Penjelasan SMARTPLS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PARTIAL LEAST SQUARE (OUTER)



Partial Least Square (OUTER) menurut Wold merupakan metode analisis yang powerful oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi, PLS merupakan metode PLS dapat menghubungkan himpunan variabel independen (bebas) ke banyak variabel dependen (terikat). Di sisi prediktor, PLS bisa menangani banyak variabel independen (bebas), bahkan saat prediktor menampilkan multikolinearitas. PLS di iimplementasikan sebagai model regresi, memprediksi satu atau lebih dari satu set atau lebih variabel independen David Garson (2016) PLS merupakan teknik yang paling sesuai apabila tujuan penelitian adalah prediksi atau pengembangan teori. Sedangkan jika tujuan penelitiannya adalah pemodelan konfirmatori dan pengujian teori maka CBSEM berbasis kovarian lebih sesuai. Partial Least Squares (OUTER) adalah SEM yang berbasis varians. Hanya saja PLS memiliki perbedaan dengan Covariance Based SEM yang menggunakan aplikasi Seperti AMOS (Analisis of Moment Structures) ataupun Lisrel (Linier Structural Relationship). Partial least square(OUTER) merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi. PLS pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold, seorang pegawai dari Karl Joreskog (yang mengembangkan AMOS). Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana teorinya lemah atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. Wold. H (1985) menyebutkan PLS sebagai ”soft modelling”. PLS merupakan metode analisis yang powerfull karena dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk merekomendasikan hubungan yang ada atau belum dan juga mengusulkan proposisi pengujian selanjutnya.



Metode Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis variance dikenal sebagai metode Partial Least Square (OUTER). Alasan-alasan yang melatar belakangi pemilihan model analisis PLS adalah: 1. PLS merupakan metode analisis yang power full yang tidak didasarkan banyak asumsi dan memungkinkan dilakukan analisis dari berbagai indikator variabel laten indikator bersifat refleksif dan formatif. 2. Metode PLS lebih mudah dioperasikan, karena PLS tidak memerlukan asumsi distribusi tertentu, tidak memerlukan adanya modifikasi indeks dan goodness of fit dapat dilihat pada Q-Square Predictive 3. PLS SEM memberi kelonggaran kepada pengguna untuk menggunakan skala pengukuran selain interval seperti data nominal, ordinal dan data rasio dimana hal ini tidak diijinkan dalam SEM yang berbasis kovarian yang selama ini kita kenal sebagai covariance based SEM (CBSEM) dengan software Amos dan Lisrel.



Asumsi Partial Least Square Asumsi PLS khususnya hanya berkaitan dengan pemodelan struktural, dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis yaitu : 1. Hubungan antara variabel laten dalam inner model adalah linear dan adatif 2. Model structural bersifat rekursif. Selain itu berhubungan dengan sampel size, maka sampel dalam PLS dapat diperkirakan dengan sepuluh kali jumlah jalur struktural (struktural path) pada inner model 3. Sampel size kecil 30-50 atau sampel besar lebih dari 200. Goodness of Fit untuk inner model dievaluasi dengan melihat persentase varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R2 (R-square variabel eksogen) untuk konstruk laten, mengukur seberapa nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square menunjukkan model memiliki predictive relevance, sebaliknya jika nilai Q-square rendah menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance.



Hasil Analisys Partial Least Square dapat dikelompokkan dalam 2 tahapan, yakni pengukuran indikator (outer model) dan pengujian model structural (inner model)



