Perencanaan Jaringan Jalan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Rully
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2.1 Pengembangan Jaringan Jalan 2.1.1 Transportasi dan Jaringan Jalan. Jalan sebagai salah satu moda transportasi selenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri. Moda transportasi jalan adalah untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Transportasi jalan sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang di tata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan mampu mengadaptasi



3 – Perencanaan Jaringan Jalan dan Perencanaan Teknis Terkait Pengadaan Tanah/1



1



kemajuan di masa depan, mempunyai karakteristik yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan moda transportasi lainya, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan perannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerintah di dalam pelaksanaan pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan yang diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tujuan di atas. Pada sektor tranportasi darat, perhatian utama saat ini diarahkan pada masalah transportasi antar kota dan perkotaan. Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan transportasi perkotaan dan antar kota diarahkan untuk meningkatkan sistem jaringan jalan kota dan antar kota sehingga dapat berfungsi dengan baik dalam melayani aktivitas lokal dan daerah sekitarnya, mengembangkan transportasi massal yang tertib, aman, lancar, nyaman dan efisien agar memberikan daya tarik bagi pemakai jasa transportasi serta agar kemacetan dan gangguan lalu lintas dapat dihindarkan dan kualitas lingkungan hidup dapat dipertahankan, mengembangkan keterpaduan antar dan intra moda, menyelaraskan setiap pembangunan dengan rencana tata ruang kota dan daerah serta memanfaatkan ruang pada jalur koridor transportasi massal dengan suatu manajemen transportasi perkotaan dan antar kota yang baik sehingga dapat dicapai tingkat efisien dan kualitas pelayanan yang tinggi. Pada beberapa dekade terakhir ini, pertumbuhan perekonomian nasional berlangsung secara cepat terutama sekali kota-kota besar dan kota-kota pendukung di sekitarnya serta kota-kota yang memiliki pusatpusat kegiatan tertentu. Seiring dengan pertumbuhan perekonomian nasional tersebut, mobilitas angkutan orang dan barang ke berbagai wilayah juga turut meningkat. Di sinilah sektor transportasi memegang peranan yang sangat penting untuk memperlancar roda perekonomian



dan melayani kebutuhan akan jasa angkutan orang dan barang di dalam kota, antar kota, dan keseluruh pelosok tanah air. Oleh karenanya diperlukan Sistem Jaringan Jalan yang terkoneksi dengan baik di seluruh pelosok wilayah Indonesia. 2.1.2 Sistem Jaringan Jalan Menurut UURI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Pasal 7), sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Definisi kedua sistem jaringan jalan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat- pusat kegiatan. 2. SIStem jaringan jalan SeKUNder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Menurut PP Nomor 34 Tahun 2006 (Pasal 7), sistem jaringan jalan disusun sebagai berikut 1. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut: a. menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan b. menghubungkan antarpusat kegiatan nasional. 2. Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.



Dengan demikian, perencanaan geometrik jalan harus disiapkan dengan menempatkan ruas jalan yang akan didesain sebagai bagian dari sistem jaringan jalan agar sejalan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur sistem jaringan jalan dimaksud. 2.1.3 Fungsi Jalan Menurut UU RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan umum menurut fungsinya terbagi atas Jalan Arteri, Jalan Kolektor, Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan.  Jalan Arteri : Jalan Arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.  Jalan Kolektor : Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.  Jalan Lokal : Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.  Jalan Lingkungan : Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Catatan Modul Perencanaan Geometrik Jalan ini disiapkan untuk digunakan dalam perencanaan Jalan Arteri, Jalan Kolektor dan Jalan Lokal, tidak termasuk untuk Jalan Lingkungan. 2.1.4 Status Jalan Menurut UURI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan umum menurut statusnya terbagi atas jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.



 Jalan Nasional Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.  Jalan Provinsi Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.  Jalan Kabupaten Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer (diluar jalan nasional dan jalan provinsi), yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.  Jalan Kota Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.  Jalan Desa Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Catatan Modul Perencanaan Geometrik Jalan ini disiapkan untuk digunakan dalam perencanaan Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten dan Jalan Kota, tidak termasuk untuk Jalan Desa. 2.1.5 Kelas Jalan Pengelompokan menurut Kelas Jalan dimaksudkan untuk standardisasi penyediaan prasarana jalan. Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Pembagian kelas jalan menurut



PP Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 19) adalah sebagai berikut :  Jalan Kelas I Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.  Jalan Kelas II Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.  Jalan Kelas III Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.  Jalan Kelas Khusus Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton. 2.1.6 Hubungan Fungsi Jalan, Kelas Jalan dan Muatan Sumbu Terberat. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 memberikan keterkaitan antara fungsi jalan, kelas jalan dan Muatan Sumbu Terberat (MST) untuk jalan dengan fungsi Arteri dan Kolektor mengacu pada Pasal 11 PP Nomor 43 Tahun 1993. Modul ini mengembangkan keterkaitan dimaksud sampai dengan jalan Lokal mengacu pada PP Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 19) dengan maksud agar modul ini dapat digunakan sebagai referensi bagi Ahli Perencana Geometrik Jalan dalam mendesain Jalan Arteri, Jalan Kolektor dan Jalan Lokal (atau jika dilihat



dari segi status : jalan Nasional, jalan Provinsi, Jalan Kabupaten dan Jalan Kota). Selanjutnya lihat Tabel yang menunjukkan hubungan antara fungsi jalan, kelas jalan dan MST sebagai berikut : Tabel 2. 1 Hubungan Antara Fungsi Jalan, Kelas Jalan dan MST



Fungsi



Kelas



Arteri



I II III Khusus I II III II III II III



Kolektor



Lokal Lingkungan



Muatan Sumbu Terberat, MST (ton) 10 8 8 >10 10 8 8 8 8 8 8



2.1.7 Klasifikasi Menurut Medan Jalan Untuk dapat melakukan perencanaan geometrik jalan diperlukan ketentuan tentang klasifikasi medan yang akan dilalui oleh trase jalan. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 memberikan klasifikasi medan dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. 2. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam tabel 2.2. Tabel 2. 2 Klasifikasi menurut medan jalan



No. 1. 2. 3.



Jenis Medan Datar Perbukitan Pegunungan



Notasi D B G



Kemiringan Medan < 3% 3 – 25% > 25%



Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen. Pertumbuhan jaringan jalan seringkali tidak mampu berpacu dengan pertambahan kendaraan, terutama sekali kendaraan pribadi sehingga menimbulkan kemacetan lalulintas pada daerah-daerah tertentu. Seringkali dijumpai kemacetan lalu lintas terutama sekali pada waktuwaktu sibuk yang menunjukkan bahwa volume lalulintas telah melampaui kapasitas jaringan jalan. Perkembangan ekonomi dan industri yang cepat disertai pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan dua masalah. Yang pertama meningkatkan kebutuhan kendaraan baik kendaraan niaga, umum, maupun pribadi. Pendapatan daerah yang meningkat, cenderung meningkatkan kebutuhan jumlah kepemilikan kendaraan. Yang kedua akan meningkatkan kebutuhan jalan untuk perjalanan. Dalam memenuhi kebutuhan lalu lintas ditemui kesulitan khususnya di kotakota lama, karena jalan-jalan yang sudah ada, pada umumnya sempit dan disekitarnya sudah berdiri bangunan-bangunan industri, serta pertumbuhan penduduk muncul, karena pusat kegiatan bisnis dan industri ada di tengah kota, sehingga pengaturan kembali peruntukan lahan yang baru menjadi sulit. 2.1.8 Kebutuhan Jalan. Metode pemecahan masalah untuk mengakomodasikan kebutuhan lalu lintas adalah dengan meningkatkan suplai, membuat jalan baru, atau dengan melebarkan dan meningkatkan jalan yang sudah ada. Terdapat pula suatu metode pemecahan masalah yang lainnya adalah dengan membatasi demand, atau dengan cara meningkatkan biaya operasi kendaraan, misalnya memasuki daerah pusat kota harus membayar (sistem tol) atau menaikkan biaya parkir. Metode pemecahan masalah yang kedua tersebut hanya tepat berlaku untuk kota yang memang sibuk seperti Jakarta. Untuk kota Semarang, Surakarta, Demak, Padang, dan daerah yang relatif sepi, metode



