Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Agresivitas Pajak Dengan CSR Sebagai Variabel Intervening [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lingkungan merupakan aspek penting dari sebuah perusahaan. Perusahaan berproduksi dan berkegiatan menggunakan lahan yang tersedia, dimana setiap lahan merupakan bagian dari lingkungan. Hal seperti ini akan memunculkan isu lingkungan yang memicu respon sosial dari masyarakat yang berkepentingan baik lingkungan internal maupun eksternal. Hal tersebut sering diabaikan oleh perusahaan sebelumnya, terutama yang kinerjanya berkaitan langsung dengan lingkungan seperti jenis manufaktur. Walaupun pemerintah sudah menggalakkan peningkatan tanggung jawab sosial dan lingkungan, masih ada beberapa perusahaan yang tidak menghiraukan kondisi lingkungan, meskipun hal ini merupakan kewajiban bagi tiap-tiap perusahaan. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang bertujuan memperoleh keuntungan atau laba (Kansil 2001:2). Perusahaan yang berfokus pada laba akan melakukan berbagai hal untuk meningkatkan profit guna menjaga keberlangsungan usahanya. Peningkatan profit dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu dengan meningkatkan pendapatan dan mengurangi beban. Ketika perusahaan mengurangi beban ,maka hal tersebut tidak terlepas dari beban biaya yang muncul dalam kinerja lingkungan perusahaan sebagai pertanggung jawaban perusahaan terhadap lingkungan. Biaya tanggung jawab lingkungan tersebut sering dianggap oleh perusahaan sebagai pengeluaran yang tidak terlihat mendatangkan keuntungan, sedangkan perusahaan sendiri seharusnya tahu bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan justru akan memberikan legitimasi dari masyarakat untuk lebih menjamin keberlangsungan usahanya. Legitimasi tersebut merupakan bentuk dari penerimaan masyarakat atas kinerja perusahaan dengan menilai bagaimana perusahaan bertindak terhadap aspek, masyarakat, lingkungan, dan keuntungan perusahaan yang baik dan wajar. Tanggung jawab sosial berupa kinerja lingkungan ini seringkali diungkapkan dalam laporan keuangan pada aspek Corporate Social Responsibility Disclosure sebagai gambaran dari perusahaan bahwa mereka telah melakukan



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



2



tanggung jawab sosial dan lingkungan. Gray, dkk., (1995) juga menyatakan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan tanggung jawab dunia bisnis untuk menjadi akuntabel terhadap seluruh stakeholder, bukan hanya kepada stockholder saja. Kinerja lingkungan yang baik, diharapkan akan memunculkan pengungkapan CSR yang baik pula, dengan begitu para investor yang lebih menyukai keterbukaan akan mampu menilai perusahaan tidak hanya dari segi kinerja keuangan, namun juga dari kinerja lingkungannya. Semakin banyak kinerja lingkungan dilakukan, maka transparansi perusahaan yang tecermin dalam corporate social responsibility (CSR) semakin jelas. Menjawab tuntutan stakeholder atas keterbukaan, informasi CSR yang terlampir dalam annual report perusahaan diperjelas dengan adanya suistainbility report yang berisi mengenai penilaian dari pemerintah atas kinerja lingkungan itu sendiri baik yang diungkapkan sebagai CSR disclosure maupun tidak. Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup membentuk Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang telah dilaksanakan mulai tahun 2002 dibidang pengendalian dampak lingkungan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam program pelestarian lingkungan hidup. Kinerja lingkungan perusahaan diukur menggunakan warna, dimulai dari yang terbaik emas, hijau, biru, merah hingga yang terburuk yaitu hitam. Melalui peringkat ini, masyarakat akan lebih mudah mengetahui tingkat penataan pengelolaan pada perusahaan (Rakhiemah, 2009:25). Sebenarnya, yang menjadi penghalang bagi perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan secara baik, selain dari segi biaya kinerja lingkungan itu sendiri, adalah karena meningkatnya biaya lain yang ikut terpengaruhi, yaitu biaya pajak. Dalam prinsip perpajakan, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan kinerja lingkungan yang diungkapkan sebagai CSR, seringkali menjadi pengecualian biaya yang dapat dikurangkan dari beban pajak, sehingga beban pajak menjadi besar. Sekalipun terdapat peraturan perpajakan yang menjelaskan bahwa biaya CSR untuk biaya pembangunan infrastruktur,biaya pengolahan limbah dan biaya sosial dapat diakui sebagai pengurang beban pajak, namun hal ini hanya sebesar 5% saja dari total



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



3



penghasilan bruto, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 tahun 2010. Oleh karena itu biaya berupa natura atau kenikmatan yang diberikan baik terhadap lingkungan maupun stakeholder selain yang disebutkan diatas yaitu selain dari total presentase 5 % penghasilan bruto selama satu tahun, tidak dapat diakui sebagai biaya dalam laporan keuangan pajak. Dikarenakan hal tersebut tidak diakui sebagai biaya,maka natura tersebut akan meningkatkan laba fiskal, yang pada akhirnya akan mengakibatkan pajak yang dibayarkan juga tinggi. Pajak sendiri merupakan bentuk tanggung jawab kepada pemerintah, yang pada akhirnya akan diberikan pada berbagai sektor pembangunan bagi masyarakat. Mangoting (1999) menyatakan bahwa bagi perusahaan, pajak dianggap sebagai biaya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu untuk menguranginya. Tindakan manajerial yang menginginkan pajak perusahaan yang lebih kecil, akan melakukan tindakan agresivitas pajak ,yaitu suatu tindakan yang ditujukan untuk menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak , baik menggunakan cara yang tergolong atau tidak tergolong tax evasion (Frank dkk, 2009). Agresivitas pajak itu sendiri tidak terlepas dari pengurangan biaya natura yang tidak dapat dikurangkan dari pajak. Kinerja lingkungan yang menimbulkan biaya natura, tidak akan sering dilakukan, sehingga dalam laporan keuangan, tidak akan banyak pengungkapan CSR yang bisa dimunculkan, dari hal tersebut dapat diambil gambaran bahwa perusahaan yang menginginkan pajak yang kecil dengan melakukan agresivitas pajak, tidak akan melakukan kinerja lingkungan, maupun pengungkapan CSR yang baik, padahal semakin perusahaan peduli terhadap pentingnya CSR, maka perusahaan tersebut semakin sadar akan pentingnya pajak bagi masyarakat pada umumnya. Perusahaan perlu memiliki pemahaman yang baik atas adanya keterkaitan antara kinerja lingkungan, pengungkapan CSR dan agresivitas pajak itu sendiri, dengan melakukan banyak kinerja lingkungan, maka akan semakin tinggi kemungkinan perusahaan untuk mengungkapkan CSR dalam annual report, yang mana menunjukan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi masyarakat. Pengungkapan CSR yang tinggi akan membuat perusahaan tetap membayar pajak dalam nilai yang tinggi pula, sehingga kontribusi perusahaan terhadap



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



4



pembangunan bagi masyarakat secara keseluruhan menjadi sangat signifikan. Masyarakat yang mengetahui aspek tanggung jawab lingkungan baik melalui annual report maupun suistainbility report, ditambah dengan besarnya kontribusi perusahaan dalam pembayaran pajak demi pembangunan akan memberikan legalitas dan dukungan penuh bagi keberlanjutan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya apakah akan menunjukkan hasil yang konsisten atau tidak. Penelitian ini mengacu pada penelitian (Syaiful B dan Febby A.C,2016) yang meneliti pengaruh kinerja lingkungan terhadap corporate social responsibility (CSR) dan penelitian Yoehana (2013) yang meneliti pengaruh corporate social responsibility (CSR) terhadap agresivitas pajak. Salah satu alasan utama penelitian ini juga dikarenakan belum adanya penelitian langsung ataupun tidak langsung yang meneliti pengaruh kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak, lalu membandingkanya dengan pengaruhnya secara langsung terhadap agresivitas pajak melalui corporate social responsibility, serta untuk mengetahui pula bagaimana motif keikhlasan perusahaan dalam melakukan kinerja lingkungan serta pengukuranya yang kurang mampu ditemukan peneliti sebelumnya yaitu William (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012) yang menyatakan bahwa sulit untuk membedakan antara corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan dengan motif altruistik dengan corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan reputasi perusahaan. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap agresivitas pajak? 2. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap corporate social responsibility (CSR) disclosure? 3. Apakah corporate social responsibility (CSR) disclosure berpengaruh terhadap agresivitas pajak?



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



5



4. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh secara tidak langsung terhadap agresivitas pajak melalui corporate social responsibility (CSR) disclosure ?



1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap agresivitas pajak 2. Untuk mengetahui apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap corporate social responsibility (CSR ) 3. Untuk mengetahui apakah corporate social responsibility (CSR) disclosure berpengaruh terhadap agresivitas 4. Untuk mengetahui apakah kinerja lingkungan berpengaruh secara tidak langsung terhadap agresivitas pajak melalui corporate social responsibility (CSR) disclosure 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Praktis a. Dapat digunakan oleh pihak investor dan masyarakat untuk menilai kinerja lingkungan yang baik dan pengungkapan CSR yang lebih transparan dari perusahaan manufaktur. b. Sebagai motivasi dan acuan bagi perusahaan untuk lebih bersikap transparansi dalam mendapatkan legalitas dari stakeholder dengan melakukan kinerja lingkungan yang baik dan tidak melakukan tindakan agresivitas pajak. c. Pemerintah mampu menilai tingkat kinerja lingkungan perusahaan manufaktur dengan memperhatikan pengungkapan CSR dan tingkat agresivitas pajak perusahaan yang berpengaruh terhadap penerimaan sektor pajak 2. Manfaat Akademis a. Pengembangan Ilmu, untuk mengembangkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai pengaruh kinerja lingkungan terhadap corporate social responsibility (CSR) dan pengaruhnya terhadap agresivitas pajak.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



6



b. Bagi Penulis, dapat meningkatkan dan memperdalam pengetahuan serta pemahaman penulis mengenai pengaruh kinerja lingkungan terhadap corporate social responsibility (CSR) dan pengaruhnya terhadap agresivitas pajak c. Bagi Peneliti lain, dapat dijadikan sebagai bahan referensi pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



7



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Kinerja Lingkungan



2.1.1 Pengertian Kinerja Lingkungan Kinerja merupakan suatu pencapaian atas kegiatan usaha yang telah dilaksanakan oleh suatu unit usaha. Penilaian atas pencapaian hasil usaha tersebut merupakan hal yang penting untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat mencapai atau memperoleh pencapaian tersebut. Sedangkan definisi lingkungan menurut Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai berikut : “ Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.” Menurut Purwanto, (2007) kinerja lingkungan adalah hasil dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya. Kinerja lingkungan juga merupakan keseluruhan pencapaian perusahaan dalam mengelola masalah-masalah lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan. Menurut Ikhsan, (2008) kinerja lingkungan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan yang terkait langsung dengan lingkungan alam sekitar. Ada dua macam kinerja lingkungan, yaitu kinerja lingkungan kuantitatif dan kinerja lingkungan kualitatif. Kinerja lingkungan kuantitatif adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan yang terkait kontrol aspek lingkungan fisiknya. Kinerja lingkungan kualitatif adalah hasil dapat diukur dari hal-hal yang terkait dengan ukuran aset non fisik, seperti prosedur, proses inovasi, motivasi, dan semangat kerja yang dialami manusia pelaku kegiatan, dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya. Indikator kinerja kualitatif bukan hanya mengukur motivasi kerja dan



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



8



inovasi yang terjadi, namun juga mengukur iklim yang memungkinkan inovasi itu terjadi, iklim kerja yang baik akan membuat motivasi kerja karyawan meningkat, sehingga faktor pendorongnya lebih ditekankan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja lingkungan adalah usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi dan menanggulangi dampak negatif akibat aktivitas operasionalnya terhadap lingkungan alam dan sosial.



