Pengaruh Kepemimpinan Transformasional-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN Abstract This article aims to empirically investigate the relationship between transformational leadership model in an effort to improve employee performance. The study was limited to empirical studies and literature study. This study describes about leadership in general, transformational leadership model, performance, and the influence of transformational leadership model on improving employee performance. Transformational leadership is a leadership model that popoler today. Thus this study is expected to provide a new point of view of professionals and novices human resource management.



Keywords: Transformation, Leadership, Transformational Leadership, Performance. Pembicaraan mengenai MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) dewasa ini semakin mendapat perhatian. Pada hakekatnya MSDM merupakan suatu upaya pengintegrasian kebutuhan personil dengan tujuan organisasi, agar individu dapat memuaskan kebutuhannya sendiri walaupun bekerja untuk tujuan organisasi. Saat ini pengakuan terhadap manusia senantiasa mempunyai kedudukan yang semakin penting. Maskipun kita berada, atau sedang menuju dalam masyarakat yang berorientasi kerja. Yang memandang kerja sebagai sesuatu yang mulia tanpa mengabaikan manusia yang melakukan pekerjaan tersebut. Gaya kepemimpinan adalah pola perilaku konsisten yang diterapkan pemimpin dengan melalui orang lain, yaitu pola prilaku yang diperlihatkan pemimpin pada saaat mempengaruhi orang lain, seperti dipersepsikan orang lain. Gaya bukanlah soal bagaimana pendapat pemimpin tentang perilaku mereka sendiri dalam memimpin, tetapi bagimana persepsi orang lain, terutama bawahannya, tentang perilaku pemimpinnya (Hersey dan Blanchard,1995). Gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi kondisi kerja, dimana akan berhubungan dengan bagaimana karyawan menerima suatu gaya kepemimpinan, senang atau tidak, suka atau tidak. Di satu sisi gaya kepemimpinan tertentu dapat menyebabkan peningkatan kinerja disisi lain dapat menyebabkan penurunan kinerja. Hasan (Jurnal Administrasi dan Bisnis, Vol. 2, No. 1, Juli 2008) menjelaskan bahwa adanya perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif, mensyaratkan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar tetap bertahan. Dalam perubahan organisasi baik yang terencana maupun tidak terencana, aspek yang terpenting adalah perubahan individu. Perubahan pada individu



ini tidak mudah, tetapi harus melalui proses. Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas (pemimpin). Untuk itu organisasi memerlukan pemimpin yang reformis yang mampu menjadi motor penggerak perubahan (transformation). Secara khusus tulisan ini akan memaparkan bagaimana gaya kepemimpinan transformasional mempengaruhi kinerja karyawan. Apa yang dimaksudkan dengan kepemimpinan? Secara khusus apa yang dimaksudkan dengan kepemimpinan transformasional dan bagaimana kepemimpinan transformasional diterapkan? 1. Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan penggerak bagi sumber daya-sumber daya dan alat-alat yang dimiliki oleh perusahaan/organisasi. Definisi kepemimpinan, menurut Terry (Kartono 1998 : 38) Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Menurut Ordway Teod dalam bukunya ”The Art Of Leadership” (Kartono 1998 : 38). Kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang-orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu. Sedangkan Young dalam Kartono (1998) mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi bawahan atau kelompok untuk bekerja sama mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Type Kepemimpinan Kurt Lewin mengakui bahwa salah satu faktor yang menentukan gaya kepemimpinan adalah kebutuhan untuk membuat keputusan. Pada tahun 1939 ia dan rekan kerja mengidentifikasi tiga gaya kepemimpinan pengambilan keputusan yaitu otokratis, demokratis dan laissez-faire. Pemimpin otokratis kebanyakn membuat keputusan sendiri. Mereka tidak berkonsultasi dengan pengikut mereka, atau melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Setelah membuat keputusan, mereka memaksakan dan mengharapkan ketaatan. Pemimpin Demokrat melibatkan pengikut mereka dalam proses pengambilan keputusan tetapi mereka (pemimpin) juga telah membuat keputusan sendiri. Pemimpin Laissez-faire memiliki keterlibatan sangat sedikit dalam membuat keputusan sendiri, mereka cukup banyak memberukan kesempatan untuk pengikut mereka membuat keputusan. Hal seperti ini mungkin baik ketika para pengikut mampu dan termotivasi tetapi dapat menimbulkan masalah jika sebaliknya terjadi.[1]