pemecahan masalah yang pertama lebih tepat. Di samping pertimbangan di atas, pertimbangan pembebasan lahan di kota besar adalah sulit dan mahal, sedangkan di kota kecil seperti Surakarta, Demak dan Padang relatif lebih mudah dan biaya pembebasan tanah relatif lebih murah. Guna menunjang aktivitas pergerakan arus barang dan penumpang serta dalam rangka meningkatkan arus pelayanan dalam kota, serta mencegah lalulintas yang padat di dalam kota khususnya akibat angkutan antar kota (regional) masuk ke dalam kota yang akan memperparah kondisi kemacetan lalulintas, maka diperlukan studi kelayakan jalan baru dan flyover di dalam kota. Dalam hal ini, studi tersebut untuk mengetahui kelayakan dari jalan baru yang dibutuhkan untuk menunjang pembangunan dan pengembangan kota dan daerah. 2.1.9 Analisis Kondisi jaringan jalan Analisis terhadap sistem jaringan jalan yang ada secara menyeluruh yang dapat dijadikan dasar bagi model pengembangannya, di antaranya meliputi : 1. Analisis struktur dan sistem jaringan jalan yang ada. 2. Analisis lalu lintas dan permasalahannya. 3. Analisis mobilitas dan aksesibilitas dari sistem jaringan jalan yang ada. 4. Analisis penyediaan sistem transportasi. 5. Analisis permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan jaringan jalan.



2.2 Analisis struktur dan sistem jaringan jalan yang ada 2.2.1 Basis sistem jaringan jalan Basis dari pengembangan skenario sistem jaringan jalan adalah kondisi tahun dasar. Kondisi tahun dasar selanjutnya dikembangkan ke dalam suatu model yang disebut sebagai model tahun dasar yang divalidasikan dengan hasil-hasil survey yang telah dilkakukan. Hasil dari model yang telah divalidasi tersebut selanjutnya merupakan basis untuk pengembangan skenario tahun-tahun berikutnya.



Keseluruhan data dibutuhkan untuk pengembangan model sistem transportasi yang meliputi model permintaan (demand model) dan model penyediaan (supply model). 2.2.2 Time horison Time horizon adalah rentang waktu yang dikaji dalam peramalan transport demand. Pengembangan sistem transportasi disusun sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang dengan mempertimbangkan hasilhasil analisis survey lapangan terutama pola perjalanan serta kecenderungan perkembangan yang terjadi. Penekanan pengembangan sistem transportasi adalah pada sistem jaringan jalan serta perangkat pendukung dalam pengaturan lalu-lintas yang mencakup “traffic management”, angkutan umum dan angkutan barang. Rencana pengembangan sistem transportasi tersebut disusun melalui skenario pengembangan jaringan jalan yang selanjutnya disebut sebagai skenario DO-SOMETHING yang disusun untuk periode 5 tahunan yaitu : 1. Skenario jangka pendek yang disusun dengan mengacu pada RTRW edisi terakhir. Sistem jaringan transportasi mengikuti struktur daerah yang diarahkan pada RTRW tersebut. 2. Skenario jangka menengah disusun dengan mengikuti perkembangan kecenderungan perkembangan regional dan pertumbuhan parameter sosial-ekonomi lainnya mengikuti kecenderungan tersebut dan pengembangan jaringan transportasi yang cukup expansif terutama jaringan jalan utama. Berbagai rencana pengembangan pusat tata guna lahan dan jaringan jalan sesuai dengan kecenderungan yang terjadi pada periode tahun sebelumnya diakomodir dalam skenario ini. 3. Skenario jangka panjang yang disusun mengikuti kecenderungan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pengembangan jaringan transportasi sebagian besar berupa penambahan jaringan jalan yang berguna untuk meningkatkan aksesibilitas ke daerah sekitar. Secara Skematis keseluruhan skenario jaringan jalan yang dikembangkan dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.



PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN JALAN / TRANSPORTASI Jangka Pendek



Jaringan Transportasi Tahun



Jangka Menengah



Jangka Panjang



Skenario DO-NOTHING Skenario DO-SOMETHING



Skenario DO-NOTHING



Dasar



Skenario DO-SOMETHING



Skenario DO-NOTHING



Skenario DO-SOMETHING



RTRW edisi terakhir



Masukan untuk pengembangan jaringan jalan



Gambar 2. 1 Skema Pengembangan Skenario Jaringan Jalan.



2.2.3 Lingkup wilayah Dalam menguji wilayah yang akan dijadikan model perluasan dari kegiatan dalam wilayah studi perlu dipertimbangkan bersamaan dengan pertumbuhan wilayah di masa depan. Faktor-faktor berikut dapat dijadikan petunjuk bagi tujuan model suatu wilayah studi : 1. Menggunakan wilayah administratif yang relatif tidak terlalu besar



(kecamatan / gabungan kecamatran) sebagai basis pengamatan dan evaluasi pergerakan dalam bentuk pola asal tujuan perjalanan, yang merupakan wilayah kajian yang bersifat internal 2. Wilayah kajian eksternal yang di perlakukan sebagai suatu titik asal atau tujuan perjalanan. 2.2.4 Sistim jaringan jalan Untuk mengantisipasi pergerakan antar daerah pengembangan, baik dalam wilayah maupun antar wilayah disamping dibutuhkan pola jaringan jalan berupa grid untuk pusat kota dan radial untuk pergerakan daerah pinggiran ke pusat kota, masih diperlukan pula pola jaringan



berupa sistem melingkar (circle) yang akan melayani pergerakan menerus dan antar daerah pinggiran tanpa harus mengganggu arus lalu lintas dalam pusat kota. 2.2.5 Pengembangan jaringan jalan Pendekatan dalam pengembangan jaringan jalan lebih dititik beratkan pada pengembangan jaringan jalan yang mempunyai nilai strategis dalam pengembangan wilayah dengan memperhatikan rencana dan program pengembangan jaringan jalan yang ada. Pengembangan jaringan jalan yang mempunyai nilai strategis adalah : Jaringan jalan sekunder / sistem jaringan jalan perkotaan berupa jalan arteri dan kolektor yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama dan pendukung kota. 2. Jaringan jalan primer yang menghubungkan sentra-sentra di wilayah pengembangan seperti pelabuhan dan bandara (jika ada). Pengembangan pola jaringan jalan lebih didasarkan pada pola pergerakan orang dan barang dengan memperhatikan daya dukung sistem jaringan terhadap permintaannya. Dalam pengembangan jaringan jalan akan disertakan besaran-besaran yang menunjukkan kebutuhan kapasitas (jumlah lajur / lebar jalan, panjang jalan) serta prakiraan kasar mengenai biaya. 1.



