Pertemuan 5 Pusat Pertanggungjawaban Pemerintah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TATAP MUKA 5 MEDIA PEMBELAJARAN Pada tatap muka ke-5, media pembelajaran yang digunakan adalah berupa: Modul Materi, Slide Presentasi, Conference, Video Pembelajaran. Link slide: Link video pembelajaran:



PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN DI PEMERINTAH: TEORI DAN APLIKASI TUJUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN Setelah membaca materi ini, mahasiswa diharapkan untuk mampu: 1. Memahami konsep pusat pertanggungjawaban di pemerintah 2. Menjelaskan jenis-jenis pusat pertanggungjawaban di pemerintah 3. Memahami aplikasi pusat pertanggungjawaban di pemerintah 4. Memahami contoh-contoh pusat pertanggungjawaban di organisasi pemerintah URAIAN MATERI PENDAHULUAN Sistem Salah satu agenda reformasi di Indonesia adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governmence). Menurut Triyono (2007) dalam Evayanti (2009) prinsip prinsip pemerintahan yang baik meliputi: (1) akuntabilitas (accountability) yang diartikan sebagai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya, (2) keterbukaan dan transparansi (openness and transparency) dalam arti masayarakat tidak hanya dapat mengakses suatu kebijakan tetapi juga ikut berperan dalam proses perumusannya. (3) ketaatan pada hukum, dalam arti seluruh kegiatan didasarkan pada aturan hukum yang berlaku dan aturan hukum tersebut dilaksanakan secara adil dan konsisten, (4) partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan. Terdapat perbedaan dalam sistem pemerintahan lama dengan yang baru. Letak perbedaannya diantaranya pada sistem pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah. Sistem yang baru mengacu pada akuntabilitas publik, yaitu pelaporan pertanggungjawaban pemerintahan daerah ditujukan pada pemerintahan pusat dan masyarakat melalui Dewan



Perwakilan



Rakyat



Daerah



(DPRD).



Dalam



sistem



pemerintahan



yang



lama,



pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah hanya kepada pemerintahan pusat saja. Pada saat ini bangsa Indonesia sedang memasuki masa transisi pemerintahan dari sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik menuju sistem pemerintahan yang bersifat desentralistik sebagai perwujudan dari prinsip demokrasi, peran masayarakat, pemerataan, keadilan serta memperhatikan potensi keanekaragaman daerah. Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi tahun 1999 adalah salah satu pihak membebaskan pemerintahan pusat dari beban – beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kencenderungan global dan mengambil manfaat darinya. Pada saat yang sama, pemerintahan pusat diharapkan lebih berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di pihak lain dengan adanya desentralisasi, akan terjadi proses pemberdayaan, kemampuan, prakarsa dan kreativitas yang muncul dari daerah, sehingga kemampuan mengatasi berbagai masalah ekonomi daerah akan semakin kuat (Rasyid 2002; dalam Evayanti 2009) Pelaksaan otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001 memunculkan jenis akuntabilitas baru, sesuai dengan UU nomor 22 tahun 2009 dan UU nomor 25 tahun 1999 yang masing – masing disempurnakan oleh UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah. Dalam hal ini terdapat tiga jenis pertanggungjawaban keuangan daerah yaitu, (1) pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan



dekonsentrasi, (2) pertanggungjawaban



pembiayaan



dan



pelaksanaan



tugas



pembantuan,



(3)



pertnggungjawaban



anggaran



pendapatan dan belanja daerah (APBD). Sementara itu di tingkat pemerintahan pusat, pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) (dalam Sadjiaro, 2000). Semangat reformasi di bidang politik, pemerintahan dan pembangunan serta kemasyarakatan telah mewarnai upaya pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan mewujudkan administrasi negara yang mampu mendudukung kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaran pemerintahan dan pembangunnan



dengan menerapkan prinsip good



govermance. Maka diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna. Perlunya sistem pertanggungjawaban atas segala proses tindakan–tindakan yang dibuat dalam rangka mewujudkan tata tertib menuju instrumen akuntabilitas daerah.



SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK Pengendalian manajemen merupakan keharusan dalam suatu organisasi mempraktikan desentralisasi. Menurut Anthony dan Govindarajan dalam buku management control system, mendefiniskan sistem pengendalian manajemen yaitu: “Sistem pengendalian manajemen adalah struktur dan proses sistematis yang terorganisir yang digunakan oleh manajemen untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan operasi organisasi sesuai dengan strategi dan kebijakan organisasi”. Pengendalian manajemen menurut Halim, dkk. (2003:8) adalah “Pengendalian manajemen adalah proses dimana manajer memengaruhi anggotanya untuk melaksanakan strategi organisasi”. Pengendalian



