Plastik Dan Masterbatch [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Plastik dan masterbatch 2.1 Plastik             Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer yang tersusun sambungmenyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras (Flinn dan Trojan, 1975). 2.1.1 Polimerisasi plastik             Pada umumnya proses polimerisasi (pembentukan polimer) dibagi menjadi dua cara, yaitu polimerisasi kondensasi, polimerisasi adisi. 2.1.1.1  Polimerisasi kondensasi             Menurut  M.A Cowd  pada tahun 1991, polimerisasi kondensasi yaitu polimerisasi yang terjadi pada saat zat bermassa molekul rendah, dimana terjadi reaksi antara dua molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan terbentuk satu molekul besar bergugus fungsi banyak, disertai pemutusan molekul kecil (seperti air). Contohnya, jika campuran etanol (etil alkohol) dan asam etanoat (asam asetat) dipanasi bersama sedikit asam sulfat pekat, akan dihasilkan ester etil etanoat (etil asetat) yang disertai penyingkiran air, reaksinya sebagai berikut : CH3COOH + C2H5OH          ----->               CH3COOC2H5 + H2O Reaksi berhenti sampai disini, karena tidak terdapat gugus fungsi yang dapat bereaksi (pada contoh ini gugus  –COOH dan  -OH), akan tetapi, jika tiap molekul pereaksi mengandung dua atau tiga gugus fungsi, maka reaksi berikutnya dapat terjadi. Misalnya reaksi antara 2 monomer asam heksanadioat (asam adiapat) dan etana 1,2-diol : HOOC(CH2)4COOH + HO(CH2)2OH    ----->     HO(CH2)2COO(CH2)4COO(CH2)2OH + H2O             Polimerisasi kondensasi hampir selalu berlangsung secara bertahap dengan reaksi antara pasangan gugus fungsi, sehingga terbentuk dimer, trimer, tetramer, dan seterusnya hingga terbentuk polimer. Polimer yang terbentuk mengandung kesatuan yang berulang : [-O(CH2)2COO(CH2)4CO-]n Dengan demikian massa molekul nisbi bertambah secara bertahap selama reaksi berlangsung dan waktu rekasi lama jika diperlukan massa molekul polimer nisbi yang besar. 2.1.1.2  Polimerisasi Adisi             Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai dan disebabkan oleh radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak berpasangan). Polimer penting yang dihasilkan melalui polimerisasi adisi adalah turunan etena berbentuk CH 2=CHX atau CH2=CXY, yang disebut monomer vynil.             Menurut  F.W Billmeyer  pada tahun 1984, tahap-tahap yang terjadi pada Polimerisasi adisi yang disebabkan oleh radikal bebas yaitu:



1.         Inisiasi (tahap pemicuan) Reaksi pada proses inisiasi akan menghasilkan zat antara yang sangat reaktif dalam bentuk radikal bebas dan molekul monomer dinyatakan dengan CH2=CHx. Proses pemicuan radikal bebas dengan monomer dapat digambarkan sebagai berikut : R2        ----->        2R•     2.         Propagasi (tahap perambatan)        Pada tahap ini terbentuk rantai radikal, dan dapat berturut-turut bereaksi dengan monomer sehingga memperbanyak rantai : Tahap ini berjalan terus menerus sampai suplai monomer habis. 3.         Terminasi (tahap pengakhiran)             Tahap terminasi dapat tercapai dengan dua cara, yaitu :       Kombinasi atau Coupling       Disproporsionasi Transfer hidrogen menghasilkan dua  bentuk akhir molekul jenuh dan tak jenuh. Terminasi  Polistirena lebih banyak menggunakan cara kombinasi. Sedangkan Poly (methylmethacrylate) menggunakan disproporsionasi. 2.1.2 Klasifikasi plastik Syarief et al., (1989) membagi plastik menjadi dua berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu, yaitu: a.         Termoplastik: meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan, b.        Termoset: tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin. Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10 %) dari volume jenis plastik yang bersifat termoplastik (Moavenzadeh dan Taylor, 1995). Banyak macam plastik yang digunakan dalam pembuatan produk baik kemasan maupun kebutuhan lainnya, misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik diatas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan  demikian kombinasi dari  berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan atau produk lainnya (Crompton, 1979). Namun, hanya ada tujuh buah kelompok tanda pengenal jenis plastik yang berkaitan dengan jenis bahan dan dampak pemanfaatannya bagi manusia. Perlu diketahui bahwasanya secara internasional telah diatur kode untuk kemasan plastik, kode ini dikeluarkan oleh The Society of Plastic Industry pada tahun 1988 di Amerika Serikat dan diadopsi pula oleh lembaga-lembaga yang mengembangkan sistem kode, seperti



