Peran Pendidikan Dalam Mensejahterakan Masyarakat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERAN PENDIDIKAN DALAM MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT PEDESAAN Posted May 24, 2011 by hildanurul in Uncategorized. Leave a Comment



1 . Latar Belakang Pada saat ini tingkat kesejahteraan di Indonesia masih relatif rendah, salah satu buktinya adalah semakin meningkatnya angka kemiskinan terutama di wilayah pedesaan. Sebagian besar mayarakat desa dikatakan miskin karena memiliki ketidakberdayaan dalam beberapa aspek. Pada hakikatnya pemberdayaan diartikan sebagai proses belajar mengajar yang dilakukan secara terencana untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia sehingga mampu melakukan transformasi sosial (Prijono dan Pranarka 1996: 72 ).Secara umum, masyarakat desa memiliki sumberdaya yang sangat terbatas. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat pendidikan di pedesaan. Menurut Mohammad Ali (2009: 58) dalam buku “Pendidikan untuk Pembangunan Nasional” dijelaskan bahwa “pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam pembangunan nasional”, oleh karena itu aspek yang penting untuk diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan karena dengan pendidikan kita tidak hanya mempunyai bekal pengetahuan tetapi juga memiliki kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembangunan masyarakat. Dengan adanya pendidikan, masyarakat bisa berpikir kreatif dan mampu mengikuti perubahan seperti penggunaan inovasi baru, penerapan teknologi, dan pola pikir yang brorientasi pada pembangunan. Masyarakat yang tidak mampu berubah untuk mengikuti perkembangan zaman akan semakin tertinggal. Dalam keadaan seperti ini, struktur ekonomi masyarakat pedesaan akan tetap berada dalam ambang kemiskinan. Selain itu, Gregorius Sahdan (2005) mengungkapkan mengenai sejumlah variabel yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi masalah dalam kemiskinan, salah satu dimensinya adalah pendidikan yaitu rendahnya pendidikan merupakan salah satu penyebab kemiskinan. Latar belakang inilah yang perlu dibenahi dalam sistem masyarakat di pedesaan karena hal ini sudah menjadi suatu budaya di pedesaan sehingga memang tidak salah jika masyarakat pedesaan dikatakan masyarakat miskin, baik miskin dalam hal materi, sumberdaya manusia, maupun akses terhadap informasinya. Oleh karena itu, peran pendidikan dalam masyarakat pedesaan sangatlah penting untuk dapat memberdayakan masyarakat dari masalah kemiskinan. 2. Rumusan Masalah a) Bagaimana perhatian masyarakat desa terhadap pendidikan? b) Apa peran pendidikan dalam merubah mekanisme kehidupan masyarakat desa agar dapat terberdayakan? 3. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya peran pendidikan sebagai dasar dalam upaya pembangunan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan, serta meningkatkan kepedulian dan minat masyarakat desa terhadap pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi. 4 . Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari makalah ini adalah agar masyarakat desa termotivasi untuk lebih memperhatikan pendidikan untuk menata kehidupan yang lebih baik, serta diharapkan mampu menghadapi persaingan global, seperti persaingan dalam hal pendapatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta persaingan lain yang bersifat global. PENDIDIKAN UNTUK MASYARAKAT DESA



1. Gambaran Mengenai Pendidikan dalam Pembangunan Pedesaan Pendidikan memiliki banyak fungsi khususnya dalam pembangunan, hal ini dapat dilihat dari fungsi pendidikan untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan dalam memasuki dunia kerja atau menjadi masyarakat yang produktif.[1] Selain itu, Djojonegoro (1992) dikutip dalam Ali (2009: 124) mengungkapkan bahwa “…Pendidikan juga dipandang sebagai usaha sosial. Pendidikan diberikan kepada mereka yang memerlukan peningkatan kemampuan. Penyelenggaraan pendidikan ditujukan pada terjadinya perubahan dalam kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.” Berdasarkan fungsi pendidikan diatas sangatlah jelas bahwa pengaruh pendidikan sangat besar terhadap perubahan masyarakat, dalam hal ini perubahan yang dimaksud adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat khususnya dalam perekonomian. Adapun jalur pendidikan[2], perlunya pembangunan dalam bidang pendidikan di desa bukan hanya melalui pendidikan formal yang merupakan pendidikan berjenjang karena mereka bukan hanya membutuhkan pendidikan formal saja tetapi keahlian lain juga perlu dikembangkan seperti pendidikan bagaimana cara bergaul, pendidikan spiritual keagamaan (pengajian, dakwah, dsb), pendidikan melatih kreativitas, dan lain sebagainya. a. Pendidikan Formal Pendidikan formal[3] merupakan target utama yang perlu dikembangkan di pedesaan karena dalam pendidikan formal banyak dikaji mengenai pengetahuan atau ilmu yang sifatnya global (bukan pengetahuan warisan leluhur) yang akan mengantarkan masyarakat desa menuju kehidupan yang lebih baik. Untuk mengembangkan pendidikan formal dibutuhkan sumberdaya pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana[4]. Komponen-komponen dalam sumberdaya pendidikan tersebut belum seluruhnya terpenuhi untuk kategori pedesaan. Pada umumnya dana merupakan masalah yang paling pokok dalam melakukan usaha tersebut. Begitu pula sarana untuk pendidikan belum memadai seperti gedung sekolah, buku pedoman untuk belajar, serta sarana lain yang menunjang pendidikan. Semua yang dibutuhkan tersebut memerlukan biaya, oleh karena itu cukup sulit bagi masyarakat desa untuk mengeluarkan biaya di luar kebutuhan pokoknya (biaya makan, kesehatan, dan lain-lain). Penghasilan yang mereka peroleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alasan lain, orang tua di desa menganggap bahwa jika anaknya sudah mampu bekerja untuk membantu penghasilan orang tua tidak perlu lagi sekolah tinggi untuk mendapatkan ilmu. b. Pendidikan Informal Pendidikan informal adalah pendidikan yang didapat seseorang dari lingkungan hidupnya yang tidak bersifat formal. Pendidikan ini biasanya diperoleh dari orang tua, keluarga, dan individu lainnya dalam masyarakat, misalnya cara orang tua mengajari anaknya untuk berjalan, berbicara, dan sebagainya. Pendidikan ini dibutuhkan untuk membentuk perilaku dan kepribadian anak serta menentukan bagaimana anak berperilaku seperti kesopanan dalam berbicara dan bersikap, memiliki tanggung jawab yang tinggi, patuh terhadap orang tua atau menjadi anak yang pembangkang. Pendidikan informal sudah secara otomatis ada di setiap kalangan masyarakat baik di desa maupun di kota. Sejak manusia lahir, orang tua mereka dengan senang akan mengajari hal-hal yang baik kepada anaknya. c. Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang[5], namun peserta didiknya memiliki usia yang relatif heterogen. Tujuan pendidikan nonformal adalah untuk membantu mengembangkan potensi dan bakat peserta didik. Dengan adanya pendidikan nonformal diharapkan masyarakat mampu meguasai pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki.



Aplikasi dari pendidikan nonformal adalah pendidikan anak usia dini, pendidikan untuk tuna aksara, pendidikan keterampilan seperti kursus, pelatihan (karate, silat, sanggar tari, dan lain-lain), serta pendidikan lain yang sejenis. Untuk masyarakat desa pada umumnya pendidikan nonformal dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan mengenai inovasi baru yang menjadi suatu pengetahuan baru bagi masyarakat tersebut. Selain itu, pendidikan untuk tuna aksara juga dapat dilakukan di desa karena masih banyak masyarakat yang belum mengenal tulisan. Keterampilan-keterampilan lain juga dapat diberikan kepada kaum muda untuk lebih kreatif dalam membuat suatu karya. 2. Kondisi Pedesaan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya pembangunan pedesaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan membutuhkan sumberdaya pendidikan. Hal yang perlu diperhatikan terutama adalah kondisi ekonomi masyarakat desa, kondisi fisik atau tempat sebagai sarana pendidikan, dan tersedianya tenaga kependidikan. a. Kondisi Ekonomi Perekonomian masyarakat desa tidak sama dengan masyarakat kota yang pada umumnya memiliki pendapatan yang lebih besar daripada pendapatan masyarakat desa. Hal ini sah saja karena lapangan pekerjaan di kota sangat banyak dan beragam sehingga jenis pekerjaan serta tingkat pendapatan mereka relatif heterogen dan lebih tinggi. Sangat berbeda dengan masyarakat kota, masyarakat desa masih memiliki tingkat pendapatan yang relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan mereka yang mayoritasnya adalah petani dan buruh konveksi yang penghasilannya kurang mencukupi untuk kebutuhan sekunder ataupun tersier, bahkan mereka ada yang bermigrasi ke kota untuk mencari nafkah agar memperoleh penghasilan yang lebih baik. Kemiskinan bukan merupakan masalah baru di pedesaan, kondisi di atas merupakan salah satu gambaran kemiskinan di pedesaan. IG. W. Murjana Yasa (2008: 87) mendefinisikan kemiskinan sebagai “standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan”. IG. W. Murjana Yasa (2008: 87) juga menyebutkan beberapa faktor penyebab kemiskinan antara lain adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya, adanya perbedaan dalam kualitas sumberdaya, serta adanya perbedaan akses dalam modal. Dalam kondisi ekonomi seperti ini sulit bagi masyarakat desa yang secara umum dikategorikan belum sejahtera dalam aspek ekonomi untuk memperoleh pendidikan yang tinggi karena dalam prosesnya membutuhkan biaya tinggi. Oleh karena itu, kebanyakan orang tua di desa menyarankan agar anakanaknya lebih baik bekerja daripada melanjutkan pendidikan yang masih memerlukan banyak waktu dan biaya yang tinggi. Keterbatasan pendapatan masyarakat desa dapat mempengaruhi partispasi mereka dalam pendidikan sebagaimana dapat dilihat pada tabel dan gambar partisipasi sekolah menurut golongan pendapatan (tabel dan gambar dilampirkan). Faktor utama yang menjadi penyebab kemiskinan adalah tingkat pendapatan yang rendah, namun menurut Quibria M.G (1996) dikutip dalam Sumarti (2007 hal: 219) : “Kemiskinan: adalah kondisi yang bersifat multidimensional, tidak hanya mencakup tingkat pendapatan yang rendah, tetapi juga (a) Kurangnya kesempatan/ akses. Pendapatan yang rendah terkait erat dengan distribusi asset fisik (lahan), sumberdaya manusia, dan asset sosial, serta kesempatan usaha/ kerja; (b) Rendahnya kemampuan (pendidikan dan kesehatan); Rendahnya tingkat keamanan (Jaminan terhadap resiko dan tekanan ekonomi) baik di tingkat nasional, lokal, maupun rumahtangga (individu); (d) Pemberdayaan (kapasitas golongan miskin untuk mengakses dan mempengaruhi kelembagaan dan proses sosial yanh membentuk alokasi sumberdaya)”. b. Kondisi Fisik/ Tempat



