Perkawinan Agama Kristen [PDF]

  • Author / Uploaded
  • riyan
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERKAWINAN AGAMA KRISTEN



MAKALAH Diajukan guna memenuhi tugas Diklat Pra-Jabatan Disusun oleh: SANIANG L. SANGO



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna sebagai makhluk multi dimensional yang berimplikasi akan kebutuhan kehidupan, baik bio-psiko-sosio-religius. Kebutuhan tersebut pada dasarnya imun bagi salah satu aktivitas hidup yang penting bagi eksistensi manusia itu sendiri, yaitu Perkawinan. Perkawinan adalah sebuah kesepakatan yang disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara seorang pria dan wanita untuk sama – sama mengikat diri hingga bersama memenuhi kebutuhan – kebutuhan tertentu, baik lahir maupun batin. Perkawinan tidak hanya menjadi ikatan antara seorang pria dan wanita, namun keluarga kedua belah pihak pun turut andil. Perkawinan merupakan suatu anjuran dalam setiap agama. Ketika dikatakan “memenuhi kebutuhan batin”, terdapat peranan yang penting antara hubungan perkawinan dengan agama (kerohanian). Dalam pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 ditetapkan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Sangatlah jelas bahwa urgenitas agama berada pada tingkatan tertinggi, hingga kecil kemungkinan untuk kawin dengan melanggar “hukum agamanya sendiri”. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara Kristen (Protestan) dan Katolik terutama mengenai masalah ketuhanan dan kitab suci. Mereka sama – sama berpedoman pada Al-Kitab (Perjanjian baru), yang terdiri dari empat bagian, yaitu Gospels (himpunan Injil), Acts of Apostles (kisah para Rasul), Epistles (himpunan surat) dan Apocalypse (wahyu). Sebuah perkawinan kristen adalah perkawinan antara seorang suami dengan seorang istri, yang untuk seumur hidup mereka, saling mengikatkan diri dalam ikatan kasih-setia. Perkawinan kristen punya tiga (trilogi) asas pokok. Tiga asas tersebut adalah: (a) asas monogami; (b) asas kesetiaan (fidelitas); dan (c) asas seumur hidup (indisolubilitas).



B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini, penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep perkawinan dalam agama Kristen ? 2. Apa saja hukum yang terkait dengan perkawinan agama Kristen ? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menjelaskan konsep yang terbentuk tentang perkawinan menurut perspektif agama Kristen (Protestan) 2. Untuk melihat perbandingan konsep perkawinan antara agama Kristen dengan hukum yang terkait



BAB II PEMBAHASAN



A. Konsep Perkawinan Nama lain dari agama Kristen ialah Protestan. Di dalam agama Kristen, terdapat banyak aliran teologi. Dari aliran tersebut menimbulkan suatu otoritas tersendiri bagi setiap gereja, sehingga berdampak pada sulitnya mencari dan menemukan hukum perkawinan (khususnya) yang dapat diberlakukan bagi setiap gereja Kristen (Protestan). Dalam agama Kristen, istilah perkawinan disebut juga pernikahan atau nikah. Mereka memandang bahwa nikah itu suatu ketetapan Allah. Hal ini berdasarkan pada kesaksian Alkitab pada Kejadian 2 ayat 24 dan Matius 19 ayat 3.Menurut Dr. J.L.Ch.Abineno (1989:1), nikah mempunyai aspek kembar. Pada satu pihak ia adalah suatu hubungan (antara suami dan istri yang diatur dan disahkan oleh hukum). Pada pihak lain ia adalah suatu hubungan yang didasarkan atas penetapan atau peraturan Allah.[1] Hal ini sesuai dengan firman Tuhan dalam Kejadian 2 ayat 18, yaitu “Tidak baik, kalau manusia itu sendiri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”.[2] Ayat tersebut memberikan jawaban berupa alasan Tuhan dalam menetapkan pernikahan, yaitu : 1. Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja 2. Manusia memerlukan seorang penolong yang sepadan dengan dia Menurut agama ini, Tuhan menghendaki pernikahan sebagai suatu persekutuan hidup. Persekutuan dalam kasih Tuhan, dalam menghayati berkat pernikahan dan dalam menunjukan perhatian pada pekerjaan masing-masing. Dalam Perjanjian Baru (Matius 19: 5 dan 6) terdapat ajaran Tuhan Yesus tentang perkawinan, yaitu : ayat 5:



Sebab itu laki – laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu



dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. ayat 6:



Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang



telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Dari sini dapat dilihat bahwa dalam ajaran agama ini sangat menekankan akan kekekalan perkawinan, dan hanya mautlah yang memisahkan mereka. Namun, tidak dapat dipungkiri adanya kuasa dosa yang menyebabkan terjadinya perceraian di hadapan hukum. Menurut Dr. Fridolin Ukur (1987: 1), bahwa walaupun Gereja Protestan menganggap perceraian itu sebagai kesalahan, namun mengakui kenyataan tersebut dan tidak menutup kemungkinan bagi awal perkawinan baru. [3] Menurut buku Decree for the Armenians, tujuan pernikahan ada 3 rangkap, yaitu :[4] 1. Melahirkan anak – anak dan mendidik mereka dalam penyembahan kepada Tuhan



2. Kesetian suami dan istri, satu sama lain 3. Karakter pernikahan tidak dapat dibatalkan, yaitu karena ini mencirikan persatuan yang tidak dapat diceraikan antara Kristus dan gereja Secara umum, suatu kehidupan dengan tujuan kebahagiaan merupakan tujuan dari pernikahan Kristiani yang Allah ciptakan dengan maksud manusia dipersiapkan untuk benar – benar menjadi manusia yang seutuhnya.



B. Tata cara Perkawinan Dalam UU Perkawinan pasal 10 dan 11 tentang Peraturan Pelaksanaan No. 9 tahun 1975 ayat(2), yang pokoknya bahwa Tata Cara Perkawinan dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu. Begitu banyak pasangan Kristen membuka diri terhadap saran-saran tentang prosedur pernikahan mereka, sehingga menjadikan suatu angan akan pernikahan adalah tindakan ibadah Kristen yang paling indah. Pernikahan merupakan bentuk cinta kasih yang sedang matang. Pernikahan pada dasarnya terdiri dari kontrak (contract) umum yang disepakati secara bebas dan bersama-sama di hadapan para saksi.[5] 1. Pra Pernikahan Pada sesi awal ini, konseling merupakan proses awal yang harus dilewati oleh setiap calon pasangan. Jadwal mereka akan diatur untuk dapat face to face dengan pendeta yang sifatnya pribadi. Hal ini dilakukan agar calon pasangan telah mantab untuk mengikat janji suci di hadapan Tuhan. Dalam sesi ini, pendeta harus melakukan 3 hal, yaitu :[6] - Berbicara tentang Tuhan - Memberitahukan tentang cara membangun sebuah keluarga Kristen yang -



akan Allah berkati selamanya. Memberitahukan untuk menemui seorang dokter sebelum menikah. Hal ini berbicara tentang keintiman mereka sebagai sepasang suami – istri yang



-



bertanggung jawab. Memberitahukan untuk tidak seharusnya seorang pasangan memiliki anak



-



dengan segera setelah menikah. Tentang persiapan, menjadi perhatian



khusus



bahwa



semua



yang



berhubungan dengan pernikahan harus ditekankan dan mengekspresikan nuansa Kristen. 2. Format dari Ibadah Pernikahan[7]



Setelah lilin menyala dan orang tua wanita duduk, pendeta yang diikuti pengantin pria dan orang yang terbaik memasuki ruangan menuju tengah kapel dengan iringan mars pernikahan. Selanjutnya, pengiring pengantin, pembawa cincin dan mereka yang terlibat mengambil tempatnya masing – masing. Pengantin wanita masuk didampingi seseorang (khususnya ayah) yang akan menyerahankan dirinya kepada pengantin pria. - Pendeta menyampaikan kotbah sebagai pembukaan. - Sang ayah menyerahkan putrinya kepada pengantin pria setelah menjawab -



atas pertanyaan dari pendeta. Lalu ayah duduk di samping istrinya. Pendeta dan pasangan pengantin melakukan pertanyaan dan pernyataan atas kesediaan dan janji yang kudus dalam ikatan pernikahan. Hingga acara tukar cincin diikuti pernyataan setiap calon pengantin untuk menerima



-



pasangannya. Pendeta berdoa, sebuah doa yang telah ditempatkan Allah di dalam hatinya. Ketika upacara pernikahan berlangsung, hasil dari persiapan pernikahan



harus terasa. Jemaat harus merasakan bahwa mereka telah menjadi bagian Gereja, khususnya pasangan pengantin dan keluarga. C. Hukum yang Mengatur Dalam pasal 2 UU Perkawinan, diatur tentang sahnya suatu perkawinan, yaitu : Ayat



(1)



:



“Perkawinan



adalah



sah



apabila



dilakukan



menurut



Hukum



Agama/Kepercayaannya” Ayat



(2)



