PPK Obgyn-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PRENATAL DIAGNOSTIK 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis



-



Pengertian



Adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi abnormalitas struktur dan fungsi atau defek pada janin intra uterin.



Anamnesis



1. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir. 2. Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali. 3. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan berat badan dalam satu minggu terakhir. 4. Menanyakan riwayat batuk lama, penurunan berat badan, demam, hemoptoe



Pemeriksaan Fisik



1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan Leopold I-IV



Kriteria Diagnosis



Prenatal diagnostik perlu dipertimbangkan pada:         



Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang



Mempunyai keluarga dekat atau anak yang sebelumnya mengalami kondisi yang serius/kecacatan yang diduga kelainan kromosom. Diabetes-Hyperglikemia Wanita dengan lingkungan Hypertermia Salah satu pasangan memiliki kondisi yang serius yang kemungkinan menurun ke bayinya. (carier translokasi / inversi kromosom) Kedua pasangan adalah carier dari kelainan gen yang sama (carier translokasi / inversi kromosom). Wanita hamil pada umur 35 tahun atau lebih saat melahirkan. Terpapar terhadap zat-zat kimia atau lingkungan yang berbahaya. Terpapar dalam waktu lama terhadap obat-obatan seperti: valvroic acid, carbamazepin, efavirenz, atau obat teratogenik lainnya. Pada beberapa kasus abortus berulang trimester pertama.



Prenatal test dikerjakan pada waktu tertentu yang dimulai sejak umur kehamilan 8-10 minggu sampai 20 minggu, dan meliputi:  Prenatal skriining test: Dapat mengidentifikasi bayi yang berada pada peningkatan risiko mengalami masalah tertentu yang meliputi: o USG o Skrining awal kehamilan (trimester pertama): pemeriksaan nuchal transluscency dengan atau tanpa pemeriksaan darah ibu, o Skrining trimester kedua: Pemeriksaan darah ibu.











Prenatal diagnostic tes yang digunakan untuk melihat apakah bayi benar-benar memiliki masalah tertentu meliputi: o USG. o chorionic villus sampling (CVS). o Amniosentesis. o kordosentesis. Diagnosis genetik Praimplantasi (PGD) digunakan untuk menguji embrio yang dibuat melalui fertilisasi in vitro (IVF) terapi sebelum dilakukan implantasi.



Perlu dilakukan konseling sebelum tes kehamilan dilakukan, apakah itu merupakan tes skrining atau tes diagnostik. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan mendiskusikan:  Bagaimana dan kapan tes dilakukan?  Keuntungan dan kerugian dari setiap tes.  Setiap risiko untuk bayi yang mungkin timbul dari setiap tes.  Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat ditawarkan setelah ibu menerima hasilnya.  Apakah tes lebih lanjut akan berarti bagi ibu dan bayi?



Trimester pertama: 1. Nuchal Translucency:  Adalah ruang anechoic yang terletak dibelakang leher janin pada umur kehamilan 11-14 minggu.  Fetus harus dalam posisi sagital menggunakan pembesaran 75% dari layar.  Amnion harus bisa dibedakan secara jelas dengan kulit janin.  Pengukuran dilakukan pada level ketebalan maksimum dari subcutaneus translucency antara kulit dengan jaringan lunak yang menutupi tulang servikal.(inner to inner).  Bila ketebalan NT > 3 mm dicurigai kemungkinan kelainan kromosom atau down syndrom. 2. Marker Biokimia:  PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A) o Serum analit. o Pada down syndrome nilai PAPP-A rendah mendekati 0,4 MoM.  Free β hCG. o Pada down syndrome nilainya meningkat mendekati 2.0 MoM. 3. Early Amnioscentesis  Merupakan diagnostik tes.  Dilakukan pada umur kehamilan 11-14 minggu.  Keuntungannya: dapat mendiagnosa lebih dini  Kekurangannya: tehnik lebih sulit, risiko abortus lebih tinggi



4. Chorionic Villous Sampling (CVS)  Merupakan diagnostik tes.  Dilakukan pada umur kehamilan 10-13 minggu.  Keuntungan dan kerugian sama dengan early amnioscentesis.  Bisa transabdominal atau transcervical. Trimester Kedua: 1. USG:  Mencari tanda-tanda defect Structural Mayor  Ventrikulomegali  Cystic hygroma  Nonimun hidrops  Holoprosenchepali  Cardiac defect  Dandy walker kompleks Atresia esofagus  Duodenal atresia  Hernia diafragmatika.  Cleft lift/palate  Omphalocele  Gastroschisis



 Mencari tanda-tanda soft marker (defect structural minor):  Increased nuchal thickening.  Absent of nasal bone  Tricuspid regurgitation  Renal pyelectasis.  Shortened femurs.  Echogenic bowel.  Echogenic foci of the left ventricle.  Increased fetal iliac angle.  hypoplasia of the middle phalanx of the fifth digit.  choroid plexus cysts. 2. Marker Biokimia:  Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAF)  Glikoprotein yang disintesa pada awal kehamilan oleh yolk sac, selanjutnya oleh traktus gastrointestinal dan liver.  Konsentrasinya meningkat pada serum maternal dan air ketuban sampai umur kehamilan 13 minggu.  Batas atas nilai normal adalah 2-2,5 MoM.  Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran: Umur kehamilan, berat badan ibu, kehamilan multifetus, diabetes dan ras Afrika-Amerika.  Pada neural tube defect (NTD) seperti: Spina bifida, anencephali, dan meningoenchepalocele nilainya meningkat ≥ 2,5 MoM.  Pada Down syndrome nilainya rendah yaitu ≤ 0,7 MoM.  Unconjugated Estriol:  Menurun pada down syndrome atau trisomy.  Free β hCG.



 Meningkat pada down syndrome nilainya mendekati 2.0 MoM. 3. Invasive Test:  Second trimester Amnioscentesis:  Dilakukan pada umur kehamilan 15-19 minggu.  Tehnik lebih mudah dan risiko komplikasi lebih rendah dari pada early amnioscentesis.  Cordocentesis.  Dilakukan pada umur kehamilan 15-20 minggu.  Terutama dilakukan pada kasus fetal anemia, konfirmasi red cell dan platelet alloimunization. Konsultasi



1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal



Perawatan Rumah Sakit



Rawat jalan



Terapi / tindakan Tempat Pelayanan



Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi



Penyulit



-



Informed Consent



Informed consent tertulis



Tenaga Standar



1. PPDS I Obgin tk senior A 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi



Lama Perawatan



Rawat jalan



Masa Pemulihan



-



Hasil



-



Patologi



-



Otopsi



-



Prognosis



-



Tindak Lanjut



Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi



Tingkat Evidens & Rekomendasi



-



Indikator Medis



Dilakukan pemeriksaan prenatal diagnostik untuk mengidentifikasi abnormalitas struktur dan fungsi atau defek pada janin intra uterin.



Edukasi



Cegah penularan TB dari ibu ke bayi melalui kontak langsung



Kepustakaan



1. Cunningham F.G, Prenatal Diagnosis and Fetal Theraphy, Williams Ostetries.23 rd edition, New York : Mc Graw – Hill Medical Publishing Division, 2010, P.289-301. 2. Kurjak A, Chervenak F.A, Donald School Textbook of Ultrasound in



Obstetrics and Gynecology, 2008. 3. Anonim, Guideline: Prenatal screening tests for trisomy 21 (Down syndrome), trisomy 18 (Edwards syndrome) and neural tube defects, Human Genetics Society of Australasia, July 2007. 4. Van den Hof M.C et al, SOGC Clinical Practice Guidelines, Fetal Soft Markers in Obstetric Ultrasound, June 2005.



Skema urutan pemeriksaan skriining dan diagnostik pranatal



Konsepsi



Dating USG (8-10 mg) - Konfirmasi kondisi kehamilan. - Jumlah fetus. - Bagaimana perkembangan fetus CVS (10-13 mg) - Diagnostik tes - Transabdominal atau transvagina - Risiko abortus 1-2 %



Skriining trimester I (11-13 Mmg) - Nuchal Translucency - PAPP-A. - Free β hCG. Early Amnioscentesis (11-14 mg) - Diagnostik tes - Transabdominal - Risiko abortus 1-2 %



Serum maternal (15-18 mg) - Skriining tes untuk menentukan kelainan kromosom dan NTD. - Untuk membuat keputusan perlu tidaknya amnioscentesis. - 5% janin mempunyai peningkatan risiko - 60 % down syndrom akan terdiagnosa. - 95% akan terdiagnosa bila dikombinasi dengan detailed scan USG. Anomaly scan (18-20mg) - Diagnostik tes kelainan fisik - Tidak semua kelainan terdeteksi - Pemeriksaan amnioscentesis atau cordocentesis mungkin perlu dipertimbangkan sebagai pemeriksaan lanjutan.



Amnioscentesis (15-19 mg) - Diagnostik tes. - Transabdominal. - Risiko abortus kurang dari 1%



Cordocentesis (18-20 mg) - Diagnostik tes. - Transabdominal. - Risiko abortus kurang dari 1%



Bagan alir diagnostik NTD menggunakan biomarker MSAF



Maternal Serum Alpha Protein pada umur kehamilan 15-20 mg



Nilai AFP disesuaikan dengan umur, berat badan, diabetes, keh. Multifetus.



Nilai AFP 0,7 MoM



Lihat Biomarker maternal yang lain (triple tes)



Nilai AFP < 2,0 MoM



Nilai AFP ≥ 2,0 MoM



Hasil skriining Normal USG untuk verifikasi umur kehamilan, multifetus, IUFD, dan nilai ulang nilai AFP sebagai mana diperlukan



Hasil abnormal (Susp Down Syndrome)



- Konseling - Tawarkan specialized sonography.



- Amnioscentesis



Nilai AFP ≥ 2,5 MoM



Hasil Abnormal (Susp. Neural Tube Defect)



Nilai AFP < 2,5 MoM



Hasil skriining normal



Bagan alir Skriining Down Syndrome



Wanita dengan risiko Down Syndrome



Dating USG saat UK 8-10 mg



SkriiningTrimester I - NT



- PAPPA - Β hCG



Integrated skriining Trimester II (15-18 mg)  MSAF  Β hCG  Estriol



Squential



- Verifikasi umur kehamilan (bila belum) - Targeted USG



- Early Amnioscentesis - CVS - KIE Risiko



- Amnioscentesis - Cordocentesis



Fetal Karyotyping



RSUP SANGLAH DENPASAR



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ASUHAN ANTENATAL 2015



No. ICD Diagnosis



Z34(Z34.0; Z34.8 ; Z34.9) Sesuai kriteria diagnostik pada ICD-10



Pengertian



Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil dengan tujuan menyelaraskan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi dan menurunkan insiden morbiditas/ mortalitas maternal dan perinatal.