ISO (International Organization for Standardization). Adapun tanda (kode) pengenal plastik ditunjukkan pada gambar di bawah ini : Simbol dengan angka 1 Polyethylene Terphthalate, angka 2 untuk High Density Polyethilene, angka 3 untuk vinyl, angka 4 untuk Low Density Polyethilene, angka 5 untuk polipropylene, angka 6 untuk polystyrene, angka 7 untuk jenis plastik yang lainnya.



2.1.3 Manfaat dan kerugian plastik             Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna.  Kelemahan bahan ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas (Winarno, 1994). Berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti misalnya polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil dapat digunakan secara tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama, kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas. Sedangkan polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau ditutupi dengan panas. Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi (Winarno, 1994). Pada kemasan plastik, perubahan fisiko kimia pada wadah dan makanannya sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat konsumen. Banyak ragam kemasan plastik untuk makanan dan minuman, beberapa contoh misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik di atas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan (Crompton, 1979). Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen. Plastik memilki sifat yang tidak mudah terurai. Oleh karena itu maka diperlukan penanganan yang serius terhadap sampah plastik. Apabila tidak diilakukan penanganan yang serius maka dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak



negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut (Pratiwi dkk, 2010) : a.     Gangguan Kesehatan b.    Menurunnya kualitas lingkungan c.     Menurunnya estetika lingkungan d.    Terhambatnya pembangunan  Negara Limbah plastik merupakan masalah yang sudah dianggap serius bagi pencemaran lingkungan khususnya bagi pencemaran tanah. Bahan plastik merupakan bahan organik yang tidak bisa terurai oleh bakteri. Dan alangkah baiknya jika limbah plastik tersebut dapat digunakan lagi dengan cara mendaur ulang dan dijadikan produk baru. Upaya pengelolaan daur ulang sampah plastik telah banyak dilakukan oleh pemerintah, seperti dengan menyediakan tempat sampah yang sudah dipecah menjadi beberapa kategori sampah (sampah basah dan sampah kering). Akan tetapi strategi ini masih belum memberikan hasil yang signifikan dalam reduksi jumlah sampah plastik. Dengan kata lain, manajemen yang ada saat ini belum sepenuhnya berjalan efektif. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah tidak berdasarkan kategori sampah (Pratiwi dkk, 2010). 2.2 Polipropilena             Polipropilena merupakan polimer termoplastik yang dapat dibuat melalui proses polimerisasi adisi monomer propilena. Polimerisasi propilena dengan katalis Ziegler-Natta akan menghasilkan kristalin isotaktik. Polimer isotaktik terbentuk bila terjadi orientasi monomer dengan konfigurasi yang paling mantap. Gugus-gugus metal di dalam polipropilena isotaktik seluruhnya berada pada sisi yang sama di dalam rantai polimer (Wirjosentono, 1997). 2.2.1 Struktur molekul polipropilena Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Rantai polimer polipropilena yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur) (Cowd MA, 1991).             Menurut Natta, ada tiga macam bentuk konfigurasi ruang yang berbeda dari rantai polimer polipropilena, perbedaan ini berdasarkan letak gugus metil (CH3). Dua bentuk konfigurasi memiliki susunan yang teratur, masing-masing dinamakan isotaktik dan sindiotaktik. Sedangkan yang tidak teratur dinamakan ataktik. Gugus-gugus metil pada polipropilena isotaktik seluruhnya berada pada sisi yang sama di dalam rantai polimer. Pada stuktur sindiotaktik, gugus-gugus metil berada pada posisi yang bergantian di sepanjang rantai utamanya. Sedangkan struktur ataktik merupakan distribusi daripada struktur isotaktik dan sindiotaktik. 2.2.2 Sifat polipropilena Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan



tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi, kerapuhan polipropilena dibawah 0 oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi  yang baik (Gachter, 1990).  Polipropilena merupakan polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya. Polipropilena mempunyai tegangan yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi, seperti poliolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alkohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras. (Almaika, S, 1983). 2.3 Zat Warna 2.3.1 Pengertian zat warna untuk plastik Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organik tidak jenuh yang  dijumpai dalam pembentukan  zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna (Renita, 2004). Gugus kromofor dari zat warna ditunjukkan pada tabel 2.1: Tabel 2.1 Daftar gugus fungsi dari zat warna Nama Gugus Struktur Kimia Nitroso NO atau (-N-OH) Nitro NO2 atau (NN-OOH) Grup Azo -N = NGrup Etilen -C = CGrup Karbonil -C = OGrup Karbon – Nitrogen -C=NH ; CH=NGrup Karbon Sulfur -C=S ; -C-S-S-C            Zat  warna  adalah  senyawa  organik  berwarna  yang  digunakan  untuk memberi  warna  pada  suatu  objek  (Fessenden  &  Fessenden,  1994).  Bahan pewarna berfungsi untuk meningkatkan penampilan dan memperbaiki sifat tertentu dari bahan plastik. Pertimbangan yang perlu diambil dalam memilih warna yang sesuai meliputi : 1)      Aspek yang berkaitan dengan penampilan bahan plastik selama pembuatan produk warna, meliputi daya gabung, pengaruh sifat alir pada system dan daya tahan terhadap panas serta bahan kimia.



2)      Aspek yang berkaitan dengan produk akhir, antara lain ketahanan terhadap cuaca dan bahan kimia. 2.3.2 Klasifikasi zat warna             Zat  warna  alami  mengandung  pigmen  yang  secara  umum  berasal  dari tumbuhtumbuhan,  tetapi  beberapa  zat warna  alami  tidak menguntungkan,  tidak stabil  selama  proses  dan  penyimpanan.  Kestabilan  zat  warna  alami  tergantung pada  beberapa  faktor  antara  lain  cahaya,  oksigen,  logam  berat,  oksidasi, temperatur,  keadaan  air,  dan  pH,  sehingga  penggunaan  zat  warna  sintetik  pun semakin  meluas.  Keunggulan  zat  warna  sintetik  antara  lain  lebih  murah,  lebih mudah  untuk  digunakan,  lebih  stabil,  lebih  tahan  terhadap  berbagai  kondisi lingkungan, daya mewarnainya lebih kuat, dan memiliki rentang warna yang lebih luas (Nollet, 2004). Pigmen dapat  dikelompokkan menjadi 2 tipe, yaitu: 1.      Pigmen anorganik Pigmen anorganik mempunyai molekul yang lebih besar dan luas permukaanya lebih kecil, permukaannya buram karena menyebarkan sinar. Contoh pigmen anorganik:  titanium dioksida yang memberi warna putih, besi oksida memberi warna kuning, coklat, merah dan hitam, cadmium yang memberi warna kuning terang dan merah (J.Baird. 1986). 2.      Pigmen Organik Pigmen organik adalah suatu bahan yang terbuat dari bahan-bahan organik baik dari alam maupun sintetis yang ditandai dengan sifat brightness dan transparency yang baik. Material organik biasanya digunakann untuk plastik transparan, mudah terdispersi, ukuran partikel kecil, biasanya digunakan untuk food packaging. Keuntungan pigmen ini adalah kekuatan warna (tidak mudah luntur) lebih tinggi, aman untuk kesehatan. Sedangkan kerugiannya adalah ketahanan terhadap panas lebih rendah kecerahannya lebih rendah,opacity lebih rendah sehingga untuk mencapai warna yang diinginkan penggunaan warnanya boros dan harganya relatif mahal. Contoh pigmen organik antara lain: condenazo pigmen, flavantrone, halogenasi, isoindolinone, phtalocyanine blue. Penggolongan zat warna menurut "Colours  Index" volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat warna azo, antrakuinon, ftalosia, nitroso, indigo, benzodifuran, okazin, Polimetil, triaril Karbonium, poliksilik, romatik karbonil, quionftalen, sulfur, nitro, nitrosol dan lain-lain. Zat warna azo merupakan jenis zat warna sintetis yang cukup penting. Lebih dari 50 % zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus  azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas (Heaton, 1994). 2.4  Masterbatch             Masterbatch merupakan jenis pewarna plastik yang berbentuk padatan (granule), terdiri dari campuran yang sangat kompleks dari resin termoplastik (misalnya polietilena, polipropilena, polivinil klorida atau campuran polimer lainnya) dan pigmen (karbon hitam, titanium dioksida atau materi pigmen yang lainnya) dengan konsentrasi tinggi, selain itu, seringkali ditambahkan pula dengan berbagai bahan aditif yang digunakan untuk



