Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Pleno Blok 21



Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2



102011196



Resi Septiani



102011227



Fergie Merrywen Tamu Rambu



102013050



Theodorus Samuel



102013109



Sariwidya Anggreani Putri



102013225



Fauziah Andiani



102013386



Eldiana Lepa



102013411



Louis Ryandi



102013487



Marliani Hanifah Mahmud



102013534



Syahmi Syafiq bin Azmei



Kelompok PBL C1



Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna utara No.6 Jakarta 11510. Telepon : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731



www.ukrida.ac.id



Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 1



Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan.1 Pada skenario kasus seorang laki-laki berusia 35 tahun dating kedokter untuk berkonsultasi karena ia merasa semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun yang lalu dan minum metformin dan glinbenklamid secara teratur.1



Anamnesis Dari kasus skenario pasien datang dengan keluhan merasa semakin lemas sejak dua minggu lalu dan pasien memiliki riwayat diabetes meliitus sejak 5 tahun yang lalu dan minum metformin, dan glibenklamid secara teratur. .1 Dari keluhan utama tersebut, kita sebagai dokter memiliki diagnosis banding antara lain diabetes melittus tipe 2, diabetes melitus tipe 1, Diabetes mellitus tipe awitan dewasa muda, dan hipotiroid. Oleh karena itu, perlu ditanyakan beberapa pertanyaan berikut pada anamnesis yang dapat mengarahkan diagnosis kepada diabetes mellitu tipe 2, diabetes melitus tipe 1, dan MODY yaitu : 1. Identitas pasien 2. Keluhan yang dialami pasien : a. Apakah ada polidipsi, polifagia, dan polyuria ? b. Apakah penurunan berat badan ? c. Apakah ada rasa baal pada ekstremitas ? d. Apakah ada luka yang lama masa penyembuhannya ? e. Apakah ada rasa lelah setelah aktivitas berat ? f. Apakah ada gangguan penglihatan ? Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 2



g. Apakah napas cepat dan dalam, takikardia ? Dan juga perlu anamnesis untuk mengarah kediagnosis hipotiroid antara lain : a. Apakah sering lemas, berbicara lambar ? b.



apakah ada kulit kering kasar ?



c. Apakah jarang berkeringat dan tidak tahan dingin ? d. Apakah rambut mudah rontok ? 2. Riwayat penyakit dahulu : a. Apakah bapak menderita diabetes melitus ? b. Apakah pernah dirawat inap di rumah sakit ? c. Apakah pernah menderita hipertensi ? 3. Riwayat penyakit keluarga dan pengobatan : a. Apakah ada riwayat diabetes melitus di dalam keluarga ? b. Apakah pernah menjalani / sedang menjalani terapi untuk diabetes ? 4. Riwayat sosial : a. Bagaimana pola makan dan olahraga sehari-hari ? b. Apakah punya kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol ? Hal-hal diatas jika ditanyakan dengan benar dapat mengarah kediagnosis diabetes mellitus.1



Pemeriksaan Fisik Keadaan umum adalah yang paling pertama kita perhatikan dalam melakukan pemeriksaan fisik. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital, yaitu tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan. Inspeksi didahului pada daerah tungkai bawah yaitu melihat apakah terdapat luka ataupun ulkus, lalu dilanjutkan inspeksi keseluruhan bagian tubuh untuk melihat adakah tanda-tanda dehidrasi akibat hiperglikemia.2 Perhatikan juga apakah terdapat tanda takipnea atau pernapasan Kussmaul. Selain itu pemeriksaan juga dilakukan pada mata yaitu pemeriksaan ketajaman penglihatan dan respons pupil mata. Pada pemeriksaan fisik di bagian tungkai bawah juga penting untuk mendeteksi apakah terdapat neuropati dengan tes raba halus menggunakan monofilament dan tes refleks fisiologis. Palpasi juga dapat dilakukan untuk meraba adanya pulsasi terutama pada tungkai bagian bawah.1 Dari pemeriksaan fisik, hasil yang didapat adalah: Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 3



       