Sarana pendidikan merupakan komponen sumberdaya pendidikan yang penting karena jika sarana pendidikan kurang memadai, keberlangsungan proses pendidikan akan terganggu. Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan dapat menjadi penghambat dalam proses pendidikan karena tanpa adanya sarana seperti gedung sekolah yang layak, buku panduan yang dipakai, dan sebagainya akan menyulitkan pengajar dalam proses belajar mengajar. Selain itu, lokasi yang terlalu jauh dari kota dapat menyebabkan distribusi dari pemerintah kurang berjalan dengan baik sehingga berpengaruh pada lambatnya proses pendidikan di desa. c. Tenaga Pendidik Tenaga pendidik merupakan komponen yang harus ada dalam proses belajar mengajar baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Sebagaimana dijelaskan oleh Prijono dan Pranarka (1996: 78) bahwa “Yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah semua orang yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan”. Dalam hal ini guru merupakan salah satu unsur tenaga kependidikan. Oleh karena itu, peran guru dalam pendidikan adalah penting dalam memfasilitasi proses belajar mengajar. Seperti yang dijelaskan oleh Prijono dan Pranarka (1996: 73) bahwa “…guru dan dosen sebagai pelaksana pendidikan yang merupakan faktor kunci dalam pemberdayaan”. 3. Karakteristik Mayarakat Desa Masyarakat desa pada umumnya memiliki tradisi yang masih terikat pada budaya-budaya yang diwariskan oleh leluhur mereka. Masih banyak kebiasaan-kebiasaan yang merupakan adat setempat dan harus dipatuhi oleh masyarakatnya. Ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah merupakan nikmat yang luar biasa bagi mereka, karena dari sumberdaya tersebut mereka memperoleh pekerjaan. Menurut Asriyanto (2009), terdapat komponen-komponen penting yang ada di pedesaan antara lain jenis pekerjaan, lingkungan alam, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, heterogenitas dan homogenitas penduduk, differensiasi dan stratifikasi sosial, mobilitas sosial, dan sistem interaksi sosial. Asriyanto (2009) mengemukakan bahwa “Pertanian juga merupakan sektor yang bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam dan hampir seluruhnya berada di pedesaan”. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pekerjaan di desa relatif homogen yaitu bergantung pada sektor pertanian khususnya pertanian lahan sawah. Mereka bertani di sawah dengan menanam dan memanen padi, sebagian hasilnya di konsumsi untuk sendiri (subsisten) dan sebagian lagi dijual untuk mendapatkan penghasilan lebih. Selain bertani di sawah, mereka juga beternak seperti ternak ikan, ayam, itik, kambing, sapi, atau kerbau. Sebagian besar pekerjaan di desa adalah memanfaatkan sumberdaya yang ada, menyatu dengan alam, dan belum mengenal teknologi pada umumnya. Lingkungan alam merupakan faktor penentu bagi pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat desa. Masyarakat desa yang tinggal di area yang memiliki lahan sawah luas berpotensi bekerja sebagai petani lahan sawah, begitu juga dengan masyarakat yang tinggal dekat dengan laut sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Jika dilihat dari ukuran komunitasnya, jumlah penduduk di desa tidak sepadat penduduk kota karena sebagian besar wilayah pedesaan adalah lahan sumberdaya alam sehingga masyarakat lebih memilih untuk memanfaatkannya untuk lahan pencarian nafkah daripada menambah komuntias. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka lahan subur sebagai sumber nafkah akan berkurang karena dijadikan pemukiman[6]. Komponen pedesaan berikutnya adalah derajat heterogenitas dan homogenitas penduduk. Penduduk desa relatif homogen, hal ini dapat terlihat dalam kesamaan pekerjaan[7], kesamaan keturunan atau ras, dan kesamaan budaya. Masyarakat desa pada umumnya hanya melakukan interaksi sosial dengan komunitasnya, artinya masyarakat desa kurang berinteraksi dengan luar komunitasnya atau masyarakat luar. KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai perlunya pendidikan untuk mampu memberdayakan masyarakat desa dapat disimpulkan bahwa pendidikan di pedesaan masih kurang diperhatikan oleh masyarakatnya karena mereka belum memahami pentingnya pendidikan sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat. Oleh



karena itu, perlu adanya upaya baik dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, maupun pihak-pihak lain yang bersangkutan (instansi pndidikan lain) untuk membantu menyadarkan masyarakat pedesaan mengenai pentingnya pendidikan agar pendidikan dapat menjadi suatu hal yang pokok atau penting dalam masyarakat pedesaan. SARAN Dalam upaya pembangunan pedesaan ini, diharapkan bukan hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta instansi pendidikan lainnya yang ikut serta dalam meningkatkan pendidikan di pedesaan tetapi juga dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang mau secara sukarela untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran agar masyarakat desa berhasil diberdayakan melalui jalur pendidikan. [1] Mohammad Ali. 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Bandung: PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA. Hal. 59 [2] Lihat dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 hal. 4 [3] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 Loc.cit hal. 4 [4] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 Ibid, hal. 6 [5] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 Loc.cit hal. 4 [6] Terinspirasi dari tulisan Asriyanto (2009) dalam Jurnal Pertanian Pedesaan dan Lingkungan Hidup [7] Rata-rata pekerjaan yang mereka geluti adalah petani DAFTAR PUSTAKA Ali Mohammad. 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional. Bandung: PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA. x hal. Asriyanto. 2009. Membangun manusia pedesaan. Jurnal Pertanian Pedesaan dan Lingkungan Hidup [Internet]. [dikutip 25 Desember 2010]. Dapat diunduh dari http://sosektani.wordpress.com20090107120.htm. S. Prijono Onny, Pranarka A.M.W, penyunting. 1996. Pemberdayaan: konsep, kebijakan, dan implementasi. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies. x hal. Sahdan Gregorius. 2005. Menanggulangi kemiskinan desa. Jurnal Ekonomi Rakyat [Internet]. [dikutip 29 Desember 2010]. Dapat diunduh dari http://www.ekonomirakyat.org/edisi_22artikel_6.htm. Sumarti Titik. 2007. Kemiskinan petani dan strategi nafkah ganda rumahtangga pedesaan [Internet]. [dikutip 20 Desember 2010]; Vol. 01, No. 02: 1978-4333. Dapat diunduh dari http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/edisi2-3.pdf. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003. Republik Indonesia. Widianto Bambang. 2006. Bantuan tunai bersyarat. Pusat Data dan Informasi Kemiskinan Departemen Sosial Republik Indonesia [Internet]. [dikutip 09 Januari 2011]. Dapat diunduh dari http://kfm.depsos.go.id/mod.php?mod=userpage id=6 Yasa IGW Murjana. 2008. Penanggulangan kemiskinan berbasis partisipasi masyarakat di Provinsi Bali. INPUT Jurnal Ekonomi dan Sosial [Internet]. [dikutip 25 Desember 2010]; Vol. 2, No. 2- Agustus 2008. Dapat diunduh dari http://www.ejournal.unud.ac.id.



ABSTRAK Zakat sebagai sarana distribusi pendapatan dan pemerataan ekonomi, serta sarana berbuat kebajikan bagi kepentingan masyarakat menduduki peran penting dalam perekonomian masyakat secara umum maupun kalangan Muslim, karenanya menarik untuk dikaji kembali sebagai salah satu potensi dana umat yan sangat besar guna memecahkan berbagai masalah sosial masyarakat. Ekonomi Islam adalah kumpulan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi yang kita ambil dari Al-Qur’an, Sunnah, dan pondasi ekonomi yang kita bangun atas dasar-dasar pokok itu dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu, sejalan dengan pendapat Dr. Muhammad Syauki Al-Fanjari “ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang mengendalikan dan mengatur aktivitas ekonomi sesuai dengan pokok Islam dan politik ekonominya”. Kata kunci



A.



: Ekonomi Islam, Zakat, Pemberdayaan.



PENDAHULUAN



Masalah zakat ini adalah masalah klasik yang selalu menjadi impian setiap orang muslim untuk mewujudkan keadilan sosial bagi kelompok miskin dan lemah. Namun dalam kerangka teoritis, zakat dapat menjelma menjadi suatu alur pemikiran yang mewujudkan kesejahteraan sosial. Walaupun pada sisi empirisnya, zakat hanyalah angan-angan yang tak pernah terwujud untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini dalam ajaran Plato yang dapat dipetik beberapa kesimpulan yang diantaranya adalah : Bahwa di dunia ini ada kecenderungan siklus hidup, segala sesuatunya tidak abadi. Kaitannya dengan zakat dalam perspektif ekonomi adalah suatu potensi yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat, sejak masuknya agama Islam. Tetapi sangatlah dipertanyakan bahwa potensi zakat sebagai sarana distribusi pendapatan dan pemerataaan ekonomi, serta sarana berbuat kebajikan bagi kepentingan masyarakat belumlah dikelola dan didayagunakan secara maksimal dalam ruang lingkup daerah. Padahal jika potensi zakat ini dikelola dengan baik tentu akan dapat membawa dampak besar dalam kehidupan ekonomi masyarakat, terutama dalam upaya mengentaskan kemiskinan.[1] Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah konsep zakat dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi mayarakat Islam, mengingat banyak kalangan yang belum sepenuhnya melirik potensi besar dari zakat sebagai sebuah harta karun. Kenyataan di lapangan banyak orang yang belum sesungguh hati mengelola zakat sebagai sumber perekonomian masyarakat terutama masyarakat Islam itu sendiri. Karena itu perlu penataan kembali badan atau unit yang mengelola hal ini. B.



KONSEP EKONOMI ISLAM



Sebagai sebuah agama, Islam senantiasa memberikan pijakan dan tuntutan yang jelas dan mengikat kepada umatnya. Islam secara universal mengarahkan bagaimana umatnya mampu memadukan dalam dirinya kesadaran trasendental dalam bentuk peribadatan kepada Allah SWT dan bagaimana ia mampu mengimplementasikan kesadaran sosial dalam bentuk aktualisasi ajaran pokok Islam dalam kehidupan sehari-hari. Entah itu masalah agama, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya. Dalam memberikan batasan atau definisi tentang ekonomi, lebih khusus ekonomi Islam, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para sarjana dalam mengkategorikan ekonomi Islam, baik sebagai ilmu atau sebagai sistem. Sebelum mendefinisikan ilmu ekonomi Islam, kita harus memahami terlebih dahulu pengertian ekonomi secara populer dikalangan ahli ekonomi konvensional, karena istilah ekonomi itu sendiri adalah suatu hal baru dalam Islam, walaupun substansi kajian ekonomi sudah ada dan sudah teraplikasi dalam ajaran Islam. C.



PANDANGAN BEBERAPA AHLI TENTANG EKONOMI ISLAM



Menurut Fuad Fachruddin dan Heri Sudarsono, dalam Al-Qur’an ekonomi Islam diidentifikasikan dengan iqtishad yang artinya umat yang pertengahan atau bisa diartikan menggunakan rezeki yang ada disekitar kita dengan cara berhemat agar kita menjadi manusia-manusia yang baik dan tidak merusak nikmat apapun yang diberikan kepadanya[2]. Dari sini bisa dinyatakan bahwa nama ekonomi Islam bukan nama buku dalam terminologi Islam, tidak ada peraturan atau undang-undang yang menyatakan harus bernama ekonomi Islam. Sehingga bisa saja orang mengatakan “ekonomi illahinya”, “ekonomi syariah”, “ekonomi qur’ani” ataupun hanya “ekonomi” saja. Nama ekonomi Islam lebih populer dikarenakan masyarakat lebih mudah mengidentifikasi nama Islam dimana nama tersebut lebih “familiar” dengan masalah sehari-hari. Nama ekonomi Islam dipengaruhi oleh penafsiran kita terhadap praktek ekonomi Islam yang kita temukan. Bila pengalaman ekonomi Islam berkaitan dengan aturan-aturan tentang perintah dan larangannya, maka makna ekonomi Islam lebih banyak berkaitan norma. Hal ini akan membangun pengertian bahwa ekonomi Islam sebagai ilmu normatif.[3] Bila pengalaman yang kita temukan banyak berkaitan tentang persoalan aktual, misalnya praktek bank dan lembaga keuangan syariah dan sebagainya maka menghasilkan makna nama ekonomi Islam yang berbeda. Adapun secara terminologi, menurut Abdullah Abdul Husain At-Tariqi para pakar ekonomi Islam mendefinisikan “Ekonomi Islam” dengan sedikit berbeda, antara lain :



1. Dr. Muhammad Bin Abdullah Al Arobi mendefinisikan bahwa ekonomi Islam adalah kumpulan prinsip-prinsip umum tentang ekonomi yang kita ambil dari Al-Qur’an, Sunnah, dan pondasi ekonomi yang kita bangun atas dasar-dasar pokok itu dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu.[4] 2. Dr. Muhammad Syauki Al-Fanjari mendefinisikan bahwa ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang mengendalikan dan mengatur aktivitas ekonomi sesuai dengan pokok Islam dan politik ekonominya.[5] 3. Dengan posisinya yang merupakan cabang dari ilmu fiqih, maka kami mendefinisikan bahwa : ekonomi Islam adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat apliktip yang diambil dari dalildalilnya yang terperinci tentang persoalan yang terkait dengan mencari, membelanjakan, dan cara-cara mengembangkan harga.[6] Abdullah Abdul Husain At-Tariqi menjelaskan ekonomi Islam bukan merupakan bagian ilmu tentang keyakinan, namun umumnya merupakan asumsi-asumsi, karena posisinya yang menjadi bagian dari hasil pengambilan dalil-dalil umum tentang ekonomi, hadis-hadis ahad standar perkiraan atau sejenisnya. Walaupun begitu, perkiraan ini haruslah diamalkan sebagaimana dalil yang qat’i. pengamalannya juga dikategorikan sebagai ilmu.[7]



Mengenai bahan ekonomi Islam sebagai ilmu, Arkhom Khan sebagaimana yang dikutip oleh Heri Sudarsono dalam bukunya Konsep Ekonomi Islam menjelaskan, ekonomi Islam berarti juga metode mengakomodasi berbagai faktor ekonomi dengan melibatkan seluruh manusia yang mempunyai potensi yang berbeda guna melibatkan sumberdaya ekonomi yang ada di bumi. Ilmu ekonomi memustakan studi tentang kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya atas dasar kerjasama dan partisipasi. Pengembangan ekonomi Islam adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Langkah ini oleh beberapa ahli ilmu ke-Islaman ditempuh melalui upaya pemantapan dan pemberdayaan masyarakat melalui reaktualisasi fungsi zakat.[8] Pada prinsipnya para ahli / ulama Islam melihat ekonomi Islam tidak hanya berfungsi sebagai sebuah ritual sosial serta bagaimana mengatur manusia dalam mencapai kesejahteraan bersama tetapi juga sebagai sebuah ilmu. Ilmu menurut kami sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad adalah pengetahuan yang tersusun secara logis dan sistematis serta telah teruji kebenarannya. Dan dalam Islam, menurut ilmu adalah kewajiban baik bagi laki-laki maupun perempuan. D.



