Pembelajaran Matematika Guided Discovery [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBELAJARAN MATEMATIKA GUIDED DISCOVERY



PENULIS : ISHMATUL MAULA, M.Pd Editor Hendry Putra, M.Pd



KDT PEMBELAJARAN MATEMATIKA GUIDED DISCOVERY Ishmatul Maula, M. Pd.



Editor: Zakiyah Ulfah Proofreader: Eista Swaesti Desain Cover: Yudan Layout: Slamet Penerbit: AR-RUZZ MEDIA Jl. Anggrek 126 Sambilegi, Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta, 55282 Telp./Fax.: (0274) 488132 E-mail: [email protected] ISBN: 978-602-313-489-2 Cetakan I, 2019 Didistribusikan oleh: AR-RUZZ MEDIA Telp./Fax.: (0274) 4332044 E-mail: [email protected] Perwakilan: Jakarta: Telp./Fax.: (021) 7816218 Malang: Telp./Fax.: (0341) 560988 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KTD) Maula, Ishmatul Pembelajaran matematika guided discovery/Ishmatul Maula, M. Pd. - Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2019 112 halaman, 16 cm × 25 cm ISBN: 978-602-313-489-2 1. Pendidikan I. Judul II. Ishmatul Maula, M. Pd.



KATA PENGANTAR



Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan buku ini. Buku ini mencakup mengenai teori, pengembangan dan implementasi guided discovery dalam pembelajaran matematika. Buku ini menjelaskan tentang apa itu guided discovery, langkah-langkah pembelajaran guided discovery, serta pengembangan perangkat guided discovery dalam pembelajaran matematika. Adanya buku ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka bagi guru, calon guru/mahasiswa maupun pengguna lainnya. Buku ini tidak akan terwujud jika tidak ada dorongan dari berbagai pihak. penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua orangtua, saudara serta teman-teman yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian buku ini. Penulis menyadari bahwa kajian dalam buku ini masih sangat terbatas dan banyak kekurangan yang tentunya perlu diperbaiki. Karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan pada cetakan berikutnya. Samarinda, November 2019



Ishmatul Maula Pembelajaran Matematika Guided Discovery



5



6



Ishmatul Maula, M.Pd



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR......................................................................................................... 5 DAFTAR ISI........................................................................................................................ 7



BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................................. 9



BAB 2 TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA.................................................................... 15 1. Interaktif .................................................................................................................... 16 2. Inspiratif...................................................................................................................... 16 3. Menyenangkan........................................................................................................ 16 4. Menantang................................................................................................................ 16 5. Motivasi...................................................................................................................... 16 1. Aliran Psikologi Tingkah Laku............................................................................. 18 a. Teori Throndike.................................................................................................. 18 b. Teori Skinner....................................................................................................... 21 c. Teori Ausubel...................................................................................................... 22 d. Teori Gagne......................................................................................................... 23 e. Teori Pavlov......................................................................................................... 25 2. Aliran Psikologi Kognitif ....................................................................................... 25 a. Teori Piaget......................................................................................................... 25 b. Teori Bruner......................................................................................................... 30 c. Teori Gestalt........................................................................................................ 33 d. Torema Van Hiele.............................................................................................. 33



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



7



BAB 3 KONSEP PEMBELAJARAN MATEMATIKA................................................................ 35 1. Penalaran Matematika.......................................................................................... 35 2. Pemahaman Matematika..................................................................................... 37 3. Koneksi Matematik Siswa..................................................................................... 40



BAB 4 GUIDED DISCOVERY LEARNING............................................................................... 43 1. Apa itu Guided Discovery Learning?................................................................... 43 2. Sintakh Guided discovery Learning.................................................................... 45 3. Kelebihan dan Kekurangan Guided Discovery Learning............................. 47



BAB 5 PERANGKAT PEMBELAJARAN BERCIRIKAN GUIDED DISCOVERY................... 49 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guided Discovery.................. 49 2. Bahan Ajar ................................................................................................................. 51 3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Guided Discovery Learning......................... 52 4. Instrument Tes Guided Discovery Learning..................................................... 54



BAB 6 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR GUIDED DISCOVERY....................................... 55 1. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery...................... 55 2. Hasil pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery................................... 65



BAB 7 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY.................................... 93



BAB 8 PENUTUP.......................................................................................................................... 103 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 107



8



Ishmatul Maula, M.Pd



BAB 1 PENDAHULUAN



Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia. Selain itu pendidikan adalah sektor yang strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga diperoleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan harus ditumbuh kembangkan secara sistematis, sehingga tercipta suatu sistem pendidikan yang dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek moral, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga, dan perilaku. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal, maupun non formal. Pendidikan formal diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di sekolah, sedangkan non formal dapat dilakukan di luar lingkungan sekolah. Pendidikan formal yang biasanya dilaksanakan sekolah merupakan salah satu sarana yang tepat untuk meningkatkan kualitas SDM dan untuk mendukung perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dengan demikian pendidikan formal harus menyelenggarakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetisi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



9



informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Perkembangan kurikulum dewasa ini menuntut partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran dari tingkat SD sampai Sekolah Menengah. Peran aktif siswa sangat menentukan terhadap keberhasilan pembelajaran. Menurut pengamatan dan pendapat beberapa orang, selama ini proses pembelajaran matematika yang dilakukan masih cenderung menggunakan cara yang konvensional yaitu guru menjadi pusat pembelajaran sehingga proses pembelajaran hanya berlangsung satu arah. Dalam pembelajaran, aktivitas siswa lebih banyak pada kegiatan mendengarkan penjelasan guru dan mencatat. Proses belajar mengajar masih cenderung teacher centered dibandingkan student centered. Hal inilah yang mengakibatkan pola belajar siswa cenderung menghafal, serta kemampuan berpikir dan daya analisis siswa kurang berkembang. Dengan proses pembelajaran yang seperti itu, siswa merasa kurang tertarik dan cepat bosan terhadap pembelajaran matematika. Diketahui bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan masih secara konvensional. Pembelajaran masih berpusat pada guru, sementara siswa cenderung pasif. Akibatnya siswa merasa bosan dalam pembelajaran matematika. Siswa cenderung melakukan aktivitas lain yang lebih menarik perhatian, misalnya seperti bermain dan mengobrol dengan temannya. Menurut pengamatan dan observasi pada saat pembelajaran berlangsung siswa cenderung bersikap pasif, enggan bertanya, takut atau malu untuk bertanya. Siswa jarang berdiskusi dengan temannya. Bila ada yang kurang paham atau tidak mengerti tentang suatu materi mereka cenderung untuk diam. Masih banyak siswa kesulitan mempelajari maupun menyelesaikan soal-soal matematika. Soal matematika dianggap sesuatu yang rumit, membutuhkan energi, pikiran, dan waktu yang banyak untuk menyelesaikannya. Selain itu ketika guru meminta siswa untuk menyelesaikan suatu masalah, beberapa siswa merasa kebingungan dan kesulitan sehingga tidak dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Guru harus



10



Ishmatul Maula, M.Pd



mengulangi penjelasan yang telah diberikan barulah kemudian siswa dapat memecahkan masalah tersebut. Kemampuan memecahkan masalah sangat diperlukan untuk dapat memecahkan suatu masalah matematika. Siswa dituntut untuk menggunakan segala pengetahuan yang diperolehnya untuk dapat memecahkan suatu masalah matematika. Hal ini dapat dilihat dari cara dan lamanya waktu yang dibutuhkan mereka untuk menyelesaikan suatu soal. Ketika diminta untuk menyelesaikan suatu masalah matematika, beberapa siswa masih harus membolak-balik buku catatan untuk mencari rumus yang sesuai, bertanya ke teman yang lain, bahkan ada yang hanya memandang soal yang diberikan oleh guru. Keadaan siswa seperti diatas jika didiamkan akan menyebabkan siswa akan semakin mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memahami materi yang dipelajari. Dalam proses pembelajaran dibutuhkan metode, strategi, ataupun pendekatan yang tepat. Pendekatan adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Strategi adalah siasat yang sengaja direncanakan agar pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar. Metode adalah cara menyajikan materi dalam pembelajaran. Guru adalah ujung tombak pelaksanaan kegiatan pembelajaran sekolah. Untuk mengajarkan suatu pokok bahasan tertentu dalam pembelajaran matematika, guru harus mampu memilih pendekatan, strategi, dan metode yang sesuai dengan karakteristik pokok bahasan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik. Sebaliknya bila guru tidak mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pokok bahasan, maka hasil kegiatan pembelajaran tidak tercapai dengan maksimal. Discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran konstruktivis, Bruner (dalam Illahi, 2012:27), menyatakan “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it himself”. Discovery learning dibagi menjadi 2 bagian, yaitu guided discovery learning dan pure discovery learning. Pada guided



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



11



discovery learning guru masih berperan untuk membimbing siswa dalam proses penemuan, bimbingan tersebut akan dihilangkan secara perlahan. Sedangkan pada pure discovery learning siswa bekerja secara bebas dan mandiri dalam proses penemuan. Menurut penelitian Kirscner (2006), pada pelajar pemula lebih tepat diberikan bimbingan yang kuat dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mayer (2004), yang menyatakan bahwa dalam banyak kasus, guided discovery learning dinilai lebih efektif daripada pure discovery learning dalam membantu siswa belajar dan mentransfer pengetahuan. Kajian jurnal internasional yang berkaitan dengan guided discovery learning telah banyak dilakukan, diantaranya adalah (Udo, 2011; Akanmu, 2013; Akinyemi, 2009; Udo, 2010; Yucel, 2014; Senyo, 2014; Cased, 2012; Khasnis, 2011; Kilpatrick, 2002; Palincsar, 2000; Mirasi, 2013; dan Germain, 2014). Udo (2011) dan Akanmu (2013), menyatakan guided discovery learning merupakan model pembelajaran yang efektif digunakan dalam pembelajaran matematika dan memberi keuntungan pada semua tingkat kemampuan siswa, baik tinggi, sedang dan rendah. Akinyemi (2011), mengatakan bahwa guided discovery learning dapat mengembangkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian dari Udo (2010) dan Senyo (2014), menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja siswa sebelum dan setelah menggunakan pembelajaran guided discovery learning. Yucel (2014), menyatakan bahwa kemampuan siswa mengenai materi logaritma pada siswa yang diajar dengan menggunakan guided discovery learning lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran tradisional. Cased (2012), menyatakan bahwa siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran guided discovery learning mendapatkan hasil belajar yang lebih positif daripada siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran yang biasa. Khasnis (2011), menyatakan bahwa guided discovery learning dapat meningkatkan kreativitas berpikir siswa dan menambah rasa menyenangkan dalam belajar matematika.