Anamnesis



Kunjungan I (8-13minggu) 1. Memastikan dukungan suami/keluarga pada kehamilan 2. Eksplorasi dan hitung umur kehamilan dan taksiran persalinan (dating pregnancy) 3. Eksplorasi riwayat pengobatan/penanganan penyakit sebelum hamil (asma, antung/ hipertensi, DM, ginjal, hati, HIV, TB, Alergi obat/ makanan, Thalasemia, Malaria, Epilepsi, Psikiatri, Obat yang rutin diminum, Status Imunisasi TT, Riwayat Transfusi, dll) 4. Eksplorasi riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya (abortus ,prematuritas, postdate, kehamiln ganda, kehamilan makrosomia, IUFD, kelainan bawaan, partus lama ,FE /VaE, Kuretase, SC (Corpore/ LSCS), Preeclampsia, perdarahan antepartum/ intrapartum dan postpartum. 5. Riwayat kehamilan yang sekarang : HPHT, TP, Perdarahan, Mual/muntah, pemakaian obat Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 2. Keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, demam, batuk lama, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll) Kunjungan III (24-32 minggu) 1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll) Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan 2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas, gerakan anak, perdarahn, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)



Pemeriksaan Fisik



Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur,Berat Badan,Tinggi Badan, Jantung/Paru, Tinggi fundus Uteri (fetal Growth), presentasi bayi, anemia, edema, pemeriksaan kapasitas panggul, pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang



Sesuai dengan diagnostik obstetri Kunjungan I (8-13minggu) 1. Laboratorium a) Panel anemia,fungsi ginjal golongan darah dan Rh, Pemeriksaan HbsAG, HIV-PITC, darah Mal (endemis), BTA (berisiko), Sifilis (berisiko) - Urine Lengkap (MSSU) - Kultur Urine  bacteriuria, proteinuria b) Skrining DMG untuk yang beresiko 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : memastikan adanya kehamilan, lokasi kehamilan, usia kehamilan dan taksiran persalian, janin hidup/mati, fetus, diagnosis penyakit tropoblas, evaluasi uterus, struktur adneksa dan kavum douglasi b) Pemeriksaan USG Level II (targeted Asessement) : -deteksi perkiraan kegagalan kehamilan, jumlah korionisitas/amnionisitas, NT pada 11-13 minggu, Doppler studies (Skrining Preeklampsia) Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Laboratorium a) UL-Kultur Urine Ulangan b) Penapisan DMG untuk yang beresiko c) Penapisan PE dan Prematuritas (Faktor risiko Prematur) 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Volume air ketuban, Fetal Growth and Wellbeing, Plasenta, panjang serviks dan deteksi abnormalitas tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II : Fetal anomalic Scanning- Doppler studies (penapisan PE,IUGR)-Pemeriksaan lainya tergantung dari hasil pemeriksaan pada kunjungan sebelumnya c) Intervensi USG : tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya



Kunjungan III (24-32 minggu) 1..Laboratorium a) DL b) Penapisan DMG untuk yang beresiko 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan sebelumnya



Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Laboratorium a) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV) 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan sebelumnya



Konsultasi



1. SMF/Bag obstetri dan ginekologi divisi kedokteran fetomaternal



Perawatan Rumah Sakit



Sesuai indikasi medis dan obstetri



Terapi / tindakan



Kunjungan I (8-13minggu) 1. Koreksi anemi 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Pengobatan penyakit sebelum hamil



Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Koreksi anemia 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya Kunjungan III (24-32 minggu) 1. Koreksi anemia 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Koreksi anemia 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina.



5. 6.



Senam hamil Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya



Tempat Pelayanan



Poliklinik obstetri dan ginekologi RSUP Sanglah denpasar



Penyulit



Kehamilan dengan penyulit medis dan obstetri



Informed Consent



1. Tertulis 2. Lisan



Tenaga Standar



Senior A (Screener)



Lama Perawatan



-



Masa Pemulihan



-



Hasil



Kondisi ibu dan kandungan baik



Patologi



-



Otopsi



-



Prognosis



Dubious ad bonam



Tindak Lanjut



sesuai jadwal kunjungan berdasarkan tabel focused ANC



Tingkat Evidens & Rekomendasi



-



Indikator Medis



-



Edukasi



Kunjungan I (8-13minggu) 1. Edukasi tanda-tanda bahaya ( perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 2. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . 3. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat 4. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan, nyeri perut 2. Kesiapana persalian/ kegawat daruratan 3. Edukasi tanda-tanda bahaya (perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 4. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari 5. Kesiapan menghadapi persalinan ( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kunjungan III (24-32 minggu)



1. 2. 3. 4. 5.



Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan Cara persalinan Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 2. Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan 3. Cara Persalinan 4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari. 5. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kepustakaan



1. Karkata K, M, Ed. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawasari, 2012, h.1-31. 2. Cuningham F.G. Prenatal care 3. Anonim, NICE Clinical Guideline, Antenatal Care , Routine care for Healthy Pregnant Woman, Clinical Guideline March 2008. 4. Anonim, Group Health, Prenatal care, Screening and testing Guideline, June 2012. 5. Akkerman D, Cleland L, Croft G, et al, Routine Prenatal, in Institute for Clinical Systeme Improvement, Health Care Guideline, fifteenth ed. July 2012. 6. Kypros A, Nicolaides, A model for a new pyramide of prenatal care based on the 11 to 13 week’s assessment, Wiley online Library, DOI: 10.1002/pd.2685, 2011.



Bagan alur antenatal care



Hamil



ANC Rutin (Focused ANC)



Kunjungan I (8-13 mgg)



Kunjungan II (14-24 mgg)



Kunjungan III (24-32 mgg)



Tujuan* Jenis pelayanan Riwayat* Pemeriksaan Fisik dan Obstetrik* Penapisan dan pemeriksaan penunjang* Pengobatan/ intervensi* Preventif* Edukasi & konseling* Tempat Pelayanan dan Rujukan* Kriteria merujuk*



*sesuai dengan tabel focused ANC-The four Basic Needs



Kunjungan IV (36-38 mgg)



PELAYANAN ANTENATAL TERFOKUS “FOUR BASIC NEEDS” 1.Pencegahan/Promosi Kesehatan, 2. Deteksi dan penanganan penyakit dasar, 3. Deteksi didni dan penanganan komplikasi dan 4.Persiapan persalinan dan kesiapan menghadapi komplikasi



PAKET KUNJUNGAN I (8-13 MINGGU)



PAKET KUNJUNGAN II (14-24 MINGGU)



PAKET KUNJUNGAN III ( 24-28 MINGGU )



PAKET KUNJUNGAN IV ( 28-34 MINGGU)



PAKET KUNJUNGAN V ( 34-40 MINGGU)



Tujuan



1. Penapisan, pencegahan penyakit dan pengobatan dini serta menilai kesehatan ibu 2. Deteksi dan tatalaksana kondisi penyakit sebelum hamil 3. Melaksanakan edukasi dan konseling 4. Memastikan umur kehamilan



1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, memprediksi dan mencegah terjadinya Preeklamsia dan prematuritas, mengkoreksi anemia, menangani kelainan medis yang muncul 3. Melaksanakan edukasi dan konseling



1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, deteksi adanya preeklamsia, anemia, komplikasi medis, prematuritas 3. Perencanaan kesiagaan terhadap kegawat daruratan



1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, deteksi adanya preeklamsia, anemia, komplikasi medis, prematuritas 3. Perencanaan persalinan dan kesiagaan terhadap kegawat daruratan (mode and timing of delivery, edukasi dan konseling)



1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, deteksi adanya preeklamsia, anemia, komplikasi medis, prematuritas Perencanaan persalinan dan kesiagaan terhadap kegawat daruratan (mode and timing of delivery, edukasi dan kons



Anamnesis terarah



6. Memastikan dukungan suami/keluarga pada kehamilan 7. Eksplorasi dan hitung umur kehamilan dan taksiran persalinan (dating pregnancy) 8. Eksplorasi riwayat pengobatan/penanganan penyakit sebelum hamil (asma, jantung/ hipertensi, DM, ginjal, hati, HIV, TB, Alergi obat/ makanan, Thalasemia, Malaria, Epilepsi, Psikiatri, Obat yang rutin diminum, Status Imunisasi TT, Riwayat Transfusi, dll) 9. Eksplorasi riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya (abortus ,prematuritas, postdate, kehamilan ganda, kehamilan makrosomia, IUFD, kelainan bawaan, partus lama, FE/VaE, Kuretase, SC (Corpore/ LSCS), Preeclampsia, perdarahan antepartum/ intrapartum dan



3. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 4. Keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, demam, batuk lama, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)



3. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 4. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)



3. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan 4. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)



3. eling) 1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan 2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)



postpartum. 10. Riwayat kehamilan yang sekarang : HPHT, TP, Perdarahan, Mual/muntah, pemakaian obat



Pemeriksaan Fisik Umum dan Obstetrik



Tekanan darah, nadi, respirasi, Temperatur, Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Masa Tubuh (IMT), payudara, Jantung, Paru, Abdomen (adneksa) Pemeriksaan dalam (menilai masalah pada organ genitalia: vagina, cerviks, bartholin, kelenjar skene, dan uretra), ekstremitas



Tekanan darah, nadi, respirasi, temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia , Jantung, paru, tinggi fundus uteri (fetal growth), DJJ, ekstremitas (odema), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya



Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia, Jantung/Paru, edema, Tinggi fundus Uteri (fetal growth), DJJ, ekstremitas (odema), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya



Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia, Jantung/Paru, edema , Tinggi fundus Uteri (fetal growth), DJJ , presentasi bayi, ekstremitas (odema), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya



Tekanan darah, nadi, Respirasi, temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia, Jantung/Paru, edema , Tinggi fundus uteri, DJJ, Uteri (fetal growth), presentasi bayi, pemeriksaan kapasitas panggul, ekstremitas (odema ), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya



Penapisan dan pemeriksaan penunjang



3. Laboratorium c) Panel anemia, fungsi ginjal, fungsi hati, golongan darah dan Rh, Pemeriksaan HbsAG, HIV-TIPK, darah Mal (atas indikasi), BTA (atas indikasi), Sifilis (atas indikasi), Urine Lengkap (bakteriuria, proteinuria), Kultur Urine (indikasi) d) Skrining DMG untuk yang beresiko



3. Laboratorium d) UL Ulangan, Kultur (indikasi) e) Penapisan DMG untuk yang beresiko f) Penapisan PE dan Prematuritas (Indkasi Faktor risiko Prematur)



1.Laboratorium c) DL d) Penapisan DMG



3. Laboratorium b) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV)



1. Laboratorium a) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV)



4. Ultrasound d) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing, Volume air ketuban, Plasenta, serviks dan tali pusat e) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler study f) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya



4. Ultrasound d) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,- Volume air ketuban,Plasenta,serviks dan tali pusat e) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomali Scanning, Doppler study f) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya



2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,- Volume air ketuban,Plasenta,serviks dan tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler study c) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya



4. Ultrasound c) Pemeriksaan USG Level I : memastikan adanya kehamilan, lokasi kehamilan, usia kehamilan dan taksiran persalian, janin hidup/mati, fetus, diagnosis penyakit tropoblas, evaluasi uterus, struktur adneksa dan kavum douglasi d) Pemeriksaan USG Level II



2. Ultrasound d) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Volume air ketuban, Fetal Growth and Wellbeing, Plasenta, panjang serviks dan deteksi abnormalitas tali pusat e) Pemeriksaan USG Level II : Fetal anomalic Scanning, Doppler study (penapisan PE, IUGR), Pemeriksaan lainya tergantung dari hasil pemeriksaan pada kunjungan sebelumnya f) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung



(targeted Asessment): deteksi perkiraan kegagalan kehamilan, jumlah korionisitas/amnionisitas, NT pada 11-13 minggu, Doppler study (Skrining Preeklampsia) Pengobatan/ intervensi



5. 6. 7. 8.



Preventif



Edukasi & konseling



Koreksi anemi Terapi ARV Terapi bakteriuria Pengobatan penyakit sebelum hamil



kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya



7. 8. 9. 10.



Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakteriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 11. Senam hamil 12. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya



1. 2. 3. 4.



Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakateriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya



1. 2. 3. 4.



Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakteriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya



1. 2. 3. 4.



Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakteriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medisibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya



1. Pemberian asam folat 400 µgram/hari sampai umur kehamilan 12 minggu 2. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT1,TT2) sesuai ketentuan.



