4 0 188 KB
BAB : I PENDAAHULUAN A. Latar Belakang
Virus adalah organisme subselluler yang bersifat parasit dengan siklus hidupnya di dalam sel dan tidak mempunyai aktivitas metabolisme di luar sel dan hanya mempunyai asam nukleat RNA ( ribonukleo acid ) atau DNA ( dioxyribonukleo acid ) sebagai materi genetik. Pada saat ini, virus diketahui sebagai suatu pathogen yang jauh berbeda dari mikroorganisme parasitik lain. Akibat infeksi virus pada sel mengakibatkan tiga kemungkinan dengan implikasi yang berbeda, di antaranya akan terjadi transformasi sel, sel menjadi lisis, dan kemungkinan terjadi infeksi laten / persisten yang mengakibatkan virus tidak dapat dihilangkan dari dalam tubuh. Penyakit yang disebabkan oleh virus, sangat berperan dalam morbiditas dan mortalitas hewan serta menyebabkan kerugian ekonomi yang nyata. Selain itu, bila penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut menyerang hewan piaraan, bukan tidak mungkin akan menambah masalah baru dengan menyebabkan kematian pada manusia. Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba pathogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda Umumnya gambaran biologic spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler mempunyai karakteriskik tertentu pula.Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan polusi. Stress emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi oleh system pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama
BAB II Tinjauan pustaka
A. Pengertian imunologi Imunologi adalah ilmuyang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin seperti:
malfungsi
sistem
imun
pada
gangguan
imunologi
(penyakit
autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun. Imunologi juga di katakan sebagai suatu bidang ilmu yang luas yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis , membahas masalah antigen, antibodi, dan fungsi – fungsi berperantara sel terutama yang berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit , reaksi biologik yang bersifat hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing. Imunologi merupakan pemeriksaan darah yang bertujuan untuk mendeteksi awal adanya infeksi virus, memperkirakan status imun dan pemantauan respon pasca vaksinasi. Imunologi adalah spesialisasi medis yang berkaitan dengan kekebalan dan semua aspek dari kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit yang disebabkan oleh patogen (organisme penyebab penyakit, yang biasanya adalah mikroorganisme).
.
Imunolgi terbagi menjadi 2 yaitu imunologi infeksi dan imunologi kanker.
1. Imunologi infeksi Bila suatu mikroorganisme menembus kulit atau selaput lendir, maka tubuh akan mengerahkan keempat komponen sistem imun untuk menghancurkannya, yaitu antibodi fagosit, komplemen dan sel – sel sistem imun. Bila suatu antigen pertama masuk kedalam tubuh, dalam beberapa hari pertama antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya lainnya belum memberikan respons. Tetapi
komplemen dan pagosit serta komponen imun nonspesifik lainnya dapat bekerja langsung untuk menghancurkannya.
2. Imunulogi kanker Peran
penting
imunitas
lainnya
adalah
untuk
menemukan
dan
menghancurkan tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Untuk sistem imun, antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka menyebabkan sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor memiliki beberapa sumber; beberapa berasal dari virus onkogenik seperti papilloma virus, yang menyebabkan kanker leher rahim, sementara lainnya adalah protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat rendah pada sel normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma. Kemungkinan sumber ketiga antigen tumor adalah protein yang secara normal penting untuk mengatur pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor.Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor disebutonkogen. Respon
utama
sistem
imun
terhadap
tumor
adalah
untuk
menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T pembantu. Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal. Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika sel tumor
memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum dengan tumor.Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai menjadi kanker.Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh. Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGFβ, yang menekan aktivitas makrofaga danlimfosit. Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor. Makrofaga dapat meningkatkan perkembangan tumor ketika sel tumor mengirim sitokin yang menarik makrofaga yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan yang memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin diproduksi oleh makrofaga menyebabkan
sel
tumor
mengurangi
produksi
protein
yang
menghalangi metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker. telah mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel kanker, makrofaga (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin yang akan membunuh sel tumor. B. Jenis Pemeriksaan Immunologi No
Jenis Pemeriksaan
Metode
1
Anti HIV
ELISA
2
Anti HIV I
Rapid
3
HbsAg
Rapid
4
Anti HCV
Rapid
5
Anti HBs
Rapid
6
HbsAg
ELISA
7
Anti HbsAg
ELISA
8
HbeAg
Rapid
9
HbeAg
ELISA
10
Anti HAV Ig G/Ig M
Rapid
11
RPR
Aglutinasi
12
TPHA
13
TPHA
Rapid
14
Ig G Herpes Simplex 1
ELISA
15
Ig G Herpes Simplex 2
ELISA
16
Ig G Herpes Simplex
ELISA
17
Cytomegalovirus Ig G
ELISA
18
Cytomegalovirus Ig M
ELISA
19
Dengue Ig G/Ig M
Rapid
20
Rheumatoid Factor
Aglutinasi
21
Toxoplasma gondii Ig G
ELISA
22
Toxoplasma gondii Ig M
ELISA
23
Widal
Aglutinasi
24
Tes Kehamilan
Rapid
25
ASTO (Anti Streptolisin-O)
Aglutinasi
26
CRP (C-Reactive Protein)
Aglutinasi
Hemagluti nasi
C. Pengertian serologi Pemeriksaan serologis adalah pengujian yang menggunakan serum sebagai sampel. Prinsip utama uji serologis adalah mereaksikan antibodi dengan antigen yang sesuai. Antibodi adalah zat kekebalan yang dilepaskan oleh sel darah putih untuk mengenali serta menetralisir antigen (bibit penyakit baik virus maupun bakteri) yang ada dalam tubuh. Pemeriksaan serologi Serologi merupakan cabang imunologi yang mempelajari reaksi antigen-antibodi secara invitro. Reaksi serologis dilakukan berdasarkan asumsi bahwa agen infeksius memicu host untuk menghasilkanantibodi spesifik, yang akan
bereaksi dengan agen infeksius tersebut. Reaksi serologis dapat digunakanuntuk mengetahui respon tubuh terhadap agen infeksius secara kualitatif maupun kuantitatif. Pemeriksaan serologik sering dilakukan sebagai upaya menegakkan diagnosis. Walaupun saat ini pemeriksaan serologik tidak terbatas pada penyakit infeksi, namun untuk menunjang diagnosis penyakit infeksi memang hal yang sering dilkukan. memungkinkan dilakukannya pengamatan secara in vitro terhadap perubahan kompleks antigen-antibodi (Ag-Ab). Pengujian tersebut berdasar pada proses presipitasi atau aglutinasi atau aktivasi komplemen yang diakibatkan oleh perubahan status fisik kompleks. Reaksi antigen-antibodi secara in vitro dapat dimanfaatkan untuk: 1.
Identifikasi antigen Apabila antigen tidak diketahui, misal :
a) Reaksi presipitin untuk mengklasifikasi grup streptokokus b) Reaksi aglutinasi untuk mengklasifikasi serotipe salmonella, shigella c) Reaksi presipitin untuk mengidentifikasi antigen variola pada lesi smallpox 2. Deteksi kuantitasi antibodi yang disekresi pada serum, air susu, dan cairan tubuh lainnya. Pada kasus ini antibodi tidak diketahui. Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk: a) Menilai imunitas terhadap rubella, mumps, poliomyelitis b) Menilai prevalensi infeksi oleh mikroorganisme dalam suatu komunitas atau survei serologik pada kelompok umur c) Mendeteksi jaringan yang diinvasi suatu mikroorganisme, mis: Haemophilus influenza pada bronkitis kronis atau antibodi E. coli pada infeksi traktus urinarius. d) Mendiagnosa penyakit, misalnya: brucellosis, tifoid, VD, DHF, dsb Pada pemeriksaan terhadap spesimen serum tunggal, konklusi yang dapat dibuat sangat terbatas, mengingat bahwa banyak kasus antibodi dapat distimulasi setiap saat, tidak selalu berkaitan dengan penyakit yang sedang terjadi.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan tehadap 2 sera, satu dikoleksi pada saat penyakit timbul, dan yang lain 10-14 hari brikutnya. Kenaikan titer antibodi spesifik sampai 4 kali lipat spesimen uji, merupakan indikasi signifikan yang menunjukkan bahwa sedang terjadi infeksi aktif. Faktor-Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemeriksaan Serologi 1. serum kontrol: dalam hal ini harus diperhatikan beberapa sifat serum kontrol a. sifat antikomplementer b. tidak memiliki inhibitor spesifik c. tidak toksik terhadap kultur sel d. memiliki aglutinin e. dapat menghasilkan presipitat non spesifik 2. Kontrol antigen: antigen yang digunakan harus memiliki aktivitas tinggi. Antigen dapat bersifat antikomplementer, oto-aglutinasi, dan mungkin terkontaminasi, hal-hal tersebut dapat berpengaruhpada pengujian. 