Peran Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat Dalam Pengembangan PPK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN PENDIDIKAN NASIONAL



PENGEMBANGAN PERAN KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER



OLEH :



1. RIDHOLINA ( 20510042) 2. ANNA SRI WARDHANI (20510069) 3. RINI SETYANINGSIH (20510071)



PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN (S2) PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI SEMARANG



KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Puji syukur ke hadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya berupa nikmat sempat dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pengembangan peran Keluarga, Sekolah dan Masyarakat dalam Penguatan Pendidikan Karakter Makalah ini disusun guna memenuhi persyaratan tugas Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Nasional, yang membahas tentang peran Keluarga, Sekolah dan Masyarakat dalam Penguatan Pendidikan Karakter. Harapan kami , semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekaligus menambah pemahaman tentang manajemen pendidikan nasional, meskipun masih terdapat kekurangan-kekurangan di berbagai bagian makalah. Dengan kerendahan hati kami mohon maaf apabila ada ketidaksesuaian dan kesalahan. Kami terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Semarang, Desember 2020 Penulis



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................i KATA PENGANTAR.........................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................iii I.



BAB I PENDAHULUAN................................................................... A. Latar Belakang Masalah..............................................................1 B. Rumusan Masalah.......................................................................... C. Tujuan ...........................................................................................



II.



BAB II PEMBAHASAN..................................................................... A. Tinjauan Teori............................................................................... B. Pembahasan...................................................................................



III.



BAB III PENUTUP............................................................................. A. Kesimpulan.................................................................................... B. Saran………………………………………………………………



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003, tentang UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 dijelaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pasal 1 UU tersebut juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara” (Depdiknas, 2003:3). Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut mencerminkan gambaran umum sosok manusia Indonesia yang diharapkan dan harus dihasilkan melalui penyelenggaraan setiap program pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan nilai-nilai budaya karakter bangsa di sekolah dengan berlandasakan pada Pancasila, UUD 1945 dan kebudayaan bangsa Indonesia. Menurut Fitri (2012:156), pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Karena itu, pembelajaran nilai-nilai karakter seharusnya tidak hanya diberikan



pada aras kognitif saja, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di sekolah dan di masyarakat. Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang penting untuk membentuk generasi yang berkualitas. Pendidikan karakter merupakan salah satu alat untuk membimbing seseorang menjadi orang baik, sehingga mampu memfilter pengaruh yang tidak baik. Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 perlu disambut gembira dan didukung semua pihak. Pendidikan karakter bukan hanya penting, tetapi mutlak dilakukan oleh setiap bangsa jika ingin menjadi bangsa yang beradab. Banyak fakta membuktikan bahwa bangsa-bangsa yang maju bukan disebabkan bangsa tersebut memiliki sumber daya alam yang berlimpah, melainkan bangsa yang memiliki karakter unggul seperti kejujuran, kerja keras, tanggung jawab dan lainnya. Perkembangan ilmu, teknologi, komunikasi serta arus globalisasi membawa dampak perubahan pada berbagai aspek kehidupan tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Lingkungan rumah/keluarga yang seharusnya menjadi lembaga pendidikan, kurang berperan dalam membangun karakter anak. Orang tua lebih banyak sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga tidak ada waktu untuk berinteraksi dan mendidik anak. Akibatnya, anak lebih banyak dididik oleh tayangan-tayangan TV maupun internet yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa. Contoh: kasus siswa contek massal di sebuah SD di Surabaya yang pernah menggemparkan dunia Pendidikan Indonesia. Lebih ironisnya, orang tua lebih bangga anaknya memperoleh nilai tinggi di kelas daripada memiliki perilaku terpuji. Demikian juga factor lingkungan yang semakin tidak peduli akan pendidikan karakter peserta didik. Sering kita jumpai sekelompok pemuda yang hanya duduk – duduk begadang sampai malam dan mabuk. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana peran keluarga dalam penguatan pendidikan karakter ? 2. Bagaimana peran sekolah dalam penguatan pendidikan karakter ?



3. Bagaimana peran masyarakat dalam penguatan pendidikan karakter ? 4. Bagaimana sinergi antara keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pengembangan penguatan pnendidikan karakter ? C. TUJUAN 1. Untuk memahami peran keluarga dalam penguatan pedidikan karakter? 2. Untuk memahami peran sekolah dalam penguatan pendidikan karakter ? 3. Untuk memahami peran masyarakat dalam penguatan pendidikan karakter ? 4. Untuk mengetahui sejauh mana sinergi antara



keluarga, sekolah dan



masyarakat dalam pengembangan penguatan pendidikan karakter ?