12



Ishmatul Maula, M.Pd



Hasil penelitian Kilpatrick (2002), menunjukkan bahwa pemberian bimbingan dalam belajar matematika dapat membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dasar konsep matematika siswa dan sikap positif terhadap matematika, pada siswa kelas dasar dan pemula juga akan memberikan pondasi dalam pembelajaran matematika siswa jangka panjang. Kemudian Palincsar (2000) melakukan penelitian mengenai keterlibatan siswa berkebutuhan khusus dalam pembelajaran berbasis penemuan terbimbing, dan hasil penelitiannya menunjukkan siswa menunjukkan sikap positif dan dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis penemuan terbimbing dapat meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian lain mengenai guided discovery juga dikemukakan oleh Mirasi (2013) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa menggunakan guided discovery lebih tinggi dibandingkan metode pembelajaran yang tidak menggunakan guided discovery, selain itu hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan guided discovery dapat meningkatkan kinerja belajar siswa. Germain (2014) mengemukakan juga bahwa guided discovery learning tidak hanya meningkatkan pemahaman dan kinerja siswa, tetapi juga membantu interaksi antara guru dan siswa dalam menyampaikan ide-ide mereka pada proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam buku ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori pembelajaran matematika, pembelajaran guided discovery serta pengembangan perangkat pembelajaran guided discovery pada matematika.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



13



BAB 2 TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA



Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya (Syamsuddin, 2007:34). Eko (2008:22), juga berpendapat bahwa dalam proses pembelajaran terjadi hubungan interaktif antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Sanjaya (2010:16), menyatakan bahwa pembelajaran, dapat diartikan sebagai proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada diluar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 (dalam Sanjaya, 2010:133), dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sesuai dengan isi peraturan pemerintah di atas, maka ada sejumlah prinsip khusus dalam pengelolaan pembelajaran yang baik, sebagai berikut:



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



15



1. Interaktif Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa, akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, maupun antara siswa dan lingkungannya.



2. Inspiratif Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yaitu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu, guru perlu membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa. Biarkan siswa berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sendiri.



3. Menyenangkan Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat dikembangkan manakala siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan.



4. Menantang Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yaitu merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa sehingga merangsang siswa untuk berpikir.



5. Motivasi Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk



16



Ishmatul Maula, M.Pd



belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa di semua jenjang untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif (Suherman, 2012:30). Terdapat empat obyek kajian matematika (Wardhani, 2008), yaitu fakta, operasi atau relasi, konsep dan prinsip. Fakta adalah pemufakatan atau konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan lewat simbol tertentu. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan obyek. Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar atau pengerjaan matematika lainnya. Relasi adalah hubungan antara dua atau lebih elemen. Adapun prinsip adalah obyek matematika yang lengkap, yang terdiri atas beberapa konsep, beberapa fakta yang dikaitkan oleh suatu relasi maupun operasi. Menurut Wardhani (2008), mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.



Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.



2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3.



Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.



4.



Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



17



5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Salah satu dari ciri pengajaran matematika



masa kini adalah



penyajiannya didasarkan pada teori belajar mengajar yang pada saat ini sedang populer deibicarakan oleh pakar pendidikan. Sesuai dengan ciri tersebut, dalam modul kelima ini akan dibicarakan tentang teori belajar mengajar dan penerapannya dalam pengajaran matematika. Tidak hanya tingkat ke dalaman konsep yang diberikan pada anak yang harus sesuai dengan tingkat kemampuanya, cara penyampaian materi pun demikian pula. Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental anak dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan mental anak besar kemungkinan akan mengakibatkan anakmengalami kesulitan karena apa yang disajikan pada anak tidak sesuai dengan kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajardalam sistem penyampain materi didepan kelas, hingga setiap metode pengajaran harus disesuikan dengan teori-teori yang dikemukakan oleh ahli pendidikan. Beberapa teori belajar dalam psikologi diaplikasikan dalam pendidikan, dan diungkapkan bagaimana aplikasinya dalam pengjaran matematika.



1. Aliran Psikologi Tingkah Laku a.



Teori Throndike Edward L. Throndike (1874-1949) menge4mukakan beberapa hokum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut hukum ini, belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasaan ini timbul sebagai akibat anak mendapat pujian dan ganjaran lainnya. Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakaqn oleh Throndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar merupakan p-roses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.



18



Ishmatul Maula, M.Pd



Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan oleh Throndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus-respon ini, yakni: a)



Hukum Kesiapan Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya.



b) Hukum Latihan Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya menggunakan bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi. Makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara tepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. Kenyataan tersebut menunjukan bahwa pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangan yang tidak membosankan, dan kegiatan disajikan dengan cara yang menarik. Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep pemetaan pada anak, guru menjelaskan pengertian pemetaan yang diikuti dengan contoh-contoh relasi. Guru menguji apakah anak



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



19



benar-benar sudah menguasai konsep pemetaan. Untuk itu guru menanyakan apakah semua relasi yang diperlihatkannya itu termasuk pemetaan atau tidak. Jika tidak, anak diminta untuk menjelaskan aqlasan atau sebab-sebab criteria pemetaan tidak penuhi. Penguatan konsep lewat cara ini dilalukan dengan pengulangan. Namun tidak berarti bahwa pengulangannya dilakukan dengan bentuk pertanyaan atau informasi yang sama, melainkan dalam bentuk pertanyaan yang dimodifikasi, sehingga anak tidak merasa bosan. c)



Hukum Akibat Dalam hukum akibat Throndike mengemukakan bahwa suatub tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa suatu tindakan yang dilakukan seorang anak menimbulkan halhal yang menyenangkan bagi dirinya, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya. Sebaliknya tiap-tiap tindakan yang mengakibatkan kekecewaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan, cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari ciri-cirinya ini hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman.



Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa, jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan anak. Selain itu, banyaknya pengulangan akan sangat menentukan lamanya konsep diingat anak. Makin sering pengulangan dilakukan akan semakin kuat konsep tertanam dalam ingatan anak. Disamping itu, Throndike mengemukakan pula bahwa kualitas dan kuantitas Stimulus-Respon (S-R) itu (yang diberikan guru) makin banyak dan makin baik pula hasil belajar siswa. Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hyari adalah bahwa:



20



Ishmatul Maula, M.Pd



1) Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati. 2) Metode pemberian tugas, metode latihan (driil dan practice) akan lebih cocok. Dengan penerapan metode tersebut siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respons yang diberikan pun akan lebih banyak. 3) Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingakat kelas dan tingkat sekolah. Penguasan materi yang lebih mudah sebagai akibat untuki dapat menguasai materi yang lebih sukar. Dengan kata lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu agar dapat memahami topik berikutnya. b.



Teori Skinner Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut Skinner. Surrhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya mengembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjekti, sedangkan penguatan merupakan



sesuatu



yang



mengakibatkan



meningkatnya



kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa pengutan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan dapat dianggaap a sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak Pembelajaran Matematika Guided Discovery



21



semakin sering melakukannya. Yang termasuk penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan. Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa sangat baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, tau perbuatan baik itu minimal dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan “bagus, pertahankan prestasimu” untuk siswa yang mendapatkan tes memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus diberi penguatan negative agar respon tersebut tidak diulangi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau sanksi. c.



Teori Ausubel Teori ini terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan anatara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan anatara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang telah diperolahnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti. Selanjutnya Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah metode mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal inin dikemukakan berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mempelajari konsep Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir:



22



Ishmatul Maula, M.Pd



c=b+a Sudah disajikan (belajar menerima), tetapi jika siswa dalam memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku akan merupakan belajar bermakna. Siswa lain memahami rumus itu dengan cara melalui pencarian tetapi bila kemudian ia menghafalkannya tanpa dikaitkan dengan sisi sebuah segitiga siku-siku menjadi belajar menghafal. d.



Teori Gagne Menurut Gagne, dalam belajar ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yakni: 1)



Objek tak langsung Objek tak langsung anatara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar sendiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar.



2)



Objek Langsung Objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambing bilangan, sudut, dan notasinotasi matematika lainnya. Keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan bagi kurung, menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas garis. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokan objek kedalan contoh dan non contoh. Konsep bujur sangkar, bilangan prima, himpunan, dan vector. Aturan adalah objek yang paling abstrakyang berupa sifat atau teorema. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokan menjadi 8 tipe belajar, yakni:



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



23



a) Belajar isyarat yakni belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat perilaku gurunya. b) Stimulus-respon merupakan kondisis bewlajar yang ada niat diniati dan responnya jasmaniah. Misalnya siswa meniru tulisan guru dipapan tulis. c) Rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respon. d) Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan darin dua kegiatan atau lebih dalan rangka stimulus-respon. Contohnya adalah mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan. e) Belajar membedakan adalah belajar memisah-misah rangkaian yang bervariasi. f ) Pembentukan



konsep



disebut



juga



tipe



belajar



mengelompok, yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkret atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Dalam hal tertentu tipe belajar yang mengharapkan siswa untuk mampu memberikan respon terhadap stimulus dengan segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama kemampuan menggunakanya. Misalnya pemahaman terhadap rumus kuadarat dan mengunakan dalam pemecahan masalah persamaan kuadarat. g) Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan aturan. Dalam pemecahan masalah, biasanya ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu: menyajikan masalah dalam bentuk



24



Ishmatul Maula, M.Pd



yang lebih jelas; menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional; menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur vkerja yang diperkirakan baik; mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya; mengecek kembali hasil yang telah diperoleh. Lebih jauh lagi Gagne mengemukakan bahwa hasil belajar harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku, melalui stimulus respon dan belajar bersyarat. Alasannya adalah bahwa manusia itu organisme pasif yang bisa dikontrol melalui imbalan atau hukuman. e.



Teori Pavlov Pavlov terkenal dengan belajar klasik. Ia melakukan percobaan terhadap seekor anjing. Anjing itu dikurung, dalam suatu jangka waktu tertentu dan diberi makan,. Selanjutnya setiap akan diberi makan Pavlov membvunyikan bel. Ia memperhatikan bahawea setiap dibunyikan bel pada jangka waktu tertentu anjing itu mengeluarkan air liurnya, meskipun tidak diberi makanan. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik dan harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.



2. Aliran Psikologi Kognitif a.



Teori Piaget Piaget menyebut bahwa struktur konitif ini sebagai Skemata (Scemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus yang disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang Pembelajaran Matematika Guided Discovery



25



individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketrika ia masih kecil. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkapdari pada ketika ia masih kecil. Karena terbatasnya skema pada anak-anak, seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru memiliki konsep cecak yang sering dilihar rumahnya. Ia baru memiliki konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan stimulus. Peristiwa seperti ini sering kali berlanjut pada orang dewasa. Hal ini terjadi karena kurangnya perbendaharaan kata atau dalam kehidupan sehari-harinya konsep tersebut jarang ditemui. Misalnya, sering kali orang menyebut kuda laut atau singa laut, pada hal kedua binatang itu jauh berbeda cara hidupnya, lingkungan kehidupan, maupun bentuk tubuhnya dengan kuda ataupun singa. Asosiasi tersebut hanya berdasarkan sebagian bentuk tubuhnya yang hampir sama. Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pula pola penalaran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yakni:  Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru kedalam skemata yang telah terbentuk. 



Akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru kedalam skema yang terbentuk secara tidak langsung.