3. Kontrol pelarut: pelarut yang digunakan ada kemungkinan terkontaminasi, hal ini dapat menyebabkan terjadi perubahan pH, efek toksisk, dsb. 4. Antisera standar: antigen cenderung tidak stabil pada penyimpanan dibanding sera, kontrol uji untuk standar sera negatif dan standar sera positif yang telah diketahui titernya D. Reaksi Antigen-Antibodi Yang Digunakan Pada Serologi Diagnostik 1. Uji Presipitasi Presipitasi terjadi antara molekul Ab dan Ag pada bentuk solubel. Pada pengujian ini antigen berbentuk koloidal. Laju presipitasi sangat tergantung pada proporsi antigen dan antibodi pada campuran. Terdapat beberapa cara pengujian pada metode presipitasi, yaituni: a. Uji tabung Dengan mencampur pada tabung, masukkan dilusi antigen atau antibodi dengan jumlah tertentu. Dilusi dilakukan dari konsentrasi tinggi (tabung pertama) sampai
konsentrasi terendah (tabung terakhir). Presipitat timbul pada tabung yang mengandung Ag dan Ab secara proporsional. b. Presipitasi Cincin Antigen dilapiskan pada serum (antibodi), terjadi difusi setelah mencapai ikatan proporsional dengan antibodi akan menghasilkan presipitasi berbentuk cincin. c. Difusi Gel Pada pengujian ini memungkinkan antigen dan antubodi berdifusi perlahan dari arah tertentu melalui gel. Pada cara ini homogenitas dan derajat kemurnian dari berbagai antigen dapat diuji. Pita presipitasi terbentuk pada setiap antigen dapat saling bertemu, atau bersilangan menunjukkan: - bersambungan, antigen identik secara imunologik (terhadap serum uji) - bercabang, antigen berhubungan sebagian - bersilangan, menunjukkan antigen tidak berhubungan Metode difusi tunggal Di sini anti serum dalam agar semi solid, zona buffer dari agar dan antigen terpisah secara vertikal dalam tabung. Garis presipitasi terbentuk dalam zona buffer. a) Metode difusi ganda Agar dituang pada plat. Di bagian tengah diisi antigen atau antiserum sedangkan sera atau ekstrak di bagian tepi. Pita presipitasi terbentuk dalam gel pada posisi Ag dan Ab mencapai proporsi optimal setelah berdifusi. Dapat dimodifikasi dengan uji mikrodilusi menggunakan obyek gelas b) Immunoelektroforesis Jika terdapat sejumlah Ag dalam larutan seperti serum, sulit memisahkan pita presipitasi yang timbul pada setiap reaksi Ab-Ag, bila hanya menggunakan cara difusi di atas. Komponen serum dipisahkan dengan elektroforesis dalam agar gel dan antiserum dibiarkan berdifusi melalui komponen yang dihasilkan pada pita-pita yang terbentuk. c) Elektroforesis "roket"
Merupakan metode kuantitatif, dilakukan elektroforesis antigen ke dalam gel yang telah mengandung antibodi. Presipitasi yang terjadi berbentuk roket, panjang masing-masing roket menunjukkan konsentrasi antigen. d) Immunodifusi radial tunggal Antiserum monospesifik ditambahkan ke dalam gel, kemudian dituang pada slide petridisk atau lempeng plastik. Dibuat lubang gel, larutan antigen dimasukkan pada lubang. Terjadi difusi sehingga terbentuk zona sirkuler yang menunjukkan jarak proporsional dengan jumlah antigen yang ditambahkan pada setiap lubang. Kuantitasi antigen yang diperiksa diketahui dari perbandingan cincin presipitasi dibandingkan dengan cincin presipitasi kontrol. 2. Uji aglutinasi Digunakan untuk antigen berukuran besar, pada reaksi ini antibodi dikontakkan dengan antigen yang merupakan bagian permukaan suatu material misalnya eritrosit, mikroorganisme atau partikel anorganik (polystyrenelatex) yang telah dicoated dengan Ag. Reaksi Ab-Ag membentuk agregat yang dapat diamati atau aglutinasi. 3. Uji Litik Uji ini tergantung pada proses lisis dari darah atau bakteri dari suatu sistem yang mengandung antigen, direaksikan dengan antibodi dan komplemen. Antigen yang digunakan berupa : a. Sel (uji litik langsung) b. Bahan yang diadsorbsikan pada eritrosit atau lekosit (uji litik tidak langsung) 4. Serological Inhibition Test Untuk mendeteksi netralisasi antigen dan antibodi dengan mendemonstrasikan hambatan pada reaksi tertentu yang secara normal terjadi pada antigen atau organisme. Aplikasi: -
Deteksi antistreptolisin O
-
Animal protection test
-
Viral haemagglutination inhibition
-
Viral neutralization test menggunakan CPE pada kultur
5.
