Populer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

POPULAR



POPULAR



BY: WINDA DF



1



POPULAR



Terima Kasih Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya bisa menulis dan menyelesaikan novel saya yang berjudul POPULAR. Menulis adalah hobby saya, dengan menulis saya bisa menyalurkan segala macam imajinasi yang belum tentu bisa saya lihat di dunia nyata. Kepada Aliando Syarief dan Prilly Latuconsina, saya menyampaikan banyak terima kasih karena kalian berdua telah menjadi inspirator bagi saya. Terima kasih untuk semua pembaca setia saya selama ini, tulisan ini saya dedikasikan untuk kalian yang tidak pernah berhenti men-support saya. Terimakasih untuk keluarga saya yang selalu mendukung saya. Terimakasih kepada Bukuloe yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk menerbitkan novel berjudul POPULAR.



Salam,



WindaDF



2



POPULAR



Chapter 1 *** Kring... Kring... Kring... Setelah suara bel tanda istirahat berbunyi, seluruh siswa langsung berhamburan keluar dari kelas. Tujuan utama mereka tentunya adalah kantin, meskipun ada beberapa orang yang memilih tempat lain untuk menghabiskan waktu istirahat mereka. Tidak ada bedanya dengan seorang gadis yang kini sedang membereskan buku-buku di mejanya. Sesekali ia melihat ke arah pintu kelasnya memastikan seseorang yang biasanya berdiri disana saat jam istirahat sudah berada disana. Senyum gadis itu merekah saat melihat seorang lelaki tampan sudah bersandar di depan pintu kelasnya dengan tangan yang ia lipat di depan dadanya seperti biasa dan pandangan lurus menatap gadisnya yang masih sibuk membenahi barang-barang. Setelah sudah rapi, gadis itu langsung bergegas mengambil sebuah kotak makan berukuran sedang dari laci mejanya. Dengan senyum cantiknya ia menghampiri lelaki itu, tanpa saling berbicara dan hanya saling melemparkan senyuman manis, mereka langsung bergegas pergi dari depan kelas. Mereka berjalan menyusuri koridor sekolah, saat di jalanlah baru mereka saling bercerita. Bercerita tentang hal apa pun yang dapat membuat mereka sama-sama tertawa. Gadis itu adalah Prilly Laeta, siswi yang tidak jauh berbeda dari siswi-siswi pada umumnya. Cantik memang, tapi tidak begitu menarik perhatian penghuni sekolah lainnya. Sementara lelaki yang kini sedang berjalan bersama Prilly adalah Ali Arnata, kekasihnya sejak 5 bulan yang lalu. Lelaki tampan, namun belum cukup populer untuk dikenal banyak orang di sekolah ini. Sepertinya tampan tidak cukup untuk menjadi terkenal di sekolah berkelas seperti SMA Tunas Bangsa. Untuk menjadi terkenal, modal utama mereka sebenarnya adalah kaya dan juga bergaya. Sayangnya kedua hal itu tidak menjadi modal hal utama oleh Ali dan Prilly sehingga mereka tidak begitu menonjol di sekolah. Ya hanya sesekali nama Prilly disebut karena Prilly memang tipe siswi yang pintar, namun sepertinya tidak ada yang peduli. Bagi mereka menjadi pintar itu membosankan. Namun itu bukan masalah bagi mereka, dikenal atau tidak, yang penting mereka sama-sama bahagia dan membahagiakan. “Li, ngapain kesini?” Prilly menahan lengan Ali saat mereka sudah akan memasuki kantin. “Makan lah, kamu lapar kan?” “Iya sih, tapi gak usah disini deh. Lagian gak ada bangku yang kosong lagi kan.” “Itu di pojokkan ada yang kosong kan.” Ali menunjuk bangku paling sudut di kantin dengan dagunya sementara Prilly mengikuti pandangan Ali. “Tapi kan itu....”



3



POPULAR “Udahlah, gak papa kok,” Ali langsung memotong ucapan Prilly dan menariknya memasuki kantin menembus keramaian. Ali bernafas lega saat sudah berhasil duduk di bangku yang ia incar. Sementara Prilly tampak tidak nyaman. Matanya menyapu sekitar untuk memastikan semuanya aman. “Udah santai aja Sayang, lagian ini kan tempat umum. Ya udah katanya kamu bawa sesuatu buat aku.” Menyadari kecemasan kekasihnya, Ali langsung mengalihkan perhatiannya dan sepertinya berhasil. Gadis itu langsung kembali tersenyum saat mengingat sesuatu. “Sebelum kamu lihatin apa yang kamu bawa, aku mau pesan minum dulu ya, dari pada entar kita seret,” ucap Ali yang mendapat anggukan setuju oleh Prilly. Brakkkkkk!!!! Baru saja Ali akan bangkit dari duduknya untuk memesan minuman, suara gebrakan meja langsung mengagetkan mereka. Sekumpulan lelaki datang dengan wajah tidak sukanya. Prilly langsung tertunduk takut, apa yang ia takutkan terjadi sudah. Sementara itu, Ali malah terlihat tenang. Bahkan ia memutar bola matanya malas melihat sekumpulan orang yang akan merusak kesenangannya. “Eh, berani banget lo duduk di tempat kita,” ucap salah satu dari mereka yang berdiri paling depan. Sudah bisa dipastikan bahwa ialah ketuanya. Gino CS, geng paling populer sekaligus paling ditakuti di sekolah yang beranggotakan Gino, David, Luki dan Panca. Ali tersenyum tipis mendengar ucapan Gino. Sesaat kemudian ia tampak mencari-cari sesuatu di sekitar meja. “Mana? Katanya punya lo, kok gak ada tulisannya?” Tanya Ali dengan nada mengejek. Gino maju selangkah dengan tangan dikepal merasa geram mendengar ucapan seseorang yang tidak ia tahu namanya itu namun sudah berani melawannya. “Banyak omong ni orang, hajar aja,” ucap Panca. “Jangan... please kami minta maaf. Kami gak tahu kalau ini meja kalian. Kami udah mau pergi kok, maaf banget,” ucap Prilly langsung melerai pertengkaran itu. Dengan cepat Prilly menarik Ali keluar dari kantin. Ia tidak ingin mereka menjadi pusat perhatian karena sudah banyak orang yang melihat ke arah mereka. Lagi pula Ali tidak mungkin melawan mereka karena ia hanya sendiri. Ali yang ditarik Prilly hanya diam, rahangnya masih terlihat mengeras pertanda bahwa amarahnya masih belum mereda. “Kita duduk disini aja ya.” Prilly melepaskan tarikan tangannya saat mereka sudah sampai di salah satu bangku taman belakang sekolah yang masih kosong. Ada beberapa bangku disini, namun hanya tinggal satu yang kosong. Disini bisa dibilang cukup ramai. “Kita itu kan memang biasanya istirahat disini, kamu sih tadi pakai ajak aku ke kantin. Tempat kita itu disini Li, bukan disana. Sini duduk.” Ali hanya diam tak bergeming sementara Prilly sudah duduk. “Sayang, sini duduk,” ucap Prilly lagi. Ali menatap Prilly sejenak kemudian ikut duduk di samping Prilly. “Mereka bikin sekolah ini seolah-olah kerajaan dan mereka adalah rajanya, sementara kita rakyat jelatanya. Harusnya tadi kamu gak tarik aku biar aku kasih pelajar cowok-cowok songong itu,” ucap Ali kesal.



4



POPULAR “Udahlah, gak usah diladeni. Lagian kalau kamu lawan mereka, kamu bakal jadi incaran mereka. Kamu mau dikerjai habis-habisan?” “Aku gak takut, aku cuma gak mau aja bermasalah di sekolah ini makanya selama ini aku diam.” “Iya... iya... aku paham, udah ah gak usah dipikiri, entar jam istirahat keburu habis. Mending kita makan sekarang,” ucap Prilly kemudian membuka kotak makannya. “Taraaaaaaaaa...... ini dia, sponge cake ala chef Prilly.” Dengan begitu bangga Prilly memperlihatkan kue yang ia bawa. Ali tersenyum melihat Prilly yang selalu antusias memperlihatkan kue buatannya. “Ini rasa vanila. Nah ini akan jadi menu baru di Laeta Bakery. Kalau menurut kamu ini enak, aku bakal langsung tulis di menu dan bikin rasa lainnya juga. Coba deh.” “Aman gak nih? Ntar aku diracun terus aku di apa-apain, kan aku belum siap.” Ali tertawa geli setelah mengucapkan kalimat itu, sementara Prilly langsung mencibir. “Semua kue di Laeta Bakery itu aman, tanpa pengawet,” balas Prilly. Ali hanya mengangguk membenarkan kemudian mengambil satu potong kue buatan Prilly dan memakannya. Prilly memperhatikan setiap detik saat Ali sedang mengunyah, menantikan kalimat yang akan Ali lontarkan setelah memakan kue buatannya. Ali selalu menjadi pertama yang mencoba di setiap menu yang ia buat, karena Ali adalah pencinta kue jadi Ali sangat tahu kue yang enak dan tidak. Selain itu, Ali sangat jujur dalam menilai kue buatan Prilly sehingga Prilly sangat butuh penilaian dari Ali. “Jadi gimana?” Tanya Prilly. Ali tampak berpikir sejenak. “Ini kemanisan Sayang,” balas Ali. Prilly menautkan alisnya mengingat apakah ia kebanyakan memasukkan gula. Ia mengambil sepotong kuenya kemudian memakannya. Memang agak terlalu manis. “Oke, jadi kayaknya takaran gulanya harus dikurangi deh.” “Tapi enak kok.” Ali kembali memasukkan potongan kue lainnya ke dalam mulutnya. “Eh enak aja pakai tambah. Kalau tambah bayar,” canda Prilly. Mendengar candaan Prilly, Ali langsung memasukkan potongan-potongan kue lainnya ke dalam mulutnya hingga mulutnya penuh. Prilly tertawa geli melihat mulut Ali yang penuh dengan kue. *** Setelah mengantar Prilly pulang ke toko rotinya, seperti biasa aktivitas Ali sepulang sekolah adalah menjadi pelayan disalah satu kafe untuk menambah uang sakunya. Sesekali ia menjadi penyanyi kafe saat penyanyi kafenya tidak bisa hadir sebagai tambahan. Namun hari ini sebelum ke kafe bintang, tempat Ali bekerja, Ali singgah sebentar ke sebuah toko perhiasan. Baru saja kakinya melangkah memasuki toko perhiasan itu, sudah banyak berbagai perhiasan yang indah yang ingin ia beli. Beberapa saat mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko, matanya terhenti pada sebuah kalung dengan liontin kecil berkilau. “Mbak, boleh lihat kalung yang itu?” Ali menunjuk kalung yang ia maksud.



5



POPULAR “Ini Mas,” ucap penjaga toko memberikan kalung itu pada Ali. Ali tersenyum melihat kalung yang indah itu, pasti akan lebih indah jika gadisnya yang memakainya. “Ini berapa ya Mbak?” “Ini Rp.1.200.000 Mas,” ucap penjaga toko itu yang seketika membuat Ali menghela nafas panjang. Ali terdiam sejenak mengingat berapa uang yang ia punya. Ternyata ia hanya punya setengah dari harga kalung itu. Bagaimana bisa ia membeli kalung itu? “Hmmmm gini Mbak, uang saya belum cukup tapi saya akan beli kalung ini. Beberapa hari lagi saya akan balik kesini. Kalungnya jangan dijual ke siapa-siapa dulu ya Mbak, kalau bisa disimpan aja. Saya bakal balik lagi kok,” ucap Ali meyakinkan penjaga toko perhiasan itu. Penjaga toko itu tersenyum melihat Ali. Tidak habis pikir saja ada lelaki yang terlihat begitu ingin membelikan perhiasan, meskipun perhiasan ini sebenarnya biasa saja. Pasti ia akan membelikan untuk orang yang spesial, pikir penjaga toko itu. “Iya Mas, kalungnya gak bakal saya jual,” ucap penjaga toko itu yang membuat senyum Ali merekah. “Makasih Mbak, makasih banyak.” Ali keluar dari toko perhiasan itu dengan senyum yang mengembang. Di pikirannya kini hanya satu, ia harus mencari uang untuk melengkapi uangnya. “Semangat Ali, lo pasti bisa. Bikin dia senang!” Ucap Ali menyemangati dirinya sendiri. *** “Ini Li, gaji kamu buat minggu ini.” Ali mengambil amplop yang diberikan oleh atasannya. Diambilnya amplop itu dengan senyum bahagia. Meskipun ia tahu isinya tak seberapa, namun cukup untuk menambah uang membeli kalung yang ia inginkan dan sedikit ia sisihkan untuk keperluan pribadinya yang tidak seberapa. “Makasih Pak.” “Iya sama-sama. Oh iya, besok ada yang mau buat pesta di kafe ini, kamu mau jadi penyanyinya? Ya lumayan lah bayarannya buat tambahan. Kebetulan yang pesta orang kaya, jadi dia udah bayar mahal,” tawar Leo, pemilik kafe tempat Ali bekerja. “Wah saya mau Pak,” balas Ali antusias. “Ya sudah, besok kamu datangnya malam aja ya. Acaranya malam soalnya.” Ali langsung mengangguk cepat. Setelah menerima gajinya yang memang dibayar seminggu sekali, Ali langsung bersiap untuk pulang sebab hari sudah mulai malam. Sebelum pulang, Ali mengganti seragam kafenya terlebih dahulu. Setelah itu Ali langsung bergegas menuju tempat kos miliknya. *** Ali memarkirkan motornya di parkiran kos, setelah itu ia langsung bergegas menuju kamar miliknya. Badannya sudah terasa begitu lengket. Seperti biasa, baru saat malam harilah Ali bisa membersihkan diri sebelum ia tidur. Namun langkah Ali melambat saat melihat seseorang berbadan tinggi tegap berdiri di depan pintu kamar kosnya. Ingin rasanya Ali menghindar agar tidak bertemu dengan orang itu, namun rasa lelah dan keinginan untuk segera beristirahat membuat ia memilih



6



POPULAR untuk tak acuh saja. Akhirnya Ali melanjutkan langkahnya, tanpa berniat menyapa orang itu, ia langsung membuka pintu kunci kamar kosnya. “Nata,” suara panggilan itu membuat Ali lagi-lagi menghela nafas kasar. Terpaksa ia mengurungkan niat untuk memasuki kamarnya. Ia berdiri di depan pintu sembari menunduk tanpa berniat untuk menatap orang yang baru saja memanggilnya. “Papa baru pulang dari Amsterdam, papa bawa ini buat kamu.” Ali hanya melirik malas pada tas belanjaan yang dibawa oleh orang itu tanpa ingin tahu apa isinya. “Saya gak butuh itu. Kalau gak ada yang mau dibicarain lagi, Bapak bisa pulang,” ucap Ali dingin. “Nata, jangan ngomong kayak kita seolah-olah gak pernah kenal. Papa ini papa kamu.” Ali hanya diam. “Ali Arnata!” Kini orang itu terdengar meninggikan suaranya. Ali mendongakkan wajahnya menatap orang di hadapannya. “Maaf bapak Arya Hermawan. Ini sudah malam, jika bapak tidak ada kepentingan yang lain, saya ingin beristirahat. Dan jika saya boleh meminta tolong, tolong berhenti mengganggu saya.” Ucapan Ali terdengar begitu tegas dan sarat akan kebencian. “Mau sampai kapan kamu bersikap dingin kayak gini? Papa udah jelasin sama kamu kalau semua yang terjadi bukan atas keinginan papa. Pulanglah Nak, tempat ini gak bagus buat kamu.” “Sepaling tidak di tempat gak bagus ini saya gak akan ketemu orang yang udah bunuh ibu saya.” “Papa gak pernah bunuh mama,” balas Arya tegas. Sungguh, kata-kata Ali seperti itu selalu dapat menorehkan rasa pedih dihatinya. Sudah satu tahun dituduh sebagai pembunuh oleh anak sendiri membuat hidup Arya terasa sangat menyedihkan. “Gak bunuh? Apa maksudnya gak bunuh? Kalau bukan karena tanda tangan sialan yang Papa kasih ke dokter, Nata gak mungkin kehilangan mama!” Ali menatap tajam Arya dengan nafas naik turun tidak teratur pertanda bahwa ia sedang emosi. “Mama bakal makin tersiksa dengan alat-alat itu, mama udah harus pergi. Apa kamu mau lihat mama sakit terus? Dokter juga udah bilang kan kalau mama gak ada harapan.” “Tapi Nata masih punya harapan kalau mama bisa sembuh. Sepaling tidak, Nata bisa rasain kalau mama selalu ada. Udah lah Pa, bilang aja Papa memang mau mama gak ada biar Papa bisa leluasa kerja karena Papa memang gila kerja,” ucap Ali sinis. Arya menggeleng pelan tidak membenarkan ucapan putra semata wayangnya itu. “Kalau kamu masih belum bisa maafin papa, sepaling tidak kamu terima semua fasilitas yang papa kasih ya. Kamu anak Arya Hermawan, gak seharusnya kamu hidup kayak gini.” “Hidup kayak gini udah cukup kok. Nata mau istirahat, kalau Papa benar-benar mau bantu, cukup dengan biarin Nata hidup dengan kehidupan Nata sendiri,” ucap Ali kemudian masuk ke dalam kamar kos nya.



7



POPULAR Ali mengusap wajahnya kasar, dipijatnya pelipisnya saat merasa kepalanya mulai pusing. Ia selalu saja merasa emosi yang meluap-luap saat berdebat dengan ayahnya itu. Dihempaskannya tubuhnya pada ranjang kecil miliknya. Pikirannya melayang pada masa-masa kecilnya. “Nanti kalau ditanya di sekolah jagoan mama namanya siapa, Nata jawab apa?” “Ali Arnata bu guru.” “Pintar, panggilannya siapa?” “Nata.” “Pintar anak mama.” “Ma, Arnata itu apa?” “Singkatan nama mama dan papa, Arya Natalie. Nata kan anak mama sama papa.” “Tapi Ma, teman-teman Nata panggilnya Ali, bukan Nata.” “Ya gak papa, kan sama aja. Tapi mama sama papa kan panggilnya Nata.” Ali tersenyum sendiri mengingat Ali kecil pada saat itu. Mamanya benar-benar wanita yang sangat lembut. Sesaat kemudian senyumnya memudar saat mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu. “Nata gak setuju Papa tanda tangani surat-surat pencabutan alat bantu mama.” “Tapi kita harus lakuin itu Nat, mama udah gak bisa bertahan.” “Nata bilang enggak ya enggak! Nata bakal gak punya mama kalau Papa tanda tangani itu.” “Papa tetap akan tanda tangani ini.” “Pa, Nata masih butuh mama. Mama pasti bisa sembuh.” Ali memejamkan matanya erat-erat mengingat saat kelam itu. Ibunya meninggal sekitar satu tahun yang lalu atas kanker otak yang ia derita. Ali sebenarnya juga tidak tega jika melihat ibunya selalu sakit-sakitan. Namun yang ia inginkan adalah ibunya sembuh, bukan pergi untuk selamalamanya. Ali meraih ponselnya yang ada di sakunya. Disaat-saat seperti ini yang ia butuhkan adalah Prilly. Entah mengapa hanya dengan mendengar suaranya, Ali bisa merasa lebih damai. Ali terpejam sembari menunggu telefonnya tersambung dengan Prilly. Tidak butuh lama terdengar suara lembut dari seberang sana yang membuat Ali kembali tersenyum. Halo Laeta Bakery, ada yang bisa dibantu? Sayang, gak usah bercanda deh. Hahaha... sewot amat. Kamu udah pulang? Baru aja sampai kos Ya udah kamu langsung istirahat deh. Kamu emangnya udah pulang dari toko?



8



POPULAR Belum, ini masih beres-beres di toko Oh ya udah, aku mau mandi dulu. Kamu entar hati-hati pulangnya. Siap bos Kamu cinta aku Hahaha.. kebiasaan deh, yang benar itu aku cinta kamu Aku juga cinta kamu Ihhh... ngeselin... udah ah sana mandi. Bye Dah sayang Ali tertawa setelah menutup telefonnya. Seperti yang ia kira, ia merasa sudah lebih baik sekarang. Ali langsung bergegas untuk mandi setelah itu langsung beristirahat. *** “Bu Bos, sisa bahan kue nya ini mau di letakin dimana?” Prilly yang baru saja menutup telefon dari Ali langsung dikagetkan dengan suara seseorang dari belakangnya. “Jujun, lo ngagetin gue aja deh. Letakin aja di kulkas, itu masih baru semua,” balas Prilly sembari melanjutkan membereskan dapur toko rotinya. Prilly yang merupakan anak yatim piatu yang sudah ditinggal kedua orang tuanya sejak ia kecil yang memiliki usaha roti. Usaha ini ia dapati dari peninggalan orang tuanya. Kini Prilly tinggal dengan sahabatnya Megi yang juga merupakan karyawannya di toko roti. Sementara Juno, yang lebih sering di panggil Prilly Jujun itu adalah sahabat Prilly sejak kecil yang juga membantu Prilly di toko roto sebagai pengantar roti jika ada yang memesan. “Ah kelar juga.” Prilly menyeka peluhnya lega saat melihat toko rotinya sudah rapi. “Pulang yuk,” ajak Juno. “Eh Megi mana?” “Dia kan udah pulang dari tadi, dia pamit duluan karena sakit perut.” “Oh iya.” Prilly menepuk dahinya saat mengingat bahwa tadi Megi sudah meminta izin padanya. “Ni uang yang pesan antar hari ini,” ucap Juno sembari memberikan uang hasil penjualan kepada Prilly. “Makasih batinis,” ucap Prilly kemudian tertawa keras. “Stop ya panggil gue kayak gitu!” “Lah panggilan lo kan memang gitu kalau ada yang pesan lewat telefon. Batinis, antari roti dong,” ledek Prilly. Juno hanya mampu menggeleng kecil sembari ikut tertawa menerima ledekan Prilly atas julukan yang diberikan oleh pelanggan roti yang kebanyakan ABG itu yaitu Batinis ‘Abang Roti Manis’. Akhirnya Prilly dan Juno pun bergegas pulang. Toko roti milik Prilly memang selalu tutup pukul 9 malam dan akan buka kembali pukul 10 pagi. Saat Prilly sekolah, Megi lah yang akan memegang 9



POPULAR kendali toko rotinya karena Megi sudah tidak bersekolah lagi, ia lebih tua 2 tahun dari pada Prilly, begitu pula dengan Juno. Namun bedanya, Juno melanjutkan ke jenjang kuliah. Ia akan membantu Prilly di toko saat ia sedang tidak ada jam kuliah. Mereka bertiga kenal dan menjadi sahabat karena orang tua mereka adalah teman lama.



10



POPULAR



Chapter 2 *** “Mau cup cake?” Tawar Prilly. Ali hanya menggeleng pelan sembari memutar-mutar kunci motor yang ada di tangannya. Prilly yang melihat respons Ali meninggalkan sejenak pekerjaannya melipat kotak kue dan mengambil posisi duduk di samping Ali. Saat ini mereka sedang berada di toko roti milik Prilly. Karena Ali baru bekerja nanti malam, siangnya setelah pulang sekolah ia memutuskan untuk menemani Prilly di toko roti. “Dari tadi pagi aku lihat kamu kebanyakan diam. Kamu lagi kenapa? Cerita dong,”ucap Prilly lembut. Tangannya terulur menyisir rambut Ali yang sedikit berantakan. Ali menggapai tangan Prilly di rambutnya kemudian beralih memainkan jari-jari milik Prilly. “Kemarin papa datang ke kos.” “Terus?” “Papa datang buat kasih aku oleh-oleh karena baru pulang dari Amsterdam.” “Terus?” “Oleh-olehnya aku sedekahi.” “Haaaaaa???” “Kamu sih terus-terus doang responsnya,” ucap Ali kesal. “Maaf Sayang, aku kan mau dengar kamu cerita dulu. Jadi gimana kamu terima?” “Ya enggak lah, kapan sih aku terima pemberiannya? Ya seperti biasa, pertemuan kami selalu diakhiri dengan perdebatan,” cerita Ali. “Pasti kamu tetap gak mau dengar omongan papa kamu kan?” “Dengari buat apa?” Prilly menghela nafas panjang. Ali benar-benar sangat keras kepala. Apalagi menyangkut tentang masalah keluarganya. “Sayang, kamu gak bisa kayak gini terus. Kamu jangan siksa diri kamu dong. Semua yang papa kamu bilang benar kok. Kamu kayak gini bukan cuma karena kamu kehilangan mama kamu, tapi kamu juga harus kehilangan papa kamu karena sikap kamu sendiri. Coba deh maafin papa kamu,” ucap Prilly memberi pengertian. Sebenarnya Prilly tidak ingin terlalu ikut campur dalam urusan keluarga Ali, namun ia merasa perlu untuk menasihati Ali sekali-kali. “Ntar deh aku pikiri lagi,” balas Ali. Selalu saja seperti itu. “Ya udah, aku ambili cup cake coklat kesukaan kamu ya, biar kamu semangat nanti nyanyinya.” Ali mengangguk kecil sembari tersenyum. Ali memang sangat menyukai kue. Dari kue inilah awal pertemuan mereka. Dulu Ali sebenarnya tidak pernah mengenal Prilly, meskipun mereka satu sekolah. Namun sejak Ali suka membeli kue di toko kue milik Prilly, mereka menjadi dekat hingga akhirnya berpacaran sampai kini. ***



11



POPULAR Kafe tempat Ali bekerja malam ini disulap menjadi tempat yang penuh dengan pernak-pernik pesta. Satu persatu tamu sudah berdatangan, sementara Ali sudah bersiap untuk bernyanyi di panggung kecil yang terdapat di kafe itu. Mata Ali memicing saat melihat ada beberapa tamu yang sepertinya sering ia lihat, ternyata benar saja, ini adalah ulang tahun Salsa, salah satu anggota tim cheerleader yang populer di sekolah mereka. Jika ada Salsa, pasti akan ada anak-anak yang lain seperti.... Ali berdecap kesal saat melihat Gino CS memasuki kafe. Maklum saja, mereka adalah anakanak tim basket. Ali menghela nafas berharap malam ini akan berlalu begitu cepat. Ali pun mulai menyanyikan lagu pertamanya. Gino menatap Ali dengan tatapan meneliti, merasa pernah melihatnya sebelumnya. Sesaat kemudian Gino mengingat siapa orang yang sedang bernyanyi di depannya. Gino tersenyum miring saat memikirkan sesuatu. Sudah 4 lagu yang Ali nyanyikan, Ali memilih untuk beristirahat terlebih dahulu. Ali akhirnya turun dari panggung ingin menuju dapur kafe untuk mengambil air minum, tentunya ia harus melewati kerumunan orang-orang yang sedang berpesta. Lagi-lagi Ali harus menghela nafas saat ia harus melewati Gino CS. Dengan santai akhirnya Ali melewati mereka, namun tiba-tiba... Byurrrrrr..... Segelas jus jeruk tumpah membasahi kepala Ali. “Upsss... sorry bro, kirain tadi tempat sampah yang lewat,” ucap Gino tanpa dosa. Ali menatap tajam Gino dengan rahang yang mengeras. Tangannya ia kepal kuat-kuat untuk meredakan emosinya. Ingin sekali rasanya ia melayangkan kepalan tangannya ke wajah Gino saat ini. “Kenapa natap gue kayak gitu? Mau marah? Memang ini kafe lo? Mana? Gak ada tulisannya tu,” ucap Gino mengejek diikuti teman-temannya. “Wah nyolot mukanya, hajar aja. Udah gatal banget gue dari kemarin mau tonjok ni orang.” “Udah stop! Please jangan rusak ulang tahun gue,” ucap Salsa kesal. Akhirnya Gino pun kembali duduk menjauhi Ali dan Ali langsung bergegas menuju dapur. Jika tidak mengingat bahwa ia membutuhkan uang kerjanya malam ini mungkin ia sudah menghabisi Gino. Ia tidak mungkin membuat kekacauan yang akan membuat ia dipecat nantinya. Ali bersandar di lemari dapur. Dipejamkan matanya menetralkan emosinya. Namun sesaat kemudian ia tersenyum mengingat bagaimana wajah bahagia Prilly mendapatkan kalung pemberiannya nanti di hari ulang tahunnya. Tak apa ia harus menahan malu, membiarkan harga dirinya di injak-injak, asal ia bisa membahagiakan orang yang sudah membuatnya bahagia selama ini.



12



POPULAR



Chapter 3 *** Ali menghitung uang yang ia kumpulkan selama ini satu persatu. Senyumnya terukir lebar saat uang yang ia butuhkan sudah cukup bahkan sampai berlebih dua ratus ribu. Bayarannya menyanyi saat ulang tahun Salsa cukup besar, apalagi menurut cerita pemilik kafe Salsa menambahkan bayarannya sebagai permintaan maaf atas sikap Gino saat itu. Tentu saja hal itu makin mempermudah Ali untuk mencukupkan uangnya. Setelah menerima gajinya dalam minggu ini, uangnya sudah benarbenar cukup bahkan berlebih. Ali memasukkan uang itu ke tasnya kemudian langsung bergegas untuk menjemput Prilly menuju sekolah. Ali berencana untuk kembali mendatangi toko perhiasan itu saat pulang sekolah nanti. Sebelum keluar dari kamar kosnya, Ali melirik tanggal di kalendernya. Tanggal hari ini yang sudah lama ia bulatkan sebagai pertanda bahwa hari ini adalah hari ulang tahun gadisnya. Ali tersenyum kecil, berharap semua rencananya berjalan dengan lancar. *** Ali dan Prilly berjalan melewati koridor sekolah menuju kelas mereka, seperti biasa Ali akan mengantarkan Prilly dulu ke kelasnya, barulah ia akan ke kelasnya pula. “Prill,” panggil Ali saat Prilly sudah akan masuk ke kelasnya. “Iya?” “Ntar malam pulang dari tokonya agak cepat ya, aku mau ngajak kamu jalan,” ucap Ali. “Kemana?” “Ada deh, pokoknya dandan yang cantik,” pesan Ali. Prilly tersenyum kemudian mengacungkan jempolnya pertanda setuju. Tangan Ali terulur mengelus lembut rambut Prilly kemudian berlalu pergi menuju kelasnya karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Saat Ali sedang berjalan, tiba-tiba ia harus merintih karena bola basket yang mengenai lengannya. Ali mengambil bola basket itu, matanya mengedar mencari siapa yang sudah melempar bola itu padanya. Ali berdecap kesal saat mendapati Gino CS yang sedang tertawa remeh dari kejauhan menatapnya dengan sinis. Ini pasti kerjaan mereka. Kenapa merasa selalu saja membuat masalah? Karena masalah bangku di kantin saat itu, sepertinya Gino memiliki dendam tersendiri dengannya. Tak ingin meladeni Gino CS, Ali membawa bola basket itu menuju lapangan basket, kemudian memasukkan bola itu ke dalam gawang. Shoot! Hanya dengan sekali lemparan, bola itu masuk dengan begitu mulus ke dalam ring. Gino yang sedari tadi memperhatikan Ali dari kejauhan menatap tak suka. Dengan cepat ia dan teman-temannya menghampiri Ali. “Eh, ngapain lo mainin bola gue?” “Bola lo? Mana? Gak ada tulisannya,” ucap Ali mengulang kata-katanya saat itu.



13



POPULAR “Lo makin lama makin ngeselin ya. Kayaknya harus dikasih pelajaran ni, oh atau sekalian cewek lo juga.” Gino tampak tersenyum miring. “Jangan bawa-bawa cewek gue,” ucap Ali tegas sembari mendorong bahu Gino cukup keras. Ali sangat tidak suka Gino membawa-bawa Prilly dalam urusan mereka. “Weisss santai dong, gak usah pakai dorong-dorong. Lo pikir gue gak bisa.” Gino mencengkeram kerah seragam Ali saat emosinya mulai tersulut. Teman-teman Gino sudah mulai bersiap untuk membantu Gino melawan Ali. Beberapa murid tampak mengamati adegan perkelahian di tengah lapangan itu. “Gino!” Terpaksa Gino menghempaskan cengkeramannya pada Ali saat pak Dito, guru BK mereka. “Kalian gak dengar apa kalau bel masuk udah masuk? Cepat masuk kelas sana,” ucap pak Dito. Ali melirik tajam pada Gino begitupun sebaliknya. Dibetulkannya kerahnya kasar kemudian berlalu dari hadapan Gino dan teman-temannya serta pak Dito. Ali merasa benar-benar kesal dengan sekumpulan orang-orang yang menganggap dirinya terkenal itu. Mereka pikir, karena mereka dikenal banyak orang, mereka bisa melakukan apa pun semaunya? *** Ali menyeka peluhnya yang tidak berhenti menetes. Kakinya terasa cukup lelah mendorong motornya. Tadi saat hendak mengambil motornya di parkiran, tiba-tiba saja Ali melihat ban motornya bocor. Padahal tadi saat pergi sekolah bannya baik-baik saja. Ali yakin ini adalah kerjaan Gino CS. Ali sepertinya harus perbanyak bersabar dan bersiap untuk menerima hal-hal buruk yang akan terjadi padanya karena ulah Gino. Tidak ingin Prilly ikut susah, Ali meminta Prilly untuk pulang terlebih dahulu dengan alasan ia baru teringat harus menemui salah seorang guru untuk membicarakan tugas. Karena jika ia memberi tahu bahwa bannya bocor, Prilly pasti akan bersikeras untuk membantunya mendorong motor itu. Belum lagi bengkel lumayan jauh dari sekolah mereka. Meskipun awalnya sempat menolak dan ingin menunggu Ali hingga urusannya selesai, akhirnya Prilly pun mau pulang sendiri menggunakan angkot atas paksaan Ali. Entah sial atau bagaimana, rasanya Ali sudah terlalu jauh mencari bengkel namun belum juga ketemu. Meskipun ada bengkel, namun bengkelnya tutup. Bahkan sampai jauhnya berjalan, Ali sudah sampai di toko perhiasan yang ia tuju. Beruntung tidak jauh dari toko perhiasan itu ada bengkel yang sedang buka. Ali mengantarkan motornya terlebih dahulu, barulah ia menuju toko perhiasan itu. Beruntung kalung yang ia inginkan itu masih disimpan oleh pemilik toko. Ali tersenyum bahagia melihat kalung yang ia inginkan untuk Prilly kini sudah berada di tangannya. Sembari menunggu motornya diperbaiki, Ali memperhatikan kalung itu dengan saksama. Jika ibunya masih ada, pasti ia akan membelikan kalung ini 2, satu untuk Prilly dan satu lagi untuknya. Dan tentunya jika ibu Ali masih ada ia tidak akan sesusah ini untuk mendapatkan kalung seperti itu. Tapi bagi Ali cukup menyenangkan mencari uang, karena ia bisa menjadi seseorang yang lebih mandiri. Ali berharap Prilly akan suka dengan kalung yang ia belikan ini.



14



POPULAR



Chapter 4 *** Ali mengetuk pintu rumah Prilly. Sembari menunggu pintu itu terbuka, Ali memperhatikan penampilannya. Ia membenarkan kemeja hitam polos miliknya. Tak lama pintu rumah Prilly pun terbuka. Ali sempat terpaku melihat Prilly yang terlihat begitu cantik dengan dress selutut berwarna biru pastel. Sebenarnya Prilly selalu cantik di matanya. Bahkan saat Prilly hanya menggunakan baju biasa dengan celemek di dapur toko rotinya ia terlihat tetap cantik, namun malam ini karena sedang berdandan, ia terlihat makin cantik. “Kamu cantik banget,” puji Ali. “Makasih, kamu juga ganteng banget malam ini.” “Ya udah yuk,” ajak Ali menggandeng tangan Prilly. “Eh bentar, rambut kamu rada berantakan.” Prilly menahan tangan Ali kemudian membenarkan rambut Ali yang sedikit berantakan. Ali tersenyum melihat perhatian kecil yang diberikan Prilly namun selalu mampu membuat ia senang. “Ya udah yuk,” ajak Prilly pula setelah selesai membenarkan rambut Ali. Ali menggandeng tangan Prilly menuju sebuah mobil yang sedari tadi terparkir di depan rumah Prilly. Prilly menautkan alisnya heran, sejak kapan Ali memiliki mobil? “Ini mobil kamu?” “Bukan, mobil bos aku. Aku dipinjami,” jawab Ali. “Dipinjami?” Tanya Prilly meyakinkan. “Enggak juga sih, gaji aku dipotong sehari buat sewa mobil ini.” “Ali, kamu gak seharusnya kayak gini. Kitakan bisa pakai motor kamu,” ucap Prilly merasa tidak enak. Prilly sangat tahu bagaimana keadaan Ali. Ia tidak ingin menyusahkan Ali. “Pacar aku udah cantik gini masa dibawa pakai motor. Udahlah Sayang, gak papa kok, yuk.” Ali membukakan pintu untuk Prilly. Dengan berat hati akhirnya Prilly masuk juga ke dalam mobil. Ali pun segera bergegas memasuki mobil dan melajukan mobil itu ke tempat tujuannya. Selama di perjalanan mereka saling bercerita, terlebih lagi Prilly. Prilly bercerita aktivitasnya hari ini di toko roti saat sponge cake buatannya banyak disukai pelanggan. Sementara Ali hanya menjadi pendengar yang baik. Jika Ali ikut bercerita tentang aktivitasnya hari ini tentu saja ia akan menceritakan tentang kejadian ia mendorong motor saat pulang sekolah. Itu pasti akan membuat Prilly khawatir. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka sampai juga. Ternyata Ali mengajak Prilly untuk ke kafe tempat Ali bekerja. Ali sudah menyiapkan satu meja untuk mereka berdua. “Gak papa kan kamu aku ajak ke tempat aku kerja?” Tanya Ali sebelum keluar dari mobil. “Ya gak papa lah. Tapi kamu gak seharusnya nyiapin ini semua buat aku,” ucap Prilly lembut.



15



POPULAR “Cuma sekali doang kan, izini malam ini aku bahagiain kamu dengan kesederhanaan aku,” ucap Ali tulus. Prilly tersenyum lembut mendengar ucapan Ali. Akhirnya Prilly mengangguk. Ali dan Prilly pun keluar dari mobil dan memasuki kafe. Ali membawa Prilly ke meja yang berada disudut kafe. Prilly tersenyum melihat meja itu yang terlihat sudah siap dengan makanan, sebuah kue ulang tahun kecil dan lilin-lilin yang bertebaran disana. “Kamu suka?” tanya Ali saat mereka sudah mengambil posisi duduknya masing-masing. “Sukaaaaa...” balas Prilly antusias. Ali tersenyum lembut kemudian menggenggam kedua tangan Prilly di atas meja. “Happy birthday ya Sayang. Maaf cuma bisa kasih kayak gini. Gak ada makan malam di tempat yang mewah, gak ada banyak bunga mawar merah yang melambangkan cinta, dan gak ada kue ulang tahun yang besar. Semoga kamu bahagia karena itulah tujuan aku,” ucap Ali tulus. Prilly menatap Ali dengan mata yang berkaca-kaca, hingga tanpa sadar air matanya jatuh. Prilly tidak menyangka bahwa Ali akan melakukan ini untuknya. “Kamu udah berhasil mencapai tujuan kamu, karena aku sangat bahagia. Makasih ya Sayang,” ucap Prilly. “Oh iya, aku punya sesuatu buat kamu.” “Apa?” “Kamu tutup mata dulu.” Prilly mengangguk setuju kemudian menutup kedua matanya. Saat memastikan bahwa kedua mata Prilly benar-benar tertutup, Ali bangkit dari duduknya kemudian berdiri di belakang Prilly. Ia mengeluarkan kalung yang ia simpan di saku celananya. Ali memakaikan kalung itu pada Prilly. Ali tersenyum puas saat kalung itu ternyata benar-benar bertambah indah jika dipakai oleh Prilly. Prilly membuka matanya saat Ali sudah selesai memakai kalung untuknya. Mata Prilly tampak berbinar melihat kalung itu. “Ali, ini buat aku?” Tanya Prilly tidak percaya. “Iya, kamu suka?” “Suka banget, tapi ini pasti mahal. Kenapa sih gak kasih kado yang biasa-biasa aja?” “Gak mahal kok, besok kalau aku udah banyak uang, aku bakal ganti kalung itu sama yang lebih bagus ya,” ucap Ali. “Ini aja udah cukup kok, makasih ya Sayang.” “Kamu tau gak kenapa aku kasih kamu kalung?” Tanya Ali. Prilly menggeleng sebagai jawaban. “Saat kamu pakai kalung itu, kalung itulah yang akan paling dekat sama hati kamu. Aku mau walaupun aku gak ada di dekat kamu, tapi ada kalung itu yang selalu ada sebagai pengganti aku. Jaga baik-baik ya,” pesan Ali. “Pasti, aku bakal jaga dan pakai pakai kalung ini selalu. Tapi sebenarnya aku udah siapin permintaan sebagai kado ulang tahun aku,” ucap Prilly. “Apa? Kamu bilang aja. Nanti aku bakal beliin yang lainnya.”



16



POPULAR “Aku mau kamu baikan sama papa kamu.” Ali terdiam sejenak mendengar permintaan Prilly. Permintaan yang cukup sulit. “Aku gak tega lihat kamu kayak gini terus, please,” mohon Prilly. “Bakal aku coba ya,” balas Ali akhirnya. Prilly tersenyum bahagia, setidaknya Ali akan mencoba. “Ya udah sekarang kita makan ya.” Prilly kembali mengangguk. Malam ini dengan segala kesederhanaannya mereka tampak begitu bahagia, terlebih lagi Prilly. Ali tidak henti-hentinya membuat Prilly tertawa dengan segala candaannya. Prilly benar-benar bahagia memiliki Ali di hidupnya.



17



POPULAR



Chapter 5 ***



“Nanti pulang sekolah mampir ke toko buku dulu ya. Bulan ini aku mau bawain mereka buku,” Prilly berucap sembari memakai helm miliknya. Pagi ini sama seperti pagi-pagi sebelumnya, gadis itu selalu terlihat bersemangat. Ali yang sedari tadi menunggu Prilly keluar dari rumahnya, ikut memasang helm miliknya pula. “Oh iya, maaf ya aku cuma segini. Bulan ini cuma bisa sisain segitu, semoga cukup deh buat beliin makanan untuk mereka.” Ali mengeluarkan gulungan uang di dalam saku seragam sekolahnya kemudian memberikannya pada Prilly. “Ali, aku kan udah sering bilang, kamu gak perlu kasih mereka apa-apa. Kamu datang dan ngajarin mereka musik atau main basket aja mereka udah senang kok. Kamu simpan aja ya uangnya, lagian aku tahu kamu bulan ini pasti kekurangan uang gara-gara beliin aku kado dan siapin kejutan ulang tahun aku waktu itu, maaf ya.” Prilly tampak menyesal, ia sangat paham bagaimana keadaan Ali saat ini. Sebenarnya sudah berulang kali Prilly melarang Ali untuk ikut menyumbang memberikan sesuatu kepada anak panti asuhan yang setiap bulan rutin didatangi Prilly. Namun Ali selalu saja memaksakan diri, entah itu banyak atau sedikit, bagi Ali ia harus tetap berbagi. “Mereka bikin kamu bahagia, jadi apa pun yang bikin kamu bahagia harus aku bahagiakan juga.” Ali tersenyum manis dengan sebelah matanya mengedip menggoda Prilly. Prilly tertawa geli, tangannya mencubit pelan lengan Ali. Selalu saja kalah jika berdebat dengan Ali. Prilly pun akhirnya menaiki motor Ali untuk pergi ke sekolah. Di perjalanan mereka saling bercanda seperti biasanya. Terkadang Ali mengomentari pengguna jalan yang lewat di hadapannya. Terdengar begitu lucu hingga mampu membuat Prilly tertawa. Mereka selalu sukses bahagia dengan kesederhanaannya. *** “Ayo turun...” untuk ke sekian kalinya Prilly mengucapkan kata-kata itu. Namun hanya gelengan kecil yang Ali berikan. Tumben sekali saat sampai di Panti Asuhan Kasih Bunda Ali tidak ingin masuk dan hanya duduk di atas motornya. “Kamu kenapa sih? Aneh banget, tadi juga gak jemput aku ke kelas malah nunggu di parkiran aja. Kamu kenapa?” Tanya Prilly lagi. Ali tampak menghembuskan nafasnya kasar. Sepertinya ia harus menceritakannya pada Prilly. “Tadi aku ngelempar bola basket yang dimainin sama Gino CS keluar pagar sekolah karena mereka sengaja lempar ke aku. Waktu mereka nyuruh ngambil, aku gak mau. Akhirnya mereka balas dendam dan letakin lem di kursi aku dan bikin celana aku sobek. Jadi mending sekarang kamu masuk, sampaikan salam aku ke semuanya.” Prilly menahan tawanya mendengar cerita Ali. Ternyata kekasihnya itu tidak ingin turun bahkan tidak tampak berdiri sedari tadi karena celananya sobek. “Kalau mau ketawa, ketawa aja,” nada Ali terdengar kesal. Kali ini sukses membuat tawa Prilly pecah.



18



POPULAR “Ali... Ali... makanya kan aku udah sering bilang, jangan cari masalah sama mereka. Kamu sih gak pernah dengerin, ngalah sedikit Sayang buat kebaikan kita.” Prilly mengelus pipi Ali memberi pengertian. Ia sangat paham betul bagaimana sikap keras Ali. “Buat apa sih ngalah? Orang-orang kayak mereka harus dilawan. Awas aja, akan ada masanya dimana mereka yang harus ikuti kata-kata aku,” ucap Ali penuh tekat. Prilly hanya mampu menggeleng. Gadis itu melepaskan jaket milik Ali membuat Ali terlihat bingung. “Pakai ini dong buat nutupinya.” “Oh iya, kok gak kepikiran ya.” Ali menepuk dahinya saat baru teringat. Ia merasa benar-benar bodoh sekarang. “Ya iya lah gak kepikiran, kamu kan kalau lagi emosi suka gak jelas,” ledek Prilly kemudian berlalu dari hadapan Ali memasuki panti. Ali terkekeh mendengar ledekan yang ditujukan untuknya, memang benar adanya. *** Ali dan Prilly sama-sama tersenyum melihat para anak-anak panti tampak begitu antusias memilih buku cerita yang Prilly bawakan untuk dibaca. Beberapa anak juga tampak melahap makanan yang mereka bawa juga. Prilly selalu suka melihat pemandangan seperti ini. Semenjak beberapa tahun yang lalu, Prilly rutin mendatangi panti ini setiap bulan jika tidak sibuk, namun jika sedang sangat sibuk ia akan mendatanginya tiga bulan sekali. Semenjak berpacaran dengan Prilly, mendatangi panti ini juga menjadi agenda rutin bagi Ali. “Aku bahagia banget saat melihat mereka bahagia. Meskipun sebenarnya nasib aku gak jauh berbeda dari mereka, tapi aku merasa bersyukur karena aku masih bisa sekolah, punya toko roti, bisa hidup cukup meskipun gak kaya-kaya banget,” ucap Prilly diiringi dengan kekehannya. “Li, kamu tahu gak kenapa aku sering banget minta kamu baikkan sama papa kamu?” Gadis itu kini beralih menatap Ali. Ali menggeleng kecil sebagai jawaban. “Aku mau kamu bisa rasain lagi kehadiran sosok ayah di hidup kamu, gak kayak kami. Harusnya kamu bersyukur masih punya ayah. Sementara kami? Kami udah gak punya siapa-siapa lagi. Kamu gak seharusnya merasakan apa yang kamu rasakan sekarang karena kamu masih bisa bahagia sama ayah kamu.” Ali tertegun melihat mata gadis itu berkaca-kaca di setiap ucapannya. Betapa beruntungnya ia memiliki kekasih yang selalu memikirkan keadaannya. “Heiii siapa yang bilang kamu udah gak punya siapa-siapa.” Ali menangkup pipi gembil gadis itu bahkan terkesan menjepitnya hingga membuat pipi itu terlihat lebih chubby. “Aku bisa jadi ibu yang selalu masakin kamu, aku bisa jadi ayah yang selalu mengawasi kamu, dan aku bisa jadi pacar yang selalu ngejagain dan bahagiain kamu. Aku bisa jadi apa aja buat kamu. Jangan pernah berpikir kalau kamu sendirian.” Prilly tersenyum mendengar penuturan tulus dari Ali. Ya, Ali bisa jadi apa saja untuknya. “Ya, dan sebagai ibu, masakan terakhir yang kamu masakin buat aku adalah nasi goreng manis.” Tawa mereka sama-sama pecah mengingat saat Ali membuatkan nasi goreng yang super manis karena Ali bukannya menambahkan garam, malah menambahkan gula yang cukup banyak ke dalam nasi gorengnya untuk Prilly. “Pulang dari sini, temui papa kamu ya. Bicarain baik-baik.”



19



POPULAR “Iya Bawel! Habis dari sini aku langsung ke rumah papa.” Ali memeluk Prilly erat membuat gadis itu tersenyum senang. “Kak Ali...” Ali dan Prilly melepaskan pelukannya saat ada yang tiba-tiba datang. Mereka samasama salah tingkah apalagi saat mendapat senyum menggoda dari anak itu. “Kenapa Dion?” Tanya Ali mengalihkan perhatiannya. “Dengar lagu yang baru aku bikin yuk, lagu yang akan aku tampilin buat acara ulang tahun panti ini dua bulan lagi,” ajak Dion. “Ayuk.” “Aku gak diajak nih?” Tanya Prilly. “Kak Prilly dengarnya waktu acara aja nanti, ayuk kak.” Dion langsung menarik tangan Ali untuk mengikutinya. Prilly menggeleng pelan sembari tersenyum melihatnya.



20



POPULAR



Chapter 6 *** Prilly berdiri dengan gelisah di depan rumahnya. Sudah hampir pukul 7 namun Ali tidak kunjung datang. Biasanya ia sudah menunggunya di depan rumah Prilly. Berbagai macam pikiran baik maupun buruk berputar-putar di kepala Prilly. Namun dengan cepat ia tepis pikiran buruknya, mungkin saja tadi malam Ali kerja lembur di kafe kemudian ia telat bangun hingga telat menjemput Prilly. Namun bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ali di jalan? Dengan cepat Prilly menggeleng menepis pikiran itu. Saat Prilly sedang bergulat dengan pikirannya, tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna merah mengkilap berhenti tepat di depan rumahnya. Prilly menyipitkan matanya bingung, menerka siapa yang ada di dalam mobil Ferrari F12 Berlinetta yang tampak masih baru itu. Sesaat kemudian Prilly membulatkan matanya melihat Ali lah yang keluar dari mobil itu. “Pagi Sayang.” Prilly yang masih dalam keterkejutannya hanya diam saat Ali menyapanya. Ali tersenyum gemas melihat keterkejutan kekasihnya itu. “Yuk berangkat.” “A..Ali.. i... ini..” Ali tidak memedulikan pertanyaan Prilly dan langsung menggandeng kekasihnya itu memasuki mobil. *** Berkali-kali Ali melayangkan tangannya untuk menekan bel rumah besar itu namun berkalikali juga ia kembali menurunkan tangannya karena merasa ragu. Ia menghela nafas dalam-dalam mencoba untuk membuat dirinya merasa lebih tenang, ini tidak akan seburuk yang ia pikirkan. Ia hanya akan masuk, lalu meminta maaf kepada ayahnya, setelah itu ia bisa kembali ke kosnya lalu memberi tahu Prilly bahwa ia sudah melakukan apa yang Prilly minta. Dengan lebih yakin kini Ali menekan bel itu. Ia kemudian mundur beberapa langkah untuk menunggu seseorang membukakan pintu untuknya. Tak perlu menunggu lama, pintu berukuran besar dengan sedikit sentuhan warna emas itu terbuka memperlihatkan wanita tua yang tampak cukup kaget atas kehadiran Ali. “Den Nata,” panggilnya kaget. Ia sampai mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan penglihatannya melihat sosok seorang lelaki tampan di hadapannya yang sudah sangat lama tidak mendatangi rumah ini. “Papa ada Mbok?” “Ada Den, baru aja pulang kantor. Mari masuk.” Ali mengangguk kemudian memasuki rumahnya. Ia merasa cukup aneh memasuki rumah ini karena memang sudah cukup lama ia tidak kesini. Matanya mengedar melihat sekeliling ruangan yang tampak tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Ali duduk di sofa ruang tamu, sementara mbok Minah asisten rumah tanggal Ali yang bekerja sudah sangat lama disana pergi untuk memanggil Arya, ayah Ali. Sebenarnya tadi ia sudah menawarkan Ali sendiri untuk mendatangi kamar ayahnya dan menemuinya disana, namun Ali menolak. Sembari menunggu, Ali menatap rindu pada bingkai foto besar yang dipajang di dinding ruangan, foto keluarga mereka. Mereka tampak begitu bahagia. Ada pula beberapa foto Ali kecil



21



POPULAR dengan ayah dan ibunya yang masih terpajang rapi di lemari sebagai hiasan. Ali selalu merindukan keluarganya, bahkan selama ini ia hanya pura-pura tidak peduli jika harus tinggal sendiri. Namun sesungguhnya, terkadang di tengah malam Ali termenung sendiri memikirkan keluarganya, harusnya tempatnya disini, bukan di kos sempit yang ia tinggalkan sekarang. Seharusnya ia kini tinggal bersama kedua orang tuanya dan hidup bahagia, bukan sendiri seperti sekarang. “Nata.” Arya tampak sangat terkejut saat melihat ternyata putranya benar-benar datang. Tadi ia sempat tidak percaya saat mbok Minah mengatakan bahwa Ali datang. Tapi setelah melihat Ali yang kini tengah menatapnya karena ia panggil tadi membuat ia benar-benar yakin bahwa kini putranya sedang disini. “Pa.” Ali berdiri dari duduknya menyambut kedatangan ayahnya. “Duduk lagi aja Nak,” ucap Arya kemudian mengambil posisi duduk di hadapan Ali. Ali mengangguk kecil dan kembali duduk. “Ada apa kamu tiba-tiba datang? Ada masalah? Atau ada yang bisa papa bantu?” tanya Arya mencari tahu maksud kedatangan putranya. Sebenarnya apa pun maksudnya putranya datang, meskipun itu hanya untuk meminta bantuan atau sebagainya, Arya sudah sangat senang. Ali terdiam beberapa saat. Jujur cukup sulit baginya sekarang untuk mengucapkan apa yang ada di hatinya, pasalnya sudah begitu lama Ali memendam perasaan ini. “Nata kesini mau minta maaf sama Papa.” Akhirnya kalimat itu keluar juga dari mulut Ali setelah menunggu beberapa saat. Arya lagi-lagi dibuat terkejut. Tidak ada terpikir olehnya sedikitpun bahwa kedatangan Ali ke rumah adalah untuk meminta maaf mengingat bagaimana sikap putranya itu selama ini kepadanya sejak kematian ibunya. “Gak seharusnya Nata kayak gini. Nata mungkin memang marah sama keadaan, sama Papa karena Nata pikir Papa gak usaha buat mama bertahan. Tapi Nata gak mikir gimana perasaan mama disana ngelihat Nata kayak sekarang. Nata seolah-olah nyalahin orang lain, padahal disatu sisi Nata juga salah.” Ali tertunduk menyesal. Selama ini ia terlalu sibuk menyalahkan ayahnya sampai ia tidak punya waktu untuk memikirkan kesalahannya sendiri. Harusnya kepergian ibunya menyisakan ketenangan, bukan permusuhan seperti ini. Arya menatap sendu putranya. Ia bangkit dari duduknya dan menghampiri Ali. Tangannya terulur mengelus pucuk kepala putra satu-satunya itu. Ali adalah putranya, ia sangat tahu bagaimana sifat keras kepala Ali selama ini yang tidak bisa ia pungkiri adalah turunan dari sifatnya. Ia sudah menduga saat ini akan tiba, putranya selama ini hanya sedang dipengaruhi oleh emosinya. “Kamu gak salah Nak, kita cuma terlalu sama-sama keras kepala sementara gak ada mama yang mencairkan kita. Demi Tuhan, papa sangat ingin mama masih bersama kita sekarang. Tapi mama yang minta untuk kita berhenti menunggu, mama juga kasihan lihat kamu setiap hari tidur di rumah sakit buat nemenin dia. Ini yang terbaik buat mana kamu Nat.” Arya menarik lembut putranya untuk ia peluk. Ali dengan cepat menyeka air matanya yang sedari tadi ia tahan jatuh dari sudut matanya. Seharusnya saat ini ia berbahagia, ia yakin ibunya di surga juga berbahagia melihat mereka saat ini. “Mulai sekarang kita lupain semuanya, kita buka lembaran baru ya,” ucap Arya. Ali mengangguk setuju kemudian mereka sama-sama tersenyum. “Ya udah Pa, Nata pulang dulu ya. Udah malam soalnya.” “Pulang kemana? Ini rumah kamu sekarang.”



22



POPULAR “Tapi Pa...” “Nat, kalau kamu udah maafin papa dan papa udah maafin kamu, kenapa kita gak bisa jadi keluarga lagi? Ini rumah kamu, dan udah seharusnya kamu ada disini.” “Tapi barang-barang Nata disana?” “Kamu gak butuh barang-barang itu karena kamu udah punya lebih disini. Jangan pergi lagi Nak, rumah ini sepi tanpa kamu.” Ali kembali tersenyum mendengar penuturan ayahnya. Ali bangkit dari duduknya dan berhamburan ke pelukan Arya. “Selamat datang kembali jagoan.” Arya mengacak-acak rambut putranya penuh sayang seperti yang biasa ia lakukan. Mereka terdengar sama-sama tertawa bahagia. “Aaaaaaaaa aku bahagia banget dengarnya,” sorak Prilly bahagia setelah mendengar cerita pertemuan antara Ali dan ayahnya tadi malam. Sepanjang perjalanan menuju sekolah Prilly selalu bertanya apa yang terjadi semalam antara mereka. “Ini berkat kamu,” ucap Ali. Salah satu tangannya yang sedari tadi mengendalikan setir mobil ia ulurkan untuk mengelus pipi Prilly. “Bukan, ini memang karena kemauan kamu.” “Seperti yang papa bilang, selama ini kami cuma sama-sama keras makanya gak ada yang bisa lunaki karena gak ada mama. Tapi kan aku punya kamu yang selalu bisa lunaki sifat keras kepala aku.” Prilly tersenyum mendengar penuturan Ali. “Aku cinta kamu,” ucap Ali tulus. Ia membawa salah satu tangan Prilly untuk ia genggam kemudian menciumnya. “Ya, kamu cinta aku.” Prilly mencibir kemudian tertawa geli. Mau tidak mau Ali ikut tertawa. “Jadi mobil ini dibelikan papa kamu?” “Iya, tiba-tiba aja tadi pagi mobil ini udah ada di garasi. Kata papa mobil ini buat aku, jadi ya aku bawa.” “Beda ya rasanya, biasanya berangkat bareng pakai motor, sekarang pakai mobil mewah gini.” “Kamu suka?” Tanya Ali. “Bukan mobilnya yang bikin aku suka, tapi kamunya. Mau pakai mobil atau motor sama aja, yang penting sama kamu.” “That's my girl.” Ali mencubit pipi Prilly gemas. Mobil yang Ali bawa mulai memasuki pekarangan sekolah. Baru saja mobil itu masuk, semua mata sudah tertuju padanya. Bagaimana tidak, belum pernah sebelumnya mereka melihat ada penghuni sekolah yang membawa mobil mewah itu. Para siswa mulai berbisik-bisik dan saling menerka siapa yang berada di dalam mobil mewah itu. Ali memarkirkan mobilnya di parkiran khusus mobil. Ia tersenyum simpul saat melihat dari dalam mobilnya sekarang semua orang sedang menatap ke arah mobilnya dengan tatapan penasaran. Pasti mereka sedang menunggu siapa sosok yang akan keluar dari mobil ini. “Semuanya pada lihatin kita gini Li, pasti karena mobil kamu deh,” ucap Prilly melihat ke sekeliling.



23



POPULAR “Cuek ajalah, yuk keluar.” Ali keluar terlebih dahulu diikuti dengan Prilly. Para penghuni sekolah tampak mengernyitkan dahinya melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Mereka sempat berpikir bahwa mobil mewah itu adalah milik salah satu murid populer di sekolah, namun sepertinya mereka salah. Diantara mereka ada yang sama sekali tidak kenal dengan Ali maupun Prilly karena memang mereka tidak terkenal di sekolah. Namun ada juga beberapa dari mereka tahu Ali dan Prilly karena mereka teman sekelasnya namun selama ini tidak peduli dengan kehadiran mereka. Baru para siswa akan membicarakan soal kehadiran mereka berdua bel masuk sudah berbunyi dan terdengar pengumuman bahwa mereka harus berkumpul di aula sekolah. Semua murid pun berbondong-bondong pergi ke aula termasuk Ali dan Prilly. Terlihat kepala sekolah berdiri di podium menyampaikan kata sambutannya. Ternyata hari ini ada kunjungan beberapa donatur sekolah serta pemilik saham sekolah ini. Satu persatu para donatur diperkenalkan oleh kepala sekolah, hingga pemilik sekolah baru pun diperkenalkan karena ternyata sejak beberapa bulan yang lalu pemilik saham sekolah ini sudah berpindah tangan. “Mari sambut dan berikan tepuk tangan kepada pemilik saham sekolah kita yang baru, pak Arya Hermawan. Kepada pak Arya Hermawan silakan naik ke podium dan memberikan pidato singkatnya,” ucap kepala sekolah membuat para siswa bertepuk tangan. Tampak seseorang yang ternyata sedari tadi duduk di salah satu kursi bagian depan menaiki podium. Beberapa siswi perempuan terdengar berbisik-bisik melihat pemilik sekolah mereka ternyata tampan meskipun sudah berumur. “Li, bukannya itu papa kamu?” bisik Prilly. Prilly melirik Ali yang tampak terpaku. Sepertinya Ali juga terkejut atas kehadiran ayahnya yang tiba-tiba. Bahkan ayahnya tidak mengucapkan tentang hal ini padanya tadi pagi. “Kenapa papa bisa disini?” Terdengar suara Ali pelan. Arya tampak memberikan pidatonya. Ia membicarakan tentang rencananya untuk sekolah ini ke depannya agar lebih maju serta memotivasi para murid agar lebih giat belajar dan mengembangkan bakatnya. “Oh ya, disini saya juga ingin memperkenalkan putra saya. Mungkin jika nanti ada yang ingin disampaikan kepada saya mengenai sekolah ini, atau para murid memiliki aspirasi yang tidak tersampaikan kepada guru, bisa juga melalui anak saya. Saya ingin kita semua bekerja sama untuk memajukan sekolah ini.” Para murid langsung berbisik-bisik satu sama lain untuk menerka siapa kirakira anak pemilik sekolah ini. “Ali Arnata, putra saya. Nata kemarilah Nak,” panggil Arya. Semuanya langsung mencari-cari siapa sosok Nata yang dipanggil itu. “Maju sana, kamu dipanggil tu.” Prilly menyadarkan Ali dari keterkejutannya. Meskipun agak ragu, namun akhirnya Ali menyusul ayahnya. Seisi sekolah dibuat terkejut, bukannya lelaki itu adalah seseorang yang membawa mobil mewah tadi? Jadi dia adalah anak pemilik sekolah ini? Bagaimana bisa mereka tidak menyadari bahwa ada lelaki tampan dan kaya di sekolah seperti orang bernama Nata itu selama ini? Gino CS tampak begitu terkejut, apalagi Gino. Ia tahu betul bahwa lelaki itu adalah orang yang beberapa hari belakangan ini sudah menjadi musuhnya. Sementara itu para siswi tampak mulai mengeluarkan ponselnya untuk mencari akun media sosial Ali Arnata, mereka sudah memasukkan Ali ke dalam daftar lelaki idamannya.



24



POPULAR Prilly yang melihat dari kejauhan tampak tersenyum saat Ali terlihat gugup dan kikuk saat diperkenalkan di depan orang banyak oleh ayahnya. Prilly tidak menyangka bahwa kehidupan kekasihnya akan berubah hanya dalam waktu satu malam. Namun memang seperti inilah yang harus Ali dapatkan selama ini. *** “Makasih ya udah nganterin aku pulang.” “Udah berkali-kali aku antar jemput kamu, udah berkali-kali juga kamu bilang makasih. Gak perlu Sayang, antar jemput kamu udah jadi hobi aku.” Ali mengelus pucuk kepala Prilly diakhiri dengan acakan gemas di rambutnya. Prilly terkekeh mendengar balasan Ali. Tangannya langsung merapikan rambutnya yang sudah diacak oleh Ali. “Jadi, gimana hari ini?” Prilly menyandarkan tubuhnya pada mobil Ali. Sepertinya membahas hari yang cukup mengejutkan ini adalah sesuatu yang menarik sebelum mereka berpisah untuk melanjutkan aktivitas masing-masing. Prilly dengan aktivitas di toko kuenya dan Ali dengan aktivitas barunya karena Ali kini sudah tidak bekerja di kafe. Ali ikut menyandarkan tubuhnya di mobil. Ia berpikir sejenak seolah memikirkan kata yang pas untuk menggambarkan harinya hari ini. “Entahlah, semuanya berubah cepat banget. Aku gak nyangka baikan sama papa bakal berdampak kayak gini.” Prilly ikut tersenyum saat melihat mendengar cerita Ali. Ia bisa melihat Ali merasa seperti tidak ada beban saat ini, berbeda dengan hari-hari yang lalu. Dimana saat pulang sekolah ia harus bekerja hingga malam. “Dan anehnya nih, hari ini aku sama sekali gak ketemu sama Gino CS.” “Mungkin mereka takut sama kamu, siapa sih yang berani ngerjain anak pemilik sekolah,” tebak Prilly. Ali mengangguk-anggukkan kepalanya setuju, mungkin saja seperti itu. Mungkin mereka sedang berusaha menghindari Ali. “Dan hal yang berubah lainnya hari ini adalah, semua mata cewek di sekolah gak pernah lepas dari kamu.” Ali tersenyum jahil mendengar ucapan kekasihnya itu. “Cieee cemburu, akhirnya aku dicemburui juga.” “Bukan cemburu, cuma gak terbiasa aja dan kayaknya harus membiasakan diri.” “Terserahlah mata mereka mau ke aku, tapi kan mata aku cuma ke kamu.” “Gombal...” Prilly mencubit pipi Ali membuat mereka sama-sama tertawa. “Ya udah aku pulang dulu ya.” “Oke, hati-hati ya.” Ali mengangguk kemudian memasuki mobilnya. Namun sebelum benarbenar masuk, Ali kembali menatap Prilly. “Kamu cinta aku.” Prilly selalu dibuat tertawa setiap kali mendengar kalimat itu. “Ya, aku cinta kamu,” balas Prilly seolah mengalah. Ali tersenyum puas mengedipkan sebelah matanya kemudian memasuki mobilnya dan bergegas pergi. Prilly melambaikan tangannya saat mobil Ali sudah mulai berlalu dari depan toko kuenya.



25



POPULAR “Mobil siapa tu?” Tanya Juno penasaran saat bertemu dengan Prilly di depan pintu toko. Pasalnya saat ia keluar dari toko kue dengan beberapa box kue di tangannya, ia melihat sebuah mobil mewah yang sudah akan pergi. “Mobil Ali.” “Ali pacar lo?” “Ya Ali mana lagi?” “Bukannya pacar lo biasanya pakai motor odong-odong ya.” Prilly menatap tajam Juno saat mendengar penuturan yang sarat akan sindiran yang dilontarkan Juno. “Lo sadar gak sih lagi hina cowok di depan ceweknya?” Juno terkekeh. Nada ketus Prilly sudah menggambarkan bahwa ia tidak suka kekasihnya itu dihina. “Tapi kok bisa?” “Ceritanya panjang, tapi intinya dulu kan gue pernah cerita kalau Ali ada masalah sama bokapnya, jadi sekarang mereka udah baikan dan bokapnya kayaknya udah mulai kasih fasilitas lagi sama Ali,” jelas Prilly. Juno mengangguk paham. “Eh lo mau ngantar pesanan?” Tanya Prilly saat melihat bungkusan berisi box kue di tangan Juno. “Iya, abis itu gue mau langsung ke kampus. Ntar kalau ada pesanan minta Megi aja yang ngantar ya.” “Oke, hati-hati.” Juno mengangguk kemudian langsung berlalu menuju motornya dan segera pergi. Setelah memastikan bahwa Juno sudah benar-benar pergi, Prilly langsung memasuki tokonya untuk membuat beberapa pesanan kue yang sudah ia terima kemarin.



26



POPULAR



Chapter 7 *** Ali membaringkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Benar-benar terasa begitu nyaman berada di kamar yang sudah cukup lama tidak ia huni ini. Sembari berbaring ia memainkan ponselnya yang dirasa cukup mengganggu sejak ia mengaktifkan suaranya. Biasanya saat sebelum tidur Ali mengubah pengaturan suara ponselnya yang hening menjadi bersuara. Salah satu alasannya adalah ia selalu menghidupkan alarm untuk membangunkannya pagi esok. Namun tidak seperti biasanya, kini ponselnya terdengar lebih berisik karena notifikasi yang masuk. Sebagai besar berasal dari media sosial miliknya. Sebenarnya sejak di sekolah tadi sudah banyak notifikasi, namun karena Ali memang bukan tipe lelaki yang terlalu suka bermain ponsel, ia hanya mendiaminya. Ali membuka instagramnya. lelaki tampan itu dibuat cukup kaget saat melihat followers nya naik drastis. Sebenarnya Ali cukup jarang membuka akun media sosialnya itu, namun ia masih ingat betul bahwa pengikutnya belum sebanyak itu. Ali membaca beberapa komentar di ungahan terakhir fotonya. Ada yang meminta untuk di follback, ada juga yang terang-terangan memuji foto Ali. Selain itu ada juga beberapa akun yang mengirim pesan singkat pada Ali melalui instagram. Ali yang merasa iseng bangkit dari ranjangnya kemudian berdiri di depan cermin. Ia mengambil foto dirinya dari depan cermin. Setelah itu Ali langsung mengunggah foto itu. Tidak butuh waktu lama foto yang baru Ali unggah itu mendapatkan banyak likers dan juga comment. Pakai celana pendek aja ganteng amat Nat. Bego ya gue, gak nyadar selama ini kalau di sekolah ada cogan kayak Nata😢 Cek DM Nat. Please Nata, gakuku😂 Dan sebagainya. Ali hanya mampu tersenyum dan terkadang terkekeh geli membacanya. Ternyata seperti ini rasanya dikenal banyak orang. Dulu semasa Ali berada di sekolah menengah, Ali juga menjadi tidak orang yang menonjol apalagi saat itu ayahnya belum sesukses sekarang meskipun dari kecil Ali sudah berada di keluarga yang berkecukupan. Namun tidak bisa dipungkiri saat ibunya sakit selama bertahun-tahun, kehidupan ekonomi mereka memang sempat menurun. Entahlah, mungkin dulu Ali tidak pernah tertarik untuk menjadi orang yang banyak dikenal. Namun ternyata rasanya tidak terlalu buruk, meskipun agak sedikit risih memang. Teringat sesuatu, Ali beralih dari akun instagramnya. Ia merasa ada yang lebih menarik lagi untuk di lakukan. Ali menghubungi seseorang dan kembali berbaring mencari posisi yang nyaman sembari menunggu orang di seberang telefon mengangkat panggilannya. Halo, selamat malam, Laeta Bakery. Ada yang bisa saya bantu? Tapi maaf sebelumnya, kalau mau pesan kue, kuenya udah habis. Ali tersenyum mendengar sapaan seseorang di seberang sana dari kekasihnya itu. Saya lagi gak mau pesan kue Mbak, mau pesan Mbaknya aja. Soalnya lebih manis. Ali mendengar suara tawa lepas dari kekasihnya melalui telefon.



