Pemeriksaan Glukosa Urine Test Benedict (Semi Kuantitatif) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PEMERIKSAAN GLUKOSA URINE TEST BENEDICT (SEMI KUANTITATIF)



KELOMPOK 1 (KELAS E) RIMBHA PUTRI LESTARI



201710410311114



AZRUL CHOLIS AZZAHABI



201710410311131



SHAFELIA NATA AJI KUSUMA



201710410311156



ARIFA KHARIMATUL FUAD



201710410311184



PUTRI ANASSTASYA WIDJANARKO



201610410311125



DOSEN PEMBIMBING: Dra, Uswatun Chasanah,M.Kes.,Apt Raditya Weka Nugraheni, M.Farm., Apt Firasti Agung.N.S., M.Biotech.,Apt Amaliyah Dina, M.Farm.,Apt Firdha Anita Yulianti,S.Farm.,Apt Renny Primasari,S.Farm.,Apt



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019



I. Judul Praktikum Pemeriksaan Glukosa Urine Test Benedict (Semi Kuantitatif) II. Tujuan Praktikum Mengetahui prinsip pemeriksaan glukosa pada urine dengan test benedict. III. Dasar Teori Adanya glukosa dalam urine dapat di nyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkali. Uji ini tidak spesifik terhadap glukosa, tapi pada gula lain yang mempunyai sifat mereduksi dapat memberikan hasil yang positif. Gugus aldehid atau keton bebas gula akan mereduksi kuprioksida dalam pereaksi benedict menjadi kuprioksida yang berwarna. Dengan uji ini dapat diperkirakan secara kasar (semikuantitatif) kadar gula dalam urin. Urine atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme, garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Sistem urine terdiri dari ginjal, ureter, kantong kemih dan uretra dengan menghasilkan urin yang membawa serta berbagai produk sisa metabolisme untuk dibuang. Ginjal juga berfungsi dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh dan merupakan tempat pembuangan hormon renin dan eritropitin. Renin ikut berperan dalam pengaturan tekanan darah dan eritropitin berperan dalam merangsang produksi sel darah merah. Urin juga dihasilkan oleh ginjal berjalan melalui ureter ke kantung kemih melalui uretra. Urine dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan sistem homeostatik. Sifat dan susunan urin dipengaruhi oleh faktor fisiologis (misalkan masukan diet, berbagai proses dalam tubuh, suhu, lingkungan, stress, mental, dan fisik) dan factor patologis (seperti pada gangguan metabolisme misalnya diabetes mellitus dan penyakit ginjal). Oleh karena itu pemeriksaan urine berguna untuk menunjang diagnosis suatu penyakit. Pada penyakit tertentu, dalam urin dapat ditemukan zat-zat patologik antara lain glukosa, protein dan zat keton.



Proses eksresi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak dipergunakan lagi. Zat ini berbentuk cairan contohnya urin, keringat dan air. Fungsi utama organ eksresi adalah menjaga konsentrasi ion (Na+, K+, Cl¬¬ , Ca++ dan H+), menjaga volume cairan tubuh (kandungan air), menjga konsentrasi kandungan osmotik, membuang hasil akhir metabolism (urea, asam urat) dan mengeluarkan substansi asing atau produk metabolismnya. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urin termasuk pemeriksaan penyaring. Gula mempunyai gugus aldehid dan keton bebas mereduksi ion kupri dalam suasana alkalis menjadi koprooksida yang tidak larut dan berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan kadar gula yang terdapat di urin. Analisa urin itu penting, karena banyak penyakit dan gangguan metabolisme dapat diketahui dari perubahan yang terjadi didalam urin. Zat yang dapat dikeluarka dalam keadaan normal tidak terdapat adalah glukosa, aseton, albumin, darah dan nanah. Prinsip kerja dari uji benedict semi kuantitatif ini adalah pereaksi benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa). Dalam suasana Alkalis sakarida akan membentuk enidid yang mudah teroksidasi. Semua monosakarida dan diskarida kecuali Sukrosa dan trekalosa akan bereaksi positif bila dilakukan uji Benedict. Larutan-larutan tembaga yang alkalis bila direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan memebentuk cupro oksida (Cu2O) yang berwarna hijau merah orange atau merah bata dan adanya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi. Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Uji benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa. Urine yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes mellitus. Sekali urine diketahui mengandung gula pereduksi, tes yang lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalamurine. Hanya glukosa yang mengindikasikan penyakit diabetes mellitus. Urine yang terlalu banyak mengandung glukosa dapat menimbulkan penyakit diabetes mellitus. Penyakit diabetes mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai



