Pengantar Kosmologi (Dafa Wardana, 2020) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengantar Kosmologi untuk Olimpiade dan Umum Juga Boleh M. Dafa Wardana



I. P ENDAHULUAN Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari alam semesta sebagai suatu kesatuan secara keseluruhan. Kosmologi berusaha mengungkap sejarah, menjelaskan tingkah laku saat ini, serta memprediksi masa depan alam semesta. Objek-objek yang berada di alam semesta tidak lagi ditinjau per individu tetapi dijadikan alat untuk mengetahui sifat-sifat alam semesta. Ilmu ini berurusan dengan pertanyaan mendasar dalam hidup semacam siapa kita? Bagaimana posisi kita di alam semesta? Apakah alam semesta memiliki awal? Apakah alam semesta akan berakhir? Apa saja komponen pengisi alam semesta? Apakah ada alam semesta lain selain alam semesta kita? Apakah ada kita yang lain di alam semesta lain selain kita di alam semesta kita? Kesel gak lu baca pertanyaan yang terakhir? Jika kita hidup di zaman Mesir kuno, konsep tentang alam semesta akan berisi penjelasan mengenai Bumi yang berbentuk datar dan ditutupi oleh kubah langit tempat semua benda langit menempel. Pada masa Yunani kuno, alam semesta dipercaya berupa bola langit tempat semua bintang-bintang menempel. Di dalam bola tersebut terdapat bola Bumi yang terletak di pusat bola langit, serta Matahari, Bulan, dan planet-planet bergerak mengitari Bumi. Ribuan tahun setelahn itu, alam semesta dipahami sebagai suatu sistem dengan Matahari sebagai pusatnya dan seluruh planet termasuk Bumi serta bintang-bintang bergerak mengitari Matahari. Teori ini dikenal dengan sebutan teori Heliosentris, dan meskipun santer dikemukakan oleh Copernicus pada abad ke 16, Aristarchus yang hidup pada 310 SM – 230 SM sudah mencetuskannya terlebih dahulu. Tetapi saat itu ide-ide yang dia usulkan kalah tenar oleh ide Geosentris milik Aristoteles dan Ptolemy. Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat pekerjaan yang semula hanya bisa dilakukan dalam ranah teoretis pun kini sudah banyak yang dapat dikerjakan dengan observasi. Melalui observasi kita dapat memperoleh bukti nyata tentang tingkah laku alam semesta seraya mengonfirmasi teori-teori yang cocok dengan alam semesta yang kita diami ini. Tetapi mungkin juga sebaliknya, dari hasil observasi kita bisa menemukan hal yang tidak diprediksi sebelumnya sehingga memerlukan pengembangan teori lain yang mungkin saja belum penah terjamah. Pengetahuan kita tentang alam semesta memang salah satu yang perkembangannya tidak berhenti sejak zaman kuno dan mengalami kemajuan yang sangat pesat terutama selama seratus tahun terakhir. Saat ini, kita mengetahui bahwa kita tidak tahu apakah alam semesta memliki batas



atau tidak, sejauh yang kita mampu amati, semuanya masih alam semesta. Saat ini kita mengetahui bahwa alam semesta mengalami pengembangan, galaksi-galaksi dan gugus galaksi bergerak saling menjauh. Kita juga mengetahui bahwa sebagian besar pengisi alam semesta justru hal belum dapat kita mengerti; materi gelap, yang membuat galaksi-galaksi dapat terbentuk, serta energi gelap, yang membuat alam semesta mengembang dipercepat. Hal-hal yang telah disebutkan adalah contoh beberapa penemuan terbesar dalam kosmologi yang banyak mengubah cara pandang kita terhadap alam semesta. Ya, sekarang kita mengetahui semua itu. Sayangnya mengetahui sangat berbeda dengan memahami. Masih banyak kegelapan yang menunggu untuk mendapat penjelasan. II. PARADOKS O LBERS Salah satu paradoks terkenal yang berkaitan dengan studi tentang alam semesta adalah Paradoks Olbers. Paradoks ini dicetuskan oleh Heinrich Wilhelm Olbers (1758 - 1840), seorang astronom Jerman, yang mempertanyakan asumsi yang pada saat itu dipercaya, yaitu alam semesta dengan ukuran dan usia yang tak berhingga. Pertanyaan Olbers kira-kira begini ”Jika alam semesta memiliki ukuran dan usia yang tidak terbatas, mengapa langit malam tidak terang?”. Pertanyaan Olbers sekilas terdengar ”Ya iyalah Bambang, kan malem.” tapi coba bayangkan sejenak, boleh ditemani secangkir kopi.



Gambar 1: Kemanapun melihat, saat berada dalam hutan yang luas arah pandang kita akan selalu menabrak pohon. Jadi berasa lagi baca buku biologi bab biosfer gak sih gambar pertama hutan bambu? Sumber: dokumentasi pribadi.



Bayangkan kalian sedang berdiri di tengah hutan yang luasnya tak berhingga. Lalu, kalian dizinkan untuk berjalan ke suatu arah tertentu (azimuth berapapun), lurus, tanpa boleh berbelok sama sekali. Perhatikan bahwa arah manapun yang diambil, suatu saat langkah kalian pasti akan menabrak