PRINSIP DASAR SISTEM EKONOMI ISLAM



Tidak dapat dipungkiri oleh siapapun yang dapat berfikir jernih dan logis, bahwa Islam merupakan sistem hidup. Sebagai suatu pedoman hidup, ajaran Islam yang terdiri atas aturan-aturan mencakup keseluruhan sisi kehidupan manusia. Secara garis besar aturan-aturan tersebut dibagi dalam tiga bagian, yaitu : aqidah, akhlak dan syari’ah yang terdiri atas bidang muamalah (sosial), dan bidang ibadah (ritual).[9] Menurut KH Abdullah Zaky Al-Koap prinsip pokok ekonomi Islam terbagi atas lima hal penting, yaitu :



1. Kewajiban Berusaha Islam tidak mengizinkan umatnya menjauhkan diri dari pencaharian kehidupan dan hidup hanya dari pemberian orang. Tidak ada dalam masyarakat Islam, orang-orang yang sifatnya non-produktif (tidak menghasilkan) dan hidup secara parasit yang menyandarkan nasibnya kepada orang lain.



2. Membasmi Pengangguran Kewajiban setiap individu adalah bekerja, sedangkan negara diwajibkan menjalankan usaha membasmi pengangguran. Tidak boleh ada pengangguran.



3. Mengakui Hak Milik Berbeda dengan paham komunis, Islam senantiasa mengakui hak milik perseorangan berdasarkan pada tenaga dan pekerjaan, baik dari hasil sendiri ataupun yang diterimanya sebagai harta warisan. Selain dari keduanya tidak boleh diambil dari hak miliknya kecuali atas keridhaan pemiliknya sendiri.



4. Kesejahteraan agama dan sosial Menundukkan ekonomi dibawah hukum kepentingan masyarakat merupakan suatu prinsip yang sangat penting masa kini. Prinsip ini ditengok oleh Islam dengan suatu instruksi dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai kepala Negara Islam. Yang diantaranya adalah kewajiban untuk mengambil zakat kepada kaum muslimin.



5. Beriman kepada Allah SWT Pokok pendirian terakhir ialah soal ketuhanan. Mengimankan ketuhanan dalam ekonomi berarti kemakmuran yang diwujudkan tidak boleh dilepaskan dari keyakinan kutuhanan. Sewajarnya urusan ekonomi jangan melalaikan kewajiban kepada Allah SWT, harus menimbulkan cinta kepada Allah SWT, menafkahkan harta untuk meninggikan syi’ar Islam dan mengorbankan harta untuk berjihad dijalan Allah SWT,[10]



E.



PENGERTIAN ZAKAT



Secara etimologi (bahasa) kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari (‫ )ﺍﻠﺰﻜﺎﺓ‬. Zakat yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik, ditinjau dari sudut bahasa, adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji : semua digunakan dalam qur’an dan hadis. Kata dasar zakat berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedang setiap sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zakat disini berarti bersih.[11] Dalam terminologi fikih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak, disamping berarti mengeluarkan sejumlah itu sendiri demikian Qardhawi mengutip pendapat Zamakhsari. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan. Sedangkan menurut terminology syariat, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syariat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.[12] Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan pengertian menurut istilah sangat nyata dan erat kekali. Bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjdi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah suci dan bersih (baik). F.



PANDANGAN BEBERAPA ULAMA TENTANG ZAKAT



Para ulama fiqih, memiliki pemahaman yang sangat beragam tentang masalah zakat. Diantaranya adalah sebagaimana dibawah ini : Menurut Didin Hafidhuddin zakat secara termologi adalah mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (mustahik) dengan syarat-syarat tertentu pula. Wahbah Zuhaili dalam karyanya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu sebagaimana yang dikutip oleh Suyitno dalam buku Anatomi Fiqih Zakat mendefinisikan zakat dari sudut empat Imam Mazhab, yaitu : 1) Madzhab Maliki, zakat adalah mengeluarkan sebagian yang tertentu dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas jumlah yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya, manakalah kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun) selain barang tambang dan pertanian; 2) Madzhab Hanafi berpandangan bahwa zakat adalah menjadikan kadar tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik yang sudah ditentukan oleh pembuat syari’at semata-mata karena Allah SWT; 3) Menurut Madzhab Syafi’i, zakat adalah nama untuk kadar yang dikeluarkan dari harta atau benda dengan cara-cara tertentu. 4) Madzhab Hambali memberikan definisi zakat sebagai hak (kadar tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk golongan yang tertentu dalam waktu yang tertentu pula. 5) Dalam Kifayatul Akhyar dijelaskan nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberi kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. 6) Menurut Al-Syarkoni seperti yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy, mengatakan bahwa zakat adalah memberikan sebagian harta yang cukup nisab kepada orang fakir dan sebagainya yang tidak berhalangan secara syara’.[13]



Secara umum, dapat dipahami bahwa zakat adalah penyerahan atau penunaian hak dan kewajiban yang terdapat dalam harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 60.



yJ¯RÎ) àM»s%y‰¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|$ * ¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ 5qè=è% †ÎûurÉ>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur †Îûur È@‹Î6y™ «! $# Èûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# (ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒO‹Å6ym ÇÏÉÈ 60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. G. ZAKAT SEBAGAI PEMBERDAYA EKONOMI UMMAT Zakat merupakan sesuatu yang tidak asing lagi terdengar di telinga kita sebagai masyarakat muslim, bahkan zakat tersebut merupakan sesuatu yang sakral dan wajib diaplikasikan bagi setiap masyarakat muslim yang mampu. Setiap 2,5 % (minimalnya) dari harta yang dimiliki setiap orang mampu (kaya) wajib dikeluarkan kepada yang membutuhkan, karena di 2,5 % itu bukan hak dari si pemilik harta. Harta tersebut merupakan hak bagi masyarakat yang membutuhkan. Zakat tersebut bisa merupakan zakat yang dapat dikonsumsi langsung (Zakat Konsumtif) maupun Zakat yang tidak berhenti di konsumsi, tetapi justru Zakat yang berbentuk investasi dan terus diproduksi (Zakat Produktif). Yaitu berupa pendidikan bagi anak yang kurang mampu, penyuluhan-penyuluhan di daerah miskin, pemberian modal usaha bagi si penerima zakat, dll. Ternyata, tidak salah bahwa Islam telah mensyari’atkan Zakat bagi umatnya yang mampu untuk dilaksanakan. Faktanya, zakat sangat berperan bagi pembangunan ekonomi masyarakat modern ini. Disamping itu pula, zakat sangat berperan terhadap distribusi kesejahteraan masyarakat. [14] Distribusi kesejahteraan masyarakat tersebut dapat digambarkan melalui Equilibrium (Keseimbangan) Pasar. Ditinjau dari fungsinya, Zakat memiliki 2 peran yang sangat penting : a.



Zakat berfungsi untuk mengurangi tingkat pendapatan yang siap dikonsumsi oleh segmen orang kaya (muzakky). Oleh karena itu, pengimplementasian zakat diharapkan akan mampu mengerem tingkat konsumsinya orang kaya sehingga kurva permintaan segmen kaya tidak terlalu meningkat terlalu tajam. Hal ini pada akhirnya akan memiliki dampak positif, yaitu menurunnya dampak atas peningkatan harga-harga komoditas.



b.



Zakat berfungsi sebagai media transfer pendapatan sehingga mampu meningkatkan daya beli orang miskin. Dalam hal ini diharapkan dengan menerima zakat, maka segmen miskin akan meningkatkan daya belinya sehingga mampu berinteraksi dengan segmen kaya.[15] Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apakah zakat konsumtif akan menumbuhkan perekonomian ? Apakah zakat konsumtif akan menimbulkan dampak yang leih baik dibanding zakat produktif ? Mari kita lihat dasar analisis berikut. Pembayaran Zakat pada tahap pertama akan menurunkan permintaan orang kaya dari DH1 menuju DH2. Turunnya permintaan ini akan diterima oleh orang miskin sehingga akan berpengaruh terhadap pasar segmen miskin. Jika zakat diterima dalam bentuk barang konsumsi, maka permintaan permintaan orang miskin akan dari Ds1 menuju Ds2 sehingga akan mendorong harga di segmen meningkat. Namun, jika zakat diterima dalam bentuk



modal kerja atau produktif, maka penawaran segmen miskin akan meningkat dari Ss1 menuju Ss2. Jumlah permintaan segmen kecil akan meningkat lebih kecil namun diikuti oleh harga yang menurun. Dari gambaran ini dapat disimpulkan bahwa zakat konsumtif aupun zakat produktif akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian selama penurunan permintaan segmen kaya (XH1-XH2) akan diimbangi oleh peningkatan volume perdagangan segmen miskin(Xs3-Xs0) yang lebih besar Hal ini dipengarui oleh : 1.



Kepekaan konsumen miskin terhadap harga barang. Semakin konsumen miskin peka atau elastis terhadap harga, maka zakat produktif akan memiliki dampak inflasioner lebih rendah dan peningkatan output lebih tinggi daripada zakat konsumtif.



2.



Hubungan antara harga dan penjualansegmen miskin. Semakin elastis penawaran segmen miskin, maka semakin tinggi efek zakat konsumtif terhadap penigkatan output daripada zakat produktif.



3.



Hasrat untuk konsumsi segmen miskin. Hasrat ini menunjukkan seberapa besar bagian pendpatan yang akan dikonsumsi dan bisa dicerminkan dari nilai elastisitas permintaan terhadap pendapatan. Semakin elastis permintaan terhadap pendapatan berarti tambahan pendapatan segmen miskin akan dihabiskan untuk konsumsi, dan hal ini semakin meningkatkan besarnya efek zakat konsumtif. Dari gambaran ini, tidak selalu zakat produktif memiliki efek terhadap perekonomian yang lebih baik, hal ini terutama dipengaruhi oleh perilaku ekonomi masyarakat mustahiq.[16]



G.



KESIMPULAN



Secara umum umat Islam mengharapkan agar pelaksanaan zakat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya berdasarkan syari’at Islam. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah termasuk ulama dan ilmuwan agar implementasi zakat terlaksana. Untuk itu sebenarnya konsep operasional penerapan zakat, dapat dijadikan contoh dan terus dikembangkan pada masa sekarang, serta diaktualisasikan sesuai dengan pertumbuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan memberdayakan zakat secara optimal (mulai dari pemetaan data muzakki, pencatatan muzakki, pengumpulan dana/benda zakat, pendistribusian dana/benda zakat, pemetaan dan pencatatan penerima zakat) yang selalu diupdate, insya Allah masalah perekonomian khususnya tentang kemiskinan finansial masyarakat kita akan mendapat enjeksi solutif, sehingga kita akan melihat lahirnya masyarakat yang sejahtera dari sisi ekonomi.



DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Ensklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jakarta, Peradnyo Paramita, Tahun 1991. Ariswanto, Buku Pintar Teori Ekonomi, Jakarta : Penerbit Aribu Mitra Mandiri, Tahun 1997. http://www.salafy.or.id Husain, Abdullah, Abdul At-Tariqi, Ekonomi Islam Prinsip Dasar dan Tujuan, Yogyakarta, Magistra Insania Press, Tahun 2004. Wahba Al-Zahayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung PT Remaja Rosda Karya Tahun 1997. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta, Ekonomi Islam, Jakarta, PT Rajawali Pers, 2009. Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Bogor, Pustaka Litera Antar Nusa, Tahun 2004.