2.1.2 Pengukuran Kinerja Lingkungan Ukuran kinerja harus mencerminkan dua tema lingkungan yang terkait dengan bahan baku dan energi. Pertama, tidak ada lagi energi atau bahan baku yang digunakan melebihi dari yang dibutuhkan (isu konservasi). Kedua, harus dicari sarana untuk menghilangkan penggunaan bahan baku atau energi yang merusak lingkungan (isu zat berbahaya). Menurut Purwanto, (2007) pengukuran kinerja lingkungan ditafsirkan bermacam cara, antara lain yang melihatnya semata kuantitatif, atau hasil proses, atau juga menyertakan kualitatif dan in process. Salah satu alat ukur kinerja lingkungan di Indonesia adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang dirintis oleh pemerintah Indonesia khususnya Kementrian Lingkungan Hidup. Pemeringkatan perusahaan dalam kinerja pengelolaan lingkungan dalam program ini adalah melalui peringkat warna, yaitu: emas, hijau, biru, merah dan hitam. Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan mulai dikembangkan Kementrian Lingkungan Hidup sebagai alternatif instrumen sejak 1995. Pada awalnya, program ini dikenal dengan nama PROPER PROKASIH. Alternatif instrumen penataan dilakukan melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penataan masing-masing perusahaan kepada stakeholder pada skala nasional. Dengan adanya program ini diharapkan dapat menyikapi dengan aktif informasi tingkat penataan itu dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungannya serta dapat meminimalisasikan dampak lingkungan dari kegiatan perusahaan tersebut.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



9



2.1.3 Latar Belakang PROPER Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau yang lebih dikenal dengan PROPER adalah salah satu instrumen kebijakan yang dikembangkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup untuk mendorong penaatan dan kepedulian perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup membentuk Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Program ini telah dilaksanakan mulai tahun 2002 di bidang pengendalian dampak lingkungan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam program pelestarian lingkungan hidup dan diumumkan secara rutin kepada masyarakat. Kinerja lingkungan perusahaan (environmental performance) adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green) (Suratno, dkk. 2006:16). Dengan adanya program ini diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungannya sehingga dampak dari kegiatan perusahaan dapat diminimalisasi.



Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.05 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa : “Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau yang selanjutnya disebut PROPER adalah program penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun.” Prinsip dasar dari pelaksanaan PROPER adalah mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif reputasi bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik dan instrumen disinsentif reputasi bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang buruk. PROPER bukanlah pengganti instrumen



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



10



penaataan lingkungan lainnya, akan tetapi komplementer dari instrumen penaatan yang ada. Program PROPER merupakan gabungan dari beberapa program Kementrian Lingkungan Hidup lainnya, yaitu yang terdiri dari pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta pengendalian pencemaran laut. PROPER memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk berperan secara aktif dalam pengendalian dampak lingkungan. Sebagaimana layaknya proses demokratisasi, peranan masyarakat dan individu secara aktif dituntut baik sebagai individu maupun secara berkelompok.



2.1.4



Manfaat PROPER Bagi Stakeholder Pelaksanaan PROPER memberikan berbagai keuntungan bagi



perusahaan dan para stakeholder lainnya, antara lain: a. Sebagai instrumen benchmarking bagi perusahaan untuk mengukur kinerja pengelolaan



lingkungan



yang



telah



dilakukan



dengan



melakukan



pembandingan kinerja terhadap kinerja perusahaan lainnya secara nasional (non financial benchmarking). b. Sebagai media untuk mengetahui status ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku. c. Sebagai salah satu clearing house bagi investor, perbankan, masyarakat dan LSM sekitar perusahaan untuk mengetahui kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan. d. Sebagai alat promosi bagi perusahaan yang berwawasan lingkungan terutama untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam perdagangan. e. Sebagai bahan informasi bagi pemasok teknologi lingkungan terutama berkaitan teknologi ramah lingkungan yang dibutuhkan oleh perusahaan. f. Meningkatkan citra dan kepercayaan perusahaan di mata para stakeholder. g. Memberikan ruang partisipatif bagi para stakeholder untuk terlibat secara langsung dalam upaya pengendalian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



11



kegiatan perusahaan.



2.1.5 Kriteria Penilaian dan Penentuan Peringkat PROPER Penilaian kinerja penaatan perusahaan dalam PROPER dilakukan berdasarkan atas kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai persyaratan ditetapkan dalam peraturan perundang‐undangan yang berlaku dan kinerja perusahaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan yang belum menjadi persyaratan penaatan (beyond compliance). Peringkat kinerja PROPER berorientasi kepada hasil yang telah dicapai perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang mencakupi 7 (tujuh) aspek yaitu:



a. Pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air. b. Pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran udara. c. Pentaatan terhadap peraturan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). d. Pentaatan terhadap peraturan AMDAL. e. Sistem Manajemen Lingkungan. f. Penggunaan dan pengelolaan sumber daya. g. Kegiatan Corporate Social Responsibility termasuk kegiatan Community Development Mengingat hasil penilaian peringkat PROPER ini akan dipublikasikan secara terbuka kepada publik dan stakeholder lainnya, maka kinerja penaatan perusahaan dikelompokkan ke dalam peringkat warna. Melalui pemeringkatan warna ini diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memahami kinerja penaatan masing‐ masing perusahaan. Sejauh ini dapat dikatakan bahwa PROPER merupakan sistem pemeringkatan yang pertama kali menggunakan peringkat warna.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



12



Tabel 2.1 Kriteria Peringkat PROPER Sangat Taat



EMAS 5



untuk usaha dan atau kegiatan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental



excellency)



dalam



proses



produksi /jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat Lebih dari taat



HIJAU 4 4



untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan



dalam



peraturan



(beyond



compliance) melalui pelaksanaan sistem kelola lingkungan,



pemanfaatan



sumberdaya



secara



efisien melalui upaya 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery), dan melakukan upaya tanggung jawab sosial (CSR/Comdev) dengan baik. Taat



BIRU 3 3



untuk usaha dan atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang- undangan yang berlaku.



Belum taat



MERAH 2 2



upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan belum sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan dalam tahapan melaksanakan sanksi administrasi.



Sangat Belum taat



HITAM 1 1



untuk usaha dan atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang



mengakibatkan



pencemaran



dan/atau



kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku atau tidak melaksanakan sanksi administrasi



Sumber: Laporan Hasil Penilaian PROPER 2010 2.1.6 Pengertian Akuntansi



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



13



Akuntansi didefinisikan oleh beberapa pakar akuntansi dengan bahasa dan tulisan yang berbeda tetapi masih dalam konteks dan isi yang sama. Salah satunya adalah definisi Akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) yang dikutip oleh Baridwan, (2004) yang kiranya dapat menjadi landasan yang kuat sebagai langkah awal mempelajari akuntansi sebagai sistem informasi. “Accounting is the art of recording, classifying, and summarizing in a significant manner and in terms of money, transactitions and events which are, in part at least, of a financial character and interpreting the result there of.” Ini berarti bahwa akuntansi adalah seni pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran menurut cara yang berarti dan dinyatakan dalam nilai mata uang, semua transaksi serta kejadian yang sedikitnya bersifat finansial dan dari catatan itu dapat ditafsirkan hasilnya. Seni pencatatan artinya dalam melakukan pencatatan diusahakan serapih mungkin, dengan menggunakan bahasa yang khas dalam akuntansi dan teknik tertentu sehingga menarik dan mudah dipahami oleh para pemakai sedangkan teknik pengelompokan dan pengikhtisaran dilakukan menurut aturan yang tercantum dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK).



2.1.7 Jenis-jenis akuntansi yang berkaitan dengan agresivitas pajak, CSR dan Kinerja Lingkungan a.



Akuntansi Sosial



Akuntansi sosial secara teoritis mensyaratkan perusahaan harus melihat lingkungan sosialnya antara lain masyarakat, konsumen, pekerja, pemerintah dan pihak lain yang dapat menjadi pendukung jalannya operasional karena pergeseran tanggungjawab perusahaan. Akuntansi sosial berkaitan erat dengan masalah : (1)



Penilaian dampak sosial dari kegiatan entitas bisnis,



(2)



mengukur kegiatan tersebut



(3)



melaporkan tanggung jawab sosial perusahaan, dan sistem



informasi internal dan eksternal atas penilaian terhadap sumber-sumber daya perusahaan dan dampaknya secara sosial ekonomi. Dalam pertukaran yang terjadi antara perusahaan dan lingkungan



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



14



sosialnya terdapat dua dampak yang timbul yaitu dampak positif atau yang disebut juga dengan manfaat sosial (social benefit) dan dampak negatif yang disebut dengan pengorbanan sosial (social cost). Masalah yang timbul adalah bagaimana mengukur kedua dampak tersebut. Masalah pengukuran akuntansi sosial memang rumit, karena jika dibandingkan dengan transaksi biasa yang langsung dapat dicatat dan mempengaruhi posisi keuangan, maka dalam akuntansi sosial terlebih dahulu harus diukur dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan. b.