pohon bukan? Nah, hal yang sama seharusnya terjadi pada langit malam di alam semesta yang memiliki usia dan ukuran tak hingga, tapi bukan nabrak pohon. Jika alam semesta ini memiliki ukuran dan usia yang tak berhingga, seharusnya ada cukup banyak bintang untuk menutupi seluruh langit sehingga kemanapun kita melihat, arah pandang kita akan ”menabrak” permukaan bintang, dan karena permukaan bintang pastilah terang maka seluruh langit malam haruslah terang juga. Tapi kenyataan tidaklah begitu Bung. Realitanya, langit malam kita tetap gelap gulita dengan sejumlah bintang yang bertabur, tidak di seluruh langit. Solusi dari paradoks ini, tentu saja, alam semesta kita memiliki usia yang berhingga, atau alam semesta kita memiliki ukuran yang berhingga, atau keduanya. Bagaimana hal ini bisa memecahkan paradoks tersebut? Begini. Jika ukuran alam semesta berhingga maka mungkin saja tidak ada cukup banyak bintang untuk menutupi seluruh langit. Jika hutan tempat kita tadi berdiri hanyalah sebuah kebun, kemungkinan kita bisa berjalan keluar hutan tersebut tanpa menabrak pohon, bukan? Sekalipun kita hanya berjalan lurus. Lalu yang kedua, jika usia alam semesta ini berhingga maka hanya bintang pada jarak tertentu saja yang dapat kita amati, yaitu yang cahayanya sudah sampai ke sini. Ingat bahwa bintang-bintang bisa kita amati jika ada cahayanya yang sampai ke pengamat, dan ingat juga bahwa cahaya memiliki kecepatan yang terbatas. Misalnya saja, jika alam semesta ini usianya baru 1 tahun, maka bintang paling jauh yang bisa kita lihat adalah bintang berjarak 1 tahun cahaya, lebih jauh dari itu cahayanya belum sampai ke kita sehingga tidak akan teramati dan dan bisa menyebabkan tidak terangnya langit kita. Kala itu paradoks Olbers hanya sebatas paradoks yang usulan jawabannya (yang baru saja dibahas) sangat jauh dari pembuktian karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi pengamatan. III. P RINSIP KOSMOLOGI Agar beban hidup ini tidak terlalu berat, ada dua asumsi penting yang akan sering dipakai tatkala kita mempelajari alam semesta. Seperti biasanya, asumsi-asumsi ini digunakan untuk membuat permasalahan menjadi lebih sederhana. Kedua asumsi itu disebut dengan prinsip kosmologi. Prinsip ini menganggap bahwa alam semesta bersifat homogen dan isotropik dalam skala besar (R ∼ 100 M pc). Alam semesta bersifat homogen artinya tidak ada lokasi yang istimewa, semua dianggap sama, homogen. Sementara alam semesta bersifat isotropik artinya tidak ada arah yang istimewa. Salah satu dosen terhebat saya, Bu Nana, menjelaskan prinsip kosmologi dengan bercerita begini: prinsip kosmologi itu artinya, kalau kalian punya bola dengan radius 100 Mpc, isi bolanya akan sama kemanapun kalian geser bola itu. Apakah asumsi ini benar-benar bagus untuk diterapkan padahal selama kita hidup jelas-jelas alam semesta tampak tidak homogen juga isotropik? Pada skala kecil tentu saja kedua asumsi ini sangat tidak berlaku. Misalnya saja, dalam



ruang berbentuk bola dengan radius dua meter dan kamu sebagai pusatnya, mungkin akan ada hp, laptop, buku, meja, nasi padang, centong nasi, tutup botol. Ketidakhomogenan masih termamati bahkan saat kita meninjau skala sebesar Galaksi. Akan ada bagian yang berbeda dengan bagian lainnya; lengan spiral, halo Galaksi, bulge, dan segala hal lainnya. Alam semesta baru terlihat homogen dan isotropik, sekali lagi, dalam skala lebih dari ∼ 100 Mpc. Struktur terbesar yang diketahui saat ini adalah supercluster galaksi dan belum ditemukan yang ukurannya lebih dari ∼ 100 Mpc. Kedua prinsip ini hampir selalu kita gunakan dalam bahasan selanjutnya, kecuali untuk kondisi-kondisi tertentu, dan tentu saja akan diberi tahu terlebih dahulu jika pada suatu ketika prinsip tersebut perlu ditinggalkan, kalem. IV. P ENGEMBANGAN A LAM S EMESTA Hingga tahun 1920an sebenarnya astronom masih memperdebatkan ukuran alam semesta ini. Kalau kalian berwawasan luas dan berbudi pekerti luhur, semestinya kalian pernah mendengar kabar bahwa 26 April 1920 diadakan forum untuk mendiskusikan hal tersebut. Forum ini terkenal dengan nama ”The Great Debate” dan tokoh utama dalam forum itu yang memaparkan hasil penelitiannya adalah Harlow Shapley dan Heber Curtis. Perlu diingat juga bahwa saat itu orang-orang belum tahu bahwa galaksi-galaksi adalah galaksi. Bingung kan lu? Karena keterbatasan teknologi, citra-citra galaksi masih kabur sehingga tampak seperti nebula. Jadi kala itu, yang saat ini kita sebut dengan ekstragalaksi (galaksi selain Bima Sakti) masih disebut dengan nebula, misalnya Nebula Andromeda, karena orang-orang belum bisa membedakan nebula yang sebenar-benarnya nebula dengan ekstragalaksi. Nah, yang diributin sama Shapley-Curtis ya itu tadi, ukuran alam semesta sama ”nebula-nebula” yang sebenarnya adalah ekstragalaksi. Shapley berasal dari kelompok yang berpendapat bahwa seluruh alam semesta ya galaksi kita ini. Dengan kata lain, galaksi kita ini adalah keseluruhan alam semesta, HEHE. Oleh karen itu, “nebula-nebula” adalah sistem yang merupakan bagian dari galaksi kita. Sementara itu, Pak Curtis berpendapat bahwa alam semesta mempunyai ukuran yang lebih besar daripada sekadar Galaksi Bima Sakti, dan nebula-nebula adalah sistem seperti galaksi kita serta terpisah, bukan bagian Bima Sakti. Hingga kemudian pada tahun 1925, Edwin Hubble mengamati bintang Cepheid yang berada di “nebula” Andromeda. Ingat bahwa bintang Cepheid adalah bintang variabel yang periode pulsasinya berhubungan dengan luminositasnya. Hubungan ini terkenal dengan hubungan Periode-Luminositas, MV = −[2, 76(log P )–1, 0]–4, 16,



(1)



(Ferrarese dkk. 1996) dengan P adalah periode pulsasi bintang variabel Cepheid dalam hari, dan MV adalah magnitudo mutlak visualnya. Jadi dengan mengamati periode pulsasinya, Hubble bisa mendapatkan nilai magnitudo mutlak bintang Cepheid. Kemudian dari pengamatan fotometri, nilai magnitudo semu bisa diperoleh sehingga jarak bintang



Cepheid dapat dihitung dengan menggunakan modulus jarak. Dari pengamatan tersebut, Hubble memperoleh jarak “nebula” Andromeda sebesar 285 kpc, jauh lebih besar daripada ukuran Bima Sakti yang dihitung oleh Shapley maupun Curtis sehingga sejak saat itu diketahui bahwa Andromeda adalah sistem yang terpisah dari Bima Sakti, dan dengan cara yang sama sejumlah objek yang semula disebut nebula diketahui ternyata merupakan ekstragalaksi. Lalu pada tahun 1929 Pak Hubble melakukan pengamatan spektroskopi pada sejumlah ekstragalaksi. Hubble mengukur pergeseran panjang gelombang garis pada spektrum yang teramati terhadap panjang gelombang emisinya, z≡