Pada tahapan awal maka dukungan jaringan jalan arteri sekunder sangat dibutuhkan terutama peningkatan aksesibilitas pada sistem jaringan jalan arteri sekunder yang telah ada dan yang direncanakan akan dibangun. Pengembangan jaringan jalan tersebut merupakan suatu program jangka pendek yang bersifat strategis. Selain dukungan jaringan jalan arteri sekunder tersebut maka dukungan jaringan jalan kolektor sekunder sebagai feeder line ke sistem jaringan jalan arteri sekunder juga sangat dibutuhkan. Dalam kaitan pengembangan wilayah sebagai salah satu pusat kegiatan primer, maka disamping pengembangan jaringan jalan sekunder perlu juga adanya integrasi dengan pengembangan jaringan jalan primer. Oleh karena itu pada jangka pendek dan menengah diperlukan dukungan jaringan jalan arteri dan kolektor primer dan tidak tertutup



kemungkinan perlunya jalan tol baru secara lebih luas sejalan dengan tahapan pengembangan wilayah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan jaringan jalan untuk jangka menengah adalah : 1. 2.



3.



4. 5.



6.



Integrasi dengan sistem jaringan jalan yang direncanakan. Pengembangan jaringan jalan arteri primer lebih diarahkan sebagai extension dari sistem jaringan jalan yang direncanakan serta juga dipertimbangkan pengembangan jaringan jalan tol (bebas hambatan) dalam mendukung pergerakan intra dan antar kawasan kegiatan primer. Konsentrasi beban lalu-lintas terutama untuk kendaraan berat didistribusikan lebih merata pada sistem jaringan jalan arteri baik untuk lintas regional maupun perkotaan. Penyediaan kapasitas jalan disesuaikan dengan prakiraan permintaannya. Pengembangan prasarana angkutan umum lebih dititik-beratkan pada penyediaan terminal meliputi lokasi dan prakiraan kapasitas yang perlu disediakan sebagai lokasi simpul dari sistem jaringan transportasi jalan. Pengembangan prasarana angkutan umum akan terdiri dari : a. b. c. d.



Indikasi prasarana angkutan massal Indikasi lokasi terminal / sub terminal. Gambaran pola trayek angkutan umum. Penyediaan kapasitas.



2.2.6 Konsep jaringan jalan Untuk mendukung pengembangan wilayah dan kawasan sekitarnya yang diprakirakan akan mempengaruhi pola perjalanan maka pengembangan jaringan transportasi jalan dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : a. b.



Akses utama akan merupakan jaringan tol (jika ada) dan arteri yang berupa jaringan radial. Dalam mengantisipasi pergerakan lintas regional dan pergerakan antar wilayah maka dipertimbangkan jaringan alternatif jalan layang (jika perlu) untuk menghindari terjadinya kepadatan lalu lintas yang berlebihan.



c.



d.



Penentuan pusat-pusat perpindahan (transfer) / simpul dari sistem jaringan transportasi jalan berupa terminal yang disesuaikan dengan pola kecenderungan perjalanan (“desire lines”). Kebutuhan sistem jaringan transportasi jalan disesuaikan dengan prakiraan permintaan.



2.2.7 Pola jaringan jalan Gambaran umum pola jaringan jalan diturunkan dari pola pergerakan orang dan barang, keterkaitan antar wilayah serta rencana dan program pengembangan yang telah ditetapkan oleh Pemda dan Departemen Teknis. Pola jaringan yang dikembangkan lebih dititikberatkan pada usulan jaringan sekunder baik jaringan jalan tol (jika ada), arteri dan kolektor, koridor trayek-trayek angkutan umum baik berupa trayek utama, cabang maupun ranting dan koridor angkutan barang yang secara khusus lebih dominan pada pusat-pusat industri dan distribusi. Pola jaringan jalan khususnya untuk jaringan jalan arteri sekunder yang diusulkan berupa jaringan jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama kota dan jaringan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan antar kawasan pendukung dan antar kawasan utama dengan kawasan pendukung kota. Disamping itu pola jaringan jalan yang dikembangkan juga diintegrasikan dengan jaringan jalan primer yang menghubungkan wilayah dengan kawasan kegiatan primer lainnya. Pola jaringan jalan tol (jika ada) terutama dititik beratkan pada akses jarak jauh, juga dalam kota, jalur alternative ruas jalan yang padat kemacetan, akses ke dan dari kawasan-kawasan strategis. Juga diintegrasikan dengan jaringan jalan primer, jalan kota, kawasan kegiatan primer. Penyusunan skenario sistem transportasi lebih didasarkan pada rencana pengembangan kawasan-kawasan dalam RTRW, Renstra serta kebijaksanaan-kebijaksanaan pada sektor transportasi. Selain itu



penyusunan skenario tersebut juga mempertimbangkan aspek keterpaduan baik antar subsektor maupun antar / inter modanya. Pola jaringan jalan secara umum terdiri dari sistem jaringan jalan lingkar, dan kombinasi dengan sistem pola grid yang terpusat di wilayah kota serta sistem jaringan jalan radial yang memberikan koneksitas terhadap wilayah sekitarnya.



2.3 Pertumbuhan Ekonomi, Jaringan Jalan dan Tata Ruang. Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) dari sistem aktivitas ekonomi dan sosial dan sebaliknya transportasi mempunyai efek yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan wilayah yang bersangkutan. Sehingga dalam hal ini perlu dilakukan kajian dan studi pertumbuhan ekonomi dan wilayah sebagai akibat dari skenario model pengembangan jaringan jalan pada wilayah studi dengan memperhatikan rencana / strategi pengembangan wilayah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan faktor-faktor sosioekonomi lainnya seperti demografi, pendapatan, kepemilikan kendaraan dan sebagainya. 2.3.1 Skenario dan strategi pengembangan ekonomi wilayah Arah kebijakan pembangunan daerah yang akan dituju, adalah : ”Mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial, sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah”. Dari segi perencanaan pembangunan, beberapa model dapat digunakan untuk menganalisis pertumbuhan regional yang dapat dimasukkan dalam salah satu sifat model tersebut di atas. Model perencanaan pertama yaitu “aggregate model” yang intinya, apabila hambatan utama dari pembangunan bersumber dari kekurangan modal, maka aggregate model akan mengkonsentrasikan pada masalah tabungan, investasi dan pendapatan. Akumulasi modal merupakan proses sentral dalam usaha mengembangkan seluruh aspek pembangunan dan menciptakan keseimbangan perekonomian dalam jangka panjang.