[1] Ariswanto, Buku Pintar Teori Ekonomi, Jakarta : Penerbit Aribu Mitra Mandiri, Tahun 1997. Hal : 35 [2] Abdurrahman, Ensklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jakarta, Peradnyo Paramita, Tahun 1991. Hal : 14



[3] Ariswanto, Buku Pintar Teori Ekonomi, Jakarta : Penerbit Aribu Mitra Mandiri, Tahun 1997. Hal : 40 [4] Abdullah Abdul At-Tariqi Husain, Ekonomi Islam Prinsip Dasar dan Tujuan, Yogyakarta,Magistra Insania Press, Tahun 2004. Hal : 20



[5] Ibid, Hal : 21 [6] Ibid, Hal : 23 [7] Ibid, Hal : 27 [8] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Bogor, Pustaka Litera Antar Nusa, Tahun 2004. Hal : 15 [9] Abdullah Abdul At-Tariqi Husain, Ekonomi Islam Prinsip Dasar dan Tujuan, Yogyakarta,Magistra Insania Press, Tahun 2004. Hal : 7



[10] Ibid, Hal : 30 [11] Sumber : http://www.salafy.or.id [12] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Bogor, Pustaka Litera Antar Nusa, Tahun 2004. Hal : 21 [13] Wahba Al-Zahayly, Zakat Hal : 29-31



Kajian Berbagai Mazhab, Bandung PT Remaja Rosda Karya Tahun 1997.



[14] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta,Ekonomi Islam, Jakarta, PT Rajawali Pers, 2009. Hal : 404 [15] Ibid, Hal : 405 [16] Ibid, Hal; 407-408



Islam, Muhammad dan konsep kesejahteraan umat JUNI 7, 20113 KOMENTAR



“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun . Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (Q.S. 4: 124125).



Perkataan Islam merupakan kata nama kerjaan berasal dari kata akar tiga konsonan s-l-m, dan diterbitkan dari kata kerja bahasa Arab Aslama, yang bermaksud “untuk merelakan, menyerah atau tunduk (kepada Tuhan). Satu lagi perkataan yang diterbitkan dari pada akar yang sama ialah salam (‫ )سل(م‬yang bermaksud ‘sejahtera’. Hal ini dapat di lihat dari ucapan salam kita sehari-hari sebagai muslim yaitu “As-salamu ‘alaykum” yang artinya selamat dan sejahtera atas kamu, yang merupakan bagian dari doa dan penghormatan kita terhadap sesama muslim. “apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa) Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”(Q.S. 4:86). Amalan agama islam yang termasuk di dalamnya rukun islam merupakan lima tanggung jawab yang menyatukan muslim ke dalam sebuah masyarakat serta kemudian di sokong oleh syariat islam yang mengatur sendi-sendi kehidupan masyarakat berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunah. Setelah dua kalimat syahadat dalam rukun islam yang lima, solat dan zakat merupakan pilar penting dalam penyatuan sebuah masyarakat untuk sebuah rasa ikatan solidaritas yang tinggi antar sesama muslim. Panggilan adzan sebelum solat merupakan contoh kecil bagaimana umat muslim dapat disatukan dalam satu tempat (mesjid) untuk satu tujuan yang sama yaitu menghadap



Allah S.W.T. “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” (Q.S. 2: 43).



Muhammad, Pribadi dan kepemimpinan “…Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (Q.S. 33:40). Muhammad adalah nabi terakhir yang membawa ajaran agama allah (agama tauhid) yang pada masanyalah kemudian islam itu kemudian di sempurnakan. “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu…” (Q.S. 4 : 3). Perubahan yang besar tidak saja terjadi pada ajaran tauhid agama islam yang di bawa Muhammad sebagai rosul, tetapi perubahan juga terjadi pada tatanan sosial, politik dan budaya. Muhammad yang terkenal dekat dengan kelompokkelompok marginal banyak mengambil kebijakan-kebijakan yang menguntungkan orang-orang terlemah (mustadh’’afin) oleh sistem sosial politik arab waktu itu, keberpihakan nabi tersebut mengindikasikan adanya kebijakankebijakan sosial yang secara subtansial memiliki kedekatan teoritik dengan konsep welfare-state. Kekayaan tidak boleh di tumpuk terus atau di timbun, kekayaan harus berputar, ekspolitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus di hilangkan. Menghilangkan perbedaan antar individu dapat menghapuskan konflik antar golongan dengan membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya. Tahap selanjutnya muhammad memperkenalkan sistem distribusi pendapatan dan kekayaan dalam bentuk zakat, sadaqah, infaq dan waqaf. Dengan sitem tersebut nabi mencita-citakan sebuah masyarakat yang egaliter dan solidaritas. Ini semua dilakukan muhammad dengan prinsip kejujuran dan keadilan, tidak salah jika dari sebelum menjadi nabi, muhammad sudah mendapat gelar al-amin (orang yang terpercaya).



“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”(Q.S. 33:21). Istilah teladan dalam Al-Qur’an yaitu uswatun hasanah (suri teladan yang baik), hanya terdapat pada dua ayat Al-Qur’an. Satu ayat terkait dengan nabi muhammad dan satu ayat lagi terkait dengan nabi Ibrahim (lihat Q.S. 60:6). Tanpa disadari dalam melaksanakan kegiatan ibadah harian seperti solat allah telah memberikan contoh nyata teladan hasanah di dalamnya.



Dengan



menyelipkan contoh nyata tentang dua orang sosok yang patut di teladani tersebut diharapakan kemudian menjadi sebuah visualisasi yang hebat yang dapat membantu untuk terbentuk jiwa kepemimpinan yang baik pada diri manusia. Untuk itu karenanya solat harus dijiwai. Jadi tidak hanya berkualitas dalam bentuk simbolik atau gerakan-gerakan solatnya, namun juga harus berkualitas penjiwaannya. Maka ketika berselawat kepada nabi muhammad dan nabi Ibrahim akan tergambar pribadi ideal yang patut untuk di contoh dalam kehidupan. Jika itu dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari maka tidak ada lagi 272 kasus korupsi dan 1,5 trilun kerugian Negara seperti yang di catat ICW pada priode 1 Juli – 31 Desember 2010. Tidak ada lagi jiwa – jiwa yang bermental korup, kolusi dan nepotis, jika solat yang di tegakkan sudah benar secara syariat dan hakikat. “bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. 29:45). Kesejahteraan Umat Nilai – niai kesejahteraan yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan tugas/kewajiban manusia untuk menegakkan keadilan. Hal itu merupakan perintah. Maka perintah zakat bagi umat islam yang mampu merupakan kewajiban yang bersifat imperatif karena di dalam harta yang kita



miliki ada hak orang lain dalam hal ini orang fakir dan miskin. Selain itu terdapat pula larangan untuk memakan harta anak yatim dan orang miskin. “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (Q.S. 107:1-7). Maksud barang berguna tersebut bagi sebagian mufassirin adalah zakat. Oleh sebab itu maka perintah untuk menegakkan keadilan, melindungin dan menyantuni yang lemah merupakan perintah. Maka dalam Al-Qur’an banyak sekali kita temukan term seperti fakir, masakin, dhu’afa, mustadh’afin dan seterusnya. Begitu juga periintah untuk zakat, infaq, shadaqah, dan seterusnya banyak disebut, bahkan orang islam yang tidak menunaikannya disebut pendusta agama. “…Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukanNya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. (Q.S. 41: 6-7). Selain itu aturan dalam hal perdagangan, waris, pengelolaan harta rampasan perang, dan seterusnya juga diatur dan diperuntuhkan bagi kesejahteraan dan kemakmuran orang banyak. Zakat, Zakat adalah harta kekayaan yang wajib dikeluarkan dan disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya kewajiban ini muncul karena harta tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan sesuai dengan nisab dan batas minimal tertentu sesuai ketentuan syariah dan haul. Kewajiban zakat telah ada sejak awal kelahiran Islam namun pada tahun ke-2 hijrah seiring dengan turunnya perintah mengeluar dalam surat al-Baqarah ayat 43, nabi



muhammad SAW. Mulai menjelaskan macam-macam harta yang wajib dizakati dan batas minimal atau nisabnya. Dimasa keemasan islam pada abad ke-9 hingga 15 M, para petani membayar zakat melalu Baitul Maal. Zakat itu di kelola untuk membangun ekonomi umat, hingga pembangunan perpustakaan. Pada masa itu para petani adalah orangorang kaya. Tidak heran kalau fiqih banyak di tunjukan kepada mereka. Dimasa sekarang, para petani adalah orang-orang yang hidup sederhana. Namun mereka masih setia membayar zakat, karena fiqihnya masih tetap sama. Sementara orang-orang kaya telah berubah, bergeser dari sektor pertanian ke sektor ekonomi modern di perkotaan yang justru belum tersentuh oleh fiqih. Fungsi utama Baitul Maal adalah menjamin kebutuhan hidup dan kesejahteraan sosial minimum bagi setiap orang, muslim dan nnon-muslim yang hidup di bawah pemerintahan islam. Sebetulnya ada lima sumber pendapatan utama Baitul Maal yaitu Kharaj, zakat, khums, dan jizya. Sama halnya pilar zakat dibangun untuk menjamin tegaknya keadilan sosial. Namun fenomena kemiskinan yang menjadi pemandangan paling mencolok di dunia islam, membuat orang berpikir bahwa pilar ketiga itu realitasnya sudah tidak berfungsi lagi. Sebabnya, karena zakat tidak di kelola sebagaimana mestinya. Namun sejak tahun 70-an, lembga-lembaga filantropi islam modern mulai didirikan dengan tujuan menegakkan dan memfungsikan kembali pilar zakat untuk membangun ekonomi umat. Infak, Dalam istilah syar’i, infak artinya mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki atau pendapatan (penghasilan) yang kita peroleh untuk tujuan yang sejalan dengan syariat islam. Dengan kata lain infak adalah mendermakan atau memberikan rezki (karunia) atau menanfkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas karena Allah Swt. Berbeda dengan zakat infak tidak ada batas (nisab)-nya. Jadi siapapun bisa berinfak. Infak boleh diberikan kepada penerima yang di hendaki oleh oleh si pemberi misalnya orang tua, anak yatim, panti asuhan dll. Dengan catatan



sejalan dengan syariat islam bukan untuk tujuan yang menyimpang seperti kemaksiatan atau kejahatan. “mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya” (Q.S. 2:215). Sedekah, Sedekah berasal dari kata shadaqah yang berarti “benar”. Maksudnya yang terkandung dalam pengertian ini bahwa orang yang suka bersedekah adalah “orang yang benar pengakuan imannya”. Sebaliknya orang yang tidak suka bersedekah berarti palsu imannya. Menurut istilah sedekah adalah pemberian yang di berikan muslim kepada orang lain secara sepontan dan sukkarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Orang yang telah menunaikan kewajiban zakat namun masih kelebihan materi sangat dianjurkan untuk bersedekah. Wujud sedekah antara lain adalah menyantuni fakir miskin dan yatim piatu, membangun fasilitas yang bermanfaat untuk umum seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, perpustakaan, irigrasi dll, yang tidak melanggar syariat. Nabi Muhammad Saw. Bersabda: “barang siapa mampu dari kalanganmu (umat islam) yang ingin memelihara dirinya dari api neraka, maka hendaklah ia bersedekah, walaupun hanya sebelah biji buah kurma. Barang siapa yang tidak mendapatkannya maka dengan bicara yang baik dan sopan”. Jika zakat dan infak memang harus bersifat materi, maka sedekah bisa bermakna kebaikan non materi. Ini untuk menjamin bahwa orang-orang yang tidak kaya secara materi pun masih bisa bersedekah. Dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah Saw. Banyak sekali orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang bersedekah, Rasul bersabda kepada orang-orang miskin itu: “setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah



sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, berbuat baik (amal ma’ruf) adalah sedekah, mencegah kemungkaran (nahy mungkar) adalah sedekah, dan menyalurkan syahwatnya keistri adalah sedekah.” Penutup. Islam memang memiliki konsep kesejahteraan sosial yang sangat tinggi, namun kebanyakan dari kita melupakannya. Tanggung jawab sosial dan keadilan sosial adalah suatu yang harus di tegakkan dalam kehidupan sehari-hari. Islam selalu mengajarkan kepada umatnya utuk berlomba-lomba dalam kebaikan, dan islam juga selalu mengajarkan pada umatnya untuk mencari reski yang halal guna dapat menolong orang-orang yang ada disekeliling kita. Bukankah kesejahteraan yang tinggi itu terletak pada “keselamat dunia akhirat” (fitdunya hasanah wafil akhirrati hasanah). Zakat, infak dan sedekah adalah konsep tolong menolong yang harus terus di peliharan dan dikembangkan. Mungkin sebagian dari kita masih ingat bagaiman gerakan 1 koin untuk perita mampu mengumpulkan uang yang begitu banyak. Andai saja itu dapat tetap kita jalankan dan di kelola dengan baik untuk pengentasan kemiskinan di negeri ini maka mungkin dalam hitungan tahun angka kemiskinan di negeri kita dapat turun dengan derastis.



