Pengukuran Beda Tinggi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengukuran Beda Tinggi



waterpass Dalam pembuatan jalan maupun pembangunan diperlukan suatu pengukuran beda tinggi agar dapat diketahui perbedaan tinggi yang ada dipermukaan tanah. Sipat datar (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik di permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan, atau datum, ditetapkan dan elevasi diukur terhadap bidang tersebut. Beda elevasi yang ditentukan dikurangkan dari atau ditambah dengan nilai yag ditetapkan tersebut, dan hasilnya adalah elevasi titik-titik tadi.



Prinsip dan Fungsi Pengukuran Beda Tinggi Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar (waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri vertical. Maka beda tinggi dapat dicari dengan menggunakan pengurangan antara bacaan muka dan bacaan belakang. Rumus beda tinggi antara dua titik : BT = BTB – BTA Keterangan : BT = beda tinggi BTA = bacaan benang tengah A BTB = bacaan benang tengah B Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan dulu pembacaan benang tengah titik tersebut, dengan menggunakan rumus : BT = BA + BB / 2 Keterangan : BT = bacaan benang tengah BA = bacaan banang atas BB = bacaan benang bawah Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut :



J = (BA – BB) x 100 Keterangan : J = jarak datar optis BA = bacaan benang atas BB = bacaan benang bawah 100 = konstanta pesawat Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka, sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil dari perhitungan. Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain : a. Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis gradien paling sesuai dengan topografi yang ada. b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana. c. Menghitung volume pekerjaan tanah. d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah. e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum. Digunakan untuk mementukan ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur). 1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal levelling) Adalah pengukuran sipat datar dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua station. Misalnya pengukuran sipat datar menyeberangi sungai/lembah yang lebar. 2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling) Adalah pengukuran sipat datar yang menggunakan aturan serta peralatan sipat datar teliti. Pengukuran Sipat Datar Memanjang Sipat datar memanjang adalah suatu pengukuran yang bertujuan unutk mengetahui ketinggian titik-titik sepanjang jalur pengukuran dan pada umumnya digunakan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan. Sipat datar memanjang terbagi menjadi sipat datar terbuka dan tertutup.



Cara pengukuran: 1. Letakkan rambu ukur di titik A dan B. 2. Letakkan alat antara titik A dan titik B (usahakan jarak antara alat dengan titik A maupun titik B sama).



3. Baca Rambu A (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2 4. Baca rambu B (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2 5. Koreksi maksimum 2mm. 6. Hitung beda tinggi dengan mengurangi BT muka dan BT belakang. 7. Hitung jarak alat dengan titik A dA=(BA A – BB A)x100 8. Hitung jarak alat dengan titik B dB=(BA B – BB B)x100 9. Hitung jarak AB=dA+dB 10. Pada slag berikutnya, rambu A menjadi bacaan muka dan sebaliknya, rambu B menjadi bacaan belakang Adapun yang perlu diperhatikan dalam pengukuran ini adalah: a. Usahakan jarak antara titik dengan alat sama. b. Seksi dibagi dalam jumlah yang genap. c. Baca rambu belakang, baru kemudian dibaca rambu muka. d. Diukur pulang pergi dalam waktu satu hari. e. Jumlah jarak muka=jumlah jarak belakang. f. Jarak alat ke rambu maksimum 75 m.



Sipat Datar Tertutup Sipat datar memanjang tertutup yaitu suatu pengukuran sipat datar yang titik awal dan titik akhir sama /berimpit.



Agar didapat hasil yang teliti maka perlu adanya koreksi, dengan asumsi bahwa beda tinggi pergi sama dengan beda tinggi pulang. C = k / (n-1) C = Koreksi k = kesaahan n = banyaknya titik (n-1) = banyak slag (beda tinggi)



Metode Pulang Pergi Pada saat pembacaan rambu, digunakan metode pulang pergi, yaitu setelah mengukur beda tinggi AB, maka, rambu A dipindahkan ke titik C untuk mengukur beda tinggi BC sehingga akan kita dapatkan beda tinggi BC. Setelah itu, rambu B dipindahkan ke titik D sehingga akan di dapat beda tinggi CD. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan pembacaan rambu yang diakibatkan skala nol pada rambu yang dikeluarkan oleh pabrik tidak berada pada skala nol sebenarnya. Untuk mengoreksi data beda tinggi yang didapat, digunakan rumus: 8√d; dimana d = jarak titik (km) setelah semua data terkoreksi, maka beda tinggi antara dua titik dapat diketahui dengan rata-rata beda tinggi antara ulang dan tinggi. ∆h = ∆H pergi – ∆H pulang / 2



Pengertian Slag, Seksi dan Sirkuit • 1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan rambu belakang. 1-2 km yang terbagi• 1 seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang dalam slag yang genap dan diukur pulang pergi dalam waktu 1 hari. • 1 kring / sirkuit adalah suatu pengukuran sipat datar yang sifatnya tertutup sehingga titik awal dan titik akhirnya adalah sama.