: “Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang –



undangan yang berlaku” Dari sini timbul pertanyaan, apakah harus terpenuhi kedua ayat tersebut untuk memenuhi sahnya perkawinan ? Dalam Ordonansi Perkawinan Indonesia – Kristen tentang Pemberitahuan dan Pengukuhan Perkawinan pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa “Semua orang yang akan kawin harus memberitahukan niatnya itu kepada Pegawai Catatan Sipil atau kepada Penuntun Agama dalam wilayah salah satu pihak yang akan kawin bertempat tinggal”.[8] Dapat ditarik sedikit kesimpulan bahwa setiap perkawinan harus dicatat terlebih dahulu di Catatn Sipil, kemudian



diproses



sesuai



agama/kepercayaan



masing-masing.



Perbuatan



pencatatan itu semata – mata bersifat administratif. Perkawinan Gerejani sangat



penting bagi umatnya, tetapi tidak mempunyai akibat hukum dalam perkawinan, dan dalam Undang - undang ditentukan bahwa perkawinan Gerejani hanya boleh dilaksanakan sesudah perkawinan dihadapkan pegawai Catatan Sipil (Pasal 81 KUH Perdata).[9] Menjadi catatan penting, bahwa yang dilaksanakan gereja bukanlah menyatakan sah atau tidaknya suatu perkawinan, namun “meneguhkan dan memberkati” suatu perkawinan yang sudah disahkan oleh negara dihadapan hukum (dilangsungkan di Kantor Catatan Sipil). Dalam SK Mendagri No. 97 tahun 1978[10], bahwa pemerintah mengangkat pemuka agama (pendeta/pastor) untuk bertindak atas nama pemerintah, dengan sebutan Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan. D. Problematika Perkawinan Tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini, begitupun dalam perkawinan. Seideal apapun perkawinan tersebut, pasti ada saja lika – likunya. Berikut beberapa problematika dalam perkawinan dalam pandangan agama Kristen, yaitu : 1. Perceraian Perceraian merupakan salah satu persoalan utama yang dihadapi rumah tangga saat ini. Berbagai faktor dapat memicu timbulnya kata perceraian ini, seperti perselingkuhan, KDRT, desersi, dan sebagainya. Perceraian pasti menimbulkan dampak yang besar, baik secara fisik maupun batin. Dalam ajaran Kristen, perceraian / perpisahan tetap atau selamanya tidak diperbolehkan. Gereja setia pada ajarannya bahwa pernikahan hanya sekali antara seorang lelaki dan perempuan, dan apa yang telah dijodohkan Allah tidak boleh diceraikan. Hal ini mengacu pada Alkitab, Markus 10:9, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.[11] Selanjutnya, jika melihat Alkitab, Matius 19:9, “Tetapi Aku berkata kepadamu : ‘Barang siapa menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah’”, maka dapat ditarik pemahaman bahwa satu-satunya alasan perceraian adalah perzinahan.Sekedar



informasi



bahwa



dalam



agama



Kristen,



pengajuan



perceraian sangatlah tidak mudah. Mereka harus mengajukan permohonan perceraian dengan persyaratan tertentu, bukan hukum agama, tapi semacam KUHP. Sekali pun tidak mengizinkan perceraian, namun kebanyakan gereja Kristen (Protestan) mengizinkan perceraian dan perkawinan ulang. Perceraian dibolehkan hanya dalam kasus khusus, misalnya imoralitas seksual atau ditinggalkan pasangan yang tak beriman.



2. Poligami Dalam antropologi sosial, poligami merupakanpraktik pernikahan kepada



lebih



dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). [12] Dalam ajaran Kristen ditegaskan bahwa praktek poligami itu dilarang. Hal ini mengacu pada Alkitab, Perjanjian Lama yang menyebutkan bahwa Allah menciptakan satu pria (Adam) dan satu wanita (Hawa) untuk melahirkan keturunan. Namun, Alkitab juga tidak menafikkan bahwa telah adanya praktek poligami yang dilakukan tokoh Kristiani. Adanya poligami dicatat dimulai dari anak Kain, Lamech. Kain adalah anak Adam yang berdosa membunuh Habel saudaranya.[13]Dari sinilah penyimpangan (praktek) poligami terjadi sejalan dengan penolakan manusia akan titah Tuhan. Dan pada zaman sekarang, banyak gereja yang memberikan kelonggaran poligami berdasarkan kitab – kitab kuno agama Yahudi. 3. Perkawinan Beda Agama Seperti yang diketahui bahwa setiap agama menghendaki adanya pernikahan seiman (seagama), tidak terkecuali agama Kristen. Untuk agama Kristen tidak adanya larangan bagi jemaatnya untuk nikah dengan orang yang berbeda agama. Dalam problem ini kebanyakan berputar pada perkawinan antar agama Kristen (Protestan) dengan agama Khatolik. Dalam hal terjadi perkawinan antar agama, maka menurut Pdt. Dr. Fridolin Ukur (1987 : 2)[14] ialah : - Mereka dianjurkan untuk menikah secara sipil dimana kedua belah pihak -