λobs − λem , λem



(2)



yaaa memang nilai z tersebut bisa negatif (pergeseran biru, galaksi bergerak mendekat), maupun positif (pergerseran merah, galaksi bergerak menjauh). Tetapi hal yang ditemukan oleh Hubble sungguhlah mencengangkan. Ia mendapati bahwa para ekstragalaksi jauh mengalami pergeseran merah, hanya beberapa ekstragalaksi dekat (yang jumlahnya jauh lebih sedikit daripada ekstragalaksi jauh) yang mengalami pergeseran biru. Jadi dari pengamatan Hubble diperoleh kesimpulan bahwa ekstragalaksi jauh bergerak menjauh, dan ini aneh banget sumpah. Jika alam semesta ini statis maka seharusnya ekstragalaksi yang mendekat jumlahnya tidak berapaut jauh dengan jumlah ekstragalaksi yang menjauh. Data z ekstragalaksi yang diperoleh Hubble dapat digunakan untuk menghitung kecepatan radial terhadap pengamat. Menggunakan asumsi kecepatan radialnya masih jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya, vr  c, maka kecepatan radial dapat dihitung menggunakan, vr = cz,



(3)



dengan konvensi yang seperti biasa, nilai vr negatif untuk gerak radial mendekat, dan sebaliknya. Data kecepatan radial ekstragalaksi hasil pengamatannya kemudian dia plot pada grafik dengan sumbu y memuat kecepatan radial dan sumbu x memuat jarak para ekstragalaksi. Jarak ekstragalaksi juga Hubble peroleh dengan memanfaatkan bintang variabel Cepheid di galaksi yang dia amati. Grafik kecepatan radial terhadap jarak yang Hubble peroleh diperlihatkan pada Gambar 2. Grafik pada Gambar 2 memperlihatkan adanya hubungan antara jarak ekstragalaksi dengan kecepatan radialnya, karena kalau gak ada hubungan apa-apa, seharusnya titik di grafik tersebut tersebar secara acak, random. Tampak jelas bahwa semakin jauh jarak galaksi, kecepatan radial menjauhnya semakin besar, wakwaw! Peristiwa seperti ini hanya bisa dijelaskan jika alam semesta mengalami pengembangan, semakin besar, tidak statis seperti yang sebelumnya diasumsikan. Alam semesta mengembang gaes! Persamaan matematis yang menghubungkan vr dan r berdasarkan plot data pada grafik yang Hubble dapat, bisa diperoleh dengan melakukan regresi linear, vr = H0 r,



(4)



Gambar 2: Grafik hasil pengamatan Hubble. Perhatihan bahwa sumbu y menyatakan kecepatan resesi, bukan pergeseran merah, tapi dulu Pak Hubble typo satuannya km, seharusnya km/s. Sumber: Ryden, 2006.



dengan H0 adalah kemiringan (gradien) garis regresi. Besaran H0 disebut dengan konstanta Hubble-Lemaˆıtre, seperti persamaan di atas yang juga disebut dengan Hukum Hubble-Lemaˆıtre. Lazimnya, kecepatan radial dinyatakan dalam km/s dan jarak dinyatakan dalam Mpc. Maka dari itu, konstanta Hubble-Lemaˆıtre biasanya dinyatakan dalam km/s/Mpc (atau km/(s . Mpc), terserah kalian). Konstanta Hubble-Lemaˆıtre menggambarkan kecepatan pengembangan alam semesta; H0 yang besar berarti saat ini alam semesta mengembang dengan kecepatan tinggi, dan sebaliknya. Pengukuran terbaru memperoleh nilai konstanta Hubble-Lemaˆıtre sebesar H0 = 67, 4 ± 0, 5 km/s/Mpc (Planck Collaboration, 2018). Ini berarti galaksi berjarak 1 Mpc menjauhi kita dengan kecepatan 67,4 km/s, galaksi dengan jarak 2,5 menjauhi kita dengan kecepatan 168,5 km/s, dan seterusnya. Sempet kepikiran gak, kalau semua galaksi menjauhi kita apakah itu berarti kita adalah pusat pengembangan alam semesta? Nah, gak begitu juga ternyata. Hasil observasi yang memperlihatkan bahwa ekstragalaksi bergerak menjauh tidak bisa dijadikan dasar spekulasi bahwa kita adalah pusat pengembangan alam semesta. Lagi pula itu melanggar prinsip kosmologi yang homogen dan isotropik karena keberadaan pusat menjadikan sebuah titik lebih istimewa daripada yang lainnya. Tanpa menjadi pusat pengembangan pun, apa yang kita amati masih bisa dijelaskan dengan baik tanpa melanggar prinsip kosmologi. Sekarang perhatikan titik-titik pada keliling lingkaran di Gambar 3. Anggap alam semesta adalah garis keliling lingkaran tersebut, artinya alam semesta hanya satu dimensi. Ngomong-ngomong, gua berasa keren setiap kali ngejelasin bagian ini, B). Kita sebagai pengamat anggap berada di titik B dan garisnya memanjang secara homogen dan isotropik karena ”alam semesta” mengembang. Dengan demikian kita akan mengamati bahwa titik A menjauhi B, titik C menjauhi B, titik D menjauhi C, masing-masing dengan kecepatan yang sama, misal 1 cm/s. Tapi karena titik C menjauhi B dan



Gambar 3: Ilustrasi alam semesta 1 dimensi.



titik D menjauhi C maka kita akan melihat titik D menjauhi kita dengan kecepatan 2 cm/s. Lihat, karena “alam semesta” mengembang, semua titik tampak menjauhi kita. Sekarang, ceritanya kita berpindah tempat pengamatan ke titik C. Maka bagi kita titik B akan tampak bergerak menjauhi kita dengan kecepatan 1 cm/s, begitu juga dengan titik D. Titik A yang menjauhi titik B dengan kecepatan 1 cm/s, bagi kita akan tampak bergerak menjauh dengan kecepatan 2 cm/s. Nah kan, di manapun titik kita mengamati, kita akan melihat bahwa semua titik menjauhi kita. Untuk peninjauan pada dimensi yang lebih tinggi, alam semesta dua dimensi misalnya, kalian bisa membayangkan permukaan sebuah bola yang bolanya mengalami pengembangan. Jika permukaan tersebut kita beri tanda (titik misalnya, atau mural juga boleh kalau idup lu emang harus ribet) maka tanda pada permukaan bola tersebut akan saling menjauh satu sama lain. Satu konsep penting yang harus (banget) kalian mengerti dari dua ilustrasi ini adalah, ditinjau dari alam semestanya pengembangan yang terjadi tidak berpusat di manapun. Pada alam semesta garis keliling lingkaran, pusat pengembangan alam semesta tidak terjadi di mana pun pada garis tersebut, demikian jugas pada alam semesta permukaan bola. Lalu bagaimana dengan ilustrasi alam semesta tiga dimensi selayaknya yang kita tempati? Sulit Fergusso. Otak kita hanya mampu membuat visualisasi sampai 3 dimensi saja, dan itu sudah dipakai untuk menggambarkan ilustrasi alam semesta permukaan bola. Permukaan bolanya memang dua dimensi, tapi permukaan bola tersebut menempel pada ruang berbentuk bola yang merupakan objek tiga dimensi. Jadi untuk mengilustrasikan alam semesta tiga dimensi, kita perlu naik satu dimensi lagi dan ini terlalu berat, otak kita gak akan kuat, biar persamaan matematis saja. Oh ya ngomong-ngomong, pergeseran merah yang kita amati pada spektrum ekstragalaksi, penyebabnya berbeda dengan pergeseran merah yang kita amati pada spektrum bintang-bintang. Pada spektrum bintang, pergeseran merah yang teramati terjadi karena bintang-bintang bergerak di dalam ruang, emang bintangnya geser. Sementara itu, pergeseran merah yang termati pada spektrum ekstragalaksi terutama disebabkan oleh ruang yang mengembang. Sekalipun ekstragalaksinya gak geser ke mana mana, mereka bakalan tetap menjauh karena ruang antara kita dan mereka



