3 0 1 MB
PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Data Perencanaan
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Panjang Jembatan Lebar Jembatan Tinggi Jembatan Jarak Antar Batang Vertikal Lebar Lantai Kendaraan Lebar Trotoar Material Baja Alat Sambung Bahan Lantai Kendaraan Tipe Jembatan
: 48 m :9 m :6 m :6 m :7 m :1 m : Baja BJ 37 : Baut : Beton + Aspal : Jembatan Rangka Baja
2. Metode Perhitungan Struktur Perencanaan struktur jembatan yang ekonomis dan memenuhi segi keamanan serta rencana penggunaannya, merupakan suatu hal yang sangat penting. Oleh karena itu diperlukan Analisis Struktur yang akurat dengan metode analisis yang tepat guna mendapatkan hasil perencanaan yang optimal. Metode perencanaan struktur yang digunakan ada dua macam, yaitu : a. Metode perencanaan ultimit dengan pemilihan faktor beban ultimit sesuai peraturan yang berlaku, yaitu : SNI-03-1725-1989 SNI-03-2833-1992
: Tatacara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya : Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan
Jalan Raya Pd. T-04-2004-B : Pedoman Perencanaan Beban Gempa Untuk Jembatan b. Metode perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja. Perhitungan struktur jembatan rangka baja dilakukan dengan komputer berbasis elemen hingga (finite element ) untuk berbagai kombinasi pembebanan yg meliputi berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan (beban lajur, rem pedestrian), dan 1
beban pengaruh lingkungan (temperatur, angin, gempa) dengan pemodelan struktur 3-D (space-frame). Metode analisis yang digunakan adalah analisis linier metode matriks kekakuan langsung (direct stiffness matriks) dengan deformasi struktur kecil dan material isotropic. Program komputer yang digunakan untuk analisis adalah Staad Pro. Dalam program tersebut berat sendiri struktur dihitung secara otomatis. 3. Analisa Beban Jembatan a. Berat Sendiri (MS) Berat sendiri (self-weight) adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang dipikulnya dan bersifat tetap. Berat sendiri elemen struktural dihitung secara otomatis oleh Program Staad Pro. b. Beban Mati Tambahan (MA) Beban mati tambahan (superimposed dead load), adalah berat seluruh bahan yang menimbulkan suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non-struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan.
Jembatan direncanakan
mampu memikul beban tambahan sebagai berikut.
No 1 2
Jenis Beban Tambahan
Tebal (m)
Lapisan aspal + overlay Genangan air hujan
0.1 0.05
W (kN/m3) 22 9.8 qMA =
Berat (kN/m2) 2.2 0.49 2.69
c. Beban Lajur “D” (TD) Beban lajur "D" terdiri dari beban terbagi merata (Uniformly Distributed Load), UDL dan beban garis (Knife Edge Load), KEL seperti terlihat pada gambar. UDL mempunyai intensitas q (kPa) yang besarnya tergantung pada panjang total L yang dibebani dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : 2
q = 8.0 kPa
untuk L ≤ 30 m
q = 8.0 *(0.5 + 15 / L) kPa
untuk L > 30 m
KEL mempunyai intensitas, p = 44.0 kN/m Faktor beban dinamis (Dinamic Load Allowance) untuk KEL diambil sebagai berikut: DLA = 0.4
untuk L ≤ 50 m
DLA = 0.4 - 0.0025*(L - 50)
untuk 50 < L < 90 m
DLA = 0.3
untuk L ≥ 90 m
Lebar jalur lalu-lintas,
b1
= 7.00 m
Panjang bentang jembatan bagian tengah,
L
= 75.00 m
Untuk L > 30 m : q = 8.0 *( 0.5 + 15 / L ) = 6.5 kPa Beban merata (UDL) pada lantai jembatan : qTD = [5.5 * q * 100% + ( b 1 - 5.5 ) * q * 50%] / b1 = 5.803 kN/m2 Beban garis (KEL) pada lantai jembatan : p = 44.00 kN/m p = [5.5 * p * 100% + ( b 1 - 5.5 ) * p * 50%] / b1 = 39.286 kN/m Faktor beban dinamis untuk L < 50 m, DLA = 0.4 P TD = ( 1 + DLA ) * p = 55 kN/m d. Beban Rem (TB) Pengaruh pengereman dari lalu-lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan tergantung panjang total jembatan (L t ) sebagai berikut : Gaya rem, T TB
= 250 kN
untuk L ≤ 80 m 3
Gaya rem, T TB = 250 + 2.5*(L - 80) kN untuk 80 < L < 180 m Gaya rem, T TB = 500 kN untuk L ≥ 180 m Panjang jembatan, L = 48 m maka besarnya beban rem sebesar 250 kN Gaya rem tsb. didistribusikan ke setiap joint pertemuan balok lantai jembatan dengan jumlah joint, 45 buah, sehingga besarnya gaya tiap joint sebesar: T TB = 250/45 = 5,55 kN
e. Beban Pejalan Kaki Trotoar pada jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban sebesar : A = luas bidang trotoar yang dibebani pejalan kaki (m2) Beban hidup merata pada trotoar: Untuk A ≤ 10 m2 : q = 5 kPa 2 Untuk 10 m < A ≤ 100 m2 : q = 5 - 0.033 * (A - 10) kPa Untuk A > 100 m2 : q = 2 kPa Panjang bentang, L = 48 m Lebar satu trotoar, b2 =1 m Luas bidang trotoar, A = 2 * ( b2 * L ) = 96 m2 Intensitas beban pada trotoar, q = 5 - 0.033 * (A - 10) kPa q = 5 - 0.033 * (96 - 10) q = 2.16 kPa Pembebanan jembatan untuk trotoar, Q TP = q * b2 = 2.16 kN/m2 f. Beban Akibat Temperatur (ET) Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul akibat pengaruh temperatur, diambil perbedaan temperatur yang besarnya setengah dari selisih antara temperatur maksimum dan temperatur minimum rata-rata pada lantai jembatan. Temperatur maksimum rata-rata T max = 40 °C Temperatur minimum rata-rata T min = 25 °C ∆T = T max - T min Perbedaan temperatur pada lantai jembatan, ∆T = 15 ºC Koefisien muai panjang untuk baja, α = 1.1E-05 / ºC g. Beban Angin (EW) Gaya akibat angin dihitung dengan rumus sebagai berikut : T EW = 0.0006*C w *(Vw)2*Ab
kN
Cw
= koefisien seret = 1.25
Vw
= Kecepatan angin rencana = 35 m/det 4
Ab
= luas bidang samping jembatan (m2)
Gaya angin didistribusikan merata pada bidang samping setiap elemen struktur yang membentuk frame pada arah melintang jembatan. Lebar bidang kontak vertikal untuk setiap elemen rangka samping struktur jembatan diambil yang terbesar: Beban angin pada rangka jembatan untuk, b = 1.75 m T EW = 0.0006*C w *(Vw)2 * b = 1.608 kN/m Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan rumus : T EW = 0.0012*C w *(Vw)2 kN/m dengan C w = 1.2 T EW = 0.0012*C w *(Vw)2 = 1.764 kN/m Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi 2.00 m di atas lantai jembatan. h = 2.00 m Jarak antara roda kendaraan x = 1.75 m Transfer beban angin ke lantai jembatan, T' EW = [ 1/2*h / x * T EW ] T' EW = 1.008 kN/m
h. Beban Gempa (EQ) Beban gempa rencana dihitung dengan rumus : T EQ = Kh * I * Wt Kh = C * S T EQ = Gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN) 5
Kh
= Koefisien beban gempa horisontal
I
= Faktor kepentingan
Wt
= Berat total jembatan yang berupa berat sendiri dan beban mati tambahan = P MS + P MA kN
C
= Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan kondisi tanah
S
= Faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas penyerapan energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan.