27



POPULAR Maaf mas, i'm not for sale! Yes, because you’re just for me. BIG YES! Mereka sama-sama tertawa geli menyadari apa yang sedang mereka bicarakan. Pembukaan pembicaraan yang cukup menarik. Kamu lagi ngapain Sayang? Baru aja selesai mandi. Hari ini Alhamdulillah pesanan kue banyak, jadi agak sibuk dan baru bisa mandi. Kasihan pacar aku, kecapekan ya? Ya udah kamu tidur gih. Nelfon aku cuma mau ngomongin itu doang? Cuma mau dengar suara kamu aja. Besok-besok save suara aku buat didengar sebelum tidur. Ide bagus, bisa dicoba. Lagi-lagi mereka sama-sama tertawa. Ya udah kamu juga istirahat ya. Good nite Sayang. Good nite too Mine. Bye Ali menjauhkan ponselnya dari telinga saat Prilly sudah mematikan sambungan telefon. Senyuman manis belum lepas dari bibirnya saat suara lembut mirip Prilly masih serasa terdengar olehnya. “Belum tidur Nat?” Ali mengalihkan pandangannya menuju ambang pintu kamar. Ia mengubah posisi menjadi duduk bersandar di kepala ranjang saat tiba-tiba ayahnya, Arya memasuki kamar. “Belum Pa. Papa baru pulang kantor?” “Iya nih. Papa langsung ke kamar kamu, kirain udah tidur. Udah lama gak lihat kamu tidur.” Ali dan Arya sama-sama tertawa. Terdengar aneh bagi Ali, ada-ada saja penuturan ayahnya itu. Apa menariknya melihat Ali tertidur? “Oh iya, Papa kok gak bilang Nata kalau Papa udah beli sekolah?” “Sengaja buat kejutan. Papa belinya udah beberapa bulan yang lalu. Awalnya papa beli buat ngawasin kamu karena saat itu kan hubungan kita masih belum ada tanda-tanda akan membaik.” Ali mengangguk paham. “Ya udah kamu tidur ya, papa mau ke kamar. Good nite Boy.” Arya mengacak-acak rambut putranya itu. Ia merasa sangat bahagia bisa merasakan ini lagi. Dulu ini adalah salah satu kebiasaannya. “Good nite too Pa.” Arya keluar dari kamar Ali. Merasa kantuk sudah mulai menyerang, Ali pun memutuskan untuk segera tidur. 28



POPULAR



Chapter 8 *** Ali dan Prilly berjalan memasuki kantin yang sudah ramai dengan para murid. Awalnya Prilly menolak, namun Ali membujuknya hingga akhirnya ia mau. “Kayaknya udah gak ada kursi yang kosong deh Li.” “Kalau gak ada, kita adain.” Prilly mengerutkan dahinya mendengar balasan Ali. Meskipun tidak paham, Prilly hanya mengikuti kemana Ali akan pergi. “Kami mau duduk disini,” ucap Ali pada sekelompok orang yang duduk di bagian sudut kantin. Tadinya mereka terlihat sangat seru bercerita hingga kantin ini didominasi oleh suara mereka. Namun saat Ali datang, tiba-tiba saja suasana menjadi hening. “Dengar gak lo gue barusan ngomong apa?” Kini suara Ali terdengar meninggi. “Kami duluan yang dapatin ni kursi. Jadi kalau lo mau duduk, cari tempat lain aja.” Akhirnya Gino angkat suara. Ia menatap Ali tidak suka. “Menurut lo, kalau lo yang dapatin kursi ini duluan, itu tandanya ini punya lo? Atau lo pikir kantin ini punya lo? Oh atau sekolah ini punya lo juga? Lo gak lupa dong kalau sekolah ini punya siapa.” Ali tersenyum miring, sementara Gino mengepalkan tangannya kesal. “Li, udah,” Prilly berbisik untuk memperingati Ali agar tidak terbawa emosi. “Songong banget ya lo.” Gino maju untuk siap melayangkan kepalan tangannya. Dengan cepat teman-teman Gino menahannya. Jika biasanya mereka akan ikut maju, namun kali ini lain halnya. Mereka harus bisa menenangkan Gino karena tidak ingin mencari masalah. “Udahlah No, kita pergi aja.” Dengan menatap Ali tajam, dengan terpaksa Gino pergi dari sana. Ia sebenarnya sangat ingin melayangkan pukulannya pada Ali, namun sepertinya waktunya tidak pas. Apalagi kini mereka sudah menjadi pusat perhatian. Sementara Ali tampak tersenyum penuh kemenangan. “Kamu gak seharusnya kayak gitu Li.” “Kalau gak digituin, dia akan selalu merasa berkuasa. Sekali-kali orang kayak gitu memang harus dikasih pelajaran,” balas Ali. Prilly hanya mampu mengangkat bahunya pasrah. “Kamu duduk dulu ya, biar aku pesanin.” “Kamu gak tanya aku mau makan apa?” “Bakso kan?” “Ya, sambalnya 2 sendok.” “No! Jatah dari aku cuma 1.” Prilly mengerucutkan bibirnya kesal. Ia selalu saja mendapat jatah sambal cabai yang sedikit jika makan bakso dengan Ali, dengan alasan Ali tidak ingin Prilly sakit perut. Padahal sebenarnya Prilly biasa saja jika, bahkan ia sudah sangat terbiasa dengan pedas. Biasanya mereka makan bakso di pinggir jalan, ah Prilly jadi rindu makan bakso di pinggir jalan. ***



29



POPULAR Prilly merapikan seragamnya saat keluar dari toilet sekolah. Tadi saat bel pulang berbunyi, ia langsung berlari menuju toilet karena ingin buang air kecil. Tentunya Prilly tidak lupa memberi tahu Ali melalui pesan singkat agar Ali tidak kebingungan saat tidak mendapati Prilly di dalam kelas. Prilly sempat melihat penampilannya di cermin toilet sebelum keluar. Setelah dirasa siap, Prilly langsung keluar dari toilet. “Prilly....” “Ana....” Prilly tersenyum tidak percaya saat bertemu dengan seseorang yang tidak ia duga-duga di depan toilet. “Ya ampun, kok lo bisa ada disini? Bukannya lo sekolah di Malang ya?” Tanya Prilly. Bagaimana tidak heran, Fayana Nazifa adalah teman baik Prilly saat SMP. Namun setelah lulus, Ana melanjutkan sekolahnya di Malang. “Gue baru pindah kesini hari ini, bokap gue pindah tugas ke Jakarta. Sebenarnya gue udah nyari-nyari lo sejak tadi. Eh baru ketemu sekarang,” jelas Ana. Prilly mengangguk paham. “Gue senang banget bisa ketemu lo lagi, udah lama kita gak ketemu.” “Gue juga, pokoknya kita harus sering-sering ngobrol.” “Prill...” percakapan melepas rindu kedua gadis itu harus terhenti saat Ali tiba-tiba datang. Merasa Prilly sudah cukup lama di toilet hanya untuk buang air kecil, Ali memutuskan untuk menyusul kekasihnya itu. Prilly dan Ana kini beralih menatap Ali. “Kamu kok kesini?” “Kamu lama banget, aku kira kamu kenapa-kenapa. Makanya aku susulin.” “Oh iya Na, ini Ali pacar gue, dan Ali ini Ana sahabat aku dari SMP.” Prilly memperkenalkan kedua orang di hadapannya ini. Ana yang sejak kedatangan Ali tampak kaget melempar senyum sebagai awal perkenalan mereka yang juga dibalas senyum oleh Ali. “Loh ini bukannya Nata ya? Anak yang punya sekolah,” tanya Ana bingung. “Iya ini Nata, tapi gue lebih suka panggil dia Ali.” Prilly tersenyum pada Ali. Ali ikut tersenyum dan mengelus lembut pucuk kepala Prilly. Ia tidak masalah jika Prilly tidak ikut memanggilnya Nata seperti orang lain. “Kalau gitu gue panggil Nata aja deh, kayaknya Ali khusus buat Prilly aja.” Mereka sama-sama tertawa mendengar ucapan Ana termasuk Ali. “Ya udah yuk pulang,” ajak Prilly pada Ali. Ali mengangguk kemudian mereka semua samasama berlalu meninggalkan toilet. Prilly dan Ana tampak sibuk bercerita, maklum saja mereka sudah lama tidak bertemu. “Nat....” baru saja beberapa langkah mereka berjalan terlihat seorang lelaki menghampiri mereka. Jujur Ali maupun Prilly tidak kenal siapa lelaki itu, namun tidak heran jika dia bisa kenal Ali. Seperti sekarang semua orang yang berada di sekolah ini sudah kenal siapa Ali. “Gue cariin lo dari tadi, rupanya ada disini.” “Memangnya kenapa cariin gue?”



30



POPULAR “Pak Riki nyariin lo.” Ali menautkan alisnya mendengar ucapan lelaki itu. Untuk apa guru olah raganya itu memanggilnya? Tumben sekali. “Lo disuruh ke lapangan basket sekarang. Buruan kesana, gue balik dulu ya.” “Thanks ya Bro.” Lelaki itu mengangguk kemudian pergi dari mereka. “Ngapain pak Riki manggil kamu?” “Aku juga gak tau.” ‘Ya udah kamu kesana aja.” “Terus kamu gimana? Aku antar kamu pulang dulu deh, entar biar aku balik lagi,” balas Ali. Rasanya tidak mungkin ia meninggalkan Prilly. Namun jika ia meminta Prilly untuk menunggunya, ia tidak tahu apakah urusannya dengan pak Riki akan sebentar atau lama. “Bakal lama dong kalau gitu. Gak papa kok aku pulang sendiri.” “Prilly pulang bareng gue aja. Lagian gue kan kepingin mampir ke toko kue Prilly,” ucap Ana angkat suara. Sedari tadi ia hanya diam membiarkan sepasang kekasih itu berbicara. “Iya aku bareng Ana aja, lagian aku masih mau ngobrol banyak sama dia.” “Benaran gak papa Na?” tanya Ali meyakinkan. “Gak papa Nat, santai aja.” “Ya udah gue titip Prilly ya.” “Kamu mah aku kayak barang aja dititipi.” Prilly mengerucutkan bibirnya kesal. Ali mencubit gemas pipi Prilly yang terlihat sangat menggemaskan itu. “Aku pergi dulu ya. Kamu hati-hati. Gue duluan ya Na.” Prilly dan Ana sama-sama mengangguk diiringi senyumnya mengiringi kepergian Ali. “Cieeee romantis banget sih, lo beruntung banget punya pacar kayak Nata.” Ana menyenggol bahu Prilly menggoda. Prilly hanya mampu tersenyum menanggapi ledekan sahabatnya itu. Kedua gadis cantik itupun langsung bergegas pergi meninggalkan sekolah. Mereka terlihat sangat antusias mengingat masa lalu. *** “Jadi bapak panggil kamu kesini karena bapak mendengar bahwa kamu punya keahlian bermain basket. Jadi bapak ingin lihat kemampuan kamu karena hari ini tim basket sekolah akan melalukan seleksi untuk memilih tim inti yang akan bertanding di turnamen antar sekolah se-Jakarta,” jelas pak Riki. “Jadi gimana Nat, Kamu mau?” Ali tampak berpikir sejenak. Pasti ayahnya yang sudah memberi tahu pak Riki bahwa ia bisa bermain basket. Sebenarnya Ali memang suka bermain basket, bahkan di belakang rumah ia memiliki lapangan basket yang cukup besar. Namun ia tidak pernah serius dalam bidang ini, maksudnya meskipun ia bisa ia hanya menjadikan basket untuk olah raga saat ia merasa bosan, ia tidak pernah masuk tim di sekolah. Apalagi saat Ali melihat Gino dan juga Luki yang masuk dalam kelompok Gino CS merupakan anggota tim basket yang lama. Kini Gino bahkan sedang



31



POPULAR menatapnya sengit. Merasa ini adalah salah satu waktu yang tepat untuk memberi pelajaran pada Gino, akhirnya Ali memberi jawabannya kepada pak Riki. “Saya bersedia Pak.” Pak Riki tampak tersenyum senang. Tangannya terulur menepuk pelan bahu Ali. “Baiklah, sekarang kita mulai seleksinya. Kalian islahkan bermain di lapangan, bapak akan memperhatikan dari sini. Bagi menjadi dua tim.” Para murid yang ikut dalam seleksi tim basket putra itu mengangguk paham dan langsung berlari ke lapangan. Ali sempat berkenalan dengan beberapa orang yang satu tim dengannya. Meskipun beberapa dari mereka wajahnya sudah cukup sering Ali lihat, namun ada beberapa orang yang tidak ia ketahui namanya. Maklumlah, selama ini Ali kurang peduli dengan sekitar. Apalagi dengan anak-anak basket yang menurutnya angkuh, seperti Gino misalnya. Ali tampak begitu lincah di lapangan. Dulu saat masih bekerja di kafe, Ali juga sering menghabiskan waktu untuk bermain basket dengan pekerja yang lain. Sesekali Ali dan Gino yang berlawanan tim itu saling melempar tatapan tidak suka. Ali dan teman-teman satu timnya bersorak gembira saat tim mereka menang. Ali tersenyum meremehkan saat ia dan Gino saling berhadapan. “Gak usah bangga dulu, lo lupa kalau gue kapten tim basket tahun lalu?” Gino berkata tanpa menatap Ali. “Kita lihat aja,” balas Ali santai kemudian mengikuti yang lainnya menghampiri pak Riki di pinggir lapangan. Pak Riki memberikan sedikit arahan dan juga komentar tentang penampilan mereka di pertandingan tadi. Ali tersenyum saat ia mendapat banyak pujian dari pak Riki bahkan dari beberapa temannya. Saat dirasa cukup, pak Riki pun membubarkan mereka dan membiarkan mereka pulang. “Ternyata lo hebat juga. Kemana aja selama ini?” “Biasa aja kok,” balas Ali. Ia kini sedang berjalan beriringan dengan Farel. Mungkin Farel ini adalah sedikit orang yang Ali tahu namanya karena ia merupakan tim basket inti sebelumnya. Lagi pula siapa yang tidak kenal Farel Ganendra? Siswa yang kata para kaum hawa 2T itu, tampan dan tajir. Ya sebenarnya Ali tidak peduli, tapi mau tidak mau ia harus tau siapa Farel. “Lo kelihatannya gak suka sama Gino ya?” Tanya Farel. Sebenarnya ia sedari tadi ia memperhatikan gerak-gerik Ali dan Gino. Selain itu ia menanyakan ini karena ia ingin membuka pembicaraan dengan Ali. Ia rasa berteman dengan Ali seru juga. “Gak ada alasan buat suka sama dia,” balas Ali. Farel mengangguk paham. Ia tahu betul bahwa Gino memang angkuh, namun selama ini Farel tidak pernah memiliki masalah dengan Gino. “Honey....” langkah Farel dan Ali terhenti saat melihat seorang gadis berjalan menghampiri mereka. Farel tampak tersenyum menyambut kedatangan gadis itu, sementara Ali hanya memilih untuk diam. Ali tahu gadis itu adalah Salsa, dan Ali juga tahu bahwa Salsa dan Farel adalah sepasang kekasih. Mereka adalah salah satu pasangan yang banyak dibicarakan di sekolah. Ali bingung, apa enaknya saat hubungan dibicarakan banyak orang? Selama ini hubungannya dengan Prilly benarbenar jauh dari perhatian orang-orang. Sebenarnya ia ingin pergi saja, namun ia merasa tidak enak, mungkin ia akan berpamitan dulu pada Farel. “Kamu belum pulang?” Tanya Farel.



32



POPULAR “Belum, tadi lagi latihan cheers dulu. Ni baru kelar.” “Kamu mau pulang sama aku?” “Aku udah janji pulang bareng Niken, tu dia.” Salsa menoleh ke belakang menatap Niken sedang berjalan menyusulnya. “Hai Nik,” sapa Farel. Gadis cantik bernama Niken itu tersenyum membalas sapaan dari Farel. “Wah Nat, lo ikut tim basket juga?” Tanya Salsa beralih ke Ali yang sedari tadi hanya diam memperhatikan mereka. “Ikut seleksi doang, gak tau keterima apa enggak.” “Ya keterima lah, lo mainnya keren,” sahut Farel. “Oh iya, kenali Nat, ini Niken sahabat gue, anak cheers juga.” Niken dan Ali saling melempar senyum sebagai tanda perkenalan. Sebenarnya Ali sudah tahu Niken sebelumnya. Hampir seluruh lelaki normal di sekolah ini memuja kecantikannya. Meskipun Ali normal, namun selama ini ia tidak pernah memperhatikan Niken, mungkin karena terlalu sibuk dengan kekasihnya. Ah memikirkan tentang Prilly, ia jadi kepikiran, apakah Prilly sudah sampai di toko kuenya? Selama ini Ali tidak pernah absen mengantar Prilly pulang. Jadi agak beda rasanya saat tidak mengantarkan gadis cantik itu pulang. “Aku sama Niken balik dulu deh ya. Kamu hati-hati pulangnya. Gue duluan ya Nat,” pamit Salsa. “Hati-hati Hon.” “Gue duluan ya Rel, Nat.” Ali dan Farel mengangguk menatap kepergian kedua gadis itu. Setelah kedua gadis itu pergi, Ali dan Farel melanjutkan langkah mereka ke parkiran. Mereka terlibat perbincangan cukup seru. Awalnya Ali kira akan susah menyesuaikan diri dengan Farel, ternyata tidak juga. Ia adalah orang yang mudah bergaul.



33



POPULAR



Chapter 9 *** “Prill bahan-bahan kue habis nih. Gue belanja dulu deh ya. Mumpung masih sore.” Prilly yang sedang menyusun sisa kue hari ini menghentikan aksinya sejenak saat kehadiran Megi. “Oh ya udah, bentar gue ambil uang dulu.” Prilly mengambil uang yang memang sudah ia sisihkan untuk membeli keperluan membuat kue kemudian memberikannya kepada Megi. Setelah mendapatkan uangnya, Megi pun langsung pergi ke tempat biasa ia maupun Prilly membeli bahan membuat kue. Sementara Prilly melanjutkan aktivitasnya. “Mbak pesan Red Velvetnya dong. Saya mau red velvet yang dibikin pakai tangan masa depan saya ya.” Prilly kembali terhenti saat mendengar suara itu. “Ali....” Ali tersenyum puas karena sepertinya sukses membuat gadisnya itu kaget. “Mau red velvet dong Sayang,” pinta Ali. Prilly tersenyum kemudian langsung mengambilkan apa yang Ali inginkan, sementara Ali memilih duduk di salah satu kursi yang tersedia di toko itu. “Red velvet dan secangkir coklat hangat buat pacar aku,” ucap Prilly memberikan sepotong kue dan secangkir coklat hangat pada Ali. “Makasih Sayang.” Prilly mengangguk dan ikut duduk di hadapan Ali. Ali mulai melahap kue buatan Prilly itu. Rasanya selalu saja enak dan membuat ia ketagihan. “Jadi tadi pak Riki ngapain manggil kamu?” Tanya Prilly. “Pak Riki minta aku ikut seleksi masuk tim basket inti.” “Wah, terus gimana hasilnya? Kamu keterima?” “Belum tahu sih, besok bakal dikasih tahu hasilnya.” “Cieeeee yang bentar lagi jadi anak basket.” Prilly mencolek pipi Ali menggoda. “Apaan sih... tambah dong Sayang, udah habis.” Ali menunjukkan piringnya. Kue sudah habis tanpa tersisa. Prilly menggeleng kecil sembari tersenyum. Diambilnya kembali piring itu kemudian mengambilkan lagi sepotong kue untuk Ali. Ali kembali melahap kue itu. “Kamu tumben banget sore-sore kesini, kenapa?” “Karena tadi aku gak ngantar kamu pulang, jadi aku kesini.” “Loh ngapain? Aku kan udah sampai di toko dengan selamat.” “Itu dia masalahnya, aku harus mastiin tulang rusuk aku baik-baik aja.” Prilly menahan senyumnya dengan pipi yang merona mendengar ucapan Ali. Sementara Ali tersenyum penuh kemenangan karena pipi itu merona untuknya. “Cieeee pipinya merah kayak red velvet.” “Aliiiiii.....” Prilly memekik karena Ali mencolek pipinya dengan sisa krim kue di piringnya. Seketika tawa mereka sama-sama pecah. Mereka selalu suka saat-saat seperti ini. Rasanya begitu mudah membuat satu sama lain bahagia.



34



POPULAR



Chapter 10 *** “Selamat bergabung di tim basket inti sekolah kita Nata.” Ali tersenyum diiringi dengan anggukan, sementara teman-teman yang lainnya memberi tepuk tangan sebagai ucapan selamat sekaligus tanda selamat datang di tim basket itu. Setelah melakukan seleksi, Ali terpilih menjadi tim basket inti bergabung dengan anggota yang lama, sementara 5 orang lagi yang juga mengikuti seleksi masih ditempatkan sebagai cadangan. Awalnya Ali pikir tidak begitu menarik menjadi salah satu anggota tim basket yang identik dengan teriakan para wanita pada saat mereka sedang mati-matian mengejar bola. Namun sepertinya Ali harus mencoba, tidak begitu buruk. Lagi pula ia bisa menyalurkan hobinya selama ini dan tidak hanya bermain di belakang rumahnya. “Semoga dengan adanya pemain baru ini tim basket sekolah kita bisa lebih kuat lagi. Bapak harap kalian semua semangat berlatih untuk menghadapi turnamen dalam waktu dekat ini.” Semuanya tampak mengangguk paham bersemangat. “Oh iya Nata, kamu bisa mengisi posisi sebagai forward, sementara yang lain bisa mengisi posisi seperti biasanya. Karena bapak lihat Nata kemampuan mencetak poin yang baik. Jika ada perubahan, kita lihat nanti saat latihan. Semangat...” pak Riki sebagai pelatih tampak memberi semangat diikuti dengan sorakan semangat dari yang lainnya. Setelah pengumuman hasil seleksi itu pak Riki pun membubarkan mereka semua karena waktu istirahat sudah akan selesai. Semuanya satu persatu tampak keluar dari aula tempat diumumkannya hasil seleksi itu. “Apa kan gue bilang, lo pasti bakal masuk.” Ali tersenyum mendengar ucapan Farel yang terdengar memuji itu. “Thanks Rel, tapi kayaknya gue harus banyak belajar dari lo juga deh. Gue kan biasanya cuma main basket ngasal aja,” balas Ali. Farel terkekeh, ngasal? Yang benar saja, bahkan Ali terlihat begitu lincah. “Masih belum bel, mau ke kantin dulu gak?” Tawar Farel. Ali tampak berpikir sejenak. Sebenarnya ia ingin menemui Prilly, ia merasa tidak enak karena tidak menemani Prilly dalam jam istirahat hari ini. Namun kalau dipikir-pikir, pasti sekarang Prilly sedang dengan Ana. Prilly terlihat begitu senang kini sudah memiliki teman dekat. Sepertinya Ali akan menemui Prilly saat jam pulang sekolah saja nanti. Lagi pula sekarang ia merasa sangat haus. Setelah sekian lama berpikir akhirnya Ali mengangguk menerima ajakan dari Farel. Kedua lelaki tampan itu pun berjalan menuju kantin. Bagi para kaum hawa ini adalah pemandangan yang sangat indah. Melihat Farel idola lama mereka sedang berjalan dengan Nata idola baru mereka. Namun mereka harus patah hati menerima kenyataan karena Farel sudah lama memiliki kekasih, tidak ada murid sekolah itu yang tidak tahu bahwa Farel adalah kekasih Salsa. Sedangkan Nata, mereka masih dibuat bingung. Ada beberapa orang yang menyebutkan bahwa Nata sudah memiliki kekasih bernama Prilly karena mereka terlihat selalu bersama serta postingan di instagram mereka yang memperlihatkan kedekatan yang tidak biasa diantara mereka. Namun ada juga yang beranggapan bahwa Nata belum memiliki kekasih, hubungannya dengan Prilly mungkin hanya sebatas



35



POPULAR teman. Lagi pula belum ada pernyataan pasti dari Prilly maupun Nata yang menyebutkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. “Ni buat lo.” “Thanks.” Ali meminum minuman kaleng yang diberikan Farel untuk menghilangkan dahaganya. “Gue heran deh, kok selama ini lo gak pernah kelihatan ya? Maksud gue, lo punya kemampuan di bidang basket, lo juga punya kemampuan di bidang musik, tapi kenapa lo gak pernah tunjukin itu dan kenapa kayak gak ada yang tahu bakat lo itu?” Tanya Farel. Sebenarnya ia sangat ingin menanyakan hal ini pada Ali sejak pertemuan pertama mereka. Tapi menurut Farel, terlalu berlebihan jika pada kesan pertama ia sudah menanyakan hal seperti ini. “Ya menurut gue gak penting aja nunjukin kemampuan buat dikenal orang. Walaupun gue gak dikenal, kemampuan itu tetap ada dalam diri gue.” Farel mengangguk paham, setiap orang memang memiliki pendapat tersendiri. Meskipun menurut Farel agak aneh kenapa ada orang yang tidak suka bila dikenal banyak orang. Mungkin saja ia belum merasakan bagaimana enaknya bila banyak dikenal. Lagi pula selama ini Ali dan Farel tidak pernah sekelas, Ali kelas 11 IPA 2 sementara Farel 11 IPS 1, wajar saja ia Farel tidak pernah melihat Ali. “Eh btw, cewek yang sering sama lo itu pacar lo? Gue juga lihat di instagram lo soalnya,” tanya Farel lagi makin ingin banyak tahu. “Prilly?” “Oh namanya Prilly, pacar lo?” “Iya.” “Kirain sahabat, kan sekarang lagi zamannya tu cewek sama cowok sahabatan,” balas Farel dengan nada bercanda membuat dua orang itu tertawa kecil. “Cewek lo mana?” Tanya Ali. Sepertinya sedari tadi Farel terlalu banyak bertanya, tidak ada salahnya jika ia bertanya kali ini. “Lagi sibuk kayaknya bantuin Niken menyeleksi. Soalnya anak cheers kan juga mau ngadain seleksi untuk anggota baru.” Ali mengangguk paham tidak berniat untuk bertanya lebih. Hanya sekedar basa-basi tadinya. “Enak tahu punya pacar anak cheers, istilahnya tu sama aja kayak kerja bareng, dimana ada anak basket, pasti ada anak cheers,” cerita Farel. Ali hanya diam menanggapi, ya memang benar yang dikatakan Farel. Mungkin itulah sebabnya Farel dan Salsa menjadi pasangan paling dikagumi oleh para murid. Selain mereka memang serasi, mereka juga terlihat sangat kompak saat pertandingan. Tapi jika Ali pikir-pikir, apa enaknya hubungan yang diperhatikan orang-orang seperti tidak ada privasi?



36



POPULAR



Chapter 11 *** “Kita mau kemana sih? Biasanya langsung pulang.” “Udah kamu ikut aja, nanti juga bakal tau.” “Iya bilang dulu kita mau kemana?” Prilly berdecap kesal saat Ali tidak kunjung menjawab pertanyaannya dan malah menarik Prilly untuk mengikutinya. Prilly pasrah mengikuti, seperti yang Ali bilang, ia akan tahu nanti. “Kamu ngapain ngajak aku kesini?” Prilly bertanya heran. Kini mereka sedang berada di aula. Bukannya hanya karena Ali membawanya ke aula yang membuat Prilly heran, namun sekumpulan perempuan yang berada di tengah-tengah aula itu juga membuatnya makin heran lagi. “Aku udah daftarin kamu ikut seleksi pemilihan anggota cheers yang baru,” jawab Ali tersenyum mengutarakan rencananya yang sudah ia persiapkan sejak perbincangannya dengan Farel di jam istirahat tadi. “Ha????” Prilly dibuat terkejut. Bagaimana tidak, ikut seleksi cheers? Yang benar saja. “Kamu apaan sih? Kan aku gak bisa ngedance atau nari gitu.” “Kamu pasti bisa kok, coba aja. Lagian kamu pernah lihatin foto kecil kamu waktu lagi nari kan.” “Itu kan udah lama banget. Aku gak mau ah.” Prilly berniat pergi dari tempat itu, namun dengan cepat Ali menahannya. “Dicoba dulu deh, kamu pasti bisa kok. Aku udah daftarin kamu, dan Salsa kayaknya udah nunggu kamu.” “Sal....” baru Prilly akan kembari protes, Ali sudah memanggil Salsa terlebih dahulu. Salsa dan para siswi lainnya langsung menoleh kepada Ali dan Prilly. Melihat kehadiran Ali dan Prilly, Salsa pun langsung menghampiri mereka. Tadi Ali dan Farel memang menghampirinya sebelum bel masuk untuk mendaftarkan nama Prilly ikut seleksi pemilihan anggota cheers baru. “Sal, ini Prilly yang bakal ikut seleksi.” “Oh oke Nat, yuk Prill ikut gue.” Prilly menatap Ali dengan sendu berharap Ali akan mengubah pikirannya dan membawa Prilly dari tempat ini. Namun yang Ali lakukan adalah tersenyum seolah memberi semangat. Prilly menghela nafas pasrah. Sepertinya ia akan mencoba. Melihat Ali yang terlihat begitu bersemangat membuat Prilly merasa tidak enak jika menolaknya. Beberapa siswi tampak menatap Prilly sinis. Apalagi melihat seorang Nata datang bersama gadis itu. Namun beberapa orang lagi tampak biasa saja, pasti mereka adalah sekumpulan orang yang mendukung hubungan Ali dan Prilly. “Oke, kita mulai aja ya. Buk Dewi minta gue dan Salsa buat ngambil alih seleksi ini karena beliau lagi ada urusan.” ucap Niken selaku kapten tim cheers



37



POPULAR “Gue bakal panggil satu persatu, nanti kalian bisa tunjuki bakat dance kalian. Karena yang kita butuhin punya basic dance dan gak kaku,” jelas Salsa. Semuanya tampak mengangguk paham. Salsa mulai memanggil satu persatu nama peserta. Mereka mulai menunjukkan kemampuannya. Makin banyak peserta yang dipanggil, semakin ciut nyali Prilly rasanya. Mereka terlihat benar-benar bisa menari, sementara dirinya? Jangankan menari, menggerakkan badan untuk olah raga saja ia sangat jarang. “Prilly.” Prilly tersentak kaget saat mendengar namanya dipanggil. Dengan ragu Prilly berjalan untuk menempatkan posisi di tengah-tengah mereka. Prilly benar-benar merasa gugup saat ini. Ia kembali melirik kearah Ali yang sedang duduk cukup jauh darinya sembari memperhatikannya. Musik mulai dinyalakan. Prilly benar-benar bingung gerakan seperti apa yang harus ia tunjukkan. Otaknya seolah mentransferkan gerakan apa yang harus Prilly lakukan kepada badannya, namun sepertinya badannya tidak menerima dengan baik hingga gerakan yang terlihat begitu kaku lah yang ia lakukan. Bahkan gerakannya terkesan tidak sejalan dengan tempo musiknya. Para peserta yang lain terlihat menahan tawanya melihat Prilly yang terlihat aneh. Beberapa dari mereka terlihat berbisik dengan tatapan mencemooh. Mungkin karena terlalu gugup Prilly tidak bisa menjaga keseimbangannya hingga ia terjatuh. Tawa mereka semua langsung pecah saat melihat gadis yang memang tidak ia sukai itu sudah terduduk di lantai. Prilly merutuki kebodohannya, harusnya ia tidak ikut audisi sialan ini yang mempermalukan dirinya sendiri. Tidak ingin mempermalukan dirinya lebih lama lagi, Prilly langsung bangkit dari posisinya dan berlari menjauhi tempat itu. Salsa yang tadinya ingin membantu Prilly langsung memanggil-manggil nama Prilly. Namun Prilly sama sekali tidak mendengarkan dan terus berlari. “Prill...” Ali berlari menyusul Prilly. Ia tampak begitu khawatir. Saat melihat Prilly jatuh tadi, Ali langsung berlari hendak menghampiri Prilly, namun Prilly sudah terlebih dahulu berlari keluar dari aula. Ingin sekali rasanya Ali memaki orang-orang yang menertawakan gadisnya itu. Namun sepertinya sekarang mengejar Prilly lebih penting. “Heiii.... Prill.... please dengerin aku.” Prilly terus saja berlari. “Sayang, please dong.” Akhirnya Ali bisa menggapai lengan Prilly membuat langkah gadis itu terhenti. “Kamu nangis?”Ali sangat kaget melihat kekasihnya itu menangis. Prilly dengan cepat mengusap kasar air matanya sebelum Ali yang menyekanya. “Aku akan udah bilang sama kamu kalau aku gak bisa. Tapi apa? Kamu gak mau dengerin aku. Kamu tetap maksa-maksa aku.” Gadis itu terlihat meluapkan kekesalannya. “Iya... iya aku tau aku salah, aku minta maaf ya. Aku cuma mau kamu bisa masuk anggota cheers. Aku mau saat aku main basket nanti ada kamu yang semangati aku, aku mau saat aku latihan nanti ada kamu. Aku minta maaf ya.” Ali terlihat benar-benar menyesal. Ia tidak pernah membuat Prilly menangis sebelumnya. Dan ia benar-benar merasa bersalah kini. “Pacar kamu ini tukang roti, bukan anak cheers!” Prilly langsung berlari setelah mengucapkan kalimat itu meninggalkan Ali yang entah kenapa langsung terdiam. Ia menatap Prilly yang sudah berlari makin jauh dengan sendu. Ia mengusap wajahnya kasar. Kenapa ia mempunyai ide sialan dengan mendaftarkan Prilly? Argghhhh!!!! Ali merasa dirinya sangat bodoh. 38



POPULAR



Chapter 12 *** Mobil ferrari merah milik Ali berhenti di depan halaman rumah yang didominasi oleh warna abu-abuh milik Prilly. Masih di dalam mobil, Ali mengedarkan pandangannya ke sekeliling halaman rumah Prilly. Biasanya gadis itu sudah duduk di teras menunggunya. Namun kini kemana dia? Kenapa teras itu kosong? Apa Prilly masih marah? Ali mendengus kasar, tentu saja masih. Bahkan puluhan panggilan dan pesannya sejak kemarin tidak ada satupun yang direspons oleh gadis itu. Ali memutuskan untuk keluar dari mobilnya. Sepertinya Prilly masih di dalam, ia harus memanggil Prilly dan meminta maaf. Ia ingin masalah ini selesai saat ini juga sebelum mereka pergi ke sekolah. “Prill...” Ali mengetuk pintu rumah itu beberapa kali sembari memanggil nama kekasihnya. Saat melihat pintu itu terbuka, Ali mundur beberapa langkah. “Eh Ali.” Ali cukup kaget saat melihat yang membuka pintu bukannya Prilly, melainkan Megi. Sahabat yang ikut tinggal bersama Prilly sekaligus pegawai Prilly di toko kue nya. “Prillynya di dalam ya Gi?” Tanya Ali. Ia mengintip ke dalam rumah seolah mencari Prilly. “Prilly udah pergi sejak tadi pagi-pagi banget Li,” balas Megi. Megi memang sudah terbiasa memanggil Ali dengan sebutan Ali, bukan Nata. Itu semua karena saat Prilly memperkenalkan mereka, Prilly memperkenalkan Ali sebagai Ali. Karena memang sebenarnya Prilly saat itu tidak tahu bahwa panggilan Ali adalah Nata. Juno, pegawai Prilly yang lain juga memanggil Ali. Mereka merasa asing saja jika mengubah panggilan pada Ali menjadi Nata. Ali menghela nafas panjang mendengar penuturan Megi. Sepertinya kesalahannya susah dimaafkan, buktinya kini Prilly tidak ingin berangkat sekolah bersamanya. Untuk kesekian kalinya Ali merutuki kesalahannya. “Ya udah deh, gue pergi dulu. Thanks ya Gi.” Megi mengangguk sebagai jawaban sementara Ali kembali menuju mobilnya dengan berjalan lesu. “Li.” Langkah Ali terhenti saat Megi memanggilnya. Ia tetap pada posisinya namun menoleh ke belakang. “Buruan selesaiin masalah kalian. Gue yakin ini cuma salah paham kok. Terkadang niat baik kita gak bisa selalu diterima baik juga sama orang lain, apalagi kalau udah menyangkut soal harga diri.” Ali mengangguk. ia setuju, ini hanya salah paham dan memang sudah seharusnya secepatnya diselesaikan. Ali memasuki mobilnya dan melajukan mobil mewah itu menuju sekolah. Sementara Megi masih terdiam di teras. Ia mengingat saat tadi malam Prilly bercerita tentang masalahnya dengan Ali. Megi paham maksud Ali baik, lagi pula Ali sangat mencintai Prilly. Wajar saja ia ingin melakukan apa pun untuk selalu dekat dengan kekasihnya. Namun cara Ali juga salah dengan tidak meminta persetujuan Prilly terlebih dahulu. Ah entahlah, mereka sangat jarang bertengkar dan mereka memang tidak bakat bertengkar seperti ini. Pasti tidak akan bertahan lama. Secepatnya Ali akan menemukan cara untuk meluluhkan hati Prilly. ***



39



POPULAR Prilly keluar dari toilet sekolah dengan perasaan lega. Rasa mulas di perutnya akhirnya hilang juga. Setelah merasa lebih baik, Prilly memutuskan untuk kembali ke kelas. Sepertinya para siswa dan siswi yang lain sudah mulai berdatangan. Padahal tadi saat ia baru datang, sekolah masih sangat sepi. Yang baru datang hanya penjaga dan para pembersih sekolah. Bahkan saat Prilly masuk ke toilet, sekolah masih cukup sepi. Namun kini sudah banyak yang berlalu lalang. “Heh, cewek kanebo...” langkah Prilly terpaksa terhenti saat beberapa orang sepertinya sengaja berhenti di depannya sembari melemparkan sapaan pedas. “Gimana setelah kejadian kemarin? Kaki lo kecengklak? Makanya badan kaku kayak kanebo gitu jangan diajak ngedance, gak pantas.” Ucapan salah seorang siswi di hadapannya itu mengundang tawa yang lainnya. Sementara Prilly masih memilih diam dengan nafas yang memburu. Pasti mereka salah satu peserta di audisi cheers kemarin. “Lo itu gak pantas sama Nata. Bahkan kayaknya semua orang di sekolah ini juga setuju sama gue,” ucap salah seorang lagi yang memiliki rambut sebahu, entahlah siapa namanya, Prilly tidak tahu. Ia mendapatkan sahutan setuju dari teman-temannya yang lain. “Eh, seru kali ya kalau video ini disebarin. Pasti bakal viral nih.” Siswi berambut pendek itu kembali bersuara sembari memperlihatkan ponselnya pada Prilly yang sedang memutarkan video saat Prilly ikut audisi kemarin. Mata Prilly membulat lebar melihat dirinya yang memalukan ada di dalam video itu. Ia tidak tahu jika ada yang mengambil adegan itu. Tangan Prilly langsung menggapai ponsel itu untuk menghapus videonya, namun dengan cepat siswi berambut pendek itu menjauhkan tangannya dari jangkauan Prilly. “Hapus video itu. Lo gak berhak videoin gue,” ucap Prilly mencoba mengambil alih ponsel itu. Namun siswi berambut pendek itu malah tertawa bersama teman-temannya. “Awwww...” saat sedang asyik mempermainkan Prilly, tiba-tiba saja siswi berambut pendek itu terpekik merasakan nyeri di pergelangan tangannya. Tawa teman-temannya yang tadi terdengar langsung terhenti seketika saat melihat seseorang yang sedang mencengkeram tangan temannya. “Nat... lepas... sakit Nat...” “Zana Oktavia.” Nata membaca nama yang berada di seragam gadis itu kemudian beranggukanggukan kepalanya. Prilly yang cukup terkejut dengan kehadiran Ali yang tiba-tiba hanya memilih diam. “Hapus video itu sekarang atau lo harus kubur dalam-dalam mimpi lo buat dapat ijazah dari sekolah ini,” ucap Ali seraya mengencangkan cengkeraman tangannya. Zana meringis merasakan pergelangan tangannya makin nyeri. “Oke Nat, tapi please lepas dulu.” Ali melepaskan tangannya kasar. Dengan secepat mungkin Zana menghapus video Prilly di ponselnya setelah itu memperlihatkannya pada Ali. “Gue gak sebodoh itu, minta teman lo buat hapus juga video di HP mereka,” ucap Ali memperingati. “Cepat hapus,” ucap Zana panik pada teman-temannya dan mereka langsung menghapusnya.



40



POPULAR “Pokoknya kalau ada yang nyebari video itu, kalian adalah orang yang harus bertanggung jawab. Sekarang pergi deh, enek gue lihatnya,” ucap Ali. Para siswi itu langsung pergi dengan tergesagesa. Mereka benar-benar takut melihat kemarahan Ali. Ali menghela nafasnya berusaha menetralkan emosi. Ia menatap Prilly yang sedang mengalihkan pandangan darinya. Ali maju beberapa langkah mendekati Prilly sementara Prilly masih diam di tempat tidak berkutik sama sekali. “Sayang,” panggil Ali lembut. Prilly tetap diam. “Aku benar-benar minta maaf soal kejadian kemarin. Aku gak ada maksud buat mempermalukan kamu. Aku tahu aku salah, aku gak seharusnya maksa kamu. Please maafin aku,” mohon Ali dengan tatapan sendu. “Aku mau ke kelas, sebentar lagi bel masuk.” “Please, maafin aku.” “Li, aku mau ke kelas.” “Ya udah, nanti kita bicarain lagi ya.” “Aku lagi gak kepingin ngomong sama kamu,” balas Prilly dan langsung berlalu pergi. Ali mengusap wajahnya kasar, ia harus berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan maaf dari Prilly. *** “Sorry ya Bro, karena saran dari gue juga sih lo jadi berantam sama cewek lo. Gue kira cewek lo bisa dance.” “Gak papa kok,” balas Ali. Ini bukanlah salah Farel menurut Ali, ini sepenuhnya adalah kesalahannya. “Sorry juga ya Nat, gue sama Salsa gak bisa lolosin Prilly audisi karena memang gak memenuhi standar.” “Iya Nat, sorry banget.” “Gak papa, santai aja.” Kini Ali sedang menghabiskan waktu istirahat bersama Farel, Salsa dan Niken di kantin. Tadinya ia ingin bersama Prilly, namun saat ia ke kelas Prilly, ia tidak menemukan Prilly di kelas. Menurut teman sekelas Prilly, gadis itu sudah keluar kelas bersama Ana sesaat sebelum Ali datang. Ali pikir ia ada di kantin, namun saat sudah sampai di kantin ternyata tidak ada Prilly. Ia malah bertemu dengan Farel, Salsa dan Niken. Mereka mengajak Ali untuk bergabung. Oleh karena itulah kini mereka bisa bersama. Mereka mulai merubah topik dari pembicaraan tentang Prilly menjadi yang lain. Ali yang awalnya hanya menjadi pendengar, lama kelamaan ikut larut dari pembicaraan itu. Para pengunjung lainnya terlihat memperhatikan mereka. Benar-benar pemandangan yang sempurna bagi mereka. Layaknya melihat dua pasang kekasih yang sedang bersatu dalam satu meja. Farel dan Salsa yang merupakan pasangan idola sejak lama sepertinya mulai akan teralihkan pada Ali dan Niken yang terlihat cocok juga.



41



POPULAR *** Prilly membuka helm yang ia gunakan kemudian memberikannya pada tukang ojek yang mengantarnya ke toko kue. Setelah memberikan uang untuk ongkos ojek, tukang ojek itu pun segera pergi dan Prilly berjalan memasuki tokonya. Langkah Prilly terhenti saat melihat sebuah mobil yang terparkir di depan toko kuenya. Ia kenal betul mobil ini beserta pemiliknya. Kenapa ia ada disini? Padahal sedari tadi Prilly sudah berusaha keras agar tidak bertemu dulu dengannya. Bahkan Prilly sampai mengendap-endap keluar dari gerbang sekolah khusus pejalan kaki untuk mencari tukang ojek agar tidak bertemu pemilik mobil ini. Dengan kesal Prilly langsung memasuki toko kue. Ia sepertinya harus menegaskan kembali pada orang itu bahwa kini ia sedang benar-benar tidak ingin diganggu. “Dia dimana?” Tanya Prilly tidak sabaran saat bertemu dengan Megi di depan meja kasir. Megi menunjuk dapur dengan dagunya. Prilly langsung mempercepat langkahnya menuju dapur toko. Saat pintu dapur toko di buka, pemandangan dapur yang sangat berantakanlah yang langsung gadis itu dapati. Beberapa alat-alat membuat roti berserakan tidak beraturan di meja panjang yang biasa Prilly gunakan untuk membuat kue. Cangkang telur tergeletak di lantai, dan tepung beterbangan di udara. Sepertinya tepung itu baru saja tumpah. “Aliiiii...... kamu apakan dapur aku?” Pekik Prilly frustrasi. Ali yang sedang sibuk mengumpulkan bekas tumpahan tepung langsung mendongakkan wajahnya melihat Prilly yang sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah gusar. “Hai Sayang, udah pulang? Maaf ya dapurnya aku berantakin. Aku janji deh bakal bersihin setelah ini,” ucap Ali kemudian melanjutkan aktivitasnya. Prilly berjalan menghampiri Ali. Ia melihat sekeliling dapurnya yang jauh dari kata rapi. Rasanya Prilly tidak pernah masak dengan keadaan dapur seperti ini. “Itu kuenya lagi di oven. Kalau menurut petunjuk di google sih butuh waktu 20 menit buat masaknya, nah kuenya udah 18 menit di dalam berarti tinggal 2 menit lagi,” jelas Ali saat pandangan Prilly jatuh pada oven. Prilly kini beralih lagi pada Ali. Lelaki itu terlihat sibuk kesana kemari membersihkan dapur. Seperti katanya tadi, ia akan membersihkan dapur ini. Aktivitas Ali terpaksa terhenti saat Prilly tibatiba menahan tangannya. Merasa Prilly akan berbicara, Ali langsung menatap Prilly. Tanpa berbicara tangan Prilly terulur untuk membersihkan tepung yang menempel pada wajah Ali. Penampilan Ali kini benar-benar kacau. Seragamnya penuh dengan tepung dan coklat, pipinya dan dahinya juga penuh dengan tepung, begitu juga dengan rambut hitamnya yang juga sudah tertutup tepung. Tangan Prilly terlihat dengan telaten membersihkan kekacauan di wajah Ali. Ali tersenyum melihat apa yang dilakukan kekasihnya itu. Meskipun sedang marah, Prilly tetap perhatian dengannya. Salah satu tangan Ali langsung menggapai tangan Prilly yang sibuk membersihkan noda di wajahnya. Ali menggenggam tangan lembut itu kemudian membawanya ke bibir untuk dikecup. Ali terpaksa menghentikan kecupannya di tangan Prilly saat mendengar suara dari oven pertanda kuenya sudah siap.



42



POPULAR Dengan bersemangat Ali mengambil kue buatannya dari dalam oven. Menyadari kuenya masih panas, Ali membawanya dengan berhati-hati. Semangat Ali langsung hilang digantikan dengan lesu saat melihat kuenya yang malah tidak berbentuk. Ada permukaan yang menonjol, ada juga yang tidak. Sementara Prilly terbahak melihat kue hasil karya Ali. “Maaf, tadinya aku mau buat kue permintaan maaf buat kamu. Tapi ternyata gagal. Padahal aku udah bolos jam terakhir tadi buat nyiapin ini semua.” Ali tertunduk lesu menyadari usahanya siasia. “Rasanya lumayan kok, bentuknya doang yang gak mendukung. Tapi bagus buat pemula,” ucap Prilly menilai sembari mencicipi kue buatan Ali. Ali yang tadinya tampak lesu kini beralih tersenyum melihat Prilly memakan kue buatannya. “Jadi kamu udah maafin aku?” “Kata siapa?” “Kamu kan udah makan kuenya, jadi tandanya kamu maafin aku. Please Sayang aku benarbenar minta maaf. Aku janji gak bakal kayak gitu lagi, maafin aku ya,” ucap Ali memohon. Prilly menatap Ali sejenak dengan ekspresi datar kemudian ia tersenyum. “Iya, aku udah maafin kok.” Ali langsung memeluk Prilly girang mendengar permintaan maafnya sudah diterima. Sangkin senangnya ia memeluk Prilly sembari mengangkat tubuh mungil gadis itu dan memutar-mutarkannya di udara membuat mereka sama-sama tertawa. Setelah dirasa cukup, Ali mendudukkan Prilly di meja dapur agar gadis itu sejajar dengannya. Tangan Ali mengunci ruang untuk kekasihnya itu dengan meletakkan tangannya di sisi kanan dan kiri Prilly. “Aku senang banget kamu maafin aku.” “Aku juga senang maafin kamu. Tapi kamu janji jangan paksa apa pun yang gak aku suka.” “Aku janji.” Ali mengancungkan kelingkingnya dan langsung disambut dengan gembira oleh Prilly. “Lagian seperti yang aku bilang kemarin, pacar kamu ini tukang roti, bukan anak cheers. Setiap orang pasti punya kemampuan masing-masing, contohnya kamu tadi gak bisa kan bikin kue. Karena bikin kue itu udah kemampuan aku. Kalau kamu mau aku selalu ada buat dukung kamu, aku akan selalu jadi orang pertama kok yang dukung kamu, kamu tenang aja.” Ali tersenyum mendengar penuturan kekasihnya itu. Ali mencium singkat dahi Prilly. “Kamu adalah tukang roti paling manis yang pernah ada. Dan beruntungnya tukang roti ini adalah pacar aku,” ucap Ali dan mereka berdua kembali sama-sama tertawa. Disela-sela tawa mereka, tiba-tiba saja ponsel Ali berbunyi. Prilly membiarkan Ali untuk mengangkat telefonnya kemudian ia melanjutkan aktivitas Ali membersihkan dapur yang sempat terhenti tadi. “Siapa?” Tanya Prilly saat Ali selesai mengangkat telefonnya. “Farel, aku harus ke sekolah sekarang. Ada latihan, gak papa kan? Tapi aku bakal bersihin ini dulu kok.” “Gak usah, kamu pergi aja. Biar aku yang lanjuti.”



43



POPULAR “Serius?” “Serius Sayang.” Ali tersenyum mendengar balasan Prilly. “Ya udah aku pergi ya.” “Iya, semangat latihannya.” Ali mengangguk kemudian mengambil tasnya yang ia letakkan di sudut dapur. “Bye Sayang, kamu cinta aku.” Ali mengedipkan sebelah matanya sebelum ia benar-benar pergi. “Hati-hati Li.” Ali mengacungkan jempolnya sebelum benar-benar keluar. Prilly menggeleng sembari tersenyum melihat kepergian Ali. Ia merasa lega saat masalah mereka sudah selesai, ia harap tidak akan ada masalah lainnya. Sekarang yang harus Prilly lakukan adalah membereskan kekacauan yang Ali perbuat.



44



POPULAR



Chapter 13 *** “Lo bisa main basket gak sih? Oper dong bolanya. Lo pikir itu bola punya bapak lo?” “Santai dong, bolanya lagi sama gue. Terserah gue mau gue kasih ke siapa.” “Tapi gue yang paling dekat sama ring. Ngabisin waktu tahu gak.” “Lo anak baru ya di tim ini, gak usah belagu dan sok ngatur-ngatur gue deh.” “Nata! Gino! Sudah berdebatnya.” Pak Riki dibuat geleng-geleng kepala melihat dua anak didiknya itu tidak berhenti berdebat di tengah lapangan dan membuat latihan terhenti. Padahal mereka satu tim, namun tidak ada kata akur sama sekali. “Kalian gimana sih? Turnamennya sebentar lagi. Kalau kalian ada masalah, selesaikan di luar lapangan. Mengerti?” Ali dan Gino sama-sama mengangguk pelan. “Kita latihannya sampai disini saja, kita lanjut besok,” ucap pak Riki lagi dan berlalu pergi keluar dari lapangan. Sepertinya ia harus memberikan waktu kedua pemain terbaiknya itu menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu. Meskipun sebenarnya ia tidak begitu yakin kalau yang akan mereka lakukan selanjutnya adalah menyelesaikan masalahnya. “Nat, Gib, udah dong. Damai kenapa sih, kita harus solid,” ujar Farel menengahi. Sebenarnya ia sudah cukup jengah melihat perdebatan yang tidak ada ujungnya dari kedua orang ini. Bahkan sampai detik ini, ia masih belum tahu pasti bagaimana awal mulanya bisa terjadi perang dingin diantara mereka. “Damai? Sama dia? Ogah!” Gino tersenyum sinis tanpa melirik Ali yang kini sedang menatapnya. Ali merasa aneh, bukannya ia yang selama ini berbuat salah? Tapi kenapa seolah-olah Ali lah yang sangat bersalah. Jujur, jika ia ingin damai, tidak masalah bagi Ali. Namun melihat sikapnya, Ali merasa orang seperti Gino tidak cocok dijadikan teman. “Kalau lo memang ngerasa gak mau damai sama gue, setidaknya di lapangan lo bisa lupain masalah diantara kita yang sebenarnya berasal dari lo sendiri. Kita disini buat sekolah, jadi gak usah bawa-bawa masalah pribadi,” ucap Ali. “Gak usah sok-sok ngajarin gue deh lo.” Gino maju selangkah kemudian mendorong kedua bahu Ali. Ali yang tidak terima ikut maju dan mendorong Gino hingga terjadilah kerusuhan. Para anggota tim basket yang tadinya hanya menonton perdebatan mereka langsung maju untuk memisahkan sebelum terjadi perkelahian. Farel menarik Ali menjauh dari Gino. Salsa dan Niken, serta anggota tim cheers lainnya yang juga sedang berlatih ikut melihat kejadian itu. Melihat Farel dan Ali yang berjalan keluar dari lapangan, Salsa langsung berlari menghampiri mereka diikuti oleh Niken. “Kontrol emosi lo, lo tahu sendiri kan Gino orangnya gimana,” ucap Farel setelah mereka berada di luar lapangan. Ia melepaskan tangannya yang tadi menarik Ali secara paksa. “Ada apaan sih?” Tanya Salsa penasaran. “Mantan lo tu Nik, cari gara-gara mulu.” Niken yang baru saja datang mengernyitkan dahinya mendengar ucapan menyudutkan dirinya dari Farel. Ali yang tadi hanya diam untuk mengontrol emosinya, beralih menatap Niken yang terlihat bingung. Niken mantan Gino? Kenapa ia baru tahu?



45



POPULAR “Kok lo jadi salahin gue, ya salahin dia dong,” balas Niken ketus tidak suka. “Honey, jangan bawa-bawa Niken. Dia ngambek kan,” tegur Salsa. Niken mencibir pada Farel karena merasa dibela, sementara Farel hanya memutar bola matanya malas. “Lo gak papa Li?” Tanya Niken. Ali mengangguk seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Beberapa siswa dan siswi yang masih berada di lingkungan sekolah saat itu tampak memperhatikan mereka. Apalagi para siswi yang langsung terlihat heboh dan mengambil gambar mereka saat melihat lelaki tampan sekolah bernama Nata itu sedang berbicara dengan ketua tim cheers yang cantik itu. Satu kata di kepala mereka yang menggambarkan kedekatan Nata dan Niken adalah 'cocok'. Bahkan mereka melupakan kenyataan bahwa Ali yang lebih sering mereka panggil Nata itu sudah memiliki kekasih. “Nata sama Niken cocok banget. Ah gue shipper mereka deh.” “2N, Nata Niken. Fix mereka harus banget pacaran.” “Gue mau spam IG nya Nata deh, minta post foto bareng Niken.” “Nata itu sebenarnya cocoknya sama gue. Tapi kalau gak bisa sama gue, mending sama Niken deh dari pada sama Prilly.” “Ih Nata sama Prilly cuma temenan tau. Mereka gak pernah bilang kan kalau mereka pacaran.” “Iya sih, tapi mereka suka komen-komenan di IG. Mereka juga pernah upload foto berdua, meskipun gak kelihatan mukanya.” “Iya sih, tapi tetap aja masih ada peluang buat gue atau pun Niken.” Seperti itulah lebih kurang percakapan sekumpulan siswi di bawah pohon rindang yang berada di tepi lapangan basket yang sedang memperhatikan gerak gerik mereka.



46



POPULAR



Chapter 14 *** Sejak dipilihnya Ali menjadi salah satu anggota inti dari tim basket membuat Ali disibukkan dengan latihannya. Apalagi minggu depan sekolah mereka sudah memulai turnamen basket antar sekolah SMA se-Jakarta. Sudah terhitung sebulan Ali melakukan rutinitas barunya berlatih bermain basket sepulang sekolah. Memang tidak setiap hari, namun cukup menguras waktu. Tidak jauh berbeda dengan Ali, kini Prilly mulai mengembangkan usaha kuenya dengan membuka kelas belajar membuat kue dengannya selama dua kali seminggu. Sudah ada beberapa peserta yang ikut dalam kelas membuat kue yang ia buat. Selain karena memang ingin menambah pemasukan, Prilly juga senang membagikan kemampuannya dan mengajarkan pada orang-orang cara membuat kue seperti yang ia lakukan. Lagi pula bagi Prilly itu cukup ampuh untuk mengisi waktunya karena akhir-akhir ini Ali juga sibuk berlatih. “Prill, lo sama Nata baik-baik aja kan?” Prilly yang sedang sibuk dengan adonannya terhenti sejenak dari kesibukan itu. Dahinya mengernyit mendengar pertanyaan dari Ana, sahabat sekaligus salah satu peserta dalam kelas masaknya. Ana sudah tiga hari ikut dalam kelas masak yang Prilly adakan. Sebenarnya Ana tidak terlalu tertarik dengan masak memasak, namun baginya lumayan juga untuk mengisi waktu luang. Apalagi ibunya sangat mendukung dengan antusias saat mendengar putrinya yang jarang menyentuh dapur jika tidak untuk makan itu berniat ingin belajar membuat kue. “Baik kok, emangnya kenapa?” “Gak kenapa-kenapa sih, udah jarang aja lihat kalian bareng-bareng,” balas Ana mengutarakan kebingungannya. Ana kembali sibuk mengocok gula dan telur untuk dibuat krim atas instruksi Prilly. Prilly hanya tersenyum mendengar pertanyaan aneh yang baru saja dilontarkan sahabatnya itu. Memangnya jika jarang terlihat bersama, artinya sedang renggang? Tidak juga menurut Prilly. “Kami memang lagi sibuk masing-masing aja,” jelas Prilly. “Sibuk masing-masing, atau lo yang menyibukkan diri?” Ledek Ana. Ia menaik turunkan Alisnya menggoda Prilly. “Apaan sih? Lagian lo ngapain masih disini? Kelasnya udah kelar dari tadi. Yang lain udah pada pulang. Lo kenapa masih ada disini?” “Yeeee ngalihin pembicaraan.” Ana melemparkan segenggam tepung pada Prilly membuat gadis cantik itu terpekik. Ia menatap garang Ana, sementara yang ditatap hanya mendelik tidak peduli. Tidak mau kalah, Prilly ikut mengangkat segenggam gula di tangannya. Namun saat mengingat gula ini lebih baik dibuatkan roti, Prilly menurunkan kembali tangannya. “Seru banget nih, boleh ikutan gak?” Kedua gadis itu langsung menoleh ke asal suara menyadari ada yang baru saja datang. Prilly tersenyum melihat Ali yang sedang berdiri di depan pintu. Ia langsung berlari menghampiri Ali. “Ali..... Ana nih, masa aku di lempari tepung, kan kotor,” adu Prilly. Ia mengerucutkan bibirnya, terlihat sangat menggemaskan. Sementara Ana mencibir melihat tingkah Prilly. “Mau aku balasin? Gimana kalau kita balas lempar dia pakai semen?” Tawar Ali. Prilly terbahak mendengarnya.



47



POPULAR “Eh.... gak adil, kan gue cuma lempar tepung,” protes Ana tidak terima. Ali dan Prilly samasama tertawa. “Kamu ngapain disini? Udah selesai latihan?” Tanya Prilly. “Ini udah sore banget, bahkan udah mau malam. Ya udah siaplah,” balas Ali. Prilly mengangguk paham, benar juga. “Kamu udah mau siap belum? Aku antar pulang ya. Sekalian kita makan malam di luar, udah lama juga kan kita gak keluar bareng,” ajak Ali. Prilly langsung mengangguk antusias. “Ya udah kamu tunggu disana aja ya, nanti aku bikinin coffe latte. Aku mau bersih-bersih dulu,” ucap Prilly. Ali mengangguk setuju kemudian berlalu pergi dari dapur untuk duduk di salah satu kursi di toko kue milik Prilly sembari menunggu gadisnya bersiap-siap. “Cieeeeeeee...” goda Ana. Prilly tersenyum menanggapi godaan itu. “Udah gue bilangkan, gue sama Ali baik-baik aja.” “Iya... iya... ya udah, gue balik dulu ya. Lagian lo udah mau pergi kan. Besok kita lanjut lagi bikin kuenya,” ucap Ana kemudian bersiap-siap untuk pulang. Setelah Ana pergi, Prilly langsung membuatkan minuman untuk Ali kemudian mengganti pakaian yang sudah kotor. Sembari menunggu Prilly bersiap-siap, Ali menyeruput kopi buatan Prilly yang selalu terasa nikmat sembari memainkan ponselnya membuka sosial media. Ali cukup dibuat terkejut saat melihat foto dirinya yang sepertinya diambil secara diam-diam tersebar di akun-akun instagram sekolahnya. Di foto itu ia tidak hanya sendiri, ada beberapa foto yang memperlihatkan dirinya dengan Farel, Salsa dan Niken, ada juga fotonya yang hanya dengan Niken. Sepertinya foto itu sedang menjadi pembicaraan panas mereka. Ali mengernyitkan dahinya membaca berbagai komentar yang menyebutkan bahwa dirinya dan Niken cocok. Ali menggeleng pelan sembari tersenyum, apakah mereka tidak tahu bahwa ia dan Niken hanya berteman? Itupun karena Niken merupakan sahabat Salsa yang notabenenya adalah pacar Farel, salah satu teman dekat Ali saat ini. “Eh Bro.” Ali mendongak saat menyadari seseorang sedang menyapanya. Ia tersenyum kecil saat melihat seseorang yang ia tahu bernama Juno itu sedang berdiri di hadapannya. Meskipun sudah berpacaran dengan Prilly selama 5 bulan, dan kenal lebih dari itu, namun Ali tidak terlalu dekat dengan Juno. Maklum saja, mereka cukup jarang bertemu. Namun meskipun begitu, jika bertemu mereka selalu saling sapa atau berbincang-bincang kecil. “Jun,” balas Ali menyapa. “Lagi nungguin Prilly ya?” Tebak Juno. Ali mengangguk sebagai jawaban. “Lo dari mana?” Tanya Ali. “Abis ngantarin pesanan,” balasnya. “Li, aku udah siap.” Kedua lelaki itu langsung menoleh saat Prilly tiba-tiba datang di antara mereka. “Cieee rapi bener Neng, biasanya pulang dari toko selalu butek lo,” ledek Juno. Prilly membulatkan matanya tidak terima.



48



POPULAR “Setoran mana?” “Nih! Kalau urusan duit aja kagak pernah lupa.” Juno memberikan beberapa lembar uang hasil penjualan antar kue hari ini. Prilly menerima uang itu dengan senyum sumringah. “Makasih batinis,” ucap Prilly diakhiri dengan ledekan. Juno yang tidak terima diledek, langsung mengacak rambut Prilly yang sudah terlihat rapi itu. “Aaaaaaaaa Ali.... tolonginnnnnnn..” gadis itu memekik, sementara Ali malah terkikik. “Kok malah ketawa sih, malas pergi ah. Rambutnya udah gak rapi lagi,” rajuk Prilly. Melihat wajah kesal kekasihnya itu, Ali langsung mendekati Prilly dan membantu Prilly merapikan rambutnya. Prilly tidak dapat menahan senyumnya saat Ali terlihat begitu perhatian membenahi tatanan rambutnya. “Niat hati mau bikin jelek, malah dibenerin pacarnya. Beda sih kalau yang punya pacar,” sindir Juno. Prilly dan Ali sama-sama tertawa mendengarnya. Tidak ingin makin diledek dan digoda oleh Juno, Prilly langsung membawa Ali untuk segera pergi. *** “Cabainya 3 sendok ya Bang.” “No! Satu aja Bang.” “Satu setengah Bang.” “Setengah aja Bang.” “Eh... oke... oke... satu aja.” Perdebatan itu berhenti dengan kemenangan Ali. Setelah sebelumnya sempat berdebat tentang akan makan malam dimana, dan berakhir dengan kemenangan Prilly yang meminta makan bakso di pinggir jalan, kini Ali tidak ingin lagi kalah. Kini mobil mewah Ali terparkir di samping penjual bakso keliling. Setelah menunggu beberapa saat, bakso pesanan merekapun siap. Mereka duduk di dalam mobil Ali dengan atap mobil yang sengaja dibuka untuk mendapatkan angin malam yang terasa menyejukkan. Apalagi kini mereka sedang berada di taman. Prilly dan Ali yang memang sudah lapar, langsung menyantap bakso mereka. “Pelan-pelan dong Sayang,” tegur Ali saat gadisnya terlihat begitu bersemangat makan hingga kuah bakso mengalir begitu saja di dagunya dan ia sama sekali tidak berniat menyekanya. Tangan Ali terulur untuk membersihkan dagu Prilly. Prilly hanya tersenyum menanggapi dan melanjutkan makannya. Mereka makan sembari bercerita tentang aktivitasnya hari ini saat sedang bersama. Ali juga bercerita tentang perkelahiannya dengan Gino tadi siang. Seperti biasa, Prilly selalu mengingatkan Ali untuk tidak terlalu merespons Gino. “Oh iya, turnamen basket sekolah kita minggu depan. Jangan lupa nonton ya,” ucap Ali mengingatkan.



49



POPULAR “Ya gak bakal lupa lah, aku bakal duduk di barisan paling depan buat dukung kamu,” balas Prilly membuat Ali tersenyum senang. “Aku emang gak bisa ngedance buat dukung kamu, tapi aku bisa teriak, kayak gini nih...” Prilly meletakkan mangkuk baksonya yang sudah tinggal satu bakso terakhir dan kuahnya saja kemudian berubah posisi menjadi berdiri. “Go Ali... go Ali... go... Ali... semangat!!!! Give me A, give me L, give me I, give me Ali!!!” Ali tertawa melihat tingkah konyol gadis itu yang bersorak mencontohkan cara mendukungnya. “Makasih, tapi saat ini aku lagi gak butuh dukungan kamu. Karena yang aku butuhin...” Ali menggantung ucapannya, sementara Prilly tampak menunggu apa yang akan Ali katakan selanjutnya. “Bakso kamu,” lanjut Ali kemudian melahap satu bakso terakhir Prilly. “Aaaaaa Ali.... bakso aku... balikin...” pekik Prilly tidak terima. Ali dengan santainya mengunyah bakso itu tidak memedulikan wajah kesal Prilly. “Kamu jahat!” Prilly menekuk wajahnya, mengalihkan pandangannya dari Ali. Rasanya Ali ingin terbahak melihat gadis itu marah hanya karena sebuah bakso. “Kamu cantik,” balas Ali. Prilly tetap diam tidak menatap Ali. “Karena kamu cinta sama aku, jadi bakso kamu aku gandain, jadi dua. Lihat deh,” ucap Ali. Prilly yang penasaran kini menatap Ali yang sedang memegang mangkok miliknya tadi yang sudah kosong namun kini terdapat dua bakso. “Makasih.” Dengan senang Prilly mengambil kembali bakso itu dan langsung melahapnya. Ali tersenyum gemas. Lagi-lagi mereka sudah berhasil menciptakan kebahagiaan yang sederhana.



50



POPULAR



Chapter 15 *** Ali menatap semringah pada box sepatu basket dengan merk ternama 'Jordan' yang sudah berada di kamarnya itu. Dengan tidak sabaran ia membuka box itu. Ali berdecap kagum melihat sepatu berwarna hitam dengan sedikit aksen merah yang terlihat begitu keren. Ternyata sepupunya benarbenar mengerjakan tugasnya dengan baik. Sejak Ali terpilih menjadi anggota tim basket inti sekolahnya, Ali langsung menghubungi Martin, sepupunya yang tinggal di New York, Amerika untuk memesan sepatu basket itu. Sepatu keluaran terbaru itu langsung Ali coba di kakinya. Ia makin terlihat puas saat sepatu itu terlihat begitu pas menutupi kakinya. Merasa sudah cukup mengagumi sepatu barunya, Ali kembali melepasnya dan meletakkannya di atas meja. Besok sepatu itu akan ia pakai untuk melakukan turnamen basket SMA se-Jakarta dalam putaran pertama. Di penampilan pertamanya kali ini, Ali akan melakukan yang terbaik. Tiba-tiba Ali mendengar suara deru mobil. Ia berjalan mendekati jendela dan terlihat mobil yang ia yakini adalah milik ayahnya itu memasuki perkarangan rumahnya. Melihat ayahnya sudah pulang, Ali pun langsung bergegas keluar kamar. Sudah beberapa hari ia tidak bertemu dengan ayahnya karena Arya beberapa hari ini pergi ke luar negeri karena ada urusan pekerjaan. Selain ingin menemui Arya untuk melepas rindu, Ali juga ingin memberi tahu bahwa sepatu yang ia pesan dari Martin sudah datang sekaligus ingin mengucapkan terima kasih karena Arya lah yang membelikan. Mengingat harga sepatu itu sangat mahal, Ali tidak mungkin memakai uang jajan atau uang tabungannya yang pasti tidak cukup. “Pa,” sapa Ali menuruni anak tangga. Arya yang hendak ke kamarnya terhenti saat melihat Ali datang. “Nat, apa kabar kamu? Gimana sekolahnya?” Tanya Arya. “Semuanya baik Pa,” balas Ali. Arya mengangguk, kemudian ia menggiring Ali untuk ikut duduk di ruang santai dengannya. Setelah beberapa hari tidak berjumpa sepertinya ia harus banyak bercerita dulu dengan putranya itu. Meskipun sebenarnya ia sudah sangat ingin beristirahat karena perjalanan yang cukup panjang, namun melihat Ali rasa lelahnya menjadi hilang. Pemandangan yang sempat hilang dulu karena kesalah pahaman di antara mereka kini sudah kembali lagi. Sekarang ia sudah bisa melihat Ali di rumah setiap kali ia pulang bekerja. “Kerjaan papa gimana? Keluar negeri mulu,” ucap Ali diiringi kekehannya yang diikuti oleh Arya. Semenjak tinggal kembali dengan ayahnya, Ali merasa bahwa ayahnya kini sangat sering ke luar negeri, mungkin usahanya sedang maju sangat pesat. Memang selain pemilik sekolah, sebenarnya pekerjaan utama Arya adalah pengusaha lebih tepatnya pemilik perusahaan besar di Indonesia. “Ya beginilah Nat. Maaf ya papa jarang di rumah,” ucap Arya merasa bersalah. “Gak papa kok Pa, Nata paham.” Hening beberapa saat. “Oh iya Pa, sepatu yang Nata pesan sama Martin udah datang. Makasih ya,” ucap Ali saat mengingat salah satu tujuannya bertemu dengan Arya. “Iya, kamu kalau mau apa-apa langsung bilang aja ya sama papa. Besok mau turnamen kan? Semangat ya.” Ali mengangguk sembari tersenyum.



