PPH Pasal 25 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERPAJAKAN “PPH PASAL 25”



DISUSUN OLEH : WAHYU PANGESTU C 201 16 327



PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TADULAKO 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Perpajakan ini yang berisi tentang PPh Pasal 25. Oleh karena itu, kami penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Aamiin



Morowali, 18 April 2021



Penulis



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar pendapatan Negara-Negara di dunia termasuk di Indonesia berasal dari sektor Perpajakan. Pajak itu sendiri adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak memiliki beragam jenis, misalkan Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan dan lain sebagainya. Oleh karena pajak diatur dalam undang undang tentu ada pasal pasal yang membahas khusus mengenai kelompok kelompok pajak. Misalnya Pajak penghasilan pasal 25 yang mengatur tentang besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang  harus  dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran PPh Pasal 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh Penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Pajak Penghasilan 25 dalam hal-hal tertentu Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila terdapat hal-hal tertentu, yaitu : Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, Terjadi perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.



RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dari paper ini yaitu : 1. Apa yang dimaksud dengan Penghasilan Neto PPh WP Badan ? 2. Bagaimana Kompensasi terhadap Kerugian Fiskal ? 3. Bagaimana Penghasilan yang Kena Pajak 4. Bagaimana perhitungan PPh Badan Terutang ? 5. Bagaimana Kredit Pajak PPh Badan ? 6. Bagaimana penggolongan PPh Kurang Bayar PPh Badan ? 7. Bagaimana perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Berjalan ?



TUJUAN Adapun tujuan dari paper ini yaitu :



1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Penghasilan Neto PPh WP Badan ? 2. Untuk mengetahui bagaimana Kompensasi terhadap Kerugian Fiskal ? 3. Untuk mengetahui bagaimana Penghasilan yang Kena Pajak 4. Untuk mengetahui bagaimana perhitungan PPh Badan Terutang ? 5. Untuk mengetahui bagaimana system Kredit Pajak PPh Badan ? 6. Untuk mengetahui bagaimana penggolongan PPh Kurang Bayar PPh Badan ? 7. Untuk mengetahui bagaimana perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Berjalan ?



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian PPh Pasal 25 Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahun Pajak Penghasilan.  Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan: 1. Wajib pajak membayar sendiri (PPh pasal 25) 2. Melalui pemotogan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23, dan 24) 1. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak Penghasilan yang merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang di akhir tahun berdasarkan SPT Tahunan PPh, yang dikenal dengan Angsuran PPh Pasal 25. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana menghitung angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib  Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : 



Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);







Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun. 



Penghitungan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu bagi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak Badan. -



Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu



xxx



Pengurangan/Kredit Pajak : PPh Pasal 22



xxx



PPh Pasal 23



xxx



PPh Pasal 24



xxx



Total Kredit Pajak



xxx (-)



Dasar penghitungan angsuran



xxx



Angsuran PPh Pasal 25 = dasar penghitungan angsuran ÷ 12 (atau jumlah bulan dalam bagian tahun pajak) Contoh : Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Perdana berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2012 sebesar Rp 125.000.000. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2012 adalah sebagai berikut :  Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) sebesar Rp 30.000.000



 Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) sebesar Rp 15.000.000  Pajak Penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 42.500.000, tetapi berdasarkan ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 40.000.000 Pajak penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain, dan yang dibayarkan atau terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 (delapan bulan dalam tahun 2012)  Jawab : Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2013 adalah : PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2012



Rp 125.000.000



Kredit Pajak : PPh Pasal 22



Rp 30.000.000



PPh Pasal 23



Rp 15.000.000



PPh Pasal 24



Rp 40.000.000



Total kredit pajak



Rp 85.000.000 (-)



Dasar penghitungan angsuran



Rp 40.000.000



Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25) dalam tahun 2013 adalah : Rp 40.000.000/ 8 bulan



= Rp 5.000.000



Contoh : Apabila Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam contoh di atas berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 12 (dua



belas bulan) dalam tahun 2012, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2013 adalah sebesar Rp 3.333.333,333 (Rp 40.000.000 dibagi 12 bulan).