meningkatkan sifat fisik polimer dan masterbatch, dan produk yang dihasilkan memperoleh warna atau sifat dari masterbatch  itu sendiri. Umumnya zat aditif yang digunakan berfungsi sebagai anti blocking, anti statik, stabilitas terhadap cahaya UV. Masterbatch banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, misalnya sebagai pewarna kemasan dan ekstruksi pipa (Groves, 1993). . 2.4    Dispersi Pewarna Plastik Proses dispersi pigmen terhadap material plastik diperlukan untuk mengoptimalkansifat fisik dan penampilan produk plastik. Secara umum, dalam proses dispersi ini sangat sulitmencapai sistem pelapisan yang tepat karena kurangnya media cair. Dengan demikian, efisiensi dispersi pigmen akan tergantung pada beberapa faktor di bawah ini (Garlinsky, 2009) : a.       Proses pemecahan secara mekanis terhadap kelompok-kolompok partikel pigmen menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil yang sesuai dengan derajat kehalusan yang dikehendaki. Hal itu tergantung pada jenis dan pengaturan dari peralatan pengolahan yang digunakan. b.      Pembasahan, Proses ini harus berjalan dengan maksimal, yakni zat warna dapat terlelehkan  secara sempurna agar tidak terjadi penggumpalan, karena dalam proses dispersi ini sangat kurang akan media cair. c.       Viskositas : pigmen yang memiliki viskositas yang tinggi akan lebih sulit terpisah dan akan menghambat proses dispersi pigmen terhadap material plastik Proses dispersi pigmen (masterbatch) dengan material plastik adalah sebagai berikut (Garlinsky, 2009): a)      Wetting,  yaitu bentuk masterbatch yang semula padatan diubah menjadi bentuk cairan (pigmen/carrier polimer) melalui proses pelelehan dengan suhu yang sangat tinggi sesuai dengan titik leleh masterbatch tersebut. b)      Selanjutnya dispersing, yaitu dengan memberikan energi mekanis, pecahan-pecahan pigmen (agglomerate) tersebut hancur dan berubah menjadi butiran yang lebih kecil lagi. Pada keadaan ini, carrier polymer akan menembus celah pecahan-pecahan pigmen (agglomerate) agar pigmen mudah terdispersi terhadap material plastik yang digunakan. c)      Stabilizing, yaitu dispersi pigmen dapat distabilkan dengan penambahan zat aditif, agar tidak terjadi penggumpalan warna yang tidak merata dan didapatkan warna terdispersi sempurna diantara rantai molekul material plastik yang digunakan. Selain itu adanya carrier material plastik dapat pula membantu mempermudah pigmenterdispersi dalam rongga molekulmolekul polimer plastik



NANOKOMPOSIT Istilah nanoteknologi digunakan untuk mendeskripsikan kreasi dan ekploitasi suatu material yang memiliki ukuran struktur diantara atom dan material ukuran besar yang didimensikan dengan ukuran nanometer (1 nm = 10-9m). Sifat dari material dengan dimensi nano sangat berbeda secara signifikan dari atomnya juga dari partikel besarnnya. Kontrol yang baik terhadap sifat tersebut bias menuntun ke pengetahuan baru yang sesuai dengan peralatan dan teknologi baru. Pentingnya nanoteknologi pertama kali dikemukakan oleh Feynman pada tahu 1959 (Muller, 2006).