APORAN AWAL LEVELLING WATERPASS



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Dalam pertambangan salah satu ilmu yang mendukung proses penambangan yaitu pemetaan. Perlu kita ketahui bersama bahwa pemetaan ialah suatu kegiatan pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi di atas bidang datar (softcopy atau hardcopy) dengan menggunakan metode pemetaan tertentu sehingga didapatkan output berupa peta. Berkenaan dengan pemetaan kita akan mengenal ilmu geodesi. Ilmu geodesi lebih bnyak berperan dalam pembuatan kerangka dasar pemetaan, pengambilan data atau detail topografi, perhitungan proyeksi peta, serta peyusunan manuskrip. Berkenaan dengan pengambilan data atau detail topografi kita membutuhkan suatu system, yaitu leveling atau penyipat datar.



1.2 Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud Adapun maksud dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu mengenai leveling atau penyipat datar sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya dilapangan pada saat praktikum. 1.2.2 Tujuan Adapun tujuan nya yaitu :  Mahasiswa mampu mengatahui definisi penyipat datar/levelling.



 



Mahasiswa mampu mengetahui cara menggunakan alat penyipat datar.







Mahasiswa mampu mengetahui kesalahan-kesalahan pada saat pengukuran penyipat datar.



Mahasiswa mengetahui metode yang digunakan untuk penentuan beda tinggi antar dua titik sesuai dengan kondisi di lapangan.  Mahasiswa mampu mengetahui ketelitian pengukuran penyipat datar.



BAB II LANDASAN TEORI 2.1



Definisi Penyipat Datar Penyipat datar adalah menentukan atau mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih. Ketelitian penentuan ukuran tergantung pada alat – alat yang digunakan serta pada ketelitian pengukuran dan yang dapat dilaksanakan.



Penyipat datar adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang di maksud adalah perbedaan tinggi di atas air laut kesuatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah untuk mencari selisih atau beda tinggi antara dua titik yang di ukur. 2.2



Definisi Waterpass Waterpass adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical. Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut dengan Levelling atau Waterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan tiggi suatu titik yang akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu system referensi atau bidang acuan. 2.2



Cara Penggunaan Alat Penyipat Datar Alat yang sering digunakan pada proses pengukuran penyipat datar yaitu waterpass.



Sumber : http://ihbn.blogspot.com/2014/02/laporan-pengenalan-alat-alat-survey.html



Gambar 1 Waterpass Berikut ini adalah contoh pengukuran dengan menggunakan waterpass : 1) Pesawat didirikan tepat diatas dititik P1 yang telah ditandai dengan cat. 2) Setelah unting-unting menunjuk tepat ke titik P1, sekrup pengukit diatur sedemikian rupa hingga gelembung nivo tepat ditengah-tengah. 3) Menentukan titik-titik yang akan ditentukan ketinggiannya, lalu mengukur jarak titik-titik tesebut dari pesawat. Titik-titik tersebut adalah titik 1, 2, 3, dst. 4) Menyipat titik-titik yang telah ditentukan tersebut serta titik BM, sementara pemegang rambu membetulkan posisi rambu ukur (baak) spaya tegak betul. 5) Setelah letak rambu ukur vertikal, benang horisontal dibaca oleh pengamat dan hasilnya dicatat oleh pencatat secara teliti agar memenuhi dua rumus waterpass, yaitu : d = 100 x (BABB) dan 2 x BT = BA + BB. Jika hasil pembacaan tidak memenuhi rumus diatas, pembacaan rambu ukur diulang kembali. 6) Setelah titik-titik tersebut disipat, maka pesawat dipindahkan ke titik P2 yang telah diberi tanda cat, kemudian mengulang langkah-langkah no.2 s/d no.5. prosedur ini diulang untuk posisi pesawat di P3, P4, dan seterusnya hingga titik terakhir, yaitu titik P11. 7) Melakukan penghitungan beda tinggi terhadap titik-titik tersebut.



2.3



1.



Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara. Tiga cara ini dapat dipergunakan sesuai dengan kondisi di lapangan dan hasil pengukuran yang ingin diperoleh. Alat ukur berada di antara kedua titik. Pada cara pertama alat ukur diposisikan antara titik A dan B, sedangkan masingmasing titik tersebut ditempatkan rambu ukur yang vertikal. Jarak dari alat ukur terhadap masing-masing rambu diusahakan berimbang atau ± sama. Sedangkan letak alat ukur tidaklah harus pada garis lurus yang menghubungkan titik A dan B. Cara ini merupakan dasar dalam pengukuran sipat datar memanjang. Sumber : http://adygeodesi.blogspot.com/2010/11/contoh-laporan-iut_29.html



Gambar 2 Pengukuran beda tinggi di antara titik dengan alat penyipat datar



2.



Dengan cara ini aturlah kedudukan alat agar memenuhi syarat melakukan pengukuran, kemudian arahkan garis ke rambu A sebagai bacaan belakang (b) dan ke rambu B sebagai bacaan muka (m). Dalam hal ini selalu diingat, bahwa angka pembacaan pada rambu merupakan jarak yang dibatasi antara alas rambu terhadap garis bidik maka dapat dimengerti bahwa beda tinggi antara titik A dan B yaitu sebesar t = b – m. Alat ukur berada di luar kedua titik Pada cara yang kedua ini merupakan cara yang dapat dilakukan bilamana pengukuran beda tinggi antara kedua titik tidak memungkinkan dilakukan dengan cara pertama, disebabkan oleh kondisi di lapangan atau hasil pengukuran yang hendak dicapai. Pada cara ini alat ukur ditempatkan disebelah kiri atau kanan pada salah satu titik. Jadi alat tidak berada diantara kedua titik A dan B melainkan di luar garis A dan B melainkan di luar garis A dan B. Sedangkan pembacaan kedua rambu sama dengan cara yang pertama, hingga diperoleh beda tinggi antara kedua titik A dan B. Penentuan tinggi dengan cara ini umum dilakukan pada pengukuran sipat datar profil. Sumber : http://adygeodesi.blogspot.com/2010/11/contoh-laporan-iut_29.html



Gambar 3 Pengukuran Beda Tinggi di luar Titik dengan Alat Penyipat Datar 3



Alat ukur berada di atas salah satu dari kedua titik. Pada cara ini, alat ukur ditempatkan di atas salah satu titik dari kedua titik yang diukur. Harus dipahami bahwa, penempatan alat di atas titik terlebih dahulu diketahui titik tersebut, sehingga kedudukan sumbu ke satu alat ukur segaris dengan titik tengah patok (Center). Dalam hal ini untuk menempatkan alat tepat di atas patok menggunakan alat tambahan yaitu unting-unting. Penggunaan cara yang ketiga ini umum dilakukan pada penyipat datar luas dan Stake out. Sumber : http://adygeodesi.blogspot.com/2010/11/contoh-laporan-iut_29.html



Gambar 4 Pengukuran Beda Tinggi di atas Titik dengan Alat Penyipat Datar Seperti terlihat pada Gambar tinggi a adalah Tinggi Garis Bidik yang diukur dengan rambu dari atas patok B terhadap titik tengah teropong. Untuk memperoleh beda tinggi antara titik A dan B maka, arahkan teropong ke rambu lainnya yaitu rambu A dengan angka bacaan rambu sebesar b. Dengan demikian, beda tinggi titik A terhadap titik B adalah t = b – a. Dari ketiga cara pengukuran beda tinggi di antara dua titik tersebut, sesuai dengan urutannya cara yang pertama merupakan cara yang paling teliti. Hal ini disebabkan alat berada diantara kedua rambu sehingga dapat saling memperkecil kesalahan yang disebabkan oleh tidak sejajarnya garis bidik dan garis nivo pada saat pengaturan kedudukan alat. Cara kedua dan cara ketiga sering kali dipahami sebagai cara Tinggi Garis Bidik dan selanjutnya disingkat TGB. Dengan TGB sebagai garis acuan, maka dengan cepat dapat ditentukan ketinggian atau elevasi titik-titik di lapangan. Bila dicermati lebih mendalam cara kedua lebih teliti dibandingkan dengan cara ketiga, karena kasarnya prediksi terhadap titik tengah teropong menggunakan rambu. Yang harus dipahami pada pengukuran beda tinggi antara dua titik ini ialah, beda tinggi selalu diperoleh dari bacaan rambu belakan dan bacaan rambu muka. Ditentukannya nama belakang dan muka pada rambu terkait dengan nama patok serta arah jalur pengukuran yang direncanakan. Bila t bernilai positif (+), maka titik muka lebih tinggidari pada titik belakang, sedangkan sebaliknya bila t bernilai negatif (-), maka titik muka lebih rendah dari pada titik belakang