PENGUKURAN INDIKATOR (OUTER MODEL) Pengukuran indikator (Outer Model) dilakukan dengan melihat Convergent validity, Contruct Reliability, Average Variance Extracted-AVE, Discriminant validity, cross loading dan undimensionalitas model. 1. Convergent validity: adalah mengukur validitas indikator sebagai pengukur variabel yang dapat dilihat dari outer loading dari masing – masing indikator variabel. Suatu indikator dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika nilai outer loading untuk masing-masing indikator > 0.70 (pada penelitian pada bidang yg belum berkembang bisa menggunakan 0.5-0.6). Jika menggunakan nilai standar Convergent Validity > 0.70, maka nilai loading dibawah 0.70 dihapus dari model. 2. Contruct Reliability adalah mengukur reliabilitas konstruk variabel laten. Nilainya yang dianggap reliabel harus diatas 0.70. Counstruc reliability sama dengan cronbach alfa. 3. Average Variance Extracted- AVE digunakan untuk mengetahui tercapainya syarat validitas diskriminan. Nilai minimum untuk menyatakan bahwa keandalan telah tercapai adalah sebesar 0,50. 4. Discriminant validity bertujuan untuk menguji sampai seberapa jauh konstruk laten benar benar berbeda dengan konstruk lainnya. Nilai discriminant validity yang tinggi memberikan indikasi bahwa suatu konstruk adalah unik dan mempu menjelaskan fenomena yang diukur. Suatu konstruk dikatakan valid yakni dengan membandingkan nilai akar dari AVE dengan nilai korelasi antar variabel latent. Nilai akar AVE harus lebih besar dr korelasi antar variable laten. 5. Cross-loading adalah metode lain untuk mengetahui discriminant validity, yakni dengan melihat nilai cross loading. Apabila nilai loading dari masing - masing item terhadap konstruknya lebih besar daripada nilai cross loadingnya.



6. Unidimensionalitas Model. Uji undimensionalitas adalah untuk memastikan bahwa sudah tidak ada masalah dalam pengukuran. Uji undimensionalitas dilakukan dengan menggunakan indikator composite reliability dan alfa cronbach. Untuk kedua indikator ini cut-value adalah 0,7.



OUTER MODEL (Diambil dari data Model Awal PLS atau Tahap 1 OUTER) Berdasarkan Tujuan Penelitian dan Bab Metodologi, maka model awal PLS pada kasus ini adalah sebagai berikut:



Berdasarkan diagram diatas, maka model structural dalam penelitian ini ada 1 Model di dalamnya, yaitu: Model pengaruh X1, X2 dan X3 Terhadap Y. Jadi Y1 sebagai variable latent endogen, sedangkan X1, x2 dan X3 sebagai variable latent exogen. Konstruk atau variable latent dalam persamaan structural ini antara lain: X1, X2, X3, dan Y. Masingmasing variable latent tersebut memiliki indicator atau variable manifest di dalamnya, yaitu X1 terdiri dari indicator X1.1 sd X1.9, X2 terdiri dari X2.1 sd X2.19, X3 terdiri dari X3.1 sd X3.9, dan Y terdiri dari Y.1 sd Y.15.



Analisis validitas dan reliabilitas dilakukan pada tahap outer model di bawah ini: Model Tahap 1 atau Tahap AWAL: Berdasarkan konsep PLS diatas maka hasil analisis outer model pada data anda adalah sebagai berikut: Hasil analisinya adalah sebagi berikut:



Apabila dijelaskan lebih rinci adalah sebagai berikut: X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.11 X2.12 X2.13 X2.14 X2.15 X2.16 X2.17 X2.18 X2.19 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X2.9 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X3.7 X3.8 X3.9 Y.1 Y.10 Y.11



X1 0.156 0.586 -0.392 0.768 0.856 0.850 -0.131 0.738 0.780                                                              



X2                   0.677 0.708 0.630 0.325 0.491 0.674 0.788 0.557 0.603 0.632 0.426 0.741 0.435 0.402 0.203 0.247 0.704 0.780 0.819                        



X3                                                         -0.277 -0.650 0.627 0.662 0.736 0.551 0.783 -0.610 0.479      



Y                                                                           0.400 0.762 0.617



X1 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15 Y.2 Y.3 Y.4 Y.5 Y.6 Y.7 Y.8 Y.9



                       