yang bertambah besar. Pergeseran merah yang terjadi akibat pengembangan alam semesta disebut dengan cosmological redshift, buat ngebedain sama pergeseran merah yang biasa. Jika alam semesta ini mengembang, lalu mengapa ekstragalaksi dekat ada yang bergerak mendekat? Untuk skala yang cukup kecil, efek pengembangan alam semesta masih kalah dominan oleh efek yang lainnya, terutama yang sifatnya mempersatukan. Dalam kasus ini adalah interaksi gravitasi antara Galaksi kita dengan ekstragalaksi dekat tersebut, cinta tidak termasuk contoh, cinta tidak mempersatukan ekstragalaksi. Demikian juga Bima Sakti itu sendiri, tidak mengembang bersama dengan pengembangan alam semesta karena ikatan gravitasi bintang-bintang dalam Galaksi kita lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh pengambangan alam semesta. Pada umumnya, semakin kecil skala yang kita tinjau, pengaruh pengembangan alam semesta semakin dapat diabaikan. Jadi, jika badanmu semakin lebar atau gebetanmu tak kunjung mendekat, kamu tidak bisa menyalahkan pengembangan alam semesta. V. T EORI B IG BANG DAN U SIA A LAM S EMESTA Karena alam semesta ini mengembang maka ukurannya di masa lalu pastilah lebih kecil. Jika kita terus mundur ke masa lalu menyisir kembali kenangan bersama mantan kita akan sampai pada suatu masa ketika alam semesta hanyalah titik. Karena volume tidak bisa bernilai negatif maka kita tidak bisa lebih mundur lagi ke masa yang lebih lampau daripada saat itu—lebih tepatnya, tidak ada waktu yang lebih lampau daripada saat itu. Dengan kata lain, saat itulah alam semesta mulai ada dan waktu mulai berjalan. Tersampaikan kan idenya? Sejak teramatinya bukti bahwa alam semesta mengembang, mulai tercetus pemikiran bahwa alam semesta ini memiliki awal (umurnya berhingga), tidak seperti asumsi sebelumnya yang menganggap alam semesta tidak berawal, sudah begini sejak kapanpun, sampai kapanpun. Teori mengenai alam semesta yang berawal dari sebuah titik yang kemudian mengembang tersebut kini kita kenal sebagai teori Big Bang. Walaupun sebenarnya nama Big Bang adalah sebutan olok-olokan dari pengikut teori lawannya (yang menganggap alam semesta sudah begini adanya dan akan selalu begini adanya, teori alam semesta Steady State), tapi nama inilah yang justru menjadi populer. Pada alam semesta yang ber-Big-Bang, usia alam semesta berhingga karena alam semsta memiliki awal. Sesungguhnya tidak mudah memperkirakan usia alam semesta yang sebenarnya tetapi untuk tinjauan sederhana, kita bisa menganggap bahwa tidak ada gaya yang mengganggu gerak pengembangan alam semesta sejak pengembangan dimulai sampai saat ini sehingga kecepatan menjauh galaksi-galaksi bernilai konstan. Jika seperti itu maka waktu yang dibutuhkan suatu galaksi sampai jaraknya bernilai seperti saat ini, r0 , akibat pengembangan alam semesta adalah r0 t0 = . (5) v Substitusikan Hukum Hubble-Lemaˆıtre, v = H0 r0 , maka r0 1 t0 = = . (6) H0 r0 H0



Perhatikan bahwa berapapun nilai r0 galaksi, nilai t0 yang diperoleh tidak berbeda. Ini berarti pada t0 yang lalu, semua galaksi berada di satu titik yang sama, alam semesta mulai mengembang. Untuk konstanta Hubble-Lemaˆıtre bernilai H0 = 67, 4 km/s/Mpc, kita akan memperoleh t0 sebesar t0 =



1 67, 4



km/s M pc



=



1 M pc , 67, 4 km/s



konversi satuan Mpc menjadi km sehingga kita memperoleh



jenis, yang bisa kita nyatakan dalam rapat energi, ε = E/V . Berdasarkan persamaan di atas maka hubungan antara massa jenis dengan rapat enegi adalah, E m = c2 . (9) V V Ruas kiri pada persamaan tersebut adalah energi per volume, rapat energi. Sedangkan di ruas kiri ada massa per volume, massa jenis atau densitas massa. ε = ρc2



t0 = 4, 58 × 1017 s = 14, 5 milyar tahun. Interval waktu ini, t0 = 14, 5 milyar tahun = tH , disebut dengan waktu Hubble dan sekali lagi, merupakan perkiraan kasar usia alam semesta karena kita mengasumsikan tidak ada yang mempengaruhi pengembangannya. Tentu saja, seperti yang biasa terjadi, kenyataan lebih rumit daripada yang kita perkirakan. Pengembangan alam semesta bisa mengalami perlambatan maupun percepatan. Coba bayangkan, jika pengembangan alam semesta mengalami perlambatan maka kecepatannya di masa lalu lebih tinggi daripada saat ini. Pada kasus seperti itu usia alam semesta saat ini lebih muda daripada tH . Sedangkan jika pengembangan alam semesta mengalami perlambatan maka dahulu kecepatan pengembangan lebih rendah daripada saat ini dan usianya saat ini akan lebih dari tH . Selain waktu Hubble, didefinisikan juga jarak Hubble yang merupakan jarak yang ditempuh oleh cahaya selama waktu Hubble. Berdasarkan definisi tersebut maka jarak Hubble adalah dH = ctH . (7) Sampai saat ini, pengamatan untuk mengukur konstanta Hubble-Lemaˆıtre terus mengalami perbaikan, demikian juga pengamatan untuk mengetahui apakah alam semesta mengembang dipercepat, diperlambat, atau konstan.