mengukur



pedoman



pelaksana



kerja



atau



prestasi



dengan



membandingkan terhadap rencana dan tujuan. Mesikipun perencanaan dilakukan terlebih dahulu, tetapi tidak akan berhasil dengan sendirinya, tanpa bantuan dari pengendalian manajemen. Rencana membimbing pemimpin yang memakai sumber–sumber untuk mencapai tujuan. Sedangkan pengendalian memonitor kegiatan untuk menemukan apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sistem pengeendalian mempunyai beberapa elemen-elemen adalah sebagai berikut: 1. Detector atau sensor yakni suatu alat yang mengindefikasikan apa yang sedang terjadi dalam suatu proses yang sedang dikendalikan. 2. Assessor atau pembanding yakni suatu alat untuk menentukan ketepatan. Biasanya ukuran yang dipakai adalah dengan membandingkan kenyataan dan standar yang telah ditetapkan atau dari apa yang seharusnya terjadi. 3. Efector yakni alat yang digunakan untuk mengubah sesuatu yang diperoleh dari assessor. 4. Jaringan komunikasi yakni alat yang mengirim informasi antara detector dan assessor dan antara assessor dan efektor. Pengendallian manajemen merupakan beberapa bentuk kegiatan perencanaan dan pengendalian kegiatan yang terjadi pada suatu organisasi. Pengendalian manajemen melibatkan hubungan antara atasan - bawahan. Pengendalian dilakukan mulai dari tingkat atas hingga bawah. Proses ini meliputi tiga aktivitas, yaitu: 1. Komunikasi: agar bawahan bertindak secara efektif 2. Motivasi: bawahan harus diberi motivasi untuk menyelesaikan tugas 3. Evaluasi: efesien atau efektifnya seorang bawahan melakukan tugasnya harus



dievaluasi terlebih dahulu oleh manajer. Sistem



pengendalian



manajemen



sektor



publik



berfokus



pada



bagaimana



melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisen sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Sistem pengendalian manajemen tersebut harus di dukung dengan perangkat yang lain berupa struktur organisasi yang sesuai dengan perangkat yang lain berupa struktur organisasi yang sesuai dengan tipe pengendalian manajemen yang di gunakan, manajemen sumber daya manusia, dan lingkungan yang mendukung. Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat pertanggungjawaban (responsibility centers). Struktur organisasi harus sesuai dengan desain sistem pengendalian manajemen, karena sistem pengendalian manajemen berfokus pada unit-unit organisasi sebagai pusat pertanggungjawaban. Pusat-pusat



pertanggungjawaban



tersebut



merupakan



basis



perencanaan,



pengendalian, dan penilaian kinerja. Manajemen sumber daya manusia sudah di lakukan sejak proses perekrutan sampai pemberhentian karyawan. Selama proses tersebut telah mengatur sedemikian rupa proses seleksi, pengembangan, pelatihan, dan promosi yang sesuai agar karyawan dapat berprilaku sesuai dengan tujuan organisasi. Terakhir, faktor lingkungan meliputi kestabilan politik, ekonomi, sosial, keamanan, dan sebagainya (Mardiasmo, 2009). Mardiasmo (2009) membagi aktivitas pengendalian manajemen, meliputi: 1. Perencanaan 2. Koordinasi antar berbagai bagian dalam organisasi. 3. Komunikasi informasi 4. Pengambilan keputusan 5. Motivasi orang-orang dalam organisasi agar berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi 6. Pengendalian 7. Penilaian kinerja Sedangkan Mahmudi (2007) membagi sistem pengendalian manajemen terdiri atas dua bagian yaitu proses pengendalian manajemen dan struktur pengendalian manajemen. Proses pengendalian manajemen merupakan tahap-tahap yang harus dilalui untuk mewujudkan tujuan organisasi yang hendak dicapai. Proses pengendalian manajemen terdiri dari atas beberapa tahap yaitu: 1. Perumusan strategi 2. Perencanaan strategis 3. Pembuatan program 4. Penganggaran



5. Implementasi 6. Pelaporan kinerja 7. Evaluasi kinerja 8. Umpan balik Tahapan dalam proses pengendalian manajemen tersebut merupakan sebuah siklus yang mengalir secara berurutan yang selalu berproses dari awal sampai kembali ke siklus awal lagi. Siklus tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:



tg c k B m U E v lu a rjP e siK d y n o p IS



Gambar 1. Proses Pengendalian Manajemen Organisasi Sektor Publik Sumber: Mahmudi, 2007, hlm.59



Proses pengendalian manajemen tidak bisa dilaksanakan tanpa ada dukungan dari struktur pengendalian manajemen. Struktur pengendalian manajemen merupakan jaringan yang dimiliki organisasi untuk sarana melaksanakan proses pengendalian manajemen (Mahmudi, 2007). Struktur pengendalian manajemen terdiri atas tiga elemen, yaitu: 1. Pusat pertanggungjawaban; 2. Kompensasi; 3. Jejaring informasi. STRUKTUR PENGENDALIAN MANAJEMEN Lingkungan pengendalian manajemen dipengaruhi oleh faktor - faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengendalian manajemen yang meliputi organisasi dan pusat pertanggung jawaban. Suatu organisasi juga dibagi menjadi