Akuntansi Lingkungan



Akuntansi lingkungan diartikan sebagai aktivitas untuk lingkungan, yang merupakan suatu studi yang mempelajari bagaimana menilai asset alam dan meneliti dampak isu-isu lingkungan terhadap akuntansi konvensional. Akuntansi lingkungan meliputi beragam fungsi perusahaan antara lain akuntansi dan keuangan, hukum dan hubungan terkait dengan lingkungan termasuk disiplindisiplin ilmu dan bidang rekayasa. Menurut Ikhsan, (2008) dibutuhkan akuntansi lingkungan bagi perusahaan-perusahaan baik besar maupun kecil untuk menyikapi masalah persoalan lingkungan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat menggunakannya. Ada dua maksud dan tujuan dikembangkannya akuntansi lingkungan, yaitu: akuntansi lingkungan sebagai alat manajemen dan alat



komunikasi dengan



masyarakat. Akuntansi lingkungan dan sosial memiliki potensi untuk meningkatkan kesadaran tentang keprihatinan publik. Hal ini dapat membantu kita secara substansial mengurangi polusi, melindungi habitat satwa liar dan lahan pertanian dari pembangunan. Meskipun akuntansi lingkungan memiliki banyak manfaat dan merupakan ide yang baik dalam teori, tetapi mungkin sulit untuk diterapkan dalam prakteknya. Perlu untuk mengingat bahwa banyak biaya yang dihitung dalam akuntansi lingkungan tidak berwujud dan sulit diukur. Perusahaan harus memastikan penerapan standar yang sama dan memberikan nilai yang sama ke sumber daya di seluruh organisasi.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



15



Menurut Handayani, (2010) Akuntansi lingkungan berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental cost) kedalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak baik moneter maupun non moneter yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan. Biaya lingkungan adalah biaya yang ditimbulkan akibat adanya kualitas lingkungan yang rendah, sebagai akibat dari proses produksi yang dilakukan perusahaan. Juga biaya lingkungan sering didefinisikan secara sempit sebagai biaya yang terjadi dalam upaya pemenuhan dengan atau kaitan dengan hukum atau peraturan lingkungan. Biaya lingkungan perlu dilaporkan secara terpisah berdasarkan klasifikasi biayanya. Hal ini dilakukan supaya laporan biaya lingkungan dapat dijadikan informasi yang informatif untuk mengevaluasi kinerja operasional perusahaan terutama yang berdampak pada lingkungan. Menurut Hansen dan Mowen, (2005) biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: biaya pencegahan (prevention cost), biaya deteksi (detection cost), biaya kegagalan internal (internal failure cost) dan biaya kegagalan eksternal (external failure cost). Selanjutnya, biaya kegagalan eksternal dapat dibagi lagi menjadi kategori yang direalisasi dan yang tidak direalisasi. Pelaporan biaya lingkungan yang baik adalah laporan yang memberikan perincian biaya lingkungan menurut kategori. Pelaporan biaya lingkungan menurut kategori memberikan dua hasil yang penting, yaitu: dampak biaya lingkungan terhadap profitabilitas perusahaan dan jumlah relatif yang dihabiskan untuk setiap kategori. Pelaporan biaya lingkungan yang baik, akan lebih tepat ketika menggunakan prinsip disclosure. Prinsip disclosure pengungkapan berarti bahwa perusahaan harus melaporkan informasi yang relevan, dapat dipercaya, dan dapat dibandingkan mengenai kejadian-kejadian ekonomis yang dialaminya. Pengungkapan secara umum terbagi atas dua jenis yaitu, voluntary disclosure dan mandatory disclosure. Voluntary disclosure adalah pengungkapan berbagai informasi yang berkaitan dengan aktivitas/keadaan perusahaan secara sukarela. Meski pada kenyataannya pengungkapan secara sukarela tidak benar-



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



16



benar terjadi karena terdapat kecenderungan bagi perusahaan untuk menyimpan dengan sengaja informasi yang sifatnya dapat menurunkan arus kas. Hal tersebut dianggap dapat menyebabkan kerugian pada perusahaan. Oleh karena itu, manajer suatu perusahaan hanya akan mengungkapkan informasi yang baik (good news) yang dapat menguntungkan perusahaan. Jenis pengungkapan yang lain adalah mandatory disclosure. Mandatory disclosure adalah pengungkapan informasi berkaitan dengan aktivitas/keadaan perusahaan ang bersifat wajib dan dinyatakan dalam peraturan hukum. Berbeda dengan pelaporan yang bersifat voluntary, pelaporan jenis mandatory akan mendapat sorotan dan kontrol dari lembaga yang berwenang. Terdapat standar yang menjamin kesamaan bentuk secara relatif dalam praktek pelaporan dan juga terdapat persyaratan minimum yang harus dipenuhi. Mandatory disclosure juga dapat menjadi jembatan atas asimetri informasi antara investor dengan manajer perusahaan atas kebutuhan informasi. 2.2 Corporate Social Responsibility 2.2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. CSR adalah konsep yang sangat cair, berkembang mengikuti dinamika hubungan perusahaan dan pemangku kepentingannya yang mungkin tidak akan ada definisi secara tunggal. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



17



masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Menurut Untari, (2010) Corporate Social Responsibility adalah sebagai berikut: “Corporate Social Responsibility diartikan sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan dalam kegiatan usaha dan juga pada cara perusahaan berinteraksi dengan stakeholder yang dilakukan secara sukarela. Selain itu, CSR diartikan pula sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah usaha perusahaan dalam pengelolaan tanggung jawab kepada para stakeholder untuk meningkatkan kualitas kehidupan para stakeholder dan kualitas hidup perusahaan itu sendiri. 2.2.2 Komponen Dasar Corporate Social Responsibility Perusahaan



dalam



menjalankan



tanggung



jawab



sosialnya



memfokuskan perhatian kepada tiga hal atau lebih dikenal dengan konsep Triple Bottom Line, yang pertama kali dikemukakan oleh Elkington yaitu terdiri dari social equity (people), economic prosperity (profit) dan environmental protection (planet). Konsep Triple Bottom Line sejalan dengan teori stakeholder, yaitu perusahaan bertanggung jawab kepada seluruh stakeholder bukan hanya pada pemegang saham. Perusahaan yang ingin bertahan dalam jangka panjang, selain mengejar keuntungan ekonomi, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan para stakeholder dan turut berkontribusi secara aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Masing-masing dari poin tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



18



1.



Profit (keuntungan) Insentif keuangan berupa laba merupakan hal terpenting dan tujuan



utama di setiap kegiatan usaha. Sehingga fokus utama dari kegiatan perusahaan adalah mendapatkan profit atau meningkatkan nilai perusahaan setinggitingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi peningkatan return bagi para pemegang saham dan mendorong kenaikan harga saham perusahaan. Hal ini merupakan tanggung jawab yang paling penting bagi para pemegang saham sebagai salah satu stakeholder. 2.



People (stakeholders) People atau stakeholder merupakan faktor pendukung keberadaan



kelangsungan hidup serta perkembangan perusahaan yang sangat penting. Perusahaan perlu berkomitmen untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mereka. Terdapat dua jenis stakeholder yaitu: traditional stakeholder dan emerging stakeholder. Yang termasuk traditional stakeholder adalah pemegang saham, pemberi pinjaman, dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan peraturan. Sedangkan yang termasuk emerging stakeholder adalah karyawan, konsumen, organisasi akademisi, asosiasi pedagang, masyarakat luas, generasi di masa depan dan planet bumi. 3.



Planet (lingkungan) Sebagai



bentuk



pertanggungjawabannya



terhadap



stakeholder,



perusahaan dituntut untuk melakukan pertanggungjawaban sosial dalam melestarikan lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan hidup. Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan memerlukan lingkungan sebagai wadah pendukung maupun fasilisator. Oleh karena itu, setiap perusahaan dituntut untuk melestarikan lingkungan. Sementara kegiatan CSR yang dapat menjadi tax deductible terbatas hanya untuk jenis kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam UU No. 36 tahun 2008. UU No. 36 Tahun 2008 tidak secara khusus mengatur perlakuan perpajakan untuk kegiatan CSR, akan tetapi ada beberapa aturan terkait tentang biaya-biaya yang bisadikurangkan dari penghasilan bruto yaitu yang berkaitan dengan isu



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



19



konsumen, pengembangan masyarakat, lingkungan, ketenagakerjaan, dan hak asasi manusia. Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto antara lain biaya promosi, biaya beasiswa, biaya magang dan pelatihan, biaya kupon makanan dan minuman bagi pegawai kriteria dan daerah tertentu, beban pengolahan limbah, cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri 2.2.3 Global Reporting Initiative (GRI) Pengungkapan CSR oleh beberapa perusahaan dilakukan dengan menerbitkan atau menyusun Sustainibility Report atau Laporan Keberlanjutan. Saat ini, penyusunan laporan keberlanjutan perusahaan lebih banyak mengacu kepada pedoman penyusunan dari Global Reporting Initiative (GRI). Global Reporting Initiative pertama kali disusun pada tahun 1997 oleh The Boston-based Coalition on Environmentally Responsible Economies (CERES) bekerjasama dengan Tellus Institute. Selama lebih dari lima tahun terakhir, GRI telah masuk dalam kriteria perkembangan perusahaan. GRI tersedia sebagai sarana internal untuk mengevaluasi konsistensi kebijakan sustainability perusahaan dan strategi yang digunakan, serta kegiatan aktual lainnya. GRI mengeluarkan The Sustainability Reporting Guidelines sebagai draft pembuka bagi tanggapan dan pengujian publik dan sebanyak dua puluh satu perusahaan dari seluruh dunia menjadi proyek percontohan bagi panduan tersebut. Dan ratusan stakeholder dari seluruh dunia menyediakan komentar yang substantif. Tahun 2000, GRI meluncurkan The Sustainability Reporting Guidelines yang telah diadopsi oleh kurang lebih seratus perusahaan di seluruh dunia. Di tahun 2002, GRI diadopsi oleh UN dan The UN Global Compact seperti yang disebutkan dalam dokumen EU dalam Kerangka CSR Eropa. Dari relasi sosial berdasarkan NGO lokal telah menjadi standar global yang didukung oleh bisnis, pemerintah, dan komunitas masyarakat. Secara umum, diantara bentuk inisiatif perusahaan yang lain, dokumen ini mengambil bentuk baru dalam relasi sosial, seperti bisnis, NGO, dan organisasi keuangan.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



20



GRI sendiri adalah adopsi dari The UN Environment Programme (penyandang dana dari UN Development Fund) yang saat ini telah menjadi organisasi independen. GRI dibangun di atas dasar pemikiran yang sederhana. GRI menawarkan mekanisme persetujuan pihak ketiga, yakni proses pencapaian tujuan melalui negosiasi diantara mitra kerja, dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan sosial dan standar lingkungan. Tujuan GRI adalah untuk membantu para investor, pemerintah, perusahaan dan masyarakat umum untuk memahami lebih jelas mengenai proses peningkatan dalam pencapaian keberlanjutan (sustainability). GRI memiliki dukungan yang kuat dari perusahaan dan NGO di seluruh dunia yang merupakan pertemuan multistakeholder untuk mencari isu verifikasi secara umum. GRI ini mendorong perusahaan untuk menyusun target. Untuk kemudian perusahaan melaporkan atau tidak target yang telah dicapai tersebut. Jika perusahaan tidak menemukan targetnya, maka mereka harus memberikan alasannya. Dengan cara ini, stakeholder memiliki parameter yang dapat menjadi pegangan mengenai akuntabilitas perusahaan. GRI juga mendorong organisasi untuk membuat perjanjian dengan stakeholder dan dapat memilih indikator kemajuan perusahaan yang paling relevan untuk kedua hal tersebut, yakni pelaporan organisasi dan hubungan dengan para stakeholder-nya. Pertanyaan mengenai GRI yang termasuk dalam hal itu adalah bagaimana perusahaan dapat berkomunikasi dengan stakeholder-nya dan dalam isu apa yang harus dilaporkan. Tabel 2.2 Indikator Global Reporting Initiative (GRI) INDIKATOR



ASPEK KINERJA



KINERJA Ekonomi E EC



Lingkungan E EN



1.



Kinerja Ekonomi



2.



Keberadaan Pasar



3.



Akibat Tidak Langsung



1.



Material



2.



Energi



3.



Air



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



21 4.



Biodiversitas (Keanekaragaman Hayati)



5.



