Penggolongan Masyarakat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Misalnya jika masyarakat menghargai kekayaan material daripada kehormatan maka mereka yang memiliki kekayaan tinggi akan menempati kedudukan yang tinggi dibandingkan pihak-pihak lainnya. Gejala tersebut akan menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal. Bentuk-bentuk kongkrit lapisan-lapisan pada masyarkat sangatlah berbeda dan banyak. Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis, dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya, dimana ketiganya saling mempengaruhi. Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam realitanya hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem lapisan dengan sengaja dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sehingga suatu organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya lapisan sosial dalam masyarakat tersebut. Filosof Aristoteles (Soekanto, 2003:227) mengatakan bahwa zaman dahulu di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang berada di tengah-tengah. Membuktikan bahwa zaman itu dan sebelumnya orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas. Barang siapa yang mempunyai sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka yang hanya sedikit



1



sekali atau tidak memiliki sesuatu berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan sebutan stratifikasi sosial (social stratification). Ini merupakan pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Kelas sosial tersebut dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Adanya lapisan masyarakat sangat berperan penting dalam aktivitas sosial individu atau kelompok dalam suatu organisasi sosial. Tanpa lapisan sosial dalam masyarakat maka masyarakat itu akan menarik untuk dilihat, dikenal, dan dipelajari. Lapisan masyarakat sudah ada sejak dulu, dimulai sejak manusia itu mengenal adanya kehidupan bersama dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara yang pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak dan bukan budak, pembagian kerja bahkan pada pembedaan kekayaan. Semakin maju dan rumit teknologi suatu masyarakat, maka semakin kompleks sistem lapisan masyarakat. Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyarkat berbeda-beda dan sangat banyak. Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis, dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya, dimana ketiganya saling mempengaruhi. Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam realitanya hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem lapisan dengan sengaja dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sehingga suatu organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya lapisan sosial dalam masyarakat tersebut.



2



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa yang Dimaksud dengan Penggolongan Dalam Masyarakat? 2. Bagaimanakah



Konsep



Penggolongan



yang



ada



pada



Masyarakat? 3. Bagaimanakah Penggolongan Masyarakat di Indonesia?



1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk Mengetahui Apa yang Dimaksud dengan Penggolongan dalam Masyarakat. 2. Untuk Mengetahui Konsep Penggolongan pada Masyarakat. 3. Untuk Mengetahui Bagaimana Penggolongan Masyarakat di Indonesia.



3



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Penggolongan Masyarakat Dalam masyarakat dapat dijumpai orang-orang yang termasuk golongan kaya, sedang, dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa di dalam masyarakat terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Dalam sosiologi, pengelompokan masyarakat berdasarkan tingkatantingkatan tertentu itu disebut dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial secara umum dapat diartikan sebagai pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara vertikal. Stratifikasi sosial merupakan gejala sosial yang sifatnya umum pada setiap masyarakat. Bahkan pada zaman Yunani Kuno, Aristoteles (384–322 SM)



telah menyatakan



bahwa di dalam tiap-tiap negara selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengahtengahnya. Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat



dibedakan



berdasarkan status



yang



dimilikinya. Stratifikasi berasal dari kata stratum yang berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak. Sebagaimana Pitirin A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sebagai pembedaan penduduk atau anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis. Sedangkan menurut Bruce J. Cohen sistem stratifikasi akan menempatkan setiap individu pada kelas sosial yang sesuai berdasarkan kualitas yang dimiliki. Sementara Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan



pelapisan



sosial



adalah



kekayaan (materi



atau



kebendaan),ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan. Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi



4



tentang sistem lapisan sosial masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan dua unsur baku dalam lapisan sosial dan mempunyai arti penting dalam bagi sistem sosial. Yang diartikan sebagai sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal-balik antara individu dalam masyarakat dan tingkah laku individuindividu tersebut. Berikut ini merupakan definisi stratifikasi sosial menurut para ahli, yaitu menurut: a. Pitirim A. Sorokin Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat. Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah. Menurut Sorokin, dasar dan inti dari lapisanlapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, dan tanggung-jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota masyarakat. b. Max Weber Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orangorang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise. c. Cuber Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori



dari hak-hak yang berbeda



d. Drs. Robert. M.Z. Lawang Sosial



Stratifikasi



adalah



penggolongan



orang-orang



yang



termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise. e. P.J. Bouman Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.