Terjadi perkembangan yang sangat cepat dari ilmu dan teknologi nano pada beberapa tahun terakhir, terutama karena ketersediaan strategi baru untuk mensintesis nanomaterial dan alatalat baru untuk karakterisasi dan manipulasi. Terdapat banyak contoh untuk mendemonstrasikan pergeseran hasil dan paradigma terakhir pada masalah ini. Beberapa metode sintesis nanopartikel (kabel nano dan tabung nano) dan perakitanya telah ditemukan. Kabel nano dan tabung nano dengan variasi materi anorganik telah ditemukan, disamping atom karbonnya. Nanostruktur juga cocok untuk simulasi dan pemodelan komputer, ukuranya menjadi cukup kecil untuk mendukung kekuatan yang tinggi (Rao,et.al, 2004). Nanokomposit merupakan material padat multi fase, dimana setiap fase memiliki satu, dua, atau tiga dimensi yang kurang dari 100 nanometer (nm), atau struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang berbeda. Material-material dengan jenis seperti itu terdiri atas padatan anorganik yang tersusun atas komponen organik. Contoh nanokomposit yang ekstrem adalah media berporos, koloid, gel, dan kopolimer. Nanokomposit dapat ditemukan di alam, contohnya adalah kulit tiram dan tulang (Anonim, 2009)



Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peran penting dalam peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel yang berukukuran nano itu mempunyai luas permukaan interaksi yang tinggi. Makin banyak partikel yang berinteraksi, kian kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan antarpartikel makin kuat, sehingga sifat mekanik materialnya bertambah. Namun penambahan partikel-partikel nano tidak selamanya akan meningkatkan sifat mekaniknya. Ada batas tertentu yang mana saat dilakukan penambahan, kekuatan material justru makin berkurang. Namun pada umumnya, material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur dibandingkan dengan material penyusunnya (Hadiyawarman,dkk, 2008)



Pembuatan Nanokomposit Pembuatan material nanokomposit dapat dilakukan dengan melakukan pendekatanpendekatan yang mudah dan kompleks. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan simple mixing. Dalam metode ini, peningkatan kekuatan mekanik material terjadi akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada epoxy resin. Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer, sehingga mereduksi mobilitas rantai polimer. Interaksi ini meningkatkan kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang diperoleh adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi. Makin banyak jumlah SiO2 yang dimasukkan, kekuatan material nanokomposit juga bertambah sampai titik kritisnya (Nano, 2009). Kelebihan Nanokomposit Bahan komposit mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahan konvensional seperti logam. Misalnya memiliki densiti yang jauh lebih rendah daripada bahan konvensional. Hal ini jelas memberi implikasi yang penting dalam konteks penggunaan. Pasalnya, komposit akan mempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvensional. Komposit juga memiliki kekuatan yang dapat diatur (tailorability), tahanan lelah (fatigue resistance) yang baik, tahan korosi, dan memiliki kekuatan jenis (rasio kekuatan terhadap berat jenis) yang tinggi (Hadiyawarman,dkk, 2008). Aplikasi dan penggunaan Nanokomposit Beberapa aplikasi penting teknologi yang didasarkan material nano antara lain: produksi bubuk nano keramik dan material lain, nanokomposit, pengembangan sistem nanoelektrokimia, aplikasi penggunaan tabung nano untuk menyimpan hidrogen, chip DNA dan chip untuk menguji kadar logam dalam kimia ataupun biokimia. Teknologi nano juga digunakan dalam mendeteksi gen maupun mendeteksi obat dalam bidang kedokteran. Selain itu, juga dapat digunakan dalam alat-alat nanoelektronik. Pengembangan teknologi nano lebih lanjut dapat diaplikasikan dalam pebuatan laser jenis baru, nanosensor, nanokomputer (yang berbasis tabung nano dan material nano), dan banyak lagi aplikasi lainnya. (Rao,et.al, 2004) Struktur nano yang diperkuat dengan memamfaatkan materi keramik dan metalik penting dipertimbangkan dalam membuat bahan super kuat generasi baru, tipe baru dari ferromagnets, serta semen kuat yang mudah dibentuk. Contoh materi dari struktur nano yaitu nanokomposit Co/WC serta Fe/TiC. (Rao,et.al, 2004) Semikonduktor – Metal Nanokomposit Dengan mendisain semikonduktor-metal komposit partikel nano memungkinkan untuk meningkatkan sifat katalis dari photocatalysts (gambar berikut)



