Pengaruh Formulasi Terhadap Laju Disolusi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengaruh Formulasi Terhadap Laju Disolusi



I. Tujuan Praktikum Mahasiswa dapat memahami pengaruh formulasi sediaan obat terhadap laju disolusi



II. Dasar Teori Dalam Bidang farmasi, pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (di bidang farmasi), dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian (Astuti dkk., 2008). Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat yaitu bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin,1993). Untuk mencapai absorpsi dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik, suatu obat padatanakan mengikuti beberapa proses, seperti disintegrasi, disolusi (pelarutan) dan absorpsi melalui membran sel. Pada proses tersebut, laju obat mencapai sirkulasi sistemik ditentukan oleh tahapan paling lambat “rate limmiting step”. Obat yang memiliki kelarutan sukar dalam air, maka disolusi merupakan tahap penentu dalam proses tersebut (Penuntun Banyak faktor yang dapat mempengaruhi disolusi obat, diantaranya sifat fisikokimia obat, faktor formulasi, anatomi dan fisiologi saluran cerna dan lain-lain. Salah satu faktor yang akan diamati adalah pengaruh formulasi sediaan obat(penuntun Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Tjay, 2002). Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh adanya kekuatan adhesi dengan lapisan padatan.lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan yang tidak teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun umumnya 0,005 cm (50 micron) atau kurang (Tjay, 2002).



Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985). Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir, 2007). Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan (Shargel, 1988). Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt, 1995). Disolusi dari suatu partikel obat dikontrol oleh beberapa sifat fisika-kimia, termasuk bentuk kimia, kebiasaan kristal, ukuran partikel, kelarutan, luas permukaan, dan sifat-sifat pembasahan. Bila data kelarutan kesetimbangan dirangkaikan, maka eksperimen disolusi dapat membantu mengidentifikasi daerah masalah bioavailabilitas potensial (Lachman, 1994). Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan pelarutan suatu zat perlu dilakukan karena kecepatan pelarutan suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan sediaan obat yaitu : tahap preformulasi, tahap formulasi, dan tahap produksi (Effendi, 2005). Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U. S. Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut (Martin dan Swarbrick, 1990). Sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus mengalami proses pelepasan dari sediaannya kemudian zat aktif akan melarut dan selanjutnya diabsorpsi.



Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaannya. Salah satu sifat zat aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan karena pada umumnya zat baru diabsorpsi setelah terlarut dalam cairan saluraan cerna (Astuti, dkk., 2007).



III. PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan a) Bahan - Aquadest - Tablet Paracetamol generik dan paten b) Alat - Disolution tester - Spektrofotometer - Pipet ukur, labu ukur, pipet volume, dan alat gelas lainnya 3.2 Prosedur Kerja a. Pembuatan Baku Induk 1000 ppm 1) Ditimbang baku parasetamol sebanyak 100 mg. 2) Dimasukkan kedalam labu ukur 100 Ml. 3) Ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 mL, lalu diaduk sampai larut. 4) Ditambah dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok sampai homogen. b. Pembuatan Baku Seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm 1) Dipipet 0,1 mL; 0,15 mL; 0,2 mL; 0,25 mL dan 0,3 mL daribakuseri1000 ppm. 2) Dimasukkan masing-masing kedalam labu ukur 100 mL. 3) Ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok hingga homogen. c. Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku 1) Dipipet larutan baku seri 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm kedalam kuvet. 2) Diukura bsorbansi baku seri pada panjang gelombang maksimum. d. Uji Disolusi Tablet 1) Bak mantel (tempat wadah disolusi) dimasukkan, diisi dengan air dan diatur pada suhu 37o ± 0,5oC. 2) Isi keranjang/labu disolusi dengan media disolusi (aquades). Volume larutan disolusi, yaitu 900 mL. 3) Dimasukkan tablet kedalam keranjang/labu bila suhu telah mencapai 37oC. 4) Dinyalakan/atur pengaduk pada kecepatan 100 rpm. 5) Diambil media disolusi secukupnya dengan pipet volume pada menitke 5; 10 dan 15. Media disolusi dicukupkan kembali hingga volumenya 900 mL pada tiap pengambilan. 6) Ditentukan kadar dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang (λ) 243 nm. Dibandingkan dengan kurva kalibrasi dan dilakukan perhitungan kadar.