Model perencanaan yang kedua dan yang lebih canggih adalah model "interindustry" atau “model input output”, yang menyatakan bahwa kegiatan ekonomi regional itu membutuhkan input dan pasar bagi outputnya dan oleh karena itu tidak ada gunanya untuk menuntut bahwa suplai atau permintaan saja yang menjadi satu-satunya sebab penentuan pertumbuhan region. Saling keterkaitan antar sektor ini dapat dimengerti melalui konsep "linkages" yaitu dorongan ke belakang (backward linkages) dan dorongan ke depan (forward linkages). Kaitan ke belakang terjadi karena pengaruh dari permintaan, artinya dengan adanya permintaan terhadap suatu barang tertentu, misalnya mobil, akan mengakibatkan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya ikut bergerak seperti industri pembuatan perlengkapan mobil, listrik dan tenaga kerja. Dengan kata lain, dorongan ke belakang mendorong sektor ekonomi lainnya berkembang selaras dengan peningkatan permintaan tersebut. Untuk merangsang pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya dan mengingat bahwa jumlah dana yang tersedia untuk investasi sangat terbatas, oleh karena itu prioritas pengembangan sektor-sektor haruslah diarahkan pada jenis sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran dan kepekaan yang tinggi. Dengan demikian upaya untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan dengan pemerataan akan lebih mungkin diwujudkan. 2.3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Dalam RTRWN dinyatakan bahwa tujuan nasional pemanfaatan ruang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan. Selain itu juga dinyatakan bahwa untuk kebijakan pengembangan Wilayah Pulau atau Kepulauan, yaitu : a. sebagai wilayah pengembangan pangan nasional, b. sumberdaya alam yang hemat ruang terutama perikanan tangkap; c. perkebunan; d. pariwisata;



e. pertambangan migas dan non migas; f. industri pengolahan yang hemat ruang dan air serta ramah lingkungan; g. serta permukiman yang terkendali; 2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pulau



Dalam rangka operasionalisasi RTRWN, disusun RTRW Pulau, yang pada saat ini masih merupakan draft rencana. RTRW Pulau ini berlaku sebagai acuan untuk : a. Keterpaduan pemanfaatan ruang lintas wilayah Provinsi, Kabupaten dan kota; b. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten dan kota; c. Perumusan program pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat; d. Pengendalian pemanfaatan ruang yang diselenggarakan pada seluruh wilayah administrasi. e. Dalam RTRW, antara lain berfungsi untuk memberikan dasar pencapaian keterpaduan, keserasian dan keterkaitan ruang lintas wilayah propinsi dan lintas sektor sebagai suatu kesatuan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ruang. RTRW merupakan penjabaran struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Nasional ke dalam kebijaksanaan dan strateging. f. Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah : g. Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat yang terdiri dari jaringan jalan; h. Pengembangan Sistem Jaringan Energi dan Tenaga Listrik; i. Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air yang terdiri dari air permukaan dan air permukaan bawah tanah; j. Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan yang terdiri dari sistem jaringan air bersih, air limbah, drainase, persampahan, jalan kota, dan telekomunikasi. k. Pengembangan sistem pusat permukiman PKN dan PKW. Dalam RTRW, kawasan andalan yang diupayakan untuk : a. Untuk mewujudkan keterpaduan pengelolaan kawasan budidaya secara lintas sektor dan lintas wilayah propinsi serta



b.



c. d.



e.



mendukung pemerataan pengembangan wilayah telah ditetapkan kawasan andalan darat dan laut sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN. Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan darat meliputi upaya untuk 1) Memantapkan keterkaitan antar kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kawasan sekitar 2) Meningkatkan nilai tambah hasil-hasil produksi kawasan melalui pengembangan industri pengolahan dan agroindustri 3) Maningkatkan kualitas dan kuantitas dukungan prasarana dan sarana kawasan 4) Mengembangkan kerjasama antar wilayah dalam meningkatkan investasi melalui promosi investasi kawasan dengan memanfaatkan kerjasama ekonomi bilateral, kerjasama ekonomi internasional 5) Mengendalikan perkembangan kawasan-kawasan andalan yang cepat tumbuh dengan memperhatikan daya dukung lingkungan kawasan dan pemerataan pembangunan Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan darat menurut prioritas penanganannya. Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan laut meliputi upaya untuk : 1) Mengembangkan potensi sumberdaya kelautan secara optimal dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan; 2) Mengembangkan pusat pengolahan hasil produksi kelautan untuk meningkatkan nilai tambahnya; 3) Meningkatkan aksesibilitas dari kawasan andalan laut ke kota-kota pantai melalui pembangunan prasarana dan sarana transportasi; 4) Mengurangi tingkat dampak pengembangan kawasan andalan laut terhadap kawasan lindung disekitarnya. Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan laut yang diprioritaskan penanganannya.



3.



Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Prasarana transportasi yang dikembangkan meliputi prasarana untuk pejalan kaki dan kendaraan bermotor, angkutan kereta api, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut dan angkutan udara yang dikembangkan sebagai pelayanan angkutan terpadu untuk lalu lintas lokal, regional, nasional dan internasional (sesuai kondisi wilayah). Pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk mencapai tujuan : a. Tersusunnya suatu jaringan sistem transportasi yang efisien dan efektif b. Meningkatnya kelancaran lalu lintas dan angkutan, c. Terselenggaranya pelayanan angkutan yang aman, tertib, nyaman, teratur, lancar dan efisien, d. Terselenggaranya pelayanan angkutan barang yang sesuai dengan perkembangan sarana angkutan dan teknologi transportasi angkutan barang, e. Meningkatnya keterpaduan baik antara sistem angkutan laut, udara, dan darat maupun antar moda angkutan darat. f. Meningkatnya disiplin masyarakat pengguna jalan dan pengguna angkutan. 1)



Pengembangan sistem jaringan dan kapasitas angkutan kereta api : Melalui pengembangan kereta api layang, pada permukaan maupun jaringan kereta api bawah tanah. Pengembangan jaringan rel dan stasiun kereta api.



2)



Pengembangan sistem angkutan jalan : Melalui pengembangan jaringan jalan sesuai dengan fungsi dan hirarki jalan serta terminal bis antar kota dan terminal bis dalam kota. Penataan pelayanan angkutan umum : Yang disesuaikan dengan hirarki jalan. Pelaksanaan penerapan manajemen lalu lintas :



3) 4)



Termasuk di dalamnya sistem satu arah, pengaturan dengan lampu lalu-lintas dan kebijakan pembatasan lalu-lintas pada daerah tertentu. 5) Pembangunan gedung-gedung dan atau taman parkir : Pada pusat-pusat kegiatan untuk menghilangkan parkir pada badan jalan secara bertahap. 6) Pengembangan fasilitas pejalan kaki : Yang memadai dengan memperhitungkan penggunaannya bagi penyandang cacat. 7) Lokasi terminal angkutan barang : Dengan fasilitasnya dan pangkalan truk diarahkan pada kawasan pelabuhan dan industri / pergudangan serta lokasi yang ditetapkan pada jaringan jalan arteri primer. 8) Pengembangan pelabuhan laut dan dermaga penyeberangan : Kegiatan ekspor / impor, angkutan penumpang dan barang, perikanan nusantara, tradisional dan pelayaran rakyat, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan / dermaga khusus wisata. 9) Pengembangan pelabuhan-pelabuhan : Secara terintegrasi dengan pengembangan jaringan angkutan kereta api dan jaringan angkutan jalan. 10) Pengembangan Pelabuhan Udara : Untuk mendukung fungsi kota dan untuk memenuhi pelayanan lainnya termasuk pelayanan penerbangan. 2.3.3



Penyusunan Model Pengembangan Jaringan jalan Analisis kapasitas jaringan jalan, kondisi lalu-lintas, dan permasalahannya dijadikan dasar bagi pengembangan model jaringan jalan di wilayah studi baik pada tahun dasar maupun pada tahun rencana secara bertahap hingga 25 tahun ke depan. Kegiatan ini menyangkut setidaknya : 1. Melakukan



kalibrasi model permintaan pergerakan dengan pendekatan four step modelling memanfaatkan perangkat lunak perencanaan transportasi, dengan rujukan pada studi-studi yang telah ada dan berkaitan dengan tetap memperhatikan pengaruh dari moda lainnya.