bagian-bagian yang disebut pusat pertanggung jawaban, yakni suatu unit yang membawahi suatu tugas tertentu. Pusat pertanggungjawaban manurut Antony dan Govindarajan adalah sebagai berikut. “Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan tentu dalam rangka melaksanakan sebagian kegiatan-kegiatan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya”. Adapun tujuan dibuatnya pusat - pusat pertanggungjawaban manurut Mardiasmo (2009), yaitu: 1. Sebagai basis perencanaaan, pengendalian, dan penilaian kinerja manajaer dan unit organiasasi yang dipimpinnya. 2. Untuk memudahkan mencapai tujuan organisasi. 3. Memfasilitasi terbentuknya goal congruence. 4. Mendelegasikan tugass dan wewenang ke unit-unit yang memiliki kompetensi sehingga mengurangi beban tugas manajer pusat. 5. Mendorong kretivitas dan daya onovasi bawahan. 6. Sebagai alat untuk melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisien. 7. Sebagai alat pengendalian manajemen. KONSEP PUSAT PERTANGGGUNGJAWABAN DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK Konsep pusat pertanggung jawaban merupakan wujud dari model pengambilan keputusan secara terdesentralisasi. Organisasi yang dibagi kedalam pusat-pusat pertanggungg jawaban



akan



mempengaruhi



sistem



akuntansi



yang



diterapkan.



Sistem



akuntansi



pertanggungjawaban adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai setiap pusat pertangggung



jawaban



menurut



informasi



yang



dibutuhkan



para



manajer



untuk



mengoperasikan pusat pertanggunjawaban mereka. Secara garis besar pusat pertanggungjawaban pada organisasi sektor publik dibedakan menjadi empat (Mardiasmo, 2009), sebagai berikut: a. Pusat Biaya (Expense Center) Pusat biaya adalah pusat pertanggunjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan bukan nilai output yang dihaslkan. Pada pusat standar biaya manajer bertanggung jawab hanya terhadap biaya (Hansen dan Mowen, 2007. Dan Hilton 2008). Suatu unit organisasi dianggap sebagai pusat biaya apabila ukuran kinerja



dinilai berdasarkan biaya yang telah digunakan (bukan nilai Output yang dihasilkan). Contohnya : kementian pendidikan, dinas pekerja umum, dan sebagainya. b. Pusat Pendapatan (Revenue Center) Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan poendapatan yang dihasilkan sebagaimana pada organisasi perusahan manajer pada pusat pendapatan hanya bertanggungjawab terhadap penjualan (Hansen dan Mowen, 2007. Hilton, 2008). c. Pusat Laba (Profit Center) Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang menandingkan input ( expense) dengan output (revenue) dalam sartuan moneter. Kinerja manajer dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan. Contohnya adalah BUMN dan BUND, objek pariwisata milik PEMDA, bandara, dan pelabuhan. d. Pusat Investasi (Investment Center) Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban yang presasi majernya dinilai berdasarkan



laba



yang



dihasilkan



dengan



investasi



yang



ditanamkan



pada



pusat



pertangguungjawaban yang dipimpinnya. Sedangkan menurut literatur akuntansi menejemen seperti (Hansen dan Mowen, 2007; Hilton, 2008) menambahkan satu pusat pertanggungjawaban lagi, selain empat pusat pertanggung jawaban diatas, yaitu pusat beban terbatas (discretionary expense center). Pusat beban terbatas (discretionary expense center) merupakan unit yang menghasilkan output yang tidak dapat diukur secara finansial atau bagi unit yang tidak ada hubungannya yang kuat antara pemakaian sumber (input) dan hasi yang di capai (output). Contoh dari pusat beban terbatas dalam organisasi perusahaan adalah depatemen administrasi dan umum, departemen penelitian dan pengembangan, dan beberapa aktifitas pemasaran seperti periklanan, promosi, dan pengundangan. Akan tetapi, karena lemahnya hubungan antara input dan output dalam departemendepartemen tersebut, kita tidak dapat menentukan apakah mereka bekerja secara efisien atau tidak. Oleh karena itu, pembuatan output dalam jumlah tertentu secara nyata dengan memimta input secara minimal. Bagi departemen administrasi dan umum, menjadi lebih sulit untuk mengukur output, sehingga tidak satupun dari efisiensi dan afektifitas yang dapat ditentukan. Oleh karena itu, perusahaan umumnya mengendalikan departemen seperti ini dengan memonitor jumlah sumber daya yang disediakan bagi mereka-spending, orang dan peralatan, dari pada hasil yang mereka capai.