tetap menganut agama masing – masing Kepada mereka diadakan penggembalaan khusus Pada umumnya gereja tidak memberkati perkawinan mereka Ada gereja – gereja tertentu yang memberkati perkawinan campur beda agama ini, setelah pihak yang bukan Protestan membuat pernyataan bahwa



-



ia bersedia ikut agama Protestan Ada pula gereja tertentu yang bukan hanya tidak memberkati, malah anggota gereja yang kawin dengan orang yang tidak seagama itu dikeluarkan dari gereja.



E. Perbandingan Persoalan pernikahan, tidak ada perbedaan yang jauh antara Hukum agama Islam dengan Hukum agama Kristen. Mereka sama – sama meyakini akan ketetapan jodoh / pasangan hidup yang telah disiapkan buat umatnya di dunia. Namun, terhadap hal – hal tertentu, adanya sedikit perbedaan penafsiran antara ajaran Islam dan ajaran Kristen. Misalnya tujuan pernikahan, Islam berotoritas pada naluriah



hidup guna melangsungkan kehidupan (keturunan), mewujudkan ketentraman hidup dan menumbuhkan serta memupuk rasa kasih sayang, sedangkan Kristen berotoritas pada kebahagiaan dan kekekalan akan suatu pernikahan. Selanjutnya, terhadap problem perceraian, Islam menganggap bahwa hal tersebut halal untuk dilakukan, meskipun pada dasarnya Allah sangat membeci perceraian, karena Islam membimbing umatnya untuk tidak saling terpecah-belah, namun pada ajaran Kristen, bahwa perceraian (dengan tegas) selamanya tidak diperbolehkan. Pada problem perkawinan beda agama, Islam berprinsip tidak diperkenankannya adanya perkawinan beda agama, karena hal ini telah dipertegas di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah : 221, namun adanya pengecualian bagi laki-laki muslim dengan wanita non muslim. Namun, pada agama Kristen, tidak adanya larangan untuk penganutnya, namun ada sebagian gereja tertentu di kalangan Kristen (Protestan) yang menurut tata gereja yang masih berlaku. Dan masih banyak lagi yang tidak dapat dijangkau dalam makalah ini.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam agama Kristen, nikah itu suatu ketetapan Allah. Suatu persekutuan hidup dalam kasih Tuhan, dalam menghayati berkat pernikahan dan dalam menunjukan perhatian pada pekerjaan masing-masing. Tujuannya ialah kebahagiaan dan kekekalan akan suatu pernikahan. Dalam UU Perkawinan pasal 10 dan 11 tentang Peraturan Pelaksanaan No. 9 tahun 1975 ayat(2), yang pokoknya bahwa Tata Cara Perkawinan



dilakukan



menurut



hukum



masing







masing



agamanya



dan



kepercayaannya itu. Yang dilaksanakan gereja bukanlah menyatakan sah atau tidaknya suatu perkawinan, namun “meneguhkan dan memberkati” suatu perkawinan yang sudah disahkan oleh negara dihadapan hukum. Alkitab, Markus 10:9, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. B. Saran dan Kritik



Dalam penulisan makalah ini tentulah memiliki banyak kekurangan, baik dari segi penulisan, ilmu yang saya tuangkan, maupun hal lainnya. Saya sangat menyadari bahwa pengetahuan yang saya peroleh sangat jauh dari kecukupan. Oleh karena itu, dengan rasa kerendahan hati dan kerdilnya ilmu yang saya miliki, saya memohon saran dan kritik yang dapat membangun penulisan selanjutnya baik dari dosen pengampu maupun teman – teman sekalian. Saran dan kritik dapat Anda kirimkan ke email saya di : [email protected]



DAFTAR PUSTAKA Alkitab. 2001. Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia Eoh, O.S. 1996.Perkawinan antar Agama dalam Teori dan Praktek. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada Komariah. 2010. Hukum Perdata. Malang : UMM Press Murtadho, Ali. 2009. Konseling Perkawinan : Perspektif Agama – Agama. Semarang : Walisongo Press Sairin, Weinata dan J.M. Pattiasina. 1994. Pelaksanaan Undang – undang Perkawinan dalam Perspektif Kristen. Jakarta : Gunung Mulia Saleh, K. Wantjik. 1982. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia White, James F. 2002. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta : Gunung Mulia