2. Analisis dan perkiraan kebutuhan pergerakan dan lalu-lintas yang



didasarkan juga pada performansi ekonomi wilayah yang bersangkutan. 3. Analisis dan model kebutuhan pembangunan jalan termasuk waktu, biaya, dan bentuk untuk jangka waktu pendek, menengah, dan panjang. 4. Indikasi kebutuhan pengembangan jaringan jalan layang.



2.4 Identifikasi Koridor Jalan 2.4.1 Metode Scoring Melakukan identifikasi koridor jalan yang potensial, identifikasi alternatif-alternatif rute / alinyemen yang potensial, pengkajian alternatif rute, kriteria desain geometri, struktur dan perkerasan, studi awal rute optimal, analisis geologi dan geoteknik (dari peta geologi dan data sekunder), identifikasi biaya konstruksi dan pembebasan tanah serta analisis hidrologi dan drainase. Untuk mendapatkan route optimal, baik berdasarkan kondisi sekarang maupun kondisi yang akan datang diperlukan suatu metode penilaian. Pemilihan route ini dapat digunakan dua metode penilaian yaitu : Metode scoring yang terdiri dari Metode kuantitatif dan kualitatif. 1. Metode kuantitatif



Dalam melakukan metode kuantitatif, kriteria yang menjadi acuan adalah : a. Konstruksi fisik b. Biaya konstruksi c. Kebutuhan lahan d. Nilai indikator kelayakan Guna mendapatkan route optimal secara scoring dengan metode kuantitatif, maka perlu penilaian secara ranking terhadap semua route alternatif yang dibuat. Penilaian ini dikelompokkan berdasar kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang dengan memakai metode pembobotan pada item-item konstruksi maupun status lahan-lahan yang dilewati route. Untuk item-item konstruksi yang memiliki volume terkecil diberikan bobot terbesar (Vk), bobot terbesar pada setiap item adalah 10. Sedangkan volume yang lebih



besar (Vb) diberikan bobot lebih kecil. Bobot dengan cara perbandingan sebagai berikut :



Pembobotan untuk item-item status lahan-lahan yang dilewati route adalah volume terbesar (Vb) diberikan bobot terkecil, bobot terkecil pada setiap item adalah 0. Sedang volume yang lebih kecil (Vk) diberikan bobot dengan cara interpolasi linier :



Urutan route alternatif sesuai dengan nilai bobot total dari jumlah terbesar ke jumlah terkecil. 2. Metode kualitatif



Dalam melakukan metode kualitatif, kriteria yang menjadi acuan adalah : a. Geometri b. Sistim jaringan c. Aksessibilitas menuju jalan layang d. Rencana pengembangan jaringan jalan e. Rencana tata guna lahan f. Ketersediaan lahan g. Dampak terhadap lingkungan sosial h. Mendukung pusat-pusat pengembangan wilayah i. Melewai daerah terbangun j. Melewati daerah produktif k. Melewati permukiman padat l. Melewati kawasan khusus m. Gangguan terhadap habitat asli flora dan atau fauna (relative sedikit) n. Kondisi daya dukung tanah o. Permintaan lalu lintas p. Keuntungan pemakai jalan q. Dampak lingkungan yang akan timbul akibat adanya jalan layang (kajian lingkungan) r. Adapun tinjauan evaluasi berdasarkan : s. Segmen yang berhimpit tidak dievaluasi



t. Segmen yang relatif sejajar dievaluasi u. Segmen yang tidak diunggulkan untuk tinjauan route berikutnya tidak dievaluasi Pertimbangan penentuan route alternatif didasarkan pada aspek ekonomis dan aspek teknis sebagai berikut : a. Mendukung pusat-pusat pengembangan wilayah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah, dan menunjang arah pengembangan kota dimasa yang akan datang b. Memperkecil kemungkinan jalan layang yang direncanakan melewati daerah terbangun (built-up area) agar mudah dalam proses pembebasan tanah c. Memperhatikan kondisi daya dukung tanah yang ditinjau dari segi topografi dan struktur geologi d. Lintasan sependek mungkin guna mengatasi masalah pembiayaan dan biaya operasi kendaraan e. Mengurangi jumlah lintasan sungai dan jalan raya bila memungkinkan, untuk mengurangi biaya pembangunan jembatan / flyover f. Hal diatas mempertimbangkan syarat kriteria teknis untuk jalan dan jembatan g. Juga pertimbangan dampak lingkungan perlu diperhatikan dalam menentukan route alternatif. Dampak akan timbul baik pada saat pembangunan maupun pasca pembangunan. Kriteria yang dipakai dalam menentukan route alternatif berdasarkan aspek lingkungan adalah : h. Meminimalkan jalan tersebut melewati daerah produktif (pertanian) terutama yang mempunyai produksi tinggi dan dilayani oleh jaringan irigasi teknis (relatif tidak ada) i. Mengurangi agar tidak mengganggu habitat asli dari flora atau fauna yang mungkin akan terlewati jalan layang (relatif sedikit) j. Mengurangi jalan tersebut agar tidak melewati daerah padat permukiman / padat penduduk, sehingga pengaruh kondisi sosial, budaya dan ekonomi dapat ditekan. k. Tingkat penilaian dari segmen yang dibandingkan adalah sebagai berikut : 1) Baik, diberi bobot = 4



2) Cukup, diberi bobot = 3 3) Kurang baik, diberi bobot = 2 Metoda pengumpulan data dalam studi ini dapat melalui beberapa pendekatan yaitu studi kepustakaan, studi lapangan, pengambilan dan pencatatan data, wawancara dan pengambilan contoh di lapangan. Pengumpulan data untuk kajian lingkungan mencakup data primer dan sekunder dengan rincian sebagai berikut : Tabel 2. 3 Jenis Data dan Cara Perolehan No.



Jenis Data



1. RTRW Kabupaten wilayah studi



Sumber dan cara perolehan Data di Data sekunder, didapat dari Bappeda di wilayah studi



2.



Data mengenai kondisi daerah



Data sekunder, didapat dari Bappeda dan Kantor Statistik (BPS). Kota dan kecamatan dalam Angka.



3.



Data Jaringan Jalan



Data sekunder, didapat dari Dinas PU



No.



Jenis Data



Sumber dan cara perolehan Data Data primer, dengan melakukan pengukuran pada ruas jalan terkait



4.



Data lalu lintas



Data sekunder, diperoleh dari Dinas Perhubungan dan Dinas PU. Data primer, untuk lokasi / kawasan yang terkait dengan penyusunan model : survai pencacahan arus lalu lintas



5. Data topografi - tataguna lahan & geologi



Data sekunder : dari RTRW dan Peta Bakosurtanal Data primer, dengan melakukan pengamatan, identifikasi, di lapangan.