(10)



Pembahasan selanjutnya akan cukup fleksibel. Ada saat kita menggunakan εm , atau ρm untuk menyatakan rapat materi alam semesta. Akan ada juga saat kita menggunakan εr , atau ρr untuk menyatakan rapat radiasi alam semesta, gimana enaknya aja. VII. FAKTOR S KALA Pehatikan segitiga pada Gambar 4. Anggap segitiga tersebut



Gambar 4: Gambar segitiga.



berubah ukuran, misalnya mengembang, secara isotropik sehingga beberapa saat kemudian, segitiganya menjadi seperti pada Gambar 5. Hubungan setiap r di segitiga



VI. R APAT E NERGI Pada tahun 1905 Einstein mengemukakan konsep kesetaraan antara massa dan energi melalui persamaan yang sangat terkenal, kalo sampe kagak tau parah banget sih lu, E = mc2 .



(8)



Konsep ini menyatukan hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan energi yang sebelumnya dipahami sebagai dua hukum terpisah menjadi hukum kekekalan massa-energi, karena massa dapat berubah menjadi energi dan sebaliknya. Salah satu contoh paling familiar konversi massa menjadi energi adalah reaksi nuklir, baik fusi maupun fisi. Sedangkan contoh pengubahan energi menjadi massa adalah peristiwa pair production yang mengubah dua foton menjadi sebuah elektron dan sebuah positron. Dengan dipahaminya konsep ini, kita boleh saja menyatakan massa dalam satuan energi juga menyatakan jumlah energi dalam satuan massa. Misalnya, di buku-buku lain kalian akan sering menemukan pernyataan ”massa elektron adalah 511 keV”, keV adalah satuan energi, kilo-elektron volt. Hal yang sama juga berlaku untuk massa



Gambar 5: Ini juga gambar segitiga.



yang pertama dengan setiap r di segitiga yang kedua dapat dinyatakan dengan, r12,t = a12,t r12,0 ,



(11)



r23,t = a23,t r23,0 ,



(12)



r31,t = a31,t r31,0 ,



(13)



dan dengan a12,t , a23,t , dan a31,t adalah suatu angka pengali. Namun demikian, sifat pengembangan yang isotropik menjamin bahwa perbandingan r12,0 : r23,0 : r31,0 dan perbandingan r12,t : r23,t : r31,t akan selalu sama pada



setiap waktu, sehingga semua pengali pastilah bernilai sama a12,t = a23,t = a31,t = at . Jadi secara umum, jarak antar titik manapun di segitiga tersebut dapat dituliskan sebagai, rt = at r0 .



(14)



Hal yang sama berlaku juga untuk alam semesta. Karena alam semesta mengembang maka banyak hal yang bersatuan panjang (misalnya jarak, panjang gelombang cahaya) juga ikut mengembang bersama pengembangan alam semesta. Jarak antara dua titik saat ini, r0 , dengan jarak antara dua-titik-yang-sama di waktu yang lain, rt , (bisa masa depan maupun masa lalu) juga dapat dinyatakan oleh Persamaan 14 . Selanjutnya, a akan kita sebut sebagai faktor skala, a0 adalah faktor skala saat ini, dan at adalah faktor skala di suatu waktu tertentu selain saat ini. Karena at = rt /r0 , maka nilai faktor skala saat ini adalah r0 = 1. (15) a0 = r0 Nilai a0 = 1 berlaku sekalipun kamu berada di Uzbekistan. Untuk alam semesta yang mengembang, nilai rt di masa depan pasti lebih besar daripada nilai r0 , dan di masa lalu pasti lebih kecil daripada r0 . Oleh karena itu, pada alam semesta yang mengalami pengembangan, untuk masa depan at > 1, dan untuk masa lalu at < 1. Berlaku sebaliknya untuk alam semesta yang mengalami pengerutan. Lalu apa gunanya faktor skala? Begini, sampai tulisan ini dibuat kita belum bisa mengetahui berapa sebenarnya ukuran alam semesta, baik itu radius, keliling, volume, atau apapun yang berkaitan dengan ukuran. Faktor skala akan sangat berguna saat kita ingin menyatakan ukuran alam semesta tanpa mengetahui ukuran sebenarnya. Misal, Galaksi Bima Sakti terbentuk saat at = 0, 5. Ini artinya, Galaksi Bima Sakti terbentuk saat ukuran alam semsta setengah kali ukurannya saat ini.



Perbandingan antara ρm,t terhadap ρm,0 adalah



ρm,0



M = 4 3. 3 πr0



ρm,t =



M



. 4 3 3 πrt



(17)



ρm,t 1 r3 = 30 3 = 3 . ρm,0 at r0 at



(19)



Artinya, denistas materi pada suatu waktu tertentu dapat dinyatakan oleh ρm,0 ρm,t = 3 (20) at Persamaan di atas menjelaskan bahwa untuk nilai at yang kurang dari satu—saat ukuran alam semesta lebih kecil daripada saat ini—maka densitas materi lebih tinggi daripada saat ini, dan sebaliknya. Karena alam semesta kita mengembang maka ukuran yang lebih kecil terjadi di masa lalu. Artinya, untuk alam semesta kita, densitas materi lebih tinggi di masa lalu dan semakin lama semakin rendah. Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam rapat-energi materi εm,0 (21) εm,t = 3 . at Sekarang bayangkan sebuah bola lagi dengan radius (saat ini) r0 yang berisi sejumlah radiasi. Rapat energi radiasi saat ini dalam bola tersebut, εr,0 adalah E0 . 4 3 3 πr0



εr,0 =



(22)



Karena energi foton adalah E = hc/λ maka E0 bisa ditulis sebagai c (23) E0 = N E = N h , λ dengan N adalah jumlah foton dalam bola tersebut. Jadi, rapat energi radiasi (saat ini) di dalam bola tersebut adalah εr,0 =



N h λc0 4 3 3 πr0



.



(24)



Seperti tadi, bola tersebut kemudian mengembang secara homogen dan isotropik sehingga radiusnya menjadi rt . Pengembangan yang terjadi menyebabkan rapat energi radiasi berubah menjadi εr,t =



N h λct 4 3 3 πrt



.