5



f. Soerjono Soekanto Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. g. Bruce J. Cohen Stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai. h. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt Stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat. Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial sering kali di samakan, padahal di sisi lain pengertian antara stratifikasi sosial dan kelas sosial terdapat perbedaan. Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi sosial dan kelas sosial akan melahirkan pemahaman yang rancu. Stratifikasi sosial lebih merujuk pada pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata dalam heirarki secara vertical. Membicarakan stratifikasi sosial berarti mengkaji posisi atau kedudukan antar orang atau sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat. Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang anggotaanggota memiliki orientasi politik, nilai budaya, sikap dan prilaku sosial yang secara umum sama.



2.2 Konsep Penggolongan Masyarakat (Stratifikasi Sosial) A. Bentuk Penggolongan Masyarakat(Stratifikasi Sosial) Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar. Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk stratifikasi sosial menurut beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial, dan politik.



6



1. Stratifikasi Berdasarkan Kriteria Ekonomi Pelapisan



sosial



demikian



terjadi



pada



masyarakat



perkotaan dimana masyarakatnya memiliki sikap kritis yang tinggi dan tingkat heterogen yang tinggi pula. Pelapisan ekonomi dibentuk secara sengaja didasarkan pada kualifikasi pendidikan yang didasarkan akan kepemilikan harta benda. Stratifikasi demikian juga dibentuk untuk memenuhi kebutuhan kerja dalam bidang ekonomi. Stratifikasi berdasarkan ekonomi dibagi menjadi tiga kelas sosial yaitu: a) Kelas Atas (Upper Class) Kelompok masyarakat yang memiliki kekayaan material di atas rata-rata. Masyarakat demikian adalah seperti pengusaha, pejabat, dan lain-lain. b) Kelas Menengah (Middle Class) Kelompok masyarakat yang memiliki kekayaan material rata-rata. Masyarakat demikian biasa profesinya sebagai pegawai biasa dan karyawan kantor, dan lain-lain. c) Kelas Bawah (Low Class) Kelompok masyarakat yang memiliki kekayaan material di bawah rata-rata. Masyarakat demikian adalah sopir becak, buruh, dan lain-lain. Semakin tinggi kelas, maka semakin sedikit warga masyarakat yang termasuk di dalamnya. Sebaliknya, semakin rendah kelas maka semakin banyak warga masyarakat yang dapat digolongkan di dalamnya. Hal tersebut juga berlaku pada bentukbentuk stratifikasi masyarakat dengan kriteria sosial dan politik.



7



Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi tiga kelas yaitu sebagai berikut. a) Golongan Sangat Kaya Golongan pertama ini merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Golongan sangat kaya terdiri dari pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan. b) Golongan Kaya Golongan kaya merupakan golongan kedua dan cuku banyak terdapat dalam masyarakat, misalnya pedagang. c) Golongan Miskin Golongan ketiga ini merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat dan kebanyakan adalah rakyat biasa. Sedangkan Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan yaitu sebagai berikut. a) Golongan Kapitalis/Borjuis Golongan kapitalis/borjuis merupakan golongan orang-orang yang menguasai tanah alat produksi. b) Golongan Menengah Golongan menengah terdiri dari para pegawai peemrintah. c) Golongan Proletar Golongan proletar adalah orang-orang yang tidak mempunyai tanah dan alat produksi.



8



Namun, menurut Karl Marx, dalam kenyataannya golongan menengah merupakan pembela setia kaum kapitalis sehingga golongan menengah cenderung dimasukkan ke dalam golongan kapitalis. Oleh sebab itu, hanya terdapat dua golongan masyarakat yaitu golongan kapitalis/borjuis dan golongan proletar. 2. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial Stratifikasi sosial atas dasar kriteria sosial adalah perbedaan anggota masyarakat



ke dalam kelompok tingkatan sosial



berdasarkan status sosialnya. Misalnya sebagai berikut. a. Sistem kasta pada masyarakat Hindu yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra. b. Sistem pelapisan berdasarkan ukuran keahlian Astrid S. Susanto, yaitu: 1. Elit, 2. Profesional, 3. Semi propesional, 4. Tenaga terampil, 5. Tenaga semi terampil, dan 6. Tenaga tidak terlatih atau tidak terdidik.  Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal Masyarakat feodal merupakan masyarakat



pada situasi



praindustri, yang menurut sejarahnya merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya dengan tuan tanah. Hubungan antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara yang memerintah dengan yan diperintah, dan interaksinya sangat terbatas. Kemudian semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan terjadilah perpecahan antargolongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi stratifikasi social sebagai berikut:



9



4. Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat. 5. Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai pemerintahan. 6. Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.  Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta Masyarakat kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih tegas lagi. Hubungan antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum masyarakatnya. Hal demikian terjadi pada masyarakat kasta di India. Istilah untuk kasta di India adalah yati, dan sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun secara hierarkis dari atas ke bawah, yaitu brahmana, ksatria, vaisya, dan sudra. Kasta brahmana adalah kasta yang terdiri atas para pendeta dan dipandang sebagai kasta tertinggi. Ksatria merupakan kasta yang terdiri atas para bangsawan dan tentara, serta dipandang sebagai kelas kedua. Vaisya merupakan kasta yang terdiri atas para pedagang, dan dipandang sebagai lapisan ketiga. Sedangkan sudra merupakan kasta yang terdiri atas orangorang biasa (rakyat jelata). Di samping itu terdapat orangorang yang tidak berkasta atau tidak termasuk ke dalam varna. Mereka itu adalah golongan paria. Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan bahwa ciri-ciri kasta adalah sebagai berikut: a. Keanggotaan berdasarkan kewarisan atau kelahiran. Dalam kasta, kualitas seseorang tidak menjadi sebuah perhitungan. b. Keanggotaan berlangsung seumur hidup, kecuali jika dikeluarkan dari kastanya. c. Perkawinan bersifat endogen dan harus dipilih orang yang sekasta.



Seorang



laki-laki



dapat



menikah



dengan



perempuan yang kastanya lebih rendah, tetapi tidak dapat menikah dengan perempuan yang memiliki kasta lebih tinggi.



10



d. Hubungan antarkasta dengan kelompok sosial lainnya sangat terbatas. e. Kesadaran keanggotaan suatu kasta tampak nyata antara lain pada nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, dan penyesuaian yang ketat terhadap norma kasta. f. Terikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional ditetapkan. Artinya kasta yang lebih rendah kurang mendapatkan



akses



dalam



bidang



pendidikan



dan



kesejahteraan, apalagi menduduki jabatan penting dalam pemerintahan. g. Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan. h. Kasta yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta yang lebih



tinggi,



sehingga



dalam



kesehariannya



dapat



dikendalikan secara terus-menerus. Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta dapat kita jumpai pada masyarakat Bali. Namun demikian, pengkastaannya tidak terlalu kaku dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut. a. Brahmana, Merupakan tingkatan kasta tertinggi di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pemuka agama. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Ida Bagus untuk lakilaki dan Ida Ayu untuk perempuan. b. Ksatria, Merupakan tingkatan kedua setelah brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para bangsawan. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Cokorda, Dewa, atau Ngahan.



11



c. Waisya, Merupakan tingkatan ketiga setelah ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini adalah para pedagang. Gelar bagi orangorang yang termasuk dalam kasta ini adalah Bagus atau Gusti. d. Sudra, Merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh para pekerja atau buruh. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah Pande, Kbon, atau Pasek.  Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal perbedaan warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di Afrika Selatan, di mana ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras kulit hitam. Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi berbagai bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politik apartheid. Dalam politik apartheid, seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah orang itu termasuk kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras kulit hitam yang mayoritas. Untuk mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, ras kulit putih mengembangkan teori rasisme disertai dengan tindakan di luar perikemanusiaan. 



Stratifikasi di bidang pendidikan antara lain sebagai berikut. 1. Pendidikan sangat tinggi (propesor dan doktor). 2. Pendidikan tinggi (sarjana dan mahasiswa). 3. Pendidikan menengah (SLTP dan SMA).



