Peta HPS-2 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PETA HPS BUKU PANDUAN KASTRAT INSTITUSI IKATAN SENAT MAHASISWA KEDOKTERAN INDONESIA WILAYAH 2 2018



1



DISUSUN OLEH :



Anggit Tresna Rengganis Sekretaris Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Fona Qorina Staff Ahli Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Achmad Bari A. Staff Ahli Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Febrian RIzky Arilya Staff Ahli Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Bagas Pilar Staff Ahli Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Farhan Azima Staff Ahli Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Hana Oktarina Staff Ahli Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Alhayandi Deu Staff Ahli Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



Steven Marhance Staff Ahli Bidang Health Policy Studies ISMKI Wilayah 2



2



DAFTAR ISI



HALAMAN PERGERAKAN MAHASISWA DAN KASTRATISASI………….



4



MANAJEMEN ISU…………………………………………………



10



KAJIAN……………………………………………………………..



25



ADVOKASI…………………………………………………………



31



NEGOSIASI…………………………………………………………



37



MELOBI……………………………………………………………..



41



PROPAGANDA……………………………………………………..



47



3



PERGERAKAN MAAHSISWA DAN KASTRATISASI PETA HPS ISMKI WILAYAH 2



4



PERGERAKAN MAHASISWA DAN KASTRATISASI Gerakan mahasiswa. gerakannya yang massif dan berperan dalam mengoreksi setiap penyimpangan sosial dan politik serta berani membela rakyat yang tertindas atas dasar keadilan. Hal inilah yang memicu kuatnya identitas gerakan sosial pada gerakan mahasiswa sehingga dapat menjadi kekuatan pendobrak dalam proses perubahan di masyarakat. Sejarah telah mencatat bahwa gerakan mahasiswa memiliki andil yang sangat besar pada beberapa proses transisi di negara ini. A. Pergerakan Mahasiswa Perjuangan Mahasiswa Indonesia, Apakah Cukup Sampai Disini? Pemuda dan mahasiswa merupakan ujung tombak bagi perubahan bangsa ini. Pergerakan pemuda di Indonesia sangat terlihat saat mengusir para kolonial di masa penjajahan. Peranperan para pemuda dan mahasiswa ketika beberapa peristiwa penting di Indonesia, terutama saat sang elit sudah bersikap apatis kepada rakyatnya. Perjuangan Mahasiswa bukan hanya muncul dan diinisiasi dari tahun 1945 saat Indonesia Merdeka, namun jauh sebelum itu Indonesia memiliki pemuda dan penggerak yaitu mahasiswa yang selalu menjunjung tinggi hak-hak warga, dan Negara Indonesia. Pergerakan Mahasiswa di Indonesia sangat sulit untuk disaln dengan sebuah tulisan, namun secara periode, periode yang sangat terlihat jelas menginisiasi adalah periode Boedi Oetomo pada tahun 1908 1908 : Munculnya kaum pelajar di karenakan adanya politik etis dari belanda yang menerapkan prinsip edukasi, emigrasi, dan imigrasi. Munculnya kaum terpelajar turut mendorong berkembangnya organisasi-organisasi sosial,seperti boedi oetomo 1928 : Pada tahun 1922, sekumpulan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeniging yang kemudian berubah menjadi Perhimpunan Indonesia kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang dihadapi, mereka membentuk kelompok studi yang mempraktekkan ide-ide mereka dan dikenal amat berpengaruh karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926. Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, generasi baru pemuda Indonesia muncul dan tercetus Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. 1945 :



5



Tokoh pemuda dalam angkatan ini adalah Chairul Saleh dan Sukarni, mereka merupakan angkatan muda 1945 yang bersejarah, yang pada saat itu terpaksa menculik dan mendesak. Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. 1966 : Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI, Akbar Tanjung dari HMI, dan lain-lain. Angkatan '66 mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten negara. 1974 : Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer. Pasca peristiwa G30S, gerakan mahasiswa cenderung memakai konsep gerakan moral (moral force). Munculnya peristiwa malari “malapetaka 15 januari “ tahun 1974. 1978 : Setelah peristiwa “Malari”, dikeluarkan SK Pemerintah No. 028/1974 yang memberi wewenang yang lebih besar kepada pimpinan perguruan tinggi untuk mengontrol aktivitas mahasiswa di kampus, pers mahasiwa harus diawasi oleh Menteri Penerangan dan birokrat kampus, dan peraturan yang mengharuskan organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan partai untuk bergabung menjadi satu organisasi yang diatur oleh rejim. Masa NKK/BKK, Munculnya PUOK “Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan”,. 1998 : Badai krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997. Mahasiswa menemukan momentumnya seiring dengan krisis ekonomi yang terjadi tersebut. Dalam kurun waktu awal Februari sampai Mei 1998, secara kuantitatif dan kualitatif gerakan mahasiswa naik secara drastis, dari tuntutan yang sudah politis dan metode yang radikal. Pelaku gerakan pada masa ini bukan hanya organisasi-organisasi gerakan yang sudah lama bergerak sejak tahun 80an melainkan juga kalangan aktivis kampus dari organisasiorganisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, dan senat-senat fakultas. Tanggal 13 Mei, lebih dari 32 aksi di 16 kota di Indonesia serentak digelar untuk menyatakan solidaritas mempercepat proses turunnya Soeharto adalah pendudukan terhadap Gedung MPR/DPR yang dilakukan oleh puluhan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei 1998. Akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.



6



B. Definisi Mahasiswa Mahasiswa adalah agent of change, agent of control dan banyak lagi pangkat seorang mahasiswa saat ini yang penafsiran utama ialah mahasiswa hari ini adalah kaca dari bangsa sepuluh atau duapuluh tahun yang akan datang. Artinya apabila kita berfikir tentang beban dan tanggung jawab seorang mahasiswa, maka sangatlah berat untuk mereka. Karena mahasiswa saat ini adalah mahasiswa yang akan menentukan nasib bangsa di masa yang akan datang. C. Fungsi Mahasiswa  Agent of change: Mahasiswa merupakan agen perubahan Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.  Iron Stock: Mahasiswa merupakan para calon pemimpin, regenerasi dari generasi sebelumnya. Jadi, mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa.Lantas sekarang apa yang kita bisa lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut ? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya untuk masa depan.  Moral force: Mahasiswa sebagai “moral force”, kita sebagai mahasiswa berperan sebagai kekuatan moral. Gelar moral force ini diberikan kepada kita sebagai mahasiswa oleh masyarakat, sebab kitalah yang akan menjadi kekuatan moral untuk negri. Kijta sebagai mahasiswa harus memiliki acuan dasar dalam berprilaku. Acuan dasar itu adalah tingkah laku, perkataan, cara berpakaian, cara bersikap, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan moral yang baik. Semua acuan itu harus kita perbaiki agar kita memiliki moral yang baik, bukanya moral yang buruk. Disinilah kita dituntut untuk keintelektualan kita dalam kekuatan moral kita didalam masyarakat.  Guardian of Value: Mahasiwa sebagai “guardian of value”. Guardian of value artinya penjaga nilainilai. Sesual dengan artinya disini kita sebagai mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-niolai, nilai-nilai tersebut bukanlah nilai-nilai yang negative malainkan nilai-nilai yang positif. Nilai positif yang bias membawa nagara ini lebih maju yaitu nilai “kebaikan” nilai kebaikan yang dari dulu telah ada itu hilang, terus berubah menjadi nilai keburukan kepada masyarakat Indonesia. Kita sebagai mahasiswa telah dipercaya sebagai kalangan muda yang mampu menjaga dan mencari nilai-nilai kebaikan yang lebih baik lagi. Sekarang ini sudah 7



banyak nilai-nilai keburukan yang ada dalam Negara kita seperti maraknya terjadi korupsi oleh pejabat-pejabat besar, hukum-hukum yang berlaku dinegara ini bagaikan pusau yang tajam kebawah dan tumpul keatas, maksudnya yaitu kalangan-kalangan bawah yang ekonominya lemah yang mencuri sandal jepit hukumannya lebihberat dibandingkan pejabat-pejabat tinggi yang telah melakukan korupsi, yang notabenenya telah mengambil uang Negara. Maka dari itub kita sebagai mahasiswa harus bisa menghilangkan budaya buruk seperti itu, dan kita harus menjaga nilai-nilai kebaikan yang sudah ada agar kita bias mengarahkan Negara ini kearah yang lebih maju lagi. Mahasiswa sendiri di tuntut untuk berpikir kritis, logis, dan solutif didalam setiap kejadian. Halpen (1996) menyatakan berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses berpikir kritis ini sebelumnya harus melali beberapa tahap yaitu menentukan tujuan, mempertimbangkan dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkn untuk memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan dan lain-lain. dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi siswa karena dengan keterampilan ini siswa mampu bersikap rasional dan memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap menghadapi segala persoalannya untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya. Demikian juga jika siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannnya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya Kastrat adalah wadah bagi terlaksananya pergerakan mahasiswa dimana kastrat ini memiliki tugas mengolah data yang telah terkumpul lalu menganalisis dan menjadikan hasil dari analisis tersebut sebagai sikap, dilanjutkan melakukan strategi untuk aksi atau gerakan yang berbentuk propaganda atau pencerdasan , audiensi dan advokasi . D. Definisi Kastrat 10 Strategis ( Kastrat ) merupakan suatu bidang yang memiliki fokus terhadap isu- isu yang berkembang dalam lingkup program studi, fakultas, universitas, Indonesia, hingga internasional baik isu kedokteran maupun non-kedokteran dengan cara mengkaji dan mengolah data dan informasi yang telah didapatkan melalui sumber- sumber terpercaya dan terbaru utntuk kemudian disajikan sebagai sikap dalam bentuk aksi atau advokasi gerakan. E. Fungsi Kastrat Kastrat memilii beberapa fungsi yang akan harus diterapkan yaitu: 1. Fungsi analisis isu kastrat harus memiliki kemampuan analisis untuk menganalisis isu kebijakan yang tersebar di Indonesia, sebelumnya kastrat harus dapat memilah isu yang beredar



8



terlebih dahulu untuk kemudian di lanjut dengan menganalisisnya. Analisa yang dihasilkan akan menjadi basic untuk menentukan sikap terhadaap isu tersebut. 2. Fungsi penyikapan isu penyikapan isu dilakukan dengan menentukan apakah menolak atau menerima kebijakan yang terdapat di isu tersebut berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Penyikapan isu ini dilakukan untuk menentukan langkah apa yang akan diambil selanjutnya. 3. Fungsi perencanaan strategi gerakan kastrat juga diperlukan untuk membuat sebuah rancangan strategi yang menjadi langkah selanjutnya dari analisis isu. Yang dimaksud strategi disini adalah detail skema yang dibuat untuk melkukan pergerakan. Di sini, Kastrat perlu merumuskan posisi organisasi, momentum-momentum, hingga langkah taktis yang akan diambil ketika bergerak. 4. Fungsi pengembangan wacana intelektual Fungsi ini untuk mengembangkan wacana wacana yang dimiliki seorang kastrat demi menunjang dan memperkaya gerakan. Pengembangan wacana ini dapat dilakukan dengan format pengayaan pengetahuan bagi organisasi, upgrading kapasitas intelektual, hingga pewacanaan isu gerakan secara publik dalam bentuk diskusi dan seminar. Di sini, Kastrat akan bertindak punya peran untuk menawarkan wacana baru sebagai alternatif dari kebijakan yang dikritik. Proses pewacanaan tersebut dapat dilakukan melalui diskusi-diskusi publik, seminar, kertas kerja, media, hingga penerbitan buku yang merangkum gagasan-gagasan kritis mahasiswa.