51



POPULAR “Ya udah, papa mau ke kamar dulu ya, mau mandi.” Lagi-lagi Ali mengangguk dan membiarkan Arya berlalu ke kamarnya sementara ia memilih untuk ke dapur mencari sesuatu yang bisa ia makan.



52



POPULAR



Chapter 16 *** Area lapangan basket SMA Tunas Bangsa sudah di penuhi oleh para siswa dan siswi dari SMA Tunas Bangsa itu sendiri maupun dari SMA lawan yang berasal dari SMA Harapan. Lapangan yang memenuhi standar membuat SMA Tunas Bangsa menjadi tuan rumah dalam turnamen kali ini. Terlihat pendukung dari masing-masing tim sudah siap untuk memberikan dukungannya. Sementara itu di pinggir lapangan dari dua sisi, terlihat masing-masing tim sedang bersiapsiap sembari mendengarkan arahan pelatih masing-masing. Sebelum pertandingan dimulai, tim cheers dari masing-masing sekolah menampilkan penampilan terbaiknya. Sorakan yang sangat meriah terdengar tim cheers SMA Tunas Bangsa tampil. Para siswa yang notabenenya menyandang status 'jomblo' terdengar bersiul-siul dan meneriaki nama anggota cheers idola mereka. Terdengar cukup jelas bahwa nama 'Niken' lah yang paling banyak diteriaki. Selain cantik, gadis itu juga sangat berbakat. Sebenarnya mereka ingin juga meneriaki nama Salsa, namun saat melihat tatapan Farel yang tidak lepas dari gadis itu membuat mereka mengurungkan niatnya. Kini tibalah saatnya kedua tim memasuki lapangan. Para siswi berteriak histeris melihat Nata idola baru mereka memasuki lapangan. Mereka berteriak-teriak memberikan dukungan untuk Nata. Ali yang melihat begitu banyak yang mendukungnya hanya mampu tersenyum, dan sialnya senyumnya malah membuat semua orang makin berteriak lebih keras lagi. Ali mengedarkan pandangannya di kursi penonton mencari keberadaan seseorang. Saat melihat orang ia cari melambaikan tangan sembari tersenyum padanya, Ali merasa sangat lega. Senyumnya seolah memberikan semangat baginya. Ia dapat membaca gerakan bibir gadis itu yang mengatakan kata 'semangat' padanya. Ali mengangguk kecil sembari mengedipkan sebelah matanya. Kemudian ia langsung fokus untuk memulai pertandingan. “Ciee dikedipin Nata, mau juga dong.” Ana menyenggol lengan Prilly untuk menggoda sahabatnya itu. Prilly yang digoda hanya mampu tersenyum dengan pandangan yang tidak lepas dari Ali yang kini sedang berada di tengah lapangan. “Eh, lihat deh banyak lihatin lo. Pasti pada gak terima tadi Nata ngedipin lo. Lagian kenapa sih kayaknya mereka gak suka banget lihat lo pacaran sama Nata, padahal kan kalian cocok,” bisik Ana melihat sekitarnya. “Udahlah biarin aja. Eh udah mulai tuh.” Prilly memilih untuk tidak menghiraukan sekitarnya dan lebih fokus pada Ali. Ia ikut bersorak memberi semangat pada Ali meskipun suaranya kalah dengan suara pendukung Ali lainnya namun ia tetap bersemangat. Pertandingan terjadi begitu seru. Ali benar-benar memperlihatkan kemampuannya, di awal permainan saja ia sudah mencetak 3 poin karena berhasil menembak bola di luar batas three point. Prilly bisa istirahat berteriak sejenak saat waktu istirahat. Kedua tim tampak keluar dari lapangan untuk minum dan kembali mendengar arahan dari pelatih. Tiba-tiba saja para siswi berteriak histeris saat melihat Niken memberikan minum kepada Ali. “Itu doang heboh,” ledek Ana. Prilly hanya tersenyum kecil menanggapi.



53



POPULAR ‘Lo gak risih gitu? Akhir-akhir ini kan semuanya pada sibuk jodoh-jodohin Nata sama Niken,” tanya Ana pada Prilly. “Biasa aja, kalau Ali jodohnya sama gue, mereka bisa apa,” balas Prilly santai diiringi tawanya. Ana mencibir mendengar balasan sahabatnya itu. Prilly menatap Ali yang juga sedang menatapnya dari kejauhan. Meskipun sekarang ia sedang mendengarkan arahan dari pelatih, namun pandangan lelaki tampan itu tidak lepas melihat gadisnya. Hal inilah yang selalu membuat Prilly biasa saja setiap ada orang yang menentang hubungan mereka. Prilly bukannya tidak tahu jika banyak orang yang sekarang menjodoh-jodohkan Ali dengan Niken. Bahkan mereka dengan terang-terangan mengatakan bahwa Ali lebih cocok dengan Niken dari pada dengan dirinya. Namun selama Ali menjaga hatinya, bagi Prilly tidak masalah. Setelah mendengar arahan pelatih dan harus kembali menuju lapangan untuk melanjutkan babak selanjutnya, Ali memberikan kembali minuman yang tadi di berikan oleh Niken sembari mengucapkan kata terima kasih. Sebenarnya Niken tidak perlu memberikannya minum karena mereka sudah disediakan minuman, namun karena Ali merasa tidak enak menolaknya, akhirnya ia pun menerimanya. Saat kembali ke lapangan, Ali sempat melirik Gino yang sedari tadi menatapnya tajam. Ali sudah memperhatikan gerak-gerik Gino sejak awal tadi. Namun Ali cukup bersyukur saat Gino bisa bermain dengan profesional di lapangan. Gino tampak mengalihkan pandangannya dari Ali dan berbincang-bincang dengan salah satu tim lawan saat memasuki lapangan. Sepertinya ia tidak ingin beradu tatapan dengan Ali berlama-lama. Pertandinganpun kembali dilanjutkan dan semakin memanas saat tim lawan sudah mulai mencetak poin dan mencoba mengejar angka dari tim SMA Tunas Bangsa. Ali beberapa kali kembali mencetak poin, begitu juga anggota timnya yang lain. Namun tiba-tiba saja terjadi insiden dimana Ali terjatuh setelah bertabrakan dengan tim lawan. Ali terduduk di tengah lapangan sembari merintih karena pergelangan kakinya terasa sakit. Sepertinya Ali tadi terjatuh yang posisi yang sangat tidak menguntungkan. Pertandingan di hentikan sejenak dan Ali langsung dibawa keluar dari lapangan untuk diberikan pertolongan pertama. Prilly yang melihat dari kejauhan terlihat begitu khawatir. Ingin rasanya ia menghampiri Ali. Namun ia merasa tidak enak, lagi pula Ali sedang ditangani sekarang. Mungkin ia akan menemuinya nanti. Semoga saja Ali baik-baik saja. *** “Aaawwwww sakit Sayang...” “Kamu sih bandel. Dibilangin gak usah nyetir dulu, malah tetap nyetir. Pakai nolak ajakan Farel yang mau antarin kamu pulang. Aku kan bisa pulang naik ojek,” omel Prilly. “Ya kan aku mau ngantarin pacar aku pulang. Enakan tukang ojeknya dong bisa boncengi kamu.” Prilly terhenti sejenak dari aktivitasnya dan menatap Ali yang sedang tersenyum karena berhasil menggodanya. Sementara Prilly merasakan pipinya tiba-tiba saja memanas. Prilly kembali mengoleskan minyak gosok yang ia punya ke kaki Ali dan mengurutnya secara perlahan. Kaki Ali memang sudah diobati tadi, tapi Prilly tetap ingin mengobatinya lagi agar cepat sembuh. Prilly sempat dibuat kesal saat tadi Ali bersikeras untuk mengantarnya pulang. Padahal Farel sudah menawarkan untuk mengantarnya, namun Ali menolak dengan alasan ingin mengantar Prilly. Disinilah mereka sekarang, di toko kue Prilly.



54



POPULAR “Udah selesai nih, jangan banyak gerak dulu ya. Semoga sebentar lagi sembuh,” ucap Prilly. Ali menurunkan kakinya yang sedari tadi berada di paha Prilly. “Ini semua gara-gara Gino,” ucap Ali penuh kegeraman. “Gino? Apa hubungannya sama dia?” Tanya Prilly tidak paham. “Pasti Gino yang nyuruh orang itu buat dorong aku.” “Aku tahu kamu gak suka sama Gino, tapi kamu gak boleh nuduh orang sembarangan gitu,” nasihat Prilly lembut. “Aku gak nuduh. Aku lihat sendiri tadi sebelum pertandingan babak kedua dia ngomong sama orang yang nabrak aku itu. Dia pasti udah rencanain karena dia memang gak suka aku ada di tim itu,” ucap Ali menjelaskan kecurigaannya. “Ya udahlah gak usah dipikirin. Mau aku ambilin red velvet kesukaan kamu?” Tawar Prilly. Tiba-tiba Ali menjadi senyum semringah dan langsung mengangguk. Prilly menggeleng kecil melihat Ali yang langsung berubah. Ia pun langsung bergegas mengambilkan kue untuk Ali. Tidak berapa lama Prilly kembali dengan sepiring red velvet dan secangkir coklat hangat untuk Ali. “Kaki aku sakit, suapin...” Ali menatap Prilly dengan tatapan memohon. “Lah apa hubungannya, kamu kan makan pakai tangan, bukan pakai kaki,” ucap Prilly. Ali mengerucutkan bibirnya karena merasa Prilly tidak peka. Ekspresi Ali itu sukses membuat Prilly tertawa. “Iya.. iya.. aku suapin.” Prilly pun akhirnya menyuapi Ali yang langsung diterima Ali dengan senang hati. “Oh iya, kamu dapat salam dari anak-anak panti. Mereka juga ngucapin makasih atas sumbangan buku yang kamu kasih,” ucap Prilly disela-sela ia menyuapi Ali. “Salam balik ya. Maaf ya Sayang, kemarin aku gak bisa nemanin kamu ke panti karena aku lagi sibuk sama pertandingan.” “Gak papa kok, aku paham. Tapi kamu bakal datang kan ke acara ulang tahun panti?” Tanya Prilly meyakinkan. “Datang dong, aku kan mau lihat hasil aku ngajar mereka gimana,” balas Ali bangga. Prilly hanya mencibir. “Btw, makasih ya tadi udah mau lihat aku tanding. Ya meskipun aku gak bisa ikut sampai akhir pertandingan,” ucap Ali. “Aku pasti nontonlah, bahkan tadi aku teriak-teriak. Kamu dengar gak?” “Dengarlah, suara kamu yang paling jelas di telinga aku. Kamu teriak bilang 'Ali aku cinta kamu', gitukan?” “Dih pede banget.” “Bodo.” Balas Ali membuat mereka sama-sama tertawa.



55



POPULAR



Chapter 17 *** “Lo yakin udah gak papa? Kalau kaki lo masih sakit, gak usah dipaksain, kan masih banyak pemain cadangan.” “Kaki gue udah gak papa kok. Kita harus latihan untuk putaran selanjutnya. Lagian udah seminggu juga kan,” ucap Ali meyakinkan Farel. Ia menggerak-gerakkan kakinya memperlihatkan bahwa ia sudah baik-baik saja. Bahkan kakinya sudah tidak terasa sakit sedikitpun. Hanya bengkak sedikit sekitar dua hari, kemudian sudah sembuh. “Kalau gak bisa, gak usah dipaksain kali. Pemain basket kok ringkih, senggol sedikit langsung jatuh.” Ali menatap Gino yang sedang berbicara sembari memainkan bola basket di tangannya, ia juga terlihat terkekeh di akhir ucapannya, seperti sedang mencemooh. Meskipun ia tidak menatap Ali, namun Ali tahu bahwa kalimat penuh cibiran itu diperuntukkan untuknya. Merasa dirinya sedang disindir, Ali menghampiri Gino yang saat itu sedang bersama Luki ke tengah lapangan. Menyadari kehadiran Ali yang kian mendekat, Gino berhenti memainkan bolanya dan menatap Ali datar, namun menyiratkan ketidak sukaan. “Ada yang salah sama omongan gue tadi?” Tanya Gino. “Gue sebenarnya udah malas banget berurusan sama lo. Lo pikir gue gak tau kalau lo sengaja nyuruh orang itu buat nabrak gue.” “Weiitssss... atas dasar apa lo nuduh gue,” Gino malah tertawa kecil. Sontak hal itu membuat emosi Ali tersulut. “Gue bisa aja ya bikin lo angkat kaki dari sekolah ini saat ini juga.” “Lo mau ngadu ke bokap lo? Lo pikir gue takut? Ya kalau dikeluarin, tinggal keluar. Gak usah ribet, gue kan bukan kayak lo yang apa-apa ngadu ke bokap. Bahkan untuk ngelawan gue aja lo gak bisa sampai ngandalin bokap lo,” sindir Gino. Ia tersenyum miring karena merasa berhasil memancing emosi Ali. Lihatlah bagaimana sekarang Ali yang memilih diam dengan tatapan menajam dan rahang mengeras. Pasti ia akan berpikir sekali lagi untuk melaporkan Gino kepada ayahnya karena ia tidak ingin dicap sebagai pengadu. Dan disitulah letak tujuan Gino sebenarnya. “Gue tahu lo gak suka karena gue udah terpilih sebagai kapten tim basket gantiin posisi lo. Tapi gue gak suka sama cara sampah lo buat ngambil lagi posisi lo itu.” “Bagus kalau lo tau gue gak suka sama lo.” Gino melangkah maju mendekati Ali dan dengan sengaja mendorong Ali dengan bahunya. Ali yang tidak terima ikut maju dan membalas mendorongnya pula. “Kalian apaan sih, berantam muluk,” lerai Farel saat merasa suasana semakin memanas. Ia benar-benar dibuat pusing oleh teman-teman satu timnya itu yang tidak pernah sekalipun bertemu tanpa bertengkar. Bisakah mereka menahan emosinya sedikit saja dan memikirkan timnya. “Gue gak akan balas kalau bukan dia yang mulai.” “Ya kalau mau balas, balas aja. Lo pikir gue takut.” Gino kembali melajukan langkahnya bersiap untuk kembali menyerang Ali.



56



POPULAR “Gino!!!” Langkah Gino terhenti saat Niken berlari menghampirinya sembari meneriakinya. Ia mendengus kesal, ada saja pengganggunya. “Lo bisa gak sih gak usah cari masalah? Tim gue lagi latihan juga. Kami terganggu sama perkelahian kalian,” kesal Niken. “Kenapa lo marahnya ke gue? Harusnya ke dia ni yang nuduh gue sembarangan tanpa bukti,” balas Gino tidak terima. Niken melirik Ali sejenak yang sedang memperhatikan mereka kemudian kembali menatap Gino. “Karena gue tau lo yang salah. Nata gak mungkin nuduh lo kalau dia gak punya kecurigaan yang beralasan.” Gino terdengar terkekeh kecil mendengar Niken yang seakan-akan mendukung Ali atas tuduhan yang ia dapat. “Emang gue selalu salah kan di mata lo. Jadi gak heran kalau lo juga nyalahin gue,” Gino berucap kemudian keluar dari lapangan. Sebelumnya ia sempat melemparkan bola yang di tangannya tadi ke sembarang arah. Niken terpaku menatap kepergian Gino. Namun sesaat kemudian ia beralih menatap Ali dan menghampirinya. “Nat...” “Lo gak seharusnya ikut campur Nik, ini urusan gue sama Gino. Gue gak mau lo ikut ada masalah sama Gino gara-gara gue,” Ali langsung memotong ucapan Niken. “Ini juga urusan gue karena gue kapten tim cheers dan dia bikin keributan sampai latihan kami keganggu. Lain kali lo gak usah terlalu tanggepin dia,” pesan Niken kemudian setelah itu ia kembali menghampiri timnya yang sedang berlatih di pinggir lapangan. “Ya udah, kita mulai pemanasan dulu yuk,” ajak Farel saat dirasa semuanya sudah baik-baik saja. Ali mengangguk dan menginstruksikan para anggota tim basket lainnya untuk pemanasan dengan berlari kecil mengelilingi lapangan. “Rel, lo pernah bilang kalau Niken itu mantannya Gino. Emangnya iya?” Tanya Ali saat ia dapat menyamai langkah larinya dengan Farel. “Iya, emangnya lo gak tau?” Ali menggeleng sebagai jawaban. “Ya wajar sih lo gak tau. Gue dulu satu SMP sama Gino, Salsa dan Niken. Mereka pacaran sejak kelas 2 SMP. Makanya dulu gue sempat berteman baik sama dia karena Salsa sama Niken kan udah sahabatan sejak kecil, jadi mau gak mau kami juga jadi temanan sejak gue pacaran sama Salsa. Tapi setelah masuk SMA gue dengar mereka mulai renggang dan akhirnya putus. Sejak itu juga Gino menjauh dan gak main bareng gue sama yang lain lagi,” cerita Farel sambil terus melanjutkan larinya dengan nafas yang masih sangat teratur sama halnya dengan Ali. “Putusnya kenapa?” Tanya Ali lagi. “Gue sih gak tau pasti. Males juga nanyanya. Cuma kata Salsa ada masalah gitu diantara mereka yang bikin mereka putus ” Ali mengangguk paham tanpa berniat untuk kembali bertanya. Ia rasa penjelasan dari Farel sudah sangat jelas. Mereka kembali melanjutkan pemanasannya setelah itu akan dilanjutkan dengan berlatih rutin seperti biasanya.



57



POPULAR



Chapter 18 *** “Ayolah Nat, kapan lagi kita bisa nongkrong bareng,” bujuk Salsa. “Iya Nat, entar disana bakal ada teman-teman gue yang lainnya. Nanti gue bakal kenali lo sama mereka semua,” timpal Farel pula. Ali tampak berpikir sejenak. Nanti malam ia akan menghadiri acara ulang tahun panti asuhan yang sering ia datangi bersama Prilly. Namun kini masih sore, sepertinya tidak ada masalah jika Ali ikut bersama Farel dan teman-temannya sebentar kemudian setelah itu ia bisa pergi ke panti asuhan. “Ya udah deh,” balas Ali akhirnya. “Gitu dong, yuk pergi,” ajak Farel merangkul Salsa untuk mengajaknya pergi. “Eh bentar Hon, tungguin Niken dulu. Dia lagi ganti baju,” ucap Salsa menahan langkah Farel. Farel yang baru mengingat bahwa Niken belum bergabung bersama mereka akhirnya memilih untuk menunggu. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Niken datang juga bergabung dengan mereka. Niken sudah mengganti kostum cheers nya dengan celana jeans, serta kaos hitam polos serta jeans denim untuk melengkapi penampilannya. “Oh iya Nat, lo sendiri kan? Mobil gue kursinya cuma dua, kasihan kalau Niken sendiri. Dia sama lo aja ya,” pinta Farel. Ali melirik Niken sejenak kemudian mengangguk setuju. Setelah semuanya siap, mereka langsung bergegas menuju ke parkiran untuk pergi ke sebuah kafe langganan Farel. Saat di perjalanan menuju parkiran, Ali berniat untuk memberi kabar pada Prilly bahwa ia akan berkumpul dengan teman-temannya sejenak. Namun sialnya ponsel Ali malah mati karena kehabisan baterai. Sepertinya nanti Ali harus mengisi baterai ponselnya saat di dalam mobil. Saat di perjalanan menuju kafe, Ali dan Niken tidak banyak bicara. Hanya sesekali mereka saling melemparkan pertanyaan kemudian hening kembali. Mereka masih merasa canggung satu sama lain, terlebih lagi Ali. Jujur ia tidak terbiasa hanya berdua dengan gadis lain selain kekasihnya. Namun Ali merasa tidak enak jika menolak dan membiarkan Niken pergi sendiri, rasanya sangat tidak jantan sekali. Setelah bergulat dengan kemacetan, akhirnya mereka tiba juga di kafe yang mereka tuju. Disana sudah menunggu beberapa teman Farel. Awalnya Ali merasa kikuk, maklum saja karena sebagian besar atau bahkan seluruhnya dari mereka adalah teman Farel yang tidak satu sekolah dengannya. Mereka merupakan teman Farel, Niken dan Salsa saat SMP dulu namun masih sangat berteman baik hingga kini. Namun lama kelamaan Ali mulai berbaur dengan mereka, apalagi menurut Ali mereka adalah orang-orang yang seru. Kafe dengan tema rooftop itu menjadi semakin menarik saat malam mulai tiba dan langit menjadi hitam. Lampu-lampu kecil mulai menyala di setiap sudut kafe membuat kafe ini terlihat indah, belum lagi cahaya lampu dari gedung-gedung bertingkat. Ali merasakan sesuatu yang sudah sangat lama tidak ia rasakan, yaitu menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Dulu sewaktu SMP Ali juga sangat suka pergi berkumpul dengan temantemanya hingga lupa waktu. Dan setelah sekian lama, kini ia merasakannya lagi. Selain bercerita,



58



POPULAR mereka juga bermain kartu yang dibawa oleh salah satu teman Farel itu membuat suasana menjadi lebih seru. *** “Kak, para donatur udah pada datang. Kak Ali belum datang juga ya?” Tanya Dion. Prilly yang sibuk mencoba menelefon Ali mengalihkan pandangannya pada Dion yang tiba-tiba saja datang. Ia beralih pula menatap ke deretan bangku di depan panggung yang sudah dipenuhi oleh pengurus panti dan para donatur. Prilly menggigit bibir bawahnya gelisah, bagaimana ini? Kenapa Ali belum datang juga? Dan kenapa ponselnya tidak aktif? Prilly benar-benar merasa khawatir dengan keadaan Ali. “Prill, dimulai ajalah, udah pada nungguin tu,” ucap Ana menghampiri Prilly. Ana memang ikut berpartisipasi dalam acara ini, bahkan ia sudah berada di panti sejak siang untuk membantu mendekorasi yang mengarahkan penampilan para anak-anak nantinya. “Tapi Ali belum datang, gue takut deh dia kenapa-kenapa.” “Dia baik-baik aja kok, dia lagi senang-senang sama teman barunya,” balas Ana. Prilly menautkan alisnya heran, bagaimana Ana bisa tahu padahal sejak tadi ia sudah berusaha untuk mencari tahu kabar Ali. “Lo tau dari mana?” “Gue lihat di IG nya Salsa.” Prilly mengambil alih ponsel Ana kemudian melihat video singkat yang di unggah di instastory milik Salsa itu. Terlihat beberapa orang sedang asyik bermain kartu dan salah satu diantaranya adalah Ali. Prilly sempat terpaku melihat video itu. Kenapa Ali tidak memberitahunya bahwa ia akan pergi dengan teman-temannya? Ah mungkin saja batrai ponsel Ali habis, pikirnya positif. “Gimana kalau gue kirimin pesan ke Salsa buat ingatin Nata tentang acara malam ini, kayaknya dia lupa,” saran Ana. “Gak usah, biarin aja. Dia lagi butuh waktu sama teman-temannya,” balas Prilly tersenyum kecil. “Ya udah, acaranya kita mulai aja ya.” Prilly pun memutuskan untuk memulai acara itu tanpa Ali dan mulai mengambil alih acara karena ia berperan sebagai MC dalam acara ini. Para anak panti terlihat kecewa saat mendengar kabar bahwa Ali tidak bisa datang. Maklum saja, penampilan mereka malam ini sedikit banyaknya diajarkan oleh Ali, terutama penampilan yang berhubungan dengan musik. Mereka ingin Ali melihat hasilnya. Walau bagaimanapun mereka harus tetap menikmati acara ulang tahun Panti Asuhan Kasih Bunda yang ke sepuluh tahun ini dengan penuh suka cita. *** Ali keluar dari mobilnya dengan tergesa-gesa. Ia mencoba mengatur nafasnya setelah berlari memasuki halaman panti. Matanya mengedar melihat panti yang sudah sepi. Hanya ada panggu dan tenda di halaman yang sepertinya belum sempat dibongkar. Ali merutuki dirinya yang bisa-bisanya lupa jika malam ini ada acara penting di panti. Karena terlalu asyik ia sampai lupa waktu bahkan tidak sempat untuk mengaktifkan ponselnya untuk mengabari Prilly. Ali mengusap wajahnya kasar, apa yang ia lakukan? ia merasa benar-benar bodoh, tidak seharusnya ia melupakan hal penting ini. Ali kembali mengedarkan pandangannya berharap Prilly masih berada di sini. Matanya melebar dan perasaannya sedikit lega saat melihat Prilly baru saja keluar dari dalam rumah panti. 59



POPULAR “Sayang,” panggil Ali. Prilly yang baru saja keluar dari panti langsung menoleh saat mendengar suara dari Ali. Ia baru saja selesai membantu pengurus panti untuk beres-beres. Kini sudah pukul 11 malam, acara sudah selesai sejak satu jam yang lalu dan para anak-anak panti juga sudah kembali ke kamar untuk beristirahat. Tadinya Prilly ingin langsung pulang karena ia merasa sangat lelah, namun saat melihat Ali sepertinya ia harus bicara dulu dengan kekasihnya itu. Lagi pula ia harus menunggu Ana yang masih berada di dalam karena ia sedang ke toilet. “Sayang, aku minta maaf ya. Aku benar-benar lupa. Maaf banget, baterai HP aku juga habis jadi gak bisa kabari kamu,” sesal Ali saat Prilly sudah berada di hadapannya. “Gak papa kok,” balas Prilly diiringi senyumnya. Bukannya merasa lega melihat Prilly tersenyum, Ali malah makin merasa tidak enak hati. “Tadi aku diajak kumpul sama teman-temannya Farel. Rencananya aku mau disana sebentar aja, tapi aku malah jadi lupa waktu,” Ali kembali mencoba menjelaskan meskipun Prilly tidak menuntut penjelasannya. “Aku tau kok.” “Kamu tau? Dari mana?” “Dari IG nya Salsa.” Ali berpikir sejenak. Jadi Prilly sudah tahu? “Kamu udah tau? Kenapa kamu gak coba ingatin aku? Kamu bisa aja kan minta Salsa buat ngomong ke aku,” tanya Ali heran. “Kamu lagi butuh waktu sama teman-teman kamu. Aku gak mau ganggu,” balas Prilly. Ali menggeleng tidak mengerti dengan jalan pikiran Prilly yang beranggapan seperti itu. “Tapi acara ini penting loh buat aku. Aku pasti udah bikin kecewa anak-anak karena gak datang. Gimana bisa sih kamu mikir kalau aku akan lebih mentingin kumpul bareng mereka? Kalau aku ingat, aku pasti langsung datang kesini,” ucap Ali merasa kesal. Prilly hanya mampu terdiam. Kenapa Ali malah terkesan marah padanya? “Ya udahlah, udah lewat jugakan. Kita lupain aja,” ucap Prilly mencoba menyudahi perdebatan mereka ini. “Ana udah datang, aku pulang duluan ya,” ucap Prilly saat melihat Ana yang sudah keluar dari dalam panti. “Aku antar kamu pulang.” “Gak usah, aku sama Ana aja. Kasihan dia kalau pulang sendiri, lagian dia bawa mobil kok. Kamu hati-hati ya pulangnya,” pesan Prilly. Ia tersenyum kecil kemudian menghampiri Ana. Perpisahan paling canggung sepanjang sejarah hubungan mereka. Ia tidak tahu harus bersikap apa kepada Ali, apalagi saat melihat Ali masih terlihat kesal. “Lo gak papa?” Tanya Ana saat mereka sudah berada dalam mobil. Prilly yang sedari tadi menatap Ali yang masih duduk di bagian depan mobilnya sembari termenung langsung beralih menatap Ana saat mendengar pertanyaan dari sahabatnya itu. “Gak papa kok,” balas Prilly tersenyum kecil. Ana pun akhirnya melajukan mobilnya setelah sebelumnya sempat memberikan klakson kepada Ali dan dibalas Ali dengan anggukan.



60



POPULAR



Chapter 19 *** “Hai...” Prilly memasuki mobil Ali kemudian menyapanya. Ali menatap Prilly sembari tersenyum. “Hai...,” Ali membalasnya kemudian melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Prilly. Hening. Suasana di dalam mobil tidak seperti pagi-pagi sebelumnya setiap saat Ali menjemput Prilly. Prilly menatap keluar jendela, sementara Ali fokus menyetir dengan pandangan lurus ke depan. Biasanya mereka akan sama-sama bercerita apa saja, bahkan sesuatu hal yang sebenarnya tidak penting. Yang tidak pernah lupa juga candaan Ali yang sebenarnya juga terbilang garing namun bisa membuat Prilly terbahak dengan lepas. Namun pagi ini mereka menjadi sama-sama kikuk. Sebelum sampai ke rumah Prilly tadi, Ali sempat berpikir bahwa Prilly sudah pergi duluan. Apalagi setelah kejadian kemarin malam. Namun ternyata gadis itu tetap menunggunya di depan teras rumah. Larut dalam keheningan, tidak sadar mereka sudah tiba di parkiran khusus mobil sekolah. Prilly menghela nafas lega, setidaknya keheningan ini akan segera berakhir dan ia bisa segera pergi. Bukannya marah dengan Ali, jujur ia sama sekali tidak memiliki rasa kesal ataupun marah dengan Ali. Ia hanya merasa bingung harus memulai pembicaraan dari mana, terlebih sejak tadi Ali hanya diam. “Sayang.” Prilly mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil saat akhirnya Ali buka suara. Ia menjauhkan tangannya dari pintu mobil kemudian menatap Ali yang ternyata sudah merubah posisi duduknya menjadi menghadap Prilly. “Iya?” Balas Prilly dengan nada lembut khasnya. Ali menggapai tangan Prilly kemudian menggenggamnya. Ia tidak ingin berlarut-larut dalam keadaan seperti ini. Sudah menjalin kasih dengan Prilly hampir 8 bulan, namun mereka hampir tidak pernah bertengkar atau berselisih paham. Tetapi beberapa bulan belakangan ini, sepertinya mereka sedang sangat rentan dengan pertikaian meskipun terbilang kecil. Ali sejujurnya tidak paham kenapa hal ini bisa terjadi. “Aku minta maaf soal kejadian kemarin. Gak seharusnya aku ngomong gitu sama kamu. Aku cuma kesal aja, dan aku sadar kalau sebenarnya aku kesal sama diri aku sendiri, tapi malah kamu yang kena. Aku gak mau kecewai kamu sama anak-anak yang lainnya. Aku benar-benar lupa waktu itu,” sesal Ali. Prilly tersenyum mendengar penuturan Ali yang ia ketahui bahwa itu sangat tulus Ali katakan. “Aku ngerti kok, makanya aku gak marah,” ucap Prilly. “Pacaran bukan berarti ngekang. Aku cuma lagi kasih kamu ruang, karena aku sadar, rindu juga butuh ruang,” ucap gadis itu lagi. “Maksud kamu?” “Setidaknya kalau kamu nanti gak terlalu sering ketemu aku kayak biasanya karena kamu lagi sibuk sama kegiatan kamu dan teman-teman kamu, kamu akan semakin rindu,” tutur Prilly. “Aku selalu rindu kamu, tanpa ruang dan jarak.” Prilly tersenyum.



61



POPULAR “Sayang, aku paham kamu sekarang lagi merasakan kehidupan kamu yang hilang dulu. Dimana kamu bisa kumpul sama teman-teman kamu lagi, menurut aku wajar kok, asal kamu tahu batasannya,” ucap Prilly penuh pengertian. “Aku bakal ingatin kamu kalau nantinya kamu udah kelewatan, biar kamu bisa putar balik,” lanjut Prilly membuat mereka sama-sama terkikik. “Makasih ya Sayang udah pengertian banget.” Prilly mengangguk dan mengelus tangan Ali yang sedang menggenggamnya. “Ya udah, aku antar ke kelas ya.” Prilly mengangguk setuju. Ali sempat mengecup punggung tangan kekasihnya sebelum melepaskannya dan keluar dari mobil. Akhirnya Ali bisa merasakan lega setelah membicarakan semuanya dengan Prilly. *** Ali menyisir rambutnya dengan tangan saat berjalan menyusuri koridor menuju kelasnya. Ia yang awalnya hanya berniat untuk membenarkan tatanan rambutnya tidak menyangka jika aksinya malah membuat siswi-siswi di sepanjang koridor menahan pekikannya melihat aksinya itu. Mereka menatap dan memperhatikan setiap langkah Ali. Dulunya saat awal-awal mulai banyak dikenal di sekolah Ali merasa sedikit risih. Namun sekarang ia sudah mulai merasa terbiasa. Sibuk berjalan sembari memainkan ponsel membuat Ali tidak sadar jika ada seseorang yang sengaja berhenti di hadapannya sehingga Ali terpaksa terhenti karena bahunya bertabrakan dengan bahu orang itu. Ali berdecap kesal, hampir saja ponselnya jatuh. Ia menatap siapa yang sudah menghalangi jalannya. “Mau lo apa sih?” Tanya Ali sudah mulai muak selalu berurusan dengan orang di hadapannya yang tidak lain adalah Gino. Gino melipat kedua tangannya di depan dada kemudian menatap Ali datar. “Jauhi Niken.” Ali mengerutkan dahinya. Sesaat kemudian ia malah terkekeh. “Urusannya sama lo apa?” Tanya Ali menantang. “Gue ingatin sekali lagi, jauhi Niken sebelum lo terlalu jauh,” Gino mengulang lagi inti kalimatnya di awal. Ali mundur selangkah kemudian ikut melipat kedua tangannya di depan dada. “Jadi sekarang masalah di antara kita bertambah? Lo gak suka gue dekat sama Niken?” Ali tersenyum miring melihat ekspresi wajah Gino yang datar namun terlihat kesal. Ia sangat suka membalas lelaki ini dengan santai dari pada berapi-api. “Bukan urusan lo gue suka atau enggak. Yang penting jangan dekati Niken lagi.” Ali kembali terkekeh seolah mencemooh Gino. “Nata, Gino,” mereka berdua sama-sama menoleh menatap Niken yang berlari menghampiri mereka. “Pasti kalian mau ribut lagi kan? Gino, gue udah bilang gak usah cari masalah lagi sama Nata,” ucap Niken kesal. “Gue lagi gak cari masalah,” balas Gino santai.



62



POPULAR “Udah Nik, susah ngomong sama dia. Lagian gak penting juga. Gue ke kelas duluan ya,” ucap Ali. Sebelum ia berlalu, ia sempat tersenyum puas penuh kemenangan melihat Gino yang mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Sampai ketemu waktu latihan nanti ya.” Niken melambaikan tangannya sementara Ali mengangguk sembari tersenyum. ‘Diantara kita udah gak ada apa-apa lagi, jadi gue minta lo jangan ngurusin hidup gue lagi,” ucap Niken memperingati kemudian berlalu dari Gino. Gino menatap kepergian Niken kemudian mengusap wajahnya gusar. Salsa yang sedari tadi melihat perdebatan antara mereka bertiga langsung bergegas menyusul Niken. Saat sudah bisa menyamai langkahnya dengan Niken, gadis cantik itu langsung merangkul sahabatnya itu. “Lo senang?” Tanya Salsa. “Senang kenapa?” Tanya Niken merasa tidak jelas dengan pertanyaan sahabatnya, Salsa. “Nata,” satu nama itu membuat Niken tahu arah pembicaraan Salsa. Niken mengangguk sembari tersenyum lebar. Hanya dengan anggukan dan senyuman itu, Salsa tahu apa jawabannya. Ia ikut tersenyum bersama Niken. *** “Prill...” Prilly yang sedang mencari referensi untuk membuat menu baru di toko kuenya melalui internet hanya berdehem saat sahabatnya Ana memanggil. “Lama-lama gue lihat nih, Niken sama Nata dekat banget ya,” ucap Ana. “Ya dekat, namanya juga temanan. Kan sama Salsa sama Farel juga.” “Iya sih, tapi belakangan ini apalagi sejak sekolah kita masuk turnamen dan lolos terus bahkan udah masuk final, mereka kayak sering nongkrong bareng, main bareng.” Ana menatap ponselnya sembari mengutarakan kebingungan yang ia rasakan selama ini. Prilly berhenti sejenak dari aktivitasnya di dalam ponsel kemudian menatap Ana. Ia bahkan sekarang tidak tahu harus menjelaskan bagaimana dengan Ana tentang hal itu. Karena jujur Prilly tidak menampik hal itu. Memang sejak Ali masuk tim basket, mereka mengikuti turnamen hingga masuk final yang akan diadakan minggu depan, Ali sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya meskipun sesekali mereka juga sering menghabiskan waktu bersama. Namun Prilly tidak merasa sama sekali jika hubungan mereka renggang. Masalah Niken, Prilly tahu betul jika mereka hanya berteman. Meskipun tidak bisa dipungkiri saat ia merasakan perasaan asing dalam dirinya yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya setiap kali melihat kebersamaan Ali dengan Niken. Namun ia masih tetap memegang pendirian awalnya bahwa ia mempercayai Ali. “Lo hobi banget deh ngurusin hubungan gue,” ledek Prilly. “Bukannya gitu, lo lihat deh. Di IG mereka aja, suka komen-komenan, like-like kan. Yang kayak gitu kan bikin orang-orang pada mikir lain. Apalagi anak-anak di sekolah kita yang alay-alay suka banget jodoh-jodohin mereka. Emangnya harus banget ya yang populer pacaran sama yang populer.” Prilly terkikik geli melihat sahabatnya yang tampak kesal setiap kali membicarakan hal ini. Ia yang menjalani hubungan, namun kenapa malah Ana yang kesal.



63



POPULAR “Lo gak coba larang Nata gitu? Setidaknya lo kasih tau dia buat jaga jarak sedikit sama Niken biar orang gak mikir yang enggak-enggak.” “Na, gue gak mau larang-larang Ali. Nanti dia risih. Selagi gak ada yang berubah dari sikap dia ke gue, kecuali waktu yang dia punya karena kesibukan dia, gak jadi masalah buat gue.” Ana menepuknepuk kedua tangannya kagum mendengar penuturan Prilly. “Salut banget gue sama lo. Coba lo cowok, udah gue pacarin lo,” canda Ana. “Kalau gue cowokpun gue mah ogah sama lo,” ledek Prilly. Ana mencibir kesal mendengar balasan sahabatnya itu. “Tuh kuenya udah masak. Lo keluarin dari oven, setelah dingin lo kasih toppingnya.” “Siap bos.” Ana langsung mengerjakan yang diperintahkan oleh Prilly, sementara Prilly kembali mencari resep baru di ponselnya. Hari ini Ana kembali belajar membuat kue dengan Prilly seperti kegiatan rutinnya yang dimulai lebih kurang satu bulan yang lalu. Kini ia sudah cukup bisa, meskipun harus tetap berada dalam pengawasan Prilly.



64



POPULAR



Chapter 20 *** “Guys, lusa kita bakal ngadain liburan singkat gitu di puncak. Berhubung weekend juga, sekalian kita santai sebentar lah sebelum menghadapi final dan untuk kebersamaan juga. Kita bakal pergi sama anak-anak cheers. Pada setuju kan?” Tanya Farel saat latihan baru saja usai. “Setuju....” sorak yang lainnya antusias. Farel tersenyum senang karena idenya diterima dengan baik. Meskipun ada Gino yang hanya diam tidak memberi respons apa-apa, setidaknya yang merespons lebih banyak. “Oke, entar info lebih lanjutnya gue kabarin di grup chat kita aja ya. Sekarang pulang deh,” ucap Farel lagi. Semuanya pun satu persatu meninggalkan lapangan basket. “Lo kok gak ngasih tau gue kalau kita ada liburan gini?” Tanya Ali. Pasalnya sebagai kapten tim basket ia merasa heran kenapa dirinya tidak diberi tahu lebih awal. “Sorry banget ya Bro, gue juga baru dapat idenya mendadak. Kemarin malam Salsa ngasih usul gitu. Gak papa kan?” Ali mengangguk, karena menurutnya memang tidak masalah. “Ya udah yuk balik,” ajak Farel. “Eh bentar deh.” Farel terhenti. “Gue boleh ajak Prilly kan?” Tanya Ali. Sepertinya lebih asyik jika ia mengajak Prilly, sekaligus menghabiskan waktu bersama. “Duh sorry Nat, ini kan acaranya anak basket sama cheers. Gue sih sebenarnya gak masalah, tapi takutnya anak-anak yang lain ngerasa gak nyaman aja. Lagian gak bakal ada yang bawa pacar juga kan,” tolak Farel. Ali mengangguk paham. Sebenarnya ia merasa kecewa karena kekasihnya tidak bisa ikut. Lagi pula apa salahnya jika Prilly ikut? Gadis manisnya itu tidak akan mengganggu. *** “Papa kamu mana?” “Lagi keluar negeri. Please deh Sayang gak usah alihin pembicaraan, tadi kita gak lagi ngomongin papa,” kesal Ali. Prilly yang sedang memasukkan beberapa barang yang akan Ali bawa untuk liburannya bersama teman-teman tim basket dan juga cheers terkikik melihat Ali yang duduk di sofa yang berada di kamarnya dengan muka yang ditekuk sedemikian rupa. Bukannya terlihat jelek, ia malah terlihat menggemaskan saat sedang kesal seperti itu. Melihat Prilly yang tidak merespons lain selain tersenyum, Ali bangkit dari posisinya dan menghampiri Prilly yang sedang duduk di ranjangnya. Hari ini Prilly datang ke rumah Ali, awalnya untuk mengantarkan beberapa kue yang bisa Ali bawa untuk liburannya besok. Namun karena Ali mengatakan bahwa ia sama sekali belum bersiapsiap karena masih memikirkan akan pergi atau tidak, akhirnya Prilly memutuskan untuk ikut membantu Ali. Lagi pula pasti Ali tidak akan rapi menyiapkan barang-barangnya. Jadi tidak ada salahnya jika ia membantu. “Prilly Laeta!” “Iya Ali Arnata.” Prilly mencibir membalas Ali. Ali menghela nafas kasar. “Aku gak usah ikut deh kalau kamu gak mau ikut sama aku.”



65



POPULAR “Bukannya tadi kamu yang bilang kalau aku gak dibolehin ikut?” “Ya apa urusannya sih? Aku gak peduli, aku yang punya sekolah ini. Kalau aku bilang kamu akan ikut, gak ada boleh yang larang.” Prilly melirik Ali dengan senyum manisnya. Sedari tadi Ali tidak berhenti mengatakan bahwa ia tidak akan pergi jika Prilly tidak ikut. Manis menang, tapi menurut Prilly itu bukan pilihan yang tepat. “Sayang, dengerin aku ya. Aku gak masalah kok kalau aku gak boleh ikut, aku bahkan memang gak mau ikut. Kamu tau sendirikan kalau aku sama teman-teman kamu gak terlalu dekat, aku gak mau nanti malah jadi canggung. Lagi pula inikan acara tim basket sama tim cheers, biar kalian lebih kompak lagi buat hadipin final nantinya. Kalau kamu gak ikut, nanti apa kata mereka? Ini kan untuk kepentingan tim juga bukan cuma pribadi, apalagi kamu kaptennya. Percaya deh, aku gak papa,” jelas Prilly penuh pengertian. Ali menatap kekasihnya itu dalam, sesaat kemudian ia tersenyum. Tangannya menggenggam salah satu tangan milik Prilly. “Kok baik banget sih? Udah cantik, baik, kurangnya dimana sih?” Canda Ali menggoda kekasihnya. Prilly mencubit pelan lengan Ali dengan tangannya yang tidak digenggam membuat mereka sama-sama tertawa. “Nanti setelah aku pergi ke puncak, atau setelah final nanti aku bakal kenali kamu ke temanteman aku biar makin dekat ya. Jadi nanti kalau nongkrong kan seru ada kamunya,” usul Ali. Prilly mengangguk setuju. “Ya udah, aku udah masuki 2 jaket ke dalam tas kamu, cukup kan? Puncak kan dingin.” Prilly melepaskan tangannya dari Ali kemudian mengecek ulang barang-barang yang sudah ia masukkan ke dalam tas Ali memastikan tidak ada yang kurang. “Kalau dingin, harusnya aku bukan bawa jaket, tapi bawa kamu.” “Kok aku?” “Kamu kan lebih hangat dari pada jaket. Apalagi berada di pelukanmu, mengajarkanku apa artinya kenyamanan, kesempurnaan cinta.” Prilly terkikik geli menyadari ucapan Ali ia kutip dari lirik salah satu lagu yang sangat populer di Indonesia. Prilly tersenyum puas saat sudah selesai membantu Ali menyiapkan semuanya. Matanya mengedar melihat kamar Ali yang terbilang cukup rapi. Pasti karena setiap hari selalu ada yang bertugas untuk membersihkannya. Ini adalah kali pertama Prilly mengunjungi rumah Ali. Tadinya ia merasa sangat gugup karena akan datang ke rumah pemilik sekolahnya, bahkan Prilly sudah berandaiandai bagaimana nantinya ia akan bersikap saat bertemu dengan ayah Ali yang notabennya tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya. Namun ternyata ayah Ali sedang tidak berada di rumah. Itu dapat membuat Prilly bernafas lega. Pandangan Prilly terhenti pada sebuah gitar yang terletak di sudut ruangan. Ia tersenyum, ingat betul bahwa gitar itu dulu sering Ali gunakan untuk menyanyi di kafe maupun mengajarkan anak-anak panti untuk bermain musik. “Aku udah lama deh gak dengar kamu nyanyi.” “Aku juga udah lama gak nyanyi.” Ali mengikuti arah pandangan Prilly yang tengah menatap gitarnya. Sudah lama ia tidak menyentuh gitar itu. Mungkin karena sudah terlalu sibuk dengan aktivitas barunya membuat Ali kadang tidak sempat lagi untuk memetik gitarnya.



66



POPULAR Ia bangkit dari duduknya kemudian mengambil gitar itu. Memetik beberapa senarnya hingga menimbulkan suara petikan gitar. Rindu juga rasanya. Dulu dengan gitar inilah ia dapat bertahan hidup. Rasanya rindu juga pada masa-masa dimana ia berjuang sendiri. “Mau dengar aku nyanyi?” Tanya Ali. Prilly langsung mengangguk antusias. Itulah yang ia inginkan. Ali pun mengajak Prilly untuk duduk-duduk bersantai di halaman belakang rumahnya menikmati angin malam sambil mendengarkan Ali bernyanyi. Saat Prilly tahu lagu apa yang sedang Ali nyanyikan, Prilly terdengar ikut bernyanyi bersama dengan Ali. Sesekali mereka terdengar tertawa terbahak-bahak karena candaan Ali. Sesuatu yang sepertinya selalu terjadi saat mereka bertemu. Ali menyingkirkan gitar dari pelukannya saat sudah merasa lelah bermain gitar dan beralih memeluk Prilly. Membungkus tubuh mungil gadisnya itu dengan tubuhnya yang lebih besar kemudian mencium pucuk kepalanya beberapa kali penuh sayang. “Sayang,” panggil Ali. Prilly yang merasa sudah sangat nyaman dengan posisinya hanya berdeham. Ia memejamkan matanya merasakan embusan angin malam yang seolah menerpa wajahnya. “Aku minta maaf ya kalau selama ini ada yang bikin kamu gak nyaman. Entah itu karena aku atau karena orang lain. Kamu bisa tegur aku kapan pun kalau aku salah.” Prilly tersenyum dengan mata yang masih terpejam. “Aku gak butuh kenyamanan dari siapapun. Selama kamu bikin aku nyaman, gak masalah bagi aku,” balas Prilly. Kini giliran Ali yang tersenyum. “Rasanya aku kepingin jadi otak atau pikiran kamu. Biar aku tau apa yang bikin kamu gak senang, dan apa yang bikin kamu senang. Karena terkadang aku merasa kamu gak biarin pikiran kamu bekerja sama dengan bibir kamu buat ungkapi apa yang kamu pikirin dan apa yang kamu rasain.” “Aku baik-baik aja Sayang.” Prilly mendongakkan wajahnya meyakinkan Ali dengan senyuman tulus di wajahnya. Ali menunduk untuk melihat wajah Prilly, ia selalu terlihat baik-baik saja. Seperti itulah kekasihnya itu. Selanjutnya mereka sama-sama terdiam menikmati saat-saat bersama sebelum Ali akan pergi dengan teman-temannya ke puncak besok.



67



POPULAR



Chapter 21 *** Perjalanan menuju puncak ditempuh oleh Ali dan teman-temannya menggunakan mobil. Mereka membawa beberapa mobil. Karena menurut Ali akan lebih asyik jika beramai-ramai, Ali memutuskan untuk membawa mobil mercy milik ayahnya. Karena tahu bawa Ali akan membawa mobil yang bukan mobil sportnya, akhirnya Farel dan Salsa memutuskan untuk ikut dengan mobil Ali begitu juga dengan Niken. Sementara yang lainnya ikut dengan mobil Gino dan beberapa orang lagi yang membawa mobil. Selama di perjalanan mereka terdengar banyak bercerita. Sebenarnya hanya Salsa dan Niken yang terdengar berisik, sementara Ali dan Farel hanya diam dan menempatkan diri mereka sebagai pendengar. Lagi pula Ali sama sekali tidak tertarik dengan obrolan mereka yang tidak jauh-jauh dari fashion. Ia lebih memilih fokus untuk menyetir. Setelah menempuh waktu beberapa jam, akhirnya mereka sampai juga di salah satu vila milik keluarga Salsa. Di tempat inilah mereka akan menginap. Vilanya sangat besar dan memiliki cukup banyak kamar, jadi mereka bisa lebih leluasa. Mereka sampai saat siang hari. Meskipun siang, namun udara disana tetap saja dingin. Ali berdiri di teras depan vila yang menghadap langsung ke kebun teh setelah menaruh barang-barangnya di kamar yang akan ia tempat, sementara yang lain sepertinya masih berada di dalam. Beberapa saat yang lalu ia baru saja mengabari Prilly bahwa mereka sudah sampai. Hijau, warna itu sangat mendominasi penglihatan Ali saat ini. “Nih Nat, buat hangatin badan.” Ali menoleh pada secangkir teh yang disodorkan oleh Niken. Ali cukup kaget karena Niken tiba-tiba datang. “Makasih,” balas Ali kemudian mengambil teh hangat itu dan menyeruputnya. Cukup untuk menghangatkan badan. “Tadi habis lihat-lihat akun instagram sekolah kita, lucu ya, jadi banyak yang jodoh-jodohin gitu,” ucap Niken. Ia menatap lurus ke depan, namun Ali tahu ia sedang berbicara dengannya. “Mereka gak tau kali yang sebenarnya. Mungkin nanti harus ditegasin,” balas Ali santai. Niken menoleh cepat pada Ali yang sedang tidak menatapnya. Gadis itu memegang erat pegangan cangkirnya hingga tangan putihnya tampak memerah, namun wajahnya terlihat datar. “Gue masuk dulu ya. Lo jangan kelamaan di luar, masuk angin entar,” ucap Ali di akhirnya dengan kekehannya, setelah itu ia pergi. Tangan Niken yang tadi memegang kuat pegangan cangkirnya melemah kemudian tersenyum melihat kepergian Ali. Matanya tidak lepas hingga menatap lelaki tampan itu hingga menghilang di balik pintu. “Lo sama sekali gak dengarin apa kata gue?” Ali menghentikan langkahnya saat mendengar suara Gino. Ia menoleh pada Gino yang entah sejak kapan berdiri di depan jendela. Apa ia tadi mengintip saat Ali sedang bersama Niken? “Buat apa?” Tanya Ali terdengar menantang. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. “Kayaknya lo udah terlalu jauh deh.”



68



POPULAR “Masalahnya sama lo apa sih? Masih cinta sama Niken? Sakit hati gue dekat sama dia?” Tanya Ali dengan senyum mengejek. “Udahlah, gue gak ada urusan sama lo.” Merasa tidak ada gunanya berbicara dengan Gino, Ali pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Berhubung mereka baru akan berkeliling puncak nanti sore, lebih baik waktunya saat ini ia gunakan untuk video call dengan kekasihnya. Pasti akan sangat seru jika mengganggu Prilly yang saat ini sedang sibuk di dapur toko kuenya. Ia tidak takut jika nantinya Prilly akan marah dan mengomelinya, karena itulah tujuannya. Wajah gadisnya itu benar-benar menggemaskan saat sedang marah. *** Malam ini mereka semua membuat api unggun di depan vila. Selain untuk bersantai dan bercanda gurau, mereka juga berbicara tentang strategi yang akan digunakan untuk melawan tim lawannya pada final yang akan dilangsung sebentar lagi. Jujur, Ali cukup risih saat mendengar teman-temannya menggoda dirinya dan Niken. Cocok, kata itu tidak lepas mereka lontarkan untuk menggoda Ali dan juga Niken. Ali merenung sejenak, sepertinya ini sudah terlalu jauh. “Nik, gue boleh ngomong sama lo berdua aja sebentar?” Tanya Ali sedikit berbisik pada Niken yang saat itu memang duduk di sampingnya. Niken mengangguk setuju. Ali terlebih dahulu bangkit dari duduknya dan berjalan mendahului Niken. Sementara Niken mengikuti Ali yang membawanya cukup jauh dari teman-temannya. Ia tersenyum menggigit bibir bawahnya melihat punggung Ali yang berjalan di hadapannya. Merasa tidak tahan, gadis itu langsung memeluk Ali dari belakang erat-erat. Langkah Ali langsung terhenti, ia terpaku medapati pelukan tibatiba dari Niken. Baru saja ia ingin menghentakkan tangan Niken, ia dibuat kembali terpaku sekaligus kaget mendengar kalimat yang diucapkan Niken. “I love you.” *** Satu sekolah bahkan sekolah lain dibuat gempar. Bagaimana tidak, apa yang mereka pikirkan atau mereka khayalkan selama ini menjadi nyata. Kabar bahwa Ali Arnata dan Niken Colleen sudah berpacaran menyebar luas begitu cepat. Berita yang ia dapat dari teman-teman yang ikut liburan dari puncak saat itu langsung menjadi berita paling panas.



69



POPULAR



Chapter 22 *** Megi dan Juno saling berpandangan beberapa kali. Juno mengelus pundak Megi yang terlihat menatap khawatir pada obyek di hadapannya seolah meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mereka berdua terlihat risau melihat Prilly yang kesana kemari sejak pagi tiada hentinya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya tidak penting di toko kue, seperti misalnya mengelap ulang meja-meja yang sebenarnya sudah dibersihkan oleh Megi tadi pagi-pagi sekali. Mereka berdua paham betul, gadis itu sebenarnya bukannya sibuk, namun lebih tepatnya menyibukkan diri. Entah apa yang kini sedang mengganggu pikirannya hingga ia sesekali tertangkap basah sedang termenung sembari melakukan pekerjaannya. Sepertinya ada yang sedang mengganggu pikirannya namun ia alihkan dengan mengerjakan apa saja. “Prill, lo pulang duluan aja. Nanti biar gue yang nutup toko,” ucap Megi menghampirinya. Prilly yang sedang membersihkan kaca toko menghentikan sejenak aktivitasnya untuk menatap Megi yang sedang berdiri tidak jauh darinya bersama Juno. “Lo pulang aja, biar gue beresin semuanya dulu. Lagian masih satu jam lagi kan tokonya tutup.” “Lo udah kerja dari pagi loh. Kacanya sama sekali gak kotor kan baru gue bersihin kemarin.” “Kotor kok, nih ada debunya,” Prilly dengan cepat menyangkal ucapan Juno kemudian melanjutkan aktivitasnya kembali. Tangan Prilly bergerak ke atas dan ke bawah membersihkan bagian kaca yang menurutnya masih kotor, namun pandangan matanya menatap kosong ke luar jendela. Sesekali ia terdengar menghembuskan nafasnya panjang dan menggeleng-gelengkan kepalanya kecil seolah-olah menghalau pikirannya yang entah berkelana kemana. “Gue baik-baik aja kok.” Prilly menoleh ke belakang dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. Ia bukannya tidak sadar bahwa sejak tadi kedua sahabatnya itu menatapnya penuh kekhawatiran. Prilly saja bahkan merasa bingung, apa yang harus dikhawatirkan pada dirinya? Ia yakin semuanya akan baik-baik saja. Melihat Prilly yang sepertinya sedang tidak ingin diganggu membuat Megi dan Juno memutuskan untuk meninggalkannya sendiri dan mengerjakan pekerjaan yang lain yang masih bisa mereka kerjakan. Tidak lama setelah kepergian mereka, suara lonceng kecil yang sengaja dipasang diatas pintu masuk toko untuk memberi tanda saat ada pembeli yang masuk berbunyi. Merasa ada pembeli yang datang, Prilly langsung menghentikan aktivitasnya dan berniat untuk melayani pembeli. Prilly sempat tersentak kaget saat berbalik dan mendapati Ali lah yang memasuki toko. Ia terlihat berdiri di depan pintu. Senyum Prilly mengembang, perasaan lega menyeruak dalam dirinya. Entah kenapa sesuatu yang mengganggu sejak tadi terasa hilang saat melihat Ali menemuinya. “Sayang, kamu udah pulang?” Dengan gembira Prilly menghampiri Ali dengan senyum semringah yang tak lepas dari bibirnya. Ali mengangguk kecil sebagai jawaban. “Kok gak istirahat dulu sih? Kamu pasti capek kan habis dari puncak. Oh atau udah kangen sama kue buatan aku? Untung aja kamu datangnya sebelum toko aku tutup. Aku tadi bikinin cheese cake buat kamu, enak deh, kejunya banyak banget.” 70



POPULAR “Aku mau ngomong sama kamu.” “Ya udah kita ngobrolnya sambil makan kue gimana? Sebentar ya aku ambil dulu.” “Prill.” Ali menahan salah satu pergelangan tangan Prilly agar tidak pergi. Prilly tertunduk sejenak, menghela nafas kasar kemudian kembali menatap Ali dengan tersenyum. “Ya udah kita duduk disana ya.” Prilly menggiring Ali untuk duduk di salah satu kursi yang berada dekat dengan jendela. Untuk beberapa saat kedua orang itu sama-sama terdiam saat sudah duduk di tempatnya masing-masing. Ali terlihat menunduk dan berkutat dengan pikirannya, sementara Prilly menatap Ali hampir tanpa berkedip. Rasanya ia ingin secepatnya mendengar apa yang Ali katakan agar ia dan Ali bisa melanjutkan hari seperti biasanya. Dalam hati Prilly selalu meyakinkan hatinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ali mencintainya dan ia juga mencintai Ali. Tidak akan ada siapapun diantara mereka seperti yang dikatakan oleh orang-orang. “Kamu udah dengar?” Setelah sekian lama akhirnya Ali buka suara. Ia menatap Prilly yang terlihat bingung. “Dengar apa?” “Tentang aku sama Niken.” Prilly menahan nafas sejenak saat mendengar nama itu. Namun sesaat kemudian ia kembali tersenyum. “Aku tahu kok kamu sama Niken kan temanan, iya kan?” “Ka.. kami bukan teman.” “Oh iya, udah sahabatan ya? Aku senang deh Sayang sekarang kamu banyak temannya. Gak salah kok bergaul sama siapa aja. Udah ah ngobrolnya, lebih baik kamu cobain kue aku dulu ya.” Prilly buru-buru bangkit dari duduknya. Demi Tuhan ia tidak ingin mendengar satu katapun keluar dari bibir Ali, ia takut. “Dia pacar aku,” satu kalimat yang keluar dari bibirnya itu berhasil membuat kaki Prilly terasa kaku. Ia bahkan tidak sanggup menggerakkan kakinya untuk sekedar menjauh dari Ali agar tidak mendengar apa yang Ali katakan. Untuk beberapa saat Prilly lupa caranya bernafas. “Tapikan kamu pacar aku,” ucap gadis itu lirih. Senyumnya manis setia menghiasi bibirnya yang kini terlihat bergetar dengan mata yang berkaca-kaca. “Aku rasa kita cukup sampai disini aja.” Prilly memejamkan matanya membiarkan apa yang ia tahan sedari tadi mengalir membasahi pipinya. Rasanya benar-benar sakit. Saat kabar tentang Ali dan Niken beredar di sosial media sekolahnya, Prilly masih memiliki keyakinan bahwa semuanya tidak seperti yang mereka katakan. Saat Ali menghapus semua foto bersamanya di akun instagramnya, Prilly juga masih yakin bahwa Ali punya maksud lain. Bahkan saat Ali dan Niken mengunggah foto yang sama di masing-masing akun instagram mereka Prilly masih mencoba berpikir positif. Namun jika kini Ali sendiri yang mengatakan bahwa ingin mengakhiri hubungan mereka, apakah Prilly harus tetap yakin bahwa hubungan mereka masih akan baik-baik saja? “Tapi kenapa? Bukannya kita baik-baik aja?” Prilly menatap Ali sendu. Ali ikut bangkit berdiri berhadapan dengan Prilly. “Aku ngerasa kita udah berbeda.”



71



POPULAR “Cintakan memang bukan menyatukan yang sama, tapi menyatukan yang berbeda dengan tujuan dan rasa yang sama,” tukas Prilly. Ia benar-benar berharap Ali merubah pikirannya. Ia masih sangat mencintai Ali, dan ia masih melihat cinta yang begitu besar dari mata Ali untuknya. Bahkan dengan melihat mata Ali, ia tahu bahwa Ali sama terlukanya dengan dirinya. “Tapi aku udah gak ngerasain yang sama lagi ke kamu. Gak ada lagi getaran kayak dulu,” Ali berkata cukup lirih. Namun sebisa mungkin ia terlihat biasa saja. “Aku masih ngerasain kok. Kalau kamu udah enggak, aku bakal bagi rasa yang aku punya biar kita bisa sama-sama ngerasain.” Prilly sudah mulai terisak. Ali menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan. “Aku bakal belajar dance biar bisa masuk tim cheers. Aku bakal jadi yang kamu mau, aku janji.” Prilly mencengkeram jaket yang Ali kenakan untuk meyakinkan Ali. Merasa pemandangan di hadapannya begitu menyakitkan, Ali langsung mengalihkan pandangannya. “Katanya kamu bakal selalu ada buat aku, katanya kamu bakal jadi ibu, ayah, sekaligus pacar buat aku. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini? Kenapa kamu bikin aku takut?” Prilly memekik di hadapan Ali menumpahkan kesakitannya. “Prill please, ini yang terbaik buat kita.” “Bukan buat kita, tapi buat kamu, Niken dan teman-teman kamu!” “Jangan gini Li, aku cuma punya kamu.” Gadis itu melepaskan cengkeramannya di jaket Ali kemudian menunduk lemah. Ia sudah merasa cukup lelah. Semalaman ia merenung memikirkan hal ini. Ia pikir setelah bertemu dengan Ali hubungan mereka akan kembali baik-baik saja, namun ternyata yang ia dapatkan jauh dari yang ia duga. Merasa cukup, Prilly menghapus kasar air matanya. Ia mundur beberapa langkah menjauhi Ali sebisa mungkin jauh dari jangkauan lelaki itu. “Kalau itu yang kamu mau, aku gak bisa apa-apa buat pertahaninnya. Mungkin kalau gak ada orang lain diantara kita, aku bakal ngelakuin apa pun buat pertahaninnya meskipun kamu menolak. Tapi karena udah ada yang lain, aku gak bisa apa-apa,” ucap Prilly terdengar lemah. “Makasih buat cinta yang dibalas penghianatannya. Kamu tau? Rasanya sakit.” Gadis itu menatap Ali sendu namun penuh luka. “Prill, aku tau ini benar-benar menyakitkan buat kamu. Tapi aku mohon, jangan benci aku.” Prilly tertawa mendengar permintaan Ali. Jangan membenci? Setelah melukai meminta untuk jangan dibenci? “Bahkan gak ada satu alasanpun yang bisa bikin aku gak benci sama kamu. Aku ditinggalin waktu lagi sayang-sayangnya.” Prilly menertawai dirinya sendiri begitu miris. Sangat miris menerima kenyataan nasib percintaannya. Ali menatap gadis itu sendu, dikepalkannya tangannya kuat-kuat menahan sesuatu yang sejak tadi bergejolak di dalam dadanya. “Kamu lebih baik pergi sekarang,” usir Prilly tanpa menatap Ali. Mungkin seperti ini lebih baik. “Apa kita gak bisa jadi teman?” Tanya Ali penuh harap. “Bahkan gak ada teman yang tega nyakitin temannya sendiri. Pergilah Nat, titip salam buat Ali, aku rindu.” Prilly langsung berlalu dari hadapan Ali menuju dapur toko untuk menumpahkan



72



POPULAR tangisnya. Ia menangis sekuat-kuatnya membiarkan perasaannya yang terluka melampiaskan rasa sakitnya. Ali menatap nanar Prilly yang sudah hilang dari balik pintu. Bahkan gadis itu tadi memanggilnya dengan sebutan 'Nata' untuk pertama kalinya. Ya Tuhan, terjadi sudah. Dengan langkah gontai Ali keluar dari toko kue milik Prilly. Pikirannya kembali mengingat bagaimana ia begitu menyakiti gadis itu tadi. Ia terlihat begitu terluka. “Gimana Baby? Udah selesai?” Tanpa menjawab ucapan Niken yang sedari tadi menunggunya di dalam mobil, Ali langsung menutup kuat pintu mobilnya dengan cara menghempaskannya kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Tangannya mencengkeram erat setir mobilnya dengan rahang yang mengeras.



73



POPULAR



Chapter 23 *** Prilly membiarkan kakinya membawanya melangkah kemana saja yang terpenting jauh dari keramaian. Meskipun sudah sangat terbiasa ditatap sinis oleh hampir seluruh murid di sekolah, namun kali ini tatapan mereka lebih menyakitkan, seperti tatapan mengejek. Dan Prilly sudah cukup paham alasan mereka menatapnya seperti itu. Bahkan sesekali Prilly mendengar mereka berbisik-bisik saat Prilly melewatinya. Meskipun berbisik, namun Prilly samar-samar bisa mendengar bahwa mereka mencemoohnya yang dianggap ditinggalkan oleh Nata karena Nata lebih memilih Niken. Samar-samar juga Prilly mendengar bahwa mereka mengatakan seharusnya Nata melakukan itu sejak dulu karena Nikenlah yang pantas untuknya, bukan gadis biasa seperti Prilly. Ya Tuhan, Prilly rasanya ingin jam istirahat ini cepat berlalu. Ia sengaja tidak menunggu Ana yang biasanya akan mengajaknya ke kantin bersama. Ia merasa belum siap jika nantinya bertemu Ali di kantin, tentunya bersama kekasih barunya. Anggaplah ia lemah, namun nyatanya ini tidak semudah yang orang lain bayangkan, Prilly merasa harihari ke depannya akan terasa sulit. Entah sampai kapan, namun Prilly berharap masa ini cepat berlalu. Langkah Prilly ternyata membawanya untuk menaiki tangga menuju bagian rooftop sekolah, entahlah mungkin tempat ini akan sedikit membuatnya tenang. Prilly bisa merasakan angin yang berhembus cukup kencang saat ia mulai menginjakkan kaki di bagian rooftop ini. Awalnya ia berpikir bahwa tempat ini hanya sebuah tempat kosong, namun Prilly cukup kaget saat melihat ada sebuah sofa berukuran sedang dan beberapa sampah bertebaran di bawahnya. Sepertinya ada juga orang yang pernah kesini sebelumnya. Mencoba mengabaikannya, Prilly memilih untuk menaiki pembatas rooftop dan duduk di disana, menjulurkan kakinya dan mengayun-ayunkannya bebas. Cukup terlihat seram jika melihat ke bawah karena rooftop ini cukup tinggi sementara dibawahnya adalah lapangan sekolahnya, namun terlihat indah jika mendongak menatap langit biru dengan awan putih yang sangat cerah. Karena merasa sedikit ngilu untuk menatap ke bawah, Prilly lebih memilih untuk mendongakkan wajahnya. Perlahan ia menutup matanya, merasakan embusan angin yang menerpa wajahnya. Perasaannya kembali terasa nyeri saat membayangkan kejadian kemarin, dimana Ali memutuskan hubungan mereka dengan cara yang sangat menyakitkan. Bahkan sampai saat ini Prilly masih tidak mengerti kenapa Ali melakukan ini padanya, ia merasa alasan Ali saat itu sangat dibuatbuat. Selama ini Ali selalu membuatnya bahagia, namun mengapa sejak saat itu Ali menjadi berubah? Apakah ia benar-benar lebih memilih Niken dari pada dirinya? Apakah ia ada melakukan sesuatu yang membuat Ali tidak nyaman? Apakah Niken jauh lebih bisa membuatnya bahagia? Prilly memegang dadanya yang terasa nyeri. Harusnya ia tidak mengizinkan Ali pergi ke puncak saat itu. “Eh ngapain lo disitu? Mau bunuh diri ya?” Prilly tersentak kaget saat mendengar suara seseorang. Sepertinya sekarang ia tidak sendiri di tempat ini. Prilly langsung menoleh ke belakang, ia membulatkan matanya melihat orang itu. “Gue tahu memang lagi zamannya loncat dari gedung, tapi jangan di markas gue juga dong. Nyusahin aja, buruan turun.” Prilly mengerutkan dahinya, bunuh diri? Siapa yang ingin bunuh diri? “Lo apaan sih, gue gak mau bunuh diri,” ucap Prilly. “Terus lo pikir wajar duduk di situ? Semua orang punya masalah, tapi bukan gini cara menyelesainya. Lagian kalau mau bunuh diri, cari tempat lain aja.” Prilly berdecap kesal, ia tidak sebodoh itu untuk mengakhiri hidupnya dalam menghadapi masalah.