2. Menghitung Angsuran PPh untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan PPh Pasal 25 ayat (1). Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Contoh : Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada kasus PT Perdana disampaikan oleh Wajib Pajak Badan (Perdana) pada akhir bulan April 2013 yaitu batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar PT Perdana untuk bulan Januari, Pebruari dan Maret 2013 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2012, misalnya besar angsuran pajak bualn Desember 2012 adalah Rp 5.500.000 maka angsuran PPh untuk bulan Januari sampai dengan Maret 2013 masing-masing adalah Rp 5.500.000. 3. Menghitung Angsuran PPh Pasal 25 Apabila Dalam Tahun Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Untuk Tahun Pajak Yang Lalu Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat



ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.



Contoh    : Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2014 yang disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Maret 2015, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2015 telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 2014 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketentuan tersebut maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2015 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan.  Contoh     : Wajib Pajak PT Perdana pada tahun 2014 memperoleh penghasilan neto sebesar Rp 500.000.000. Pajak-pajak yang telah dibayarkan melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2014 sebagai berikut :  PPh Pasal 22 atas impor barang sebesar Rp 50.000.000  PPh Pasal 23 atas sewa, dividen dan lain-lain Rp 10.000.000  Pajak yang harus dibayar di luar negeri sebesar Rp 25.750.000. Dari jumlah tersebut yang boleh dikreditkan sebesar Rp 20.000.000 Surat Pemberitahuan Tahunan PPh disampaikan pada tanggal 30 April 2015. Angsuran pajak bulan Desember 2014 sebesar Rp 3.000.000. Pada bulan Agustus 2015 ditetapkan surat



ketetapan pajak yang menyebutkan bahwa angsuran PPh tahun 2015 adalah Rp 4.000.000. Besarnya angsuran pajak dalam tahun 2015 dihitung sebagai berikut : a. Angsuran PPh bulan Januari s.d. Maret 2015 adalah sama dengan angsuran terakhir tahun 2014, yaitu Rp 3.000.000 b. Angsuran PPh bulan April s.d. Agustus 2015 dihitung sebagai berikut ; PPh terutang tahun pajak 2014 : 25% × Rp 500.000.000



= Rp 125.000.000



(dengan asumsi peredaran bruto tahun 2014 lebih dari Rp 50.000.000.000) Angsuran bulanan PPh Pasal 25 ayat (1) untuk tahun 2015 adalah : PPh terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahunan 2014



Rp 125.000.000



Kredit Pajak : PPh Pasal 22



Rp 50.000.000



PPh Pasal 23



Rp 10.000.000



PPh Pasal 24



Rp 20.000.000



Total Kredit Pajak Dasar penghitungan angsuran



Rp 80.0000.000 (-) Rp 45.000.0000



Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap mulai bulan April s.d. Agustus 2015 adalah : Rp 45.000.000 / 12 bulan 4. Wajib Pajak Berhak atas Kompensasi Kerugian



= Rp 3.750.000



Kompensasi



kerugian



adalah



kompensasi



kerugian



fiskal



berdasarkan



Surat



Pemberitahuan Tahunan,Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan UU PPh. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22,  Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Contoh : Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,00. Sisanya kerugian tahun 2007 yang masih dapat dikopensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000,00. Sisa kerugian yang belum dikompensasikan sebesar RP 50.000.000,00. Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp 8.000.000,00 dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri. Jawab : Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 : Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Rp 250.000.000,00 – Rp 50.000.000,00 = Rp 200.000.000,00. PPh Terutang 25% x Rp 200.000.000,00 =



Rp  50.000.000,00



PPh dipotong atau dipungut =



Rp    8.000.000,00 (-) Rp  42.000.000,00



Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010 = 1/12 x Rp 42.000.000,00 = Rp 3.500.000,00



5. Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih  kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung  berdasarkan penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut  dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang PPh, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Contoh : Wajib Pajak PT A pada tahun 2012 memperoleh dari total peredaran bruto sebesar Rp 14.800.000.000 penghasilan neto yang bersifat tidak teratur dari usaha dagang sebesar Rp 148.00.000 dan penghasilan tidak teratur dari mengontrakkan rumah selama 3 tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2012 sebesar Rp 72.000.000. Mengingat penghasilan yang tidak teratur tersebut diterima sekaligus pada tahun 2012, maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 pada tahun 2013 adalah hanya dari penghaisilan teratur tahun 2012. Dengan catatan bahwa dalam tahun 2012 Wajib Pajak A telah dipungut PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 2.900.000, maka angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2013 dihitung sebagai berikut : Pasal 25 untuk tahun 2013 dihitung sebagai berikut : Penghasilan neto (teratur)



Rp 148.000.000



Tidak ada sisa kerugian yang bias dikompensasikan Sehingga besarnya PKP adalah Rp 148.000.000 Penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas : (Rp 4.800.000.000 / 14.800.000.000) × Rp 148.000.000 =



Rp 48.000.000



Penghasilan Kena Pajak yang tidak memperoleh fasilitas : Rp 148.000.000 – Rp 48.000.000 = Rp 100.0000.000 PPh yang terutang : 50% × 25% × Rp 48.000.000



Rp 6.000.000



25% × Rp 100.000.000



Rp 25.000.000 Rp 31.000.000



Kredit pajak/pengurangan : -



PPh Pasal 22



Dasar Perhitungan angsuran



Rp 2.900.000 (-) Rp 28.100.000



Angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun 2013 : Rp 28.100.000 / 12



Rp 2.341.667



6. SPT Tahunan PPh Tahun yang Lalu Disampaikan setelah Lewat Batas Waktu yang Ditentukan Apabila ST Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, yaitu selambat-selambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak, besarnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut : a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan terkahir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.



b. Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan. Ketentuan tersebut adalah : 



Besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.







Jika diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun yang lalu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ketetapan tersebut dan dimulai pada bulan berikutnya setelah bulan penerimaan SKP.







Jika Wajib Pajak berhak kompensasi, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu (PPh yang terutang ini dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang telah memperhitungkan



kompensasi



krugian)



dikurangi



dengan



PPh



yang



dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 



Jika Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya angsuran Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu (PPh yang terutang unu dihitung berdasar penghasilan teratu saja), dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.



Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih besar daripada bessarnya PPh 25 pada huruf b, atas kekurangan tersebut terutang bunga 2% (dua persen) sebelum jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.



Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada besarnya PPh 25 pada huruf b, atas kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan PPh. Contoh : PT Putra Jaya menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012 pada tanggal 23 Mei 2013, dengan data sebagai berikut : PPh yang terutang



Rp 150.000.000



PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Tahun Pajak 2012



Rp 42.500.000



Yang dapat dikreditkan PPh Pasal 25 bulan Desember 2012



Rp 8.000.000



Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun 2013 adalah : 



Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari dan Maret 2013 masing masing sebesar Rp 8.000.000 (sama dengan angsuran PPh Pasla 25 bulan Desember 2012)







Angsuran PPh Pasal 25 bulan April sampai dengan Mei 2013 sama dengan Rp 8.000.000







Angsuran PPh Pasal 25 bulan April sam pai dengan Desember 2013 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012, yaitu : PPh yang terutang



Rp 150.000.000



Kredit Pajak diperbolehkan (Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24)



Rp 42.500.000



Dasar perhitungan angsuran



Rp 107.500.000



Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Desember 2013 : Rp 107.500.000 / 12



= Rp 8.958.333



PPh Pasal 25 bulan April sampai dengan Mei 2013 yang telah disetor sebesar Rp 8.000.000 sebulan, padahal yang seharusnya adalah sebesar Rp 8.958.333, sehingga terdapat kekurangan



sebesar Rp 958.333 setiap bulan untuk bulan April sampai dengan Mei 2013. Jumlah tersebut harus disetor dan terutang bunga sebagai berikut :  Untuk Masa April 2013 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2013 sampai dengan tanggal penyetoran;  Untuk Masa Mei 2013 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 213 sampai dengan tanggal penyetoran. Dan dalam hal penghitungan kembali PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai dengan Desember 2013 menghasilkan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 25 untuk bulan April dan Mei 2013, maka kelebihan setoran bulan April dan Mei tersebut dapat diperhitungkan dengan setoran bulan Mei 2013 dan seterusnya. 7. Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, bearnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut : a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan Sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan. b. Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan. Ketentuan tersebut adalah : 



Besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.