Makalah Kesejahteraan Masyarakat Indonesia BAB 1 Pendahuluan Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan. Banyaknya masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak untuk keberlangsungan hidupnya menjadi salah satu bahasan utama dalam makalah ini. Minimnya lapangan pekerjaan,pembangunan yang tidak merata dan kepadatan penduduk di masing-masing daerah menjadi salah satu contoh penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia. Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), masih belum bisa mengembangkan potensinya terhadap SDA yang ada, sehingga SDA yang kita punya belum dapat diolah sendiri. Hal itu disebabkan rendahnya mutu pendidikan yang ada di Indonesia.Oleh karena itu, kita akan membahas masalah kesejahteraan ini dengan mengaitkannya pada Pasal 27 UUD 1945, yang berbunyi: (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 1.1 Tujuan Rearch 1. Maksud dari pembuatan makaalah ini adalah : • Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PKn • Untuk menambah wawasan 2. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah • Untuk menambah pengetahuan tentang Seberapa jauh kesejahteraan di Indonesia • Mengetahui apa pengertian kesejahteraan • Agar orang tau tentang apa itu kesejahteraan • Dimaksudkan untuk membantu individu atau kelompok; • Tujuannya adalah mencapai standar hidup yang memuaskan; • Mengembangkan kemampuan secara penuh; • Meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat BAB 2 Analisa Landasan Teori 2.1 Pernyataan Pernyataan yang ada dalam pencanangan Konstitusi Indonesia, yaitu: 1. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat. 2. Ketertinggalan Indonesia dibanding negara-negara lain, misalnya di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir bersamaan. 3. Rendahnya daya saing industri dan ketergantungan ekonomi yang



semakin tinggi 4. rendahnya kualitas produk indonesia 5. Kurangnya pembangunan tata kota di sebagian tempat terpencil Pembangunan pelayanan kesehatan Indonesia untuk masyarakat miskin masih belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia yang masih rendah, khususnya masyarakat kelas bawah. Sistem pendidikan Indonesia belum mencapai tujuan pembangunan nasional yang sesungguhnya. Penyelenggaraan sistem pendidikan Indonesia pada jaman ini cenderung menomorduakan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh. Salah satu bentuk pelayanan kesejahteraan rakyat di Indonesia yaitu dengan adanya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Namun dalam pelakasanannya tidak selalu berjalan dengan baik karena sulitnya sistematika untuk mendapatkan hak-hak yang tersedia. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai



BAB 3 Pembahasan 2.1 Konstitusi Ekonomi Rasanya semua sepakat bahwa Indonesia saat ini menghadapi banyak masalah mendasar di bidang sosial ekonomi. Pertama, masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat. Bila digunakan pendekatan jumlah keluarga yang masih layak mendapatkan Raskin (beras untuk orang miskin) sebanyak 19,2 juta keluarga. maka dengan rata-rata anggota per keluarga 4 orang, paling tidak saat ini jumlah orang miskin dan mendekati miskin minimal 40 juta orang. Lebih banyak dibanding data BPS yang sebanyak 32,5 juta orang (2009) dengan batasan pengeluaran Rp 200.262 per orang per bulan, atau Rp 6.675 (USD 0,725) per orang per hari. Dengan kata lain, bila digunakan indikator internasional USD 2 per orang per hari, maka jumlah orang Indonesia yang belum sejahtera akan jauh lebih besar. Kedua, masalah ketertinggalan Indonesia dibanding negara-negara lain, misal di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir bersamaan. Dari indikator Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia yang masih pada level 107 di tahun 2008. Jauh tertinggal dibanding Malaysia (63), Thailand (78) bahkan di bawah Filipina (105). Rendahnya IPM berarti pelayanan dasar (seperti



pendidikan, kesehatan, air bersih) maupun daya beli masyarakat masih realtif rendah dibanding negara-negara ASEAN. Demikian juga bila diukur dari PDB per kapita. Indonesia yang pada tahun 1960an sekitar USD 100, hampir sama dengan negara-negara tetangga, namun saat ini sudah jauh berbeda. Pada tahun 2008 Indonesia baru sekitar USD 2.246, Thailand USD 4.043 dan Malaysia USD 8.209 (World Bank). Belum lagi bila kita memasukkan data bahwa sebenarnya terjadi kesenjangan pendapatan, yang berarti sebagian besar kue ekonomi dinikmati secara tidak merata. Ketiga, masalah rendahnya daya saing industri dan ketergantungan ekonomi yang semakin tinggi. Untuk pangan, Indonesia tidak hanya mengalami ketergantungan tetapi mungkin dapat dikatakan telah masuk pada food trap (perangkap pangan). Tujuh komoditas pangan utama nonberas sangat bergantung pada impor. Empat dari tujuh komoditas pangan utama nonberas, yakni, gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, sudah masuk kategori kritis. Meningkatnya ketergantungan pangan dapat dilihat dari naiknya volume impor pangan dalam bentuk komoditas, benih maupun bibit. Data BPS dan Kadin menunjukkan impor kedelai pernah mencapai 61% dari kebutuhan dalam negeri, gula 31%, susu 70% dan daging 50%. Undang-undang Dasar 1945 memiliki Pasal 33 yang akan mengatur ekonomi. Namun, menurut hemat saya pembahasan pasal 33 tentang pengeloaan ekonomi seharusnya tidak dilepaskan dari pembahasan tentang tanggung jawab sosial pemerintah terhadap warga negara seperti menyediakan pendidikan, kesehatan, pangan, pekerjaan dan menjamin orang miskin. Dengan demikian, dalam UUD 1945 ada 6 pasal yaitu Pasal 23, 27, 28, 31, 33 dan 34, dimana keenam pasal tersebut harus dipahami secara menyatu dan tidak dipisah-pisahkan. Pasal 23 ayat 1, menegaskan bahwa pengelolaan anggaran dan keuangan pemerintah harus diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat. Pasal 27 mengatur hak penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat. Di pasal 28 c, menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk dipenuhi hakhak dasarnya. Pasal 31 mengatur hak rakyat atas pendidikan dan kewajiban negara untuk memberikan pendidikan setinggi-tingginya. Dalam pasal 33, ayat 1 tentang pengaturan ekonomi yang berbasis kebersamaan, ayat 2 menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk ikut berproduksi dan ikut menikmati hasilnya agar mengalami peningkatan kesejahteraan. Sedangkan pasal 33 ayat 3 dengan jelas diuraikan bahwa negara harus menguasai berbagai sumber daya alam yang ada dan rakyat memiliki hak penuh atas kekayaan tersebut. Pada pasal 34, konstitusi menegaskan hak fakir miskin dan anak terlantar untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara. Bila keenam pasal tersebut dimaknai secara bersama, maka keberadaan pasal 33 yang mengatur negara harus menguasai sumber daya alam dan tidak diberikan penguasaannya kepada swasta dan asing karena tugas negara sesuai amanah konstitusi sangat banyak.



Namun, karena sumber daya alam tidak dimaknai sebagai kekayaan atau modal pemerintah, maka telah terjadi pergeseran paradigma yang menempatkan batu bara, minyak mentah, gas dan tambang lainnya hanya sekadar komoditas yang dapat dikuasai dan diperdagangkan secara bebas oleh swasta dan asing. Sebagai komoditas non strategis (sebagaimana baju, sepatu dll), barang-barang tambang akan dengan mudah dieksploitasi dan diekspor bila penjualan ke luar negeri dinilai memberi keuntungan. Seolah manfaat bagi rakyat cukup lewat peningkatan cadangan devisa, penciptaan lapangan meskipun bukan pekerja ahli atau dari pembayaran pajak dan royalti. Padahal faktanya, dengan pengelolaan yang terjadi saat ini, bagian pemerintah jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh swasta. Dengan kembali pada ekonomi konstitusi, berbagai kekayaan alam tambang akan dikembalikan sebagai modal pembangunan Indonesia dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian. Oleh karenanya kekayaan alam tersebut harus dikembalikan penguasaannya pada negara untuk dimanfaatkan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Pertanyaanya, bersungguh-sungguhkah kita akan mengembalikan pengelolaan kekayaan alam sesuai dengan amanah pasal 33 ayat 3? Karena salah satu konsekwensinya kita harus berjuang untuk merevisi berbagai undangundang pengelolaan SDA yang bertentangan dengan konstitusi. Undangundang Migas No. 22 Tahun 2001 misalnya, paling tidak ada empat pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi. Namun, keputusan MK tersebut hingga hari ini belum ditindak lanjuti karena akan mengganggu kepentingan sekelompok elit asing dan dalam negeri yang selama ini mendapatkan manfaat besar dari liberalisasi SDA. Kita juga harus bersedia mengevaluasi undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (minerba) karena tidak mengatur pentingnya DMO (domestic market obligation) bagi kepentingan nasional. Juga harus bersungguh-sungguh melakukan koreksi terhadap Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang membebaskan kepemilikan asing di sektor tambang hingga 95% serta melakukan koreksi terhadap berbagai undang-undang yang telah disusun dengan paradigma liberal, seperti UU Kelistrikan, UU Air, dll. Mengembalikan ekonomi pada konstitusi juga berarti bersedia mengoreksi berbagai kontrak-kontrak tambang sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi rakyat. Dengan terobosan-terobosan ini, akan ada potensi penerimaan negara baru yang lebih besar sehingga tidak lagi hanya bersumber pada pajak, privatisasi dan utang sebagaimana pakem Washington Consensus. Pengelolaan kekayaan alam non tambang yang liberal dan tidak menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas juga harus dikoreksi. Pilihan kebijakan ini telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok berbagai sumber daya alam mentah sebagai bahan baku industri dunia. Padahal pilihan ini akan merugikan kepentingan nasional. Pada



saat memilih untuk mengekspor bahan baku dan bahan mentah maka pada saat itu pula Indonesia sedang mengekspor kesempatan kerja, memberikan nilai tambah dan menyerahkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kepada negara lain. Indonesia adalah penghasil rotan terbesar dunia namun saat ini pemerintah membebaskan ekspor rotan mentah. Memang kebijakan ini akan mendorong ekspor sehingga menguntungkan petani rotan. Secara nasional negara juga akan diuntungkan dengan sumbangan pertumbuhan ekspor yang tinggi sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sepintas kebijakan ini seolah baik. Padahal, akibat dari liberalisasi rotan mentah telah mengakibatkan produsen barang dari rotan yang umumnya di wilayah Jawa, mengalami ketidakpastian harga dan pasokan bahan baku. Tentu petani rotan akan memilih untuk mengekspor karena permintaan dan pembayaran lebih pasti. Namun, sebagai konsekwensinya banyak industri mebel rotan kecil dan menengah nasional kesulitan bahan baku. Bahkan saat ini meubel rotan Indonesia telah kalah bersaing dengan produk dari negara-negara pengimpor rotan dari Indonesia. Bila meyakini menciptakan lapangan kerja dan memberikan penghidupan yang layak pada pasal 27 dan 28 adalah amanah yang harus dijalankan, maka kebijakan yang dipilih dalam pengelolaan rotan akan berbeda. Melimpahnya produksi rotan di Kalimantan justru menjadi kesempatan untuk memantapkan posisi Indonesia sebagai produsen mebel rotan utama dunia yang pernah dicapai sebelum krisis. Pengembangan sentrasentra industri produk rotan di daerah penghasil rotan dengan berbagai dukungan teknologi dari pemerintah akan menciptakan lapangan kerja yang besar, kesejahteraan petani dan perajin rotan akan meningkat karena nilai tambah dari pengolahan rotan akan terjadi dan dinikmati oleh rakyat di Indonesia. Kebijakan yang sama semestinya juga dapat dilakukan untuk kekayaan timah, coklat, dan lain-lain yang melimpah. 2.2 Pelayanan Kesehatan Indonesia untuk Masyarakat Miskin Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan



kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke pelayanan kesehatan,Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan adalah merupakan kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah. 2.3 Pendidikan di Indonesia Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan. Berangkat dari definisi di atas maka dapat dipahami bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Permasalahan ini berlawanan dengan isi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang memaknai penghidupan yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia, salah satunya untuk keberlangsungan pendidikan dan pekerjaan warga negara.Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.” Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya tertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD 1945, maupun dalam regulasi derivatnya seperti UU No.2/1989 tentang Sisdiknas yang diamandemen menjadi UU No.20/2003,



UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta berbagai rancangan UU dan PP yang kini tengah di persiapkan oleh pemerintah (RUU BHP, RPP Guru, RPP Dosen, RPP Wajib belajar, RPP Pendidikan Dasar dan Menengah, dsb Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Menanggapi hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001). Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktorfaktor lain yang juga mempengaruhinya. 2.4 Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini dijabarkan dalam Pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003, tentang tujuan pembangunan ketenagakerjaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003, yaitu setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini aturan yang dimaksud adalah UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Namun dalam kenyataannya, jaminan sosial tersebut tidak selalu berjalan dengan baik dalam melayani kebutuhan para pekerja. Setiap pekerja yang membutuhkan jaminan tersebut, misalnya dalam keadaan sakit atau mengalami kerugian karena faktor intern ( faktor yang diakibatkan dari perusahaan yang bersangkutan ) tidak bisa langsung mendapatkan hak nya di Jamsostek dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, hak tersebut tidak dapat langsung diambil dan harus melalui persetujuan dari pihak yang bersangkutan. 2.5 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Indonesia Tahun demi tahun, pemerintahan telah silih berganti, namun pertanyaan yang patut terlontarkan, sudah sejahterakah rakyat di negeri ini? Pertanyaan tersebut patut dikemukakan sebab hampir di setiap rezim pemerintahan, jargon kesejahteraan selalu diusungnya. Bahkan hal



tersebut selalu digunakan untuk membius pikiran dan keinginan rakyat agar selaras dengan kemauan pemerintah. Bagi pemerintah ketika pertanyaan tersebut terlontar mungkin akan menjawab sudah, namun bagi sebagian masyarakat akan menjawab belum. Lalu apa sebenarnya parameter atau indikator kesejahteraan. Banyak teori untuk menilai kesejahteraan rakyat, salah satunya adalah Indeks pembangunan masyarakat (IPM), atau indeks kesejahteraan masyarakat (human development indeks). Berkaitan dengan IPM ini UNDP di bawah bendera PBB mencantumkan tiga indikator yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Artinya tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat, tergantung pada tiga hal ini, bila sebagian besar sudah terpenuhi ketiganya berarti tingkat kesejahteraan di negara tersebut cukup tinggi. Pada awalnya untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat menggunkana indikator GNP (grost nasional product) dan indikator lain yang selaras seperti tingkat inflasi, pengangguran, investasi, tingkat pembelanjaan pemerintah, tingkat konsumsi dan posisi neraca perdagangan. Teori ini dipresentasikan oleh John Mayard Keynes dan diterima PBB sebagai alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat sebuah negara. Namun beberapa tahun belakang indikator tersebut mulai ditinggalkan. UNDP mulai menggunakan indikator lain dalam menilai tingkat kesejahteraan rakyat sebuah negara, seorang pakar ekonomi Pakistan, Mahbub ul haq mulai mengembangkan konsep baru. Beliau mengoreksi cara mengukur tingkat kesejahteraan dengan GNP. Tingginya angka GNP tingginya tingkat kesejahteraan rakyat tidak dapat diterima begitu saja. Sebab angka GNP adalah angka rata-rata. Sementara ratarata bermakna bahwa masyarakat dapat mengakses kehidupan dengan rata dan mempunyai pendapatan yang rata juga, padahal tidak demikian. Gambaran mudahnya, dengan masuknya beberapa konglomerat kaya ke suatu negara secara otomatis mendongkrak angka GNP padahal dibalik itu banyak rakyat yang dalam keadaan kekurangan. Sehingga Amartya sen, ekonom kelahiran India, penerima Nobel ekonomi pernah mengatakan kemiskinan tidak selalu identik dengan kekurangan pangan namun dapat saja karena kurang adanya pemerataan, disinilah beliau menekankan pentingnya distribusi. Berpijak dari sanalah dikembangkan indikator kesejahteraan lain, yaitu indeks pembanguna masyarakat. Sementara itu hal selaras yang saat ini masih menjadi perbincangan hangat yaitu adanya keinginan sebagian masyarakat yang ingin memasukkan variabel moral, dan tingkat partisipasi masyarakat dalam politik ke dalam indikator IPM. Pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat hanya mengukur kesejahteraan fisik saja sementara non fisiknya belum terukur maka perlu memasukkan variabel tersebut, bahkan akhir akhir ini, indeks demokrasi, perlakuan jender masuk dalam pengukuran IPM. Bila dilihat dengan tiga indikator yang sudah fixed tersebut, bagaimanakah kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia saat ini?



2.6 Tingkat Pendidikan di Indonesia Cara melihat tingkat pendidikan suatu negara minimal dengan dua indikator yaitu angka melek huruf dan lama melanjutkan pendidikan. Saat ini terlihat di tiga wilayah saja angka buta huruf masih tinggi, Jawa Tengah 15,2%, Jawa Timur 18,7% dan Jawa Barat 7,8% dari fakta ini terlihat masih banyak masyarakat yang belum memperoleh akses pendidikan. Hal ini juga mencerminkan kualitas masyarakat Indonesia masih rendah sehingga tidak aneh bila dibandingkan dengan negara lain pendidikan Indonesia di posisi belakang. Dari 79 perguruan tinggi yang tercatat di Asia, UGM yang merupakan ikon perguruan tinggi ternama di Indonesia menduduki peringkat ke-67, UI 70, UNDIP 77 dan UNAIR paling bawah 79. Peringkat ini dilihat dari reputasi akademik, SDM/dosen, hasil karya riset, sumber dana, gaji dosen, rasio mahasiswa tiap dosen, publikasi jurnal internasional dan kepadatan bandwith komputernya. Sementara itu yang bercokol diperingkat atas adalah Universitas Tohuku (Tahuku University) Jepang. Universitas lain yang masih berada di peringkat atas, ranking 10 Melbourn University, ranking 23 Waseda University Jepang, ranking 27 universitas Malaya Malaysia, ranking 32 philipines University, ranking 39 Mahidong University Thailand dan ranking 45 University of Delhi India. Lain universitas lain pula institut sain dan teknologi, di antara 35 institut yang di survey ikon institut ternama di Indonesia, yaitu ITB berada diurutan 15, masih mendingan karena mampu melampui 20 institut ternama lain yang tersebar di beberapa negara di Asia. Namun yang mengejutkan urutan 4, 5, 6, dan 7 di borong India, sementara itu ranking satu berada di bawah Bendera Korea Advanced science and teknology Institut. (Jawapos, 14 Desember 2004) 2.7 Tingkat Kesehatan di Indonesia Tingkat kesehatan rakyat sebuah negara dapat dilihat dari angka umur harapan hidup (UHH). Tahun 2000 UHH rakyat Indonesia 65,6 tahun semnatar itu tahun berikutnya 2001 naik menjadi 65,8, ini mencerminkan tingkat kesehatan masyarakat mengalami perbaikan. Namun secara internasional UHH rakyat Indonesia masih rendah. Pada tahun yang sama UHH rakyat Thailand 69,9 tahun, Malaysia 72,2 tahun, Singapura 77,4 tahun dan Jepang 80,8 tahun. Mengapa UHH indonesia rendah yang berarti tingkat kesehatannya belum baik, hal ini disebabkan beberapa hal, antara lain rendahnya akses pelayanan kesehatan, rendahnya akses air bersih, rendahnya gizi balita, mewabahnya penyakit menular dan lambannya penanganan kematian ibu melahirkan. 2.8 Golongan Kesejahteraan Masyarakat Secara rinci keberadaan Keluarga Sejahtera digolongkan ke dalam lima tingkatan sebagai berikut: (1) Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga-keluarga yang belum



dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang papan dan kesehatan. (2) Keluarga Sejahtera I (KS I), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological needs), seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. (3) Keluarga Sejahtera II (KS II), yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan sosial-psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya (developmental needs) seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. (4) Keluarga Sejahtera III (KS III), yaitu kelurga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. (5) Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.



Bab 4 Penutup 4.1 Kesimpulan Dari pembahasan mengenai kesejahteraan rakyat diatas maka dapat disimpulkan bahwakesejahteraan rakyat di Indonesia belum terlaksana dengan baik.Kesejahteraan rakyat yang mencakup bidang ekonomi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat (terutama masyarakat miskin), pelayanan sosial yang ada di dalam atau luar lingkup kerja, dan pendidikan. Berdasarkan data yang diperoleh, hal tersebut belum relevan dengan pasal 27 ayat 1 dan ayat 2 tentang kedudukan yang sama dalam hukum ( penghidupan yang layak ). Kesejahteraan di indonesia tentang pembangunan juga belum memadai, daerah yang terpencil sekali pun belum tersentuh dengan adanya barang/benda yang modern, karena tidak adanya sosialisasi dari pemerintah setempat, untuk membangun wilayahnya agar lebih baik lagi. 4.2 Saran Seharusnya pemerintah memikirkan cara lain untuk membantu menyejahterakan rakyatnya karena menurut penulis cara pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat masih belum tepat. Pemerintah masih bisa mencari cara lain selain memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, karena cara seperti itu belum efektif. Rakyat bukan hanya



butuh uang, tetapi juga butuh lapangan pekerjaan. Mungkin saja pemerintah bisa mencari atau mengupayakan cara lain untuk menyejahterakan rakyatnya demi kelangsungan bangsa di masa depan. Pemerintah juga harus membuat lapangan pekerjaan baru, meringankan beban masyarakat yang kurang mampu, memang benar pada era sekarang pemerintah mempunyai banyak program untuk mengurangi biaya apapun untuk orang yang tidak mampu, tetapi pada prosesnya untuk hal tersebut akan di persulit oleh pihak-pihak tertentu, sampai pada akhirnya orang yang kurang mampu yang ingin mengurus surat – surat atau berkasberkas akan mersa jenuh bila terus di permainkan. Penulis hanya bisa menyarankan semoga para pembaca lebih bisa memahami kenapa kita harus meningkatkan kesejateraan masyarakat di negara kita tercinta yaitu iIndonesia.



DAFTAR PUSTAKA  Husodo, S.,Y., 2006 pancasila : jalan menuju negara kesejahteraan,yogyakarta,14 agustus 2006  Soemardjan, S., 1991. Pancasila dalam kehidupan sosial, Jakarta : BP 7 pusat  Prof.Dr.H.Tukitan Taniredja.MM : Praigma pendidikan pancasila , penerbit :Alfabeta  Undang-Undang Dasar 1945



Konsep Al-Qur’an tentang Kesejahteraan Sosial Oleh: Nur Rosihin Ana I. Pendahuluan Manusia diciptakan Allah SWT dalam kondisi merdeka. Manusia tidak tun¬duk kepada siapapun kecuali kepada-Nya. Hal ini merupakan cermin kebebasan manusia dari ikatan-ikatan perbudakan. Bahkan misi kenabian Muhammad SAW adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya (alA’râf: 157). Setiap manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, mempunyai kebebasan dalam berpikir, bertindak (berusaha), dan ber¬sikap dalam rangka menciptakan kehidupan yang sejahtera, baik spirituil maupun materiil. Akan tetapi, kebebasan manusia sebagai individu atau kelompok, tidak bisa dilepaskan dari individu atau kelompok lainnya. Kepentingan individu harus dikorbankan jika bertentangan dengan kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kesejahteraan sosial terkait erat dengan keadilan sosial (al-‘adâlah al-Ijtimâ‘iyyah). Kesejahteran sosial hanyalah idiom-idiom kosong yang melambung di ruang hampa manakala melupakan prasyarat yang paling signifikan yaitu keadilan. Sebab kesejahteraan sosial merupakan tujuan (goal) yang ingin dicapai, sedang¬kan keadilan sosial merupakan shirâthal mustaqîm menuju kesuksesan penca¬paian tujuan. Dengan demikian, keadilan di semua bidang, baik materiil maupun spirituil, akan membawa ke arah terciptanya kesejahteraan. Islam sangat respek dengan tema-tema tentang kesejahteraan sosial. Dalam bidang ekonomi, Islam mengatur distribusi kekayaan agar tidak hanya beredar di kalangan para konglomerat (kay lâ yakûna dûlatan bayna al-aghniyâ’ minkum: al-Hayr: 7). Di samping perannya sebagai agama yang menyeru kepada ajaran tauhid, Islam juga berperan sebagai agama advokasi. Hal ini tergambar dari antusiasme ajaran Islam yang mempunyai keberpihakan kepada kelompok lemah (mustadh‘afîn) lewat program zakat. Program zakat meru¬pa¬kan program yang bermuatan ritual dan sosial. Sebagai program ritual, zakat ada¬lah implementasi dari rasa syukur individu atas karunia (kekayaan) yang dibe¬rikan oleh Allah. Sedangkan sebagai program sosial, zakat berfungsi sebagai program aksi pemerataan distribusi dalam rangka mengurangi jumlah kemiskinan. Dalam pengelolaan negara, Islam memberikan panduan bagi pemimpin negara agar dalam pengambilan keputusan dan kebijakan senantiasa berpihak atas nama kesejahteraan rakyatnya ( ‫تصرف ﺍلامﺎ(م عﻠى ﺍلرعية‬ ‫)امنوط بﺎلمصﻠحة‬. Bukan dalam rangka membangun kekuasaan, menumpuk kekayaan dan mengumbar janji. Semoga dalam Pemilu Presiden 5 Juli 2004 yang akan datang bisa melahirkan figur pemimpin yang adil sehingga mampu menyibak fajar kesejahteraan merekah cerah di wajah masyarakat yang lelah menahan resah. II. Pembahasan a. Pengertian a.1. Kesejahteraan Kesejahteraan berasal dari kata dasar sejahtera: aman sentosa dan makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya). Kesejahteraan: hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan, ketenteraman, kesenangan hidup, dan sebagainya; kemakmuran. Dalam definisi lain dijelaskan, kesejahteraan: .‫ ﺍلحﺎلييية ﺍليييتى تتحقيييق فيهيييﺎ ﺍلحﺎجيييﺎت ﺍلسﺎسيييية لﻠفيييرد وﺍلمجتميييع امييين غيييدﺍء وتعﻠييييم وصيييحة وتأامين ضيييد كيييوﺍرث ﺍلحييييﺎﺓ‬:‫ﺍلرفﺎهيييية‬ “Kesejahteraan (welfare) adalah kondisi yang menghendaki terpenuhimya kebutuhan dasar bagi individu atau kelompok baik berupa kebutuhan makan, pendidikan, kesehatan, sedangkan antitesa dari kesejahteraan adalah kesedihan (bencana) kehidupan”.