penyakit kencing manis atau



penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.



Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di dalam urin. Ketika tingkat glukosa dalam darah in melebihi batasan gula ginjal (160-180 mg/dl) maka glukosa mulai nampak dalam urin. Kehadiran glukosa dalam urin (glucosuria) merupakan indikasi adanya penyakit diabetes mellitus. Jumlah urin dihasilkan seseorang oleh jumlah air yang dimimun, syarat, ADH banyak garam yang harus dikeluarkan di dalam tubuh agar tekanan osmotiknya stabil apada penderita diabetes mellitus pengeluaran glukosa yang diikuti kenaikan volume urine. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Dari urin kita bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya. Analisa urine yang teratur meliputi test berikut: warna kejernihan, bau, berat jenis dan adanya sustansi lain. Hal-hal yang mempengaruhi warna yaitu keseimbangan cairan, makanan, obat-obatan dan penyakit. Jernih atau keruhnya urine menunjukkan kadar air di dalam tubuh. Vitamin B dapat mengenbalikan warna kuning cerah urine. Urine tidak normal memiliki bau yang sangat menyengat. Berat jenis urine menunjukkan sejumlah substansi yang terkandung di dalamnya. Makin tinggi berat jenis maka semakin banyak mater atau partikel yang terkandung didalamnya. Protein dan gula biasanya tidak ditemukanan di dalam urine. Glukosa dapat ditemukan pada urine jika terjadi kerusakab pada ginjal.



IV. Alat dan Bahan Alat : 1. Tabung reaksi 2. Tabung ukur 3. Pipet ukur 4. Rak tabung reaksi 5. Penjepit tabung reaksi 6. Api bunsen



7. Korek api Bahan : 1. 2,5 ml pereaksi benedict kualitatif 2. Urine normal dan patologis (masing-masing 4 tetes)



Pereaksi Benedict Kualitatif



V.



Prosedur Praktikum 1. Siapkan urine yang akan diperiksa beserta semua alat dan bahan yang diperlukan 2. Siapkan tabung ukur lalu ukurlah pereaksi benedict kualitatif sebanyak 2,5 ml 3. 2,5 ml pereaksi benedict kualitatif tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi 4. Teteskan urine sebanyak 6 tetes kedalam tabung reaksi yang telah berisi 2,5 ml pereaksi benedict kualitatif 5. Nyalakan waterbath 6. Didihkan urine dan pereaksi benedict kualitatif yang telah dicampur tersebut di atas waterbath 7. Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan 8. Lakukan penafsiran dan catat hasil percobaan.



VI.



Bagan Alir



Siapkan urine yang akan diperiksa beserta semua alat dan bahan yang diperlukan



Siapkan tabung ukur lalu ukurlah pereaksi benedict kualitatif sebanyak 2,5 ml



2,5 pereaksi benedict kualitatif tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi



Teteskan urine sebanyak enam tetes ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 2,5 ml pereaksi benedict kualitatif



Nyalakan waterbath



Didihkan urine dan pereaksi benedict kualitatif yang telah dicampur tersebut diatas waterbath



Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan



Lakukan penafsiran dan catat hasil percobaan



VI. Hasil Pengamatan



Gambar 1 : Sebelum dipanaskan



Gambar 2 : Sesudah dipanaskan



Gambar 3 : Urin Patologis A



Gambar 4 : Urin Patologis B



Gambar 5 : Urin Patologis A



Gambar 6 : urin Patologis B



VII. Pembahasan Praktikum kali ini memeriksa kadar glukosa dalam urin dengan uji Benedict secara semi kuantitatif. Uji Benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida salah satunya adalah glukosa. Sehingga uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa. Urine yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Pertama-tama yang dilakukan adalah menyiapkan 3 buah tabung reaksi kemudian memasukkan masing-masing 2,5 ml perekasi benedict ke dalam tabung reaksi yang telah disiapkan tersebut. Selanjutnya ditambahkan 4 tetes urin ke dalam tabung I yang berisi urin normal, ditambahkan 4 tetes urin yang sudah ditambahkan larutan glukosa 0,5% kedalam tabung II, lalu ditambahkan 4 tetes urin yang ditambahkan larutan glukosa 2% ke dalam tabung III. Setelah semua bahan dimasukkan kedalam masing-masing tabung, panaskan tabung reaksi tersebut sampai mendidih didalam beaker glass yang diletakkan diatas hotplate, kemudian amati endapan yang terbentuk dan perubahan warna yang terjadi. Adapun hasil pengamatan yang diperoleh adalah warna keempat larutan tersebut adalah pada tabung I yang berisi urin normal, didapatkan warna biru atau dengan kata lain tidak terjadi perubahan warna setelah dilakukan pemanasan. Hasil ini bisa didapatkan karena dalam urin tidak terkandung glukosa, sehingga walaupun sudah dipanaskan, proses reduksi ion Cu++ yang terkandung dalam reagen Benedict tidak dapat terjadi dan mengakibatkan tidak adanya perubahan warna. Pada tabung III yang berisi urin patologis A, didapatkan perubahan warna menjadi biru tosca setelah dipanaskan dan terdapat endapan berwarna jingga di bagian bawah tabung reaksi. Hasil ini bisa didapatkan karena didalam urin terkandung glukosa sekitar 2% Glukosa yang terkandung didalam urin inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan warna, karena ketika dipanaskan glukosa memberikan elektronnya kepada ion Cu++ sehingga tereduksi menjadi ion Cu+, lalu Cu+ dioksidasi menjadi Cu2O, hal inilah yang menyebabkan perubahan warna pada larutan ini. Perubahan warna yang terjadi pada urin patologis A lebih pekat karena konsentrasi kandungan urin didalamnya lebih tinggi dari urin patologis B. Pada tabung II yang berisi urin patologis B, didapatkan perubahan warna menjadi hijau setelah dipanaskan dan terdapat endapan berwarna kuning di bagian bawah tabung reaksi. Hasil ini bisa didapatkan karena didalam urin terkandung glukosa sekitar 0,5%. Glukosa yang terkandung didalam urin inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan warna, karena ketika dipanaskan glukosa memberikan elektronnya kepada ion Cu++ sehingga tereduksi menjadi ion Cu+, lalu Cu+ dioksidasi menjadi Cu2O, hal inilah yang menyebabkan perubahan warna pada larutan ini.



VIII. Kesimpulan 1. Untuk menentukan kadar glukosa dalam urin secara semi kuantitatif dapat dilakukan Uji Benedict. 2. Urin normal tidak mengandung glukosa. 3. Kadar glukosa yang diperoleh dalam urin patologis A dengan menggunakan pereaksi benedict secara semi kuantitatif adalah sekitar 2%. 4. Kadar glukosa yang diperoleh dalam urin patologis B dengan menggunakan pereaksi benedict secara semi kuantitatif adalah sekitar 0,5%.



Daftar Pustaka Campbell, N.A, Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Ganong. W.F. 2005. Review of Medical Physiology 22nd edition. Mc Graw Hill. 192-201. Siswono. 2002. Kimia, Pangan dan Gizi. PT. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sloane.E. 2003.