IV. Hasil Percobaan a. Hasil absorbansi baku seri dengan berbagai konsentrasi Konsentrasi (ppm) Absorbansi 10 0,413 15 0,369 20



0,411



25



0,587



30



0,419



b. Hasil absorbansi sampel pada menit dan vessel yang berbeda Absorbansi



Menit Ke 5 10 15



2,943 3,731 3,948



c. Buat kurva kalibrasi baku paracetamol



kurva Axis Title



0.8 0.6



y = 0.0046x + 0.3478 R² = 0.1846



0.4



kurva



0.2



Linear (kurva)



0 0



10



20



30



40



Axis Title



d. Perhitungan kadar menggunakan rumus Y= bx + a Y = ax + b Y = 0,0046x + 0,3478 1) Menit ke-5 Y = 2,943 Y= bx + a 2,943 = −0,0046𝑥 + 0,3478 2,943 − 0,3478 = −0,0046𝑥 2,5952 = 0,0046𝑥



𝑥=



2,5952 0,0046



𝑥 = 564,173 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿  Terdisolusi dengan pelarut 900 ml 𝑥 = 735,173 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿 = 900 𝑚𝐿 𝑋 735,173 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿 = 507755,7 𝑀𝑐𝑔 = 507,7557 𝑀𝑔 2) Menit ke-10 Y = 2,943 Y= ax + b 3,731 = 0,0046𝑥 + 0,3478 3,731 − 0,3478 = −0,0046𝑥 3,3832 = 0,0046𝑥 𝑥=



2,5952 0,0046



𝑥 = 735,478 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿



 Terdisolusi dengan pelarut 900 ml 𝑥 = 564, 173 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿 = 900 𝑚𝐿 𝑋 564,478 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿 = 661930,2 𝑀𝑐𝑔 = 661,9302 𝑀𝑔 3) Menit ke-10 Y = 3,948 Y= ax + b 3,948 = 0,0046𝑥 + 0,3478 3,948 − 0,3478 = −0,0046𝑥 3,3832 = 0,0046𝑥 𝑥=



3,6002 0,0046



𝑥 = 782,652 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿



 Terdisolusi dengan pelarut 900 ml 𝑥 = 782,652 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿 = 900 𝑚𝐿 𝑋 782,652 𝑀𝑐𝑔/𝑚𝐿 = 704386,8 𝑀𝑐𝑔 = 704,3868 𝑀𝑔



e. Hasil uji disolusi sampel tablet parasetamol Kadar (%) Menit KeVessel Kiri



Vessel Tengah



5 10 15 1) Menit ke-5 % Terdisolusi = =



𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 𝑑𝑔𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 900 𝑚𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑜𝑏𝑎𝑡 507,7557 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔



𝑋 100%



X 100%



= 101,551 %



2) Menit ke-10 % Terdisolusi = =



𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 𝑑𝑔𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 900 𝑚𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑜𝑏𝑎𝑡 661,9302 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔



𝑋 100%



X 100%



= 132,3861 %



3) Menit ke-15 % Terdisolusi =



𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 𝑑𝑔𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 900 𝑚𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑜𝑏𝑎𝑡



=



704,3868 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔



= 140,877 %



X 100%



𝑋 100%



Vessel Kanan



V. PEMBAHASAN Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet paracetamol. Dan serbuk paracetamol. Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu tablet ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat keefektifan obat yang diberikan tersebut.



VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan



6.2 Saran



DAFTAR PUSTAKA