1. Tablet besi dan asam folat 2. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT1,TT2) sesuai ketentuan. 3. Pemberian tablet calcium 4. Pemberian tablet DHA



1. Tablet besi dan asam folat 2. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT1,TT2) sesuai ketentuan. 3. Pemberian anti- D globulin. pada ibu rhesus (-) (UK 28 minggu) 4. Pemberian tablet calcium 5. Pemberian tablet DHA



1. Tablet besi dan asam folat 2. Pemberian tablet calcium 3. Pemberian tablet DHA



1. Tablet besi dan asam folat 2. Pemberian tablet calcium 3. Pemberian tablet DHA



5. Edukasi tanda-tanda bahaya (perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 6. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . 7. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat 8. Penjadwalan kunjungan berikutnya



7. Edukasi tanda bahaya, perdarahan, nyeri perut 8. Kesiapan persalinan/ kegawat daruratan 9. Edukasi tanda-tanda bahaya (perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 10. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari 11. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat



7. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 8. Kesiapan persalinan/ kegawatdaruratan 9. Cara persalinan 10. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . 11. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 12. Penjadwalan kunjungan



7. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 8. Kesiapan persalinan/ kegawatdaruratan 9. Cara Persalinan 10. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari. 11. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat.



1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 2. Kesiapan persalinan/ kegawatdaruratan 3. Cara Persalinan 4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari. 5. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan



Tempat Pelayanan dan Rujukan



Fasilitas kesehatan primer, Sekunder dan Tersier (Forum Konsultasi ADACs)



Kriteria merujuk



Semua kehamilan dengan komplikasi dan kelainan medis, USG level I di Fasilitas kesehatan sekunder,USG Level II di Fasilitas kesehatan Tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus



darurat. 12. Penjadwalan kunjungan berikutnya Fasilitas kesehatan primer, Sekunder dan Tersier (Forum Konsultasi ADACs) Semua kehamilan dengan kelainan medis, komplikasi kehamilan/ persalinan/ nifas. Ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bermakna, USG level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder,USG level II di Fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus



berikutnya



12. Penjadwalan kunjungan berikutnya



berikutnya



Fasilitas Kesehatan Primer, sekunder dan tersier (Forum Konsultasi ADACS)



Fasilitas kesehatan primer, sekunder dan tersier (Forum Konsultasi ADACS)



Fasilitas kesehatan primer, sekunder dan tersier (Forum Konsultasi ADACS)



Semua kehamilan dengan kelainan medis,komplikasi kehamilan/ persalian/ nifas, Ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bermakna, USG Level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder dan USG Level II di fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus



Semua Kehamilan dengan kelainan medis,komplikasi kehamilan/ persalinan/ nifas, ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bremakna, USG Level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder dan USG Level II di Fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus



Semua Kehamilan dengan kelainan medis,komplikasi kehamilan/ persalinan/ nifas, ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bermakna, USG Level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder dan USG Level II di Fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI HIPEREMESIS GRAVIDARUM 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2



No. ICD Diagnosis



O21.1 Hiperemesis Gravidarum



3



Pengertian



Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau menetap pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari dan menimbulkan komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% dari berat sebelum hamil, adanya tanda-tanda dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan ketonuria.



4



Anamnesis



1. Sejak kapan keluhan mual dirasakan 2. Berapa kali muntah 3. Berapa kali muntah kering



5



Pemeriksaan Fisik



1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan Ginekologi



6



Kriteria Diagnosis



1. Klinis ditemukan keadaan mual muntah yang berlebihan, menetap, dan mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari 2. Adanya komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% berat sebelum hamil, adanya tanda dehidrasi, atau adanya ketonuria.



7



Diagnosis Banding



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Gastritis dengan refluk esophagitis. Ulkus peptikum. Hyperthyroidisms Addison’s disease. Hyperkalsemia. Diabetes Melitus. Pankreatitis. Pyelonefritis



8



Pemeriksaan Penunjang



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Konfirmasi adanya kehamilan (USG) Darah lengkap BUN / kreatinin Urinalisis Tes fungsi hati Elektrolit



9



Konsultasi



Penyakit dalam



10



Perawatan Rumah Sakit



PUQE index ≥ 13 (HG berat)



19



11



Terapi / tindakan



1. PUQE index score < 6 (HG ringan)  Hentikan vitamin yang mengandung zat besi  Lanjutkan asam folat  Modifikasi diet/lifestyle  Hindari faktor pencetus  Jahe dan Vit B6  H2RAS atau PPIS (Bila reflux, heart burn, H pylori)



2. PUQE index score 7-12 (HG moderat) 2.1 Tanpa Dehydrasi  Vit B6 Bila perlu Methoclopramid 2.2 Dehydrasi  Therapi cairan pengganti dengan vitamin dan elektrolit  Vit B6 Bila perlu Methoclopramid 3. PUQE index ≥ 13(HG berat)  MRS  Th/ Cairan Intra Vena, elektrolit dan Vit B1.  Puasa 24 jam  Metoclopramide IV dan/atau  Ondansetron  Pertimbangkan nutrisi enteral bila perlu.  Bila UK > 10 minggu, bisa dipertimbangkan methylprednisolon  Pertahankan berat badan/tanda vital Ruang bersalin dan ruang perawatan post partum



12



Tempat Pelayanan



13



Penyulit



1. 2. 3. 4.



14



Informed Consent



15



Tenaga Standar



Informed consent tertulis (Diagnosis dan perencanaan terapi dan perawatan) 1. PPDS I tk Patol A 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal (PUQE index ≥ 13/HG berat)



16



Lama Perawatan



3 - 5 hari



17



Masa Pemulihan



Selama perawatan di ruang obstetri



18



Hasil



Klinis dan hasil laboratorium membaik



Abortus,PJT, KJDR Dehidrasi berat Endefalopati wernicke MOF (multipel organ failure)



20



19



Patologi



Tidak diperlukan



20



Otopsi



Tidak diperlukan



21



Prognosis



Dubius ad bonam.



22



Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108.



23



Tingkat Evidens & Rekomendasi



24



Indikator Medis



25



Edukasi



26



Kepustakaan



1. Keluhan berkurang 2. Laboratorium baik Intake/ diet yang cukup, kontrol kembali jika keluhan berulang 1. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no 120, October 2002. 2. County Durham and Darlington, NHS Foundation Trust, Hyperemesis Gravidarum, Darlington 2011. 3. Buhling K.J, David M, Nausea and Hyperemesis Gravidarum, Hormone consultation, Department of Gynecology, University Medical Center, Hamburg, 2008. 4. CME Resource, Hyperemesis Gravidarum, Sacramento, California 2008. 5. Royal Cornwall Hospitals, Clinical Guideline for Day-Case Rehydration for Woman With Moderate Hyperemesis Gravidarum in Pregnancy, February 2012. 6. Mella M.T. Nausea/Vomiting of pregnancy and hyperemesis gravidarum in Berghella V. Maternal – Fetal Evidence Based Guidelines, Informa Healthcare, 2012, hal 73-78.



21



Bagan penanganan hyperemesis gravidarum PUQE index assesment



PUQE index ≥ 13 (HG berat)



PUQE index score < 6 (HG ringan) PUQE index score 712 (HG moderat)



MRS - Hentikan vitamin yang mengandung zat besi - Lanjutkan asam folat - Modifikasi diet/lifestyle - Hindari faktor pencetus



- Jahe -Vit B6



- Th/ Cairan Intra Vena, elektrolit dan Vit B1. - Puasa 24 jam



- H2RAS atau PPIS bila reflux, heart burn, H pylori



- Metoclopramide IV dan/atau - Ondansetron Tanpa Dehydrasi



Dehydrasi - Pertimbangkan nutrisi enteral bila perlu.



- Therapi cairan pengganti dengan vitamin dan elektrolit



Vit B6 Bila perlu Methoclopramid



-



Vit B6 Methoclopramid dan/atau Ondansetron



-



Keterangan: - H2RAS : Histamine 2 reseptor antagonis, - PPIS : Proton pump inhibitor



22



Bila UK > 10 minggu, bisa dipertimbangkan methyl prednisolon



Pertahankan berat badan/tanda vital



Tabel PUQE index assesment



1. Rata-rata dalam sehari berapa lama merasa mual dan rasa nyeri di lambung? > 6 jam 4-6 jam 2-3 hari ≤ 1 jam Tidak ada ( poin 5)



(poin 4)



(poin 3)



(poin 2)



(poin 1)



2. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah? ≥ 7 kali



5-6 kali



3-4 kali



1-2 kali



Tidak ada



(poin 5)



(poin 4)



(poin 3)



(poin 2)



(poin 1)



3. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah kering (tanpa keluar sesuatu) ≥ 7 kali



5-6 kali



3-4 kali



1-2 kali



Tidak ada



( poin 5)



(poin 4)



(poin 3)



(poin 2



(poin 1)



Interpretasi: Mild NVP bila scornya ≤ 6 Moderate NVP bila scornya 7-12 Severe NVP bila scornya ≥ 13 NVP: Nausea/Vomiting of Pregnancy Sumber: Daftar pustaka no:6.



23



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABORTUS 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1



No. ICD



O04



2



Diagnosis



Abortus



3



Pengertian



Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin viabel (24 minggu



4.



Anamnesis



Tanyakan gerakan janin, riwayat trauma, riwayat penyakit ibu, dan keluhan lain seperti perdarahan atau keluar cairan pervaginam.



5.



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan LEOPOLD I-IV



6.



Kriteria Diagnosis



1. Anamnesis : gerak janin (-) 2. Pemeriksaan Fisik : DJJ (-) 3. Pemeriksaan Penunjang USG: DJJ (-) spalding sign (+)



7.



Diagnosis Banding



Pseudosiesis (Hamil semu)



8.



Pemeriksaan Penunjang



1. 2.



3.



9.



Konsultasi



1. 2.



Doppller: Untuk menentukan denyut jantung janin USG: Untuk menentukan aktivitas / denyut jantung janin untuk Mencari adanya tanda tanda kelainan kongenital sebagai penyebab IUFD dan menentukan jumlah air ketuban. Laboratorium: DL, BT/CT, BUN/SC, SGPT/SGPT, BS, bila pasien setuju, dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari IUFD yang lebih spesifik seperti: TORCH, ACA, HbA1c, Pemeriksaan PA plasenta, dan karyotiping. Bagian Forensik bila diperlukan otopsi lebih lanjut. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi fetomaternal



10. Perawatan Rumah Sakit



Selama induksi harus dirawat di ruang bersalin/kamar bersalin



11. Terapi / tindakan



1. 2. 3. 4.



12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit



Kamar bersalin dan ruang nifas DIC, Perdarahan, infeksi intra uterin.



Induksi persalinan. Partus spontan pervaginam Embriotomi, bila terjadi kala II lama. SC, bila terjadi letak lintang partus kasep, atau pasien menolak embriotomi.



37



14. Informed Consent



1. Cara persalinan : Prosedur induksi persalinan 2. Risiko / komplikasi tindakan 3. Tindakan yang dilakukan bila induksi gagal.



15. Tenaga Standar



1. PPDS I Obgin tk patol A 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal



16. Lama Perawatan



Antara 2-4 hari tergantung jenis tindakan



17. Masa Pemulihan



Selama 2-3 hari di ruang pemulihan



18. Hasil



1. Melahirkan janin 2. Trauma pada ibu seminimal mungkin 3. Mencegah komplikasi DIC, Perdarahan dan infeksi intra uterin.



19. Patologi



Pemeriksaan PA plasenta (tidak rutin)



20. Otopsi



Dilakukan dengan pertimbangan khusus, dan atas persetujuan keluarga.



21. Prognosis



Dubious ad bonam. Tergantung ada tidaknya komplikasi berupa DIC dan infeksi intra uterin.



22. Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108



23. Tingkat Evidens & Rekomendasi



- Bila serviks belum matang penggunaan prostaglandin E2 lebih baik dari oksitosin (Ia/A) - Bila serviks matang: Induksi oksitosin (IV/C), Induksi misoprostol (Ib/A)



24. Indikator Medis



Bisa melahirkan janin dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.