Hal ini terjadi karena stimulus baru tidak dapat diasimilasi, karena tidak ada skema yang sesuai yang telah dimilikinya. Pada proses akomodasi skema yang ada memodifikasi siri atau mernciptakan skema baru sehingga sesuai dengan stimulus baru itu. Setelah



26



Ishmatul Maula, M.Pd



itu asimilasi berlangsung kembali. Dengan demikian pada proses asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata secara kuantitas. Sedangkan pada akomodasi menghasilkan perubahan skemata secara kualitas. Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif pada dasarnya adalahperubahan dari keseimbangan yang telah dimiliki kekeseimbanganbaru yang telah diperolehnya. Selanjutnya, Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami oleh setiap individu secara lebih rinci, dari mulain bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia di Swiss golongan menengah. Kesimpulannya adalah bahwa pola berfikir anak tidak sama dengan pola berfikir orang dewasa. Tahap perkembangan kognitif atau taraf kemampuan berfikir seorang individu sesuai dengan usianya. Makin ia dewasa makin meningkatkan pula kemampuan berfikirnya. Jadi, dalam memandang anak keliru kalau beranggapan bahawa kemampuan anak sama dengan orang dewasa, sebab anak bukanlah miniatur orang dewasa. Selain dari pada itu, perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi pula oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Jadi, Karena efektifitas hubungan antara setiapa individu dengan lingkungan dan kehidupan sosialnya berbeda satu sama lain, maka tahap perkembangan kognitif yang dicapai oleh setiap individu berbeda pula. Oleh karena itu, agar perkembangtan kognitif seorang anak berjalan secara maksimal, sebaiknya diperkaya dengan banyak pengalaman edukatif.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



27



Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis: 1)



Tahap Sensori Motor (Sensori Motor Stage) Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melaluiperbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman ini bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objekitu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya, ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dario pandangannya, asal perpindahannya terlihat. Akhir dari tahap ini, ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan untuk melambangkan objek fisik kedalam simbol-simbol, misalnya mulaibisa berbicara meniru suatu kendaraan.



2)



Tahap Pra Operasi (Pre Operasional Strage) Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkret. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget disini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak-letak benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini, pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkret dari pada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakan berbeda pula.



3)



Tahap Operasi Konkrit ( concrete operational stage) Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di sekolah dasar, sehingga sudah semestinya guruguru sekolah dasar maupun guru-guru sekolah pendididikan guru mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini. Guru-



28



Ishmatul Maula, M.Pd



guru harus mengetahui benar kondisis anak pada tahap ini. Guru-guru harus mengetahui benar kemampuan apa yang telah dimiliki anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang belum dimilikinya. Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasi dan sereasi, mampu memandang suatu objek dari suatu sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berpikir reversibel. Piaget mengidentifikasinya adanya 6 jenis konsep kekekalan yang berkembang selama anak berada pada tahap operasi konkret yakni:



4)







Kekekalan banyak (6-7 tahun)







Kekalan materi (7-8 tahun)







Kekekalan panjang (7-8 tahun)







Kekekalan luas (8-9 tahun)







Kekekalan berat (9-10 tahun)







Kekekalan volum (11-12 tahun)



Tahap Operasi Formal Tahap oprasi formal merupakan tahap akhir perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan



simbol-simbol,



ide-ide,



abstraksi



dan



generalisasi yang telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk



melakukan



operasi-operasi



yang



menyatakan



hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Jadi, anak pada operasi formal tidak lagi berhubungan dengan adaPembelajaran Matematika Guided Discovery



29



tidaknya benda-benda konkret, tetapi berhubungan dengan tipe berpikir. Apakah situasinya disertai oleh benda-benda konkret atau tidak, bagi anak berpikir formal tidak menjadi masalah. b.



Teori Bruner Jerome



Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar



matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan mengalami materi yang hrus dikuasainya itu. Ini menunjukan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yakni: ·



Tahap enaktif Dalam tahap ini anak secara lngsung terlihat dalam manipulasi (mengotak-atik) objek.



·



Tahap ikonik Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.



·



Tahap simbolik Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap



inisudah



mampu



menggunakan



ketergantungan terhadap objek riil.



30



Ishmatul Maula, M.Pd



notasi



tanpa



Brunner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasil pengamatannya itu diperoleh beberapa kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil, yakni: 1)



Dalil penyusunan (konstruksi) Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi, dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide atau definisi tertentu dalam pikiran, anak-anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannya sendiri. Dengan demikian, jika anak aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak akan lebih memahaminya. Apabila dalam proses perumusan dan penyusuna ide-ide tersebut anak disertai dengan bantuan benda-benda konkret, maka mereka akan lebih mudah mengingat ide-ide yang dipelajari itu. Siswa akan lebih mudah menerapkan ide dalam situasi riil secara tepat. Dalam tahap ini anak memperoleh penguatan yang diakibatkan interaksinya dengan bendabenda konkret yang dimanipulasinya. Memori seperti ini bukan sebagai akibat penguatan. Dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya, dalam tahap awal pemahaman konsep diperlukan aktivitas-aktivitas konkret yang mengantarkan anak kepada pengertian konsep.



2)



Dalil Notasi Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembanga mental anak. Ini berarti untuk menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasinya harus



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



31



dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dipahami. Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti ini dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks. Notasi yang terakhir, yang mungkin belum dikenal sebelumnya oleh anak, umumnya merupakan notasi yang akan banyak digunakanm dan dipergunakan dan diperlukan dalam pembangunan konsep matematika lanjutan. 3)



Dalil pengontrasan dan keanekaragaman Dalam dalil ini dinyatakan bahwa pengontrasan dan keanekaragaman



sangat



penting



dalam



melakukan



pengubahan konsep matematika dari konsep yang konkrek ke konsep yang lebih abstrak. Ini menunjukan agar konsep dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Anak perlu diberi contoh yang memenuhi rumusan atau teorema yang diberikan. Selain itu, mereka perlu juga diberi contoh-contoh yang tidak memenuhi rumusan, sifat atau teorema, sehingga anak tidak mengalami salah pengertian terhadap konsep yang dipelajari. 4)



Dalil pengaitan Dalam dalil ini dinyatakan bahwa dalam matematika antara suatu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya. Misalnya konsep dalil



32



Ishmatul Maula, M.Pd



Pythagoras diperlukan untuk menentukan tripel Pythagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam trigonometri. c.



Teori Gestalt Teori aliran ini adalah John Dewey, ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut: ·



Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian



·



Pelakasaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa



·



Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar



Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsep yang harus ditereima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif. d.



Torema Van Hiele Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri: 1)



Tahap pengenalan Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang anak diperlihakan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yangdimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah, rusuknya ada 12 dan lain-lain.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



33



2)



Tahap analasis Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu.



3)



Tahap pengurutan Pada tahap ini anak sudah mulaimampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Sau hal yang perlu dikeahui adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurukan.



4)



Tahap deduksi Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.



5)



Tahap akurasi Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri euclid.



34



Ishmatul Maula, M.Pd



BAB 3 KONSEP PEMBELAJARAN MATEMATIKA



1. Penalaran Matematika Penalaran merupakan terjemahan dari reasoning. Penalaran merupakan salah satu kompetensi dasar matematik disamping pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah. Penalaran juga merupakan proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Penalaran adalah proses berfikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat individual menjadi kasus yang bersifat umum. Bernalar adalah melakukan percobaan di dalam pikiran dengan hasil pada setiap langkah dalam untaian percobaan itu telah diketahui oleh penalar dari pengalaman tersebut. Sedangkan Shurter dan Pierce penalaran didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Ciri-ciri penalaran adalah (a) adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu; (b) proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



35



mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Kemampuan



penalaran



meliputi:



(a)



penalaran



umum



yang



berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah; (b) kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumentasi; dan (c) kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain. Dilihat dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif  adalah proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya. Sedangkan penalaran induktif adalah proses penalaran dalam memperoleh kesimpulan umum yang didasarkan pada data empiris. Penalaran deduktif disebut juga deduksi sedangkan penalaran induktif biasa disebut induksi. Perbedaan antara deduktif dan induktif terletak pada sifat kesimpulan yang diturunkannya. Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari umum ke khusus, sedangkan induksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari khusus ke umum. Pada dasarnya perbedaan pokok antara deduksi dan induksi adalah bahwa deduksi berhubungan dengan kesahihan argumen, sedangkan induksi berhubungan dengan derajat kemungkinan kebenaran konklusi. Penalaran deduktif dan penalaran induktif adalah kedua-duanya merupakan argumen dari serangkaian proposisi yang bersifat terstruktur, terdiri dari beberapa premis dan kesimpulan atau konklusi, sedangkan perbedaan keduanya adalah terdapat pada sifat kesimpulan yang diturunkannya.



36



Ishmatul Maula, M.Pd



Penalaran deduktif diantaranya meliputi : modus ponens, modus tollens dan silogisme; sedangkan penalaran induktif diantaranya meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal.



2. Pemahaman Matematika Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan  Hudoyo yang menyatakan: “Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik“. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami  sepenuhnya oleh siswa. Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut Michener menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: a) objek itu sendiri; b) relasinya dengan objek lain yang sejenis; c) relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis; d) relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis; e) relasi dengan objek dalam teori lainnya. Ada tiga macam pemahaman matematik, yaitu : pengubahan (translation), pemberian arti (interpretasi) dan pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation). Pemahaman translasi digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi. Interpolasi digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan Pembelajaran Matematika Guided Discovery



37



kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide. Sedangkan ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran kondisi dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif ketiga yaitu penerapan (application) yang menggunakan atau menerapkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau petunjuk teknis. Bloom mengklasifikasikan pemahaman (Comprehension) ke dalam jenjang kognitif kedua yang menggambarkan suatu pengertian, sehingga siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mengetahui bagaimana berkomunikasi dan menggunakan idenya untuk berkomunikasi. Dalam pemahaman tidak hanya sekedar memahami sebuah informasi tetapi termasuk juga keobjektifan, sikap dan makna yang terkandung dari sebuah informasi. Dengan kata lain seorang siswa dapat mengubah suatu informasi yang ada dalam pikirannya kedalam bentuk lain yang lebih berarti. Ada beberapa jenis pemahaman menurut para ahli yaitu: 1)



Polya, membedakan empat jenis pemahaman: a) Pemahaman mekanikal, yaitu 



dapat mengingat dan



menerapkan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana. b)



Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa.



c) Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu. d) Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.



38



Ishmatul Maula, M.Pd



2)



Polattsek, membedakan dua jenis pemahaman: a)



Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.



b) Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. 3)



Copeland, membedakan dua jenis pemahaman: a)



Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara rutin/algoritmik.



b) Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakannya. 4)



Skemp, membedakan dua jenis pemahaman: a)



Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/ sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.



b) Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana. Dalam hal ini seseorang hanya memahami urutan pengerjaan atau algoritma. Sedangkan pemahaman relasional termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penjelasan masalah yang lebih luas dan sifat pemakaiannya lebih bermakna. Sedangkan



pengetahuan



dan



pemahaman



siswa



terhadap



konsep matematika menurut NCTM (1989 : 223) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:  (1) Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



39



merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep. Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara bermakna, tentunya para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa tidak terbatas pada pemahaman yang bersifat dapat menghubungkan. Menurut Ausubel bahwa belajar bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimiliki. Artinya siswa dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar dengan memahami.



3. Koneksi Matematik Siswa Ada dua tipe umum koneksi matematik menurut NCTM (1989), yaitu modeling connections dan mathematical connections. Modeling connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul di dalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematiknya, sedangkan mathematical connections adalah hubungan antara dua representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari



masing-masing



representasi.



