Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran PBL Pada Materi Perbandingan Di SMP Kelas Vii Taman Siswa Di Pematangsiantar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PBL PADA MATERI PERBANDINGAN DI SMP KELAS VII TAMAN SISWA DI PEMATANGSIANTAR



Disusun Oleh:



KELOMPOK 5 :



1. Bella Thereeza Tampubolon



(17150130)



2. Renita o siahaan



(17150134)



3. Novi Roselina saragih



(17150148)



4. Widya Meka Silaban



(17150149)



5. Gracia monalisa siahaan



(17150150)



GRUP : D Dosen Pengampu : JULI ANTASARI SINAGA, M.Pd FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Prestasi belajar merupakan hasil pengukuran terhadap peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dalam periode tertentu yang dapat diukur menggunakan instrumen yang relevan. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, ada yang dari dalam diri (internal) dan ada yang dari luar diri (eksternal). Prestasi belajar yang menunjukkan tingkat keberhasilan anak dalam belajar di sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Conny R semiawan (1998: 200), peran keluarga lebih banyak bersifat memberikan dukungan baik dalam hal penyediaan fasilitas maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 138), prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri (internal) dan faktor yang berasal dari luar diri (eksternal). Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa, meliputi faktor jasmaniah, psikologi, dan faktor kematangan fisik maupun psikis. Faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa berupa faktor sosial, budaya, lingkungan fisik, dan lingkungan spiritual keagamaan. Faktor tersebut saling berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mempengaruhi prestasi belajar. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Ini berarti matematika memegang peranan yang sangat penting dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam perkembangan IPTEK, maupun dalam rangka pembentukan sikap positif siswa. Besarnya peran matematika dalam kehidupan ternyata tidak diimbangi dengan minat siswa untuk belajar matematika. Banyak kalangan menyatakan bahwa minat siswa untuk belajar matematika masih rendah. Sebagian besar siswa masih menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan dan membosankan. Materi matematika dirasakan sebagai beban yang harus diingat, dihafal, dan tidak dirasakan maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan berdampak pada rendahnya aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa. Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat rutin. Pemecahan masalah merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa didalam memahami serta memilih strategi pemecahan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Walaupun



dianggap sangat penting, tapi kegiatan pemecahan masalah masih dianggap sebagai bahan yang sulit dalam matematika, demikian pula yang dialami siswa di SMP Taman Siswa, sebagian besar siswa disana merasa kesulitan jika dihadapkan dengan soal pemecahan masalah khususnya pada pembelajaran matematika. Hal ini terlihat bahwa siswa cenderung pasif dan guru selalu memberikan suatu informasi secara langsung, dalam arti siswa hanya menerima dan mengaplikasikan rumus tanpa tahu dari mana asalnya dan mengapa menggunakan rumus tersebut. Kurangnya kemampuan pemecahan masalah siswa juga terlihat pada saat menghadapi soal matematika yang baru, hal tersebut nampak ketika siswa mengerjakan soal dan tidak bisa menjelaskan langkahlangkah penyelesaian soal yang ditulisnya membuat siswa menjadi sulit untuk menentukan rumus yang akan digunakan, sulit menggunakan cara-cara ataupun strategistrategi berbeda yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Siswa hanya mampu menggunakan rumus yang ada dan terlebih lagi menghapalkan contoh-contoh soal. Upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan senantiasa dicari, diteliti dan diupayakan melalui berbagai komponen pendidikan. Guru yang dalam perkembangan selanjutnya disebut juga fasilitator merupakan salah satu komponen pendidikan yang mempunyai peran sangat strategis dalam proses dan penentuan hasil pendidikan. Seorang guru tidak hanya dituntut dalam penguasaan materi, namun juga harus pandai dalam pemilihan metode, media, serta peka terhadap masalah-masalah dalam proses pembelajaran. Karena dalam ruang pembelajaran akan ditemui berbagai perbedaan individu siswa baik secara fisik maupun psikis terutama dalam kemampuan menangkap materi pelajaran. Dari kepekaan tersebut, guru diharapkan mampu berkomunikasi secara baik dan benar baik secara verbal maupun non verbal yang pada akhirnya akan tercipta interaksi yang sempurna dalam kelas, sehingga tercapailah tujuantujuan pembelajaran salah satunya adalah peningkatan prestasi siswa. Rendahnya hasil belajar siswa merupakan faktor yang menentukan prestasi siswa. Tidak terkecuali pada mata pelajaran matematika



yaitu materi perbandingan, banyak faktor yang



mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa, salah satunya adalah pemilihan model pembelajaran yang dilakukan guru, guru cenderung mengajarkan dengan metode ceramah, mencatat, dan menghafal. Metode tersebut diatas membuat siswa jadi bosan, jenuh, dan kurang kreatif. Karena siswa akan terpaku pada satu hal yang membosankan bagi mereka. Akibatnya siswa akan menganggap matematika itu sulit dan membosankan dalam memahami konsep, sehingga hasil prestasi yang diperoleh kurang maksimal. Ini terbukti dengan menurunnya perolehan hasil prestasi belajar siswa. Untuk membantu meningkatkan prestasi belajar dari perkembangan peserta didik, seorang guru memang



perlu meciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan menarik. Dengan kondisi yang menyenangkan, peserta didik akan lebih mudah dalam menerima dan menguasai materi yang disampaikan guru. Karena itu guru perlu memilih metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan pada peserta didiknya. Banyak metode pembelajaran yang berkembang saat ini, namun perlu diingat antara model pembelajaran itu tidak satupun yang dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang baik atau model pembelajaran yang tidak baik, karena setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam dunia pendidikan, salah satu metode yang berkembang dengan baik adalah dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Berdasarkan pengalaman pribadi kami sebagai penulis masih banyak siswa SMP kelas VII di Taman Siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika materi perbandingan. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) adalah pendekatan pengajaran yang memberikan tantangan bagi siswa untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata secara individu maupun kelompok. Pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada prinsip bahwa masalah dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan ilmu baru. Masalah yang disajikan dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam memahami konsep yang diberikan. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) didesain dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan struktur masalah real yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika yang akan diajarkan, siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja tetapi guru harus memotivasi dan mengarahkan siswa agar terlibat agar aktif dalam seluruh proses pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul,” Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL) pada Materi Perbandingan di SMP Taman Siswa PematangSiantar ”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut : 1) Kurangnya minat belajar matematika siswa.