X2                        



X3                        



Y 0.840 0.782 0.876 0.819 0.499 0.508 0.601 0.593 0.676 0.690 0.727 0.613



Reliabiltas indikator bertujuan untuk menilai apakah indikator pengukuran variabel laten reliabel atau tidak. Caranya dengan mengevaluasi hasil outer loading tiap indikator. Nilai loading di atas 0,7 menunjukkan bahwa konstruk dapat menjelaskan lebih dari 50% varians indikatornya (Wong K.K., 2013; Sarstedt dkk., 2017). Dari table nilai outer loading diatas dapat dilihat bahwa tidak semua item atau indicator nilai outer loadingnya sudah > 0,7 (Ditandai dalam hijau yang berarti > 0,7 yang artinya telah valid. Dan ditandai dalam warna merah yang berarti < 0,7 yang artinya TIDAK valid). Batasan nilai Outer Loading > 0,5 masih dapat diterima asalkan validitas dan reliabilitas konstruk memenuhi syarat. Maka berdasarkan validitas outer loading dinyatakan ada beberapa item atau indicator yang tidak valid secara Convergent validity, misalnya pada konstruk X1 antara lain yang tidak valid adalah: X1.1, X1.2, X1.3 dan X1.7. Begitu pula pada beberapa indikator lainnya, ada yang tidak valid dengan batasan nilai Outer loading < 0,7. Maka selanjutnya adalah masuk pada tahap 2 dimana pada tahap tersebut indicator yang tidak valid dikeluarkan dari model yaitu yang nilai outer loadingnya < 0,7. Namun agar tidak terlalu banyak indicator yang dikeluarkan, maka kita coba terlebuh dahulu mengeluarkan indicator yang nilai outer loadingnya < 0,5 yaitu misalnya Y.2 dimana outer loadingnya sebesar 0,499 < 0,5.



Model Tahap 2: (Diambil dari data Model Tahap 2 OUTER) Pada tahap ini, indicator atau variable yang tersisa dalam model adalah sebagai diagram berikut:



Hasil analisinya adalah sebagi berikut:



Apabila dijelaskan lebih rinci adalah sebagai berikut:   X1.4 X1.5 X1.6 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.11 X2.14 X2.15 X2.17 X2.18 X2.2 X2.7 X2.8 X2.9 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X3.7 X3.9 Y.10 Y.11 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15 Y.3 Y.4 Y.5 Y.6 Y.7 Y.8 Y.9



X1 0.764 0.883 0.851 0.735 0.789                                                            



X2           0.697 0.753 0.670 0.628 0.751 0.575 0.591 0.754 0.770 0.834 0.851                                      



X3                                 0.705 0.750 0.851 0.700 0.841 0.689                          



Y                                             0.773 0.624 0.851 0.777 0.868 0.800 0.465 0.592 0.612 0.700 0.690 0.742 0.639



Dari table nilai outer loading diatas dapat dilihat bahwa masih ada beberapa indicator nilai outer loadingnya masih < 0,7 misalnya pada X2 yaitu X2.17 dimana nilai outer loading 0,575 < 0,7 maka X2.17 tidak valid secara Convergent validity. Maka berdasarkan validitas outer loading dinyatakan masih ada yang tidak valid secara convergent. Langkah selanjutnya adalah mengulangi langkah sebelumnya yaitu



mengeluarkan kembali indicator yang tidak valid dengan menggunakan batasan nilai outer loading 0,7. Namun agar tidak terlalu banyak indicator yang dikeluarkan, coba lebih dulu mengeluarkan indicator yang nilai outer loadingnya < 0,6 misalnya Y.3 dan Y.4.



Model Tahap 3: (Diambil dari data Model Tahap 3 OUTER) Pada tahap ini, indicator atau variable yang tersisa dalam model adalah sebagai diagram berikut:



Hasil analisinya adalah sebagi berikut:



Apabila dijelaskan lebih rinci adalah sebagai berikut:   X1.4 X1.5 X1.6 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.11 X2.14 X2.15 X2.2 X2.7 X2.8 X2.9 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X3.7 X3.9 Y.10 Y.11 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15 Y.5 Y.6 Y.7 Y.8 Y.9



X1 0.762 0.885 0.851 0.731 0.791                                                    



X2           0.720 0.768 0.691 0.563 0.715 0.769 0.797 0.851 0.861                                  



X3                             0.714 0.750 0.850 0.687 0.845 0.682                      



Y                                         0.785 0.617 0.846 0.764 0.857 0.799 0.638 0.720 0.709 0.754 0.661



Dari table nilai outer loading diatas dapat dilihat bahwa masih ada indicator nilai outer loadingnya masih < 0,7 yaitu misalnya Y.9 dengan nilai outer loading sebesar 0.661. Maka berdasarkan validitas outer loading dinyatakan masih ada yang tidak valid secara convergent. Langkah selanjutnya adalah mengulangi langkah sebelumnya yaitu mengeluarkan kembali indicator yang tidak valid tersebut. Pada tahap ini menggunakan batasan 0,7.