(25)



Perbandingan antara εr,t terhadap εr,0 adalah εr,t r3 λ0 = 03 . εr,0 rt λt



(26)



Karena λ0 /λt = a0 /at , dan rt = at r0 maka



(16)



Bola tersebut kemudian mengembang secara homogen dan isotropik sehingga radiusnya menjadi rt . Pengembangan yang terjadi menyebabkan densitas materi berubah menjadi



(18)



Karena rt = at r0 maka



VIII. L AJU P ERUBAHAN K ERAPATAN M ATERI DAN R ADIASI Alam semesta yang mengalami pengembangan menyebabkan densitas materi dan radiasi mengalami perubahan juga. Agar permasalahannya sederhana, kita asumsikan jumlah materi yang berubah menjadi radiasi maupun sebaliknya dapat diabaikan terhadap jumlah total materi, juga jumlah total radiasi. Dengan demikian jumlah total massa dan jumlah total radiasi di alam semesta bernilai konstan. Suka aku tuh yang kalo ada yang konstan-konstan. Misal kita memiliki ruang berbentuk bola dengan radius (saat ini) r0 yang berisi sejumlah materi. Densitas materi saat ini dalam bola tersebut, ρm,0 adalah



ρm,t r3 = 03 . ρm,0 rt



εr,t a4 1 = 04 = 4 , εr,0 at at atau εr,t =



εr,0 . a4t



(27) (28)



Artinya apa? Pertama, sangat mirip dengan sifat densitas materi, semakin kecil ukuran alam semesta rapat energi



radiasi juga semakin tinggi. Kedua, kebergantungan pada a−4 mengindikasikan bahwa seiring dengan t mengembangnya alam semesta, rapat energi radiasi nilainya lebih cepat turun daripada rapat energi materi. Untuk at yang bernilai besar, rapat energi materi materi lebih besar daripada radiasi sedangkan untuk at 1 jika densitas alam semesta lebih besar daripada densitas kritis. Sekarang, kita bagi kedua ruas persamaan Friedmann dengan Ht2 ,   8πG kc2 Ht2 = ε − . (80) t Ht2 3c2 Ht2 a2t Ht2 Karena besaran yang berada di dalam kurung adalah 1/εc,t maka persamaannya dapat dituliskan menjadi 1=



εt kc2 − 2 2. εc,t at Ht



(81)



Karena Ωt ≡ εt /εc,t , maka kc2 , a2t Ht2



(82)



kc2 = Ωt − 1. a2t Ht2



(83)



1 = Ωt − atau



Ruas kiri persamaan tersebut tidak bisa berubah tanda baik untuk alam semesta mengembang maupun mengerut. Karena ruas kiri tidak bisa berubah tanda maka ruas kanan juga. Dengan demikian, jika alam semesta memiliki nilai Ωt < 1, maka akan selamanya seperti itu, berlaku juga untuk alam semesta dengan Ωt > 1, dan Ωt = 0. Terkadang, ruas kiri persamaan di atas didefinisikan sebagai parameter-densitas kurvatur, kc2 = −Ωk,t , a2t Ht2



(84)



Sehingga persamaan Friedmann menjadi − Ωk,t = Ωt − 1,



(85)



Ωt + Ωk,t = 1.



(86)



atau (75)



tidak. Setelah itu, turunkan kedua ruas terhadap waktu,



XIII. P ERSAMAAN F LUIDA Karena persamaan Friedmann tidak dapat menjelaskan bagaimana rapat energi berubah terhadap waktu, ε(t), maka kita membutuhkan persamaan lain yang memiliki kemampuan itu. Persamaan tersebut dikenal dengan persamaan fluida, dε da 1 +3 (ε + P ) = 0, dt dt a atau lebih keren, lebih umum, ditulis sebagai



(87)



a˙ (88) ε˙ + 3 (ε + P ) = 0. a Terus maksud persamaannya gimana? Jika suku kedua kita pindahkan ruasnya, akan lebih mudah untuk menginterpretasi persamaan tersebut, da 1 da 1 dε = −3 ε − −3 P. (89) dt dt a dt a Suku pertama ruas kanan menjelaskan pengaruh dari perubahan ukuran alam semesta terhadap perubahan rapat energi. Untuk alam semesta yang mengembang, da/dt akan bernilai positif sehingga suku pertama tersebut bernilai negatif, energi yang ada di alam semesta harus disebar dalam volume yang lebih besar. Suku kedua di ruas kanan menjelaskan perubahan rapat energi yang terjadi akibat penurunan tekanan pada komponen pengisi alam semesta karena alam semesta berubah ukuran. Sama dengan suku pertama, untuk alam semesta mengembang nilai da/dt akan positif sehingga suku tersebut juga negatif. Apa artinya semua ini? Artinya, jika alam semesta mengembang maka dε/dt bernilai negatif, rapat energi alam semesta mengalami penurunan. Seperti persamaan Friedmann, persamaan fluida juga merupakan salah satu persamaan terpenting dalam dinamika alam semesta. Kedua persamaan tersebut saling melengkapi satu sama lain karena persamaan fluida dapat menjelaskan hal yang tidak dapat dijelaskan persamaan Friedmann, begitu juga sebaliknya. Di alam semesta yang mengembang ini persamaan aja bisa so sweet. Persamaan fluida diperoleh dengan meninjau alam semesta menggunakan Hukum I Termodinamika, dQt = dEt + dWt ,



Karena rt = at r0 , maka     dVt d 4 3 3 1 dat . = πr0 at = Vt 3 dt dt 3 at dt



(95)



Sementara itu, karena Et = εt Vt maka laju perubahan energi internal adalah d dVt dεt dEt = (εt Vt ) = εt + Vt . (96) dt dt dt dt Substitusikan Persamaan 95 ke Persamaan 96   1 dat dEt dεt = εt V t 3 + Vt , (97) dt at dt dt Keluarkan Vt , dEt = Vt dt







dεt 1 dat + 3εt dt at dt



 .