2) Siswa belum mampu membagi waktu dengan baik untuk belajar,sehingga mengakibatkan prestasi belajar siswa rendah. 3) Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami setiap materi pelajaran matematika yang diajarkan guru. 4) Pemilihan metode pembelajaran yang salah diberikan guru membuat siswa jadi bosan,jenuh dan kurang kreatif dalam belajar. 5) Perbedaan kemampuan belajar yang dimiliki setiap siswa. 6) Stigma negatif yang tertanam pada siswa bahwa semua materi pada pelajaran matematika itu sulit. 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini terarah dengan tepat dan untuk memfokuskan masalah, maka dibuatlah batasan-batasan sebagaimana berikut : 1. Tingkat prestasi belajar siswa di kelas VII SMP Taman Siswa Pematangsiantar melalui model pembelajaran Problem Based Learning. 2. Materi perbandingan pada mata pelajaran Matematika.



1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut: 1.



Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran Problem Based Learning ?



2.



Bagaimana hasil prestasi belajar siswa melalui model pembelajaran Direct Learning pada materi perbandingan di SMP kelas VII Taman Siswa Pematangsiantar?



3.



Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran Direct Learning?



4.



Bagaimana hasil prestasi belajar siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning pada materi perbandingan di SMP kelas VII Taman Siswa Pematangsiantar?



5.



Bagaimana tingkat prestasi belajar siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning pada materi perbandingan di SMP kelas VII Taman Siswa Pematangsiantar?



1.5 Tujuan Peneliti 1. untuk mengetahui tingkatan



prestasi belajar siswa menggunakan model



pembelajaran PBL (problem based learning) Taman Siswa pematangsiantar



pada materi perbandingan di SMP



2. untuk mengetahui prestasi belajar siswa menggunakan model pembelajaran direct learning pada materi perbandingan di SMP kelas VII taman siswa pematangsiantar 1.6 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka yang menajdi manfaat penelitian ini adalah sebgai berikut: 1) Manfaat teoritis Secara teori hasil penelitian ini diharapkan dapat menajadi masukkan berharga dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran PBL. 2) Manfaat praktis a) Bagi siswa Penelitian ini membantu siswa lebih mengaktifkan dirinya dalam proses belajar mengajar sehingga keinginan siswa untuk meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan model problem based learning dapat menunjukkan cara berfikir siswa. b) Bagi sekolah Dapat memberikan informasi



tentang pentingnya mendukung terlaksananya



berbagai model pembelajaran dengan mengambil kebijakan untuk menerapkan model pembelajaran. c) Bagi guru Menjadi bahan masukan untuk para praktisi pendidikan khususnya guru matematika dalam penggunaan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP kelas VII Taman Siswa pematangsiantar d) Bagi perpustakaan, dapat dimanfaatka bagi penelitian berikutnya.



1.7 Anggapan Dasar Adapun yang menjadi anggapan dasar yaitu peneliti perlu merumuskan anggapan dasar : 1. Agar ada dasar berpijak yang kukuh bagi masalah yang sedang di teliti 2. Untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat perhatian



3. Guna menentukan dan merumusakan Penelitian 4. Supaya kita mengetahui tipe pembelajaran mana yang lebih baik yang di gunakan dalam pembelajaran matematika



1.8 Definisi Operasional Defenisi operasional adalah bagaimana peneliti akan menjelaskan tentang suatu variabel yang akan diteliti. Baik itu variabel bebas maupun variabel terikatnya,yang mana dalam menentukan variabel tersebut kita bisa mencari referensi dari kamus,penelitian orang lain dan bisa juga merumuskan sendiri berdasarkan pengalaman,dan untuk mengukur variabel bisa dengan mengamati,membandingkan dengan model pembelajaran yang lain atau dapat menggunakan metode yang lain. Penelitian ini berjudul “ Peningkatan prestasi belajar siswa melalui model pembelajaran PBL ( Problem Based Learning ) pada materi perbandingan SMP kelas VII Taman Siswa di PematangSiantar. Untuk memudahkan dalam memahami judul penelitian ini dan menghindari kesalahpahaman, maka penulis akan menjelaskan istilah yang berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu 1.Peningkatan prestasi belajar siswa Didalam meningkatkan prestasi belajar siswa, maka hal yang seharusnya kita lakukan adalah memotivasi si anak untuk semangat dalam belajar dengan memberi semangat dan dorongan maka sianak akan termotivasi didalam pembelajarannya,dimana Prestasi belajar siswa adalah hasil dari berbagai upaya dan daya yang tercermin dari partisipasi belajar yang dilakukan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang diajarkan oleh guru Dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan jawaban terhadap permasalahan di atas. Model pembelajaran tersebut memiliki karakteristik yang khas, yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa. Pada tingkat pendidikan sekolah menengah pertama , masalah-masalah matematika hendaknya sesuai dengan kehidupan nyata, disajikan dalam bentuk realistic yang berkitan dengan kehidupan sehari-hari sianak bisalah berupa essay test atau pilihan berganda. pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada permasalahan permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk proses berpikir tingkat tinggi (high order thinking).



Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang telah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI a. Hakekat Matematika Kata “matematika” berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar“, juga mathematikos yang diartikan sebagai “suka belajar”. Jika menilik artinya secara harafiah, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak suka atau takut dengan matematika. Karena kalau kita tidak suka matematika itu berarti kita tidak suka belajar. Kalau kita selama ini masih menganggap matematika itu sulit, sebenarnya kita belum mengenal apa itu matematika. Untuk mengenal matematika lebih dekat, lebih dulu mesti mengetahui ciri-ciri atau mengenal sifat-sifatnya. Matematika itu memiliki beberapa ciri-ciri penting. Pertama, memiliki obyek yang abstrak. Berbeda dengan ilmu pengetahuan lain, matematika merupakan cabang ilmu yang spesifik. Matematika tidak mempelajari objek-objek yang secara langsung dapat ditangkap oleh indera manusia.  Substansi matematika adalah benda-benda pikir yang bersifat abstrak. Walaupun pada awalnya matematika lahir dari hasil pengamatan empiris terhadap benda-benda konkret, namun dalam perkembangannya matematika lebih memasuki dunianya yang abstrak. Dan ciri yang kedua memiliki pola pikir deduktif dan konsisten. Matematika dikembangkan melalui deduksi dari seperangkat anggapan anggapan yang tidak dipersoalkan lagi nilai kebenarannya dan dianggap saja benar. Dalam matematika, anggapan-anggapan yang dianggap benar itu dikenal dengan sebutan aksioma. Sekumpulan aksioma ini dapat digunakan untuk menyimpulkan kebenaran suatu pernyataan lain, dan pernyataan ini disebut teorema. Dari aksioma dan teorama atau dari teorama dan teorama kemudian dapat diturunkan teorama lain. Akhirnya matematika merupakan kumpulan butir-butir pengetahuan benar yang hanya terdiri atas dua jenis kebenaran, yaitu aksioma dan teorama.  Ruseffendi dalam Sri Subarinah mengemukakan beberapa pendapat mengenai definisi matematika, yaitu: 1. Matematiaka itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif.



2. Matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logik, pengetahuan struktur terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. 3. Matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. 4. Matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi beradanya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.  Matematika itu bahasa symbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional; matematika adalah sarana berfikir; matematika adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif , matematika adalah aktifitas manusia. James and james (1976) dalam kamus matematikannya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep – konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu: aljabar, analisis dan geometri. Di bawah ini adalah beberapa definisi atau pengertian tentang matematika: a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan. d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang



ruang dan bentuk.



e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika



adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.



Di bawah ini adalah beberapa ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah:



a. Memiliki objek kajian abstrak. b. Bertumpu pada kesepakatan. c. Berpola pikir deduktif. d. Memiliki simbol yang kosong dari arti. e. Memperhatikan semesta pembicaraan. f. Konsisten dalam sistemnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif serta mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. b. Proses Pembelajaran Matematika Hakekat Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelengaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Berikut ini terdapat beberapa tokoh yang mengungkapkan definisi belajar, yaitu: a. Hilgard dan Bower, dalam buku Theoris of Learning mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya)”. b. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning menyatakan bahwa: "belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya)berubah dari waktu sebelum ia menjadi situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi". c. Morgan, dalam buku Introduction to Psycologi mengemukakan "Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dengan tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.



d. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan "Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian". Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa: 1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk . 2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-prubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. 3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang. 4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. Dari berbagai pendapat para pakar di atas dapat dikatakan belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk menciptakan perubahan pada dirinya baik dari segi pengetahuan, tingkah laku, kemampuan seseorang untuk menjadikannya lebih baik yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang telah dialaminya. Belajar itu bukan tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individu dalam usahanya memperoleh hubunganhubungan baru. Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik. 2. Hakikat Mengajar Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan belajar itu sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing – masing akan saling mempengaruhi. Komponen – komponen itu sendiri misalnya tujuan



pembelajaran yang akan dicapai, materi yang ingin diajarkan, guuru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana prasarana belajar mengajar yang tersedia Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem liingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik. Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa. Banyak definisi para ahli tentang mengajar, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Bohar Suharto (1997) mendefinisikan, mengajar merupakan suatu aktivitas yang mengorganisasi atau mengatur ( mengelola) lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan. 2. Oemar Hamalik mendefinisikan, mengajar sebagai proses menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa. 3. Hasibuan ( 2000) menyebutkan bahwa konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap sebagai suatu kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan. 4. Arifin (1978) mendifinisikan mengajar sebagai “ ...suatu rangkain kegitan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu”. 5. Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah “....suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya denngan anak, sehingga terjadi proses belajar”. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang kelas (ruang belajar), tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Agar kegiatan mengajar belajar matematika memungkinkan terjadinya transfer belajar secara optimal dilakukan sebagai berikut: 1. Anak/peserta didik yang belajar matematika harus menggunakan benda-benda konkrit dan membuat abstraksinya dari konsepkonsepnya.



2. Materi pelajaran yang akan diajarkan harus ada hubungannya atau pengaitan dengan yang sudah dipelajari. 3. Supaya anak/peserta didik memperoleh sesuatu dari belajar matematika harus mengubah suasana abstrak menggunakan simbol. 4. Matematika adalah ilmu seni kreatif karena itu harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni (Dinner). Dari berbagai pendapat para pakar di atas dapat dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha yang dilakukan seorang guru kepada siswa untuk menyampaikan pengetahuannya dengan cara menciptakan suasana yang manyenangkan agar siwa tidak bosan sehingga terjadi proses belajar. Dalam proses ini seorang guru harus bisa mengkondisikan kelas dengan baik, misalnya dengan cara menggunakan pendekatan, metode, dan alat peraga yang sesuai dengan materi. Dengan begitu proses belajar di dalam kelas akan berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan tujuan pembelajaran. 1. Pengertian hasil belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Winkel dalam purwanto mengemukakan hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Di sekolah hasil belajar diperlihatkan dari penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dan dilambangkan dengan angka atau huruf, misalnya nilai antara 0-10, 0100, 1-4 atau A B C dan D. 2. Faktor- faktor yang mempengaruhi hasil belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. a. Faktor dari dalam diri siswa Faktor dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Sebagaimana yang diungkapkan Clark bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, ada juga faktor lain yang sangat berpengaruh, seperti motivasi belajar, sekarang banyak siswa yang cenderung kurang