Immunoflourescence Cat flourescence atau rhodamin diikatkan pada antibodi tanpa merusak spesifitasnya. Suatu konjugat dikombinasi dengan antigen (misalnya potongan jaringan) dan diikat oleh antibodi akan tampak dengan mikroskop UV, distribusi Ag pada jaringan atau sel
6. Skin Test Memanfaatkan reaksi kulit sebagai indikator sistem. Ada dua cara: o Pasif, bila antigen dan serum diinokulasikan, misalnya menguji toksinantitoksin o Aktif, bila status immunologik diuji -
Skin test digunakan untuk mengetahui adanya:
-
Antibodi terhadap bakteri
-
Reaksi alergi
7. Antigen Binding Techniques Metode ini digunakan untuk mengethui level antibodi dengan menentukan kapasitas antiserum dalam kompleks dengan antigen radioaktif, atau dengan mengukur jumlah immunoglobulin yang mengikat larutan antigen yang diberikan. Ada dua macam cara pada metode ini: -
Radioimmunoassay
-
Teknik sandwich
E. Jenis Pemeriksaan Serologi Keuntungan melakukan pemeriksaan serologis untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit antaralain karena reaksi serologis spesifik untuk suatu agen infeksius, waktu yang diperlukan lebih singkat dari pada pemeriksaan
kultur/identifikasi bakteri, dan pengambilan sampel relatif mudah yaitu darah. Beberapa uji serologi : a. Reaksi serologis untuk salmonella Typnosa Pemeriksaan serologis yang digunakan untuk diagnosa penyakit demam typhoid yang disebabkanoleh Salmonella disebut pemeriksaan Widal. Uji Widal dirancang secara khusus untuk membantudiagnosis demam typhoid dengan cara mengaglutinasikan basilus typhoid dengan serum penderita. Namun,istilah ini kadang-kadang diterapkan secara tidak resmi pada uji aglutinasi lain yang menggunakan biakanorganisme yang dimatikan dengan panas selain Salmonella. -
Pemeriksaan Widal digunakan untuk : Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan yang bertujuan mengetahui adanya demam tifoid yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi A,B,C.
Pemeriksaan
Widal
sering
menunjukkan reaksi silang dengan kuman yang berasal dari usus sehingga pemeriksaan
ini
tidak
bersifat
spesifik.
Untuk
mendeteksi
infeksi
dengan Salmonella typhi yang spesifik dapat diperiksa Salmonella typhiIgM. 1. Mengetahui diagnosa thypus abdominalis dan penyakit parathyposa A, B, C, D 2. Mengetahui prognosa penyakit 3. Mengetahui ada tidaknya aglutinin dalam serum penderita. Salmonela mempunyai 3 macam antigen, yaitu antigen H, O, dan Vi. Dari hasil pemeriksaan Widaldapat diambil kesimpulan : 1. Kenaikan titer O menunjukkan masih ada infeksi aktif 2. Kenaikan titer H menunjukkan kemungkinan post vaksinasi atau infeksi telah berlalu 3. Kenaikan titer Vi menunjukkan kemungkinan “karier”
b. Reaksi serologi untuk treponema Reaksi serologi untuk treponema dilakukan dalam menegakkan diagnosa penyakit sifilis. Sifilisadalah suatu penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, disebabkan oleh TreponemaPallidum.Infeksi treponema pallidum dalam tubuh akan menimbulkan dua macam antibodi, yaitu: 1. Antibodi non treponema (reagin) 2. Antibodi treponema Pemeriksaan serologi untuk treponema dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Non treponemal antigen test
reaksi flokulasi : Kahn, VDRL, Murata, Kline, Mazzini, Hinton partikel antigen yang berupa lipid akan mengalami flokulasi setelah dikocok dengan regain.
reaksi fiksasi komponen : Wasserman, Kolmerserum yang mengandung reagin dapat mengikat komplemen jika ada cardiolipin sebagai antigen.