9



MANAJEMEN ISU PETA HPS ISMKI WILAYAH 2 2018



10



MANAJEMEN ISSUE 1. Definisi Manajemen Issue Terminologi “issues management” pertama kali dipublikasikan oleh W. Howard Chase pada tanggal 15 April 1976 dalam newsletter-nya “Corporate Public Issues and Their Management” Volume 1 No. 1. “Manajemen issue adalah proses manajemen yang tujuannya membantu melindungi pasar, mengurangi resiko, menciptakan kesempatan- kesempatan serta mengelola imej sebagai sebuah aset organisasi bagi manfaat keduanya, organisasi itu sendiri serta stakeholder utamanya, yakni pelanggan/konsumen, karyawan, masyarakat dan para pemegang saham”. (Caywood, 1997:173) Para pakar PR Indonesia mengartikan manajemen issue sebagai “fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap masyarakat, baik internal maupun eksternal, mengidentifikasi hal-hal atau masalah yang patut dikhawatirkan dan melakukan usahausaha ke arah perbaikan”. Selain itu, mereka juga mengartikannya sebagai “suatu usaha aktif untuk ikut serta mempengaruhi dan membentuk persepsi/pandangan/opini dan sikap masyarakat yang mempunyai dampak terhadap perusahaan”. (Wongsonagoro, 1995) 2. Pengertian Issue Kita tidak akan mudah memahami terminologi “Manajemen Issue” di atas tanpa mengetahui apa yang sebenarnya dimaksud dengan issue (bukan terjemahan dari gossip/ rumour). Menurut dua pakar di AS, Hainsworth dan Meng, sebuah issue muncul “sebagai suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan, atau diusulkan untuk dilakukan, oleh satu atau beberapa pihak yang dapat menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sektor swasta, kasus pengadilan sipil atau kriminal, atau dapat menjadi masalah kebijakan publik melalui tindakan legislative atau perundangan.” Chase & Jones menggambarkan “issue” sebagai ‘sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil keputusannya’ (‘an unsettled matter which is ready for decision’). Pakar lain mengatakan bahwa dalam bentuk dasarnya, sebuah “issue“ dapat didefinisikan sebagai ‘sebuah titik konflik antara sebuah organisasi dengan satu atau lebih publiknya’ (‘a point of conflict between an organization and one or more of its audicences’). (Regester & Larkin, 2003:42). Sementara Heath & Nelson (1986)



11



mendefinisikan “issue” sebagai ‘suatu pertanyaan tentang fakta, nilai atau kebijakan yang dapat diperdebatkan’ (‘a contestable question of fact, value or policy’). Definisi sederhana lainnya menurut Regester & Larkin (2003:42) bahwa sebuah “issue“ merepresentasikan ‘suatu kesenjangan antara praktek korporat dengan harapan-harapan para stakeholder’ (‘a gap between corporate practice and stakeholder expectations’). Dengan kata lain, sebuah issue yang timbul ke permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik di dalam maupun di luar organisasi, yang jika dibiarkan akan mempunyai efek yang signifikan pada fungsi atau kinerja organisasi tersebut atau pada target-target organisasi tersebut di masa mendatang. Dari berbagai definisi di atas, terlihatlah bahwa pengertian “issue” menjurus pada adanya masalah dalam suatu organisasi yang membutuhkan penanganan. Cara menangani issue tersebut yang pada akhirnya memunculkan teori dan proses “manajemen issue”. Contoh-contoh yang menyebabkan perlunya manajemen issue termasuk prospektif bagi perundang-undangan yang baru, suatu opini atau klaim yang didukung oleh media ataupun saluran lainnya, perkembangan yang kompetitif, riset yang dipublikasikan, sebuah perubahan dalam kinerja atau kegiatan organisasi itu sendiri atau individu maupun kelompok yang terkait dengan organisasi tersebut. Iii. Tahapan issue dan hubungannya dengan krisis TAHAP 1 – Sumber: Issue Potensial “Sebuah issue muncul ke permukaan ketika sebuah organisasi atau kelompok merasa berkepentingan terhadap suatu masalah (atau kesempatan) yang terlihat seperti konsekuensi perkembangan tren politik atau undang-undang, ekonomi dan sosial. (Crabble & Vibert, 1985). Dari sudut pandang manajemen, tren harus diidentifikasi sebagai asal kemunculan issue. Biasanya tren teridentifikasi di kalangan akademisi atau para pakar yang berpartisipasi dalam kelompok kerja, unit kebijakan dan perencanaan yang mungkin menyadari beberapa masalah, situasi atau peristiwa yang berpotensi memiliki dampak serta membutuhkan respon dari sebuah institusi, organisasi, industri atau kelompok lain. Issue mulai menguat ketika suatu organisasi/kelompok berencana untuk melakukan sesuatu yang memiliki konsekuensi bagi orang atau kelompok lain. Kesadaran dan perhatian pada pihak suatu kelompok menyebabkan keputusan mereka untuk “melakukan sesuatu”. Di sini garis sudah tergambar dan konflik mulai timbul. Jadi yang kita lihat dalam tahap awal ini adalah kondisi/peristiwa nyata yang 12



mempunyai potensi untuk berkembang menjadi sesuatu yang penting. Bagaimanapun juga tipe issue yang ada dalam fase ini biasanya belum terlihat oleh para pakar atau perhatian publik, walaupun beberapa ahli sudah mulai menyadari kehadiran issue tersebut.



Pada tahap 1, beberapa kelompok atau individu secara umum mulai menetapkan suatu target kredibilitas tertentu dalam perhatian mereka serta mencari dukungan dari para pembentuk opini yang dapat terlibat pada tingkatan tertentu dalam masalah tersebut. Pada poin ini, umumnya mereka yang terlibat merasa sedikit sulit mengenali bahwa sebuah konflik mungkin timbul. TAHAP 2 – Mediasi dan Penguatan Suara: Issue yang Muncul ke Permukaan Ketika beberapa kelompok muncul dan garis telah tergambar, suatu proses mediasi dan penguatan suara hadir di antara para individu dan kelompok yang mungkin memiliki pandangan sama dan mungkin diharapkan untuk bereaksi dalam cara yang sama. Awalnya, hal ini terjadi di dalam media spesialis yang relevan dari kelompok- kelompok yang berkepentingan, industri, profesi dan lainnya dengan opini, nilai atau kepentingan yang dapat diperbandingkan. Ketika momentum terbentuk di dalam media massa, issue berkembang menjadi sebuah issue publik yang dapat menjadi bagian dari proses kebijakan publik. Tahap pemunculan issue ini mengindikasikan peningkatan bertahap pada tingkat tekanan terhadap organisasi tersebut untuk menerima issue. Dalam banyak kasus, peningkatan ini adalah hasil dari kegiatan oleh satu atau beberapa kelompok ketika mereka mulai mendorong atau melegitimasi issue. Pada tahap perkembangan issue ini, masih relatif mudah bagi organisasi ikut campur dan memainkan peranan proaktif dalam pencegahan pengeksploitasian perkembangan issue tersebut. Bagaimanapun juga, sulit menentukan apakah issue tersebut penting atau tidak, dan kadang-kadang



untuk atau untuk issue



tersebut dibiarkan menguap begitu saja karena manajemen lebih memperhatikan masalah lain yang dianggap lebih penting. Meski sulit untuk mengetahui apakah issue tersebut tak berkembang atau justru meningkat intensitasnya, namun pihak manajemen seharusnya tidak berdiam diri saja. Faktor dominan dalam perkembangan issue dalam fase ini adalah liputan media. Sebelum issue mencapai tahap berikutnya, mereka yang terlibat kadangkadang mencoba untuk menarik perhatian media sebagai alat untuk mempercepat perkembangan issue. Liputan ini akan menjadi faktor penting yang harus 13



dipertimbangkan sebagai penyebab issue berkembang. Tahap ini sangat penting karena memiliki efek mempercepat perkembangan issue. Karena itu sangat penting bagi perusahaan yang menjadi target untuk melakukan monitor yang reguler dan efektif terhadap lingkungan bisnis, peraturan perundangan dan sosial dalam rangka mengidentifikasi issue tahap 2 serta mulai memformulasikan rencana tindakan untuk mengelola issue tersebut.



TAHAP 3 – Organisasi: Issue yang Tengah Berlangsung dan Issue Krisis Mediasi membawa tingkatan beragam terhadap organisasi. Posisi-posisi menguat. Beberapa kelompok mulai mencari resolusi atas konflik tersebut, baik resolusi yang dapat diterima menurut kepentingan mereka atau setidaknya yang dapat meminimalkan kerusakan potensial. Dalam proses kebijakan publik, masyarakat atau para kelompok ini harus dilihat sebagai sesuatu yang dinamis. Seringkali mereka adalah kelompok-kelompok yang terdiri dari para individu dengan tingkat komitmen beragam yang menghadapi suatu problem yang sama, menyadari bahwa problem tersebut hadir dan mereka bersatu dengan beberapa cara untuk melakukan sesuatu terhadap problem tersebut. Kelompok-kelompok ini tidak statis dan tingkat organisasi mereka, pendanaan serta pengetahuan akan medianya sangat beragam. Mereka mungkin adalah jaringan informal yang terdiri dari orang-orang yang berbagi informasi melalui internet dalam mencari resolusi atas suatu konflik, atau mereka bisa sangat terorganisir, saling berhubungan dengan baik, serta didanai oleh suatu komitmen yang intens dan fokus. Ketika kelompok-kelompok ini menggerakkan sudut pandang dan tujuan mereka serta mencari cara mengkomunikasikan posisi mereka, konflik mencapai tingkat yang terlihat oleh publik yang akhirnya mendorong issue tersebut ke dalam proses kebijakan publik. Selanjutnya, perhatian publik yang meningkat memotivasi para pemimpin berpengaruh untuk menjadi bagian dari konflik yang timbul dan tekanan terhadap institusi terkait untuk mencari resolusi atas konflik tersebut pun meningkat. Pada fase “tengah berlangsung”, issue telah berkembang dan menunjukkan potensi penuh terhadap mereka yang terlibat. Menjadi sulit untuk mengubah issue karena ia sudah menjadi permanen dan menyebar dengan intensitas yang meninggi. Pihak-pihak berbeda yang terlibat menyadari pentingnya issue tersebut dan sebagai respon, menekan institusi peraturan perundangan agar turut terlibat.