12



4. Pendidikan rendah (SD). 5. Tidak berpendidikan (buta hurup). 3. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik Bentuk stratifikasi demikian didasarkan pada kekuatan kekuasaan (power) yang dimiliki individu di mata masyarakat. Kekuatan ini didapatkan karena adanya simpatik dari masyarakat untuk mendukungnya dalam even politik seperti pemilu. Dengan demikian maka timbul suatu prespektif antara yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam masyarakat bentuk stratifikasi demikian terjadi karena adanya interaksi antara individu dalam bidang politik. Misalnya,



dalam



masyarakat



bernegara



bahwa



terjadinya



stratifikasi ini terjadi setelah adanya pemilu yang dilakukan oleh masyarakat suatu negara tersebut. Kemudian terbentuknya suatu kekuasaan yang tersusun sesuai pemenangnya. Pelapisan dalam masyarakat berdasarkan kriteria berarti pembedaan penduduk atau warga menurut pembagian kuasa. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak atau kemampuan yang ada pada pemegang kekuasaan. Dalam stratifikasi politik menghasilkan dua kelas, yaitu sebagai berikut: 1. Kelas penguasa Kelas ini terdiri atas sekelompok elit yang jumlahnya sedikit. Di tangan kelas penguasa itulah wewenang untuk mengatur gerak masyarakat berada. Anggota kelas penguasa memiliki bahwa kelompoknyalah yang berwenang mengatur. Mereka bersatu dan tidak setiap orang dapat menjadi anggota kelas itu. Sifat kelas penguasa yang demikian, terjadi pada sistem masyarakat yang hidup dalam pemerintahan feodal dan otoriter.



13



2. Kelas yang Dikuasai Kelas ini terdiri atas warga masyarakat kebanyakan. Mereka menjadi objek kekuasaan serta tidak mempunyai wewenang untuk mengatur. Mereka harus tunduk kepada semua aturan yang telah dibuat dan diputuskan oleh penguasa, serta menjadi objek kekuasaan. Menurut Mac Iver, ada tiga pola umum sistem pelapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan yaitu tipe kasta, oligarkis, dan demokratis. Tiga pola umum pelapisan kekuasaan menurut Mac Iver adalah sebagai berikut. a. Tipe Kasta Sistem stratifikasi kekuasaan tipe kasta proses terbentuknya berdasarkan keturunan. Kekuasaan yang bertingkat didasarkan atas ajaran dalam agama Hindu. Dalam tipe ini bahwa tidak akan terjadi mobilitas sosial. b. Tipe Oligarkis Sistem stratifikasi menurut tipe oligarkis dasar pembentukannya adalah perbedaan kelas sosial dalam masyarakat. Dalam sistem ini juga memberikan ketegasan akan tingkatan yang ada. Hal ini memang sama dengan sistem kasta bahwa dasar untuk mendapatkan posisinya adalah keturunan. Sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya perpindahan akan kekuasaan. c. Tipe Demokratis Bentuk stratifikasi demikian yang sering ditemukan dalam masyarakat di dunia. Demokrasi sudah menjadi paham yang sering dianut oleh masyarakat. Hal ini



14



berkaitan dengan adanya kebebasan dalam mencapai status tertentu dalam masyarakat. Pada sistem ini memberikan



keterbukaan



bagi



masyarakat



untuk



menduduki pada tingkatan tertentu. Jika seorang individu mampu berjuang dan dapat dapat memiliki kemampuan untuk menjabat pada posisi tertentu maka ia akan layak untuk duduk pada posisi yang terhormat. Dan sebaliknya jika orang tidak mampu maka akan menduduki pada posisi di bawah. Sistem stratifikasi demikian biasanya terjadi pada masyarakat modern yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi. Selain pola pada umumnya sistem pelapisan kekuasaan tersebut, perlu diketahui juga sistem pelapisan kekuasaan yang berlaku pada masyarakat feodal. Raja merupakan tokoh sentral yang penuh dengan kekuasaan dan priviege (hak-hak istimewa). Kekuasaan dan priviege yang lebih rendah dari yang ada pada raja, semakin jauh dari lingkaran keluarga raja, maka semakin berkurang kekuasaan dan hak-hak istimewa maupun prestise (kehormatan) yang dimiliki oleh seseorang. B. Faktor Pendorong Terciptanya Stratifikasi Sosial Beberapa kondisi umum yang mendorong terciptanya stratifikasi sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan ras dan budaya. Ketidaksamaan ciri biologis, seperti warna kulit, latar belakang etnis, dan budaya telah mengarah pada lahirnya stratifikasi dalam masyarakat. Dalam hal ini biasanya akan terjadi penguasaan grup yang satu terhadap grup yang lain. 15