Keadaan umum Tekanan darah Denyut nadi Frekuensi Napas Suhu tubuh Indeks Massa Tubuh Lipatan leher danketiak Lingkar pinggang



: Baik : 120/80 : 88x/menit : 16x/menit : afebris : 22,5 : Hiperpigmentasi : tidak ada hasil



Pemeriksaan Penunjang Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis suatu penyakit. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk kasus ini adalah. 2 Glukosa Darah Pemeriksaan penunjang laboratorium dapat berfungsi sebagai pemeriksaan penyaring, menegakkan diagnosis, pemantauan hasil pengobatan dan pengendalian diabetes mellitus. Pemeriksan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak mempunyai gejal DM tetapi mempunyai risiko DM. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu risiko DM, yaitu : 1. Usia > 45 tahun 2. Aktivitas fisik kurang 3. Termausk kelompok etnik risiko tinggi (African American, latin, native American, 4. 5. 6. 7. 8.



asia American, pacific islander) BB > 110% BB ideal atau IMT 23 kg/m2 Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) Riwayat DM pada garis keturunan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat // BB lahir bayi > 4000 gram Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan / kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL Bagi kelompok risiko dengan pemeriksaan penyaring yang negative maka diperlukan



untuk mengulang pemeriksaan setiap tahunnya. Sedangkan bagi mereka yang berusia lebih dari 45 tahun dengan hasil pemeriksaan penyaring yang negative maka pemeriksaan dapat diulang setiap 3 tahun. Berikut adalah nilai rujukan hasil pemeriksaan penyaring DM : 1. Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) a. Bukan DM : < 110 mg/dL b. Belum pasti DM : 110-199 mg/dL Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 4



c. DM : ≥ 200 mg/dL 2. Kadar glukosa darah puasa (GDP) a. Bukan DM : < 110 mg/dL b. Belum pasti DM : 110-125 mg/dL c. DM : ≥ 126 mg/dL Diagnosis diabetes mellitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik (glucoseoxidase & hexokinase) dengan bahan darah plasma vena. Namun pada kondisi tertentu dimana sulit mendapatkan darah vena, dapat juga dipakai darah utuh (whole blood) vena atau kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnosis yang berbeda sesuai dengan pembakuan oleh WHO. Hasil pemeriksaan glukosa darah dengan menggunakan darah vena dapat berbeda dengan darah kapiler disebabkan kadar glukosa darah kapiler lebih tinggi 710% daripada kadar glukosa darah vena. Pemeriksaan dengan menggunakan serum sama baiknya dengan plasma bila serum dipisahkan dari darah lengkap dalam waktu kurang dari 1 jam. Glukosa dalam serum atau plasma yang disimpan pada suhu 4°C dapat bertahan sampai 48 jam. Bila pemeriksaan dilakukan setelah 48 jam, akan diperoleh kadar glukosa yang lebih rendah secara bermakna. Hal ini dikarenakan glukosa tersebut digunakan untuk metabolisme sel-sel darah dan juga kuman. Oleh karena itulah jika pemeriksaan terpaksa ditunda maka darah utuh harus diberikan pengawet NaF sebanyak 2 mg/mL. Dengan penambahan NaF, pemeriksaan dapat ditunda sampai 48 jam. Nilai rujukan kadar glukosa darah dengan menggunakan plasma vena pengambilan sewaktu (gula darah sewaktu) dan pada pengambilan setelah 8 jam berpuasa (gula darah puasa) adalah < 110 mg/dL. Pemeriksaan gula darah 2 jam setelah makan (post prandial) juga dapat dilakukan namun lebih sulit karena harus distandarisasi berdasarkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi harus distandarisasi terlebih dahulu. Walaupun begitu pemeriksaan ini masih dapat digunakan untuk memantau hasil pengobatan dan pengendalian DM. Bila berdasarkan pemeriksaan gula darah sewaktu maupun puasa belum dapat dipastikan diabetes mellitus maka dilakukanlah pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Penilaian hasil pemeriksaan jam ke-2 TTGo adalah sebagai berikut : -



