PENGAMATAN MIKROSKOPIS FUNGI Putri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGAMATAN MIKROSKOPIS FUNGI DAN KHAMIR Putri Dea Amelia1 , Iffat Raihana 2, Hasrul Satria Nur³ 1. 2.



Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Jend A. Yani Km 36, Banjarbaru, 70713, Indonesia Laboratorium Mikrobiologi, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat, Jalan A. Yani Km 36, Banjarbaru, 70713, Indonesia



E-mail: [email protected] Abstrak Jamur atau fungi merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Tujuan percobaan ini adalah melihat bagian-bagian struktur sel fungi. Pengamatan struktur sel fungi dilakukan dengan menggunakan tiga metode. Metode yang dilakukan yaitu tease mount, scotch tape dan slide culture. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil yaitu Metode tease mount diperoleh struktur mikroskopis fungi berupa miselium dan hifa tidak bersekat. Metode scotch tape diperoleh struktur mikroskopis fungi berupa miselium, hifa tidak bersekat dan konidiospora. Metode slide culture diperoleh hasil struktur mikroskopis fungi berupa miselium, hifa tidak bersekat konidiospora dan spora. Dapat disimpulkan bahwa dari praktikum kali ini diperoleh adanya struktur mikroskopis fungi berupa miselium, hifa dan konidiospora yang dapat diamati dibawah mikroskop. Abstract Mushrooms or fungi are plants that have no chlorophyll so heterotrophs, eukarotic cell types. Fungi are the unicellular and multicellular. Its body consists of threads called hyphae, hyphae can form a branching webbing called mycelium. The purpose of this experiment is to look at the fungal cell structure parts. Observation of fungi cell structure was done by using method. The method used is video games, scotch tape and slide culture. Based on observations made results. The method used is microscopic mycelium and hyphae are not insulated. The scotch tape method obtained microscopically mushroom mycelium mushrooms, hyphae is not insulated and conidiospores. Cultural shear methods resulting from microscopic mushroom mycelium mushrooms, hyphae are not insulated conidiospores and spores. Can be concluded from this practice this is the existence of microscopic mushroom mycelium, hyphae and konidiospora that can be maintained under a microscope. Keywords : fungi, tease mount, scotch tape, slide culture



1. Pendahuluan Istilah jamur atau fungi selau dikaitkan dengan suatu penyakit. Karena memang masih kurang difahami masyarakat luas. Fungi ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan. Fungi berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena mampu mendaur ulang unsur-unsur di alam yang diperlukan untuk hidup lainnya[5] Peran fungi dalam kehidupan kita sehari-hari antara lain dapat disebutkan dibidang pertanian dan perkebunan menyebabkan penyakit pada tanaman ekonomi seperti padi, jagung, kentang, kopi, the, coklat, kelapa dan karet; di bidang kehutanan merusak



kayu dan hasil olahannya, akan tetapi fungi justru diperlukan dalam penguburan lahan, di bidang farmasi fungi dimanfaatkan untuk menghasilkan aneka enzim dan senyawa asam organik tertentu, di bidang kedokteran sejumlah fungi memang phatogen bagi mannusia antara lain menyebabkan alergi dan dermatomikosis, di bidang kesehatan masyarakat spora fungi dii udara menyebabkan pengotoran udara yang bila dihirup menyebabkan batuk-batuk dan alergi disamping itu diketahui pula bahwa fungi dapat merusak lingkungan, cat minyak bumi, kertas, dan tekstil[5] Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau sel tunggal, eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, bereproduksi seksual dan



