Pendekatan Dalam Sosiologi Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Raden Ahmad Rosyiddin Brillyanto



NIM



: 11171110000024



PENDEKATAN DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN Pendekatan – Teori – Sosiologi



Sebagaimana dalam bidang pembahasan lainnya dalam sosiologi, sosiologi menekankan pentingnya teori sebagai alat untuk menafsirkan sebuah fenomena sosial. Dalam kajian sosiologi pendidikan pun juga dikenal beberapa teori yang memang menjadi arus utama dalam kajian sosiologi dan ada pula beberapa teori turunan yang spesifik membahas institusi pendidikan yang dikebangkan oleh para teoritisi modern dan post-modern. Teori-teori utama dalam sosiologi pendidikan meliputi fungsionalisme, kritik, dan interaksionisme simbolik, adapun teori yang berkembang seiring dengan berkembangnya kajian sosiologi pendidikan meliputi teori kode Basil Bernstein, teori modal kultural Pierre Bourdieu, teori kompetisi status Randall Coliins, teori institusional John Mayer, dan teori kritis postmodern. Teori fungsionalisme atau fungsionalisme struktural merupakan salah satu diantara teori yang pertamakali ada dalam sejarah perkembangan sosiologi, teori ini berpegang pada paradigma positivistik yang mengadopsi metode-metode keilmuan dari ilmu alam (natural science), totkoh utama dalam teori ini diantaranya adalah Durkheim dan Talcott Parson. Teori fungsionalisme struktural menakankan pentingnya tiap aspek kehidupan sosial sebagai bagian dari suatu sistem yang lebih besar lagi, oleh karena itu tiap agen sosial atau institusi sosial di dalam suatu sistem dianggap penting dengan segala dampak yang ditimbulkannya. Dalam melihat fenomena pendidikan, teori ini akan mengatakan bahwa dalam institusi pendidikan sekolah, dewan guru, siswa, dan orang tua siswa merupakan agen sosial yang saling bergantung satu sama lain. Diantara dari kelamahan teori ini diantaranya adalah bahwa teori ini tidak bisa menangkap sebuah makna subjektif yang ditimbulkan dari suatu fenomena sosial. Teori interaksionisme simbolik, teori ini muncul sebagai kritik atas teori fungsionalisme struktural yang dianggap kurang bisa menjelaskan banyak hal dalam diskursus ilmu sosiologi. Teori ini dipelopori oleh Max Weber dan bersandarkan pada paradigma konstruktivis. Dalam teori interaksionisme simbolik, suatu fenomena sosial ditafsirkan sebagai realita yang penuh dengan simbol yang sarat akan makna, olehkarena itu salah satu asumsi dasar dalam teori ini adalah bahwa agen sosial adalah aktor yang menciptakan dan menggunakan simbol dalam kesehariannya. Simbol dapat kita pahami dalam pengertian yang luas, sepeerti bahasa hingga cara kita merespon akan sesuatu yang ada di sekitar kita, olehkarena itu dapat kita katakan bahwa dalam sosialisasi yang erat hubungannya dengan proses pendidikan, sebenarnya itu merupakan sebuah proses interaksi menggunakan sekumpulan simbol yang disepakati bersama. Kelemahan dari pendekatan teori interkasionisme simbolik ini terletak pada sifatnya yang subjektif dan dimungkinkan terdapat bias dalam penelitian yang menggunakan pendekatan interaksionisme simbolik. Teori konflik, teori konflik merupakan teori yang berdiri sendiri dari kedua paradigma yang digunakan oleh dua pendekatan yang telah disebutkan sebelumnya di atas. Teori ini diinisiasi oleh Karl Marx dengan pemikiran radikalnya dalam melihat konflik yang senantiasa ada dalam setiap fase sejarah manusia. Pendekatan teori konflik secara kasar merupakan keterbalikan dari teori fungsionalisme strukturalm teori ini menekankan adanya konflik antar sesama agen sosial dalam masyarakat. Masuk ke dalam pembahasan teori konflik diantaranya adalah tentang persaingan mencapai sesuatu, kekerasan simbolik, diskriminasi, dll. Adapun kekurangan dari teori ini adalah cakupannya yang kurang konkret dan terlalu luas dalam melihat suatu fenomena, sehingga tidak bisa menangkap hal-hal kecil yang terdapat di masyarakat sebagaimana bisa dilakukan oleh pendekatan teori interaksionisme simbolik.



Pembahasan Film GOT (Great Teacher Onizuka) Dalam artikel yang ditulis oleh Sadovnik, dijelaskan di sana bahwa adal dua perspektif yang digunakan dalam pengkajian sosiologi pendidikan, yaitu perspektif teori-teori utama dalam sosiologi dan perspektif teori-teori kontemporer dalam sosiologi pendidikan. Untuk menganalisis film GOT ini, penulis akan menggunakan pendekatan teori fungsionalisme sebagai teori yang termasuk dalam teori utama sosiologi, dan teori modal kultural dan kekerasan simbolik dari Pierre Bordieu. Dalam perspektif fungsionalisme struktural dapat dilihat peran tokoh utama Onizuka yang mungkin jika kita komparasikan dengan tata nilai dan norma seorang guru secara general atau khususnya di Indonesai termasuk sebagai guru yang penyimpang, rupanya menyimpan peran-peran tertentu yang berdampak positif bagi muridmuridnya dan orang-orang disekitarnya. Hal ini ditunjukan dengan walaupun penampilannya yang bisa dikatakan menyalahi norma dan nilai yang ada, namun ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru bagi murid-muridnya, lebih dari itu dia juga melindungi murid-muridnya dari serangan secara fisik dari orang-orang yang hendak menyerangnya. Kesimpualnnya Onizuka melampaui tanggung jawabnya sebagai seorang guru, dengan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam bidang diluar pendidikan pula, seperti menjaga keamanan dan membongkar skandal yang dilakukan oleh salah satu calon perdana mentri Jepang dalam film tersebut. Adapun dalam perspektif teori modal kultural dan kekerasan simbolik dari Pierre Bordieu, film GOT menampilkan institusi sekolah sebagai sarana mereproduksi nilai-nilai bagi setiap peserta didiknya. Ini ditunjukan dalam bentuk Onizuka yang menanamkan rasa empati dan kritis terhadap aksi kebakaran sebuah panti asuhan dan berusaha menggalang dana untuk membangunnya kembali, serta bentruk kritis untuk menekan pemegang otoritas untuk tidak mendirikan pusat perbelanjaan di atas tanah bekas panti asuhan tersebut. Selain itu, dari sudut kekerasan simbolik, kekerasan simbolik yang terlihat jelas dalam film GOT tersebut terdapat pada apa yang dialami oleh Mayu Wakui selaku anak angkat dari Makita dan peserta didik dari Onizuka. Kekerasan simbolik yang didapat oleh Mayu berupa tekanan akan dirinya yang tidak diperbolehkan untuk menggunakan nama belakang Makita sebagai nama keluarga yang membuat malu dalam bermasyarakat, oleh karena itu Mayu rela untuk melakukan apa saja demi mendapatkan izin untuk menggunakan nama belakang Makita walaupun harus melukai temanteman sekolahnya dan harus mencelakakan gurunya sendiri.



Refrensi Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Poloma, Margaret. 1979. Sosiologi Kontemporer. Yogyakarta: Rajawali Pers Alan R. Sadovnik. Theory and Research in Sociology of Education