Model Tahap 4: (Diambil dari data Model Tahap 4 Outer) Pada tahap ini, indicator atau variable yang tersisa dalam model adalah sebagai diagram berikut:



Hasil analisinya adalah sebagi berikut:



Apabila dijelaskan lebih rinci adalah sebagai berikut:   X1.4 X1.5 X1.6 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.15 X2.2 X2.7 X2.8 X2.9 X3.3 X3.4 X3.5 X3.7 Y.10 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15 Y.6 Y.7 Y.8



X1 0.761 0.883 0.852 0.730 0.795                                      



X2           0.736 0.774 0.679 0.773 0.809 0.864 0.874                        



X3                         0.752 0.765 0.836 0.866                



Y                                 0.777 0.856 0.802 0.885 0.831 0.702 0.695 0.737



Dari table nilai outer loading diatas dapat dilihat bahwa masih ada indicator nilai outer loadingnya masih < 0,7 yaitu X2.15 dan Y.7. Maka berdasarkan validitas outer loading dinyatakan masih ada indicator yang tidak valid secara convergent validity. Maka langkah selanjutnya adalah mengulang seperti langkah selanjutnya tanpa mengikutsertakan X2.15 dan Y.7.



Model Tahap 5: (Diambil dari data Model Tahap 5 Outer) Pada tahap ini, indicator atau variable yang tersisa dalam model adalah sebagai diagram berikut:



Hasil analisinya adalah sebagi berikut:



Apabila dijelaskan lebih rinci adalah sebagai berikut:   X1.4 X1.5 X1.6 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.2 X2.7 X2.8 X2.9 X3.3 X3.4 X3.5 X3.7 Y.10 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15 Y.6 Y.8



X1 0.759 0.883 0.853 0.727 0.797                                  



X2           0.740 0.792 0.766 0.830 0.868 0.884                      



X3                       0.748 0.761 0.839 0.868              



Y                               0.787 0.873 0.814 0.900 0.829 0.698 0.692



Dari table nilai outer loading diatas dapat dilihat bahwa masih ada indicator nilai outer loadingnya masih < 0,7 yaitu Y.6 dan Y.8. Maka berdasarkan validitas outer loading dinyatakan masih ada indicator yang tidak valid secara convergent validity. Maka langkah selanjutnya adalah mengulang seperti langkah selanjutnya tanpa mengikutsertakan Y.6 dan Y.8.



Model Tahap 6: (Diambil dari data Model Tahap 6 Outer) Pada tahap ini, indicator atau variable yang tersisa dalam model adalah sebagai diagram berikut:



Hasil analisinya adalah sebagi berikut:



Apabila dijelaskan lebih rinci adalah sebagai berikut:   X1.4 X1.5 X1.6 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.2 X2.7 X2.8 X2.9 X3.3 X3.4 X3.5 X3.7 Y.10 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15



X1 0.753 0.882 0.860 0.720 0.797                              



X2           0.747 0.785 0.772 0.825 0.864 0.883                  



X3                       0.742 0.753 0.845 0.872          



Y                               0.801 0.893 0.836 0.923 0.835



Dari table nilai outer loading diatas dapat dilihat semua indicator nilai outer loadingnya sudah > 0,7 sehingga berdasarkan validitas outer loading dinyatakan bahwa semua indicator telah valid secara convergent validity.