aseksual dalam dunia kehidupan fungi merupakan kingdom tersendiri, karena cara mendapatkan makanannya berbeda dari organisme eukariotik lainnya yaitu melalui absorbs[2] Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang-benang yang disebut hifa yang saling berhubungan berjalin semacam jala, yaitu miselium. Miselum dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan dan miselium fertil yang berfungsi dalam reproduksi[4] Fungi dapat ditemukan pada aneka substrat, baik dilingkungan darat, perairan maupun udara. Tidaklah sulit menemukan fungi di alam, karena bagian vegetatifnya yang umumnya berupa miselium berwarna putih dan mudah terlihat pada substrat yang membusuk. Konidianya atau tubuh buahnya dapat mempunyai warna (merah, hitam, jingga, kuning, kream, putih, abu-abu, coklat, kebiru-biruan dan sebagainya). Pada daun, batang kertas, tekstil, kulit dan lain lain. Tubuh buah fungi lebih mencolok karena dapat langsung diilihat dengan mata kasat, sedangkan miselium vegetatif yang menyerap makanan hanya dapat dilhat menggunakan mikroskop[6] Fungi tingkat tinggi maupun tingkat rendah mempunyai ciri yang khas, yakni berupa benang tunggal atau yang bercabang-cabang yang disebut dengan hifa. Fungi merupakan organisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut 1. Mempunyai spoora 2. Memproduksi spora 3. Tidak mempunyai klorofil sehingga tidak berfotosintesis 4. Dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual 5. Tubuh berfilamen dan dinding sel mengandung kitin, glukan, selulosa dan manan[7] Fungi dibedakan menjadi dua golongan yakni: kapang dan khamir. Kapang merupakan fungi yang berfilamen atau mempunyai miselium. Sedangkan khamir merupakan fungi bersel tunggal dan tidak berfilamen. Fungi merupakan organisme menyerupai tanaman, tetapi mempunyai beberapa perbedaan, yakni:  Tidak mempunyai klorofil  Mempunyai dinding sel dengan komposisi berbeda  Berkembang biak dengan spora  Tidak mempunyai cabang, batang, akar dan daun  Tidak mempunyai sistem vaskuler seperti pada tanaman  Bersifat multiseluler tidak mempunyai pembagian fungsi masing-masing bagian seperti pada tanaman.



Fungi ada yang bersifat parasit dan ada pula bersifat saprofit. Parasit apabila dalam memenuhi kebutuhan makanannya dengan mengambil dari benda hidup yang ditumpanginya. Sedangkan bersifat saprofit apabila memperoleh makanan dari benda mati dan tidak merugikan benda itu sendiri. Fungi mensintesis protein dengan mengambil sumber karbon dan karbohodrat (misalnya glukosa, sukrosa atau maltosa)., sumber nitrogen dari bahan organik atau anorganik, dan mineral dari substratnya . ada juga beberapa fungi yang dapat mensintesis vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan sendiri. Tetapi ada juga yang tidak dapat mensintesis sendiri, sehingga harus mendapatkan dari substrat, misalkan thaimin dan biotin[1] Beberapa fungi, meskipun sapiofitik dapat juga menyerbu inang yang hidup lalu tumbuh dengan subur disitu sebagai parasit. Sebagai parasit mereka menimbulkan penyakit pada tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Akan tetapi diantara sekitar 500.000 spesies cendawan, hanya kurang lebih 100 yang patogenik terhadap manusia. kematian infeksi oleh cendawan selain penyakit kulit sangat tinggi. Hal ini boleh jadi disebabkan oleh diagnosis yang terlambat atau yang salah selama penyakit itu menjalar atau karena tidak tersediannya antibiotik. Antibiotik non toksik yang secara medis tepat guna. Banayak cendawan patogenik, misalnya Histoplasma Capsulatum, yang menyebabkan histoplasmosis (nfeksi mikosis pada sistem retikolendotelium yang meliputi banyak organ). Dapat juga hidup sebagai saprofit, fungsi deperti itu menunjukan dimorfisme : artinya mereka dapat ada dalam bentuk uniseluler seperti halnya khamir ataupun dalam bentuk bening (filamen) seperti halnya kapang. Fase khamir timbul bilamana organisme itu hidup sebagai parasit atau patogen dalam jaringan, sedangkan bentuk kapang bila organisme itu merupakan saprofit dalam tanah atau dalam medium laboratorium. Identifikasi laboratorium untuk cendawan – cendawan patogenik acapkali tergantung kepada dapat tidaknya dimorfisme ini dipertunjukan[8].