6. Data Kepemilikan lahan & NJOP



Data sekunder : didapat dari Kantor PBB



7.



Data Quarry bahan jalan



Data Sekunder, didapat dari Dinas PU terkait



8.



Data kebisingan



Data primer , dengan melakukan pengukuran di lapangan



9.



Data Kualitas udara



Data sekunder dari instansi terkait



10. Data Kawasan khusus budaya & ibadah



Data Sekunder dari instansi terkait ( Dinas Pariwisata – Kebudayaan )



11. Data tatacara setempat



Data sekunder dan data primer dengan wawancara di Dinas Pariwisata



budaya



v. Bagan alir kajian lingkungan tahap 2 & 3



Koridor / Trase Jalan Terpilih



Rencana Kegiatan (Pembangunan Jalan)



Hasil pengumpulan & Evaluasi Rencana Kegiatan yang berpotensi menimbulkan Evaluasi Rona Hidup Awal



Prakiraan Jenis Dampak (Identifikasi Dampak) Evaluasi Besaran Dampak



Penentuan Trase Jalan Kebutuhan & Persyaratan Fasilitas / bangunan



Rekomendasi



Alternatif upaya meminimalkan dampak



Kebijakan Pengendalian Lingkungan



Gambar 2. 4 Bagan Alir Kajian Lingkungan Tahap 2 & 3



w. Pendekatan pada penyusunan upaya untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul Dalam penyusunan upaya meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul, akibat kegiatan pembangunan jalan, pendekatan yang digunakan mencakup : a) Pendekatan teknologi b) Pendekatan ekonomi dan budaya c) Pendekatan institusional Berikut ini adalah penjelasannya: 1) Pendekatan teknologi Pendekatan teknologi dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah keilmuan yang baku, untuk menentukan teknologi yang pantas / tepat untuk diterapkan dalam upaya meminimalkan dampak negatip yang mungkin timbul akibat pembangunan jalan. 2) Pendekatan ekonomi dan Budaya



Pendekatan ekonomi dan Budaya harus diterapkan sebagai dasar dalam penentuan metoda dan teknologi yang akan diterapkan dalam upaya meminimalkan dampak negatip; mengingat perlunya efisiensi penggunaan dana dan kawasan studi merupakan kawasan khusus. 3) Pendekatan institusional Pendekatan Institusional perlu dicantumkan, khususnya cara-cara institusional untuk mengembangkan sistem penanganan dampak lingkungan akibat pembangunan jalan layang secara terpadu. x. Identifikasi jenis dan besaran rencana kegiatan proyek 1) Identifikasi jenis rencana kegiatan proyek menurut klasifikasi (a) Pembangunan jalan (b) Pembangunan jalan layang dan/atau underpass (c) Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran diluar RUMIJA di kota besar / metropolitan (d) Peningkatan jalan dalam RUMIJA (e) Pembangunan jembatan 2) Identifikasi besaran kegiatan proyek secara global Data yang diperlukan meliputi : (a) Panjang ruas jalan (b) Luas areal pengadaan tanah. 3) Deskripsi rencana kegiatan proyek yang lebih detail (1) Fungsi jalan ( arteri / kolektor / lokal ) (2) Lebar badan jalan (3) Lebar perkerasan (4) Jenis lapis perkerasan (5) Lebar pengadaan tanah yang diperlukan (6) Volume pekerjaan tanah ( galian / timbunan ) (7) Jumlah bahan bangunan yang diperlukan ( batu, pasir, dll ) (8) Alat-alat berat yang diperlukan.



Operasional Jalan Layang



Hasil Prediksi : Volume lalulintas Komposisi Kendaraan Kecepatan arus Lalulintas



Hasil Desain Jalan Layang Jumlah & lebar lajur (Tampang melintang) Alinemen vertikal Tipe perkerasan



Tataguna Lahan sepanjang jalan layang



Penghitungan Tingkat Kebisingan ( menggunakan formula empiris : ISEM – Bina Marga)



Tidak Tidak perlu penanganan



Ambang Batas Kebisingan Terlampaui ?



Ya Perlu Penanganan Evaluasi Jenis penanganan yang dapat / layak diterapkan Usulan jenis penanganan yang diterapkan Kelengkapan Konstruksi jalan /



Biaya Konstruksi



Gambar 2. 5 Contoh bagan alir aplikasi pendekatan dalam penyusunan upaya meminimalkan dampak karena kebisingan akibat operasional jalan



y. Identifikasi komponen lingkungan hidup yang sensitif 1. Keberadaan kawasan lindung a) Periksalah apakah lokasi proyek berada dalam, berbatasan langsung dengan, atau berdekatan dengan kawasan lindung. b) Data tentang keberadaan kawasan lindung di lokasi rencana kegiatan proyek dan sekitarnya dapat diperoleh dengan cara : (1) Kajian data sekunder (2) Konsultasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun propinsi atau kabupaten / kota (3) Peninjauan lapangan, dan konsultasi dengan penduduk setempat (bila perlu). c) Jenis-jenis kawasan lindung seperti tersebut dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 37 Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. d) Informasi tentang keberadaan kawasan lindung secara makro dapat diketahui antara lain dari peta Rencana Umum Tata Ruang Wilayah propinsi atau kabupaten / kota. e) Data tentang lokasi kawasan hutan lindung dapat dilihat dari peta Tata Guna Hutan, yang diterbitkan oleh Departemen Kehutanan, atau dari Dinas terkait di tingkat propinsi. f) Informasai tentang lokasi cagar budaya termasuk situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi dapat diperoleh dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, atau dari Dinas terkait di tingkat propinsi atau kabupaten / kota. g) Lakukan peninjauan lapangan (bila perlu) terutama untuk memastikan apakah alinyemen jalan melalui, berbatasan langsung, berdekatan atau cukup jauh dari kawasan lindung. Namun bila data sekunder telah cukup lengkap, peninjauan lapangan tidak diperlukan.



Daftar kawasan lindung : a) Kawasan hutan lindung b) Kawasan bergambut c) Kawasan resapan air d) Sepadan pantai e) Sepadan sungai f) Kawasan sekitar danau / waduk g) Kawasan sekitar mata air h) Kawasan suaka alam (terdiri dari cagar alam, suaka marga satwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah, dan daerah pengungsian satwa) i) Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya (termasuk perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang atau terumbu karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan / atau keunikan ekosistem) j) Kawasan pantai berhutan Bakau (mangrove) k) Taman Nasional l) Taman Hutan Raya m) Taman Wisata Alam n) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan (termasuk daerah karst berair, daerah dengan budaya masyarakat istimewa, daerah lokasi situs purbakala atau peninggalan sejarah yang bernilai tinggi) o) Kawasan rawan bencana alam. 2. Areal sensitif lainnya Telitilah apakah di lokasi proyek dan sekitarnya terdapat areal sensitif lainnya yang termasuk kategori fragile area antara lain : a) Areal permukiman padat b) Daerah komersial c) Lahan pertanian produktif d) Areal berlereng curam e) SUTET f) Contoh area sensitif lingkungan : g) Areal pemukiman padat sensitif terhadap kebisingan



h) Rumah sakit dan sekolah sensitif terhadap kebisingan i) Daerah industri / komersial sensitif terhadap pembebasan tanah j) Areal pemukiman sensitif terhadap pembebasan tanah k) Areal berlereng curam sensitif terhadap kegiatan galian / timbunan tanah (erosi / longsor) l) Bangunan peninggalan sejarah sensitif terhadap getaran dan pembebasan tanah.