Waktu getar struktur dihitung dengan rumus : T = 2 * π * √ [ WTP / ( g * K P ) ] WTP = berat sendiri struktur dan beban mati tambahan (kN) g
= percepatan grafitasi (= 9.81 m/det2)
KP
= kekakuan struktur yang merupakan gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kN/m)
4. Kombinasi Pembebanan KOMBINASI PADA KEADAAN ULTIMIT
KOMBINASI BEBAN KERJA
6
5. Perencanaan Pelat Lantai Kendaraan Pada suatu struktur bekerja berbagai beban dengan berbagai kondisi pembebanan yang berbeda-beda. Pada pelat lantai beban-beban yang bekerja hanya berupa beban mati dan beban hidup akibat kendaraan.
Gambar 4.1 Penyebaran beban roda pada pelat lantai Beban mati Beton bertulang Lapis perkerasan
: 25 kN/m3 : 22 kN/m3 7
: 10 kN/m3
Air Beban hidup
a. Beban hidup yang bekerja pada pelat ditentukan sebesar 112,5 kN b. Jarak antara roda kendaraan lain diambil 1 m dengan asumsi jarak dari pusat roda kendaraan ke sisi terluar 0,5 m 5.1 Kondisi pembebanan
Gambar 5.1 Kondisi pembebanan pada pelat lantai 5.2 Data struktur pelat Untuk analisa lebih lanjut pada perancangan pelat lantai beton bertulang ini, digunakan data awal berupa dimensi pelat lantai yang digunakan pada jembatan seperti pada Tabel 4.1 berikut ini: Tabel 5.1 Dimensi pelat lantai jembatan k = Ly/Lx
Lx (m)
Ly (m)
3,53
1,70
6,00
Tebal pelat ditentukan 20 cm untuk semua dimensi pelat, Tebal lapis perkerasaan ditentukan sebesar 7,5 cm. Pelat yang ditinjau yaitu pelat tengah dengan tumpuan jepit pada ke empat sisinya.
Ly = 6,00 m
8
Lx = 1,70 m
Gambar 5.2 Gambar potongan pelat
5.3 Perhitungan momen lentur pelat Perhitungan momen lentur pelat untuk setiap asumsi penyebaran beban roda kendaraan diselesaikan dengan menggunakan langkah-langkah menurut metode M Pigeaud dan menggunakan grafik M Pigeaud. Momen lentur pelat dihitung berdasarkan beban sendiri pelat, lapis perkerasan, beban air dan beban hidup. Data pelat lantai kendaraan: Panjang pelat beton, L (Ly)
= 6,00 m
Lebar pelat beton, B (Ly)
= 1,70 m
Tebal pelat beton, ts
= 0,20 m
Tebal lapis perkerasaan, tp = 0,075 m Tinggi genangan air tw
= 0,05 m
Perhitungan beban tetap Berat pelat beton
= γc x ts x L x B = 25 x 0,20 x 6,00 x 1,7
= 54,00 kN
Berat lapis perkerasaan
= γb x tp x L x B = 22 x 0,075 x 6,00 x 1,7
= 17,82 kN
Berat lapis air hujan
= γw x tw x L x B = 10 x 0,05 x 6,00 x 1,7
=
Total beban tetap, Pd
0,54 kN
= 72,36 kN
Perhitungan beban hidup Beban hidup yang diterima pelat berdasarkan peraturan RSNI T-02-2005. T = 112,5 kN Rasio sisi panjang terhadap lebar pelat dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.6, dengan perhitungan sebagai berikut: 9
6,0 L k = f1 B = 1 x 1,7 = 3,53 Karena nilai k > 2,5 maka pada grafik M.Pigeaud digunakan nilai k = ~ Koefisien reduksi momen, rm = 0,7 a. Perhitungan momen lentur pelat lantai dengan sudut penyebaran 450 Lapis aspal = 0,075 m u
B Pelat = 0,2 m
v
450
L
h
h
Gambar 4.4 Kondisi penyebaran beban roda
Akibat beban tetap (mati) Rasio bidang Pelat
u 6 B = 6 =1 v 1,7 L = 1,7 = 1
Dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen untuk k = ~ m1 = 7,8 x 10-2 m2 = 1,9 x 10-2 Momen lentur akibat beban mati dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Mll lx
= rm Pd (m1 + 0,15m2) = 0,7 (72,36) (7,8 x 10-2 + 1,9 x 0,15 x 10-2) = 4,09 kNm
Mll ly = rm Pd (0,15m1 + m2) 10
= 0,7 (72,36) (0,15 x 7,8 x 10-2 + 1,9 x 10-2) = 1,56 kNm Kondisi Pembebanan 1 Akibat beban hidup h = 0,075 + (0,2 – 0,02 – dt/2) = 0,247 m u = 0,5 + 2 x 0,247 = 0,994 m v = 0,3 + 2 x 0,247 = 0,794 m Rasio bidang pelat 0,994 u B = 1,7 = 0,55 6 0,794 6 = 6 = 0,13
Dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen untuk k = ~ m1 = 13,5 x 10-2 m2 = 12,5 x 10-2 Momen lentur akibat beban mati dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.7a dan 3.7b sebagai berikut : Mll lx
= rm Pl (m1 + 0,15m2) = 0,7 (112,5) (13,5 x 10-2 + 0,15 x 12,5 x 10-2) = 12,11 kNm
Mll lx + kejut = 1,33 x Mll lx = 16,11 kNm Mll ly = rm Pl (0,15m1 + m2) = 0,7 (112,5) (0,15 x 11,0 x 10-2 + 10,8 x 10-2) = 11,44 kNm Mll ly+ kejut = 1,33 x Mll ly = 15,22 kNm Kondisi pembebanan 2