2.4



Ketelitian Penyipat Datar Untuk menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, sehingga pengukuran harus diulang / tidak, maka akan ditentukan batas harga kesalahan terbesar yang masih dapat diterima. Bila pengukuran dilakukan pulang pergi, maka selisih hasil pengukuran pulang pergi tidak boleh lebih besar dari pada: k1 = ± (2,0 √ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama (First Order Levelling) k2 = ± (3,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua (Second Order Levelling) k3 = ± (4,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga (Third Order Levelling) Untuk pengukuran menyipat datar yang diikat oleh dua titik yang telah diketahui tingginya sebagai titik-titik ujung pengukuran, maka beda tinggi yang didapat dari tinggi titik-titik ujung tertentu itu tidak boleh mempunyai selisih lebih besar dari pada: k1 = ± (2,0 ± 2,0 √ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama k2 = ± (2,0 ± 3,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua k3 = ± (2,0 ± 6,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga Pada rumus-rumus Skm berarti jarak pengukuran yang dinyatakan dalam kilometer. 2.5 Kesalahan-Kesalahan Yang Terjadi Ketika Pengukuran 2.5.1 Kesalahan Perorangan dan Alat 1) Kekeliruan dalam membaca angka pada rambu dapat diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma 2) Kekeliruan penulis dalam mencatat data ukur 3) Karena kesalahan pemegang rambu waktu menempatkan rambu di atas titik sasaran.. 2.5.2 Kesalahan dari Alat 1) Karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo. Hal ini dapat di hindarkan dengan menempatkan alat di tengah-tengah rambu belakang dan rambu muka (dp = dm) atau usahakan jumlah jarak rambu belakang = jumlah jarak muka. 2) Kesalahan karena garis nol skala dan kemiringan rambu. Misalnya letak garis nol skala pada rambu A dan B tidak betul,maka hasil pembacaan pada rambu A harus di koreksi Ka dan pada rambu B sebesar Kb. 2.5.3 Kesalahan yang Bersumber Pada Alam 1) Kesalahan karena melengkungnya sinar (refraksi), Sinar cahaya yang datang dari rambu ke alat penyipat datar karena melalui lapisan-lapisan udara yang berbeda baik kepadatan, tekanan maupun suhunya maka sinar yang datang bukanlah lurus melainan melengkung. 2) Kesalahan karena melengkungnya bumi. Sesuai dengan prinsip dasar pengukuran beda tinggi, maka beda tinggi antara titik A dan B sama dengan jarak antara bidang nivo melalui titik A dan bidan nivo yang melalui b. 3) Kesalahan karena masuknya statip alat penyipat datar ke dalam tanah. Alat penyipat datar selama pengukuran mungkin saja bergerak ke samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat datar tidak di tengah lagi, dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian alat penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya statip penyipat datar ke dalam tanah akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran. 4) Kesalahan karena panasnya sinar matahari dan getaran udara. Alat penyipat datar apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada gelembung nivo sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada hasil pengukuran. Untuk menghindari hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat datar harus di lindungi dengan payung. Pengaruh getaran udara ini dapat di hindari dengan melakukan pengukuran pada waktu lapisan udara tenang yaitu waktu pagi dan sore.



BAB III KESIMPULAN Penyipat datar atau levelling adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah untuk mencari selisih atau beda tinggi antara dua titik yang di ukur. Alat yang sering digunakan pada proses pengukuran penyipat datar yaitu waterpass. Waterpass adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical. Berikut ini adalah kesalahan-kesalahan yang terjadi ketika pengukuran, yaitu : Kesalahan perorangan dan alat, kesalahan dari alat, dan kesalahan yang bersumber pada alam.



DAFTAR PUSTAKA Miftaha, “Pengukuran Geodesi Vertikal Geodesi“ http://blogspot.com/2009/10/.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014. Pukul 23.50 WIB. Mohamad, “Pengukuran Sipat Datar”. http://blogspot.com/2012/11/.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014. Pukul 23.55 WIB. Saputra, “Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat“ http://hutasuhut.blogspot.com/2013/06/.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014. Pukul 23.58 WIB.