Emisi, Efluen dan Limbah



6.



Produk dan Jasa



7.



Kepatuhan



8.



Pengangkutan/Transportasi



9.



Menyeluruh



1.



Kesehatan dan Keamanan Pelanggan



2.



Pemasangan Label bagi Produk dan Jasa



3.



Komunikasi Pemasaran



4.



Keleluasaan Pribadi (privacy) Pelanggan



5.



Kepatuhan



Praktek L



1.



Pekerjaan



LA Tenaga



2.



Tenaga Kerja/ Hubungan Manajemen



Kerja dan



3.



Kesehatan dan Keselamatan Jabatan



Pekerjaan



4.



Pelatihan dan Pendidikan



yang Layak



5.



Keberagaman dan Kesempatan Setara



Hak H Asasi



1.



(Praktek) Investasi dan Pengadaan



2.



Non- Diskriminasi



Tanggung P PR Jawab Produk



HR Manusia



3. Kebebasan Berserikat dan Perjanjian Bersama



Masyarakat S SO



4.



Pekerja Anak



5.



Kerja Paksa dan Kerja Wajib



6.



Praktek Pengamanan



7.



Hak Penduduk Asli



1.



Komunitas



2.



Korupsi



3.



Kebijakan Publik



4.



Kelakuan Tidak Bersaing



5.



Kepatuhan



Sumber : Indikator Protokol GRI



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



22



2.2.4



Pelaksanaan Corporate Social Responsibilty Menurut Solihin, (2009:161) perkembangan CSR untuk konteks



Indonesia (terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan CSR untuk kategori discretionary reponsibilities) dapat dilihat dari dua prespektif yang berbeda. Yang pertama pelaksanaan CSR secara voluntary disclosure dan yang kedua secara mandatory disclosure. Pelaksanaan CSR secara voluntary disclosure oleh Solihin, (2009) dirumuskan sebagai berikut: “ pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela (discretionary business practice) artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia” Pelaksanaan CSR secara mandatory diwajibkan oleh Undang-Undang bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 ayat 1 UU Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas yang dejelaskan sebagai berikut: 1)



Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau



berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran. 2)



Perseroan yang tdak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud



pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 3)



Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan



diatur dengan Peraturan pemerintah. Pelaksanaan CSR secara mandatory juga wajib dilaksanakan oleh perusahaan yang menanamkan modal di Indonesia, BUMN dan juga oleh Perusahaan Kecil dan Menengah. Sudah sepantasnya bila perusahaan-perusahaan tersebut menganggarkan biaya CSR untuk mengatasi



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



23



dampak negatif operasi perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Menurut Solihin, (2009:9-10) ada beberapa tahap untuk adopsi pelaksanakan CSR, diantaranya adalah sebagai berikut: 



Tahap pertama, CSR lebih tertuju kepada pemilik perusahaan



(pemegang saham/owners) dan manajer. Pada tahap ini pemimpin perusahaan akan mengedepankan kepentingan para pemegang saham melalui berbagai upaya untuk menggunakan sumber daya peusahaan seefisien mungkin dan melakukan maksimalisasi laba. 



Tahap kedua, perusahaan mulai mengembangkan CSRnya kepada



para employees (pekerja). Pada tahap ini, manajer perusahaan tidak hanya memerhatikan maksimalisasi laba, tetapi mereka mulai memberikan perhatian yang besar kepada sumber daya manusia.  Tahap ketiga, perusahaan mengembangkan CSR kepada para konstituen dalam suatu lingkungan yang spesifik dimana konstituen tersebut biasanya merupakan masyarakat setempat yang terkena dampak langsung oleh operasional perusahaan di daerah tempat mereka tinggal. 



Tahap keempat, perusahaan tidak hanya mengembangkan CSR



kepada masyarakat setempat, melainkan mencakup pula masyarakat luas. Para manajer memandang bisnis mereka dari entitas publik dan merasa bertanggung jawab untuk melakukan berbagai kebijakan kepada publik. 2.2.5 Manfaat Corporate Social Responsibility Dengan lebih banyak memberikan perhatian kepada lingkungan sekitar, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam jangka panjang. Perusahaan juga ikut mengambil bagian dalam aktivitas manajemen bencana. Manajemen bencana di sini bukan hanya sekedar memberikan bantuan kepada korban bencana, namun juga berpartisipasi dalam usaha-usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana melalui usaha-usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan preventive untuk meminimalisir bencana. Di sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



24



CSR. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang melakukan tanggung jawab social secara konsisten akan mendapat dukungan yang luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dilaksanakan dan dijalankan. CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan pembantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memaafkannya. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumer goods yang beberapa waktu lalu dilanda isu adanya kandungan bahan berbahaya dalam produknya, namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam menjalankan tanggung jawab sosialanya, maka masyarakat dapat memaklumi dan memaafkannya sehingga relatif tidak mempengaruhi aktivitas dan kinerja. Susanto, (2007) menyebutkan bahwa dari sisi perusahaan terdapat enam (6) manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, yaitu: 1) Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan CSR secara konsisten akan mendapat dukungan luas dari komunitas yang merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankannya. CSR akan mengangkat citra perusahaan, yang dalam rentang waktu yang panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. 2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen (consumer goods) yang beberapa waktu lalu dilanda isu adanya kandungan bahan berbahaya dalam produknya. Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam melaksanakan CSR-nya maka masyarakat menyikapinya dengan tenang sehingga relatif tidak mempengaruhi aktivitas dari kinerjanya. 3) Keterlibatan dan kebanggan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



25



4) CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan stakeholder-nya. 5) Meningkatkan penjualan. Konsumen akan lebih menyukai produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang secara konsisten menjalankan CSR-nya sehingga memiliki reputasi yang baik. 6) Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya 2.2.6



Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Teori legitimasi menggambarkan bahwa perusahaan tidak boleh



hanya memperhatikan hak-hak investor ,namun secara umum juga harus memperhatikan hak-hak publik (Deegan dan Rankin, 1997:67). Dalam usaha memperoleh legitimasi, perusahaan melakukan kegiatan sosial dan lingkungan yang memiliki implikasi akuntansi pada pelaporan dan pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan melalui pelaporan



sosial dan lingkungan yang



dipublikasikan. Teori legitimasi menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktivitas perusahaan diterima oleh pihak luar sebagai suatu yang “sah” (Deegan, 2004:175). Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan



untuk



bertahan hidup



(O’Donovan, 2002:45). Teori legitimasi ini menekankan pada perusahaan untuk mempertimbangkan keselarasan norma dan nilai-nilai sosial agar dapat diakui dan diterima dalam lingkungannya. Hal ini penting guna menjaga eksistensi sebuah perusahaan. Teori ini menyatakan bahwa organisasi secara terus-menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat di mana mereka berada (Rawi, 2010:57). Teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi karena



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



26



legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut



mendorong



pentingnya



analisis



perilaku



organisasi



dengan



memperhatikan lingkungan (Ghozali dan Chariri, 2007:28). Dengan adanya hal tersebut, sistem akuntabilitas menjadi esensial untuk penerimaan operasi organisasi yang berkelanjutan oleh masyarakat. Yang mendasari teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Penjelasan tentang konsep kontrak sosial itu sendiri adalah semua institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui kontrak sosial baik eksplisit maupun implisit dimana kelangsungan hidup dan pertumbuhannya didasarkan pada : a. Hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada masyarakat luas. b. Distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok sesuai dengan power yang dimiliki. 2.2.7 Teori Stakeholder (Stakeholder Theory) Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970an, yang secara umum dikenal dengan teori stakeholder (stakeholder theory), artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk kontribusi dalam pembangunan berkelanjutan. Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beropersasi untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder (Ghozali dan Chariri, 2007:48). Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang diberikan oleh para stakeholdernya. Timbulnya stakeholder theory disebabkan suatu keadaan (hukum) yang memprioritaskan kepentingan



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



27



pemegang saham dan sebaliknya, menomorduakan kepentingan pemasok, pelanggan, karyawan, dan masyarakat sekitarnya. Stakeholder theory sangat mendasari dalam praktek corporate social responsibility (CSR) hal ini dikarenakan informasi dalam CSR berisi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan



yang dibutuhkan oleh



stakeholder dan masyarakat sekitar. Pada dasarnya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan bertujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat. 2.3 Agresivitas Pajak Pembayaran pajak perusahaan seharusnya memiliki implikasi bagi masyarakat dan sosial karena membentuk fungsi yang penting dalam membantu mendanai penyediaan barang publik dalam masyarakat, termasuk hal-hal seperti pendidikan, pertahanan nasional, kesehatan masyarakat, transportasi umum, dan penegakan hukum (Friese, dkk, 2008 dalam Lanis dan Richardson, 2012). Akhirnya, seperti yang ditunjukkan oleh William (2007) dalam Lanis dan Richardson (2012), isu yang paling signifikan yang timbul dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip CSR untuk pajak perusahaan meliputi tindakantindakan yang dapat mengurangi kewajiban pajak perusahaan melalui penghindaran pajak perusahaan dan perencanaan pajak. Seperti yang diungkapkan oleh Balakrishnan, et.al. (2011) bahwa perusahaan terlibat dalam berbagai bentuk perencanaan pajak untuk mengurangi kewajiban pajak yang diperkirakan. Hlaing (2012) mendefinisikan agresivitas pajak sebagai kegiatan perencanaan pajak semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat pajak yang efektif. Tidak ada definisi ataupun ukuran agresivitas pajak yang dapat diterima secara universal (Balakrishnan, et. Al., 2011) dan (Hanlon dan Hetizman, 2010) dalam Ying (2011). Slemrod (2004) dalam Balakrishnan, et. al. (2011) berpendapat bahwa agresivitas pajak merupakan kegiatan yang lebih spesifik, yaitu mencakup transak si yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan kewajiban pajak perusahaan.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



28



Balakrishnan, et. al. (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang agresif terhadap pajak ditandai dengan transparansi yang lebih rendah. Demikian juga dengan Jimenez (2008) yang menyatakan bahwa bukti empiris baru-baru ini menunjukkan bahwa agresivitas pajak lebih merasuk dalam tata kelola perusahaan yang lemah. Sementara Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Yuan, McIver, dan Burrow (2012) mendefinisikan agresivitas pajak penghasilan badan (sering disebut sebagai penghindaran pajak) sebagai tingkat yang paling akhir dari spektrum serangkaian perilaku perencanaan pajak. Harari, et.al. (2012) menyatakan bahwa agresivitas pajak dapat didefinisikan sebagai aktivitas perencanaan pajak ,yaitu menghindari pembayaran pajak atau membuat rendah beban pajak yang dibayarkan secara signifikan. Hidayat dan Jaenudi (2005) menyatakan bahwa beban pajak yang dipikul oleh subjek pajak badan, memerlukan perencanaan yang baik, oleh karena itu strategi perpajakan menjadi mutlak diperlukan untuk mencapai perusahaan yang optimal. Strategi dan perencanaan pajak yang baik dan tentu saja harus legal, akan mampu mendorong perusahaan untuk dapat bersaing dengan perusahaan yang lain. Ada berbagai macam proksi pengukuran agresivitas pajak, antara lain Effective Tax Rates (ETR), Book Tax Differences, Discretionary Permanent BTDs (DTAX), Unrecognize Tax benefit, Tax Shelter Activity, dan Marginal tax rate. Rego dan Wilson (2008) menyatakan bahwa tidak ada proksi agresivitas pajak yang dapat menangkap secara sempurna adanya agresivitas pajak. Beberapa peneliti seperti Timothy (2010), Balakrishnan, dkk (2011), serta Lanis dan Richardson (2012) menggunakan ETR untuk mengukur agresivitas pajak. Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan menggunakan ETR sebagai proksi untuk mengukur agresivitas pajak, antara lain penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Slemrod, 2004; dan Dyreng et al, 2008. Armstrong dkk (2012) menggunakan ETR untuk mengukur agresivitas pajak, proksi ETR adalah proksi yang paling banyak digunakan dalam literatur, dan nilai yang rendah dari ETR dapat menjadi indikator adanya