[1] O.S, Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, cet. ke-1 (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 1996), hlm. 111. [2] Alkitab, cet. ke-13 (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2001), hlm. 2. [3] O.S, Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, cet. ke-1 (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 1996), hlm. 113. [4] James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, cet. ke-1 (Jakarta : Gunung Mulia, 2002), hlm. 289. [5] Ibid., hlm. 284. [6] Ali Murtadho, Konseling Perkawinan Perspektif Agama – Agama, cet. ke-1 (Semarang : Walisongo Press, 2009), hlm. 126. [7] Ibid., hlm. 128. [8] K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, cet. ke-7 (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 215. [9] Komariah, Hukum Perdata, cet. ke-4 (Malang : UMM Press, 2010), hlm. 40. [10] Weinata Sairin dan J.M. Pattiasina, Pelaksanaan Undang – undang Perkawinan Dalam Perspektif Kristen, cet. ke-1 (Jakarta : Gunung Mulia, 1994), hlm. 17. [11] Alkitab, cet. ke-13 (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2001), hlm. 55 [12] http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami [13]http://www.kadnet.info/web/index.php? option=com_content&view=article&id=1958:pandangan-alkitab-mengenaipoligami&catid=98:theology&Itemid=99 [14] O.S, Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, cet. ke-1 (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 1996), hlm. 122 – 123.



Keluarga Kristen Sebagai Keluarga Allah KATA PENGANTAR Sebagaimana yang kita ketahui, dalam Kejadian 2 : 18 , Tuhan Allah berfirman : “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia” Dari nats tersebut dapat kita ketahui bahwa terbentuknya keluarga Kristen merupakan inisiatif Allah itu sendiri. Jadi keluarga Kristen merupakan persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak - anak yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran - ajaranNya dalam kehidupan sehari - hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri. Kristen artinya menjadi



pengikut Kristus yang meneladani hidup dan ajaran - ajaran Kristus. Dalam prosesnya, keluarga Kristen harus berakar, bertumbuh, dan berbuah dalam Kristus. Keluarga Kristen harus mampu menjadi berkat bagi orang lain. Menerapkan nilai nilai Kristiani dalam kehidupan sehari - hari. Maka kami dari kelompok 1 akan membahas topik - topik materi mengenai : ·



Terbentuknya keluarga Kristen atas inisiatif Allah



·



Keluarga Kristen yang bertumbuh di dalam Kristus



·



Nilai - nilai Kristiani yang perlu diterapkan dalam keluarga Kristen Semoga makala yang kami sajikan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Terbentuknya Keluarga Kristen atas Inisiatif Allah BAB II ISI 2.1 Keluarga Kristen yang Bertumbuh di dalam Kristus a. Berakar b. Bertumbuh c. Berbuah 2.2 Nilai - Nilai Kristiani yang Perlu di Terapkan dalam Keluarga Kristen



a. Kasih b. Kebaikkan c. Adil d. Pengendalian Diri e. Kejujuran BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran



BAB II PEMBAHASAN A. Terbentuknya Keluarga atas Inisiatif Allah Kejadian 2 : 18 mengatakan : Tuhan Allah berfirman “Tidak baik, kalau manusia itu hidup seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia” kesepadanan yang dimaksud dari nats tersebut adalah kesepadanan sesama manusia dalam pembentukan keluarga. Dan Kejadian 2 : 24 mengatakan : Sebab itu seorang laki - laki akan pergi meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Dari kedua nats tersebut dapat kita ketahui bahwa penggagas utama dalam pembentukan keluarga adalah Allah bukan Adam dan Hawa (manusia). Manusia diciptakan berbeda tetapi