Kadar glukosa darah < 140 mg/dL : TTGO normal Kadar glukosa darah 140-199 mg/dL : Toleransi glukosa terganggu Kadar glkosa darah > 200 mg/dL : Diabetes mellitus



Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 5



Selain pada penderita DM kelainan pemeriksaan TTGO dapat pula dijumpai pada penyakit lain seperti hipertiroidisme dan renal glukosuria. 2 Pada kasus skenario glukosa darah sewaktu pasien 252 mg/dL, hal ini mengalami peningkatan kadar glukosa darah sewaktu.2 Pemeriksaan HbA1C HbA1C merupakan hemoglobin terglikosilasi dan dikenal juga sebagai glikohemoglobin yang terbentuk secara perlahan melalui reaksi non-enzimatik dari hemoglobin dan glukosa. Reaksi non-enzimatik ini berlangsung terus-menerus sepanjang umur eritrosit sehingga eritrosit tua mengandung A1C lebih banyak daripada eritrosit muda. Proses glikosilasi non-enzimatik ini dipengaruhi oleh kadar glukosa di dalam darah. Berdasarkan waktu paruhnya yaitu sekitar setengah dari usia eritrosit maka pemeriksaan kadar A1C digunakan untuk memantau keadaan glikemik untuk kurun waktu 2-3 bulan yang lalu. Nilai normal kadar A1C adalah 5-8% dari kadar Hb total. Pada kasus skenario nilai A1C adalah 10%. Hal ini mengalami peningkatan kadar A1C. Pemeriksaan A1C digunakan untuk menilai efek pengobatan 8-12 minggu sebelumnya tetapi tidak dapat dipakai untuk menilai hasil pengobatan jangka pedek. Pemeriksaan ini dianjurkan sedikitnya dilakukan 2 kali dalam setahun.2 FT3, FT4, T3, T4 menurun, TSH meningkat Pada keadaan hipotiroid primer akan dijumpai pada tiroiditis kronis, pengobatan dengan jodium radio-aktif atau pembedahan. Pada keadaan ini akan dijumpai penurunan kadar T4 dan T3 serta peningkatan TSH. Mungkn pula kadar T4 masih dalam batas normal atau batas nilai normal tetapi kadar TSH biasanya telah jelas meningkat.2



Differential Diagnosis Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bisa dicurigai menderita beberapa penyakit seperti: a. Diabetes Melitus Tipe-1



Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 6



Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependent insulin; namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. 3 Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur. Biasanya orang yang mengalami DM tipe ini di haruskan menggunakan insulin ( Injeksi ) sebagai pengobatannya. Penggunaan insulin ini, agar jumlah gula yang menumpuk tadi, jadi berkurang akibat penambahan insulin.3 b. Diabetes Awitan Dewasa Muda (MODY) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) adalah kelainan genetik dan klinik yang heterogen dan merupakan salah satu tipe dari DM yang ditandai dengan onset yang cepat, kelainan genetik autosomal dominan dan defek utama pada sekresi insulin Genetic defects of beta cell function. 3 MODY seperti DM tipe 2 yang disebabkan oleh kelainan gen autosomal dominan dan terjadi pada usia muda dengan riwayat DM dalam keluarga. MODY merupakan kelainan genetik diwariskan melalui keturunan. MODY sering dibandingkan dengan DM tipe 2 dan memiliki beberapa kesamaan gejala. Tetapi bagaimanapun, MODY tidak ada hubungannya dengan obesitas, penderitanya biasanya muda dan tidak ada kaitannya dengan kelebihan berat badan. Onset terjadi sebelum usia 25 tahun. Dapat terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam keluarga. MODY tidak selalu membutuhkan pengobatan insulin.3



Manifestasi klinis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis MODY :  Hiperglikemik ringan sampai sedang (tpically 130–250 mg/ dl, atau 7–14 mmol/ l) dan ditemukan sebelum usia 30 tahun.  Gejala awal sama seperti gejala DM pada umumnya.  Tidak ada autoantibodi atau kelainan autoimun lainnya.



Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 7



 Tidak ada obesitas atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan DM tipe 2.  Resistensi insulin jarang terjadi. b. Hipotiroid Berdasarkan lokasi kelainan pada hypothalamic pituitary thyroid axis, hipotiroidisme dibagi atas 3 jenis, yaitu hipotiroidisme primer, seunder dan tersier. Pada hipotiroidisme primer letak kelainan pada kelenjar tiroid sendiri, dapat bersifat kongenial atau didapat. Kelainan pada hipotiroidisme sekunder terletak pada hipofisis yang tidak mampu memproduksi TSH, sedangkan kelainan pada hipotiroidisme tersier terletak pada hipotalamus yang tidak mampu memproduksi TRH. Selain disebabkan karena kelainan organ, dijumpai juga kasus yang disebabkan adanya resistensi terhadap hormon tiroid.3 Hipotiroid primer disebabkan oleh



ketidakmampuan



kelenjar tiroid



untuk



menghasilkan hormon tiroid, kelainan ini dapat bersifat kongenital atau didapat.3 Gambaran klinis  Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat.  Penurunan frekuensi denyut jantung.  Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan 



kaki. Penerapan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan



 



nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran xerna Konstipasi Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh.



Working Diagnosis Working Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dan hasil dari pemeriksaan fisik serta penunjang, dapat ditarik kesimpulan kalau pasien tersebut menderita diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus (DM) mengacu pada sekelompok kelainan metabolik dengan gejala hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM dan disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Berdasarkan etiologi yang menyebabkan DM, faktor yang ikut berperan dalam terjadinya hiperglikemia adalah berkurangnya sekresi insulin, pengurangan kemampuan menggunakan glukosa, dan peningkatan produksi glukosa. 4



Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 8



Apabila terdapat gejala khas DM dengan pemeriksaan glukosa darah yang abnormal, 1 kali sudah cukup untuk diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan jika tidak ditemukan gejala khas diabetes maka diperlukan lebih dari 1 kali pemeriksaan glukosa darah yang abnormal hasilnya. Diagnosis terhadap DM dapat ditegakkan dengan kriteria berikut :4 1. Gejala khas DM + glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) 2. Gejala khas DM + glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L) 3. Glukosa plasma 2 jam setelah makan dengn TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)



Etiologi Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena gangguan sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena gaya hidup yaitu asupan kalori berlebihan, dan obesitas. Indeks massa tubuh di mana berat badan berlebih meningkatkan risiko untuk diabetes bervariasi dengan kelompokkelompok ras yang berbeda. Sekitar 90% pasien yang mengidap diabetes mellitus tipe 2 adalah obesitas.4 Faktor risiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:4 



Umur lebih dari 45 tahun (meskipun, seperti disebutkan di atas, diabetes mellitus tipe 2 terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada orang muda)







Bobot yang lebih besar dari 120% dari berat badan yang diinginkan







Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada seorang saudara tingkat pertama (misalnya, orang tua atau saudara)







Sejarah toleransi glukosa terganggu sebelumnya (IGT) atau glukosa puasa terganggu (IFG)







Hipertensi (> 140/90 mm Hg) atau dislipidemia (high-density lipoprotein [HDL] tingkat kolesterol 150 mg / dL)







Sejarah diabetes mellitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat lahir ≥ 4000 gram



Epidemiologi Prevalensi DM di dunia meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir, diperkirakan dari 30 juta kejadian pada tahun 1985 menjadi 285 juta kasus pada tahun 2010. Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 9



International Diabetes Federation memperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan ada 438 juta individu yang terkena diabetes. DM tipe 2 prevalensinya meningkat lebih cepat daripada tipe 1. Mungkin disebabkan oleh peningkatan obesitas, pengurangan aktivitas fisik dan usia harapan hidup yang meningkat.4