25. Edukasi



Mobilisasi dini, KB post partum, Menginformasikan kemungkinan penyebab KJDR, dan melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum kehamilan berikutnya.



26. Kepustakaan



1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Intra uterine fetal death. In: Williams Obstetrics, 23rd edition 2010. 2. Reddy U. M. Fetal death, in Berghella V. Maternal –Fetal Evidence Based Guideline, 2 nd Ed Informa Healthcare 2012. pp 390-393. 3. Anonim, Stillbirthcare, Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline, May 2011. 4. Weiner C.P Fetal Death, in James D, High Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.



38



Bagan Alur Penanganan KJDR :



KJDR Faal hemostasis Donor



Tidak Inpartu



Inpartu



Lintang / Kasep



Letak Bujur Evaluasi pelvic score



Bujur dan Tdk kasep



PS < 5



PS ≥ 5 Partograf WHO



Misoprostol



Induksi



PS ≥ 5



PS < 5



Kala II Foley Cateter atau Laminaria stif



SC



Embriotomi



SC



SC



Spontan



Catatan:  Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun  Pasien yang menolak embriotomi bisa dilakukan SC



39



40



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KETUBAN PECAH DINI 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1.



No. ICD



042.9



2.



Diagnosis



Ketuban Pecah Dini



3.



Pengertian



Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa disertai tanda-tanda persalinan.



4.



Anamnesis



1. Menanyakan sejak kapan keluar air, warna dan bau. 2. Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul dan keluar lender campur darah. 3. Menanyakan riwayat demam, trauma dan tindakan medis seperti versi luar dan prosedur amniocentesis.



5.



Pemeriksaan Fisik



1. 2. 3. 4.



Fisik umum Leopold I-IV , his dan djj Inspikulo dan colok vagina Tes kertas lakmus.



6.



Kriteria Diagnosis



1. 2. 3. 4.



Hamil lebih dari 20 minggu Keluar air dari OUE Kertas lakmus merah menjadi biru. Tidak ada tanda tanda inpartu.



7.



Diagnosis Banding



1. Fluor Albus pada kehamilan. 2. Inkontinensia urin.



8.



Pemeriksaan Penunjang



1. USG: untuk mengetahui jumlah air ketuban dan konfirmasi berat badan dan kesejahteraan janin. 2. DL, UL, CRP



9.



Konsultasi



1. Dokter spesialis anak 2. Dokter obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal



10. Perawatan Rumah Sakit



Semua pasien dengan diagnosis KPD harus masuk rumah sakit.



11. Terapi / tindakan



1. KPD Pada Kehamilan Aterm dan mendekati aterm (≥ 35 Minggu) a. Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg. b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan SC. b. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan.



41



c. Bila AT normal dan t rectal < 37,60C, dilakukan observasi tanda tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan drip oksitosin. d. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam kehamilan, leukosit > 12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor < 5, dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara: - Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. - Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir. 1. Ketuban Pecah Dini Preterm (UK 12.000, CRP >10mg/L dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara: - Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. - Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir. g. Observasi di kamar bersalin : - Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetric. - Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi h. Di ruang Obstetri : - Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam. - Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit, neutrofil count, marker infeksi seperti: IL-6, CRP. i. Bila fasilitas memungkinkan dilakukan tes pematangan paru (tes



42



kocok) pada umur kehamilan 32-34 minggu setelah pemberian kortikosteroid 2 hari, bila terbukti matang janin dilahirkan. 12. Tempat Pelayanan



Ruang Bersalin resiko tinggi, Kamar Operasi, Ruang Pemulihan, Ruang perawatan post partum (Bakung, Anggrek, Ratna, Mahotama, Wing Internasional) Poli 108.



13. Penyulit



1. 2. 3. 4.



14. Informed Consent



Perlu (tertulis)



15. Tenaga Standar



1. 2. 3. 4.



16. Lama Perawatan



1. KPD Preterm: 5 hari 2. KPD Aterm: 2 hari



17. Masa Pemulihan



Selama masa nifas



18. Hasil



- Bayi lahir vigorous. - Tidak terjadi sepsis maternal dan neonatal.



19. Patologi



Tidak diperlukan



20. Otopsi



Bila ada kasus kematian



21. Prognosis



≥ 35 mg prognosis dubius ad bonam < 35 mg prognosis dubius ad malam



22. Tindak Lanjut



- Kontrol poli 108 - Perawatan di ruang NICU



Infeksi intra uterin. Tali pusat menumbung. Lahir prematur Amniotic Band Syndrome.



PPDS I Obgin tingkat patol A Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Dokter obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anak.



23. Tingkat Evidens & Rekomendasi 24. Indikator Medis



- Bayi lahir RDS - Sepsis neonatorum



25. Edukasi



- Perawatan bayi prematur. - ASI eksklusif - KB post partum



26. Kepustakaan



1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) “Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.2012.



43



2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950975. 2010. 3. Anonim, The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists, Term Prelabour Rupture of Membranes (Term PROM), july 2013. 4. Anonim, Royal College of Obstetrians and Gynaecologist,Neonatal Corticosteroids to Reduce Neonatal Morbidity and Mortality, Greentop Guideline no 7, October 2010. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.



44



Bagan Alur KPD KPD



Pengelolaan awal : - Pastikan umur kehamilan - Evaluasi kesejahteraan janin - Antibiotik profilaksis



U. K ≥ 35 mg



U.K < 35mg



Lahirkan (Sesuai indikasi Obstetrik)



Ya



Fetal distress/kel letak/CPD



Kondisi ibu, janin baik



SC



Tunggu 12 jam



Inpartu



Pervaginam



HDK,febris, Leuko,CRP



- Korioamnionitis - Kesejahteraan janin jelek - Kelainan kongenital - Leuko + CRP



U.K. 20-28 minggu



Konseling: komplikasi KPD jangka panjang. Prognosis jelek



Tidak Inpartu u



-



Ripening/ induksi



UK 35 mg Terbukti paru matang Tanda korioamnionitis Anhidramnion Fetal distress



Tdk



U.K. 28 - 32 minggu hanya untuk memberi kesempatan pematangan paru janin selama 48 jam.



45



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI GAWAT JANIN 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2.



No. ICD Diagnosis



068 Gawat Janin



3.



Pengertian



Gawat janin adalah kondisi janin intrauterin yang kritis oleh berbagai sebab ditandai dengan bradikardia / takikardia persisten dan atau adanya gambaran patologis pada kardiotokogram. Catatan : Kondisi tersebut ditandai oleh penurunan pH darah janin yang dapat disebabkan oleh: 1. Hipotensi maternal. 2. Insufisiensi plasenta. 3. Kontraksi uterus berlebihan dan terus menerus (tetatnia uterus intra uetrin). 4. Kondisi gawat darurat seperti rupture uterus, solusio plasenta, prolaps tali pusat. 5. Maternal drugs yaitu oba-obat yang sedang dikomsumsi seperti sedatif, narkotik, beta mimetik. Takikardia dapat juga disebabkan oleh febris. Kejadian gawat janin di RSUP Sanglah Denpasar selama tahun 2012 sebesar 4,7 %.



4.



Anamnesis



1. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan; BB ibu tidak naik selang 2 kali ANC atau turun dari ANC sebelumnya pada trimester 2 dan 3. Kenaikan berat badan pada BMI normal adalah 18-25 kg/cm seberat 11-16 kg. 2. Penyakit kronis seperti PE, diabetes mellitus, astma, jantung, dan ginjal. 3. Gerakan janin berkurang dibanding sebelumnya. 4. Keluar air pervaginam yang tidak dapat dikendalikan, bau amis, dan warna putih agak keruh. Dapat membasahi celana dalam. 5. Sakit perut hilang timbul.



5.



Pemeriksaan Fisik



1. Pemeriksaan fisik umum. 2. Pemeriksaan fisik obstetri : a. Palpasi. Leopold I - IV. b. Auskultasi. Denyut jantung janin.



46



c. Pemeriksaan colok vagina. 6.



Kriteria Diagnosis



7.



Diagnosis Banding



8.



Pemeriksaan Penunjang



1. Kardiotokografi 2. pH darah tali pusat post partum.



9.



Konsultasi



1. Dokter Spesialis Anak. 2. Dokter Spesialis Anasthesi.



10. Perawatan Rumah Sakit



1. Frekuensi denyut jantung janin 170x/menit. Air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan pada janin letak kepala. 2. Kardiotokografi patologis : 2.1. Bila terdapat 2 atau lebih kriteria non reassuring.  Frekuensi denyut jantung janin 100 - 109 x/menit atau 161 - 180 x/menit.  Variabilitas 20 minggu. Nyeri perut yang terjadi secara tiba - tiba, tajam dan perut papan. Perdarahan pervaginam berwarna merah dan kehitaman. Gerak janin berkurang sampai hilang. Terdapat faktor risiko. Keadaan umum lemah. Tanda – tanda vital tidak sesuai dengan jumlah perdarahan. Bagian – bagian janin sulit teraba dan perut kaku seperti papan (Woodly Hard). Denyut jantung janin sulit didengar. Perdarahan retroplasenter. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan pembukaan servik. Anemia dan gangguan faal hemostasis.



67



Catatan : Grade solusio plasenta : 1. Grade 0: Asimptomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retroplacental clot yang kecil. 2. Grade 1: Terdapat perdarahan pervaginam ringan, ketegangan uterus (uterine tenderness ) ringan, tidak ada gawat janin, ibu dalam keadaan baik dan tidak ada koagulopati. 3. Grade 2: Terdapat perdarahan sedang, tidak terdapat perdarahan pervaginam, ketegangan uterus ( uterine tenderness ) sedang sampai berat dan mungkin kontraksi tetani, ada tanda - tanda gawat janin, maternal takikardia dan hipofibrinogenemia. 4. Grade 3: Terdapat perdarahan pervaginam atau tidak, tetania uteri jelas, ibu syok, gawat janin sampai mati, hipofibrinogenemia dan koagulopati. 7.



Diagnosis Banding



3. Non obstetrik yaitu: g. Trauma vagina. h. Kanker serviks. i. Polip serviks. j. Apedisitis akut. 4. Obstetrik yaitu : d. Plasenta previa. e. Vasa previa. f. Persalinan prematur.



8.



Pemeriksaan Penunjang



3. Laboratorium: c. Darah lengkap. d. Faal hemostasis (BT,CT,PT,APTT) 4. USG : a. Retroplacental clot. b. Perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage). c. Tanda perluasan perdarahan ke otot rahim. d. Bila bekuan darah banyak akan tampak daerah hiperekoik dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain.



9.



Konsultasi



1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal 2. Dokter Spesialis Anak. 3. Dokter Spesialis Anasthesi.



10.



Perawatan Rumah Sakit



Semua ibu hamil dengan solusio plasenta harus dirawat di rumah sakit.



11.



Terapi / tindakan



Penanganan solusio plasenta tergantung dari umur kehamilan dan grading : 1. Aktif : 1.1. Umur kehamilan > 35 minggu dan 20 - 35 minggu dengan solusio plasenta grade 2 dan 3. 1.2. Grading: a. Pada solusio plasenta grade 0 - 1 persalinan; diusahakan



68



pervaginam dengan monitoring KTG. b. Pada grade 2 - 3 persalinan dilakukan dengan seksio sesarea. c. Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin, persalinan harus terjadi dalam 6 jam. 2. Konservatif : 2.1. Umur kehamilan 20 sampai 35 minggu. 2.2. Grading : a. Pada solusio plasenta grade 1 ( ibu dan janin stabil ) bisa dilakukan penanganan konservatif dengan pengawasan ketat. - Diberikan steroid untuk pematangan paru janin. - Pasien bisa dipulangkan bila keadaannya stabil, janin baik dan tidak ada perdarahan pervaginam. - Induksi persalinan dilakukan bila ada indikasi lain atau telah mencapai 37 minggu. b. Pada grade 2 atau 3 dilakukan persalinan dengan seksio sesarea. 12.