Maka langkah selanjutnya adalah meniliti apakah terdapat multikolinear pada level outer model. Hasilnya berdasarkan nilai VIF Outer Model dalam table di bawah ini:   X1.4 X1.5 X1.6 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.2 X2.7 X2.8 X2.9 X3.3 X3.4 X3.5 X3.7 Y.10 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15



VIF 1.819 2.774 2.276 1.843 2.003 2.700 4.152 2.554 3.026 4.327 3.697 1.625 1.648 2.014 1.912 2.229 3.196 2.545 4.306 2.899



Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat indicator yang nilai VIF Outer Modelnya > 5. Jadi jika ada yang nilai VIF > 5 maka terdapat masalah multikolinearitas dalam level outer model. Penyebabnya adalah adanya korelasi yang sangat kuat antar variable indicator. Hasil deteksi korelasi antar indicator tersebut dapat dilihat dalam matrix korelasi di bawah ini:



Matrix Korelasi Antar Indikator: Catatan: Karena ukuran lebar table terlalu besar, maka tidak ditampilkan di penjelasan ini, namun dapat dilihat di file excel “Tahap 6 OUTER” di sheet “MATRIX KORELASI”.



Berdasarkan matrix korelasi tersebut tidak terdapat indicator yang saling berkorelasi kuat dengan nilai koefoen korelasi > 0,9 atau < -0,9. Maka berdasarkan matrix korelasi tersebut, tidak terdapat multikolinearitas pada level outer model.



Langkah berikutnya adalah melakukan analisis terhadap Contruct Reliability. Contruct Reliability adalah mengukur reliabilitas konstruk variabel laten. Nilainya yang dianggap reliabel harus diatas 0.70. Construct reliability sama dengan cronbach alfa.   X1 X2 X3 Y



Cronbach's Alpha 0.866 0.899 0.823 0.910



rho_A 0.902 0.911 0.878 0.922



Composite Reliability 0.901 0.922 0.880 0.933



Average Variance Extracted (AVE) 0.648 0.663 0.648 0.737



Diambil dari data Tahap 6 Outer. Internal Consistency Reliability Internal Consistency Reliability mengukur seberapa mampu indikator dapat mengukur konstruk latennya. (Memon dkk., 2017). Alat yang digunakan untuk menilai hal ini adalah composite reliability dan Cronbach’s alpha. Nilai composite reliability 0,6 – 0,7 dianggap memiliki reliabilitas yang baik ( Sarstedt dkk., 2017 ), dan nilai Cronbach’s alpha yang diharapkan adalah di atas 0,7 (Ghozali dan Latan, 2015). Berdasarkan table diatas, terlihat bahwa semua konstruk memiliki nilai nilai cronbach’s Alpha > 0,6 dan bahkan semuanya > 0,7, maka dapat dikatakan bahwa semua konstruk tersebut telah reliable. Misalnya cronbach’s Alpha dari variable latent X1 sebesar 0,866 > 0,7 maka X1 reliabel. Analisis Unidimesionalitas Model. Uji unidimensionalitas adalah untuk memastikan bahwa sudah tidak ada masalah dalam pengukuran. Uji undimensionalitas dilakukan dengan menggunakan indikator composite reliability dan alfa cronbach. Untuk kedua indikator ini cut-value adalah 0,7. Maka berdasarkan tabel diatas, semua konstruk telah memenuhi syarat unidimensionalitas sebab nilai composite reliability > 0,7. Misalnya Composite reliability dari variable latent X1 sebesar 0,901 > 0,7 maka X1 reliabel. Validitas Konvergen. Validitas konvergen ditentukan berdasarkan dari prinsip bahwa pengukur dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi (Ghozali dan Latan, 2015). Validitas konvergen sebuah konstruk dengan indikator reflektif dievaluasi dengan Average Variance Extracted (AVE). Nilai AVE seharusnya sama dengan 0,5 atau lebih. Nilai AVE 0,5 atau lebih berarti konstruk dapat menjelaskan 50% atau lebih varians itemnya ( Wong K.K., 2013, Sarstedt dkk., 2017). Dan berdasarkan nilai Average Variance Extracted (AVE) untuk mengetahui tercapainya syarat validitas konvergen, maka semua konstruk telah tercapai syarat validitas konvergen sebab nilai AVE semua >0,50. Misalnya AVE dari variable latent X1 sebesar 0,648 > 0,5 maka X1 valid secara konvergen.