Bagaimana dengan organisasi sektor publik (pemerintahan)? Apakah mungkin ada pusat beban terbatas? Sepengetahuan penulis belum ada literatur akuntansi sektor publik yang membahas pusat beban terbatas didalam organisasi sektor publik. Berdasarkan definisi diatas, dikatakan bahwa pusat beban terbatas adalah unit yang menghasilkan output yang tidak dapat diukur secara finansial atau bagi unit yang tidak ada hubungannya yang kuat antara pemakaian sumber (input) dan hasil yang dicapai (output). Ukuran finansial yang maksud karena pada organisasi bisnis tujuan organsasinya adalah mencari laba (profit), sedangkan pada organisasi sektor publik tujuan utamanya adalah untuk pelayanan publik sehingga tolak ukurnya lebih bersifat non keuangan. Walaupun ada tujuan finansialnya semuanya dalam rangka untuk pelayanan publik. Pusat



pertanggungjawaban



ini



lebih



bersifat



pusat



yang



mendukung



pusat



pertanggungjawaban lainnya, karena terdapat pemakaian sumber daya (input) namun tidak ada hubungan langsung yang kuat dengan output yang dicapai. Dalam konteks unit kerja setingkat bagian/bidang dalam dinas, terdapat bagian tata usaha yang banyak mengurusi belanja administrasi untuk mendukung operasional dinas secara keseluruhan, namun tidak bisa diukur efesiensi dan efektifitasnya terdapat fungsi organisasi secara keseluruhan. Namun demikian penulis mengakui ada atau tidaknya implementasi pusat beban terbatas pada organisasi sektor publik masih perlu dikaji lagi. Tanpa membedakan ke empat jenis pusat pertanggungjawaban diatas, Mahmudi (2007) membagi pusat petanggungjawaban pada organisasi sektor publik menjadi dua klasifikasi,yaitu pusat pelayanan dan pusat misi. Pusal pelayanan menghasilkan output yang digunakan untuk mendukung kerja pusat pertanggungjawaban lainnya (support center), sedangkan pusat misi menghasilkan output yang membantu secara langsung dengan pencapaian tujuan organisasi. Pusat pelayanan dapat berbentuk pusat biaya atau pusat laba. Pada organisasi sektor publik, pusat pelayanan sebagai pusat laba tidak hanya semata-mata mengejar laba, sehingga tujuan pusat laba ini hanya sekedar mencapai break event atau sekedar pemulihan biaya (control cost recovery). Pusat misi dapat berupa pusat laba, meskipun terdapat juga berbentu pusat pendapatan atau pusat biaya. Misalnya,pada rumah sakit yang dapat dikategorikan sebagai pust pelayanan adalah bagian administrasi umum, bagian akuntansi, laundry, bagian kebersihan dan bagian pelayanan akses, sedangkat pusat misi contohnya adalah laboraturium, bagian apotek, bagian radiologi, dan sebagainya. Suatu organisasi besar, seperti pemerintah daerah, dapat dianggap sebagai suatu pusat pertanggungjawaban. Pusat petanggungjawaban besar tersebut dapat di pecah-pecah lagi



menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban yang lebih kecil hingga pada level pelayanan atau program misalnya dinas-dinas, unit pelaksanaan teknis (UPT) dan bagian atau bidang atau seksi. Pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut kemudian menjadi dasar untuk perencanaan dan pengendalian anggaran serta penilaian kinerja pada unit yang bersangkutan. Struktur pusat pertanggungjawaban hendaknya sejalan dengan program atau struktur aktivitas organisasi. Tiap pusat pertanggungjawaban bertugas untuk melaksanakan program atau



aktifitas



tertentu,



dan



penggabungan



dari



program-program



dari



tiap



pusat



pertanggungjawaban tersebut seharusnya mendukung program pusat pertanggungjawaban pada evel yang lebih tinggi, sehingga pada akhir tujuan umum organisasi dpat tercapai. Manajer pusat pertanggungjawaban, sebagai budget bolder, memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan anggaran. Pusat pertanggungjawaban memperoleh sumber daya input berupa tenaga kerja, material, dan sebagainya dimana diharapkan dapat menghasilkan output dan bentuk barang atau pelayanan pada tingkat kualitas dan kuantitas tertentu. Dalam rangka pengendalian biaya, anggaran biaya harus disusun sesuai dengan tingkatan manjemen dalam organisasi. Tiap-tiap manajer pusat biaya harus mengajukan rancangan anggaran biaya untuk pusat pertanggungjawaban yang pimpinannya karena manajer pusat pertanggungjawaban yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan aktifitas pelanan masyarakat. Anggaran biaya yang disusun dengan pendekatan top-down dan bottom-up akan menimbulkan komitmen dalam diri para manajer untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Masing-masing manajer akan merasa bawha anggaran tersebut adalah anggarannya dan mereka bersedia dinilai dengan tolak ukur anggaran tersebut. Anggaran yang partisipatif seperti inilah yang cocok untuk penerapan akuntansi pertanggungjawaban. Untuk memenuhi akuntansi pertanggungjawaban, biaya-biaya dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban harus di klasifikasi menurut controllability atau dapat tidaknya biaya tersebut dikendalikan olehmanajer pusat pertanggungjawaban. Dengan demikian terdapat biaya terkendali dan biaya tidak terkendalikan. Suatu biaya dikatakan terkendali jika biaya tersebut dapat dipengaruhi secara signifikan oleh seorang manajer pusat pertanggungjawaban dalam jangka waktu tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setidak-tidaknya dikendalikan suatu biaya selalu dihubungkan dengan tingkatan manajemen dan jangka waktu. Suatu biaya tidak terkendalikan oleh manajer bagian tertentu mungkin terkendalikan oleh manajer departemen yang membawahinya atau oleh manajer bagian lain. Sebaliknya suatu biaya yang terkendalikan oleh manajer suatu departemen belum tentu terkendalikan oleh manajer bagian bawahnya. Dalam