1m
11
formasi (i) u = 2 (u1+x ) = 2 ( 0,994 + 0,003) =1,994 m v = 0,794 m rasio bidang beban pelat 1,994 u B = 1,7 = 1,25 0,794 6 6 = 6 = 0,039 dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen untuk k = ~
m1 = 9,6. 10-2
m1 (u1 + x ) = 9,57. 10-2
m2 = 8,4. 10-2
m2 ( u1 + x ) = 8,37. 10-2
formasi (ii) u = 2x = 2(0,003) = 0,006 m v = 0,794 m rasio bidang beban pelat: 0,006 u B = 1,7 = 0,00375 v 0,744 L = 6 = 0,124
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen: m1 = 28.10-2
m1 x = 0,084 .10-2
m2 = 21.10-2
m2 x = 0,063 .10-2
formasi (iii) = (i) - (ii) m1 = 9,57 . 10-2 - 0,084 .10-2 m2 = 8,37 . 10-2 - 0,063 .10-2
= 9,486.10-2 = 8,307 .10-2
Momen lentur beban hidup kondisi 2 dapat dihitung sebagai berikut: Mll 2x = rm 2Pl (m1 + 0,15 m2) / u1 = 0,7(2)(112,5) (9,486.10-2 + 0,15 . 8,307.10-2 ) / 0,994 12
= 17,005 KNm Mll 2x + kejut = 1,33 x Mll 2x = 22,62 kNm Mll 2y = rm 2Pl (0,15 m1 + m2) / u1 = 0,7(2)(112,5) (0,15.9,486.10-2 + 8,307.10-2 ) / 0,994 = 15,417 KNm Mll 2y + kejut = 1,33 x Mll 2y = 20,51 kNm Kondisi pembebanan 3 Kondisi pembebanan 3 tidak mungkin terjadi pada
1m
pelat lantai kendaraan jembatan pada analisis ini, karena nilai 0,5 B < 1 m
Tabel 4.2 Rekapitulasi momen pada pelat lantai Jenis Beban Beban mati
M arah x (kNm) 4,09
M arah y (kNm) 1,56
Beban hidup1
16,11
15,22
Beban hidup 2
22,62
20,51
5.4 Penulangan Pelat Lantai Jembatan Dari hasil perhitungan beban pada pelat lantai dengan menggunakan metode M.Pigeaud diperoleh momen lentur sebagai berikut: Pada arah sumbu x
Pada arah sumbu y
Mdlx = 4,09 kNm/m
Mdly = 1,56 kNm/m
Mllx = 22,62 kNm/m
Mlly = 20,51 kNm/m
Momen yang digunakan untuk perencanaan pelat (MR) adalah: MR = 1,2 Mdl + 1,6 Mll MR x positif
= 1,2 Mdlx + 1,6 Mllx = 1,2 (4,09) + 1,6 (22,62) 13
= 41,1 kNm/m MR x negatif
= 41,1 kNm/m
MR y positif
= 1,2 Mdly + 1,6 Mlly = 1,2 (1,56) + 1,6 (20,51) = 34,69 kNm/m
MR y negatif 5.4.1
= 34,69 kNm/m
Penulangan Lentur Pelat Arah X
20 d pos d neg
20
200
Penulangan pelat ditinjau tiap satu meter lebar pelat. Tinggi efektif (d) = h – p – ½ = 200 – 20 – ½ (16) = 172 mm Syarat kekuatan
min b
Φ.Mn ≥ Mu
1,0 1,0 fy = 400 = 0,0025
1.0,85. f ' c 600 fy 600 fy
0,85.0,85.25 600 400 600 400 = 0,0271 =
1 = 0,85 karena f’c =25 ≤ 30 Mpa max 0,75. b = 0,75 . 0,0271 = 0,0203
Menentukan Asada. 41100000 Mu 0,8 Mn rencana sebesar 0,8 = = 51375000 Nmm Rn
51375000 Mn 2 2 b.d = 1000.(172) = 1,74
ada
2.Rn 0,85. f ' c 1 1 fy 0,85. f ' c
14
ada
0,85.25 2.1,74 1 1 400 0,85.25
= 0,0045
min < ada < max Digunakan ada = 0,00571 As = ada . b. d = 0,0045 . 1000 . 172 = 774 mm2 Dipakai tulangan 16 mm ( / 4).(16) 2 .(1000) 774 Jarak tulangan = = 259,77 mm
Digunakan tulangan 16 – 200 Cek jarak antar tulangan 200 < 3h = 600 mm dan < 500 mm Memeriksa kapasitas lentur pelat ditinjau satu meter lebar, tinggi efektif (d) = 172 mm As ada
a
( / 4).(16) 2 .(1000) 200 = 1005,31 mm2
Asada . fy 1005,31.400 0,85, f ' c.b = 0,85.(25).(1000) = 18,92 mm
Mn = Asada . fy . (d – ½ a ) = 1005,31 . 400 . (172 – ½ .18,92) = 65361234 Nmm = 65,36 kNm Φ.Mn = 0,8. 65,36 = 52,28 KNm Φ.Mn ≥ Mu ................. 52,28 ≥ 41,1 OK Dengan nilai d efektif dan Mu yang sama maka penulangan momen negatif akan sama dengan penulangan momen positif. Memeriksa lebar retak Lebar retak dapat di tentukan dengan rumus: w 11x10 6 x . x fs x 3 dc x A
Dengan: w
= lebar retak dalam mm (h c) (d c)
15
fs
= tegangan pada tulangan, boleh diambil sebesar 0,6 fy
dc
= jarak antara titik berat tulangan utama sampai ke serat tarik terluar
a
= penampang potongan tarik efektif berada disekeliling tulangan dengan letak dari tulangan adalah sentris terhadap penampang tersebut. = 2.dc.s dengan s adalah jarak antar batang tulangan
c
a 18,92 1 = 0,85 = 22,26 mm
(200 22,26) (172 22,26) = 1,19
Fs
= 0,6 x fy = 0,6 x 400 = 240 MPa
dc
= 20 + 0,5 x16 = 28
A
= 2.dc.s = 2 x 28 x 200 = 11200 mm2
w
= 11.10-6 x 1,19 x 240 x
3
28.11200 = 0,21 mm
= 0,21 mm < 0,30 mm (konstruksi luar ruangan) aman terhadap retak.