PENGUKURAN SIPAT DATAR (WATERPASS)



Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil memanjang dan profil melintang. Dengan pengukuran profil ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi



di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui. Informasi mengenai beda tinggi sangat berguna dalam cut dan fill suatu permukaan tanah yang tidak rata, misalnya saja dalam pengerjaan jalan raya atau jalur kereta api. Mengingat begitu besarnya manfaat sipat datar profil, maka pengukuran ini mutlak harus dikuasai oleh surveyor ataupun mahasiswa teknik Geomatika. Salah satu cara untuk menguasai pengukuran sipat datar profil adalah dengan pelaksanaan praktikum secara sungguh-sungguh atau dengan memperbanyak jam terbang pengukuran. Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain : a) b) c) d) e)



Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis gradien paling sesuai dengan topografi yang ada. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana. Menghitung volume pekerjaan tanah. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum. Digunakan untuk mementukan ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur). 1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal levelling) Adalah pengukuran sipat datar dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua station. Misalnya pengukuran sipat datar menyeberangi sungai/lembah yang lebar. 2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling) Adalah pengukuran sipat datar yang menggunakan aturan serta peralatan sipat datar teliti. Prosedur Lapangan Menggunakan Waterpass Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu pemegang alat dan pemegang rambu ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang konsisten. Ketepatan survey tergantung dari ketelitian membuat garis bidik horizontal, kemampuan pemegang rambu ukur dalam memegang rambu ukur secara vertical, dan presisi rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung gas juga harus memperhatikan penyetelan tabung nivo dan presisi sejajar suatu nivo dan garis bidik. Tidak boleh terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang dan bidik muka pada stasiun alat. (Wirshing, 1995) Pengoperasian Alat Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sifat datar. Setelah alat disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang, mendatarkan, dan melakukan pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan terdiri dari penentuan posisi dimana salib sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil pembacaan tersebut. Tiap alat yang dipasang memerlukan satu pembacaan bidik belakang untuk menetapkan tinggi alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik muka untuk menentukan elevasi titik di sebelah muka ( sebuah titik stasiun atau elevasi ). Pembacaan halus biasanya sampai 0,01 ft kecuali digunakan target pada rambu ukur. Target tunggal yang dibaca dapat menimbulkan kesalahan tak sengaja. Tambahan bidik muka dapat dilakukan terhadap titik-titik lain yang dsapat dilihat dari tempat alat dipasang apabila elevasi titik-titiki ini juga diperlukan. Tergantung pada tipe survei dan alat yang dipakai, baik benang tengah, semua ketiga benang salib sumbu, atau cara dengan mikrometer dapat digunakan untuk melakukan pembacaan. (Wirshing, 1995) Pengukuran Sipat Datar Memanjang Sipat datar memanjang adalah suatu pengukuran yang bertujuan unutk mengetahui ketinggian titik-titik sepanjang jalur pengukuran dan pada umumnya digunakan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan. Sipat datar memanjang terbagi menjadi sipat datar terbuka dan tertutup.



Cara pengukuran: 1. Letakkan rambu ukur di titik A dan B. 2. Letakkan alat antara titik A dan titik B (usahakan jarak antara alat dengan titik A maupun titik B sama). 3. Baca Rambu A (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2 4. Baca rambu B (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2 5. Koreksi maksimum 2mm. 6. Hitung beda tinggi dengan mengurangi BT muka dan BT belakang. 7. Hitung jarak alat dengan titik A dA=(BA A – BB A)x100 8. Hitung jarak alat dengan titik B dB=(BA B – BB B)x100 9. Hitung jarak AB=dA+dB 10. Pada slag berikutnya, rambu A menjadi bacaan muka dan sebaliknya, rambu B menjadi bacaan belakang Adapun yang perlu diperhatikan dalam pengukuran ini adalah: a. Usahakan jarak antara titik dengan alat sama. b. Seksi dibagi dalam jumlah yang genap. c. Baca rambu belakang, baru kemudian dibaca rambu muka. d. Diukur pulang pergi dalam waktu satu hari. e. Jumlah jarak muka=jumlah jarak belakang. f. Jarak alat ke rambu maksimum 75 m.



Metode Penghitungan Beda Tinggi



Gambar 2.1 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi Penghitungan beda tinggi antara dua titik yang diukur dengan waterpass dapat dihitung dengan rumus ΔH = BTB – BTM Keterangan : BTB : Benang tengah belakang BTM : Benang tengah muka Istilah-istilah : - 1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan rambu belakang. 1 seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang ± 1-2 km yang terbagi dalam slag yang genap dan diukur pulang pergi dalam waktu satu hari. (Nurjati, 2004 ) Sipat Datar Tertutup Sipat datar memanjang tertutup yaitu suatu pengukuran sipat datar yang titik awal dan titik akhir sama /berimpit.



