Pembully Dan Si Gemuk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pembully dan Si Gemuk



Berpostur gemuk bukanlah impian setiap orang, terutama untuk wanita. Banyak hal yang menjadi hambatan bagi orang gemuk, tak terkecuali aku. Berbagai macam tindak perundungan atau bullying pernah aku alami. Tindakan perudungan verbal sangatlah menyakitkan. Mengolok – olok, meremehkan, menertawakan menjadi hal wajib bagi teman – teman agar mendapat bahan candaan, agar mereka bisa tertawa terbahak – bahak, bahkan disaat aku sudah menangis. Masa – masa yang paling sulit adalah saat masih duduk di bangku SMP. Selama itu aku menahan rasa kesal, malu, rendah diri karena kondisi fisikku yang lain daripada yang lain. Masa SMP ku tidaklah mudah, aku berbeda dengan yang lain. Badanku gemuk, kulitku yang kemerahan, rambut coklat dan ikal, mataku juga berwarna coklat dan lingkaran luarnya kebiruan, keturunan dari Nenekku yang berdarah campuran. Hal itu menjadi pembeda diantara yang lain, sehingga aku kerap dibedakan. Aku mengingatnya, kejadian demi kejadian saat di sekolah. Saat diolok – olok karena aku menyukai temanku dan dia mempermalukanku di depan umum. “Kamu tak pantas jadi pacarku, aku tak menyukai perempuan gemuk sepertimu, dasar kamu anak gendut! Semua orang di depan koridor kelas itu spontan tertawa ,Hahaha…” ada yang berbisik – bisik, ada juga yang berjalan menirukan atlet sumo sambil menunjuk ke arahku. Aku tetap berdiri dengan lutut gemetaran, badanku lemas, nafasku seketika sesak. Aku ditertawakan dan dipermalukan begitu hinanya. Harga diriku hancur menjadi puing – puing berserakan, yang sekejap hilang bagaikan debu tertiup angin. Beberapa teman yang memang termasuk idola para lelaki karena mempunyai tubuh langsing dan cantik tak ubahnya seperti bebek yang mengeluarkan suara ribut, mereka sibuk mengibaskan rambut, meliuk – liukan tubuh sambil berjalan bak pragawati di atas catwalk. Memamerkan kelebihan fisik mereka di depanku, dan tersenyum mengejekku. “ Duuhh.. kasian yang ditolak jadi pacar, makanya punya badan itu jangan seperti gajah bengkak, tidak ada yang mau jadi pacar kamu..Hahahaha” mereka berlalu masuk kelas sambil menabrakku dengan sengaja. Gemeretak gigiku menahan amarah, aku mengepalkan tangan sekuat mungkin dan mencoba menahan bulir air mata yang berusaha jatuh hamper tak tertahankan. Aku mendongkakkan kepala dan berlari ke dalam kelas, duduk di kursiku dan membaca buku sambil kutangkupkan kearah mukaku, akhirnya aku menangis karena tak sanggup lagi menahan bendungan air mata. Kejadian itu sangatlah membuatku terpukul. Jangankan berselera untuk makan, melihat makanan saja rasanya benci saat itu. Berkali – kali aku bertanya pada diri sendiri. Kenapa? Kenapa? Kenapa harus aku yang gendut? Kenapa aku yang harus jadi bahan perundungan? Kenapa mereka



senang sekali melakukan perundungan terhadapku? Aku hanya bisa menangis, badanku rasanya lemah, selemah hatiku yang tidak bisa berbuat apa – apa. Untunglah, kakak laki – lakiku selalu menjadi penyelamat, pembela garda terdepan saat adiknya harus menghadapi masalah perundungan. Aku mengingatnya, sambil menyisir rambutku yang ikal, kakak membelai rambutku dengan sayang “Tak usah menangis lagi, yakinlah bahwa setiap orang itu mempunyai kelebihan dibalik kekurangannya” hatiku terasa lega saat mendapat nasihat darinya. Namun, aksi perundungan itu tak kunjung reda. Aku pun harus mulai menelan rasa pahit dirundung. Kejadian yang tak kalah menyedihkannya saat aku mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PMR. Tak tahu siapa yang berbuat jahil. Aku diminta duduk diatas kasur yang alasnya dari kayu dan penahannya sudah dipreteli