BAB II PEMBAHASAN



A. PENGERTIAN KARAKTER Secara terminologis ‘karakter’ diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Hidayatullah (2010:9) menjelaskan bahwa secara harfiah ‘karakter’ adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak (Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan, 2003:300). Secara kebahasaan, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu. Dari sudut pengertian berarti karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan tang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Maskawih (1994:56) berpendapat bahwa karakter merupakan keadaan jiwa.



Keadaan



ini



menyebabkan



jiwa



bertindak



tanpa



dipikir



atau



dipertimbangkan secara mendalam. Keadaan ini ada dua jenis: (1) alamiah dan bertolak dari watak, misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena hal yang paling kecil, atau yang takut menghadapi insiden yang paling sepele, tertawa berlebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa yang membuatnya kagum; (2) tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Pada mulanya keadaan ini



terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktek terus menerus, menjadi karakter. Jalaludin (1997:167) berpendapat bahwa karakter terbentuk dari pengaruh luar, terbentuk dari asimilasi dan sosialisasi. Asimilasi menyangkut hubungan



manusia



dengan



lingkungan



bendawi,



sedangkan



sosialisasi



menyangkut hubungan antar manusia. Kedua unsur inilah yang membentuk karakter dan karakter merupakan pola seseorang berhubungan dengan lingkungannya. Dennis Coon dalam bukunya Introduction to Psychology: Exploration and Aplication mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di dalam masyarakat. B. PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER Menurut Depdiknas (2010), pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini meliputi keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas tersebut, secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konaktif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Dalam Undang-undang tersebut dikemukakan bahwa pendidikan Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) sehat, (4) berilmu, (5) cakap, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) menjadi warga negara yang demokratis, dan (9) bertanggung jawab.



Persoalan karakter memang cukup ‘mengakar’ dalam dunia pendidikan, hingga



pemerintah



memberlakukan



Semboyan



kurikulum



2013



adalah



‘Pendidikan Karakter’. . Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter kita merujuk pada fungsi dan tujuan pendidikan karakter, Fungsi pendidikan karakter 1. pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 2. perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat; dan 3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Sedangkan tujuan pendidikan karakter adalah: 1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa; 4.



mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan



5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan ( dignity) . Apa perlunya Nilai-nilai pendidikan karakter dikembangkan? Nilainilai Pendidikan karakter ini berlaku universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.



1. Agama : masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2. Pancasila : negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsipprinsip kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negata. Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi berguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter adalah sebagai berikut. Pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan melalui perkembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka perkembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, perkembangan karakter dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peseta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan kearah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh guru.



Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu. Pengertian pendidikan karakter tingkat dasar haruslah menitikberatkan kepada sikap maupun keterampilan dibandingkan pada ilmu pengetahuan lainnya. Dengan pendidikan dasar inilah seseorang diharapkan akan menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalankan hidup hingga ke tahapan pendidikan selanjutnya. Pendidikan karakter tingkat dasar haruslah membentuk suatu fondasi yang kuat demi keutuhan rangkaian pendidikan tersebut. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas pula ragam ilmu yang didapat dari seseorang dan akibat yang akan didapatkannyapun semakin besar jika tanpa ada landasan pengertian pendidikan karakter yang diterapkan sejak usia dini. Pengertian pendidikan karakter ini merupakan salah satu alat yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga tingkat pengertian pendidikan karakter seseorang juga merupakan salah satu alat terbesar yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan keberhasilan pergaulan di dalam masyarakat. Di samping pendidikan formal yang kita dapatkan, kemampuan memperbaiki diri dan pengalaman juga merupakan hal yang mendukung upaya pendidikan seseorang di dalam bermasyarakat. Tanpa itu pengembangan individu cenderung tidak akan menjadi lebih baik. Pendidikan karakter diharapkan tidak membentuk



siswa



yang



suka



tawuran,



nyontek,



malas,



pornografi,



penyalahgunaan obat-obatan dan lain-lain. C. PENGEMBANGAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter hadir dengan pertimbangan bahwa dalam rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab, pemerintah memandang perlu penguatan pendidikan karakter. Maka atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 6 September 2017, Presiden Joko Widodo



telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Dalam Perpres 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter disebutkan, Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penguatan Pendidikan Karakter, menurut Perpres 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, memiliki tujuan: membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan; mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK. “PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab,” bunyi Pasal 3 Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Adapun urgensi Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah 1. Pembangunan SDM merupakan pondasi pembangunan bangsa. 2. Keterampilan abad 21 yang dibutuhkan siswa: Kualitas Karakter, Literasi Dasar, dan Kompetensi 4C, guna mewujudkan keunggulan bersaing Generasi Emas 2045.