a.2.



Kesejahteraan



Sosial



Kesejahteraan sosial: keadaan sejahtera masyarakat. Sedangkan dalam Mu’jam Musthalahâtu al-‘Ulûm al-Ijtimâ’iyyah dijelaskan: ‫ نسق امنظم امن ﺍلخدامﺎت ﺍلجتمﺎعية وﺍلمؤسسﺎت يرامى ﺍلى امسﺎعدﺓ ﺍلفرﺍد وﺍلجمﺎعيﺎت لﻠوصيول ﺍليى امسييتويﺎت امل ئميية لﻠمعيشية‬:‫ﺍلرفﺎهية ﺍلجتمﺎعية‬ .‫وﺍلصييحة كمييﺎ يهييدف ﺍلييى قيييﺎ(م علقييﺎت ﺍجتمﺎعية سييوية بييين ﺍلفييرﺍد بتنمييية قييدرﺍتهم وتحسييين ﺍلحيييﺎﺓ ﺍلنسييﺎنية بمييﺎ يتفييق امييع حﺎجييﺎت ﺍلمجتمييع‬ “Kesejahteraan sosial: sistem yang mengatur pelayanan sosial dan lembaga-lembaga untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok mencapai tingkat kehidupan, kesehatan yang layak dengan tujuan menegakkan hubungan kemasayarakatan yang setara antar individu sesuai dengan kemampuan pertumbuhan (development) mereka, memperbaiki kehidupan manusia sesuai dengan kebutuhankebutuhan masyarakat”. Dari ragam definisi di atas, pada intinya, kesejahteraan sosial menuntut terpenuhinya kebutuhan manusia yang meliputi kebutuhan primer (primary needs), sekunder (secondary needs) dan kebutuhan tersier. Kebutuhan primer meliputi: pangan (makanan) sandang (pakaian), papan (tempat tinggal), kesehatan dan keamanan yang layak. Kebutuhan sekunder seperti: pengadaan sarana transportasi (sepeda, sepeda motor, mobil, dsb.), informasi dan telekomunikasi (radio, televisi, telepon, HP, internet, dsb.). kebutuhan tersier seperti sarana rekereasi, entertaimen. Kebutuhan-kebutuhan ini berdasarkan tingkatan (maqâm) individu. Artinya untuk tingkat masyarakat kelas menengah, kebutuhan akan mobil pribadi untuk menunjang mobilitas aktivitas yang tinggi, masuk dalam kategori kebutuhan primer. Sedangkan untuk kelompok ekonomi menengah ke bawah, mobil pribadi merupakan barang lux dan masuk kategori kebutuhan sekunder. Tiga kategori kebutuhan di atas bersifat materiil sehingga kesejahteraan yang tercipta pun bersifat materiil. Kesejahteraan sosial akan tercipta dalam sistem masyarakat yang stabil, khususnya adanya stabilitas keamanan. Stabilitas sosial, ekonomi tidak mungkin terjamin tanpa adanya stabilitas keamanan (termasuk di dalamnya stabilitas politik). Hal ini sebagaimana do’a Nabi Ibrahim dalam surat alBaqarah: 126 ‫ووإإذذ وقﺎول إإذبورﺍإهيم وربب ﺍذجوعذل وهوذﺍ وبوﻠًددﺍ وءﺍإامًدنﺎ ووﺍذرمزذق أوذهﻠومه إامون ﺍلثثومورﺍإت وامذن وءﺍوامون إامذنمهذم إبﺎثلإ ووﺍذلويذوإ(م ﺍذلإخإر وقﺎول وووامذن وكوفور وفمأوامبتمعمه وقإﻠيًدل مثثم أو ذ‬ ‫ضوطررمه إإولى وعوذﺍإب ﺍلثنييﺎإر‬ (126)‫ووإب ذئييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييوس ﺍذلوم إصيييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييمر‬ “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali" (al-Baqarah: 126). Kata balad disebut 8 kali dalam al-Qur’an, surat al-A’râf: 57 dan 58, Ibrâhim: 35, an-Nahl: 7, Fâthir: 9, al-Balad: 1 dan 2, at-Tîn: 3. Kata ini mempunyai arti: negeri, daerah, tanah, kota. Tafsir dari kata baladan âminan dalam ayat di atas adalah sebagai berikut: .‫ فيدعﺎ ليذريته وغيرهيم بيﺎلامن ورغ د ﺍلعييش‬،‫ يعنيى امﻜة‬،‫ بﻠيدﺍ ﺍامنيﺎ‬:‫ ﺍلقرطيبى‬.‫ ﺍى امين ﺍلخيوف ل يرعيب ﺍهﻠيه‬،‫ رب ﺍجعيل هيذﺍ بﻠيدﺍ ﺍامنيﺎ‬:‫ﺍبين كيثير‬ Menurut Ibnu Katsir, kata-kata rabbij‘al hâdzâ baladan âminan, maksudnya adalah aman dari rasa takut yang menyelimuti warga negeri. Sedangkan menurut al-Qurthubi, negeri yang aman itu adalah negeri Mekah, Ibrahim berdo’a untuk keluarga dan penduduk negeri agar tercipta stabilitas keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan. Sebuah negara yang stabilitas keamanannya rawan akan berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan lainnya. Kinerja sektor ekonomi yang merupakan faktor penyangga kesejahteraan akan terganggu bahkan terbengkelai sama sekali. Begitu pula stabilitas politik. Fakta menunjukkan bahwa negara-negara dunia ketiga yang terus dilanda kemelut krisis dalam negeri seperti membengkaknya hutang, angka pengangguran, dan berseminya kawasan kumuh dan miskin (kumis) disebabkan karena stabilitas keamanan dan politik yang labil. Ironisnya, justru tingkat korupsi merajalela di negara-negara dunia ketiga ini. Sebuah ilustrasi, dalam catatan sejarah selama lima kali suksesi kepemimpinan nasional di Indonesia selalu didahului oleh peristiwa-peristiwa yang mengundang kerawanan sosial,



politik dan keamanan (sospolkam). Kerawanan-kerawanan ini mengakibatkan gejolak (rush) dalam bidang ekonomi, seperti terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, menurunnya suku bunga SBI, menurunnya indeks perdagangan di bursa saham yang berarti melemahnya investasi. b. Konsepsi Islam Tentang Kesejahteraan Sosial Islam sebagai ajaran sangat peduli dengan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan social dalam Islam pada intinya mencakup dua hal pokok yaitu kesejahteraan social yang bersifat jasmani dan rohani. Manifestasi dari kesejahteraan sosial dalam Islam adalah bahwa setiap individu dalam Islam harus memperoleh perlindungan yang mencakup lima hal: Pertama, agama (al-dîn), merupakan kumpulan akidah, ibadah, ketentuan dan hukum yang telah disyari‘atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian yang lainnya. Kedua, jiwa/tubuh (al-nafs), Islam mengatur eksistensi jiwa dengan men¬cip¬takan lembaga pernikahan untuk mendapatkan keturunan. Islam juga melin¬du¬ngi dan menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, qishash, diyat, dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan jiwa/tubuh. Ketiga, akal (al-‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi narkoba (khamr dan segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi bagi yang mengkonsumsinya. Keempat, kehormatan (al-‘irdhu), berupa sanksi bagi pelaku zina dan orang yang menuduh zina. Kelima, kekayaan (al-mâl), mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan mengusahakannya, seperti kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran bermua‘amalat, berniaga. Islam juga memberi perlindungan kekayaan dengan larangan mencuri, menipu, berkhianat, memakan harta orang lain dengan cara tidak benar, merusak harta orang lain, dan menolak riba. Kelima pilar asasi ini menjadi apresiasi, advokasi dan proteksi Islam dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Berkenaan dengan perlindungan jiwa, harta dan kehormatan manusia, Allah berfirman: ‫ويﺎأوريوهﺎ ﺍثلإذيون وءﺍواممنوﺍ ول ويذسوخذر وقوم(م إامذن وقذو(م وعوسى أوذن ويمﻜومنوﺍ وخذيًدرﺍ إامذنمهذم ووول إنوسﺎمء إامذن إنوسﺎمء وعوسى أوذن ويمﻜثن وخذيًدرﺍ إامذنمهثن ووول وتذﻠإميمﺰوﺍ أوذنمفوسيمﻜذم ووول وتونيﺎوبمﺰوﺍ إبﺎ ذ و‬ ‫لذلوقيﺎإب‬ ‫م‬ ‫ذ‬ (11)‫ويمتذب وفمأوولإئييييييييييييوك مهييييييييييييم ﺍلثظييييييييييييﺎإلمموون‬ ‫ليومييييييييييييﺎإن وووامييييييييييييذن ولييييييييييييذم‬ ‫إبذئييييييييييييوس ﺍإلذسييييييييييييم ﺍلمفمسييييييييييييومق وبذعييييييييييييود ﺍ ذ إ‬ Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (al-Hujurât: 11). Menghina orang lain adalah perbuatan yang tercela. Orang yang menghina belum tentu lebih baik dari yang dihina. Seringkali ada orang menghina orang lain karena alasan kedengkian, kecemburuan. Penghinaan juga bisa berakibat fatal seperti adu mulut, perkelahian hingga pembunuhan. Dalam tayangan di media massa, banyak sekali kasus perkelahian, baik perkelahian tunggal maupun pengeroyokan hingga perkelahian massal yang mengakibatkan korban luka dan meninggal berjatuhan, pembunuhan yang bermula dari sebuah penghinaan. Orang yang dihina, terutama jika penghinaan itu terjadi di depan publik, bisa menuntut ke muka pengadilan karena merasa harga dirinya direndahkan. c. Hakikat Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial di dunia bersifat sementara bahkan semu adanya. Pada kurun waktu tertentu mungkin masyarakat hidup damai sejahtera. Namun dalam waktu seketika kesejahteraan itu punah karena konflik massal yang dipicu oleh ketidakpuasan suatu kelompok. Ambisi manusia yang keluar dari konteks kemanusiaan seperti ambisi politik, jabatan, kekuasaan, seringkali merupakan picu-picu dalam sekam yang suatu saat bisa meledakkan konflik horizontal dan meluluhlantakkan bangunan