Proses transfer muatan antar permukaan pada metal-semikonduktor partikel nano



Pertemuan antara logam dengan semikonduktor secara tidak langsung mempengaruhi energi dan proses transfer muatan antarmuka. Deposisi dari logam inert pada partikel nano semikonduktor merupakan sebuah faktor yang penting untuk memaksimalkan efisiensi dari reaksi fotokatalitik. Dalam reaksi ini, secara normal dianggap bahwa logam inert berperan sebagai pusat untuk pembawa muatan pada induksi foto dan proses transfer muatan antar permukaan. (Rao,et.al, 2004) Dalam industri angkasa luar, ada kecenderungan untuk mengganti komponen yang dibuat dari logam dengan komposit karena terbukti komposit mempunyai rintangan terhadap fatigue yang baik, terutama komposit yang menggunakan serat karbon. Penggunaan bahan komposit pun sangat luas, yaitu untuk komponen kapal terbang, helikopter, satelit, industri pertahanan, jembatan, terowongan, kaki palsu, dan yang terpopular adalah penggunaan bahan baku mobil Formula One (F1). Manfaat utama penggunaan komposit adalah mendapatkan kombinasi sifat kekuatan serta kekakuan tinggi dan berat jenis yang ringan. Dengan memilih kombinasi material serat dan matriks yang tepat, kita dapat membuat material komposit dengan sifat yang tepat sama dengan kebutuhan sifat untuk struktur dan tujuan tertentu (Hadiyawarman,dkk, 2008). By: Dewa Putu Agus Wahyu Erawa Polimer-Clay Nanokomposit Posted by aya | 0 Comment Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungkan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik, dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikelnya.



Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua dimensi berupa padatan berlapis seperti clay, grafit, dan hidrotalsit ataupun nanofiber satu dimensi seperti nanotube. Material clay merupakan material yang paling banyak menarik perhatian karena sifatnya yang kuat, kaku, melimpah di alam, murah serta kemampuannya yang tinggi dalam menginterkalasikan partikel ke dalam strukturnya. Kemampuan interkalasi ini karena muatan layer yang kecil (x=0,2-0,6) sehingga kation dalam ruang antarlapis dapat ditukar. Berbeda dengan material komposit polimer biasa, polimer-clay nanokomposit terbentuk jika polimer dapat terinterkalasi ke dalam galeri mineral clay sehingga sifat polimer yang terbentuk berbeda dengan sifat mikropartikelnya. Salah satu kekurangan clay adalah sifatnya yang hidrofilik sehingga dapat menyebabkan aglomerasi mineral clay dalam matriks polimer yang bersifat hidrofobik. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menginterkalasikan kation organik seperti asam amino atau alkil amonium membentuk organoclay yang bersifat hidrofobik. Peningkatkan basal spacing setelah proses interkalasi juga dapat meningkatkan kemampuan difusi polimer atau prekursor polimer ke dalam interlayer clay. Pencampuran mineral clay dengan polimer dapat membentuk tiga jenis nanostruktur komposit tergantung pada kondisi reaksi. Pertama adalah struktur terinterkalasi dimana monolayer rantai polimer terinterkalasi dalam clay membentuk struktur multilayer clay-polimer. Kedua adalah struktur tereksfoliasi dimana lapisan clay terdispersi seragam dalam matriks polimer. Ketiga adalah struktur klaster dimana terjadi eksfoliasi parsial. Polimer-clay nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan material nanoclay berlapis pada matriks polimer. Nanoclay mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga dapat berinteraksi secara efektif dengan matriks polimer pada konsentrasi rendah (5-8%). Akibatnya, polimer nanoclay menunjukkan peningkatan pada modulus, stabilitas termal, dan sifat barrier tanpa peningkatan berat jenis dan kehilangan sifat optik. Terdapat berbagai proses untuk membentuk nanokomposit clay-poilmer, yaitu polimerisasi in situ, eksfoliasi larutan, dan interkalasi lelehan. Pada polimerisasi in situ, monomer diinterkalasikan ke dalam galeri clay kemudian dipolimerisasi menggunakan panas, radiasi, inisiator atau katalis. Pada eksfoliasi larutan, clay dieksfoliasi menjadi platelet tunggal menggunakan pelarut yang juga dapat melarutkan polimer. Polimer kemudian dicampur ke dalam suspensi clay dan teradsopsi pada platelet. Pelarut tersebut kemudian dievaporasi. Pada interkalasi lelehan, clay dicampur secara langsung ke dalam matriks polimer dalam keadaan melele