3. Kecenderungan kondisi degradasi moralitas, etika, dan budi pekerti. Tujuan program Penguatan Pendidikan Karakter adalah menanamkan nilai-nilai pembentukan karakter bangsa ke peserta didik secara masif dan efektif melalui lembaga pendidikan dengan prioritas nilai-nilai tertentu yang akan menjadi fokus pembelajaran, pemahaman, pengertian, dan praktik, sehingga pendidikan karakter sungguh dapat mengubah perilaku, cara berpikir, dan cara bertindak seluruh bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berintegritas. Dengan demikian maka tujuan dari Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakka makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan. 2. Membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21. 3.



Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik).



4. Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem Pendidikan (kepala sekolah, guru, pengawas, dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter. 5. Membangun jejaring pelibatan masyarakat (publik) sebagai sumbersumber belajar di dalam dan di luar sekolah. 6. Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) Penguatan Pendidikan Karakter dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dilanjutkan dengan prioritas pada jenjang pendidikan dasar, yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Gerakan PPK pada usia dini dan jenjang pendidikan dasar ini akan diintegrasikan dengan prioritas nilai dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) sehingga terjadi perubahan yang masif dan serentak di seluruh Indonesia.



Pada dasarnya Gerakan PPK



adalah sebagai Poros Pendidikan



Terwujudnya Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai fondasi utama dari pembangunan karakter bangsa dan merupakan transformasi dari penanaman nilainilai Pancasila secara berkelanjutan, utamanya melalui aspek keteladanan Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, dan seluruh figur penyelenggara pendidikan serta tokoh-tokoh masyarakat.



Dua hal penting yang menjadi dasar dalam



pengambangan PPK yaitu: 1. Nilai-Nilai Utama Selain merupakan kelanjutan dan kesinambungan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010, Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan bagian integral Nawacita, dalam hal ini butir 8 Nawacita: Revolusi Karakter Bangsa dan Gerakan Revolusi Mental dalam pendidikan yang hendak mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengadakan perubahan paradigma, yaitu perubahan pola pikir dan cara bertindak, dalam mengelola sekolah. Dalam hubungan ini Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan. Untuk itu, ada 5 nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai karakter yang perlu dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK . Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut. i.



Nilai Karakter Religius yang mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku untuk melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan



ciptaan. Subnilai religious adalah : cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama, teguh pendirian, percayadiri, kerja sama lintas agama, antibulidan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, melindungi yang kecil dan tersisih. ii.



Nilai Karakter Nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.



iii.



Nilai Karakter Mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai kemandirian antara lainetos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.



iv.



Nilai



Karakter



menghargai



Gotong



semangat



Royong



mencerminkan



kerjasama



dan



bahu



tindakan membahu



menyelesaikan persoalan bersama, memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bersahabat dengan orang laindan memberi bantuan pada mereka yang miskin, tersingkir dan membutuhkan pertolongan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerjasama,



inklusif,



komitmen



atas



keputusan



bersama,



musyawarah mufakat, tolongmenolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, sikap kerelawanan. v.



Nilai Karakter Integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan



pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggungjawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran,cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi,



keadilan,



tanggungjawab,



keteladanan,menghargai



martabat individu (terutama penyandang disabilitas).



2. Prinsip-Prinsip Pengembangan dan Implementasi PPK Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dikembangkan dan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: i.



Prinsip 1 – Nilai-Nilai Moral Universal Gerakan PPK berfokus pada penguatan nilai-nilai moral universal yang prinsip-prinsipnya dapat didukung oleh segenap individu dari berbagai macam latar belakang agama, keyakinan, kepercayaan, sosial dan budaya.



ii.



Prinsip 2 – Holistik Gerakan



PPK



dilaksanakan



secara



holistik,



dalam



arti



pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), estetika (olah rasa), etika dan spiritual (olah hati) dilakukan secara utuhmenyeluruh dan serentak, baik melalui proses pembelajaran intrakurikuler, pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi



dengan



komunitas-komunitas



diluar



lingkungan



pendidikan. iii.



Prinsip 3 – Terintegrasi Gerakan PPK sebagai poros pelaksanaan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan menengah dikembangkan dan dilaksanakan



dengan



memadukan,



menghubungkan,



dan



mengutuhkan berbagai elemen pendidikan, bukan merupakan program tempelan dan tambahan dalam proses pelaksanaan pendidikan. iv.