14



Seperti yang digambarkan oleh diagram siklus issue, hampir tidak ada waktu ketika issue berubah dari status “tengah berlangsung” menjadi “krisis” untuk mencapai institusi formal seperti otoritas peraturan perundangan yang memiliki kekuasaan untuk ikut campur dan memaksakan batasan terhadap organisasi/industri tersebut sebagai cara untuk meredakan situasi. Contohnya adalah ketika Exxon Corporation di tahun 1989 menumpahkan minyak mentah di perairan dekat California, A.S. sehingga mengakibatkan perubahan kebijakan publik bahwa setiap tanker pengangkut minyak mentah yang melewati laut harus dirancang memiliki dua badan kapal. TAHAP 4 – Resolusi: Issue Laten



Sekali issue mendapatkan perhatian publik secara resmi dan memasuki proses kebijakan, baik melalui perubahan peraturan perundangan atau ketetapan, usaha untuk meredakan konflik menjadi lebih lama serta mahal. Objek dari proses kebijakan publik adalah pemaksaan atas pembatasan yang tidak dikondisikan kepada seluruh pihak terhadap konflik tersebut, baik untuk keuntungan atau untuk kerugian mereka. Jadi sekali issue telah menjalani siklus penuh, ia akan mencapai ketinggian dari tekanan yang memaksa sebuah organisasi untuk menerimanya tanpa persiapan. Akhirnya, sebuah issue yang dibiarkan saja atau terlambat diidentifikasi sehingga terlanjur berkembang dan mencapai siklus yang penuh akan berubah menjadi krisis. Iv. Langkah-langkah pengendalian dan pengelolaan issue.
 Model Proses Manajemen Issue dari Chase & Jones
 (Regester & Larkin, 2003:59-60; Chase, 1984:38-68; Harrison, 2001) a. Identifikasi Issue: Tujuan utama identifikasi issue adalah untuk menempatkan prioritas awal atas berbagai issue yang mulai muncul. Issue-issue tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan: Jenis: sosial, ekonomis, politis, teknologis Sumber Respon: sistem bisnis, industri, perusahaan, anak perusahaan, departemen Geografi: internasional, nasional, regional, daerah, lokal Jarak terhadap kontrol: tak terkontrol, agak terkontrol, terkontrol Kepentingan: segera, penting



15



Faktor seperti tingkat dampak serta kemungkinan bahwa issue akan berkembang dalam periode waktu yang dapat diprediksi juga harus dipertimbangkan. b. Analisis Issue: Setelah issue yang muncul diidentifikasi dan diprioritaskan, tahap kedua dimulai. Tujuannya adalah menentukan asal issue tersebut yang seringkali sulit karena biasanya issue tidak muncul hanya dari satu sumber saja. Untuk itu, sebaiknya diadakan riset kualitatif dan kuantitatif. Pengalaman organisasi di masa lampau dan saat ini baik internal maupun eksternal juga harus disertakan. Menganalisa situasi saat ini akan menentukan intensitas issue yang tengah berlangsung. Riset aplikasi tentang hubungan issue terhadap perusahaan harus ditargetkan pada para pembentuk opini dan penanggungjawab media. Tahap riset dan analisa awal ini akan membantu mengidentifikasi apa yang dikatakan oleh para individu dan kelompok berpengaruh tentang issue-issue dan memberikan ide yang jelas pada manajemen tentang asal serta perkembangan issue-issue tersebut. Pengecekan terhadap posisi perusahaan pada saat ini serta kekuatan dan kelemahannya dalam memposisikan diri untuk berperan dalam pembentukan issue akan membantu untuk memberikan fokus yang jelas bagi tahap perencanaan tindakan. c. Pilihan Strategi Perubahan Issue:
 Tahap yang melibatkan pembuatan keputusan-keputusan dasar tentang respon organisasi. Terdapat tiga pilihan untuk menghadapi perubahan tersebut sebagai berikut: 1) Strategi Perubahan Reaktif: Mengacu pada keengganan suatu organisasi untuk berubah dengan penekanan pada melanjutkan sikap lama, contohnya dengan berusaha untuk menunda keputusan kebijakan publik yang tidak bisa dihindari. Keengganan untuk berubah ini jarang menyisakan ruang bagi kompromi terhadap masalah legislatif. 2) Strategi Perubahan Adaptif: Menyarankan pada keterbukaan terhadap perubahan serta kesadaran bahwa hal ini tidak bisa dihindari. Pendekatan ini berlandaskan pada perencanaan untuk mengantisipasi perubahan serta menawarkan dialog konstruktif untuk menemukan sebuah bentuk kompromi atau akomodasi.



16



3) Strategi Respon Dinamis: Mengantisipasi



dan



mengusahakan



untuk



membentuk



arah



keputusan



kebijakan publik dengan menentukan bagaimana berkampanye melawan issue akan dilakukan. Pendekatan ini menjadikan organisasi sebagai pelopor pendukung perubahan. d. Pemrograman Tindakan terhadap Issue:



Setelah memilih satu dari ketiga pendekatan di atas untuk merespon setiap issue, organisasi harus memutuskan kebijakan yang mendukung perubahan yang diinginkan untuk masuk ke tahap keempat. Tahap ini membutuhkan koordinasi sumber-sumber untuk menyediakan dukungan maksimal agar tujuan dan target dapat tercapai. e. Evaluasi Hasil: Akhirnya, dibutuhkan riset untuk mengevaluasi hasil program yang didapat (actual) dibandingkan dengan hasil program yang diinginkan. Regester& Larkin (2003:60-61) mengingatkan bahwa semakin lama issue bertahan, semakin sedikit pilihan yang tersedia dan semakin mahal biayanya. 3. Pengendalian dan Pengelolaan Issue Proses tambahan bagi model manajemen issue dalam Modul 1 (siklus issue dari Hainsworth & Meng) dapat dipetakan untuk menggambarkan peran pembuatan keputusan manajemen pada setiap fase (Regester & Larkin, 2003:99-102): a. Fase Kesadaran: dipetakan pada tahap 1 dari siklus issue – issue potensial. Di sini, penekanan dalam tim manajemen adalah pada mendengarkan dan mempelajari. Mereka yang terlibat harus terjaga, terbuka, rendah hati, penasaran serta tertantang. Latar belakang informasi dan riset harus digunakan selengkapnya serta mengadakan pemonitoran infrastruktur. b. Fase Eksplorasi: Tahap ini mengindikasikan urgensi yang meningkat terhadap pentingnya issue. Tanggungjawab khusus harus dibagikan, kesadaran organisasi ditingkatkan dan proses analisa serta pembentukan opini dimulai. Suatu gugus tugas dapat dibentuk



17



untuk memudahkan alokasi tanggungjawab. Berikut adalah karakteristik contoh gugus tugas: Senioritas untuk mengambil keputusan, mengalokasikan sumber serta mengarahkan implementasi program. Ukuran disiplin direpresentasikan dan akses yang sesuai atas informasi untuk tujuan pengambilan keputusan. Akses yang mudah untuk mengatur rapat serta ‘jaringan’ informasi; fleksibilitas dan informalitas dalam metode bekerja. Kemampuan untuk mengkombinasikan keahlian analitis dan kreatif dengan tindakan serta pengambilan keputusan yang terfokus dan cepat. Meminimalisir arus kertas untuk menghindari birokrasi, respon yang lamban serta kebocoran informasi yang sensitif. Kesadaran yang lebih luas atas issue tersebut di dalam perusahaan ditingkatkan pada tahap ini dan analisis serta proses pembentukan opini dimulai. c. Fase Pembuatan Keputusan: Pada



tahap



ini



perusahaan



harus



mempertimbangkan



tindakan.



Tim



manajemen harus mengukur dan memutuskan secara objektif terhadap beberapa alternatif yang diperlihatkan seraya mendorong pemikiran yang luas dan kreatifitas dalam memformulasikan suatu rencana tindakan. d. Fase Implementasi:
 Tahap ini melibatkan pengambilan langkah-langkah yang sesuai untuk membuat keputusan manajemen dilaksanakan. e. Fase Modifikasi:
 Pengukuran dan evaluasi dari tindakan yang tengah dijalankan serta hasilnya, sehingga penyesuaian atau perbaikan terhadap rencana tindakan dapat dibuat. f. Fase Penyelesaian: Tahap ini adalah periode relaksasi yang harus menurunkan tingkat keterlibatan manajemen senior. Kegiatan kunci melibatkan delegasi yang sesuai dan menjamin implementasi atas perubahan yang dihasilkan manajemen dalam organisasi Kerry Tucker & Bill Trumpfheller (Regester & Larkin, 2003:102-112), menetapkan sebuah rencana lima langkah untuk membantu mencanangkan sebuah sistem manajemen issue yang telah berhasil dipraktekkan di lapangan:



18



a. Mengantisipasi issue dan menetapkan prioritas



Membentuk gugus tugas internal, berdasarkan kerangka pendekatan dalam proses terdahulu merupakan titik awal vital. Sesi pertukaran pikiran dan analisa database harus memfokuskan pada penjawaban pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa kompetitor langsung dan tak langsung serta faktor sosial atau regulasi apa yang harus kita hadapi? Perubahan apa yang harus kita antisipasi dalam pasar serta dalam lingkungan politis dan sosial yang lebih luas 12 bulan mendatang dan masa-masa ke depan? Faktor-faktor apa yang mungkin berdampak pada cara kita bekerja? Peristiwa khusus apa yang mungkin terjadi dan memiliki dampak pada kemampuan kita untuk memelihara dan mengembangkan pasar kita?. Sekali issue-issue ini dapat teridentifikasi, kita dapat menempatkan prioritas dan mengambil keputusan tentang berapa lama dan berapa besar sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi issueissue tersebut. b. Menganalisa Issue Kembangkan analisa issue yang singkat dan formal, lihatlah pada kesempatankesempatan serta ancaman terhadap serangkaian skenario yang berbeda. Hal ini harus mencakup apa yang terjadi bila issue dibiarkan, serta pengukuran bagaimana khalayak kunci mungkin terkena dampak oleh issue tersebut. Juga harus ada ringkasan kemana arah issue mungkin berkembang. Hal ini akan memberikan pada manajemen pandangan yang luas atas issue serta efeknya pada sejumlah area seperti penempatan posisi produk di pasar, kinerja keuangan, reputasi perusahaan serta prospektif bagi regulasi atau bahkan pengadilan. c. Merekomendasikan posisi organisasi terhadap issue Analisa dari langkah sebelumnya harus menyediakan database untuk mengembangkan suatu posisi yang direncanakan untuk menciptakan dukungan mayoritas terbesar dari para individu atau kelompok-kelompok yang terkena dampak. Database tersebut dibentuk berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa yang terkena dampak? Bagaimana kelompok atau para individu yang terkena dampak ini memandang issue



19



tersebut? Apa kemungkinan posisi dan kecenderungan sikap mereka?
 Apa informasi/data yang dapat kita kumpulkan untuk mendukung kasus kita? d. Mengidentifikasikan kelompok dan pembentuk opini yang dapat memperbaiki posisi kita Kelompok-kelompok dan para individu ini akan terlihat melalui pertanyaan berikut: Siapa yang membuat keputusan atas issue tersebut?
 Siapa yang mungkin mendukung posisi kita?
 Siapa yang mungkin tidak akan mendukung posisi kita? Siapa yang dapat menjadi target kita untuk membuat perubahan terbesar dalam memperbaiki posisi kita? Jika mungkin, riset harus dilaksanakan untuk memvalidasikan asumsi yang dibuat tentang kelompok-kelompok selama tahap analisa. Para pembentuk opini, diikuti oleh industri berpengaruh atau asosiasi karyawan, konsumen dan kelompok kelompok berkepentingan serta media massa yang sudah mendapatkan informasi, dapat menjadi pendukung kuat dalam berurusan dengan khalayak yang bervariasi, serta kriteria untuk menyeleksi mereka termasuk: Siapa yang dimintai nasehat/saran oleh anggota kelompok target kita atas issue tersebut? Siapa yang akan dipercayai oleh komunitas (konsumen, pelanggan) dan masyarakat luas atas issue tersebut? Siapa yang mempunyai kredibilitas paling baik untuk memperbaiki posisi kita terhadap issue tersebut? Siapa yang mungkin terbuka terhadap posisi kita atas issue tersebut? e. Mengidentifikasi sikap yang dikehendaki Hal ini merupakan poin yang sering gagal diperhatikan. Memperbaiki sikap khusus yang berhubungan dengan posisi perusahaan akan membawa perkembangan pada sisa proses perencanaan, yakni: strategi komunikasi dan pemasaran, tujuan, target, pesan, taktik, alokasi sumber daya serta anggaran.