Agar didapat hasil yang teliti maka perlu adanya koreksi, dengan asumsi bahwa beda tinggi pergi sama dengan beda tinggi pulang. C = k / (n-1) C = Koreksi k = kesaahan n = banyaknya titik (n-1) = banyak slag (beda tinggi) Metode Pulang Pergi Pada saat pembacaan rambu, digunakan metode pulang pergi, yaitu setelah mengukur beda tinggi AB, maka, rambu A dipindahkan ke titik C untuk mengukur beda tinggi BC sehingga akan kita dapatkan beda tinggi BC. Setelah itu, rambu B dipindahkan ke titik D sehingga akan di dapat beda tinggi CD. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan pembacaan rambu yang diakibatkan skala nol pada rambu yang dikeluarkan oleh pabrik tidak berada pada skala nol sebenarnya. Untuk mengoreksi data beda tinggi yang didapat, digunakan rumus: 8√d; dimana d = jarak titik (km) setelah semua data terkoreksi, maka beda tinggi antara dua titik dapat diketahui dengan rata-rata beda tinggi antara ulang



dan tinggi. ∆h = (∆H pergi – ∆H pulang )/ 2



Pengertian Slag, Seksi dan Sirkuit • 1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan rambu belakang. • 1 seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang  1-2 km yang terbagi dalam slag yang genap dan diukur pulang pergi dalam waktu 1 hari. • 1 kring / sirkuit adalah suatu pengukuran sipat datar yang sifatnya tertutup sehingga titik awal dan titik akhirnya adalah sama. Kesalahan-Kesalahan Pada Sipat-Datar Kesalahan-kesalahan pada sipat-datar dengan menggunakan instrumen sipat datar diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kesalahan Petugas :



1. Disebabkan oleh observer 1. Pengaturan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (penempatan gelembung nivo yang tidak sempurna dan sebagainya).



2. Instrumen sipat datar tidak ditempatkan pada jarak yang sama dari kedua rambu. 3. Kesalahan pembacaan. 4. Kesalahan pencatatan. 5. Disebabkan oleh rambu: 1. Penempatan rambu yang tidak betul-betul vertikal. 2. Rambu tipe perpanjangan seperti misalnya rambu Sopwith yang perpanjangannya dirasakan kurang sempurna.



3. Disebabkan terbenamnya rambu, karena tidak ditempatkan pada tumpuan yang keras. Selanjutnya kesalahan yang disebabkan kekurangan-kekurangan pada tanda-tanda indeks rambu karena titik-titik balik bernomor genap yang tidak tersedia antara dua titik dapat dianggap sebagai kesalahan pembidik. Pada sipat datar teliti, seluruh jarak harus dibagi menjadi bagian-bagian berjumlah genap untuk menentukan titik-titik balik.



1. Kesalahan Instrumen :



1. Disebabkan oleh petugas 1. Penyetelan instrumen sipat datar yang tidak sempurna (garis kolimasi tidak sejajar dengan sumbu niveu tabung) 2. Parallax yang timbul pada saat pengukuran



1. Disebabkan oleh rambu 1. Graduasi rambu yang tidak teliti. Untuk perbaikannya dibutuhkan kalibrasi. 2. adanya kesalahan indeks rambu. 3. Sambungan rambu yang tidak sempurna (terutama pada tipe perpanjangan). 2. Kesalahan Alami : 1. Pengaruh sinar matahari langsung : sinar matahari langsung dapat merubah kondisi intrumen sipat datar dan karenanya merubah garis kolimasi. Pada sipat datar teliti selama observasi, instrumen sipat datar harus terlindung dari sinar matahari. Demikian pula, pemuaian atau penyusutan skala rambu harus dikoreksi disesuaikan dengan temperatur rambu tersebut.



2. Perubahan posisi intrumen sipat datar dan rambu-rambu : Karena beratnya sendiri, baik instrumen sipat datar maupun rambu akan dapat terbenam, jika ditempatkan di atas tanah yang lunak. Pada tempattempat seperti itu, penyangga statif dan rambu haruslah dibuat khusus seperti piket, patok atau harus dipilih tempat-tempat padat. Angin yang berhembus kencang akan menyulutkan pekerjaan pengukuran, dan untuk menghindarinya dapat digunakan perisai pelindung atau menggunakan rambu yang pendek.