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



29



agresivitas pajak. Secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan yang menghindari pajak perusahan dengan mengurangi penghasilan kena pajak mereka dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan memiliki nilai ETR yang lebih rendah. Dengan demikin, ETR dapat digunakan untuk mengukur agresivitas pajak. ETR dapat dihitung dengan membandingkan nilai beban pajak perusahaan dengan laba sebelum pajak perusahaan yang dapat dilihat dalam laporan keuangan. Sedangkan proxy ETR juga dapat dihitung dengan membandingkan beban pajak perusahaan pada tahun berjalan dengan nilai arus kas perusahaan. ETR yang dihitung dengan mengkombinasikan kedua rumus tersebut akan memiliki hasil penilaian agresivitas pajak yang jauh lebih signifikan dari pada hanya menggunakan salah satu perhitunganya saja. MODEL TEORI Perusahaan



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



30



MODEL KONSEP



H1



H2



H3



H1



H1



X



Z



Y



MODEL HIPOTESIS



HIPOTESIS



H1 : kinerja lingkungan berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak



H2 : kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap corporate social responsibility (CSR) disclosure



H3 : corporate social responsibility (CSR) disclosure berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak



H4 : : Pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak melalui corporate social responsibility (CSR) disclosure lebih besar dibandingkan pengaruh langsung Kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



31



BAB III METODOLOGI PENELITITAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian Kuantitatif Deskriptif Korelasional, yaitu penjelasan secara deskriptif atas penelitian data sekunder yang telah ada di BEI. Jenis ini bertujuan menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka-angka untuk menjabarkan karakteristik individu atau kelompok, sedangkan korelasional berhubungan dengan penilaian antara dua atau lebih fenomena, yang biasanya melibatkan ukuran statistik tingkat/derajat hubungan yang disebut korelasi (Syamsudin & Damayanti : 2011) Jenis tersebut sesuai dengan penelitian ini karena kinerja lingkungan berpengaruh dengan pengungkapan CSR dalam laporan tahunan



dan



pengungkapan CSR berpengaruh terhadap Agresivitas Pajak. Penjelasan deskriptif dibutuhkan untuk menjelaskan fenomena antar variabel dan korelasional dibutuhkan untuk mengetahui hubungan tidak langsung dari kinerja lingkungan dengan agresivitas pajak yang belum pernah diteliti sebelumnya. 3.2 Variabel dan Pengukuran a.



Variabel Independen Variabel yang mempengaruhi atau sebab perubahan timbulnya variabel



terikat ( dependen ), variabel independen disebut juga dengan variabel perlakukan, kausa, risiko, variabel stimulus, antecedent, variabel pengaruh, treatment dan variabel bebas. Dapat dikatakan variabel bebas karena dapat mempengaruhi variabel lainnya dan variabel independen dalam penelitian ini adalah kinerja lingkungan Kinerja Lingkungan merupakan kegiatan perusahaan dalam bentuk pertanggung jawaban sosial yang dinilai oleh pemerintah melalui PROPER. Kinerja lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya (Purwanto, ;2007). Indikator Kinerja Lingkungan adalah peringkat PROPER sebagai hasil dari penilaian pemerintah atas kinerja lingkungan yang dibagi menjadi 5 warna, yaitu emas,hijau,biru,merah dan hitam, yang di simbolkan dengan nilai 5 untuk



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



32



emas, 4 untuk hijau, 3 untuk biru, 2 untuk merah dan 1 untuk hitam.



b.



Variabel Intervening Variabel yang mempengaruhi variabel bebas dan variabel terikat secara



teoritis. Variabel intervening merupakan variabel antara/penyela pada variabel bebas dan variabel terikat, sehingga variabel bebas tidak langsung mempengaruhi perubahan variabel terikat dan variabel intervening dalam penelitian ini adalah CSR (disclosure). CSR (disclosure) merupakan pengungkapan Kinerja Lingkungan dalam Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan Perusahaan yang terdapat dalam Bursa Efek Indonesia. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Indikator dari penilaian pengungkapan CSR adalah Global Reporting Initiative yang mana memilki 79 item pengungkapan yang dapat dinilai dari laporan tahunan tiap perusahaan, dengan rumus Total pengungkapan dibagi dengan 79 item GRI. *CSR Disclosure =



€ 79







= jumlah item pengungkapan CSR sesuai GRI dalam laporan tahunan



79 = item pengungkapan GRI ( Ekonomi,Lingkungan,Tanggung Jawab Produk,Praktek Kerja dan Pekerjaan yang Layak,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat) CSR Discolusre = Nilai Pengungkapan CSR Perusahaan c.



Variabel Dependen Variabel yang dipengaruhi akibat dari adanya variabel bebas, dikatakan sebagai variabel terikat karena variabel terikat dipengaruhi oleh variabel



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



33



independen ( variabel bebas ). Variabel despenden disebut juga dengan variabel terikat, variabel output, konsekuaen, Variabel tergantung, kriteria, variabel terpengaruh dan variabel efek, dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Agresivitas Pajak . Agresivitas Pajak adalah kegiatan perusahaan untuk meminimalisir beban pajak yang ditanggung dan harus dibayarkan perusahaan. Agresivitas pajak diartikan sebagai kegiatan perencanaan pajak semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat pajak yang efektif (Hlaing ;2012) Indikator dari Agresivitas pajak dalam penelitian ini adalah ETR 1 yaitu membandingkan Laba sebelum pajak dengan total beban pajak, dan ETR 2 yaitu membandingkan Arus Kas dengan total beban pajak.



ETR 1 =



Beban Pajak



Laba Sebelum Pajak



ETR 2 =



Beban Pajak



.



Arus Kas Operasi



3.3 Populasi dan Sampel 1.



Populasi Menurut Sugioyo (2014:80), populasi adalah wilayah generelasisasi



yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan kemudian ditarik kesimpulan. Sedangkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2016,yaitu sebanyak 144 perusahaan. Alasan pemilihan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian adalah karena: 1. Permasalahan dalam perusahaan manufaktur lebih kompleks sehingga diharapkan akan lebih mampu menggambarkan keadaan perusahaan di Indonesia, 2. Untuk menghindari bias yang disebabkan oleh efek industri 3. Sektor manufaktur memiliki jumlah terbesar dibanding sektor yang lainnya. 4. Perusahaan manufaktur memiliki kontribusi yang cukup besar dalam masalahmasalah seperti polusi, limbah, jika dilihat dari hasil produksinya, perusahaan manufaktur menghasilkan limbah produksi yang berhubungan langsung



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



34



dengan pencemaran lingkungan. 5. Proses produksi juga mengharuskan untuk memiliki tenaga kerja yang erat kaitannya dengan keselamatan kerja. 6. Perusahaan manufaktur menjual produk kepada konsumen sebagai isu keselamatan dan keamanan produk Sampel



2. Sampel Menurut Sugiyono (2014:73) Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan subjek peneliti, sampel dipilih berdasarkan pada kesesuaian karakterisitik dengan kriteria sampel yang ditentukan agar diperoleh sampel yang representative, yaitu sebanyak 38 sampel. Kriteria-kriteria dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan mempublikasikan annual report dan data keuangan yang lengkap yang dibutuhkan selama tahun 2016. 2. Perusahaan tidak mengalami kerugian selama tahun penelitian. Hal ini karena akan menyebabkan nilai CSR menjadi negatif sehingga akan menyulitkan penghitungan. 3. Perusahaan yang memiliki arus kas operasi positif selama tahun 2016. 4. Perusahaan yang menggunakan satuan nilai rupiah dalam laporan keuangannya. 5. Perusahaan yang beban pajaknya positif yaitu tidak mengurangi laba sebelum pajak tetapi justru menambah dikarenakan adanya restitusi, yaitu kelebihan membayar pajak yang diminta kembali.. 6. Perusahaan yang telah diaudit oleh PROPER pada tahun 2016.



3.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan : 1. Metode studi pustaka Yaitu dengan melakukan telaah pustaka, eksplorasi dan mengkaji



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



35



berbagai literatur pustaka seperti buku, jurnal, literatur, dan sumber sumber lain yang berkaitan dengan penelitian. 2. Dokumentasi Yaitu mengumpulkan data dengan cara mencatat dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini. Pencatatan data yang berhubungan dengan variabel diperoleh dari data sekunder Bursa Efek Indonesia dengan mendapatkan Laporan tahunan perusahaan untuk mendapatkan pengungkapan CSR dan Agresivitas pajak dan Laporan PROPER 2016 untuk melihat nilai kinerja lingkungan.



3.5. Metode Analisis data Penelitian ini menggunakan pendekatan Partial Least Squares dan data diolah dengan menggunakan software SmartPLS 2.0. PLS merupakan analisis persamaan struktural berbasis varian yang secara bersama-sama dapat melakukan pengujian model pengukuran (uji validitas dan reliabilitas) sekaligus pengujian model struktural (pengujian hipotesis dengan model prediksi). PLS merupakan metode analisis yang powerfull, tidak harus memenuhi persyaratan asumsi normalitas data dan ukuran sampel bisa besar maupun kecil. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang landasan teorinya lemah (Sudiarianti, 2015). Penelitian ini memiliki unsur hipotesis yang belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga penggunaan PLS lebih bisa memenuhi kebutuhan penelitian. Penggunaan PLS harus dilakukan dengan melewati beberapa tahapan analisa yang digunakan dalam penelitian ini,tahapan tersebut adalah menganalisa dan menjelaskan hasil dari bootstrapping yaitu : a. Model Struktural (Inner Model) Berdasarkan Hipotesis b. Model Persamaan dasar Inner Model c. Evaluasi Goodnes of Fit / R Square (R²) d. Evaluasi Predictive /Q square



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



36



e. Estimasi (Path analysis, STDEV,means) f. Pengujian Hipotesis 1.