Prinsip 4 – Partisipatif Gerakan



PPK



dilaksanakan



dengan



mengikutsertakan



dan



melibatkan publik seluas-luasnya sebagai pemangku kepentingan Pendidikan bersama dengan pelaksana Gerakan PPK. Di sini kepala sekolah, staf sekolah, orangtua, Komite Sekolah, dan lainlain dapat menyepakati prioritas nilai-nilai utama karakter dan kekhasan sekolah yang diperjuangkan dalam Gerakan PPK, menyepakati bentuk dan strategi pelaksanaan Gerakan PPK, bahkan pembiayaan Gerakan PPK. v.



Prinsip 5 – Kearifan lokal Gerakan PPK perlu bertumpu dan responsif pada kearifan lokal nusantara yang demikian beragam dan majemuk agar kontekstual dan membumi. Di samping itu, Gerakan PPK harus bisa mengembangkan dan memperkuat kearifan lokal nusantara agar dapat berkembang dan berdaulat sehingga dapat memberi indentitas dan jati diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia.



vi.



Prinsip 6 – Kecakapan Abad 21 Gerakan PPK harus dapat mengembangkan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk hidup pada Abad XXI (antara lain kecakapan berpikir kritis dan kreatif, penguasaan bahasa, kecakapan komunikasi, kecakapan bekerja sama dan gotong



royong,



kecakapan



beradaptasi



dan



kecekatan



menyesuaikan diri, semangat ingin tahu dan berimajinasi, dan literasi). vii.



Prinsip 7 – Adil dan inklusif Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, non-diskriminasi, non-sektarian, menghargai kebhinekaan



dan perbedaan (inklusif), dan menjunjung harkat dan martabat manusia. viii.



Prinsip 8 - Selaras dengan perkembangan peserta didik Gerakan PPK perlu dikembangkan dan dilaksanakan selaras dengan perkembangan peserta didik baik perkembangan biologis, psikologis maupun perkembangan sosial peserta didik agar tingkat kecocokan dan keberterimaannya tinggi selain hasilnya maksimal. Dalam hubungan ini kebutuhan-kebutuhan perkembangan peserta didik perlu memperoleh perhatian intensif.



ix.



Prinsip 9 – Terukur Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan berlandaskan prinsip keterukuran agar dapat dimati dan diketahui proses dan hasilnya secara



objektif.



Dalam



hubungan



ini



komunitas



sekolah



mendeskripsikan nilainilai utama karakter yang menjadi prioritas pengembangan di sekolah dalam sebuah sikap dan perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif; mengembangkan programprogram penguatan nilai-niladan I karakter bangsa yang mungkin dilaksanakan dan dicapai oleh sekolah; dan mengerahkan sumber daya yang dapat disediakan oleh sekolah dan pemangku kepentingan pendidikan. D. PERAN KELUARGA DALAM PENGEMBANGAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER Ketika zaman telah bertransformasi menjadi sebuah era komunikasi dan informasi yang begitu bebas dan terbuka, maka diperlukan sebuah tatanan nilai yang baik. Salah satunya dengan menerapkan pendidikan pancasila dan pendidikan karakter yang diterapkan dalam lingkungan keluarga. Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan orang tua adalah pendidik yang utama. Tetapi dalam kenyataannya, sebagian besar orang tua merupakan pendidik yang paling tak tersiapkan. Artinya, orang tua atau calon orang tua belum



memiliki pendidikan yang cukup untuk menjadi orang tua yang memadai dalam mendidik anak-anaknya. Setiap orang tua siap atau tidak siap berkewajiban mendidik anak-anaknya Pancasila sebagai ideologi bangsa ini seharusnya akan menjiwai setiap tingkah laku warganya. Namun hal sebaliknya cenderung terjadi, seperti ketika kita berselancar di media sosial, seolah terjadi ambivalensi antara gambaran masyarakat tentang orang indonesia dan kenyataan di dunia maya. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya ujaran kebencinya (hate speech) yang begitu mudah ditulis oleh pengguna media sosial. Fenomena tersebut menyadarkan kita akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter akan berjalan efektif dan utuh jika melibatkan tiga institusi, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan karakter tidak akan berjalan dengan baik jika mengabaikan salah satu institusi, terutama keluarga. Pendidikan informal dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam proses pembentukan karakter seseorang. Hal itu disebabkan, keluarga merupakan lingkungan tumbuh dan berkembangnya anak sejak usia dini hingga menjadi dewasa. Melalui pendidikan dalam keluargalah karakter seorang anak terbentuk. Orang tua masa kini menaruh perhatian yang sangat besar kepada sekolah yag bagus dan bergengsi untuk membentuk anak-anaknya menjadi anak yang pandai, cerdas dan berkarakter. Akan tetapi dalam kenyataannya, harapan orang tua masih jauh dari realisasinya. Karakter kita terdiri dari kebiasaan-kebiasaan kita. Kebiasaan yang terbentuk semasa kanak-kanak dan remaja kerap bertahan hingga dewasa. Orang tua dapat mempengaruhi pembentukan kebiasaan anak mereka, dalam hal yang baik maupun yang buruk. Untuk menanamkan karakter pada diri anak ada beberapa metode yang bisa digunakan, antara lain : 1. Internalisasi Internalisasi adalah upaya memasukkan pengetahuan (knowing) dan keterampilan melaksanakan pengetahuan (doing) ke dalam diri seseorang hingga pengetahuan itu menjadi kepribadiannya (being) dalam kehidupan sehari-hari.