hubungannya dengan waktu, seluruh biaya dalam jangka panjang akan terkendalikan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi. Anggaran yang telah disusun oleh para manajer merupakan suatu bentuk komitmen mengenai seberapa besar tanggung jawab dan wewenangnya atas pemakaian dan pengolahan sejumlah sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh organisasi yang dibebankan kepadanya. Sedangkan laporan realisasi anggaran akan menunjukkan sejauh mana prestasi manajer tersebut dalam melaksanakan komitmennya seperti yang telah dituangkan dalam anggaran unit organisasi. Laporan pertanggungjawaban harus menyajikan jumlah anggaran dan jumlah aktual dari pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi harus menjadi perhatian yang penting dan hal tersebut merupakan hakikat dari management by exception.



Komunikasi



reguler



antara



penyaji



laporan



dengan



pengguna



laporan



pertanggungjawaban harus selalu dilakukan untuk memastikan relevansi dari informasi yang disajikan tersebut. Lebih lanjut, laporan pertanggungjawaban harus diterbitkan dengan dasar waktu yang efisien dan efektif. Dalam penyajian laporan pertanggungjawaban selisih yang terjadi antara aktual dengan anggaran harus dianalisis dan diselidiki sebab terjadinya. Selisih dapat disebaban oleh kesalahan atau penyimpangan di dalam pelaksanaan atau karna standar nya sendiri yang salah. Selisih yang disebabkan oleh kesalahan standar dikenal dengan planning variance, sedangkan selisih yang disebabkan oleh kesalahan atau penyimpangan didalam pelaksanaan dikenal dengan control variance. Control variance dapat disebabkan oleh faktor-faktor diluar kendali manajer yang bersngkutan sehingga tidak mencerminkan prestasi manajer tersebut dan faktor-faktor yang berada dalam kendali manajer yng bersangkutan sehingga mencerminkan prestasinya. Setelah laporan realisasi anggaran disusun oleh masing-masing unit organisasi (pusat pertanggungjawaban), maka evaluasi dan analisis laporan realisasi anggaran menjadi tugas manajemen puncak. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara anggaran daengan laporan realisasi anggaran harus dianalisis sedemikian rupa sehingga tindakan-tindakan korwktif dapat dilakukan secara efektif dan penghargaan atau sanksi yang pantas diberikan kepada manajer yang bersangkutan. Informasi berupa hasil analisis inilah yang kemudian dapat menunjukkan keefisienan dan keefektifan penerapan akuntansi pertanggungjawaban dalam pengendalian manajemen. PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KINERJA



PENGKURAN



Pusat pertanggungjawaban adalah alat yang sangat vital untuk pelaksanaan dan pengendalian anggaran. Untuk mengarahkan keputusan manajer dan mengevaluasi kinerja manajer dan pusat-pusatnya kita membutuhkan sebuah pengukuran kinerja. Oleh kerena itu pusat pertanggungjawaban adalah basis pengukuran kinerja, yaitu membandingkan antara apa yang telah dicapai oleh unit organisasi dengan anggaran yang telah ditetapkan. Dua alasan manajer perlu melakukan pengukuran kinerja pada unit kerja (desentralisasi) yaitu terkait dengan kesesuaian tujuan dan masalah eksternal. a. Masalah Kesesuaian Tujuan Hilton ( 2008) menjelaskan bahwa hasil dari kesesuaian tujuan adalah ketika manajer sub unit membantu organosasi dalam memenuhi tujuannya sesuai degan yang ditetapkan oleh manajemen puncak. Dalam konteks organisasi pemerintah di Indonesia, yang menerapkan penganggaran berbasis kinerja, pengukuran kinerja mutlak diperlukan. Pengukuran kinerja dalam organisasi sector publik dilakukan untuk mengukur value for money (3E) program dan kegiatan yaitu : ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Tanpa adanya pengukuran kinerja akan sulit untuk mengidentivikasi apakah suatu program atau kegiatan dinyatakan berhasil atau gagal, atau dengan kata lain sesuai atau tidak sesuai dengan tujuan yang telah diirencanakan. b. Masalah eksternalitas Interaksi antara unit-unit organisasi mengenal permasalahan ketika unit lokal berfokus pada pengukuran kinerja individu. Ketika interaksi ada tindakan individu memengaruhi tidak hanya mengukur kinerjanya sendiri tetapi juga mengukur kinerja unit yang lain. Kinerja unit disentralisasi yang juga memengaruhi pengukuran kinerja dari sebuah unit individu. Penerapan balanced scorecard (BSC) dapat menjadi cara untuk menilai pengukuran kinarja, karena BSC memiliki pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan, yang sesuai dengan karakteristik organisasi sektor publik. IMPLEMENTASI PUSAT PERTANGGGUNG JAWABAN DI ORGANISASI PEMERINTAHAN Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa saat ini sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem desentralisasi dengan otonomi daerah. Pengaruh sistem desentralisasi pada organisasi pemerintahan adalah dengan dibentuknya pusat-pusat pertanggungjawaban. Menurut Mardiasmo (2009) pusat pertanggungjawaban di organisasi sektor publik dibagi menjadi empat yaitu, pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba dan pusat investasi. Sedangkan literatur akuntansi manajemen kontemporer membagi pusat pertanggungjawaban menjadi lima, yaitu selain empat pusat pertanggungjawaban di atas, juga ada pusat beban terbatas. implementasi pusat pertanggungjawaban pada organisasi selctor publik tidak hanya