Keterangan



NCTM



tersebut



mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi kedalam tiga aspek kelompok koneksi, yaitu: aspek koneksi antar topik matematika, aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Koneksi dengan kata lain dapat diartikan sebagai keterkaitan, dalam hal ini koneksi matematika dapat diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan  dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal, yaitu



40



Ishmatul Maula, M.Pd



matematika dengan bidang lain baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Bruner menyatakan dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain. Begitupula dengan yang lainnya, misalnya dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, ataupun antara cabang matematika dengan cabang matematika lain. Oleh karena itu agar siswa lebih berhasil dalam belajar matematika, maka harus banyak diberikan kesempatan untuk melihat keterkaitan-keterkaitan itu. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Artinya dalam memperkenalkan suatu konsep atau bahan yang masih baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang baru dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Menurut Sumarmo (2005 : 7), kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilihat dari indikator-indikator berikut: (1) mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama; (2) mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi keprosedur representasi yang ekuivalen; (3) menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan diluar matematika; dan (4) menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



41



BAB 4 GUIDED DISCOVERY LEARNING



1. Apa itu Guided Discovery Learning? Penemuan adalah terjemahan dari kata discovery. Menurut Sund (dalam Ilahi, 2012:29), ”discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut adalah mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan menurut Herman Hudojo (dalam Majid, 2013:39) berpendapat bahwa model penemuan merupakan suatu cara penyampaian topik-topik matematika, sedemikian hingga proses belajar memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau strukturstruktur matematika melalui serangkaian pengalaman-pengalaman belajar lampau. Model penemuan ini pertama kali dikembangkan oleh Bruner, Model ini menitikberatkan pada kemampuan para siswa dalam menemukan sesuatu melalui proses inquiry (penemuan) secara terstruktur dan terorganisir dengan baik (Ilahi, 2012:30). Bruner (dalam Illahi, 2012:30), “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self”. Proses pembelajaran dalam menemukan sesuatu konsep atau prinsip dapat berjalan dengan baik apabila guru sebagai pendidik menyusun terlebih dahulu beragam materi yang Pembelajaran Matematika Guided Discovery



43



akan disampaikan, selanjutnya siswa dapat melakukan proses untuk menemukan sendiri berbagai hal penting terkait dengan pembelajaran. Discovery learning dibagi menjadi 2 bagian, yaitu guided discovery learning dan pure discovery learning. Pada pure discovery learning, masalah yang akan ditemukan semata-mata ditentukan oleh siswa. Begitu pula jalan penemuannya. Model ini dianggap kurang tepat untuk siswa sekolah dasar atau menengah. Oleh karena itu, muncul suatu model yang dikenal dengan nama guided discovery learning, sebagai suatu model mengajar yang bermanfaat untuk pembelajaran matematika. Di dalam model ini siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan bahan yang difasilitasi atau disediakan oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan pada materi yang sedang dipelajari (Illahi, 2012:31). Menurut Sutrisno (2012:21), model penemuan terbimbing adalah suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Menurut Brosnahan (2001:47), guided discovery learning adalah model pembelajaran, dimana guru membimbing siswa melalui kegiatan-kegiatan open-ended untuk mendorong siswa menemukan suatu konsep. Melalui proses penemuan terbimbing, siswa dituntut untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan suatu konsep. Dengan demikian, pembelajaran dengan model penemuan terbimbing memungkinkan siswa memahami materi yang dipelajari dengan baik. Karim (dalam Nurcholis, 2013:32), menyatakan bahwa dalam proses penemuan konsep, siswa mendapat bantuan dari guru, berupa scaffolding yaitu bantuan kepada siswa ketika siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal. Menurut Silver (2007), pemberian scaffolding dalam pembelajaran dapat membuat pemikiran siswa menjadi terstruktur dan jelas, serta dapat mengurangi beban kognitif pada siswa.



44



Ishmatul Maula, M.Pd



Teknik scaffolding dapat berupa pengajuan pertanyaan dan pemberian petunjuk. Pertanyaan yang diberikan oleh guru lebih sederhana dan lebih mengarahkan siswa untuk dapat mengkonstruksi konsep. Bimbingan juga dapat diberikan melalui serangkaian pertanyaan atau arahan yang dimuat pada lembar kegiatan siswa (LKS). Dalam model pembelajaran dengan guided discovery learning, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya. Pembelajaran guided discovery learning menuntut keaktifan, ketekunan, kreativitas dan keterampilan proses dalam memecahkan masalah. Dengan demikian proses pembelajaran melibatkan partisipasi siswa secara optimal. Jika siswa terlibat secara aktif dalam menemukan suatu prinsip dasar, maka siswa akan memahami konsep dengan baik, mengingat materi lebih lama, dan mampu menggunakannya ke dalam konteks yang lain. Selain itu, guided discovery learning juga dapat meningkatkan minat siswa untuk mempelajari matematika (Hudojo, 2003:113).



2. Sintakh Guided discovery Learning Komponen-komponen guided discovery learning dikemukakan oleh beberapa peneliti dan ahli dalam beberapa bentuk, berikut pemaparan mengenai komponen guided discovery oleh beberapa peneliti dan ahli: Sintaks Discovery Learning Beberapa Ahli Peneliti Joyce (2011)



1.



Komponen Discovery Learning Pemberian masalah.



2.



Pembelajaran dengan eksplorasi.



3.



Pembelajaran dengan refleksi.



4. Latihan



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



45



Kripa (2011)



Markaban (2010)



Goos (2004)



1.



Menyajikan masalah/ orientasi masalah.



2.



Eksplorasi dibawah bimbingan guru.



3.



Analisis Informasi.



4. Kesimpulan. 1. Merumuskan masalah. 2.



Menyusun dan memproses data.



3.



Menyusun konjektur



4.



Menyusun kesimpulan



5. 1.



Memberikan latihan Orientasi masalah.



2.



Merumuskan masalah.



3. Melakukan proses penyelidikan dengan mengembangkan seluruh scaffolding yang diberikan. 4.



Menguji hasil yang diperoleh.



5. Mengkomunikasikan. Berdasarkan beberapa hasil kajian dari beberapa peneliti mengenai sintaks atau komponen discovery learning, terlihat bahwa semua peneliti dan ahli memiliki komponen yang sama dalam kegiatan pembelajaran, tetapi dengan istilah nama komponen yang berbeda. Sehingga dalam penelitian ini komponen atau sintaks yang digunakan peneliti dalam menyusun LKS Guided discovery learning adalah sebagai berikut: Sintaks Guided Discovery Learning Sintaks Guided Discovery Learning Orientasi Masalah -



Kegiatan Penyajikan masalah kontekstual mengenai benda-benda



berbentuk



segi



empat



sebagai jembatan untuk menemukan konsep yang diinginkan.



46



Ishmatul Maula, M.Pd



Eksplorasi



- Menstruktur



pemikiran



siswa



untuk



mengumpulkan informasi dari masalah yang diberikan dengan membimbing mereka melalui langkah-langkah strategis (kegiatan-kegiatan



berupa



mengukur,



mengamati, menggambar atau menyusun). -



Bimbingan tertulis dan lisan berupa arahan kegiatan atau pertanyaan.



- Penulisan dugaan/ konjektur. Dugaan berupa informasi-informasi yang diperoleh dari langkah-langkah strategis yang telah Analisis/mengolah -



dilakukan. Informasi-informasi yang diperoleh setelah



informasi



melakukan



langkah-langkah



strategis



diolah dan digeneralisasi menjadi kesatuan Kesimpulan



konsep atau prinsip yang ditemukan. - Rangkuman dari seluruh konsep dan



Latihan



prinsip matematika yang telah ditemukan. - Pemberian latihan soal untuk mengaplikasikan



konsep



dan



prinsip



matematika yang ditemukan.



3. Kelebihan dan Kekurangan Guided Discovery Learning Adapun kelebihan dari Model penemuan terbimbing menurut Suherman (dalam Illahi, 2012:70), adalah sebagai berikut: a. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri proses menemukan bahan pelajaran, sesuatu yang diperoleh dengan menemukan sendiri lebih lama diingat. b. Siswa mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. c.



Model penemuan terbimbing melatih siswa untuk belajar mandiri. Pembelajaran Matematika Guided Discovery



47



d. Dalam kegiatan pembelajaran model penemuan terbimbing dapat menarik perhatian siswa dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna. Sedangkan kelemahan dari Model penemuan terbimbing adalah sebagai berikut: a. Model penemuan terbimbing membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan Model langsung. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mayer (2004), “Although guided discovery required the most learning time, it resulted in the best performance on solving problems”. b.



Jumlah siswa yang terlalu banyak di dalam kelas akan merepotkan guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan.



48



Ishmatul Maula, M.Pd



BAB 5 PERANGKAT PEMBELAJARAN BERCIRIKAN GUIDED DISCOVERY



1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guided Discovery RPP dibuat sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan bahan ajar bercirikan guided discovery learning pada materi segi empat. Adapun format yang digunakan untuk mengembangkan RPP ini terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pembelajaran, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, model pembelajaran, alat dan sumber belajar, langkahlangkah pembelajaran dan assesmen. Dalam menyusun RPP, standar kompetensi dan kompetensi dasar dirumuskan secara langsung dari kurikulum mengenai materi segi empat. Standar kompetensi dalam RPP ini adalah memahami konsep segi empat dan menentukan ukurannya. Sedangkan kompetensi dasarnya, yaitu: mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjnag, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium serta menentukan ukurannya. Indikator dan tujuan pembelajaran dibuat dengan mengacu pada kompetensi dasar dan tujuan khusus yang ingin dicapai dengan menggunakan LKS bercirikan guided discovery learning, yaitu menemukan sifat-sifat setiap jenis segi empat dan rumus keliling serta luas daerahnya.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



49



Materi pembelajaran dibuat dengan menjabarkan materi mengenai sifat-sifat, keliling dan luas daerah masing-masing jenis segi empat secara singkat. Model pembelajaran yang digunakan adalah model guided discovery learning dan sumber belajar adalah LKS guided discovery learning. Langkah-langkah pembelajaran terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan meliputi kegiatan rutin yang dilakukan guru dan siswa dalam menyiapkan pembelajaran. Pada kegiatan inti dijabarkan aktivitas guru dan siswa berdasarkan langkah-langkah guided discovery learning yang terdiri dari: orientasi masalah, eksplorasi, analisis/mengolah informasi, kesimpulan dan latihan. Sedangkan kegiatan penutup meliputi kegiatan refleksi yang dilakukan oleh guru dan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan. Kegiatan orientasi masalah ditandai dengan aktivitas guru dan siswa dalam menanggapi masalah awal yang ada dalam LKS, guru memancing rasa ingin tahu siswa dengan menggunakan pertanyaan yang memacu siswa mengemukakan dugaan mereka dalam menyelesaikan masalah tersebut. Eksplorasi merupakan aktivitas penyelidikan yang dilakukan oleh siswa dengan cara mengamati, mengukur, menyusun, memotong dan kegiatan lainnya untuk memperoleh informasi yang cukup untuk membantu merumuskan hasil temuan. Dalam kegiatan eksplorasi guru berperan dalam membimbing dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan. Analisis atau mengolah informasi, yaitu aktivitas yang dilakukan siswa dengan menggeneralisasi informasi-informasi yang diperoleh pada kegiatan sebelumnya menjadi suatu hasil temuan berupa konsep dan prinsip segi empat, yaitu sifat-sifat dan rumus keliling serta luas daerah segi empat. Langkah selanjutnya yaitu kesimpulan, dalam kegiatan ini guru meminta siswa menuliskan rangkuman mengenai konsep dan prinsip segi empat yang telah ditemukan. Langkah terakhir, yaitu latihan. Latihan adalah



50



Ishmatul Maula, M.Pd



aktivitas siswa dalam mengaplikasikan konsep dan prinsip yang telah diperoleh dalam menyelesaikan soal matematika. Komponen terakhir yang terdapat dalam RPP adalah assesmen, pada komponen ini dituliskan soal dan rubrik penilaian.