2. Keteladanan “Anak adalah peniru yag baik.” Ungkapan tersebut seharusnya disadari oleh orang tua, sehingga mereka bisa lebih menjaga sikap dan tindakannya ketika berada atau bergaul dengan anak-anaknya. Berbagi keteladanan dalam mendidik anak menjadi sesuatu yang sangat penting. 3. Pembiasaan Inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Jika orang tua setiap masuk rumah



mengucapkan



salam,



itu



telah



diartikan



sebagai



usaha



membiasakan. Bila anak masuk rumah tidak mengucapkan salam, maka orang tua mengingatkan untuk mengucapkan salam. 4. Bermain Masa anak-anak merupakan masa puncak kreativitasnya, dan kreativitas mereka perlu dijaga dengan menciptakan lingkungan yang menghargai kreativitas, yaitu melalui bermain. 5. Cerita Sebuah cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh anak, dengan bercerita orang tua dapat menanamkan nilai pada anaknya, sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 6. Nasihat Nasihat merupakan kata – kata yang mampu menyentuh hati disertai dengan keteladanan. Nasihat memadukan antara metode ceramah dan keteladanan, namun lebih diarahkan pada bahasa hati. 7. Penghargaan dan Hukuman Memberi penghargaan kepada anak penting untuk dilakukan, karena pada dasarnya setiap orang membutuhkan penghargaan dan ingin dihargai. Selain penghargaan, hukuman juga bisa diterapkan untuk membentuk karakter anak. Penghargaan harus didahulukan, dibandingkan hukuman.



E. PERAN



SEKOLAH



DALAM



PENGEMBANGAN



PENGUATAN



PENDIDIKAN KARAKTER Sekolah adalah suatu lembaga yang digunakan untuk kegiatan belajar bagi para pendidik serta menjadi tempat memberi dan juga menerima pelajaran yang sesuai dengan bidangnya. Sekolah menjadi salah satu tempat untuk mendidik anak-anak dengan maksud untuk memberikan ilmu yang diberikan supaya mereka mampu menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan juga negara. Sekolah memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan bangsa. Pendidikan karakter di sekolah merupakan elemen yang sangat penting untuk diterapkan di lingkungan sekolah di mana pendidikan ini memiliki fungsi sebagai pembentuk karakter dan juga moral siswa dalam interaksinya di tengahtengah masyarakat. Dalam mengembangkan karakter peserta didik pemerintah menerbitkan Kurikulum 2013, yang mama pada Kurikulum tersebut bukan hanya pengetahuan yang menjadi tujuan dari kegiatan pembelajaran akan tetapi juga sikap dan keterampilan, diharapkan kompetensi lulusan nantinya akan memiliki sikap yang baik dengan dimensi Sikap Memiliki [melalui menerima, menjalankan,



menghargai,



menghayati,



mengamalkan]



perilaku



yang



mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia [jujur, santun, peduli, disiplin, demokratis] , percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulannya. Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan memfasilitasi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam menyelenggarakan atau mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah, yaitu:



1. Terpadu melalui kegiatan Pembelajaran. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yangditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Dalam struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah, pada dasarnya setiap mata pelajaran memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter. Integrasi pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran di sekolah mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Penerapan



pendidikan



karakter



pada



pelaksanaan



pembelajaran



dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga). Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain a) pembelajaran berbasis masalah, b) pembelajaran kooperatif, c) pembelajaran berbasis proyek,