satu kesatuan. Jadi jika terdapat keinginan seorang laki - laki dan perempuan berkeluarga, keinginan seperti itu telah Tuhan tanamkan dalam diri manusia itu sendiri. Dan keinginan manusia untuk menikah dan berkeluarga adalah untuk mewujudkan keinginan dan rencana Allah dalam dirinya. Singkatnya yang menjadi dasar keluarga Kristen adalah Allah sendiri. Dasar keluarga Kristen ialah menjadikan Kristus sebagai kepala keluarga yang artinya seluruh ajaran Yesus menjadi acuan hidup berkeluarga. Ketika keluarga Kristen menjadikan Yesus Kristus sebagai dasar keluarga maka nilai - nilai kekristenannya akan terpancar dalam kehidupannya sehari - hari. B. Keluarga Kristen yang Berbuah di dalam Kristus. Keluarga adalah institusi pertama yang dibentuk oleh Allah, bukan gereja, bukan sekolah (Kejadian 2 : 18 - 25). Keluarga merupakan sarana pusat dan tujuan Allah untuk menyalurkan berkat - berkatNya kepada umat di seluruh bumi (Kejadian 12 : 3). Keluarga Kristen merupakan miniatur keluarga Allah di dunia. Itulah sebabnya keberhasilan kita membangun keluarga Kristen yang benar merupakan kesaksian akan keluarga Allah dan sebagai sumber inspirasi dan teladan bagi keluarga lain. Sebaliknya, jika kita gagal membangun keluarga kita, maka sebagai anak - anak Allah kita juga gagal menunjukkan model keluarga Allah. Karena itu keluarga menjadi sasaran pekerjaan Iblis dalam merusak Kerajaan Allah. Misalnya : Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), tingginya angka kriminalitas dalam keluarga, terjadinya perceraian dan keluarga yang tidak harmonis. Itulah sebabnya, kita harus membangun keluarga yang berakar, bertumbuh, dan berbuah di dalam Dia (Allah). Keluarga Kristen harus mengalami pertumbuhan sebagai berikut : i)



Berakar (Lukas 8 : 4 - 15) Akar berfungsi sebagai pencari makanan dalam tanah dan memperkuat berdirinya sebuah pohon. Semakin berakar sebuah pohon maka semakin kokoh dia berdiri sehingga walaupun angin kuat datang menerpanya, pohon tersebut tidak akan roboh. Walaupun kemarau panjang ia tidak akan layu dan mati. Demikian juga keluarga yang berakar di dalam Firman Tuhan serta pengenalan terhadap Allah, maka ketika badai persoalan rumah tangga menerpanya, pastilah keluarga tersebut mampu mengahadapinya (Kolose 2 : 7).



ii)



Bertumbuh (Efesus 4 : 15 - 24)



Tanaman dikatakan bertumbuh apabila menunjukan perubahan semakin berkembang. Sebagaimana akar yang sehat akan menghasilkan pertumbuhan, demikian juga kehidupan keluarga Kristen seharusnya bertumbuh dalam pengenalan terhadap Firman Tuhan, pengenalan akan Kristus, dan pelayanan kasih Allah. Halangan terbesar keluarga Kristen tidak dapat bertumbuh adalah karena kita merasa sudah cukup baik, sehingga kita merasa tidak perlu bertumbuh. iii) Berbuah (Yohanes 15 : 1 -7) Sebagaimana kita memanam pohon, pastilah nantinya kita mengharapkan menghasilkan buah. Demikianlah juga Allah mau agar kita menghasilkan buah. Bila ranting yang tidak berbuah akan di potong (Yohanes 15 : 12) dan pohon yang tidak berbuah akan di tebang (Matius 3 : 10). Buah yang dikehendaki Allah ialah melakukan kehendakNya (perbuatan) (Matius 7 : 15 - 20). C.



Nilai - Nilai Kristiani yang perlu diterapkan dalam Keluarga Kristen. Nilai adalah perasaan tentang apa yang diinginkan atau tidak diinginkan yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai yang dianut seseorang atau kelompok masyarakat dijadikan sebagai landasan pengarah hidup, alasan dan motivasi hidup. Nilai - nilai kristiani dapat menjadi teladan dan pegangan hidup dalam kehidupan sehari -hari seorang Kristen. Seorang Kristen (Pengikut Kristus) harus mewarisi sifat - sifat Kristus dan hidup seperti Kristus yang tercermin dari kata - kata dan perbuatannya. Keluarga Kristen harus mengikuti pola hidup Yesus, yaitu : “Hidup Dalam Kasih” dan “Hidup



Kudus”.