terlebih dahulu. Semua kursi telah terisi dan tersisa kasur tersebut. Aku menghela nafas panjang saat akan mendudukinya, ada rasa ragu dan tidak percaya diri menyentuh kasur itu, benar saja ketika aku duduk, kasur tersebut ambruk dan semua orang tertawa terpingkal - pingkal melihat aku jatuh dan alas kasurnya pun patah. Aku pun meringis kesakitan dan hanya bisa menunduk menahan rasa malu. Saat itu Bapak Pembina datang ke ruangan dan melihat apa yang sedang terjadi. Beliau melihatku membereskan kasur yang alasnya patah itu lalu kusapu bagian yang berserakannya. Aku pikir beliau akan menghiburku, nyatanya sama saja, “ Makanya kamu diet, jadi biar naik ke kasur tidak ambruk seperti ini, mau ganti pakai apa kamu hah? Kamu sanggup membayar uang gantinya?” kata – kata itu menusuk sekali. Aku hanya bisa melontarkan permintaan maaf tanpa menjawab pertanyaan dari Bapak Pembina itu. Saat itu ada seorang teman yang menghiburku, dia juga sering mendapatkan perundungan karena posturnya yang pendek. Kami seperti anggota rombongan sirkus Barnum yang tertinggal kereta. Harusnya kami melakukan pertunjukan dan membuktikan kepada orang – orang itu bahwa sekalipun kami berbeda namun kami mempunyai kelebihan. Hei! Itulah kuncinya! Aku berbicara pada temanku, kita harus mengubah pandangan orang lain terhadap diri kita. Kita harus melawan perundungan itu dengan kelebihan kita. Kita lawan perbuatan mereka dengan prestasi. Sejak saat itu aku pun memutuskan untuk bangkit dan melawan perundungan ini. Aku sadar melawan perundungan dengan kata – kata adalah hal percuma. Maka aku pun membuat strategi agar mereka berhenti mengolok – olok aku gendut. Saat ini aku memang kesulitan menurunkan berat badan, maka harus ada cara lain yang bisa aku lakukan untuk membungkam mulu – mulut julid dan nyinyir itu. Kuputuskan aku harus menjadi juara umum di sekolah, saat itu hanya itulah yang terpikirkan olehku. Dengan berprestasi di akademik, maka aku akan lebih dihargai dan mereka tidak akan mempermalukan aku lagi.



Aku mulai belajar lebih rajin dari biasanya. Aku mengorbankan hari mingguku untuk belajar setelah menonton tayangan kartun. Aku kurangi waktu bermain dan lebih banyak membuka buku pelajaran. Usaha memang tak pernah mengkhianati hasil, akhirnya aku bisa mendapatkan predikat juara umum itu. Aku melangkah dengan penuh percaya diri ke atas podium. Menerima sertifikat, piala, dan hadiah dari Kepala Sekolah. Semua orang memandangiku, termasuk orang – orang yang pernah melakukan perundungan terhadapku, mereka kini terdiam, tak berkutik sama sekali. Aku belum puas dengan hanya menyandang predikat juara umum. Tujuan selanjutnya adalah bagaimana meraih peringkat NEM tertinggi, agar aku bisa masuk ke SMA pilihanku. Alhamdulillah, dengan segala daya dan upaya, disertai doa yang tak putus – putus dipanjatkan, akhirnya aku benar – benar masuk SMA pilihanku. Masa SMA adalah awal masa pembuktian bahwa dengan badan gemuk, bukanlah menjadi halangan untuk bisa beraktifitas dan berprestasi. Aku mulai mencari – cari hal apa yang sesuai dengan minatku. Aku memutuskan mengambil ekstrakurikuler Teater, dimana aku bisa memainkan peran – peran yang semua orang bisa menghargai apa yang aku perankan. Mereka tak menghiraukan bentuk tubuh, yang terpenting adalah kualitas dan totalitas memainkan peran. Disini aku mulai bisa melatih kepercayaan diriku. Berbagai macam lomba aku ikuti, lomba debat, lomba membaca dongeng, hingga lomba Nasyid. Kakak kelas yang bernaung di bawah DKM pun merekrutku untuk menjadi anggota DKM dan aku didapuk sebagai ketua tim Informasi. Aku mulai belajar berorganisasi di SMA dan itu melatih rasa percaya diriku lebih besar lagi. Karakter