kesejahteraan sosial. Dalam ranah sejarah kekhalifahan Islam, terdapat tiga generasi yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri: pertama, generasi yang berkorban membangun dan mengembangkan sayap kekhalifahan. Sarana suprastruktur diciptakan untuk mengatur struktur roda pemerintahan, sarana infrastruktur dibangun untuk kesejahteraan sosial. Kedua, generasi penikmat kekhalifahan. Generasi ini menuai jerih payah generasi sebelumnya dan tidak banyak mempunyai inisiatif karena kemakmuran dan kesejahteraan sosial sudah mapan pada masa generasi sebelumnya. Ketiga, generasi perusak. Khalifah hanya sibuk dalam kenikmatan dunia (hedonis), sering berpesta pora dan lupa akan kesejahteraan rakyatnya. Rakyat diperas dengan upeti dan pajak tinggi untuk membiayai ambisi pribadi khalifah. Pada kondisi ini khalifah dan para hulubalang lupa dengan peran dan fungsinya. Sementara kekhalifahan berada di atas ujung tanduk kehancuran. Di sisi lain, ada kekuatan asing yang siap mengintai lalu dan menyerbu mereka yang sedang terkapar lemas bermandikan anggur dan minuman keras. Sebetulnya Allah seringkali menjanjikan kesejahteraan bagi manusia. Akan tetapi manusia seringkali lupa, berpaling dari kebenaran. Firman Allah: ‫ووولييييذو أوثن أوذهييييول ﺍذلمقييييورى وءﺍواممنييييوﺍ ووﺍثتوقييييذوﺍ لووفوتذحونييييﺎ وعﻠوذيإهييييذم وبوروكييييﺎمت إامييييون ﺍلثسييييومﺎإء ووﺍ ذ و‬ (96)‫ض وولوإﻜييييذن وكييييثذمبوﺍ وفوأوخييييذذونﺎمهذم إبومﺎ وكييييﺎمنوﺍ ويذﻜإسييييمبوون‬ ‫لذر إ‬ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (al-A’râf: 96). Penduduk suatu negara yang ingkar nikmat akan menuai laknat. Kekayaan alam yang melimpah, aneka tanaman dan tumbuhan, bahan-bahan tambang, baik di daratan maupun di lautan merupakan sumbersumber kehidupan yang bisa dimanfaatkan dan dibudidaya untuk kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi karena manusia tidak mensyukurinya lalu bertindak kerusakan sehingga bumi menjadi gersang kering kerontang. Hujan rahmat berubah menjadi bencana erosi dan banjir karena penggundulan hutan. Ikan-ikan di Teluk Jakarta mati karena limbah. Gambaran Kesejahteraan sosial yang hakiki hanya terjadi di alam surgawi. sebagaimana kondisi Nabi Adam dan Istrinya, Hawa ketika berada di surga: ‫(ووأوثنييوك ول وتذظومييمأ إفيوهييﺎ ووول وت ذ‬118)‫(إإثن ولييوك أوثل وتمجييووع إفيوهﺎ ووول وتذعييورى‬117)‫وفمقذﻠونﺎ ويﺎآودم(م إإثن وهوذﺍ وعمدوو ولوك ووإلوﺰذوإجوك وفول ميذخإروجثنمﻜومﺎ إامون ﺍذلوجثنإة وفوتذشوقى‬ (119)‫ضييوحى‬ Maka kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya" (Thâhâ: 117-119). Tiada tangis yang menyayat pilu karena derita kelaparan, kemiskinan, ketertindasan. Masyarakat penghuni surga tidak akan pernah merasa haus dan lapar, resah dan gelisah. Tiada caci-maki, konflik yang terjadi di surga karena kesejahteraan lahiriah dan dan batiniah menemukan bentuknya yang paling sempurna. Tiada tayangan sumpah serapah, saling menghujat, slogan dan janji pepesan kosong para politisi yang sedang mengincar kursi kekuasaan. Semuanya hidup teratur, rukun tentrem kerto raharjo seraya senantiasa istighfar, bertasbih dan berdzikir menyebut asma Allah. Daftar



Pustaka



Al-Qur’an al-Karim, Tafsir Ibn Katsir dan Tafsir al-Qurthubi, (Perusahaan Perangkat Lunak “Sakhr: 1997), Keluaran ke-V versi 6.50. Badawi, A. Zaki, Mu’jam Mushthalahâtu al-‘Ulûm al-Ijtimâ’iyyah, (Beirut, Maktabah Lubnan: 1986), New Impression. Khalaf, Abdul Wahab, ‘Ilm Ushûl al-Fiqh, (Jakarta, Al-Majlis al-A’la al-Indonîsî li al-Da’wah alIslâmiyyah: 1972), cet. IX.



Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka: 1996), cet. VII, edisi II.



JALIN MATRA PENANGGULANGAN KERENTANAN KEMISKINAN Latar Belakang Sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Timur 2009-2014, bahwa misi “Makmur bersama Wong Cilik melalui APBD untuk Rakyat” dijalankan dengan pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan (pro-poor). Oleh karena itu dalam RPJMD 20142019, pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan tetap menjadi fokus utama pembangunan Jawa Timur, dan keberpihakan kepada rakyat miskin makin dipertegas melalui misi “Makin Sejahtera dan Mandiri bersama Wong Cilik”. Untuk merealisasikan misi tersebut dirancanglah program pengentasan kemiskinan dengan nama “Jalan Lain Menuju Mandiri dan Sejahtera” (JALIN MATRA). Pada tahun anggaran 2015 ini, Program Jalin Matra PK2 masih merupakan Pilot Project, yang secara khusus membidik kelompok rumah tangga yang berada pada desil 2 dan desil 3 atau mereka yang berada dalam kategori kelompok Rumah Tangga yang Hampir Miskin (RTHM). Dalam konseptualisasinya Robert Chambers kelompok RTHM tersebut lazim disebut sebagai kelompok masyarakat yang rentang menjadi miskin. Secara sederhana, kelompok masyarakat yang rentan menjadi miskin lazim digambarkan sebagai kelompok masyarakat yang rapuh, ringkih dan tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi berbagai tekanan sosial dan ekonomi yang melanda kehidupannya, misalnya adanya kenaikan harga kebutuhan barang sehari-hari (sembako), kebutuhan untuk mengobati anggota keluarganya yang sakit, gagal panen, adanya bencana alam, dan berbagai tekanan yang lain yang berkaitan dengan kemampuan mereka dalam melakukan survival. Oleh James Scott, betapa rentannya kehidupan mereka digambarkan sebagai “orang yang telah terendam ke dalam kolam air sampai sebatas leher, sehingga ombak yang sekecil apa pun telah mampu menenggelamkannya”. Melalui Pilot Project Jalin Matra PK2, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berniat untuk menolong kelompok masyarakat rentan yang berada pada desil 2 dan 3 agar tidak terperosok ke dalam jurang kemiskinan, atau kelompok desil 1. Secara esensial, RTHM yang berada di desil 2 dan 3 adalah rumah tangga yang dalam kesehariannya sebenarnya relatif cukup mampu dalam mencukupi kebutuhannya, tetapi jika ada kebutuhan lain yang lebih mendesak, mereka akan mengalami kesulitan dalam memenuhinya. Sejalan dengan lahirnya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka Pilot Project Jalin Matra PK2 juga dimaksudkan sebagai upaya untuk memperkuat posisi desa dalam rangka mensejahterakan masyarakat desa, memajukan perekonomian masyarakat desa, serta mengatasi kesenjangan



pembangunan. Oleh karena itu melalui Jalin Matra PK2 diharapkan akan memperkuat keberadaan kelembagaan baru di pedesaan, yang disebut dengan nama Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Dalam konteks ini, Jalin Matra PK2 akan menempatkan BUMDesa sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat pedesaan, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu target Jalin Matra PK2 Prov. Jatim adalah “1000 Desa 1000 BUMDesa”. Pilot Project Jalin Matra PK2 ini memiliki kekhususan dalam pengelolaannya, yaitu : dikelola untuk pengembangan potensi ekonomi produktif, sesuai dengan ekonomi spesifik kawasan, dilakukan secara kompetisi yang sehat, berbasis potensi lokal, mengedepankan kreativitas dan kearifan lokal, dana yang diberikan dilakukan secara bergulir, dan dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Tujuan secara umum Pilot Project Jalin Matra PK2 adalah untuk membantu agar masyarakat rentan yang berada pada desil 2 dan desil 3 tidak terperosok pada desil 1. Sedangkan tujuan secara khusus adalah untuk : 1. Mendorong masyarakat rentan agar mampu mengatasi kerentanannya sendiri berdasarkan pada potensi sosial ekonomi lokal di desanya; 2. Mendorong agar masyarakat rentan mampu melakukan kegiatan ekonomi produktif berdasarkan pada potensi sosial ekonomi lokal di desanya; 3. Mendorong tumbuh dan berkembangnya BUMDesa yang mampu mengelola kegiatan pemberdayaan masyarakat, penanggulangan kemiskinan dan perekonomian pedesaan. Prinsip Dasar Beberapa prinsip dasar yang digunakan Pilot Project Jalin Matra PK2 adalah: 1. Membantu dengan Hati; 2. Partisipatoris; 3. Transparan dan Akuntabel; 4. Keterpaduan; 5. Keberlanjutan; Ruang Lingkup Ruang lingkup Pilot Project Jalin Matra PK2 meliputi beberapa hal sebagai berikut : 1. Pembentukan/Penguatan BUMDesa; 2. Pengembangan usaha Pokmas; 3. Peningkatan Kapasitas RTS; 4. Pendampingan; Prinsip-prinsip Pengelolaan



Agar mencapai sasaran yang diharapkan, maka Pilot Project Jalin Matra PK2 memiliki beberapa prinsip dalam pengelolaannya, yaitu: 1. Usaha ekonomi produktif; 2. Ekonomi spesifik kawasan; 3. Kompetisi sehat; 4. Berbasis kompetensi lokal; 5. Kreatifitas dan kearifan lokal usaha; 6. Bergulir; 7. Berkelanjutan; Penanggung jawab : Subid Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat



Surabaya - Salah satu kegiatan utama Program Jalan Lain Menuju Kesejahteraan Rakyat (Jalin Matra) adalah Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan dengan sasaran Kepala Rumah Tangga Perempuan. Ini karena Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencermati adanya peningkatan populasi perempuan yang hidup di bawah garis kemiskinan, serta semakin tumbuh dan akutnya kondisi kemiskinan pada rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan. "Fenomena yang sering dikenal sebagai feminisasi kemiskinan atau kemiskinan yang semakin berwajah perempuan tersebut memerlukan upaya khusus dalam rangka penanganannya," kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Provinsi Jatim, Drs Zarkasi MSi. Data BPS menunjukkan, jika jumlah penduduk wanita di Jatim ternyata lebih didominasi oleh perempuan. Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Timur 37,47 juta, terdiri dari 18,5 juta laki-laki (49,37%) dan 18,97 juta perempuan (50,63%). Hal tersebut diperkuat oleh rilis data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan kemiskinan (TNP2K) Juli 2012, menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan dengan status kesejahteraan 30% terendah di seluruh Indonesia yaitu sebanyak 2.864.364 Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP). Provinsi Jatim menempati posisi tertinggi dengan jumlah KRTP sebanyak 700.160 atau 24,4 % (Sumber: Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. Juli 2012. www.tnp2k.go.id). Kerentanan kemiskinan yang dialami oleh perempuan juga ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2012 antara lain dari bidang pendidikan yang dilihat dari persentase nasional penduduk 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah menurut jenis kelamin. Persentase penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah pada tahun 2012 lebih besar dari pada laki-laki. Persentase penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah secara nasional tahun 2012 yaitu sebesar 7,37 %, sedang laki-laki lebih sedikit yaitu hanya 3,10 %. Dibidang ketenagakerjaan, angka partisipasi kerja kepala keluarga perempuan secara nasional menunjukkan bahwa dari persentase kepala rumah tangga dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 14,42% ternyata hanya 60,67 % saja yang bekerja. Sedangkan untuk kepala rumah tangga dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 85,58 % yang bekerja sebanyak 93,19 % atau hampir seluruhnya. Selain itu kata Zarkasi, prioritas terhadap kepala rumah tangga perempuan karena



meskipun seorang laki-laki dan perempuan sama-sama miskin, kemiskinan itu disebabkan oleh alasan yang berbeda, pengalaman yang berbeda, serta kemampuan yang berbeda pula dalam menghadapinya. Perempuan mengalokasikan sebagian besar penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan lebih mementingkan kebutuhan dasar keluarganya dibandingkan dengan laki-laki. Dengan demikian, semakin besar penghasilan perempuan, semakin kecil kemungkinan anak-anak menderita kekurangan gizi. "Dengan kata lain apabila berhasil untuk menanggulangi kemiskinan perempuan maka akan memiliki dampak ganda dan lebih besarn," jelasnya. Atas dasar permasalahan tersebut, kata Zarkasi, Pemerintah Provinsi Jawa Timur merancang program untuk menangani kemiskinan perempuan, terutama bagi rumah tangga yang Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP) melalui Program Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan sebagai salah satu bagian kegiatan utama program Jalin Matra. (red/sal)