5.4.2
Penulangan Lentur Pelat Arah Y
d = (200 – 20 – 16 – 16/2) = 156 mm
Mu 34690000 0,8 Mn rencana sebesar 0,8 = = 43362500 Nmm Rn
43362500 Mn 2 2 b.d = 1000.(156) = 1,78
ada
0,85.25 2.1,78 1 1 400 0,85.25
= 0,00465
Dipakai ada = 0,00465 Digunakan tulangan 16 mm As = ada . b. d = 0,00465 . 1000 . 156 = 725,4 mm2 16
( / 4).(16) 2 .(1000) 725,4 Jarak tulangan = = 277,17 mm
Dipakai tulangan 16 – 200 Memeriksa kapasitas momen lentur Ditinjau satu meter lebar, tinggi efektif (d) = 156 mm As ada
a
( / 4).(16) 2 .(1000) 200 = 1005,31 mm2
Asada . fy 1005,31.400 0,85, f ' c.b = 0,85.(25).(1000) = 18,92 mm
Mu = Asada x fy x (d – ½ a ) = 1005,31 x 400 x (156 – ½ .18,92) = 65361234 Nmm = 65,36 kNm Φ.Mn = 0,8 x 65,36 = 52,28 kNm Φ.Mn ≥ Mu.................. 52,28 ≥ 34,69
OK
Seperti halnya pada penulangan arah x, pada arah y momen positif akan sama dengan penulangan momen negatif karena d efektif yang sama. 5.4.3
Penulangan Geser Pelat Dalam menghitung gaya geser, beban mati diasumsikan ditahan oleh pelat
bertumpuan sederhana (pelat satu arah). Untuk beban hidup gaya geser diasumsikan ditahan oleh suatu lebar efektif yang sejajar dengan tumpuan (Raju, N.K.1991 Design of Bridge). Untuk beban roda tunggal akibat roda, lebar penyebaran efektif dapat dihitung dengan rumus: be = k x (1 – x/L) + bw Dengan: be
= lebar efektif pada pelat tempat beban roda bekerja
L
= panjang efektif pelat
k
= konstanta yang tergantung dari perbandingan B/L
x
= jarak antara pusat roda dan tumpuan
bw
= lebar dari penyebaran beban roda
17
Arah x Panjang penyebaran beban = u + 2(D+H) = 0,5 + 2(0,075+0,2) = 1,05 m Untuk geser maksimum beban terletak pada tumpuan, sehingga jika beban roda dianggap sebagai beban titik, maka jarak dari tumpuan ke pusat roda = 1,05 m/2 = 0,525 m
75 200 525 1700
Gambar 4.5 Penyebaran beban roda terhadap gaya geser Panjang efektif = 1,7 m Lebar efektif = 6 m B/L = 6/ 1,8 = 3,53
Tabel 4.3 Nilai k untuk perbandingan B/L
0,1
k pelat sederha na 0,4
k pelat mener us 0,4
1,1
k pelat sederha na 2,60
k pelat mener us 2,28
0,2
0,8
0,8
1,2
2,64
2,36
0,3
1,16
1,16
1,3
2,72
2,40
0,4
1,48
1,44
1,4
2,80
2,48
0,5
1,72
1,68
1,5
2,84
2,48
0,6
1,96
1,84
1,6
2,88
2,52
0,7
2,12
1,96
1,7
2,92
2,56
0,8
2,24
2,08
1,8
2,96
2,60
B/L
B/L
18
0,9
2,36
2,16
1,9
3,00
2,60
1,0
2,48
2,24
≥ 2,0
3,00
2,60
Dari tabel didapatkan nilai k = 2,6 bw = 0,3 + 2 (0,075+0,2) = 0,85 m lebar efektif pelat = 2,6 x 0,525 (1,8 – 0,525/1,8) + 0,85 = 2,91 m beban per meter panjang = 112,5/2,91 = 38,79 kN Gaya geser akibat beban hidup = 38,79 x (1,8 – 0,525) / 1,7 = 27,48 kN Beban mati per m2 Berat pelat beton = γc.ts x 1 x 1 = 25 x 0,2 x 1 x 1
=
5
kN
Berat lapis perkerasan
= γb.tp x 1 x 1 = 22 x 0,075 x 1 x 1 = 1,65 kN
Berat lapisan air hujan
= γw.tw x 1 x 1= 1,0 x 0,05 x 1 x 1
Total beban mati per m2
= 0,05 kN = 6,70 kN
Gaya geser akibat beban mati = (6,70 x 1,7) / 2 = 6,03 kN Arah y Panjang penyebaran beban = 0,3 + 2 (0,075 + 0,2) = 0,85 m Untuk gaya geser maksimum beban terletak pada tumpuan, sehingga jika beban roda dianggap sebagai beban titik maka jarak dari tumpuan ke pusat roda = 0,85m / 2 = 0,425 m dari tumpuan
75 200 425 6000
Gambar 4.6 Penyebaran beban roda terhadap gaya geser Panjang efektif = 20 m Lebar efektif = 1,8 m B/L = 1,7 / 6 = 0,28 Dari table didapatkan nilai k = 1,16 bw = 0,5 + 2 (0,075 + 0,2) = 1,05 m 19
Lebar efektif pelat = 1,16 x 0,425 (6 – 0,425/6) + 1,05 = 3,97 m Beban per meter panjang = 112,5 / 3,97 = 28,34kN Gaya geser akibat beban hidup = 28,34.(6 – 0,425) /6 = 26,33 kN Gaya geser akibat beban mati = (6,70 x 6) / 2 = 20,1 kN Analisis gaya geser pada pelat lantai jembatan Persyaratan Geser Ф Vn > Vu Arah x Vu = 1,2 x VDL + 1,6 x VLL = 1,2 x 6,03 + 1,6 x 27,48 = 51,20 kN 1 Ф Vn = Фx 6 x
f 'c
xbxd
1 = 0,6 x 6 x 25 x 1000 x 172 = 86000 N = 86 kN > Vu = 51,20 kN tidak perlu tulangan geser, digunakan tulangan geser minimum sesuai persyaratan
Arah y Vu = 1,2 x VDL + 1,6 x VLL = 1,2 x 20,1 + 1,6 x 26,33 = 66,25 kN 1 Ф Vn = Ф x 6 x
f 'c
xbxd
1 = 0,6 x 6 x 25 x 1000 x 156 = 780000 N = 780 kN > Vu = 66,25 kN tidak perlu tulangan geser, digunakan tulangan geser minimum sesuai persyaratan