Plastik Biodegredable Untuk Lingkungan Kita Friday, February 12, 2010 10:13:04 AM Hampir setiap hari kita membutuhkan plastik untuk berbagai hal, yakni sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan plastik memiliki sifat unggul seperti ringan tetapi kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Namun, plastik yang beredar di pasaran saat ini merupakan polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi yang sulit untuk terurai di alam. Akibatnya semakin banyak yang menggunakan plastik, akan semakin meningkat pula pencemaran lingkungan seperti penurunan kualitas air dan tanah menjadi tidak subur. Selama berabad-abad plastik konvensional tersebut dituding sebagai biang pencemar lingkungan karena tidak dapat teruraikan dalam tanah. Untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya plastik,



saat ini telah dikembangkan plastik biodegradable, artinya plastik ini dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Biasanya plastik konvensional berbahan dasar petroleum, gas alam, atau batu bara. Sementara plastik biodegradable terbuat dari material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam tanaman misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang terdapat dalam hewan. Di beberapa negara maju plastic biodegradable sudah diproduksi secara komersial, seperti poli hidroksi alkanoat (PHA), poli e-kaprolakton (PCL), poli butilen suksinat (PBS), dan poli asam laktat (PLA). Pengembangan bahan plastik biodegradable menggunakan bahan alam terbarui (renewable resources). Poli asam laktat (PLA) menjadi kandidat yang menjanjikan, karena PLA dapat diproduksi dari bahan alam terbarui seperti pati-patian dan selulosa melalui fermentasi asam laktat. Selain daripada itu PLA mempunyai sifat yang mirip dengan plastik konvensional. Indonesia kaya akan sumberdaya alam pati-patian. Pengembangan biodegradable plastik yang tengah dilakukan adalah pemanfaatan pati-patian tropis (sagu dan tapioka) melalui teknik blending pelet plastik dan pati, modifikasi pati dan sintesa kimiawi poli asam. Pengujian plastik biodegradable dilakukan untuk mengetahui kemampuan lingkungan (tanah) Indonesia untuk merombak plastik biodegradable. Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradable merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan. Di Jepang telah disepakati penggunaan nama plastik hijau (GURIINPURA) untuk plastik biodegradable.  Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradable dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan selulosa. Yang pertama adalah penggunaan sumberdaya alam yang tidak terbarui (non-renewable resources), sedangkan yang kedua adalah sumber daya alam terbarui (renewable resources). Saat ini polimer plastik biodegradable yang telah diproduksi adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik. Poli e-kaprolakton (PCL) adalah polimer hasil sintesa kimia menggunakan bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai sifat biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisa oleh enzim lipase dan esterase yang tersebar luas pada tanaman, hewan dan mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, Tm = 60oC, menyebabkan bidang aplikasi PCL menjadi terbatas.  Poli ß-hidroksi butirat (PHB) adalah poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes eutrophus, Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180o C), tetapi karena kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik. Kopolimer poli b-hidroksi butirat-ko-valerat (PHB/ V) merupakan kopolimer hasil usaha perbaikan sifat kristalinitas dari PHB. Dalam majalah Scientific America edisi August 2000, Tillman U Gerngros melakukan kajian tentang tingkat keramahan plastik biodegradable terhadap lingkungan. Dia menyatakan bahwa untuk memproduksi PHB dibutuhkan total energi yang jauh lebih besar dibanding dengan energi yang dibutuhkan untuk memproduksi plastik konvensional seperti polietilen dan polietilen tereftalat. Kenyataannya memang beberapa perusahaan yang memproduksi PHB menghentikan kegiatan