Akhirnya, evaluasi kemajuan harus dimasukkan ke dalam rencana untuk menjamin bahwa target-target kunci dipenuhi, arah issue tergambarkan serta 20



penyesuaian- penyesuaian dibuat jika memungkinkan. Implementasi kegiatankegiatan berikut ini sedini mungkin baik untuk memperoleh inisiatif dan perlindungan terhadap berbagai perkembangan yang tidak diharapkan: 1) Pembentukan gugus tugas:
 Identifikasikan gugus tugas yang berpengalaman/berasal dari sumber yang sesuai untuk menggambarkan serta mengelola strategi respon terhadap issue.
 Menjaga pendekatan yang fleksibel dan kreatif untuk mempertimbangkan ukuran perlawanan, perubahan regulasi serta inisiatif untuk posisi perusahaan yang positif. Berpikir secara positif dan proaktif secara menyeluruh, sangat mudah terjebak menggunakan strategi defensive sehingga kehilangan kesempatan untuk mengamankan atau memperoleh kesempatan dukungan dari pra pembentuk opini, media serta publik. 2) Pertukaran pikiran dan analisa yang cerdas:
 Memonitor, mengumpulkan dan memeriksa kembali data/riset yang relevan. Menilai kegiatan kompetitor/regulasi secara konstan serta merujuk pada pengalaman praktis yang sama dari perusahaan-perusahaan lain sebagai petunjuk pendekatan. Memperoleh dan memonitor publikasi rekanan/publikasi para pakar yang relevan sedini mungkin untuk penilaian dan tindakan yang dibutuhkan; kejarlah bisnis serta media massa yang lebih luas. 3) Juara issue: Salah satu cara mengelola kebutuhan bagi pengumpulan dan analisis data adalah dengan menugaskan tiap issue kepada seseorang di dalam organisasi yang berpengalaman sesuai. Pakar-pakar internal ini, para “juara issue”, harus bertindak sebagai sumber informasi yang bisa dipercaya untuk membantu gugus tugas dan manajemen lain dalam perencanaan serta koordinasi aktivitas-aktivitas terkait. 4) Materi latar belakang untui briefing:



Siapkan informasi latar belakang yang relevan dengan pemosisian organisasi yang diinginkan seperti pesan-pesan kunci, latar belakang perusahaan/produk/servis, Q&A, kontak referensi dan database riset, perlengkapan contoh presentasi, dan lainlain. 5) Database riset: 21



Dalam sektor industri dimana ada potensi bagi resiko terhadap kesehatan, keamanan publik atau lingkungan, penting untuk membuat dan menyimpan database teknis dan ilmiah tentang berbagai informasi yang terkait, contohnya keamanan jangka panjang sebuah obat, ketatnya sistem pemonitoran higienis dalam pemrosesan makanan, frekuensi pengecekan keamanan rutin serta peristiwa aktual yang terjadi pada fasilitas manufaktur, penggunaan pakar audit keamanan dan penilaian dampak independen untuk mendorong teknik praktek terbaik agar meminimalkan resiko kebocoran kimiawi atau minyak, dan lain-lain. 6) Manajemen hubungan:
 Membangun kesamaan dini melalui pengembangan dan pengelolaan hubungan berpengaruh dengan:
 



Para akademisi pendukung serta pembentuk opini lainnya








Wartawan yang terpelajar







Otoritas regulasi








Asosiasi industri dan karyawan







Unit-unit kebijakan








Kelompok politis pada tingkat lokal, nasional dan internasional








Kelompok-kelompok lokal dan kelompok-kelompok penekan/berkepentingan lainnya



Lakukan hubungan melalui kontak dan briefing informal; distribusi informasi; pensponsoran program-program pendidikan serta riset, dan lain-lain. Kelompokkelompok di atas berkomunikasi secara formal dan informal bersamaan, sehingga penting untuk memahami relasi di antara mereka serta potensi bagi agenda-agenda umum atas issue yang terkait dengan pemosisian organisasi. Cobalah untuk menilai persepsi/opini mereka atas issue-issue potensial dengan mengklasifikasikan mereka ke dalam kelompok positif/netral/negatif.



7) Pengembangan pembentuk opini: Kontak dan bangun hubungan dengan para pembentuk opini potensial suportif yang bisa menjadi pendukung independent dan berpengaruh terhadap pemosisian perusahaan yang diinginkan. Pertimbangkan penggunaan taktik seperti pensponsoran 22



riset dan publikasi, undangan untuk menghadiri simposium, atur atau berikan data pada rapat- rapat serta diskusi meja bundar jika memungkinkan. 8) Program informasi/pendidikan: Membangun dukungan pada lapisan paling bawah melalui pengorganisasian rapat komunitas, korespondensi, roadshow serta penyediaan pelatihan/bantuan pendidikan untuk mendorong pemahaman dan minat yang lebih efektif. Kegiatan yang serupa dapat dipertimbangkan bagi kelompok-kelompok pelanggan dan pemasok. 9) Masalah regulasi: Persiapkan diri untuk merespon secara proaktif terhadap pertanyaanpertanyaan peraturan potensial yang terkait dengan kinerja organisasi, produk & servis. Siapkan respon dan kembangkan informasi terkini yang relevan yang dapat dikirimkan secra teratur kepada otoritas yang sesuai. Organisasikan program rapat untuk membangun hubungan serta menetralkan pelaporan tak menyenangkan yang potensial. 10) Manajemen media: Bekerja sama dengan berbagai media massa (spesialis atau umum pada tingkat nasional/ regional/internasional) secara proaktif dengan membangun kontak, menjamin ketersediaan juru bicara, mengeluarkan pernyataan pers, surat kepada publikasi spesialis, artikel bylined, briefing dan lokakarya media. Monitor liputan editorial dan jurnalis individual atau publikasi bagi kepentingan tertentu; klasifikasikan ke dalam sikap editorial yang positif/netral/negatif dengan menggunakan ongoing basis dan segera ikuti dengan pernyataan penting. Melatih juru bicara yang sesuai, perusahaan, teknis dan pemasaran, bahkan pembentuk opini independen yang mendukung jika memungkinkan. 11) Pendekatan “glocal”: Bertindak secara lokal namun berpikir secara global dalam mengelola issue. Pertimbangkan implikasi bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang serupa, juga industri secara keseluruhan, untuk memutuskan apakah pendekatan koalisi mungkin lebih efektif. Harus menyadari ketika dampak sebuah issue terjadi di suatu pasar, akan dapat melintasi perbatasan nasional serta mulai secara cepat di negara-negara lain ketika agenda politis lokal atau kompetitor dapat menyebabkan ancaman-ancaman baru.



23



DAFTAR REFERENSI 1. Caywood, Clarke L., Ph.d, Ed. The Handbook of Strategic Public Relations & Integrated Communications. U.S.A: McGraw-Hill, 1997. 
 2. Chase, W. Howard. Issue Management: origins of the future. U.S.A.: Issue Actions Publications Inc., 1984. 
 3. Crable, R.E., Vibert, S.L., ‘Managing Issues & Influencing Public Policy’, Public relations Review, Summer 1985. 
 4. Gregory, Anne. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations. Terjemahan Dewi Damayanti, S.S., M.Sc. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004. 
 5. Harrison, Kim. Strategic Public Relations: A Practical Guide to Success – 2 Edition. Vineyard Publishing, 2001. 




nd



6. Heath, R.L., Nelson, R.A., Issue Management. Newbury Park: 1986. 
 7. Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. 
 Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti, 2003. 
 8. Putra, I Gusti Ngurah. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atma 
 Jaya Yogyakarta, 1999. 
 9. Regester, Michael, Judy Larkin. Risk Issues and Crisis Management in Public Relations. 
 New Delhi: Crest Publishing House, 2003. 




10.White, John, Laura Mazur. Strategic Communications Management: Making Public Relations Work. Great Britain: Addison-Wesley Publishers Ltd., 1995. 11.Wongsonagoro, Maria. “Crisis Management & Issues Management” (The Basics of Public Relations). Jakarta: IPM Public Relations, 24 Juni 1995.



24



KAJIAN PETA HPS ISMKI WILAYAH 2 2018



25



KAJIAN I. Definisi Kajian T1.1 Definisi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) kaji1/ka·ji/ n 1 pelajaran (agama dan sebagainya); 2 penyelidikan (tentang sesuatu); mengkaji/meng·ka·ji/ v 1 belajar; mempelajari; 2 memeriksa; menyelidiki; memikirkan (mempertimbangkan dan sebagainya); menguji; menelaah: ~ baik buruk suatu perkara; terkaji/ter·ka·ji/ v dapat diperiksa (dapat diduga, diselidiki, ditelaah): kajian/ka·ji·an/ n hasil mengkaji; pengkajian/peng·ka·ji·an/ n proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan (pelajaran yang mendalam); penelaahan: Kesimpulan yang dapat diambil: Kajian adalah suatu proses yang dilakukan dengan mempelajari, memeriksa, menyelidiki, menelaah, dan memikirkan sesuatu dengan pertimbangan yang matang dan kritis mengenai baik buruknya suatu perkara. II . Fungsi Kajian      



Mencari solusi atas permasalahan yang ada Memecahkan suatu permasalahan, Melatih mental dan pikiran untuk menjadi lebih kritis, Berani mengungkapkan hal kebenaran ke publik dan dapat mengedukasi publik, Mempertajam suatu topik permasalahan menjadi penilaian yang lebih objektif. memenuhi rasa ingin tahu kita akan suatu topik permasalahan .