berorganisasi ini aku bawa sampai masa kuliah. Disini kuanggap sebagai kawah candradimuka bagaimana cara berbicara di depan orang banyak tanpa canggung, membuka wawasan dan pergaulan dengan orang banyak dan membuka diskusi, tanpa harus memandang bagaimana bentuk tubuh. Paradigma “orang gemuk tidak bisa apa – apa” itu sudah ku buang jauh – jauh. Aku bisa memimpin rapat dengan tim saat aku mengikuti organisasi BEM, ataupun memimpin mentoring atau keputrian dengan mahasiswi lain. Saat kuliah tubuhku pernah sangat melar tapi di akhir kuliah sempat turun drastis karena mengerjakan penelitian, KKN, kuliah dan skripsi bersamaan. Saat itu hidupku seperti roller coaster yang naik turun seperti hal nya timbangan badanku, namun itu tak menyurutkan langkahku untuk tetap berkarya. Setelah lulus kuliah, aku pun mendapat pekerjaan sebagai pengajar di salah satu sekolah dasar swasta. Umurku saat itu menjelang 22 tahun, teman kerjaku memberikan undangan pernikahan. Aku terkesiap, ada hal yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya, menikah! Kembali ada rasa rendah diri menyergap perasaanku. Memori masa lalu yang pernah dipermalukan di depan



umum gara – gara menyukai seseorang seakan terpanggil kembali,mungkinkah ada orang yang menyukaiku? Sementara kondisi fisikku saja seperti ini, masih saja aku berbadan gemuk. Bagaimana aku memantaskan diri? Bagaimana caranya sekarang agar ada orang yang bisa menerimaku apa adanya? Tanpa memandang kekurangan fisikku ini. Kembali kakakku memberikan nasihat yang sangat menyejukkan. “ Kakak yakin, akan ada seseorang yang nantinya memilihmu menjadi istrinya, bukan dari fisikmu, namun hatimu. Tetaplah menjadi baik kepada orang lain dan jagalah akhlaq yang baik” Aku pun memantaskan diri dengan berkaca pada diri sendiri. Wahai fisik yang penuh kekurangan ini, engkau tak ubahnya daging yang diberi nyawa. Nyawamu berada di tangan Allah, begitupun dengan jodohmu. Jika kau saja menyadari akan kekuranganmu, bagaimana mungkin kau menginginkan jodoh setampan Pangeran di negeri dongeng? Tak usah baik menurutmu, tapi baik lah menurut Allah, karena Allah menyiapkan jodoh terbaik untukmu menurutNya, bukan menurutmu. Di suatu masa, ketika aku dan temanku sedang mengadakan pertunjukkan Teater anak. Aku banyak berdiskusi dengan tim baru yang berkecimpung di bidang musik. Dari situlah aku bertemu dengan seorang laki – laki yang sangat enak diajak diskusi. Tak dinyana, setelah seminggu pertunjukkan itu selesai, dia mengutarakan keinginannya untuk menjalin ta’aruf denganku. Tak butuh waktu lama, dia datang ke rumahku dan menghadap ayahku, meminta izin untuk ta’aruf dengan anak perempuannya dan ingin mengajaknya menikah. Aku sempat tak percaya, apakah ini hanya permainan belaka ataukah keseriusan yang benar adanya. Ternyata memang dia laki – laki yang serius itu, dia mengajak keluarganya datang melamar, dan dua bulan berselang kami pun menikah, mengikat janji suci dan berharap keridhaan Illahi menjadikan rumah tangga kami yang sakinah, mawaddah warrahmah. Alhamdulillah, atas seizin Allah aku dikaruniai 2 anak yang lucu dan mempunyai suami yang sangat sayang kepadaku. Akhirnya, aku merasa gemuk bukanlah akhir dari segalanya, bukan derita yang tiada akhir. Badan gemuk bukanlah untuk dibully atau dirundung. Tak pantas rasanya membully fisik seseorang tanpa berkaca kepada diri sendiri atas kekurangan yang juga dimiliki, orang gemuk juga bisa tetap berprestasi dan berkarya, tetap semangat dan optimis bahwa kita mampu bermanfaat untuk orang banyak. Lawan bullying terhadap bentuk fisik, sudah saatnya lawan bullying dengan pembuktian dan totalitas. Kita bisa, kita mampu, semangatlah!