termotivasi untuk belajar, kebanyakan mereka yang seperti itu mementingkan bermain dari pada belajar. Sikap dan kebiasaan belajar juga akan mempengaruhi hasil belajar siswa. b. Faktor lingkungan Faktor lingkungan inilah yang kemudian menunjukkan bahwa ada faktorfaktor lain di luar diri siswa yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai siswa. Salah satu faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah adalah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Proses belajar mengajar yang tidak efektif akan sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Ketidak efektifan ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kurangnya alat peraga yang digunakan dalam proses belajar mengajar, kondisi kelas yang tidak menyenangkan, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Selain itu kompetensi guru juga sangat mempengaruhi proses belajar mengajar, kemampuan dasar yang dimiliki guru seperti penguasaan bahan, ketrampilan mengajar, menilai hasil belajar, semua itu tentunya juga akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. 3. Penilaian hasil belajar Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Penilaian merupakan kegiatan mengumpulkan informasi sebagai bukti untuk dijadikan dasar menetapkan terjadinya perubahan dan derajat perubahan yang telah dicapai sebagai hasil belajar peserta didik. Terdapat dua istilah lain yang erat kaitannya



dengan



penilaian



yakni



pengukuran



dan



evaluasi.



Pengukuran



(measurement) adalah proses menerapkan alat ukur terhadap suatu objek. Evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Juga dikatakan evaluasi secara istilah berarti merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan. Penilaian hasil belajar biasaanya dilakukan dengan memberikan tes. Maka dari itu untuk mengetahui hasil belajar siswa, maka dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi materi pelajaran yang telah dipelajari atau belum







Pendekatan Problem Based Learning (PBL)



Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori sedangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya, 2011: 127). Pembelajaran yang berpusat pada siswa, pemahaman konteks siswa menjadi bagian yang sangat penting, karena dari sinilah seluruh rancangan proses pembelajaran dimulai (Uno dan Mohamad, 2011: 106). Pendekatan Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang diawali dengan suatu permasalahan. Pembelajaran berdasarkan masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah autentik sebagai sumber belajar, sehingga peserta didik dilatih berpikir tingkat tinggi dan mengembangkan kepribadian lewat masalah dalam kehidupan sehari-hari (Uno dan Mohammad, 2011: 112). Duch berpendapat bahwa PBL adalah pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan (Shoimin, 2014: 130). Menurut Dewey belajar berdasarkan masalah adalah hubungan dua arah stimulus dan respon, yaitu belajar dan lingkungan (Uno dan Mohamad, 2011: 112). Pembelajaran dengan PBL, fokus pembelajarannya ada pada masalah yang dipilih sehingga peserta didik tidak saja mempelajari konsep, tetapi juga mempelajari atau mencari model untuk memecahkan masalah tersebut. Pembelajaran berbasis masalah merangsang siswa tentang cara berpikir kritis dan keterampialn pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Kunandar, 2010: 354). Selain itu, pembelajaran berbasis masalah memiliki gagasan bahwa tujuan pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan dan dipresentasikan dalam suatu konteks.



Terdapat tiga ciri utama pembelajaran berbasis masalah menurut Hamruni (2009: 151) yaitu adanya rangkaian aktivitas pembelajaran, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, dan pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan berpikir secara ilmiah. Senada dengan pendapat Hamruni, Uno dan Mohamad (2011: 112) menyatakan ciri utama pembelajaran berbasis masalah yaitu mengorientasikan siswa pada masalah autentik, berfokus pada keterkaitan antara disiplin lainnya, penyelidikan autentik dan menghasilkan produk. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PBL menurut Arends (2008: 57): a. Guru memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa (memotivasi siswa terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah). b. Guru mengorganisasikan siswa untuk meneliti. c. Guru membantu investigasi mandiri dan kelompok (mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan serta solusi). d. Guru membantu siswa mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit (membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefakartefak yang tepat seperti laporan, rekaman video, dan model-model, serta membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain). e. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah (membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan). Kelebihan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah (Sanjaya, 2009: 220221), yaitu : a. Kelebihan 1) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa 2) Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa. 3) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuannya untuk memahami masalah dunia nyata.



4) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, pembelajaran berbasis masalah dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. 5) Mengembangkan



kemampuan



siswa



untuk



berpikir



kritis



dan



mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 6) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 7) Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 8) Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata. b. Kelemahan 1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya. 2) Sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, mereka enggan berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika dengan pendekatan PBL dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan metode diskusi dan diawali dengan memberikan suatu permasalah matematika yang harus diselesaikan Mendapatkan pengetahuan. Adapun langkah-langkah pembelajaran PBL sebagai berikut. a. Pengorganisasian belajar kelompok b. Pemberian masalah c. Berpikir bersama d. Menjawab dan mempresentasikan hasil diskusi e. Menganalisis dan mengevaluasi



untuk



2.2 KERANGKA BERFIKIR Kemampuan berpikir



adalah kesanggupan seseorang untuk mengerti dan



memahami proses berpikir yang menguji bahwa variasi ada di sekitar kita dan hadir dalam