Jika diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun yang lalu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ketetapan tersebut dan dimulai pada bulan berikutnya setelah bulan penerimaan SKP.







Jika Wajib Pajak berhak kompensasi, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu (PPh yang terutang ini dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang telah memperhitungkan



kompensasi



krugian)



dikurangi



dengan



PPh



yang



dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 



Jika Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya angsuran Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu (PPh yang terutang ini dihitung berdasar penghasilan teratu saja), dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.



Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih besar daripada besarnya PPh 25 pada huruf b, atas kekurangan tersebut terutang buga 2% (dua persen) sebelum jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada besarnya PPh 25 pada huruf b, atas kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahun PPh. Contoh : PT Ananda menyampaikan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 pada tanggal 10 Januari 2012, dengan melampirkan penghitungan sementara sebagai berikut : PPh yang terutang



Rp 100.000.000



PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24



Rp 42.500.000



Tahun Pajak 2011 yang dapat dikreditkan



Izin perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh diberikan sampai dengan 30 Juni 2012 PPh Pasal 25 Masa Desember 2011



Rp 4.000.000



SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 disampaikan pada 10 Juni 2012, dengan data sesungguhnya sebagai berikut : PPh yang terutang



Rp 125.000.000



PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 244 Tahun Pajak 2011 yang dapat dikreditkan



Rp 42.500.000



Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun 2012 adalah : Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari sampai dengan Maret 2012 masing-masing sebesar Rp 4.000.000 Angsuran PPh Pasal 25 bulan April sampa dengan Mei 2012 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 (penghitungan sementara), yaitu : PPh yang terutang



Rp 100.000.000



Kredit pajak diperbolehkan (Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24)



Rp 42.500.000 (-)



Dasar penghitungan angsuran



Rp 57.500.000



Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai dengan Mei 2012 : Rp 57.500.000 / 12



= Rp 4.791.600



Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Desember 2012 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 (penghitungan sesungguhnya), yaitu : PPh yang terutang



Rp 125.000.00



Kredit pajak diperbolehkan (Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24)



Rp 42.500000 (-)



Dasar penghitungan angsuran



Rp 82.500.000



Angsuran PPh Pasal 25 bulan April samapi dengan Desember 2012 : Rp 82.500.000 / 12



= Rp 6.875.000



PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Mei 2012 yang telah dosetor sebesar Rp 4.791.600 sebulan, padahal yang seharusnya adalah sebesar Rp 6.875.000, sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp 2.083.400 setiap bulan untuk bulan April sampai dengan Mei 2012. Jumlah tersebut harus disetor dan terutang bunga sebagai berikut :  Untuk Masa April 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2012 sampai dengan tanggal penyetoran;  Untuk Masa Mei 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2012 sampai dengan tanggal penyetoran; Dan dalam hal penghitungan kembali PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Desember 2012 menghasilkan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Mei 2012, maka kelebihan setoran bulan April dan Mei tersebut dapat diperhitungkan dengan setoran bulan Mei 2012 dan seterusnya. 8. Wajib Pajak Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh yang Mengakibatkan Angsuran Bulanan Lebih Besar daripada Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan Apabila dalam tahun berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh. Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tersebut. Perhitungan kembali besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT Pembetulan tetap memerhatikan ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan tidak teratur. Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang



bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan tersebut lebih kecil daripada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan Pembetulan. Contoh : a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 PT Perdana disampaikan pada tanggal 25 April 2012, dengan data sebagai berikut : PPh terutang



Rp 125.000.000



PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 yang dikreditkan



Rp 42.500.000



b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Desember 2011 adalah Rp 6.000.000 c. Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 pada tanggal 16 Agustus 2012, dengan data baru sebagai berikut : PPh terutang



Rp 150.000.000



PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 yang Dapat dikreditkan



Rp 42.500.000



d. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun 2012 adalah : Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari sampai dengan Maret 2012 masing-masing sebesar Rp 6.000.000 (sama dengan angsuran bulan terakhir tahun yang lalu yaitu angsuran bulan Desember 2011) Angsuran PPh Pasal 25 bulan April samapai dengan Juli 2012 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 sebelum pembetulan, yaitu : PPh yang terutang