20
6. Pemodelan Struktur Dalam Software 6.1.
Pemodelan 3D Struktur Jembatan
21
Gambar 6.1.1 Tampak 3D Struktur
Gambar 6.1.2 Tampak Samping
Beban garis (KEL) Pada Lantai Jembatan
55 kN/m
55 kN/m 55 kN/m
55 kN/m
55 kN/m
55 kN/m 55 kN/m
55 kN/m 55 kN/m
22
Gambar 6.1.3 Tampak Depan
Gambar 6.1.4 Ikatan Angin Tampak Atas
Gambar 6.1.5 Gelagar Jembatan Tampak Bawah
23
6.2.
Pembebanan Struktur
*Beban mati berupa berat sendiri dan berat asplat + genangan air hujan sebesar 2,69 kN/m 2
Gambar 6.2.1 Beban Mati Pada Jembatan
*Beban hidup yaitu: beban garis P sebesar 55kN/m, beban merata lantai jembatan Q sebesar 5,803 kN/m 2, dan beban pejalan kaki pada trotoar sebesar 2,16 kN/m2
Gambar 6.2.2 Beban Hidup Pada Jembatan
24
*Beban temperature dihitung otomatis oleh Staad Pro dengan input perbedaan suhu tertinggi dan terendah: 15 0 C
Gambar 6.2.3 Beban Temperatur Pada Jembatan
*Beban angin akan menjadi beban vertical dan horizontal, untuk bebean horizontal dihitung oleh software dan beban vertical timbul akiban beban angin yang mengenai kendaraan sebesar 1,08 kN/m
Gambar 6.2.4 Beban Angin Pada Jembatan
25
*Beban gempa dihitung secara otomatis oleh software berdasarkan berat masing-masing struktur dan parameter gempa
Gambar 6.2.5 Beban Gempa Pada Jembatan
*Beban gempa dihitung secara otomatis oleh software berdasarkan berat masing-masing struktur dan parameter gempa
Gambar 6.2.6 Beban Rem Pada Jembatan 6.3.
Kombinasi Pebebanan Pada Pemodelan Struktur No
Kombinasi
Beban Yang Bekerja
1 LC-1 DL + LL + TB 2 LC-2 DL + LL + TB + ET 3 LC-3 DL + LL + TB + ET + WX 4 LC-4 DL + LL + TB + ET + WXZ 5 LC-5 DL + EX 6 LC-6 DL + EZ 7. Perencanaan Profil Baja Jembatan
Batas Rasio Kekuatan 100% 125% 140% 140% 150% 150%
26
Dari hasil analisa software Staad Pro maka diperoleh hasil rasio kekuatan batang dalam menahan gaya yang bekerja adalah seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 7.1 Rasio Kekuatan Batang Besarnya rasio kekuatan harus di cek berdasarkan kombinasi beban yang terjadi untuk menentukan batasan kekuatan yang digunakan. Untuk mengecek kekuatan masing-masing batang maka akan di uraian berikut ini. 7.1.
Pengecekan Kekuatan Gelagar Melintang Pada gelagar melintang digunakan dua jenis profil baja yaitu profil I 900x350x16x25 pada gelagar melintang tengah dan profil I 750x350x14x25 pada gelagar melintang tepi. Dari hasil analisa Staad Pro maka diperoleh nilai rasio batang seperti pada gambar dibawah ini.
27
Gambar 7.1 Rasio Kekuatan Batang Gelagar Melintang Dari gambar diatas diperoleh rasio terbesar untuk gelagar melintang tengah sebesar 0,585 dan untuk gelagar melintang tepi sebesar 0,589. Dengan demikian gelagar aman dalam menahan gaya yang bekerja karena rasio kekuatan masih dibawah 1. 7.2.
Pengecekan Kekuatan Gelagar Memanjang Pada gelagar memanjang digunakan dua jenis profil baja yaitu profil I 450x200x9x14. Dari hasil analisa Staad Pro maka diperoleh nilai rasio batang seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 7.2 Rasio Kekuatan Batang Gelagar Memanjang Dari gambar diatas diperoleh rasio terbesar untuk gelagar memanjang sebesar 0,119. Dengan demikian gelagar aman dalam menahan gaya yang bekerja karena rasio kekuatan masih dibawah 1. 7.3.
Pengecekan Kekuatan Truss Profil truss yang digunakan adalah profil I 400x400x13x21. Dari hasil analisa Staad Pro maka diperoleh nilai rasio batang seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 7.3.1 Rasio Kekuatan Batang Truss 28
Gambar 7.3.2 Batang Dengan Rasio Lebih Dari 1 Berdasarkan hasil analisa maka diperoleh rasio maksimum sebesar 1,156. Rasio tersebut terjadi ketika kombinasi beban pada LC-2. Rasio maksimum yang diijinkan untuk kombinasi beban LC-2 adalah sebesar 1,25 sehingga batang truss aman dalam menahan beban yang bekerja karena rasio yang terjadi masih dibawah batas rasio yang diijinkan. 7.4.