segala



sesuatu



yang



kita



lakukan



secara



keseluruhan,



serta



dapat



menyelesasaikan masalah nyata disertai dengan kritik, evaluasi dan generalisasi. Dalam berpikir siswa diharapkan mampu mendeskripsikan, meringkas dan menganalisis sebuah data dari permasalahan nyata. Terkait dengan pembelajaran matematika, siswa diarahkan untuk mampu menganalisis sebuah permasalahan dari materi ajar matematika. Selama ini, didalam proses pembelajaran matematika siswa dihadapai dengan model pembelajaran konvensional, dimana siswa hanya sebagai pendengar saja tanpa ikut serta aktif dalam proses pembelajaran. Untuk menumbuhkan hal tersebut, maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan berpikir statistik siswa. Dalam hal ini, peneliti mencoba untuk menggunkaan model Problem Based Learning (PBL). Model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang dalam proses pembelajaran guru menyampaikan masalahmasalah berdasarkan kenyataan yang ada, yang terkait dengan materi dalam pembelajaran matematika. Dalam proses PBL, siswa diharapkan dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan materi yang sedang diajarkan. Dalam hal ini, baik konsep, tujuan maupun langkah-langkah dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan kemampuan berpikir siswa. Berangkat dari situ, maka penelitian akan dilakukan dengan mengamati pembelajaran di dalam kelas dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Oleh karena itu, peniliti akan meneliti mengenai pengaruh dari peggunaan Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran matematika.



2.3 Penelitian Relevan Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian berikut:



terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai



1. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dibuat oleh Haryani (2009) dengan judul “Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika menggunakan LKS di Kelas X SMA Negeri 1 Karanganom, Klaten. Berdasarkan hasil penelitianya disimpulkan bahwa penggunaan LKS dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 67,39 % pada siklus I dan 86,11 pada siklus II. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat diketahui bahwa penggunaan LKS dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Oleh karena itu, peneliti ingin mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis Problem Based Learning dengan harapan kemampuan pemecahan masalah siswa dapat meningkat. 2. Ernawati, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Departemen Pedagogik Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia dalam penelitiannya berjudul “PENINGKATAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI PERBANDINGAN DAN SKALA” Penelitian ini dilakukan di SD negeri yang terletak di jalan Sarijadi blok 17 Kecamatan Sukasari,kota Bandung tahun pelajaran 2015/2016 dengan sampel penelitiannya yaitu siswa kelas VB. Hasil studinya menghasilkan kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada materi perbandingan dan skala dapat meningkat dengan menerapkan model problem based learning.



2.4 .Pengujian Hipotesis Hipotesis ialah pernyataan sementara yang perlu diuji kebenaranya. Pengujian hipotesis akan membawa kepada kesimpulan untuk menolak atau menerima hipotesis. Dengan demikian kita dihadapkan pada dua pilihan. Agar pemilihan lebih terinci, maka diperlukan hipotesis alternatif yang disingkat Ha dan hipotesis nol (null) yang disingkat H0. Ha disebut juga sebagai hipotesis kerja atau hipotesis penelitian (research hypothesis). Ha adalah lawan atau tandingan dari H0.



Pengujian H0 dan Ha memerlukan hipotesis statistik. Hipotesis statistik adalah pernyataan khusus mengenai populasi atau sampel. Selanjutnya hipotesis statistik inilah yang diuji. Sesuai dengan keputusan yang akan diambil sebagai hasil dari penemuan penelitian, maka uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji hipotesis satu sisi (oneside atau one –tailed test) untuk sisi atas (upper tailed) dan taraf signifikansi ∝=0,05 Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H0 : rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen rata-rata≤ skor hasil belajar siswa kelas control Ha : rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen rata-rata ¿skor hasil belajar siswa kelas kontrol Hipotesis statistiknya adalah: H0 : μ1 ≤ μ2 Ha : μ2 ¿ μ2 Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan P-value sebagai berikut: Jika P-value ≤ α , maka Ho ditolak dengan α =0,05 Jika P-value ¿ α, maka Ho tidak dapat ditolak dengan ∝=0,05 dimana: μ1 = rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen μ2 = rata-rata skor hasil belajar siswa kelas kontrol. Uji-t dua sampel independen: a) Uji hipotesis Levene’s Test untuk mengetahui apakah asumsi kedua variance sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi dengan hipotesis: H0 : σ 12 = σ 22 terhadap Ha : σ 12 ≠ σ 22 dimanaσ 12 = variance group1 dan σ 22= variance group2. Dari hasil Levene’s Test pada Tabel 3 didapat p-value = 0,275 lebih besar dari α = 0,05 sehingga H0 :σ 12 = σ 22 = tidak dapat ditolak. Artinya asumsi kedua varians sama besar (equal variances assumed) terpenuhi.Group1 adalah kelas eksperimen, sedangkan group2 adalah kelas kontrol.



b) Karena hasil Levence’s Test diatas menyatakan bahwa asumsi keduavarance sama besar (equal variances assumed) terpenuhi, maka digunakan uji-t dua sampel independen dengan asumsi kedua varance sama besar (equal variances assumed) untuk hipotesis H0 : μ1 ≤ μ2terhadap Ha : μ2 ¿ μ2, pada Tabel 3 didapat P-value (2-tailed) α= 0,055. Karena peneliti melakukan akan uji hipotesis satu sisi (one tailed) Ha : μ2 ¿ μ2, maka nilai P-value (2-tailed) harus dibagi dua menjadi = 0,0275. Karena P-value



0,005 = 0,0275 lebih kecil dari maka H0: μ1 ≤ μ2ditolak dengan 2



konsekuensi Ha diterima. Artinya rata-rata skor siswa-siswa yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah secara kelompok lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor dari siswa-siswa yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah secara klasikal.



BAB III . METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian eksperimen sebenarnya (truei). eksperimental design). Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control group design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pre-test untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Sugiyono, 2010: 113 Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil adaptasi dari pola control group pre-test-post-test yang dikemukakan oleh Arikunto (2010). 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Taman Siswa Pematangsiantar. Waktu penelitian dilaksanakan pada ...(saat waktu yang ditentukan).