Dan



ajaran



-



ajaran



Yesus



yang



perlu



di



miliki “Tritologi Rohani”, yaitu : “Iman, Kasih, dan Pengharapan”. Nilai yang paling esensial dalam pengajaran Kristen yang perlu diterapkan dalam keluarga Kristen adalah : ·



Kasih : Kasih itu bersifat rasa kepedulian seseorang tanpa meminta imbalan atas apa yang telah dilakukan untuk yang dikasihinya. Kasih berarti menyayangi, mencintai, dan membahagiakan orang yang kita kasihi. Kristus mengajari kita menjadi orang yang memiliki kasih, seperti yang tertulis dalam Matius 5 : 44. Allah telah mengasihi kita dengan kasih Agape, maka kita juga harus mengasihi saudara (keluarga kita) dengan kasih Philia, dan mengasihi sesama kita dengan kasih Storage. Maka dari itu, kasih dapat menyatukan anggota keluarga Kristen. Walaupun



setiap anggota keluarga memiliki sifat yang berbeda - beda, namun keluarga Kristen harus dapat bersatu karena kasih di dalam Kristus Yesus. ·



Kebaikan : Setiap orang ingin diperlakukan dengan baik dan melakukan hal - hal yang baik bagi sesamanya. Pada dasarnya manusia sebagai mahluk sosial memiliki rasa kasih dan ingin berbuat baik dalam menjalin hubungannya dengan orang lain, yaitu mengasihi dan dikasihi. Di dalam iman Kristen, dasar kebaikan dipahami sebagai tanggapan manusia terhadap kebaikan Allah, yang lebih dahulu mengasihi manusia (Yohanes 3 : 16). Allah sendiri adalah kasih (1 Yohanes 4 : 8, 16). KasihNya tidak mengharapkan imbalan. Oleh karena itu, manusia yang telah menerima kasih Allah itu mestinya mewujudkan kasih itu kepada sesama dan dunia ini. Inti dari seluruh iman Kristen adalah kasih : kasih kepada Tuhan dan sesama (Matius 22 :37 - 40). Rasul Paulus menegaskan bahwa inti dari segala sesuatu adalah kasih; tanpa kasih, maka sia - sialah semua yang kita lakukan (1 Korintus 13 : 1 - 13). Dengan demikian, kebaikan hati haruslah di landasi oleh kasih Allah, sebagaimana Allah mengasihi manusia itu.



·



Adil : Ada berbagai macam paham mengenai keadilan. Ada yang mengatakan adil kalau semua mendapatkan dengan sama rata, ada juga kalau haknya dan hak orang lain terpenuhi di sebut adil. Pengertian adil sangat tergantung dari sudut pandang orang yang mendefenisikan keadilan tersebut. Kitab Amos memberitakan bahwa Allah murka atas ritual peribadahan Israel, karena peribadahan mereka tidak di sertai moral yang baik (Amsal 5 : 21 - 24). Dalam hal tersebut dinyatakan bahwa Allah bukan lebih menginginkan korban bakaran dan nyanyian gambus mereka, melainkan keadilan ditegakkan dan kebenaran diberlakukan dalam kehidupan mereka sebagai umat-Nya. Keluarga Kristen juga diingatkan bahwa kebaktian kepada Tuhan menjadi tidak berarti apa - apa bagi Dia jika kita lalai, bahkan menolak untuk membela dan menegakkan keadilan serta kebenaran.



·



Pengendalian diri : Manusia selalu memiliki keinginan. Dengan keinginannya, manusia dapat menjadi maju dan terpacu untuk lebih baik. Namun terkadang, keinginan manusia dikuasai oleh oleh nafsu dan emosi yang tidak terkendali, akibanya manusia menjadi korban dari keinginannya sendiri dan menyebabkan penderitaan bagi orang lain. Keluarga Kristen dapat belajar dari salah satu tokoh



Alkitab yang tidak bisa menguasai diri, yakni Raja Saul. Raja Saul ingin mengguasai semua lembu dan ternak hasil perang dengan Orang Amalek. Keinginan ini ternyata tidak sesuai dengan kehendak Allah yang didengarnya melalui Nabi Samuel (1 Samnuel 15 : 1 - 9). Saul memaksakan keinginannya, dan akibat perbuatannya itu, Saul ditolak Allah sebagai Raja Israel. Penting bagi kita sebagai keluarga Kristen untuk mengendalikan diri dan berpegang teguh pada iman kepada Kritus Tuhan (Roma 12 : 3b). ·



Kejujuran : “jujur” berarti tidak berdusta. Kejujuran adalah dasar utama kepercayaan yang menentukan hubungan seorang dengan orang lain. Jika seseorang bebohong tentangkebenaran untuk menutupi kesalahannya, maka sulit baginya untuk memperbaiki kesalahan itu. Ketika seseorang tidak jujur terhadap dirinya sendiri, dia biasanya juga tidak jujur dengan orang lain. Kalau orang memiliki dasar utama yaitu kejujuran, maka dia tidak akan berbohong ataupun menipu, walau sebenarnya dia memikiki kesempatan untuk melakukannya.Tidak semua orang menganggap penting untuk memelihara kejujuran. Bahkan di dunia bisnis, di dunia pendidikan maupun dalam keluarga, kejujuran semakin menjadi barang yang langka. Ada yang berkata bahwa mustahil untuk mendapatkan keuntungan jika kita terlalu jujur.