26



III. Latar belakang pembuatan kajian Dalam menghadapi suatu permasalahan kita harus mempelajari, menganalisa dan mencari bukti-bukti nyata, serta solusi yang sangat berguna bagi kita pada saat melakukan Advokasi. Advokasi tidak dapat dilakukan jika tanpa melakukan suatu kajian terlebih dahulu. Atau advokasi bisa dilakukan tanpa kajian akan tetapi kita pasti akan mendapatkan permasalahan selama kita melakukan advokasi contohnya kurang info dan data dan kurangnya pemahaman terhadap topik yang akan kita advokasikan.



IV. Langkah-langkah pembuatan kajian A. Pemilihan isu - pengumpulan isu seluruh isu yang danggap merupakan permasalahan - klasifikasi dan filterisasi isu pengelempokan isu dan filterisasi isu dapat dilakukan berdasarkan 2 metode, yaitu subjektif dan objektif - Penetapan Isu Strategis Menetapkan isu sesuai urgensinya dan sesuai kapasitas dan kemampuan pengkaji a. Subjektif metode subjektif ini menggunakan pengukuran MSVC, semakin tinggi angkanya, semakin tinggi kedudukan isu tersebut, dengan metode ini kita harus menentukan terlebih dahulu populasi yang berada dalam lingkup besar isu isu yang kita bahas  MAGNITUDE Mengukur seberapa banyak orang yang terkena dampak dari masalah  SEVERITY Mengukur seberapa besar kerugian yang ditimbulkan oleh masalah  VULNERABILITY Mengukur kemamapuan intervensi untuk menyelesaikan masalah  CONCERN Mengukur kepedulian dari pemegang kebijakan dan orang yang terkena masalah b. Objektif Semakin tinggi angka, semakin tinggi kedudukan isu tersebut  Skala Isu Semakin kecil skala nya semakin besar nilainya  Impact Kajian / Dampak Kajian  Urgensi Waktu Semakin dekat waktu semakin tinggi nilainya  Urgensi Institusi Semakin “harus kita dan tidak ada orang lain yang bisa” semakin tinggi nilainya  Daya Tarik isu  Aksebilitas info Semakin sulit informasi untuk didapatkan, semakin tinggi nilainya.  Avaibilitas waktu Semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah, semakin tinggi nilainya. 27



No 1 2 3 4 5 6 7



Tipe Nilai Skala itu ( Institusi, Regional, Nasionalis) [1-10] Impact Kajian ( Sosialisasi, Audiensi, Reformasi ) [1-30] Urgensi Waktu ( Harus sekarang? Boleh nanti ?) [1-10] Urgensi institusi ( Harus Kita ? bisa yang lain ? [1-20] Daya Tarik Isu ( Seberapa popular ? packaging [1-5] menarik Aksesibilitas Info ( Harus tanya ahli ? google, [1-10] ketemu?) Avaibilitas waktu ( Sebulan selesai) [1-10]



B. Pembuatan Kajian -



Pengumpulan data Pembuatan hipotesis sementara analisis masalah Kesimpulan (pernyataan sikap) V . Syarat kajian yang baik



-



Tertulis Tetapkan topik sesuai dengan SMART GOALS Menyebar/Menyeluruh Mengubah paradigma publik Menghasilkan sesuatu solusi VI. Struktur Penulisan Kajian



Konten yang harus ada dalam penulisan kajian ada 7, yaitu :  JUDUL  TOPIK , TEMA KAJIAN SPESIFIK  PEMBUKAAN  PENDAHULUAN (Kata Pengantar berupa latar belakang pengambilan isu )  TUJUAN KAJIAN  URGENSI KAJIAN  ISI : o KAJIAN TEORITIS TERKAIT o Analisis Masalah (SWOT/ROCCIPI) o Cari Pembanding o Gambar & Staitistika (Jika diperlukan) o Argumentasi Logis  KESIMPULAN, SARAN/SOLUSI  PENUTUP  SUMBER REFERENSI



28



• • • • • • • •



Penulisan kajian yang baik harus diperhatikan : Jumlah Kata Pemilihan Kata Dibuat semenarik mungkin Tidak Plagiasi (Ide Orisinil) bila perlu dibuat sitasi setiap paragrafnya Topik Aktual Tidak Bertele-tele Solutif Terdapat Kesimpulan



VII. Tipe Mahasiswa yang ada di Kastrat , digolongkan menjadi 4 :



29



Area atau Ruang Lingkup Kajian : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



30



Institusi Negara Perusahaan Organisasi Masyarakat Ormas Partai



ADVOKASI PETA HPS ISMKI WILAYAH 2 2018



31



AdvokasI A. Pengertian advokasi Kata advokasi berasal dari bahasa belanda advocaat, advocateur yang berarti pengacara hukum, atau pembelaan. Menurut KBBI kata advokasi jika dalam kata nomina (benda) berarti pembelaan. Advokasi mepunyai tujuan untuk membela atau memberi dukungan terhadap kepentingan suatu pihak. Kata advokasi ini biasa dilakukan berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu pihak, baik advokasinya dalam bentuk mempengaruhi atau mendukung kebijakan tersebut. B. Tujuan Advokasi Fakultas kedokteran yang didalamnya dipelajari tentang ilmu kesehatan, tetapi masih saja terdapat para karyawan yang merokok disembarang tempat di fakultas kedokteran tersebut. Tentunya asap rokok ini sangat berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Karena hal tersebut adalah kepentingan bersama, bahwa merokok harus di tempat-tempat tertentu saja maka mahasiswa ingin melakuan advokasi ke pihak kampus agar para perokok hanya diizinkan untuk merokok di tempat-tempat tertentu saja. Tadi merupakan contoh advokasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Tujuan utama advokasi adalah untuk membela kepentingan suatu pihak, untuk mencapai tujuan tersebut maka harus dinaikkan posisi tawar suatu kepentingan tersebut. Kepentingan yang dibela harus merupakan kepentingan golongan dan berpihak pada mahasiswa. Pembelaan atersebut dapat memilik dampak bermacammacam seperti pengahapusan peraturan yang memberatkan mahasiswa, persetujuan pengadaan fasilitas, kepercayaan dari suatu pihak, dan lain sebagainya. C. Langkah Langkah advokasi Penjajakan wilayah advokasi Kegiatan ini dapat dilakukan oleh tim khusus yang dibentuk atau bersama sama dengan pihak terkait yang ingin melakukan advokasi. Kegiatan ini memiliki tujuan untuk mencari masalah dan faktor penyebab yang ada di wilayah penjajakan. Misalnya Kegiatan ini dilakukan di wilayah kampus maka akan didapatkan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa beserta faktor-faktor yang menyebabkannya. Penjajakan ini haruslah didukung dengan data sekunder maupun primer yang dicari oleh tim maupun pihak terkait. Setelah data didapatkan maka data tersebut danalisis dan disusun kesimpulannya. Dengan didaptkannya masalah dan faktor penyebabnya



32



diharapkan tim advokasi nanti dapat dengan mudah merumuskan arah dan strategi advokasi mereka yang disesuaikan pada wilayah yang akan dihadapi ketika melakukan advokasi. Kegiatan ini juga dapat menjadi alat ukur keberhasilan suatu advokasi, dengan cara membandingkan keadaan sebelum dilakukan advokasi dengan setelah dilakukannya advokasi. D. Membentuk tim inti advokasi Tim inti advokasi adalah orang-orang yang memiliki cara pandang dan kepentingan yang sama dengan isu yang akan diadvokasikan. Tentu saja memiliki kemapuan sebagai penggerak kegiatan advokasi, dan bias bekerja sama dalam tim. Sebaiknya anggota tim tidak terlalu banyak sekitar 3-5 orang saja agar koordinasinya lebih mudah. Setelah tim terbentuk bagi peran anggota tim berdasarkan rencana advokasi secara keseluruhan, berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Seperti : 1. anggota yang berperan dalam mengorganisir massa pendukung, melatih dan mendidik mereka. 2. Divisi desain dan media sosial, sebagai bahan propaganda dalam mencari dukungan. 3. anggota yang berperan dalam melakukan kajian, lobi, kampanye, atau negosisasi dengan pihak yang menjadi sasaran dalam advokasi. E. Menentukan isu yang akan diadvokasikan : Berikut adalah tolak ukur isu/masalah yang akan diadvokasikan : 1. harus relevan dengan masalah yang dihadapi oleh pihak yang ingin diadvokasikan, dalam hal ini mahasiswa. 2. Masalah tersebut mendesak dan sangat penting untuk dilakukan advokasi segera, jika tidak dapat berakibat hal yang sagat merugikan bagi mahasiswa, dan tentunya dampak yang dihasilkan cukup besar dan meluas. Apalagi masalah tersebut telah diadvokasikan dan memang akan berdampak positif pada perubahan kebijakan yang akan dilakukan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah melakukan kajian dengan cara mengumpulkan dan menganalisis informasi dan data yang berkaitan dengan isu yang ada di wilayah penjajakan, dalam kajian juga menilai isu berdasarkan tolak ukur yang sudah dijelaskan diatas. Setelah disepakati maka tim kajian akan membuat menjelaskan masalah tersebut berisi alasan – alasan, konteks permasalahan, tujuan, 33



visi, dan misi, sasaran, stratgi dan cara – cara pelaksanaan advokasi terhadap isu strategis yang telah ditetapkan. (Roem Topatimasang, Ayu Bunyamin, dkk. Panduan Advokasi Masalah Kesehatan Masyarakat. Koalisi untuk Indonesia sehat. Jakarta : 2005) F. Menentukan target advokasi Ketika isu/masalah yang dikaji telah dipilih maka langkah selanjutnya adalah menentukan target advokasi. Jadi advokasi yang akan dilakukan ini akan memiliki dampak seperti apa kedepannya. Langkah – langkah yang akan direncanakan akan semakin jelas jika target yang ingin dicapai juga jelas. Target advokasi dapat dibagai menjadi target jangka pendek, menengah, dan panjang jika masalah/isu yang akan diadvokasi besar, karena hasil advokasi dapat berubah dimasa yang akan datang akibat advokasi oleh pihak lain yang kontra terhadap isu tersebut. G. Pelaksanan advokasi Ada banyak bentuk atau jenis kegiatan yang dapat ditempuh untuk melakukan advokasi, mulai dari mengajukan kajian terhadap isu/masalah kepada pihak terkait sampai membawanya ke mahkamah peradilan. Tetapi untuk sekarang kita hanya akan membahas bagiamana cara cara mengajukan kajian terhadap isu/masalah kepada pihak terkait. Sebagai contoh kita akan mengajukan rancangan peraturan tentang pengadaan peraturan tentang tempat – tempat merokok di kampus. Pertama, kita bangun kontak atau saluran informasi dengan rektorat atau dekan yang memiliki hak untuk membuat suatu peraturan. kita ajukan rancangan peraturan yang diingikan. Racangan tersebut terdiri dari : 1. Mengapa rancangan peraturan tersebut penting di tegakkan, minimal memuat tentang 5W 1H (what, why, where, who, when, dan how) 2. solusi arternatif yang ditawarkan dari mahasiswa ketika rancangan peraturan utama yang diajukan tidak dapat dilaksanakan, 3. Dampak yang ditimbulkan dari pengekan peraturan ini, 4. Pandangan dari pihak lain tentang rancangan peraturan yang ditwarkan, 5. Pihak yang mendukung Kegiatan ini meliputi konsultasi, lobi, pendekatan, pembicaraan formal dan informal terhadap para pembuat keputusan, petisi, dan debat forum