Delapan Type Kepemimpinan Menurut Wahjosumidjo (1982) dalam Kartono (1998), yaitu : a. Type Deserter (Pembelot) Sifatnya : bermoral rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan, sukar diramalkan. b. Type Birokrat Sifatnya : patuh pada peraturan dan norma-norma. c. Type Missionary Sifatnya : terbuka, penolong, lembut hati dan ramah tamah. d. Type Developer Sifatnya : kreatif, dinamis, inovatif, memberikan atau melimpahkan wewenang dengan baik dan menaruh kepercayaan kepada bawahan. e. Type Otokrat Sifatnya : keras, diktatoris mau menang sendiri, keras kepala, sombong dan bandel. f. Type Benevolent Autocrat Sifatnya : lancar, tertib, ahli dalam mengorganisir dan besar rasa keterlibatan diri. g. Type Compromiser Sifatnya : plintat-plintut, selalu mengikuti angin tanpa pendirian, tidak mempunyai keputusan dan berpandangan pendek. h. Type Eksekutif Sifatnya : bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh dan tekun. Syarat-Syarat Kepemimpinan Konsep mengenai Kepemimpinan menurut Kartono (1998) harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu : a. Kekuasaan



Ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu. b. Kewibawaan Ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu ”mbawahi” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. c. Kemampuan Ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan, keterampilan teknik maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa. Fungsi Kepemimpinan Menurut Kartono (1998) fungsi kepemimpinan, yaitu : Memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, membiarkan supervise atau pengawasan yang efisien dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Azas-azas kepemimpinan Azas-azas kepemimpinan yang baik menurut Kartono (1998), yaitu : a. Kemanusiaan : mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan, pembimbingan manusia oleh manusia, untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu demi tujuan-tujuan human. b. Efisiensi : efisiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber materiil dan manusia, atas prinsip penghematan dan adanya nilai-nilai ekonomis serta azas-azas manajemen modern. c. Kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih menurut manajemen pada taraf kehidupan yang lebih tinggi. Ada tiga impilasi penting dari definisi-definisi, type-type dan gaya kepemimpinan (Handoko, 1996) yakni: 1. Kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut.



2. Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. 3. Selain dapat memberikan pengarahan kepada bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga menggunakan pengaruh. 2. Pengertian dan Arti Pentingnya Kepemimpinan Transformasional Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu (Yukl,1989 : 224). Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Sedangkan menurut O’Leary (2001) kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quoatau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional yang mencakup upaya perubahan terhadap bawahan untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Model kepemimpinan transformasional-transaksional[2] Dalam literatur perilaku organisasi, kepemimpinan berkaitan dengan: 1) personal sifat pemimpin, seperti: kecerdasan, nilai dan penampilan fisik (Stogdill, 1948; Kirkpatrick dan Locke, 1991; Gardner, 1995); 2) perilaku pemimpin, seperti: penggunaan kekuasaan, kontrol penghargaan dan delegasi kewenangan (Lewin, 1939; Hemphill dan Coons, 1957; Likert, 1979; Blake dan Mouton, 1985); 3) situasi organisasi pemimpin itu berada, seperti: struktur, umur dan lingkungan pemimpin organisasi (Fiedler, 1967; Evans, 1970; Kerr dan Jermier, 1978; Hersey dan Blanchard, 1982; Vroom dan Jago, 1988). Kepemimpinan dipandang sebagai salah satu faktor yang mendorong aktivitas inovatif bawahan dan bentuk kepemimpinan seperti ini sisebut sebagai kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional mencakup tiga faktor (Howell dan Avolio, 1993; Bycio et al, 1995;. Koh et al, 1995), yaitu: 1) Charismatic leadership: pemimpin yang menghormati dan menginspirasi bawahan. 2) Individualized consideration: pemimpin yang memperhatikan dan mendukung bawahan. 3) Intellectual stimulation: pemimpin yang memungkinkan bawahan untuk meningkatkan dan menyegarkan pemahaman dan kreativitas mereka.