Tempat Pelayanan



1. 2. 3. 4. 5.



Ruang bersalin Kamar operasi. NICU Poliklinik 108. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta.



13.



Penyulit



1. 2. 3. 4.



Gagal ginjal. DIC. HPP. IUFD.



14.



Informed Consent



15.



Tenaga Standar



1. 2. 3. 4. 5.



16.



Lama Perawatan



1. Partus pervaginam 1 - 2 hari. 2. Seksio seksio sesarea 2 - 3 hari.



17.



Masa Pemulihan



42 hari.



18.



Hasil



1. Penyulit pada ibu berhasil diatasi. 2. Bayi dilahirkan dengan selamat.



19.



Patologi



Tidak perlu.



Ya, tertulis. PPDS I tingkat Chief. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anak. Dokter Spesialis Anasthesi.



69



20.



Otopsi



Tidak perlu.



21.



Prognosis



Dubius ad bonam



22.



Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108.



23.



Tingkat Evidens & Rekomendasi



-



-



Tokolitik tidak digunakan untuk menunda pesalinan pada kasus APB dengan hemodinamik tidak stabil atau ada penurunan keadan janin (level evidence GPP). Direkomendasikan pemberian ergometrin untuk manajemen kala III pada kasus solusio placenta (jika tidak ada tanda hipertensi) (level evidence B)



24.



Indikator Medis



1. Ibu tidak jatuh ke dalam syok ireversibel. 2. Bayi yang dilahirkan tidak KJDR.



25.



Edukasi



Menerangkan penyulit yang bisa terjadi pada solusio plasenta pada ibu dan bayi.



26.



Kepustakaan



1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM ) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Obstetrical Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for Clinical Excellence. 2003. 5. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4th ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111. 6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 7. RCOG. 2011. Antepartum haemorrage. Green top guidline No.63.



70



Bagan Alur Pada Solusio Plasenta



Solusio Plasenta



> 35 minggu



Grade 0-1



20 - 35 minggu



Grade 2-3



KJDR



Grade 0-1



Induksi



SC



Gagal



71



Konservatif



Berhasil



Lahir



Grade 2-3



Gagal



SC



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2. 3.



No. ICD Diagnosis Pengertian



0.16 Hipertensi Dalam Kehamilan Adalah hipertensi yang disertai atau tanpa proteinuria sebelum dan atau selama kehamilan sampai 12 minggu post partum. - Hipertensi: Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg - Proteinuri: 0,3 gr/L dalam 24 jam kwalitatif + 2 sampai +4 Hipertensi dalam kehamilan terdiri atas: 1. Gestasional hipertensi. 2. Preeklampsia. 3. Eklampsia. 4. Superimposed preeklampsia. 5. Hipertensi kronis.



4.



Anamnesis



- Sejak kapan diketahui menderita hipertensi - Adanya keluhan berupa nyeri kepala, pengelihatan kabur, dan nyeri perut di kuadran kanan atas. - Riwayat terapi hipertensi. - Adanya penyakit kronis yang lain seperti sakit jantung, ginjal, Diabetes melitus, Penyakit tiroid dan stroke.



5.



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan Leopold I-IV dan DJJ.



6.



Kriteria Diagnosis



1. Gestasional hipertensi: Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada kehamilan > 20 minggu tanpa disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu post partum. 2. Hipertensi kronis: Tekanan darah ≥ 140/ 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu post partum. 3. Preeklampsia: 3.1 Preeklampsia ringan Tekanan darah sistolik ≥ 140 sampai < 160 mmHg, tekanan diastolik ≥90 sampai 0,3 g/L atau kwalitatif +2. 3.2 Preeklampsia berat: Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg, diastolik ≥ 110 mmHg dan proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +4, oligouria, edema paru



72



atau sianosis, sindroma HELLP, dan tanda-tanda impending eklampsia.   



HELLP sindrom (platelet < 100 , SGOT/SGPT > 70 dan LDH >600) Impending eklampsia (nyeri kepala frontal, pengelihatan kabur dan nyeri perut kuadran kanan atas) Oligouria (produksi urin < 500 cc/24 jam).



4. Superimposed preeklampsia: Preeklampsia pada pasien hipertensi kronis 5. Eklampsia: Preeklampsia disertai oleh kejang-kejang dan atau koma. Catatan: khusus Eklampsia akan dibahas tersendiri 7.



Diagnosis Banding



1. Kehamilan dengan penyakit jantung 2. Kehamilan dengan Sindroma Nefrotik. 3. Tirotoksikosis.



8.



Pemeriksaan Penunjang



1. Laboratorium: DL, UL, BUN/SC, SGOT/SGPT, LDH, lipid profil 2. Rontgen: Foto Thorax 3. USG dan KTG



9.



Konsultasi



1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal 2. Intensive care pada kasus Eklampsia



10. Perawatan Rumah Sakit



1. Preeklampsia Ringan: Rawat inap bila terdapat hal-hal sebagai berikut: a. Hasil fetal assessment ragu-ragu atau jelek. b. Kecenderungan terjadi preeklampsia berat c. Perawatan poliklinik selama 2x seminggu selama 2 minggu, keadaan tetap. d. Akan dilakukan terminasi pada umur kehamilan aterm. 2. Preeklampsia berat: semua preeklampsia berat harus rawat inap. 3. Eklampsi: semua eklampsi harus rawat inap.



11. Terapi / tindakan



2. Preeklampsia Ringan 1.1 Penanganan konservatif 1.1.1 Rawat jalan: 1. Tidak mutlak tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. 2. Diet reguler, tidak perlu diet khusus. 3. Dilakukan pemeriksaan fetal assesment (USG dan NST) setiap 2 minggu. 4. ANC setiap minggu. 4.1 Umur kehamilan 16 kali/menit - Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam - Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc. Antidotum:



74



Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc dalam 3 menit. Bila kejang lagi setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan, dapat diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV dan apabila tetap kejang (refrakter terhadap MgSO4 ) dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini : - 100 mg IV sodium thiopental - 10 mg IV diazepam - 250 mg IV sodium amobarbital Catatan : Bila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO4. 



Anti Hipertensi: Bila tekanan darah ≥180/110 atau MAP>125 mmHg Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip. Methyl dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis.







Diuretikum: Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi : Edema paru Payah jantung kongestif Edema anasarka







Sikap terhadap kehamilannya : 2.1.1 Ekspektatif / konservatif : o Bila umur kehamilan < 35 minggu. o Diberikan steroids untuk pematangan paru. o Dilakukan expektan manajemen. 2.1.2 Aktif /agresif : o Bila umur kehamilan ≥ 35 minggu. o Kehamilan dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. o Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal akut, stroke, edema paru, solutio plasenta dan fetal distress. o Pada HELLP syndrome, persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila umur kehamilan 5. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Indikasi seksio sesarea adalah:



75



1. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam. 2. Induksi persalinan gagal. 3. Terjadi gawat janin. 3. Penderita sudah inpartu a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurve Friedman. b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit. c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi); tidak rutin dikerjakan kecuali: 1. Tekanan darah tidak terkontrol (MAP> 125) 2. Tanda-tanda impeding eklampsia. 3. Kemajuan kala II tidak adekuat. d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan atau janin, atau indikasi obstetrik. e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau epidural dan tidak diajurkan anestesia umum. 3. Gestational Hipertensi 3.1 Anti hipertensi; bila tensi ≥ 160/100 mmHg. Jenis, dosis dan cara pemberian sesuai dengan PE berat. 3.2 Terminasi kehamilan; analog PE ringan. 4. Superimposed Preeklampsia Penanganannya sama dengan penanganan PE berat. 12. Tempat Pelayanan



Poliklinik 108 dan Ruang Bersalin, Kamar Operasi dan Pemulihan, ruang perawatan post partum (Bakung, Mahotama, Ratna, Anggrek, Wing Amerta, Sanjiwani) RSUP Sanglah Denpasar.



13. Penyulit



1. Pada ibu: a. Perdarahan intra serebral b. Sindrome HELLP c. DIC d. Payah jantung e. Gagal ginjal f. Ablatio retina g. Ruptur hepar 2. Pada anak: a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT). b. Kematian janin dalam kandungan (KJDK).



14. Informed Consent



Ya, (tertulis)



15. Tenaga Standar



1. 2. 3. 4.



Dokter PPDS I Patol B Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anestesi (intensive care)



76



5. Dokter Spesialis Anak 16. Lama Perawatan



3-5 hari



17. Masa Pemulihan



Selama masa nifas (42 hari)



18. Hasil



Hasil perawatan hipertensi dalam kehamilan: 1. Pada PE ringan, menencegah terjadinya PE berat dan eklampsia, serta melahirkan bayi vigorous serta ibu selamat. 2. Pada PE berat, mencegah terjadinya eklampsia, perdarahan intra serebral, kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP, serta melahirkan bayi vigorous serta ibu selamat



19. Patologi



Tidak diperlukan



20. Otopsi



Tidak diperlukan kecuali ada sengketa medis.



21. Prognosis



PE ringan, Gestasional hipertensi: dubius ad bonam PE berat, Superimposed preeclampsia: dubius ad malam.



22. Tindak Lanjut



Kontrol poli 108 Bila ada penyulit, perawatan bersama bagian lain



23. Tingkat Evidens & Rekomendasi



-



24. Indikator Medis



Tidak terjadi penyulit pada ibu seperti: eklampsia, perdarahan intra serebral, kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP. Tidak terjadi asfiksia atau stillbirth.



25. Edukasi



Risiko Preeklampsia berulang pada kehamilan berikutnya. Kemungkinan akan menetap menjadi hipertensi khronis, sehingga perlu kontrol rutin pasca nifas.



26. Kepustakaan



1. Sibai B.M, Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and Preeclampsia, The American College of Obstetricians and Gynecologist, 2003. 2. National Collaborating Centre for Woman’s and Children’s Health, NICE Guideline, Hypertention in Pregnancy: The Management of Hypertensive Disorders during Pregnancy, January 2011. 3. Dean S, Management of Hypertensive Disorders in Pregnancy inc Severe Pre-Eclampsia and Eclampsia, NHS Trust, 2011. 4. WHO Recomendations for Prevention and Treatment of Preeclampsia and Eclampsia, 2011. 5. Magee L.A, et al, Diagnosis Evaluation and Management of the Hypertensive Disorders in Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no



Nifedipine diberikan secara oral bukan sublingual (level evidence A) Magnesium sulphate adalah therapy pilihan untuk mengontrol seizures. loading dose 4 g diberikan secara I.V selama 5–10 menit, diikuti dosis maintenence 1 g/jam selama 24 jam setelah kejang terakhir. (level evidence A)



77



26 March 2008. 6. Sibai B.M, Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia, Clinical Expert, Department of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinati, vol: 105 no: 2 2005. 7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 8. RCOG. 2006. The management of severe pre-eclampsia/eclampsia. Top green guideline no. 10(a)



Bagan alur PE Ringan



Preeklampsia Ringan



Evaluasi Maternal dan Fetal



≥ 40 minggu ≥ 35 dengan: PPROM IUGR NST non reassuring



< 37 mg



PS >5



37-39 mg



PS5 saat UK ≥ 37 mg. Inpartu



Repening/Induksi/SC



78



79



Bagan Alur Penanganan PE Berat Preeklampsia Berat



-



MRS Evaluasi Maternal dan Fetal 24 jam MgSO4 24 jam Antihipertensi bila sistolik ≥ 160 mmHg dan atau Diastolik ≥ 110 atau MAP > 125 mmHg



- Maternal distress - Nonreassuring fetal status - Umur kehamilan > 35 mg



Ya



Tidak Ya Steroids



PJT Berat Tidak



< 23 mg



Pertimbangkan Terminasi Kehamilan



23- 48 jam g. Kemungkinan penyebab kejang lain: tumor otak, ruptur



82



aneurisma, metastase penyakit trophoblast gestasional, serebral vaskulitis h. Kecurigaan CVA 9



Konsultasi



Konsultasi dengan disiplin lain atas indikasi: 1. Kardiologi; kalau ada gejala gagal jantung atau edema paru. 2. Neurologi; Adanya defisit neurologis, dan eklampsia refrakter. 3. Anestesiologi; rencana rawat intensif dan praoperatif. 4. Neonatologi; konsultasi penanganan neonatus prematur, tindakan operatif pervaginam atau seksio sesar 5. Penyakit Dalam; kalau ada kemungkinan gangguan metabolik sebagai diagnosis banding, disseminated intravascular coagulation (DIC), dan gagal ginjal 6. Bedah; kalau ada kecurigaan ruptur hepar.