Validitas diskriminan bertujuan untuk menentukan apakah suatu indikator reflektif benar merupakan pengukur yang baik bagi konstruknya berdasarkan prinsip bahwa setiap indikator harus berkorelasi tinggi terhadap konstruknya saja. Pengukur-pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi tinggi (Ghozali dan Latan, 2015). Dalam aplikasi SmartPLS 3.2.7 uji validitas diskriminan menggunakan nilai cross loadings dan Fornell-Larcker Criterion, dan Heterotrait-Monotrait (HTMT) (Henseler dkk., 2015). Discriminant validity bertujuan untuk menguji sampai seberapa jauh konstruk laten benar benar berbeda dengan konstruk lainnya. Nilai discriminant validity yang tinggi memberikan indikasi bahwa suatu konstruk adalah unik dan mempu menjelaskan fenomena yang diukur. Suatu konstruk dikatakan valid yakni dengan membandingkan nilai akar dari AVE (Fornell-Larcker Criterion) dengan nilai korelasi antar variabel latent. Nilai akar AVE harus lebih besar dr korelasi antar variable laten. Untuk menilai validitas diskriminan adalah dengan Fornell Larcker Criterion, yaitu sebuah metode tradisional yang telah digunakan lebih dari 30 tahun, yang membandingkan nilai akar kuadrat dari Average Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk lainnya dalam model ( Henseler dkk., 2015 ). Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka model tersebut dikatakan memiliki nilai validitas diskriminan yang baik (Fornell dan Larker, 1981 dalam Wong, 2013).   X1 X2 X3 Y



X1 0.805 -0.625 -0.665 0.648



X2   0.814 0.688 -0.544



X3     0.805 -0.524



Y       0.859



Diambil dari data Tahap 6 Outer. Berdasarkan table diatas, maka semua akar dari AVE (Fornell-Larcker Criterion) tiap konstruk lebih besar dari pada korelasinya dengan variable lainnya. Misal X1: nilai AVE adalah 0,648 maka Akar AVE nya adalah 0,805. Nilai 0,805 tersebut lebih besar dari pada korelasinya dengan konstruk lainnya, yaitu dengan X2 sebesar -0,625, dengan X3 sebesar -0,665, dengan Y sebesar 0,648. Begitu pula dengan variable latent lainnya, dimana nilai AKAR AVE > Korelasi dengan konstruk lainnya. Karena semua variable latent nilai Akar AVE > Korelasinya dengan konstruk lainnya, maka syarat validitas diskriminan pada model ini telah terpenuhi, seperti yang tercantum dalam table diatas.



Nilai cross loading masing-masing konstruk dievaluasi untuk memastikan bahwa korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada konstruk lainnya. Nilai cross loading yang diharapkan adalah lebih besar dari 0,7 (Ghozali dan Latan, 2015). Cross-loading adalah metode lain untuk mengetahui discriminant validity, yakni dengan melihat nilai cross loading. Apabila nilai loading dari masing - masing item terhadap konstruknya lebih besar daripada nilai cross loadingnya. Di bawah ini adalah table cross loading:   X1.4 X1.5 X1.6 X1.8 X1.9 X2.1 X2.10 X2.2 X2.7 X2.8 X2.9 X3.3 X3.4 X3.5 X3.7 Y.10 Y.12 Y.13 Y.14 Y.15



X1 0.753 0.882 0.860 0.720 0.797 -0.378 -0.521 -0.397 -0.546 -0.558 -0.659 -0.460 -0.493 -0.528 -0.629 0.537 0.658 0.465 0.610 0.481



X2 -0.513 -0.517 -0.624 -0.275 -0.495 0.747 0.785 0.772 0.825 0.864 0.883 0.555 0.550 0.596 0.547 -0.434 -0.513 -0.454 -0.516 -0.403



X3 -0.557 -0.551 -0.597 -0.417 -0.533 0.442 0.556 0.471 0.635 0.611 0.658 0.742 0.753 0.845 0.872 -0.389 -0.522 -0.450 -0.463 -0.414



