PERSPEKTIF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jawaban ujian S2 Mata Kuliah : Perspektif dan Teori Komunikasi Dosen



: Prahastiwi Utari, PhD



Sifat Ujian



: Take Home Exam



1) Sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa kajian ilmu komunikasi



merupakan sebuah bidang ilmu yangs multidisipliner. Sifat multidisipliner ini muncul karena sebuah fakta bahwa komunikasi antar sesama manusia tidak dapat tidak dihindari. Sementara itu kehidupan manusia berada dalam kontekskonteks yang beragam sehingga menyebabkan komunikasi itu sendiri bersifat kontekstual, unik dan multidisipliner. Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa disiplin-disiplin keilmuan lain menyumbang khasanahnya dalam ilmu komunikasi, akan tetapi setidaknya terdapat tiga dibang ilmu yang memberi kontribusi besar terhadap khasanah ilmu komunikasi yaitu sosiologi, psikologi dan politik. Ilmu politik memberikan ruang pertama pada pembahasan propaganda politik berikut pengaruhnya kepada masyarakat. Sosiologi memberikan tempat di mana komunikasi tidak bisa melepaskan diri dari masalah interaksi antar manusia. Psikologi memberikan kajian pelengkap mengenai masalah komunikasi yang berkaitan dengan perilaku psikologis seorang manusia (individu) maupun tindakan masyarakat.1 Dengan berjalannya waktu dibagian lain bukunya yaitu Theories of Human Communication edisi 2 (1983) Littlejohn mulai melihat memang ada celah lemah dengan sifat multidisiplin dari kajian komunikasi. Dia menuliskan antara lain: Although scholars from a number of discipline share an interest in communication, the scholar's first loyalty is usually to general concept of the 1



Wuryanta, AG. Eka Wenats. 2009. Komunikasi di Antara Lintasan



Ilmu.ekawenats.blogspot.com



discipline itself. Commnucation is generally considered subordinate. For example, psychology study individual behavior and view communication as ap particular kind of behavior. Sociologist focus on society and social process, seeing communication as one of several social factor. Anthropogist are interested primarily in culture, and if they investigate communication they treat it as aspect of broader themes (p.5) (Meskipun banyak cendikiawan dari beberapa disiplin ilmu menunjukkan adanya ketertarikan dalam komunikasi, loyalitas pertama dari cendikiawantersebut biasanya menjadi konsep umum dari disiplin itu sendiri. Komunikasi pada umumnya dianggap sebagai suordinat. Sebagai contoh psikologi mengkaji kebiasaan dan melihat komunikasi sebagai sebuah kebiasaan. Sosiologis fokus terhadap masyarakat dan proses sosial, melihat komunikasi sebagai bagian dari faktor sosial. Anthropogist yang tertarik pada budaya, dan ketika mereka meneliti komunikasi mereka menganggapnya sebagai aspek dari tema yang lebih besar.)2 Littlejohn mulai galau dengan sifat multidisiplin kajian komunikasi ketika dia menyadari akhirnya para ilmuwan yang berasal dari berebagai disiplin ilmu yang ada, yang memberi perhatian pada kajian komunikasi, hanya menganggap kajian komunikasi ini bukanlah kajian utama mereka. Kajian komunikasi hanya merupakan bagian kecil saja dari interest mereka sebagai suatu ilmuan dari disiplin tertentu. Littlejohn sangat merasakan kajian komunikasi hanya menjadi kajian yang punya posisi subordinat dari kajian ilmu-ilmu yang masuk kedalamnya. Kegalauan tentang multidisiplin kajian komunikasi ini juga dirasakan oleh E.M Griffin. Dalam bukunya A First Look at Communication Theory edisi 4 (tahun 2000) dia mulai menyadari tentang keterbatasan dalam mengkaji teori komunikasi karena sifat multidisiplin ini. Griffin mengatakan bahwa there's little dicipline in our disciplin (2000: 34). Hal ini terjadi karena menurutnya ilmuan komunikasi itu memiliki pandangan yang divergen tentang apa itu komunikasi, sesuai dengan bidang mereka 2



