Pneumoni Ortostatik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR



REFERAT Februari, 2017



PNEUMONIA ORTOSTATIK



Oleh :



NURUL WUQUFIANA RAHMAH, S.Ked 10542 0417 12



Pembimbing : dr. Hushaemah Syam, Sp.A



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017



LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa: Nama



: Nurul Wuqufiana Rahmah, S.Ked



NIM



: 10542 0417 12



Judul Referat



: Penumonia Ortostatik



Telah menyelesaikan referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.



Makassar, Februari 2017



Pembimbing,



(dr. Hushaemah Syam, Sp. A)



1



PENDAHULUAN Tirah baring lama atau immobilization adalah keterbatasan fisik atau keterbatasan anggota gerak tubuh. Istirahat lama dan tidak beraktifitas mengurangi aktifitas metabolisme secara umum dan mengakibatkan kapasitas fungsi banyak sistem berkurang dengan manifestasi berupa sindrom tirah baring lama.1 Dampak immobilisasi lama terutama dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurung waktu 2 minggu. Perawatan emboli paru berkisar 0,9 % dimana tiap 200.000 orang meninggal tiap tahunnya, adapun dampak lain yang disebakan karena immobilisasi diantaranya: atrofi otot, sendi menjadi kaku, infeksi saluran pernafasan (pneumonia hipostatik) yang sering menjadi penyebab kematian apabila tidak diobati secara adekuat, Infeksi saluran kencing dsb.1 Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh sistem respiratori, terutama pneumonia.2 Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin 2



A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (Polusi industri atau asap rokok).2 Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,radiasi,tirah baring lama dll) 3 Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur, dan bakteri S.pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Pada umur yang lebih muda, adenovirus, parainfluenza virus, dan influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia, lebih sering ditemukan pada anak-anak, dan biasanya merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun. Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 tahun.3



3



TINJAUAN PUSTAKA I.



Anatomi Paru-Paru Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.4



Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus



4



inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dengan percabangan bronchi segmentalis menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmental paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.5



5



II.



IMMOBILISASI



A. DEFINISI Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara aktif atau bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas). Misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Immobilisasi secara fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.1 B. Perubahan Faali pada keadaan Imobilisasi lama 1. Perubahan Metabolisme Pembatasan aktivitas dengan cara beristirahat di tempat tidur akan menimbulkan gangguan keseimbangan metabolik, perubahan yang terjadi antara lain : -



Menurunkan kecepatan metabolisme Bed-rest menurunkan Basal Metabolic Rate (BMR) pasien, pasien yang BMRnya turun menyebabkan energi untuk perbaikan sel-sel tubuh berkurang, yang secara langsung berhubungan dengan ganngguan oksigen sel.



-



Atropi jaringan dan katabolisme protein Selama immobilisasi, proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Kejadian ini lebih jauh atau potensial menimbulkan atropi jaringan 6



-



Keseimbangan Nitrogen (N) Penderita yang berposisi tidur dalam jangka waktu yang lama (Prolonged bed-rest), pada akhir minggu pertama mulai terjadi keseimbangan N yang negative, yang menunjukkan adanya kerusakan protein dalam tubuh (terutama protein otot). Diduga terjadi penurunan sintesa/pembentukan protein, sedangkan proses pemecahan protein tidak mengalami perubahan. Immobilisasi selama 7 minggu akan memerlukan waktu pemulihan selama 7 minggu juga, untuk kembali ke keadaan normal (keseimbangan positif). Pada orang sakit membutuhkan waktu pemulihan yang lebih panjang, Keseimbangan



N



yang



negative



dapat



menurunkan



kecepatan



penyembuhan. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan : program latihan selama periode bedrest dan diet tinggi protein. 2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Saat persediaan protein menipis, maka konsentrasi protein serum akan berkurang dan mengganggu keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, aliran cairan intravaskuler ke intestinal juga terbatas, sehingga timbul edema. Ketidakseimbangan ini tergantung pada umur pasien, tingkat kesehatan, dan fungsi ginjal. Hiperkalsemia dihasilkan dari demineralisasi tulang, umumnya dijumpai



pada



pasien



yang



immobilisasi



lama



dan



mengalami



ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.



7



3. Gangguan dalam perubahan nutrisi Menurunnnya pemasukan protein dan kalori dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, perubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun. Sel tidak menerima cukup glukosa, asam amino dan lemak atau oksigen yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme. Tekanan jaringan tubuh yang berlebihan karena immobilisasi dapat menurunkan sirkulasi lokal ke jaringan. Jika tekanan lebih dari dua jam, jaringan benar-benar membutuhkan nutrient dan oksigen karena sel mulai mati. Keadaan seperti inilah yang mendorong terjadinya luka decubitus. 4. Perubahan Pada Sistem Respirasi Immobilisasi dapat juga menurunkan ekspansi paru karena terjadi tekanan yang berlebihan pada permukaan paru-paru. Menurunnya ekspansi paru terjadi karena penurunan volume udara yang masuk, terjadinya perubahan antara paru-paru, peredaran darah dan peningkatan sekresi respirasi. Bedrest



yang lama dapat menimbulkan kongesti paru-paru dan



infeksi (pneumonia ortostatik). Jika penderita mengalami batuk, sesak napas dan panas, perlu diingat komplikasi ini. Pneumonia adalah penyakit akut atau kronik yang ditandai dengan peradangan pada paru-paru dan disebabkan karena virus, bakteri atau mikroorganisme yang lain. 5. Perubahan Kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh immobilisasi, perubahan yang terjadi adalah orthostatic hipotensi., meningkatnya kerja jantung, dan 8



pembentukan trombus. Pasien yang immobilisasi lama (prolonged bedrest) akan mengalami resiko terjadinya orthostatic hipotensi karena terjadi penurunan kemampuan saraf otonom untuk memenuhi persediaan darah dalam tubuh. III.