(98)



Substitusikan persamaan 95 dan Persamaan 98 ke Persamaan 93 .     dεt 1 dat 1 dat Vt + 3εt + Pt V t 3 = 0, (99) dt at dt at dt keluarkan lagi Vt ,   dεt 1 dat 1 dat Vt + 3εt + 3Pt = 0, dt at dt at dt 1 dat 1 dat dεt + 3εt + 3Pt = 0, dt at dt at dt



(100) (101)



nah, udah jadi dεt 1 dat +3 (εt + Pt ) = 0, dt at dt ε˙ + 3



a˙ t (εt + P ) = 0. at



(102) (103)



XIV. P ERSAMAAN P ERCEPATAN (90)



dengan dEt adalah perubahan energi internal alam semesta, dQt adalah aliran kalor yang masuk atau keluar alam semesta, dan dWt adalah usaha yang dilakukan fluida di dalam alam semesta. Karena dW = P dV , maka dQt = dEt + Pt dVt .



dVt dEt + Pt = 0. (93) dt dt Seperti biasanya, bentuk ruang yang paling adil dalam meninjau alam semesta adalah bola, Vt = 4πrt3 /3, sehingga   dVt d 4 3 = πr . (94) dt dt 3 t



(91)



Untuk alam semesta yang bersifat adiabatik, tidak ada aliran energi yang masuk maupun keluar alam semesta sehingga dQt = 0, dUt + Pt dVt = 0. (92) Sebenarnya ini hanya asumsi. Kita belum bisa mengetahui asumsi ini benar-benar berlaku untuk alam semesta atau



Walaupun persamaan Friedmann cukup sakti dalam menghubungkan pengisi alam semesta, geometrinya, dan bagaimana laju alam semesta berubah ukuran, persamaan tersebut tidak dapat menceritakan apakah perubahan ukuran alam semesta bernilai konstan, dipercepat, atau diperlambat, demikian juga dengan persamaan fluida. Tetapi dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut, kita dapat memperoleh persamaan percepatan yang mampu menjelaskan perubahan laju pengambangan alam semesta. Gua bilang juga persamaan Friedmann sama persamaan fluida itu saling melengkapi. Bagi kedua ruas persamaan Friedmann dengan a2t , a˙ 2t =



8πG 2 εt at − kc2 . 3c2



(104)



Turunkan terhadap waktu sehingga persamaan di atas menjadi 8πG (ε˙t a2t + 2εt at a˙ t ). 2a˙ t a ¨t = (105) 3c2 Bagi persamaan di atas dengan 2a˙ t at ,   at a ¨t 4πG ε ˙ = + 2ε (106) t t . at 3c2 a˙ t Gunakan persamaan fluida untuk melakukan substitusi at ε˙t = −3(εt + Pt ), (107) a˙ t sehingga kita bisa memperoleh persamaan percepatan a ¨ 4πG = − 2 (ε + 3P ). a 3c



(108)



Nilai a ¨t /at yang negatif berarti pengembangan alam semesta diperlambat, jika positif berarti dipercepat, dan nol untuk alam semesta yang mengembang dengan kelajuan konstan Perhatikan bahwa ruas kanan persamaan percepatan akan selalu negatif untuk nilai εt dan Pt yang positif. Kita tahu bahwa rapat energi tidak bisa memiliki nilai negatif. Oleh karena itu, ruas kanan persamaan percepatan hanya bisa positif hanya jika alam semesta berisi suatu komponen dengan nilai tekanan 1 P t < − εt . (109) 3 Semua komponen pengisi alam semesta yang memehuhi pertidaksamaan di atas akan menyebabkan alam semesta mengembang dipercepat. Komponen-komponen tersebut kita sebut sebagai energi gelap. Cerita tentang energi gelap tidak akan dibahas pada tulisan ini. Rencananya, akan ada tulisan tersendiri yang akan membahas energi gelap dan materi gelap, tar tulisannya kagak bisa dibaca karena gelap bener. XV. P ERSAMAAN K EADAAN Kita sudah semakin sakti sekarang karena memiliki tiga persamaan sakti yaitu persamaan Friedmann, persamaan fluida, dan persamaan percepatan. Tetapi, karena persamaan percepatan diturunkan dari dua persamaan lainnya, maka sebenarnya hanya persamaan Freidmann dan persamaan fluida yang independen satu sama lain. Namun demikian, kesaktian yang kita miliki sekarang masih belum cukup karena kita belum mempunyai persamaan yang menjelaskan hubungan matematis antara tekanan dengan rapat energi komponen pengisi alam semesta, P = Pε .



(110)



Hubungan matematis antara tekanan dan rapat energi disebut dengan persamaan keadaan. Untungnya, kosmologi berurusan dengan komponen pengisi alam semesta yang homogen dan kerapatannya rendah sehingga persamaan keadaan dapat dinyatakan menggunakan fungsi linier dalam bentuk Pε = wεt , (111) dengan w adalah parameter keadaan.



Pada model alam semesta yang sederhana, ada dua komponen pengisi alam semesta yang sering ditinjau, yaitu komponen non-relativistik dan komponen relativistik. Komponen non-relativistik bergerak dengan kecepatan yang jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya sehingga energi total komponen ini didominasi oleh energi diamnya E ≈ mc2 . Komponen ini memiliki tekanan yang sangat kecil dan untuk keperluan praktis biasanya parameter keadaan komponen non-relativistik dianggap wm = 0. Persamaan keadaan untuk komponen non-relativistik adalah Pε = 0.



(112)



Materi (debu, gas, bintang-bintang, materi gelap, aku, kamu, hati kita) masuk ke dalam kelompok ini. Sementara itu, komponen relativistik adalah mereka yang memiliki kecepatan gerak sama dengan (atau mendekati) kecepatan cahaya sehingga energi totalnya didominasi oleh energi kinetik. Foton (radiasi) tentu saja masuk dalam kelompok relativistik. Komponen ini memiliki nilai parameter keadaan wr = 1/3 sehingga persamaan keadaan untuk komponen relativistik adalah 1 (113) Pε = . 3 Neutrino agak unik, kalau kalian pernah mendengar, meskipun massa neutrino tidak nol, tetapi mereka bergerak dengan laju yang mendekati c sehingga energi diamnya jauh lebih kecil daripada total energinya. Neutrino masuk dalam kelompok komponen yang relativistik. Pada tulisan yang membahas tentang energi gelap (tulisan terpisah dengan yang ini), akan diperkenalkan komponen-komponen lain yang kemungkinan mengisi alam semesta, komponen selain komponen relativistik dan non-relativistik. XVI. PARAMETER P ERLAMBATAN Sebelum diketahui bahwa alam semesta mengalami percepatan, astronom yakin bahwa pengembangan alam semesta diperlambat. Oleh karena itu, didefinisikanlah sebuah parameter yang menjelaskan seberapa besar perlambatan yang terjadi pada pengembangan alam semesta. Parameter tersebut disebut dengan parameter perlambatan,   a ¨0 a0 q0 = − . (114) a˙ 20 Karena H0 ≡ a˙ 0 /a0 maka  q0 = −



a ¨0 a0 H02



 .