Oleh karena antigen yang digunakan bukan antigen spesifik maka dapat terjadi BFPR (BiologicalFalse Positive Reaction). Penyakit lain yang dapat menimbulkan BFPR pada test ini antara lain adalah malaria, lepra, relapsing fever, lupus eritematosus, leptospirosis, rhemathoid arthritis. 2. Treponemal antigen test
reaksi aglutinasi : TPHA ( Treponema Pallidum Haem Aglutination)
reaksi fiksasi komplemen : TPCF ( Treponema Pallidum Complement Fixation)- imobilisasi : TPI (Treponema Pallidum Immobolization)
imunofluoresen : FTA ( Flouresan Treponema Antibody) Pemeriksaan ini lebih spesifik dari pada non treponemal antigen test.
a. ELISA(Enzyme-linked immunosorbent assay ) merupakan metode determinasi konsentrasi protein berdasarkan spesifitas reaksi immunologis antara antigen dan antibodi yang dirangkai dengan reaksi enzimatis.Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun1971 oleh Peter Perlmann
dan Eva Engvall untuk menganalisis adanyainteraksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label ). Prinsip kerja ELISA reader sama dengan spektofotometer.Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigen – enzim atau konjugat antobodi – enzim, dan noncompetitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISAnoncompetitive assay antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini seringkali disebut sebagai Sandwich ELISA. Uji ini dilakukan pada plate 96- well berbahan polistirena.Untuk melakukan teknik Sandwich ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang meliputi: 1. Well dilapisi atau ditempeli antigen. 2. Sampel (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan. 3. Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu seperti peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya. 4. Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi 5. Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cutoff untuk menentukan hasil positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah kemungkinan yang besarterjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang satu dengan antigen lain. a) Serologi untuk hepatitis B Hepatitis B merupakan penyakit infeksi pada hati yang angka kejadiannya tinggi dan dapat menimbulkan masalah kronis seperti sirosis hepatis dan kanker hati. Diagnosis hepatitis Bdikerjakan dengan melakukan tes terhadap beberapa marker serologis dari virus hepatitis B dan dengan menambahkan tes
tambahan untuk menyingkirkan penyebab lain seperti virus hepatitis Adan C. Sedangkan untuk penyaring, cukup dilakukan pemeriksaan HBsAg dan Anti HBs. HBs Ag Jika positif, pasien dianggap terinfeksi hepatitis B. Pengulangan tes setelah 6 bulan untukmenentukan infeksi telah sembuh atau kronik. HBsAg positif setelah 6 bulan tetap terdeteksi dalamdarah selama lebih dari enam bulan berarti telah menjadi kronis. Anti HBs Jika positif, pasien dianggap memiliki kekebalan terhadap hepatitis B (baik karena infeksi yang telahsembuh atau karena vaksinasi). Hepatitis B karier kronis dapat menunjukkan HBsAg dan Anti HBs positif. positif untuk HbsAg dan anti HBs pada saat yang bersamaan, tetapi hal ini sangat jarang terjadi ( 55 (mg/dl)
LDL – kolesterol
: < 150 (mg/dl)
Ureum
: 15 – 40 (mg/dl)
Kreatinin
: 0.5 – 1.5 (mg/dl)
Asam urat
: 3.4 – 7.0 (mg/dl)
Bilirubin total
: 0.2 – 1 (mg %)
