Pengembangan Kerangka Kerja Sistem Manajemen Kinerja + Studi Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengembangan Kerangka Kerja Sistem Manajemen Kinerja Sistem manajemen kinerja dalam perusahaan harus dirancang dengan baik sehingga dapat sesuai dengan keadaan lingkungan perusahaan serta berdasarkan pada visi, misi, dan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. 95% manajer gagal menerjemagkan visi, misi, dan strategi yang telah dirancang ke dalam Sistem Manajemen Kinerja, terutama dalam proses implementasinya selain dikarenakan perbedaan lngkungan perusahaan yang dihadapi dengan kerangka kerja standar yang ada dalam buku, juga karena adanya resistensi dari dalam perusahaan (Neely dkk., 2002). Resistensi yang terjadi dikarenakan adanya sistem pengukuran kinerja yang telah mereka buat sendiri dan sisem tersebut tidak sesuai dengan yang dibuat leh perusahaan. Maka dari itu, manajer perlu memperhatikan keadaan lingkungan perusahaan dalam mengembangkan sistem manajemen kinerja sehingga sistem tersebut dapat terintegrasi dengan baik dengan anggota organisasi seta sesuai dengan visi, misi, dan strategi organisasi. Terdapat tujuh langkah dalam pengembangan kerangka sistem manajemen kinerja, sebagai berikut. 1. Menyelaraskan pengembangan sistem manajemen kinerja dengan strategi perubahan lain dalam perusahaan Tujuan dari langkah ini adalah untuk menetapkan sasaran dari pengembangan Sistem Manajemen Kinerja dalam kerangka peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Dalam proses menyelaraskan pengembangan sistem manajemen kinerja dengan strategi perubahan dan pengembangan lain yang sedang dilakukan perusahaan, terdapat 4 hal yang harus dipertimbangkan yaitu :  Perhatikan program pengukuran yang sudah ada sebelumnya di perusahaan.  Siapkan penjelasan mengapa sistem manajemen kinerja sangat penting bagi peningkatan daya saing perusahaan.  Susun skenario untuk menampung kemungkinan sistem manajemen kinerja berkembang dari rancangan semula, yang pada saat awal perancangan mungkin hanya menyangkut satu bagian kecil atau hanya melibatkan sedikit variabel.  Fleksibel terhadap kemajuan dalam pengembangan sistem manajemen kinerja yang dapat bervariasi serta dapat dipengaruhi oleh kondisi eksternal perusahaan. 2. Menjelaskan tujuan pengembangan dan manfaat sistem manajemen kinerja baru Tujuan dari langkah kedua ini adalah untuk mempersiapkan orang-orang yang akan terlibat dalam perubahan pada saat Sistem Manajemen Kinerja yang telah dirancang tersebut akan diterapkan. Setelah memperkenalkan Sistem Manajemen Kinerja kepada seluruh lapisan karyawan diperusahaan, semua pekerja harus percaya bahwa sedang dilakukan sesuatu yang berbeda. Oleh karena itu, harus dijelaskan keterlibatan Sistem Manajemen Kinerja dalam pekerjaan mereka dan bagaimana Sistem Manajemen Kinerja tersebut akan mereka gunakan. Sistem Manajemen Kinerja tidak hanya digunakan oleh manajemen tetapi juga oleh setiap karyawan. Sangatlah penting bagi karyawan untuk memahami tujuan dari penerapan Sistem Manajemen Kinerja. Secara garis besar, langkah kedua ini meliputi:  Menunjukkan bagaimana sistem manajemen kinerja membantu proses perubahan.  Menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam 2-3 tahun ke depan.  Memberikan pengarahan singkat tentang program perancangan dan penerapan sistem manajemen kinerja.  Mengidentifikasikan karyawan kunci yang akan berperan dalam perancangan dan penerapan sistem manajemen kinerja.  Menjelaskan langkah berikutnya yang akan ditindaklanjuti, yang meliputi tindak lanjut, aturan main, jangka waktu, konsekuensi, dan sebagainya.