74



POPULAR Tidak ingin dituduh ingin bunuh diri, Prilly akhirnya memutuskan untuk turun. Melihat gerakgerik Prilly yang akan turun namun terlihat ragu, seseorang itu berbalik karena ia yakin gadis itu merasa terganggu karena roknya akan tersingkap terkena angin yang cukup kencang. “Aaaaaaaa....” mendengar suara teriakan, ia sontak langsung berbalik. Namun belum sempat tubuhnya berbalik sempurna ia sudah terjatuh merasakan sesuatu yang menimpanya. Dukkk... “Awwwww...” Prilly dan orang itu sama-sama meringis. Orang itu berdecap kesal karena Prilly malah menimpa tubuhnya yang sama sekali tidak siap. “Ma.. maaf.” Dengan segera Prilly bangkit dan membersihkan bagian lututnya yang kotor. Ia menunduk tidak enak karena sudah jatuh menimpa punggung orang itu, apalagi mengetahui siapa orang itu membuat Prilly makin merasa takut. “Kalau mau lompat jangan ke gue dong, lo gak bakal mati,” kesal orang itu. Ia membersihkan bagian telapak tangan, sikut dan seragamnya. Prilly menggigit bibir bawahnya gugup. “Maaf Gin, tadi gue gak sengaja.” Orang itu yang tidak lain adalah Gino beralih menatap Prilly. Ia menautkan alisnya saat menyadari siapa gadis di hadapannya. Tadinya ia tidak terlalu dapat melihat wajahnya karena tertutup rambutnya yang tertiup angin. Bukankah ia gadis yang sering bersama Nata, pikir Gino. “Kasih ini buat lutut lo.” Gino mengeluarkan sebuah plester dari sakunya. Prilly mengikuti arah pandangan Gino yang melihat lututnya yang terluka. Ah kenapa ia tidak sadar? Tapi sekarang baru terasa agak perih. “Gue selalu bawa ini untuk jaga-jaga kalau jatuh waktu latihan basket,” ucap Gino seperti mengerti apa yang dipikirkan Prilly. Sepertinya gadis itu merasa aneh kenapa Gino bisa pas sekali tibatiba memiliki plester. “Makasih.” Prilly mengambil plester itu kemudian menutupi lukanya. Mereka sama-sama terdiam untuk beberapa saat. Mungkin sama-sama tidak tahu harus bicara apa. Gino memutuskan untuk duduk di sofa miliknya. Prilly baru memahami bahwa tempat ini adalah milik Gino. Sepertinya Gino sering ke tempat ini. “Ini tempat gue, jangan berani ngambil.” Prilly mengangguk kecil. Gino benar-benar angkuh. Merasa canggung berada di satu tempat yang sama dengan Gino, Prilly memutuskan untuk pergi dari tempat itu tanpa sepatah katapun. Gino yang melihat gadis itu pergi hanya memperhatikannya hingga hilang di pintu menuju tangga. Ia tahu apa alasan gadis itu kesini, karena tempat ini memang sama pas untuk menenangkan pikiran. *** “Baby, aku tadi post foto kita berdua lagi, lucu deh. Nanti aku bakal post juga di instagram kamu ya.” “Terserah.” Niken menghentikan langkahnya sejenak saat mendengar balasan dari Ali sementara Ali tetap melanjutkan langkahnya menyusuri koridor yang mulai sepi karena sebentar lagi bel pertanda istirahat



75



POPULAR sudah selesai akan berbunyi. Ia menggertakkan giginya mengingat balasan Ali padanya. Merasa kesal, ia menyusul Ali yang sudah mulai menjauh. “Kamu ikut aku.” Niken menarik salah satu tangan Ali agar mengikutinya menuju sebuah lorong yang sepi. Ia tidak bisa membicarakan hal ini di tempat umum. Ali menghempaskan tangannya yang ditarik oleh Niken saat mereka sudah berada di lorong itu. Ali melipat kedua tangannya di depan dada menatap Niken yang terlihat begitu emosi dengan datar. “Aku gak suka ya kamu mengabaikan aku kayak gitu,” protes Niken. “Oh ya? Bagus kalau gitu,” balas Ali santai. “Kamu ini pacar aku, bersikaplah kalau kamu memang pacar aku.” “Kita memang pacaran kan. Pergi bareng, kemana-mana bareng, di instagram romantis, setiap malam makan di kafe dan jalan-jalan di mal, kurangnya apa?” Tanya Ali. Merasa sudah cukup berbicara berdua, Ali memutuskan untuk meninggalkan Niken untuk menuju kelasnya. Niken mengentakkan kakinya kesal. Ali menghentikan langkahnya kaget saat keluar dari lorong itu dan tanpa di duga bertemu dengan Prilly. Prilly juga terlihat sama kagetnya. Ia menatap Ali yang kini juga sedang menatapnya, mereka sama-sama diam seolah membiarkan mata yang bicara. Namun saat mengingat mata Ali kemarin saat mengatakan bahwa ingin mengakhiri hubungan mereka, dengan cepat Prilly mengalihkan pandangannya. Pandangan Prilly kembali tertuju pada seseorang yang tidak lain adalah Niken yang keluar di tempat yang sama dengan Ali tadi. Mereka sama-sama bertatapan. Tiba-tiba Niken bertingkah seolaholah membenarkan seragamnya. “Nat, kamu nekat banget sih. Ini sekolah tau, gimana kalau ada yang lihat.” Niken tertawa kecil pada Ali sementara Ali mengepalkan salah satu tangannya dengan rahang yang mengeras. Pandangannya tidak lepas dari Prilly yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Apa yang sedang dipikirkan oleh kepala cantik gadis itu? Apa ia sedang memikirkan perkataan Niken yang seolah menjurus pada suatu hal? Melihat sudut mata Prilly yang mulai berair, Ali memutuskan untuk pergi dari sana. Ia tidak bisa berlama-lama ada di hadapan Prilly apalagi dalam keadaan seperti itu. Prilly merutuki dirinya yang salah mengambil tindakan. Harusnya tadi ia pergi dari tempat itu saat melihat Ali. Kalau ia melakukan itu sejak tadi, pasti ia tidak akan melihat adegan yang membuatnya merasa sangat jijik seperti ini. “Prill, gue minta maaf ya. Gue sama sekali gak berniat buat rebut Nata dari lo. Gue gak bisa bohongi diri gue kalau gue cinta sama Nata. Jadi saat Nata ternyata juga punya rasa yang sama, gue gak bisa nolak,” ucap Niken seolah merasa menyesal. Prilly menatap gadis itu tajam. Ia mencoba mengatur nafasnya yang terasa memburu. Dadanya terasa panas melihat wajah sok polos di hadapannya ini. “Gak papa, ambil aja,” balas Prilly sebiasa mungkin. Ia sempat memberikan senyumannya pada Niken sebelum ia pergi. Ia benar-benar muak. Apakah ia tidak punya hati? Bukankah ia tahu bahwa Ali adalah kekasihnya dulu? Wanita macam apa dia itu. Niken menatap kepergian Prilly tidak suka. Namun sesaat kemudian ia tersenyum penuh kemenangan. 76



POPULAR “Lo kenapa masih disini? Udah bel.” Salsa yang sejak tadi mencari keberadaan Niken yang tak kunjung masuk ke dalam kelas langsung menghampiri sahabatnya itu. “Ini juga mau ke kelas,” balas Niken sembari tersenyum. Kedua gadis itu sama-sama berjalan menuju kelasnya. “Gue senang banget deh Sal,” ucap Niken. “Gue tahu, lo gak bisa nyembunyiin kesenangan lo, kelihatan banget,” balas Salsa diiringi tawanya. “Thanks ya Sal, lo memang sahabat terbaik gue.” Niken memeluk Salsa erat. Salsa tersenyum kecil membalas pelukan Niken. Ia senang melihat sahabatnya itu bahagia, namun pikirannya melayang pada sesuatu yang membuatnya merasa bersalah.



77



POPULAR



Chapter 24 *** “Prill, dari baunya kayaknya udah gosong deh.” Prilly yang sedang melamun tersentak kaget saat mendengar suara Megi. Hidungnya langsung mengendus mencium aroma yang ada di dapur. Benar saja, bau gosong. Dengan cepat Prilly membuka oven. Ia mengusap wajahnya kasar saat melihat lagi-lagi kue yang ia buat hangus. Prilly mengangkat kue itu kemudian meletakkan di atas meja. Ia menghembuskan nafas kasar, ada apa dengannya? “Gue tahu lo lagi ada masalah. Tapi jangan sampai ganggu kosentrasi lo. Udah 3 loyang yang gosong hari ini,” ucap Megi lembut sembari mengelus bahu Prilly. Prilly menatap Megi merasa tidak enak. “Maaf Gi, gue gak seharusnya kayak gini.” “Lo harus semangat, ingat target kita buat toko ini,” ucap Megi memberi semangat. “Lo benar. Harusnya sekarang gue lebih konsentrasi buat toko ini.” Megi tersenyum saat melihat Prilly mulai bersemangat kembali. “Jadi mau coba loyang yang ke empat? Kali ini gak boleh gosong.” “Siap,” balas Prilly mantap. Mereka sama-sama tersenyum. “Taraaaaaaa.... Ana datang, siapa yang mau pizza?” Ana tiba-tiba datang dengan sebuah box pizza di tangannya. “Wah, tau aja lo Na kalau gue laper.” Megi hampir menumpahkan liurnya saat melihat pizza yang begitu lezat ditangannya. “Eeeiiitssss tunggu dulu! Si batinis mana?” Tanya Ana melihat ke sekeliling tidak mendapati orang yang ia cari. “Batinis? Udah ikut-ikutan para pelanggan aja lo manggil Juno batinis. Dia lagi ngantar pesanan, bentar lagi juga datang.” “Ya udah kita tunggu dia dulu, gak ada yang boleh makan.” Megi menekuk wajahnya karena acara makan pizzanya harus tertunda karena menunggu Juno. Prilly yang sedari tadi mendengar perdebatan kedua sahabatnya itu hanya mampu tertawa. Setidaknya di toko kuenya ini ia bisa merasa lebih baik.



78



POPULAR



Chapter 25 *** “Lo yakin mau nonton?” “Na, ini kan pertandingan sekolah kita. Gak ada salahnya buat kasih dukungan.” “Gue tahu lo nonton bukan buat sekolah kita, tapi buat Nata.” Langkah Prilly yang sedari tadi menyeret Ana agar ikut dengannya tiba-tiba terhenti. Ana merasa semakin yakin jika tebakannya benar melihat reaksi Prilly yang terlihat kaget, mungkin dia terkejut karena Ana mengetahui tujuannya. “Maksud lo apa sih? Gue benar-benar mau kasih dukungan untuk tim sekolah kita. Lagian semuanya pada kesana jugakan.” “Bahkan sekarang lo lagi mencoba membohongi diri lo sendiri.” Prilly melepaskan tangannya dari Ana. Ia menghembuskan nafasnya sejenak. Ya, Ana benar. Bahkan ia tidak yakin dengan tujuannya sendiri. “Prill gue paham ini gak gampang buat lo. Tapi lo harus coba lupain dia.” “Gue udah coba, dan gue akan selalu coba. Tapi untuk sekarang gue cuma mau kasih dukungan buat dia untuk terakhir kalinya. Meskipun nantinya kehadiran gue disana berpengaruh atau enggak buat dia, yang penting gue ada. Untuk terakhir kalinya, gue janji.” “Oke, tapi gue gak mau lihat setelah ini lo ngelakuin apa pun yang ada hubungannya sama dia,” ucap Ana memperingati. Prilly tersenyum kecil sembari mengangguk. Anapun memutuskan untuk ikut menemani Prilly menonton pertandingan final sekolahnya melawan SMA Pelita. Tadinya Ana sama sekali tidak berniat untuk melihat pertandingan ini. Bukannya tidak ingin memberi dukungan untuk sekolahnya, hanya saja ia tidak ingin melihat wajah seseorang yang sudah sangat melukai hati sahabatnya. Sejak mendengar cerita Prilly dan mengingat betul bagaimana Prilly terlihat terpukul saat menceritakan pengkhianatan yang dilakukan Ali kepadanya membuat Ana memasukkan nama Ali menjadi daftar orang yang ia benci. Bangku penonton khusus untuk menonton pertandingan basket di sekolah mereka itu hampir terisi penuh. Sepertinya semua orang terlihat antusias melihat pertandingan itu. Ana menarik Prilly menuju bangku yang kosong. Pas sekali ada dua bangku di bagian sudut, meskipun lumayan jauh berada di belakang dan jauh dari lapangan, sepaling tidak mereka masih memiliki tempat untuk duduk. Pertandingan sepertinya akan dimulai sebentar lagi. Dari sekian banyak orang sedang bersiap-siap di pinggir lapangan untuk melakukan pertandingan basket ini, pandangan Prilly hanya tertuju pada satu orang. Saat semua orang sedang saling berbincang-bincang dengan sesama timnya untuk sekedar bercanda sebelum bertanding atau merencanakan strategi permainan, ia malah terlihat hanya menunduk dan diam. Kenapa ia terlihat lebih kurus dari terakhir mereka bertemu dan berbicara. Bukan, bukan saat ia melukai hatinya di toko kuenya, tapi di malam mereka bertemu di rumahnya saat Prilly membantunya mempersiapkan perlengkapan untuk berlibur. Karena bagi Prilly saat itulah terakhir kali ia bertemu dengan Ali. Prilly menggeleng kecil menghalau pikirannya. Mengapa ia belum bisa juga lepas dari bayang-bayang Ali? Mungkin semua orang akan dengan mudah mengatakan untuk lebih baik melupakan saat disakiti, namun nyatanya itu sangat sulit untuk dilakukan. Meskipun hatinya sakit, hatinya tetap memberi ruang untuk merasa peduli. 79



POPULAR Saat wasit melemparkan bola ke atas dan dua pemain yang berada di garis lingkaran tengah memperebutkan bola, itu tandanya pertandingan sudah dimulai. Kedua pendukung dari masingmasing sekolah mulai bersorak. Tim cheers dari masing-masing sekolah juga terlihat bersorak di pinggir lapangan. Ali terlihat sangat serius bermain, begitu pula dengan Farel, Gino dan yang lainnya. Ali ingin secepatnya menyelesaikan pertandingan ini. Mungkin semuanya bisa ia mulai setelah pertandingan ini nantinya. Ia benar-benar ingin menyelesaikan apa yang sudah ia mulai. Ia merasa sangat lelah dengan dunianya yang sekarang. Satu demi satu bola dimasukkan oleh Ali ke dalam ring, bahkan beberapa kali ia melakukan three point membuat tim sekolahnya makin unggul. Saat sedang asyik men-dribble bola dan matanya mencari teman satu timnya untuk mengoper bolanya, tiba-tiba pandangan Ali jatuh pada seseorang yang sedang memperhatikan dirinya dari bangku penonton. Meskipun jauh, namun Ali tahu bahwa orang itu adalah Prilly dan Prilly sedang menatapnya. Ali sama sekali tidak mengalihkan pandangannya pada Prilly, bahkan ia tidak sadar jika bolanya sudah berhasil direbut oleh lawannya dan Ali hanya mematung. Ia tidak menyangka jika Prilly datang. Meskipun ia tidak yakin bahwa gadis itu datang untuknya apalagi mengingat bagaimana gadis itu sangat membencinya. “Lo niat main gak sih? Bolanya direbut lawan malah bengong. Kalau gak bisa main mending keluar deh.” Ali tersentak kaget saat Gino tiba-tiba menegurnya. Gino terlihat sangat kesal, bagaimana tidak, lawan berhasil mencetak poin. Ali yang tersadar bahwa ia mengabaikan pertandingan langsung kembali berusaha fokus. Menyadari bahwa tadi Ali sempat menatapnya membuat Prilly yakin kalau kini Ali sudah mengetahui keberadaannya. Entah kenapa melihat ekspresi Ali tadi malah membuat Prilly bingung pada mantannya itu. Ia selalu bertingkah seolah masih seperti dulu dalam diamnya. Namun ia tetap saja menyakiti hatinya dengan tetap bersama Niken. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Para pendukung SMA Tunas Bangsa bersorak gembira karena pertandingan diakhiri dengan sekolah mereka yang menjadi juara. Ali berserta timnya juga terlihat bergembira di lapangan karena berhasil memenangkan pertandingan ini. Mereka terlihat saling berpelukan merayakan kemenangannya. Para tim cheers melompat-lompat girang tim kebanggaan mereka menang. Niken berlari memasuki lapangan diikuti teman-temannya. Dengan cepat ia memeluk Ali memberikan ucapan selamat. Ali yang mendapatkan pelukan dari Niken secara tiba-tiba sontak merasa kaget, hampir saja ia tidak bisa menjaga keseimbangannya. Para penonton memekik histeris melihat adegan itu. Ada beberapa orang yang langsung mengabadikan momen itu. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang memegang akun sosial media sekolah maupun bagian majalah sekolah untuk mengisi topik hangat di majalah mereka edisi bulan ini. Melihat adegan yang membuat perasaannya kembali nyeri, Prilly memilih untuk mengalihkan pandangannya. Ia mencengkeram erat sebuah kalung yang ia genggam di tangannya sejak tadi. Ia kira kalung ini akan mampu membuatnya kuat, namun sepertinya kini ia merasa semakin yakin dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya pada kalung itu. Ali yang masih dalam pelukan Niken tidak mengalihkan pandangannya sama sekali pada Prilly yang kini sedang tertunduk. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan dirinya. Gino yang sedari tadi memperhatikan adegan berpelukan yang membuatnya merasa muak itu beralih menatap seseorang yang masih setia duduk di bangku penonton namun sembari menunduk. Ia paham, pasti gadis itu tidak ingin melihat pemandangan di hadapannya kini. Tadi saat menegur Ali yang tidak konsentrasi bermain dan malah melihat ke arah bangku penonton membuat Gino



80



POPULAR mengikuti arah pandangannya dan mendapati seseorang yang ia tahu adalah mantan kekasih Ali sedang duduk disana. “Udah selesai nyakitin diri sendirinya?” Tanya Ana dengan nada yang terdengar kesal. Ia sebenarnya tidak ingin marah pada Prilly karena ia tahu bahwa Prilly masih sangat mencintai Ali. Namun ia menyesalkan tindakan Prilly yang mengabaikan ucapannya sebelumnya untuk tidak dapat ke tempat ini. Kekhawatirannya ternyata terbukti, datang ke tempat ini malah membuat hatinya semakin terluka. Tanpa menjawab pertanyaan Ana, Prilly bangkit dari duduknya dan pergi dari tempat itu. Ana menghela nafas kasar, ia ikut bangkit dan menyusul sahabatnya itu. Beberapa orang yang sedari tadi memperhatikan Prilly karena merasa penasaran reaksi gadis itu saat melihat mantannya bermesraan dengan pacar barunya kini saling berbisik-bisik. Mereka menerka bahwa gadis itu pergi pasti karena merasa tidak kuat dan sakit hati. Beberapa dari mereka ada yang merasa kasihan pada Prilly, kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Jika mereka berada di posisi Prilly pasti rasanya sangat sakit. Namun ada juga beberapa orang yang terlihat tidak peduli karena bagi mereka Prilly memang tidak pantas untuk Nata. *** Merasa tidak menarik untuk ikut berlama-lama merayakan kemenangan di sekitar lapangan basket membuat Gino dan teman-temannya memutuskan untuk pergi. Sepertinya nongkrong di kantin sembari mengisi perut yang lapar lebih menarik. Saat berjalan menjauh dari lapangan, David dan Panca terdengar memuji permainan Gino yang menurut mereka sangat bagus tadi, meskipun pertandingan di dominasi oleh Nata, namun Gino juga tidak kalah banyak menembak bola ke ring. Gino sesekali terlihat tertawa saat David dan Panca meledek Luki yang permainannya di pertandingan tadi tidak sehebat dirinya. Luki yang merasa dibully hanya mampu memperlihatkan wajah masamnya. “Eitssssss hati-hati dong. Jalan yang benar.” Luki yang masih kesal karena diledeki temantemannya makin merasa kesal saat seseorang yang sepertinya tidak berjalan dengan baik menabrak bahunya. Posisi Luki yang berjalan paling pinggir membuat ialah yang menjadi sasaran. “Ma.. maaf.” Prilly menunduk takut saat tindakannya yang berjalan sembari menunduk malah membuat ia menabrak Luki. Tadinya ia ingin sesegera mungkin untuk menjauh dari area lapangan, mungkin karena itulah ia menjadi sangat terburu-buru dan tidak berkonsentrasi saat berjalan. Gino menautkan alisnya, ternyata gadis itu lagi. “Sorry ya Prilly gak sengaja kok, maaf banget, yuk Prill.” Dengan cepat Ana menarik tangan Prilly menjauh dari mereka. Ia tidak ingin disaat suasana hati sahabatnya itu sedang tidak enak, ia harus berhadapan dengan Gino CS yang terkenal nakal dan suka membully orang itu. “Tunggu.” Kedua gadis itu berhenti melangkah. Mereka saling bertatap untuk beberapa saat kemudian berbalik. Untuk apa Gino memanggilnya? Gino berjalan mendekati Prilly dan Ana diikuti oleh teman-temannya. Luki tersenyum miring, ia yakin Gino tidak akan tinggal diam saat ada seseorang yang mengusik salah satu diantara mereka. Rasanya sudah cukup lama mereka tidak mengerjai orang lain, sepertinya gadis yang ia ketahui mantan Nata yang merupakan musuh Gino itu merupakan target yang pas sebagai hiburan mereka nantinya. Prilly merasa gugup saat Gino menatapnya. Mungkin Gino menatapnya biasa saja, namun karena memang matanya sudah sangat tajam, gadis itu merasa sedang diintimidasi dengan



81



POPULAR tatapannya. Ia menerka-nerka jika mungkin Gino masih mengingat kejadian kemarin dimana ia membuat Gino jatuh tersungkur. Mungkin saja kini Gino akan membalasnya terlebih lagi ia sudah menabrak temannya, habislah kau Prilly! Maki Prilly pada dirinya sendiri. Beberapa orang yang saat itu juga keluar dari area lapangan basket terlihat memperhatikan mereka. Mereka dibuat penasaran kenapa Gino CS bisa bersama Prilly dan sahabatnya itu. Tidak butuh lama mereka sudah bisa menebak, pasti salah satu diantara kedua gadis yang biasa saja itu baru saja mencari masalah dengan Gino atau salah satu temannya, karena mereka paham betul, Gino si tampan namun galak itu hanya akan berbicara dengan orang lain selain ketiga temannya jika sedang ada yang mencari masalah dengannya. Diluar dugaan, alih-alih memaki Prilly, Gino malah berlutut di hadapan gadis itu. Ia mengernyitkan dahinya saat melihat plester yang ia berikan pada gadis itu masih berada di lututnya. Tangan Gino terangkat untuk membuka plester itu. Prilly yang sempat merasa kaget dengan apa yang dilakukan Gino berusaha untuk menjauhkan kakinya, namun dengan cepat ditahan oleh Gino, akhirnya Prilly pasrah. Gino berdecap saat melihat bagian luka di lututnya terlihat memucat. Ia mengambil plester baru di sakunya kemudian memasangkannya pada lutut Prilly. “Lo gak punya wawasan sama sekali ya? Plester itu gak bisa dipakai seharian kayak gitu. Harusnya kemarin lo buka,” kesal Gino yang kini sudah kembali berdiri. Prilly merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia lupa dan tidak memperhatikan lututnya bahkan saat ia mandi. “Gu... gue lupa,” balas Prilly pelan. Gino terdengar menghela nafas kasar. Kenapa gadis itu terlihat sangat takut padanya? “Makasih.” Tidak ingin berlama-lama menjadi pusat perhatian karena apa yang baru saja dilakukan Gino membuat Prilly langsung menarik Ana untuk pergi dari tempat itu. Gino mengerutkan dahinya melihat kepergian gadis itu, kenapa ia selalu terlihat gugup saat berbicara dengannya? Sepertinya ia takut mengingat dulu Gino memberikan kesan pertama yang buruk saat ia masih bersama Ali. “Lo sama tu cewek ada hubungan apa?” Tanya Luki untuk menjawab rasa penasarannya. David dan Panca ikut terlihat penasaran. “Gak ada,” balas Gino singkat kemudian melanjutkan langkahnya. Ia sempat melirik Ali yang terlihat berdiri mematung memperhatikannya dari jauh. Sejak kapan ia berdiri disana? Merasa tidak peduli, Gino berlalu pergi diikuti teman-temannya. Ali menatap kepergian Gino dengan nafas yang memburu. Sepertinya takdir benar-benar mempermainkannya saat ini. Tiba-tiba saja musuhnya terlihat dekat dengan mantannya. Bagus sekali, lengkap sudah!



82



POPULAR



Chapter 26 *** “Belakangan ini kok lo kayak menjauh gitu sih dari gue.” Hening, tidak ada jawaban. Yang diajak bicara malah terlihat memilih-milih minuman apa yang terlihat lezat untuk ia minum. Setelah mendapatkan yang ia inginkan yaitu sekaleng minuman bersoda, ia berlalu begitu saja mengabaikan pertanyaan Farel. Hal itu makin membuat Farel yakin bahwa ada yang tidak beres dengan temannya itu. Dengan sekali tepukan pelan di bahu, Farel berhasil menghentikan langkahnya. “Lo kenapa sih Nat? Sejak pulang dari pucak lo bahkan gak pernah ngobrol sama gue lagi. Dan kenapa juga lo gak cerita sama gue kenapa lo bisa jadian sama Niken?” Tanyanya. Farel benar-benar merasa bingung dengan sikap Ali beberapa hari belakangan ini. Ali menghembuskan nafasnya kasar, ia sedang tidak ingin diganggu sebenarnya, apalagi mengingat suasana hatinya yang sedang tidak enak. “Emangnya lo gak tau kenapa? Gue kira lo ikutan. Mending lo tanya sama cewek lo deh,” balas Ali dengan ekspresi datarnya dan berlalu menghampiri teman-temannya yang lain. Farel menatap kepergian Ali dengan bingung. Kebingungannya makin bertambah sekarang setelah mendengar jawaban dari Ali. Apa hubungannya dengan Salsa? Berusaha mengabaikan kebingungannya, Farel memutuskan untuk kembali berkumpul bersama teman-temannya. Hari ini para tim basket dan tim cheers sedang berkumpul di kediaman Farel untuk merayakan kemenangan mereka. Kebetulan orang tua Farel sedang mempunyai pekerjaan di luar kota, oleh karena itulah Farel memutuskan untuk mengundang teman-temannya ke rumahnya. “Guys, gue balik duluan ya.” “Yah kenapa Nat?” “Lagi pusing nih gue. Have fun ya.” Ali mengambil ponselnya yang tadi ia letakkan di atas meja kemudian bergegas pergi. Rasanya ia sudah tidak minat lagi berada di tempat ini. Farel yang melihat kepergian Ali hendak menahannya, namun saat melihat Niken menyusul Ali membuat Farel mengurung niatnya. Sepertinya Niken bisa mengatasinya. “Nat, kamu mau kemana?” Niken menahan lengan Ali agar berhenti. Ali menghentikan langkahnya dengan terpaksa. Tadinya Niken sedang asyik berbincang-bincang dengan temantemannya, namun saat melihat kekasihnya itu pergi, ia langsung menyusulnya. “Pulang.” “Kok pulang sih? Kita baru aja mulai.” “Gue lagi pusing.” “Kok kamu gitu sih? Lagian kenapa gak bilang sama aku dan langsung pergi gitu aja? Harusnya kamu bilang, kan aku bisa antar kamu ke dokter,” ucap Niken khawatir. “Kayaknya gak semuanya deh harus gue omongin ke elo. Gue pusing dan mau pulang, harus minta izin lo dulu?” Tanya Ali terdengar kesal. “Ma..maksud aku gak gitu.”



83



POPULAR “Udahlah Nik, gue benar-benar lagi kepingin sendiri. Lo nikmati aja pestanya,” ucap Ali lagi kemudian berlalu dari hadapan Niken tanpa berniat mendengarkan ucapan Niken kembali. Niken hanya menatap geram kepergian Ali. Lelaki itu selalu saja bersikap seperti itu yang mampu membuat perasaannya menjadi nyeri. Niken menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Ia tidak ingin mengganggu Ali saat ini, karena ia tahu perasaan Ali sedang tidak enak. Sejak kemarin kekasihnya itu terlihat murung dan tidak banyak bicara, bukan hanya kepadanya namun kepada semua orang terutama teman-temannya. “Nata pergi?” Niken sedikit terkejut merasakan rangkulan di bahunya, ternyata Salsa sahabatnya. “Katanya lagi pusing.” “Ya udahlah biarin.” “Tapikan gue mau pacar gue ada disini.” “Nik, jangan bikin Nata gak nyaman,” saran Salsa. Niken menoleh cepat pada sahabatnya sejak kecil itu. Untuk pertama kalinya Salsa menyangkal keinginannya. “Maksud lo? Nata nyaman kok. Dia cuma lagi gak enak badan aja. Gue gak suka ya Sal lo kayak gitu,” kesal Niken. Salsa harus menghela nafas pelan melihat Niken berlalu begitu saja di hadapannya dengan kesal. Ia sudah sangat hafal dengan sikap sahabatnya itu. Ia merasa sedikit menyesal sudah bersikap seperti tadi, namun ia sudah merasa harus lebih tegas pada Niken. Entahlah, Salsa merasa serba salah saat ini. *** “Gin... Gin... Gino... bangun dong baby G. Buka dulu pintunya, mami mau ngomong.” Teriakan dari luar kamar bukannya membuat Gino bangun, ia malah menarik selimut yang tadinya hanya menutupi dirinya sebatas leher, namun kini sudah menutupi dirinya sempurna. Dinginnya udara kamar oleh pendingin ruangan membuat ia merasa ingin lebih lama bermalas-malasan. Dengan sengaja ia tidak berniat untuk membuka mata meskipun suara dari luar kamar cukup mengganggu tidurnya. “Baby G! Mami marah nih.” Gino mengusap wajahnya gusar. Dengan sekali sentakan ia berhasil melepas selimutnya. Ia berjalan malas menuju pintu, membukanya, kemudian kembali berbaring di ranjang. Inggrit Zulia menggeleng kecil menghampiri putranya yang sudah kembali meringkuk di dalam selimut. Sepertinya akan menjadi tugas besar membangunkannya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, namun Gino sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda akan bangun. “Bangun dong Gin, temanin mami ke panti.” “Masih ngantuk Mi.” “Kamu mah masa mami dibiarin pergi sendiri.” Inggrit menarik selimut yang menutupi tubuh putranya itu. Dengan terpaksa Gino bangun dari tidurnya. Dengan wajah yang ditekuk ia duduk dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Musnah sudah rencananya untuk bermalas-malasan di



84



POPULAR hari minggu ini. Padahal ia sudah berniat untuk tidak melakukan apa-apa hari ini, bahkan ia tidak menghadiri acara perayaan kemenangan tim basketnya karena sudah berniat untuk bangun siang. “Ya udah deh, aku mandi dulu,” ucapnya terdengar masih kesal namun sudah mampu membuat Inggrit tersenyum senang. “Nah gitu dong. Ya udah, mami tunggu di bawah ya,” ucap Inggrit sebelum akhirnya keluar dari kamar Gino. Melihat ibunya itu sudah menghilang di balik pintu, Gino kembali menggapai-gapai selimutnya. Setelah dapat, ia kembali menutup tubuhnya dengan selimut. Mungkin ia bisa kembali tidur untuk beberapa menit. “Baby G! Jangan tidur lagi. Mami tahu kamu sekarang udah di dalam selimut lagi. Buruan mandi, nanti kita harus mampir dulu beli makanan!” Gino bangkit dari tidurnya dengan kesal. Ia mengacak-acak rambutnya mendengar teriakan Inggir. Ibu cantiknya itu bertingkah seperti seorang peramal yang bisa mengetahui apa yang ia lakukan. Dengan malas Gino bergegas ke kamar mandi. Sebenarnya sejak kemarin Inggrit sudah memintanya untuk menemani ke panti pagi ini. Namun Gino pikir jika ia bangun siang, Inggrit tidak akan mengajaknya. Namun sepertinya Inggrit tidak merubah pikirannya sama sekali. Meskipun terlihat terpaksa, namun Gino juga tidak tega jika membiarkan ibunya pergi sendiri. *** Mobil ferarri Ali berhenti sempurna di depan toko kue. Bibirnya membentuk seulas senyuman kecil saat melihat toko yang rasanya sudah cukup lama tidak ia datangi. Jika dulu ia bisa memarkirkan mobilnya bebas di depan halaman toko itu, namun kali ini Ali lebih memilih untuk memarkirkan mobilnya di seberang toko itu. Setidaknya tempat inilah yang tepat mengingat situasi saat ini. Dari dalam mobil Ali mengamati ke dalam toko kue yang berdinding kaca itu. Seharusnya ia bisa melihat seseorang yang ia cari tengah melayani pelanggan yang datang, namun ia tidak melihat siapa-siapa kecuali Megi. Kemana Prilly? Seharusnya di pagi minggu ini ia sudah berada di toko kuenya. Mungkin saja Prilly sedang memasak di dapur, pikir Ali. Ali menyandarkan punggungnya pada jok mobil, memilih untuk menunggu seseorang yang menjadi tujuan Ali datang ke tempat ini muncul. Tadinya setelah dari rumah Farel, Ali memang berencana untuk pulang. Namun tiba-tiba saja tujuannya berubah. Pandangannya menerawang menembus dinding kaca toko yang dulu sering ia kunjungi. Kenangan-kenangan dulu muncul kembali, membuat ia seolah-olah sedang menyaksikan kembali kejadian manis yang dulu pernah tercipta di toko kue itu. Tanpa sadar Ali tersenyum mengingat masamasa itu. *** Suara ibu Rahayu selaku pengasuh panti sekaligus pendirinya yang terdengar seperti menyambut kedatangan seseorang menarik perhatian Prilly yang saat itu sedang menemani salah seorang anak panti bermain. Sepertinya itu donatur baru yang tadi diceritakan oleh Bu Rahayu padanya. Merasa penasaran, Prilly memutuskan untuk menghampiri. Prilly tersenyum saat melihat wanita cantik itu menyadari kedatangannya.



85



POPULAR “Prill, kenalin, ini ibu Inggrit, donatur baru panti ini. Dan ibu Inggrit, ini adalah Prilly yang sering membantu-bantu kegiatan di panti,” Bu Rahayu memperkenalkan kedua orang yang sedang bersamanya. Mereka berdua saling berjabat tangan dan melemparkan senyuman perkenalan. “Mari masuk Bu,” ajak Bu Rahayu sopan. Inggrit mengangguk kemudian mengikuti Bu Rahayu untuk duduk di ruang khusus tamu sementara Prilly langsung menuju dapur untuk membuatkan minuman. Prilly yang berencana ingin ikut masuk harus mengurungkan niatnya saat melihat seseorang yang tiba-tiba datang dengan box besar makanan di tangannya, sepertinya ia kesulitan membawa makanan sebanyak itu bahkan hingga wajahnya tertutupi box dan jalannya sedikit sempoyongan. Merasa ia kesulitan menemukan pintu masuk karena pandangannya yang terbatas, Prilly langsung berniat untuk menghampirinya dan membantunya. “Sini aku bantuin bawainnya,” tawar Prilly. “Gak usah, gue bisa sendiri. Tunjuki aja pintu masuknya dimana,” balasnya terdengar tidak sabaran. Prilly pun akhirnya menggiringnya menuju pintu masuk. Setelah masuk ia langsung meletakkan makanan itu di atas meja. Inggrit terkekeh melihat putranya, hal itu sontak membuat Gino merasa kesal. Bisa-bisanya ibunya itu bahagia melihat anak menderita. “Sini duduk.” Inggrit menepuk bagian sofa di sampingnya dan membiarkan Gino duduk di situ. Prilly tersentak kaget menyadari orang itu adalah Gino saat wajahnya sudah tidak tertutup box lagi. Bagaimana bisa ia ada disini? “Prill, tolong bikinin teh buat bu Inggrit sama anaknya ya,” pinta Bu Rahayu. Mendengar ibu di hadapannya berbicara pada seseorang, Gino mengikuti arah pandangannya. Tidak jauh berbeda dengan Prilly, Gino pun juga sama terkejutnya. Ia tidak menyangka orang yang berbicara padanya di pintu masuk tadi adalah orang yang sama dengan yang ia temui di rooftop sekolah dan di luar lapangan basket beberapa hari yang lalu. “Baik Bu,” balas Prilly saat sudah mulai tersadar dari keterkejutannya dan langsung bergegas menuju dapur. Gino mengikuti gerak-gerik gadis itu. Ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Prilly. Ya meskipun ia pasti akan bertemu dengan Prilly karena mereka memang satu sekolah, namun Gino tidak menduga jika takdir juga akan mempertemukan mereka di luar sekolah seperti saat ini. Setelah kepergian Prilly ke dapur, Rahayu dan Inggrit mulai berbincang-bincang. Rahayu menjelaskan tentang kondisi panti. Gino terlihat juga ikut mendengarkan. Inggrit adalah seorang pengusaha sukses di bidang fashion. Bukan sebagai desainer, ia lebih kepada pendiri beberapa brand fashion terkenal di negeri ini hingga ke luar negeri. Beberapa waktu yang lalu Inggrit baru saja mengeluarkan brand baru berupa pakaian remaja. Merasa kesuksesan selalu menghampirinya membuat Inggrit tersadar untuk selalu berbagi. Oleh karena itulah Inggrit memilih salah satu panti untuk selalu ia donasikan secara rutin serta penjualan produk-produknya nanti sebagian akan di sumbangkan untuk panti ini. Tidak lama Prilly kembali bergabung dengan mereka. Gadis itu membawa dua cangkir teh kemudian mempersilahkan Inggrit dan Gino untuk meminumnya. Ia ikut larut dalam obrolan itu, lebih tepatnya menjadi pendengar. Sebelum akhirnya Inggrit bertanya mengenai Prilly dan baru mengetahui bahwa Prilly dan Gino satu sekolah.



86



POPULAR “Gin, bagiin makanannya dong,” ucap Inggrit pada putranya. “Wah bawa makanan ya Bu, jadi ngerepotin.” “Gak papa kok bu Rahayu.” “Prill, panggilin anak-anak bawa ke ruang makan ya. Ajak nak Gino. Bu Inggrit mau lihat-lihat panti dulu,” ucap Bu Rahayu. Prilly mengangguk patuh. Ia melirik Gino yang sedang menatapnya. Ia menjadi bingung bagaimana harus mengajak Gino ikut bersamanya, apalagi mengingat Gino adalah orang yang ketus. Ia tidak siap jika menerima sikap ketus Gino di depan Inggrit dan bu Rahayu. Mengerti kebingungan gadis itu yang seperti ingin mengatakan sesuatu namun tak kunjung ia katakan membuat Gino langsung bangkit dari duduknya dan mengambil box besar berisi beberapa burger, kentang goreng, dan susu. Prilly menghela nafas lega, setidaknya Gino paham apa yang ia pikirkan. Prilly langsung pergi untuk mengumpulkan anak-anak diikuti Gino di belakangnya. *** Anak-anak panti terlihat makan dengan begitu lahapnya. Prilly tersenyum melihat mereka saling melempar candaan dan tertawa di sela-sela makannya. Berbeda dengan Prilly yang menjadikan anak-anak sebagai obyek pandangannya, Gino malah menatap gadis di sampingnya. Ia tidak menyangka jika gadis yang terlihat pendiam dan tidak mencolok di sekolah itu ternyata ikut mengurus sebuah panti. “Kak, kak Ali mana?” Tanya seorang anak kecil yang datang menghampiri Prilly. Prilly cukup dibuat tercekat dengan pertanyaan itu. “Kak Alinya lagi sibuk Sayang, nanti kalau ada waktu pasti main kesini, lanjut lagi gih makannya.” Hanya jawaban itu yang bisa ia berikan. Entahlah benar atau tidak Ali akan menginjakkan kakinya kembali ke tempat ini. Atau mungkin ia sudah lupa dengan rutinitasnya dulu. Anak kecil itu langsung pergi setelah mendapat jawaban dari Prilly. Setidaknya ia sudah mendapatkan jawaban yang nantinya akan ia sampaikan pada teman-temannya yang juga merindukan kehadiran Ali di antara mereka. “Makasih ya udah bawain makanan untuk anak-anak.” “Lo ngomong sama siapa?” Prilly meremas ujung bajunya mendengar pertanyaan jawaban sinis dari Gino. Ia memperhatikan ujung kakinya mengalihkan rasa gugupnya. “Kalau ngomong sama orang itu lihat orangnya,” ucap Gino lagi. Mengerti maksud perkataan Gino, perlahan Prilly mulai mengalihkan pandangannya menatap mata tajam milik Gino. Entah mengapa ia selalu merasa gugup jika berbicara dengan Gino. Mungkin mengingat dulu Gino sering berlaku tidak baik dengannya dan Ali maupun dengan orang lain. “Makasih,” ulang Prilly lagi namun kini dengan menatap Gino. “Sama-sama,” balas Gino singkat dan berlalu dari hadapan Prilly. Prilly menghembuskan nafasnya lega. Ia mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa Gino tidak seburuk yang ia pikirkan. Lagi pula ia tidak seharusnya bersikap seperti itu di hadapan Gino. Prilly melirik jam di ponselnya yang sedari tadi ia genggam. Sudah terlalu lama sepertinya ia berada di panti, ia harus segera ke toko kue karena ini hari minggu, pasti akan cukup ramai. Ia mengambil tasnya di sofa kemudian berpamitan pada anak-anak sebelum akhirnya pergi.



87



POPULAR “Tante, bu Rahayu mana ya?” Tanya Prilly saat tidak mendapati Bu Rahayu dan hanya ada Inggrit dan Gino yang sedang duduk di ruang tamu. “Lagi ngambil proposal Prill.” “Oh gitu, ya udah Prilly pamit ya Tan.” “Loh kamu udah mau pulang? pulang pakai apa? Di luar medung loh.” “Pakai angkot aja Tan, nanti juga banyak yang lewat. Lagian Prilly mau ke toko kue,” balas Prilly. “Ya udah kalau gitu biar diantar Gino aja ya. Iya kan Gin?” Inggrit bertanya pada putranya. Gino yang sedari tadi sedang fokus pada ponselnya beralih menatap ibunya dan Prilly bergantian. “Gak usah Tan, Prilly naik angkot aja,” tolak Prilly halus. “Gak papa, takutnya nanti hujan. Udah Gin, antari Prilly sana.” “Terus Mami gimana?” Tanya Gino buka suara. “Mami nanti minta dijemput sopir aja, lagian kayaknya mami masih lumayan lama disini. Kamu pasti bosan.” “Ya udah.” Gino mengambil kunci mobilnya di meja kemudian mendahului Prilly menuju mobilnya. Dalam hari Prilly merutuki lelaki itu kesal. Ia hanya berlalu tanpa mengatakan apa pun padanya. “Baby G, ajak Prilly juga dong,” ucap Inggrit sedikit berteriak. Ia menggeleng melihat sikap putranya itu. Gino menghentikan langkahnya menatap ibunya tajam. Bisa-bisanya ia memanggil Gino dengan panggilan kecilnya itu di depan Prilly. Gino melirik Prilly yang seperti sedang menahan senyumnya. Baby G? Apa itu? Rasanya lucu mendengar orang semenyeramkan Gino dipanggil dengan panggilan begitu manis. “Katanya mau pergi,” ucap Gino menyadarkan Prilly. “Prilly pamit dulu ya Tan, makasih udah mampir,” ucap Prilly ramah. Inggrit tersenyum dengan anggukan kecil. Setelah itu Prilly mengikuti Gino menuju mobil lelaki itu. Di dalam mobil hanya terjadi keheningan setelah Prilly memberi tahu Gino tujuannya. Prilly menatap keluar jendela, mendung. Memang sejak tadi pagi matahari belum menampakkan wujudnya dan sepertinya lebih nyaman untuk bersembunyi di balik awan. Satu persatu air jatuh dan mengenai jendela mobil. Benar kata Inggrit, hujan benar-benar turun. Ingatan Prilly langsung berkelana mengingat kenangan-kenangan dulu. Jujur ia tidak pernah berada satu mobil dengan seorang lelaki kecuali Ali. Ia jadi teringat jika ia sedang bersama Ali di dalam mobil, pasti ia tidak akan berhenti tertawa mendengar candaan Ali atau saat Ali menggodanya. Atau juga mereka sering mengabadikan foto saat sedang berada di mobil untuk mengisi kemacetan. Tanpa sadar Prilly tersenyum mengingat kenangan manis itu. Gino yang terlihat fokus menyetir sesekali mencuri pandang pada Prilly yang sedang termenung. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Namun yang pasti tidak akan jauh dari lelaki yang sampai saat ini tidak memiliki hubungan baik dengan Gino.



88



POPULAR “Gak mau turun?” Pertanyaan Gino itu menyentakkan lamunan Prilly. Ia melihat sekitarnya, ternyata mereka sudah sampai di depan toko kue milik Prilly. Kenapa ia tidak sadar bahwa mereka sudah sampai? Sepertinya Prilly terlalu asyik melamun. “Makasih ya, mau mampir dulu?” Tanya Prilly. “Gak usah.” “Kenapa? Lagi hujan juga kan. Mampir aja dulu, nanti gue bikinin kopi dan kue. Lo coba aja, enak loh dingin-dingin Gino minum yang hangat-hangat.” Gino menautkan alisnya. Untuk pertama kalinya gadis ini berbicara cukup banyak yang terlihat antusias padanya. Prilly yang menyadari dirinya terlalu banyak bicara langsung kembali terdiam. “Oke,” balas Gino. Gino keluar dari mobilnya dengan berlari-lari kecil memasuki toko kue. Prilly tersenyum, ia pikir Gino akan kembali menolak. Setidaknya Prilly ingin membalas kebaikan Gino hari ini dengan membuatkan kopi dan kue. Prilly pun akhirnya ikut keluar dari mobil menyusul Gino. Terlihat Gino sudah duduk di salah satu kursi. Prilly memutuskan untuk langsung ke dapur membuat Gino secangkir kopi dan menyiapkan kue. Gino mengedarkan pandangannya meneliti setiap sudut toko kue ini. Ia pernah melihat toko kue ini sebelumnya karena ia cukup sering melewati jalan ini. Namun ia baru tahu jika toko kue ini adalah milik Prilly. Satu lagi fakta tentang gadis itu yang ia dapat hari ini. Tidak lama Prilly kembali dengan membawa dua cangkir kopi dan dua potong kue untuknya dan Gino. Ia berpikir bahwa Gino pasti tidak akan nyaman jika makan sendiri dan ia hanya melihat. Karena itulah Prilly memutuskan untuk ikut bergabung dengan Gino menyantap kopi dan kuenya. “Nih gue bikinin kopi sama red velvet, sama kayak kesukaan Ali.” Gino mengernyitkan dahinya, sudah dua kali ini mendengar nama itu. Sebenarnya siapa Ali? “Ali?” “Bu.. bukan, maksudnya mungkin lo bakal suka red velvet,” elak Prilly. Ia merutuki dirinya. Bisa-bisanya ia mengingat hal itu disaat seperti ini. Untung saja sepertinya Gino tidak tahu jika Ali adalah Nata. “Gue lebih suka gorengan,” ucap Gino. “Tapikan gorengan gak sehat.” “Terus lo pikir kue lo ini sehat?” Prilly mengerucutkan bibirnya mendengar pertanyaan yang lebih tepatnya terdengar seperti sebuah sindiran. Gino ini memang benar-benar tengil dan menyebalkan. Bicaranya memang hemat, namun kadang suka menyakitkan. Merasa kesal Prilly mengambil kembali kue yang ia berikan dan berniat untuk meletakkan kembali. “Niat gak sih ngasih gue? Kok diambil lagi.” Prilly mengentakkan kakinya kesal dengan muka yang ditekuk meletakkan kembali kue itu ke hadapan Gino. Melihat gadis itu kesal, Gino malah tertawa kecil merasa puas, terlihat menggemaskan. Gino mulai mencicipi kue itu. Prilly menatap Gino tanpa berkedip, untuk pertama kalinya ia melihat Gino tertawa dan itu karenanya. Tanpa sadar Prilly tersenyum. Meskipun Gino tidak mengeluarkan pujian atas kuenya, namun Prilly tahu jika ia menyukainya. Hal itu dapat ia simpulkan karena Gino terlihat begitu lahap memakannya hingga habis.



89



POPULAR “Gin,” panggilan Prilly itu membuat Gino yang sedari tadi mengaduk-aduk kopinya beralih pada Prilly. “Makasih ya udah nolongin gue beberapa kali. Gue pikir lo orangnya songong banget, ternyata memang benar,” Prilly terkikik geli sementara Gino memutar bola matanya malas. Ia pikir gadis ini akan memujinya. “Bercanda, ternyata lo orangnya baik,” puji Prilly tulus. Meskipun Gino selalu bersikap ketus, namun sepertinya ia bisa menjadi teman yang baik. “Terkadang kebaikan itu gak bisa dilihat, tapi harus temukan,” ucap Gino. Prilly mengangguk setuju. Ya Gino benar, dan cara menemukannya adalah dengan cara mendekatinya. “Tumben baby G bijak,” ledek Prilly diiringi tawa gelinya. Gino membulatkan matanya. Bisabisanya gadis ini memanggilnya dengan sebutan itu. Hilang sudah kesan sangar pada dirinya di depan gadis ini. Sepertinya Gino harus protes pada ibunya saat pulang nanti karena sudah membuat Prilly tahu panggilan kecilnya itu. “Dari pada lo ngeledekin gue mending ambilin gue kue lagi deh.” “Katanya tadi lebih suka gorengan, kue gue gak sehat.” “Gue berubah pikiran.” Prilly kembali tertawa kemudian berlalu untuk mengambilkan kue lagi. Gino tersenyum melihat kepergian gadis itu. Setidaknya kini ia tidak lagi melihat kegugupan darinya ketika mereka berbicara. Tiba-tiba Gino teringat oleh sosok Nata. Pantas saja Nata terlihat sangat terpikat dengan gadis itu, ia memang pribadi yang menyenangkan. *** Ali mencengkeram setir mobil dengan sangat erat. Dipejamkannya matanya erat-erat untuk berhenti menatap pemandangan yang membuat dadanya terasa sesak. Ia kembali menatap ke arah dalam toko kue yang memperlihatkan dua orang sedang berbincang-bincang. Sudah berjam-jam Ali menunggu di tempat ini, bahkan hujanpun tidak membuatnya berniat untuk pergi agar bisa melihat gadis itu meskipun dari jauh. Namun yang ia dapati adalah pemandangan gadis itu datang bersama orang yang ia ketahui adalah musuhnya, dan mereka terlihat makan berdua di dalam toko kue. Ali kembali mengusap wajahnya gusar. Ditenggelamkannya wajahnya pada setir mobil. Mungkin Prilly sudah benar-bebar melupakannya.



90



POPULAR



Chapter 27 *** “Na, makannya buruan dong. Lagian lo ngapain sih makan disini. Inikan tempat Gino sama teman-temannya. Kalau mereka lihat, pasti kita diusir. Lo sih belum rasai, gue dulu udah pernah.” “Santai aja Prill, gue tadi pagi gak sarapan, jadi lapar banget. Lagian kan lo sama Gino udah temanan, masa iya dia berani ngusir lo.” “Ya iya sih, tapi lo tahu sendiri gimana Gino, seram tau.” “Ya gue taulah, Ginokan monster paling manis yang pernah tercipta.” Prilly memutar bola matanya jengah mendengar jawaban demi jawaban yang dilontarkan oleh sahabatnya itu. Bukannya mempercepat makannya, ia malah terlihat sangat menikmati suapan demi suapan bakso yang memasuki mulutnya. Ia bahkan tidak memedulikan Prilly yang duduk dengan gelisah di kursi yang terdapat di sudut kantin. Ia tahu betul bahwa bangku ini adalah markasnya Gino CS. Masih terekam jelas dalam ingatan Prilly dulu ia dan Ali diusir oleh Gino dan teman-temannya. Meskipun ia dan Gino sudah bertemu dan saling berbicara beberapa kali, namun tetap saja Prilly merasa takut, belum lagi dengan teman-teman Gino yang tak kalah ketusnya dengan Gino. “Na, buruan dong. Udah bungkus aja.” “Sabar dong, panas tahu.” Mata Prilly membulat sempurna saat melihat Gino dan teman-temannya memasuki kantin. Suara gurauan mereka langsung memenuhi seisi kantin. Para siswi yang berada di kantin ini langsung terkesiap melihat salah satu cassanova sekolah sudah tiba di kantin. Meskipun Gino terkesan jutek dan ketus, tidak seperti Nata idola baru mereka yang lebih cenderung sedikit ramah, namun hal itu tidak mengurangi pesona Gino bagi mereka. Di kantin inilah mereka bisa mencuri-curi pandang untuk menikmati salah satu ciptaan Tuhan yang indah itu saat sedang makan dan bercanda gurau dengan teman-temannya. “Kayaknya ada penghuni baru nih.” Prilly terkesiap mendengar ucapan David. Prilly menyikut Ana pelan agar ia yang sedang asyik dengan makanannya tersadar bahwa Gino CS sudah tiba. Merasa sikutan dari Prilly, Ana mendongakkan wajahnya. Dengan mulut yang penuh dengan bakso, Ana membulatkan matanya melihat Gino dan teman-temannya yang sedang menatap mereka. “Lo bukannya yang waktu itu nabrak gue ya?” Luki menatap Prilly sembari mengingat-ingat kejadian saat itu, tepatnya saat Prilly dengan tidak sengaja menabraknya saat keluar dari lapangan basket. “Iya, maaf ya,” balas Prilly pelan. Prilly sempat melirik Gino dengan ekor matanya yang terlihat terus menatapnya. “Gue makannya udah siap nih. Maaf ya mejanya dipakai bentar, yuk Prill.” Ana menarik tangan Prilly. Melihat tatapan Gino dan teman-temannya yang tajam membuat ia menyesal karena sedari tadi tidak mendengarkan ucapan Prilly. Tapi ia merasa ini bukan salahnya, ia lebih memilih untuk menyalahkan bakso buk Muni yang terasa sangat enak itu hingga membuatnya tidak bisa berhenti makan. Sebenarnya sangat disayangkan karena baksonya belum habis sempurna, namun ia berpikir lebih baik ia dan Prilly pergi terlebih dahulu sebelum diusir oleh Gino.



91



POPULAR “Yang udah selesai makan kan elo, teman lo belum makan,” ucap Gino. Ia berbicara namun matanya tidak lepas dari Prilly. “Gue... gue gak lapar kok,” balas Prilly. “Panca, pesanin kayak biasa, tapi tambah satu buat Prilly,” ucap Gino lagi. Panca yang memang selalu menjadi langganan bagian memesan makanan hanya mampu mengangguk dan bergegas pergi meskipun ia bingung kenapa Gino memesankan juga untuk gadis yang bernama Prilly itu. “Duduk lagi aja.” “Ta...” “Kue yang lo makan tadi pagi gak bakal bisa bikin lo kenyang sampai pulang sekolah. Kue lo gak semengenyangkan itu,” Gino berkata datar kemudian duduk berhadapan dengan Prilly. Luki dan David pun ikut duduk di samping Gino. Prilly mengerucutkan bibirnya kesal, apa maksudnya membawa-bawa kuenya? Lagi pula tahu dari mana ia jika Prilly selalu sarapan dengan kue? Gino tetap menyebalkan. Melihat Prilly dan Ana yang masih berdiri, Gino mengangkat dagunya seolah menginstruksikan mereka untuk duduk. Mengerti maksud Gino, Prilly dan Ana kembali duduk. “Gue gak ngerti lo sama Gino ada hubungan apa. Tapi ngelihat sikap Gino kayaknya kalian adalah teman. Jadi kalau gitu, lo teman gue juga. Gue Luki,” Luki memperkenalkan dirinya. “Iya Luki benar. Lo sama teman lo gak usah takutlah sama kita. Kita memang suka nyari mangsa buat dijadiin target hiburan, tapi kalau lo udah jadi teman kita, kita gak bakal makan kok. Gue David,” kini giliran David pula yang memperkenalkan diri. “Gue Ana,” balas Ana antusias memperkenalkan dirinya. Ia merasa sangat senang, itu artinya kelompok yang paling ditakuti di sekolah ini kini menjadi temannya. Menyadari sikap sahabatnya itu, Prilly langsung menyikut Ana, kenapa ia tidak bisa menjaga sikap sedikit saja “Lagian kita udah lama gak punya teman cewek, iya gak Gin?” Luki yang berada di samping Gino menepuk pundaknya pelan. Gino hanya mengedikkan bahunya. Tidak lama Panca kembali bergabung dengan mereka diiringi pelayan kantin yang membawakan makanan mereka. Merekapun larut dalam obrolannya terutama Ana dan teman-teman Gino. Pembawaan Ana yang santai dan lebih terkesan tidak ada malu atau canggung-canggungnya membuat ia terlihat santai saja menanggapi candaan teman-teman Gino. Berbeda dengan mereka, Gino dan Prilly lebih banyak diam dan fokus pada makanannya. Sesekali mereka saling melirik, namun tidak saling bicara. Seisi kantin menatap heran pemandangan yang agak asing ini. Ada anggota baru terlihat ikut bergabung dengan Gino CS. Sepertinya ini akan menjadi berita panas sekolah hari ini. Terlebih lagi mengingat bahwa Prilly adalah mantan kekasih Nata, dan Gino adalah musuh besar Nata. Belum cukup dihebohkan dengan berkumpulnya Prilly dengan Gino CS, tiba-tiba seisi kantin kembali heboh saat tiba-tiba Nata memasuki kantin. Seperti biasa ia datang bersama Niken kekasih barunya, Salsa dan juga Farel. Mereka semua kembali berbisik-bisik. Sepertinya akan lebih seru lagi. Pandangan Prilly dan Ali sama-sama bertemu. Hanya sesaat sampai akhirnya mereka samasama mengalihkan pandangannya masing-masing. Ali memilih duduk di tempat yang cukup jauh dari



92



POPULAR Prilly, entahlah mungkin semakin jauh lebih baik. Bahkan kalau bisa ia tidak ingin pemandangannya kembali menangkap bagian kursi di sudut kantin. “Gue makannya udah siap, gue balik ke kelas duluan ya,” ucap Prilly pelan pada Gino. Gino yang mengaduk-aduk jus jeruknya beralih menatap Prilly. Ia melirik teman-temannya sejenak yang terlihat masih asyik bercerita dengan Ana. Entah apa yang mereka ceritakan, namun Gino bisa sedikit menangkap bahwa Ana suka otomotif sama seperti teman-temannya. “Kenapa?” “Kenapa apanya?” “Makanan lo belum habis, kenapa udah mau pergi?” “Gue udah kenyang.” “Kenyang atau enek?” Gino tersenyum miring kemudian mengedikkan bahunya ke arah dimana Ali dan yang lainnya berada. Prilly menyipitkan matanya, apa maksud Gino? Prilly ingin pergi karena ada Ali? Ia menggeleng kecil menyangkal hal itu. Gino kembali tersenyum, namun kini terkesan mengejek. “Lo gak bisa bohong. Cewek adalah makhluk paling payah untuk menyembunyikan perasaanya.” “Oh ya Giorgino Savero? Gak usah bertingkah seolah-olah paling mengerti cewek deh,” kesal Prilly. Kini Gino terkekeh kecil. “Gue mau balik ke kelas,” ucap Prilly lagi. “Bareng gue aja.” “Gak usah, gue masih ingat jalan ke kelas.” “Ya udah silakan, tapi siap-siap aja di jalan lo diledeki orang-orang karena dikira gak kuat lihat mantan sama pacar barunya. Setidaknya kalau ada gue dan teman-teman gue, gue pastiin gak ada yang berani ngatain kita, gimana?” “Oke.. oke,” balas Prilly akhirnya. Mungkin Gino ada benarnya. Lagi pula Prilly sudah cukup jengah selalu menjadi bahan pembicaraan orang-orang yang selalu ingin tahu urusan orang lain di sekolah ini. Gino pun menginstruksikan teman-temannya untuk pergi dari kantin. Akhirnya mereka semua pun beranjak dari kantin. Ali sempat memperhatikan gerak gerik mereka dengan ekor matanya. Ia bernafas lega gadis itu sudah pergi, namun ia harus menahan sesak di dadanya saat melihat dengan siapa gadis itu pergi.



93



POPULAR



Chapter 28 *** “Lo duluan aja ke mobil.” Ali memberikan kunci mobilnya pada Niken. Niken yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya langsung menoleh pada Ali. “Loh, emangnya kamu mau kemana? Jangan bilang kamu mau ketemu sama mantan gak penting kamu itu.” “Namanya Prilly.” “Ya... ya... ya... terserah.” “Gue mau ke lapangan sebentar. Anak basket pada ngumpul.” “Aku ikut.” “Gue cuma mau dengar pengumuman sebentar. Udah lo duluan aja sana.” Jengah berdebat dengan gadis itu, Ali langsung berlalu meninggalkannya. Tadi Farel sempat memberitahunya bahwa para tim basket diminta untuk berkumpul usai pulang sekolah di lapangan. Untuk itulah Ali kini bergegas kesana. Saat ia sudah sampai ternyata semuanya sudah berada disana. “Nah Nata udah datang, jadi gue bisa langsung sampaiin pesan dari pak Riki ya,” ucap Farel saat melihat kedatangan Ali. “Lama banget, sok penting,” sindir Gino. Ali meliriknya tajam. “Jadi begini, tadi seharusnya pak Riki sampaiin ini ke Nata selaku kapten tim basket, tapi kata pak Riki dia gak lihat lo seharian ini dan ketemunya sama gue. Jadi dia langsung sampaiin ini,” jelas Farel mengambil jeda sejenak. “Kata pak Riki, aktivitas latihan basket akan diberhentikan dulu, karena sebentar lagikan kita bakal ujian kenaikan kelas. Nanti setelah itu baru kita mulai lagi latihan untuk turnamen selanjutnya yang bakal jadi turnamen terakhir kita sebelum nantinya digantikan sama anggota baru dari adik kelas,” jelasnya lagi melanjutkan. Semuanya terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya paham. “Turnamen kemarin adalah turnamen pertama dan terakhir gue. Gue gak bakal ikut lagi,” ucap Ali mengutarakan niatnya yang sudah cukup lama ingin ia sampaikan itu. “Loh kenapa? Lo berpotensi banget loh Nat, bahkan permainan lo kemarin bagus banget,” tanya Farel bingung. “Gue udah gak berminat aja.” “Ya baguslah, ada atau gak adanya dia sama aja. Gak ngaruh.” Gino dan Luki sama-sama terkekeh. Ali menatap Gino tajam. Tangannya ia kepalkan kuat-kuat hingga buku-buku jarinya menonjol. Merasa ucapan Gino memancing sesuatu yang sudah ia pendam sejak beberapa hari belakangan ini, Ali langsung berlari menghampiri Gino. Dicengkeramnya kerah seragam Gino dengan kuat. Gino yang mendapat serangan mendadak dari Ali itu tentu saja merasa tidak siap.



94



POPULAR “Lo bisa diam gak ha? Gue lagi gak ngomong sama lo!” Ali meneriaki Gino di depan wajahnya. Entah kenapa Ali merasa begitu geram pada Gino. Padahal sebelumnya ia sudah pernah mendengar ledekan Gino lebih menyakitkan dari pada itu, namun ia tidak pernah se-emosi ini. Tiba-tiba bayangan Gino yang memakaikan plester di lutut Prilly, Gino dan Prilly di toko kue Prilly serta bayangan kebersamaan mereka tadi pagi di kantin terlintas dalam benak Ali membuat Ali makin mencengkeram kuat kerah Gino. “Santai dong, kenapa lo jadi marah? Memang benarkan? Dulu gak ada lo kami juga menang. Jadi gak usah sok jago.” Gino mulai menantang dengan mendorong kuat bahu Ali hingga cengkeramannya terlepas. Farel dan yang lainnya mulai waspada untuk melerai kedua orang yang selalu saja berkelahi ini. Sepertinya tidak ada kata damai di antara mereka. “Banyak bacot lo.” Bugh!!! Ali melayangkan satu pukulan di sudut bibir Gino hingga membuat lelaki itu tersungkur. Melihat Ali yang sudah terbakar amarah, Farel langsung berusaha menahannya. Ia harus segera memisahkan mereka sebelum ada guru yang lewat, meskipun sepertinya semua guru sudah pulang, namun ia harus tetap waspada. Bisa-bisa tim basket mereka ikut terseret jika ada guru yang tahu. Merasa tidak terima, Gino segera bangkit dan hendak membalas pukulan Ali, namun Ali berhasil menangkisnya dan lagi-lagi Gino lah yang kena. “Nata stop!!!!!!!” Ali menahan pukulan ketiganya saat mendengar seseorang berteriak. Ali menoleh dan mendapati Prilly sedang berlari menghampiri mereka. Ia terlihat langsung menghampiri Gino. “Gin... lo gak papa? Ya ampun,” Prilly menatap ngeri pada sudut bibir Gino yang mengeluarkan darah. Tahu siapa yang bertanggung jawab atas semua ini, Prilly langsung beralih pada Ali. Ia berdiri di depan Ali dengan tatapan penuh kemarahan. “Maksud lo apa sih mukul Gino kayak gitu?” “Kamu lebih baik diam deh, ini urusan aku sama dia.” “Lo keterlaluan!” “Berhenti berteriak di depan aku Prill.” “Kenapa? Lo berharap gue akan ngomong baik-baik sama lo setelah lo mukul Gino?” Rahang Ali kembali mengeras mendengar ucapan Prilly. Ali menggapai salah satu tangan Prilly kemudian menarik Prilly untuk ikut dengannya meskipun Prilly meronta. Gino hanya diam menatap kepergian mereka, sepertinya mereka harus benar-benar menyelesaikan masalahnya. Gino sadar bahwa ia hanya dijadikan Ali pelampiasan amarahnya karena masalahnya dengan Prilly. *** Dengan sekali sentakan kuat, Prilly bisa melepaskan tangannya dari cengkeraman Ali. Ia tidak habis pikir mengapa Ali membawanya ke koridor lantai dua yang sudah sepi ini. “Maaf,” Ali berkata lirih saat melihat Prilly mengelus-elus pergelangan tangannya. Ia merasa bersalah terlalu terbawa emosi pada gadis ini. Tidak seharusnya ia melakukan hal itu. Ali ingin



95



POPULAR menggapai tangan Prilly untuk memastikan apakah baik-baik saja, namun dengan cepat Prilly menjauhkan tangannya dari jangkauan Ali. “Jangan sentuh gue Nata!” “Nata?” “Iya? Itu nama lo kan?” Ali mengusap wajahnya kasar. Memang itu namanya, namun entah kenapa ia tidak suka Prilly memanggilnya dengan sebutan itu. “Kenapa lo mukulin Gino?” Tanya Prilly langsung pada intinya. Ia rasanya tidak ingin berlamalama dengan Ali. “Kamu tahu sendirikan dia gimana? Dia adalah orang paling sombong, dia selalu menghina aku. Aku cuma ngasih pelajaran sedikit sama dia. Tapi lucunya kamu malah belain dia.” Ali tertawa getir. Lucu saja rasanya ia lah yang seolah-olah diposisikan sebagai penjahatnya. Prilly menatap Ali sendu saat melihat lelaki yang dulu selalu mendominasi hari-harinya kini terlihat tertawa namun bukan seperti tawa bahagia. Apakah Prilly berlebihan membela Gino? Tapi Prilly tahu Gino tidak sepenuhnya salah. Tadi saat ia melewati lapangan saat ingin pulang, jelas-jelas ia melihat Ali lah yang menyerang Gino. “Aku bela dia karena memang dia gak salah. Gino memang ketus dan jutek, tapi dia baik.” “Bahkan sekarang kamu udah sangat mengenal dia.” Ali kembali tertawa. “Kamu sadar gak sih? Dia adalah orang yang dulu suka ngusir kita di kantin, orang yang ngasih lem ke kursi aku, orang yang bikin kaki aku sakit waktu turnamen. Bahkan dia juga pernah numpahin jus ke badan aku di kafe, bocorin ban motor aku, dia itu jahat Prill! Dia jahat! Tapi apa yang kamu lakuin? Kamu dekat sama dia, kamu bela dia di depan aku. Kamu ngerti gak sih perasaan aku gimana? Kamu ngerti gak?” Ali meluapkan seluruh isi hatinya yang sudah ia pendam selama ini. Prilly memejamkan matanya mendengar suara Ali yang meninggi. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. “Kenapa harus selalu aku yang ngertiin perasaan kamu? Kenapa kamu gak pernah? Coba aku tanya, pernah gak kamu ngertiin perasaan aku? Pernah gak kamu berpikir gimana perasaan aku saat kamu putusin aku secara tiba-tiba? Pernah gak kamu pikir gimana perasaan aku lihat kamu sama pacar baru kamu? Pernah gak? Enggak kan? Terus kenapa aku harus ngertiin kamu?” Kini giliran Prilly yang berteriak. Gadis itu ikut meluapkan apa yang seharusnya tidak ia katakan dan sangat ingin ia simpan selama ini. Tanpa sadar air mata Prilly sudah mengalir membasahi pipinya. Ia ingin Ali tahu semua keresahannya selama ini. “Kamu egois! Kamu cuma mikirin perasaan kamu, kebahagiaan kamu dan kepopuleran kamu. Sekarang kamu nikmati aja semuanya, dan gak usah ngurusin hidup aku dan siapa yang ada di hidup aku saat ini. Karena kamu gak punya hak.” Prilly menatap Ali penuh kebencian. “Dan soal Gino, dia memang gak baik. Tapi setidaknya dia gak pernah nyakitin orang yang katanya berarti dalam hidup dia,” ucap Prilly lagi. Ali tertunduk mendengar makian demi makian yang dilontarkan untuknya. Ini sakit, sakit dari rasa sakit manapun yang pernah tercipta. “Sebegitu bencinya kamu sama aku?” Pertanyaan bernada lirih itu keluar dengan begitu pelan dari bibir Ali.



96



POPULAR “Lebih dari yang kamu bayangkan.” Ali memejamkan matanya mendengar jawaban dari Prilly. Prilly terdengar begitu pasti menjawabnya, dan itu sudah sangat jelas bagi Ali. “Aku udah berusaha kuat buat lupain kamu, lupain rasa sakit yang kamu ciptakan. Please, jangan bikin usaha aku sia-sia,” ucap Prilly dengan nada yang bergetar. Meskipun berat, ia harus mengatakan semua ini. Demi kebaikannya dan juga Ali. “Sekarang saatnya kita jalani hidup kita masing-masing seperti yang kamu bilang, kita udah gak bisa sama-samakan,” kalimat terakhir yang diucapkan gadis itu sebelum ia pergi. Ali hanya mampu tertunduk, bahkan rasanya ia tidak mampu melihat Prilly pergi. Mungkin memang seperti inilah akhir kisah yang berawal sangat manis dulu. *** Keinginannya untuk segera pergi ke toko kue yang bukan untuk kembali bekerja seperti rutinitasnya seperti biasa usai pulang sekolah namun untuk sedikit menenangkan diri atas kejadian yang baru saja terjadi ia urungkan saat melewati parkiran sekolah melihat salah satu dari sedikit mobil yang masih berada di parkiran itu. Matanya sedikit memicing untuk memastikan, ia ingat betul bahwa ia pernah menaiki mobil itu sekali. Sama-samar dari kaca mobil ia dapat melihat ada seseorang di dalam. Merasa yakin siapakah orang yang berada di dalam mobil itu, langkah Prilly beralih menghampiri mobil itu. Tanpa mengapakan apa pun ia langsung membuka pintu mobil dan masuk. Bukannya berniat tidak sopan, hanya saja ia ingin segera memastikan bahwa seseorang yang berada di dalam mobil itu baik-baik saja. “Lo gak papa?” Gino yang sempat terkejut karena pintu mobilnya tiba-tiba di buka kembali terlihat tak acuh sembari membersihkan sisa darah di sudut bibirnya dengan tisu sembari memperhatikan wajahnya di cermin karena menyadari bahwa orang itu adalah Prilly. “Gin, jawab dong,” merasa diabaikan, Prilly kembali bertanya. “Kayaknya darah yang ada di sudut bibir gue udah cukup buat jawab pertanyaan lo,” jawabannya dengan nada datar khasnya. Prilly menghela nafas kasar. Disaat-saat seperti ini ia masih sempat-sempatnya bersikap dingin. Padahal Prilly merasa sangat khawatir padanya. Dari pembicaraannya dengan Ali beberapa saat waktu Ali, ia dapat menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan Ali pada Gino menyeretnya sebagai salah satu penyebabnya. Oleh karena itulah Prilly merasa bersalah. “Sini gue bantu bersihin.” Prilly mengambil selembar tisu, ia menarik pelan dagu Gino agar menoleh padanya. Gino menatap gadis itu, matanya terlihat sembab, bulu mata lentiknya terlihat basah, hidungnya merah, bisa disimpulkan bahwa ia baru saja menangis. Baru saja Prilly akan menyentuh luka disudut bibirnya, Gino kembali mengalihkan pandangannya. “Cuma orang yang dalam keadaan sehat yang boleh ngobatin orang sakit.” “Gue sehat.” “Tapi hati lo sakit.” Prilly diam terpaku mendengar ucapan Gino. Merasa Gino tersadar bahwa ia baru saja menangis membuat Prilly langsung mengubah posisi duduknya yang tadinya menghadap Gino menjadi lurus ke depan.