Model Struktural atau Inner Model Model struktural atau inner model digunakan untuk menguji koefisien



determinasi atau R Square (R²) yang mana dalam PLS hasilnya dapat terlihat dalam tabel R Square (R²) setelah dilakukan bootstrapping, kemudian hasil tersebut dievaluasi untuk ilihat nilainya. a.Model persamaan Inner Model adalah : Untuk Variabel Intervening : Z = x1X + e Untuk Variabel Dependen : Y = x1X + x2Z + e



b.Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model variabel independen dalam menerangkan variansi variabel dependen.Jika nilai koefisien determinasi kecil atau bernilai dibawah atau sama dengan 0.500 (R² ≤ 0.500), berarti kemampuan variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Sedangkan jika nilai koefisien determinasi lebih besar dari 0.500 (R² > 0.500) berarti kemampuan variabel – variabel independen memberikan hampir seluruh informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali dalam Alfidella et al., 2015). Nilai R² dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali dalam Sudiarianti, 2015).



c.Nilai Relevansi Prediksi / Q square Nilai Q-square menunjukkan model memiliki predictive relevance,atau relevansi prediksi sesuai PLS. Angka Q-square akan memiliki nilai yang sama dengan R square jika digunakan dalam penelitian regresi biasa, namun untuk



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



37



penggunaan intervening dan moderasi maka akan memunculkan angka yang berbeda. Semakin angka Q square menjauhi nol, maka variabel dalam penelitian layak untuk digunakan. yang dihitung dengan rumus : 𝑄 2 =1-(1-𝑅12 )(1-𝑅22 ) 2. a.



Pengujian Hipotesis Uji Hipotesis 1. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat t-statistik pada output path coefficients (Mean, STDEV, T-Values) 2. Melakukan bootstrapping dengan membandingkan antara t-hitung dan ttabel dengan signifikansi 5%. Jika t-hitung > t-tabel maka disimpulkan bahwa ada pengaruh, jika t-hitung < t-tabel maka disimpulkan tidak ada pengaruh (Ghozali dalam Wijayana dan Sukirman, 2015). 3. Melihat nilai pada Original Sample yang menunjukkan jenis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Jika nilai Original Sample bernilai positif, maka hubungan antara kedua variabel adalah positif yang berarti jika terjadi kenaikan nilai pada variabel independen, maka akan diikuti dengan kenaikan nilai pada variabel dependen. Begitupun sebaliknya (Ghozali dalam Alfidella et al., 2015).



b. Uji dasar penggunaan variabel x3



x1



X



x2 Z



Y



X



Pengujian teori pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen haruslah dibandingkan antara pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung melalui variabel intervening yang didapat melalui rumus :



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



38



Nilai tidak langsung : (Nilai original sample variabel independen ke intervening) x (original sampel variabel intervening ke variabel dependen) (x1) x (x2) = nilai tidak langsung dibandingkan dengan Nilai langsung : (Nilai original sampel variabel independen ke variabel dependen) (x3) = Nilai langsung Jika nilai yang dihasilkan oleh original sampel variabel independen ke variabel dependen (x3) lebih besar dibandingkan nilai original sampel variabel independen ke intervening (x1) dikalikan dengan original sampel variabel intervening ke variabel dependen (x2) atau dalam rumus digambarkan dalam : x3 > (x1) x (x2) , maka teori dan hipotesis yang menyatakan hubungan melalui intervening dinyatakan tidak signifikan. Sedangkan jika nilai original sampel variabel independen ke variabel dependen (x3) lebih kecil daripada nilai original sampel variabel independen ke intervening (x1) dikalikan dengan original sampel variabel intervening ke variabel dependen (x2) atau dalam rumus digambarkan dalam : x3 < (x1) x (x2), maka teori yang menggunakan variabel intervening dapat diterima. Hal ini disebabkan karena jika memang pengaruh langsung lebih besar, maka penggunaan variabel intervening tidak diperlukan dalam penelitian, tetapi jika pengaruh melalui intervening lebih besar, maka variabel intervening layak digunakan



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



39



BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2016 .Perusahaan manufaktur menjadi fokus utama dalam penelitian ini karena manufaktur, memiliki berbagai sektor yang berkaitan langsung dengan lingkungan, dibandingkan jasa dan dagang. Perusahaan manufaktur memiliki proses produksi, yang berarti berkaitan dengan pengambilan sumber daya baik material maupun lahan, kepemilikan karyawan yang berjumlah banyak, tanggung jawab kualitas produk yang nantinya dijual kepada masyarakat, dan limbah atau polusi, sebagai hasil dari produksi, serta hubungan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar area perusahaan. Semua aspek tersebut, menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur sangat berkaitan dengan dampak lingkungan,baik dari segi kondisi alam dan hubungan sosial, sembari tetap mengelola keuangan dengan baik. Selain itu perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI, memiliki kondisi keuangan yang berbeda-beda, namun dapat dikategorikan mengalami pengelolaan uang yang memiliki kredibilitas tinggi, yang mana selalu berkaitan dengan kontribusi pajak kepada pemerintah yang pada akhirnya akan disalurkan kepada masyarakat secara tidak langsung. Pajak sendiri menjadi salah satu pertimbangan perusahaan manufaktur dalam mengelola beban kinerja lingkungan, dan pengungkapan CSR yang dapat dilihat oleh banyak pihak. Adanya kapasitas untuk go public menunjukan perusahaan tersebut telah memiliki pandangan untuk dipantau oleh banyak orang, baik kreditor, investor, pemerintah, maupun masyarakat yang akan memberikan legitimasi tentunya, yang akan menentukan citra, dan keberlangsungan perusahaan kedepannya. Perusahaan manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2016, tahun ini diambil dengan pertimbangan, bahwa laporan tahunan perusahaan pada tahun 2017 belum semuanya terpublikasi dengan lengkap, sehingga ditakutkan akan menimbulkan hambatan bagi penelitian. Perusahaan manufaktur didapatkan dengan total 144



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



40



perusahaan, yang telah diseleksi dengan purposive sampling hingga menemukan hasil sebanyak 38 sampel. Tabel 4.1 Perolehan Sampel Keterangan



jumlah



Total perusahaan manufaktur terdaftar di BEI-2016



144



Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan tahunan



(24)



Perusahaan yang memiliki laba setelah pajak negatif



(15)



Perusahaan yang memakai kurs mata uang asing



(17)



Perusahaan yang tidak terdaftar di Proper



(27)



Perusahaan yang memiliki beban pajak positif



(12)



Perusahaan yang memiliki arus kas negative



(11)



Perusahaan yang dijadikan sampel



38



4.2 Analisis Deskripsi Variabel Penelitian Analisis data dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan Partial Least Squares dan data diolah dengan menggunakan software SmartPLS 2.0. PLS merupakan analisis persamaan struktural berbasis varian yang secara bersama-sama dapat melakukan pengujian model pengukuran (uji validitas dan reliabilitas) sekaligus pengujian model struktural (pengujian hipotesis dengan model prediksi). PLS memiliki tiga tahap untuk menilai sebuah model penelitian yang meliputi analisis outer model, inner model dan pengujian hipotesis, namun analisis outer model tidak dibutuhkan karena dalam penelitian ini, tidak digunakan kuisioner untuk mendapatkan data. Perolehan dari data kuantiatif akan dipaparkan sebagai variabel-veriabel terkait penelitian. Data kuantitatif diperoleh berdasarkan variabel dan skala pengukuran yang telah ditetapkan sebelumnya.



a. Model Struktural atau Inner Model Penerapan model struktural / inner model dalam penelitian ini, disesuaikan dengan variabel yang digunakan, hipotesis, dan notase hubungan antar variabel yang mana menghasilkan rumus sebagai berikut :



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



41



-Untuk CSR Disclosure : CSR = X1KL + e -Untuk Agresivitas Pajak : ETR = X1KL + X2CSR + e b.



Uji Koefisien Determinasi / R Square (R²) Evaluasi inner model dilakukan dengan melihat Koefisien Determinasi.



Koefisien Determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model independen dalam menerangkan variansi variabel dependen. Jika nilai koefisien determinasi kecil atau bernilai dibawah atau sama dengan 0.500 (R² ≤ 0.500), berarti kemampuan variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Sedangkan jika nilai koefisien determinasi lebih besar dari 0.500 (R² > 0.500) berarti kemampuan variabel – variabel independen, memberikan hampir seluruh informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali dalam Alfidella et al., 2015). Nilai R² dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali dalam Sudiarianti, 2015). Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 R Square R Square KL csr 0,712114 etr 0,761710 Sumber : Hasil pengolahan SmartPLS 2.0 Berdasarkan Tabel 4.2, koefisien determinasi CSR disclosure menunjukkan nilai 0,712114 / 71%, yang berarti kemapuan kinerja lingkungan dalam menjelaskan varians dari CSR disclosure adalah sebesar 71 % dan untuk sisanya 29% dijelaskan faktor lain. Agresivitas pajak memiliki nilai 0,761710 / 76%, yang berarti kemampuan kinerja lingkungan dan csr disclosure dalam menjelaskan varians dari agresivitas pajak adalah sebesar 76% dan untuk sisanya 24% dijelaskan oleh faktor lain. Q square dihitung dengan menggunakan rumus Q



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



42



square = 1-(1-0,712114)(1-0,761710). Didapatkanlah hasil sebesar 0.93139965, nilai ini cenderung mendekati 1 dan menjauhi angka nol yang menandakan relevansi dan kemampuan prediksi adalah baik untuk digunakan dalam penelitian. 4.3 Pengujian Hipotesis a.



Uji Hipotesis



Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat t-statistik pada output path coefficients (Mean, STDEV, t-Values) setelah melakukan bootstrapping dengan membandingkan antara t-hitung dan t-tabel (2.030108) dengan signifikansi 5%. Jika t-hitung > t-tabel maka disimpulkan bahwa ada pengaruh, jika t-hitung < ttabel maka disimpulkan tidak ada pengaruh (Ghozali dalam Wijayana dan Sukirman, 2015). Selanjutnya dengan melihat nilai pada Original Sample yang menunjukkan jenis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Jika nilai Original Sample bernilai positif, maka hubungan antara kedua variabel adalah positif yang berarti jika terjadi kenaikan nilai pada variabel independen, maka akan diikuti dengan kenaikan nilai pada variabel dependen. Begitupun sebaliknya (Ghozali dalam Alfidella et al., 2015). Tabel dibawah ini menunjukkan output untuk pengujian model struktrural. Tabel 4.3 Path Coefficients (Mean, STDEV, t-Values)



Original Sample (O)



Sample Mean (M)



Standard Deviation (STDEV)



Standard Error (STERR)



csr -> etr 0.518598



0.537814



0.161571



0.161571



0.0000000



kl -> csr 0.843868



0.839759



0.060255



0.060255



0.0281099



kl -> etr 0.389586



0.371177



0.170063



0.170063



0.0028438



p values (sig)



Pada tabel 4.3 tanda (->) merupakan simbol hubungan yang digunakan pada PLS, dalam tabel tersebut dapat dilihat dari hasil original sample, diketahui hubungan Kinerja lingkungan pada (->) CSR disclosure adalah positif dan ditunjukkan dengan nilai positif yaitu 0,843868, sedangkan hubungan Kinerja lingkungan pada (->) agresivitas pajak adalah negatif dan ditunjukkan dengan nilai ETR yang positif, dimana semakin tinggi ETR semakin rendah agresivitas pajak,