(115)



Parameter perlambatan dapat kita kaitkan dengan persamaan percepatan karena sebenarnya kedua hal ini menjelaskan hal yang kurang lebih sama, dengan cara berbeda. Kita tulis kembali persamaan percepatan, a ¨t 4πG X =− 2 εw,t (1 + 3w). (116) at 3c w Bagi kedua ruas dengan Ht2 serta ubah tanda   1 8πG X a ¨t − = εw,t (1 + 3w). at Ht2 2 3c2 Ht2 w



(117)



Perhatikan bahwa besaran yang berada dalam tanda kurung adalah 1/εc,t , 1 X εw,t a ¨ = − (1 + 3w), (118) 2 aH 2 w εc,t Karena Ωt ≡ εt /εc,t , maka 1X a ¨t = Ωw,t (1 + 3w). − 2 at Ht 2 w Untuk waktu saat ini, persamaannya menjadi 1X a ¨0 = Ωw,0 (1 + 3w). − 2 a0 H0 2 w



(119)



(120)



(124)



(125)



= εm,0 a−3 t ,



(135)



−3(1+(1/3))



= εm,0 a−4 t ,



(136)



XVIII. H UBUNGAN M ATEMATIS FAKTOR S KALA DENGAN U SIA A LAM S EMESTA Tinjau kembali persamaan Friedmann,  2 2 kc2 8πG a˙ t εt − 2 . = 2 at 3c at



(126)



1 dεw,t 1 dat = −3 (1 + w) , εw,t dt at dt



(127)



dεw,t dat = −3(1 + w) . εw,t at



(128)



8πG εt . 3c2



−3(1+w)



Dengan substitusi εt = ε0 at



−(1+3w)



kita memperoleh



∝ t−b(1+3w)



untuk ruas kanan, dan a˙ t ∝ tb−1 ,



sehingga diperoleh (130)



(138)



8πG −(1+3w) ε0 at , (139) 3c2 Untuk mendapatkan persamaan matematis yang menghubungkan at dengan t, kita bisa mencari solusi dari Persamaan 139 atau membuat sebuah tebakan (orang-orang menyebut ini dengan tebakan terdidik) hubungan antara kedua besaran tersebut. Salah satu tebakan, yang mungkin salah tapi mungkin juga benar, yang bisa dibuat adalah at merupakan fungsi pangkat dari t, a ∝ tb . Dengan demikian, kesebandingan untuk setiap ruas adalah at



(129)



(137)



Untuk alam semesta datar, k = 0, bentuk persamaan Friedmann menjadi



a˙ 2t =



ε˙w,t a˙ t = −3 (1 + w), εw,t at



ln εw,t − ln εw,0 = −3(1 + w)(ln at − ln a0 ).



(134)



−3(1+(0))



a˙ 2t =



Pindah-ruaskan salah satu suku,



Integralkan kedua ruas terhadap waktu, Z εt Z at dεw,t dat = −3(1 + w) , ε w,t ε0 a0 at



.



sama seperti peninjauan yang sebelumnya kita lakukan. Karena berlaku untuk komponen apapun, Persamaan 134 juga berlaku untuk meninjau perubahan densitas energi gelap. Kita akan mencoba melakukan peninjauan terhadap energi gelap pada tulisan yang terpisah, kagak di sini.



Karena Pw,t = wεt maka a˙ t εw,t (1 + w) = 0. at



(133)



Persamaan 134 berlaku untuk komponen alam semesta berupa apapun. Misalnya yang sudah kita kenal adalah materi wm = 0 dan radiasi wr = 1/3. Untuk materi berlaku



εr,t = εr,0 at



Salah satu fungsi dari persamaan fluida adalah untuk mengetahui perubahan densitas yang terjadi pada komponen pengisi alam semesta akibat pengembangan yang terjadi.



ε˙w,t + 3



(132)



dan untuk radiasi berlaku



XVII. P ERSAMAAN U MUM P ERUBAHAN D ENSITAS



a˙ t (εw,t + Pw,t ) = 0. at



−3(1+w)



(122)



1 q0 = Ωm,0 + Ωr,0 . (123) 2 Ingat bahwa Ωt tidak bisa bernilai negatif sehingga pada Persamaan 123, ruas kanan selalu positif. Nilai q0 yang positif artinya pengembangan alam semesta diperlambat jika komponen pengisi alam semesta adalah materi, radiasi, atau keduanya, tidak bisa dipercepat.



ε˙w,t + 3



(131)



Karena a0 = 1 maka



εm,t = εm,0 at



Untuk alam semesta yang berisi materi dan radiasi 1 (Ωm,0 + 2Ωr,0 ), 2



Gunakan sifat logaritma lain untuk mendapatkan    −3(1+w) εw,t at ln , = ln εw,0 a0  −3(1+w) εw,t at = . εw,0 a0



εw,t = εw,0 at



Ruas kiri pesamaan tersebut adalah parameter perlambatan, 1X q0 = Ωw,0 (1 + 3w). (121) 2 w



q0 =



Gunakan sifat logaritma untuk memperoleh     εw,t at ln = −3(1 + w) ln . εw,0 a0



a˙ 2t ∝ t2(b−1) ,



a˙ 2t ∝ t(2b−2) , untuk ruas kiri, sehingga memberikan solusi untuk b dalam persamaan 2b − 2 = −b(1 + 3w), (140) 2b − 2 = −b − 3wb), b=



2 . 3 + 3w



Jadi,



(141) (142)



2



at ∝ t 3+3w .



(143)



Kesebandingan akan menjadi persamaan jika dibandingkan, 2   3+3w at t = . (144) a0 t0 Karena a0 = 1, maka  at =



t t0



2  3+3w



.



(145)



Persamaan 145 menjelaskan hubungan antara ukuran alam semesta dengan usianya. Adanya parameter keadaan pada persamaan tersebut menjelaskan bahwa komponen pengisi alam semesta akan menentukan bagaimana ukuran alam semesta berubah seiring dengan berjalannya waktu. Untuk alam semesta datar yang didominasi oleh materi, w = 0, maka 2   3+3(0) t at = , t0   23 t , (146) at = t0 Sedangkan untuk alam semesta datar yang didominasi radiasi, w = 1/3, persamaannya menjadi 2   3+3(1/3) t at = . t0   12 t at = . (147) t0 XIX. P ENUTUP Segala macam kritik, saran, pertanyaan, atau diskusi bisa disampaikan dengan hati yang gembira melalui Surel: [email protected] Pesan Instagram: dafaward R EFERENSI Liddle, A. 2003. An Introduction to Modern Cosmology 2nd Edition. Wiley. Chichester. Planck Collaboration, dkk. 2018. Planck 2018 Results. VI. Cosmological Parameters . Astronomy & Astrophysics manuscript no. ms. arXiv: :1807.06209v1[astro-ph.CO]. Ryden, B. 2006. Introduction to Cosmology. Addison-Wesley. San Fransisco. Walker, J., Halliday, D., & Resnick, R. 2013. Fundamental of Physics 10th Edition. Wiley. New Jersey.