Para peneliti yang mengukur dan menentukan sejauh mana manajer dalam organisasi memfasilitasi bawahan mereka untuk menjadi inovatif sering menggunakan model kepemimpinan transformasional (Howell dan Avolio, 1993;. Eisenbach et al, 1999). Peran Kepemimpinan[3] Literatur-literatur manajemen menjelaskan bahwa peran kepemimpinan tidak hanya dilakukan oleh manajer tetapi juga oleh karyawan (Chakrabarti, 1974; Roberts dan Fusfeld, 1981;. Kim et al, 1999; Hauschildt dan Kirchmann, 2001). Adapun peran kepemimpinan tersebut adalah: 1) Inventor: pemimpin mempromosikan teknologi baru yang ditemukan dan menjelaskan bagaiman teknoligi tersebut diterjemahkan ke produk dan jasa inovatif (Chakrabarti, 1974; Maidique, 1980; Lawless dan Harga, 1992; Shane dkk, 1994;. Hauschildt dan Kirchmann, 2001). 2) Champion: pemimpin mempromosikan inovasi yang dilakukan atau dihasilkan organisasi (Chakrabarti, 1974; Maidique, 1980; Hauschildt dan Kirchmann, 2001). 3) Entrepreneur: pemimpin para inisiator, membawa (drive) dan mengontrol strategi dan proses inovasi dalam organisasi (Schumpeter, 1934; Quinn, 1979; Roberts dan Fusfeld, 1981; McDonough dan Leifer, 1986; Nam dan Tatum, 1997). 4) Gatekeeper: pemimpin mengumpulkan dan memproses informasi tentang perubahan dalam organisasi dengan lingkungannya (Chakrabarti, 1974; Roberts dan Fusfeld, 1981; Barczak dan Wilemon, 1989; Kim et al, 1999).. 5) Sponsor: pemimpin mempromosikan inovasi melalui jabatannya hirarkisnya (Maidique, 1980; Roberts dan Fusfeld, 1981; Hauschildt dan Kirchmann, 2001). Gaya kepemimpinan dari peran kepemimpinan inovasi diatas adalah: 1) Charismatic: pemimpin mengkomunikasikan visi inovasi, memberikan energi kepada orang lain untuk berinovasi, dan mempercepat proses inovasi (Nadler dan Tushman, 1990;. Stoker et al, 2001). 2) Instrumental: pemimpin menyusun/mengatur dan kontrol proses inovasi (Nadler dan Tushman, 1990; Eisenbach et al, 1999).. 3) Strategic: pemimpin menggunakan kekuasaan hirarkisnya untuk mendukung inovasi organisasi (Harmsen dkk, 2000;. Waters, 2000). 4) Interaktive: pemimpin memberdayakan orang lain untuk berinovasi, bekerja sama dengan mereka untuk berinovasi dan menunjukkan mereka bagaimana menjadi pemimpin inovasi dalam organisasi (Burpitt dan Bigoness, 1997; Eisenbach et al, 1999). Para peneliti yang mengeksplorasi dan mendeskripsikan bagaimana individu terkemuka memberikan kontribusi pada penciptaan produk yang inovatif, teknologi, dan struktur organisasi dan proses, sering menggunakan kepemimpinan inovasi sebagai model (Nadler dan Tushman, 1990; Nam dan Tatum, 1997; Bailetti et al, 1998;. Beras et al, 1998;. Hauschildt dan Kirchmann, 2001). Gaya kepemimpinan dalam model peran kepemimpinan[4] Charismatic innovation leadership. Pemimpin kharismatik mengkomunikasikan visi inovatif, menyemangati orang lain untuk berinovasi, dan mempercepat proses inovasi. Stoker dkk. (2001) menyelidiki hubungan antara gaya kepemimpinan dan karakteristik pribadi . Mereka menemukan kaitan antara kepemimpinan karismatik dan inovasi yang dihasilkan tim. Lebih khusus lagi, Nadler dan Tushman (1990) menemukan bahwa seorang pemimpin karismatik