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



43



yaitu 0.389586, begitu pula hubungan CSR disclosure pada (->) agresivitas pajak adalah negatif dan ditunjukkan dengan nilai positif ETR yaitu 0.518598. Kolom p values, menggambarkan tingkat kesalahan yang berpacuan pada dasar alpha sebesar 0,05 yang berarti kesalahan yang masih bisa ditoleransi, adalah lebih kecil dari 5%, dan dalam tabel 4.3, diketahui bahwa nilai p values untuk KL pada CSR, KL pada ETR dan CSR pada ETR, bernilai dibawah 0,05 sehingga hubungan tersebut akan menolak hipotesis nol, dan menandakan adanya hubungan yang signifikan antara variabel dalam hipotesis. Tabel 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis Original



t Statistics



t Tabel



Sample (O) (|O/STERR|) csr -> etr



0.518598



3.209732



kl -> csr



0.843868



14.004936



kl -> etr



0.389586



2.290832



t statistics Keterangan > t tabel



2.030108 Lebih besar Diterima 2.030108 Lebih besar Diterima 2.030108 Lebih besar Diterima



Sumber: Hasil pengolahan SmartPLS 2.0 Dari hasil Path Coefficients diatas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga analisis masing-masing hipotesis sebagai berikut: 1)



H1 : Kinerja lingkungan berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hubungan antara kinerja lingkungan dan



agresivitas pajak adalah signifikan dengan nilai t-statistik sebesar 2.290832 (tstatistik > 2.03). Nilai Original Sample adalah 0.389586 yang menunjukkan arah hubungan antara kinerja lingkungan dengan agresivitas pajak adalah negative karena nilai ETR yang tinggi menunjukkan, pajak yang dibayarkan perusahaan tinggi, yang berarti semakin tinggi nilai kinerja lingkungan, maka semakin rendah tingkat agresivitas pajak perusahaan. Dengan demikian, H1 dalam penelitian ini diterima.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



44



2)



H2 : Kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap corporate social



responsibility (CSR) disclosure Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hubungan antara Kinerja lingkungan ke CSR disclosure adalah signifikan dengan nilai t-statistik sebesar 14.004936 (tstatistik > 2.03). Nilai Original Sample adalah 0.843868 yang menunjukkan arah hubungan antara kinerja lingkungan dan pengungkapan CSR adalah positif, yang berarti semakin tinggi nilai kinerja lingkungan, maka semakin tinggi nilai pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan . Dengan demikian, H2 dalam penelitian ini diterima. 3)



H3 : Corporate social responsibility (CSR) disclosure berpengaruh negatif



terhadap agresivitas pajak Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hubungan antara CSR disclosure dan Agresivitas Pajak adalah signifikan dengan nilai t-statistik sebesar 3.209732 (tstatistik > 2.03). Nilai Original Sample adalah 0.518598 yang menunjukkan arah hubungan antara CSR disclosure dengan agresivitas pajak adalah negatif yang berarti semakin tinggi pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan maka semakin rendah tingkat agresivitas pajak perusahaan . Dengan demikian, H3 dalam penelitian ini diterima. 4)



H4 : Pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak



melalui corporate social responsibility (CSR) disclosure lebih besar dibandingkan pengaruh langsung Kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak. Pengaruh ini dapat dilihat dari nilai original sampel variabel independen ke intervening dikalikan dengan original sampel variabel intervening ke variabel dependen dan dibandingkan dengan nilai original sampel variabel independen ke variabel dependen. Pengaruh langsung kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak sebesar 0.389586. Sedangkan pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak melalui variabel intervening CSR disclosure sebesar (0.843868) x (0.518598) = 0,43762826. Sehingga menunjukan pengaruh melalui variabel intervening lebih besar dan dapat diterima sebagai variabel intervening dalam penelitian.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



45



Semakin bagus kinerja lingkungan yang dilakukan perusahaan, maka semakin banyak nilai Corporate Soscial Responsibility yang dapat diungkapkan dalam laporan tahunan, pengecualian biaya CSR tersebut akan menambah laba sebelum pajak fiskal, sehingga pembayaran pajak pun semakin besar , ditunjukkan dengan nilai effective tax rate yang semakin tinggi yang menunjukkan tingkat agresifitas pajak yang semakin kecil, dimana perusahaan tidak melakukan penghindaran pajak yang berlebihan dan tidak agresig terhadap pajak. Dengan demikian H4 dalam penelitian ini diterima. 4.4 Interpretasi Hasil Pengujian a. Pengaruh Kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak Kinerja lingkungan yang dinilai oleh pemerintah melalui laporan keberlanjutan, menghasilkan nilai perusahaan dalam kriteria, 5 warna, yaitu emas,hijau,biru,merah dan hitam. Ke 5 warna ini memiliki urutan dari yang terbaik (emas) hingga yang paling buruk (hitam). Dalam penelitian ini, perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, hanya menduduki posisi hijau ,biru ,dan merah di tahun 2016. Perusahaan yang memiliki nilai PROPER sebesar 4 yaitu berwarna hijau, berarti memiliki tingkat kinerja lingkungan yang cukup tinggi dibandingkan perusahaan lain yang mendapat nilai 3 yaitu biru dan nilai 2 yaitu merah. Semakin tinggi nilai peringkat warna perusahaan maka semakin tinggi nilai proxy effective tax rate yang menunjukkan pajak yang dibayarkan oleh perusahaan, memiliki nilai yang besar, dibandingkan dengan laba sebelum pajak dan juga arus kas operasi, hal ini menunjukkan perusahaan tidak melakukan tindakan agresivitas pajak yang tinggi. Sehingga nilai ETR yang semakin besar, maka tingkat agresivitas pajak perusahaan semakin rendah. Dalam penelitian ini ditunjukan bahwa semakin bagus penilaian kinerja lingkungan dari pemerintah terhadap perusahaan, semakin rendah pula tingkat agresifitas pajak perusahaan, karena perusahaan yang melakukan kinerja lingkungan, sadar betul akan kondisi sekitar yang harus dijaga, sembari menjaga legitimasi untuk keuntungan jangka panjang. Hal ini dilakukan dengan kontribusi langsung terhadap masyarakat dalam berbagai kegiatan lingkungan, dan kontribusi



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



46



tidak langsung yang disalurkan melalui besaran pajak yang dibayarkan. Dapat ditarik kesimpulan baru yang belum pernah diteliti sebelumnya, yaitu semakin bagus kinerja lingkungan, semakin rendah tindakan agresif pajak perusahaan. b.



Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap CSR Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kinerja lingkungan berpengaruh



positif terhadap CSR Dsiclosure. Kinerja lingkungan yang dinilai dengan menggunakan PROPER sebagai tolak ukur, mununjukan bahwa perusahaan yang semakin aktif dalam melakukan kinerja lingkungan, akan memiliki kecenderungan yang kuat untuk selalu melaporkanya dalam laporan keuangan tahunan, sebagai cerminan tingkat pengungkapan pertanggung jawaban. Pengungkapan ini memiliki tujuan akhir yaitu untuk mendapatkan legitimitas masyarakat baik yang berada di daerah dimana kinerja lingkungan diterapkan dan juga masyarakat di seluruh Indonesia yang dapat menilai dari laporan tahunan perusahaan. Dalam penelitian ini ditunjukan bahwa perusahaan manufaktur yang menjadi perusahaan yang bersinggungan langsung secara signifikan dengan lingkungan, memiliki kecenderungan mengungkapkan semua kinerja lingkungan dalam bentuk CSR dalam annual report secara maksimal.



Hasil penelitian ini sejalan dengan



penelitian Tuwaijri, et al. (2004) yang menemukan hubungan positif signifikan antara environmental disclosure dengan environmental performance dan sesuai dengan penelitian Febby Anggista Cahyani (2011) yang menghasilkan kesimpulan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap CSR disclosure. c.



Pengaruh CSR disclosure terhadap agresivitas pajak Pengungkapan CSR dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang



tersirat ,diteliti satu-persatu dalam setiap laporan keuangan dan laporan tahunan tiap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dan ditemukan hasil atau nilai pengungkapan CSR yang dilihat dari pengungkapan 79 item Global Reporting Initiative di setiap laporan tahunan perusahaan, yang terdiri dari Ekonomi (EC), Lingkungan (EN), Tanggung Jawab Produk (PR), Ketenagakerjaan (LA), Hak Asasi Manusia (HR) dan Sosial (SO) .



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



47



Hasil tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka, perusahaan akan mengungkap lebih banyak kegiatan dan standard item kinerja lingkungan yang berbasis biaya natura atau kenikmatan bagi masyarakat baik sekitar maupun luar, sekalipun dalam Peraturan Pemerintah nomor 93 tahun 2010, diatur biaya CSR yang dapat digunakan sebagai pengurang laba fiskal, namun pengurangan tersebut hanya sampai 5% dari total penghasilan bruto, sehingga tidak dapat dijadikan pengurang laba yang signifikan dalam laporan pajak. Hal tersebut akan membuat perusahaan membayar pajak dengan lebih banyak, dibandingkan perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR yang lebih kecil sehingga perusahaan akan dianggap tidak agresif terhadap pajak. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mareta Yoehana 2011, yang menunjukan hubungan negatif antara CSR disclosure dan agresivitas pajak, yang menghasilkan kesimpulan bahwa semakin tinggi pengungkapan CSR dalam laporan tahunan, maka biaya pengurang laba kena pajak akan semakin kecil, laba kena pajak semakin besar, sehingga pajak yang dibayarkan perusahaan semakin besar, dan pada akhirnya, tindakan agresif pajak semakin kecil.



d.