97



POPULAR Mereka sama-sama terdiam untuk beberapa saat, sama-sama larut dengan pikiran masingmasing. “Gue bingung sama lo dan mantan lo,” Gino kembali buka suara. Ia menatap lurus ke depan namun berbicara pada Prilly, begitu pula dengan Prilly. “Sebagai sesama cowok, gue merasa dia lagi di bawah tekanan, entah apa itu.” “Tekanan karena merasa bersalah udah menyia-nyiakan orang yang tulus sama dia,” sahut Prilly cepat. Gino menoleh pada Prilly, ia dapat melihat kalau gadis itu menyiratkan perasaan benci di setiap ucapannya. Mungkin beginilah perempuan, bahkan semuanya, jika sudah disakiti, hatinya susah sekali di sentuh. Mereka bahkan susah berdamai dengan hatinya sendiri. “Jujur, gue gak suka sama Nata. Mungkin lo udah tau itu. Dia adalah orang paling keras kepala yang pernah jadi musuh gue. Bahkan dulu dia selalu ngelawan gue.” Tanpa sadar Prilly mengangguk membenarkan ucapan Gino. Ali memang orang paling keras kepala yang ia kenal. Bahkan Prilly butuh waktu berbulan-bulan untuk mencairkan keras kepalanya agar ia ingin berdamai dengan ayahnya. “Dan entah kenapa gue merasa karena ke keras kepalaannya dia itu juga yang bikin kalian kayak sekarang.” “Bukannya lo benci sama Nata? Kenapa lo seolah-olah lagi jelasin sama gue kalau Nata gak sepenuhnya salah?” “Gue gak lagi jelasin apa-apa. Gue cuma lagi ungkapi sudut padang gue aja.” “Udahlah Gin, gak usah ngomongin dia. Lo gak tau rasa sakitnya,” kesal Prilly menyudahi obrolan yang membuatnya mulai jengah. “Pakai seatbelt lo.” Gino menyalakan mobilnya kemudian melajukannya keluar dari sekolah. Prilly membulatkan matanya, apa-apaan ini? Ia hanya berniat untuk memastikan bahwa Gino baikbaik saja. “Gue bisa pulang sendiri, berhenti Gin.” “Lo masuk tanpa permisi ke dalam mobil gue, gue anggap lo mau nebeng.” “Nebeng apaan sih? Gue gak mau pulang bareng lo, lo itu ngeselin banget ya. Berhenti gak?” “Ya kalau mau turun lo lompat aja.” “Ha????” “Jarak dari tempat kita sekarang ke rumah sakit sekitar 5 km, sekarang jam 2 siang, artinya udah lewat dari jam makan siang, jalanan sepi. Jadi kalau lo lompat dan gue terus jalan, susah buat lo sampai ke rumah sakit karena gak bakal ada yang nolongin.” Prilly menatap Gino geram. Ia berkata seolah-olah jika hal itu terjadi tidak akan menjadi masalah besar dengan nada datarnya, namun tanpa ia sadari ucapannya itu dapat membuat Prilly bergidik ngeri. Prilly menghempaskan punggungnya kasar ke sandaran jok dengan wajah yang ditekut. Selain jutek, ketus, menyebalkan, Gino juga berlaku seenaknya. Diam-diam Gino melirik gadis itu dengan ekor matanya, ia tersenyum kecil melihat wajah kesalnya.



98



POPULAR



Chapter 29 *** “Ya ampunnnnnnnnn, baby G, muka kamu kenapa?” “Gak papa Mi.” “Gak papa gimana? Bibirnya luka gitu.” “Biasa anak cowok.” “Mpok Muneh yang jual gado-gado di depan kompleks juga punya anak cowok, tapi bibirnya gak luka.” Gino memutar bola matanya malas mendengar ucapan ibunya. Inggrit yang melihat ekspresi putranya itu terkekeh geli, putranya itu selera humornya terlalu tinggi, tidak bisa menerima candaan kacangannya. “Mami tumben udah pulang?” Tanya Gino. Ia membuang asal tasnya di atas sofa kemudian duduk di samping Inggrit yang tadi sebelum ia memasuki rumah terlihat sibuk dengan iPad di tangannya. Mengingat apa tujuannya pulang lebih cepat, Inggrit menepuk pelan dahinya. Untung saja Gino bertanya, jika tidak mungkin ia akan lupa dan membiarkan putranya itu berlalu ke kamar hanya untuk sekedar ganti baju kemudian pergi lagi untuk bermain bersama teman-temannya seperti biasa. “Mami sengaja pulang cepat buat ngomong sama kamu.” “Ngomong apa?” “Kamu tahukan kalau perusahaan mami lagi buat produk fashion baru buat remaja? Nah kami mau buat media promosi gitu melalui majalah, ituloh majalah StarJr yang terkenal banget. Jadi directornya minta mami buat cari Brand Ambassador di kalangan remaja selain artis karena kami udah punya artis. Nah mami mau ajakin kamu,” jelas Inggrit panjang lebar terlihat begitu antusias. “Kenapa aku sih Mi? Aku kan gak suka di foto.” “Ayolah baby G bantuin mami. Lagian yang diminta itu yang populer di kalangan remaja, ya mami kan taunya kamu. Anak mami ini kan terkenal tuh, siapa sih yang gak kenal Giorgino Savero. Please, bantuin mami.” “Ya udah deh iya.” “Aaaaaaa makasih baby G.” Inggrit memeluk Gino senang. “Eh tapi ada satu masalah lagi nih.” “Apalagi sih Mi?” “Kami butuh dua, cewek cowok. Kamu cariin ceweknya dong. Oh atau mantan kamu yang Niken itu?” “Mi.....” Gino menggeram kesal sementara Inggrit kembali terkekeh. Ia tahu sekali bahwa putranya tidak suka jika ia membahas soal mantannya yang satu itu. “Siapa lagi sih Mi? Aku gak punya teman cewek.”



99



POPULAR “Masa sih? Oh iya, gimana kalau Prilly? Yang ketemu kita di panti waktu itu. Diakan satu sekolah sama kamu, populer juga kan?” “Biasa aja sih.” “Ya udah deh gak papa. Dia cantik kok, jadi kayaknya kalau disandingkan sama kamu pas.” “Terserah Mami aja deh, aku mau ganti baju.” Gino yang sudah merasa jengah bangkit dari duduknya, namun dengan cepat Inggrit tahan hingga terpaksa Gino kembali duduk. “Apa lagi sih Mi?” “Terus gimana soal Prilly nya?” “Ya Mami ngomong dong sama dia.” “Kok mami? Kamu dong. Kamu ajakin dia, nanti kalau dia udah setuju kamu bawa dia ketemu mami.” “Kok jadi aku?” “Kamu kan temannya. Mau ya, please.” Inggrit memasang wajah memohonnya. Mau tidak mau akhirnya Gino menyetujui. “Ya udah, besok aku ngomong sama dia.” “Kok besok? Hari ini mami udah harus dapat kepastiannya.” Gino menghela nafas panjang. “Oke... oke... habis makan nanti aku temui dia.” “Nah gitu dong.” Gino dengan malas berlalu ke kamarnya. Ibunya itu suka sekali terburu-buru. “Makasih ya baby G, love you....” ucap Inggrit sedikit berteriak agar putranya yang sudah semakin jauh menuju kamarnya mendengar. “Love you too Mi...” *** “Gue gak habis pikir aja Gi kenapa dia sampai mukulin Gino kayak gitu.” Prilly mengakhiri ceritanya dengan raut wajah kesal. Megi yang sedari tadi mendengar cerita yang dialami Prilly pagi ini hanya mampu mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Dari cerita Prilly ia dapat menarik kesimpulan bahwa sangat terlihat bahwa Ali masih sangat peduli dan memiliki perasaan padanya. Namun Megi tidak ingin mengutarakan pemikirannya itu apalagi melihat Prilly yang kini masih terlihat kesal. “Udahlah, lo sendirikan yang bilang kalau dia itu Nata, bukan Ali. Jadi ya wajar aja dia kayak gitu.” “I miss my Ali so much,” Prilly berkata lirih hampir tidak mendengar. Sembari menghitung uang, Megi melirik Prilly yang terlihat termenung. Ternyata kisah cinta memang rumit, Megi merasa beruntung untuk saat ini tidak ada cinta yang membuatnya pusing, mungkin seperti itulah suara hati para jomblo. “Hari ini gak ada kelas masak?” Tanya Megi mengalihkan pembicaraan. “Enggak, kan cuma tiga kali seminggu.” Megi mengangguk paham.



100



POPULAR “Eh siapa tu? Ada pelanggan kayaknya.” Prilly mengikuti arah pandangan Megi yang melihat ada mobil yang berhenti di depan toko kuenya. Prilly mengerutkan dahinya heran saat melihat ternyata Gino lah yang keluar dari mobil itu. Prilly bertanya-tanya pada dirinya sendiri untuk apa Gino datang, ah mungkin saja ingin membeli kue. Gino dengan kaos hitam polos dan jaket jeans nya memasuki toko kue Prilly. Melihat Prilly yang sedang berada di depan tempat kasir bersama seseorang yang tidak lain adalah Megi membuat Gino langsung menghampiri mereka. Megi menatap Gino tanpa berkedip, bersyukurnya ia hari ini mendapat pelanggan tampan. Jika seperti ini ia akan sangat bersemangat untuk melayaninya. “Mau pesan kue apa?” “Bukan, gue kesini mau ngomong sesuatu sama lo.” Prilly mengerutkan dahinya. Ternyata tujuan Gino diluar dugaannya. “Ngomong sama gue? Soal apa?” “Mami minta lo buat jadi brand ambassador produk fashion remaja yang perusahaanya keluarin, mau?” Tanpa basa-basi Gino langsung melontarkan penawarannya. “Ha? Gue? Yang benar aja.” “Mau apa enggak?” “Gue mana bisa sih Gin.” “Gue juga gak bisa.” “Ha? Maksudnya?” “Gue juga bakal jadi brand ambassadornya. Jadi gimana?” “Duh gimana ya,” Prilly menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari berpikir. Sebenarnya ia ingin menolak mentah-mentah karena ini bukanlah bidangnya. Namun ini adalah permintaan Inggrit yang sudah banyak membantu panti, Prilly merasa tidak enak jika menolak. “Lo bakal kerja secara profesional sama Mami. Kalau lo mau, gue bakal bawa lo buat ketemu mami untuk meeting dan ngomongin soal kontrak.” “Udah Prill, terima aja. Lumayan kan buat tambahan, jadi kita gak perlu nunggu lama lagi,” meskipun tidak diajak ikut serta dalam pembicaraan ini, Megi tetap bersuara untuk menyampaikan pendapatnya. Prilly menatap Megi kembali berpikir, ada benarnya juga. Pasti bayarannya lumayan. “Ya udah deh gue mau,” ucap Prilly akhirnya. “Ya udah kalau gitu, kita temui mami sekarang.” “Eh... gue belum siap-siap, masih bau terigu.” Gino memperhatikan penampilan Prilly yang masih menggunakan celemek yang terkena tepung. Ia berjalan beberapa langkah mendekati Prilly membuat Prilly mundur, tapi sayang di belakang Prilly terdapat lemari berisi kue. Gino mengendus pundak Prilly. “Terigu campur telur dan sedikit aroma dapur,” ucap Gino kembali menjauhkan dirinya. Prilly menatapnya tajam, sepertinya Gino tidak bisa jika tidak melontarkan kata-kata bernada sinis, menyindir atau kata buruk lainnya.



101



POPULAR “Ya udah buruan siap-siap. Tapi sebelumnya siapin gue cheesecake.” “Gak mau red velvet?” “Enggak, kenapa nawarin gue red velvet muluk? Nata suka itu?” Skakmat, ucapan Gino tepat terkena sasaran. Prilly membulatkan matanya, merutuki kebodohannya. Sementara Megi terkekeh melihat ekspresi sahabatnya itu. Merasa Prilly tidak akan bisa menjawab, Gino langsung berlalu untuk duduk di salah satu kursi yang berada di sana. Prilly mencebik kesal pada Megi yang malah seolah-olah sedang mengejeknya. Tidak ingin berlama-lama, Prilly langsung berlalu untuk mengambilkan kue untuk Gino.



102



POPULAR



Chapter 30 *** Ali memantapkan dirinya memasuki toko kue yang rasanya sudah begitu lama tidak ia pijaki. Sudah memastikan bahwa si pemilik toko sudah tidak ada di toko membuat Ali makin yakin untuk masuk. Ali mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko yang sudah sepi itu hingga matanya menangkap Megi yang terlihat sedang membereskan beberapa barang. “Ngapain lo kesini?” Tanya Megi saat menyadari kehadiran Ali. “Prilly nya gak ada,” lanjutnya. “Bukan buat cari Prilly kok. Gue pesan satu red velvet ya sama coklat hangat, tolong antari ke meja yang di pojokkan.” “Tokonya udah mau tutup, gak lihat apa gue lagi beres-beres? Lagian ini udah jamnya toko tutup,” jawab Megi dengan nada ketus. “Please....” Ali menatapnya memohon. Entah mengapa ia terlihat begitu lelah. “Ya udah deh, tunggu bentar. Tapi jangan lama-lama, soalnya gue udah mau pulang.” Ali mengangguk kecil kemudian berjalan menuju meja yang berada di sudut ruangan. Ia duduk sembari mengamati suasana jalanan di luar dari jendela. Tempat ini memang menjadi tempat kesukaannya jika mengunjungi toko ini. Ali mengedarkan pandangannya ke setiap sudut toko, mencari jika ada yang berubah. Ternyata semuanya tetap sama. Toko yang selalu terasa nyaman, beberapa bingkai foto di bagian dindingnya. Ali mengamati bingkai foto itu satu persatu, terlihat seorang wanita berfoto di setiap sudut toko ini, wanita yang memiliki wajah tidak jauh berbeda dengan Prilly yang tidak lain bisa ia pastikan merupakan mendiang ibu Prilly. Terlihat pula seorang pria dengan anak kecil berpipi gembil yang berada di gendongannya sedang berdiri di depan kasir dengan tangan yang penuh uang. Ya itu foto Prilly dan ayahnya. Ali tersenyum melihat foto-foto itu. Memperhatikan setiap sudut toko ini ia menjadi teringat masa dimana dulu ia baru menginjakkan kakinya disini. Entah apa yang membuat langkahnya memasuki toko kue yang tidak terlalu jauh dari tempat kos yang baru saja ia tempati, yang paling penting ia ingin menenangkan pikirannya sejenak, mungkin dengan memakan kue kesukaannya akan lebih baik. Toko kue ini terlihat tidak begitu ramai saat ini, hanya ada beberapa pelanggan yang sedang memilih-milih kue dan beberapa orang pula yang sedang memikmati kuenya di kursi yang di sediakan di toko kue ini. “Mau pesan kue apa Mas?” Tidak ada jawaban. Ali masih sibuk melamun bahkan saat ia sudah sampai di depan tempat pemesanan kue. “Maaf Mas, mau pesan apa?” Ulangnya lagi. Kali ini Ali sudah mulai tersadar. Ia yang sedari tadi menunduk langsung mendongakkan wajahnya melihat seorang gadis cantik yang siap mencatat pesanannya. “Satu red velvet dan coklat hangat,” ucapnya memesan. Gadis itu mengangguk paham. “Dibungkus atau makan disini?” “Disini aja,” jawabnya lagi.



103



POPULAR “Silakan menunggu di kursi yang di sediakan ya Mas, terima kasih,” ucap gadis itu sembari tersenyum ramah. Mau tak mau Ali ikut tersenyum seolah senyum gadis itu bagai sihir untuknya. Ajaib rasanya, bahkan seharian ini ia belum tersenyum sekalipun. Ali pun berlalu ke sebuah kursi yang berada di sudut ruangan yang masih kosong. Ia kembali termenung melihat ke luar dinding mengingat bagaimana pertengkarannya dengan ayahnya hari ini. “Satu red velvet dengan coklat hangatnya, silakan dinikmati.” Ali kembali tersenyum membalas senyum gadis itu. Gadis itupun pergi untuk melayani pelanggan yang lain. Ali mulai melahap kue pesanannya. Perutnya terasa lapar karena seharian belum makan. Sesekali Ali melirik gadis itu yang terlihat sangat bersemangat melayani pembeli. Tanpa sadar Ali tersenyum. Ia merasa pernah melihat gadis itu sebelumnya, namun ia lupa dimana. Merasa diperhatikan, gadis itu ikut menatap Ali. Merasa tertangkap basah, Ali mengalihkan kembali pandangannya ke luar jendela. “Maaf Mas, tokonya udah mau tutup.” Ali tersadar dari lamunannya. Ah ternyata ia sudah terlalu lama melamun. “Maaf, gue gak sadar udah kelamaan disini.” “Gak papa kok Mas.” “Ali, panggil aja Ali.” “Oh oke Ali.” “Kayaknya gue pernah lihat lo deh sebelumnya.” “Dimana?” “Kayaknya kita satu sekolah deh.” “Lo di SMA Tunas Bangsa juga?” Ali mengangguk. Gadis itu terlihat antusias, ia tidak menyangka akan bertemu teman satu sekolahnya. “Gue Prilly,” Prilly memperkenalkan dirinya. Mereka saling melemparkan senyum perkenalan. Tiba-tiba Megi datang memecahkan lamunan Ali membawa pesanan Ali. Melihat kue kesukaannya sudah berada di depan mata, Ali langsung menyantapnya. Megi memilih untuk memperhatikan Ali dari kejauhan. Ia heran kenapa tiba-tiba Ali datang ke toko kue ini. Ali memejamkan matanya merasakan potongan demi potongan red velvet yang memasuki mulutnya, rasanya tetap sama. Ali membuka matanya merasakan sesak di dadanya. Biasanya ia akan memakan kue ini dengan ditemani gadis itu di hadapannya. Mereka akan saling bercanda dan tertawa geli hingga suara gelak tawa merasa memenuhi seisi toko. “Aku kangen,” ucap Ali pelan berbisik dengan pandangan fokus pada kursi yang kosong di hadapannya. Ia tersenyum seolah-olah memyangkan bahwa gadis itu ada di depannya. “Aku habisi ya. Kamu cinta aku.” Ali tersenyum kemudian memakan suapan terakhir kuenya. Ia terkekeh miris, rindu rasanya mengucapkan kata itu. Merasa sudah puas melepaskan rindunya meski hanya sedikit rindu yang menguap, Ali memutuskan untuk segera pergi. Merasa tidak enak Megi sudah terlalu lama menunggu.



104



POPULAR “Gi, bungkusin semua red velvet yang tersisa ya. Gue mau bawa pulang.” Tanpa berkata apa pun Megi berlalu untuk membungkuskan pesanan Ali. Meskipun tidak tahu apa yang Ali pikirkan sejak tadi, namun ia tahu bahwa lelaki itu sedang merasa terluka, terlihat dari tatapan sendunya dan kalimat lirih yang ia lontarkan. “Nih, cuma tinggal segitu.” “Gak papa, makasih ya. Oh iya, jangan bilang Prilly kalau gue kesini. Gue pergi dulu.” Ali mengambil satu kotak kue berisi red velvet, memberikan beberapa lembar uang yang pasti lebih dari cukup untuk membayar kuenya kemudian berlalu pergi. Megi menatap kepergian Ali hingga lelaki itu masuk ke mobilnya. Ia menghela nafas panjang.



105



POPULAR



Chapter 31 *** Duduk di balkon sembari mengelus-elus bingkai foto kecil di tangannya, itulah yang dilakukan Ali malam ini. Mengabaikan ponselnya yang sedari tadi tidak berhenti berbunyi, sama sekali tidak mengganggu lamunannya. Sesekali ia tersenyum saat kenangan manis yang terlintas dalam ingatannya, namun sesekali wajahnya juga berubah sendu saat kenangan menyakitkanlah yang justru teringat. Apalagi kenangan saat gadis itu memakinya habis-habisan, membela orang lain dan menyudutkannya. Benar-benar terasa menyakitkan dan mampu membuat dadanya sesak seolah kekurangan oksigen. “Sayang, kalau kamu bilang kamu rindu Ali. Aku yang lebih rindu.” Ia mulai bersuara seolaholah berbicara dengan foto yang menampilkan seorang gadis sedang tersenyum lucu dengan wajah berlumur tepung dan tangan mengangkat loyang dengan begitu bangganya, sangat menggemaskan. Ia ingat, dirinyalah yang mengabadikan momen itu saat gadis itu sedang membuatkan kue khusus untuknya. “Karena cuma Ali yang bisa dicintai sama kamu.” Ia terpejam beberapa saat sebelum akhirnya kembali bicara dengan foto itu. “Kamu tahu rasa apa yang paling membahagiakan di dunia ini?” Ia terdiam sejenak seolah membiarkan foto itu menjawab. Namun saat tidak mendapat jawaban apa pun, ia kembali bersuara. “Ketika orang yang kita cintai, juga mencintai kita.” Ia tersenyum pada foto itu. “Dan kamu tahu gak rasa apa yang paling menyakitkan?” Ia kembali terdiam, kini cukup lama. “Ketika orang yang kita cintai, malah membenci kita,” jawabnya sendiri begitu lirih. Ia membawa foto itu ke wajahnya kemudian menangkup wajahnya dengan foto itu. Bahu Ali bergetar menahan isakannya. Anggaplah ia cengeng atau mungkin tidak waras. Menangis di balkon dan berbicara dengan foto yang kini sudah berstatus sebagai mantannya. Tapi ini tidak akan semudah yang orang pikirkan. “Aku bisa apa kecuali nyakitin kamu? Dan pastinya nyakitin diri aku sendiri.” “Bencilah aku sesanggup kamu. Karena semakin kamu benci aku, artinya aku semakin berhasil menjaga sesuatu yang sangat berharga buat kamu.” Ali menyeka air matanya dan tersenyum. Ali meletakkan foto itu di dadanya. Ia mendongak melihat langit malam tanpa bintang. Bahkan malam pun sudah tidak sudi mengirim bintang untuk menemaninya. Pandangannya menerawang mengingat kejadian di pucak saat itu. Kejadian yang membuat semuanya berubah. Ingin rasanya Ali memutar waktu. Jika bisa merubah, ia tidak ingin ikut ke puncak, ia tidak ingin masuk tim basket, ia tidak ingin di kenal banyak orang, ia tidak ingin menerima semua fasilitas ayahnya, ia tidak ingin melalukan sesuatu yang mengantarkannya pada situasi seperti ini. “I love you.” Tubuh Ali menegang seketika saat mendengar tiga kalimat itu lolos begitu saja dari bibir Niken. Merasa sudah keterlaluan, dengan sekali hentakan Ali berhasil melepaskan tangan Niken yang melingkar di pinggangnya. Ia berbalik menatap Niken tajam. Yang ditatap malah terlihat tersenyum



106



POPULAR tanpa dosa. Tidak sadarkah ia baru saja mengungkapkan perasaannya pada seseorang yang sudah memiliki kekasih. “Maksud lo apa?” Tanya Ali meminta penjelasan. “Memang tadi kurang jelas? Aku cinta kamu.” “Lo gak amnesiakan? Gue udah punya Prilly dan gue sama sekali gak ada rasa sama lo,” tolak Ali. Senyum Niken tampak memudar mendengar ucapan Ali yang menurutnya menyakitkan hatinya itu. “Terus buat apa kamu panggil aku kesini? Kamu mau mengungkapi perasaan kamu ke aku kan?” “Nik, lo udah benar-benar salah paham. Gue selama ini dekat sama lo cuma sebatas teman, lagi pula lo sahabatnya pacar Farel yang sekarang adalah teman dekat gue. Gue sama sekali gak punya perasaan sama lo. Gue ngajak lo kesini buat tegasin itu.” “Enggak! Kamu cinta sama aku!” Niken tiba-tiba memekik membuat Ali tersentak kaget. “Cukup Nik, lo udah kelewatan.” Ali hendak pergi dari hadapan Niken, namun dengan cepat di tahan oleh Niken. Ali meringis saat kuku-kuku Niken menancap di lengannya, apa-apaan gadis ini. Ali kembali menyentakkan tangannya meskipun membuat luka bekas kuku Niken makin meluas. “Lo apa-apaan sih?” “Aku gak akan lepasin apa yang harus jadi milik aku. Aku udah banyak kehilangan di dunia ini dan aku gak mau kehilangan kamu. Aku cinta kamu Nat,” Niken menangis memegang bahu Ali yang langsung Ali tepis. Ia dibuat bingung karena reaksi yang tidak wajar yang diperlihatkan oleh gadis itu atas penolakannya. “Nik, lo kenapa sih? Gak seharusnya lo kayak gini.” “Enggak! Pokoknya kamu harus putusi Prilly dan jadi milik aku,” Niken kembali memekik. Ia bahkan seperti orang kesetanan. “Gak waras!” Ali kembali berlalu dari hadapan Niken. “Toko kue milik Prilly sekarang udah jadi milik aku.” Ucapan Niken itu sukses menghentikan langkah Ali. Niken berbalik melihat Ali yang juga berbalik. Ia tersenyum karena berhasil membuat Ali bahkan tidak melanjutkan menjauh darinya satu langkahpun. “Maksud lo? Itu toko kue peninggalan orang tuanya dan sekarang jadi miliknya.” “Ali... Ali... kamu pacarnya, tapi kenapa lebih banyak tahu aku ya dari pada kamu.” Niken tertawa keras sementara Ali masih menunggu penjelasan lebih darinya. “Gak usah banyak omong, maksud lo apa?” “Sabar dong sayang.” Niken kembali tertawa, Ali menatap gadis itu tajam. Sepertinya ada yang salah dengan gadis ini. “Toko kue itu memang peninggalan orang tuanya, tapi belum resmi jadi milik mereka karena mereka gak punya cukup uang bahkan sampai mereka meninggalpun mereka masih menyewa toko itu dan sampai sekarang masih di lanjutin sama Prilly. Menurut yang nyewain toko itu ke Prilly, Prilly udah berniat buat beli toko itu dua bulan lagi karena uangnya baru cukup. Tapi udah keduluan sama



107



POPULAR aku yang beli dengan harga dua kali lipat.” Lagi-lagi Niken tertawa. Kali ini ia menertawakan nasib Prilly yang bisa kapan saja ia usir dari toko yang kini sudah menjadi miliknya. “Salah dia juga sih, maksain diri buat sekolah di sekolah elit kayak gitu. Jadi terpaksa semua hasil kuenya selama ini cuma cukup buat kebutuhan hidup sama biaya sekolahnya,” lanjut Niken. “Jadi gimana? Kalau kamu mau sama aku, toko itu akan jadi milik kita berdua. Terserah kamu kalau mau bolehin Prilly tinggal disana sampai kapanpun. Tapi kalau kamu gak mau, terpaksa Prilly malam ini juga harus kemasi semua barang-barangnya,” ucap Niken seolah memberi penawaran. “Lo pikir gue bego? Gue bisa malam ini juga cariin toko yang baru bahkan lebih besar buat Prilly. Jadi jangan coba-coba buat ngancam gue dengan ancaman sampah.” “Kamu emang bisa lakuin itu, tapi apa kamu pikir Prilly akan terima? Yang penting buat dia bukan tokonya, tapi kenangannya. Toko itu dirintis kedua orang tuanya dari nol, hampir sebagian besar waktu Prilly kecil dihabiskan disana. Prilly pasti bakal terpukul banget kalau harus keluar dari toko yang berisi kenangan dia sama kedua orang tuanya.” Niken tersenyum puas melihat Ali sama sekali tak berkutik “Gimana Nat? Kaget aku lebih banyak tahu? Untuk kamu tahu aja, saat aku terobsesi sama sesuatu, aku akan cari tahu sampai ke akar-akarnya biar aku bisa dapati yang aku mau.” “Kayaknya lo sakit jiwa deh! Kejiwaan lo butuh diperiksa, lo gila!” “Kata Gino juga gitu, makanya dia ninggalin aku. Tapi aku yakin kamu gak bakal ninggalin aku.” Ali menggeleng tidak percaya bahwa gadis yang ia anggap baik dan bisa dijadikan teman ini bisa jadi selicik ini. “Gue gak bisa ninggalin Prilly, gue cinta banget. Tapi gimana sama toko kuenya,” Ali berkata sangat pelan. Ia tertunduk memikirkan apa yang harus ia lakukan. “Nat, kamu gak punya waktu banyak loh buat mikir karena orang yang aku suruh jagain toko aku dari orang yang bukan pemiliknya udah semakin dekat.” Ali mendongakkan wajahnya. Matanya membulat sempurna saat melihat Niken memperlihatkan ponselnya yang sedang melakukan facetime dengan seseorang yang entah siapa. Di ponsel itu terlihat seseorang yang sedang facetime dengan Niken berjalan perlahan mendekati toko kue milik Prilly. “Prilly lagi di toko itu sendiri, kedua temannya udah pulang.” “Lo mau ngapain Prilly? Apa yang bakal dilakuin orang itu sama Prilly? Please jangan apaapain Prilly.” “Please pergi dari situ secepatnya Sayang, kamu lagi dalam bahaya,” batin Ali berteriak. “Kamu tenang aja, orang itu gak bawa pistol kok. Dia cuma bawa korek sama bensin. Aku gak suka toko aku dihuni orang lain, jadi lebih baik dibakar. Ya syukur-syukur kalau Prilly bisa keluar. Apalagi nanti sebelum dibakar pintunya dikunci dulu.” Ali menatap Niken penuh kebencian, ternyata ia sudah merencanakan ini. “Lo emang cewek gila! Lo udah jebak gue buat datang kesini dan ngancam gue!” “Ya kamu benar, aku dan Salsa sengaja ngajak kalian semua kesini terutama kamu biar aku lebih mudah dapati kamu.” “Lo tahukan tindakan lo ini kriminal?”



108



POPULAR “Aku masih tercatat menjadi pasien seorang psikiater. Jadi kayaknya wajar deh kalau pasien ngelakuin hal kayak gini. Aku cuma mau cinta kamu, gak lebih. Aku gak mungkin kayak gini kalau dari tadi kamu langsung terima aku.” “Please Nik ngertiin gue. Lo gak bisa maksain gue kayak gini. Gue cinta banget sama Prilly, gue bakal lakuin apa pun asal bukan ninggalin dia. Dia butuh gue,” Ali memohon. Persetan dengan harga dirinya, jika dengan memohon bisa membuat ia terbebas, ia akan berlutut di hadapan Niken. “Kalau kamu cinta sama dia, siapa yang cinta sama aku? Semuanya bisa dengan mudah dapati cinta. Kenapa aku enggak? Ini gak adil. Aku udah usaha keras buat dapati kamu, sekarang bilang kalau kamu bakal putusi Prilly,” Niken kembali menaikkan suaranya. Ia sudah terlihat begitu frustrasi. “Gue gak bisa,” nada Ali mulai melemah. “Bakar sekarang!” Ucap Niken pada orang di seberang telefonnya. “Gue bakal putusi Prilly,” satu kalimat itupun keluar dari bibir Ali dengan suara yang bergetar. Niken tersenyum puas. Ia menghembuskan nafas lega. “Menjauh dari sana,” ucap Niken setelah itu mematikan sambungan facetimenya. “Gitu dong, coba kamu jawab dari tadi, aku gak mungkin marah-marah sama kamu. Tangan kamu sampai luka gini.” Niken mendekat pada Ali namun Ali mundur beberapa langkah. “Gue udah terima semuanya, please ikutin permintaan gue. Gue lagi kepingin sendiri.” “Oke, tapi aku gak mau kamu hubungi Prilly. Aku akan temani kamu ketemu sama dia setelah kita pulang dari sini untuk mutusin dia. Kamu jangan main-main sama aku Nat, karena orang kayak aku akan berpikir sepuluh kali lebih cepat dari pada kamu.” Tanpa menjawab ucapan Niken, Ali memutuskan untuk pergi. Kepalanya terasa pusing sekarang. Di jalan menuju vila ia sempat berpapasan dengan Salsa. Dilihat dari raut wajah Ali, Salsa tahu bahwa Niken sudah melakukan rencananya. Entahlah ia harus bahagia atau bagaimana. “Gue gak nyangka lo tega berbuat kayak gini sama gue dan Prilly yang sama sekali gak ada masalah sama kalian.” Tubuh Salsa menegang mendengar ucapan Ali. Ali berbicara padanya namun sama sekali tidak menatapnya. Hanya untuk mengucapkan itu, setelah itu Ali melanjutkan langkahnya pergi. Ali mengacak-acak rambutnya dan memukul-mukul kepalanya mengingat kejadian itu. Kenapa Niken harus jatuh cinta padanya? Kenapa dirinya yang menjadi target obsesi Niken? Ya Tuhan, sampai kapan Ali harus bertahan menyakiti orang yang sangat ia cintai. Ia sepertinya tidak akan pernah dimaafkan. “I love you, i love you, i love you. Kalimat itu cuma akan terucap untuk kamu.” Ali membawa bingkai foto Prilly itu ikut dengannya pergi dari balkon ini. Kepalanya kembali terasa pusing, sepertinya ia harus tidur agar rasa pusing ini cepat hilang. Sebelum tidur, Ali sempat mematikan ponselnya yang masih setia berbunyi. Apakah Niken tidak lelah menghubungunya? Benar-benar perempuan gila!



109



POPULAR



Chapter 32 *** Majalah StarJr edisi bulan ini sudah tersebar luas di seluruh pelosok negeri. Majalah nomor satu untuk remaja itu selalu menjadi incaran setiap kali terbit, bahkan selalu ditunggu-tunggu. Para remaja terutama remaja putri berbondong-bodong untuk membeli majalah yang dapat memberi mereka informasi berita-berita terhangat di kalangan remaja, maupun info mengenai fashion dan juga lifesytle. Biasanya di majalah inilah mereka akan mendapat kiblat untuk menjadi remaja yang ngehits dengan berbagai tips yang terdapat di dalamnya. Namun tidak seperti terbitan dari majalah StarJr sebelumnya, terbitan bulan ini mampu membuat heboh seisi sekolah Tunas Bangsa. Bagaimana tidak, pagi ini seluruh topik orang-orang sama. Baik yang sedang berada di koridor, kelas, kantin, taman atau di bagian sudut sekolah manapun. Yang menjadi perbincangan panas mereka adalah Gino yang menjadi cover di majalah itu. Bukan hanya itu, yang lebih lagi menjadi perbincangan adalah, Gino tidak sendiri, ia bersama seorang gadis yang juga satu sekolah dengan mereka. Gadis yang beberapa waktu lalu sempat juga menjadi bahan pembicaraan karena hubungannya dengan Nata. Foto gadis itu dan Gino terpampang begitu jelas di bagian cover majalah. Jika Gino tidak perlu di ragukan lagi, ia memang sudah tampan dari dulu. Bahkan seharusnya Gino sudah ada di majalah sejak dulu. Namun yang menarik perhatian adalah gadis yang sebagian siswa dan siswi tahu bernama Prilly itu. Ia terlihat berbeda dengan busana keluaran terbaru dari InG Fashion, brand fashion ternama tanah air yang produknya selalu menjadi incaran remaja karena merupakan brand ternama yang mampu membuat siapa saja yang memakainya akan membuat orang terkagum. Maklum saja barang-barangnya terbilang mahal, tentu saja yang memakainya akan merasa bangga. Para siswa dan siswi saling berbisik melihat cover majalah itu. Ada pula yang tidak merasa puas hingga membolak-balikkan majalah mencari topik tentang Prilly dan Gino. Disana terlihat banyak foto Prilly dan Gino sedang memperomosikan busana untuk remaja. Ada yang berdecak kagum karena tidak bisa dipungkiri jika Prilly terlihat sangat cantik di foto itu, sangat berbeda jika melihatnya seharihari saat pergi ke sekolah. Di majalah itu rambutnya yang biasa ia gerai seadanya atau terkadang ia kuncir saat ke sekolah terlihat lebih menarik dengan dibuat sedikit ikal pada bagian ujungnya. Ada juga yang menatapnya iri karena ingin menggantikan posisi Prilly. Para siswi di sekolah itu mulai mengancang-ancang untuk membeli produk baru dari InG Fashion. Prilly yang baru saja tiba di sekolah berjalan menyusuri koridor menuju kelasnya. Biasanya ia akan berjalan dengan begitu santai karena pasti tidak akan ada yang peduli. Namun berbeda dengan pagi ini. Saat ia melewati koridor begitu banyak pasang mata yang terang-terangan melihatnya. Sebenarnya Prilly sudah tahu alasan mereka menatapnya seperti itu, karena sebelum mereka mendapatkannya, majalah itu sudah sampai terlebih dahulu di tangannya. Namun Prilly tidak menduga jika hampir seluruh orang menatapnya. Bukan hanya menatap, bahkan ada yang sampai menghampiri Prilly sekedar untuk memuji, bertanya bagaimana cara mendapatkan pakaian yang ia pakai maupun bertanya tentang hubungannya dengan Gino karena mereka terlihat sangat serasi, itu adalah pertanyaan paling aneh menurutnya. Prilly yang merasa kikuk hanya menjawab seadanya kemudian bergegas pergi ke kelasnya. Ia benar-benar tidak terbiasa dengan situasi seperti ini. “Prilly....” baru ia akan masuk ke dalam kelas untuk melarikan diri, namun tiba-tiba Ana sudah menahannya di depan pintu kelas. Prilly menghela nafas jengah, sahabatnya itu datang di saat yang tidak tepat.



110



POPULAR “Apaan sih Na?” “Pagi ini seisi sekolah ngomongin lo sama Gino. Demi apa pun lo cantik banget di cover majalah itu, dan Gino seperti biasa, selalu seperti monster ganteng yang manis.” “Alay lo!” “Yeee biarin. Tapi nih ya Prill, lo beruntung banget. Majalah itu adalah majalah besar, bisa gue pastiin setelah ini lo bakal dikenal banyak orang.” “Oh ya? Gue gak tertarik. Udah ah gue mau masuk, lo balik ke kelas sana.” “Ngeselin banget sih, gue kan lagi muji lo, malah diusir.” “Anaku sayang, bentar lagi bel.” Prilly merangkul sahabatnya yang wajahnya sudah ditekuk sedemikian rupa itu. “Oke.. oke.. gue balik ke kelas. Tapi entar jangan waktu istirahat traktir gue di kantin ya. Honor lo ikut pemotretan kan udah turun.” “Iya... iya... ntar gue traktir.” “Asyikkkkk... ya udah gue balik ke kelas dulu.” Prilly hanya mampu menggeleng sembari tersenyum melihat kepergian Ana. Ana adalah sahabat yang pas untuknya, sifat Ana yang selalu ceria mampu membuatnya terbawa dalam aura positif yang ia pancarkan. Hal itu mampu membuat Prilly merasa lebih mudah menjalani hari-harinya tanpa Ali. Mengingat tentang Ali, Prilly jadi teringat kejadian saat itu. Jujur ia merasa tidak enak karena sudah memaki Ali habis-habisan. Prilly merasa bersalah, apalagi mengingat wajah sendu Ali saat itu. Namun bagaimana lagi, rasa sakit membuatnya terbawa emosi. *** “Aku gak nyangka kamu tega lakuin ini sama Nata. Pantas belakangan ini Nata jauhin aku dan nyuruh aku buat tanya ke kamu penyebabnya apa. Aku tau Niken teman kamu, tapi bukan berarti kamu bisa berbuat kayak gini sama Nata. Nata itu teman aku.” “Maafin aku Hon, aku gak bisa nolak permintaan Niken. Kamu tahu sendirikan gimana berartinya Niken buat aku.” Air mata Salsa mulai mengalir, bahkan sudah jatuh sejak ia menceritakan segalanya pada kekasihnya itu. Karena Farel terus memaksa, Salsa terpaksa menceritakan segalanya pada Farel. “Teman kamu itu gak waras! Kamu harusnya bawa dia kembali ke psikiater, bukan malah kasih dia uang begitu banyaknya untuk beli toko kue Prilly dan ngancam Nata!” Nada Farel mulai meninggi. Bahkan kini aula yang sepi sudah dipenuhi oleh suaranya. Hal itu lantas membuat Salsa takut. Ia tidak pernah melihat Farel marah padanya seperti ini. “Aku tahu aku salah Honey, tapi aku harus gimana? Niken selama ini udah banyak bantu aku. Cuma ini yang bisa aku lakuin.” “Membuat Niken bahagia dengan rusak kebahagiaan Prilly? Kamu pernah bayangin gimana kalau ada diposisi Prilly?” Salsa langsung menggeleng cepat mendengar pertanyaan Farel. Ia menggapai tangan Farel untuk menggenggamnya dan meyakinkan kekasihnya itu bahwa ia tidak ingin menyakiti siapapun.



111



POPULAR “Aku kecewa sama kamu. Lebih baik kita sendiri-sendiri aja dulu. Biar kamu bisa menghargai arti hubungan.” “Enggak... aku gak mau. Please maafin aku Hon.” Tangis Salsa makin pecah, apalagi saat melihat Farel melangkah mundur. Farel menatap Salsa sendu sejenak. Jujur ia sangat tidak tega air mata itu jatuh membasahi pipi orang yang ia cintai. Namun rasa kecewanya sudah benar-benar besar. Mungkin apa yang mereka rasakan tidak akan sebanding dengan yang Prilly dan Nata rasakan. Farel sempat mengelus pucuk kepala Salsa sejenak sebelum akhirnya pergi meninggalkan Salsa yang menangis memanggil namanya. *** “Cieeee yang udah populer makin populer aja setelah fotonya terpampang nyata di cover majalah.” “Ah makin tenggelam deh pesona gue lama-lama kalau gini.” “Btw, kok gue baru sadar ya kalau Prilly cantik banget?” “Gue juga, kayaknya kita kalah peka nih sama Gino. Makanya yang kenal Prilly Gino duluan.” Gino hanya mampu menatap malas sahabat-sahabatnya yang tidak ada bedanya dengan seisi sekolah hari ini yang sibuk membicarakan tentang dirinya dan juga Prilly. Jujur sebenarnya Gino tidak masalah jika menjadi bahan perbincangan, karena sejujurnya ia sudah sering mengalami. Namun bedanya kali ini namanya disandingkan dengan nama gadis bernama Prilly. Bukannya terganggu, hanya saja Gino memikirkan apa yang kini gadis itu pikirkan saat ia sudah mulai menjadi bahan perbincangan banyak orang. “Gue mau ngomong sama lo.” Langkah Gino CS terpaksa terhenti menuju kantin saat seseorang berdiri di hadapan mereka. Gino menautkan alisnya, menerka-nerka ada angin apa yang membuat orang itu berbicara padanya. “Ngomong aja,” balas Gino seadanya. “Gak disini, dan gak sama mereka.” “Weitssss santai dong Bro, emangnya kenapa kalau ada kita? Takut?” Ledek Luki diikuti kekehan Panca dan David. “Gino sama kita itu satu paket tapi beda ongkir. Jadi kita harus ikut,” ucap Panca pula. “Nah benar tu,” sahut David pula membenarkan. “Kalian lebih baik diam deh kalau masih mau sekolah disini,” merasa jengah akhirnya ucapan bernada ancaman itu keluar juga. “Udahlah kalian duluan aja ke kantin. Dari pada diaduin ke bokapnya, kan jadi takut. Biar dia jadi urusan gue,” ucap Gino menengahi teman-temannya. Akhirnya merekapun mengikuti ucapan Gino dan berlalu ke kantin. Namun sebelumnya mereka sempat melemparkan tatapan tajam pada Ali yang sedari tadi menjadi lawan bicara mereka. Ali membalas tatapan mereka tidak kalah tajam. Hal inilah yang sebenarnya sangat ia malaskan jika membawa-bawa identitasnya sebagai anak kepala sekolah untuk membela diri. Ia tidak ingin dipandang lemah dan hanya memanfaatkan statusnya. “Ikut gue.” Gino berjalan terlebih dahulu dan diikuti Ali di belakangnya.



112



POPULAR



Chapter 33 *** “Gue minta maaf karena udah nonjok lo waktu itu.” Setelah diam beberapa saat sejak sampainya mereka di rooftop sekolah tempat Gino biasa bersantai akhirnya Ali buka suara. Ali menatap lurus ke arah pepohonan yang terdapat di luar halaman sekolahnya. Gino pun melakukan hal yang sama. Gino diam tidak membalas. Ia merasa tidak harus membalas apa pun. Merasa Gino tidak berniat untuk membalas dan tujuan hatinya sudah tersampaikan, Ali bergegas bangkit dari duduknya untuk pergi. Ali merasa perlu meminta maaf karena sikapnya saat itu cukup keterlaluan. Ia melampiaskan emosinya pada Gino saat itu. Mungkin Prilly benar, ia tidak lebih baik dari pada Gino. “Apa yang Niken punya sampai akhirnya lo tinggali Prilly?” Pertanyaan Gino itu mampu membuat langkah Ali terhenti. Ia tidak menyangka bahwa Gino akan menanyakan hal ini. Ali berbalik menatap Gino yang kini juga sudah menatapnya. “Sesuatu yang berharga buat Prilly,” jawab Ali. “Apa?” “Toko kuenya.” Gino menunduk sejenak, sudah ia duga. “Gue udah peringatin lo sebelumnya kan?” “Menurut lo, siapa yang akan dengarin musuhnya?” Kedua lelaki tampan itu sama-sama diam sejenak. Tampak larut dalam pikirannya masing-masing. “Kenapa dia bisa ambil alih toko kue Prilly?” Tanya Gino. “Dibantui Salsa.” “Sampai saat ini Prilly gak tahu kalau toko kue itu udah punya Niken?” Ali menggeleng pelan. “Bukannya lo kaya ya? Kenapa gak cariin toko kue yang lain aja buat Prilly?” “Lo gak bakal ngerti seberapa berartinya toko kue itu bagi Prilly, bahkan dibandingkan dengan gue sekalipun. Belum lagi dia ngancam mau bakar toko itu. Awalnya gue berniat buat bohongi dia pura-pura setuju mutusin Prilly, tapi ternyata mantan lo itu benar-benar gila. Dia nutup semua akses gue buat hubungi Prilly dan bikin gue gak bisa apa-apa.” “Dia memang mantan gue, tapi sekarang dia pacar lo.” Gino tertawa miring. Ali menatapnya malas, Gino tetap menyebalkan. “Apa yang lo lakuin jika jadi gue?” Tanya Ali. Entah mengapa ia jadi berbicara banyak kepada Gino yang notabenenya adalah musuhnya. Mungkin karena tidak tahu lagi harus berbagi cerita dengan siapa lagi. “Melakukan hal yang sama. Gue lebih suka pakai logika dari pada hati. Urusan hati belakangan, yang penting orang yang gue cinta baik-baik aja.” Tanpa sadar Ali mengangguk, ia sedikit merasa lega ada yang sepemikiran dengannya. “Prilly apa kabar? Gue lihat sekarang kalian sering sama-sama. Tadi pagi gue lihat foto kalian di cover majalah.”



113



POPULAR “Baik.” “Syukurlah, sepaling tidak sekarang dia udah kelihatan bahagia. Thanks ya.” Untuk pertama kalinya Ali tersenyum pada Gino. Ia melemparkan senyum tulusnya sebelum pergi beranjak dari tempat itu. “Untuk masalah lo sama Niken, gue gak bisa bantu karena gue gak mau berurusan lagi sama orang gak waras itu. Tapi kalau masalah lo sama Prilly mungkin gue bisa bantu. Sepaling tidak bikin dia berdamai sama masa lalu kalian,” ucap Gino yang lagi-lagi mampu menghentikan langkah Ali. “Thanks Gin, bantuan lo berarti banget buat gue. Sepaling tidak bikin dia gak benci gue lebih jauh lagi. Niken biar jadi urusan gue.” “Gue lakuin ini bukan buat lo, tapi buat Prilly. Sekarang lo udah boleh pergi. Lo udah terlalu lama di markas gue,” ucap Gino dengan nada sinis khasnya. Ali mendelik sembari mencibir kemudian berbalik pergi meninggalkan Gino. *** “Selamat datang Baby G, mau pesan apa?” “Bakwan goreng sama tahu, jangan lupa pakai cabai rawit.” Prilly mengerucutkan bibirnya kesal. Ia menghempaskan badannya untuk duduk di hadapan Gino. Masih dengan celemek yang terpasang, ia langsung mendatangi Gino saat tadi Megi mengatakan bahwa Gino datang. “Dari mami.” Gino menyodorkan sebuket bunga besar pada Prilly. Dengan mata berbinar Prilly menerima buket bunga besar itu. Ia menatap kagum pada buket bunga mawar pink yang dikelilingi oleh baby's breath berwarna pink pula. Benar-benar bunga yang sangat indah. “Makasih, ini indah banget. Gue suka banget baby's breath, tapi belum pernah lihat langsung. Tante Inggrit tahu banget kesukaan gue.” Gino hanya mengangguk tanpa mengucapkan apa pun. Sebenarnya ialah yang memilih bunga itu, karena maminya hanya menyuruhnya membeli bunga untuk Prilly. “Kalau boleh tahu, lo kenapa waktu itu tiba-tiba mau nerima tawaran mami buat jadi model?” Tanya Gino. Prilly mengernyitkan dahinya, tumben sekali Gino bertanya terkesan ingin tahu seperti itu. “Gue lagi butuh uang buat mencukupi beli toko kue ini.” “Memang ini bukan punya lo?” Tanya Gino pura-pura tidak tahu. Prilly menggeleng. “Bukannya uang kerja sama mami udah lebih dari cukup ya? Bahkan lo bisa beli toko yang lebih besar di tempat yang lebih strategis, kenapa malah beli toko ini?” “Lo gak bakal ngerti. Toko ini berarti banget buat gue. Di setiap sudut toko ini ada kenangannya.” Prilly mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko. “Di toko ini gue pertama kali belajar bikin kue sama bokap, karena yang sebenarnya bisa bikin kue itu bokap gue.” Prilly tersenyum mengingat bagaimana dulu ia pertama kali belajar membuat kue. “Karena itu gue nabung mati-matian buat dapati toko ini. Gue gak akan pernah lepas toko ini,” ucap Prilly. Gino terdiam sejenak, benar yang Ali katakan, toko kue ini sangat berarti bagi gadis itu.



114



POPULAR “Kenapa tiba-tiba lo nanyain tentang toko kue gue?” “Gak papa, siapa tahu ada rencana mau ngerubah jadi kedai gorengan,” balas Gino santai kemudian bangkit dari duduknya dan segera berlalu. Prilly mengentak-entakkan kakinya kesal. Gino benar-benar menyebalkan. “Bungkusin cheesecake satu, anterin ke mobil,” ucap Gino sedikit berteriak sebelum keluar dari toko kue Prilly. Prilly menatap lelaki itu geram, namun meskipun terlihat kesal, ia tetap saja melakukan apa yang Gino minta. “Nih.” Prilly memberikan sekotak kue pada Gino. Gino yang sudah berada di dalam mobil mengambil kue itu melalui jendela kemudian memberi uang pada Prilly. “Gak usah, lo kan udah bantuin gue kerja sama nyokap lo. Anggap aja itu ucapan terima kasih.” Gino hanya mengedikkan bahunya kemudian meletakkan kembali uangnya. “Atau lo juga mau gue traktir makan? Mau gak?” Tawar Prilly. “Kapan-kapan deh, lebih baik sekarang lo balik kerja. Gue mau main sama teman-teman gue.” “Oh gitu, ya udah. Tapi nanti kalau lo udah ada waktu, bilang aja sama gue. Gue bakal traktir lo makan.” Gino mengangguk kecil. Ia pun mulai menyalakan mobilnya. “Btw makasih baby G udah mau nganterin bunganya.” “Berhanti panggil gue kayak gitu.” “Gak mau!” “Lo udah gak takut lagi sama gue?” “Enggak! Mana ada bad boy dipanggil baby G.” “Terserah.” Merasa jengah berdebat dengan gadis itu, Gino langsung melajukan mobilnya meninggalkan toko kue Prilly. Prilly terkekeh geli melihat kepergian Gino. Ia merasa puas bisa melawan Gino. *** “Gue benar-benar minta maaf Nat. Andai gue tau lebih awal, mungkin gue bisa cegah ini semua terjadi.” Entah sudah berapa kali Farel mengucapkan kata maaf pada Ali, namun yang diajak bicara malah diam menatap ke arah lain, tepatnya ke arah sekumpulan orang-orang yang menghabiskan waktu istirahatnya dengan bermain futsal di tengah lapangan. “Nat,” Farel memanggil Ali sembari menepuk pelan pundaknya membuat Ali beralih menatapnya. “Bukan salah lo kok,” balasnya singkat dari sekian rentetan kalimat panjang yang Farel lontarkan. Farel menghembuskan nafasnya panjang. Mungkin dulu ia akan bingung saat Ali bersikap dingin bahkan terkesan tidak ingin bicara dengannya. Namun kini ia mengerti, ia pun merasa Ali pantas marah padanya karena Ali pasti berpikir bahwa dirinya ikut serta dalam rencana yang Salsa dan Niken buat. “Gue tahu permintaan maaf gue gak bakal bisa bikin lo sama Prilly balik lagi. Tapi percaya atau enggak, gue benar-benar menyesalkan kejadian ini.”



115



POPULAR “Ini bukan salah lo kok. Gue yang salah karena berpikiran kalau lo ikut serta dalam rencana ini,” ucap Ali. “Gak papa kok, wajar, Salsa kan pacar gue.” Farel dan Ali saling melemparkan senyuman tipis pertanda bahwa suasana diantara mereka mulai mencair seperti biasa. “Tapi lo tenang aja, gue bakal bantu lo buat keluar dari masalah ini. Kita gak bisa diam aja,” ucap Farel penuh tekad. Tangannya merangkul bahu Ali kemudian menepuk-nepuknya seolah memberi semangat. “Thanks Rel.” “Santai aja Bro. Gimana kalau gak terlalu tegang kita ikut mereka main futsal?” Farel menaik turunkan alisnya dengan tersenyum jail membuat Ali terkekeh pelan. Ali menyikut Farel sebelum akhirnya bangkit dari duduknya dan berlari menghampiri sekumpulan orang yang ada beberapa di antaranya yang ia kenal untuk bergabung. Sudah lama rasanya ia tidak bermain futsal. Sebenarnya selain basket, futsal adalah salah satu olah gara kegemaran Ali.



116



POPULAR



Chapter 34 *** “Prill, lo dipanggil pak Riki ke ruangannya.” Prilly yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan sudah bersiap-siap untuk ke kantin bersama Ana yang sebentar lagi akan datang terhenti sejenak dari aktivitasnya. Ia menautkan alisnya bingung menatap seseorang yang ia kenal merupakan salah satu teman sekelasnya itu. “Ngapain?” “Gak tahu, udah sana.” Merasa penasaran dan memang harus menemui guru olah raganya itu, Prilly memutuskan untuk langsung menemui pak Riki. Di jalan menuju ruangannya, Prilly memutuskan untuk mengetik pesan pada Ana agar sahabatnya itu tidak kebingungan saat tidak mendapati Prilly di kelas. Prilly melangkahkan kakinya menyusuri koridor hingga menaiki lantai dua sekolahnya dimana ruangan pak Riki berada. Langkahnya tertuju pada ruangan paling ujung di lantai dua. Prilly mengetuk pintu dua kali sebelum akhirnya terdengar sahutan dari dalam yang mempersilahkan ia masuk. “Bapak manggil saya?” “Iya, silakan masuk.” Mendapat persetujuan, gadis itu pun masuk dan mengambil posisi duduk di kursi kosong di depan pak Riki. “Ada apa ya Pak?” “Begini, kamu pasti masih ingatkan kejadian minggu lalu saat pengambilan nilai untuk ujian akhir semester?” “Yang mengambil nilai main basket itu ya Pak?” Tanya Prilly meyakinkan ingatannya. Pak Riki mengangguk. “Kamu ingatkan kalau kamu bahkan gak bisa mencetak satu poin pun? Saya jadi bingung harus memberi kamu nilai berapa. Jadi saya putuskan untuk mengulang pengambilan nilai kamu.” Prilly menghela nafas pelan. Ia merasa benar-benar payah dalam berolah raga. Sejak dulu ia selalu saja bermasalah dengan nilai olah raganya. Namun dengan guru-gurunya yang lain ia tidak pernah mengulang meskipun selalu diberi nilai pas-pasan. Namun sepertinya itu tidak berlaku untuk pak Riki. “Kamu harus mengulang kembali mengambil nilai. Namun karena saya mulai besok hingga dua minggu ke depan harus melakukan pelatihan, jadi saya tidak bisa mendampingi kamu. Jadi saya putuskan untuk menyerahkan pengambilan nilai kamu kepada Nata.” Bola mata Prilly rasanya ingin keluar mendengar penuturan pak Riki. Nata? Itu tandanya Ali? Yang benar saja. “Loh kenapa Nata Pak?” “Ya karena dia yang saya percaya untuk mendampingi kamu. Lagi pula Nata bisa memberikan kamu sedikit latihan sebelum akhirnya pengambilan Nilai.” “Ya kalau latihan aja saya bisa sama Ana Pak. Bapak tau sendiri kan, teman saya yang namanya Fayana Nazifa itu pintar main basket. Saya sama dia aja deh,” tawar Prilly. Ia benar-benar tidak ingin berhubungan dengan Ali lagi dalam hal apa pun.



117



POPULAR “Prilly... Prilly.. udah gak bisa olah raga, nawar pula. Masih untung loh bapak kasih anak basket buat ngambil alih ngasih nilai kamu dari pada guru lain, pak Ari mau?” Prilly menggeleng cepat. Meskipun belum pernah diajarkan oleh guru olah raga bernama Ari itu, namun Prilly dan seisi sekolah sudah sangat tahu bahwa pak Ari sangat galak dan pelit memberi nilai. “Tapikan masih ada pemain basket lainnya Pak. Ada Gino juga kan? Saya sama Gino aja deh.” “Gino udah bapak tugasi buat mengambil nilai siswa dari kelas lain yang nasibnya sama kayak kamu. Udah gak usah nawar-nawar. Sekarang kamu temui Nata, tanya sama dia, dia bisa atau enggak menggantikan saya dalam pengambilan nilai itu. Saya belum membicarakan soal ini sebelumnya sama dia.” “Kalau Natanya gak mau gimana Pak?” Pak Riki terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali bersuara. “Saya akan carikan yang lain. Sekarang tanya dulu sama Nata. Saya tunggu konfirmasinya sampai sepulang sekolah ya.” Prilly mengangguk lemah. “Saya permisi dulu Pak.” Dengan langkah gontai Prilly keluar dari ruangan pak Riki. Ia merutuki dirinya yang tidak bisa berolah raga. Entah mengapa badannya terasa kaku melakukan olah raga apa pun kecuali lari dan berenang. Mau tidak mau Prilly harus mencari Ali seperti yang diperintahkan pak Riki tadi. Langkah gadis itu terhenti saat melihat Ali sedang berada di tengah-tengah lapangan. Lelaki itu tampak asyik bermain futsal. Prilly sempat berpikir bahwa ia lebih baik menemui Ali nanti saja sepulang sekolah, namun terlintas di pikirannya bahwa lebih cepat lebih baik. Akhirnya Prilly memutuskan untuk menghampiri Ali. Beruntung baru kakinya beberapa langkah mendekat kepada Ali, Ali terlihat sudah selesai bermain. Sepertinya mereka semua sudah sadar bahwa bel masuk sebentar lagi akan berbunyi. Ali terlihat berjalan keluar lapangan sembari mengelap keringatnya dengan dasi yang bukannya berada di lehernya namun berada di saku celananya. “Nata,” panggilan Prilly itu sukses membuat langkah Ali terhenti. Ali tampak sangat terkejut melihat kehadiran Prilly yang tidak ia duga-duga. Terlihat dari raut wajah dan gerik tumbuhnya yang membeku seketika. Farel yang tadi hendak menyusul Ali yang terlebih dahulu keluar dari lapangan ikut menghentikan langkahnya. Ia mundur beberapa langkah kembali menghampiri yang lainnya yang masih berada di dalam lapangan. Sepertinya Ali dan Prilly butuh bicara berdua. “Kenapa Prill?” Tanya Ali. Prilly dibuat sedikit kikuk saat mendengar Ali menyebut namanya, pasalnya sudah cukup lama ia tidak mendengarkan suara berat namun terdengar menangkan itu memanggil namanya. Prilly berdehem sejenak untuk menetralkan suaranya agar terdengar sebiasa mungkin. “Gue disuruh pak Riki buat tanyai ke lo, lo bisa atau enggak bantuin pak Riki mengambil nilai basket untuk nilai ujian semester gue. Soalnya pak Riki mau pergi pelatihan besok,” jelas Prilly. Ia menjelaskan dengan sejelas-jelasnya berusaha agar urusannya dengan Ali selesai secepat mungkin. Ali tampak terdiam sejenak, sementara itu Prilly berkomat-kamit dalam hati berharap Ali mengatakan 'tidak'. “Bisa.” Bahu Prilly meluruh lemah mendengar balasan dari Ali. Kandas sudah harapannya. “Mau diambil nilainya kapan?” Tanya Ali. “Terserah lo, tapi kata pak Riki, kasih gue latihan sebentar.” Ali mengangguk paham. 118



POPULAR “Ya udah, nanti kamu kabari aku aja mau latihan kapan.” Prilly mengangguk kaku. Merasa sudah cukup, Prilly berbalik hendak berlalu dari Ali. “Prill,” panggil Ali. Mau tidak mau Prilly berbalik. “Latihannya gak gratis.” “Kalau mau minta bayaran, bisa minta ke pak Riki. Pak Riki kan yang nyuruh.” “Gak pakai uang kok.” “Pakai apa?” “Red velvet.” Ali melemparkan senyumnya pada Prilly. Untuk sesaat Prilly terpaku melihat senyuman yang sudah lama tidak ia lihat itu. Senyumnya masih sama, terlihah manis dan tulus. Prilly mengerjap-ngerjapkan matanya menyadari dirinya yang tidak seharusnya terpaku. “Nanti saat latihan gue bawa.” “Makasih ya, aku kangen...” Prilly meremas seragamnya mendengar ucapan Ali yang terdengar menggantung. Apa Ali akan melanjutkan sesuai dengan apa yang ia pikirkan? “Red velvet buatan kamu,” lanjut Ali kembali tersenyum. Prilly menghela nafas kasar merutuki dirinya yang sudah berpikiran kemana-mana. Merasa sudah semakin tidak nyaman berada dekatdekat dengan Ali, Prilly memutuskan untuk langsung berlalu pergi. Ali tersenyum melihat kepergian gadis yang ia cintai itu. Dalam hati rasanya ia bersorak. Ternyata takdir masih kasihan padanya dan memberikannya kesempatan untuk dekat dengan Prilly meskipun dengan cara seperti ini. “Baby...” senyum Ali seketika memudar saat seorang gadis yang tidak ia harapkan datang dan langsung merangkul lengannya. “Kamu ngomongin apa sama dia?” “Pak Riki minta gue untuk membimbing dia buat pengambilan nilai basket.” “Kenapa harus kamu? Banyak yang lainkan. Gak boleh!” “Ini perintah pak Riki. Kalau gak boleh, ngomong langsung sama pak Riki sana!” Ali menyentak kasar tangan Niken. “Harus berapa kali lagi sih aku bilang, kamu gak boleh dekat-dekat sama dia. Kamu itu pacar aku!” “Nik, kalau lo pacar gue, bersikaplah seperti pacar pada umumnya. Jangan bikin gue tambah gak nyaman sama lo,” ucap Ali menatap Niken. Niken mengatur nafasnya yang memburu karena emosi. Ia memejamkan matanya sejenak. “Oke, tapi kamu ingatkan perjanjian kita? Aku gak main-main loh Nat bakal ngusir Prilly dari toko itu.” Ali mengepalkan tangannya erat-erat. “Gue ingat.” Niken tersenyum puas. “Eh Nat, kok lo masih disini? Lo lupa ya, kitakan tadi dipanggil pak Ari. Lo mau pak Ari makin marah? Tadikan kita udah diomelin karena main futsal bukan di jam olah raga. Ayo buruan ke sana.



119



POPULAR Nik kami duluan ya.” Farel menarik Ali pergi menjauh dari Niken. Ali yang awalnya bingung dengan apa yang dikatakan Farel hanya mampu mengikutinya. “Emang pak Ari manggil kita?” Tanya Ali. “Kagak, biar bisa melarikan diri aja dari tu cewek sarap,” balas Farel membuat tawa kedua lelaki tampan itu pecah. “Gue tiba-tiba dapat ide buat ngadepin Niken,” ucap Farel. “Apa?” “Lo ikut gue aja.”



120



POPULAR



Chapter 35 *** “Pokoknya gue benar-benar kesal. Kenapa harus Nata coba, kayak gak ada anak basket yang lain aja. Kalau gitukan gue jadi harus sering ketemu sama dia. Dianya mau aja lagi. Coba aja dia nolak, pasti pak Riki udah gantiin dia sama orang lain. Lo dengerin gue gak sih Gin?” Lelah bercerita panjang lebar sejak tadi namun tidak mendapat satu respons pun membuat Prilly menyentak Gino. Ia merasa seolah-olah berbicara dengan patung. Jangankan direspons, ditatap saja tidak. Gino malah asyik menyantap cheesecake di hadapannya. “Lo gak ngasih jeda sama sekali gue buat ngomong, jadi buat apa?” Balas Gino seadanya sebelum kembali melanjutkan makannya. Tadinya ia datang ke toko kue Prilly hanya untuk menyantap cheesecake yang entah sejak kapan sudah menjadi kesukaannya. Namun sesampainya disana ia harus mendengar cerita Prilly. “Ya lo kan bisa aja motong omongan gue,” ucap Prilly tidak terima disalahkan. “Kalau gue lakuin itu, lo pasti bakal ngomel karena gue motong omongan lo. Dasar cewek,” ucap Gino sinis. Prilly hanya mampu mencibir karena sejujurnya yang diucapkan Gino ada benarnya juga. “Terus gue harus apa menurut lo? Gue udah gak mau lagi berhubungan sama dia. Gue mau lanjuti hidup gue dengan tenang.” “Sepaling tidak, kalau lo mau menjalani kehidupan baru, lo harus berdamai dengan masa lalu.” Prilly langsung terdiam mendengar ucapan Gino. Satu kalimat yang ia sebutkan entah mengapa terasa menyentil hatinya. “Jangan jadikan masa lalu musuh, lo bakal hidup dalam kegelisahan karena ada masalah yang gak terselesaikan,” ucap Gino lagi. Prilly terkadang merasa heran, mengapa orang seperti Gino yang jarang bicara, jika bicara kadang suka menyakitkan, namun bisa mengucapkan kata-kata yang bahkan tidak sanggup Prilly balas. “Lagian biasa aja, mantan lo cuma mau bantuin lo yang payah main basket, bukan ngajak balikan. Gak usah GR.” “Dasar cewek, apa-apa baper. Kalau udah baper, cowok yang disalahin.” Gino meneguk habis kopinya kemudian bangkit dari duduknya. Prilly menatapnya kesal, seperti biasa, Gino paling juara soal menyindir dan berkata ketus. “Ngeselin banget sih lo!” “Makasih, banyak yang bilang gitu.” Prilly mengentakkan kakinya kesal. “Dari pada muka lo ditekuk gitu, mending lo penuhi janji lo traktir gue. Gue lapar.” “Lo udah ngabisin 3 potong cheesecake tapi masih lapar?” “Kue lo gak bisa nyentuh lambung gue. Buruan, gue udah lapar.” Gino berlalu dari hadapan Prilly menuju mobilnya terlebih dahulu. Prilly bangkit dari duduknya dengan kasar kemudian berjalan sembari mengentak-entakkan kakinya. Sebelum menyusul Gino ke mobilnya, Prilly sempat menghampiri Megi untuk berpamitan.



121



POPULAR *** “Gue pikir lo bakal minta traktir di restoran mewah.” “Kenapa mikir gitu?” “Ya, cowok kaya, bad boy katanya, songong, kayak lo pasti suka makan di restoran mewah dari pada makan di tempat yang kayak gini.” “Kurangi kebiasaan lo yang suka menyamaratakan semua orang. Kalau ketoprak aja udah bisa bikin bahagia, kenapa harus makan yang lain.” Prilly mencibir mendengar jawaban lelaki tampan itu. Untuk beberapa saat mereka sama-sama diam menikmati ketoprak pinggir jalan. Jika makan makanan pinggir jalan seperti ini, Prilly teringat dulu sering makan makanan pinggir jalan dengan Ali. “Boleh nambah gak?” Tanya Gino memperlihatkan piring ketopraknya yang sudah kosong. Prilly terbahak, tidak menyangka Gino makan secepat itu. Bahkan ketoprak milik Prilly belum habis setengah. “Udah gak makan berapa lama sih? Ya udah sana tambah.” Tanpa basa basi, Gino keluar dari mobil menghampiri gerobak ketoprak yang tidak begitu jauh dari mobilnya. Prilly menggeleng pelan melihat Gino dari dalam mobil yang terlihat sedang menunggu ketoprak pesanannya sembari mengajak penjual ketoprak itu berbicara. Sedang asyik memperhatikan Gino, tiba-tiba saja Prilly merasakan mulutnya dibekap dan ia ditarik paksa keluar dari mobil. Prilly membulatkan matanya saat melihat dua orang yang tidak ia kenal berwajah sangar kini berada di dekatnya. Satu orang menahannya, sementara yang lain tampak memasuki mobil mencari barang apa pun yang berharga. Seperti kedua orang ini adalah pencuri. Prilly berusaha meronta-ronta. Ia berusaha berteriak memanggil Gino yang terlihat masih asyik berbicara dengan pedagang ketoprak. Posisinya yang membelakangi Prilly membuat Gino tidak bisa melihat. Prilly yang tidak kehabisan akal menendang mobil Gino dengan wedgesnya sehingga menimbulkan suara. Gino yang akhirnya mendengar pun langsung berbalik. Mata Gino membulat sempurna saat melihat Prilly sedang berada dalam cengkeraman seseorang. Tanpa berpikir panjang, Gino langsung berlari sekencang mungkin menghampiri Prilly. “Bangsat lo!” Umpat Gino menarik paksa seseorang yang mencengkeram Prilly hingga orang itu tersungkur. Tanpa sabar, Gino melayangkan pukulannya membabi buta. Merasa temannya sedang dalam ancaman, preman lain yang tadi sedang sibuk mencari barang berharga di dalam mobil langsung bergegas keluar berniat menolong. Bughhhh.... Satu pukulan dari preman yang lain mendarat tepat di pelipis Gino. Serangan tiba-tiba membuat ia yang sedang menghajar preman yang kini sudah tersungur lemah itu sama sekali tidak bisa ia hindari. Prilly yang masih kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi dengannya dengan refleks menggapai apa pun di hadapannya. Hingga sebuah batu besar yang ia dapati berada tidak jauh darinya. Melihat orang itu kembali mendekati Gino, Prilly langsung memukul punggungnya sekuat mungkin dengan batu itu hingga ia jatuh tersungkur. Dengan sisa kekutannya, kedua preman itu memilih kabur. “Gin, lo gak papa?” “Sok jagoan banget sih? Harusnya lo masuk ke dalam mobil!”