3. Pengaruh refraksi cahaya : sebagaimana dimaklumi, bahwa berkas cahaya yang melintasi udara dengan kerapatan yang berbeda-beda akan direfraksikan. Sedangkan dekat di atas permukaan tanah temperatur udara sangat berubah-ubah dan karenanya perubahan kerapatannyapun besar pula. Karena itu pembacaan rambu menjadi sulit dan mungkin sekali tidak teliti. Untuk meningkatkan ketelitiannya, jarak bidikan haruslah sependek mungkin. Selanjutnya diusahakan agar posisi instrumen sipat datar terletak di tengah-tengah antara kedua rambu.



4. Pengaruh lengkung bumi : karena permukaan bumi tidaklah datar, akan tetapi berbentuk speris, maka lengkung permukaan bumi haruslah diperhitungkan. Tetapi hal ini merupakan problema yang kecil pada sipat datar. Lebih-lebih apabila instrumen sipat datar ditempatkan di tengah-tengah antara kedua rambu, maka pengaruhnya dapat diabaikan. (Sosrodarsono, 1983) Pengukuran Beda Tinggi Dengan Dua Kali Berdiri Pesawat (Double Stand)



1.



Metode sipat darat adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titi-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukkan pada rambu vertikan. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Misalnya bumi, bumi mempunyai permukaan ketinggian yang tidak sama atau mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik pertama diketahui tingginya. Sebelum digunakan alat sipat datar mempunyai syarat yaitu : garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung berada di tengah garis bidik akan mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung harus di tengah setiap kali akan membaca skala rambu. Station, merupakan titik dimana rambu ukur ditegakan, bukan tempat alat sipat datar ditempatkan. Tetapi pada pengukuran horizontal, stasion adalah titik tempat berdiri alat.



2.



Tinggi alat, adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar didirikan.



3.



Tinggi garis bidik, adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian (permukaan air laut rata-rata)



4.



Pengukuran ke belakang, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di station yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu belakang.



5.



Pengukruan ke muka, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di station yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambu di sebut rambu muka.



6.



Titik putar (turning point), adalah station dimana pengukuran ke belakang dan ke muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di station tersebut. Mendirikan waterpass di antara dua titik target merupakan pekerjaan yang sering dijumpai dilapangan. Penempatan waterpass di antara dua titik target ini tidak perlu segaris dengan kedua titik tersebut, yang penting jarak diantara waterpass dan titik-titik tersebut diusahakan sama atau hampir sama panjangnya. Dalam aplikasi sesungguhnya jarak-jarak antara titik-titik tersebut panjangnya tidak diukur (secara optis) dengan alat waterpas, tetapi diukur dengan alat ukur jarak langsung (misalnya pita ukur, EDM dan lainnya). Pengukuran jarak secara optis dengan alatwaterpas ini digunakan untuk membandingkan dengan hasil yangdiperoleh dari pengukuran jarak langsung tersebut ataupun untukmengecek bacaan benang tengahnya, apakah telah memenuhi ketentuan bahwa bt = ½ (ba + bb) Satu kedudukan waterpas di antara dua titik target yang ditegakkan rambu ukur disebut slag, pengukuran dalam satu hari terdiri dari beberapa slag yang dikenal dengan istilah seksi, sedangkan trayek adalah panjang pengukuran dari beberapa seksi, yang merupakan panjang dari satupekerjaan projek.



2.



Spesifikasi teknik pengukuran waterpass adalah sebagai berikut : Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik terhadap bidang referensi tertentu yang akan digunakan sebagai jaring sipat datar pemetaan. Alat ukur yang dipakai adalah waterpass



3.



Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi



4.



Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap



5.



Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka.



6.



Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double stand, ring.



7.



Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 adalah < 2 mm



1.



8.



Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah, dan bawah) LANGKAH KERJA



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.