Pengaruh tidak langsung Kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak Dalam penelitian ini diketahui bahwa, pengaruh tidak langsung kinerja



lingkungan terhadap agresivitas pajak melalui CSR disclosure,lebih signifikan dari pada pengaruh langsungnya, karena ketika kinerja lingkungan dilakukan tanpa adanya pengungkapan CSR maka penurunan agresivitas pajak tidak akan dapat dilihat dengan jelas, hal ini terjadi dikarenakan kinerja lingkungan perusahaan hanya dapat dinilai oleh peringkat PROPER dari pemerintah, yang mana hal tersebut kurang menjadi perhatian bagi stakeholder sebagai pertimbangan penilaian tingkat agresivitas pajak, karena kinerja lingkungan yang tidak diimbangi dengan pengungkapan CSR dalam laporan tahunan, akan sulit dilihat oleh pihak lain yang tidak bersinggungan langsung dengan area jangkauan kinerja lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



48



Berbeda kondisinya ketika kinerja lingkungan, diimbangi dengan CSR disclosure yang maksimal, maka tanggung jawab perusahaan atas kondisi sosial dan lingkungan akan lebih dapat dipantau oleh masyarakat luas, tanpa perlu terkena dampak langsung dari kegiatan pemberian natura oleh perusahaan. Penggunaan variabel



intervening



CSR



disclosure



dalam



laporan



tahunan,



akan



menginterpretasikan pengeluaran Kinerja lingkungan yang lebih detail pada laporan tahunan yang mana kebanyakan dari pengeluaran tersebut tidak dapat mengurangi laba kena pajak, sehingga laba perusahaan tetap besar, dan pajak yang dibayarkan pun menjadi besar, sehingga agresivitas dalam menghemat pajak menjadi kecil. Hasil ini menunjukan bahwa variabel CSR disclosure terbukti memediasi pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Agresivitas Pajak.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



49



BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara variabel kinerja lingkungan dengan agresivitas pajak yang belum pernah diteliti sebelumya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui variabel intervening, CSR disclosure. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian yang merupakan, perusahaan dengan dampak lingkungan dan sosial yang besar. Perusahaan manufaktur yang diambil adalah perusahaan go public yang terdaftar di BEI tahun 2016 dengan total populasi sebanyak 144 perusahaan, dan dari total tersebut didapatkan 38 sample perusahaan yang memenuhi kriteria peneliti dengan purposive sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif korelasional yang menjelaskan hubungan antar variabel berdasarkan data statistik. Pengolahan data dilakukan dengan PLS (Partial Least Square) sebagai alat yang dapat digunakan untuk penelitian dengan jumlah sample yang sedikit dan teori yang lemah. PLS telah mencakup penggunaan analisis path, yang dapat meneliti hubungan langsung dan tidak langsung antara variabel kinerja lingkungan (independen) dan variabel agresivitas pajak (dependen). Hasil uji penelitian memnunjukan bahwa : 1. Kinerja lingkungan berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan nilai t-statistik sebesar 2.290832 (t-statistik > 2.03). Nilai Original Sample adalah 0.389586 yang menunjukkan arah hubungan antara kinerja lingkungan dengan agresivitas pajak adalah negatif. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa H3 diterima, artinya kinerja lingkungan (KL) berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak (ETR).



2. Kinerja lingkungan (KL) berpengaruh positif terhadap corporate social responsibility (CSR) disclosure . Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



50



hipotesis yang menunjukkan nilai t-statistik sebesar 14.004936 (t-statistik > 2.05) dan nilai Original Sample positif yaitu sebesar 0.843868. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, artinya Kinerja Lingkungan (KL) berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)



3. Corporate social responsibility (CSR) disclosure berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan nilai t-statistik sebesar 3.209732 (t-statistik > 2.03). Nilai Original Sample adalah 0.518598 yang menunjukkan arah hubungan antara CSR disclosure dengan agresivitas pajak adalah negatif. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa H2 diterima, artinya corporate social responsibility (CSR) disclosure berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak (ETR)



4. Pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak melalui corporate social responsibility (CSR) disclosure lebih besar dibandingkan pengaruh langsung Kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak menunjukan hasil yang signifikan. Hasil tersebut terlihat dari Pengaruh langsung kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak sebesar 0.389586 ,sedangkan pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak melalui variabel intervening CSR disclosure sebesar (0.843868) x (0.518598) = 0,43762826. Yang mana 0,43762826 > 0.389586, sehingga pengaruh secara tidak langsung lebih besar dan teori serta hipotesis dapat diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh tidak langsung kinerja lingkungan (KL) terhadap agresivitas pajak (ETR) melalui corporate social responsibility (CSR) disclosure lebih besar dibandingkan pengaruh langsung kinerja lingkungan (KL) terhadap agresivitas pajak (ETR)



5.2 Saran



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



51



Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan hasil penelitian yang dilakukan sebagai berikut: a.



Perusahaan manufaktur yang notabene sebagai perusahaan yang



bersinggungan secara langsung dan signifikan dengan lingkungan diharapkan dapat menjadi perusahaan yang sadar atas lingkungan dan tidak agresif dalam pembayaran pajak yang pada akhirnya digunakan untuk kepentingan bersama, serta memiliki implikasi keuntungan jangka panjang bagi semua pihak terutama perusahaan. b.



Pemerintah diharapkan memberikan insentif pajak yang lebih



kedepanya untuk memberikan penghargaan atas kinerja lingkungan yang dilakukan perusahaan manufaktur yang juga ikut dalam proses mensejahterakan masyarakat, sembari menarik perusahaan manufaktur lain yang belum melakukan kinerja lingkungan yang baik. c.



Masyarakat diharapkan turut aktif dalam menilai perusahaan



manufaktur melalui legitimasi dan seleksi konsumsi pasar, sehingga perusahaan akan lebih terpacu untuk menarik minat masyarakat bukan hanya dari produk, tapi juga tanggung jawab sosial secara menyeluruh. d.



Peneliti



selanjutnya



diharapkan



dapat



menambah



dan



mengembangkan penelitian jenis baru dan perluasan tren dari pengaruh kinerja lingkungan terhadap agresivitas pajak sebagai empiris ilmu yang dapat memudahkan pemerintah dan masyarakat menilai tingkat agresivitas pajak dari perusahaan manufaktur.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



52



DAFTAR PUSTAKA Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. 2001 .Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek hukum dalam ekonomi). PT Pradnya Paramita.Jakarta. Gray, et. al. 1995. Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure. Accounting, Audiitng, and Accountability Journal, Vol.8 No 2: 47-76 .Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah No 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. Rakhiemah, Aldilla Noor dan Dian Agustia. 2009. Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure dan Kinerja Finansial Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XII, Palembang. Mangoting, Yenni. 1999. Tax Planning: Sebuah Pengantar sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Universitas Kristen Petra. Frank,et al., 2009. Tax Reporting Aggresiveness and its Relation to Aggressive Financial Reporting. The Accounting Review. 84 (2): 1-49 Bahri, Syaiful. 2016. Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Corporate Financial Performance dengan CSR Disclosure sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI). STIE Asia Malang. Aditya, Virgiwan . 2012 .Pengaruh Kinerja Lingkungan dan Karakteristik Perusahaan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI). Diponegoro. Yoehana, Mareta . 2013 . Analisis Pengaruh Corporat Social Responsibility terhadap Agresivitas Pajak (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011). Universitas Diponegoro Semarang. Swastika, Septi .2015 .Pengaruh Corporate Social Responsibility,Corporate Governance dan Kepemilikan Keluarga terhadap Agresivitas Pajak. Universitas Sebelas Maret Surakarta. James, William. 2007.The Principles of Psychology.Vol.1. New York: Inc



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



53



Lanis, R. and G. Richardson. 2012. Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness: An Empirical Analysis. J. Account. Public Policy, pp.86-108. Republik Indonesia 2009. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara RI Tahun 2009. Jakarta. Tri



Purwanto, A. 2007. Tools Manajemen Lingkungan. www.andietri.tripod.com . (Diakses 25 Maret 2018)



Artikel.



Republik Indonesia. 2016. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hiduo Tahun 2015-2016. Kementrian Lingkungan Hidup,No 892. Jakarta. Suratno, Darsono, dan Siti Mutmainah. 2006. Pengaruh Environmental Performance Terhadap Environmental Disclosure Dan Economic Performance: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2004. SNA IX Padang. Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2009 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup.2010. Laporan Hasil Penilaian PROPER 2010. http://proper.menlh.go.id .(Di akses pada 30 Desember 2017). Baridwan, Zaki. 2004. Intermediate Accounting “Pengantar Akuntansi ,Buku 2,Edisi 21, Salemba Empat. Jakarta. Arfan, Ikhsan. 2008. Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya. Yogyakarta. Agustuti Handayani. 2010. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Balai Besar POM Provinsi Lampung. Vol 1, No 1, Januari-Juni. Hansen dan Mowen. 2005. Management Accounting .Buku 2 Edisi ke 7.Jakarta: Salemba Empat. World Business Counci for Sustainable Development. Pengertian Corporate Social Responsibility. https://breath4justice.wordpress.com .(Diakses pada 2 Februari 2018) Untari, L.(2010). Effect on Company Characteristics Corporate Social Responsibility Disclosures in Corporate Anual Report of Consumption Listed at Idx. Universitas Gunadharma.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



54



Global Reporting Initiative. 2002. The sustainability Reporting Guidelines. https://www.globalreporting.org .(Diakses pada 3 Februari 2018). Solihin, Ismail. 2009. Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability. Jakarta : Salemba Empat. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No 40 Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas. Lembaran Negara RI Tahun 2007. Jakarta. AB Susanto. 2007. A Strategic Management Approach, CSR, The Jakarta Consulting Group. Jakarta Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theor. McGraw-Hill Book Company: Sydney. O’Donovan, 2002. Environmental Disclosure in the Annual Report: Extending the Applicability and Predictive Power of Legitimacy Theory, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol.15, No.3,pp.344-371. Rawi, Muchlish. 2010. Kepemilikan Manajemen, Kepemlikian Institusi, Leverage Dan Corporate Social Responsibilty. Smposium Nasional Akuntansi III Purwokerto. Ghozali, Imam dan Chariri, Anis. 2007. Teori Akuntansi, Edisi 3, Universitas Diponegoro, Semarang. Balakrishnan,et.al.. 2011.Does Tax Aggressiveness Reducee Financial Reporting Transparency?. Diakses dari www.google.co.id padatanggal 20 November 2017. Hlaing, K. P. (2012). Organizational Architecture of Multinations and Tax Aggressiveness. Hanlon, M. & Heitzman, S. 2010. A Review of tax research.Journal of accounting and Economics 50, 127-128. Jiménez, Carlos Eriel. (2008). Tax Aggressiveness, Tax Environment Changes, And Corporate Governance. University Of Florida. Yuan, G., R. McIver, dan M. Burrow. 2012. Tax Regimes, Regulatory Change and Corporate Income Tax Aggressiveness in China. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm . (diunduh pada 20 Mei 2018). Harari, M.,O.Sitbon, dan R.Donyets.2012.The Missing Billions:Aggressive TaxPlanning and Corporate Social Responsibility in Israel. www.google.co.id .Diakses Selasa 23 Desember 2017



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954



55



Nur Hidayat.2005. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Frank, M.M., Lynch, L.J., & Rego, S.O. 2008. Tax Reporting Aggressiveness and Its Relation to Aggressive Financial Reporting. Social Science Research Network, 84 (2), 467-496. Slemrod, J. 2004. What does tax aggressiveness signal? Evidence from stock price reactionsto news about tax aggressiveness. Journal of Public Economics. Vol. 93, 126-141. Dyreng, S., M. Hanlon, and E. Maydew. 2008. Long run corporate tax avoidance. The Accounting Review. Vol. 831, 61-82. Christopher S. Armstrong, Jennifer L. Blouin, David F. Larcker.2012.The Incentives for Tax Planning. Journal of Accounting and Economics. Syamsuddin dan Damayanti. (2011). Metode Bahasa.Bandung : Remaja Rosdakarya.



Penelitian



Pendidikan



Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif .Kualitatif Dan R&D.Bandung: Alfabeta. Alfidella, Shindy ,Dana Sulistyo Kusumo, Dawam Dwi Jatmiko S.2015. Pengukuran Usability I-Caring Berbasis ISO 9241-11 Dengan Menggunakan Partial Least Square (PLS).e-Proceeding of Engineering : Vol.2 ,No. 1 April 2015.a. Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling : Metode Alternatif dengan Partial Least Square Edisi 2. Universita Diponegoro.



“PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING” (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2016)” Author: Rahmat Fauzi NPK: A.2014.5.32954