Rahardjo, Turnomo.2009. Cetak Biru Teori Komunikasi dan Studi Komunikasi di



Indonesia. Jakarta: Simposium Nasional



masing-masing. Menjadi sangat sulit kemudian untuk melakukan pemetaan wilayah kajian teori komunikasi kerane bisa saja para ilmuan ini tidak setuju pada suatu teori karena tidak sesuai dengan pengalaman mereka.3 Gugatan tentang sifat multidisiplin kajian komunikasi coba dijawab Robert T.Craig. Seorang Professor Komunikasi dari University of Colorado, melalui serangkaian penelitian. Ia menemukan banyak sekali pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan komunikasi dan banyak sekali teks book yang membahas teori-teori komunikasi. Tetapi diantara ini semua dia menemukan bahwa berbagai teori yang diajarkan dari berbagai pendidikan ini semua berjalan sendiri-sendiri, Craig menyebutnya there is no consensus on the field. Teori komunikasi sangat kaya dengan ide-ide tetapi gagal dalam jumlah cakupannya. Teori komunikasi tumbuh terus tetapi belum memberikan pemahaman apa sesungguhnya teori komunikasi itu. Craig menuliskan apa yang ditemukannya ini dalam bukunya Communicatin Theory as a Field (1999). Dengan tegas dia mengatakan bahwa communication theory is not yet a coherent field of study seems inescapable (p.64). Craig melihat bahwa tidak adanya koherensi dalam kajian komunikasi karena sifat multidisiplin yang dibawa oleh masing-masing ilmuan yang sering salah dalam penggunaannya tetapi terus dipupuk dan dipertahankan.4 Berangkat dari fakta tersebut, tiga tokoh besar dalam ilmu komunikasi Littlejohn, Griffin dan Craig mengkaji khasanah keilmuan dengan menggunakan tujuh tradisi



yaitu



retorika,



semiotika,



fenomenologi,



sibernetika,



sosiopsikologi,



sosiokultural dan kritikal. Tradisi retorika memahami komunikasi sebagai pidato publik yang indah; tradisi semiotika memahami komunikasi sebagai proses pertukaran makna melalui tanda-tanda; tradisi fenomenologi memahami komunikasi sebagai pengalaman diri sendiri dan orang lain melalui dialog; tradisi sibernetika memahami komunikasi sebagai pemrosesan informasi; tradisi sosiopsikologi memahami komunikasi 3



Ibid,. h. 2.



4



Ibid,. h. 2.



sebagai



pengaruh



antarpribadi;



tradisi



sosiokultural



memahami



komunikasi sebagai penciptaan realitas sosial; dan tradisi kritikal memahami komunikasi sebagai penolakan reflektif terhadap wacana yang tidak adil.



2) Dua cendikiawan Ilmu Komunikasi, Stephen W Littlejohn dan EM. Griffin



dapat dikatakan mempunyai sudut pandang yang sama. Hal ini sedikit banyak karena mereka sama-sama terpengaruh oleh pemikiran Robert T. Craig dalam ranah



"Tujuh



Tradisi



Komunikasi."



Keduanya



mengembangkan



pengelompokan teori-teori komunikasi menggunakan ketujuh tradisi tersebut. Littlejohn yang semula mempunyai struktur berpikir menggunakan "The Level of Communication" dalam pengelompokan teori-teori komunikasi berdasarkan , terpengaruh oleh pemikiran Craig dan mengubah struktur berpikirnya. Hal ini dapat dilihat dari perubahan besar yang terjadi dalam edisi 8 (2005) buku Littlejohn, "Theories of Human Communication," dia merubah secara keseluruhan struktur berpikirnya yang telah dituangkan dalam 7 edisi sebelumnya. Hal serupa juga terjadi pada struktur berpikir EM Griffin seorang profesor emeritus komunikasi dari Wheaton Collage, Illionis. Beliau juga merubah tatanan bangunan teori dalam bukunya A First Look at Communication Theory mulai edisi 4 (2000) dari bukunya hingga edisi 7 terbitan 2009.5 Lain ladang lain belalang, begitulah kiranya penulis menggambarkan situasi pemikiran dari dua cendikiawan besar Ilmu Komunikasi tersebut. Meskipun samasama terpengaruh oleh pemikiran Robert T. Craig dengan "Seventh Traditions", kedua cendikiawan Ilmu Komunikasi, Stephen W. Littlejohn dan EM Griffin memiliki pola pemikiran yang berbeda. "Theories of Human Communication", karangan Littljohn untuk edisi ke 7 ke atas menggunakan tujuh tradisi dalam pengelompokan teori-teori komunikasi 5



yang



ada.