Pengecekan Kekuatan Ikatan Angin Profil ikatan angin yang digunakan adalah profil I 150x150x7x10. Dari hasil analisa Staad Pro maka diperoleh nilai rasio batang seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 7.3.1 Rasio Kekuatan Batang Ikatan Angin Dari gambar diatas diperoleh rasio terbesar untuk gelagar melintang tengah sebesar 0,192. Dengan demikian ikatan angin aman dalam menahan gaya yang bekerja karena rasio kekuatan masih dibawah 1.
8. Perhitungan Sambungan Batang 8.1.
Perhitungan Sambungan Baut Pada Truss 29
Sambungan pada struktur truss menggunakan jenis sambungan baut. Pada struktur truss maka sambungan hanya akan menerima gaya tekan atau tarik. Pada saat terjadi tekan maka sambungan suatu struktur akan menjadi kuat karena adanya gaya saling dorong antar batang yang disambung. Sebaliknya ketika terjadi tarik maka kekuatan sambungan akan menentukan apakah batang yang disambung tersebut kuat atau tidak. Oleh karena itu pada sambungan struktur truss ini desain sambungan akan dibuat sebagai sruktur baja yang menerima gaya tarik. Diambil nilai gaya tarik maksimum untuk merencanakan sambungan ini.
Gambar 8.1.1 Sketsa Sambungan Pada Truss Miring Dari hasil analisa staad pro maka diperoleh gaya tarik maksimum pada truss miring adalah sebesar, Tu = 2627,12 kN Digunakan baut dengan baut baja mutu tinggi spesifikasi ASTM A325. diameter baut, db = 24 mm kuat tarik 1 baut, fub = 825 MPa jumlah baut = 14 buah diameter lubang baut = 26 mm tebal pelat sayap truss = 21 mm tebal pelat buhul = 15 mm tegangan leleh pelat, fyp = 410 MPa tegangan putus pelat, fup = 550 MPa Karena ketebalan pelat buhul lebih kecil dari pelat sayap maka perhitungan didasarkan pada pelat buhul. Lebar efektif pelat buhul pada sambungan = 500 mm Ag
= 500 x 15
= 7500 mm2 30
An = (500 - 2 x 26) x 15 = 6720 mm2 Max An = 0,85 x Ag = 0,85 x 7500 = 6375 mm2 Ae = An = 6375 mm2 Leleh: ϕ Tn = ϕ fy Ag = 0,9 (410)(7500) = 2767,50 kN Fraktur: ϕ Tn = ϕ fu Ae = 0,75 (550)(6375) = 2629,69 kN ϕ Tn (2629,60) > Tu (2627,12) Perencanaan baut: Geser, ϕ Rn = ϕ 0,5 x fub x m Ab = 0,75 (0,5) (825) (2) (1/4 π 242) Tumpu, ϕ Rn
= 279,77 kN/baut = ϕ 2,4 x db x tp x fup = 0,75 (2,4) (24) (15) (550)
= 356,40 kN/baut Jumlah minimal baut yang diperlukan, n n = 2627,12 /279,77 = 9,39 ≈ 10 buah Jumlah baut yang dipasang sebesar 14 buah > 10 buah baut aman
8.2.
Perhitungan Sambungan Baut Pada Gelagar
Gambar 8.2.1 Sketsa Sambungan Pada Gelagar
31
Dari hasil analisa staad pro maka diperoleh gaya tarik dan momen maksimum pada gelagar adalah sebesar, Tu= 1854,50 kN Digunakan baut dengan baut baja mutu tinggi spesifikasi ASTM A325. diameter baut, db = 24 mm kuat tarik 1 baut, fub = 825 MPa jumlah baut = 14 buah diameter lubang baut = 26 mm tebal pelat sayap = 25 mm tebal pelat buhul = 15 mm tegangan leleh pelat, fyp = 410 MPa tegangan putus pelat, fup = 550 MPa Karena ketebalan pelat buhul lebih kecil dari pelat sayap maka perhitungan didasarkan pada pelat buhul. Lebar efektif pelat buhul pada sambungan = 500 mm Ag = 500 x 15 = 7500 mm2 An = (500 - 2 x 26) x 15 = 6720 mm2 Max An = 0,85 x Ag = 0,85 x 7500 = 6375 mm2 Ae = An = 6375 mm2 Leleh: ϕ Tn = ϕ fy Ag = 0,9 (410)(7500) = 2767,50 kN Fraktur: ϕ Tn = ϕ fu Ae = 0,75 (550)(6375) = 2629,69 kN ϕ Tn (2629,60) > Tu (1854,50) Perencanaan baut: Geser, ϕ Rn = ϕ 0,5 x fub x m Ab = 0,75 (0,5) (825) (2) (1/4 π 242) Tumpu, ϕ Rn
= 279,77 kN/baut = ϕ 2,4 x db x tp x fup = 0,75 (2,4) (24) (15) (550)
= 356,40 kN/baut Jumlah minimal baut yang diperlukan, n n = 1854,50 /279,77 = 6,63 ≈ 7 buah Jumlah baut yang dipasang sebesar 14 buah > 7 buah 8.3.