dilihat dari fungsi dan kewenangannya, tetapi juga ukuran kinerja yang digunakannya. Penjelasan mengenai implementasi pusat pertanggungjawaban dalam organisasi pemerintahan adalah sebagai berikut. 1. Pusat Biaya. Hampir sebagian besar unit organisasi dalam organisasi pemerintahan merupakan pusat biaya, karena memang tujuan utama organisasi sector publik adalah pelayanan publik. Ukuran kinerja yang digunakan untuk menilai unit organisasi sebagai pusat biaya adalah seberapa besar input yang digunakan oleh unit organisasi tersebut untuk mencapai atau menghasilkan output tertentu pula baik berupa fisik maupun nonfisik, tanpa memperhitungkan tingkat pengembalian secara finansialnya. Pada pusat biaya efisiensi dapat ditetukan dengan membandingkan antara input yang digunakan dengan output yang dihasilakan atau dengan standar biaya yang telah di tetapkan. Sedangkan efektifitas unit organisasi dapat di tentukan dengan misalnya, mengukur tingkat keterjangkauan, kualitas dan kapuasan publik dari output yang telah dihasilkan tersebut dengan metode survei. Jadi, pada sebagian besar unit organisasi sektor publik yang merupakan pusat biaya akan menghasilkan defisit anggaran pada laporan realisasi anggarannya karena memang sebagai organisasi pengguna dana. Walaupun ada potensi untuk memperoleh atau berfungsi memungut pendapatan, biasanya jumlahaya jauh lebih kecil daripada jumlah belanjanya. Selain itu juga, fungsi sebagai penghasil pendapatan bukanlah tujuan utama dari unit organisasi tersebur. Contoh dari pusat biaya ini adalah pada pemerintah pusat seperti Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, dan pebagainya. Sedangkan pada pemerintah daerah adalah Dinas Pendidikan Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan sebagainya. 2. Pusat Pendapatan. Pusat pendapatan adalah unit organisasi yang prestasi manajernya dinila berdasarkan pendapatan yang dihasilkan. Pada organisasi sector publik, unit organisasi yang berfungsi sebagai pusat pendapatan adalah unit organisasi nyang tujuan utamanya adalah memungut dan menghasilkan pendapatan. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada imput yang digunakan (biaya), namun semua sumber daya yang digunakan (misalnya adalah angggaran) digunakan dalam rangka untuk melaksanakan pemungutan, ekstensifikasi dan intensifikasi pendapatan. Pada organisasi pemerintah pusat, unit organisasi yang berfungsi sebagai pusat pendapatan adalah



kementrian keuangan,



terutama untuk dirjen pajak, dan dirjen Bea dan Cukai. Kedua direktorat tersebut bertugas untuk melaksanaka pemungutan sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Sedangkan dalam kontek pemerintah daerah, unit organisasi yang berfungsi pada pusat pendapatan adalah bagian pendapatan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset



Daerah (DPPKAD dan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT). Meskipun, pada satuan kerja (dinas yang lain ada yang menjalankan fungsi pendapatan, seperti retribusi terminal menjad tanggung jawab Dinas Perhubungan, namun bagian pendapatan pada DPPKAD tep melakukan koorndinasi dan membantu kesatuaan kerja tesebut untuk melakukan pemungutan pendapatan. Kinerja pendapatan pemerintah daerah secara keseluruhan tetap menjadi tanggung jawab dari bagian pendapatan DPPKAD. 3. Pusat Laba. Yaitu organisasi yang berfungsi menghasilkan laba untuk membantu meningkatkan pendapatan daerah untuk menjalankan pelayanan publik. kinerja manajer dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan. Biasanya unit organisasi ini adalah unit bisnis milik pemerintah atau sebagian usahanya dimiliki pemerintah atau sebagian sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Pada unit orgnaisasi ini, proses pembiayaannya tunduk pada aturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan keuangan Negara atau daerah, sedangkan operasionalnya organisasi bisnis. Contohnya adalah BUMN dan BUMD, objek pariwisata milik pemda, bandara, dan pelabuhan. 4. Pusat Investasi. Pusat investasi adalah pasat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan laba yang dihasilkan dikaitkan dengan investasi yang ditanamkan pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Tujuan investasi yang dilakukan oleh organisasi sektor privat berbeda dengan organisasi sektor publik. Pada organisasi sektor privat, investasi dilakukan bertujuan uatuk memperoleh imbalan (return) dari modal yang ditanamkan. Tentu saja, pengertian investasi tersebut tidak bisa ditujukan untuk organisasi sektor publik. Hartono (2009) mengartikan investasi adalah pengorbanan konsumsi pada masa saat ini untuk memperoleh manfaat di masa mendatang. Pengertian tersebut lebih sesuai untuk konteks organisasi sektor publik. Investasi pada organisasi sektor publik diartikan sebagai pengorbanan koasumsi (berupa anggaran belanja modal maupun pembiayaan) uatuk memperoleh manfaat, baik berupa manfaat keuangan maupun nonkeuangan di masa mendatang. Penekanan kepada manfaat nonkeuangan lebih besar karena tujuan utama organisasi sektor publik adalah untuk pelayanan publik dan peningkatan kesejatseraan masyarakat. Dilihat dari segi manfaat yang akan diperoleh, investasi yang dilakukan oleh organisasi seksor publik tidak harus langsung menghasilkan imbalan keuangan (return), tetapi dapat juga bersifat tidak langsung yaitu apabila keputusan investasinya



dapat



meningkatkan



kualitas



dan



kuantitas



pelayanan



publik



dan



kesejahteraan masyarakat sekita sehingga nantinya akan meningkackan kapasitas anggaran pemda. Contoh investasi yang dapat menghasilkan manfaat keuangan secara langsung adalah misalnya pemda memutuskan untuk membangan pasar dan kios yang ada



di pasar tersebut disewakan atau dijual dengan cara kredit kepada pedagang yang memanfaatkan pasar tesebut. Hasil investasi berupa pasar dapat langsung diterima oleh pemda berupa keuntungan sewa atau keuntungan atas penjualan secara kredit. Apabila tanggung jawab investasi tersebut berada pada bagian aset di DPPKAD atau bagian umum di sekretariat daerah, maka bagian aset bagian umum disebut 20 merupakan pusat lavestasl. Unit organisasi tesebut alan bertanggung jawab dasimulai pembangunan, promosi, pemasaran hingga penagihan atau angsuran kreditnya sampai jangka waktu investasinya berakhir. Di sisi lain, beda peadapatan sebagai pusat pendapatan dapat memanfaatkan keberadaan pasar tersebut untuk memungut retribusi pasar dan parkir. Sedangkan contoh investasi yang tidak langsung menghasilkan manfaat keuangan dapat meningkadkan pelayanan publik acaa kesejahteraan masyarakat adalah pembangunan jalan untuk akses desa terpencil. Mungkin, pemda tidak bisa menghitung manfaat ekonomis dari pembangunan jalan tersebut secara langsung, namun keberadaan jalan tersebut akan meningkatkan perekonomian masyarakat desa tersebut. Apabila perekonomian masyarakat meningkat, tentunya akan diiringi dengan peningkatan perputaran barang dan jasa. Peningkatan tersebut nantinya akan dapat dimanfaatkan pemda untuk meningkatkan pajak dan retribusi daerah. Untuk pengelolaan dan pemeliharaan jalan dapat diserahkan kepada Dinas Bina Marga atau Pekerjaan Umu namun bagian aset atau bagian umum tetap harus melakukan kajian untuk menghitung multiplier effect yang dihasilkan oleh jalan tersebut. Sedangkan



Literature



Akuntansi



Manajemen



Kontemporer



membagi



pusat



pertanggungjawaban menjadi 5, juga ada pusat beban terbatas. 5. Pusat Beban Terbatas. Pusat beban terbatas (discretionary expense center) merupakan unit yang menghasilkan output yang tidak dapat diukur secara finansial atau bagi unit yang tidak ada hubungan yang kuat antara pemakaian sumber (input) dan hasil yang dicapai (output). Sebagaimana penulis katakan di atas bahwa implementasi pusat beban terbatas pada organisas "pemerintahan perlu dikaji lagi. Namun, penulis yakin bahwa pada organisasi sektar publik juga ada pusat beban terbatas. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa unit organisasi tersebut menggunakan sumber daya yang dimiliki organisasi tersebut namun menghasilkan output non-keuangan dan tidak berhubungan langsung dengan tugas, pokok, dan fungsi organisasi yang menaunginya. Pusat pertanggungjawaban ini lebih bersifat unit yang mendukung unit organisasi lainnya. Contoh dari pusat pertanggungjawaban ini adalah bagian sekretariat atau bagian tata usaha pada sebuah SKPD, yang bertanggung jawab atas belanja administasi kantor untuk mendukung operasional kantor seharihari serta pelaksanaan program dan kegiatan SKPD secar