2. Metode Praktikum Pewarnaan LPCB ( lacto phenol cotton blue) langkah pertama dalam pewarnaan LPBC yaitu kaca benda direndam dengan alkohol dan dipanaskan menggunakan api bunsen burner, kemudian jarum ose disterilisasi sebanyak tiga kali. Langkah selanjutnya teteskan cotton blue pada objek gelas sebanyak satu tetes, setelah itu diambil biakan fungi sedikit dan diletakkan fungi keatas permukaan kaca benda yang telah berisi cotton blue. Kemudian ditutup dengan jaca



penutup dan jangan sampai ada gelembung setelah itu diamati dibawah mikroskop. Pewarnaan dengan selotif. Langkah awal yang dilakukan hampir sama dengan pewarnaan LPCB yaitu pertama peralatan disterilkan setelah itu dipotong selotif tempel pada bagian biakan dan ditetesi cotton blue pada kaca benda sebanyak satu tetes, diambil selotif yang telah ditempel tadi diletakkan pada permukaan kaca benda yang telah ditetesi cotton blue dan letakkan dengan hati-hati jangan sampai ada gelembung kemudian diamati dibawah mikroskop. Teknik Slide Culture. Pengamatan ini dilakukan dengan disiapkan terlebih dahulu koloni fungi yang ditumbuhkan pada media spesifik fungi. Media cawan agar disiapkan untuk dibuat potongan kubus agar (agar block media) dengan ukuran 6 x 6 nm. Bagian terpisah juga disiapkan cawan petri dengan kertas saring yang telah dilembabkan dengan penambahan 4 ml aquades steril. Cawan ini diletakan batang gelas berhuruf U dan juga ditempatkan slide gelas sebagai wadah untuk pertumbuhan miselia fungi. Diatas slide gelas ini diletakan potongan agar yang diinokulasikan fungi. Berikutnya miselia pada agar block media diinkubasi selama 24-48 jam. Setelah diinkubasi cover gelas pada bagian atas dan bawah agar block media dilepaskan. Cover gelas dengan pertumbuhan miselia, diletakkan diatas slide gelas dan diteteskan dengan reagents lactophenol cotton blue. Pengamatan struktur fungi berikutnya dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 40 X. Perhitungan viabilitas (%) Langkah pertama dilakukan dengan menggunakan hemocitometer yaitu panaskan mulut erlenmeyer dengan bunsen burner, kemudian ambil satu sampel saccharomyces cerevisea menggunakan mikropipet masukkan kedalam tabung reaksi. Langkah selanjutnya teteskan methylen blue sebanyak 1 tetes diambil dengan cito metil sebanyak i ml yang ditandai dengan 1 ml naik pada pipet. tempatkan pada kotak hemocitometer diamati dibawah mikroskop dan dihitung dari kiri ketengah sampai kanan secara berulang atau zig-zag. Pada perhitungan dihitung jumlah sel hidup yang ditandai dengan warna transparan dan total sel yang mati ditandai dengan warna biru. Langkah kedua menggunkan kaca objek yaitu dipanaskan mulut erlenmeyer dengan bunsen burner, kemudian di ambil 1 sampel biakan saccharomyces serevisea menggunakan mikropipet dam masukkan kedalam tabung kemudan diteteskan metylen blue sebnayak 1 tetes. Diambil dengan cito metil sebnayak 1 ml yang ditandai dengan 1 ml naik pada pipet lalu diletakkan pada kaca benda kemudian ditutup dengan kaca penutup. hemocitometer diamati dibawah mikroskop dan dihitung dari kiri ketengah sampai kanan secara berulang atau zig-zag. Pada



perhitungan dihitung jumlah sel hidup yang ditandai dengan warna transparan dan total sel yang mati ditandai dengan warna biru. Kemudain dihitung viabilitas(%) sel khamir dengan cara total terhitung dikurang total sel mati dibagi total sel dihitung dikali 100.