2. Spesialisasi Pembagian tugas dalam hampir semua masyarakat menunjukkan sistem pembagian tugas yang bersifat spesialisasi. Posisi-posisi dalam spesialisasi ini berkaitan dengan perbedaan fungsi stratifikasi dan kekuasaan dari order sosial yang muncul.



3. Kejarangan. Stratifikasi lambat laun terjadi, karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka. Kelangkaan ini terasa apabila masyarakat mulai membedakan posisi, alatalat kekuasaan, dan fungsi-fungsi yang ada dalam waktu yang sama. Jadi, suatu kondisi yang mengandung perbedaan hak dan kesempatan di antara para anggota dapat menciptakan stratifikasi. Sementara itu, Koentjaraningrat mengatakan ada tujuh hal yang dapat mengakibatkan atau melahirkan stratifikasi social dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut: 1. Kualitas dan kepandaian. 2. Kekuasaan dan pengaruhnya. 3. Pangkat dan jabatan. 4. Kekayaan harta benda. 5. Tingkat umur yang berbeda. 6. Sifat keaslian. 7. Keanggotaan kaum kerabat kepala masyarakat.



Menurut Max Webber, pelapisan sosial atau stratifikasi social ditandai dengan adanya beberapa hal berikut ini.



a. Persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib. Peluang untuk hidup masing-masing orang ditentukan oleh kepentingan ekonomi yang berupa penguasaan barang serta kesempatan memperoleh penghasilan dalam kehidupan. b. Dimensi kehormatan, maksudnya manusia dikelompokkan dalam kelompok-kelompok berdasarkan peluang untuk hidup yang



16



ditentukan oleh ukuran kehormatan. Persamaan kehormatan status terutama dinyatakan melalui persamaan gaya hidup. c. Kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan menurut Webber adalah suatu peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal, meskipun mengalami pertentangan dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal tersebut. C. Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu sistem stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka. a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social Stratification) Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau tidak memberi kemungkinan seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan sosial yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam sistem ini, satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari suatu strata tertentu dalam masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain, anggota kelompok dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak sosial yang bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok hanya dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal. Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah sistem kasta pada masyarakat Bali. Di Bali, seseorang yang sudah menempati kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa pindah ke kasta yang lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke kasta yang ada di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota tersebut. b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification) Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi kemungkinan kepada seseorang untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai dengan kecakapan, perjuangan, maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung akan jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru 17



akan memberikan rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk dijadikan landasan pembangunan dari sistem yang tertutup. Dengan kata lain, masyarakat dengan sistem pelapisan social yang bersifat terbuka ini akan lebih mudah melakukan gerak mobilitas sosial, baik horizontal maupun vertikal. Tentu saja sesuai dengan besarnya usaha dan pengorbanan yang dikeluarkan untuk mencapai strata tertentu.



D. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Dalam suatu masyarakat, stratifikasi sosial terdiri atas dua unsur, yaitu sebagai berikut: 1. Kedudukan (Status) Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajibankewajiban dan berbagai aktivitas lain, yang sekaligus



merupakan



tempat



bagi



seseorang



untuk



menanamkan harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi sosial seseorang dalam suatu hierarki. Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima criteria yang digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat, yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas. Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita mengenal tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status. a) Ascribed status Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu. Status sosial ini biasanya diperoleh karena warisan,



18



keturunan, atau kelahiran. Contohnya seorang anak yang lahir dari lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha, dengan sendirinya ia sudah memiliki status sebagai bangsawan. b) Achieved Status Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu. Atau dengan kata lain status ini diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum dan memenuhi



persyaratan-persyaratan



yang



memerlukan usaha-usaha tertentu. c) Assigned Status Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya terhadap pihak lain. Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh orang atau kelompok tersebut. Misalnya gelargelar seperti pahlawan revolusi, peraih kalpataru atau adipura, dan lainnya. 2. Peranan (Role) Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Dalam kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan. Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu



19



dalam masyarakat. Ada tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut: a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c. Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan peranan sosial tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan hidup di masyarakat. Dalam setiap struktur,



ia



memiliki



kedudukan



dan



menjalankan



peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan peranan mencakup tiap-tiap unsur dan struktur sosial. Jadi, kedudukan menentukan peran, dan peran menentukan perbuatan (perilaku). Dengan kata lain, kedudukan dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan



masyarakat



kepadanya.



Semakin



banyak



kedudukan dan peranan seseorang, semakin beragam pula interaksinya dengan orang lain. E. Teori-teori Stratifikasi Sosial Ada beberapa teori yang harus kita pahami dalam memplajari stratifikasi sosial: 1. Teori Evolusioner-Fungsionalis Dikemukakan oleh ilmuwan sosial yaitu Talcott parsons. Dia menganggap bahwa evolusi sosial secara umum terjadi karena sifat



kecenderungan



masyarakat



disebutnya sebagai ”kapitalis adaptif”. 20



untuk



berkembang,



yang



2. Teori Surplus Lenski Sosiolog Gerhard Lenski mengemukakan bahwa makhluk yang mementingkan diri sendiri dan selalu berusaha untuk mensejahterakan dirinya. 3. Teori Kelangkaan Teori kelangkaan beranggapan bahwa penyebab utama timbul dan semakin intensnya stratifikasi disebabkan oleh tekanan jumlah penduduk. 4. Teori Marxian Menekankan pemilikan kekayaan pribadi sebagi penentu struktur strtifikasi. 5. Teori Weberian Menekankan



pentingnya



dimensi



stratifikasi



tidak



berlandaskan dalam hubungan pemilikan modal. Dengan demikian, ada 5 teori yang harus kita ketahui dalam stratifikasi sosial, diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang mengarah kepada kecenderungan



perkembangan



masyarakat,



teori Surplus



Lenski yang mengarah kepada egoisme, teori Kelangkaan yang mengarah



kepada



tekanan



jumlah



penduduk,



teoriMarxian mengarah kepada kekayaan seseorang menentukan stratifikasi sosial, sedangkan teori Weberian yang menagarah kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan. F. Fungsi Stratifikasi Sosial Dalam hidup bermasyarakat, secara tidak langsung setiap anggota masyarakat digolongkan ke dalam beberapa lapisan berdasarkan kriteria tertentu, seperti harta, kepemilikan tanah, pendidikan, dan lain-lain. Dalam kenyataannya, stratifikasi sosial mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Stratifikasi sosial menyusun alat bagi masyarakat dalam mencapai beberapa tugas utama. Hal ini dilaksanakan dengan mendistribusikan prestise maupun privelese (hak yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam sebuah strata). Setiap strata ditandai dengan pangkat atau



21



simbol-simbol yang nyata yang menunjukkan rangking, peranan khusus, dan standar tingkah laku dalam kehidupan. Semuanya



diorganisir



untuk



melaksanakan



tugasnya



masing-masing. Penghargaan masyarakat terhadap orangorang yang menduduki dan melaksanakan tugasnya dapat dipandang sebagai insentif yang dapat menarik mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. 2. Stratifikasi sosial menyusun, mengatur, serta mengawasi saling hubungan di antara anggota masyarakat. Peranan, norma, dan standar tingkah laku dilibatkan dan diperhatikan dalam setiap hubungan di antara strata yang ada di dalam masyarakat.