3.3 Populasi dan Sampel Populasi yang akan dijadikan bahan penelitian pada penelitian kali ini adalah peserta didik kelas VII SMP Taman Siswa Pematangsiantar tahun ajaran 2020/2021 yang terdiri dari dua kelas dengan jumlah 70 siswa. Pada penelitian ini penentuan sampel acak (random) atau cara diundi, dimana sebagai kelompok eksperimen adalah peserta didik yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) , sedangkan kelompok kontrol adalah peserta didik yang diberi pembelajaran menggunakan Model pembelajaran Direct Learning (DL) dari hasil pengundian diperoleh ketentuan bahwa kelas VII 2 terpilih sebagai kelompok kontrol dan kelas VII 1 terpilih sebagai kelompok eksperimen. Tes yang dilakukan



dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda (multiple chois test). Analisis data yang digunakan yaitu uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis. 3.4 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling merupakan metode atau cara menentukan sampel dan besar sampel. Ada dua macam teknik pengambilan sampel, yaitu teknik probability sampling dan nonprobability sampling (Nanang Martono, 2010:75). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik nonprobability sampling untuk cara pengambilan sampel. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Hal ini dilakukan karena peneliti memilih sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 dalam kegiatan pembelajaran dan sampel siswa yang terpilih untuk diteliti adalah siswa kelas VII 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII 2 sebagai kelas kontrol. Pembagian kelas di sekolah tersebut berdasarkan tingkatan kemampuan kognitif siswa dan berdasarkan informasi dari guru, kedua kelas tersebut memiliki kemampuan yang hampir sama.



3.5 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. 1.Variabel bebas Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi adanya variabel terikat. Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah model pembelajaran yaitu model pembelajaran problem- based learning dan model pembelajaran discovery learning. 2.Variabel terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil dari peningkatan prestasi belajar siswa kelas VII SMP Taman Siswa PematangSiantar. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini jenis tes yaitu:



(1) Instrumen Test yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal perbandingan dengan model PBL(problem based learning). Tes diberikan bentuk pre-test dan post-test. Jenis soal yang digunakan dalam tes yaitu essai(essay test) 5 tes uraian. (2) Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati pada setiap aktivitas siswa pada saat pembelajaran dengan menggunakan model PBL(problem based learning), situasi atau kejadian yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan berdasarkan lembar observasi, pengamatan terhadap kegiatan siswa selama pembelajaran, catatan lapangan, dan hasil tes matematika dalam konsep perbandingan. Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi adalah memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk, atau analisis penelitian, membandingkan hasil orang lain. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh data yang valid. Adapun tindakan yang dilakukan adalah: (1) Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh informasi tentang aktivitas siswa dengan mengamati siswa, wawancara siswa, memeriksa hasil kerja dalam mengerjakan soal dan selain siswa pengambilan data bisa dilakukan oleh peneliti atau guru, (2) Menggali data dari sumber yang berbeda untuk informasi tentang hal yang sama.



(3) Memeriksa kembali data-data yang telah terkumpul baik tentang kejanggalankejanggalan, keaslian maupun kelengkapan, dan (4) Mengulang pengolahan dan analisis data yang sudah terkumpul. 3.7 UJI PERSYARATAN INSTRUMEN Materi Topik



: Perbandingan



Jumlah Soal



: 5 Butir soal



Jumlah Peserta : 10 Orang Perbandingan



: 2 kelas (a dan b)



Kelas VII A No



Nama siswaSkor tiap soal



T



keteran



o



gan



ta l



1 2



Adi Alfred



1



2



(1 0) 10 10



4



5



(1



(2



(20



0) 10



0) 20



) 0



8 LULUS



20



0 6 LULUS



10



3 (40)



40 0



20



3



Advent



10



10



40



20



20



0 100 LULUS



4



ree Anglin



10



10



40



20



20



8 LULUS



20



0 9 LULUS



80



0 4



5



Steven Jlh



Rata-



10 50



10



0 40



8



40 160



40



20 10 0



1



20



0 8



20



rata



2



Kelas VII B No



Nama siswaSkor tiap soal



T



keteran



o



gan



ta l



1



Iksan



1



2



(1



(1



0) 10



0) 10



3 (40)



40



4



5



(2



(20



0) 20



) 20



1 LULUS 0



2



Diana



10



10



40



20



20



0 1 LULUS 0



3 4



5



Pantas Tirayu



10 10



10 10



0 40



20 20



20



0 6 LULUS



20



0 1 LULUS



n



0



Widia



0 1 LULUS



10



10



40



20



20



0 Jlh



Ratarata



50



10



50



10



160



40



10



10



0 4



0



0



6



20



0 9



20



2



A. Validasi soal Dalam analisis validitas ini akan digunakan rumus korelasi produk momen memakai angka



kasar( row-sear). Rumusnya sebagai berikut r xy =n ∑ xy ¿ ¿ ¿ Keterangan : r xy = koefisien korelasi antara variable x dan variable y n = banyaknya tes x = nilai hasil uji coba y = total nilai setelah didapat harga koefisien validitas maka harga tersebut diintreprestasikan terhadap criteria dengan menggunakan tolak ukur yang dibuat



Guilford ( suherman, 2003 : 113). Seperti



pada table di bawah ini klasifikasi interpretasi koefisien validitas Bebesar r hitung 0,90 ≤ r hitung≤ 1,00 0,70 ≤ r hitung≤ 0,90 0,40 ≤ r hitung≤ 0,70 0,20 ≤ r hitung≤ 0,40 0,00 ≤ r hitung≤ 0,20 r hitung ≤ 0,00 Jenis validitas instrument 



Interpretasi Validitas sangat tinggi Validitas tinggi Validitas sedang Validitas rendah Validitas sangat rendah Tidak valid



Logika Adapun macam-macam logika  Isi : Untuk menguj tes ini representative atautidak ( untuksampel, populasi, untuk penelitian)  Konstruksi : Diteliti dari segi susunan dan rekaan aspek : kognitif, afektif, danp sikomotor