3. Hasil dan Pembahasan Percobaan kali ini melakukan pengamatan terhadap struktur sel fungi. Hasil yang didapatkan yaitu macammacam struktur sel fungi seperti hifa dan konidiospornya. Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu tease mount, scotch tape dan slide culture. Tease mount merupakan metode pengamatan terhadap fungi dengan menggunakan reagen LPCB (lactophenol cotton blue). Hasil yang seharusnya diperoleh dari pengamatan fungi dengan metode Tease Mount ini adalah adanya hifa dan miselium fungi yang tidak bersekat, tetapi pada praktikum kali ini hasil yang didapat gagal karena pengambilan sampel yang tebal sehingga jika diamati pada mikroskop tidak ditemukan hifa dan miselium. Scotch tape merupakan metode pengamatan fungi dengan menggunakan selotip sebagai pengganti cover glass. Selotip ditempelkan pada permukaan media agar yang ditumbuhi fungi, lalu diletakkan diatas kaca benda yang sebelumnya telah ditetesi reagen LPCB. Selotip diratakan dan preparat kemudian diamati dibawah mikroskop. Hasil yang diperoleh dari pengamatan ini yaitu adanya miselium dan hifa fungi yang tidak bersekat dan adanya konidiospora. Konidiospora merupakan tempat penyimpanan spora pada fungi. Slide culture merupakan metode yang harus diinkubasi terlebih dahulu sebelum diamati dibawah mikroskop. Proses inkubasi memakan waktu sekitar 24-28 jam. Metode Slide Culture merupakan metode yang lebih baik dibandingkan kedua metode sebelumnya. Dengan metode Slide Culture pengamatan terhadap struktur fungi jauh lebih jelas, karena hifa menempel tepat pada kaca benda. Selain itu, hifa yang menempel pada kaca benda juga telah tumbuh dengan sempurna karena adanya proses inkubasi sehingga memudahkan dalam mengamati hifa fungi yang bersekat atau tidak. Hifa adalah struktur biologis berupa berkas-berkas halus yang merupakan bagian dari tubuh vegetatif berbagai fungi. Hifa dapat dengan mudah dilihat dengan mata bila telah membentuk massa yang rapat dan membentuk koloni-koloni pada bagian tubuh organisme inang atau sisa-sisa organisme atau makanan, dikenal sebagai miselium. Dapat dikatakan,



hifa adalah bentuk tubuh jamur yang sesungguhnya. Struktur berbentuk mirip payung yang biasa dikenal orang sebagai jamur tidak lain hanyalah alat reproduksi yang dikenal sebagai tubuh buah, yang muncul hanya sewaktu-waktu. Bagi fungi, hifa memiliki peran yang sedikit banyak seperti akar dan daun pada tumbuhan sekaligus. Hifa tumbuh menyebar ke dalam tubuh atau semua bagian organisme. Bentuk hifa yang halus memperluas permukaan kontak dengan substrat (objek makanannya). Hifa kemudian melepaskan enzim atau substansi lain (khususnya pada fungi yang hidup pada jaringan hidup) pada substrat agar kemudian dihasilkan senyawa-senyawa kimia tertentu (terutama karbohidrat). Hifa kemudian kembali menyerap senyawa-senyawa kimia ini untuk dimanfaatkannya dalam metabolisme internal. Cara kerja semacam inilah yang menyebabkan fungi berbeda dengan eukariota lainnya, seperti tumbuhan (autotrof) atau hewan (sepenuhnya heterotrof). Fungi, dengan cara kerja hifa semacam ini, dikenal sebagai saprotrof. Seberkas hifa adalah sel tunggal. Satu koloni hifa yang dapat dianggap kumpulan sel-sel raksasa pada umumnya berbentuk lingkaran dengan diameter beberapa sentimeter[3] Spora adalah satu atau beberapa sel (bisa haploid ataupun diploid) yang terbungkus oleh lapisan pelindung. Sel ini dorman dan hanya tumbuh pada lingkungan yang memenuhi persyaratan tertentu, Jenis spora menurut fungsi, yaitu : a. Spora sebagai alat persebaran untuk tumbuhan berpembuluh non-biji, lumut, fungi, dan Myxozoa. Spora dengan pengertian ini dikenal juga sebagai diaspora. b. Endospora dan eksospora, merupakan spora yang dibentuk oleh bakteri tertentu (dari divisio Firmicuta) sebagai alat pertahanan hidup dalam kondisi ekstrem. c. Klamidospora (chlamydospore), fungsinya mirip dengan endospora, tetapi dihasilkan oleh fungi. d. Zigospora sebagai alat persebaran haploid dari fungi Zygomycota. Spora ini berdinding tebal dan dapat tumbuh menjadi konidium atau zigosporangium[9] Adapun perbedaan jamur dan bakteri. Jamur adalah organisme yang tidak berklorofil, sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang bersel satu, tetapi sebagian besar bersel banyak, inti sel sudah memiliki membrane inti (eukariotik). Dinding sel tersusun atas zat kitin. Tubuh jamur tersusun atas benang-benang halus yang disebut hifa. Hidup di tempat kaya akan zat organik, lembab, dan kurang cahaya. Reproduksi aseksual melalui pembelahan dan secara seksual melalui peleburan inti sel dari dua sel induk. Sedangkan bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membrane inti sel. Organisme ini masuk ke dalam domain prokariota. Organisme uniseluler. Hidup bebas atau parasit, ada juga yang hidup di lingkungan ekstrim. Dinding selnya mengandung peptigokligen. Mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung.