122



POPULAR “Gue gak mungkin diam aja lihat lo mau dicelakai.” Tanpa mengatakan apa pun Gino berlalu dari Prilly menuju penjual ketoprak yang sedari tadi hanya mampu terdiam melihat kejadian tragis di depannya kemudian memberikan uang dan masuk ke dalam mobilnya. “Eh cewek sok jagoan, masuk.” Prilly mengerucutkan bibirnya kemudian ikut masuk ke dalam mobil. “Dibantuin bukannya bilang makasih malah marah-marah,” kesal Prilly. “Lo ngomong apa? Bukannya gue yang bantuin lo? Pelipis gue sakit ni.” “Mana? Coba sini lihat.” Prilly memperhatikan pelipis Gino yang sedikit membengkak. “Makasih ya, maaf.” “Jadi makasih atau maaf?” “Dua-duanya. Makasih udah nolongin gue, maaf karena gara-gara gue pelipis lo jadi sakit.” “Sama-sama, lain kali gak usah sok jagoan bantuin gue.” Prilly mengangguk patuh sembari tersenyum. Tanpa sadar Gino ikut tersenyum tipis.



123



POPULAR



Chapter 36 *** “Aku bakal temani kamu buat ngajarin dia basket sampai selesai.” Ali menghela nafas panjang berusaha mengontrol dirinya yang sudah sangat ingin memaki gadis di depannya ini. Namun mengingat pembicaraannya dengan Farel kemarin mengharuskan Ali untuk mengendalikan apa yang akan keluar dari mulutnya nanti. “Aku pacar kamukan? Harusnya kamu percaya sama aku,” ucap Ali selembut mungkin. Niken, yang tak lain adalah lawan bicara Ali kini terlihat mengeryitkan dahinya. Cukup aneh mendengar Ali yang selalu bersikap ketus padanya berubah menjadi manis. Meskipun membingungkan, namun hal itu mampu membuat Niken tersenyum semringah. “Tapi janji ya, kamu gak bakal macam-macam sama dia?” Ali menggeleng pelan. Tangan Niken terulur mengelus pipi Ali dengan senyum yang tidak lepas dari bibirnya. Ali mengepalkan tangannya yang tersembunyi di bawah meja kantin. Ingin sekali rasanya menepis kasar tangan lancang yang berani menyentuhnya, namun Ali kembali menahan diri. Jika dengan sikap dinginnya selama ini tidak mampu melawan gadis ini, seperti yang Farel katakan, mungkin ia harus menjadi sedikit hangat hingga bisa berubah mengendalikan Niken. “Ini kantin, kita udah dilihatin.” Ali menepis lembut tangan Niken agar menjauh dari pipinya. Niken melihat sekitar, seperti biasa mereka selalu menjadi sorotan dan itu merupakan hal yang biasa. Bahkan ia tahu bahwa sedari tadi sudah ada beberapa orang yang mengambil foto mereka berdua dan pasti selanjutnya akan menjadi berita panas di akun instagram sekolah mereka seperti yang lalu. Entah mengapa gerak gerik Ali dan Niken menjadi sesuatu yang menarik bagi mereka semua. Meskipun begitu, Niken tidak pernah merasa risih atau terganggu. Bahkan ia suka saat akun instagram sekolahnya dipenuhi oleh berita dirinya dan juga Ali. Ada kebanggaan tersendiri dalam dirinya. “Jadi nanti kamu pulang sendiri atau sama Salsa aja ya. Soalnya aku bakal ajari Prilly sepulang sekolah.” Niken mengangguk setuju dan kembali melanjutkan memakan potongan buah-buahan yang tadi ia pesan. Ali tersenyum kecil, benar kata Farel. Gadis ini bahkan sangat mudah dikendalikan saat diperlakukan dengan baik. Mungkin dengan cara seperti ini ia akan lebih mudah menyelesaikan semuanya. Jika rencananya dan Farel sudah berjalan dengan baik, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menggunakan kekuasaannya sebagai anak pemilik sekolah. Niken akan mengubur mimpinya dalamdalam untuk tetap menjadi siswi di sekolah paling favorit di Jakarta ini. “Eh... eh... ada Prilly sama Gino tuh, ya ampun lama-lama kok makin kelihatan cocok ya?” “Gue kemarin baru lihat di instagramnya InG fashion, ada video mereka waktu pemotretan, sweet parah.” “Itu mah gue juga udah lihat, bahkan lihat berulang-ulang. Apalagi pas bagian Gino senyum ke Prilly. Ya ampun meleleh deh gue.” “Tapi masih gantengan Nata kemana-manalah. Coba aja yang jadi model InG fashion itu Nata sama Niken, pasti lebih keren.” “Ah menurut gue Gino sama Prilly keren kok.”



124



POPULAR “Udah, udah, Gino sama Nata sama-sama keren. Ah gue jadi bingung pilih yang mana.” “Yeeee... emangnya mereka mau sama lo.” Suasana kantin yang memang bising semakin bising saat melihat kehadiran Prilly, Gino dan sahabat-sahabat mereka. Seperti biasa mereka langsung menempati tempat mereka yang selalu kosong karena tidak ada satupun yang berani mengambilnya. Ali yang menyadari kehadiran mereka pun sesekali melirik dengan ekor matanya. Meskipun saat itu ia sempat berbicara secara baik-baik dengan Gino, namun tetap saja ia tidak suka melihat Gino yang selalu bersama Prilly. “Aku makannya udah siap ni. Kita pergi yuk, malas banget disini. Ada orang-orang norak,” ucap Niken membuat Ali langsung mengalihkan pandangannya. Ali mengangguk kemudian mengikuti Niken yang sudah terlebih dahulu melangkah keluar dari kantin. Sebelum pergi, pandangannya dan Prilly sempat bertemu. Hanya sesaat hingga akhirnya Prilly memutuskan pandangan mereka terlebih dahulu. “Mau makan apa?” Tanya Gino. “Gak mau makan deh, minum aja.” “Tadi sarapan kue seloyang?” “Kenapa sih selalu bawa-bawa kue gue?” kesal Prilly. “Udah.. udah, barantem muluk. Lo juga Gin, hobi banget bikin Prilly kesal,” ucap Panca menengahi sebelum mereka kembali berdebat. Gino hanya memutar bola matanya malas. “Ana mau makan apa?” Tanya David. “Kayak biasa aja,” jawab Ana. “Yang biasa apa?” “Bukannya kita udah sering makan di kantin bareng? Masa lo udah lupa gue sukanya apa.” “Yang gue tau kan, lo suka sama gue.” “BOOM,” Luki bersorak heboh mendengar sahabatnya David memberikan sebuah gombalan receh pada Ana hingga gadis cantik itu bersemu. David, Panca, dan Luki saling bertos tangan ria sembari terbahak. Prilly dan Ana ikut tertawa melihat tingkah konyol mereka, sementara Gino hanya menatap mereka malas. “Gue baru tahu kalau Ana suka monyet,” ucap Gino menyahut sembari memainkan ponselnya. Games mobile legends yang sedang ia sukai terasa lebih menarik dari pada obrolan tidak penting sahabat-sahabatnya itu. “Maksud lo gue monyet gitu?” Tanya David mengetahui maksud ucapan Gino. “Gino ngomongnya sedikit tapi nyakitin ya,” ucap Luki pula kembali tertawa. “Udah ah, gue pesananin aja yang kayak biasa.” Panca berlalu memesan makanan. Sementara itu David, Luki dan Ana kembali bercanda gurau seperti biasa.



125



POPULAR “Kapan lo mulai latihan basket?” Prilly yang sedari tadi membaca beberapa artikel tentang kue di ponselnya beralih menatap Gino yang sedang berbicara dengannya meskipun pandangannya tidak lepas dari games di ponselnya. “Nanti pulang sekolah,” balas Prilly. Gino mengangguk-anggukan kepalanya. “Cieeee yang bakal diajari mantan main basket, awas baper,” goda Ana yang mendengar topik pembicaraan Gino dan Prilly. “Apaan sih lo, biasa aja.” “Sabar ya Gin.” Luki menepuk-nepuk pelan bahu Gino yang berada di sampingnya seolah prihatin. Gino membalasnya dengan tatapan tajamnya. Apa maksudnya berbicara seperti itu? Masalah Prilly dan Ali sama sekali bukan urusannya. *** “Cari cara biar Niken tanda tangani surat ini tanpa tahu isinya.” Farel memberikan sebuah amplop pada Salsa. “Ini surat apa Hon?” “Kamu baca aja.” Masih dengan kebingungannya, Salsa membuka amplop itu dan melihat isinya. Dahinya mengernyit saat membaca isi surat itu. “Niken gak mungkin mau tanda tangani surat ini.” “Itu tugas kamu. Sepaling tidak dengan kamu lakuin ini, bisa menebus kesalahan kamu sama Nata.” Salsa berpikir sejenak. “Oke aku bakal lakuin. Tapi setelah ini kita bakal kembali kayak dulu lagi kan Hon?” Tanya Salsa penuh harap. Ia benar-benar rindu dengan Farel. Sikap Farel yang berbalik dingin dan menjauhinya membuat ia merasa sangat sedih. Jika dengan melakukan ini dapat membuat hubungannya dan Farel membaik dan menebus rasa bersalahnya pada Nata, Salsa akan melalukannya. “Aku kangen kamu,” lanjutnya. “Aku lebih kangen kamu. Tapi aku kangen Salsa aku yang dulu. Bukan Salsa yang bisa lakuin apa pun buat sahabatnya dengan cara yang gak benar. Bantu aku buat selesaiin masalah Nata, karena kita juga berperan dalam masalah ini. Kita yang kenali Nata sama Niken. Setelah masalah ini selesai, kita akan kembali kayak dulu lagi.” Perlahan seulas senyuman terukir di bibir Salsa. Ucapan Farel seolah memberikan ia harapan bahwa semuanya akan kembali seperti semula.



126



POPULAR



Chapter 37 *** “Sorry lama, tadi ganti baju dulu.” Ali yang sedari tadi menunduk sembari memainkan bola di tangannya langsung mendongak menatap Prilly yang kini sudah berada di hadapannya dengan pakaian olah raga khas sekolah. “Gak papa kok,” balas Ali sembari tersenyum. “Sekarang kamu pemanasan dulu ya.” Prilly mengangguk kecil kemudian berjalan ke tengah lapangan dan melakukan pemanasan. Ali sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari Prilly. Jujur saat ini ia sangat senang. Setidaknya meskipun dengan alasan karena pelajaran, ia tetap bisa dekat dengan Prilly dan berbicara padanya. Setelah dirasa pemanasan Prilly cukup, Ali langsung bangkit dari posisinya dan menghampiri Prilly. “Kita mulai sekarang?” Lagi-lagi Prilly mengangguk. “Tapi sebelum mulai, bayarannya mana?” Ali menengadahkan tangannya menagih ucapan Prilly kemarin. “Red velvetnya habis, jadi gak bisa bawa. Tapi gue pasti bakal kasih kok, atau nanti selesai lo ngajarin gue, lo bisa ke toko kue buat ambil red velvetnya.” “Oke, nanti aku ke toko kue kamu.” Prilly mengangguk setuju. “Ya udah, sekarang kita mulai ya. Kata pak Riki, pengambilan nilainya cuma meliputi dribble sama shooting aja. Aku bakal kasih contoh, kamu perhatiin ya.” Ali mulai men-dribble bola yang sedari tadi ia pegang, setelah itu dengan mudah Ali melemparnya dan memasukkan ke dalam ring. Prilly memperhatikannya dengan serius. Entah mengapa selalu terlihat mudah saat melihat orang bermain basket, namun sangat sulit memainkannya. “Gimana? Kamu bisa?” Prilly mengedikkan bahunya seolah tidak tahu. “Ya udah kamu coba dulu.” Ali memberikan bola basket pada Prilly. Prilly pun mencoba mendribble nya sebisa yang ia biasa. Diam-diam Ali tersenyum melihat gadis cantik itu yang memang tidak bisa sama sekali. Ali sangat paham betul jika Prilly tidak bisa dan tidak suka pelajaran olah raga. Setelah men-dribble bola secara asal-asal, Prilly kini mencoba me-shooting bola yang hasilnya tidak begitu bagus. Bola terlempar masih jauh dari jangkauan ring. Kini tawa Ali benar-benar pecah, gadis itu terlihat sangat lucu. “Kok malah diketawain, ngeselin!” Kesal Prilly. Ali langsung menghentikan tawanya. “Maaf, abis kamu lucu. Sini deh aku ajari.” Ali meminta Prilly untuk mendekatinya. Meskipun dengan wajah yang masih kesal, Prilly tetap mengikuti Ali. “Badannya harus dicondongin sedikit, terus pantuli bolanya jangan pakai telapak tangan, tapi pakai jari-jari yang dibantu sama pergelangan tangan. Terus mantulinnya sebatas pinggang. Kayak gini nih.” Ali kembali memberikan contoh. Setelah itu Ali kembali membiarkan Prilly untuk mencoba.



127



POPULAR Sesuai dengan yang Ali katakan, Prilly mencoba melakukannya kembali. Awalnya masih sama, belum ada perubahan. Namun lama kelamaan setelah Prilly terus mencoba akhirnya ia mulai bisa melakukannya dengan baik. “Nah bisakan.” Prilly mengangguk sembari tersenyum senang. “Sekarang kita coba ngeshoot ya.” Prilly kembali mengangguk antusias. Sepertinya ia mulai menyukai basket. Mengapa saat pak Riki menjelaskan sangat sulit untuk paham? “Pertama cara berdiri kamu harus tegak dulu, habis itu lututnya agak ditekuk buat menyempurnakan saat lompat nanti. Nah tangan kanan kamu jadi landasan di bawah bola, pergelangan tangannya ke belakang. Tangan kirinya buat keseimbangan aja. Soalnya kalau ke shooting bola itu cuma pakai satu tangan sebenarnya. Pegang bolanya jangan pakai telapak tangan, harus pakai ujung-ujung jari. Sikunya harus ditekuk kira-kira 90 derajat. Waktu melempar bolanya, kamu lompat sedikit terus lurusin siku dan lempar bolanya. Nanti bolanya bakal masuk,” jelas Ali panjang lebar sembari mencontohkan setiap penjelasannya. “Kamu paham?” Tanya Ali melihat ekspresi Prilly yang sepertinya kebingungan. “Aaaaaaaa kok ribet banget sih? Bukannya tinggal lempar aja ya? Kamu kok kelihatannya mudah banget masuki bolanya?” Rengek Prilly frustrasi mengentak-entakkan kakinya. Ali tersenyum gemas melihat tingkah gadis itu, apalagi mendengarnya menggunakan aku-kamu. Sepertinya ia tidak terbiasa menggunakannya. “Ya gak boleh asal-asalan dong lemparnya, nanti kalau kamu terkilir gimana?” “Tapi aku gak bisa.” Prilly menunduk lemas. “Ya namanya juga baru latihan sekali, mana mungkin langsung bisa. Aku aja dulu latihannya harus setiap hari.” “Mau aku bantuin masuki bola ke ring?” Prilly mengangguk. Ali berdiri di depan Prilly membelakangi gadis itu kemudian sedikit berjongkok. Prilly menautkan alisnya heran melihat apa yang dilakukan Ali. “Naik.” “Ha???” “Naik di atas pundak aku.” “Enggak ah, aku kan berat.” “Enggak kok, buruan. Bawa bolanya juga.” Meskipun sedikit ragu, akhirnya Prilly mengikuti yang Ali katakan dengan menaiki pundaknya. Setelah Prilly naik sempurna di pundaknya, Ali menegakkan tubuhnya. “Sekarang kamu coba lempar bolanya, udah dekat banget ke ring kan? Tapi ingat cara ngelempar bola yang aku bilang tadi ya. Jangan asal-asal.” Prilly mengangguk paham. Ia menatap ring yang tadinya terlihat sangat tinggi namun kini sudah begitu dekat dengannya. Dengan yakin Prilly mencoba melempar bola itu ke arah ring.



128



POPULAR “Yeayyyyy masukkkk...” sorak Prilly girang saat bola itu masuk dengan begitu mulus ke dalam ring. Ali mendongakkan wajahnya menatap Prilly yang kini berada di atasnya terlihat begitu gembira hingga Ali ikut tersenyum senang. “Bisa kan?” “Iya sih, tapi nantikan waktu ngambil nilai gak boleh digendong.” Prilly menunduk untuk menatap Ali sembari mengerucutkan bibirnya. Lagi-lagi Ali tersenyum gemas. “Besok kamu bisa coba gak pakai digendong. Hari ini segini dulu ya, kayaknya kamu udah capek,” ucap Ali diiringi anggukan setuju dari Prilly. “Ya udah, turunin aku.” “Aku masih mau kayak gini.” “Apaan sih, buruan turunin.” “Ya kalau kamu mau turun, coba aja turun sendiri.” Prilly berdecap kesal. Bagaimana bisa tubuhnya yang mungil bisa turun sendiri. “Aku bakal turunin kamu setelah kamu dengar sesuatu,” ucap Ali kini terdengar mulai serius. “Apa?” “Kamu percaya gak kalau aku bilang apa yang aku lakuin selama ini ada alasannya?” Tanya Ali. Prilly terdiam sejenak. Jujur ia tidak suka Ali mulai membahas masalah ini. Hampir saja ia melupakan bahwa diantaranya dan Ali ada masalah. “Alasannya karena kamu lebih nyaman sama yang lain,” balas Prilly seadanya. “Kamu tahu gak, dalam hubungan itu ada dua hal penting selain cinta, yaitu perjuangan dan pengorbanan. Disaat kedua itu gak bisa jalan beriringan, seseorang harus memilih, berjuang atau berkorban. Tapi intinya tetap ada cinta disana,” ucap Ali mencoba menjelaskan sesuatu. Ia sangat berharap Prilly mengerti apa yang ia maksud. “Udahlah gak usah bahas itu lagi. Aku lagi mencoba berdamai sama masa lalu. Sekarang turuni aku, aku udah harus ke toko kue.” Ali menghela nafas. Sepertinya Prilly sangat menghindari pembahasan ini. Ia pun menurunkan Prilly dari gendongannya. “Kamu jadi bikinin aku red velvetkan?” Tanya Ali mengingatkan. “Jadi, kamu bisa ke toko kue.” “Kita kesana bareng aja, kamu sama aku.” “Gak usah, aku gak biasa dekatin pacar orang,” ucap Prilly terdengar menyindir kemudian berlalu dari Ali. Gino yang sedari tadi memperhatikan kedua orang di tengah-tengah lapangan dari markasnya yaitu rooftop sekolah langsung memutuskan untuk pulang setelah melihat latihan Ali dan Prilly hampir usai. Ia melewati koridor di samping lapangan tanpa melirik sedikitpun pada Ali maupun Prilly. Ia berusaha sebiasa mungkin seolah tidak melihat apa-apa. “Gino...” panggil Prilly yang menyadari kehadiran Gino. Mau tidak mau Gino menghentikan langkahnya. Ali yang saat itu mengejar Prilly ikut menghentikan langkahnya melihat kehadiran Gino.



129



POPULAR “Lo kok masih di sekolah?” Tanya Prilly. “Kenapa? Ada tulisan yang ngelarang gue tetap disini?” Prilly memutar bola matanya malas mendengar jawaban ketus dari Gino. “Ya enggak, aneh aja lo tetap disini.” “Ya udah deh, gue pulang dulu ya,” pamit Prilly. “Pulang sama siapa?” “Sendiri.” “Jam segini gak bakal ada ojek atau angkot di depan.” “Nanti gue pesan gojek aja.” “Lo sama Nata aja. Dia kan yang bikin lo masih di sekolah jam segini, dia juga yang harus tanggung jawab.” Gino membesarkan suaranya agar Ali yang berdiri tidak jauh dari mereka bisa mendengar. “Lo kenapa jadi nyuruh-nyuruh gue gitu? Kenapa gak lo aja yang ngantar gue pulang?” “Gue ada urusan.” Setelah mengatakan itu, Gino langsung berlalu dari hadapan Prilly dan Ali. Prilly menatap Gino heran, menurutnya sikap Gino benar-benar aneh. Bahkan Gino sama sekali tidak menatapnya saat berbicara tadi. Ada apa dengan lelaki itu? “Jadi ke toko kue gak? Kalau kamu gak mau pergi sama aku, gak bakal ada latihan kedua,” ucap Ali kemudian berlalu pula dari Prilly. Prilly mengentak-entakkan kakinya kesal. Mengapa kedua lelaki itu terdengar sangat mengaturnya? Benar-benar menyebalkan. Dengan masih kesal, Prilly pun pasrah mengikuti Ali.



130



POPULAR



Chapter 38 *** “Aku mau bikin red velvet dulu. Kalau kamu mau, kamu bisa tunggu disini atau pulang dulu.” “Aku tunggu disini aja.” Mendengar jawaban Ali yang sepertinya lebih memilih menunggu di toko kue dibandingkan pulang terlebih dahulu membuat Prilly mengangguk paham dan memutuskan langsung berlalu menuju dapur toko kuenya. Melihat Prilly yang sudah berlalu ke dapur, Ali memutuskan untuk duduk di tempat yang biasa ia tempati setiap kali ia datang ke tempat ini. Rasanya hari ini Ali benar-benar bahagia, untuk pertama kalinya setelah putus dengan Prilly ia bisa dekat kembali dengan gadis itu. Sebenarnya Ali ingin sekali mengikuti Prilly ke dapur, melihatnya membuat kue, menjahilinya hingga wajah mereka penuh dengan tepung seperti biasanya. Namun sepertinya ia harus menahan diri, Ali tidak ingin membuat Prilly merasa tidak nyaman. Menerima perlakuan Prilly yang sudah mulai baik saja rasanya untuk saat ini sudah cukup. Ia tidak ingin jika nanti bertindak terlalu jauh, Prilly akan merasa tidak nyaman dan menjauh darinya seperti dulu. Ali duduk di sudut toko kue dengan pandangan menuju pintu masuk toko yang mulai dimasuki satu persatu oleh pelanggan. Meskipun toko kue Prilly tidak terlalu besar dan bukan berada di pusat kota, namun toko ini bisa dikatakan cukup ramai pembeli. Mungkin karena rasanya yang memang sangat lezat dan Prilly yang suka menciptakan karya-karya terbarulah yang membuat toko ini semakin ramai. Belum lagi di toko ini disediakan beberapa kursi dan meja yang bisa digunakan untuk anak-anak sekolahan untuk sekedar nongkrong atau membuat tugas dengan teman-temannya. Bagaimana mungkin bisa Ali membiarkan tempat yang menjadi sebagian hidup Prilly ini direbut darinya. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya Prilly jika ia kehilangan toko ini. Ali bertekat untuk secepatnya mengambil kembali toko kue ini dari tangan Niken. “Gi, pesanan yang buat di jalan Mawar mana?” Ali mengalihkan pandangannya melihat Juno yang memasuki toko kue dan langsung berbicara pada Megi. Lelaki itu tampak masih memakai helm dengan jaket yang menutup tubuhnya. Sepertinya ia akan mengantar kue pesanan. Terlihat Megi yang memberikan sekotak kue padanya. Usai menerima pesanan, Juno yang menyadari kehadiran Ali sempat melemparkan tatapannya pada Ali. Tatapannya terkesan datar dan tidak bersahabat. Memang selama ini pun Juno dan Ali jarang sekali berbicara. Namun melihat tatapan Juno, Ali tahu bahwa lelaki itu pasti makin tak suka dengannya setelah apa yang ia lakukan kepada Prilly. Juno memang sangat menyayangi Prilly seperti adiknya sendiri, tentu saja ia tidak suka jika ada orang yang melukai Prilly. Seperti tak ingin berlama-lama menatap Ali, Juno langsung memutuskan untuk pergi. Setelah kepergian Juno, Ali mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Toko kue makin ramai pengunjung, akan sangat aneh rasanya jika ia memperhatikan siapa saja yang masuk. Baru beberapa saat termenung, Ali tiba-tiba teringat sesuatu. Senyuman tipis terlihat mengukir bibir Ali. Sepertinya sudah lama ia tidak melakukan sesuatu yang sedang ia pikirkan saat ini. Mungkin ini adalah saat yang pas. Ali langsung bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari toko kue Prilly. *** Mungkin hanya Tuhan yang tahu segalanya Apa yang ku inginkan di saat-saat ini 131



POPULAR Kau takkan percaya kau selalu di hati Haruskah ku menangis tuk mengatakan yang sesungguhnya Kaulah segalanya untukku Kaulah curahan hati ini Tak mungkin ku melupakanmu Tiada lagi yang ku harap, hanya kau seorang Kau takkan percaya kau selalu di hati Haruskah ku menangis tuk mengatakan yang sesungguhnya Kaulah segalanya untukku Kaulah curahan hati ini Tak mungkin ku melupakanmu Tiada lagi yang ku harap, hanya kau seorang Suara nyanyiin lagu berjudul kaulah segalanya dari Sammy Simorangkir membawa langkah Prilly keluar dari dapur menuju asal suara. Prilly dibuat terpaku melihat Ali yang tengah bernyanyi menggunakan gitar. Lelaki itu terlihat sangat menikmati setiap petikan gitar dan setiap lirik yang ia ucapkan. Semua pelanggan juga terlihat sangat menikmati suara merdu Ali. Bahkan antrean pemesanan kue semuanya menatap fokus pada Ali. Rindu rasanya mendengar suara indah Ali. Yang ada di hadapannya saat ini benar-benar Ali, bukan Nata. Ingatan Prilly langsung menerawang peristiwa-peristiwa indah yang dulu sering mereka alami. Dulu Prilly sering sekali ingin menemani Ali manggung saat masih menjadi penyanyi kafe. Namun karena kesibukan di toko kuenya, Prilly menjadi sangat jarang bisa melihat Ali bernyanyi di kafe. Saat asyik menikmati suara indah Ali serta kenangan-kenangan indah yang berputar-putar di pikirannya, secara tidak sengaja pandangan Ali dan Prilly bertemu. Menyadari hal itu, Prilly langsung mengambil langkah cepat kembali ke dapur untuk melanjutkan membuat kuenya. Ia tidak lupa merutuki dirinya yang tertangkap basah tengah memperhatikan Ali. Entah apa yang kini Ali pikirkan tentangnya. Sementara itu, Ali yang tadi tidak sengaja menatap Prilly diam-diam tersenyum disela lagunya. *** “Sebelum kamu makan red velvet nya. Aku mau kamu cobain resep terbaru aku.” Prilly menyodorkan sebuah cangkir pada Ali. Ali menautkan alisnya bingung, namun saat matanya mulai menangkap apa yang berapa di dalam cangkir itu, ia sudah sangat paham meskipun Prilly belum memberi tahunya. “Itu red velvet latte. Kayaknya penyuka red velvet itu banyak banget, jadi aku mau membuat sesuatu dari red velvet tapi bukan kue,” jelas Prilly. Ali mengangguk-anggukan kepalanya paham.



132



POPULAR “Kamu cobain deh, setelah itu coba kasih pendapat.” Ali meminum red velvet latte yang Prilly berikan padanya. Sementara Ali meminum, Prilly terlihat memperhatikan dengan serius dan penuh rasa penasaran. Ia tidak sabar mendengar tanggapan dari Ali yang notabenenya adalah pencinta red velvet. “Enak, tapi...” ucapan Ali menggantung membuat Prilly makin tidak sabar menunggu kelanjutannya. “Tapi apa?” “Tapi terlalu biasa. Kayak minuman rasa red velvet biasa yang dikasih latte,” pendapat Ali jujur. Prilly terlihat berpikir sejenak. Benar juga kata Ali. Di persaingan saat ini, ia membutuhkan sesuatu yang berbeda. “Menurut kamu aku harus gimana?” Kini berganti Ali yang tampak berpikir. “Gimana kalau dibagian atasnya kamu tambahin red velvet crumble? Selain bikin warnanya lebih bagus, saat diminum akan memberikan sensasi yang lebih menarik. Menurut kamu gimana?” “Brilliant!” Prilly tersenyum lebar memikirkan ide Ali yang menurutnya sangat cemerlang. Mengapa ia tidak terpikir hal itu sebelumnya. Ali yang melihat idenya diterima ikut tersenyum. Ternyata ia masih bisa memberi pendapatnya pada Prilly seperti dulu. “Eiitsss, kalau ide aku dipakai itu gak gratis loh. Istilahnya harus ada royaltinya.” “Sejak kapan kamu perhitungan kayak gini? Apa-apa ada imbalannya.” Prilly mencibir mendengar ajuan yang Ali berikan. “Kalau dulu aku bisa dapati apa aja dari kamu, tapi disaat kayak gini, aku butuh sedikit usaha buat dapatinya,” ucap Ali yang membuat Prilly terpaku. “Aku gak minta yang macam-macam kok, aku cuma minta buat selalu dapat satu cangkir red velvet buatan kamu kapan pun aku mau. Setidaknya aku masih punya alasan nantinya untuk kesini,” lanjutnya lagi yang masih belum menyadarkan Prilly dari keterpakuannya. Terkadang Prilly tidak mengerti jalan pikiran Ali. Ali seolah-olah ingin dekat dengannya, namun disisi lain ia masih bertahan dengan kekasihnya saat ini, Niken. “Gimana?” Tanya Ali. “Oke, kamu bisa kesini kapan aja,” balas Prilly akhirnya yang membuat senyum Ali merekah. ‘Ya udah kamu udah boleh makan kuenya.” Ali mengangguk antusias kemudian memulai memakan red velvet buatan Prilly yang selalu terasa lezat. Di sela-sela makannya, ia selalu saja mencari topik pembicaraan yang dapat ia bahas dengan Prilly agar suasana di antara mereka tidak canggung. Ali juga tidak lupa bercerita bagaimana kehidupannya sekarang dengan ayahnya. Ia menceritakan perasaannya yang tidak merasakan perubahan saat dulu ia masih tinggal sendiri dengan kini tinggal bersama ayahnya, karena ia tetap sulit bertemu dengan ayahnya karena kesibukan ayahnya itu. “Mau lagi dong.” “Kamu tu gak pernah cukup satu potong ya kalau makan red velvet.”



133



POPULAR “Iya nih. Kalau gini aku bisa buncit lagi, padahal udah agak mendingan karena suka main basket.” “Rasain tu, emang kamu dasarnya buncit.” Prilly mencibir membuat Ali terkekeh. Mau tidak mau, Prilly pun ikut terkekeh. “Ya udah aku ambilin dulu, tapi yang ini bayar ya.” “Iya, tenang aja.” Prilly pun bangkit dari duduknya berniat untuk mengambil kue lagi untuk Ali. Ternyata benar kata Gino. Untuk melanjutkan hidup, ia harus damai terlebih dahulu dengan masa lalu. Ali memang pernah menyakitinya, namun untuk seseorang yang pernah membuat Prilly berada diposisi lebih dari bahagia mungkin Prilly harus memberikan maaf dan kesempatan. Baru saja memikirkan tentang Gino, Prilly dibuat terkejut melihat Gino yang tiba-tiba memasuki toko kuenya. “Gino.” Prilly mengurungkan niatnya sejenak untuk mengambil kue untuk Ali dan memilih untuk menghampiri Gino. “Mau beli kue?” Tanya Prilly. Sebelum menjawab, Gino sempat melirik Ali yang sedang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Ali juga sedang menatapnya. Sepertinya ia juga kaget dengan kehadiran Gino. “Enggak.” “Terus mau ngapain?” “HP lo mana?” “Di tas, gue tadi lagi bikin kue. Emangnya kenapa?” “Mami bilang, dari tadi mami coba nelfon lo, tapi gak diangkat. Mami minta gue nyamperin lo buat ngundang lo datang ke launching InG fashion hari minggu, bisa?” Gino menjelaskan tujuannya datang ke toko kue Prilly secara langsung. Ia merasa harus segera pergi dari sini setelah menyampaikan pesan dari ibunya. “Bisa kok, nanti gue bakal telefon tante Inggrit balik.” “Oke,” setelah mendengar jawaban dari Prilly, Gino langsung memutuskan untuk pergi. “Mau kemana?” “Nongkrong sama teman.” “Gak mau makan kue dulu? Cobain resep baru gue yuk. Gue bikin red velvet latte,” tawar Prilly antusias. “Gue gak suka red velvet.” Prilly mengerucutkan bibirnya mendengar balasan ketus Gino seperti biasa. “Kalau cheesecake gue mau. Bungkusi terus antari ke mobil,” ucap Gino kemudian berlalu keluar dari toko kue Prilly. Prilly menggeram kesal melihat tingkah Gino. Ia selalu saja seperti ini, menyebalkan. Namun seharian ini ia terlihat aneh, ia seperti menghindar. Entahlah, Prilly susah sekali menebak pikiran Gino.



134



POPULAR Tak ingin menjadi pusing melihat sikap Gino, Prilly memutuskan untuk mengambilkan kue untuk Ali terlebih dahulu, kemudian mengantarkan pesanan Gino ke mobilnya. *** “Lo kenapa baru sekarang sih bawain cake Prilly? Kalau tau seenak ini,bakal sering-sering deh gue mampir ke toko kue Prilly.” “Iya nih, lo mah mau enak sendiri aja.” “Tahu lo, maruk!” Gino hanya mampu memutar bola mata malas mendengar celotehan sahabat-sahabatnya ia rasa sangat tidak penting itu. “Gin, sebenarnya hubungan lo sama Prilly apa sih?” Tanya Panca mulai penasaran. “Bener tu, jangan bilang lo suka sama Prilly,” tebak David. Luki dan Panca yang memiliki pemikiran yang sama langsung menatap Gino penuh selidik. “Apaan sih lo pada.” “Gin, kita temanan bukan satu, dua hari. Gak pernah ada sejarahnya lo punya teman cewek kalau bukan buat dipacari,” ucap Luki yang mendapat anggukan dari yang lainnya. “Gak usah sok tahu deh,” elak Gino. Ia paling tidak suka membahas soal seperti ini. “Bukannya sok tahu Bro, sebagai sahabat kami gak mau lo tersakiti. Apalagi tadi gue lihat waktu pulang sekolah Prilly ada di lapangan basket sama Nata.” “Dia sama Nata gak ada urusannya sama gue.” Ketiga orang itu hanya mampu menghela nafas. Gino memang sedikit berbeda dengan mereka. Gino tidak terlalu banyak bicara, apalagi menceritakan tentang pribadinya. “Gimana kalau kita taruhan aja Bro? Nata kan kayaknya mau dekati Prilly lagi nih. Kalau lo bisa dapatin Prilly duluan sebelum Nata ngajak balikan, lo bisa minta apa aja dari kami. Gimana?” Ucapan Luki itu mendapat anggukan dari dua temannya yang lain. “Sebrengsek-brengseknya gue. Gue gak pernah jadikan cewek sebagai target kebrengsekan gue. Nyokap gue cewek juga.” Gino yang mulai tidak minat dengan arah pembicaraan mereka memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan berlalu pergi, namun dengan cepat ditahan oleh Luki, Panca dan David. “Bercanda Bro, lo serius banget sih. Kita cuma ngetes lo doang kok. Dari jawaban lo kita tahu perasaan lo ke Prilly tanpa lo jawab,” ucap Panca sembari menepuk-nepuk pelan pundak Gino. “Gak usah sok tau Monyet! Lo pikir kepala gue transparan jadi kalian bisa baca pikiran gue,” ucap Gino ketus melemparkan kulit kacang yang ada di meja kepada Panca. “Dari pada bahas tentang Gino sama Prilly yang statusnya kayak muka Luki, gak jelas. Lebih baik kita ngomongin soal David sama Ana.” “Nah benar tu, gue ada cerita baru. Kemarin malam gue sama Ana nonton bareng.”



135



POPULAR Keempat lelaki tampan itu pun larut dalam obrolan mereka. David terdengar sangat antusias bercerita sementara Panca dan Luki juga antusias menanggapi. Sementara Gino hanya menjadi pendengar yang buruk tanpa memberi respons.



136



POPULAR



Chapter 39 *** “Gimana latihan basket lo sama Nata?” “Lancar,” jawab Prilly seadanya sembari membereskan buku di atas meja bersiap untuk beristirahat menuju kantin bersama Ana yang sudah terlebih dahulu menghampirinya ke kelas. “Ada getaran-getaran gak diajari basket sama mantan?” “Apaan sih, biasa aja.” “Btw Gino kok jarang nyamperin lo ya sekarang? Gak kayak dulu.” Pertanyaan Ana membuat Prilly menghentikan aktivitasnya sejenak. Ternyata Ana memikirkan hal yang sama dengannya. Sebenarnya Prilly juga merasakan hal yang sama. “Gue juga gak tahu.” “Oh... jangan bilang Gino cemburu karena lo sekarang udah dekat lagi sama Nata,” tebak Ana. Ia terlihat antusias mengutarakan rasa curiganya pada Prilly. Jika benar kecurigaannya itu benar, berarti selama ini Gino memiliki rasa lebih dari sekedar teman kepada Prilly. Mendengar hal itu, Prilly hanya mampu mengerutkan dahinya tak percaya. Yang benar saja Gino yang selalu ketus padanya bisa cemburu dengannya. “Apan sih lo, mana mungkin dia cemburu.” “Mungkin aja, dia suka kali sama lo.” “Udah ah, omongan lo gak jelas. Ke kantin yuk.” Tak ingin melanjutkan kembali pembicaraan ini, Prilly memilih bangkit dari duduknya dan mengajak Ana ke kantin. Di perjalanan ke kantin, seperti biasanya kedua sahabat itu saling bercerita. Ana bertanya banyak hal tentang bagaimana kegiatan Prilly di luar membuat kue seperti kegiatan baru Prilly menjadi model dari salah satu brand ternama. Belum lagi beberapa hari yang lalu Prilly sempat menghadiri launching produk terbaru InG fashion bersama Gino. “Ana...” suara panggilan itu membuat Ana maupun Prilly menghentikan langkahnya. “Lo mah Vid, Ana doang yang disapa, kan disini ada Prilly juga. Hai Prilly.” Prilly tersenyum membalas sapaan Panca. David, Panca dan Luki lah yang kini sedang menghampiri mereka saat tak sengaja bertemu di koridor. “Mau ke kantin kan? Barengan aja yuk,” ajak Luki. “Boleh,” balas Ana. “Ya udah yuk.” David langsung menggandeng Ana dan membawanya pergi mendahului mereka semua. Luki yang melihat kelakuan sahabatnya itu langsung menarik kerah David hingga ia terpaksa menghentikan langkahnya. “Nge-gas aja lo,” ucap Luki yang dibalas David cengiran khasnya. Prilly dan Ana hanya mampu tertawa kecil melihat tingkah mereka. Ketiga sahabat Gino ini memang selalu ada saja tingkah konyolnya.



137



POPULAR “Eh Gino mana? Gak ikut ke kantin?” Tanya Prilly menyadari ketidak hadiran Gino diantara mereka. “Gino lagi di markasnya, dia gak ikut makan,” jawab Panca. “Kenapa?” “Lagi puasa senin kamis kayaknya. Ya udahlah yuk,” balas Luki asal kemudian melangkah mendahului mereka semua menuju kantin yang kemudian diikuti oleh semuanya. *** “Lo mau ngapain sih Sal? Gue kan mau ke kantin sama cowok gue,” kesal Niken saat Salsa menahannya untuk tetap berada di kelas padahal kini sudah jam istirahat. “Hmmmm... gu.. gue butuh bantuan lo,” ucap Salsa ragu. Ia terlihat menarik nafas berkali-kali. Ia harus bisa melancarkan aksinya ini. Ia ingin semuanya benar-benar selesai. “Ya ampun baby Salsa, kan bisa nanti. Ya udah, lo mau minta bantuan apa?” Tanya Niken. “Gue butuh tanda tangan lo buat jadi model brand kosmetik. Kebetulan nyokap gue mau mulai usaha. Ini masih kontrak awalnya aja sih, nanti yang lebih resminya bakal nyusul. Lo langsung tanda tangan aja,” ucap Salsa berusaha sebiasa mungkin. Setelah mencari beribu alasan, akhirnya alasan inilah yang ia pilih. Salsa sangat berharap Niken tidak bertanya lebih nantinya maupun membaca isi surat yang akan ia berikan, apalagi mengingat kini Niken sedang terburu-buru untuk menemui Ali membuat Salsa merasa peluang yang ia dapatkan lebih besar. “Seriusan nyokap lo bakal jadiin gue brand ambassadornya?” Tanya Niken antusias. Salsa mengangguk kecil. “Ya udah, lo tanda tangan aja buruan, takut entar lupa. Lo juga harus buru-buru ketemu Nata kan?” “Ah iya, Nata dari tadi udah WA gue bilang kalau dia udah di kantin. Sorry banget ya gak bisa baca isi kontraknya, lo kasih tau gue aja nanti. Mana pulpennya.” Jantung Salsa berdegup kencang memberikan pulpen pada Niken dan menunggu Niken menandatangani surat mengalihan nama kepemilikan toko kue milik Prilly yang Farel berikan padanya beberapa hari yang lalu. Saat Niken hendak mengambil pulpen dari tangan Salsa, tiba-tiba saja ponsel Niken berbunyi. Salsa kembali menghela nafas panjang saat Niken gagal mengambil pulpen di tangannya dan lebih memilih untuk mengangkat telfon. Mata Niken membulat sempurna saat menerima telfon, hal itu sontak membuat Salsa khawatir. Belum lagi mata Niken tiba-tiba terlihat berkaca-kaca. “I.. iya.. ak.. aku kesana sekarang.” Niken menutup telefonnya kemudian dengan terburu-buru mengambil tasnya. “Nik, lo mau kemana?” Tanya Salsa. “Gue harus pergi.” “Iya, pergi kemana? Terus kenapa lo nangis?” “Gue harus pergi Sal, gue harus pergi!” Pekik Niken panik. Salsa yang melihat pun tak kalah panik. Ia berusaha menenangkan Niken. “Pergi kemana? Lo gak bisa pergi dalam keadaan kayak gini. Gue gak mau lo kenapa-kenapa.”



138



POPULAR “Ma.. mama gue Sal, mama udah gak ada. Dia bunuh mama.” Satu kalimat lirih itu keluar dari mulut Niken kemudian gadis itu langsung berlari keluar kelas. Sementara Salsa diam terpaku di tempatnya berusaha mencerna ucapan Niken tadi. Sadar dari keterkejutannya, Salsa langsung terburu-buru mengambil tasnya dan berlari keluar kelas. *** “Lihat kalian makan, gue jadi kepingin makan juga. Gue pesan makanan deh.” “Lo sih tadi pakai nolak, katanya kenyang,” ledek Ana pada Prilly. “Mau gue pesani Prill?” Tawar Panca. “Gak usah, gue pesan sendiri aja. Lo lanjut aja makannya," tolak Prilly harus sembari tersenyum. Panca mengangguk paham. Merasa perutnya sudah memunculkan tanda-tanda lapar, apalagi melihat yang lainnya terlihat makan begitu lahap, Prilly pun bangkit dari duduknya untuk memesan makannya sendiri. “Mpok, baksonya satu.” “Mpok, baksonya satu.” “Cieee samaan...” goda penjual bakso di kantin saat mendengar dua orang di hadapannya mengatakan hal yang sama. Kedua orang itu saling bertatap dan menunjukkan ekspresi terkejutnya. “Kok bisa samaan gitu ya,” ucap Prilly sembari tersenyum kikuk. “Jodoh kali,” celetuk Ali yang mendapat tatapan tajam dari Prilly sementara Ali hanya membalasnya dengan senyuman manis. Ali tak menyangka bisa bertemu Prilly. Tadi ia sama sekali tak melihat Prilly di dekatnya karena fokus pada ponselnya melihat-lihat sosial media, begitu juga dengan Prilly. Oleh karena itulah Ali maupun Prilly tidak dapat menyembunyikan keterkejutan mereka saat bertemu satu sama lain. Meskipun mereka kini sudah bisa dibilang kembali menjalin hubungan baik karena Ali sudah beberapa kali mengajari Prilly bermain basket, namun mereka tetap terlihat kikuk satu sama lain setiap bertemu. “Baksonya pedas gak Neng?” Tanya penjual bakso itu pada Prilly. “Pedas Mpok, tiga sendok ya.” “Jangan, satu sendok aja Mpok,” ucap Ali memotong ucapan Prilly. “Apaan sih Li, aku mau tiga.” “Enggak, kamu bakal sakit perut.” “Aku tahan pedas kok.” “Mulut kamu tahan, tapi perut kamu enggak. Satu sendok atau gak makan bakso sama sekali,” ucap Ali tegas seolah tak terbantahkan. “Ya udah Mpok, satu aja,” pasrah Prilly. Prilly mengerucutkan bibirnya menatap Ali kesal. Untuk sesaat ia terdiam berpikir, mengapa ia mudah sekali mengikuti ucapan Ali? Sepertinya ini karena ia sudah terbiasa mengikuti ucapan Ali apalagi tentang larangan memakan bakso terlalu pedas sejak dulu.



139



POPULAR “Ni buat Neng dulu.” “Makasih Mpok, ini uangnya.” Prilly mengambil bakso pesanannya. “Aku duluan ya.” Ali mengangguk kecil sembari tersenyum. “Aaawwwww... panas...” Prilly meringis saat merasakan kuah bakso yang masih sangat panas itu tumpah sedikit mengenai jarinya. Ali yang melihat itu langsung mengambil alih bakso di tangan Prilly dan meletakkan di meja yang berada tak jauh dari mereka. “Coba aku lihat, mana yang sakit?” “Gak papa kok, dikit doang.” Prilly meniup-niup jarinya yang terasa panas. Melihat hal itu, Ali menarik lembut tangan Prilly kemudian memperhatikan bagian jari Prilly yang memerah. Prilly terdiam membiarkan Ali meniup-niup jarinya. Yang dilakukan Ali sontak menjadi perhatian seisi kantin. Beberapa siswi yang tak ingin melewati momen ini langsung mengabadikannya melalui foto dan berencana mengunggahnya di akun sosial media sekolah. Pasti akan menjadi berita yang sangat panas. Beberapa orang tanpa berbisik memberi pendapat tentang kedekatan Ali dan Prilly yang sudah berstatus mantan itu. Entah mengapa bagi beberapa dari mereka kini Ali dan Prilly terlihat malah serasi. Mungkin karena kini status popularitas mereka di sekolah sudah bisa disamakan membuat mereka malah terlihat serasi. “Gimana? Masih sakit?” Tanya Ali. “Udah lumayan kok.” “Jari, udahan dong sakitnya, kasihan Prilly.” Prilly menahan tawanya melihat Ali yang seolaholah sedang bicara pada jari Prilly. “Apa? Jari bilang apa? Oh, jari mau sembuh kalau jarinya Ali elus-elus? Oke deh.” Ali mengeluselus jari Prilly. “Apaan sih, gak jelas,” ucap Prilly tertawa geli. Ali menatap Prilly sembari ikut tertawa. Setidaknya tindakan bodohnya membuat Prilly bisa tertawa. “Ya udah, aku mau ke tempat teman-teman aku dulu ya. Btw, makasih.” “Sama-sama. Oh iya, jangan lupa ya besok sepulang sekolah kita mulai ngambil nilai basket kamu,” ucap Ali mengingatkan. Prilly mengangguk kecil sembari tersenyum kemudian mengambil baksonya kembali dan berlalu pergi. Ali tersenyum melihat kepergian Prilly. Istirahat terindah sejak ia putus dengan Prilly. Untung saja Niken tidak datang untuk mengacaukan semuanya. Tadinya Ali sempat kesal karena Niken yang meminta untuk menunggunya di kantin tidak juga kunjung datang hingga akhirnya Ali memutuskan untuk makan sendiri. Namun jika begini, sepertinya Ali malah bersyukur karena bisa bertemu dengan Prilly. “Nat, ternyata lo disini.” Farel tiba-tiba datang sembari menepuk bahu Ali. “Kenapa?” Tanya Ali penasaran melihat Farel yang terlihat panik dengan nafas yang tak beraturan. “Lo harus ikut gue.” “Kemana?”



140



POPULAR “Gue gak punya waktu jelasin sekarang, lo ikut gue.” “Tapi gue baru pesan makan.” “Nat, ini penting banget,” desak Farel. “Oke, oke, bentar.” Ali mengeluarkan uang kepada penjual bakso yang sudah terlanjur membuatkan pesanannya. Setelah itu ia pun yang masih merasa bingung akhirnya pasrah mengikuti Farel. *** “Gin... Gino...” Gino makin mempercepat langkahnya seolah tidak mendengar apa-apa. Prilly menggeram kesal dengan langkah cepat terkesan berlari menyusul Gino yang makin menjauh. “Ihhhh Gino... awww...” mendengar suara pekikan Prilly, Gino pun menghentikan langkahnya dan langsung berbalik. Ia pikir Prilly terjatuh, namun yang ia dapati gadis itu terlihat baik-baik saja dan tersenyum lebar tanpa dosa padanya. “Jalannya cepat banget, gue manggil gak nengok-nengok,” kesal Prilly menghampiri Gino. Gino memutar bola matanya kesal, ternyata gadis ini menipunya. “Gak dengar.” “Helooo.. Giorgino Savero, gue manggil lo udah kayak pakai toa teriak-teriak, masa iya lo gak dengar.” “Lo mau ngapain sih?” “Lo kenapa sih jutek banget. Ya gue tau lo emang jutek, tapi akhir-akhir ini lo lebih jutek. Gue ada salah ya?” Tanya Prilly. Jujur ia merasa tidak enak melihat sikap Gino beberapa hari belakangan ini. “Enggak.” “Bohong, jujur dong Gin, lo kenapa sih?” “Lo bisa gak kepo gak?” “Enggak! Gue mau tau.” “Udah lah, gue mau pulang.” Gino kembali melangkah menuju parkiran dimana mobilnya berada. Prilly mengerucutkan bibirnya kesal. Susah sekali membuat Gino menjawab dengan benar pertanyaannya. “Ya udah kalau gak mau kasih tau, gue bakal ganggu lo terus,” ucap Prilly kemudian melenggang santai mendahului Gino memasuki mobil lelaki itu. Lagi-lagi Gino mutar bola matanya malas, jengah atas sikap gadis itu yang tidak putus asa. Kalau begini bagaimana mungkin ia bisa menjauh dari Prilly. “Satu box besar cheesecake sebagai imbalan lo nebeng mobil gue,” ucap Gino sembari memakai sabuk pengamannya mengikuti Prilly yang sudah terlebih dahulu memakainya. “Kok mahal banget? Mendingan pakai gojek. Gak jadi deh.”



141



POPULAR “Masuk ke dalam mobil gue, tandanya setuju. Lo gak bisa keluar lagi.” Gino langsung menyalakan mobilnya dan keluar dari perkarangan sekolah. Kini giliran Prilly yang memutar bola matanya malas. Dalam keadaan apa pun, Gino tetap menyebalkan.



142



POPULAR



Chapter 40 *** “Sejak dulu, gue sama Niken selalu bersahabat baik. Bahkan kami jarang banget berantem. Dulu waktu gue sering banget di bully dan dijahili anak-anak cowok. Tapi selalu aja ada Niken yang belain gue dan selalu jadi tameng buat gue. Karena itu sampai saat ini, gue gak pernah bisa menolak permintaan Niken karena dia udah baik banget sama gue. Saat dia minta tolong buat bantuin dapati lo, gue gak bisa nolak. Karena saat itu yang gue pikirin cuma satu. Gue mau Niken bahagia.” Salsa menyeka air matanya yang entah mengapa tidak berhenti mengalir sembari menatap lurus pada seseorang yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Farel yang berada di sampingnya tidak henti-hentinya mengelus lengan gadis yang sampai saat ini masih menempati hatinya untuk menenangkan. “Niken lahir dari keluarga yang broken home. Nyokap bokapnya cerai waktu dia masih SD. Meskipun udah cerai, tapi nyokap dan bokapnya gak pernah berhenti buat ribut. Mereka ribut bukan karena memperebutkan hak asuh Niken, mereka ribut karena memperebutkan harta warisan dari kakek nenenknya Niken. Lebih tepatnya, bokap Niken yang gak pernah puas sama apa yang dia punya. Dia gak pernah biarin hidup Niken dan nyokapnya tenang. Kadang gue berpikir, apa bokapnya pernah mikirin dia sekali aja. Dulu Niken juga punya adik cowok, tapi adiknya meninggal 3 tahun yang lalu karena bokapnya. Gue gak bisa bayangin kalau gue jadi Niken. Dia depresi di usia yang masih sangat muda karena masalah keluarganya. Dia merasa udah banyak kehilangan sesuatu di hidupnya, karena itu waktu dia tertarik sama lo, dia jadi sangat terobsesi. Mungkin karena dia gak mau ada yang hilang lagi dari hidupnya,” ucap Salsa melanjutkan ceritanya. Ia sempat melirik Ali yang sedari tadi hanya diam dan ikut menatap lurus pada Niken. “Kayaknya sekarang ini adalah titik terlemah Niken. Keterangan dari polisi, bokapnya Niken datang ke rumah tadi pagi buat minta surat rumah yang mau dia jual. Tapi karena nyokapnya menolak, dia bunuh nyokapnya Niken. Sekarang bokapnya udah di kantor polisi. Dari kabar yang di dapat, ternyata bokapnya pecandu narkoba juga. Mungkin karena itu dia selalu butuh uang dan emosinya gak terkontrol. Kayaknya Niken gak siap menerima semua kenyataan ini sampai dia kambuh dan tadi ngamuk-ngamuk di rumah sampai akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit dan ditangani psikiater pribadinya yang gue siapain.” Salsa menyudahi ceritanya dengan satu helaan nafas panjang. “Sorry udah bikin lo berurusan sama Niken. Seharusnya ini gak terjadi, seharusnya cukup gue yang menangani Niken.” Salsa menatap Ali penuh penyesalan. Kini pandangan Ali beralih pada Salsa dan Farel bergantian. Ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Ia serasa kehabisan kata-kata mendengar sebuah kenyataan yang tidak pernah ia bayangkan selama ini. “Ini bukan salah lo,” hanya itu yang dapat Ali katakan. “Udahan dong nangisnya, Niken bakal baik-baik aja kok, percaya sama aku. Kamu gak sendiri, aku bakal selalu ada buat kamu,” ucap Farel. Salsa tersenyum kecil menatap Farel. Setidaknya ada sesuatu yang dapat membuat perasaannya sedikit lega. “Lo pulang aja Bro, gue bakal temani Salsa disini. Kayaknya Niken baru siuman besok.” “Oke, kalau ada apa-apa kabari gue ya.” Farel mengangguk. Sebelum benar-benar pergi dari ruangan itu, Ali sempat melirik Niken sejenak sebelum akhirnya benar-benar pergi. Sebenarnya ia ingin tetap disini, setidaknya sebagai bentuk kepeduliannya. Namun malam ini ayahnya akan pulang setelah dua minggu lebih berada di Singapura bekerja. Mungkin Ali akan kembali lagi besok.



143



POPULAR *** “Gue bingung deh, harusnya kita udah bisa beli toko ini. Uang gue kan udah cukup.” “Ya mungkin aja ada sedikit masalah tentang surat-suratnya atau apanya gitu,” sahut Ana sembari memakan kue di hadapannya. Sesekali ia tersenyum senang merasakan setiap rasa dari kue buatannya. Sepertinya ia sudah begitu mahir dalam membuat kue. “Kalau misalnya toko ini udah jadi milik lo, lo mau bikin apa lagi Prill?” Tanya Juno yang saat ini ikut terlibat dalam pembicaraan bersama Megi pula. “Gue mau memperbesar toko ini,” balas Prilly bersemangat. “Gimana kalau mulai jualan online juga Prill? Maksudnya bukan cuma bisa dipesan di sekitaran Jakarta aja, tapi juga bisa di luar kota. Kayak jual kue-kue kering gitu,” saran Megi. “Nah benar tu Prill.” Juno terdengar menyetujui saran dari Megi. Prilly melirik Ana, Juno dan Megi bergantian. “Hmmmm boleh juga tuh. Oke deh, nanti gue pikiri.” “Btw, malam ini kita udah kayak lagi konferensi meja bundar aja ngomongnya serius di meja bulet gini.” Sontak ucapan Juno itu mengundang tawa mereka semua. Memang malam ini sebelum menutup toko dan pelanggan sudah mulai sepi, mereka santai sejenak sembari bercerita dengan posisi duduk mengelilingi sebuah meja berbentuk bundar. Tadi sore Prilly mendatangi pemilik toko untuk memberitahu bahwa ia sudah memiliki uang yang cukup untuk membeli toko sesuai dengan hasil pembicaraan mereka saat itu. Uang itu tentunya Prilly dapat begitu cepat dari hasil kerjanya bersama ibu dari Gino. Namun yang membuat Prilly sedikit bingung adalah, pemilik toko memberi tahu bahwa Prilly belum bisa membeli toko itu dalam waktu dekat ini. Yang membuat Prilly makin bingung adalah karena ia tidak diberikan alasan yang jelas mengapa hal ini terjadi. Padahal Prilly sudah sangat ingin membeli toko kue yang dirintis oleh orang tuanya itu sebagai bentuk pencapaiannya selama ini. “Eh Prill, kok gue udah jarang sih lihat Gino main kesini?” Tanya Megi beralih topik pembicaraan. “Gue juga gak tahu, akhir-akhir ini dia kayak menghindar gitu dari gue.” “Jangan-jangan Gino kayak gitu karena lo sekarang udah dekat lagi sama Nata?” Prilly mengerutkan dahinya mendengar penuturan Ana. “Apa urusannya?” “Ya elah ni bocah. Makanya pacaran jangan sekali aja, sering-sering dong buat cari pengalaman. Itu tandanya Gino cemburu. Kalau dia cemburu, berarti dia suka sama lo,” ucap Juno menyahut. Prilly membulatkan matanya menatap Juno tajam. “Tapi kayaknya Juno ada benarnya deh Prill.” Megi membenarkan ucapan Juno. Karena jika dipikir-pikir ucapan Juno logis dengan apa yang terjadi pada Gino. “Kalian apaan sih, ya gak mungkin lah. Udah ah mending beres-beres, toko udah mau tutup.” Merasa tidak minat dengan pembahasan itu, Prilly langsung bangkit dari duduknya dan berlalu pergi untuk berkemas menutup toko kue karena hari sudah malam.



144



POPULAR “Jadi Gino atau Nata Prill?” “Au ah...” Ana, Megi dan Juno terkekeh mendengar sahutan ketus dari Prilly.



145



POPULAR



Chapter 41 *** “Thanks ya, udah mau jengukin aku.” Ali mengangguk kecil tanpa menatap Niken. Ia masih terlihat fokus mengupas apel yang akan ia bawa tadi untuk Niken. “Kata Salsa kamu dari pagi ya disini? Maaf ya aku baru aja bangun.” Lagi-lagi Ali hanya mengangguk. Ia menyodorkan apel yang sudah ia potong dan kepada Niken. Niken tersenyum kecil menerima kemudian memakannya. Suasana seketika menjadi hening. Ali duduk bersandar sembari melipat kedua tangannya di depan dada di kursi yang berada di samping ranjang Niken. Sementara Niken duduk di ranjang sembari memakan apel yang tadi diberikan Ali. Sesekali ia melirik Ali yang hanya diam. Niken paham, mungkin Ali memang tidak tahu harus berbicara apa. Ali datang saja merupakan sesuatu yang di luar dugaannya. Meskipun ia tahu bahwa Ali disini hanya untuk menunjukkan rasa kepeduliannya, bahkan ia sampai tidak masuk sekolah hari ini. “Hmmmmm Nat.” Ali tetap diam namun kini menatap Niken pertanda siap mendengarkan apa yang akan dikatakan gadis itu. “Tadi aku ketemu ini di tas Salsa, setelah aku baca, aku mutusin buat tanda tangani ini.” Niken memberikan sebuah map yang sedari tadi ia sembunyikan di bawah bantal. Ia mendapati map itu saat tadi sedang mencari ponsel miliknya di tas Salsa. Kebetulan Salsa sedang pergi menebus obat untuknya. Awalnya Niken merasa kaget saat membaca isi surat di dalam map. Terlebih ia ingat betul bahwa Salsa sebelumnya pernah memberikan map itu padanya sebagai bentuk kerja sama antara Niken dan ibu Salsa. Ali mengernyitkan dahinya, diambilnya map itu kemudian membacanya. Ali terlihat cukup kaget saat membaca isi map itu ternyata adalah surat pengalihan kepemilikan toko atas nama Niken menjadi atas nama Prilly yang sempat dibuat oleh Farel. “Nat, a... aku... minta maaf.” Suara Niken terdengar bergetar. Ali menatap gadis itu yang matanya sedang berkaca-kaca. “Aku gak tau apa aku masih bisa dimaafin atau enggak. Aku udah bikin kamu jauh dari orang yang kamu cinta. Semuanya karena keegoisan aku,” kini Niken benar-benar sudah terisak. “Aku pikir, dengan mengambil kebahagiaan orang bisa gantiin kebahagiaan aku yang hilang selama ini. Tapi ternyata aku tetap gak bahagia, aku bahkan kembali kehilangan banyak hal di dalam hidup aku.” Ali tetap diam mendengar setiap ucapan Niken. “Aku benar-benar minta maaf Nat. Kepergian mama bikin aku sadar, semakin aku berusaha mencari kebahagiaan dengan cara yang salah, semakin sering pula aku kehilangan kebahagiaan yang sebenarnya udah aku punya selama ini. Aku minta maaf Nat.” Niken menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. “Gue udah maafin lo,” balas Ali. Ia menarik pelan tangan Niken agar tidak menutupi wajahnya. “Bahkan kamu masih baik sama aku. Seharusnya kamu bisa pergi jauh dari aku, karena dalam keadaan kayak gini aku gak mungkin nahan kamu. Aku emang bodoh!” Niken memukul-mukul kepalanya menyesali hal bodoh yang selama ini ia lakukan. Dengan sigap Ali langsung menahan tangan gadis itu agar tidak melukai dirinya. Seperti pesan Salsa yang ia sampaikan tadi, Niken tidak boleh



146



POPULAR memikirkan hal yang akan membuat emosinya tidak stabil, karena hal itu akan membuat ia bisa melukai dirinya sendiri. “Lo gak harus kayak gini. Setidaknya lo masih punya waktu buat menyesali dan memperbaiki semuanya. Dengan lo menandatangani ini udah begitu berarti buat gue dan Prilly.” Ucapan Ali setidaknya bisa membuat Niken tersenyum lega. “Thanks ya Nat. Sekarang lo bukan Nata gue lagi. Sekarang lo Ali nya Prilly.”Ali menautkan alisnya bingung, bagaimana Niken bisa tahu nama panggilannya yang hanya dipakai oleh Prilly itu. “Gak usah heran, waktu itu gue pernah dengar Prilly panggil lo Ali,” ucap Niken menjawab kebingungan Ali. Ali mengangguk paham. Mereka saling melempar senyum pertanda dimulainya hubungan baru diantara mereka, yaitu pertemanan. *** Prilly menunduk melihat ujung sepatunya. Sudah sekitar setengah jam ia menunggu dari waktu yang ditentukan, namun Ali tak kunjung datang. Ali juga tidak mengabari apa pun jika ada perubahan jam pengambilan nilai olah raganya. Anehnya lagi, bahkan hari ini Prilly sama sekali tidak melihat Ali. “Bisa mulai sekarang?” Prilly tersentak kaget saat mendengar suara seseorang. Ia langsung mendongakkan wajahnya. Prilly makin dibuat kaget saat melihat bukannya Ali, melainkan Gino lah yang kini berada di hadapannya. “Nata hari ini gak masuk, dia minta gue buat gantiin. Pemanasan 3 menit setelah itu kita langsung mulai.” Setelah mengatakan itu Gino langsung berjalan ke tengah lapangan sembari membawa kertas nilai untuk Prilly. Prilly pun terpaksa bangkit dari duduknya yang bergegas melakukan pemanasan. Prilly menggerutu dalam hati, Gino tetap saja menunjukkan sikap dinginnya. Bahkan ia bertingkah bagai orang asing yang belum kenal sebelumnya. Setelah Prilly melakukan pemanasan, tanpa berbicara apa pun Gino langsung menginstruksikan Prilly untuk melakukan setiap tahap pengambilan nilai. Dalam diamnya Gino dibuat tercengang oleh kemampuan Prilly. Hanya beberapa kali berlatih, ia terlihat sudah begitu baik dalam bermain basket. Sepertinya Ali mengerjakan tugasnya dengan begitu baik. Karena tidak ada masalah sedikitpun dan Prilly melakukannya dengan sangat baik, pengambilan nilai tidak membutuhkan waktu yang lama. “Gue bakal langsung kasih nilainya ke pak Riki. Lo udah boleh pulang sekarang,” ucap Gino kemudian berlalu dari Prilly. “Gino,” panggil Prilly menghentikan langkah Gino. Gino hanya berhenti tanpa berbalik. “Gue mau ngomong sama lo, penting.” Gino terdiam sejenak. “Ikut gue,” balasnya kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Dengan cepat Prilly mengikuti langkah Gino. Sepertinya ia harus benar-benar berbicara pada Gino kali ini. *** “Lo kenapa sih Gin dingin banget sama gue? Gue ada salah ya? Please kali ini jangan jawab gak ada apa-apa,” tanya Prilly. Ia menatap Gino dari samping. Rambut lelaki itu terlihat bergerak-gerak terembus oleh angin karena kini mereka sedang berada di rooftop sekolah.



147



POPULAR “Gue suka sama lo,” ucap Gino terdengar tenang. Namun berbeda dengan Prilly yang malah terlihat begitu kaget. “Ma.. maksud lo?” “Lo tanyakan gue kenapa? Gue suka sama lo. Gue gak biasa dekat sama cewek lama-lama yang bukan pacar gue. Jadi lebih baik menjauhkan?” Kini giliran Prilly yang diam. Ia bahkan tidak tahu harus berkata apa. Jadi benar apa yang diucapkan teman-temannya selama ini bahwa Gino menyukainya? “Kenapa diam? Nyesal udah nanya ini sama gue? Salah lo sendiri, gue udah berusaha buat gak ngomong.” “Gin, tapi bukan berarti lo harus jauhin gue kan? Kita masih bisa kayak dulu.” “Gue gak bisa.” Prilly kembali terdiam. “Sekarang gue yang nanya sama lo. Gimana perasaan lo sama gue? Apa satu ruang bernama hati yang lo punya bisa menjadi tempat buat cinta gue?” Gino menatap Prilly dalam. “Gin... gue... maksudnya kita kan..” “Gue udah tahu jawabannya. Cinta cuma bisa bikin seseorang gugup, bukan ragu. Dan sekarang gue bisa lihat keraguan dari lo,” Gino langsung menyeka ucapan Prilly. “Terkadang saat sedang patah hati, tuhan sengaja mengirimkan seseorang. Bukan untuk sebagai pengganti, tapi sekedar mengobati, setelah itu pergi.” Gino memberi jeda sedikit dari ucapannya. “Dan orang itu adalah gue. Kayaknya tugas gue udah selesai. Hati yang saat itu sempat gue temui sedang patah tepat di tempat ini sekarang udah utuh lagi.” Gino tampak tersenyum kecil, sangat kecil hingga Prilly yang saat ini sedang menatapnya tidak sadar jika lelaki itu sedang tersenyum. Gino merasa lega, setidaknya ia sudah menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan. “Gue duluan ya. Lo hati-hati pulangnya.” Gino kembali menyandang tasnya kemudian berlalu pergi meninggalkan Prilly yang hanya bisa diam terpaku. Ia benar-benar tidak tahu harus berkata atau berbuat apa bahkan untuk menahan agar Gino tidak pergi.



148



POPULAR



Chapter 42 *** Prilly keluar dari rumahnya dengan tergesa-gesa kemudian mengunci pintu rumah. Setelah itu, ia memasukkan kunci rumahnya ke dalam tas. Megi sudah pergi pagi-pagi sekali tadi ke toko kue, oleh karena itu tidak ada satu orang pun di rumah selain Prilly. Sebelum kembali melangkah untuk bergegas pergi ke sekolah, Prilly berdecap melihat tali sepatunya yang ternyata belum sempat ia ikat. Padahal ia kini sedang terburu-buru karena terlambat bangun. Entalah mengapa tadi malam Prilly merasa sangat susah tidur, seperti ada sesuatu yang sangat-sangat menganggu pikirannya. Hal itu berdampak pada terlambatnya Prilly bangun pagi ini. Baru saja Prilly hendak menunduk untuk mengikat tali sepatunya, tiba-tiba sudah ada tangan Ali yang mengerjakan apa yang akan Prilly lakukan tadi. Sontak saja hal itu membuat Prilly merasa kaget. Prilly berusaha menjauhkan kakinya, namun orang itu menahan dan tidak menghentikan aktivitasnya. Jujur Prilly merasa risih, bagaimana tidak, orang asing yang tidak dapat ia kenali wajahnya karena sedang menunduk itu tiba-tiba datang entah dari mana kemudian langsung mengikatkan tali sepatunya. “Selamat pagi.” Orang itu bangkit kemudian memberikan senyum terbaiknya pada Prilly di pagi yang cukup cerah ini. “A.. Ali..” nada Prilly terdengar sedikit terbata karena ia tidak menyangka sebelumnya bahwa Ali lah yang pagi-pagi sekali sudah datang ke rumahnya. Mungkin dulu saat mereka masih menjalin hubungan pacaran ia sering melakukannya, namun sejak putus, baru inilah kali pertama ia datang di pagi hari. “Udah siap berangkat ke sekolah?” Tanya Ali bersemangat tanpa menghiraukan wajah bingung Prilly. “Kamu ngapain kesini?” “Jemput kamu.” “Buat apa?” “Ya buat berangkat sama kamu ke sekolah bareng.” “Maksud aku, buat apa kamu lakuin ini semua? Kamu gak lupakan kita udah...” Prilly menggantung kalimatnya, berharap Ali akan paham tanpa ia katakan. “Kita udah apa? Duh, tiba-tiba aku amnesia ni. Udahlah, lebih baik kita berangkat sekarang dari pada terlambat.” Ali menarik lembut salah satu tangan Prilly untuk mengikutinya. “Ali, apaan sih. Aku mau berangkat sendiri aja.” Prilly berusaha melepaskan tangannya dari Ali, namun Ali sama sekali tidak menghiraukan. “15 menit lagi udah masuk. Kamu yakin bisa dapati angkutan umum dan sampai ke sekolah dalam waktu 15 menit?” Prilly melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Benar apa yang dikatakan Ali, ia tidak punya banyak waktu. Tapi Prilly tetap tampak berpikir beberapa saat, haruskan ia menerima tawaran Ali untuk pergi sekolah bersama? Tapi apa kata orang jika melihat ia pergi bersama kekasih orang lain? Belum lagi para siswa di sekolahnya rata-rata merupakan biang gosip. bisa jadi ia dan Ali akan menjadi santapan lezat gosip mereka pagi ini. “Waktu kamu tinggal 14 menit lagi,” ucap Ali.



