Penetapan Kadar Sari [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB V PENETAPAN KADAR SARI



I.



Latar Belakang Ekstrasi adalah proses pemindahan suatu konstituen dalam suatu



sample ke suatu pelarut dengan cara mengocok atau melarutkannya. Ektraksi pelarut bisa disebut ekstraksi cair-cair yaitu proses pemindahan solut dari pelarut satu ke pelarut lainnya dan tidak bercampur dengan cara pengocokkan berulang. Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut ini adalah distribusi zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur (Ibrahim,2009) Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua cara ini di dasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia. Ada beberapa teknik isolasi senyawa bahan alam yang umum digunakan seperti maserasi, perkolasi, dan ekstraksi kontinu. Tetapi pada penelitian ini yang digunakan adalah maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan pelarut organik, umumnya digunakan pelarut organic dengan molekul relative kecil dan perlakuan pada temperature ruangan, akan mudah pelarut terdistribusi kedalam sel tumbuhan.



Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari, suhu yang tinggi kemungkinan akan mengakibatkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004). Salah satu kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang, 2004). II.



Teori Umum Kandungan bahan organik dari hasil metabolisme sekunder yang



terdapat pada tanaman sebagai bahan baku obat tradisional merupakan identitas kimiawi dan ciri spesifik tanaman yang berhubungan dengan efek farmakologis yang ditimbulkannnya, karena metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman memiliki karakteristik untuk tiap genara, spesies dan strain/varietas tertentu (Anonim, 2007). Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam di maksudkan agar dapat memberikan gambaran awal sejumlah kandungan, dengan carame larutkan ekstrak sediaan dalam pelarut organik tertentu (etanol atau air) (Anonim, 2007).



Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut.Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut d alam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Anonim, 2007). Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan penggunaan jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga efek yang diinginkan tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam etanol dapat dijadikan standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan standar atau control untuk mutu dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan (Anonim, 2007). Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007). Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam



etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Anonim, 2007). Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan penggunaan jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga efek yang diinginkan tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam etanol dapat dijadikan standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan standar atau control untuk mutu dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan (Anonim, 2007). Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007). Cara perhitungan kadar sari (Anonim, 2007) : Berat ekstrak



= [berat penimbangan total – berat cawan kosong]



Kadar sari larut etanol (N) = 5 x berat ekstrak x 100% Berat sample Kadar sari rata-rata



=



N1 + N2 + N3 3



x 100%



III.



alat dan bahan  serbuk sampel  labu bersumbat kaca/ botol 100ml  cawan  corong  penangas  timbangan  kertas saring  etanol 95%  aquadest  kloroform



IV.



cara kerja



a. Penetapan kadar sari larut air Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan dengan 100 ml air jenuh kloroform, dikocok berkaliberkali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering di dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan 105°C dan ditara. Dipanaskansisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Ditjen POM, 2008). b. Penetapan kadar sari larut etanol Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu



bersumbat, ditambahkan 100 ml etanol (95% P), dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan 105°C dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut etanol (Ditjen POM, 2008).



DAFTAR PUSTAKA Ditjen POM Depkes RI,2000,”Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,” Depkes RI ,Jakarta Ditjen POM,.(1995),”FarmakopeIndonesia,Edisi IV”,DepkesRI,Jakarta Ibrahim.2009.”Ekstraksi.”Bandung :SekolahFarmasi ITB Anonim, 2007.“Uji Kadar sari “.Universitas Muslim Indonesia : Makassar