sosial dan kemudian memasukkan peraturan saat mereka memutuskan bagaimana bertindak dalam situasi yang diberikan. Dari penggunaan aturan, masing-masing individu mengatur dan mengkoordinasikan makna dalam percakapan. Teori manajemen koordinasi makna memandang percakapan sebagai serangkaian kejadian yang saling terhubung dimana masing-masing individu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain. b. Koordinasi Koordinasi merujuk pada tingkatan dimana setiap orang melihat bahwa tindakan mereka telah disesuaikan menjadi beberapa urutan atau pola tindakan yang dapat saling dimengerti. Jika dalam interaksi setiap orang dapat menyadari apa yang mitra mereka katakan maka dapat dikatakan bahwa percakapan yang terjadi berubah menjadi koordinasi. Para ilmuwan percaya bahwa keinginan setiap orang untuk melakukan koordinasi dalam suatu interaksi tumbuh dan berkembang dari makna subyektif. Dalam artian, pesan yang sama mungkin saja memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang. Untuk menghindari hal ini, orang akan menjalin kerja sama untuk saling berbagi makna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sense making adalah landasan atau dasar bagi terjadinya koordinasi. Dengan token dalam informasi yang terhubung melalui saluran, hubungan logika dapat muncul, kemudian berkontribusi pada pembuatan



makna. Sense making membantu orang untuk membentuk pemahaman umum dan kemudian membangun koordinasi antar manusia. Konsep koordinasi berkaitan dengan kenyataaan bahwa tindakan kita tidak berdiri sendiri berkaitan dengan komunikasi. Kata-kata atau tindakan yang kita gunakan selama percakapan bersama-sama memproduksi pola-pola yang dikenal sebagai kisah kehidupan. Pola-pola ini mempengaruhi perilaku yang digunakan selama interaksi sebagai jalan untuk melakukan kolaborasi. Menurut Pearce dan Cronen, konsep koordinasi dimaksudkan untuk menyuguhkan dasar untuk mengingat sisi lain dari sebuah kisah. Terdapat tiga kemungkinan keluaran koordinasi yaitu orang-orang yang terlibat dalam interaksi mencapai koordinasi, orang-orang yang terlibat dalam interaksi gagal dalam mencapai koordinasi, orang-orang yang terlibat dalam interaksi mencapai koordinasi pada tingkatan tertentu. Jika sebuah interaksi gagal untuk mencapai koordinasi atau mencapai koordinasi secara sebagian, maka jalan keluar yang mungkin adalah bergerak ke tingkatan makna yang lain. c. Makna Kita telah pahami bersama bahwa makna dibentuk melalui proses interaksi sosial. Dalam teori manajemen koordinasi makna, dijelaskan bahwa orang mengatur makna secara hierarkis. Terdapat enam tingkatan makna dalam teori manajemen koordinasi makna, yaitu isi, tindak tutur, kontrak atau hubungan, episode, skrip kehidupan, dan pola-pola budaya. 1) Isi Dalam teori manajemen koordinasi makna, yang dimaksud dengan isi adalah terkait dengan data mentah dan informasi yang dikatakan selama komunikasi. Dengan kata lain, isi adalah kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi. Penting untuk dipahami bahwa isi sendiri tidaklah cukup untuk membentuk makna dalam komunikasi.



2) Tindak tutur Salah satu bagian integral dari teori manajemen koordinasi makna adalah tindak tutur atau speech act. Tindak tutur atau speech act mengkomunikasikan intensi pembicara dan mengindikasikan  bagaimana komunikasi seharusnya dilakukan. Tindak tutur atau speech act adalah tindakan yang kita tampilkan saat berbicara termasuk pujian, penghinaan, janji, ancaman, asersi, dan pertanyaan. Teori manajemen koordinasi makna mengacu pada teori tindak tutur yang selanjutnya memecah tindak tutur menjadi kategori bunyi atau ucapan yang terpisah. 3) Kontrak atau hubungan Kontrak dapat diartikan sebagai kesepakatan hubungan dimana dua orang menyadari potensi dan batasan sebagai mitra relasi.  Kontrak seringkali merancang pedoman dan perilaku. Sebagaimana hubungan yang berkelanjutan, kontrak menyarankan sebuah masa depan dimana beberapa orang akan menyisihkan waktu guna mengumpulkan berbagai permasalahan yang ada dalam suatu hubungan dibandingkan dengan menaruh perhatian pada masa depan bersama. Lebih jauh lagi, sebuah kontrak mengkomunikasikan batasan hubungan yang menyediakan berbagai parameter bagi sikap dan perilaku. Misalnya, bagaimana orang berbicara satu sama lain. Para ahli mencatat bahwa batasan membedakan antara “kita” dan “kami”. 4) Episode Untuk menafsirkan tindak tutur, para ahli teori mendiskusikan episode atau rutinitas komunikasi yang memiliki awal dan akhir yang pasti. Dalam arti tertentu, episode menggambarkan konteks dimana orang bertindak. Individu dalam interaksi mungkin berbeda dalam bagaimana mereka menekankan sebuah episode. Para ahli teori dengan jelas mencatat bahwa percakapan yang koheren memerlukan beberapa derajat tanda baca terkoordinasi. Tanda baca yang berbeda dapat menghasilkan kesan yang berbeda dari episode sehingga menciptakan perspektif di dalam dan di luar dari episode yang sama.



5) Skrip kehidupan Dalam skrip kehidupan atau pola episode, sejarah hubungan dan interaksi setiap individu akan mempengaruhi aturan dan pola interaksi. Skrip kehidupan dapat dikatakan memiliki kesamaan dengan otobiografi masing-masing individu. 6) Pola-pola budaya Para ahli teori berpendapat bahwa orang-orang mengdentifikasi kelompok tertentu dalam budaya tertentu. Yang dimaksud dengan pola budaya adalah gambar keteraturan dunia yang sangat luas dan hubungan seseorang dengan urutan itu. Dalam artian, hubungan individu dengan budaya yang lebih besar adalah relevan saat menafsirkan makan. Lebih penting lagi bila dua orang dari dua budaya yang berbeda mencoba memahami arti kata masing-masing.5



5



t.thn. https://pakarkomunikasi.com/teori-manajemen-koordinasi-makna#:~:text=Teori%20manajemen%20koordinasi %20makna%20berpendapat,dalam%20kehidupan%20kita%20sehari%2Dhari. (diakses January 19, 2021).