membayangkan, memberikan energi, dan memungkinkan orang untuk berinovasi. Kepemimpinan karismatik menghasilkan energi, menciptakan komitmen, dan mengarahkan individu menuju tujuan baru, nilai-nilai atau aspirasi. Howell dan Higgins (1990) menyimpulkan bahwa para pemimpin memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan produk baru. Untuk tingkat tertentu mereka mengabaikan batas-batas organisasi dan peran resmi, menggunakan pernyataan visioner, dan mencoba untuk merangsang kontribusi rekan kerja untuk pembaharuan. Nonaka dan Kenney (1991) berpendapat, berdasarkan dua contoh studi kasus, bahwa pemimpin inovasi berfungsi sebagai katalis dan fasilitator dari proses inovasi. Mereka menciptakan konteks untuk memilih orang-orang yang relevan, membantu mereka untuk mengatasi hambatan, dan mempercepat realisasi visi mereka. Eisenbach dkk. (1999) menyimpulkan bahwa seorang pemimpin perubahan mengembangkan visi yang menarik untuk pengikutnya, memperhitungkan kebutuhan dasar dan nilai-nilai dari stakeholder kunci, dan intellectually stimulating. Strategic innovattion leadership. Strategis pemimpin menggunakan kekuasaan hirarkis mereka untuk mendukung perubahan dalam organisasi. Harmsen dkk. (2000) berpendapat bahwa strategi kompetensi organisasi, yang dibangun untuk jangka panjang dan didasarkan pada orientasi perusahaan, harus dipahami dala upaya mengembangkan strategis kompetensi inovasi. Kompetensi inovasi strategis ini harus sesuai dengan kompetensi organisasi dan arah yang telah dibuat perusahaan. Waters (2000) menemukan bahwa komitmen manajemen puncak untuk inovasi adalah karakteristik dasar organisasi yang ingin memperbaharui strategi dan proses. Nam dan Tatum (1997) menyimpulkan, berdasarkan sepuluh proyek studi konstruksi inovatif, bahwa para pemimpin yang mendorong proses inovasi memiliki kekuasaan. Mereka juga menyediakan banyak waktu untuk berdiskusi tentang hal-hal teknis. Norrgren dan Schaller (1999) menemukan bahwa pemimpin inovasi memfasilitasi pengembangan kemampuan inovasi karyawan. Interactive innovation Leadership. Pemimpin Interaktif memberdayakan orang lain untuk berinovasi, bekerja sama dengan mereka untuk berinovasi, dan menunjukkan kepada mereka bagaimana menjadi pemimpin inovasi itu sendiri. Eisenbach dkk. (1999) menemukan bahwa seorang pemimpin yang inovatif berinteraksi dengan lingkungan dan menunjukkan pertimbangan individual ketika memberikan dukungan, pelatihan dan bimbingan kepada karyawan. Markham (1998) mempelajari cara inovator mempengaruhi orang lain untuk mendukung proyekproyek mereka di empat perusahaan besar. Studi ini menunjukkan bahwa inovator menggunakan taktik kooperatif untuk mempengaruhi orang lain dan bahwa mereka memiliki pengaruh yang kuat ketika mereka memiliki hubungan pribadi positif.



Burpitt dan Bigoness (1997) melakukan sebuah proyek penelitian untuk menyelidiki bagaimana spesifik tugas yang berhubungan dengan perilaku pemimpin merangsang inovasi di antara tim.Sebuah penelitian proyek multimethod, yang terdiri dari studi kasus di sembilan organisasi dan survei di 20 organisasi, menyelidiki hubungan antara pemimpin-memberdayakan perilaku dan tim tingkat inovasi. Mereka menemukan bahwa tim yang diberdayakan lebih inovatif dari tim yang kurang diberdayakan oleh pemimpin mereka. 3. Kinerja Karyawan Prawirosentono (1992:2), bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok dalam suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rang ka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Berdasarkan pengertian ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institusional performance).Selain itu, kinerja karyawan adalah tingkat pencapaian peryaratan kerja. Kinerja merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan tugas yang dapat diukur. Hal ini dapat berkaitan dengan jumlah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh individu dalam kurun waktu tertentu. Menurut Swasto (1996:30) ada beberapa cara untuk mengukur kinerja secara umum, yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian prilaku secara mendasar yaitu: 1. Kuantitas kerja 2. Kualitas kerja 3. Pengetahuan tetang pekerjaan 4. Pendapat atau pernyataan yang disampaikan 5. Keputusan yang diambil 6. Perencanaan kerja 7. Daerah organisasi kerja Suprihanto (dalam Srimulyo,1999 : 33) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kinerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.



Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai seseorang karyawan sesuai dengan wewenang atau tanggung jawab masing-masing karyawan selama periode waktu tertentu. Metode-metode untuk penilaian kinerja menurut Mathis dan Jackson (2002), yaitu : a. Metode penilaian kategori Yaitu meminta manajer memberi nilai untuk tingkatan-tingkatan kinerja karyawan dalam formulir khusus yang dibagi dalam kategori-kategori kinerja. Skala penilaian grafik dan daftar periksa (checkuist) merupakan cara umum dalam metode penilaian kategori. b. Metode perbandingan Menuntut para manajer untuk secara langsung membandingkan kinerja karyawan mereka satu sama lain. Teknik perbandingan ini mencakup antara lain pemberian peringkat, perbandingan berpasangan atau distribusi yang normal. c. Metode naratif Para manajer dan spesialis sumber daya manusia kadang-kadang diminta untuk memberikan informasi penilaian tertulis. Dokumentasi dan penilaian merupakan inti dari metode kejadian krisis, esai dan metode tinjauan lapangan. Catatan-catatan ini lebih mendiskripsikan tindakan karyawan dari pada mengindikasikan suatu penilaian yang sebenarnya. d. Metode tujuan atau perilaku Pendekatan ini cukup menjanjikan untuk beberapa situasi dalam usaha mengatasi beberapa persoalan dengan metode lainnya. Pendekatan ini mencakup pendekatan penilaian perilaku dan menyusun skala perilaku. Kesalahan Penilaian Kinerja Beberapa kesalahan penilai menurut Mathis dan Jackson (2002), antara lain : a. Permasalahan penggunaan standar yang berbeda-beda Ketika menilai seorang karyawan, manajer harus menghindari pemakaian standar dan harapan yang berbeda-beda terhadap para karyawan yang mengerjakan pekerjaan yang sama, yang pastinya akan membangkitkan kemarahan karyawan. Persoalan seperti itu kemungkinan terjadi ketika kriteria yang ambigu dan pembobotan yang subjektif oleh atasan digunakan dalam penilaian. b. Efek resesi



Kesalahan yang terjadi ketika penilai memberikan bobot yang lebih besar untuk kejadian yang memang baru saja terjadi pada kinerja karyawan. c. Kesalahan cenderung memusat, kesalahan kelonggaran dan kekakuan Kesalahan kecenderungan memusat memberikan nilai kepada seluruh karyawan dalam sebuah skala yang sempit yaitu ditengah-tengah skala. Kesalahan kelonggaran terjadi jika penilaian pada seluruh karyawan, terdapat pada tingkat tertinggi dari skala penilaian. Kesalahan kekakuan terjadi ketika manajer menggunakan hanya bagian yang lebih rendah suatu skala untuk menilai karyawankaryawan. d. Bias dari penilaian Terjadi ketika nilai-nilai atau prasangka dari si penilai mempunyai penilaian. e. Efek halo Terjadi ketika seorang manajer menilai tinggi atau rendah karyawannya untuk seluruh item karena satu karakteristik saja. f. Kesalahan kontras Kecenderungan untuk menilai orang-orang secara relatif terhadap orang lain, bukannya dibandingkan dengan suatu standar kinerja. Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan otentik tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota semakin akurat dan otentik informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi organisasi (Simamora, 2001 :423). Manfaat Penilaian Kinerja Menurut Handoko (dalam Srimulyo, 1999 : 34-35) mengemukakan : a. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi. b. Penyesuaian-penyasuaian kompensasi



Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. c. Keputusan-keputusan penempatan Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya. d. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. e. Perencanaan dan pengembangan karir Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti. f. Mendeteksi penyimpangan proses staffing Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. g. Melihat ketidakakuratan informasional Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen lain system informasi Manajemen personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusankeputusan personalia tidak tepat. h. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. i. Menjamin kesempatan kerja yang adil Penilaian prestasi yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. j. Melihat tantangan-tantangan



Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya. 4.Hubungan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan 1. Hubungan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Fungsi kepemimpinan yang paling penting adalah memberikan motivasi kepada bawahannya, kepemimpinan transformasional diyakini memiliki pengaruh terhadap perusahaan dalam bentuk non keuangan seperti kepuasan kerja dan kinerja karyawan. PemimpinTransformasional memotivasi pengikutnya untuk melakukan sesuatu (kinerja) diluar dugaan (beyond normal expectation) melalui transformasi pemikiran dan sikap mereka untuk mencapai kinerja diluar dugaan tersebut, pemimpin transformasional menunjukkan berbagai perilaku berikut : pengaruh idealisme, motivasi insporasional, stimulasi intelektual dan konsiderasi individual. 2. Hubungan Motivasi Terhadap Kinerja Suatu determinasi penting dari kinerja individu adalah motivasi. Namun motivasi bukanlah satusatunya determinan, variabel-variabel lain : seperti usaha yang diberikan, kemampuan pengalaman masa lalu juga mempengaruhi kinerja. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh motivasi. Dengan adanya motivasi, maka terjadilah kemauan kerja dan dengan adanya kemauan untuk bekerja serta dengan adanya kerja sama., maka kinerja akan meningkat. Kinerja karyawan merupakan tolok ukur kinerja perusahaan, semakin tinggi kinerja karyawan semakin tinggi pula kinerja perusahaan. 3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pemimpin mempuyai tanggung jawab menciptakan kondisi-kondisi dan perangsang-perangsang yang memotivasi anggota mencapai tujuan yang ditentukan. Motivasi atau dorongan dapat berdampak pada perilaku positif yaitu memberikan semangat kerja ataupun berdampak negatif yaitu tekanan. Gaya kepemimpinan seseorang sangat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mempengaruhi individu atau kelompok, agar perilaku bawahan sesuai dengan tujuan organisasi, maka harus ada perpaduan antara motivasi akan pemenuhan kebutuhan mereka sendiri dan permintaan organisasi. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mengakui kekuatan-kekuatan penting yang terkandung dalam kepemimpinan suatu kelompok dan fleksibel dalam pendekatan yang mereka gunakan untuk melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan tersebut yang dapat menyebabkan timbulnya motivasi yang dapat meningkatkan kinerja bawahannya. 5. Are You A Transformational Leader?[5]



Teori kepemimpinan yang paling populer saat ini adalah kepemimpinan transformasional. Apakah kepemimpin transformasional itu? Awalnya difokuskan pada pemimpin yang “mengubah” kelompok atau organisasi, pemimpin transformasional fokus kepada pengikutnya, memotivasi mereka untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dan dalam proses, membantu pengikut-pengikutnya mengembangkan potensi kepemimpinan mereka sendiri. Ada 4 komponen yang harus dimiliki kepemimpinan transformasional, kadang-kadang disebut sebagai 4 I: Idealized Influence (II) – pemimpin berfungsi sebagai teladan yang ideal bagi para pengikut; pemimpin harus “walks the talk,” dan dikagumi karena ini. Inspirational Motivator (IM) – pemimpin transformational memiliki kemampuan untuk menginspirasi dan memotivasi pengikut-pengikutnya. Gabungan kedua komponen di atas II dan IM menandakan kharisma yang dimiliki oleh pemimpin transformational. Individualized Consoderation (IC) – pemimpin transformational menunjukkan perhatian yang tulus untuk kebutuhan dan perasaan pengikut-pengikutnya. Perhatian pribadi kepada pengikut masingmasing ini adalah elemen kunci dalam membawa keluar usaha mereka yang terbaik. Intelllectual Stimulation (IS) – pemimpin menantang pengikut-pengikutnya untuk menjadi inovatif dan kreatif. Kesalahpahaman umum adalah bahwa pemimpin transformasional “lunak”, tetapi kenyataannya adalah bahwa mereka terus-menerus menyemangati pengikut-pengikutnya untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi. Bukti penelitian jelas menunjukkan bahwa kelompok yang dipimpin oleh pemimpin transformasional memiliki tingkat kinerja dan kepuasan yang lebih tinggi dari kelompok yang dipimpin dengan tipe kepemimpinan yang lain. Mengapa? Karena pemimpin transformasional memberikan harapan positif bagi pengikut, percaya bahwa mereka dapat melakukan yang terbaik. Akibatnya, mereka mengilhami, memberdayakan, dan merangsang pengikut untuk melebihi tingkat normal kinerja. DAN, pemimpin transformasional fokus dan peduli pada pengikut dan kebutuhan pribadi mereka. Berikut adalah beberapa item yang mencirikankepemimpinan transformasional. Lihatlah apakah Anda memiliki kualitas kepemimpinan transformasional atau tidak. (Setuju atau Tidak Setuju). 1. Saya tidak akan pernah menyuruh pengikut-pengikut saya untuk melakukan sesuatu yang saya tidak akan melakukannya sendiri. 2. Pengikut saya akan mengatakan bahwa mereka tahu apa yang saya perjuangkan. 3. Menginspirasi orang lain adalah pekerjaan yang mudah bagi saya. 4. Pengikut-pengikut saya mengatakan kepada saya bahwa mereka merasakan dan mengalami antusiasme dan energi positif saya. 5. Pengikut saya akan mengatakan bahwa saya sangat perhatian terhadap kebutuhan dan keprihatinan mereka. 6. Meskipun saya bisa dengan mudah melakukan tugas saya sendiri, tetapi saya mendelegasikannya untuk memperluas keterampilan pengikut saya. 7. Kreativitas dan inovasi tim adalah kunci keberhasilan. 8. Saya mendorong pengikut saya mempertanyakan cara pemikiran mereka yang paling dasar. (Item 1 & 2 = II; 3 & 4 = IM, 5 & 6 = IC, 7 & 8 = IS)