2. Bahan Ajar Bahan ajar menurut Depdiknas (dalam Suprawoto, 2009:67), adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar. Bahan ajar menurut National Competency Based Training (dalam Prastowo, 2011:16) adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tak tertulis. Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan (Suprawoto, 2009:15). Menurut Sungkono (dalam Sugiarti,2013:40), bahan ajar dapar diartikan bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara lengkap dan sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar bersifat sistematis artinya disusun secara urut sehingga memudahkan siswa belajar. Di samping itu bahan ajar juga bersifat unik dan spesifik. Unik maksudnya bahan ajar hanya digunakan untuk sasaran tertentu dan dalam proses pembelajaran tertentu, dan spesifik artinya bahan ajar ini dirancang sedemikianrupa hanya untuk mencapai kompetensi tertentu dari sasaran tertentu. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis untuk membantu guru/instruktur dalam



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



51



melaksanakan kegiatan pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi dasar yang ditentukan. Prastowo (2011:17), membagi bahan ajar dalam beberapa jenis sebagai berikut: 1.



Bahan ajar cetak, antara lain hand out, buku, modul, poster, brosur, lembar kegiatan siswa (LKS), wallchart, photo atau gambar dan leaflet.



2.



Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disc radio



3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti compact disc video, film 4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (computer assisted instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif 5.



Bahan ajar berbasis web (web based learning materials)



3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Guided Discovery Learning Struktur LKS yang dibuat terdiri atas enam komponen, yaitu judul, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan LKS, isi materi dan latihan soal. Isi materi dalam LKS yang dibuat tidak langsung disajikan, tetapi siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri isi materi dengan menggunakan bimbingan yang tertuang dalam bentuk arahan kegiatan atau pertanyaan yang ada di dalam LKS. LKS disusun dengan menggunakan langkah-langkah guided discovery learning yang terdiri dari orientasi masalah, eksplorasi, analisis/ mengolah informasi, kesimpulan dan latihan. Langkah-langkah guided discovery learning tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membimbing siswa menemukan konsep atau aspek lainnya pada materi segi empat. Pada tahap orientasi masalah, siswa akan disajikan masalah kontekstual mengenai benda-benda berbentuk segi empat yang terdapat dalam



52



Ishmatul Maula, M.Pd



kehidupan. Masalah tersebut dikemas secara menarik dalam bentuk dialog atau cerita. Pada tahap eksplorasi siswa akan diarahkan untuk melakukan kegiatan mengamati, mengukur, menggambar, atau menyusun, kemudian siswa akan memberikan dugaan/konjektur berupa informasi yang diperoleh setelah melakukan kegiatan tersebut. Pada langkah ini bimbingan guru juga akan diberikan sebatas yang diperlukan saja dalam mengarahkan siswa melakukan kegiatan eksplorasi. Pada tahap analisis atau mengolah informasi, siswa akan diarahkan untuk menggeneralisasi informasi-informasi yang telah diperoleh pada kegiatan sebelumnya menjadi suatu konsep yang ditemukan. Langkah keempat yaitu kesimpulan, siswa akan menuliskan pernyataanpernyataan yang berkaitan dengan materi atau konsep apa saja yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada bagian akhir LKS juga akan diberikan latihan soal untuk mengaplikasikan konsep yang telah ditemukan. Berikut ini diagram rancangan LKS guided discovery learning: Judul Kompentensi dasar Tujuan Petunjuk Penggunaan LKS Isi Materi: 1. Orientasi Masalah: menyajikan masalah kontekstual mengenai segi empat. 2. Eksplorasi: arahan kegiatan untuk melakukan kegiatan mengamati, mengukur, menggambar, atau menyusun. Kemudian siswa memberikan dugaan/konjektur berupa informasi yang diperoleh setelah melakukan kegiatan tersebut. 3. Analisis/mengolah informasi: menggeneralisasi informasi-informasi yang telah diperoleh pada kegiatan sebelumnya menjadi suatu konsep atau prinsip yang ditemukan. 4. Kesimpulan: menuliskan rangkuman pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan materi atau konsep apa saja yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. 5. Latihan: pemberian latihan soal untuk mengaplikasikan konsep atau prinsip yang telah ditemukan. Pembelajaran Matematika Guided Discovery



53



4. Instrument Tes Guided Discovery Learning Instrumen ini dibuat untuk mengukur aspek keefektifan bahan ajar matematika. Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data tentang ketercapaian siswa terhadap kompetensi dasar yang telah dirumuskan pada materi yang diajarkan dengan menggunakan bahan ajar matematika yang dibuat. Tes penguasaan materi disusun berdasarkan kompetensi dasar dan indikator kompetensi serta kriteria dalam mengukur pemahaman. Menurut NCTM (2010), untuk mengukur pemahaman siswa tentang konsep matematika, maka dapat dilakukan dengan cara meminta siswa untuk: (1) menjelaskan konsep matematika dengan kata-kata mereka sendiri, (2) mengidentifikasi atau memberikan contoh dan non-contoh dari suatu konsep, dan (3) menggunakan konsep-konsep untuk menyelesaikan suatu masalah. Instrumen ini terdiri dari 5 soal uraian dengan tingkat kesukaran yang berbeda. Jumlah soal pada kategori mudah, sedang dan sukar mengikuti kurva normal yaitu sebagian besar soal berada pada kategori sedang, kemudian soal mudah dan sukar memiliki jumlah yang sama. Sehingga soal yang dibuat terdiri dari 1 soal mudah, 3 soal sedang dan 1 soal sukar. Penentuan jumlah soal sukar, mudah dan sedang pada tes didasarkan pada karakteristik siswa yang diperoleh pada identifikasi masalah saat observasi dilakukan, yaitu siswa memiliki kemampuan yang heterogen, terdapat siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Sehingga soal pada kategori sedang yang dibuat lebih banyak, agar siswa yang berkemampuan tinggi tidak merasa terlalu mudah dalam mengerjakan soal tersebut dan siswa yang berkemampuan rendah tidak merasa terlalu kesulitan untuk mengerjakannya. Sedangkan jumlah untuk soal yang mudah dan sukar diberikan secara seimbang atau dalam jumlah yang sama.



54



Ishmatul Maula, M.Pd



BAB 6 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR GUIDED DISCOVERY



1. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery Pengembangan bahan ajar yang dipilih adalah bahan ajar jenis LKS (Lembar Kegiatan Siswa) dengan materi yang dipilih dalam penyusunan bahan ajar ini adalah materi segi empat untuk siswa kelas VII SMP/MTs. LKS bercirikan guided discovery learning yang dikembangkan memuat materi segi empat dengan kompetensi dasar (1) mengidentifikasi sifatsifat segi empat, dan (2) menentukan keliling dan luas daerah segi empat. Dalam menyusun materi pada LKS disesuaikan dengan kompetensi dasar yang ditentukan, sehingga terdapat enam judul LKS yang dibuat dengan rincian sebagai berikut: (1) LKS persegi panjang dengan cakupan materi sifat-sifat, keliling dan luas daerah persegi panjang, (2) LKS persegi dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah persegi, (3) LKS jajargenjang dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah jajargenjang, (4) LKS belah ketupat dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah belah ketupat, (5) LKS layang-layang dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah layang-layang, dan (6) LKS trapesium dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah trapesium. Struktur LKS yang dibuat terdiri atas enam komponen, yaitu judul, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan LKS, isi materi dan latihan soal. Isi materi dalam LKS yang dibuat tidak langsung



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



55



disajikan, tetapi siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri isi materi dengan menggunakan bimbingan yang tertuang dalam bentuk arahan kegiatan atau pertanyaan yang ada di dalam LKS. LKS disusun dengan menggunakan langkah-langkah guided discovery learning yang terdiri dari orientasi masalah, eksplorasi, analisis/mengolah informasi, kesimpulan dan latihan. Langkah-langkah guided discovery learning dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membimbing siswa menemukan konsep atau prinsip lainnya pada materi segi empat. Pada tahap orientasi masalah, siswa disajikan masalah kontekstual mengenai benda-benda berbentuk segi empat yang terdapat dalam kehidupan. Masalah tersebut dikemas secara menarik dalam bentuk dialog atau cerita. Pada tahap eksplorasi siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan penyelidikan, yaitu: mengamati, mengukur, menggambar, atau menyusun. kemudian siswa akan memberikan dugaan/konjektur berupa informasi yang diperoleh setelah melakukan kegiatan tersebut. Pada langkah ini bimbingan guru diberikan sebatas yang diperlukan saja dalam mengarahkan siswa melakukan kegiatan eksplorasi. Pada tahap analisis atau mengolah informasi, siswa diarahkan untuk menggeneralisasi informasi-informasi yang telah diperoleh pada kegiatan sebelumnya menjadi suatu konsep yang ditemukan. Langkah keempat yaitu kesimpulan, siswa menuliskan rangkuman yang berkaitan dengan materi atau konsep dan prinsip apa saja yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada bagian akhir LKS juga akan diberikan latihan soal untuk mengaplikasikan konsep atau prinsip segi empat yang telah ditemukan. Berikut adalah rincian mengenai rancangan aktivitas yang terdapat di dalam setiap LKS berdasarkan dengan sintaks guided discovery learning:



56



Ishmatul Maula, M.Pd



Jenis LKS LKS persegi panjang



Sintaks guided Aktivitas pada LKS discovery learning Orientasi masalah Masalah 1: Penyajian masalah kontekstual



mengenai



benda



berbentuk persegi panjang yang dikemas dalam bentuk dialog. Terdapat arahan kegiatan siswa



Eksplorasi



untuk



mengukur,



panjang



sisi,



panjang diagonal dan besar sudut persegi panjang. Siswa juga diminta



menuliskan



informasi apa saja yang diperoleh pada setiap kegiatan yang dilakukan Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan



eksplorasi,



sehingga



diperoleh konsep yang diinginkan, yaitu sifat-sifat persegi panjang. Konsep tersebut dituliskan siswa dalam Orientasi masalah



panjang. Masalah



kotak 2:



sifat-sifat Penyajian



persegi masalah



kontekstual yang dikemas dalam bentuk soal cerita mengenai luas daerah persegi panjang.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



57



Eksplorasi



Terdapat arahan kegiatan siswa untuk persegi



menggambar panjang



beberapa



pada



kolom



berpetak dengan ukuran panjang dan lebar yang telah ditentukan. Siswa



juga



diminta



untuk



menentukan luas daerah persegi panjang dengan cara menghitung banyak petak yang terdapat pada persegi panjang tersebut. Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi, yaitu melihat pola yang terjadi dalam menentukan luas daerah masing-masing persegi panjang. Hasil generalisasi yang diperoleh berupa rumus luas daerah Orientasi Masalah



persegi panjang Masalah 3: Penyajian



masalah



kontekstual yang dikemas dalam bentuk soal cerita mengenai keliling Ekslporasi



persegi panjang. Terdapat arahan kegiatan yang harus dilakukan siswa, yaitu membuat persegi panjang dengan ukuran panjang dan lebar yang ditentukan. Kemudian siswa diminta meletakkan potongan-potongan gelang karet disekeliling persegi panjang dan siswa mengukur panjang semua gelang karet yang dibutuhkan.