Mengalami inovulasi, yaitu perubahan bentuk yang yang disebabkan fakta makanan, suhu, lingkungan. Bakteri juga pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacammacam dan teratur. Perkembangbiakan dengan cara aseksual (pembelahan biner) dan paraseksual dengan konjugasi, transformasi, dan transduksi[10]



Gambar 1. Hasil pengamatan metode tease mount pada sampel kayu serasah



Gambar 2. Hasil pengamatan metode scotch tape pada sampel kayu lapuk



Gambar 3. Hasil metode Double Sided sticty scotch tape sampel fungi tanah permukaan



Gambar 4. Hasil pengamatan viabilitas sel khamir pada sampel Saccaramycess cerevisiae



4.



[10]Waluyo, Lud.2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press



Kesimpulan



Fungi yang hidup didarat dapat menghasilkan spora yang terbentuk di dalam sel-sel khusus (askus), jadi merupakan endospora, ada yang di luar basidium dan disebut eksospora. Di samping itu kebanyakan jamur dapat membiak aseksual dengan konidium. Jamur hidup sebagai saprofit atau parasit, ada yang dalam air, kebanyakan di daratan. Dalam laut jarang sekali terdapat. Kebanyakan dari yang hidup sebagai saprofit dapat dipiara pada substrat buatan.



Daftar Acuan [1] Corazon & Subowo, Y.B., (2010). Seleksi Jamur TanahPengurai Lignin Dan Pah Dari Beberapa Lingkungan Di Bali. Berita Biologi. 10(2):227-233. [2] Nihayati, Ellis, Setyobudi, Lilik dan Nurilla Neilla. (2013). Studi Pertumbuhan dan Produksi Jamur Kuping (Auricularia auricula) Pada Substrat Serbuk Gergaji Kayu dan Serbuk Sabut Kelapa. Jurnal Produksi Tanaman. 1(3): 40-47. [3]



Nurhandayani. (2013). Inventarisasi Jamur Mikoriza Vesikular Arbuskular Dari Rhizosfer Tanah Gambut Tanaman Nanas (Ananas Comosus (L) Merr), Jurnal Protobiont, 2(3): 146-151.



[4] Panko, Afriani, Winarto dan Nurbailis. (2015). Penapisan Cendawan Antagonis Indigenos Rizosfer Jahe dan Uji Daya Hambatnya terhadap Fusarium oxysporum f. sp. Zingiberi. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 11(1): 9-13. [5] Sunarisih, dkk. (2014). Identifikasi Jmaur Endofit Dari Biji Padi dan Uji Daya Hambatnya Terhadap Pyricularia Oryza Cav. Secara in Vitro. E-Jurnal Agrokoeteknologi Tripika, Vol. 3(20): 110- 118. [6] Subandi. 2010. Mikrobiologi. Bandung: Remaja Rosdakarya. [7]



Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.



[8]



Dwidjoseputro, D.1994. Dasar – Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan



Dasar



[9]



Pelczar, Micheal. 2006. Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.







Dasar