Rp 125.000.000



Kredit pajak diperbolehkan (Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24)



Rp 42.500.000



Dasar perhitungan angsuran



Rp 82.500.000



Angsuran PPh Pasal 25 April sampai dengan Juli 2012 : Rp 82.500.000 / 12



= Rp 6.875.000



Angsuran PPh Pasal 25 bulan Agustus sampai dengan Desember 2012 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 setelah pembetulan yaitu : PPh yang terutang



Rp 150.000.000



Kredit pajak diperbolehkan (Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24)



Rp 42.500.000



Dasar penghitungan angsuran



Rp 107.500.000



e. Angsuran PPh Pasal 25 April sampai dengan Juli 2012 : Rp 107.500.000 / 12



= Rp 8.958.333



f. PPh Pasal 25 bulan April sampai dengan Juli 2012 yang telah disetor sebesar Rp 6.875.000 sebulan, padahal yang seharusnya adalah sebesar Rp 8.958.333 sebulan, sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp 2.083.333 setiap bulan untuk bulan April sampai dengan Juli 2012. Jumlah tersebut harus disetor dan terutag bunga sebagai berikut :  Untuk Masa April 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2012 sampai dengan tanggal penyetoran  Untuk Masa Mei 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2012 sampai dengan tanggal penyetoran  Untuk Masa Juni 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juli 2012 sampai dengan tanggal penyetoran  Untuk Masa Juli 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Agustus 2012 sampai dengan tanggal penyetoran Dan dalam hal penghitungan kembali PPh Pasal 25 untuk Masa Agustus sampai dengan Desember 2012 menghasilkan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Juni 2012, maka kelebihan setoran bulan Maret sampai dengan Juli tersebut dapat diperhitungkan dengan setoran bulan Juli 2012 dan seterusnya. 9. Terjadi Perubahan Usaha atau Kegiatan Wajib Pajak Perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi karena penurunan usaha maupun peningkatan usaha. Penurunan atau peningkatan usaha tersebut berpengaruh pada besarnya penghasilan dan selanjutnya memengaruhi PPh.



Apabila sesudah 3 bulan tau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak mengalami penurunan usaha, dan dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 dengan cara sebagai berikut : a. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. b. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 tersebut harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulanbulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. c. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggak diterimanya surat permohonan Wajib Pajak tentang pengurangan PPh Pasal 25, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya. Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terhutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Contoh : PT Buana yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2009 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 15.000.000,00. Bulan Juni 2009 pabrik milik PT Buana terbakar, oleh karena itu berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak mulai bulan Juli 2009 angsuran bulanan PT Buana dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp 15.000.000,00. Sebaliknya apabila PT Buana mengalami peningkayan usaha, misalnya ada usaha peningkatan penjualan dan diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun



sebelumnya, maka kewajiban angsuran bulanan PT Buana dapat disesuaikan oleh Direktur Jenderal  Pajak. Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per10/Pj./2009 Tanggal 11 Februari 2009 bahwa WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau memenuhi Ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pajak  Nomor Kep.537/Pj./2000 dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Per 10/Pj./2009. 10. PPh Pasal 25 Bagi Wjib Pajak Baru; Bank, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Wajib Pajak Masuk Bursa, Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Harus Membuat Laporan Keuangan Berkala; Dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Dengan Tarif Paling Tinggi 0,75% Dari Peredaran Bruto a. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2009. Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan untuk WP Baru dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi dua belas. Besarnya penghasilan neto adalah : 1. Apabila



Wajib Pajak Baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya



dapat dihitung besarnya penghasilan netto tiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya. Angsuran PPh Pasl 25 sebulan = 1/12 ( Tarif Pasal 17 × penghasilan neto sebulan yang disetahunkan) Contoh : PT Angkasa terdaftar sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta pada tanggal 1 Pebruari 2011. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan bulan



Pebruari 2011 sebesar Rp 75.000.000. Setelah dikurangi dengan pengurangan/biaya yang diperkenankan maka didapatkan penghasilan neto sebesar Rp 10.000.000. Penghitungan PPh Pasal 25 bulan Pebruari 2012 sebagai berikut : Penghasilan neto bulan Pebruari 2011