baut aman
Perhitungan Sambungan Baut Pada Ikatan Angin
Gambar 8.3.1 Sketsa Sambungan Pada Gelagar 32
Dari hasil analisa staad pro maka diperoleh gaya tarik dan momen maksimum pada ikatan angin adalah sebesar, Tu = 30,42 kN Digunakan baut dengan baut baja mutu tinggi spesifikasi ASTM A325. diameter baut, db = 16 mm kuat tarik 1 baut, fub = 825 MPa jumlah baut = 2 buah diameter lubang baut = 18 mm tebal pelat sayap = 10 mm tebal pelat buhul = 8 mm tegangan leleh pelat, fyp = 410 MPa tegangan putus pelat, fup = 550 MPa Karena ketebalan pelat buhul lebih kecil dari pelat sayap maka perhitungan didasarkan pada pelat buhul. Lebar efektif pelat buhul pada sambungan = 250 mm Ag = 250 x 8 = 2000 mm2 An = (250 - 2 x 18) x 8 = 1712 mm2 Max An = 0,85 x Ag = 0,85 x 2000 = 1700 mm2 Ae = An = 1700 mm2 Leleh: ϕ Tn = ϕ fy Ag = 0,9 (410)(2000) = 738,00 kN Fraktur: ϕ Tn = ϕ fu Ae = 0,75 (550)(1700) = 701,25 kN ϕ Tn (701,25) > Tu (30,42) Perencanaan baut: Geser, ϕ Rn = ϕ 0,5 x fub x m Ab = 0,75 (0,5) (825) (2) (1/4 π 162) Tumpu, ϕ Rn
= 124,34 kN/baut = ϕ 2,4 x db x tp x fup = 0,75 (2,4) (16) (8) (550)
= 126,72 kN/baut Jumlah minimal baut yang diperlukan, n n = 30,42 /124,34 = 0,24 ≈ 1 buah Jumlah baut yang dipasang sebesar 2 buah > 1 buah
baut aman
9. Lampiran Input dan Output Software 9.1. Lampiran Input Software PROPERTI BATANG STRUKTUR TRUSS
33
PROPERTI BATANG STRUKTUR GELAGAR TENGAH
34
PROPERTI BATANG STRUKTUR GELAGAR UJUNG
35
PROPERTI BATANG STRUKTUR GELAGAR MEMANJANG
36
PROPERTI BATANG STRUKTUR IKATAN ANGIN
37
PROPERTI BATANG STRUKTUR PELAT LANTAI JEMBATAN
38
PROPERTI BATANG STRUKTUR PELAT LANTAI TROTOAR
39
9.2. Lampiran Output Software 40
RASIO KEKUATAN STRUKTUR TRUSS
Beam
597 590 598 591 596 589 599 592 595 588 539 523 600 593 526 510 528 512 540 524 594 501 537 521 525
Design Property H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1
Actual Ratio
Allowab le Ratio
Normalized Ratio (Actual/ Allowable)
1.156
1.25
0.925
AISC- H1-1
2
1.156
1.25
0.925
AISC- H1-1
2
1.079
1.25
0.863
AISC- H1-1
2
1.079
1.25
0.863
AISC- H1-1
2
1.058
1.25
0.846
AISC- H1-1
2
1.058
1.25
0.846
AISC- H1-1
2
0.872
1.25
0.697
AISC- H1-1
2
0.872
1.25
0.697
AISC- H1-1
2
0.86
1.25
0.688
AISC- H1-1
2
0.86
1.25
0.688
AISC- H1-1
2
0.589
1.25
0.471
AISC- H1-1
2
0.589
1.25
0.471
AISC- H1-1
2
0.506
1.25
0.405
AISC- H1-1
2
0.506
1.25
0.405
AISC- H1-1
2
0.501
1.25
0.401
AISC- H1-1
2
0.501
1.25
0.401
AISC- H1-1
2
0.497
1.25
0.397
AISC- H1-1
2
0.497
1.25
0.397
AISC- H1-1
2
0.463
1.25
0.371
TENSION
2
0.463
1.25
0.371
TENSION
2
0.431
1.25
0.345
AISC- H1-1
2
0.431
1.25
0.345
AISC- H1-1
2
0.423
1.25
0.338
AISC- H1-1
2
0.423
1.25
0.338
AISC- H1-1
2
0.395
1.25
0.316
TENSION
2
Clause
L/C
41
55 527 511 538 522 535 519 551 548 536 520 529 513 609 38 616 608 532 516 533 531 517 515 534 518 613 605 612 604
H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2
0.395
1.25
0.316
TENSION
2
0.391
1.25
0.313
TENSION
2
0.391
1.25
0.313
TENSION
2
0.333
1.25
0.266
TENSION
2
0.333
1.25
0.266
TENSION
2
0.243
1.25
0.194
AISC- H1-1
2
0.243
1.25
0.194
AISC- H1-1
2
0.231
1.25
0.185
AISC- H1-1
2
0.231
1.25
0.185
AISC- H1-1
2
0.191
1.25
0.153
TENSION
2
0.191
1.25
0.153
TENSION
2
0.182
1.25
0.146
TENSION
2
0.182
1.25
0.146
TENSION
2
0.123
1.25
0.098
AISC- H1-3
2
0.123
1.25
0.098
AISC- H1-3
2
0.115
1.25
0.092
AISC- H1-3
2
0.115
1.25
0.092
AISC- H1-3
2
0.113
1.25
0.09
AISC- H1-3
2
0.113
1.25
0.09
AISC- H1-3
2
0.088
1.25
0.071
AISC- H1-3
2
0.089
1.25
0.071
TENSION
2
0.088
1.25
0.071
AISC- H1-3
2
0.089
1.25
0.071
TENSION
2
0.069
1.25
0.056
TENSION
2
0.069
1.25
0.056
TENSION
2
0.052
1.25
0.042
TENSION
2
0.052
1.25
0.042
TENSION
2
0.05 0.05
1.25 1.25
0.04 0.04
TENSION TENSION
2 2
42
614 611 606 603 615 607 610 602
1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1 H400X400X13X2 1
0.035
1.25
0.028
TENSION
2
0.035
1.25
0.028
TENSION
2
0.035
1.25
0.028
TENSION
2
0.035
1.25
0.028
TENSION
2
0.014
1.25
0.011
TENSION
2
0.014
1.25
0.011
TENSION
2
0.008
1.25
0.007
TENSION
2
0.008
1.25
0.007
TENSION
2
RASIO KEKUATAN STRUKTUR GELAGAR TENGAH
Beam 646 663 651 668 648 665 650 667 649 666 647 664 630 680 640
Design Property H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5
Actual Ratio
Allowab le Ratio
Normalized Ratio (Actual/ Allowable)
0.585
1.25
0.468
AISC- H2-1
2
0.585
1.25
0.468
AISC- H2-1
2
0.557
1.25
0.445
AISC- H1-3
2
0.557
1.25
0.445
AISC- H1-3
2
0.55
1.25
0.44
AISC- H1-3
2
0.55
1.25
0.44
AISC- H1-3
2
0.548
1.25
0.439
AISC- H2-1
2
0.548
1.25
0.439
AISC- H2-1
2
0.533
1.25
0.426
AISC- H1-3
2
0.533
1.25
0.426
AISC- H1-3
2
0.516
1.25
0.413
AISC- H1-3
2
0.516
1.25
0.413
AISC- H1-3
2