Stratifikasi



sosial



cenderung



mengatur



partisipasi individu dalam kehidupan secara menyeluruh dalam suatu masyarakat. Ia memberi kesempatan untuk memenuhi dan mengisi tempat-tempat tertentu, dan pada pihak lain ia juga dapat membatasi ruang gerak masyarakat. Tetapi terlepas dari tinggi rendahnya strata yang dimiliki seseorang,



stratifikasi



berfungsi



untuk



mengatur



partisipasinya di tempat-tempat tertentu dari kehidupan social bersama. 3. Stratifikasi sosial memiliki kontribusi sebagai pemersatu dengan



mengoordinasikan



serta



mengharmonisasikan



unitunit yang ada dalam struktur sosial itu. Dengan demikian, ia berperan dalam memengaruhi fungsi dari berbagai unit dalam strata sosial yang ada. 4. Stratifikasi sosial mengategorikan manusia dalam stratum yang berbeda, sehingga dapat menyederhanakan dunia manusia dalam konteks saling berhubungan di antara mereka. Dalam kelompok primer, fungsi ini kurang begitu penting karena para anggota saling mengenal secara dekat. Namun demikian, ia menjadi sangat penting bagi kelompok sekunder. Hal ini disebabkan para anggota tidak saling



22



mengenal, sehingga sulit untuk menetapkan aturan tingkah laku mana yang akan digunakan dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya stratifikasi, kesulitan ini relatif dapat diatasi.



2.3 Stratifikasi Sosial di Indonesia Indonesia merupakan bangsa yang memiliki karakteristik masyarakat yang majemuk. Kemajemukan tersebut yang menghasilkan adanya stratifikasi sosial atau pengelompokan suatu masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu secara vertikal. Stratifikasi sosial sebenarnya sudah ada sejak jaman Indonesia di jajah oleh Belanda dan Jepang. Koloni mengelompokkan masyarakat Indonesia ke dalam golongan-golongan tertentu sesuai dengan rasnya. Akan tetapi di jaman sekarang, stratifikasi sosial tidak lagi dikelompokkan berdasarkan ras. Stratifikasi sosial di Indonesia lebih mengarahkan penggolongan suatu masyarakat yang dinilai dari segi status sosialnya seperti jabatan, kekayaan, pendidikan atau sistem feodal pada masayarkat Aceh dan kasta pada masyarakat Bali. Sedangkan ras, suku, klan, budaya, agama termasuk ke dalam penggolongan secara horizontal. Terdapatnya masyarakat majemuk di Indonesia tidak serta muncul begitu saja, akan tetapi karena faktor-faktor seperti yang dijelaskan dalam artikel Nasikun (1995) yaitu, pertama keadaan geografis yang membagi Indonesia kurang lebih 3000 pulau. Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia memiliki suku budaya yang banyak seperti Jawa, Sunda, Bugis, Dayak, dan lain-lain. Kedua ialah Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik yang mneyebabkan adanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia seperti Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Dan ketiga ialah iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama yang menyebabkan perbedaan mata pencaharian antar wilayah satu dengan wilayah lainnya. Sehingga hal tersebut pula dapat membedakan moblitas suatu masyarakat satu dengan masyarakat lainnya dalam kondisi wilayah yang berbeda. Kemudian Pierre L. van den Berghe dalam artikel Nasikun (1995) menyebutkan karaktistik dari masyarakat majemuk ialah sebagai berikut:



23



1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain. 2) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembagalembaga yang bersifat nonkomplementer 3) Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar 4) Secara relatif, seringkali terjadi konflik di antara kelompok satu dengan kelompok lainnya 5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi 6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya. Masyarakat majemuk tentu rentan terhadap adanya konflik. Hal tersebut dikarenakan etnosentrisme suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lainnya. Hal tersebut dirasa wajar mengingat terdapat banyaknya suku budaya yang ada di Indonesia yang masing-masing dari suku tersebut merasa bahwa sukunya lebih dominan dari suku lain. Seperti pernyataan dari pendekatan konflik, bahwa masyarakat majemuk terintegrasi di atas paksaan dari suatu kelompok yang lebih dominan dan karena ada saling ketergantungan antar kelompok dalam hal ekonomi (Nasikun 1995, 64). Kelangsungan hidup suatu masyarakat Indonesia tidak saja menuntut tumbuhnya nilai-nilai umum tertentu yang disepakati bersama oleh sebagian besar orang akan tetapi lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka hayati melalui proses sosialisasi (Nasikun 1995, 65). Sehingga dari proses sosialisasi yang ditanamkan sejak dini, dapat mengurangi resiko konflik antar masyarakat dalam pandangan yang etnosentris. Dari pandangan penulis dapat disimpulkan bahwa, stratifikasi yang terdapat di dalam bangsa Indonesia seharusnya dapat dimengerti secara bijak. Kemunculan sistem penggolongan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok tertentu tidak begitu saja muncul di atas kemajemukan suatu bangsa. Ada sebuah hal yang dihargai dalam suatu kelompok masyarakat yang menyebabkan stratifikasi sosial itu dibutuhkan. Dan pluralitas yang terdapat