Pusat kurikulum menjelaskan bahwa strategi- strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu. 2. Terpadu melalui kegiatan Ko Kurikuler atau Ekstrakurikuler. Pendidikan karakter melalui kegiatan ko kurikuler atau ekstra kurikuler dipandang sangat



relevan dan efektif. Nilai-nilai karakter seperti



kemandirian, kerjasama, sabar, empati, cermat dan lainya dapat diinternalisasikan dan direalisasikan dalam setiap kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatankegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa. Kegiatan Ko dan Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam sekolah dan/atau di luar lingkungan sekolah



dalam



rangka



memperluas



pengetahuan,



meningkatkan



keterampilan, dan menginternalisasi nilainilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang paripurna. Dengan kata lain, ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditujukan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Fungsi Kegiatan Ko dan Ekstra Kurikuler meliputi : a) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.



b) Sosial, yaitu fungsi kegiata ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik. c) Rekreatif,



yaitu



mengembangkan



fungsi



kegiatan



ekstrakurikuler



suasana



rileks,



menggembirakan



untuk dan



menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan. d) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik. Selain dua jalur utama di atas sekolah perlu melaksanakan Pengembangan Budaya Sekolah. Pengembangan Budaya Sekolah yang dimaksud adalah pembiasaan – pembiasaan yang diprogramkan atau juga spontan sebagai bentuk kegiatan pengembangan sikap positif dari semua warga sekolah. Adapun hal – hal yang dilaksanakan di sekolah antara lain : 1. Kegiatan Rutin. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman. 2. Kegiatan Spontan Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana. 3. Keteladanan Keteladanan merupakan sikap “ menjadi contoh ”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga



diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel. 4. Pengkondisian Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas. Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter akan maksimal jika sekolah menerapkan langkah – langkah yang tepat yaitu dengan rancangan yang disusun dengan tahapan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan Pendidikan karakter yang perlu dikuasai, dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan karakter peserta didik direalisasikan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu (i) terpadu dengan pembelajaran pada mata pelajaran; dan (ii) terpadu melalui kegiatan ekstra kurikuler. 2. Mengembangkan materi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan di sekolah. 3. Mengembangkan rancangan pelaksanaan setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah (tujuan,materi, fasilitas, jadwal, pengajar/fasilitator, pendekatan pelaksanaan, evaluasi) 4. Menyiapkan fasilitas pendukung pelaksanaan program pembentukan karakter di sekolah Perencanaan kegiatan program pendidikan karakter di sekolah mengacu pada jenis-jenis kegiatan, yang setidaknya memuat unsur-unsur: Tujuan, Sasaran kegiatan, Substansi kegiatan, Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, Mekanisme Pelaksanaan, Keorganisasian,Waktu dan Tempat, serta fasilitas pendukung. Seperti halnya program – program yang lain , maka dalam pengembangan Penguatan Pendidikan Karakter ini pun akan efektif jika ada



monitoring dan evaluasi, dan tentunya merupakan tanggung jawab Kepala Sekolah sebagai top manager. Adanya monitoring dan evaluasi dalam melaksanakan pengembangan PPK diperlukan untuk membentuk program yang efektif, sehingga telah ditetapkan suatu standar. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan Pendidikan. F. PERAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat (Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Pendidikan Penguatan Karakter) Dari penjelasan di atas jelas bahwa masyarakat harus berperan dalam PPK di sekolah. Peran tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal. Pada Pasal 5 Ayat 1 Permendikbud di atas dijelaskan bahwa PPK pada Satuan Pendidikan Formal diselenggarakan dengan mengoptimalkan fungsi kemitraan tripusat pendidikan yang meliputi: a) sekolah, b) keluarga dan c) masyarakat. Salah satu definisi karakter menurut Suyanto (dalam Muslich, 2011) adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan ngara. Sedangkan pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi (dalam Kesuma, 2011) adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha dalam mendidik anak-anak agar dapat berpikir dan bertindak secara bijaksana,



baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Maka pendidikan karakter berbasis masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting guna menunjang pendidikan di sekolah. Istilah pendidikan berbasis masyarakat pada awalnya diperkenalkan oleh Comton and Mc Clusky dengan menggunakan istilah community education for development, yang diartikan sebagai sebuah proses dimana setiap anggota masyarakat hadir untuk mengemukakan setiap persoalan dan kebutuhan, mencari solusi di antara mereka, mengerahkan sumber daya yang tersedia dan melaksanakan suatu rencana kegiatan atau pembelajaran atau keduanya. Pendidikan berbasis masyarakat (Community based education) adalah sebuah model pendidikan yang mengikutsertakan masyarakat di dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, maka pendidikan tersebut berakar dari masyarakat dan di dalam kebudayaan. Pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan masyarakat sehingga mereka berdaya, dalam arti memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri yang sudah barang tentu melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian konsep pendidikan berbasis masyarakat mencakup: dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan merupakan jawaban terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat merupakan pelaku atau subyek pendidikan yang aktif, bukan hanya sekadar obyek pendidikan. Pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka. Berdasarkan konsep di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan karakter berbasis masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, baik berbentuk formal maupun informal dengan memanfaatkan fasilitas yang ada menekankan



pentingnya



partisipasi



masyarakat



yang



bertujuan



untuk



menanamkan nilai-nilai dan karakter yang baik, sehingga mampu menjawab kebutuhan masyarakat.



Pendidikan berbasis masyarakat lebih diarahkan untuk membentuk disposisi mental dan emosional, mensosialisasikan pemaknaan dan mengajarkan peserta didik ilmu pengetahuan sebagai strategi dalam menyongsong masa depan. Pendidikan berbasis masyarakat tidak hanya menuntut adanya keterlibatan dan peran aktif masyarakat, tetapi hasil dari penyelenggaraan pendidikan, dituntut untuk mampu memecahkan berbagai macam – macam problematika masyarakat. Berdasarkan hal diatas, maka dapat diketahui bahwa usaha sekolah dalam mengajarkan nilai dan karakter kepada peserta didik membutuhkan partisipasi dari masyarakat. Dukungan masyarakat ini bisa berupa pelibatan dalam kegiatan – kegiatan baik kegiatan intra kurikuler maupun extra kurikuler seperti menjadi pusat atau sumber belajar, tempat penelitian, sekaligus tempat latihan. Adapun masyarakat yang berperan dalam pengembangan pengatan Pendidikan karakter antara lain, 1. Lingkungan sekitar tempat peserta didik bersosialisasi 2. Komunitas pengelola pusat kesenian dan budaya, yaitu berbagai perkumpulan,



kelompok



hobi,



sanggar



kesenian,



bengkel



teater,



padepokan silat, studio musik, bengkel seni, dll yang merupakan pusatpusat pengembangan kebudayaan lokal dan modern. 3. Lembaga-lembaga pemerintahan (BNN, Kepolisian, KPK,Puskesmas, dll.). 4. Lembaga atau komunitas yang menyediakan sumber-sumber pembelajaran (perpustakaan, museum, situs budaya, cagar budaya, paguyuban pecinta lingkungan, komunitas hewan piaraan, dll.). 5. Komunitas masyarakat sipil pegiat pendidikan. 6. Komunitas keagamaan. 7. Komunitas seniman dan budayawan lokal (pemusik, perupa, penari, pelukis, dll.). 8. Lembaga bisnis dan perusahaan yang memiliki relevansi dan komitmen dengan dunia pendidikan. 9. Lembaga penyiaran media, seperti televisi, koran, majalah, radio, dll.



G. UPAYA SEKOLAH BERSINERGI DENGAN ORANG TUA DAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER Sekolah tidak dapat hidup tertutup dalam dirinya tanpa kolaborasi dan keterlibatan dengan lembaga dan komunitas lain di luar lingkungan sekolah. Pelibatan publik dibutuhkan karena sekolah ada untuk masyarakat. Karena itu, berbagai macam bentuk kolaborasi dan kerjasama antarkomunitas dan lembaga pendidikan di luar sekolah sangat diperlukan dalam penguatan pendidikan karakter. Lembaga pendidikan bisa melakukan berbagai macam kolaborasi dengan lembaga, komunitas, bahkan lembaga pendidikan lain dan komunitas yang bisa menjadi mitra dalam penguatan Pendidikan karakter Khusus untuk pengoptimalan penyelenggaraan PPK oleh masyarakat dilaksanakan melalui pelibatan perorangan, kelompok masyarakat, dan atau lembaga. Pada Pasal 6 Permendikbud ini juga dijelaskan bahwa pendekatan berbasis masyarakat dilakukan dengan tiga cara. 1. Pertama, memperkuat peranan orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan dan Komite Sekolah sebagai lembaga partisipasi masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip gotong royong. Posisi orang tua adalah pendidik pertama dan utama, karena berbagai keterbatasan , orang tua tidak mampu melaksanakan perannya dengan baik. Dalam konteks ini muncul profesi guru dan penyelenggaraan sekolah/lembaga pendidikan.Dengan demikian maka hubungan sekolah dengan orang tua merupakan faktor yang strategis dalam menyiapkan generasi muda untuk dapat melakakan fungsinya dimasa depan dengan baik. Untuk penguatan peranan orangtua sekolah dapat berpedoman pada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Pasal 6 Permendikbud tersebut ada sepuluh bentuk pelibatan keluarga pada satuan pendidikan yang dapat dilakukan orangtua. 2. Kedua, melibatkan dan memberdayakan potensi masyarakat dan lingkungan sebagai sumber belajar seperti keberadaan dan dukungan