Bilirubin direk
: 0 – 0.2 (mg %)
Bilirubin indirek
: 0.2 – 0.8 (mg %)
SGOT
: 5 – 40 (u/l)
SGPT
: 5 – 41 (u/l)
Alkali Fosfatase
: 45 – 190 (iu/l)
Gamma GT
: 6 – 28 (mu/ml)
Protein total
: 6.1 – 8.2 (gr %)
Albumin
: 3.8 – 5.0 (gr %)
Globulin
: 2.3 – 3.2 (gr %)
Imunologi dan Serologi Widal Salmonella typhy Salmonella paratyphy A Salmonella paratyphy B Salmonella paratyphy C VDRL
: negatif
HbSAg Anti Hbs RF
: < 8 (lu/dl)
CRP
: < 0.8 (Mg/dl)
ASTO
: < 200 (lu/dl)
Wanita Hematologi Jenis Spesimen
: darah
Darah Lengkap Eritrosit
: 4 – 5 (juta/ul)
Haemoglobin (Hb)
: 12 – 15 (g/dl)
Hematokrit (Ht) : 36 – 47 (%) Trombo sit
: 150.000 – 400.000(/ul)
Leukosit
: 5.000 – 10.000(/ul)
Laju Endap Darah (LED)
: < 15 (mm/jam)
Diff count / Hitung Jenis Leukosit Basofil
: 0 – 1 (%)
Eosinofil
: 1 – 3 (%)
Batang
: 2 – 6 (%)
Segmen
: 50 – 70 (%)
Limfosit
: 20 – 40 (%)
Monosit
: 2 – 8 (%)
Urinalisa Jenis Spesimen
: urine midstream / porsi tengah
Urine Lengkap Warna
: kuning
Kejernihan
: jernih
Glukosa
: negatif
Bilirubin
: negatif
Keton
: negatif
Berat jenis
: 1.003 – 1.030
Darah samar
: negatif
pH
:5–8
Protein
: negatif
Urobilinogen
: 0.1 – 1.0 (EU/dl)
Nitrit
: negatif
Esterase leukosit
: negatif
Sedimen Leukosit
: 0 – 3 (/LPB)
Eritrosit
: 0 – 1 (/LPB)
Silinder
: negatif (/LPK)
Epitel
: +1
Kristal
: negatif
Lain-lain
: negatif
Kimia Darah Glukosa N
: 80 – 100 (mg/dl)
Glukosa PP
: 100 – 120 (mg/dl)
Glukosa S
: < 150 (mg/dl)
Kolesterol total
: < 200 (mg/dl)
Trigliserida
: < 150 (mg/dl)
HDL – Kolesterol
: > 65 (mg/dl)
LDL – kolesterol
: < 150 (mg/dl)
Ureum
: 15 – 40 (mg/dl)
Kreatinin
: 0.5 – 1.5 (mg/dl)
Asam urat
: 2.4 – 5.7 (mg/dl)
Bilirubin total
: 0.2 – 1 (mg %)
Bilirubin direk
: 0 – 0.2 (mg %)
Bilirubin indirek
: 0.2 – 0.8 (mg %)
SGOT
: 5 – 40 (u/l)
SGPT
: 5 – 41 (u/l)
Alkali Fosfatase
45 – 190 (iu/l)
Gamma GT
: 4 – 18 (mu/ml)
Protein total
: 6.1 – 8.2 (gr %)
Albumin
: 3.8 – 5.0 (gr %)
Globulin
: 2.3 – 3.2 (gr %)
Imunologi dan Serologi Widal Salmonella typhy Salmonella paratyphy A Salmonella paratyphy B Salmonella paratyphy C VDRL
: negatif
HbSAg Anti Hbs RF
: < 8 (lu/dl)
CRP
: < 0.8 (Mg/dl)
ASTO
: < 200 (lu/dl)
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Imunologi adalah ilmuyang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin. Pemeriksaan serologis adalah pengujian yang menggunakan serum sebagai sampel. Prinsip utama uji serologis adalah mereaksikan antibodi dengan antigen yang sesuai. B. Saran. Semoga makalah yang di buat oleh kami bermaanfat bagi mahasiswa dan dapat dicermati apa yang di paparkan. Bila ada salah kata kami mengucapkan minta maaf sebanyak-sebanyaknya dan kami sangat mengharapkan partipasi anda untuk menyempurnakan hasil makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA Pelczar and Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press. Budiani, Dyah Ratna. 2012. Petunjuk Praktikum ELISA. Surakarta: Laboratorium Biomedik FakultasKedokteran Universitas Sebelas Maret.
Maryani, dkk. 2011.Buku Praktikum Serologi. Surakarta: Laboratorium Mikrobiologi FakultasKedokteran Universitas Sebelas Maret. Lequin, RM (2005). "Enzyme Immunoassay (EIA)/Enzyme-Linked Immunosorbent Assay(ELISA)".Clinical Chemistry 51 (12): 241 –2418. Walker, JM (1994). Basic Protein and Peptide Protocols, Volume 32 New Jersey: Humana Press Inc.