34



Kedua, kita membangun kontak dengan para dosen yang peduli dengan isu tersebut, sebagai salah satu sumber masukan terhadap advokasi yang tengah dijalankan. Selain itu hubungan dengan para dosen juga dapat memperkaya informasi yang diterima. Jika dapat dilakukan buat forum yang mempertemukan pihak mahasiswa, dosen, dan rektorat/dekan, pada forum ini tim advokasi menjadi moderator yang tampil dengan argument yang kuat karena berdasarkan fakta empiris yang ada di lapangan. Ketiga, didalam tim advokasi harus terus berkomunikasi tentang informasi yang beredar mengenai rancangan peraturan yang ditawarkan tadi. Lakukan diskusi berkala di internal tim advokasi untuk membahas perkembangan dari masalah yang diadvokasikan. H. Sosialisasi dan mobilisasi massa pendukung Langkah berikutnya adalah membentuk pendapat umum, yaitu dengan sosialisasi dan mobilisiasi. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membentuk pendapat umum di suatu lingkungan, cara yang paling lazim dan efektif adalah dengan penggunaan media sosial sebagai media kampanye. Tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah dengan cara ini agak sulit untuk mengendalikannya. Di media sosial semua orang bebas berargumen, ditakutkan akan muncul pendapat – pendapat baru yang jauh dari yang kita harapkan. Untuk mengatasinya maka peran massa pendukung dan pemilik kepentingan dalam isu ini harus memiliki argument yang kuat sehingga massa yang kontra di media sosial dapat ditekan dan menarik lebih banyak simpati agar mendukung kepentingan kita. Dengan terbentuknya pendapat umum maka massa yang mendukung dapat menunjukan tekannya kepada pihak yang menjadi sasaran dalam advokasi yang sedang dilakukan. Tekanan ini dapat ditunjukkan dari dengan membuat petisi hingga melakukan demonstrasi untuk menekan pihak sasaran. I. Evaluasi dan pengawasan Langkah advokasi yang terakhir adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan karena pada saat advokasi keputusan tidak langsung diambil karena pihak terkait butuh berkonsulatsi dengan pihak lain. Maka dibutuhkan sebuah evaluasi untuk melihat tindak lanjut pihak terkait yang dilakukan oleh tim advokasi. Komunikasi dengan massa pendukung sangat diperlukan dalam hal pengawasan, sudah sejauh mana isu yang diadvokasikan berkembang. Referensi 35



1. Rahardjo Toto, Soetomo Handoko, Buntamin Ayi, dkk. Sehat itu HAK : Panduan advokasi masalah kesehatan masyarakat. 2005. Jakarta. Koalisi untuk Indonesia sehat-INSIST. 2. Topatimasang Roem, Fakig Mansour, Rahardjo Toto. Mengubah Kebijakan Publik : Panduan Pelatihan Advokasi. 2016. Yogyakarta. INSISTPress. 3. Oliver, David. 2011. How to Negotiate Effectively 3rd ed. United Kingdom: Kogan Page.



36



NEGOSIASI PETA HPS ISMKI WILAYAH 2 2018



37



Negosiasi A. Definisi Negosiasi Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak atau lebih, mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan. Negosiasi biasanya dilakukan pada saat terjadi suatu hal yang tidak sesuai keinginan pihak-pihak terkait. Secara sederhana, negosiasi diartikan sebagai proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dan pihak lain, bisa juga diartikan sebagai langkah untuk membangun kesepahaman terhadap suatu permasalahan. Kepentingan semua pihak pastinya berbeda dan dapat saling bertabrakan, oleh karena itu haruslah dibuat suatu keputusan akhir yang dapat disetujui dan diterima oleh semua pihak. Biasanya kedua belah pihak akan saling berunding dan mengeluarkan tawaran-tawaran, dengan tujuan agar keinginan mereka terpenuhi. Negosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak ( atau lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan. Menurut Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan Robbins ( 2008) menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. Dalam melakukan negosiasi, pihak yang terlibat wajib memiliki pengetahuan mengenai fakta-fakta dan data-data masalah yang dihadapi, atau dengan kata lain mereka wajib memiliki pengetahuan yang luas agar ketika tawaran yang mereka ajukan ditolak atau mereka mendapatkan tawaran baru, dapat segera ditanggapi dengan baik dan nantinya akan menguntungkan dan bukan malah merugikan. Pada saat melakukan negosiasi, negosiator harus sudah tahu pokok persoalannya dan siap mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Negosiator pun harus menyiapkan beberapa rencana agar apabila rencana yang satu gagal, negosiator masih memiliki alternative rencana yang lainnya yang juga menguntungkan. Selain hal tersebut, hal penting yang harus diperhatikan dalam negosiasi yaitu berhubungan baik dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perundingan agar perundingan tersebut dapat berjalan dengan lancer. Dalam melakukan perundingan atau negosiasi, diperlukan strategi yang tepat agar dapat mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang kita harapkan. Strategi negosiasi 38



ini harus ditentukan sebelum proses negosiasi dilakukan. Menurut Arbono Lasmahadi (2005), terdapat beberapa macam strategi negosiasi yang dapat dipilih, yakni sebagai berikut: 1. Win-win. Strategi ini dipilih apabila pihak-pihak yang berselisih menginginkan penyelesaian masalah yang diambil pada akhirnya menguntungkan kedua belah pihak. Strategi ini juga dikenal sebagai Integrative negotiation. 2. Win-lose. Strategi ini dipilih karena pihak-pihak yang berselisih ingin mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari penyelesaian masalah yang diambil. Dengan strategi ini pihak-pihak yang berselisih saling berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan. 3. Lose-lose. Strategi ini dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. Akibatnya pihak-pihak yang berselisih, pada akhirnya tidak mendapatkan sama sekali hasil yang diharapkan. 4. Lose-win. Strategi ini dipilih apabila salah satu pihak sengaja mengalah untuk mendapatkan manfaat dengan kekalahan mereka. Strategi-strategi yang sudah disampaikan diatas, hanya akan dapat terlaksana apabla menggunakan taktik yang tepat. Taktik ini bersifat tidak terbatas dan dapat dikembangkan sesuai dengan keperluan untuk kemudian digunakan untuk mendukung strategi yang telat ditetapkan sebelumnya. B. Tak-tik Negosiasi 1. Membuat Agenda Taktik ini digunakan untuk memberikan waktu kepada pihak-pihak yang berselisih agar setiap masalah yang ada dibuatkan agenda penyelesaiannya secara berurutan dan kemudian dapat mendorong mereka untuk mencapai kesepakatan atas keseluruhan paket perundingan. 2. Membuat Tenggat Waktu Taktik ini digunakan bila salah satu pihak yang berunding ingin mempercepat penyelesaian proses perundingan dengan cara memberikan tenggat waktu kepada lawannya untuk segera mengambil keputusan. 3. Bluffing Taktik ini merupakan taktik klasik yang sering digunakan oleh para negosiator, taktik ini bertujuan untuk mengelabui lawan berundingnya dengan membuat distorsi kenyataan yang ada dan membangun suatu gambaran yang tidak benar.



39



4. The Art of Concession Taktik ini diterapkan dengan cara selalu meminta konsesi dari lawan berunding atas setiap permintaan pihak lawan berunding yang akan dipenuhi. Dalam melakukan negosiasi, negosiator harus selalu menanggapi kata “tidak” sebagai kata “belum”, agar dengan demikian pemikiran mereka akan lebih positif dan dapat memikirkan cara-cara lain hingga disetujui lawannya. Negosiator pun harus dapat menjelaskan ide dan saran yang mereka miliki dengan jelas dan dari berbagai perspektif sehingga pihak lawan dapat mengerti dan tidak terjadi misinterpretasi. C. Proses Negosiasi



Persiapan dan perencanaan



Referensi



Penentuan aturan dasar



Klarifikasi dan justifikasi



Penutupan dan implementasi



Tawar menawar dan pemecahan masalah



1. Cohen, Herb. 1986. Negosiasi. Jakarta: Pantja Simpati 2. Heron, Robert. 1998. Negosiasi Efektif: Sebuah Panduan Praktis (Rulita Wijayaningdyah, Penerjemah), pg 24-25. Jenewa: International Labour Office 3. Iwan Subhan, “Teknik Lobi dan Negosiasi” (https://www.academia.edu/5923482/teknik_lobi_dan_negosiasi) Oliver, David. 2011. How to Negotiate Effectively 3rd ed. United Kingdom: Kogan Page.



40



LOBBYING PETA HPS ISMKI WILAYAH 2 2018



41



Lobi A. Pengertian Lobi Lobi merupakan aktifitas yang dilakukan oleh suatu pihak dengan cara mempersuasi pihak lain sehingga tujuan dan kebutuhan pihaknya terpenuhi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melobi adalah pendekatan secara tidak resmi. Menurut A.B. Susanto, melobi merupakan usaha untuk mempengaruhi pihak-pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positif terharap pelobi sehingga diharapkan memberikan dampak positif bagi pencapaian tujuan. Lobi diperlukan untuk mengatasi hambatan yang dihadapi dalam mencapai suatu tujuan. Melobi termasuk dalam komunikasi antar pribadi yang didefinisikan sehingga pertukaran pendapat dan gagasan antata 2 pihak, biasanya dalam bentuk tatap muka langsung sehingga memungkinkan



kedua



pihak



menangkap



reaksi



secara



langsung.



B. Karakteristik Lobi Heri Wibowo (2007) mengatakan bahwa seseorang perlu menempatkan posisi di pihak oposisi dan mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan, apakah penggunaan lobi sudah tepat untuk mengatasi masalah tersebut atau belum, serta bagaimana melakukan lobi dengan baik. Untuk itu beliau menjelaskan beberapa karakteristik dari lobi, antara lain: 1. Bersifat tidak resmi atau informal dapat dilakukan diluar forum atau perundingan yang secara resmi disepakati. 2. Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegursapa, atau dengan surat. 3. Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja sebatas dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. 4. Pelaku atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa saja yakni pihak yang berkepentingan, pemerintahan, pihak legislative, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoooh masyarakat atau ormas, atau pihak lain yang terkait pada topic lobi.



C. Jenis-Jenis Lobi



42



Berdasarkan kebutuhannya, terdapat beberapa jenis lobi yang dapat dilakukan, melihat pihak sasaran yang dituju. Pelobi sebelumnya harus memikirkan dan mencari tahu terlebih dahulu apa yang diinginkan oleh pihak sasaran sehingga pelobi dapat memilih teknik lobi yang tepat. Berikut ini jenis-jenis lobi menurut Windschutlle: 1. Lobi Tradisional, lobi ini yang biasanya memanfaatkan orang-orang terkenal, figure public, ataupun mantan pejabat untuk mendekati kelompok-kelompok kepentingan agar tujuan organisasi/lembaga bisnis dapat tercapai. 2. Lobi Akar Rumput (Grassroot Lobbying) bertujuan mempengaruhi para pengambil keputusan secara langsung. Para pelobi justru mempengaruhi masyarakat dan nantinya, masyarakat menyatakan pendapatnya sehingga keputusan yang diambil pemerintah sesuai dengan keinginan para pelobi itu seolah-olah merupakan aspirasi masyarakat. 3. Lobi



Political



Action



Committee



merupakan



komite



yang



dibentuk oleh



perusahaan-perusahaan besar dengan suatu maksud menempatkan calonnya di lembaga legislative atau di eksekutif sehingga keputusan yang diambilnya tidak merugikan perusahaan yang tergabung dalam komite tersebut.