58



Ishmatul Maula, M.Pd



Analisis/ mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi.Hasil generalisasi yang



diperoleh



berupa



rumus



keliling persegi panjang Menuliskan ulang rangkuman



Kesimpulan



materi mengenai sifat-sifat persegi panjang, rumus luas daerah dan keliling persegi panjang pada kotak kesimpulan. Penyajian



Latihan



soal-soal



mengaplikasikan LKS persegi



Orientasi masalah



untuk



konsep



prinsip yang ditemukan Masalah 1: Penyajian kontekstual



atau masalah



mengenai



benda



berbentuk persegi yang dikemas Eksplorasi



dalam bentuk cerita. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk menggambar persegi dengan pendekatan persegi panjang. Siswa



juga



diminta



menuliskan



informasi apa saja yang diperoleh pada kegiatan yang dilakukan Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi informasi semua informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi, yaitu menemukan suatu konsep melalui pendekatan



sifat-sifat



persegi



panjang sehingga diperoleh konsep yang diinginkan, yaitu sifat-sifat persegi. Konsep tersebut dituliskan siswa dalam kotak sifat-sifat persegi.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



59



Orientasi masalah



Masalah



2:



Penyajian



masalah



kontekstual yang dikemas dalam bentuk soal cerita mengenai luas Eksplorasi



daerah persegi. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk



menggambar



persegi



pada



beberapa



kolom



berpetak



dengan ukuran panjang dan lebar yang telah ditentukan. Siswa



juga



diminta



untuk



menentukan luas daerah persegi dengan cara menghitung banyak petak yang terdapat pada persegi tersebut. Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi, yaitu melihat pola yang terjadi dalam menentukan luas daerah masing-masing persegi. Hasil generalisasi yang diperoleh Kesimpulan



berupa rumus luas daerah persegi. Menuliskan ulang rangkuman materi mengenai



sifat-sifat



dan



rumus



luas daerah persegi pada kotak Latihan



kesimpulan. Penyajian



soal-soal



mengaplikasikan LKS jajargenjang



Orientasi masalah



untuk



konsep



prinsip yang ditemukan Masalah 1: Penyajian kontekstual



mengenai



berbentuk



jajargenjang



atau masalah



dikemas dalam bentuk dialog.



60



Ishmatul Maula, M.Pd



benda yang



Eksplorasi



Terdapat arahan kegiatan siswa untuk



mengukur,



panjang



sisi,



panjang diagonal dan besar sudut jajargenjang. Siswa juga diminta menuliskan informasi apa saja yang diperoleh pada setiap kegiatan yang dilakukan Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan



eksplorasi,



sehingga



diperoleh konsep yang diinginkan, yaitu sifat-sifat jajargenjang. Konsep tersebut dituliskan siswa dalam Orientasi masalah



kotak sifat-sifat jajargenjang. Masalah 2: Penyajian masalah kontekstual yang dikemas dalam bentuk soal cerita mengenai luas



Eksplorasi



daerah jajargenjang. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk mengubah bentuk sebuah kertas karton berbentuk jajargenjang



menjadi persegi panjang. Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi informasi semua informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi, yaitu menemukan rumus luas daerah jajargenjang melalui pendekatan Kesimpulan



luas daerah persegi panjang Menuliskan ulang rangkuman materi mengenai sifat-sifat dan rumus luas daerah jajargenjang pada kotak kesimpulan.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



61



Latihan



Penyajian



soal-soal



mengaplikasikan LKS belah ketupat



Orientasi masalah



berbentuk Eksplorasi



konsep



prinsip yang ditemukan Masalah 1: Penyajian kontekstual



untuk atau masalah



mengenai belah



benda



ketupat



yang



dikemas dalam bentuk dialog. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk



mengukur,



panjang



sisi,



panjang diagonal dan besar sudut belah ketupat. Siswa juga diminta menuliskan informasi apa saja yang diperoleh pada setiap kegiatan yang dilakukan Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan



eksplorasi,



sehingga



diperoleh konsep yang diinginkan, yaitu



sifat-sifat



belah



ketupat.



Konsep tersebut dituliskan siswa Orientasi masalah



dalam kotak sifat-sifat belah ketupat. Masalah 2: Penyajian masalah kontekstual yang dikemas dalam bentuk soal cerita mengenai luas



Eksplorasi



daerah belah ketupat. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk mengubah bentuk sebuah kertas



karton



berbentuk



belah



ketupat menjadi persegi panjang.



62



Ishmatul Maula, M.Pd



Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi informasi semua informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi, yaitu menemukan rumus luas daerah belah ketupat melalui pendekatan luas daerah persegi panjang Menuliskan ulang rangkuman materi



Kesimpulan



mengenai sifat-sifat dan rumus luas daerah belah ketupat pada kotak kesimpulan. Penyajian



Latihan



soal-soal



mengaplikasikan LKS layang-layang



Orientasi masalah



Eksplorasi



untuk



konsep



prinsip yang ditemukan Masalah 1: Penyajian



atau masalah



kontekstual



mengenai



benda



berbentuk



layang-layang



yang



dikemas dalam bentuk dialog. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk



mengukur,



panjang



sisi,



panjang diagonal dan besar sudut layang-layang. Siswa juga diminta menuliskan informasi apa saja yang diperoleh pada setiap kegiatan yang dilakukan Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan



eksplorasi,



sehingga



diperoleh konsep yang diinginkan, yaitu



sifat-sifat



layang-layang.



Konsep tersebut dituliskan siswa dalam kotak sifat-sifat layang-layang.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



63



Orientasi masalah



Masalah



2:



Penyajian



masalah



kontekstual yang dikemas dalam bentuk soal cerita mengenai luas Eksplorasi



daerah layang-layang. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk mengubah bentuk sebuah kertas karton berbentuk layang-



layang menjadi persegi panjang. Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi informasi semua informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi, yaitu menemukan rumus luas daerah layang-layang melalui pendekatan Kesimpulan



luas daerah persegi panjang Menuliskan ulang rangkuman materi mengenai sifat-sifat dan rumus luas daerah layang-layang pada kotak



Latihan



kesimpulan. Penyajian



soal-soal



mengaplikasikan LKS trapesium



Orientasi masalah



konsep



prinsip yang ditemukan Masalah 1: Penyajian kontekstual



untuk



mengenai



atau masalah benda



berbentuk trapesium yang dikemas Eksplorasi



dalam bentuk dialog. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk



mengukur,



panjang



sisi,



panjang diagonal dan besar sudut trapesium.



Siswa



juga



diminta



menuliskan informasi apa saja yang diperoleh pada setiap kegiatan yang dilakukan



64



Ishmatul Maula, M.Pd



Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua informasi informasi yang diperoleh dalam kegiatan



eksplorasi,



sehingga



diperoleh konsep yang diinginkan, yaitu sifat-sifat trapesium. Konsep tersebut dituliskan siswa dalam Orientasi masalah



kotak sifat-sifat trapesium. Masalah 2: Penyajian masalah kontekstual yang dikemas dalam bentuk soal cerita mengenai luas



Eksplorasi



daerah trapesium. Terdapat arahan kegiatan siswa untuk mengubah bentuk sebuah kertas karton berbentuk trapesium



menjadi persegi panjang. Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi informasi semua informasi yang diperoleh dalam kegiatan eksplorasi, yaitu menemukan rumus luas daerah trapesium melalui pendekatan luas Kesimpulan



daerah persegi panjang Menuliskan ulang rangkuman materi mengenai



sifat-sifat



dan



rumus



luas daerah trapesium pada kotak Latihan



kesimpulan. Penyajian



soal-soal



mengaplikasikan



konsep



untuk atau



prinsip yang ditemukan



2. Hasil pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



65



Setelah belajar dengan menggunakan Bahan ajar matematika ini, aku masih belum paham tentang:



Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR LEBIH GIAT LAGI”



Setelah belajar dengan menggunakan Bahan ajar matematika ini, aku masih belum paham tentang:



Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR LEBIH GIAT LAGI”



Setelah belajar dengan menggunakan Bahan ajar matematika ini, aku masih belum paham tentang:



Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR LEBIH GIAT LAGI”



Setelah belajar dengan menggunakan Bahan ajar matematika ini, aku masih belum paham tentang:



Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR LEBIH GIAT LAGI”



Setelah belajar dengan menggunakan Bahan ajar matematika ini, aku masih belum paham tentang:



Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR LEBIH GIAT LAGI”



Ali.... coba kamu lihat bentuk atap rumahku, bentuknya apa sih Ali?



Trapesium itu apa Ali????



Oh.... Masa kamu ngga tau sih.... atap rumahmu bentuknya trapesium Deni....



Ayo kita belajar tentang trapesium di lab mini Ishma!



Untuk mengetahui apa itu trapesium, kalian harus mengetahui dulu sifat-sifat trapesium.... Ayo temukan sifat-sifat trapesium melalui kegiatan di lab mini Ishma!



LAB MINI ISHMA Perhatikan segi empat ABCD berikut, lakukan kegiatan dan jawablah pertanyaan yang ada pada lab mini Ishma!



Kegiatan Ukurlah semua panjang sisi segi empat tersebut dengan menggunakan penggaris! Perhatikan sisi AB dan DC! Bagaimana kedudukan kedua sisi tersebut? Sejajar, berimpit atau tegak lurus? Ukurlah semua besar sudut pada segi empat ABCD dengan menggunakan busur!



Informasi yang Diperoleh.



Hasil AB = ....



cm



BC = .... cm



CD = ....



cm



DA = .... cm



Jumlahkan besar sudut A dan D. Kemudian jumlahkan juga besar sudut B dan C!



LKS MATERI TRAPESIUM



Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, tuliskan sifat-sifat trapesium yang telah ditemukan!



SIFAT-SIFAT TRAPESIUM



MASALAH 2 Aisyah mendapat tugas sekolah untuk mengukur luas meja belajarnya yang berbentuk trapesium. Bagaimanakah cara Aisyah mengukur luas meja tersebut?



Untuk mengukur luas meja Aisyah, kalian harus mengetahui rumus luas trapesium....Ayo kita temukan dulu rumus luas trapesium melalui kegiatan di lab mini Ishma!



LAB MINI ISHMA Kegiatan



Hasil



Perhatikan kertas karton berbentuk trapesium yang telah disediakan! Lukislah dua ruas garis tinggi yang masing-masing terletak di ujung sisi alas terpendek ! Beri nama/label alas terpendek dengan a alas terpanjang dengan b dan tinggi dengan t Lukislah garis hirizontal (mendatar) pada trapesium, sehingga membagi garis tinggi menjadi dua bagian yang sama panjang. Kemudian beri nama/ label garis tinggi yang telah terbagi 2 dengan ½ t Potong trapesium tersebut menurut garis horizontal (mendatar) yang telah dilukis, sehingga akan terbentuk 2 buah tarpesium! Ambillah trapesium kecil! Kemudian potonglah lagi trapesium tersebut menurut garis ½t. Susun potongan tersebut sehingga membentuk bangun datar persegi panjang. Tempelkan pekerjaan kalian pada kolom hasil!



LKS MATERI TRAPESIUM



Berdasarkan informasi yang diperoleh hasil kegiatan, maka: Luas Trapesium = Luas persegi panjang



Keterangan :



KESIMPULAN Trapesium adalah segi empat yang memiliki sifat-sifat:



Rumus Luas trapesium:



Setelah belajar dengan menggunakan Bahan ajar matematika ini, aku masih belum paham tentang:



Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR LEBIH GIAT LAGI”



LKS MATERI TRAPESIUM



LATIHAN SOAL 1.