3. Komponen lingkungan lainnya yang perlu diidentifikasi Komponen lingkungan lainnya yang perlu diidentifikasi adalah sarana dan prasarana yang mungkin terkena dampak kegiatan konstruksi, seperti : a) jaringan jalan b) jalan kereta api c) saluran air d) kabel listrik e) telepon f) pipa air, dan g) pipa gas. Di samping itu, perlu diperhatikan juga kemungkinan adanya tempat-tempat yang sensitif terhadap kebisingan seperti : a) sekolah b) rumah sakit, dan c) tempat ibadat. 4. Identifikasi isu-isu pokok lingkungan Identifikasi isu-isu pokok lingkungan dilakukan secara sistematis mulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi, dengan memperhatikan jenis dan besaran kegiatan proyek yang merupakan sumber dampak, dan sensitifitas komponen-komponen lingkungan yang mungkin terkena dampak.



2.5 Rangkuman Terwujudnya sistem jaringan jalan kota dan antar kota agar dapat berfungsi dengan baik dalam melayani aktivitas lokal dan daerah sekitarnya, adalah dengan menyelaraskan setiap pembangunan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Tata Ruang Kota dan Daerah. Dalam RTRW, antara lain berfungsi untuk memberikan dasar pencapaian keterpaduan, keserasian dan keterkaitan ruang lintas wilayah propinsi dan lintas sektor sebagai suatu kesatuan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ruang. RTRW merupakan penjabaran struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Nasional ke dalam kebijaksanaan dan strategi pemanfaatan ruang, di mana di dalamnya termasuk pengembangan sistem jaringan prasarana jalan.



Dalam melaksanakan pembangunan jalan, tidak terlepas dari tuntutan pelestarian lingkungan hidup. Berbagai kebijakan pemerintah dan pedoman di bidang kebinamargaan dan lingkungan hidup serta kebijakan sektor terkait menjadi acuan kerja dan rambu- rambu serta kekuatan hukum dalam mendukung pelaksanaan pembangunan bidang jalan demi tercapainya azas pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Prinsip dasar kebijakan tersebut adalah menerapkan pertimbangan lingkungan hidup dalam siklus pembangunan bidang jalan (siklus kegiatan) pada setiap tahap kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan serta evaluasi pembangunan jalan.



Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi :  pengendalian jalan masuk,  persimpangan sebidang  jumlah dan lebar lajur,  ketersediaan median, dan  pagar. Berikut adalah penjelasannya 1. Spesifikasi Jalan bebas hambatan a. pengendalian jalan masuk secara penuh, b. tidak ada persimpangan sebidang,



c. dilengkapi pagar ruang milik jalan, d. dilengkapi dengan median, e. paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, f. lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5 (tiga koma lima) meter. 2. Spesifikasi Jalan raya a. untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas, b. dilengkapi dengan median, c. paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, d. lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5 (tiga koma lima) meter. 3. Spesifikasi jalan sedang



a. lalu lintas jarak sedang b. dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, c. paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah d. dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter. 4. Spesifikasi jalan kecil a. melayani lalu lintas setempat, b. paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah c. dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.



3.2 Rumija Jalan Tol. Secara umum Rumija Jalan Tol hampir sama dengan jalan umum biasa. Namun mengingat fasilitas dan persyaratan teknis yang spesifik jalan tol, maka Rumija jalan tol sedikit berbeda terkait detil bagian- bagian jalan tol. 3.2.1 Studi Transportasi Jalan 1. Studi Jaringan Jalan Analisis lalu lintas yang akan digunakan pada studi jaringan jalan adalah menggunakan sistem analisis jaringan, yaitu jaringan jalan yang ada di sekitar wilayah studi ditinjau sebagai



satu kesatuan sistem jaringan transportasi yang saling mempengaruhi dan terkoordinasi. Analisis suatu jaringan dilakukan untuk dapat menggambarkan pola pergerakan yang ada di dalam suatu wilayah, sekaligus untuk mengetahui karakteristik masing-masing ruas jalan yang ada. Hal ini dapat dilakukan apabila diketahui beberapa informasi-informasi awal yang berkaitan dengan kondisi jaringan jalan yang berada di wilayah tersebut. Informasi tersebut bisa diperoleh dengan melakukan survei primer maupun survei skunder. Hasil analisis jaringan yang dilakukan digunakan sebagai masukan untuk melakukan analisis ruas dan analisis persimpangan untuk beberapa ruas dan simpang yang berada pada sekitar lokasi yang akan dibangun, sehingga dapat dilihat performance atau karakteristiknya. Analisis lalu lintas ini dilakukan untuk kondisi pada saat ini (eksisting) dan untuk kondisi yang akan datang sesuai tahun target pengembangan yang telah ditetapkan. 2. Volume Lalu Lintas Untuk mendapatkan gambaran kondisi lalu lintas pada saat ini dan juga sebagai acuan dalam memperkirakan kondisi lalu lintas yang akan datang, maka perlu diadakan survei lalu lintas. Survei lalu lintas yang dilakukan pada suatu daerah antara lain : a.



Survei perhitungan volume lalu lintas terklasifikasi : Survei perhitungan volume lalu lintas terklasifikasi ini dilakukan pada beberapa ruas yang ada pada daerah pengembangan yang diperkirakan dapat mewakili atau menggambarkan fluktuasi volume lalu lintas ruas tersebut. Survei perhitungan volume lalu lintas ini dilakukan dengan cara perhitungan langsung di lapangan pada beberapa ruas jalan di daerah pengembangan. Dengan survei ini didapatkan volume lalu lintas yang mewakili pada ruas-ruas yang telah ditentukan, yang nantinya dapat digunakan sebagai barometer (pedoman)



dalam validasi model yang digunakan dalam prakiraan volume lalu lintas di masa yang akan datang. b.



Survei asal - tujuan : Survei asal - tujuan ini dilakukan untuk mengetahui pola bangkit tarikan (O-D/asal tujuan) yang ada pada daerah pengembangan. Hal ini dapat dilihat dari berapa besarnya persentase jumlah kendaraan yang cocok setelah dilakukan skenario pemilihan rute tertentu yang diaplikasikan dalam survei di lapangan. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui waktu tempuh perjalanan dari satu ruas ke ruas yang lainnya. Jadi survei ini dapat dikombinasikan dengan survei waktu perjalanan.