Siapkan alat ukur waterpass di atas kaki tiga, dan siapkan pula alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran Buka kaki tiga dari pengunci Berdirikan dan dalam keadaan tidak terkunci tinggikan sampai kira-kira sebatas dada, kemudian kuncikan kembali Renggangkan ketiga kakinya membentuk segitiga sama sisi dengan jarak antar kaki sekitar 60 cm dan kepala kaki tiga dalam keadaan mendatar Keluarkan alat ukur dari tempatnya, kemudian pasang di atas kepala kaki tiga yang sudah disiapkan tadi, pasang skrup yang ada di kepada kaki tifa pada lubang yang ada di bagian bawah alat ukur cukup kuat agar antara kaki tiga dan alat betul-betul menjadi satu kesatuan. Lalu injak alat injakan yang ada di kaki tiga Atur teropong sejajar dengan dua buah skrup pendatar Putar kedua skup pendatar ke atas atau kebawah secara bersamaan dan skrup ketiga sebagai pengatur sampingan, sampai gelembung nivo tepat ditengah kotak Untuk memenuhi syarat garis bidik sejajar garis nivo, atur gelembung nivo tabungnya agar tepat ada ditengah dengan menggunakan skrup pengatur nivo tabung Arahkan tropong ke sasaran, berupa rambu ukur yang didirikan tegak diatas titik pengukuran Cek benang diafragma terlihat atau tidak. Bila tidak terlihat putar-putar skrup pemokus difragma sampai benang diafragma tersebut terlihat jelas Tentukan dua titik A dan B Bagi panjang PQ dalam beberapa slag Baca benang tengah di tiap slag, dengan menganggap bacaan bt yang berlawanan dengan arah pengukuran menjadi arah belakang (b), yang searah menjadi arah muka (m) dan catat pada lembar kerja. Hitung beda tinggi tiap-tiap slag Sipat Datar Profil Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah atau tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, baik secara memanjang maupun melintang. Pengukuran profil dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, yaitu dengan mengukura ketinggian dari masing-masing titik. Hasil pengukuran ini merupakan informasi untuk perencanaan jalan raya, jalan kereta api, irigasi jalur pipa dan lain-lain, seperti dalam:



1. Menentukan gradien yang cocok untuk pekerjaan konstruksi. 2. Menghitung volume pekerjaan. 3. Menghitung volume galian dan timbunan yang perlu disiapkan. Pengukuran Sipat Datar Profil dibagi menjadi dua pekerjaan yaitu sipat datar profil memanjang dan sipat datar profil melintang sedangkan pada tahap penggambaran, biasanya dilakukan penggambaran situasi sepanjang jalur pengukuran sipat datar profil memanjang maupun melintang dengan skala yang berbeda agar kondisi tanah secara vertikal akan lebih jelas terlihat. (Nurjati, 2004 ) a. Profil Memanjang Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil memanjang tidak jauh berbeda dengan sipat datar memanjang, yaitu melalui jalur pengukuran yang nantinya merupakan titik ikat bagi sipat datar profil melintangnya, sehingga mempunyai ketentuan sebagai berikut : • Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tenah (as) jalur pengukuran dan dilakukan pengukuran pada setiap perubahan yang terdapat pada permukaan tanah. •



Data ukuran jarak dengan pita ukur dan dicek dengan jarak optis.



Gambar 2.2 Profil Memanjang Tampak Atas Cara Pengukuran : Alat di Atas Titik.



Gambar 2.3 Profil Memanjang Alat di Atas Titik



1. Tempatkan alat sipat datar diatas patok (A). 2. Lakukan centering, sehingga alat tepat di atas titik A. 3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap. 4. Ukur tinggi alat diatas patok. 5. Bidik rambu pada titik 1 kemudian baca BA, BT dan BB. 6. Hitung d (jarak) dari alat ke rambu, d=(BA-BB).100 7. Lakukan hal yang sama (v, vi, vii) pada setiap titik relief (ii, iii, dst) ini pada seksi AB, untuk pengukuran pada seksi BC, maka alat isa dipindahkan pada titik B.



8. Lakukan urut-urutan dari nomor i s/d vii. 9. Hitungan : H1 = HA+∆HA1 H2 = HA+∆HA2 Hn = HA+∆HAn (Nurjati, 2004 ) b. Profil Melintang Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil melintang dilakukan setelah pengukuran sipat datar profil memanjang, jarak antar potongan melintang dibuat sama, sedangkan pengukuran kearah samping kiri dan kanan as jalur memanjang lebarnya dapat ditentukan sesuai perencanaan dengan pita ukur misalnya pada jalan raya, potongan melintang dibuat dari tepi yang satu ke tepi yang lain. Arah potongan melintang tegak lurus dengan as, kecuali pada titik tikungan (contoh pada titik B) maka potongan diusahakan membagi sudut terseut sama besar atau bila perlu dibuatkan 2 buah potongan melintang yang masing-masing tegak lurus pada arah datang dan arah belokan selanjutnya.



Gambar 2.4 Arah Potongan Melintang Cara Pengukuran : Alat di Atas Titik



1. Tempatkan alat di atas titik A. 2. Lakukan centering. 3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap. 4. Ukur tinggi alat diatas patok. 5. Bidik rambu diatas titik 1. Baca BA, BT dan BB. 6. Hitung jarak optis dari alat ke rambu 1, d =(BA-BB).100 7. Lakukan hal yang sama (v,vi,vii) pada titik-titik 2, 3, 4 dan seterusnya sebagai titik-titik relief. 8. Demikian juga point 1 s/d 8 dilakukan pada setiap potongan melintang.