Rumus validitas ada 2  Korelasi product moment dengan simpangan  Korelasi product moment dengan angka kasar



Yang saya gunakan adalah korelasi product moment dengan angka kasar r xy =n ∑ xy ¿ ¿ ¿ Perhitungan validitas tiap soal NoNama 1 2 3



X 10 10 10



Adi Alfred Adventree



4 5



Anglin Steven



10 10 50



Jumlah



NoNama 1 2



Y 80 60 100 80 90 410



x2 100 100 100



y2



100 100 500



Iksan



X 10



Y 100



x2 100



Diana



10



100



100



6400 3600 10000



Xy 800 600 100



6400 8100 3450



0 800 900 410



0



0



y2 10000



Xy 100



10000



0 100



3 4



Pantas Tirayun



10 10



60 100



100 100



3600 10000



0 600 100



5



Widia



10



100



100



10000



0 100



43600



0 460



Jumlah



50



460



500



0



B. Reabilitas tes Untuk menentukan koefisien reabilitas tes, peneliti menggunakan rumus alpha yaitu sebagai berikut: n r 11 = n−1



( )



(



1−∑ s 12 ❑



st2



)



Keterangan : r 11= koefisen rea n = banyak nya butir soal



∑ s 12



= jumlah varians skor tiap intem st2 = variasi skor total



Klarifikasi koefisien reabilitas Besar r 11 ≤ 0,20



Interprestasi Reliabitas sangat rendah



0,20 ≤ r 11 ≤ 40



Reabilitas rendah



0,40 ≤ r 11 ≤ 70



Reabilitas sedang



0,70 ≤ r 11 ≤ 90



Reabilitas tinggi



0,90 ≤ r 11 ≤ 100



Reabilitas sangat tinggi



C. Potensi daya beda instrument/menentukan kemampuan daya pembeda. Adapun rumus mengetahui daya pembeda adalah D p=



WH −WL n



Keterangan : D p = daya pembeda WH = jumlah kelas bawah WL = jumlah kelas atas N = jumlah kelompok atas/ bawah



Klarifikasi daya pembeda Bebesar daya pembeda Kljnterprestasi D p ≥ 0,20 Rr rendah



0,0,2 ≤ D p ≤ 0,40



Se sedang



Soal 1.



Wh−WL 90−80 10 = = =1 n 10 10



2.



Wh−WL 90−90 0 = = =0 n 10 10



3.



Wh−WL 60−50 10 = = =1 n 10 10



4.



Wh−WL 80−70 10 = = =1 n 10 10



5.



Wh−WL 80−70 10 = = =1 n 10 10



Hasil analisis instrument sebagai daya pembeda tiap butir seperti tabel berikut: No 1



Daya pembeda 1



Interprestasi Tinggi



2



0



Rendah



3



1



Tinggi



4



1



Tinggi



5



1



Tinggi



D. Indeks kesukaran Untuk menghitung indeks kesukaran, soal bentuk varian dapat digunakan rumus sebagai berikut: IK =



B N



Keterangan : IK = Indeks kesukaran B=∑ K ❑



N = Skor tertinggi Xn Adapun klasidikasi indeks kesukaran berdasarkan subjaya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Indeks kesukaran



Interprestasi



IK ≤ 0,00



Soal terlalu sukar



0,00 ≤ IK ≤ 0,30



Soal sukar



0,30 ≤ IK ≤ 0,70



Soal sedang



0,70 ≤ IK ≤1,00



Soal mudah



IK = 1,00



Soal tidak terlalu mudah



3.8 Teknik Analisa Data Teknik analisa data merupakan suatu langkah yang paling menentukan dari suatu penelitian, karena analisa data berfungsi untuk menyimpulkan hasil penelitian. Analisis data dapat dilakukan melalui tahap berikut ini : 1. Tahap Penelitian a. Perencanaan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Peneliti merancang kelas yang akan dijadikan sampel. 2) Peneliti membuat instrumen-instrumen penelitian yang akan digunakan untuk penelitian. b. Pelaksanaan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Peneliti melaksanakan pembelajaran pada sampel penelitian. 2) Peneliti menguji coba, menganalisis dan menetapkan instrumen penelitian. c. Evaluasi Pada tahap ini, peneliti menganalisis dan mengolah data yang telah dikumpulkan dengan metode yang telah ditentukan. d. Penyusunan Laporan Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah menyusun dan melaporkan hasil-hasil penelitian.



2. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal-soal. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penyusunan instrumen ini adalah: a. Perencanaan Tahap perencanaan dilakukan oleh peneliti dan guru bidang mata pelajaran. Pada tahap ini ditentukan mengenai : 1) Materi pokok yang akan diteliti 2) Bentuk-bentuk soal yang akan digunakan b. Pembuatan Butir Soal Pembuatan butir soal dilakukan oleh peneliti berdasarkan perencanaan yang telah dibuat, karena untuk menjaga kemungkinan soal tes yang mungkin tidak tepat untuk tes atau rusak. c. Uji Coba Instrumen Sebelum soal tes digunakan mengukur peserta didik pada kelas sampel, soal tes terlebih dahulu diujicobakan. Uji coba tersebut dimaksudkan untuk mengetahui validitas, realibilitas, tingkat kesukaran dan daya beda pada butir soal. Dari hasil uji coba tersebut, maka dipilih soal yang akan digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan peserta didik dalam belajar biologi pada materi virus. 1) Uji Validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah tes dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “valid” disebut dengan istilah “sahih”16. Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus : Product Moment