Dari



segi



pengemasan,



Littlejohn



berusaha



Utari, Prahastiwi. 2012. Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi.



id.shvoong.com



untuk



membenturkan tiap teori dari tradisi-tradisi yang ada sehingga tercipta semacam pola saling berlawanan diantara tradisi-tradisi yang ada. Berbeda halnya dengan Littlejohn, Griffin dalam "A First Look at Communication Theory," memang melakukan pengelompokan yang sama dengan apa yang digunakan oleh Littejohn akan tetapi Griffin mengemasnya dengan cara mengurutkan teori-teori tersebut mulai dari teori yang bersifat obyektif hingga yang lebih bersifat interpretatif. Objektif yang dimaksud disini adalah bahwa pengetahuan selalu mencari standarisasi dan kategorisasi. Dalam hal ini, para peneliti melihat dunia sedemikian rupa sehingga peneliti lain yang menggunakan cara atau metode melihat yang sama akan menghasilkan kesimpulan yang sama pula. Dengan kata lain, suatu replikasi atau penelitian yang berulang-ulang akan selalu menghasilkan kesimpulan yang persis sama sebagaimana penelitian dalam ilmu pengetahuan alam (natural sciences). Penelitian yang menggunakan metode objektif sering disebut dengan penelitian empiris (scientific scholarship) atau positivis. Perlu ditegaskan disini bahwa apa yang dikenal selama ini sebagai tipe penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif masuk dalam kategori penelitian objektif positivis ini. Sedangkan interpretatif yang dimaksud oleh Griffin disini adalah sifat subjektif. Jika metode objektif (penelitian kuantitatif/kualitatif) bertujuan membuat standarisasi observasi maka metode subjektif (penelitian interpretatif) berupaya menciptakan interpretasi. Jika ilmu pengetahuan berupaya untuk mengurangi perbedaan diantara para peneliti terhadap objek yang diteliti maka para peneliti humanistik berupaya untuk memahami tanggapan subjektif individu. Pendekatan interpretatif memandang metode penelitian ilmiah tidaklah cukup untuk dapat menjelaskan 'misteri' pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian. Kebanyakan mereka yang berada dalam kelompok ini lebih tertarik pada kasus-kasus individu daripada kasus-kasus umum.6



3) Chapter map yang selalu digambarkan oleh Littlejohn, sedikit banyak



memberikan sebuah gambaran singkat dari pola pikir yang ia gunakan. Selain selalu 6



Morrisan, M. A. 2009. Teori Komunikasi dan Paradigma Penelitian serta Tinjauan



Terhadap Analisa Wacana dan Bingkai. teorikomunikasi-morissan.blogspot.com



menggunakan "seventh traditions" dalam penyusunan tiap chapter map dalam buku "Theories of Human Communication". Littlejohn juga menyusun pola-pola tertentu di tiap chapternya dalam mengemas teori-teori dalam tiap tradisi yang dia gunakan. Ketika menyusun sebuah chapter map, Littlejohn akan mengemasnya menjadi sebuah urutan seperti halnya Griffin menyusun urutan teori-teorinya dalam buku "A First Look at Communication Theory." Teori-teori dalam chapter map Littlejohn disusun sedemikian rupa hingga memiliki urutan dari yang bersifat objektif menuju ke arah teori-teori yang lebih bersifat subjektif. Berbeda halnya dengan chapter map yang sudah Littlejohn susun. Dalam uraian tentang teori-teori dalam tiap chapternya, Littlejohn



tidak lagi menggunakan pola seperti itu. Littlejohn dalam bagian



penjelasannya, mencoba sebuah pola yang, menurut hemat penulis, dapat dikatakan cukup unik yaitu dengan pola membenturkan teori-teori yang Littlejohn gunakan. Dengan adanya pembenturan semacam ini, littlejohn bermaksud untuk memberikan sebuah perspektif baru dimana tiap teori mempunyai kelebihan dan kekurangannnya masing-masing dan sampai tingkat tertentu saling melengkapi.



UJIAN MATA KULIAH PERSPEKTIF DAN TEORI KOMUNIKASI



Disusun Oleh: Lukman Nusa S221108007



PASCA SARJANA ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012