6. Kesimpulan Kepemimpinan transformasional dimulai dengan kesadaran. Kesadaran orang akan pikiran dan perasaan mereka sendiri dan bagaimana hal ini mempengaruhi tindakan mereka dan orang lain di sekitar mereka. Seiring dengan perkembangan kesadaran seseorang, orang akan mulai melihat kekuatan motivasi yang mereka miliki, apa yang mendorong mereka – gairah hidup mereka, nilai-nilai dan bagaimana ini mempengaruhi pikiran, perasaan dan tindakan, mereka dan orang lain. Ketika orang menjadi lebih sadar akan meningkatkan persepsi mereka akan sesuatu hal dan dapat memilih tindakan yang tepat menghadapi kebutuhan situasi dan orang di sekitar kita, maka yang terpenting adalah bagaimana orang bisa berada atau memahami dalam situasi dan pemikiran orang di sekitarnya. Kepemimpinan transformasional mengilhami keutuhan ini, sehingga pikiran, perasaan dan tindakan menjadi konsisten. Lebih lanjut, hal ini berkaitan dengan bagaiman menjadikan diri seorang pemimpin memahami orang lain dan membiarkan orang lain menjadi pemimpin bagi diri mereka sendiri.



Daftar Rujukan: Bart A.G. Bossink, Jurnal ProQues Construction Innovation, 2004; 4: 211–228 Bernard M. Bass & Ronald E. Riggio (2006). Transformational Leadership (2nd ed.). Erlbaum. Handoko, Hani T, Dr.MBA dan Reksohadiprodjo Sukanto, Dr. M.Com.1996. Organisasi Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta : BPFE Halid Hasan (Jurnal Administrasi dan Bisnis, Vol. 2, No. 1, Juli 2008) Harsey dan Blanchard. (1995) Management of Organization Behavior. Diterjemahkan



oleh Agus



Dharma, edisi IV, penerbit Erlangga, Jakarta. Kartono, Kartini. 1983. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Rajawali Lewin, K., Lippit, R. and White, R.K. (1939). “Patterns of aggressive behavior in experimentally created social climates”. Journal of Social Psychology, 10, 271-301. Mathis, Robert L dan John H Jackson, 2001.Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku 2 Jilid Pertama. Jakarta : Salemba Empat



O’Leary, Elizabeth. 2001. Kepemimpinan. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi Prawirosentoso. (1985). Teori Organisasi. FE Universitas Tujuh Belas Agustus, Surabaya. Simamora, Henry, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua.STIE : YKPN Swandari, Fifi 2003. “Menjadi Perusahaan yang Survive Dengan Transformasional Leadership”Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi vol.1 No.2 Mei 2003 :93-102 Swasto, Bambang. (2003). Pengembangan SDM (Pengaruhnya Terhadap Kinerja dan Imbalan). Edisi Pertama, Bayu Media, Malang.