Menurut Fraser Seitel (1005), tahapan didalam melaksanakan lobi yaitu sebagai berikut: 1. Pengumpulan data dan fakta seputar topik dan pihak sasaran. 2. Interpretasi



terhadap



langkah-langkah



pemerintah,



mengetahui



peraturan



pemerintah yang berlaku, perijinan, dan hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintah. 3. Interpretasi terhadap langkah-langkah perusahaan, mencari informasi dan opini mengenai perusahaan, dari masyarakat atau ormas yang ada. 4. Membangun Posisi, bias dengan mendekati pejabat pemerintahan mengenai pengadaan atau penundaan sebuah peraturan, sehingga mempunyai posisi dan dipandang di pemerintahan. 5. Melemparkan berita nasional, misalnya dengan menggunakan tempat lobi sebagai tempat peredaran berita.



D. Teknik Lobi



43



Berikut merupakan cara-cara yang dapat digunakan dalam melobi, yakni sebagai berikut: 1. Tidak Langsung Lobby bisa dilakukan dengan cara tidak langsung hal ini mengandung pengertian tidak harus satu pihak atau satu orang yang berkepentingan menghubungi mendekati sendiri pihak lain yang mau dilobby. Pendekatan itu bisa dilakukan dengan perantaraan pihak lain (terutama yang dianggap punya akses atau mempunyai hubungan yang dekat dengan pihak yang dilobby). Dalam hal seperti ini maka satu hal yang sangat penting diperhatikan oleh pihak yang melobby adalah kepercayaan atau kredibilitas pihak ketiga yang dijadikan perantara atau penghubung tersebut Kendala lain jangan sampai gara gara lobbying yang dilakukan dengan menggunakan jasa pihak lain [pihak ketiga] justru merusak hubungan yang sudah ada, karena kesalahan atau ulah pihak ketiga tersebut Kendala lain dalam menggunakan cara tidak langsung adalah pihak ketiga atau perantara tersebut tidak selalu menguasai atau mengerti permasalahan atau obyek yang jadi sasaran. Disamping itu apabila obyek yang jadi sasaran bersifat rahasia maka akan membuka kemungkinan bagi kebocoran terhadap rahasia tersebut. 2. Langsung Berbeda dengan cara tidak langsung maka disini pihak yang berkepentingan (berusaha) harus bisa bertemu atau berkomunikasi secara langsung dengan pihak yang dilobby dengan kata lain pihak pihak yang terlibat bertemu atau berkomunikasi secara langsung tidak menggunakan perantara atau pihak ketiga. Cara langsung ini jelas lebih baik dari pada cara tidak langsung tetapi kendalanya adalah bahwa : a. Pihak pihak yang terlibat tidak selalu saling mengenal b. Tidak semua orang mempunyai kemampuan berkomunikasi c.



dengan baik



Kesan terhadap pribadi tidak selalu sama dengan dengan kesan terhadap lembaga. Jelasnya seseorang mungkin saja kurang suka atau kurang menghormati orang tertentu tetapi terhadap lembaga yang dipimpinnya dia



44



tidak ada masalah dalam hal seperti ini tentu akan lebih baik apabila yang melakukan lobby adalah orang lain atau staf pada lembaga tersebut. 3. Terbuka Cara terbuka adalah lobbying yang dilakukan tanpa ketakutan untuk diketahui orang lain. Lobby yang dilakukan secara terbuka memang tidak harus berarti dengan sengaja diekspose atau diberitahukan kepada khalayak, tetapi kalaupun diketahui masyarakat bukan merupakan masalah. Lobbying dengan cara terbuka ini biasanya dilakukan oleh dan diantara kelompok misalnya pendekatan yang dilakukan oleh OPP atau partai politik tertentu pada salah satu Organisasi Massa atau sebaliknya dan antara suatu Ormas pada Ormas yang lain



4. Tertutup Lobbying dengan cara tertutup adalah apabila lobbying dilakukan secara diam diam agar tidak diketahui oleh pihak lain apalagi masyarakat. Lobbying dengan cara ini biasanya bersifat perorangan yaitu yang dilakukan secara pribadi atau oleh seseorang pada orang tertentu. Lobbying cara ini dilakukan karena apabila sampai diketahui oleh pihak lain maka bisa berakibat negatif atau merugikan pihak yang melakukan lobby tersebut maupun pihak yang dilobby.



E. Target Target Kegiatan Lobi: 



Mempengaruhi kebijakan.







Menarik dukungan







Memenangkan prasyarat kontrak/ dalam kegiatan /bisnis







Memudahkan urusan







Memperoleh akses untuk kegiatan berikutnya.







Menyampaikan informasi untuk memperjelas kegiatan.



Referensi 1. Alcraft, Rob. 1999. How To Persuade People. Oxford: Heinemann Educational Publisher. 45



2. http://sites.google.com/site/kuliahkomunikasibisni/halaman-2 3. Wibowo, Heri. 2007. Fortune Favors The Ready: Keberuntungan Berpihak Kepada Orang-orang yang Siap. Bandung: Oase Writers Management



46



PROPAGANDA PETA HPS ISMKI WILAYAH 2 2018



47



PROPAGANDA I. Definisi Propaganda Propaganda (dari Bahasa



Latin modern: propagare yang



berarti



mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian Pesan yang bertujuan untuk memengaruhi



pendapat



dan



kelakuan masyarakat atau



sekelompok



orang.



Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya. Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan di mana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan faktafakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu. Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki pelaku propaganda. Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan atau kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosial. Menurut Ahli a.



Propaganda adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk



persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda.— Garth S. Jowett and Victoria O'Donnell, Propaganda And Persuasion.



48



b.



Propaganda sebagai komunikasi yang “digunakan oleh suatu kelompok



terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakantindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, diersatukan secara psikologis dan tergabungkan di dalam suatu kumpulan atau organisasi.” Bagi Ellul, propaganda erat kaitannya dengan organisasi dan tindakan, yang tanpa propaganda praktis tidak ada. Jacques Ellul, Propaganda: The Formation of Men's Attitudes, Knopf, 1965. c.



Jozef Goebbels, Menteri Propaganda Nazi pada zaman Hitler, mengatakan:



"Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulangulang, akan membuat publik menjadi percaya." Tentang kebohongan ini, Goebbels juga mengajarkan bahwa kebohongan yang paling besar ialah kebenaran yang diubah sedikit saja. -ETIKA,INTELEKTUALISME DAN PROPAGANDA II . Bagian Propaganda a.



Retorika atau public speaking



Dalam Bahasa Inggris retorika berasal disebut “rhetoric” dan bersumber dari perkataan Latin “rhetorica” yang berarti ilmu bicara. Retorika sebagai suatu ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum dan akumulatif. (Harsoyo dalam Susanto, 1988:73-74). Rasional, apa yang disampaikan seorang pembicara harus tersusun secara sistematis dan logis. Empiris berarti menyadikan fakta yang dapat diverifikasi oleh pancaindra. Umum artinya kebenaran yang disampaika tidak bersifat rahasia dan tidak dirahasiakan karena memiliki nilai sosial. Akumulatif merupakan perkembangan ilmu yang sudah ada sebelumnya, yaitu penggunaan Bahasa secara lisan maupun tulisan. Retorika juga disebut sebagai public speaking atau bicara didepan umum. Pengertian retorika secara sempit adalah hanya mengenai bicara, sedang secara luas tentang penggunaan Bahasa lisan dan tulisah. Menurut Sunarjo (1983:49-52) Pengertiannya dapat dilihat dari tinjauan filosofis dan tinjauan ilmu komunikasi Secara filosofis, retorika dapat dirunut dari nilai- nilai yang terkandung didalamnya. Filsuf Aristoteles mempertegas bahwa emosi manusia bervariasi dan ini dapat dipergunakan oleh seorang orator atau pembicara untuk mempengaruhi audiensinya. Aristoteles pun memberikan pengertian bahwa retorika sebagai seni yang memiliki nilai-nilai tertentu. Nilai itu adalah kebenaran dan keadilan yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat. Bagi Aristoteles, Retorika memiliki



49



beberapa fungsi, yaitu pengetahuan yang mendalam tentang retorika dan latihanlatihan yang dilakukan bisa mencegah retorika digunakan sebagai alat penipuan; retorika sangat berguna sebagai sarana untuk menyampaikan instruksi; retorika sama halnya dengan dialetik yang memaksa orang berpikir dan mengajukan pertanyaan. b.



Agitasi



Agitasi dari Bahasa Latin agitare : bergerak, menggerakkan; atau Bahasa Inggris Agitation. i.Menurut kamus Oxford, meng-agitasi adalah “membangkitkan perhatian (to excite) atau mendorong (stir it up)”, sehingga agitasi memfokuskan diri pada sebuah isu aktual, berupaya ‘mendorong’ suatu tindakan terhadap isu tersebut. Menurut Herbert Blumer, Agitasi adalah beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan terutama gerakan politik. Pada hakikatnya Agitasi adalah upaya untuk menggerakan massa dengan lisan atau tulisan, dengan cara merangsang dan membangkitkan emosi khalayak ramai. Biasanya propaganda jenis ini diisi dengan sejumlah doktrin bahkan upaya “cuci otak” guna mendapatkan loyalitas dari target atau sasaran propaganda. Misalnya, dengan menyuntikkan gagasan seputar, “jihad‟ atau revolusi dalam konteks yang keliru.



III. Wacana Publik 3.1



Urgensi Managemen Wacana Publik



Opini public menjadi salah satu institusi penting dalam demokrasi sama pentingnya seperti keberadaan eksekutif dan legislative. Opini public mempunyai “kuasa” lebih dalam menentukan arah pemerintahan namun kuasa tertinggi tetap di tangan pemerintah. Suara satu orang tidak berarti karena dalam demokrasi suara mayoritas seringkali sebagai arus penentu sehingga siapa yang bisa mempengaruhi kerangka berpikir publik disebut pemenang. 



Pencitraan



Sederhananya bagaimana “memoles” tiap individu/institusi dipandang publik sebagai tokoh masyarakat yang mempunyai sifat-sifat positif (pejabat, artis, organisasi pemeritah, perusahaan dll) bisa melalu event organizer, konferensi pers sehingga Nampak meyakinkan didepan public. 



50



Sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi



Mengembalikan citra individu/institusi yang sedang diterpa badai masalah yang menghancurkan reputasi individu/institusi tersebut. Disinilah peran komunikator ulung yang khususnya berprofesi dalam bidang kehumasan/PR untuk memberikan solusi komunikasi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah. 