Y 0.404 0.578 0.672 0.308 0.523 -0.426 -0.297 -0.535 -0.396 -0.394 -0.518 -0.318 -0.319 -0.411 -0.563 0.801 0.893 0.836 0.923 0.835



Diambil dari data Tahap 6 Outer. Dari table diatas dapat dilihat bahwa semua loading indicator terhadap konstruk > cross loadingnya. Misalnya pada konstruk X1, dimana semua nilai loading semua indikatornya lebih besar dari pada semua cross loadingnya ke konstruk lainnya. Contoh adalah indicator X1.4 dimana nilai loadingnya adalah 0,753 lebih besar dari pada cross loadingnya ke konstruk lainnya, yaitu -0,513 ke X2, -0,557 ke X3, dan 0,404 ke Y. Begitu juga dengan semua item lainnya dimana nilai loading ke konstruknya > cross loading ke konstruk lainnya. Oleh karena semua indicator nilai loadingnya terhadap konstruknya > cross loadingnya maka model ini telah memenuhi syarat validitas diskriminan.



Heterotrait-Monotriat Ratio Of Correlations (HTMT) Beberapa ahli berpendapat bahwa cross loading dan Fornell-Larcker Criterion kurang sensitif dalam menilai validitas diskriminan. HTMT merupakan metode alternatif yang direkomendasikan untuk menilai validitas diskriminan. Metode ini menggunakan multitrait-multimethod matrix sebagai dasar pengukuran. Nilai HTMT harus kurang dari 0,9 untuk memastikan validitas diskriminan antara dua konstruk reflektif (Henseler dkk., 2015)   X1 X2 X3 Y



X1   0.684 0.767 0.685



X2     0.813 0.577



X3       0.573



Y        



Diambil dari data Tahap 6 Outer. Tabel HTMT diatas menunjukkan bahwa semua nilai HTMT < 0,9 maka dapat dinyatakan bahwa semua konstruk telah valid secara validitas diskriminan.



Kesimpulan pada model ini: Semua item atau indicator telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas serta tidak terdapat adanya multikolinearitas antar indikator. Maka langkah selanjutnya adalah analisis terhadap inner model.



Interpretasi Hasil (Inner Model) (Diambil dari data Model Tahap 6 Inner) Selanjutnya dilakukan pengukuran path coefficients antar konstruk untuk melihat signifikansi dan kekuatan hubungan tersebut dan juga untuk menguji hipotesis. Nilai path coefficients berkisar antara -1 hingga +1. Semakin mendekati nilai +1, hubungan kedua konstruk semakin kuat. Hubungan yang makin mendekati -1 mengindikasikan bahwa hubungan tersebut bersifat negatif (Sarstedt dkk., 2017). Hasil dari analisis pada tingkat inner adalah sebagai berikut: (Nilai T Hitung dari loading factor dan path coefficient)



Dan apabila yang ditampilkan adalah nilai p value dari loading factor serta path coefficient, adalah sebagai berikut:



Dari diagram diatas, dapat dijabarkan secara terperinci sebagai berikut: Path Coefficient atau koefisien analisis jalur Direct Effects: Di bawah ini menunjukkan direct effect atau efek langsung masing-masing konstruk variable bebas terhadap variable terikat:



 



Origin al Sampl e (O)



Samp le Mean (M)