3. Memantapkan kesepakatan dalam proses pengembangan dan pemanfaatan sistem manajemen kinerja Tujuan dari langkah ini adalah untuk mengintegrasikan semua level organisasi, mulai dari kelompok kerja, departemen, divisi, dan organisasi keseluruhan. Oleh karena itu, proses pembangunan Sistem Manajemen Kinerja harus dipersepsikan sebagai pendekatan holistik untuk mencapai praktik terbaik (Best Practice) berdasarkan kemitraan (Partnership) dan pemberdayaan (empowerment). Prosedur Langkah ketiga secara ringkas meliputi : a) Kesepakatan membentuk tim yang akan bertanggung jawab dalam forum konsultatif. b) Menentukan titik mula (starting point) pengembangan sistem manajemen kinerja. c) Menyusun rencana kerja publikasi. d) Persetujuan kerangka kerja (framework) untuk pembangunan sistem manajemen kinerja. e) Fokus dalam pembangunan kelompok-kelompok pelaksana: target dan sumber daya yang akan dilibatkan. f) Kontinu menggunakan forum konsultatif sebagai sarana monitoring/fasilitator untuk menyediakan bantuan bagi kelompok pelaksana dan menjamin integrasi pengembangan sistem manajemen kinerja. 4. Melakukan identifikasi faktor keberhasilan yang kritis (critical success factor) bagi perusahaan Aspek apa dalam perusahaan yang kritis untuk mencapai visinya. Memilih faktor keberhasilan yang kritis adalah usaha mengidentifikasikan isu-isu yang menentukan kesehatan dan vitalitas suatu perusahaan. Fakor keberhasilan kunci yang dapat menjadi ukuran keberhasilan perusahaan haruslah yang berada dalam lingkup visi perusahaan, misi perusahaan, nilai-nilai perusahaan, dan rencana strategis yang telah ditetapkan. Untuk menentukan faktor keberhasilan yang kritis ini diperlukan keahlian dan kemampuan dari Manajemen senior. Prosedur langkah keempat meliputi: a) Melakukan proses konsultasi rencana strategis dengan manajemen puncak. b) Mengkaji ulang faktor keberhasilan kritis melalui komunikasi dengan pegawai dan pelanggan. c) Finalisasi faktor keberhasilan kritis yang berhubungan dengan aspek-aspek kinerja perusahaan. d) Mengomunikasikan apa saja faktor keberhasilan kritis tersebut dan mengapa dipilih. e) Menggunakan faktor keberhasilan yang kritis tersebut dalam segi operasi perusahaan, terutama dalam konteks pengembangan sistem manajemen kinerja. 5. Pembentukan tim yang ditugasi memilih sistem manajemen kinerja Sistem Manajemen Kinerja memiliki peranan dalam suatu organisasi, baik secara global, divisional, departemental, maupun kelompok kerja dan individu. Secara global, Sistem Manajemen Kinerja dapat melacak kinerja organisasi organisasi sehingga dapat dilakukan identifikasi faktor keberhasilan kritis, critical success factor (CSF). Sedangkan dalam lingkup divisional, Sistem Manajemen Kineja mencerminkan CSF tetapi mencakup fungsional dalam divisi tertentu. Pada level departemen, Sistem Manajemen Kinerja mencerminkan CSF dan dapat diterapkan dalam departemen tertentu. Selanjutnya, dalam lingkungan kelompok kerja, Sistem Manajemen Kinerja dapat diterapkan dalam proyek-proyek kerja yang sedang dikerjakan oleh kelompok kerja dan tiap-tiap individu dalam kelompok tersebut. Kelompok kerja merupakan level sangat penting dalam pengembangan Sistem Manajemen Kinerja. Kunci utama dalam operasionalisasi rancangan Sistem Manajemen Kinerja terletak pada