24



dalam bangsa Indonesia seperti perbedaan agama, suku, budaya dan ras seharusnya tidak dijadikan sebuah masalah mengingat semboyan yang selalu ditanamkan oleh masyarakat Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Dan pasca merdekanya Indonesia, menurut penulis perbedaan-perbedaan tersebut semakin membesar mengingat bahwa suatu masyarakat di dalam suatu wilayah akan terus berkembang.



25



BAB III PENUTUP



3.1 Simpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penggolongan masyarakat atau stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat atau penduduk berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan secara bertingkat berdasarkan dimensi kekuasaan, previllege dan prestise. Stratifikasi sosial terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu stratifikasi tertutup, terbuka maupun campuran. Stratifikasi tertutup yaitu seseorang ketika sudah tergolong menjadi kelas tinggi, dia tidak akan menjadi kelas bawah dan sebaliknya. Stratifikasi terbuka yaitu seseorang yang berada dikelas bawah bisa naik ke kelas atas dengan usahanya yang bersungguh-sungguh. Sedangkan stratifikasi campuran yaitu seseorang awalnya dihormati karena terdapat didalam kelas atas, namun tiba-tiba berbalik arah karena harus menyesuaikan tempat ia tinggal. Dalam dimansi stratifikasi sosial ada 4 yang dapat tergolongkan, yaitu kekayaan, kekuasaan, ehormatan, ilmu pengetahuan. Semuanya akan berdampak terwujudnya hukum rimba, dimana yang tergolong menjadi kelas atas sepenuhnya akan memegang peranan kelas bawah. Didalam stratifikasi sosial ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu: metode obyektif yang mengarah kepada secara fisiknya, metode subyektif yang mengarah pada kedudukan dalam masyarakat sedangkan metode reputasi mengarah kepada penyesuaian seseorang dalam bermasyarakat. Disamping adanya pendekatan, dalam stratifikasi juga ada teori. Ada 5 teori yang harus kita ketahui dalam stratifikasi sosial, diantaranya teori Evolusioner-Fungsionalis yang



mengarah



kepada



kecenderungan



perkembangan masyarakat, teori Surplus Lenski yang mengarah kepada egoisme, teori Kelangkaan yang mengarah kepada tekanan jumlah penduduk, teori Marxian mengarah kepada kekayaan seseorang menentukan stratifikasi sosial, sedangkan teori Weberian yang menagarah kepada stratifikasi tidak berlandasan kepemilikan.



26



Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial. Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar. Bentuk stratifikasi sosial dibagi menjadi beberapa criteria yaitu ekonomi, sosial, dan politik. 3.2 Saran Melalui pembuatan makalah ini penulis mengharapkan masyarakat tidak bersifat tertutup, namun lebih bersifat terbuka dalam melakukan gerak sosial agar tercipta kehidupan sosial yang selaras tanpa adanya diskriminasi. Dan perlu kita perhatikan bahwa stratifikasi sosial bukan halangan bagi kita untuk menjadi lebih baik. Maka sifat optimis dan merasa cukup dalam hal ini sangat diperlukan



27



DAFTAR PUSTAKA Horton, Paul B; dan Hunt, Chester L. 1990. Sosiologi. Jakarta 10430: Penerbit Erlangga. Soekanto, Soerjono. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: CV. Rajawali. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010). Saptono, dan Bambang Suteng Sulasmono. 2007. Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama. Soelaeman, M. Munandar. 2006. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Refika Aditama. Sumber Internet Diakses Pada 1 April 2017 www.ilmusosiologi.com/.../lapisan-lapisan-dalam-masyarakat.html. http://www.ilmusosilogi.com/2014/11/fungsi-stratifikasi-sosial-dimasyarakat.html



28