pegiat seni dan budaya, tokoh masyarakat, alumni, dunia usaha, dan dunia industri. Sesungguhnya masyarakat memiliki potensi besar dalam rangka proses pendidikan,kalau saja masyarakat dapat memahami bahwa peserta didik adalah anak bangsa penerus sejarah generasi sebelumnya dan pencipta masyarakat yang lebih bermartabat sesungguhnya banyak yang bisa diberikan oleh masyarakat terhadap sekolah. 3. Ketiga, mensinergikan implementasi PPK dengan berbagai program yang ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga informasi. Untuk melaksanakan pendekatan tersebut komunikasi dan koordinasi yang baik dari sekolah kepada orang tua maupun masyarakat sangatlah utama. Komunikasi dalam hal ini menjadi sarana untuk meneruskan informasi ke orang tua dan masyarakat, juga mengembangkan suasana yang harmonis, bahkan komunikasi bisa menyelesaikan konflik sebagai akibat dari perbedaan pendapat. Sedangkan koordinasi adalah proses penyatupaduan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, keluarga dan masyarakat yang ada sehingga berjalan selaras dan serasi untuk mencapai tujuan dalam pemgembangan Penguatan Pendidikan Kareakter secara efektif dan efisien. Dengan kata lain komunikasi dan koordinasi yang baik akan mendukung semua program – program di sekolah terutama yang terkait dengan pengembangan Penguatan Pendidikan Karakter Kompetensi kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan dalam menjalin hubungan antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Posisi kepala sekolah sekalipun secara formal kepala sekolah adalah seorang pejabat, seorang birokrat demi tercapainya efektifitas hubungan keluarga sekolah dan masyarakat, atribut pejabat perlu lebih banyak disembunyikan. Yang lebih dikedepankan adalah posisi kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga yang membutuhkan berbagai support. Beberapa hal perlu dipertimbangkan oleh kepala sekolah untuk memperoleh manfaat yang tinggi dari masyarakat dan keluarga.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Gerakan penguatan Pendidikan karakter menjadi sebuah poros Pendidikan, dimana terwujudnya Penguatan Pendidikan karkater sebagian pondasi utama dari pembangunan karakter bangsa dan merupakan implementasi nilai-nilai Pancasila secara berkelanjutan, utamanya melalui aspek keteladanan Kepala Sekolah, guru, orang tua, dan seluruh penyelenggara pendidikan serta tokoh-tokoh masyarakat. Pengembangan Penguatan Pendidikan



karakter juga merupakan



sebagai kewajiban bersama, terselenggaranya pembangunan karkater bangsa sebagai kewajiban seluruh kementerian Lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, pelaku bisnis, dan marayakat/komunitas, agar segenap sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan Penguatan Pendidikan Karakter. B. SARAN Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dipahami serta dipraktekkan secara menyeluruh. Pembentukan karakter yang pada umumnya terjadi pada masa anak-anak, mendorong para orangtua untuk bersikap serius dalam masalah ini. Orangtua harus memberikan pendidikan yang baik dalam rangka membentuk karakter anak. Sehingga diharapkan lahir generasi penerus bangsa yang memiliki karakter kuat dalam rangka memajukan bangsa dan negara. Hal yang sama juga harus dilakukan para pendidik baik di sekolah (guru), di Perguruan Tinggi, atau dimanapun berada, yang merupakan orangtua kedua bagi anak. Budaya yang baik di lingkngan tempat belajar harus dibangun dan diaplikasikan oleh semua pihak, agar tercipta manusia-manusia yang berkarakter di masa mendatang.



DAFTAR PUSTAKA ________. 2020. Karakater Sebagai Poros Pendidikan. (http://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/). Online. Diakses pada 25 November 2020 Ir. Hendarman MSc.,Ph.D,2016, Kajian Dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Kemdikbud, Jakarta Diyah Ayu Entika Qur’ani, Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah(PPK) di https://www.academia.edu/35352370/Penguatan_Pendidikan_Karakter_di_Sekola h_PPK