Rp 10.000.000



Penghasilan neto disetahunkan : 12 × Rp 10.000.000



Rp 120.000.000



PPh yang terutang sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25 : 50% × 25% × Rp 120.000.000



Rp 15.000.000



Ansuran PPh Pasal 25 bulan Pebruari 2012 : Rp 15.000.000 / 12



Rp 1.250.000



2. Apabila Wajib Pajak Baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma



Penghitungan



Netto



atau



menyelenggarakan



pembukuan



tetapi



dari



pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atas peredaran atau penerimaan bruto. b. Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi pajak penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas. Angsuran PPh Pasal 25 sebulan = 1/12 (Tarif Pasal 17 × (Perkiraan laba triwulan pertama × 4)) Contoh : PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April s.d.juni 2014 menunjukkan penghasilan netto Rp 300.000.000.



Perhitunngan PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2014 adalah sebagai berikut: Penghasilan netto triwulan                  



  Rp   300.000.000



Penghasilan netto disetahunkan 4 x Rp 300.000.000                        



  Rp 1.200.000.000



PPh Terutang 25% x Rp 1.200.000.000



Rp 300.000.000



PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, September 2014 : Rp 300.000.000 / 12



= Rp 25.000.000



Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti perhitungan di atas.



11. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak BUMN dan BUMD Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD dengan nama dan bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laa rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas. Dalam hal Rencana Kerja Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana diatur pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. Contoh : Menurut RKAP tahun 2015 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (sebuah BUMD yang dimiliki pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan netto sebesar Rp



1.000.000.000,00. Kredit Pajak (PPh Pasal 22, pasal 23 dan pasal 24 yang dapat dikreditkan) Tahun 2009 berjumlah Rp 70.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut: Penghasilan netto



Rp 1.000.000.000



PPh terutang            25% x Rp 1.000.000.000



Rp   250.000.000



Kredit pajak (PPh Pasal 22,23, dan 24)



Rp 70.000.000 (-)



PPh yang dibayar sendiri



Rp   180.000.000



PPh Pasal 25:            Rp 180.000.000,00 / 12



= Rp 15.000.000



12. Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Harus Membuat Laporan Keuangan Berkala Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas labarugi fiskal menurut laporan keuangan berkala erakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.



13. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan yang mempunyai tampat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. 14. Penyetorsn dan Pelaporan PPh Pasal 25



1. PPh Pasal 25 harus dibayar selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir. 2. Wajib Pajak disampaikan untuk menyampainkan SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. 3. Bagi Wajib Pajak pengusaha tertentu , berlaku juga ketentuan sebagai berikut. 



Jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja kanto pelayanan pajak, harus mendaftarkan masing-masing temmpat usahanya dikantor pelayanan pajak yang bersangkutan.







Wajib Pajak yang memiliki beberapa tempat usaha dilebih dari 1 wilayah kerja kantor pelayanan pajak, harus mendaftarkan setiap usahanya dikantor Pelayanan Pajak tempat Domisili Wajib Pajak berkedudukan.







SPT Tahunan PPh yang harus disampaikan dikantor pelayanan pajak tempat domisili wajib pajak terdaftar dengan batas waktu seperti pada ketentuan butir 2



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2008 , PPh Pasal 25 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Undang-undang No. 36 Tahun 2008 menganut dua sistem pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia. Dua sistem pengenaan pajak tersebut adalah :  Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetapdi Indonesia.  Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.



3.2 Saran Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dan bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo. 2016. Perpajakan, Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta : Penerbit ANDI Resmi, Siti. 2014. Perpajakan; Teori dan Kasus, Edisi 8 Buku 1. Jakarta : Salemba Empat http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20237-penghitunganangsuran-pph-pasal-25-bagi-wajib-pajak-menurut-peraturan-menteri-keuangan-nomor-208pmk-03-2009 (Diakses 29 Oktober 2016) http://tiwitugas.blogspot.co.id/2014/10/perpajakan-pph-25.html (Diakses 29 Oktober 2016)