149



POPULAR “Oke... oke... aku pergi sama kamu. Tapi turuni aku di depan gerbang sekolah aja.” “Oke.” Ali tersenyum senang sementara Prilly menghela nafas pasrah. Akhirnya Prilly pun mengikuti langkah Ali. “Gak papa kan pergi ke sekolah pakai ini?”Mata Prilly membulat sempurna saat melihat kendaraan yang Ali bawa saat ini. Sedari tadi ia tidak melihat kendaraan apa pun, ternyata Ali memarkir kendaraannya tepat di samping rumah Prilly. “Kita seriusan pakai ini?” Tanya Prilly terlihat masih tidak percaya. “Iya, gak papa kan?” “Ya gak papa lah, ayo buruan. Aku udah lama banget gak naik ini.” Dengan bersemangat Prilly langsung mendahului langkah Ali membuat Ali terkekeh kecil. Sesuai dengan apa yang ia bayangkan, Prilly pasti akan senang. Ali pun segera menyalakan kendaraannya dan melajukannya meninggalkan rumah Prilly setelah memberi helm pada Prilly dan memakai untuknya sendiri. Bukan ferrari merah mahal yang Ali bawa untuk menjemput Prilly selama ini. Melainkan sebuah motor yang dulu sering ia bawa menjemput Prilly setiap pagi. Prilly memejamkan mata merasakan angin yang menerpa wajah cantiknya. Bibir tipis merah mudanya menyunggingkan sebuah senyuman menikmati setiap memori yang melewati pikirannya. Untuk sesaat ia merasa dibawa pada masa lalu. Dimana saat-saat seperti ini sering kali bahkan selalu terjadi di setiap paginya. “Ali, katanya kita udah telat. Kok bawa motornya lama banget?” Prilly sedikit berteriak agar Ali bisa mendengar ucapannya karena suara mesin motor Ali cukup kuat. “Gak papa telat sekali-sekali, yang penting nikmati aja saat-saat kayak gini,” balas Ali. Tanpa sadar Prilly tersenyum. Ali menunduk sesaat melihat tangan Prilly yang hanya memegang ujung seragamnya, Ali tersenyum kecil. Meskipun sepertinya Prilly sangat menikmati saat-saat ini, namun gadis itu tetap terlihat menjaga jarak. Tiba-tiba terlintas ide jahil dalam benak Ali. Dengan sengaja Ali mengerem motornya membuat Prilly sontak melingkarkan tangannya erat pada pinggang Ali. “Ali... kenapa sih ngerem mendadak?” “Gak kenapa-kenapa, aneh aja lihat kamu megangin ujung seragam aku. Aku gak najis kok, meskipun gak ada label halalnya.” Seketika Prilly menahan tawanya sekaligus kesal mendengar jawaban asal Ali. Tangan Prilly terangkat memukul pelan bahu Ali hingga membuat tawa mereka berdua pecah. “Pacar kamu mana? Kenapa dia ngizinin kamu jemput aku?” Prilly memberanikan diri bertanya untuk menjawab rasa penasarannya. “Kalau ada mantan yang nanya kayak gitu, tandanya dia masih cinta.” “Apaan sih, cuma nanya doang,” elak Prilly. Lagi-lagi Ali terkekeh. Seketika suasana menjadi hening dan Ali mulai mempercepat laju motornya karena mereka sepertinya sudah benar-benar terlambat. Benar saja, saat motor Ali sampai di sekolah, gerbang besar itu sudah tertutup rapat.



150



POPULAR “Yah, gimana dong.” Prilly turun dari motor Ali berjalan mendekati gerbang, mengintip dari celah gerbang. “Ali, gimana dong? Kok diam aja? Malah senyum pula.” Prilly tampak kesal melihat Ali yang begitu tenang sementara dirinya begitu panik karena untuk pertama kalinya terlambat. “Kamu lupa lagi terlambat sama siapa?” Tanya Ali. Prilly mengerutkan dahinya tidak paham. Ali turun dari motornya kemudian menghampiri Prilly. “Pak... pak...” Ali berteriak memanggil satpam yang berada pada pos yang dekat dengan pagar. “Eh Nata, kamu telat?” “Iya Pak, tadi ban motor saya bocor. Saya udah minta izin sama yang punya sekolah buat telat. Bisa bukain gerbangnya gak Pak?” Tanya Ali. Satpam itu tampak mengangguk cepat kemudian membukakan gerbang untuk Ali “Kamu bohongin satpam?” Prilly sedikit berbisik mengikuti Ali yang sudah berjalan kembali ke motornya. “Sekali-sekali doang, dari pada gak boleh masuk.” “Iya deh Nata, anak yang punya sekolah,” ucap Prilly dengan nada yang terdengar menyindir. “Jangan panggil aku Nata.” “Nata... Nata... Nata...” Prilly malah mengulang ucapannya kemudian berlalu dari Ali memasuki sekolah. Ali hanya mampu menggeleng sembari tersenyum melihat tingkah gadis itu. Akhirnya hari yang ia tunggu datang juga. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk memanfaatkan hari ini sebaik-baiknya. Ia akan memperbaiki semua kekacauan yang terjadi selama ini. *** “Gak usah dilihati terus kalau bikin sakit hati.” Gino berpaling menatap David sembari memicingkan matanya tajam. Ia bergegas turun dari meja yang tadi ia duduki beralih duduk di kursi miliknya. “Prilly sama Nata balikan?” Tanya Luki dengan pandangan masih fokus pada Ali yang memasuki gerbang sekolah hingga ia sudah tidak terlihat lagi. Gino yang ditanya hanya memilih diam. Tadi mereka semua tidak sengaja melihat Ali dan Prilly yang terlambat bersama. Kelas mereka yang berada di lantai 2 membuat mereka bisa melihat ke arah gerbang masuk dari jendela. Biasanya sebelum guru datang Gino dan temannya-temannya memang sering duduk di kursi maupun meja yang berada di dekat jendela untuk sekedar bercerita sembari melihat jalanan di luar. “Bro, kayaknya lo harus cerita sesuatu deh sama kita,” ucap Panca kini menatap Gino dengan serius. Gino tetap memilih diam. “Diam aja lo, lagi sariawan?” Gino menatap malas kearah David. Ia benar-benar sedang tidak ingin diajak bercanda kali ini. “Cerita dong Bro, katanya kita sahabat satu sempak, masa gak mau cerita,” Luki membuat wajahnya sesedih mungkin. Tanpa aba-aba hal itu membuat David dan Panca bersamaan menjitak kepala Luki.



151



POPULAR “Enak aja satu sempak, sempak mah masing-masing,” ucap David tidak terima. “Kok malah ngomongin sempak. Fokus ke Gino dong.” Panca berusaha mengakhiri pembicaraan tidak penting dari kedua sahabatnya itu. “Jadi kenapa Gin? Akhir-akhir ini lo udah jarang banget sama Prilly.” “Gue suka sama Prilly.” “Apa?????” Seketika Panca, Luki dan David memekik tidak percaya mendengar ucapan Gino. Saat itu juga seisi kelas langsung melirik ke arah mereka. “Apa lo lihat-lihat? Mau gue patahi rahang lo pada?” David menatap tajam pada orang-orang yang sedang memperhatikan dirinya dan juga ketiga temannya. Mendengar ucapan David dan tatapan horor dari Luki, Panca dan Gino membuat mereka semua langsung tertunduk takut dan melanjutkan kembali aktivitasnya. “Lo seriusan Gin?” “Lo udah ngomong sama Prilly?” “Nahkan benar yang gue bilang. Lo pasti suka sama Prilly.” Gino hanya mampu menghela nafas panjang mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari sahabat-sahabatnya. Sebenarnya ia tidak ingin menceritakan hal ini. Hanya saja ia merasa lelah selalui ditanyai. “Gue serius dan udah bilang sama Prilly.” “Terus Prilly bilang apa? Atau jangan-jangan kalian udah pacaran?” Tanya Luki penasaran. “Dia diam aja, tandanya dia gak suka.” “Masa sih? Come on! Di luar sana banyak yang mau jadi pacar seorang Giorgino Savero.” Gino kembali diam. “Atau karena Prilly masih cinta sama Nata? Buktinya pagi ini dia berangkat bareng Nata,” tebak David. Gino hanya mengangkat bahunya pertanda tak tahu. “Terus lo gimana Bro? Gak mau perjuangin Prilly? Menurut gue kalau lo benaran cinta sama dia, ya perjuangin aja. Dia sama Nata kan udah putus.” “Buang-buang waktu. Dia emang jomblo, tapi selalu ada yang perjuangi dia. Seharusnya gue gak bilang suka sama dia.” “Maksud lo?” Gino kembali menghela nafas kemudian memutuskan untuk menceritakan semuanya pada ketiga sahabatnya itu. Menceritakan tentang maksud Ali selama ini memutuskan hubungannya dengan Prilly dan perjuangan Ali untuk mempertahankan toko kue milik Prilly dengan menjadikan Niken kekasihnya. “Oh Man! Gue gak nyangka. Mantan lo segila itu?” Pekik Luki tertahan usai mendengar cerita dari Gino. “Karena gila itu makanya gue jadiin mantan.” “Tapi si Nata nekat juga ya, segitunya mau berjuang buat Prilly.”



152



POPULAR “Jadi, lo rela lepasin Prilly?” Gino tampak mengangguk kecil. “Saat lo jatuh cinta tapi hati lo masih bisa merelakan dia pergi, artinya lo masih punya peluang buat move on Bro.” Panca menepuk-nepuk pelan pundak Gino seolah memberi semangat. “Move on itu bukan masalah peluang, tapi kesadaran. Kesadaran kalau udah gak bisa memiliki dan memberi kesempatan hati untuk kembali mencari,” balas Gino. “Sadapppppp!!!!” Luki dan David berteriak heboh bersamaan menepuk-nepuk tangannya untuk Gino. Sontak hal itu membuat Gino dan Panca tertawa. Mungkin Panca ada benarnya juga pikir Gino. Bisa saja hatinya belum terlalu jauh jatuh pada pesona Prilly hingga ia masih bisa berbesar hati melepaskan Prilly meskipun cukup sulit. Lagi pula, mungkin rasa yang ia punya masih sebatas suka. Untungnya ia begitu pandai membatasi diri dan menyadari dirinya sendiri bahwa gadis yang ia suka sebenarnya tidak benar-benar sendiri. Ada orang lain yang lebih pantas untuk mendapatkannya. Tapi mungkin yang harus Gino lakukan adalah membenahi hatinya untuk benar-benar merelakan Prilly seutuhnya, hingga akhirnya nanti ia siap berhadapan dengan Prilly dan bersikap biasa saja. *** “Kak Ali.....” Ali merentangkan tangannya menyambut anak-anak kecil yang berlari menghampirinya. Ali tersenyum hangat melepas rindu yang selama ini terpendam. Sungguh ia sangat merindukan suasana seperti ini. “Kak Ali kemana aja? Aku kangen sama kak Ali.” Ali tersenyum mendengar pertanyaan gadis kecil yang terlihat sangat menggemaskan itu. “Kakak juga kangen, kak Ali gak kesini karena gak dibolehin sama kak Prilly,” ucap Ali melirik Prilly dengan senyum jahilnya. Prilly membulatkan matanya menatap Ali tajam merasa tidak terima apa yang dikatakan Ali. “Apaan, kak Ali bohong. Kakak gak pernah larang, memang kak Ali nya aja yang gak mau datang,” Prilly mencibir Ali. “Ya udah, yang penting kak Ali sekarang udah ada disini. Dan kakak janji akan sering-sering kesini.” Ucapan Ali itu sukses membuat senyum anak-anak itu mengembang. “Sekarang kalian semua makan ya, kakak beliin pizza tadi. Buruan sana ke ruang makan.” Mendengar ucapan Ali, mereka semua bersorak gembira kemudian berlari menuju ruang makan. Ali kembali tersenyum melihat antuas mereka semua. “Kenapa mukanya kayak gitu?” Tanya Ali melihat wajah Prilly yang ditekuk. “Gak usah pura-pura gak tau deh, apa maksudnya ngomong gitu sama anak-anak? Mereka kira aku benaran larang kamu kesini, padahal kan kamu yang gak mau karena asyik sama pacar baru,” ketus Prilly yang malah membuat Ali terkekeh. “Ikut aku yuk, aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” Ali menarik tangan Prilly lembut keluar dari rumah panti asuhan. Ali membawa Prilly duduk di sebuah bangku yang berada di taman depan panti asuhan. Mendengar Ali yang akan mengatakan sesuatu membuat Prilly sedari tadi hanya diam mengikuti dan menunggu Ali berbicara.



153



POPULAR “Kamu mau ngomong apa?” Tanya Prilly saat Ali tak kunjung berbicara. “Aku mau jelasin tentang hubungan kita, maksudnya tentang keputusan aku waktu itu mutusin kamu.” “Udahlah, gak usah dibahas lagi. Lagian aku udah gak masalahin itu kok, aku lagi belajar buat berdamai sama masa lalu,” balas Prilly sembari tersenyum kecil. “Enggak, aku harus jelasin ini.” “Jelasin apa lagi sih Li? Semuanya udah jelas kok.” “Belum, aku bahkan belum jelasin apa-apa sama kamu. Please dengarin aku.” Melihat tatapan memohon dark Ali akhirnya membuat Prilly mengangguk pasrah. “Sebenarnya aku mutusin kamu waktu itu karena terpaksa.” “Maksud kamu?” “Sebenarnya toko kue kamu udah jadi milik Niken.” Prilly mengerutkan dahinya dengan mata menyipit masih tidak paham dengan arah pembicaraan Ali. Bagaimana bisa toko kue yang ia sewa itu menjadi milik Niken? “Kamu ngomong apa sih? Aku sewa toko kue itu, dan itu bukan punya Niken.” Akhirnya mengalirkan cerita apa yang terjadi selama ini antara Ali dan Niken. Bagaimana Niken bisa mendapatkan toko kue, hingga segala macam upaya dan ancaman Niken untuk memisahkan Ali dan Prilly. Prilly terlihat sangat terkejut, tidak menduga jika hal itu terjadi. Ia pikir Ali meninggalkannya karena Ali memang menyukai Niken yang sangat populer itu. Namun ternyata alasannya sangat jauh dari yang Prilly bayangkan. Jadi ia masih bisa berada di toko kue yang merupakan peninggalan orang tuanya itu karena Ali? “Kenapa kamu gak pernah cerita?” Tanya Prilly pelan. Entah mengapa air mata Prilly jatuh begitu saja. “Aku bisa apa selain mengikuti yang dia mau? Aku berurusan sama orang yang beda dengan kita. Dia bisa celakai kamu tanpa berpikir dua kali, dia bisa ambil toko yang menjadi kenangan kedua orang tahu kamu. Aku gak merasa diriku lebih penting dari itu. Aku cuma bisa tunggu sampai Tuhan berbaik hati untuk kasih tahu semua ini sama kamu.” Air mata Prilly makin mengalir deras mendengar ucapan Ali. Prilly menangkup wajahnya tidak tahu harus mengatakan apa. “Untuk kamu tahu, aku selalu cinta sama kamu. Semua yang aku lakukan, menyakiti diri aku, menyakiti kamu, semuanya aku lakukan karena aku sangat mencintai kamu.” Ali mengubah posisinya menjadi berlutut di hadapan Prilly. Ia menarik lembut tangan gadis itu yang menutup wajahnya kemudian menggenggam tangannya. “Aku tahu mungkin gak semua orang bisa terima cara aku mencintai kamu, termasuk kamu sendiri. Harusnya cinta gak menyakiti, tapi cuma ini cara yang aku bisa,” ucap Ali lagi. “Maafin aku, Sayang.” Ali berkata lembut mengulurkan tangannya mengusap air mata Prilly. “Kenapa kamu baru kasih tau sekarang? Kenapa disaat aku tanpa sadar udah terlalu sering sakiti kamu? Aku terlalu sering maki-maki kamu? Aku yang jahat sama kamu.” Ali langsung menarik Prilly dalam pelukannya. Ia menggeleng tidak membenarkan ucapan Prilly, sementara Prilly terus saja terisak.



154



POPULAR “Enggak, kamu gak jahat. Ini cuma bagian dari perjuangan aku buat kamu. Udah dong nangisnya.” Ali kembali menangkup wajah Prilly berusaha menenangkan Prilly. Sesaat kemudian Prilly terlihat sudah mulai tenang, tangisnya pun sudah mulai mereda. “Aku punya sesuatu buat kamu.” Ali mengeluarkan sebuah map yang sedari tadi ia bawa di tasnya kemudian memberikannya pada Prilly. “Kemarin mamanya Niken meninggal. Baru kemarin aku dengar kisah hidup Niken. Dia hidup di keluarga yang broken home sampai dia frustrasi dan punya seperti gangguan kejiwaan. Tapi setelah kepergian mamanya, dia sadar kalau yang dia lakukan selama ini gak benar. Jadi dia kasih surat pengalihan kepemilikan toko kue ini buat kamu,” jelas Ali. Prilly kembali tidak bisa berkata apa-apa. Begitu banyak kenyataan yang tidak ia duga, ia dengar hari ini. “Oh iya, tadi Niken juga titip salam sama kamu. Dia masih di rumah sakit sekarang.” “Salamin balik ya sama dia. Gimana kalau kamu besok temani aku jenguk dia?” Ali mengangguk setuju. “Jadi toko kue itu sekarang jadi milik aku? Toko yang dirintis orang tua aku, sekarang jadi milik aku?” Tanya Prilly masih tidak percaya. Ali mengangguk sembari tersenyum. “Makasih Li, makasih banget.” Prilly memeluk Ali erat. “Makasih doang?” Tanya Ali dengan nada menggoda. Prilly melepaskan pelukannya kemudian malah mencubit Ali. “Ohhhh... jadi ada imbalannya?” “Iyalah, kayak balikan gitu.” Prilly menahan senyumnya mendengar ucapan Ali. “Balikan?” Ali mengangguk-anggukan kepalanya. “Enggak ah.” “Kenapa?” “Aku masih kesal sama kamu, meskipun yang kamu lakuin buat aku. Tapi tetap aja kamu udah bikin aku sedih banget.” “Ya ampun, tapikan aku udah jelasin Sayang.” “Ya tetap aja, emangnya kamu pikir enak diputusin pas lagi sayang-sayangnya? Sakit tau!” “Oke, jadi aku harus lakuin apa biar kamu mau balikan lagi sama aku?” Prilly terlihat mengetuk dahinya seolah berpikir. “Gimana kalau kamu bikin red velvet. Kalau kamu bisa bikin red velvet seenak punya aku, kita bakal balikan, tapi kalau enggak ya....” “Come on Sayang! Aku gak bisa bikin kue, kamu gak lupa kan terakhir kali aku bikin kue jadinya gimana?” “Ya itu urusan kamu.” “Oke... oke... aku terima.”



155



POPULAR “Oh iya satu lagi, beberapa hari lagi kan kita ujian kenaikan kelas. Kamu harus belajar yang benar dan dapat nilai yang bagus. Selama jadi populer kan kamu jarang belajar, kerjanya nongkrong terus,” sindir Prilly. “Kok syaratnya jadi banyak?” “Terserah dong, inikan buat kebaikan kamu. Ingat ya, populer boleh, bego jangan!" “Iya... iya... bawel!” Prilly mencibir namun sesaat kemudian ia tersenyum senang. “Kamu cinta aku,” ucap Ali mengatakan yang selama ini sudah terasa begitu lama tidak ia ucapkan. Seketika rasanya darah Prilly berdesir mendengar ucapan Ali. Jujur, ia sangat rindu mendengar kalimat itu. “Siapa bilang? Sok tau lo!” Prilly menjulurkan lidahnya mengejek kemudian bangkit dari duduknya dan berlari memasuki rumah panti. Ali hanya mampu menggeleng sembari tersenyum melihat tingkah Prilly. Rasanya benar-benar lega. Akhirnya hari ini datang juga. *** “Baby G... sini dulu deh, mami abis beli kue di toko kue Prilly banyak banget. Mami juga beli cheesecake kesukaan kamu.” Gino yang baru saja memasuki rumahnya berhenti sejenak, hanya sebentar saja sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan langkahnya hendak memasuki kamar. “Eh baby G, kok malah pergi? Sini dong makan kue sama papi juga.” “Aku mau mandi Mi, gerah.” “Sini dulu dong bentar Gin, makan kue bareng papi. Kuenya enak loh, kata mami yang bikin teman kamu ya?” Gino menghela nafasnya kasar kemudian dengan terpaksa ikut duduk dengan ayah dan ibunya. “Iya Pi, Prilly itu juga kerja sama mami. Anaknya baik banget deh, ah mami jadi kangen dia.” Wajah inggrit tiba-tiba berubah menjadi sendu. Tadi rencananya ia ingin bertemu Prilly di toko kuenya, namun sayangnya Prilly sedang tidak ada disana. “Bawa Prilly main kesini dong Gin,” ucap Bagas Savero, ayah dari Gino. “Dia lagi sibuk. Gino ke kamar dulu ya Mi, Pi.” Tanpa menunggu balasan dari kedua orang tuanya, Gino langsung berlalu ke kamar. Inggrit dan Bagas saling bertatapan bingung melihat sikap aneh putranya itu, terlebih lagi inggrit. “Bentar ya Pi.” Bagas mengangguk membiarkan Inggrit berlalu. Inggrit mengikuti Gino yang sudah terlebih dahulu berlalu ke kamar. Jujur ia merasa resah dengan sikap putra satu-satunya yang tampak dalam keadaan tidak baik itu. “Baby G, mami boleh masuk?” Gino yang sudah membaringkan tubuhnya dengan masih memakai seragam lengkap tampak mengangguk kecil. “Kamu lagi kenapa? Lagi ada masalah?” Tangan Inggrit terulur mengelus kepala Gino. Merasa nyaman, Gino terlihat terpejam. “Lagi berantam sama Prilly?” Tebak Inggrit.



156



POPULAR “Enggak kok Mi.” “Terus kenapa?” Gino terdengar menghela nafas panjang. Ia membuka matanya kemudian bangkit dari posisinya menjadi terduduk di atas ranjang. “Mi, menurut Mami suka sama cinta beda gak?” “Oh.... soal cinta toh.” Inggrit terkekeh menggoda putranya. Hal itu malah membuat Gino memutar bola matanya malas. “Ya bedalah, kalau cinta udah pasti suka, kalau suka belum pasti cinta. Tapi suka bisa berpeluang jadi cinta kalau diterusi.” “Kalau kagum?” “Itu beda lagi. Kamu tertarik sama dia karena ada di diri dia yang menarik kamu. Itu juga bisa berpeluang jadi cinta.” Gino tampak mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Kamu kenapa tiba-tiba nanya gitu? Katanya anak mami ini bad boy, udah pernah pacaran jugakan dulu, kenapa tiba-tiba jadi gak paham soal cinta gini?” “Entahlah Mi.” “Cieeee... lagi jatuh cinta sama siapa? Prilly?” “Kayaknya enggak deh, mungkin selama ini cuma sebatas kagum dan suka.” Inggrit mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Ya kalau gitu gak ada masalah dong.” “Au ah, aku mau mandi aja.” Gino memilih untuk berlalu ke kamar mandi. Inggrit menggelenggelengkan kepalanya sembari tersenyum melihat tingkah putranya itu.



157



POPULAR



Chapter 43 *** “aaaaaaaaa akhirnya ujian kelar juga,” Ana memekik girang merentangkan tangannya seolaholah sangat menikmati hari terakhir ujian akhir kenaikan kelas yang baru saja mereka lalui. Prilly hanya mampu menggeleng sembari tersenyum, meskipun ia juga senang, namun ia tidak berniat untuk terlalu mengekspresikannya seperti yang dilakukan oleh Ana. “Kita bakal liburan kemana ni Prill?” Tanya Ana antusias. “Gak ada liburan! Selama liburan kita harus kerja di toko kue gue. Lusa kan toko gue selesai direnovasi dan mulai buka lagi setelah satu minggu ditutup. Jadi lo harus bantuin gue.” Wajah Ana langsung ditekuk mendengar ucapan Prilly. Sirna sudah segala macam imajinasinya tentang berlibur. “Kenapa muka lo langsung gitu? Gak mau bantu gue? Ha? Gak mau?” “Mau... mau...” “Nah gitu dong.” Prilly merangkul Ana sembari tersenyum semringah. Mau tak mau Ana ikut tersenyum. Sebenarnya ia tidak keberatan jika menghabiskan waktu liburnya dengan membantu Prilly di toko kuenya, karena aktivitas itu pasti akan menyenangkan. Lagi pula ia ingin mendukung usaha kue Prilly yang kini sudah semakin besar. “Hai...” langkah Prilly dan Ana langsung terhenti saat bertemu dengan Ali di koridor. Ali dan Prilly saling melemparkan senyuman manis khas milik mereka, sementara Ana hanya mampu memutar bola mata malas. Jika sudah begini ia pasti akan diabaikan. Prilly sudah menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dan Ali pada Ana. Bahkan saat itu Ana harus menginap di rumah Prilly agar bisa mendengarkan cerita Prilly yang sangat panjang itu semalaman penuh. Ana sebenarnya masih kesal pada Ali, namun jika ia berada di posisi Ali ia juga akan merasa serba salah. Lagi pula yang Ali lakukan adalah untuk kebaikan Prilly. Mungkin jika Ali tidak melakukan semuanya, belum tentu usaha Prilly bisa sebesar sekarang. “Gimana ujian hari terakhirnya?” Tanya Prilly. “Semuanya berjalan lancar. Aku yakin bakal dapat nilai yang bagus.” Prilly mencibir mendengar jawaban Ali yang terdengar begitu percaya diri. “Sok banget.” “Bukan gitu, tapi aku udah berusaha keras buat belajar. Kamu tahu kan selama ujian aku gak keluar sama sekali kecuali ke sekolah.” “Iya... iya... aku tahu.” “Terus aja gitu, gue dicuekin. Woiiiii masih ada orang, emangnya kalian pikir gue tong sampah.” Ana menunjuk-nunjuk wajahnya menyadari Ali dan Prilly bahwa ia ada disana. Sontak hal itu membuat Ali dan Prilly tertawa. “Parah banget tadi lo Luk, untung kagak ketahuan. Bikin contekan di perut. Kalau pak Fajar nanya kenapa lo buka-buka kancing baju lo ntar jawab apa?” “Bilang aja begah.”



158



POPULAR “Luki mah memang kampret, tiap hari bikin contekan.” “Yaelah, gue yang bikin kalian juga dapat kan.” “Iya juga sih.” “Bilang dulu makasih Luki, coba bilang gitu semuanya.” “Makasih Luki...” “Good! Lo gak mau ikut bilang makasih gitu Gin? Lo kan juga ikut kena kepret jawaban gue.” “Thanks!” “Oke deh, berhubung Gino ganteng, jadi bebas.” Koridor kini terdengar dipenuhi oleh suara Gino dan teman-temannya. Prilly, Ana maupun Ali sontak menatap arah mereka yang tampak berjalan dan sebentar lagi akan melewati mereka. Pandangan Gino dan Prilly bertemu, hanya sesaat sebelum akhirnya Gino langsung mengalihkan pandangannya. “Eh ada Ana sama Prilly.” Melihat Ana dan Prilly membuat Luki, David dan Panca menghentikan langkahnya. Gino berdecap kesal merutuki aksi sahabat-sahabatnya itu. Tak ingin ambil pusing, ia tetap saja melanjutkan langkahnya. “Gino.” Prilly langsung menyusul Gino. Mau tak mau Gino pun menghentikan langkahnya, menatap Prilly dengan enggan. Ali yang melihat itu hanya memilih diam sembari terus memperhatikan mereka. Prilly sudah sempat menceritakan tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Ali pada Gino. Awalnya Ali sempat merasa kesal, bagaimana tidak, ia mendengar seseorang mengungkapkan rasa suka pada gadis yang ia cintai. Namun setelah dipikir-pikir, ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Gino karena sebenarnya dirinya sendirilah yang memberikan peluang pada Gino untuk mendekati Prilly. Oleh karena itulah sepertinya ia harus memberikan waktu pada Prilly dan Gino menyelesaikan urusan mereka. “Gin, gue mau minta maaf.” “Gak perlu.” “Tapi gue tetap mau minta maaf. Kita gak bisa kayak dulu lagi ya? Gue benar-benar gak biasa dengan kita yang sekarang.” Prilly menatap Gino sendu. “Apa bedanya dulu sama sekarang? Memang kita dulu apa dan kita sekarang apa?” Pertanyaan Gino itu sukses membuat Prilly bungkam tidak tahu harus menjawab apa. Melihat Prilly yang tidak menjawab, Gino pun memutuskan untuk berlalu pergi. Namun sebelum pergi ia sempat melirik Ali sekilas. “Eh Gin mau kemana?” Teriak panca. “Na, gue nyusul Gino juga ya. Entar malam gue telefon.” David mengedipkan sebelah matanya sebelum berlalu dari Ana. Hal itu membuat Ana tersipu malu. “Ngapain mata lo ngedip gitu? Kelilipan serbuk kopi lo?” Tanya Luki. “Ah udah, mending susul Gino.” Panca langsung menarik Luki dan David untuk menyusul Gino. “Gino belum mau ngomong sama lo?” Tanya Ana. Prilly menggeleng pelan.



159



POPULAR “Kamu tenang aja ya, mungkin dia masih butuh waktu,” ucap Ali. Kali ini Prilly terlihat mengangguk. “Kita jadi jenguk Niken?” “Jadi, tapi ke rumah aku dulu ya. Aku buatin kue buat dia.” “Lo mau ikut Na?” Tanya Prilly pada Ana. “Gue gak bisa, mau temani nyokap beli kado buat ke pesta tante gue. Gue titip salam aja deh ya.” “Oke deh, kami duluan ya.” Ana mengangguk dan membiarkan Ali dan Prilly berlalu pergi. *** “Ini gue bawain lo kue, semoga lo suka, dimakan ya.” Prilly menyodorkan sebuah kotak kue yang ia bawa pada Niken. “Thanks ya Prill.” Prilly mengangguk kecil sembari tersenyum. Niken terlihat begitu kikuk, sejujurnya ia begitu kaget saat melihat kedatangan Prilly. Ia tidak menyangka bahwa Prilly akan datang untuk menjenguknya. Tiba-tiba suasana menjadi begitu hening. Di ruang rawat Niken hanya ada dirinya dan Prilly, sementara Ali sedang pergi ke kantin rumah sakit. Sebenarnya Prilly ingin menjenguk Niken sejak Ali menceritakan semuanya, namun saat itu ia sedang sibuk dengan persiapan ujian dan juga merenovasi toko kuenya. “Nik, makasih ya buat toko kuenya,” ucap Prilly mulai memecahkan keheningan. Niken yang sedari tadi menunduk sembari memainkan ujung baju pasiennya mulai menatap Prilly. “Gak perlu bilang makasih, itu emang hak lo kok.” “Tapikan itu sebenarnya udah jadi milik lo. Kalau lo mau, gue bisa kok balikin uang lo.” “Bahkan toko kue itu gak mampu membayar semua yang udah gue lakuin sama lo Prill. Gue bisa balikin toko kue lo, tapi gue gak bisa balikin waktu Nata buat lo,” nada Niken terdengar sendu, matanya pun mulai berkaca-kaca. “Kenapa sih gue bego banget? Gimana Tuhan mau kasih gue kebahagiaan? Gue jahat banget sih. Kebahagiaan orang diambil, bego... bego... bego...!” Niken memukul-mukul kepalanya melampiaskan amarahnya pada dirinya. Sontak Prilly langsung menahan tangannya agar Niken tidak melukai dirinya lebih jauh lagi. “Lo gak boleh kayak gini Nik. Yang pentingkan lo udah menyesali kesalahan lo. Lagi pula sekarang gue sama Ali udah gak permasalahin itu lagi kok.” “Gue benar-benar minta maaf Prill.” “Gue udah maafin kok, udah ah gak usah minta maaf lagi.” Tangan Prilly terulur menyeka air mata Niken yang entah sudah sejak kapan jatuh. Prilly tersenyum hangat seolah-olah menularkan aura positifnya pada Niken. Sepertinya yang ia lakukan berhasil hingga membuat Niken ikut tersenyum. “Pokoknya mulai sekarang kita lupain yang udah terjadi diantara kita ya.” Niken mengangguk setuju masih tersenyum.



160



POPULAR “Cobain dong kue yang gue bawa, itu buatan gue semua. Gue gak tau lo suka apa, jadi gue bawa beberapa macam kue.” Mendengar ucapan Prilly, Niken langsung membuka kotak kue yang tadi Prilly berikan padanya. Saat kotak terbuka, langsung terlihat beberapa macam kue yang tampak begitu lezat. Diantara semua kue itu, sepotong tiramisu lah yang menarik perhatian Niken. Niken mengambil kue itu kemudian memakannya. Niken sempat terpaku saat kue itu menyentuh indra pengecapnya. “Gimana? Enak?” Tanya Prilly penasaran dengan reaksi Niken. Prilly memang selalu ingin tahu bagaimana pendapat orang-orang tentang kue buatannya. “Ini tiramisu terenak yang pernah gue makan. Bahkan harus gue akui, buatan lo lebih enak dari yang sering nyokap gue buat dulu.” “Lo suka tiramisu?” Niken mengangguk cepat dan terus melahap kuenya. “Lo bisa makan kapan aja. Entar kalau lo udah sembuh, lo bisa sering-sering main ke toko kue gue.” Mata Niken tampak berbinar mendengar tawaran Prilly yang begitu menggiurkan. “Di dalam itu juga ada black forest, cheesecake sama red velvet.” “Lihat cheesecake jadi ingat Gino,” ucap Niken tiba-tiba. “Ah ngapain gue ingat tu cowok nyebelin, kaku, datar, gak asyik,” lanjut Niken terdengar kesal. Sontak hal itu membuat Prilly terkekeh. Memang yang dikatakan Niken tentang Gino ada benarnya, namun Niken lupa menyebutkan jika Gino adalah sosok yang baik. Terlepas dari sifat buruknya, Gino sebenarnya adalah sosok yang baik. “Kalau red velvet itu kesukaan Ali,” ucap Prilly memberi tahu. “Oh ya? Nata pasti ketagihan banget makan kue buatan lo, enak gini.” “Dia kalau udah makan red velvet gak cukup satu potong.” “Wajar sih. Tapi dia jutek banget, kenapa coba dulu gue terobsesi sama dia. Pasti cuma karena dia ganteng aja.” Lagi-lagi Prilly terkekeh apalagi melihat ekspresi wajah Niken yang terlihat menyesali pernah menyukai Ali. “Itu karena lo cuma lihat dia dari fisiknya doang, tapi kalau lo lihat dari sifat dia yang sebenarnya, pasti lo bakal makin suka.” “Enggak deh, udah gak minat.” “Bagus deh kalau gak minat.” Prilly dan Niken sama-sama menoleh ke asal suara yang menyahut. Ternyata suara itu berasa dari Ali yang entah sejak kapan berdiri bersandar di pintu. “Makin ribet kalau nanti lo suka lagi sama gue,” ucap Ali sembari berjalan menghampiri mereka. “Ya udah, gue juga gak suka lagi sama lo. Dasar jutek!” “Jutek-jutek dulu lo suka, aneh!” “Ih kok kalian malah ribut sih,” lerai Prilly. Niken dan Ali sama-sama membuang wajah kesal.



161



POPULAR “Red velvetnya buat gue.” Tanpa menunggu izin dari Niken, Ali mengambil sepotong red velvet dari kotak kue kemudian melahapnya. “Ih Nata!!!! Itu kan buat gue. Gue belum coba.” “Udah masuk mulut, masih mau?” “Ali... kamu iseng banget,” tegur Prilly. “Gak papa lah, kamu bisa bawain dia lagi kan nanti.” Niken hanya mampu mendengus kesal. Ia langsung menutup kotak kue miliknya dan meletakannya jauh dari jangkauan Ali. “Oh iya, ujian lo gimana?” Tanya Prilly. “Gue ikut ujian juga kok. Setiap pagi ada guru pengawas yang datang. Tadi pagi gue udah selesaiin ujian terakhir,” balas Niken. Prilly mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Lo kapan udah bisa pulang?” Tanya Ali. Niken menaikkan bahunya seolah tidak tahu. Ia tidak tahu banyak tentang kondisinya sendiri karena Salsa dan keluarganya lah yang mengurus semuanya. “Kata nyokapnya Salsa, setelah ujian gue bakal dibawa ke Singapura buat terapi atau apalah gitu, biar gue sembuh total dan stabil. Jadi mungkin sebentar lagi gue bakal kesana.” “Berapa lama?” Tanya Prilly lagi. “Sekitar setahun. Kayaknya gue bakal lanjut sekolah disana aja,” jelas Niken. “Yah, lo gak bisa dong main ke toko kue gue.” “Ya, tapi gue bakal bantu doa semoga toko kue lo makin sukses.” “Thanks Nik.” Prilly dan Niken saling melemparkan senyuman. Sementara Ali diam-diam ikut tersenyum. Lega rasanya bisa melihat pemandangan seperti ini. “Eh, pada ngumpul disini? Udah lama?” Terdengar suara Salsa ikut bergabung. Ternyata Salsa datang bersama Farel. “Lumayan,” balas Ali. “Lo udah minum obat?” Tanya Salsa pada Niken, Niken mengangguk. Salsa mengalihkan pandangannya pada Prilly. Prilly terlihat tersenyum kikuk karena cukup jarang berhadapan dengan Salsa. Salsa terdiam sejenak sebelum akhirnya mendekati Prilly. “Prill, gue minta maaf ya. Gimanapun gue juga ikut salah dalam semua yang terjadi antara lo dan Nata.” “Gak papa kok Sal, lupain aja,” balas Prilly. Salsa tersenyum lega, ah wajar saja Ali sangat mencintai gadis cantik nan baik ini. Akhirnya mengalirlah cerita diantara mereka membuat suasana ruang rawat Niken menghangat.



162



POPULAR



Chapter 44 *** “Terima kasih buat semua yang udah mau datang dan bantuin hari pertama pembukaan Laeta Bakery setelah sempat tutup karena di renovasi. Makasih Ali, Ana yang mau ikut bantuin meskipun kalian bukan pegawai disini.” Ali dan Ana tampak mengangguk-anggukan kepalanya. “Demi kelancaran hari ini, lebih baik kita berdoa dulu. Berdoa mulai.” Semuanya tampak serius memanjatkan doa untuk kelancaran pembukaan toko kue Prilly kembali. “Berdoa selesai. Sekarang saatnya kita kerja. Semangat semuanya...” ucap Prilly disambut suara tepukan tangan dari Ali, Ana, Megi dan Juno. Mereka tampak begitu bersemangat. Semuanya langsung bergegas menuju tugasnya masing-masing. Sementara Juno langsung menempelkan tulisan 'Buka' pada pintu toko serta meletakaan stand banner di depan toko bertuliskan bahwa toko kue sedang mengadakan promo diskon setiap pembelian kue maupun minuman dalam rangka launching kue-kue terbaru dengan tempat yang lebih nyaman. “Masih terima pegawai?” Saat semua sedang mulai sibuk menyiapkan semuanya, tiba-tiba terdengar suara dari depan pintu. Prilly yang sedang meletakkan menu-menu kue di setiap meja langsung terhenti dan menoleh ke arah pintu masuk toko sama seperti yang lainnya. Mata Prilly membulat sempurna melihat Gino sedang berdiri disana bersama ketiga sahabatnya. “Gino.” Prilly langsung menghampirinya. “Gue bawa anggota, masih butuh tambahan gak?” “Lo... lo udah gak marah lagi sama gue?” “Bisa gak jangan kasih pertanyaan sebelum jawab pertanyaan orang? Gak sopan!” Ketus Gino. Bukannya marah, Prilly malah tersenyum semringah. Gino yang ia kenal sudah kembali. “Kalau lo sama teman-teman lo mau bantu, boleh banget kok. Kalian bisa ikut pakai seragam Laeta Bakery.” “Harus banget pakai itu?” Gino melirik seragam yang sama yang mereka semua pakai. Seragam bertuliskan 'Laeta Bakery' berwarna ungu. “Harus dong, katanya lo mau jadi pegawai.” “Oke,” balas Gino pasrah. “Ali, tolong ambili seragamnya dong,” ucap Prilly. Ali yang saat itu berdiri dekat dengan laci yang memang tempat seragam langsung mengambilnya dan memberikannya satu persatu pada Luki, Panca, David dan berakhir pada Gino. “Yeayyyy... anggotanya nambah, bisa makin seru ni,” pekik Ana senang. “Iya dong, gue mau bagian kerjanya sama Ana deh. Kita ngapain Na?” “Ah jangan, bisa kagak kerja ntar lo. Ana biar sama gue,” ucap Luki menyahut ucapan David pada Ana. “Lo pikir kalau lo sama Ana bakal kerja?” Panca ikut menyahut.



163



POPULAR “Bisa diam gak sih? Kerja sendiri-sendiri.” Ketiganya langsung bungkam dan hanya mampu menyengir mendengar Gino sudah bersuara. Prilly hanya mampu menggeleng melihat mereka semua. Setelah Gino dan teman-temannya mengganti seragam, mereka semua mulai melayani satu persatu pelanggan yang mulai berdatangan. Seperti biasa, Megi bertugas di kasir bersama Ana yang membantu mengambilkan kue, Juno mulai bergegas mengantar pesanan dengan motor. Sementara Ali, Gino, Luki, David dan Panca bertugas mengantarkan pesanan bagi yang memakan disana, sementara Prilly seperti biasa bertugas di dapur untuk menyiapkan stok jikalau nanti persediaan kue habis. Pelanggan yang datang hari ini benar-benar diluar dugaan Prilly, malah mereka terlihat kualahan melayaninya. Pesona Ali dan Gino sebagai seorang siswa populer yang tidak hanya dikenal di sekolahnya namun juga se-Jakarta benar-benar terlihat hari ini. Lihatlah bagaimana dampak kedatangan mereka dengan banyaknya pembeli yang datang. Tidak bisa dipungkiri, dengan adanya mereka berdua dan melihat dari sosial media keberadaan mereka disini membuat para gadis rela berdesak-desakkan untuk datang agar bisa dilayani oleh salah satu dari mereka. Meskipun sebenarnya kue Prilly memang sangat enak, namun dilayani oleh lelaki tampan pasti menjadi bonus yang sangat menyenangkan. “Thanks udah mau datang bantuin Prilly. Dia senang banget lo juga ada disini.” Gino yang sedang duduk sejenak mengistirahatkan dirinya melirik Ali yang ikut duduk. Gino hanya diam tidak merespons apa pun. “Makasih juga karena lo gak bersikap egois sama perasaan yang lo punya. Gue sangat menghargai itu.” “Gue gak segila itu buat ngambil orang yang hatinya masih sama orang lain,” akhirnya Gino menyahut. Sahutan Gino itu sukses membuat seulas senyuman kecil dari bibir Ali. Ternyata Gino tidak seburuk yang ia bayangkan. “Masalah lo sama Prilly udah kelar, gimana sama masalah kita? Jujur gue capek musuhan sama lo karena gue pikir sebenarnya masalah diantara kita gak terlalu penting.” Gino terdengar terkekeh pelan, sangat pelan. “Gue juga capek, gak seru musuhan sama lo. Bisa diamukin Prilly gue.” Kedua lelaki tampan itu terdengar sama-sama tertawa. “Damai?” Ali mengulurkan tangannya sembari tersenyum. Gino melirik sejenak tangan Ali. “Damai,” balas Gino menerima uluran tangan Ali. “Eh... kok malah nongkrong disini? Pelanggan masih ramai banget,” tegur Prilly yang tiba-tiba datang. “Udah gak dibayar, istirahat sebentar juga gak boleh,” gerutu Gino. “Gue dengar!” “Bodo!” Gino langsung berlalu untuk melanjutkan tugasnya. “Kamu tuh dibantuin malah ngomel-ngomel.” Tangan Ali terulur menarik hidung mancung Prilly gemas. “Ih sakit tau...” “Mana yang sakit? Sini aku elusin.”



164



POPULAR “Ih Ali, yang sakit kan hidung aku, kenapa yang di elus pipi aku.” Protes Prilly saat Ali malah mengelus pipi Prilly. “Terlalu cantik sih, jadi salah fokus,” balas Ali menyengir membuat Prilly tersipu malu. “Ya udah, aku mau lanjuti kerja dulu ya.” “Eh kerja kamu bukan itu lagi, kamu lupa punya kerja yang belum kamu kerjain?” “Apa?” “Bikin kue.” “Ha?” “Gak usah pura-pura lupa deh, oh atau udah gak berminat lagi mau...” “Eh mau... mau... aku kan masih mau balikan sama kamu. Ya udah sekarang aku bikin kuenya.” Ali langsung menarik tangan Prilly menuju dapur. Prilly hanya mampu menggeleng sembari tersenyum melihat Ali yang terlihat begitu antusias. Prilly pun langsung mengantarkan Ali ke dapur. Ia sudah menyiapkan semua bahan-bahan yang akan Ali pakai. Setelah menjelaskan semua bahan dan letak alat-alat yang akan Ali gunakan untuk membuat kue, Prilly memutuskan untuk meninggalkan Ali sendiri agar bisa lebih berkonsentrasi. “Semangat Ali, bikin red velvet aja lo pasti bisa. Ingat! Red velvet jadi, lo langsung balikan sama mantan. Oke, semangat! Demi balikan sama mantan,” ucap Ali memberi semangat dirinya sendiri kemudian mulai membuat kue. Untung saja tadi malam ia sempat melihat di internet cara membuat red velvet. *** Prilly tersenyum senang melihat toko kuenya yang begitu ramai hari ini. Orang-orang tiada henti-hentinya datang untuk membeli berbagai macam kue yang ia buat. Bahkan beberapa menu kue baru juga sudah menjadi primadona di kalangan pembeli. Prilly menatap haru pada foto kedua orang tuanya yang masih terpanjang indah di salah satu sudut toko. Ia merasa sangat bahagia karena bisa melanjutkan usaha kedua orang tuanya dengan sangat baik. Pasti kedua orang tuanya sangat bangga melihat pencapaiannya selama ini. Dalam diamnya Prilly terpikir bagaimana jika saat itu Ali egois. Bagaimana jika saat itu Ali mementingkan cintanya dan membiarkan toko kue ini diambil oleh Niken. Mungkin kini Prilly tidak bisa mewujudkan mimpinya. Mungkin yang Ali lakukan mampu membuat hatinya sakit, namun pada dasarnya saat itu bukan hanya dirinya lah yang sakit, karena pasti Ali jauh lebih sakit. Ternyata sekuat itu kekuatan cinta. “Ini sebenarnya lagi jual kue atau jual nama gue sih?” Prilly menoleh pada Gino yang tiba-tiba datang. “Ha?” “Kenapa ada promo beli 10 kue gratis foto bareng gue?” Prilly mengerutkan dahinya tidak paham. Prilly melirik ke arah Luki, Panca dan David yang sedang berteriak-teriak di depan kasir.



165



POPULAR “Ayo.. ayo... buruan dibeli. Ada promo yang lebih hot dari potongan harga. Beli 10 kue jenis apa aja bisa foto bareng Giorgino Savero, bisa request gayanya apa aja asal jangan gaya cium karena Gino masih suci. Ayo dibeli.” “Bukan hanya itu aja, kalau beli 10 kue dan 1 minuman berukuran besar bakal dapat foto bareng Nata. Tenang aja nanti Nata bakal dipanggilin dan boleh peluk juga.” Ana terdengar tidak mau kalah memberikan promo buatannya sendiri. “Oke promo terakhir kalau beli 3 loyang besar kue jenis apa aja bakal dapat foto bareng Gino dan Nata. Nah kapan lagi IG lo ada foto bareng cowok-cowok kecenya.” Prilly tertawa geli melihat teman-temannya yang terlihat bersemangat. Meskipun bukan merupakan bagian dari promo yang ia buat, namun sepertinya menarik juga. Bahkan sepertinya promo ini sukses menarik perhatian pembeli. Untung saja Prilly sudah memperbesar tokonya, kalau tidak bisa jadi tokonya rusak karena pembeli yang membeludak. “Ya udah sih, sekali-kali bantuin gue, foto doang kan.” Gino memutar bola matanya malas. “Makasih ya Gin, gue beruntung banget punya sahabat kayak lo. Untuk lo tau, lo punya tempat tersendiri dalam hidup gue.” Prilly tersenyum lembut pada Gino. “Sama-sama,” balas Gino ikut tersenyum. “Jadi Giorgino Savero siap buka hatinya buat orang lain?” Tanya Prilly terdengar menggoda. “Gak gue buka juga banyak yang mau masuk,” balas Gino percaya diri. “Kayaknya ini kesempatan yang bagus buat cari cewek, lihat deh disini banyak banget cewek cantik. Gimana kalau yang pakai baju putih itu Gin? Yang rambutnya dikuncir. Oh atau yang pakai rok bunga-bunga selutut, cantik juga.” Prilly mengedarkan pandangannya mencari yang cocok untuk Gino. “Gak menarik.” “Oh atau yang lagi duduk di pojokkan? Yang pakai dress hitam dan di sampingnya ada koper. Cantik banget loh itu.” Prilly menarik-narik lengan Gino agar ikut melihat apa yang ia lihat kini. “Apaan sih.” “Itu lihat dulu, eh dia lambaiin tangan. Kayaknya mau pesan deh, buruan lo kesana.” Prilly mendorong Gino. Gino berdecap kesal, dengan terpaksa ia kembali bekerja. Menurut Gino ia sama sekali tidak tertarik mencari seseorang di suasana yang sangat ramai seperti ini. Sejujurnya Gino tidak begitu suka suasana yang ramai, namun karena ingin membantu Prilly ia pun harus melakukannya. *** Ali menatap cemas saat Prilly mengamati red velvet yang baru saja selesai buat. Setelah berperang dengan dapur, akhirnya hasil terbaiknya dari yang ia bisa itu lah yang ia berikan pada Prilly. Ali mengusap-usap dagunya gugup saat Prilly tak kunjung bicara, hanya sibuk melihat-lihat setiap sudut dari kue yang Ali buat. “Seingat aku dan kalau gak salah, dan gak mungkin salah juga, red velvet itu warnanya merah. Tapi kenapa punya kamu lebih cenderung hitam?” “Itu namanya inovasi, ngebosenin kalau merah terus. Siapa tahu ini bisa jadi menu baru kamu.” Dahi Prilly mengernyit mendengar alasan Ali.



166



POPULAR Prilly mulai memotong red velvet buatan Ali. Dengan sedikit kurang yakin, Prilly memakan sepotong kecil kue itu. Saat kue itu memasuki indra pengecapnya, Prilly memejamkan matanya dengan dahi yang makin mengernyit. “Ali... kok pahit banget???” Pekik Prilly. “Inovasi rasa Sayang,” balas Ali sembari menyengir kecil. “Variasi apaan, ini mah namanya gosong.” “Ah udahlah, aku emang gak bisa bikin kue. Lagian kamu kasih syarat susah banget, yang bisa bikin kue itu kan kamu bukan aku. Kalau kamu mau hukum aku karena udah sering buat kamu sedih, lebih baik kamu hukum aku aja deh dari pada kayak gini.” Ali melepaskan apronnya dan menghempaskannya kesal ke meja. Melihat hal itu, Prilly malah menahan tawanya. Entah mengapa Ali terlihat mahal menggemaskan saat sedang kesal seperti itu. “Jadi kamu mau nyerah?” “Bukannya nyerah, tapi aku benar-benar gak bisa bikin kue.” “Oh, ya udah kalau gitu berarti kita...” “Come on Sayang, masa cuma gara-gara ini kita gak jadi balikan. Aku masih cinta banget sama kamu dan selalu cinta. Aku mau balikan lagi sama kamu.” Ali meraih tangan Prilly kemudian menggenggamnya erat. “Kan aku belum selesai ngomong. Maksud aku, karena kamu gak bisa bikin red velvet, ya udah berarti kita balikan.” “Ha?” Ali dibuat tidak paham dengan ucapan Prilly. “Ya kalau kamu bisa bikin red velvet juga gak seru dong. Bisa-bisa kamu saingan sama aku dan kamu bisa bikin sendiri kalau kamu mau. Tapi karena kamu gak bisa, jadi aku bisa selalu bikinin red velvet buat kamu,” jelas Prilly sembari tersenyum lebar. Ali menggelengkan kepalanya sembari tersenyum, ia bisa menyimpulkan bahwa ia sedang dikerjai oleh gadisnya itu. “Jadi kamu ngerjain aku?” Ali yang gemas mencubit pipi Prilly gemas. Tawa Prilly langsung pecah karena merasa berhasil menjahili Ali. “Jadi kita balikan?” Prilly mengangguk-anggukan kepalanya. “Akhirnya....” Ali memekik senang dan langsung memeluk Prilly erat. “Kamu cinta aku,” bisik Ali. “Ya, aku selalu cinta kamu. Bahkan cinta aku gak pudar meski disakiti,” balas Prilly. “Tapikan aku lakuin buat kamu.” “Iya... iya... Sayang.” Ali melepaskan pelukannya. Ia menatap Prilly dalam dengan senyum yang tak pudar dari bibir merah muda alami miliknya. Tangan Ali terulur membersihkan pipi Prilly yang terlihat terkena tepung. Pasti tepung ini berasal dari tangan Ali yang sempat mencubit pipi Prilly tadi. Tiba-tiba padangan Ali jatuh pada bibir tipis Prilly yang sedikit terbuka. Entah mengapa melihat itu membuat Ali tertarik untuk mengikis jarak di antara mereka. Ali mengembalikan pandangannya pada mata hazel indah milik Prilly.



167



POPULAR Prilly terpejam saat Ali mencium dahinya. Kali ini Prilly malah terkekeh kecil saat ciuman Ali turun ke hidungnya. Namun saat ciuman Ali makin turun, Prilly terlihat begitu gugup. “Kalian lagi ngapain?” Dengan cepat Prilly menjauhkan tubuhnya dari Ali saat mendengar suara seseorang. Ia menatap kikuk pada Gino yang sedang berdiri di depan pintu dapur dengan tangan yang dilipat di depan dada. “Gi... Gino, kenapa?” Tanya Prilly terbata-bata. “Nat, lo dipanggil buat foto sama pembeli,” ucap Gino. Ali yang tampak juga kikuk hanya mampu mengangguk merespons ucapan Gino. “Baru aja balikan udah nyosor aja,” sindir Gino pelan kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka berdua. “Ih... Ali... gara-gara kamu ni, malu banget tau. Pasti Gino mikir kalau kita mau lakuin yang macam-macam,” kesal Prilly. “Loh, kita memang mau macam-macam kan,” balas Ali santai. “Ih kamu mah, ngeselin!” Prilly langsung pergi berlalu dari dapur. Ali tertawa geli melihat kekasihnya yang terlihat sangat menggemaskan seperti itu. Merasa sudah tidak ada urusan lagi di dapur, Ali pun langsung ikut bergabung dengan yang lainnya melayani pembeli. Seperti yang dikatakan Gino tadi, Ali harus berfoto bersama pembeli yang sudah membeli kue dari promo yang dibuat oleh teman-temannya. Promosi itu terlihat berhasil, bahkan tidak perlu menunggu malam atau sore, semua kue Prilly habis terjual. Hal ini membuat Prilly merasa percaya diri untuk selalu mengembangkan kue buatannya. Prilly merasa sangat bersyukur memiliki sahabat-sahabat dan tentunya pacar yang sangat membantunya.



168



POPULAR



Chapter 45 *** “Prilly....” “Tante...” Prilly menyambut hangat pelukan Inggrit yang tampak begitu bahagia melihat kedatangannya. “Tante kangen banget sama kamu. Lagi sibuk banget ya?” “Iya Tan, kan sekarang toko kue baru selesai direnovasi, jadi agak sibuk.” “Mi, harus banget ya ngobrolnya disini? Ajak duduk dulu kali,” ucap Gino melihat ibunya yang bahkan melupakan untuk mengajak Prilly duduk dan berbincang di depan pintu. “Ya ampun, mami lupa. Ayo Sayang duduk. Gin panggilin papi di kamar ya.” Gino mengangguk kecil kemudian berlalu untuk memanggil ayahnya. Inggrit pun mengajak Prilly untuk duduk di ruang tamu. Tidak butuh waktu lama, kedua wanita itu sudah terlihat asyik bercerita. Inggrit terlihat antusias bercerita tentang kemajuan usahanya dalam bidang fashion terlebih setelah menggunakan Prilly sebagai model, serta Prilly tak kalah antusias menceritakan tentang usaha toko kuenya. Tak lama Bagas ikut bergabung dengan mereka. Untuk pertama kalinya Bagas bertemu secara langsung pada Prilly. Selama ini ia hanya mendengar cerita dari Inggrit tentang sosok Prilly. “Prill, tante mau ngomong sesuatu yang cukup serius sama kamu,” ucap Inggrit. “Apa Tante?” “Sebenarnya hal ini udah tante omongin juga sama om sebelumnya.” Gino tampak juga ikut serius mendengar. Pasalnya ia tidak tahu jika akan ada hal serius yang ingin disampaikan orang tuanya pada Prilly. “Sebelumnya tante minta maaf, tante gak ada maksud apa-apa ngomong kayak gini. Tapi tante benar-benar ingin sampaikan ini sama kamu.” Inggrit menjeda sedikit ucapannya. “Seperti yang kita tahu, kamu kan di Jakarta tinggal sendiri, maksudnya tanpa keluarga setelah kedua orang tua kamu meninggal. Kalau kamu mau, tante mau angkat kamu jadi anak, jadi adik buat Gino. Entah kenapa tante kepingin banget punya anak kayak kamu. Apalagi tante gak punya anak perempuan, dan tante udah gak bisa lagi kasih adik buat Gino karena setelah Gino lahir tante divonis gak bisa hamil lagi.” Mata Inggrit terlihat berkaca-kaca. Tangan Bagas terulur mengelus pundak istrinya menenangkan. “Mau ya Sayang, jadi anak mami. Mami akan urus semua kebutuhan kamu, tapi mami janji gak akan atur-atur kamu. Kalau kamu masih mau ngurus toko kue kamu gak papa kok, mami gak bakal larang. Nanti mami bakal bantu juga.” Mata Prilly mulai memanas mendengar ucapan Inggrit. Ia benarbenar tidak menyangka jika Inggrit akan mengangkatnya sebagai anak. “Tante...” “Panggil mami Sayang,” potong Inggrit. “Mami...” air mata Inggrit dan Prilly sama-sama menetes.



169



POPULAR “Prilly gak tahu harus ngomong apa, tapi Prilly mau ngucapin makasih karena Mami mau angkat Prilly menjadi anak.” “Kamu mau kan Sayang? Tinggal disini sama mami, papi dan Gino.” “Prilly mau jadi anak angkat Mami, tapi Prilly belum bisa mutusi untuk tinggal disini. Gak papa kan Mi? Soalnya Prilly punya Megi. Kasihan Megi kalau tinggal sendiri,” balas Prilly. “Gak papa kok, kamu bisa kesini kapan aja kamu mau. Kalaupun kamu masih mau tinggal disana juga gak papa, tapi harus janji kamu juga bakal sering nginap disini temui mami, papi sama Gino. Kan keluarga kamu ada disini.” Prilly mengangguk patuh. ‘Sini Sayang, sama papi.” Bagas merentangkan tangannya menyambut keluarga barunya itu. Dengan senang hati Prilly bangkit dari duduknya dan berhamburan dalam pelukan Bagas. Inggrit ikut bergabung untuk memeluk putrinya itu. “Baby G suka kan punya adik?” Tanya Inggrit menyadari sedari tadi mereka tidak mengajak Gino ikut serta dalam pembicaraan itu. “Senang, jadi aku bisa dapat cheesecake gratis seumur hidup dari adik aku,” ucap Gino tersenyum kecil. Ucapan Gino itu mampu membuat semuanya tertawa. “Gak mau meluk abang?” Tanya Gino. Prilly langsung beralih memeluk Gino, ah rasanya sangat bahagia. “Sekarang mami punya baby G dan baby Py,” ucap Inggrit bahagia. Suasana di rumah Gino malam itu sangat hangat. Jujur awalnya Gino terkejut saat ibunya mengangkat Prilly sebagai anak. Namun sepertinya keputusan ibunya sangat benar, mengingat Prilly masih terlalu muda jika harus hidup tanpa kedua orang tua. Lagi pula sepertinya seru menjalin hubungan adik-kakak dengan Prilly. Ia bisa mengembangkan rasa sayang yang ia punya kepada Prilly menjadi sayang terhadap adik.



170



POPULAR



Chapter 46 *** “Aaaaaaaa nama gue gak ada disini, itu artinya nilai gue bagus-bagus semuanya,” pekik Ana girang menunjuk namanya yang tidak tertera di mading. Pagi ini nama-nama yang remedial di setiap mata pelajaran sudah keluar, oleh karena itulah Prilly, Ali, Gino, Ana, Luki, David, Panca, Farel dan Salsa berkumpul di depan mading untuk melihat nama mereka. “Benarkan yang aku bilang, aku pasti bakal dapat nilai yang memuaskan. Seperti yang kamu bilang, populer boleh, bego jangan,” bisik Ali membuat Prilly tersenyum. “Ah gak sia-sia gue bikin contekan, nama gue dan kita semua gak ada disana,” ucap Luki bangga. Yang lain hanya bisa bersorak karena menurut mereka hal itu seharusnya tidak patut dibanggakan. “Btw kenapa disini sepi banget ya? Harusnya kan kalau ada pengumuman kayak gini pasti ramai,” ucap Salsa heran. Bagaimana tidak, disini hanya ada mereka. “Eh tapi lihat deh di mading sebelah sana ada pada ramai.” Luki menunjuk mading yang lain. Disana terlihat sangat ramai. Merasa penasaran, mereka semuapun beralih kesana. “Minggir-minggir... air panas... air panas...” Luki berusaha memberi ruang untuk temantemannya bersama David dan Panca agar mereka tahu apa yang menarik perhatian pagi ini. Saat sudah berada di depan mading, mereka semua tampak terkejut melihat isi mading yang terpajang, terlebih Ali, Prilly dan Gino. Satu mading panjang itu hanya terisi oleh satu topik berjudul ‘POPULAR’. Terlihat jelas terpampang wajah Ali, Prilly dan Gino disana. Dibawahnya terdapat tulisan tentang biodata ketiga murid yang dianggap paling populer saat ini di sekolah. Bukan hanya itu, yang menjadi pembicaraan hangat lainnya adalah foto-foto kebersamaan mereka saat membantu Prilly di toko kuenya beberapa hari yang lalu. Di mading itu juga dijelaskan bahwa kini hubungan ketiga murid populer di sekolah itu sudah membaik setelah sebelumnya dikabarkan tidak memiliki hubungan yang baik satu sama lain. Entah mendapat kabar dari mana, isi artikel itu juga menyinggung sedikit tentang Niken. Mungkin agar tidak ada lagi kesalah pahaman yang dipikirkan murid yang lain antara mereka. “Nah ini beritanya baru bagus,” ucap Farel tersenyum melihat isi mading. “Benar banget, populer kan bukan berarti bersaing,” sahut Salsa pula. “Kayaknya keren nih kalau Nata, Prilly sama Gino jadi cover majalah sekolah bulan ini,” ucap seorang siswi yang merupakan bagian dari pembuat majalah sekolah. “Boleh aja,” balas Prilly. Prilly melirik Ali dan Gino menunggu respons dari mereka. Kedua lelaki tampan itu hanya mengangguk kecil pertanda setuju. “Gimana kalau ditambah sama gue covernya biar ada manis-manisnya,” ucap David tersenyum manis. “Ah gak pantas, mending gue aja,” sahut Panca berpose layaknya model profesional. “Ah kalian berdua gak pantas, mending gue. Lebih ngangkat beritanya. Bikin aja di majalah itu berita tentang bukan Nata atau Gino, melainkan Luki lah yang disuka oleh Prilly,” ucap Luki percaya diri kemudian merangkul Prilly. Dengan cepat aksinya membuat Ali dan Gino refleks memukul tangannya agar menjauh dari Prilly.



171



POPULAR “Pacar gue ni!” “Adik gue ni!” “Ya elah, pacar sama abang lo galak-galak banget Prill.” Tak ingin mencari masalah dengan Ali dan Gino yang tampak menyeramkan membuat Luki langsung menjauh. Hal itu mengundang tawa semua orang. Kini label populer bukan hanya disematkan oleh orang-orang yang hanya terkenal karena parasnya atau materinya, namun juga karena kepribadiannya dan cara dia bersosialisasi menggunakan label populer yang merek punya. Hal itu ditunjukkan oleh Ali, Prilly dan Gino. Masih teringat jelas bagaimana dulu buruknya hubungan diantara mereka. Namun mereka bisa meninggalkan egonya masing-masing, menyelesaikan setiap masalah hingga kembali membangun hubungan yang indah seperti saat ini. Kepopuleran bukan membuat seseorang terlihat berbeda dengan orang lain dan merasa lebih dari orang lain. Namun kepopuleran membuat seseorang sadar dirinya menjadi pusat perhatian sehingga harus memperlihatkan sesuatu yang positif hingga nantinya bisa menjadi panutan.



172



POPULAR



Extra Chapter (For Gino) #1 *** “Adik lo mana sih Gin? Lama banget.” “Baru kelar mandi kayaknya.” “Sabar kali Nat,” ledek Ana. Ali hanya menyengir menyadari dirinya yang begitu tidak sabaran karena ingin bertemu dengan Prilly. Memang sudah 2 hari ia tidak bertemu dengan Prilly karena Prilly sedang menginap di rumah barunya, lebih tepatnya di rumah Gino. Selama dua hari itu juga Prilly sibuk bepergian menemani Inggrit, ibunya pergi bekerja. Kini kedua wanita cantik itu benar-benar sudah kompak sebagai ibu dan anak. “Enak banget ya lo Gin, sebelum tidur bisa lihat yang bening, bangun tidur bisa lihat yang bening. Jadi kepingin juga diangkat anak sama nyokap lo,” ucap Luki. David dan Panca sama-sama mencibir mendengar penuturan Luki yang selalu saja aneh itu. Sementara Gino seperti biasa hanya menatap malas tak banyak bicara. Hari ini masih dalam rangka liburan sekolah, mereka semua sedang berkumpul di rumah Gino. Pagi-pagi sekali Ali, Ana, Farel, Salsa, Luki, David dan Panca sudah datang. Hubungan diantara mereka benar-benar sudah terjalin sangat baik. Tak jarang mereka menghabiskan waktu bersama. “Pagi brother G.” Gino menoleh dengan senyuman kecil saat tiba-tiba Prilly datang ikut bergabung dengan mereka semua. “Pagi Sayang,” sapa Prilly langsung menghampiri Ali dan duduk di sampingnya. “Oke, cuma Ali sama Gino doang yang disapa,” kesal Ana. Prilly menyengir seolah-olah tidak bersalah. “Hai semua.” Sapa Prilly, semuanya tampak tersenyum membalas sapaan Prilly kecuali Ana yang masih memasang wajah kesalnya. “Oh iya, kemarin sebelum tidur gue sempat bikin pie. Bentar ya gue ambili dulu.” Prilly bangkit dari duduknya dan berlalu ke dapur. Jika sedang menginap di rumah orang tua barunya, Prilly selalu saja membuat sesuatu. Pasalnya ia selalu tidak tahan saat melihat dapur yang sangat lengkap dan terasa pas dimanfaatkan untuk membuat kue. “Nah bagian ini nih yang paling gue suka.” David langsung terlihat bersemangat. Ia paling suka saat-saat menikmati kue buatan Prilly, karena selalu saja terasa lezat. “Yoi, untung gue tadi belum sarapan,” timpal Panca tak kalah bersemangat. “Lo mah gak pernah sarapan, di rumah lo kan cuma ada ubin sama garam doang,” ledek Luki membuat tawa mereka semua pecah. Tidak ada sejarahnya jika mereka semua berkumpul ketiga orang itu tidak berbuat sesuatu yang konyol. Setidaknya mereka selalu sukses membuat suasana menjadi cari dengan candaannya. Tak lama Prilly datang membawa pie apel berukuran cukup besar. Orang-orang yang tadi duduk di sofa, langsung merapat mendekati meja dimana kini pie yang baru saja Prilly potong berada. Tanpa dipersilahkan mereka semua sudah mengambil dan melahapnya. “Satu potong 10 ribu,” ucap Gino yang langsung mendapat sorakan dari yang lainnya.