Gambarlah sebuah trapesium dengan panjang sisi-sisi yang sejajar 6 cm dan 12 cm serta tingginya 7 cm! Kemudian hitunglah luas daerah trapesium tersebut! Jawab:



NILAI



LKS MATERI TRAPESIUM



BAB 7 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY



Pada pertemuan pertama, LKS yang digunakan dalam pembelajaran adalah LKS guided discovery learning yang membahas mengenai materi persegi panjang. Pada LKS ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan oleh siswa, yaitu menemukan sifat-sifat persegi panjang, rumus luas daerah persegi panjang dan keliling persegi panjang.



Kegiatan pembelajaran



dimulai dengan kegiatan pendahuluan, yaitu guru memberi salam kepada siswa dan siswa menjawab salam. Kemudian guru mempersilahkan siswa untuk duduk berkelompok sesuai dengan pembagian kelompok yang ditentukan. Pada saat siswa berpindah duduk, masih terdapat beberapa siswa yang bingung mencari kelompoknya karena lupa dengan pembagian kelompok yang diarahkan guru sebelumnya. Sehingga guru membacakan ulang pembagian kelompok kepada siswa. Setelah siswa duduk secara tertib dengan kelompoknya, guru membagikan LKS guided discovery learning kepada masing-masing kelompok. Sebelum kegiatan dimulai guru terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan prosedur pembelajaran yang akan dilakukan. Kegiatan inti dimulai dengan melakukan kegiatan 1, yaitu menemukan sifatsifat persegi panjang, langkah awal pada LKS adalah orientasi masalah. Berikut adalah dialog yang dilakukan guru dan siswa pada tahap orientasi masalah: Guru



: Sekarang coba kalian baca terlebih dahulu dialog yang ada pada masalah 1.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



93



(semua siswa terlihat membaca dialog yang ada pada masalah 1) Guru



: Menurut kalian, mengapa buku tulis berbentuk persegi panjang? Apa saja sih ciri-ciri yang menunjukkan bahwa buku tersebut dikatakan berbentuk persegi panjang bukan segitiga, lingkaran atau bentuk bangun datar lainnya?



Siswa



: Karena bentuknya seperti kotak yang panjang bu makanya disebut persegi panjang.



Siswa lainnya : Buku tulis itu bentuknya segi empat yang panjang bu, klo segi empat yang panjang-panjang itu disebutnya persegi panjang. Berdasarkan dialog yang terjadi terlihat bahwa siswa telah memiliki gambaran mengenai bentuk persegi panjang, tetapi mereka belum mengetahui secara rinci apa saja sifat-sifat atau ciri-cirinya. Setelah orientasi masalah, siswa diajak untuk melakukan beberapa kegiatan eksplorasi yang bertujuan menemukan sifat-sifat persegi panjang. Dalam kegiatan eksplorasi, siswa mengukur semua panjang sisi, panjang diagonal dan semua besar sudut persegi panjang. Sebagian besar siswa dapat melakukan kegiatan yang diperintahkan dengan baik, tetapi masih kesulitan dalam memberikan informasi apa saja yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Sehingga guru memberikan bimbingan dengan meminta siswa menuliskan sisi apa saja yang sama panjang, sudut yang sama besar dan menuliskan apakah diagonalnya sama panjang atau tidak serta bagaimana panjang diagonal terhadap titik potong diagonalnya. Hasil kegiatan eksplorasi sifat-sifat persegi panjang yang dilakukan oleh siswa ditunjukkan pada Gambar sebagai berikut.



94



Ishmatul Maula, M.Pd



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Eksplorasi Sifat-Sifat Persegi Panjang Setelah melakukan kegiatan ekplorasi, setiap informasi yang diperoleh oleh siswa diolah atau digeneralisasi oleh siswa dengan bimbingan guru sehingga diperoleh sifat-sifat-persegi panjang. Pada sifat 1 guru meminta siswa memperhatikah informasi yang mereka peroleh, yaitu siswa menuliskan panjang sisi AB = panjang sisi CD dan panjang sisi BC = panjang sisi DA. Dari informasi tersebut guru memberikan bimbingan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa. Berikut dialog yang mendeskripsikan bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswa: Guru : Dari informasi pertama yang kalian peroleh tentang sisi persegi panjang, ada atau tidak sisi persegi panjang yang panjangnya sama? Jika ada, menurut kalian sisi yang bagaimana yang sama panjang? (Semua siswa masih terlihat bingung untuk menentukan sisi yang bagaimana yang sama panjang, sehingga guru memberikan bimbingan kembali dengan memberikan pertanyaan berikutnya) Guru : sisi yang sama panjangnya jika kalian lihat mereka saling apa anakanak? (guru memberikan gesture dengan menunjuk sisi-sisi yang sama panjang) Siswa : Oh.. sisinya saling hadap-hadapan bu. Setelah guru memberikan pertanyaan tersebut semua siswa mampu menyimpulkan bahwa sisi berhadapan pada persegi panjang sama panjang. Untuk sifat kedua dan sifat ketiga semua siswa mampu menggeneralisasi Pembelajaran Matematika Guided Discovery



95



informasi dengan mendiskusikan bersama kelompoknya dan menyimpulkan bahwa semua sudut persegi panjang adalah 90o dan kedua diagonalnya sama panjang. pada sifat yang keempat siswa mendapatkan kesulitan kembali untuk menggeneralisasi informasi, sehingga guru memberikan bimbingan dengan memberikan pertanyaan sebagai berikut: Guru : Perhatikan informasi yang kalian peroleh, panjang OA = panjang OC, berarti titik O membagi panjang diagonal AC sama panjang atau tidak? Siswa : Sama bu. (menjawab serentak) Siswa : Berarti titik O itu membagi diagonalnya jadi sama panjang ya bu. Guru : Iya benar, kalian semua hebat. Hasil kegiatan analisis/mengolah informasi yang dilakukan siswa ditunjukkan oleh Gambar sebagai berikut:



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi Sifat-Sifat Persegi Panjang Kegiatan 2 merupakan kegiatan untuk menemukan rumus luas daerah persegi panjang. Orientasi masalah pada LKS ditunjukkan oleh sebuah permasalah mengenai sebidang tanah berbentuk persegi panjang yang ingin dibeli, kemudian siswa diminta untuk menentukan jumlah uang yang dibutuhkan untuk membeli sebidang tanah tersebut. Sebagian besar siswa memberikan jawaban sembarang, akan tetapi dari kejadian tersebut terlihat bahwa siswa antusias untuk mencari tahu. Hal ini berpengaruh positif pada siswa dalam melakukan kegiatan menemukan rumus luas daerah persegi panjang. Langkah selanjutnya yang dilakukan siswa adalah eksplorasi. Dalam kegiatan eksplorasi siswa menggambar persegi panjang sesuai dengan



96



Ishmatul Maula, M.Pd



ukuran yang diminta dan menentukan luas daerahnya dengan menghitung banyak petak yang terdapat di dalam persegi panjang. dalam kegiatan ini guru memberikan arahan bagaimana cara menggambar persegi panjang sesuai dengan ukuran yang diminta, setelah itu siswa telah dapat melakukannya dengan baik bersama teman sekelompoknya masing-masing. Hasil kegiatan eksplorasi siswa dalam menemukan rumus luas daerah persegi panjang disajikan pada Gambar sebagai berikut:



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Eksplorasi Luas daerah Persegi Panjang Setelah



melakukan



kegiatan



eksporasi



siswa



mengolah



atau



menggeneralisasi informasi yang diperoleh. Sebagian besar siswa telah mampu mengolah informasi yang diperoleh, yaitu siswa memberikan respon dengan mengucapkan “oh, berarti klo menentukan luas daerah itu panjang dan lebarnya dikalikan”. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat melihat pola yang terjadi dalam menentukan luas daerah persegi panjang dengan ukuran persegi panjang yang bervariasi maka siswa menemukan pola bahwa rumus luas daerah persegi panjang adalah hasil kali dari panjang dan lebar sisinya. Hasil kegiatan analisis/mengolah informasi oleh siswa ditunjukkan pada Gambar sebagai berikut.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



97



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi Luas daerah Persegi Panjang Pada kegiatan 3 LKS guided discovery learning materi persegi panjang bertujuan untuk menemukan rumus keliling persegi panjang. kegiatan eksplorasi yang dilakukan siswa, yaitu siswa diminta menggambarkan sebuah persegi panjang dengan ukuran yang ditentukan. kemudian memotong persegi panjang tersebut dan menempelkan pada tempat yang telah disediakan. Setelah itu siswa memotong-motong pita yang disediakan sesuai dengan prosedur kegiatan yang diberikan dan menempelkan pita tersebut disekeliling persegi panjang. Siswa kemudian mengukur semua panjang pita yang digunakan dan menghitung panjang semua sisi persegi panjang. dari kegiatan tersebut seluruh siswa mampu memperoleh informasi bahwa panjang semua sisi persegi panjang = panjang pita. Pada Gambar berikut ini menunjukkan hasil kegiatan eksplorasi siswa untuk menemukan rumus keliling persegi panjang:



Setelah melakukan kegiatan eksplorasi maka informasi yang diperoleh diolah sehingga diperoleh rumus keliling persegi panjang. Berdasarkan



98



Ishmatul Maula, M.Pd



informasi yang diperoleh bahwa panjang pita sama dengan panjang semua sisi persegi panjang. Panjang pita kemudian diasumsikan sebagai keliling persegi panjang, maka siswa dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa keliling persegi panjang adalah jumlah semua sisi persegi panjang. Hasil kegiatan analisis/mengolah informasi yang dilakukan siswa disajikan pada gambar sebagai berikut.



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi Keliling Persegi Panjang Pada tahap analisis/mengolah informasi keliling persegi panjang ini, siswa juga diminta untuk memberikan kesimpulan mengenai keliling suatu bangun datar berdasarkan informasi yang diperoleh mengenai keliling persegi panjang. Hasil kegiatan analisis/mengolah informasi yang dilakukan siswa mengenai keliling suatu bangun datar terlihat pada Gambar 4.7 sebagai berikut.



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi Keliling Bangun datar Setelah melakukan tahapan orientasi masalah, eksplorasi dan analisis/ mengolah informasi tahapan selanjutanya yang dilakukan siswa adalah menuliskan rangkuman dari semua konsep atau prinsip yang diperoleh oleh siswa dalam kolom kesimpulan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



99



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Kesimpulan Persegi Panjang Tahapan akhir yang dilakukan oleh siswa adalah latihan, yaitu siswa mengaplikasikan konsep dan prinsip persegi panjang yang telah ditemukan dengan mengerjakan soal latihan. Hasil kegiatan siwa dalam tahapan latihan soal ditunjukkan pada Gambar sebagai berikut.



Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap latihan Soal Persegi Panjang



100



Ishmatul Maula, M.Pd



Setelah semua kelompok menyelesaikan latihan soal yang ada pada LKS, guru meminta semua kelompok mengumpulkan LKS mereka dan meminta mereka kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Kegiatan terakhir yang dilakukan guru dan siswa adalah penutup, pada kegiatan penutup siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari, yaitu guru meminta siswa menyebutkan kembali sifat-sifat persegi panjang, rumus luas daerah dan keliling persegi panjang. Kemudian kegiatan pembelajaran ditutup dengan salam oleh guru.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



101



BAB 8 PENUTUP



Berdasarkan hasil analisis mengenai kepraktisan bahan ajar matematika guided discovery learning dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning dapat terlaksana dengan baik. Peran guru dalam pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning ini sangat penting. Karena guru berperan dalam keberhasilan kegiatan pembelajaran matematika dalam mencapai tujuan pembelajaran. Peranan guru dalam menciptakan situasi belajar dengan menggunakan Bahan Ajar Matematika ini sesuai dengan beberapa implikasi teori piaget dalam pembelajaran (dalam Trianto, 2010: 73) sebagai berikut: 1.



Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya. Dalam pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning ini guru tidak menuntut siswa untuk menghafal semua sifat-sifat dan rumus luas serta keliling segi empat, tetapi bagaimana proses siswa dalam menemukan sifat-sifat dan rumus segi empat tersebut. Sehingga siswa dapat memahami konsep dan prinsip segi empat dengan baik.



2.



Melibatkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



103



Dalam pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning, siswa bukan menjadi pendengar tetapi siswa dilibatkan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa diajak secara berkelompok untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di dalam bahan ajar dan guru bertugas membimbing setiap kelompok yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. sehingga terjadilah interaksi yang baik antara guru dengan siswa dan antar siswa. Berdasarkan NCTM (2010), siswa dikatakan memiliki pemahaman yang baik, jika siswa mampu : 1) Mendeskripsikan suatu konsep segi empat, yaitu sifat-sifat segi empat, 2) memberikan contoh dan non contoh segi empat, 3) menyelesaikan suatu masalah matematika menggunakan konsep atau prinsip segi empat yang telah diperoleh siswa. Sehingga dalam pembuatan tes penguasaan materi mencakup ketiga krieria pemahaman yang ditetapkan NCTM tersebut. Hasil akhir dari pembelajaran Guided Discovery telah diuangkapkan dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, salah satunya hasil penelitian Mirasi (2013) menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan metode pembelajaran yang tidak menggunakan metode pembelajaran tersebut. Selain itu dari hasil angket respon siswa, semua siswa memberikan respon positif dan komentar yang positif terhadap LKS yang dkembangkan dan berdampak pada timbulnya sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Khasnis (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan penemuan terbimbing dapat meningkatkan kreativitas berpikir siswa dan menambah rasa menyenangkan dalam belajar matematika. Berdasarkan hasil kepraktisan LKS guided discovery learning yang menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam menggunakan LKS secara berkelompok mendeskripsikan bahwa semua siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda dalam setiap kelompok dapat saling bekerjasama



104



Ishmatul Maula, M.Pd



dan memberikan keuntungan yang positif dalam membantu mereka memahami materi dan terlihat pada hasil tes penguasaan materi siswa yang menunjukkan bahwa tidak hanya siswa berkemampuan tinggi yang mampu mencapai nilai yang bagus tetapi siswa berkemampuan rendah juga mampu mencapai hal tersebut. Hasil ini sejalan dengan pendapat Germain (2014) yang mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing tidak hanya meningkatkan pemahaman dan kinerja siswa, tetapi juga membantu interaksi antara guru dan siswa dalam menyampaikan ide-ide mereka pada proses pembelajaran. Selain itu, menurut Udo (2011) pembelajaran matematika bercirikan guided discovery learning dapat memberi keuntungan pada semua tingkat kemampuan siswa. Adapun kelebihan dan kekurangan dari bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning yang telam dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kelebihan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning: 1. Dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Ha ini terlihat dari hasil respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning. 2. Dengan menggunakan bahan ajar ini siswa dapat membangun pemahamannya sendiri. 3.



Penggunaan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning dapat membantu meningkatkan kreativitas dan keaktifan siswa.



Kekurangan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning: 1. Penggunaan bahan ajar ini dalam proses pembelajaran matematika membutuhkan banyak waktu. 2. Dalam bahan ajar ini belum ada pembahasan khusus mengenai hubungan antar jenis segi empat.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



105



DAFTAR PUSTAKA



Abidin, Z.Z. & Abu, M.S. 2011. Alleviating Geometry Levels of Thinking among Indonesia Students using Van Hiele Based Interaktive Visual Tools,



(online),



(http://www.staff.blog.utm.mv/jpms/2011/09/05/



alleviating-geometry-levels-of-thinking-among-indonesianstudents-using-van-hielle-based-interactive-visual-tools), diakses 02 Februari 2015. Afidah, V.N. 2010. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif untuk Membangun Pemahaman Konsep Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pps Um. Akanmu, M.A. & Fajemidagba. 2013. Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Atudents Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria. Journal of Education and Practice, 4 (12): 7. Akinyemi, O. 2009. Constructivist Practices Through Guided Discovery Approach: The Effect on Students Cognitive Achievements in Nigerian Senior Secondary School Physics. Bulgarian Journal of Science and Education, 3 (2): 5. Brosnahan, H. 2001. Effectiveness of Direct Instruction and Guided Discovery Teaching Methods for Facilitating Young Children’s Concepts. Journal Carnegie Mellon University, 13 (21): 8. Cased, B.J. 2012. Learning Through Guided Discovery: An Engaging Approach to K-12 STEM education. International Journal of Education, 3 (12): 7.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



107



Castranova, J.A. 2011. Discovery Learning for the 21st Century: What is it and How Does it Compare to Traditional Learning in Effectiviness in the 21st Century. International Journal of Education, 7 (23): 6. Darmodjo, H. 1992. Pendidikan IPA 2. Jakarta: Dirjen Dikti. Germain, J.L. 2012. Guided discovery: A Twentieth Century Model Proves useful in the Twenty-First Century Classroom. Journal United States Military Academy, 20 (12): 9. Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry. Journal for Research in Mathematics Education, 35 (4): 8. Hobri. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan. Jember: Pena Salsabila. Hudojo, H. 2003. Mengajar belajar matematika. Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kaymakci, S. 2012. A Review of Studies on Worksheets in Turkey. Gazi journal University Graduate School. 1 (57): 5. Khasnis, B.Y. 2011. Guided Discovery Method A Remedial Measure In Mathematics. International Refered Research Journal, 11 (22): 8. Killpatrick, J. & Swafford, J. 2002. Helping Children Learn Mathematics. Washington. National journal academy, 2 (23): 8. Kirschner, P.A. 2006. Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work: An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery, ProblemBased, Experiential, and Inquiry-Based teaching. Journal Educational, 41 (2): 6. Kripa, S.P. 2011. Learning Mathematics by Discovery. Academic Voices a Multidisciplinary Journal, 1 (1) : 9. Illahi, M.T. 2012. Pembelajaran discovery strategy & mental vocational skill. Yogyakarta: DIVA Press. Majid, A. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Rosda Karya. Markaban. 2010. Model Penemuan Terbimbing pada pembelajaran Matematika. (online), (http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/38-penemuanterbimbing-matematika-smk.pdf ), diakses 21 November 2014.



108



Ishmatul Maula, M.Pd



Mayer, R.E. 2004. Should Three be a Three-Strikes Rule Against Pure Discovery Learning? The Case for Guided Methods of Instruction. American Journal, 59 (1) : 7. Mirasi, W. 2013. Comparing Guided Discovery and Exposition-Cith-Interaction Methods in Teaching Biology in Secondary Schools. Mediterranean Journal of Social Sciences, 4 (14) : 5. Muhibbin, S. 2004. Psikologi Pendidikan dan Pembelajaran. Bandung: Rosda Karya. NCTM. 2010. Principles and standards for school mathematics. USA: NCTM. Nurcholis.



2003.



Implementasi Metode penemuan Terbimbing untuk



Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Penarikan Kesimpulan Logika Matematika, (online), (http://jurnal/fkip.ac.id/index.php/5340/3343), diakses 21 November 2014. Nu’man, M. 2006. Pembelajaran Berdasarkan Tahap Berpikir Van Hiele untuk Membantu Pemahaman Konsep Bangun Segiempat pada Siswa Kelas VII MTs Negeri Malang 1. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pps Um. Palincsar, A. 2000. Investigating the Engagement and Learning of Students With Learning Disabilities in Guided Inquiry Science Teaching. Journal American, 31 (24): 5. Plomp, T. & Nieveen, N. 2010. An Introduction to Educational Desaign Research. Netherlands: SLO. Prastowo, A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA Press. Rochmad. 2011. Model Perangkat Pembelajaran Matematika, (online), (http:// www.blog.unesa.ac.id), diakses 23 November 2014. Sanjaya. 2010. Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Senyo, D.B. 2014. Assisting Form Two Students of Nungua Senior High School-Ghana In Solving Three Set Problems Using Guided Discovery Teaching Method. Researchjournali’s Journal of Mathematics, 1 (7) : 7.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



109



Silver, C.H. 2007. Scaffolding and Archievement in Problem-Based and Inquiry Learning: A Response to Kirschner, Sweller, and Clark. Journal Educational Psychology, 42 (2):8. Sugiarti, N. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Aktivitas Belajar Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran, (online), (http://ejournal. umpwr.ac.id/index.php/ekuivalen/article/view/1122/1059), diakses 27 November 2014. Suherman, E. (2010). Strategi pembelajaran matematika kontemporer, (online), (http://usm.itb.ac.id/Prodi/101/html), diakses 20 November 2014. Sunismi. 2001. Diagnosis Kesulitan Siswa SLTP dalam Memahami Konsep BangunSegiempat dan Remedinya. Tesis tidak diterbitkan Malang: Pps Um. Suprawoto. 2009. Mengembangkan Bahan Ajar dengan Menyusun Modul, (Online), (http://mii.fmipa.ugm.ac.id/new/), diakses 23 November 2014. Sutrisno. 2012. Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa, (online), (http//fkip. unila.ac.id/ojs/data/journals/11/JPMUVol1No4/ 016Sutrisno.pdf ), diakses 26 November 2014. Syamsuddin. 2007. Teori Belajar matematika, (online), (http://p4tkmatematika. org/2012/04/beberapa-teori-belajar/), diakses 20 November 2014. Tatsuoka, K. 2004. Patterns of Diagnosed Mathematical Content and Process Skills in TIMSS-R Across a Sample of 20 Countries. American Educational Research Journal, 41 (4): 8. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher. Udo, M.E. 2010. Effect of Guided-Discovery, Student-Centred Demonstration and the Expository Instructional Strategies on Student’s Performance in Chemistry. International Multi-Disciplinary Journal. 4 (16): 6



110



Ishmatul Maula, M.Pd



Udo, M.E. 2011. Effect of Problem-Solving, Guided-Discovery and Expository Teaching Strategies on Students’ Performance in Redox Reactions. International Multidisciplinary Journal, 5 (21): 7. Wahyuni, T. & Dewi, N. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta  : Usaha Makmur. Wardani, S. (2008). Analisis SI dan SKL mata pelajaran matematika SMP untuk optimalisasi pencapaian tujuan, (online), ( http://p4tkmatematika. org/file/ PRODUK/PAKET%20FASILITAS/SMP/Analisis%20SI%20dan%20 SKL%20Matematika%20SMP.pdf ), diakses 20 November 2014. Widoyoko, E. 2008. Evaluasi Program Pembelajaran, (online), (http://www. umpwr.ac.id/download/publikasiilmiah/Evaluasi%20Program%20 Pembelajaran.pdf ), diakses 20 November 2014. Widyantini, T. 2013. Penyusunan Lembar Kerja Siswa sebagai Bahan Ajar,(online),(http://p4tkmatematika.org/2013/10/ penyusunanlembarkerjasiswa/), diakses 23 November 2014. Yucel, C. 2014. Teaching Logarithm by Guided Discovery Learning and Real Life Applications. International Journal of Education. 6 (11): 10.



Pembelajaran Matematika Guided Discovery



111