10



Perawatan Rumah Sakit



Semua pasien eklampsia harus dirawat di rumah sakit



11



Terapi / tindakan



1. Menghentikan kejang dan mencegah kejang ulangan dengan pemberian MgSO4 (dosis dan tatacara pemberian sama dengan pada PE berat). 2. Menurunkan tekanan darah Tekanan darah harus diturunkan sampai sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg atau MAP 106 – 125mmHg. a. Pengobatan awal yang dipergunakan menurunkan tekanan darah adalah nicardipine (bila tidak tersedia diberikan Nifedipin oral). Tata cara pemberian nifedipin: - Berikan Nifedipine oral 10 – 20 mg, kemudian berikan setiap 30-45 menit sampai tekanan darah menurun (tercapai stabilisasi) dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan setiap 4-6 jam. - Dilakukan monitoring janin kontinyu sampai tekanan darah stabil. b. Bila pasien tidak sadar, anti hipertensi yang diberikan adalah nicardipin. Tata cara pemberian: - Buat larutan 25 mg nicardipine dalam 240 cc RL, atau 20 mg nicardipin dalam 200 cc RL sehingga konsentrasinya menjadi 0,1 mg/cc. - Berikan dalam bentuk infus dengan kecepatan 5 mg/jam atau 50 cc/jam, sampai mencapai target MAP yang diinginkan. - Jangan melebihi 15 mg/jam atau 150 cc/jam. 3. Memperbaiki keadaan umum ibu a. Infus RL / Dextrose 5% dengan jumlah 80 ml/jam atau 1



83



ml/kgBB/jam. b. Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan cairan (bila perlu). c. Koreksi keseimbangan asam basa sesuai pemeriksaan analisa gas darah. 4. Mencegah dan mengatasi komplikasi 1.1 Edema paru. a. Posisi semi fowler, kepala dan dada ditinggikan sehingga meningkatkan ventilasi b. Diberikan Furosemide 20 – 40 mg intravenous dalam dua menit. Bila respon adekuat tidak terjadi dalam 3050 menit, dosis ditingkatkan menjadi 40-60 menit dengan injeksi pelan intra vena sampai dosis maksimal 120 mg dalam satu jam. c. Morphine Sulfat 3-5 mg IV (hindari pada peningkatan tekanan intra kranial, penurunan kesadaran ) d. Diit rendah garam dan restriksi cairan (monitor CM / CK) e. Oksigen 8-10 L/mnt dengan “face mask” atau dengan CPAP dengan monitoring saturasi oksigen dengan pulse oximeter f. Posisi kepala dan dada ditinggikan. 1.2 Gagal jantung kongestif Adanya tanda-tanda gagal jantung kongestif dengan pemberian: 1. Preparat β-bloker (Propranolol 1 mg IV tiap 2 menit sesui dengan pengamatan pasien) 2. Preparat inotropik (Digoxin, dosis awal 0,5 mg IV dalam 5 menit kemudian 0,25 mg IV tiap 6 jam sebanyak dua kali pemberian, diikuti dosis pemeliharaan 0,125-0,375 mg IV / PO empat kali sehari) Catatan: Jika diperlukan dilakukan konsultasi dengan Bagian Kardiologi. 1.3 Gagal ginjal. a. Terapi suportif termasuk pemberian obat antihipertensi b. Bila terjadi peningkatan volume darah intra vaskuler, batasi pemberian garam 1-2 gram per hari dan batasi air (< 1 L/hari) c. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit d. Nutrisi sesuai dengan pasien gagal ginjal, batasi protein (0,5g/kgBB/hari), dan rendah karbohidrat (-100 gram/hari) e. Dialisis kalau ada indikasi:



84



f.



- Klinis uremia - Peningkatan volume intravaskuler yang sulit diatasi - Hiperkalemia atau asidosis yang resisten dengan perawatan konservatif - Profilaksis dialisis bila : BUN > 50-70 mg/dl atau kreatinin > 6-7 mg / dl Pasien eklampsia dengan gagal ginjal harus dikonsultasikan kepada bagian Penyakit Dalam Divisi Nefrologi.



1.4 Disseminated Intravascular Coagulation a. Mempertahankan volume sirkulasi dan memberikan pengganti komponen darah atau faktor pembekuan sesuai dengan hasil pemeriksaan darah. b. Diberikan PRC; transfusi cepat sampai klinis membaik atau hematokrit ≥ 25%. Berikan satu ampul Calsium Glukonas setiap pemberian 5 kantong PRC c. Cryoprecipitat, volume 35-40 cc Diberikan bila fibrinogen < 100 mg/dl Tiap unit meningkatkan fibrinogen 5-10 mg/dl. d. Fresh Frozen Plasma (FFP), volume 250 cc Diberikan untuk mengkoreksi PT, aPTT, dan fibrinogen. Diberikan bila kadar fibrinogen kurang < 100 mg/dl atau 10% dan adanya penyakit menular seksual.  Adanya tanda-tanda infeksi oportunistik seperti: lymfadenopathy generalisata, pneumonia pneumonitis jiroveci, TB paru, sarkoma Kaposi, herpes zoster dll.  Riwayat minum ARV sebelumnya dan jenis obat yang diminum, kalau sudah terdiagnosa HIV.



5.



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan fisik umum untuk menentukan stadium HIVnya, dengan mencari tanda-tanda infeksi oportunistik. Pemeriksaan obstetri, dengan Leopold I-IV



6.



Kriteria Diagnosis



Antibodi HIV (+) 3 kali, yang meliputi 1 kali tes skrining dan 2 kali tes konfirmasi (strategi tiga).



7.



Diagnosis Banding



Kehamilan dengan imunodefisiensi seperti: penggunaan kortikosteroids jangka panjang, malnutrisi yang berat, dan penyakit kronis sistemik.



8.



Pemeriksaan Penunjang



 Pemeriksaan laboratorium meliputi: DL, BUN/SC, SGOT/SGPT, pemeriksaan penyakit menular seksual dengan vaginal swab. Pemeriksaan CD4 dan viral load.  PemeriksaanUSG untuk menentukan umur kehamilan pada trimester pertama, menyingkirkan anomaly fetus pada umur kehamilan 18-22 minggu, biometri dan kesejahteraan janin.



9.



Konsultasi



 Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal  Bagian Penyakit Dalam subdivisi tropik.  Bagian anesthesi.



122



 Divisi Neonatologi  Bagian lain tergantung lokasi, jenis infeksi oportunistik dan komplikasi yang dialami. 10.



Perawatan Rumah Sakit



Saat persalinan



11.



Terapi / tindakan



1. ANC: pemberian obat ARV, dan konseling mengenai cara persalinan dan pemberian PASI. 2. Berikan ARV sejak pertama diketahui hamil dengan HIV tanpa memandang umur kehamilan, CD4 dan viral loadnya. 3. Tentukan stadium HIV 4. Pengobatan :  Obat pilihan utama ARV : TDF 300mg + 3TC atau FTC 300 mg + Evafirenz 600 mg.  Obat alternatif : o AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV* (1x600mg) o TDF(1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV (1x600mg)  Bila ibu hamil dengan kecurigaan infeksi HIV datang saat inpartu, segera lakukan tes HIV, bila reaktif langsung berikan ARV.  ODHA yang sebelumnya telah mendapatkan terapi ARV kemudian hamil, lanjutkan dengan ARV yang sama selama dan setelah persalinan.  ODHA hamil dengan hepatitis B yang memerlukan terapi: o TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP (2x200mg) atau o TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV (1x600mg)  ODHA hamil dengan tuberkulosis aktif, Bila OAT sudah diberikan, maka dilanjutkan. Bila OAT belum, maka diberikan terlebih dahulu sebelum ARV. Rejimen untuk ibu: Bila OAT sdh diberikan dan TB telah stabil: AZT (d4T) + 3TC + EFV   



5. Persalinan: - Direncanakan untuk SC elektif pada umur kehamilan 38 mg. - Persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi 6. Postpartum: Ibu tidak diperkenankan menyusui, kecuali bila penderita tidak mampu membeli PASI atau syarat AFFAS tidak terpenuhi, terpaksa ASI diberikan kepada bayinya.



12.



Tempat Pelayanan



Poli kebidanan dan kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar



13.



Penyulit



Infeksi oportunistik Transmisi vertikal ke bayi



14.



Informed Consent



Perlu (tertulis)



15.



Tenaga Standar



1. PPDS tk Patol B, jika dilakukan SC dilakukan oleh Chief



123



2. 3. 4. 5.



Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal Dokter spesialis Anak Dokter penyakit dalam



16.



Lama Perawatan



2-3 hari atau lebih tergantung stadium HIV.



17.



Masa Pemulihan



 Pasien HIV tidak bisa disembuhkan, pemulihan kondisi tergantung stadium HIV-nya, makin berat makin lama pemulihannya.  Stadium I perawatan post operasi sama seperti pasien biasa.



18.



Hasil



 Melahirkan bayi tanpa terjadi penularan vertikal dari ibu ke bayi dengan kondisi vigorous.  Mengurangi komplikasi pada ibu



19.



Patologi



Tidak diperlukan



20.



Otopsi



Tidak diperlukan



21.



Prognosis



22.



Tindak Lanjut



Dubius ad malam, tergantung keteraturan minum ARV dan stadium HIV. 1. Pengawasan ketat dan pengobatan teratur. 2. Disarankan kontrasepsi mantap, dan kondom, ANC Teratur. 3. Disarankan memberikan PASI



23.



Tingkat Evidens & Rekomendasi



 Melakukan pemeriksaan DL, fungsi ginjal dan liver tiap bulan pada trimesterIII (Ia/A)  Melakukan pemeriksaan USG pada umur kehamilan 18-20 mg untuk menyingkirkan anomaly fetus (GPP)  Merekomendasikan SC pada pasien dengan viral load > 1000 copy/ml setelah umur kehamilan 34 minggu, Merencanakan SC saat umur kehamilan 38 minggu bila datingnya adekuat, melakukan persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi (Ia/A)  Jika melakukan persalinan pervaginam, minimalkan lama waktu pecah ketuban (II/B)  Bila pasangannya HIV negativ, sarankan menggunakan kondom untuk proteksi (Ia/A).



24.



Indikator Medis



 Transmisi HIV ke janin tidak ada (konfirmasi setelah usia anak 18 bulan)



25.



Edukasi



 Minum ARV teratur seumur hidup  Selalu gunakan kondom bila berhubungan intim.  Sebaiknya tidak hamil lagi, kecuali terpaksa maka syaratnya viral load harus sudah tidak terdeteksi dan CD4 > 350  Minum roborantia  Pola hidup sehat: tidak merokok, minum alkohol, nutrisi yang cukup, olah raga teratur



124



26.



Kepustakaan



1. Anonim, Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) bagi petugas kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2013. 2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 3. Watts D H, Human Immunodeficiency Virus, in James D, High Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011. 4. Minkoff H.L, HIV Infection, in Queenan’s Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth ed 2012.