PNEUMONIA ORTOSTATIK



A. DEFINISI Pneumonia ortostatik yang juga dikenal sebagai pneumonia hipostatik adalah pneumonia yang terjadi sesudah kongesti paru pasif yang lama dan dapat terjadi pascabedah atau pada setiap keadaan marasmik. Berbaring pada satu posisi untuk waktu yang lama menunjang terjadinya perkembangan penyakit ini. B. LOKASI INFEKSI PNEUMONIA a. Pneumonia lobaris Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan.6 b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis) Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak9



bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercakbercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 6 c. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. 6 C. PATOFISIOLOGI PNEUMONIA Pada posisi terlentang, pasien tirah baring biasanya tidak mengkontraksikan otot intercostal, diafragma, atau abdomen untuk inspirasi dan ekspirasi maksimal, sehingga pernafasan menjadi dangkal. Atrofi otot secara umum akan berpengaruh terhadap fungsi dan efisiensi pernafasan. Selain itu tirah baring lama juga terjadi pengumpulan sekret di bagian bawah dan pengeluaran sekret lebih sukar dikarenakan gerakan silia yang kurang efektif. Disamping posisi terlentang tersebut, maka akan terjadi mikro atelectasis. Batuk juga lebih sukar dilakukan dalam posisi terlentang tersebut. Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan



10



gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian 11



kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 6 Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 6 Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia. Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas: 1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini 12



mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 5 2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya) Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3 3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi) Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.5 4. Stadium Akhir (Resolusi) Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru



13



kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.5



D. MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya meliputi:



Gejala Mayor: 1.Batuk 2.Sputum produktif 3.Demam (suhu>38 0c)



Gejala Minor: 1. Sesak Napas 2. Nyeri Dada 3. Konsolidasi Paru Pada Pemeriksaan Fisik 4. Jumlah Leukosit >12.000/L Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.8 Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada palpasi vocal fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadangkadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 14



E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Pemeriksaan laboratorium darah tidak khas, kecuali peningkatan laktat dehidrogenase (LDH) dan gradien oksigen alveolar-arterial (AaDO2) dikaitkan dengan prognosis lebih buruk. Radiologi Gambaran Radiologi pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain: 



Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara anantomis.







Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.







Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.







Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. 15







Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.







Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.







Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.







Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus). Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.6 1.Pneumonia Lobaris Foto Thorax



16



Tampak gambaran



gabungan



konsolidasi



berdensitas



tinggi



pada



satu



segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini. CT Scan



Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer. 2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis) Foto Thorax



17



Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.



CT Scan



Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer.



18



3. Pneumonia Interstisial Foto Thorax



Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.



Pemeriksaan Bakteriologis Bahan



berasal



dari



sputum,



darah,



aspirasi



nasotrakeal/transtrakeal,



torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. 7 Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria 19



dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 7 F. PENATALAKSANAAN Non- Medikamentosa Chest Physical Therapy : Penggunaan metoda fisik untuk perawatan pernafasan pada penderita dengan penyakit paru. Tujuan : 



Upaya mengeluarkan sekret







Memperbaiki Ventilasi







Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan







Membantu membersihkan bronkus dari sekret







Mencegah penumpukan sekret







Memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.



Suportif 



Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya.







Nutrisi parenteral diberikan selama pasien masih sesak



Medikamentosa Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan sehingga pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza. 



Bayi < 3 bulan : Golongan Penisilin dan Aminoglikosida



20







Usia > 3 bulan : Ampisilin dipadu dengan kloramfenikol ( merupakan obat pilihan pertama)







Bila keadaan pasien berat atau terdapat empyema, antibiotic pilihan adalah golongan Sefalosporin.







Antibiotik parenteral diberikan SAmpai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian oral selama 7-10 hari.



G. PEMANTAUAN Terapi Bila demam 48-72 jam tidak ada respon klinis ( sesak dan demam tidak membaik), lakukan penggantian antibiotic dengan golongan sefalosporin Tumbuh Kembang Pneumonia umumnya tidak mempengaruhi tumbuh kembang pasien. H. KOMPLIKASI Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empyema torasis, pericarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis komplikasi tersering pada pneumonia berat.7



21



KESIMPULAN



Tirah baring lama atau immobilization adalah keterbatasan fisik atau keterbatasan anggota gerak tubuh. Istirahat lama dan tidak beraktifitas mengurangi aktifitas metabolisme secara umum dan mengakibatkan kapasitas fungsi banyak sistem berkurang dengan manifestasi berupa sindrom tirah baring lama. Pneumonia ortostatik yang juga dikenal sebagai pneumonia hipostatik adalah pneumonia yang terjadi sesudah kongesti paru pasif yang lama dan dapat terjadi pascabedah atau pada setiap keadaan marasmik. Berbaring pada satu posisi untuk waktu yang lama menunjang terjadinya perkembangan penyakit ini. Pencegahan pada pneumonia ortostatik akibat tirah baring lama dengan menganjurkan pasien untuk merubah posisi setiap 2 jam, termasuk posisi menegakkan dada, latihan nafas dalam, Jika ada indikasi bisa dilakukan drainase postural.



22