Penguasaan Massa



Massa yang dikuasai untuk tujuan tertentu dari pembuat opini menjadi poin penting ketika kita butuh perbaikan citra ataupun menjatuhkan lawan karena suara mayoritas diperhitungkan lebih oleh pengambil keputusan sesungguhnya (contoh:pemerintah). 3.2



Komponen manajemen wacana public







Pembuat : Individu, kelompok, profesi humas / PR ( Public relations) dalam



suatu institusi 



Sasaran: Masyarakat







Sarana: Media komunikasi. Bentuknya bisa iklan, tulisan, berbicara di depan



publik, slogan, nyanyian, drama, puisi 



Isi pesan : Opini, data dan fakta dll.



3.3



Karakter Wacana public







Mementingkan tujuan daripada cara







Sering ditentukan oleh kepentingan pribadi, golongan atau negara







Opini ini yang diciptakan tanpa fakta







Tidak transparan (sulit untuk menggali informasi dari sumber langsung secara



nyata dalam waktu yang tepat) 



Didukung oleh banyak pihak



3.4



Alur Manajemen Wacana Public



Identifikasi → Penyikapan → Evaluasi 1.



Identifikasi dan Pengumpulan Data







Ada/tidak opini public yang sedang bergulir di masyarakat.







Perlu/tidak disikapi → Cari data fakta untuk mengambil sikap.







Jika isu bersifat konstruktif makan inventaris isu/opini public tersebut agar di



kemudian hari kita bisa memakainya kembali untuk mendukung opini kita yang baru. 



Nilai isu/opini yang sudah ada: Bermutu/tidak bermutu ; Dangkal/Dalam ;



Laten/Aktual.  51



Jika isu bersifat destruktif: cegah agar tidak menyebar dan dihancurkan.







Pelajari cara berpikir masyarakat saat itu sehingga penolakan dari public tidak



terlalu besar. 2.



Penyikapan







Tentukan tujuan penyikapan, contoh: pengurus ISMKI memulai sebuah opini



public, melalui artikel pencerdasan dan kuesioner yang menuntut partisipasi mahasiswa kedokteran bahwa RUU Pendidikan Kedokteran tidak langsung disetujui namun perlu dikaji ulang oleh Pemerintah agar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan. 



Buatlah penyikapaan pada saat yang tepat.







Melalui berbicara di depan public ataupun tulisan yang dimuat dalam media



massa yang bisa mempengaruhi pikiran masyarakat secara bersamaan dalam satu waktu. Seringkali opini public dimulai karena ada opini public lainnya, terjadi saling hantam opini dalam kurun waktu tertentu. 



Salah satu penyikapan yang efektif adalah demonstrasi. Melalui demonstrasi



pesan yang dibawa jelas (orasi, spanduk, poster, dan lain-lain), lokasi yang diambil pasti strategis sehingga masyarakat mau tidak mau dipaksa melihat aksi tersebut, entah langsung ataupun melalui media, yang ujungnya mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu isu/opini public.



3.



Monitoring dan Evaluasi







Apakah tujuan tercapai? Bagaimana respon public?







Apa respon public sesuai dengan rencana pembuat opini public?







Susun ulang rencana untuk menguatkan opini public yang kita gulirkan



pertama atau buat opini yang bisa membawa masyarakat mengerti jalur pikiran kita. 3.5



Cara Manajemen Wacana Publik



1.



Tulisan



a.



Berbagi Opini



Tulisan dalam bentuk opini sering kita jumpai dalam kolom-kolom media cetak seperti koran, majalah maupun media elektronik seperti website ataupun blog. Aspirasi atau pikiran-pikiran yang berputar dalam otak kita, ataupun yang kita rasakan dalam hati mungkin dapat dituang ke dalam suatu tulisan untuk kemudian kita salurkan ke dalam



52



media yang relevan pada saat yang tepat. Tentunya pendapat yang proporsional, menyangkut perubahan yang signifikan dan positif, atau menyangkut banyak orang adalah hal yang layak untuk dipaparkan dalam media massa—bukan masalahmasalah yang sifatnya terlalu pribadi atau personal yang lebih baik dikonsumsi oleh diri sendiri. Terminologi bidang kajian strategis (kastral) opini ini disebut kajian. Untuk kajian sendiri biasanya dibahas lebih dalam pada materi manajemen isu. Umumnya opini dimulai dari ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan. Apa yang nurani kita rasakan bertentangan dengan keadaan yang jauh dari keadaan ideal sehingga kita merasa memiliki solusi atas masalah tersebut. Solusi tersebut kita tuangkan dalam bentuk tulisan dan berharap bisa mempengaruhi pola piker orang banyak maupun merubah dunia dalam waktu singkat namun setidaknya ada efek umum yang seringkali trjadi adalah kita membuka arena untuk berdiskusi “massal”, bernegoisasi dengan pihak-pihak terikat atau membuat orang berkesimpulan bahwa apa yang dirasakannya juga dirasakaan oleh orang lain. b.



Tulisan yang seperti apa



Mathilda AMW Bhirowo, dalam bukunya “Bercermin melalui tulisan”, menguraikan menulis opini secara sederhana dan jelas. Beberapa strategi dalam penyusunan sebuah tulisan opini adalah sebagai berikut: 



Pilihlah tema yang membumi, artinya suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi



di sekitar kita dan menjadi perhatian banyak orang. 



Buat kerangka dari aspek-aspek relevan yang akan kita kembangkan. Dalam



istilah PBL (Problem Based Learning), dalam dunia pendidikan kedokteran, fase ini disebut Cue and clues yang selanjutnya diproses menjadi problem list sehingga kita melahirkan hipotesis (jawaban sementara terhadap masalah yang ada) sehingga untuk memastikan hipotesis, kita perlu “learning objectives’’ yang memaksa kita mencari berbagai macam data primer maupun sekunder, ini dapat menjadi daftar pertanyaan kita kepada narasumber sekiranya diperlukan suatu wawancara atau bahan kita mencari referensi dan data-data penunjang. 



Bagi lulusan dalam tiga tahap secara proporsional. Bagian pendahuluan



merupakan pembuka dari pokok persoalan yang akan kita sampaikan. Jelaskan secara singkat tentang isu dan latar belakang dengan presentase antara 20-25% dari keseluruhan panjang tulisan ini.



53







Bagian inti permasalahan memaparkan pokok persoalan secara mendetail



dengan memasukkan pula undur-undur gagasan penulis secara sistematis dan logis dengan didukung data-data pendukung yang sudah kita cari. Ada baiknya pendapat dari beberapa tokoh atau narasumber yang relevan kita muat sebagai penguat opini yang kita sampaikan. Persentase panjang uraian bagian ini adalah 60-70%. 



Pada bagian penutup, kita masukkan saran, pendapat, atau kesimpulan kita



pribadi terhadap persoalan yang kita angkat. Kesimpulan juga dapat berupa rangkuman dari penjabaran di atas atau inti sari dari pendapat-pendapat orang lain yang relevan. Bagian penutup dapat juga dibuat terbuka, artinya membiarkan pembaca menyimpulkan sendiri. Presentase bagian penutup tidak banyak, berkisar 10% dari keseluruhan bagian karangan. 



Hal yang mudah untuk mencari gaya penulisan itu adalah mempelajari



langsung dari media yang kita harapkan bisa memuat tulisan kita. Cari tulisan opini atau feature yang temanya mendekati persoalan yang menjadi perhatian kita. Dari situ kita akan mendapat gambaran tentang bentuk penulisannya. 



Tentang bahasa jurnalistik yang lazim digunakan, kita pun bisa mengacu pada



media yang kita anggap kredibel. Sering-seringlah membaca harian yang memiliki reputasi baik agar terbiasa menggunakan bahasa jurnalistik yang tepat. Perhatikan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan dalam menulis tulisan berbentuk opini. Karena opini seringkali berhadapan dengan kelompok atau kebijakan yang berlawanan. Apalagi disampaikan secara terbuka di media massa maka kita pun harus pertimbangkan akurasi dan penggunaan bahasa yang etis agar tidak menimbulkan polemic yang berlebihan atau bahkan menjadi boomerang buat kita, jauhkan hal=hal yang bersifat SARA, fisik atau menyudutkan seseorang atau institusi secara langsung. Untuk itu kita perlu didukung oleh data-data atau informasi akurat yang menunjang dari sumber yang kredibel. Tanpa hal-hal tersebut, kita seperti sedang “menggoreng” isu atau membual. Namun jangan takut menulis untuk menyatakan opini kita karena keterbukaan berpendapat berlaku di negara kita sejak zaman reformasi. “Segala sesuatu tidaklah sesulit yang kita lihat: segala sesuatu lebih menguntungkan daripada yang anda duga; dan jika ada kemungkinan berhasil, maka hal itu akan benar-benar terjadi dan pada saat yang terbaik” - Maxwell



54



IV. Komunikasi Massa 1.



Definisi



Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dan popular dikemukakan oleh John R. Bittner: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. “Mass Communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people”. Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu George Gebner. Menurutnya, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industry. Dapat disimpulkan. Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa dalam penyampaian informasi yang ditujukan kepada orang banyak (public) dan diterima secara serentak. 2.



Karakteristik Komunikasi Massa



Elizabeth Noelle Neuman (1983;92) menyebutkan empat tanda pokok dalam komunikasi massa: a)



Komunikasi massa bersifat tidak langsung.



b)



Komunikasi massa bersifat satu arah.



c)



Komunikasi massa bersifat terbuka.



d)



Memiliki public yang secara geografis tersebar.



Nurudin dalam Pengantar Komunikasi Massa (2004:19) menyebutkan ciri-ciri dari komunikasi massa sebagai berikut: a)



Komunikator melembaga.



b)



Komunikasi dalam komunikasi massa bersifat heterogen.



c)



Pesannya bersifat umum.



d)



Komunikasi berlangsung satu arah.



e)



Komunikasi massa menimbulkan keserempakan.



f)



Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis.



g)



Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.



3.



Fungsi Komunikasi Massa



Menurut Dominick (2001), fungsi komunikasi massa adalah: a) 55



Surveillance (pengawasan)



b)



Interpretation (penafsiran)



c)



Linkage (keterkaitan)



d)



Transmission of values (penyebaran nilai)



e)



Entertainment (hiburan)



Fungsi komunikasi massa terpopuler tercantum dalam UU No. 40/1999 tentang Pers, yaitu: a)



Menyampaikan informasi (to inform)



b)



Mendidik (to educate)



c)



Menghibur (to entertain)



d)



Melakukan pengawasan social (social control)



4.



Efek Komunikasi Massa



Setiap proses komunikasi mempunyai dampak atau hasil akhir yang disebut dengan efek. Efek muncul dari seseorang yang menerima pesan komunikasi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Menurut Donald K. Robert, efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. Oleh karena fokusnya pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa (Ardianto, 2004:48) Menurut Onong Uchyana Effendy (2006), yang termasuk dalam efek komunikasi massa adalah: a)



Efek kognitif (cognitive effect) – pengetahuan



b)



Efek afektif (affective effect) – perasaan, emosi



c)



Efek konatif atau efek behavioural (behavioural effect) – perilaku



56