kelompok kerja dan individu yang ada didalamnya. Manfaat perusahaan melatih karyawan dalam hubungannya dengan Sistem Manajemen Kinerja adalah agar karyawannya dapat menganalisis proses, dapat mengidentifikasi masalah, melakukan perencanaan, dan mengkaji kembali kinerja individunya dalam periode tertentu. Prosedur langkah kelima meliputi: a) Mengidentifikasi proses, dalam hal ini kelompok kerja dapat memilih Sistem Manajemen Kinerja kelompok kerja mereka sendiri dengan mengulang apa yang telah mereka lakukan dan menganalisis dampaknya terhadap organisasi. b) Mengizinkan sistem manajemen kinerja untuk berkembang. c) Mendorong Sistem Manajmen Kinerja yang dirancang agar mampu terap (applicable), meski tidak sempurna. Kelompok kerja harus didukung dengan memberikan informasi yang valid agar rencananya dapat diterapkan. d) Jangan kehilangan arah karena kepemilikan, dimana sering kali timbul konflik karena masing-masing kelompok merasa bagiannyalah yang paling penting dalam menentukan kinerja perusahaan secara keseluruhan. e) Buat sistem manajemen kinerja yang terintegrasi, yang di mulai dari bawah dan terkait dengan level berikutnya secara langsung. 6. Mengembangkan kerangka display, laporan, dan review pada setiap level dalam perusahaan Nilai Sistem Manajemen Kinerja akan semakin lengkap jika digunakan secara konsisten dalam membantu meningkatkan kinerja individu maupun perusahaan. Nila-Nilai tersebut akan menjadi bahan komunikasi yang andal jika ditunjang dengan penggunaan display yang menarik dan penyusunan laporan yang komunikatif. Prosedur langkah keenam meliputi: a) Melakukan atau menyediakan pelatihan yang sesuai untuk memberdayakan potensi yang tersimpan pada setiap individu sehingga dapat mengembangkan Sistem Manajemen Kinerja yang paling optimal. b) Mempromosikan penggunaan sistem Sistem Manajemen Kinerja yang sistematis dengan melakukan pelatihan dan pengayaan bagi setiap karyawan. c) Menyediakan atau menampilkan grafik yang konsisten untuk menghidari adanya kebingungan dari pembacanya. d) Menggunakan presentasi grafik yang bervariasi bentuknya seperti bar chart, trend graph, run chart, dan sebagainya. e) Memberikan dukungan kepada kelompok kerja untuk menghasilkan display yang paling relevan dengan pekerjaan mereka. f) Melakukan kajian ulang secara regular terhadap hasil dari masing-masing kelompok kerja, departemen, dan divisi 7. Memfasilitasi pemanfaatan sistem manajemen kinerja untuk meningkatkan kinerja perusahaan Sistem Manajemen Kinerja dapat menjadi pengendali bagi penerapan praktik terbaik (Best Practice) dalam organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk mengintegrasikan Sistem Manajemen Kinerja dengan inisiatif perbaikan organisasi yang lebih luas, yang menyangkut perencanaan strategis, daya tawar perusahaan (enterprise bargaining), kaji banding (Benchmarking), dan strategi perubahan lingkungan kerja. Integrasi tersebut dapat dicapai dengan memainkan peran Sistem Manajemen Kinerja dalam inisiatif perbaikan kinerja yang spesifik. Prosedur langkah ketujuh meliputi : a) Secara terhadap memperpanjang penggunaan sistem manajemen kinerja. Sekali sebuah tim memperkenalkan sistem manajemen kinerja nya, perlu dilanjutkan dengan pengembangan tersebut agar dapat diintegrasikan dengan strategi lainnya,



seperti perencanaan strategis, Benchmarking, dan strategi pengembangan daya tawar perusahaan (enterprise bargaining). b) Memperpanjang penggunaan sistem manajemen kinerja melalui konsultasi dengan stakeholder menuju strategi praktik terbaik (best practice). c) Menstandardisasi sistem manajemen kinerja dalam organisasi. Dalam praktiknya, seluruh perangkat sistem manajemen kinerja seharusnya sama untuk Benchmarking, perencanaan strategis, atau untuk keperluan enterprise bargaining. Kerangka Kerja SIstem Manajemen Kinerja Terdapat berbagai macam kerangka manajemen kinerja yang telah diperkenalkan oleh para ahli, salah satuny adalah Balanced Score Card (BSC). BSC marupakan salah satu kerangka kerja yang paling populer di gunakan didunia. Hal ini dikarenakan BSC menganut filosofi ‘All Size’ dan ‘Unisex’ artinya, BSC hanya menyediakan kerangka yang terdiri dari 4 perspektif, yaitu financial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan hanya menyediakan kerangka kerja yang sederhana dan aplikatif tersebut. Namun, terdapat beberapa kritik terhadap kerangka manajemen kinerja berbentuk BSC. Kritik ini dinyatakan oleh asosiasi pengukuran kinerja (Performance Measurement Association). berikut beberapa kritik terhadap BSC. 