keseluruhan. Kinerja unit organisasi ini tidak bisa diukur dengan tolok ukur kinerja berdasarkan urusan pemerintahan organisasinya, namun hanya bisa seberapa besar input yang digunakan atau ketercapaian target output yang direncanakan dengan input yapg terbatas. Unit organisasi ini hanya bisa diukur tingkat efisiensinya dengan menggunakan ASB, sedangkan efektivitasnya sulit untuk diukur. RANGKUMAN Topik mengenai pusat pertanggungjawaban selalu menarik untuk dibahas. Menarik karena selain berkaitan erat dengan strategi-strategi organisasi dalam mencapai tujuannya pembahasan pusat pertanggungjawaban juga memaksa kita untuk.melihat permasalahan dan sisi manajemen puncak. Sistem pengendalian manajemen mempunyai dua unsur penting yaitu: (1) Struktur pengendalian manajemen. (2) Proses pengendalian manajemen. Struktur pengendalian manajemen terdiri atas: (a) pusat-pusat pertanggungjawaban, (b) penilaian prestasi pusat-pusat pertanggungjawaban. Struktur pengendalian manajemen menggolongkan suatu organisasi ke dalam pusat-pusat pertanggungjawaban yang dapat dikelompokkan menjadi: (a) pusat pendapatan, (b) pusat biaya, (c) pusat laba, (d) pusat investasi. Pusat pertanggungjawaban digunakan untuk menunjukkan unit organisasi yang akan dikelola oleh seorang manajer yang bertanggung jawab. Efisiensi dan efektivitas merupakan dua macam kriteria yang biasa digunakan untuk menentukan prestasi suatu pusat pertanggungjawaban. Agar kegiatan dapat dilaksanakan dengan efisien, efektif, dan hemat maka kegiatan tersebut perlu direncanakan, dikoordinasi, dan dikendalikan. Pemeriksaan manajemen dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan kehematan pelaksanaan yang dilakukan oleh pusat-pusat pertanggungjawaban. Seorang manajer puncak harus dapat menetapkan jenis pusat pertanggungjawaban yang tepat bagi organisasi yang dipimpinnya sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer puncak juga harus mampu membuat kebijakan-kebijakan serta menyusun strukrur organisasi yang sesuai dengan jenis pusat pertanggungjawaban tersebut, sehingga dapat mengakomodasi kegiatan bisnis organisasi agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Penetapan jenis pusat pertanggungjawaban pada unit-unit kerja di dalam organisasi menjadi sangat krusial karena berdasarkan itulah kinerja diukur. Suatu unit kerja yang ditetapkan sebagai pusat laba, kinerjanya diukur atas laba yang dihasillcan, yaitu selisih antara penerimaan dan biaya. Semakin tinggi laba, maka kinerja dinilai semakin baik. Pada pusat pendapatan, yang menjadi dasar pengukuran kinerjanya adalah jumlah pendapatan yang



diterima, tanpa memedulikan biaya yang digunakan, sehingga semakin tinggi pendapatan maka semakin baik pula penilaian kinerja dari unit kerja tersebut. Sedangkan pada unit kerja sebagai pusat biaya, kinerjanya dinilai hanya berdasarkan biaya yang keluar. Artinya, unit kerja dinilai baik jika biaya yang dikeluarkan semakin rendah. Pusat laba adalah jenis pusat pertanggungjawaban yang terbaik. Namun perlu diketahui, pusat laba juga bukannya tanpa kelemahan. Kelemahan dari pusat laba di antaranya adalah munculnya perselisihan antar-unit bisnis mengenai harga transfer produk dan adanya kepentingan manajer unit bisnis untuk lebih memfokuskan profit jangka pendek terkait dengan penilaian kinerjanya. Untuk dapat meminimalkan akibat dari kelemahan-kelemahan, diperlukan pengawasan dan koordinasi yang bailk oleh manajemen di atasnya dalam bentuk kebijakankebijakan sehingga pelaksanaannya tidak melenceng dari tujuan organisasi.



DAFTAR PUSTAKA Evayanti, Ratna. 2009. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Dilihat dari Perspektif Akuntabilitas” Skripsi S1. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Halim, Abdul, Tjahjono Achmad dan husein, Fakhri Muh. 2003. “Sistem Pengendalian Manajemen, Edisi Ke-2. Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Halim, Abdul dan Muhammad Syam Kusufi. 2014. Teori, Konsep dan Aplikasi Akuntasi Sektor Publik Dari Anggaran Hingga Laporan keuangan, Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Jakarta : Salemba Empat. Mahsun, M., Firma Sulistyowati dan Heribertus A. P. 2007. Akuntansi Sektor Publik, edisi ke-2. Yogyakarta : BPFE UGM. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET. Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Analisis Standar Belanja : Konsep, Metode Pengembangan dan Implementasi di Pemerintah Daerah. Yogyakarta : Sekolah Pascasarjana UGM. Ulum, Ihyaul. 2008. Akuntansi Sektor Publik. Malang : UMM Press.