0.498
1.25
0.398
AISC- H2-1
2
0.498
1.25
0.398
AISC- H2-1
2
0.464
1.25
0.371
AISC- H1-3
2
Clause
L/C
43
685 638 684 634 682 636 683 632 681 645 662 628 679 625 702 622 699 620 697 624 701 623 700 619 696 621 698
H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5 H900X350X16X2 5
0.464
1.25
0.371
AISC- H1-3
2
0.462
1.25
0.37
AISC- H2-1
2
0.462
1.25
0.37
AISC- H2-1
2
0.461
1.25
0.369
AISC- H1-3
2
0.461
1.25
0.369
AISC- H1-3
2
0.44
1.25
0.352
AISC- H1-3
2
0.44
1.25
0.352
AISC- H1-3
2
0.417
1.25
0.334
AISC- H1-3
2
0.417
1.25
0.334
AISC- H1-3
2
0.401
1.25
0.321
AISC- H1-3
2
0.401
1.25
0.321
AISC- H1-3
2
0.294
1.25
0.235
AISC- H1-3
2
0.294
1.25
0.235
AISC- H1-3
2
0.124
1.25
0.1
SHEAR -Y
2
0.124
1.25
0.1
SHEAR -Y
2
0.101
1.25
0.081
SHEAR -Y
2
0.101
1.25
0.081
SHEAR -Y
2
0.097
1.25
0.078
SHEAR -Y
2
0.097
1.25
0.078
SHEAR -Y
2
0.096
1.25
0.076
SHEAR -Y
2
0.096
1.25
0.076
SHEAR -Y
2
0.074
1.25
0.059
SHEAR -Y
2
0.074
1.25
0.059
SHEAR -Y
2
0.072
1.25
0.058
AISC- H1-3
1
0.072
1.25
0.058
AISC- H1-3
1
0.057
1.25
0.045
SHEAR -Y
2
0.057
1.25
0.045
SHEAR -Y
2
RASIO KEKUATAN STRUKTUR GELAGAR TEPI
44
Beam 669 652 686 642 661 644 678 627 703 626 695 618
Design Property H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5 H750X350X14X2 5
Actual Ratio
Allowab le Ratio
Normalized Ratio (Actual/ Allowable)
0.589
1.25
0.471
AISC- H2-1
2
0.589
1.25
0.471
AISC- H2-1
2
0.508
1.25
0.407
AISC- H2-1
2
0.508
1.25
0.407
AISC- H2-1
2
0.242
1.25
0.194
AISC- H2-1
2
0.242
1.25
0.194
AISC- H2-1
2
0.211
1.25
0.169
SHEAR -Y
2
0.211
1.25
0.169
SHEAR -Y
2
0.193
1.25
0.154
SHEAR -Y
2
0.193
1.25
0.154
SHEAR -Y
2
0.181
1.25
0.145
AISC- H1-3
2
0.181
1.25
0.145
AISC- H1-3
2
Clause
L/C
RASIO KEKUATAN STRUKTUR GELAGAR MEMANJANG
Beam
Design Property
Actual Ratio
704 629 711 643 587 80 708 707 637 635 691 690 657 656 674
H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14
0.119 0.119 0.109 0.109 0.089 0.089 0.053 0.052 0.053 0.052 0.049 0.048 0.049 0.048 0.047
Allowab le Ratio 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25
Normalized Ratio (Actual/ Allowable) 0.095 0.095 0.087 0.087 0.071 0.071 0.042 0.042 0.042 0.042 0.039 0.039 0.039 0.039 0.038
Clause AISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISC-
H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1
L/C 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
45
673 709 639 706 633 705 687 653 631 692 658 694 689 688 660 655 654 675 672 671 710 693 659 641 677 676 670
H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14 H450X200X9X14
0.047 0.043 0.043 0.041 0.041 0.038 0.039 0.039 0.038 0.037 0.037 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.036 0.035 0.034 0.032 0.03 0.03 0.03 0.03 0.026 0.026 0.026
1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25
0.038 0.034 0.034 0.033 0.033 0.031 0.031 0.031 0.031 0.03 0.03 0.029 0.029 0.029 0.029 0.029 0.029 0.028 0.027 0.025 0.024 0.024 0.024 0.024 0.021 0.021 0.021
AISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISC-
H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H2-1 H2-1 H1-3 H2-1 H1-3 H1-3 H2-1 H1-3 H2-1 H2-1 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H2-1 H1-3 H2-1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
RASIO KEKUATAN STRUKTUR IKATAN ANGIN
Beam
Design Property
Actual Ratio
559 560 570 573 567 568 571 572 99 557 558
H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10
0.192 0.192 0.188 0.188 0.185 0.185 0.184 0.184 0.182 0.182 0.182
Allowab le Ratio 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25
Normalized Ratio (Actual/ Allowable) 0.154 0.154 0.15 0.15 0.148 0.148 0.147 0.147 0.146 0.146 0.145
Clause AISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISC-
H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3 H2-1 H2-1 H1-3
L/C 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
46
561 578 581 100 556 562 565 574 577 563 564 575 576 566 569 579 580
H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10 H150X150X7X10
0.182 0.18 0.18 0.178 0.178 0.174 0.174 0.174 0.174 0.171 0.171 0.17 0.17 0.159 0.159 0.158 0.158
1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25
0.145 0.144 0.144 0.142 0.142 0.139 0.139 0.139 0.139 0.137 0.137 0.136 0.136 0.127 0.127 0.126 0.126
AISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISCAISC-
H1-3 H1-3 H1-3 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H2-1 H1-3 H1-3 H1-3 H1-3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10. Lampian Gambar Berdasarkan hasil desain yang telah dibahas pada bagian sebelumnya maka diperoleh desain jembatan rangka baja sperti pada lampiran gambar berikut ini.
47