 



Berkaitan dengan fokus pada perspektif financial. Tidak semua organisasi semata-mata meletakkan fokus pada pencapaian keberhasilan financial. Bagi Negara-negara Eropa yang pada dasaranya cenderung menganut paham sosialis, perspektif financial yang terlalu kapitalis tidaklah cocok diterapkan. Bisnis telah berubah. Finansial bukan satu-satunya ukuran keberhasilan perusahaan. Masih banyak aspek lain yang menjadi target organisasi seperti pengembangan komunitas, kepedulian lingkungan, kelestarian alam, dan sebagainya yang semuannya itu tidak dapat di rangkum dalam perspektif finansial saja. Berkaitan dengan keterkaitan antarvariabel secara linear yang hanya berdasarkan asumsi atau pemahaman atas keterkaitan antar variabel tersebut tanpa disertai data statistik pendukung berkaitan dengan keterkaitan antarvariabel secara linear yang hanya berdasarkan asumsi atau pemahaman atas keterkaitan antar variabel tersebut tanpa disertai data statistik pendukung. Menyangkut tidak disediakannya ruang untuk kaji banding (Benchmarking). Benchmarking disinggung dalam BSC secara sepintas, namun tidak diberikan telaah yang cukup jelas, bagaimana dan kepada siapa Benchmarking tersebut harus dilakukan. Menyangkut kebingungan dalam pemahaman antara tataran sistem manajemen kinerja dengan strategi operasi. Berkaitan dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.



Pemilihan Variabel Kinerja Pada dasarnya terdapat dua tipe variable kinerja, yaitu : Variabel kuantitatif dan Variabel kualitatif. Variabel kuantitatif berupa angka, sedangkan variable kualitatif berupa kata-kata. Pada umumnya, variable kinerja kuantitatif lebih disukai karena dapat dihitung dan hasilnya lebih objektif. Variabel kinerja kuantitatif biasanya hemat waktu dan tidak menimbulkan interprestasi ganda. Cara termudah dan termurah dalam menentukan variabel kinerja adalah dengan cara mengutip dari daftar variabel yang dikemukakan dalam berbagai buku teks tetapi cara ini tidak disarankan jika kita ingin merancang variabel kinerja yang kontekstual di perusahaan. Salah satu aspek terpenting dalam merancang variabel kinerja adalah jumlah yang seimbang antara variabel yang mengindikasikan kinerja masa lalu, saat ini, maupun masa depan. Kinerja masa lalu menyediakan data hasil yang telah terjadi disebut juga sebagai lagging metrics (ukuran telah lewat). Kinerja saat ini memperlihatkan



kinerja dalam waktu yang pendek, yang saat ini sedang terjadi, sehingga dapat diperbaiki kinerjanya jika di dapati penyimpangan dari target yang telah di tetapkan. Ukuran yang berorientasi masa depan bukanlah prediksi atau ramalan. Tetap merupakan indicator yang memandu kinerja masa lalu dan masa kini agar kinerja masa depan lebih baik. Variabel kinerja masa depan ini justru merupakan variabel terpenting karena akan mendukung pengelolaam perhatiain dari perusahaan saat merancang system manajemen kinerja yang akan diterapkan. Kesalahan tipikal dalam penentuan variabel kinerja yang mungkin dijumpai saat perancangan sistem manajemen kinerja adalah:      



Adanya variabel kritis yang belum tercantum Terlalu banyak variabel Variabel kurang bermakna Salah penekanan terhadap variabel Sukar dalam penerjemahan dan penerapan Bias antara fokus untuk pengendalian versus perbaikan



Terdapat dua jenis variabel pengukuran kinerja ditinjau dari level penentuan dan fungsinya, yaitu strategic dan operasional. Perbandingan keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.



Pengumpulan Data Setelah mengidentifikasikan jenis variabel kinerja yang akan diterapkan adalah pengumpulan data. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika selama proses penentuan variabel kinerja itu sendiri, secara paralel juga diterapkan proses pengumpulan data yang menantinya akan diterapkan. Keberhasilan kegiatan pengumpulan data harus didukung oleh manajemen yang tepat. Ada 7 (tujuh) prinsip yang umumnya digunakan untuk mendapatkan data yang bermutu, yaitu:       



Fokus Objektif Teliti Crosscheck Data mutakhir Lengkap Intrument pengumpulan data valid dan reliabel



Terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengumpulan data, yaitu :



a) Teknik pengambilan sempel teknik pengambilan sampek yang digunakan harus tepat sehingga menghasilkan data yang akurat. berikut resiko kelebihan dan kekurangan sampling dalam pengambilan data. b) Bias Pada setiap metode evaluasi pasti terdapat kemungkinan unsur bias, yang akan menyebabkan pengumpulan data cenderung menggambarkan satu sisi masalah saja. c) Sebaran demografi Aspek yang terkait dengan target populasi dari program sampling yang akan dilakukan. d) Sebaran Geografis Aspek yang terkait dengan target daerah atau tempat program sampling dilakukan. e) Tingkat akurasi Pengumpulan data akan menghasilkan sebagian informasi yang tingkat akurasinya bervariasi. f) Tingkat respons Merupakan rasio dari respons yang diterima terhadap jumlah kuesioner yang disebarkan, aspek ini penting dalam menentukan bias. g) Kecepatan Teknik pengumpulan data yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, perlu ada pertimbangan dalam pemiliha tenik pengumpulan data,sehubungan dengan waktu penggunaan informasi. Metode pengumpulan data yang berbeda akan menghasilkan informasi dan pengertian yang berbeda pula. Pada saat manajer program mulai memilih metode pengumpulan data, harus diingat adanya trade-off dengan metode pengumpulan data dari tipe yang berbeda. Setiap metode yang berbeda akan mengakibatkan bias, cost, response, rate, speed, level of detail, validity, reliability dan memiliki kegunaan yang bervariasi. Beberapa metode pengumpulan data yang biasa digunakan : 1) Data Agen Keuntungan pengambilan data dari data agen diantara lain data telah tersedia dengan harga murah dan prosedur transformasi data ke dalam indikator sudah dikenal oleh hampir semua personel dalam agen tersebut sehingga memudahkan proses pengelolahaan maupun analisisnya. Kekurangan metode ini yaitu jarang dapat memasok data yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dan masih diperlukan modifikasi dari bentuk data mentah menjadi data yang mencerminkan indikator kinerja. 2) Observasi langsung Pengumpulan data melalui mekanisme observasi langsung terlatih memerlukan peninjauan yang mampu menilai kondisi putcome yang dapat diterima oleh mata atau indra fisik lainnya. Langkah-langkah proses implementasi metode observasi langsung mencangkup : a) Menentukan kondisi penilaian b) Mengembangkan skalarating untuk setiap kondisi c) Menentukan fasilitas atau area yang akan dinilai, kapan, dan frekuensi dilakukan d) Memilih dan melatih observer, yang bisa dilakukan oleh siapa pun e) Menguji skala dan observer dalam jumlah kecil di beberapa fasilitas untuk memastikan mereka memberikan rating yang konsisten f) Prosedur supervisi observer, pencatatan, rekaman, dan pemprosesan data terkumpul g) Memimpin proses rating h) Mengembangkan dan menyebarkan laporan temuan dari tiap rangkaian rating periode tertentu dan perubahan dari periode sebelumnya



3) Survai dan wawancara Metode informasi dengan bertanya langsung kepada pihak yang terkait dan data dapat dikumpulkan melalui pertanyaan langsung sehingga diperoleh data kualitatif, kuantitatif, mau pun keduanya. 4) Penelitian berpasangan (pear review) / evaluasi panel oleh para ahli (expert panal evaluation) Pear review atau evaluasi oleh para ahli melalui panel biasanya dilakukan terhadap hasilhasil penelitian dan pengembangan. Kenuntungan dari metode ini anatara lain dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah yabng sangat kompleks. Dapat mengevaluasi proyek yang masih jauh dari tahap kematangan, dan dapat mengakumulasi pendapat para ahli untuk digunakan dalam pengembangn metodelogi. Kerugianya anatara lain memungkinkan timbulnya bias-bias yang menghalangi metode yang telah ada dan peer review jarang sekali digunakan untuk menilai pengaruh suatu progam (subjektif). Cara meningkatkan hasil dari peer review. · Gunakan peer review untuk membantu teknik evaluasi yang lain. · Evaluasi peer review untuk aktivitas R&D yang berbeda didaerah umum. · Peer harus mudah diketahui · Hindari internal peers. · Berhati-hatilah terhadap gangguan fungsi dinamis. · Jika menggunakan skala, lakukan uji validitas dan reabilitas skala tersebut. · Menyediakan pernyaan bias bagi penguji. 5) Cost – Benefit / Cost Effectiveness Studies Dibutuhkan beberapa kumpulan data yang signifikan untuk mengembangkan Cost Benefit Studies dan Cost Effectiveness Studies. Cost-Benefit Studies dilakukan untuk mengevaluasi biaya progam bersama dengan kentungan yang dicapai. Sedangkan Cost Effectiviveness Studies merupakan tipe dari Cost-Benefit Studies diaman biaya progam yang dievaluasi itu identik sehingga hanya dibutuhkan menjalankan Cost-Benefit/Cost Affectiveness Studies yaitu. Life-Cycle, Prospective, dan Retrospective. Factor lain yang juga perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode ini adalah identifikasi biaya dan keuntungam, menilai keuntungan, mengonversikan biaya dan keuntungan menjadi nilai saat ini ( Present Values ). 6) Studi Kasus ( Case Studies ) Studi kasus merupakan metode pengumpulan data dan invormasi dengan menggunakan deskripsi dan analisis atas situasi tertentu, terutama untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut efisiensi dan efektivitas progam sekarang ini. Studi kasus yang baik menyakup : 7) Content Review Content review merupakan metode pengumpulan data yang mengarah pada kodifikasi dan analisis data kualitatif. Dengan pengkodean dan klasifikasi sumber data kualitatif tersebut, dapat dikembangan pengertian atas sejumlah besar analisis kualitatif. 8) File Review Pengkajian ulang terhadap data yang telah dikumpulkan dapat memberikan informasi yang diperlukan, yang terutama berhubungan dengan evaluasi progam. Meskipun terdapat begitu banyak berkasi (file), file review, biasanya membantu untuk kasus-kasus tertentu seperti informasi yang berkaitan dengan demografis. Dengan file review yang teliti, akan di temukan kunci pengukuran kinerja atau laporan yang di kehendaki. 9) Focus Grup Focus grup merupakan sebuah kelompok kecil yang dibentuk untuk mengumpulkan informasi yang mendalam serta cepat dan umumnya melibatkan pihak ketiga. Kegunaan focus grup antara lain menghasilkan hipotesis penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk



penelitian lebih lanjut dan dapat di uji menggunakan pendekatan kuantitatif, memicu timbulnya ide baru dan konsep kreatif, mendiagnosis masalah-masalah sedang dihadapi, mengetahui dan mempelajari bagaimana respoden mendeskripsikan pandangan mereka, mengelola hasil kuantitatif yang sudah dicapai sebelumnya, serta menjadi forum bagi stakeholder untuk menuangkan pandangan mereka dan berpartisipasi dalam proses yang berlangsung. Studi Kasus ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE BALANCED SCORECARD PADA PT. RIA BUSANA MEDAN Balanced Scorecard mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui keempat perspektif tersebut, Balanced Scorecard menghubungkan dan mengukur pengendalian operasional jangka pendek dalam visi dan strategi bisnis jangka panjang. Keempat perspektif Balanced Scorecard menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Penelitian ini dilakukan pada PT. Ria Busana di Medan. Perumusan masalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja perusahaan jika diukur dengan metode Balanced Scorecard (BSC) melalui empat perspektif yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Untuk mengukur balanced scorecard dari perspektif pelanggan dan proses bisnis internal, penelitian ini menggunakan populasi para pelanggan PT. Ria Busana dan seluruh karyawan PT. Ria Busa. Pengukuran perspektif keuangan, menggunakan variabel rasio keuangan, yaitu rasio profitabilitas dan rasio likuiditas. Rasio-rasio keuangan yang digunakan meliputi Return on Investment (ROI), Gross Profit Margin, dan, Operating Ratio. Pengukuran perspektif pelanggan dilakukan dengan menggunakan retensi pelanggan. Pengukuran retensi pelanggan pada perspektif ini adalah tingkat kemampuan perusahaan dalam mempertahankan hubungannya dengan pelanggan. Retensi pelanggan adalah tingkat ukuran kepuasan pelanggan yang dipilih perusahaan dalam mengidentifikasi jika konsumen tersebut merasa puas, maka diharapkan akan terus menjadi pelanggan tetap. Pengukuran perspektif bisnis internal dilakukan dengan cara pengukuran inovasi, untuk mengetahui jumlah produk/jasa yang ditawarkan perusahaan dibandingkan dengan produk/jasa yang sudah ada. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan, maka semakin baik pula inovasi yang ditawarkan perusahaan. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran mengidentifikasi struktur yang harus dibangun dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kinerja dalam jangka waktu yang panjang. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan mengukur tingkat kepuasan karyawan terhadap suatu perusahaan. Dalam perspektif ini pengukuran dilakukan peneliti dengan cara menyebarkan kuesioner kepada karyawan. Berikut table hasil pengukuran Balanced Score Card PT. Ria Busana.



Daftar Pustaka https://repository.unikom.ac.id/30473/1/vol-6-artikel-1.pdf https://www.ejournal.lmiimedan.net/index.php/jm/article/view/33/31