produksinya, disebabkan karena mahalnya biaya produksi yang dibutuhkan.  Poli butilena suksinat (PBS) mempunyai titik leleh yang setara dengan plastik konvensional polietilen, yaitu Tm =113o C. Kemampuan enzim lipase dalam menghidrolisa PBS relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemampuannya menghidrolisa PCL. Untuk meningkatkan sifat biodegradabilitas PBS, dilakukan kopolimerisasi membentuk poli butilen suksinat-ko-adipat (PBS/A). PBS dan PBS/ A memiliki sifat ketahanan hidrolisa kimiawi yang rendah, sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk bidang aplikasi lingkungan lembab. Kopolimerisasi PBS dengan poli karbonat menghasilkan produk poliester karbonat yang memiliki sifat biodegradabilitas, ketahanan hidrolisa kimiawi dan titik leleh yang tinggi.  Poli asam laktat (PLA) merupakan poliester yang dapat diproduksi menggunakan bahan baku sumber daya alam terbarui seperti pati dan selulosa melalui fermentasi asam laktat. Polimerisasi secara kimiawi untuk menghasilkan PLA dari asam laktat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara langsung dari asam laktat dan secara tidak langsung melalui pembentukan laktida (dimer asam laktat) terlebih dahulu, dan diikuti dengan polimerisasi menjadi PLA. PLA mempunyai titik leleh yang tinggi sekitar 175o C, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparans. Perusahaan-perusahaan besar dunia mulai bergerak untuk memproduksi PLA, seperti Cargill-Dow Chemicals Co. yang akan memproduksi PLA dengan skala 140.000 ton/ tahun dengan memanfaatkan pati jagung. Sedangkan di Jepang, perusahaan Shimadzu Co. dan Mitsui Chemicals Co. juga memiliki plant produksi PLA. Perusahaan Toyota kabarnya juga akan mendirikan plant industri PLA di Indonesia dengan memanfaatkan pati ubi jalar. Tampaknya PLA akan menjadi primadona plastik biodegradable di masa datang. Indonesia kaya akan sumberdaya alam, diantaranya pati-patian (tapioka dan pati sagu) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan plastik biodegradable. Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradable dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu : 1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik. Plastik yang digunakan dapat berupa plastik biodegradable (PCL, PBS, atau PLA) maupun plastik konvensional (polietilen). Sedangkan pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi. Sifat mekanik dari plastik biodegradable yang dihasilkan tergantung dari keadaan penyebaran pati dalam fase plastik, dimana bila pati tersebar merata dalam ukuran mikron dalam fase plastik, maka produk plastik biodegradable yang didapat akan mempunyai sifat mekanik yang baik. Sifat biodegradabilitas dari plastik biodegradable berbasiskan pati sangat tergantung dari rasio kandungan patinya. Semakin besar kandungan patinya, maka semakin tinggi tingkat biodegradabilitasnya. 2. Modifikasi kimiawi pati. Untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkkan pada pati. Jika polimer yang dicangkokkan adalah polimer yang bersifat biodegradable, maka produk yang dihasilkan juga akan bersifat biodegradable. Namun demikian, biasanya sifat biodegradabilitas pati akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali dengan proses modifikasi kimiawi. 3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer / polimer plastik biodegradable. Pati dapat dipakai sebagai bahan baku fermentasi untuk menghasilkan asam laktat



(monomer dari PLA), 1,4-butanediol (monomer dari PBS) atau poliester mikroba (PHB). Kesimpulan Sampah plastik menimbulkan masalah lingkungan sebagai akibat ketidakmampuan lingkungan (dalam hal ini mikroorganisme) dalam merombak dan menguraikan plastik. Pengembangan bahan plastik biodegradable merupakan alternatif untuk memecahkan masalah penanganan sampah plastik. Produksi bahan plastik biodegradabel mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan. Pendayagunaan pati tropis seperti sagu dan tapioka untuk bahan baku plastik biodegradable bukan hanya membuka peluang terciptanya industri baru, tetapi juga memberikan andil dalam penyelesaian masalah penanganan sampah plastik di Indonesia. Akan tetapi, informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima jenis baru dari polimer plastik ini tentu sangat diperlukan untuk mencegah hal-hal negatif yang mungkin nantinya akan timbul dengan semakin meluasnya pemakaian plastik biodegradable di masa datang. Ayo, Sayangi Lingkungan Kita Untuk Hidup Lebih Baik^^ _