173



POPULAR “Lo mah ngomong jarang, sekalinya ngomong pasti nyakitin,” ledek Panca. Gino hanya mendelik tidak peduli. “Gak ada red velvet?” Tanya Ali. “Kamu mah red velvet mulu, coba yang lain dong. Siapa tahu suka.” “Gak mau coba-coba yang lain ah, takut nyaman, entar malah berpaling.” “Apaan sih, gak jelas.” Prilly terkikik geli. “Eh pagi-pagi udah pada ngumpul aja ni,” ucap Inggrit yang tiba-tiba saja datang menghampiri mereka. Wanita cantik itu sudah terlihat sangat rapi menandakan ia sudah siap bekerja. “Pagi Tante,” sapa semaunya ramah dengan mulut yang masih penuh dengan pie. “Pagi, jangan dihabisi loh, tinggali buat tante,” canda Inggrit. “Nanti kalau habis, Prilly bikinin lagi buat Mami.” “Uhhh... baik banget anak mami.” Prilly tersenyum lebar, sementara Gino memutar bola matanya malas. Jika kedua wanita ini sudah bertemu, sudah pasti ia akan diabaikan. Namun meskipun begitu sebenarnya tidak menjadi masalah bagi Gino, ia sudah cukup puas bermanja-manja dengan ibunya selama ini. “Kalian liburan cuma gini aja? Dua minggu loh, mending pergi liburan deh ramai-ramai,” usul Inggrit pada sekumpulan remaja itu. “Kita udah mikir gitu Mi, cuma anak mami aja ni gak mau. Sibuk sama toko kuenya,” sindir Gino. “Bukannya gitu, kalau Prilly pergi yang ngurus toko kue siapa?” “Kan ada Megi sama Juno, pegawai kamu itu. Ya biarin aja dong mereka dulu yang ngurus, palingan liburannya sekitar seminggu kan. Kamu itu butuh liburan Sayang. Selama ini kan udah sibuk sama sekolah dan toko kue. Lagian Megi juga bisa bikin kue kan,” ucap Inggrit lagi mencoba memberi pengertian pada Prilly. “Benar tu Prill kata tante Inggrit, sekali-sekali doang kan,” timpal Salsa ikut bersuara. Prilly terdiam sejenak berpikir. Memang sudah beberapa kali sahabat-sahabatnya mengajak untuk pergi berlibur. Namun karena toko kuenya selalu ramai, Prilly terus saja menolak. Ia menatap Ali seolah meminta pendapat, Ali hanya mengangkat bahunya seolah menyerahkan semua keputusan kepada Prilly. “Ya udah deh, nanti Prilly minta Megi sama Juno ngurusin toko kue dan kita semua bisa pergi liburan,” ucap Prilly akhirnya. “Yeayyyyy...” semuanya terdengar bersorak bergembira. “Jadi kita liburan kemana nih? Sumpek banget gue di Jakarta,” tanya David. “Ke Lombok aja gimana? Soalnya kalau ke luar negeri butuh waktu jugakan siapinnya. Kalau ke Lombok aja gue bisa bantuin urusinnya,” usul Farel. Yang lain tampak mengangguk setuju. Lombok merupakan salah satu destinasi yang tepat untuk berlibur.



174



POPULAR “Ah gak usah repot-repot Rel, biar tante yang urus semuanya. Kalian tinggal liburan aja.” Sontak ucapan Inggrit itu kembali mengundang sorakan riuh bahagia dari semuanya terutama Luki, David dan Panca. Jika begini, mereka akan lebih bersemangat pergi berlibur. “Ah tante IG memang paling top.” Luki mengancungkan jempolnya pada Inggrit membuat Inggrit terkekeh. Panggilan ‘Tante IG’ memang merupakan panggilan akrab dari Luki, Panca dan Gino untuknya. “Tapi sebelumnya tante mau minta tolong sama kalian semua.” “Kan ujung-ujungnya ada imbalannya,” sindir Gino yang sedari tadi hanya diam. “Ih bukan gitu baby G, mami cuma minta tolong.” “Minta tolong apa Mi?” Tanya Prilly. “Nanti setelah kalian pulang liburan, kalian bantu tante buat jadi model di acara Fashion Of The Year, gimana?” Tanya Inggrit. “Seriusan Tan? Ah akhirnya Tante bisa melihat potensi dalam diri gue,” ucap Luki terdengar begitu mendramatisi. Sontak ia langsung mendapat jitakan gratis dari David dan Panca. “Kenapa harus kami sih Mi? Kami kan bukan model,” ucap Gino. “Ya mami sama desainer nya mau ngangkat tema anak muda aja. Mau menonjolkan anakanak muda yang produktif, tenang aja dibayar kok. Kalian gak bakal sia-sia lakuin ini. Kan lumayan liburan kalian nantinya juga jadi produktif. Sebagai anak muda, harus bisa memanfaatkan potensi yang ada dong. Apalagi kalian cantik-cantik dan ganteng-ganteng, populer pula di kalangan remaja. Gimana, setuju?” “Setuju....” Inggrit tersenyum puas mendengar teriakan antusias sebagai tanda persetujuan dari mereka. Jujur Inggrit sangat senang melihat semangat anak muda yang ingin mengisi waktunya dengan hal yang positif apalagi bisa menghasilkan. Bukankah itu salah satu dampak dari kepopuleran? “Oke, kalau gitu hari ini juga tante bakal siapin semua keperluan buat liburan kalian. Have fun semuanya.”



175



POPULAR



Extra Chapter (For Gino) #2 *** “Ini kunci kamar cewek.” Gino memberikan kunci kamar hotel yang akan ditempati oleh para perempuan pada Prilly. “Ini kunci kamar kalian bertiga. Gue, Nata sama Farel bakal satu kamar.” Gino memberikan satu kunci kamar pula pada Panca yang akan ia tempati bersama Luki dan David sesuai dengan yang dikatakan Gino sebelumnya. Setelah mendengar instruksi dari Gino, semuanya langsung berlalu ke kamar masing-masing untuk melepas lelah sejenak setelah menempuh perjalanan dari Jakarta ke Lombok. Hotel yang sudah disiapkan Inggrit untuk mereka semua benar-benar sangat bagus. Hotel berbintang itu memiliki pemandangan yang langsung menjurus pada laut yang berada di belakang hotel. Hamparan lautan biru benar-benar terlihat jelas dari hotel seolah-olah memanggil untuk segera didatangi. Ternyata keindahan pantai di Lombok tidak kalah dengan pantai-pantai di Bali. Sepertinya mereka akan beristirahat untuk hari ini karena hari sudah sore. Mereka memutuskan untuk mulai berjalan-jalan esok hari. *** Gili Trawangan menjadi tujuan mereka hari ini. Pulau yang merupakan salah satu dari pulau yang kini sudah cukup ramai dikunjungi itu menyuguhkan pemandangan hamparan laut biru dengan pasir putih di pantainya. Benar-benar pemandangan yang begitu indah. Tak ingin melewatkan kesempatan berlibur dan hanya melihat laut tanpa menyentuhnya, Prilly dan sahabat-sahabatnya memutuskan untuk langsung melakukan snorkeling menikmati indahnya pemandangan bawah laut. Para remaja itu tampak begitu bahagia menikmati waktunya. Namun di antara mereka semua, hanya Gino lah yang tidak ikut berenang karena ia tidak terlalu suka berenang. Menurutnya agak menyusahkan berenang dan basah-basah seperti itu. Akhirnya Gino memutuskan untuk berjalan di sekitar pantai sembari mengabadikan momen pemandangan indah di hadapannya dengan kamera yang menggantung di leher. “Aaaawwww... sorry...” entah karena terlalu asyik dan fokus pada kameranya, Gino tidak sadar jika ia menabrak seseorang. Gino menautkan alisnya sesaat kembali mengingat apakah ia yang menabrak gadis di hadapannya ini atau gadis itu yang menabraknya. Namun yang jelas, gadis itulah yang meminta maaf padanya. “Sorry juga,” balas Gino singkat. Merasa urusannya sudah selesai dengan gadis itu, Gino kembali melanjutkan aktivitasnya. “Eh, tunggu,” gadis itu memanggilnya kembali. Dengan malas Gino menoleh kembali padanya. “Kayaknya kita pernah ketemu deh.” Dahi Gino langsung mengerut, pasalnya ia tidak ingat jika pernah bertemu gadis itu. “Oh iya, lo pegawai toko kue yang waktu itukan,” gadis itu terdengar menebak sesuai yang ia ingat. Gino mencoba mengingat-ingat wajah gadis itu. Berdasarkan dari ucapannya, sepertinya gadis ini pernah bertemu dengannya saat ia membantu Prilly di toko kue. Namun saat itu begitu banyak gadis yang datang hingga Gino tidak ingat semuanya.



176



POPULAR “Gue bukan pegawai disana,” balas Gino. “Oh kirain, soalnya waktu gue pesan lo yang layani. Itu toko kue lo?” “Bukan, adik gue.” Gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Gino, dicariin rupanya disini.” Tiba-tiba Prilly dan yang lainnya datang menghampiri mereka. Prilly menatap gadis yang tadi berbicara dengan Gino. “Loh, lo bukannya yang waktu itu pernah datang ke toko kue gue kan?” Tebak Prilly saat merasa gadis yang tadi berbicara dengan Gino pernah ia lihat sebelumnya. Gadis itu mengangguk sembari tersenyum. “Nama gue Fiona, panggil aja Fio.” Gadis itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri yang langsung disambut hangat oleh Prilly. Prilly pun ikut memperkenalkan dirinya dan juga sahabatsahabatnya. “Gin, Fio ini kan yang waktu itu gue tunjukin ke elo. Yang duduk di pojokkan dan di sampingnya ada koper,” ucap Prilly pada Gino mengingatkan. Mendengar ucapan adiknya itu membuat Gino membulatkan matanya, tidak seharusnya Prilly berkata seperti itu di depan Fio. Bisa-bisa gadis itu berpikir bahwa Gino memperhatikannya saat di toko kue. “Oh yang waktu itu. Gue bawa koper karena gue waktu itu ketinggalan pesawat waktu mau ke lombok. Karena jam penerbangan selanjutnya masih lama, makanya gue mampir ke toko kue lo,” ucap Fio menjelaskan. “Oh iya, kue lo enak banget. Jadi kepingin makan lagi,” lanjutnya memuji. “Makasih, lo bisa datang lagi nanti.” “Btw gue kayaknya familier deh Fi sama wajah lo,” ucap Salsa. Sedari tadi ia mencoba mengingat-ingat sesuatu seolah ia seperti sudah beberapa kali melihat Fio sebelumnya. “Nah itu dia yang mau gue bilang tadi, kayaknya gue juga,” sahut David pula. Mendengar itu semuanya ikut menerka-nerka dan merasakan hal yang sama bahwa mereka seperti tidak asing lagi dengan wajah Fio. “Oh iya! Lo inikan yang sering jadi model iklan? Yang terakhir kalau gak salah iklan body lotion ya?” Terka Ana setelah merasa bisa mengingat. Fio terkekeh melihat mereka semua yang begitu susah payah mengenalinya. “Ya, gue beberapa kali jadi model iklan,” ucap Fio membenarkan. “Wah gak nyangka bisa ketemu artis disini,” goda Luki. Fio kembali terkekeh. “Bukan artis, model aja.” “Ya sama aja, kan masuk TV juga.” “Jadi nyamuk lewat kalau masuk TV namanya artis juga?” “Ya enggaklah, maksudnya orang aja,” jawab Luki atas pertanyaan aneh David. “Lo liburan disini? Sendiri aja?” tanya Prilly menyadari tak ada siapa pun bersama Fio. “Bukan, gue lagi kerja disini. Lagi ada pemotretan. Ini lagi break sebentar, makanya mau lihatlihat dulu,” balas Fio.



177



POPULAR “Kalian lagi liburan ya?” Mereka mengangguk sebagai jawaban. “Lo sekolah dimana? Kami semua dari SMA Tunas Bangsa. Disini nginap di hotel mana?” “Weitsssss ngegas aja lo,” sindir Panca mendengar pertanyaan yang dilontarkan Luki pada Fio. Sahabatnya yang satu itu sepertinya tidak bisa melihat perempuan cantik sedikit saja pasti langsung didekati. “Di SMA Bumi Kasih. Gue nginap di hotel cempaka.” “Wah sama dong, tanda-tanda ni.” “Tanda-tanda apa?” Tanya David. “Tanda-tanda Tuhan sengaja mempertemukan,” balas Luki sembari menyengir. Ucapannya itu sukses mendapat sorakan dari sahabat-sahabatnya yang lain. Sementara Fio hanya mampu tertawa. Lucu rasanya bertemu dengan orang-orang seperti mereka. Pandangan Fio tiba-tiba saja jatuh pada lelaki yang akhirnya ia ketahui bernama Gino. Sedari tadi ia hanya diam sembari mengotak-atik kameranya seperti tidak berminat untuk ikut serta dalam pembicaraan mereka. Sejujurnya Fio sudah pernah mendengar nama Gino maupun Nata yang merupakan kekasih Prilly sebelumnya karena belakangan ini nama mereka menjadi buah bibir di sekolahnya. Namun baru kinilah ia dapat melihat secara langsung. Pasalnya selama ini Fio tak punya banyak waktu untuk menanggapi gosip-gosip di sekolahnya. “Kayaknya gue udah harus pergi deh, senang bisa kenal kalian. Semoga bisa ketemu lagi ya,” pamit Fio. Setelah itu ia langsung berlalu pergi karena harus kembali melanjutkan aktivitasnya. “Yah, sebentar banget sih ketemu dia.” Luki memasang raut wajah sedih. “Kesal banget gue dengar ni bocah dari tadi gak bisa diam, gue lempar ke laut jadi cemilan ikan buntel lo.” Panca menatap Luki kesal. “Ah mereka pada berisik, jalan-jalan yuk Na,” ajak David. Ana mengangguk setuju. David pun langsung menggandeng Ana untuk pisah dari rombongan. “Eh lo berdua mau kemana? Yuk Ca kita ikutin mereka. Jangan sampai mereka berdua jadian. Kita kan sahabat satu sempak, enak aja kita ditinggal pacaran.” “Ayuk!” Panca menyetujui ajakan Luki dan mengikuti kemana David dan Ana pergi. “Jalan-jalan yuk Hon,” ajak Salsa pula pada Farel. Setelah melewati masalah hubungan mereka yang sempat renggang karena Niken saat itu, sepertinya mereka butuh waktu untuk bersama. Farel mengangguk setuju kemudian menggandeng Salsa untuk pergi berkeliling. Prilly, Ali dan Gino hanya membiarkan sahabat-sahabatnya yang satu persatu mulai pergi. Sepertinya mereka ingin menghabiskan waktu masing-masing untuk beberapa saat. “Gin, kebetulan bangetkan kita ketemu Fio disini. Apa gue bilang, kayaknya dia cewek yang cocok buat lo deh. Gak ada yang kebetulan di dunia ini. Gimana menurut lo?” “Biasa aja.” “Ih lo mah, Fio cantik tahu. Mumpung dia disini, lebih baik lo dekati deh.” “Kenapa jadi lo sih yang bersemangat banget? Gue biasa aja.”



178



POPULAR “Ya sebagai adik yang baik, gue mau lo gak jomblo lagi.” “Mending lo bawa pacar lo ini pergi deh Nat, kemana gitu. Atau ceburin ke laut, berisik banget.” Prilly mengerucutkan bibirnya kesal mendengar ucapan Gino. Padahal ia ingin berniat baik, namun Gino malah bersikap ketus padanya. “Udahlah Sayang, Gino udah gede. Dia bisa cari pacar sendiri,” Ali berkata sembari melirik Gino dengan tatapan mengejek. Gino langsung membalas tatapannya tajam. “Gimana kalau kita naik sepeda? Disana ada yang nyewa sepeda,” tawar Ali. Mendengar tawaran yang menggiurkan itu, Prilly langsung mengangguk antusias. Ali pun menggandeng tangan Prilly membawanya pergi. “Nat, jaga adik gue baik-baik,” ucap Gino sedikit berteriak karena Ali dan Prilly sudah cukup jauh. Ali mengacungkan jempolnya pada Gino. Prilly berbalik menatap Gino sembari tersenyum. Meskipun Gino sering bersikap ketus padanya, namun Gino sangat perhatian. Terlebih semenjak Prilly berstatus sebagai adik angkatnya. Gino benar-benar bersikap sebagai abang yang baik. *** “Ali stop! Aku capek ah, kamu cepat banget bawa sepedanya,” keluh Prilly. Prilly mengatur nafasnya yang sudah memburu karena lelah berkeliling pulau Gili Trawangan dengan sepeda. Ali yang melihat gadisnya sudah lelah ikut berhenti dan berbalik menghampiri Prilly. “Makanya sering-sering olah raga biar gak mudah capek.” Tangan Ali terulur mengusap keringat di dahi Prilly. “Ya udah sih, aku kan gak suka olah raga. Lagian bikin kue kan juga termasuk olah raga.” “Olah raga apaan?” “Ngaduk adonan, itu juga pakai tenaga tahu.” Ali tertawa geli mendengar jawaban Prilly. “Itu mah bukan olah raga. Sini turun, kita duduk disana,” ajak Ali. Prilly turun dari sepedanya kemudian mengikuti Ali duduk di tepi pantai. Ali melepaskan sendalnya untuk dijadikan alas duduk bagi Prilly agar tidak kotor. “Makasih.” Prilly tersenyum manis. Kini tangan Ali terulur untuk mengelus pipi chubby milik Prilly. Untuk beberapa saat keduanya sama-sama terdiam menikmati suara deru ombak serta angin yang menerpa wajah mereka. Beruntung mereka memilih spot yang cukup sepi hingga suasana terasa begitu tenang. “Dulu aku sering banget ke pantai sama mama,” cerita Ali mulai buka suara. Prilly menoleh pada Ali yang menatap lurus ke arah laut. “Kalau di pantai, kami sering main teriak-teriakan gitu. Kata mama kalau teriak di pantai, apa yang kita bilang bakal sampai ke orang yang kita tuju. Dulu aku sering teriak seolah-olah ngomong ke power ranger karena waktu kecil aku suka power ranger. Aku teriak mau minta kekuatan biar kuat kayak mereka.” Ali tersenyum kecil mengingat masa kecilnya. Prilly ikut tersenyum, namun sedikit miris. Sepertinya Ali kini sedang merindukan ibunya. “Kamu kangen mama kamu?” Ali mengangguk kecil.



179



POPULAR “Kalau gitu kamu teriak dong, ngomong sama mama kamu biar mama kamu dengar,” usul Prilly. Ali menoleh pada Prilly sejenak. Sesaat kemudian ia terlihat tersenyum dan kembali menatap lurus ke pantai. “Ma, Nata kangen...” Ali mulai berteriak. Prilly memilih diam membiarkan Ali mengatakan apa yang ingin Ali katakan. “Nata baru selesai ujian Ma. Ya meskipun gak juara, tapi nilai Nata bagus semua kok.” “Ma kenali ini Prilly, pacar Nata. Dia pintar banget bikin kue. Kalau mama lihat Nata gendutan, salahi Prilly ya Ma.” Prilly tersenyum mendengar kalimat Ali yang menyinggung tentang dirinya. “Hai Tante, aku Prilly, salam kenal.” Kini giliran Ali yang tersenyum mendengar Prilly ikut berteriak seolah-olah berbicara dengan ibunya. “Bukan aku kok yang bikin Ali atau Nata gendutan, emang dia aja yang makan kue kebanyakan. Masa dia kalau makan red velvet gak bisa satu.” “Eh jangan jelek-jelekin aku di depan mama aku ya.” “Biarin, biar mama kamu tahu kamu rakus,” ledek Prilly. Bukannya marah Ali malah terkekeh lucu. Tangan Ali kembali terangkat untuk mengacak-acak rambut Prilly. “Om, tante... aku Ali, pacar Prilly. Maaf udah pernah bikin anak om dan tante sedih, tapi aku janji dan bakal usaha buat selalu bikin anak om dan tante bahagia.” Ali kembali berteriak, namun kali ini bukan untuk berbicara pada ibunya melainkan pada kedua orang tua Prilly. Prilly menoleh cepat pada Ali menatap Ali haru. Perasaannya menghangat mendengar ada seorang lelaki yang berbicara seperti itu kepada orang tuanya. Prilly berharap kedua orang tuanya benar-benar mendengar ucapan Ali. “Aku cinta kamu,” ucap Ali menatap Prilly lembut. “Aku yang cinta kamu,” balas Prilly. “Kita sama-sama cinta,” ucap Ali akhirnya yang membuat mereka sama-sama tertawa. “Prilly Laeta, aku cinta kamu!” Ali berteriak membuat suaranya memenuhi pantai itu. “Ya Ali Arnata, kamu selalu cinta aku!” Balas Prilly berteriak. Prilly menatap Ali dengan cengiran khasnya. Ali menarik Prilly ke dalam pelukannya. Mereka berdua merasa benar-benar bahagia. Sepertinya masalah yang pernah menerpa mereka membuat cinta diantara mereka terasa makin kuat.



180



POPULAR



Extra Chapter (For Gino) #3 *** “Gue bingung kita mau kemana lagi, hampir semua pantai disini udah kita datangi. Bosan gak sih main ke pantai mulu? Mana gue udah rada hitam,” keluh Farel. Farel mengayun-ayunkan kakinya yang terulur bebas ke tanah sementara ia duduk di atas ayunan yang berada di pinggir kolam renang hotel. “Sama Bro, mana berenang terus udah kayak ikan cupang.” “Yeeeee, lo aja yang kerjanya berenang. Udah lama gini masih ada berenang.” Tangan Panca langsung menciprat-cipratkan air pada Luki yang asyik berenang kesana kemari. “Gimana kalau kita daki gunung? Gunung Rinjani?” Usul Prilly tiba-tiba. “Setuju!” “Enggak!” Dari sekian orang yang bersorak setuju, hanya Ali dan Gino yang mengatakan tidak dan menatap Prilly tajam membuat nyali gadis itu seketika ciut. “Ah gak seru banget, ide Prilly udah bagus banget Bro. Kenapa sih gak mau?” Tanya David terdengar kecewa. Pasalnya ia salah satu orang yang suka mendaki gunung. Sedikit cerita, ayah David adalah seorang pendaki gunung. Ia sudah berkeliling Indonesia untuk mendaki gunung-gunung yang ada di Indonesia. Beberapa kali David sempat ikut dan menurutnya itu adalah aktivitas yang menyenangkan. “Disini ada ceweknya, gue gak mau kalau mereka kenapa-kenapa terutama Prilly. Bisa dicincang gue sama mami papi,” jelas Gino. “Ya elah, jalur pendakiannya aman kok Bro, kita bisa naik lewat Sembalun dan turun lewat Senaru. Tenang aja gue bakal jadi pemandunya. Gimana? Nat?” Tanya David. Ia sengaja melirik Ali yang sedari tadi belum memberikan respons setelah menolak ide Prilly untuk mendaki gunung. “Bukannya gue gak mau. Cuma kan kalau naik gunung, apalagi sekelas Rinjani kita harus ada persiapan sebelumnya. Kalau tiba-tiba gini gak mungkin bisa. Lagian butuh waktu beberapa hari jugakan kesana,” tutur Ali. “Gue setuju sama Nata. Kalau memang udah bosan sama pantai, gimana kalau besok kita ke Bukit Pegasingan aja? Bisa lihat gunung Rinjani juga disana. Dan kalau kalian mau mendaki juga bisa disana. Kita bisa nginap semalam bangun tenda di bukit. Kayaknya pemandangan disana bagus juga, gimana?” Usul Gino. “Boleh juga tuh. Kalau gak salah disekitar situ juga ada beberapa objek wisata juga kayak air terjun atau tempat pemandian gitu, kita bisa sekalian kesana,” sahut Farel dan mendapat anggukan dari yang lainnya. “Gimana Sayang, gak papa kan?” Tanya Ali. Prilly mengangguk-anggukan kepalanya antusias. Bukan ide yang buruk, lagi pula ia bisa tetap merasakan rasanya mendaki disana. “Bang, minta izin ke mami sama papi ya. Kita kan izinnya cuma mau ke pantai-pantai doang.” Prilly menatap Gino dengan tatapan memohon. Gino yang duduk di samping Prilly hanya mampu memutar bola mata malas. Jika sudah begini, pasti dirinya lah yang diandalkan.



181



POPULAR ‘Iya nanti gue yang minta izin. Tapi lo janji jangan macam-macam disana, meskipun kita cuma daki bukit, tapi kan bahaya juga. Selalu di dekat gue atau Nata, paham?” Prilly mengangguk-anggukan kepalanya patuh. Merasa senang karena idenya akhirnya diterima oleh kedua orang yang tadi sempat menolak, Prilly langsung memeluk Ali dan Gino bergantian. Ya meskipun pada akhirnya tujuannya berbeda. “Gak mau meluk gue juga Prill?” Luki yang masih berada di kolam renang bersama David dan Panca merentangkan tangannya seolah siap menerima pelukan Prilly. “Gak usah macam-macam deh,” ketus Ali. “Mending lo udahan berenangnya. Berhubung kita berangkat besok, malam ini kita beli tenda sama beberapa cemilan dulu,” ucap Gino. Semuanya terlihat mengangguk setuju. Luki, David dan Panca keluar dari kolam renang mengikuti yang lainnya untuk segera bersiapsiap membeli keperluan besok sekaligus makan malam bersama, pasalnya hari sudah mulai beranjak malam. Sekaligus mereka ingin meminta izin dengan orang tua masing-masing karena tujuan liburan mereka sedikit melenceng dari rencana awal. *** Gino berdecap kesal, beginilah jika mengajak perempuan pergi, pasti sangat heboh dengan persiapannya. Bahkan para lelaki pun harus ikut turun tangan membatu persiapan mereka. Merasa bosan menunggu, Gino memutuskan untuk turun terlebih dahulu sembari mengecek mobil yang akan membawa mereka ke tempat pendakian gunung. “Iya gue tahu, tapikan gue udah 3 hari berturut-turut pemotretan terus. Satu hari doang deh gue libur, gue lagi liburan semester juga kan, masa gak bisa libur. Atau setengah hari aja deh.” Langkah Gino sedikit melambat saat mendengarkan suara seseorang ketika melewati lorong kamar hotel. Matanya memicing melihat seorang gadis yang berdiri di depan lift dengan ponsel yang melekat di telinganya, sepertinya ia sedang berbicara lewat telefon. “Memang gak bisa banget diundur dikit ya? Gue lagi gak mood banget ni. Please lah Mbak, lo ngertiin gue.” Gadis itu tertunduk mengusap wajahnya. Gino menggaruk tengkuknya sejenak bingung harus melewatinya saja dan memasuki lift atau berhenti untuk sekedar menyapa karena sejujurnya ia mengenali gadis itu. “Terserah deh Mbak, percuma juga gue ngomong.” Gadis itu terlihat langsung mematikan sambungan telefonnya secara sepihak. “Eh Gino,” baru saja Gino ingin menyapa seolah basa-basi, gadis itu sudah lebih dahulu menyadari kehadirannya. “Kenapa?” “Kenapa apanya?” Gadis itu balik bertanya karena tidak paham dengan pertanyaan singkat Gino. Gino menunjuk ponsel gadis itu dengan dagunya. Gadis itu langsung terkekeh karena baru paham apa yang dimaksud Gino. “Oh telefon tadi. Itu dari manager gue.” “Kenapa?”



182



POPULAR “Lo memang ngomongnya selalu hemat gitu ya? Kalau mau nanya itu yang jelas dong.” Gino memutar bola matanya malas. Sepertinya gadis bernama Fio ini belum tahu sifatnya. “Kenapa lo marah-marah di telefon?” “Gue kesal aja, masa mau minta libur aja sehari gak bisa. Kan gue lagi libur semester juga kayak lo dan teman-teman lo. Setiap hari harus pemotretan terus, kan jadi bosan,” cerita Fio. “Kalau udah gak suka kenapa masih dijalani?” “Gue bukannya gak suka, cuma agak jenuh aja karena gak dikasih jeda. Eh btw lo mau kemana? Teman-teman lo mana?” Tanya Fio mengalihkan pembicaraan. “Lagi siap-siap, mau naik bukit Pergasingan.” “Seriusan?” Mata Fio membulat sempurna. “Asyik banget,” lanjutnya. “Lo mau ikut?” Tanya Gino sebagai sebuah ajakan. “Mau banget sih sebenarnya, apalagi teman lo seru-seru banget. Tapi gue harus pemotretan,” balas Fio terdengar sendu. “Ngapain ngelakuin sesuatu yang bukan dari hati. Hidup itu sesekali harus menentang, siapa tahu yang ditentang yang bisa bikin bahagia.” Fio terpaku sesaat mendengar penuturan Gino. Ia tidak menyangka lelaki yang jarang bicara ini bisa berbicara seperti itu hingga menyentil dasar hatinya dan mengetuk kesadarannya. “Ya udah kalau lo gak mau, gue duluan.” Gino langsung melangkah mendekati lift. “Gin,” panggil Fio. Gino yang merasa dipanggil langsung berbalik. “Gue masih punya waktu buat siap-siap?” Tanya Fio dengan senyum lebarnya. Gino terpaku sejenak melihat senyum gadis yang bisa dikatakan cantik, bahkan memang cantik. Mata tidak terlalu besar, tidak terlalu sipit, hidung mancung, bibir cukup tebal, rambut hitam lebat melewati bahu, serta postur tubuh yang cukup tinggi. Benar-benar perpaduan yang sangat indah. “Gin,” panggil Fio menyadarkan Gino. “Bisa kok.” “Oke, tunggu gue bentar ya.” Gino mengangguk kecil. “Menghilang beberapa saat untuk menentang, biar gak ada yang ganggu.” Sebelum berbalik ke kamarnya, Fio sempat mematikan ponselnya. Ia melirik Gino yang melemparkan senyum sangat tipis. Setelah itu Fio langsung bergegas kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap sementara Gino memutuskan untuk bersandar di samping lift. Seperti yang dikatakan Fio tadi, ia akan menunggu gadis itu. Gino sempat menelefon Prilly untuk memberi tahu bahwa anggota mereka akan bertambah di pendakian ini.



183



POPULAR



Extra Chapter (For Gino) #4 *** “Senangnya yang bening nambah,” Luki berkata sembari melirik ke belakang dimana Fio duduk bersama Gino, Prilly dan Ali. Fio tersenyum mendengar ucapan Luki yang terselip pujian di dalamnya. “Emangnya lo gak pemotretan Fi?” Tanya Prilly. “Tadinya sih iya. Tapi tiba-tiba ada orang yang datang dan menyadarkan gue kalau gue juga butuh liburan,” balas Fio. Ia sempat melirik sejenak pada Gino di sampingnya. Seperti biasa Gino hanya diam memang wajah datar seolah tidak peduli meskipun ia tahu bahwa dirinya lah yang sedang dibicarakan. Prilly terlihat melirik Gino dengan alis yang naik turun menggoda abangnya itu. Merasa jengah karena sebenarnya sejak awal ia memberi tahu pada Prilly bahwa Fio akan ikut dan ia selalu saja di ledek, Gino memutuskan untuk memejamkan matanya. Ia memilih untuk beristirahat sejenak selama di perjalanan. Tak jauh berbeda dengan Gino, beberapa dari mereka pun ikut memilih tidur, termasuk Prilly yang sudah meringkuk dalam pelukan Ali. Namun ada beberapa pula yang memilih untuk mendengarkan musik dan memainkan ponselnya. Berdasarkan kesepakatan mereka, mereka memutuskan untuk mengundur waktu menuju bukit menjadi esok hari. Hari ini mereka akan mendatangi beberapa air terjun serta menginap di sebuah resort di kaki gunung Rinjani yaitu Rinjani Lodge. Fio salah satu dari mereka yang tidak tidur hanya diam sembari menatap keluar jendela. Seulas senyuman kecil terpancar dari bibirnya saat menyadari bahwa dirinya kini sedang melakukan sesuatu hal yang tidak pernah seorang Fio lakukan sebelumnya. Biasanya Fio akan sangat bersemangat melakukan profesinya sebagai model yang sudah ia tekuni beberapa bulan belakangan ini. Namun entah mengapa saat ia merasa mulai jenuh dan bertemu dengan Gino, ia merasakan bahwa ia harus mulai membagi waktunya antara melakukan yang sukai dengan melakukan sesuatu yang harus ia sukai, seperti modeling contohnya. Pandangan Fio berpaling pada Gino. Senyumnya makin terukir lebar melihat lelaki dengan wajah yang tidak bisa dipungkiri ketampanannya. Ingatan Fio kembali pada kejadian dimana ia mendatangi toko kue milik Prilly siang itu. Saat itu ia sedang menunggu keberangkatan pesawat menuju Lombok yang masih membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Hal itu membuat Fio memutuskan untuk keluar bandara dan menjadikan toko kue Prilly untuk istirahat sejenak. Saat disana, ia dilayani oleh seorang lelaki dengan wajah dan bicara yang sama datarnya. Ia tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Gino kembali. Jujur, Fio bingung terhadap dirinya sendiri. Mungkin jika kebanyakan perempuan tidak suka jika ada lelaki yang cara bicaranya dingin terkesan ketus, entah mengapa Fio merasakan hal yang berbeda. Ia selalu suka mendengar nada bicara Gino dan sikapnya yang jarang sekali bicara. Hal itu membuat Fio selalu menunggu setiap kata yang akan selanjutnya keluar dari bibir Gino. Merasa cukup memperhatikan Gino dan rasa kantuk yang mulai menyerang, Fio memutuskan untuk menyusul semuanya yang sepertinya sudah terlelap. Sebelumnya Fio mencoba mencari posisi yang nyaman untuk tertidur. Hingga akhirnya ia mendapatkannya yaitu bersandar pada bahu Gino.



184



POPULAR Bersamaan dengan deru nafas Fio yang sudah mulai teratur pertanda bahwa ia sudah tertidur, Gino langsung membuka matanya. Dalam diam ia menghela nafas panjang, ternyata cukup sulit berpura-pura tidur apalagi saat sedang diperhatikan. Gino tidak mengerti mengapa gadis itu memperhatikannya tadi. Meskipun matanya tertutup, Gino masih bisa melihat dari sela-sela yang ia buat. Kini giliran ia yang memperhatikan gadis yang baru tiga kali ia temui namun sudah berani bersandar di bahunya. Sebenarnya Gino bingung pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa terlintas dalam benaknya hingga membuat ia berkata kalimat untuk ikut serta mengajak Fio dalam perjalanan liburan mereka. Entahlah, hanya saja yang dipikirkan Gino tadi adalah ia ingin ikut mengajak gadis yang terlihat cukup frustrasi dengan aktivitasnya itu bersenang-senang sejenak. Tak ingin ambil pusing, Gino kembali memejamkan matanya. Kali ini untuk benar-benar terlelap. *** Setelah puas bermain-main di air terjun Tiu Kelep dan Sendang Gile, Prilly dan yang lainnya langsung bergegas menuju Rinjani Lodge karena hari sudah mulai sore. Karena perjalanan mereka kali ini tidak termasuk agenda dari awal, jadi yang menyiapkan semuanya bukan lagi Inggrit melainkan Ali. Awalnya saat Gino memberi tahu padanya, Inggrit sudah menawarkan keperluan mereka dalam perjalanan ini, namun Ali menyebutkan bahwa ialah yang akan menanggung semuanya. Mereka semua dibuat berdecap kagum saat memasuki kawasan Rinjani Lodge yang berada di kaki gunung Rinjani tepatnya di Senaru, Bayan, Lombok utara. Resort yang baru dibangun beberapa tahun yang lalu ini benar-benar menyuguhkan pemandangan indah dan asri. Dari sini bisa terlihat jelas pemandangan indah dari gurung Rinjani. Belum lagi sebuah infinity pool untuk berendam yang menghadap langsung ke arah gunung membuat mereka ingin cepat-cepat berendam untuk melepaskan penat. Udara yang terasa sejuk juga membuat suasana asri lebih terasa. Tak jauh dari sana bisa terlihat pemukiman suku sasak asli di kaki gunung “Fix gue mau langsung nyebur.” “Katanya gak mau berenang lagi kayak ikan cupang,” ucap Panca menyahuti Luki. “Ini beda Bro, lo lihat aja pemandangannya langsung ke gunung Rinjani.” “Serah lo deh Luk, serah.” “Tapi gue kayaknya juga mau berenang deh, airnya rada hangat.” Ana menunduk untuk memasukkan tangannya ke dalam kolam renang. “Ya udah kalau gitu gue mau berenang juga,” sahut David cepat. Sontak semuanya bersorak meledek. Pasalnya Luki selalu gerak cepat bilang ada sesuatu yang berurusan dengan Ana. “Ya udah buat yang mau berenang silakan. Tapi sebelumnya lebih baik ke kamar dulu, ini kuncinya ya.” Ali memberikan tiga kunci kamar dengan pembagian yang sama dengan hotel mereka yang sama. Seperti ucapan Ali, semuanya pun langsung bergegas menuju kamar untuk mengganti pakaian dan siap berenang. ***



185



POPULAR “Kamu gak mau berenang?” Ali bertanya saat melihat Prilly hanya duduk di gazebo yang berada di pinggir kolam sembari memperhatikan teman-temannya yang lain yang sudah asyik berenang. “Enggak, keseringan main air aku jadi gak enak badan.” Tangan Ali langsung terulur memegang dahi dan leher Prilly. Tidak begitu panas, namun mungkin saja ia masuk angin. Memang sejak pulang dari air terjun tadi Prilly terlihat agak lemas. “Dingin?” Prilly mengangguk kecil. Ali yang saat itu menggunakan kaos yang dilapisi jaket dengan celana jeans selutut langsung membuka jaketnya dan memakaikannya pada Prilly. “Tunggu sebentar ya.” Ali berlalu dari hadapan Prilly sejenak. Tidak butuh waktu lama, Ali kembali membawakan secangkir teh hangat dan sebuah gitar kecil. Ia memberikan secangkir teh hangat itu pada Prilly. “Makasih Sayang.” Ali mengangguk seraya tersenyum. “Karena kamu lagi gak enak badan, aku bakal hibur kamu dengan nyanyian. Kamu mau dinyanyiin apa?” “Hmmmm... lagunya Bruno Mars, terserah yang judulnya apa aja.” “Aku gak ada yang hafal.” “Ya udah lagunya Shawn Mendes.” “Gak hafal juga.” “Maroon 5 deh.” “Itu juga gak hafal.” “Terus hafalnya lagu apa? Masa gak ada yang hafal.” “Lagunanya aku disini buat menghibur kamu.” “Ih apaan sih, gak jelas banget lo! Garing,” ledek Prilly membuat tawa mereka sama-sama pecah. Setidaknya dengan candaan garingnya mampu membuat Prilly tertawa. “Ya udah, aku nyanyi apa aja ya. Kamu pokoknya terima aja.” Prilly mengangguk-anggukan kepalanya kemudian mulai meminum teh yang tadi diberikan oleh Ali. Ali mulai memetik gitarnya. Menyanyikan lagu-lagu yang menurutnya sangat pas bila dinyanyikan untuk Prilly. Sepertinya cara sederhananya berhasil membuat Prilly tak lepas tersenyum. Bahkan sesekali pipi gadis itu terlihat memerah setiap kali Ali bernyanyi dengan lirik romantis sembari menatapnya. “Cuma punya segitu.” Nyanyian Ali terhenti saat tiba-tiba Gino datang sembari memberikan uang koin padanya. Sontak hal itu membuat Prilly tertawa sementara Ali mencibir, mengganggu saja. “Lo kenapa?” Tanya Gino menatap Prilly yang terlihat tidak sehat. “Kayaknya masuk angin deh.” Tangan Gino langsung terulur cepat memegang dahi Prilly. Ia bernafas lega saat merasakan suhu tubuh Prilly masih normal. “Mau ke dokter?”



186



POPULAR “Gak usah, cuma masuk angin ini.” “Jangan disepelein.” “Iya abang, tapi gue baik-baik aja kok,” ucap Prilly meyakinkan. Ali hanya diam memperhatikan kedua adik kakak ini. Sejujurnya dulu saat awal-awal mengetahui bahwa Prilly diangkat menjadi anak oleh orang tua Gino, Ali sedikit cemburu. Karena status adik kakak diantara mereka membuat mereka menjadi sangat dekat. Tak jarang kini bukan hanya Ali tempat Prilly bermanja-manja. Namun juga Gino. Tapi kini Ali makin terbiasa dan paham bahwa Gino benar-benar menyayangi Prilly sebagai adiknya. “Mending sekarang lo istirahat di kamar deh, biar besok lebih segar,” usul Gino. “Nat, antarin dia ke kamar ya.” Ali mengangguk kemudian menggandeng Prilly untuk mengantarkannya ke kamar. “Ngangerin doang Nat, jangan macam-macam lo disana! Langsung balik kesini,” ucap Gino sedikit berteriak agar Ali mendengar. Ali yang sudah agak jauh hanya membalas dengan acungan jempol. Setelah sudah tidak melihat Ali dan Prilly lagi, pandangan Gino beralih pada teman-temannya yang sedang berenang dan berhenti tepat pada Fio yang sedang berenang kesana kemari dengan Salsa dan Ana. Tanpa sadar saat sedang memperhatikan Fio, Fio juga sedang menatapnya. Langsung saja Gino mengalihkan pandangannya karena tidak ingin tertangkap basah memperhatikan. “Lo gak berenang?” Entah sejak kapan Fio sudah berada di sampingnya. Gino hanya menggeleng kecil sebagai jawaban. “Kenapa?” “Gak suka.” Fio mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Udah lama rasanya gue gak berenang ramai-ramai gini,” cerita Fio. Gino diam tak bergeming. “Btw teman-teman lo, Luki, David sama Panca itu lucu banget ya. Gak bisa diam.” “Baterainya baru diganti.” Seketika tawa Fio pecah mendengar balasan datar dari Gino namun mampu menggelitik perutnya. Gino menoleh pada Fio disampingnya, gadis itu terlihat semakin cantik saat tertawa. Tawa Fio langsung mereda saat ia menyadari bahwa Gino sedang memperhatikannya. “Kalau udah siap berenangnya, lebih baik lo ganti baju. Nanti masuk angin,” ucap Gino kemudian berlalu dari hadapan Fio. Fio tersenyum melihat kepergian Gino. *** Setelah kemarin malam menghabiskan waktu Rinjani Lodge, hari ini mereka langsung bergegas menuju bukit Pegasingan. Mereka berangkat dari resort pukul 14.00 WITA Sesampainya di tempat pendakian, mereka harus berjalan mendaki bukit itu. Biasanya para pendaki menggunakan bukit Pegasingan sebagai pemanasan sebelum mendaki gunung Rinjani. Namun kini bukit ini sudah mulai dikenal para wisatawan hingga menjadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi jika berkunjung ke Lombok.



187



POPULAR Awalnya mendaki sangat mudah karena disana sudah ada ratusan anak tangga yang akan mempermudah mendaki. Namun saat-saat sudah hampir sampai ke puncak, mulailah memasuki jalur tanah berbatu yang agak miring dan mulai menantang. Ali menggenggam tangan Prilly erat membantu gadisnya itu untuk melewati jalanan yang berbatu. Mereka yang berada paling depan disusul oleh yang lainnya di belakangan. “Bisa?” Tanya Gino saat melihat Fio yang kesusahan saat mendaki jalur berbatu. “Bisa kok,” balas Fio. “Sini.” Gino yang berjalan di depan Fio mengulurkan tangannya pada Fio. Fio sempat melirik sesaat tangan Gino hingga pada akhirnya ia menerima uluran tangan itu dan membiarkan tangannya di genggam erat oleh Gino. Diam-diam Fio tersenyum, ternyata si dingin ini bisa juga bersikap manis. Setelah menempuh perjalanan mendaki lebih kurang 2 atau 2,5 jam akhirnya mereka sampai juga di puncak bukit. Refleks semuanya berdecap kagum. Bagaimana tidak, dari atas ini mereka bisa melihat gunung Rinjani dengan sangat dekat. Yang paling menarik perhatian adalah petak-petak sawah serta kebun-kebun warga yang berwarna-warni terlihat seperti permadani dari atas ini. Apalagi karena hari sudah sore beranjak malam membuat pemandangannya terlihat semakin indah. Seperti rencana awal, mereka akan bermalam di bukit ini. Para lelaki langsung bekerja sama membangun tenda, sementara para wanita langsung memasak untuk makan malam dengan bahanbahan seadanya yang mereka bawa. Selain itu mereka juga membuat api unggun karena hawa sangat dingin. Setelah beberapa lama berkutik dengan kerjaannya masing-masing, akhirnya malam ini mereka duduk mengelilingi api unggun sembari menyantap makan malamnya. “Gue senang banget deh liburan kali ini sama teman-teman baru, ya meskipun kita satu sekolah tapikan baru kali ini kita liburan sama-sama gini,” ucap Panca. Yang lain terlihat mengangguk setuju. “Gue juga, entah kenapa rasanya lucu aja kalau ingat-ingat masa lalu. Waktu kita masih musuhan sama Nata,” ucap David pula. “Iya gue juga mikir gitu. Lagian ngapain ya dulu kita berantam. Cuma gara-gara kursi di kantin doang, norak banget gak sih,” timpal Luki membuat semuanya terkekeh. “Gue juga senang kali ini kita dapat teman baru, Fio. Pokoknya nanti di Jakarta kita tetap sering main bareng ya,” ucap Prilly pada Fio. “Pasti,” jawab Fio mantap. “Makasih loh kalian udah mau terima gue. Gue gak nyangka kalau gue bisa liburan juga dan ketemu sama orang-orang seseru kalian,” lanjutnya lagi. “Btw mumpung lagi disini gue mau ngomong sesuatu,” ucap David kemudian bangkit dari posisinya. Melihat David yang akan mengatakan sesuatu, semuanya terlihat fokus pada David. “Gue mau ngomong sesuatu sama Ana.” David mengulurkan tangannya mengajak Ana untuk berdiri. Melihat itu, Ana langsung menyambut uluran tangan David. “Na, awalnya gue cuma iseng godain lo sama teman-teman gue. Tapi entah kenapa lama-lama gue ngerasa kecanduan godain lo sampai godain lo bukan hal iseng tapi udah menjadi hal yang gue



188



POPULAR suka. Apalagi saat gue lihat pipi lo merona karena gue,” ucapan David itu sukses membuat pipi Ana kembali merona untuk ke sekian kalinya. “Gue memang suka becanda sama teman-teman gue, tapi buat kali ini gue serius. Gue cinta sama lo Na.” Ana membulatkan matanya mendengar pernyataan cinta dari David. Sementara itu yang lain hanya mampu melihat sembari tersenyum ikut bahagia. “Lo mau gak jadi pacar gue?” “Oh no! Kita benar-benar ditinggal jomblo sama David,” Luki memekik sembari memegang dadanya seolah-olah merasakan sakit. “Lebay lo, sahabat lagi bahagia bukannya didukung,” sahut Panca. “Gimana Na? Maukan?” Tanya David lagi. “Iya, gue mau,” jawab Ana tanpa berpikir lama. Sontak David langsung bersorak gembira. Yang lainnya tak mau kalah ikut bersorak bahagia atas kebahagiaan kedua sahabatnya itu. “Jangan lupa traktirannya, karena lo udah langkahin gue, Panca sama Gino, yang merupakan sahabat satu sempak lo, jadi lo harus traktir kami,” ucap Luki. “Tenang aja!” Acara api unggun malam itu ditutup dengan acara pernyataan cinta oleh David pada Ana. Satu persatu mereka memasuki tenda untuk beristirahat. “Kok belum masuk tenda?” Tanya Ali saat melihat Prilly masih sibuk mengemasi alat-alat memasak mereka tadi. “Dikit lagi, kamu pergi aja tidur duluan.” “Enggak ah, mau nunggu kamu.” Prilly tersenyum sekilas pada Ali sebelum akhirnya menyudahi aktivitasnya. “Udah siapkan? Ikut aku yuk.” Ali menggandeng tangan Prilly membawanya menuju sebuah tikar kecil yang terbentang. “Sini tiduran,” ajak Ali. Ia merentangkan salah satu tangannya untuk menjadi bantal bagi Prilly. “Kita ngapain disini?” Tanya Prilly. “Menikmati malam aja. Lihat deh banyak bintang.” Prilly menatap ke atas dimana terdapat banyak bintang. “Sayang, aku mau tanya sesuatu sama kamu,” ucap Ali. “Tanya apa?” “Kamu lebih suka Ali yang kerjanya penyanyi kafe dan tinggal di kos-kosan, atau Ali yang seorang anak kepala sekolah dan juga kapten tim basket?” Tanya Ali. Prilly memalingkan wajahnya menatap Ali. Dahinya mengernyit heran mengapa tiba-tiba Ali malah bertanya seperti itu. “Kenapa nanya gitu?” “Gak papa, jawab aja.”



189



POPULAR “Aku suka Ali yang apa adanya. Aku gak nuntut Ali jadi apa yang aku mau, karena aku yakin Ali tau dia harus gimana untuk menjadi Ali yang aku suka,” balas Prilly seolah tidak memberi jawaban pasti. Namun Ali dengan mudah bisa menyimpulkan jawaban dari Prilly. “Entah kenapa di satu sisi aku rindu kehidupan aku yang dulu, tapi di satu sisi aku juga suka kehidupan aku yang sekarang.” “Kalau gitu, kamu tinggal menggabungkan keduanya. Kamu gabungkan apa yang kamu suka dari kamu yang dulu dan kamu yang sekarang. Jujur aku suka dua-duanya, karena aku tahu mau dulu atau sekarang, kamu tetap cinta aku.” Prilly sedikit mendongak untuk menatap Ali. Mereka sama-sama melemparkan senyuman lembut. Mata Prilly terpejam saat Ali menunduk untuk mencium dahinya lembut. “Kamu cinta aku.” “Kamu cinta aku.” Tawa mereka pecah saat tanpa sengaja mereka mengucapkan kalimat yang sama dalam waktu yang bersamaan. “Ya udah kamu tidur gih.” Ali bangkit dari posisinya diikuti oleh Prilly. “Good nite Sayang,” ucap Prilly. “Good nite, Mine.”



190



POPULAR



Extra Chapter (For Gino) #5 *** Sungguh indah pemandangan yang kini sedang dinikmati oleh sekumpulan remaja yang tengah menatap pada arah yang sama. Menatap kagum pada pemandangan matahari terbit dari balikbalik bukit dan mulai menyinari puncak gunung Rinjani. Mereka semua sengaja bangun pagi-pagi sekali untuk melihat matahari terbit seperti tujuan awal mereka mengapa memutuskan untuk bermalam di bukit. “Indah banget ya,” ucap Salsa berdecap kagum. Entah mengapa ada berasaan yang berbeda yang ia rasakan saat melihat pemandangan yang begitu indah ini. Ia baru tersadar bahwa selama ini ia terlalu sering menghabiskan waktu hanya untuk nongkrong, jalan-jalan ke mal, atau bepergian ke luar negeri. Hingga ia lupa bahwa sebenarnya Tuhan sudah menyuguhkan alam yang begitu indah untuk dikagumi. “Kita merasa kecil banget ya disini. Gue ngerasa gak ada apa-apanya dibanding ciptaan Tuhan yang lainnya,” ucap Prilly pula yang mendapat anggukan setuju dari yang lainnya. Benar kata Prilly, meskipun jika kata orang mereka memiliki kelebihan dengan segala kepopulerannya, namun tetap saja mereka sadar bahwa mereka tidak lebih dari manusia biasa yang diciptakan oleh Tuhan. “Ya udah, gue mau siapin sarapan dulu ya.” “Gue bantuin ya Prill.” Prilly mengangguk setuju membiarkan Ana membantunya. “Gue juga deh Prill.” “Gak usah, lo sama Salsa disini aja. Lagian gampang kok,” ucap Prilly pada Fio. Akhirnya Fio pun mengangguk patuh. Sembari Prilly dan Ana menyiapkan sarapan, yang lainnya tampak sibuk mengabadikan momen dengan berfoto-foto ria dan nantinya akan diunggah media sosial mereka. Tentunya banyak orang-orang yang sudah penasaran dan menunggu foto-foto mereka. Saat mereka mengatakan di media sosial bahwa akan berlibur bersama saja, teman-teman satu sekolahnya terlihat heboh menanggapi. Pasalnya sekumpulan remaja populer itu akan pergi berlibur bersama untuk pertama kalinya setelah menjadi sahabat. “Lo gak ikut foto-foto?” Tanya Fio. Ia ikut berdiri bersama Gino menatap lurus ke arah gunung. “Gue gak foto aja, nanti pasti bakal ada foto gue yang diambil diam-diam sama tiga kunyuk itu.” Fio tertawa melirik ke arah Luki, David dan Panca yang sibuk memotret siapa saja di sekitarnya termasuk Gino. “Lo?” Gino berbalik bertanya. “Enggak ah, udah bosan.” Gino mengangguk kecil paham. “Thanks ya Gin.” “Buat?” “Buat liburannya. Makasih udah izinin gue ikut dan bikin gue ngerasa kayak remaja normal yang jalani liburan bareng teman-teman.” Gino dan Fio saling bertatap. Fio melemparkan senyuman hangatnya, tanpa sadar Gino ikut tersenyum.



191



POPULAR “Kalau udah gak nyaman, kenapa gak berhenti aja jadi model?” Tanya Gino. “Gue itu jadi model sebenarnya karena nyokap gue. Nyokap gue adalah desainer sekaligus model profesional. Dulu waktu kecil, nyokap gue suka banget ikutin gue lomba-lomba modeling, bahkan sampai gue besar. Tapi baru beberapa bulan belakangan ini aja gue menjalaninya secara profesional. Awalnya gue suka, tapi makin kesini gue makin berpikir kalau bukan ini sebenarnya yang gue mau,” cerita Fio. “Kata nyokap gue, dia mau gue kayak dia. Dikenal dan dipuji orang-orang. Tapi belakangan ini gue mikir, gue dikenal orang lain, tapi kenapa gue merasa kenal sama diri gue sendiri,” lanjutnya. Gino terlihat serius mendengarkan. “Saat lo bilang kalau kadang dihidup ini kita harus menentang, gue langsung mikir. Mungkin lo benar, gue gak bisa jalani sesuatu yang udah gak gue suka lagi. Mau gimanapun hatikan gak bisa bohong.” “Baguslah kalau lo udah sadar,” balas Gino menanggapi. “Thanks ya Gin, tiba-tiba datang ke hidup gue.” “Gue gak datang, tapi kita dipertemukan.” Fio terkekeh pelan mendengar jawaban Gino. Tak menyangka lelaki sedingin Gino bisa berbicara seperti itu. “Kayaknya gue butuh orang kayak lo deh di hidup gue yang selalu pasrah mengikuti alur.” Gino mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Fio. “Memang gue gimana?” “Lo orang yang selalu berpikir logis dan menyampaikan secara spontan. Yang jelas lo orang yang sering menentang alur kehidupan dan memang prinsip asal lo bahagia.” “Sok tahu!” “Tapi memang benarkan?” Fio memojokkan Gino agar mengakui bahwa yang ia katakan ada benarnya. “Terserah.” “Tadi malam Prilly cerita sama gue.” “Cerita apa?” Gino bertanya cepat. Ia sudah mulai waspada mendengar Prilly bercerita pada Fio. Apalagi yang dilakukan adiknya itu kali ini. “Katanya lo gak pernah dekat sama cewek kalau bukan buat dipacari.” Sudah Gino duga, pasti Prilly menceritakan sesuatu yang tidak-tidak. “Apa setelah ini lo bakal jauhi gue?” Tanya Fio. Gino sempat terpaku sesaat mendengar pertanyaan gadis itu, namun ia tetap memasang wajah datarnya. “Tergantung.” “Tergantung apa.” “Kalau lo tetap mau dekat sama gue, lo tahu sendirikan akhirnya bakal gimana,” jawab Gino. Terdengar rancu namun entah mengapa ia berharap Fio mengerti apa yang ia maksud.



192



POPULAR “Kalau gitu gue siap nunggu akhirnya akan jadi gimana.” Gino kembali menoleh pada Fio yang kini sedang menatapnya sembari tersenyum. Mengerti maksud dari jawaban Fio membuat Gino ikut tersenyum, bukan senyum kecil namun kali ini senyum yang cukup lebar. Jantung Fio rasanya berpacu cepat saat jari-jari Gino menyentuh jari-jarinya dan menyelipkan pada sela-sela jari gadis cantik itu. Tangan Gino yang menggenggam tangannya membuat suhu yang terasa dingin mulai menghangat. Tanpa berkata apa pun, Fio membalas genggaman tangan Gino erat. “Baby G.” Fio bersuara dengan nada geli. Gino kembali membulatkan matanya. “Pasti Prilly yang kasih tahu.” Fio mengangguk dengan tawa yang sudah mulai pecah. Baginya panggilan itu sangat lucu jika disematkan pada seseorang seperti Gino. “Adik nakal,” gumam Gino pelan. “Gak papa dong, lucu kok. Jadi gak ada kesan seramnya.” Gino hanya memutar bola mata malas menunjukkan wajah kesalnya. “Maaf, bercanda kok. Gak lagi deh,” ucap Fio membujuk Gino. Tangannya yang tidak digenggam Gino terangkat untuk mengacungkan jari kelingkingnya. Melihat hal itu, bukannya menyambut uluran tangannya, Gino malah menarik kedua tangan Fio pelan dan meletakkan di belakang tubuhnya mengarahkan Fio untuk memeluknya. Fio tersenyum semringah memeluk Gino erat. Jujur Gino mulai aneh dengan dirinya sendiri. Baru beberapa kali dan menghabiskan waktu beberapa hari dengan Fio, ia merasakan hal yang berbeda dari gadis ini. Setiap melihat Fio, ia merasa jantungnya berpacu lebih cepat. Ia selalu merasa nyaman setiap kali berbicara dengan gadis itu. Gino mulai bertanya pada dirinya sendiri, apakah cinta selain bisa jatuh dimana saja namun juga jatuh kapan saja? Apakah ia bisa cinta saat jatuhan pertama? Apakah begitu mudah mencintai seorang Fio hingga ia tidak melewati rasa yang dinamakan suka seperti yang ia rasakan dengan Prilly dulu? Apakah karena Fio juga merasakan hal yang sama sehingga rasa cinta begitu mudah tumbuh? Entahlah, Gino masih belum tahu, atau lebih tepatnya belum menyadari. “Cieeeeeeeeee....” sorakan riuh langsung terdengar membuat Gino dan Fio refleks melepaskan pelukannya dan merasa salah tingkah. Prilly yang menjadi pemandu sorakan itu langsung menatap Gino menggoda seolah mengejek abangnya yang selama ini seolah-olah tidak tertarik dengan sosok Fio namun diam-diam sudah mulai cinta. *** “Pokoknya lain kali kita harus mendaki Rinjani.” “Benar banget tu Na. Pokoknya sampai di Jakarta kita harus tetap sering ngumpul bareng, iya kan Fio?” “Tenang aja Prill. Gue bakal selalu ikut kalau ngumpul.” “Ya iyalah Fio ngumpul, kan ada Gino.” “Apaan sih, enggak juga.” “Jadi Gino sama Fio udah jadiian?” “Gak usah kepo deh Luk.”



193



POPULAR “Ya elah Gin, manggil yang lengkap kek jangan luk luk aja, entar gue disangka buluk.” “Memang lo buluk.” “Lama-lama lo udah kayak Gino ya Nat. Kalau ngomong suka nyakitin.” “Fiona Nadila!” Perbincangan seru mereka saat berjalan memasuki hotel tempat mereka awal menginap langsung terhenti saat mendengar suara tegas seseorang. Semuanya langsung menoleh ke asal suara. Fio yang namanya dipanggil oleh orang itu terlihat panik. “Ma... Mama...” dengan masih kagetnya Fio menghampiri seorang wanita yang tak lain adalah ibunya itu. “Mama benar-benar kecewa sama kamu. Kamu lari dari tanggung jawab yang sangat besar. Benar-benar memalukan!” Wanita itu tidak bisa menyembunyikan amarahnya. Akhirnya setelah berhari-hari mencari keberadaan putrinya yang tiba-tiba menghilang dan tidak bisa dihubungi kini sudah bisa menemukannya. “Maaf Ma, Fio cuma mau liburan.” “Liburan? Inilah liburan kamu, ini proyek besar. Kenapa kamu malah main-main. Kamu tahu apa akibatnya? Mereka memutus kontrak kerja dengan kita.” Fio hanya mampu menunduk. Gino yang melihat raut wajah sedih gadis itu langsung mengambil langkah hendak menghampiri mereka. Namun dengan cepat Prilly menahan. “Mamanya Fio lagi marah banget, lebih baik kita gak usah ikut campur dulu,” bisik Prilly. “Benar Bro, jangan sampai nyokapnya makin marah,” saran Ali pula ikut menahan Gino. “Tapi ini tanggung jawab gue juga. Gue yang bawa dia ikut sama kita.” “Iya gue paham, tapi kalau lo kesana bisa-bisa nyokapnya Fio bakal marah juga sama lo.” Gino berdecap kesal. Akhirnya ia memilih untuk tetap memperhatikan Fio dari jauh. “Sekarang kamu kemasi barang-barang kamu, kita balik ke Jakarta. Kita selesaiin di rumah. Mama tunggu di mobil.” Setelah mengucapkan itu, ibu Fio langsung berlalu pergi. Fio yang sedari tadi menunduk langsung mendongakkan wajahnya. Tangannya terangkat untuk mengusap air matanya yang sudah jatuh. Dihelanya nafasnya dalam-dalam. Setelah itu Fio berjalan kembali mendekati Gino dan yang lainnya. “Gue balik ke Jakarta duluan ya. Senang bisa liburan bareng kalian semua,” ucap Fio pelan. Tanpa menunggu jawaban dari mereka, Fio langsung bergegas pergi menuju kamarnya. “Fi... Fio...” Gino berlari menyusul Fio yang makin mempercepat langkahnya. “Fio.” Dengan sekali tarikan Gino berhasil menghentikan langkah Fio. “Lo gak perlu nangis.” Dengan cepat Gino menyeka air mata di pipi Fio. “Nyokap gue marah banget, gue gak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.” “Lo tenang aja, pasti semuanya baik-baik aja.” Gino berusaha menenangkan. “Maaf, gara-gara ajakan gue lo jadi kena marah.”



194



POPULAR “Gak papa kok, sepaling tidak ada cerita yang bisa gue bawa balik ke Jakarta.” Fio berusaha tersenyum pada Gino. Gino menarik lembut Fio dalam pelukannya. “Lo janji di Jakarta harus temui gue.” “Iya.” “Jangan ngilang. Jangan bikin gue susah buat cari satu-satunya cewek yang gue dekati.” “Iya.” Gino melepaskan pelukannya kemudian kembali menatap Fio. “Gue pergi ya,” pamit Fio. Gino mengangguk pelan. “Take care.” Setelah mengangguk sebagai jawaban Fio langsung berlalu pergi untuk bersiapsiap pergi.



195



POPULAR



Extra Chapter (For Gino) #last ***



“Gimana semuanya udah siap? Sebentar lagi giliran kalian loh. Eh Luki itu celananya dibenari dulu, kayaknya naik sebelah.” “Oh iya, oke Tante.” “Ayu tolong dong itu rambut Salsa bagian belakang dibenari. Aduh apalagi ya.” “Mami... Mami tenang dong, jangan panik. Semuanya udah siap kok. Prilly sama teman-teman kan udah latihan.” Prilly mengelus tangan ibunya yang terlihat sangat panik saat ini mempersiapkan keperluan mereka dengan desainernya. “Mami panik banget Sayang.” “Mami tenang aja, serahin semuanya sama kami. Kami pasti bikin Mami bangga.” “Benar tu Tante G, tentang aja kami udah latihan beberapa hari,” timpal David. “Sini-sini peluk tante dulu biar kita sama-sama tenang.” Semuanya datang mendekat menghampiri Inggrit untuk memeluknya. Akhirnya mereka semua bisa lebih tenang dan bisa tersenyum. “Bro, lo baik-baik aja?” Tanya Ali saat menepuk pelan pundak Gino yang sedang berdiri di depan cermin. Sejak tadi ia hanya diam tidak ikut berbicara. Gino hanya mendelik tetap diam. “Masih soal Fio?” Tebak Ali. “Dia menghilang kayak ditelan bumi sejak dari Lombok,” keluh Gino. Pasalnya sejak pertemuan terakhir mereka di Lombok dan pulang ke Jakarta, ia tidak pernah bertemu maupun berkomunikasi dengan Fio. Sempat ia mencoba menghubungi Fio dari kontak yang ia dapat dari Prilly. Namun sama sekali tidak tersambung. “Fokus dulu deh kesini, nanti gue bantuin cari dia.” Ali kembali menepuk-nepuk pundak Gino. “Baby G, Nata, buruan kesini. Udah mau giliran kalian nih,” panggil Inggrit. Ali dan Gino pun langsung menyusul semuanya yang sudah bersiap-siap. “Tante maaf telat.” Langkah mereka yang sudah ingin mendekat ke arah panggung langsung terhenti saat mendengar suara seseorang yang baru saja bergabung. “Fio, akhirnya kamu datang juga. Tante kira kamu gak jadi datang.” Inggrit menghela nafas lega. “Aaaaa Fio, gue kangen. Gue udah nungguin lo dari tadi.” Prilly memeluk Fio senang. “Fio pastilah datang Tante.” “Ya udah sekarang buruan naik. Tampilin yang terbaik dan melenggoklah di atas panggung layaknya model profesional,” ucap Inggrit memberikan semangat.



196



POPULAR “Hai Baby G, I miss you.” Fio sempat menyapa Gino yang masih tampak terkejut dengan kehadirannya. Tersadar dari keterkejutannya, Gino segera menyusul yang lainnya. Suara riuh tepuk tangan para penonton yang rata-rata dari dunia fashion menyambut kedatangan sekumpulan remaja yang mulai satu persatu melenggok dengan indahnya memperagakan busana dari koleksi terbaru InG Fashion. Layaknya model profesional mereka terlihat sangat tenang di atas panggung catwalk tanpa canggung sedikitpun dengan senyum yang tak lepas dari bibir mereka. Meskipun baru berlatih beberapa hari mereka terlihat sudah begitu mahir. Suara riuh tepuk tangan kembali terdengar saat seluruhnya selesai memperagakan busana yang mereka kenakan. Terdengar bisik-bisik pujian dari penonton yang datang. “Aaaaaaaa tante bangga banget sama kalian,” pekik Inggrit heboh saat mereka sudah berada di belakang panggung. Mereka terlihat melompat-lompat girang. Tidak menyangka pelajar biasa yang notabenenya bukan model bisa ikut serta dalam acara sebesar ini. “Makasih ya Tante buat kesempatannya, senang banget bisa ikutan,” ucap Ana. “Iya Sayang. Makasih juga yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Siap-siap makin populer ya,” goda Inggrit membuat tawa mereka pecah. “Ya udah sekarang kalian bisa istirahat dulu. Nanti kalau acaranya udah selesai, kita pergi makan bareng ya.” Semuanya langsung mengangguk setuju. Inggrit langsung berlalu pergi menemui beberapa rekannya yang lain. “Kenapa lihatin gue gitu?” Tanya Fio menyadari Gino dari tadi tak lepas menatapnya. “Kenapa lo ada disini?” Tanya Gino. “Kan gue mau ikut support tante Inggrit.” “Kenapa tiba-tiba menghilang. Bukannya waktu itu lo udah janji?” “Maaf.” Fio menatap Gino sendu. “Saat sampai di Jakarta nyokap gue langsung hukum gue gak boleh keluar. Sampai akhirnya Prilly dan tante Inggrit datang ke rumah buat ngomong sama nyokap gue.” Dahi Gino mengernyit masih belum paham penjelasan Fio. “Ternyata nyokap gue temannya nyokap lo. Gak tahu gimana caranya tante Inggrit ngomong ke mama dan jelasin kalau gue gak bisa dipaksa untuk terus melakukan kegiatan modeling. Mungkin bisa sesekali asal gak mengambil semua waktu luang gue,” jelas Fio yang akhirnya membuat Gino paham. “Terus kenapa gak langsung ngabari gue?” “Sengaja.” “Sengaja apa?” “Mau buat seorang Gino kangen.” Fio tersenyum menggoda Gino. “Jadi Gino kangen gak sama Fio?” Tanya Fio.



197



POPULAR “Biasa aja.” “Ah yang benar?” “Ya.” “Ya udah, Fio menghilang lagi.” “Jangan!” Fio terkikik melihat Gino yang terlihat panik. “Jadi gimana?” Tanya Fio. “Gimana apanya?” “Kita? Masih temanan?” “Memang udah siap jadi pacar gue?” “Kenapa harus gak siap?” “Gue orangnya jutek, ketus, jarang ngomong, masih mau?” “Gak ada masalah. Malah lebih bagus dari pada banyak ngomong tapi gak ada isinya.” “Ya udah sekarang kita pacaran.” “Lo gak nanya ke gue dulu mau apa enggak.” “Enggak, lo pasti mau.” “Dih, sok tahu!” “Jadi gak mau?” “Mau.....” mereka berdua sama-sama tersenyum lembut. Gino menarik Fio lembut ke dalam pelukannya. “I love you,” bisik Gino. “I love you too,” balas Fio. “Cieeeeee... jadian...” suara riuh tepuk tangan langsung terdengar. Gino dan Fio menoleh pada sahabat-sahabatnya yang ternyata dari tadi memperhatikan mereka. Tak hanya memutar bola mata malas tak ingin ambil pusing. “Selamat brother G, akhirnya...” pekik Prilly. “Thanks baby Py,” balas Gino. Gino melepaskan pelukannya pada Fio beralih merentangkan tangannya siap menerima pelukan Prilly. Prilly langsung berlari menghampiri Gino dan memeluk abang tersayangnya itu. “Jangan lama-lama Gin, entar malah nyaman,” sindir Ali membuat Gino langsung melepaskan pelukannya. “Duh, ngenes banget ya kita Luk, tinggal kita doang yang kagak punya pacar,” ucap Panca sedih. “Iya Ca, heran deh padahal kita yang paling ganteng. Harus lebih usaha keras lagi ni kita cari pacar.”



198



POPULAR “Benar Luk, semangat!” “Semangat!” Semuanya tertawa melihat kedua sahabatnya yang masih menyandang status jomblo itu. “Duh senangnya lihat semua pada kompak. Ingat loh, pacaran boleh, populer boleh, yang penting harus selalu melakukan hal positif dan saling mendukung,” sahut Inggrit yang kembali datang menghampiri mereka. “Siap Tante...” balas mereka semua. “Tante cariin cewek dong, ngenes banget nih,” adu Luki. “Iya Tante, model juga boleh deh.” “Oh mau cewek, ada ni cewek, putih, rambutnya panjang, tapi punggungnya bolong.” “Dih Tante serem banget, kagak jadi deh.” Lagi-lagi suara tawa mereka langsung pecah. Suasana di belakang panggung terasa makin menghangat. “Acaranya udah kelar. Ayuk kita makan-makan,” ajak Inggrit. “Ayukkkkkkk...” Mereka semua langsung bergegas pergi untuk merayakan kesuksesan mereka. Kini para remaja itu menjalani kehidupan remajanya dengan suka cita. Tumbuh menjadi remaja yang populer membuat mereka semua memutuskan menggunakan kepopulerannya untuk melakukan hal yang positif. Seperti Prilly contohnya, menggunakan kepopulerannya untuk mengembangkan usaha kue agar lebih cepat di kenal orang-orang. Bagi mereka kini populer bukan hanya tentang dikenal banyak orang, namun juga terlihat berguna di mata orang lain.



199



POPULAR



Tentang Penulis



Cukup mengenal saya dengan sebutan Win atau Winda. Saya hanyalah seorang penulis yang menyalurkan hobi dan imajinasi tentang idola saya Aliando dan Prilly. Saya menulis juga karena dukungan para pembaca setia saya. Menulis yang saya awali di media sosial membuat saya termotivasi untuk menerbitkannya sebagai bentuk pencapaian karya saya selama ini. Menurut saya menjadikan karya tulis dalam bentuk novel memiliki kepuasan tersendiri dalam hidup saya. Saya harap karya saya akan selalu diterima oleh para pembaca agar saya makin termotivasi untuk selalu mengeluarkan karya-karya saya selanjutnya. Semoga dengan karya saya, saya bisa memotivasi para penulis lain untuk terus berkarya dan tidak berhenti belajar. Selamat membaca☺



200