Berikut ilustrasi tentang kejujuran dalam keluarga : seorang anaknya benama Doli. Ketika ia masih berumur 7 tahun, ia memiliki sebuah kapak kecil dan lucu tapi tajam yang sangat ia sukai. Dengan kapak kesayangannya itu, ia memotong apapun yang menghalangi jalannya. Suatu hari ketika ia berjalan jalan di halaman rumahnya, ia melihat pohon yang sangat indah. Pohon itu adalah kesayangan ayahnya. Lalu Doli memotong batang pohon itu dengan kapaknya tanpa merasa bersalah. Ketika ayahnya mengetahui pohon kesayangannya telah mati, ia sangat marah besar. Kemudian dia masuk kerumah dengan marah yang tidak dapat disembunyikan dan dengan cepat dia mencari tau siapa yang telah memotong pohon kesayangannya. Tapi tak seorang pun tau siapa yang melakukannya, sehingga semua orang rumah hanya terdiam membisu. Diam diamDoli masuk ke ruangan dengan kapak kecil ditangannya. “Doli, apakah engkau tau



siapa



yang



memotong



pohon



kesayangan ayahyang



ada



di



halaman ?” Doli merasa pertanyaan itu sangat sulit untuk dijawab. Tapi beberapa saat



kemudian,



ketika



sang



ayah



menanyakan



untuk



kesekian



kalinya, Doli menjawab sambil menangis, “aku tidak bisa berbohong ayah, engkau tau aku tidak bisa berbohong, akulah yang telah memotong pohon itu dengan kapakku yah” Segera kemarahan sang ayah hilang dari wajahnya yang mulai sedih melihat anaknya yang telah jujur. Kemudian ia merangkul Doli dan berkata“anakku, kau jangan takut untuk jujur, mengatakan kebenaran itu lebih baik bagiku daripada seribu pohon yang indah, sekalipun pohon itu berbuah emas dan berdaun perak, karena bagi ayah kejujuran itu lebih berharga daripada emas dan perak”. Amsal 2:21 yang berisi :”karena orang jujurlah akan mendiami tanah, dan orang yang tak bercela yang akan tetap tinggal disitu”. Orang jujur akan selalu beruntung bagaimanapun caranya. Tuhan akan mengangkat dan memberikan upah terhadap mereka yang jujur. Orang yang jujur bisa dikatakan sebagai “tangan kanan”(kepercayaan) bagi orang lain.Di perlukan kepercayaan antara anggota keluarga dalam membangun keluarga Kristen. Ada orang yang bertanya Maksudnya berbohong demi kebaikan. Secara moral yang terutama dipentingkan adalah tujuannya. Perlu diingat bahwa suatu perbuatan yang dikatakan baik apabila tujuannya baik dan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan itu juga baik. Dan ini perlu diingat bahwa suatu tindakan jahat takkan pernah menjadi baik karena tujuan dari tindakan itu jahat. Jadi perbuatan mencuri ataupun berbohong misalnya, tetap saja jahat, walaupun itu demi menolong tujuan yang baik. Maka dari itu semua kita harus tetap berusaha mencari dan menempuh cara yang baik.



BAB 3 KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa keluarga Kristen merupakan tempat berkarya untuk keselamatan manusia dan berkembangnya kerajaan Allah. Keluarga Kristen dibentuk serupa dengan Allah yang berarti mencerminkan sifat - sifatNya dalam pola hidup sehari - hari. Orang tau harus memperkenalkan kebiasaan yang baik dengan menanamkan nilai - nilai kristiani kepada anak. Pentingnya kehidupan keluarga yang baik, yang sesuai dengan prinsip Alkitab (2 Timotius 3:16-17) yang akan membentuk anak (generasi) yang berakhal mulia sesuai kehendakNya.



SARAN Keluarga Kristen di harapkan mampu menjadi garam dan terang dunia. Menerapkan firman Tuhan dalam setiap aspek kehidupannya. Agar keluarga tersebut dapat berakar, bertumbuh dan berbuah di dalam Dia (Allah). Setiap anggota keluarga mampu menerapkan nilai - nilai kristiani dengan penuh tanggungjawab sehingga keluarga tersebut dapat menjalani setiap masalah dengan baik dan damai. Keluarga Kristen dapat menjadi berkat bagi keluarga lain bahkan khususnya bagi keluarga yang belum mengenal Tuhan Yesus.