3. PRAKIRAAN “DEMAND” PERGERAKAN LALU LINTAS a. Pergerakan lalu lintas Untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi lalu lintas di masa yang akan datang, diperlukan suatu prakiraan (forecasting) permintaan (demand) pergerakan. Sehingga dari hasil prakiraan pergerakan tersebut dapat diperoleh gambaran tentang kebutuhan penanganan terhadap transportasi yang akan terjadi di masa yang akan datang. Gambaran pergerakan lalu lintas di masa datang tersebut mengacu pada rencana tata ruang yang telah membuat rencana-rencana pengembangan yang akan dilakukan pada wilayah di daerah pengembangan. Khususnya yang berkaitan dengan rencana pembangunan sarana dan prasana transportasi dan rencana pengembangan tata guna lahan di masa yang akan datang. Dalam melakukan peramalan pergerakan lalu lintas diperlukan pengembangan suatu model transportasi yang sesuai dengan pola pergerakan pada daerah pengembangan. Dari data survei lalu lintas yang telah dilakukan dicoba untuk mendapatkan matriks asal tujuan. Setelah itu matrik asal tujuan yang didapatkan dari model



tersebut dibebankan ke dalam jaringan jalan yang ada di daerah pengembangan untuk mendapatkan volume lalu lintas pada tiap-tiap ruas jalan. Untuk mendapatkan volume lalu lintas masing-masing perioda rencana, dilakukan proses yang sama seperti sebelumnya dengan memprediksikan atau memprakirakan pertumbuhan data lalu lintas yang ada untuk masing-masing perioda rencana. Hasil dari tahapan pembebanan lalu lintas dalam jaringan tersebut digunakan sebagai masukan pada tiap tahap analisa ruas dan analisa simpang dengan menggunakan batasan-batasan (standard) yang telah ditetapkan pada “Manual Kapsitas Jalan Indonesia “ (IHCM, Indonesian Highway Capacity Manual). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alur yang terdapat pada Gambar 3.8 berikut ini : Jaringan Jalan



Data lalu lintas Matrix Estimation Maximum Entropy (ME2 model)



Matrik Asal tujuan



Pembebanan



Volume lalu lintas



Analisa ruas dan simpang



Gambar 3. 8 Prosedur Pemodelan Lalu lintas



b. Analisis Lalu Lintas Analisis lalu lintas meliputi : 1) Kajian kondisi lalu lintas saat ini, berdasarkan data lalu lintas yang tersedia serta hasil survei lalu lintas. 2) Kajian kondisi serta rencana pengembangan fasilitas transportasi berbagai moda 3) Kajian rencana pengembangan jaringan jalan pada daerah pengaruh. Untuk menganalisis lalu lintas di daerah studi, perencana pada umumnya menggunakan paket-paket program yang sesuai dengan kebutuhan antara lain misalnya SATURN (Simulation Assignment & Unassignment of Traffic in Urban Road Network) dan SIDRA (Signalised & Unsignalised Intersection Design and Research Aid) yang menggunakan parameter model US HCM (US Highway Capacity Manual) atau IHCM (Indonesian Highway Capacity Manual), dan lainlain. c. Volume Lalu Lintas , Kecepatan Rencana, dan Satuan Mobil Penumpang 1) VOLUME LALU LINTAS HARIAN RENCANA a) Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VHLR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari. b) Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus:



Dimana : K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per seperempat jam dalam satu jam. c) VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan.



d) Tabel 3-1. menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya Tabel 3. 1 Penentuan faktor-K dan faktor F berdasarkan Volume Lalu Lintas Rata-rata



VLHR > 50.000 30.000 – 50.000 10.000 – 30.000 5.000 – 10.000 1.000 - 5.000 < 1.000



FAKTOR – K (%) 4-6 6-8 6-8 8-10 10-12 12-16



FAKTOR – F (%) 0,9-1 0,8-1 0,8-1 0,6-0,8 0,6-0,8 < 0,6



2) DOKUMEN DESAIN GEOMETRIK dan Peta Pengadaan Tanah Laporan Desain Geometrik Jalan adalah merupakan bagian atau bab dari Laporan Teknik Perencanaan Jalan. Dalam laporan Desain Geometrik Jalan harus memuat hal-hal sebagai berikut : a) Desain standar geometrick yang digunakan b) Gambar lay out alinyemen horizontal c) Gambar lay out alinyemen vertikal d) Gambar tipikal penampang melintang jalan e) Jumlah rencana tikungan dan persimpangan f) Jumlah jembatan dan gorong-gorong g) Kuantitas pekerjaan major dan minor h) Kebutuhan landscape jalan i) Data-data pendukung perencanaan jalan antara lain seperti lab test, topografi asumsi, drainase jalan dan lain-lain j) Gambar-gambar teknik lainnya. k) Dan lain-lain. Produk desain geometrik jalan dan perkerasan adalah gambar-gambar teknik berikut gambar detailnya. Dalam gambar-gambar teknik terlihat jelas bentuk dan ukuranukuran semua bagian-bagian jalan seperti lebar perkerasan, galian dan timbunan, letak dan besarnya jari-jari tikungan dan lain sebagainya. Dokumen desain geometrik inilah yang dijadikan dasar nantinya untuk peta pengadaan tanah untuk jalan.



3.3 Rangkuman Ruang milik jalan (Rumija) memiliki lebar paling sedikit sebagai berikut: 1. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter; 2. Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter; 3. Jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan 4. Jalan kecil 11 (sebelas) meter. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling rendah sebagai berikut:



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



jalan arteri primer 15 (lima belas) meter; jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter; jalan lokal primer 7 (tujuh) meter; jalan lingkungan primer 5 (lima) meter; jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter; jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter; jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter; jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; jembatan 100 (seratus) meter kearah hilir dan hulu.



Dalam merencanakan geometrik jalan, dipandang dari segi mengemudi, kecepatan rencana dinyatakan sebagai kecepatan yang memungkinkan seorang pengemudi berketrampilan sedang dapat mengemudikan dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lengang dan tanpa pengaruh lainnya yang serius. Terkait hal tersebut perencanaan geometrik jalan mempunyai batas keamanan yang harus dipenuhi. Ada 3 (tiga) aspek yang harus ditetapkan secara cermat dalam perencanaan geometrik agar kecepatan rencana memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan yaitu aspek jarak pandang, radius minimum dan landai maksimum. Ketiga aspek ini akan memberikan pengaruh yang sangat menentukan dalam merencanakan alinyemen jalan. Oleh karena itu kecepatan rencana dapat dilampaui pada saat mengemudi jika alinyemen, sebagai tambahan kondisi tersebut di atas, baik keadaannya.



GLOSARIUM Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang dipelukan bagi proses pengambilan. Eskalasi adalah kenaikan, pertambahan nilai , volume DED (Detailed Engineering Design) adalah gambar kerja detail dalam ukuran skala perbandingan ukuran. Land Acquistition and Resettlement Action Plan adlalah (LARAP) adalah suatu kegiatan pencarian pola aksi dalam pembebasan tanah, bangunan dan tanaman serta pemindahan enduduk dengan menggunakan pendekatan partispasi, sehingga mendapatkan suatu kerangka kerja dalam pelaksanaan kegiatan pembebasan lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada aspek pemahaman yang lebih mendalam pada suatu amsalah daripdada melihat permasalahan untuk peneian generalisasi. Metode Kuantitatif adalah metode penelitian yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara objektif terhadap fenomena social. Pajak pertambahan nilai (PPn) adlalah pajak yang dikenakan atas setiappertamahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya atau secara Cuma-Cuma/hadiah. Perencanaan Geometrik jalan adalah bagian dari perencanaan jalan yang bersangkut paut dengan dimensi nyata dari bentuk fsisik dari suau jalan beserta bagian-bagiannya. Rencana Tata Ruang Wilayah adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang. Trase Jalan adalah garis tengah atau sumbu jalan yang merupakan garis lurus yang saling terhubung pada peta topografi dan merupakan garis acuan dalam penentuan tinggi muka tanah dasar dalam perencanaan jalan.