Patofisiologi Insulin resistensi dan kelainan sekresi insulin berperan utama pada perkembangan DM tipe 2. DM tipe 2 dicirikan dengan kelainan insulin sekresi, resistensi insulin, produksi glukosa oleh hati yang berlebihan dan kelainan metabolisme lemak. 4 Kegemukan, terutama visceral atau sentral sangat sering menderita DM tipe 2. Pada kelainan tahap awal, toleransi glukosa cukup normal, meskipun terjadi resistensi karena cell beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan pengeluaran insulin. Ketika insulin resistensi dan kompensasi hiperinsulinemia terus terjadi, sel beta pankreas pada beberapa individu tidak dapat menopang keadaan hiperinsulinemia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya IGT, ditandai dengan meningkatnya glukosa post prandial. Pada keadaan yang lebih lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi



glukosa oleh hati



menyebabkan diabetes yang jelas dengan hiperglukosa pada saat keadaan puasa. Yang paling terakhir adalah terjadi kerusakan sel beta.4



Gambar 2. Patofisiologi DM tipe 2 Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 10



Manifestasi Klinik Manifestasi klinis diabetes klasik adalah rasa haus yang berlebihan yang mengakibatkan banyak minum (polidipsi), sering kencing (poliuria) terutama pada malam hari (nokturia) yang dapat mengganggu kehidupan, banyak makan (poliphagi) tapi berat badan menurun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki (neuropati), cepat lapar, penglihatan jadi kabur, infeksi dan luka yang sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.5



Komplikasi Komplikasi akut sebagai penyulit pada diabetes melitus adalah :5 1. Ketoasidosis diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering.5 2. Hiperosmolar Hiperglikemik non ketotik Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan.5 Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 11



Penatalaksanaan Pengobatan dibagi atas atas medika mentosa dan non-medika mentosa. Macam-macam Obat Hipoglikemik Oral:5 1) Golongan Insulin Sensitizing2 Biguanid Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Glitazone Golongan Thiazolidinediones atau glitazone adalah golongan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. 2) Penghambar Alfa Glukosidase5 Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. 3) Golongan Sekretagok Insulin5 Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Golongan ini meliputi sulfonylurea dan glinid. Sulfonilurea Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin. Glinid Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang singkat karena lama menempel pada kompleks sulfonylurea sehingga dapat menurunkan ekuivalen A1C pada SU. Sedang nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. A. Insulin Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Obat hipoglikemik oral (misalnya metformin) terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk penderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki sensitivitas terhadap insulin.



Non Medika Mentosa Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 12



Modalitas pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus. kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. 5 Terapi Gizi Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetis



dan melakukan modifikasi diet



berdasarkan kebutuhan individual.5 Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: 1.



menurunkan berat badan



2.



menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik



3.



menurunkan kadar glukosa darah



4.



memperbaiki profil lipid



5.



meningkatkan sensitivitas reseptor insulin



6.



memperbaiki system koaguasi darah



Prognosis Sepanjang dapat dikontrol dengan baik, prognosis DM dapat memuaskan. Selain itu juga ketaatan pasien sangat menentukan juga prognosis kelainan ini. Kadar glukosa darah harus dijaga agar selalu optimal, tidak berlebihan ataupun kekurangan. Pencegahan atau penanganan komplikasi yang cepat juga dapat menurunkan angka mortalitas dari penyakit ini.



Kesimpulan Diabetes melitus terutama yang tipe 2 merupakan kelainan metabolik gabungan dari penurunan sekresi insulin, peningkatan resistensi insulin dan pembentukan glukosa berlebihan. Manifestasi utamanya adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi. Maka berdasarkan keluhan utama, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien menderita DM tipe 2.



Daftar Pustaka Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 13



1.



Karam JH, Forsham PH. Hormon-hormon pankreas dan diabetes melitus. Dalam: Greenspan FS, Baxter JD, editor. Endokrinologi dasar dan



2.



klinis. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2008.h.754-72. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;



2006.h.1261-70. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S.



Buku ajar



Ilmu



3.



Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat



Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.h.1880-82, 1900-13. 4. Powers AC. Diabetes melitus. In: Harrison’s Principle of 5.



Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill; 2008.p.2293. Achmad T, Sutisna H, Kurniawan A.N. Diabetes melitus. Buku saku dasar patologi



penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2004.h.557- 8.



Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 | 14