Keterangan :



rxy : Koefisien korelasi item soal N : Banyaknya peserta tes X : Jumlah skor item Y : Jumlah skor total Kriteria rxy adalah sebagai berikut : 0,00 < rxy < 0,20 sangat rendah 0,20 < rxy < 0,40 rendah 0,40 < rxy < 0,60 cukup 0,60 < rxy < 0,80 tinggi 0,80 < rxy < 1,00 sangat tinggi Hasil perhitungan rxy dibandingkan dengan table kritis r product moment, dengan taraf signifikan 5 % jika harga rxy maka tes tersebut valid. 2) Uji Realibilitas Reliabilitas menunjuk suatu pengetian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya. Suatu tes dikatakan dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian realibilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Analisis reliabilitas tes pada penelitian ini menggunakan rumus Hyot: r11 = 1−



Vs Vr



atau



r11 =



Vr Vs Vr Vr



Keterangan: r11 : Realibilitas seluruh soal Vr : Varians Responden Vs : Varians Sisa



Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : 0,00 < rxy ≤ 0,20 : sangat rendah 0,20 < rxy ≤ 0,40 : Rendah 0,40 < rxy ≤ 0,60 : Sedang 0,60 < rxy ≤ 0,80 : Tinggi 0,80 < rxy ≤ 1,00 : Sangat tinggi Kriteria pengujian realibilitas tes yaitu setelah didapat r11 tersebut, harga r11 dibandingkan dengan harga r Product moment pada table, jika rhitung > rtabel maka item yang dicobakan reliabel . 3) Taraf Kesukaran Soal Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan P=



B JS



Keterangan: P = tingkat kesukaran B = Banyak peserta didik yang menjawab benar JS = Jumlah seluruh peserta didik peserta tes Kriteria penghitungan indeks kesukaran soal sebagai berikut: P = 0,00-0,30 adalah soal sukar P = 0,30-0,70 adalah soal sedang P = 0,70-1,00 adalah soal mudah2



4) Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Rumus yang digunakan untuk mencari daya pembeda BA P=



BA BB = PA - PB JA JB



Keterangan: P = tingkat kesukaran J = Jumlah peserta tes A JA = Banyaknya peserta kelompok atas B JB = Banyaknya peserta kelompok bawah BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar PA =



BA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar JA



PB =



BB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar JB



Kriteria yang digunakan sebagai berikut: 0,00 < D ≤ 0,20 : Daya beda jelek 0,20 < D ≤ 0,40 : Daya beda cukup 0,40 < D ≤ 0,70 : Daya beda baik 0,70 < D ≤ 1,00 : Daya beda baik sekali



D : Negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai soal D negatif sebaiknya dibuang saja. 3. Uji prasarat Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Rumus yang digunakan :



Keterangan : χ 2 : Harga chi kuadrat Oi : Frekuensi hasil pengamatan Ei : Frekuensi yang diharapkan b. Uji Homogenitas Uji homogenitas sampel untuk mengetahui seragam (homogen) tidaknya variansi sampelsampel yang diambil dari populasi yang sama. Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berangkat dari kondisi yang sama, pengujian homogenitas data dilakukan dengan uji Bartlett yang langkahlangkahnya sebagai berikut: 1) Data dikelompokkan untuk menentukan frekuensi varians dan jumlah kelas. 2) Membuat tabel Uji Bartlett seperti tersebut di bawah ini : Harga-harga yang perlu untuk uji Bartlett H0 : σ1 2= σ1 2 =...... σk 2 3) Menguji variansi gabungan dan semua sampel :



2



S =



∑ ( ¿−1 ) S i2 ∑∋−1



4) Menghitung satuan B dengan rumus: B = (log Si2 ) ∑(ni -1) 5) Menghitung X2 dengan rumus: X2 = (In 10) {B-∑( ni -1) log Si2 } 6) Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel peluang (1-x) dan dk= (k - 1) apabila X 2 hitung < X2 tabel maka data berdistribusi homogen. 1) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data / Uji Beda Uji kesamaan dua rata-rata ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai rata-rata yang tidak berbeda pada tahap awal ini. Jika rata-rata kedua kelompok tersebut tidak berbeda, berarti kelompok itu mempunyai kondisi yang sama. Hipotesis yang akan diujikan adalah : Ho : µ1 = µ2 Ha : µ1 ≠ µ2 Keterangan : µ1 : Rata-rata data kelompok eksperimen µ2 : Rata-rata data kelompok kontrol Uji beda dalam penelitian ini menggunakan rumus t-tes, yaitu teknik statistik yang digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan dua mean yang berasal dari dua distribusi. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut



3.9



Uji Hipotesis 1. Deskripsi Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Tiap Pertemuan Hasil belajar siswa pada setiap pertemuan dilihat dari nilai tes formatif yang diberikan pada akhir kegiatan pembelajaran. Data hasil tes formatif yang dilaksanakan siswa pada setiap pertemuan. Secara ringkas, nilai rata-rata hasil tes formatif setiap pertemuan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini.



Tabel 1. Nilai Rata-Rata Kelas Setiap Pertemuan Kelas VII A pertemuan



Nilai rata-rata Kelas Kelas control eksperimen 80 82



1 2 rataan



81



90 92 91



Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata di kelas eksperimen lebih rendah dari nilai rata-rata kelas kontrol. Selisih nilai rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 10, dimana selisih nilai rata-rata ini didapat dari menjumlahkan nilai rata-rata pertemuan ke- 1 dan 2 antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. 2. Deskripsi Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Tes Akhir Tes akhir dilakukan untuk mengetahui hasil belajar di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Tes dilakukan pada pertemuan keempat seluruh siswa dapat mengikuti tes akhir. Distribusi jumlah siswa yang mengikuti tes dapat dilihat pada tabel berikut ini : es akhir program pengajaran



Ke 10orang



Kk 10 0rang



Jumlah siswa seluruhnya



10 orang



10 orang



Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada pelaksanaan tes akhir di kelas eksperimen dan kelas kontrol seluruh siswa dapat hadir untuk mengikuti tes akhir. 3. Deskripsi Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Kelas Eksperimen Hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen Nilai Frekuensi 95,00–100 5 80,00-