X1 -> Y X2 -> Y X3 -> Y



0.479 -0.196 -0.070



0.476 -0.201 -0.080



Standar d Deviati on (STDEV ) 0.108 0.089 0.107



T Statistics (| O/STDEV| ) 4.429 2.192 0.655



P Valu es 0.000 0.029 0.513



Diambil dari data Tahap 6 Inner. Pada Output Path Coefficient seperti nampak pada tabel di atas adalah melihat besarnya pengaruh langsung (DIRECT EFFECT) masing - masing variabel bebas (eksogen) terhadap variable terikat (endogen). Besarnya koefisien parameter untuk variabel X1 terhadap Y sebesar 0,479 yang berarti terdapat pengaruh positif X1 terhadap Y. Atau dapat diinterpretasikan bahwa semakin baik nilai X1 maka Y akan semakin meningkat pula. Peningkatan satu satuan X1 akan meningkatkan Y sebesar 47,9%. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan bootstrap atau resampling, dimana hasil uji koefisien estimasi X1 terhadap Y hasil bootstrap adalah 0,476 dengan nilai t hitung 4,429 maka nilai p value adalah 0,000 0 menunjukkan bahwa model mempunyai predictive relevance yang akurat terhadap konstruk tertentu sedangkan nilai Q2 < 0 menunjukkan bahwa model kurang mempunyai predictive relevance (Sarstedt dkk., 2017). Relevansi prediksi adalah untuk menilai apakah prediksi yang didapatkan relevance ataukah tidak. Perhitungannnya dalam PLS SEM menggunakan Q Square. Berikut hasilnya:   X1 X2 X3 Y



SSO 470.000 564.000 376.000 470.000



SSE 470.000 564.000 376.000 325.913



Q² (=1-SSE/SSO)       0.307



Diambil dari data Tahap 6 Blinfolding. Maka berdasarkan nilai Q Square diatas, prediksi terhadap Y relevan atau akurat sebab nilai Q Square sebesar 0,307>0,05.



Multikolinearitas Inner Model: SmartPLS v.3.2.7 2018 menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk mengevaluasi kolinearitas.Multikolinearitas cukup sering ditemukan dalam statistik. Multikolinearitas merupakan fenomena di mana dua atau lebih variabel bebas atau konstruk eksogen berkorelasi tinggi sehingga menyebabkan kemampuan prediksi model tidak baik (Sekaran dan Bougie, 2016). Nilai VIF harus kurang dari 5, karena bila lebih dari 5 mengindikasikan adanya kolinearitas antar konstruk (Sarstedt dkk., 2017). Multikolinearitas atau adanya interkorelasi kuat antar variable bebas ditunjukkan dalam nilai VIF Inner model di bawah ini:   X1 X2 X3 Y



X1        



X2        



X3        



Y 1.983 2.101 2.298  



Diambil dari data Tahap 6 Outer. Berdasarkan nilai VIF dalam table diatas, tidak ada nilai VIF > 10 bahkan tidak ada yang > 5 maka tidak ada masalah multikolinearitas. Fakta tersebut didukung dengan tidak adanya korelasi antar variable bebas yang kuat seperti dalam table di bawah ini:



Tabel korelasi antar variable latent:   X1 X2 X3 Y



X1 1.000 -0.625 -0.665 0.648



X2 -0.625 1.000 0.688 -0.544



X3 -0.665 0.688 1.000 -0.524



Y 0.648 -0.544 -0.524 1.000



Diambil dari data Tahap 6 Outer.



Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak ada korelasi kuat (> 0,9 atau < -0,9) antar variable latent, maka tidak terdapat masalah multikolinearitas. Misalnya korelasi antara X1 dengan X2 sebesar -0,625 > -0,9 dan < 0,9 maka korelasi keduanya tidak kuat.



Model Fit Agar model memenuhi kriteria model fit, nilai SMSR harus kurang dari 0,05 (Cangur dan Ercan, 2015). Namun berdasarkan penjelasan dari situs SMARTPLS, batasan atau kriteria model fit antara lain: Nilai RMS Theta atau Root Mean Square Theta < 0,102, Nilai SRMR atau Standardized Root Mean Square 0,9. Fit Summary   SRMR d_ULS d_G1 d_G2 Chi-Square NFI



Saturated Model 0.093 1.821 1.131 0.883 439.281 0.716



Estimated Model 0.093 1.821 1.131 0.883 439.281 0.716



rms Theta   rms Theta



  0.212



Diambil dari data Tahap 6 Outer.



Nilai RMS Theta atau Root Mean Square Theta 0,212 > 0,102 maka model tidak fit. Nilai SRMR atau Standardized Root Mean Square 0,093< 0,10 maka model fit dengan data. Dan Nilai NFI 0,716 < 0,9 maka model tidak fit. Maka berdasarkan ketiga penilaian model tersebut, berdasarkan nilai SRMR maka model memenuhi kriteria model fit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model fit dengan data.