125



Bagan Alur Penaganan Pasien Hamil dengan HIV:



Hamil dengan Status HIV tidak diketahui / Curiga HIV



Diketahui HIV Sejak sebelum Hamil



KIE untuk Tes HIV (Strategi 3)



Tes (-)



Datang saat inpartu



Tes HIV (+)



Lanjutkan ARV yang sama



Tes (+)



1) ANC Rutin 2) ARV dengan regimen TDF + 3TC+ EFV (bagi yg belum pernah dapat ARV) 3) Pemeriksaan lab lengkap 4) Penanganan infeksi oportunistik 5) Perbaikan nutrisi. 6) Konseling rencana persalinan dan pemberian PASI.



Berikan Regimen ARV (TDF +3TC + EFV)



Periksa viral load saat UK 37-38 mg/6 bulan setelah ARV



Tidak bisa diperiksa



Bisa diperiksa



Terdeteksi



SC



126



Tidak Terdeteksi



Partus Pervaginam



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN SLE 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2 3



No. ICD Diagnosis Pengertian



M32.1 Kehamilan dengan SLE Kehamilan yang disertai dengan Lupus; adalah penyakit peradangan kronis pada sistem persendian tubuh sehingga mampu mempengaruhi fungsi organ tubuh seperti kulit, sendi, darah, dan ginjal (memenuhi kriteria ACR (American College of Rheumatology)



4



Anamnesis



1. Anamnesis obstetri 2. Anamnesis SLE : Riwayat lamanya exacerbasi sebelum kehamilan terjadi



5



Pemeriksaan Fisik



1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan fisik obstetrik Palpasi. a. Leopold I - IV. b. Auskultasi. c. Denyut jantung janin. 3. Pemeriksaan colok vagina.



6



Kriteria Diagnosis



SLE ditegakkan secara klinis dan laboratories menurut American Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut (Empat dari 11 kriteria positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas)



7



Diagnosis Banding



         



8



Pemeriksaan Penunjang



DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La (Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester)



Artritis reumatoid dan penyakit jaringan ikat lainnya Endokarditis bakterial subakut Septikemia Reaksi terhadap obat Limfoma Leukimia Trombotik trombositopenik purpura Sarkoidosis Lues II Sepsis bakterial



127



9



Konsultasi



1. 2.



Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Bagian ilmu penyakit dala divisi rhematology



10



Perawatan Rumah Sakit



1. 2.



Sesuai indikasi Obstetri Jika ditemukan flare dilakukan perawatan bersama sejawat Interna



11



Terapi / tindakan



Prenatal:  Rawat jalan bersama penyakit dalam divisi rhematologi  ANC dilakukan 1-2 minggu pada TMT 1 dan setiap 1 minggu pada TMT III  Deteksi adanya HDK dan proteinuria  USG dilakuakan tiap 1 bulan pada TMT II  Echocardiografi fetal uk 16 - 24 mg (skrining CCHB) jika SSA/ro (+)  (Jika terdiagnosa CCHB/ congenital complete hearh block dilakukan konsultasi ke divisi fetomaterna untuk pemberian dexametasone 4mg/hari selama 6 minggu sampai gejala hilang) Medikamentosa  Dilakukan pemberian prednisone o SLE ringan : 0,5mg/kbBB/hari o SLE berat:1-1,5mg/kgBB/hari Atau o Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg /kgBB /hari (jika terapi oral tidak berespon) (terapi diberikan selama 6 minggu dan dilakukan tappering off/ bila exaserbasi kembali muncul dosis dikembalikan seperti semula dan jika flare ditemukan selama kehamilan maka obat dilanjutkan gingga 6 bulan postpartum)  OAINS o Aspirin 1x 75mg (sampai 2 minggu sblm partus) Jika dengan semua obat diatas keadaan tidak membaik selama 4 minggu dapat dipertimbangkan pemberian immunosupresan (konsul ke divisi fetomaternal) Persalinan  Sesuai indikasi obstetri (untuk mencegah eksaserbasi berikan metilprednisolone i.v sampai 48jam post partum)



12



Tempat Pelayanan



13



Penyulit



1. 2. 3. 4.



Ruang bersalin resiko tinggi Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108. Masalah utama yang terjadi pada kehamilan dengan SLE yaitu meningkatnya komplikasi kehamilan terkait dengan penyakit SLE dan terjadinya flare akibat kehamilan sehingga dapat mempengaruhi 128



terhadap kondisi ibu maupun janin  Kelahiran premature  KJDR  PJT  HDK  APB  Pulmonari hipertensif 14



Informed Consent



Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien



15



Tenaga Standar



1. 2. 3. 4. 5.



16



Lama Perawatan



Dengan penyulit: disesuaikan klinis dan keadan pasien selama perawatan.



17



Masa Pemulihan



42 hari.



18



Hasil



Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.



19



Patologi



Tidak diperlukan.



20



Otopsi



Tidak diperlukan.



21



Prognosis



Dokter PPDS I Obgin tingkat Patol B Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter spesialis obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal Dokter spesialis penyakit dalam divisi rhematology Dokter Spesialis Anak.







 



Penderita SLE yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan sebelum hamil mempunyai resiko 25% terjadinya eksaserbasi pada saat hamil dan 90% kehamilannnya baik. Tetapi bila masa remisi SLE sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka resiko eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50 %, dengan luaran kehamilan yang buruk. Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi 10%. Risiko eksaserbasi meningkat tiap semester, yaitu 13% pada trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada trimester III serta 23% pada masa nifas.



22



Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik Obatetri dan Ginekologi 108



23



Tingkat Evidens & Rekomendasi



1. Kehamilan pada ibu dengan penyakit Sistemik Lupus Erithematosus (SLE) sangat berhubungan dengan tingkat kesakitan dan kematian ibu serta janin. (level B) 2. Resikokematian ibu hamil yang menderita SLE memiliki dampak 20 kali lebih tinggi karena komplikasi yang disebabkan oleh preeklamsi, trombosis, infeksi dan kelainan darah (level B) 3. Flare pada kehamilan dilaporkan antara 13 % - 68 % pada penderita



129



SLE yang hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil Jumlahnya meningkat selama kehamilan dan pada masa post partum antara 30% sampai 50% (level B) 24



Indikator Medis



Kondisi ibu dan bayi baik



25



Edukasi



1.



2.



26



Kepustakaan



1.



2.



3. 4.



Disarankan bagi wanita dengan penyakit SLE sebaiknya merencanakan kehamilan bila kondisinya sudah stabil, dan sebaiknya menunda kehamilan hingga penyakit SLE telah mencapai masa remisi selama minimal 6 bulan sebelum konsepsi untuk mencegah resiko terjadinya dampak yang buruk terhadap ibu dan janin Dampak buruk yang terjadi pada ibu diantaranya adalah meningkatkan resiko untuk terjadinya preeklamsi dan eklamsi, sedangkan dampak pada janin dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian janin, SGA, IUGR, kelahiran prematur, perdarahan dan abortus Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. L.W Kwok, L.S tam, Y.Y Leung and EK Li. 2011. Predictors of Maternal and Fetal Outcomes in Pregnancies of Patients with Systemic Lupus Erythematosus. jurnal permissions. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma. Lupus Eritematosus Sistemik pada Kehamilan. 170 JPeny Dalam, Volume 8 Nomor 2 Mei 2007. Varghese stephy, Crocker Ian, Bruce N Ian & Tower Clare. 2011. Systemic LupusErythematosus, Regulatory T Cells and Pregnancy. From www.expertreviews.com/toc/eci/7/5. Diunduh tanggal 10 Januari 2015.



Tabel Klasifikasi SLE menurut ARA (revisi 1997) ITEM



DEFINISI



Malar rash



Ruam berupa erithema terbatas, rata atau meninggi, letaknya didaerah hidung dan pipi Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat disertai penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal terhadap cahaya matahari. Adanya luka dimulut atau nasofaring, biasanya



Discoid rash



Photosensitivity Oral ulcers



130



Non erosive arthritis



tidak nyeri Artritis non-erosif yang mengenai dua sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi



Pleuritis/pericarditis



Adanya pleuritis dan perikarditis



Renal disorder



a. a.Proteinuria yang selalu > 0,5g/hari atau >3+ atau b. b.Ditemukan sel silider, mungkin eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran a. Menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia, ketoasidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia, ketoasidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit. Anemia hemolitik, Leukopenia, Limpositopenia, Trombositopenia



Neurological disrder



Haematological Imunological disorder



Positive ANA



a. Adanya sel LE atau b. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer abnormal atau c. Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen inti atau otot polos atau d. Uji serologis untuk sipilis yang positif semu selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat oleh uji imobilisasi Treponema pallidum atau uji fluoresensi absorbsi antibodi treponema Titer abnormal antibodi antinuclear yang diukur dengan cara imuno fluoresensi atau cara lain yang setara pada waktu yang sama dan dengan tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindroma lupus karena obat



131



Bagan Alur SLE dalam kehamilan HAMIL DENGAN SLE Lakukan pemeriksaan laboratorium lengkap: DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La (Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester) Resiko rendah Prednisone 0,5mg/kbBB/hari



Resiko Tinggi pemberian prednisone 1-1,5mg/kgBB/hari



Gagal Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg /kgBB /hari (jika terapi oral tidak berespon) (terapi diberikan selama 6 minggu dan dilakukan tappering off/ bila exaserbasi kembali muncul dosis dikembalikan seperti semula dan jika flare ditemukan selama kehamilan maka obat dilanjutkan gingga 6 bulan postpartum) OAINS Anti SSA/R0 dan 2 Anti SSB/La sblm partus) Aspirin 1x 75mg (sampai minggu (-)



(+)



Echocardiografi fetal uk 16 - 32 mg tiap 2 minggu (skrining CCHB) CHB (+) komplit



Pemasangan neonatal peacemaker



USG Rutin (Sesuai Jadwal)



CHB(+) inkomplit



Dexameta sone 4mg/hari (Selama 6 minggu sampai gejala hilang)



Kesejahteraan janin baik



Kesejahteraan janin buruk



Lanjutkan kehamilan



Terminasi kehamilan



Inpartu



Stress dose hidrokortison 100 mg/hari setiap 8-12 jam dan diberikan 2 -3 dosis Note: Stress dose diberikan jika pasien menerima dosis prednison minimal 20mg/hari selama lebih dari 3 minggu



132



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN ASMA 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2 3



No. ICD Diagnosis Pengertian



Z33, J45 Kehamilan dengan asma Hamil yang disertai dengan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.



4



Anamnesis



1. Anamnesis Obstetri 2. Anamnesis Penyakit asma  Kapan serangan asma terakhir dan frekwensi serangan  Frekuensi gejala serangan pada malam hari  Terapi asma yang didapat



5



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan fisik obstetri



6



Kriteria Diagnosis



Klinis Pasien sesak nafas, riwayat asma sebelumnya, ditemukan suara paru tambahan whizing atau rhonci



7



Diagnosis Banding



Pneumonia



8



Pemeriksaan Penunjang



Laboratorium lengkap dan analisa gas darah



9



Konsultasi



10



Perawatan Rumah Sakit



Pada serangn asma akut yang partial respon, tidak respon dan status asmatikus dilakukan perawat inap



11



Terapi / tindakan



Tatalaksana asma pada kehamilan : Sesuai dengan tabel penatalaksanaan asma kronis dan alur penatalaksanaan asma akut selama kehamilan.



1. 2. 3. 4.



Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal Dokter sepsialis penyakit dalam Dokter spesialis anesthesia Dokter spesialis anak



Mode persalinan:  Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan persalinan secara spontan. Namun bila ternyata penderita berada dalam serangan, tindakan vakum ekstraksi dan forseps dapat diambil untuk mempercepat kala II.  Obat maintenance dilanjutkan selama persalinan, dosis steroid diberikan 4 minggu sebelum persalinan (100mg hydrocortison/ 8



133



jam ) sampai 24 jam pasca salin 12



Tempat Pelayanan



Ruang bersalin resiko tinggi, poliklinik, ruang nifas



13



Penyulit



 



14



Informed Consent



Ya tertulis



15



Tenaga Standar



1. PPDS 1 tk Patol B 2. Spesialis obstetri dan ginekologi 3. Spesialis obstetri dan ginekologi konsultasb fetomaternal



16



Lama Perawatan



5 – 7 hari (tergantung respon obat terhadap serangan asmanya)



17



Masa Pemulihan



5 – 7 hari



18



Hasil



Mempertahankan PO2 diatas 60mmHg dengan saturasi 95%



19



Patologi



Tidak diperlukan



20



Otopsi



Tidak diperlukan



21



Prognosis



Tergatung status asmanya



22



Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik Obstetri dan ginekologi Kontrol poliklinik penyakit dalam divisi Pulmonologi



23



Tingkat Evidens & Rekomendasi



Wanita dengan asma berat akan cenderung mengalami eksaserbasi selama kehamilan (level evidence B)



24



Indikator Medis



Kondisi ibu dan janin baik



25



Edukasi



1. Menghindari alergen yang menjadi pencetus seragan asma 2. Memberikan pemahaman tentang pengaruh asma terhadap kehamilan dan sebaliknya 3. Penggunaan obat – obatan untuk maintenance asma pada kehamilan.



26



Kepustakaan



1. NIHA. 2004. Working Group Report on Managing Asthma During Pregnancy: Recommendations for Pharmacologic Treatment. National Institutes of Health, National Heart, Lung, and Blood Institute, United State of America 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia. 3. Urbano FL (2008) Review of the NAEPP 2007 Expert Panel Report (EPR-3) on Asthma Diagnosis and Treatment Guidelines. J Manag Care Pharm 14 (1):41-9.



Ibu : preeclampsia Janin: preterm labor, BBLR, kematian janin, PJT, placental abruption, KPD



134



4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In: Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.



135



Tabel Klasifikasi asma menurut NIH Severity Intermittent Component Symptoms



≤ 2 hari/minggu



Nocturnal awakenings



≤ 2x/bulan



Short-acting – β agonist for symptoms



≤ 2 hari/minggu



Interference with normal activity Lung function



tidak







FEV1







FEV1/FVC



Normal diantara exacerbasi >80% diprediksi Normal



Mild >2 hari/minggu, tidak seharian 3–4x/bulan



≥2 hari/minggu, tapi bukan >1x/hari Limitasi minor



≥80% diprediksi Normal



Persistent Moderate sehari



Severe Sepanjang hari



>1/minggu, tidak malam hari sehari



Sering 7x/minggu



Beberapa limitasi



Limitasi Berat



60–80% diprediksi menurun 5%



5



Beberapa kali sehari



Tabel Penatalaksanaan asma kronik dalam kehamilan Severity Mild intermittent Mild persistent Moderate persistent



Severe persistent



Langkah Therapy β-agonists inhalasi a Corticosteroids inhalasi dosis rendahb Alternatif —cromolyn, leukotriene antagonists, atau theophylline Dosis rendah corticosteroids inhaled dan long-acting β -agonistsc atau medium-dose steroids inhaled dan long-acting β -agonist jika dibutuhkan Alternatif —dosis rendah (atau medium jika diperlukan) steroids inhalasi dan theophylline atau leukotriene antagonists Corticosteroids inhalasi dosis tinggi dan long-acting β -agonist dan steroids oral jika diperlukan Alternative—high-dose inhaled corticosteroids and theophylline and oral steroids



a



Albuterol dipilih karena lebih aman untuk ibu hamil. Budesonide dipilih karena lebih umum digunakan pada kehamilan . c Salmeterol dipilih karena avaibilitas obatnya yang panjang. b



136



Bagan Alur penatalaksanaan serangan asma akut dalam kehamilan



Hamil dengan Serangan asma akut



Terapi awal :1st line: short acting β2 – agonist inhaler. Samapai dengan 3 kali 2-4 puff dengan MDI interval 20 menit atau penanganan dengan nebulizer.



Respon Baik (mild exacerbation) Tidak ada sesak dan whezzing (FEV1 or PEFR meningkat diatas 80%)



Rawat Jalan



 Lanjutkan pemberian short acting β2 – agonist inhaler setiap 3 – 4 jam selama 24 – 48 jam.  Pada pasien yang manggunakan Kortikosteroid inhaler, dosis dinaikkan 2 kali lipat selama 7 – 10 hari.



Respon tidak sempurna (Moderate exacerbation) Sesak ringan-sedang (FEV1 or PEFR dibawah 50 -80%)



Respon jelek (Severe exacerbation) Sesak memberat, mengantuk, penurunan kesadaran (FEV1 or PEFR meningkat dibawah ≤ 40%)



Status asmatikus



Rawat inap (ruang bersalin/intermediete/HCU)



 Lanjutkan terapi dengan menggunakan short acting β2 – agonist inhaler  dtambah dengan Kortikosteroid oral



137



 Ulangi pemberian short acting β2 – agonist inhaler secepatnya  pemberian kortikosteroid oral.  Jika sesak tambah berat dan tidak response hubungi tim emergency.



Konsul anestesi untuk dilakukan intubasi



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN HIPERTIROID 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2 3



No. ICD Diagnosis Pengertian



Z33, E05 Kehamilan Dengan Hipertiroid Kehamilan disertai dengan peningkatan aktivitas kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid (triiodothyronine (T3) dan/atau thyroxine (T4))



4



Anamnesis



1. Anamnesis Obstetri 2. Anamnesis Penyakit Hiertiroid a. Sejak kapan didiagnosa hipertiroid b. Riwayat pengobatannya c. Keluhan subyektif hypertiroid sesuai index wayne



5



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan fisik obstetri



6



Kriteria Diagnosis



Klinis (gejala dan Tanda) : index Wayne ≥20 Laboratorium : FT4 (meningkat) >1,2 ng/dL dan TSHs (menurun) 500 cc pada persalinan pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea. Penyebab PPP : 1. Atonia uteri. (Tonus) 2. Robekan jalan lahir (Trauma) 3. Retensio / sisa plasenta (Tissue) 4. Gangguan pembekuan darah (Trombin) Perdarahan post partum terdiri atas: 1. Primer adalah bila PPP terjadi dalam 24 jam pertama. 2. Sekunder adalah bila PPP terjadi setelah 24 jam.



4



Anamnesis



1. Jumlah darah yang keluar. 2. Gejala - gejala seperti pusing, berdebar - debar, lemah, berkeringat dingin, sesak nafas dan air kencing ( jumlah dan warna).



5



Pemeriksaan Fisik



1. Pemeriksaan fisik umum. 2. Pemeriksaan fisik obstetri.



6



Kriteria Diagnosis



Kriteria umum : 1. Perdarahan > 500 cc pada partus pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea atau perdarahan aktif. 2. Keadaan umum cukup / buruk. 3. Kesadaran GCS ≤15. 4. Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg dan diastolik ≤ 60 mmHg. 5. Nadi ≥ 100x/menit dan lemah. 6. Respirasi > 20 x/ menit, cepat dan dangkal ( kusmaul ). 7. Suhu tubuh dalam batas normal. 8. Skala nyeri Kriteria khusus : 1. Atonia uteri. - Palpasi teraba tinggi fundus uteri setinggi pusat atau lebih dan kontraksi yang lembek. - Inspekulo perdarahan merah atau stolsel keluar dari OUE. 2. Robekan jalan lahir.



158



-



Palpasi teraba fundus uteri setinggi 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik. Inspeksi vulva dan inspekulo vagina disertai serviks tampak robekan dengan perdarahan aktif. - Pemeriksaan bimanual teraba robekan uterus. 3. Retensio plasenta / sisa plasenta. 3.1. PPP primer. - Plasenta tidak lahir 30 menit pada kala III. - Plasenta lahir inkomplit. - Palpasi tinggi fundus uterus 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik. - Digitalisasi ditemukan sisa jaringan. 3.2. PPP Sekunder. - Palpasi teraba fundus uterus tidak sesuai dengan involusi dan kontraksi lembek. - Inspekulo darah berasal dari OUE. - Dapat disertai oleh tanda-tanda infeksi puerperalis. 4. Gangguan pembekuan darah. - Palpasi fundus uterus sesuai dengan involusi. - Inspeksi dan inspekulo perdarahan merembes dari OUE atau timbul hematoma pada bekas jahitan atau tempat suntikan. - Faal hemostasis memanjang. Catatan : Faktor risiko perdarahan pasca persalinan : 1. Anemia. 2. Perdarahan antepartum. 3. Korioamnionitis. 4. Grandemultipara. 5. Gangguan koagulasi. 6. Pemberian MgSO4. 7. Gemelli. 8. Persalinan dengan tindakan. 9. Partus presipitatus. 10. Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya. 11. Persalina lama. 12. Kelainan uterus. 13. Riwayat seksio sesarea. 14. Persalinan dengan induksi. 7



Diagnosis Banding



1. 2. 3. 4.



Mioma uterus. Kanker serviks. Polyp serviks. Syok kardiogenik.



8



Pemeriksaan Penunjang



1. Laboratorium: a. Darah lengkap. b. Faal hemostasis. 2. USG. 3. KTG.



159



9



Konsultasi



1. Dokter Spesialis Anasthesi. 2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.



10 Perawatan Rumah Sakit



Semua pasien dengan perdarahan post partum harus dirawat di rumah sakit.



11 Terapi / tindakan



Penanganan umum: 1. Posisikan pasien ( Fowler ). 2. Longgarkan jalan nafas dan berikan oksigen sungkup 4 liter/menit. 3. Pasang IV line dengan abocath G.18 single dan atau double serta sampel darah. 4. Cairan RL tetesan cepat 1000 cc/30 menit.



Penanganan sesuai penyebab : 1. Atonia uteri. a. Masage fundus uteri. b. Berikan uterotonika. c. Lakukan kompresi bimanual. d. Bila tetap terjadi perdarahan lakukan tamponade balon intra uterin dengan menggunakan Sengstaken - Blakemore Oesophageal Catheter ( SBOC ) atau kondom kateter masukkan cairan antara 300 - 400 cc untuk menimbulkan kompresi.



Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya pada atonia uteri Jenis dan cara



Oksitosin



Ergometrin



Misoprostol



Dosis dan cara pemberian awal



IV : infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologik dengan 60 tetesan per menit



IM atau IV (secara perlahan) 0,2 mg



Oral 600 mcg atau rektal 800 mcg



IM : 10 unit Dosis lanjutan



IV : infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologik dgn 40 tetes/menit



Ulangi 0,2 mg setelah 15 menit jika masih diperlukan beri IM / IV setiap 2 - 4 jam



400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal



Dosis maksimal perhari



Tidak lebih dari 3 liter larutan dengan oksitosin



Total 1 mg atau 5 dosis



Total 1200 mcg



Indikasi kontra



Tidak boleh memberi IV secara cepat atau



Preeklampsia, vitium



Nyeri kontraksi,



160



atau hati-hati



bolus



kordis, hipertensi



asma



Gambar 1. Tamponade balon



e. Bila tetap terjadi perdarahan disertai hemodinamik masih stabil dan ingin mempertahankan fertilitas dapat dilakukan jahitan kompresi : - B - Lynch. Menggunakan kromik catgut no. 1 atau no. 2, Vicryl 0 ( Ethicon ). Tindakan B - Lynch ini harus didahului tes tamponade untuk menilai efektifitas tindakan B - Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus secara langsung di meja operasi. - Cho multiple square. Dilakukan pada perdarahan oleh karena plasenta previa. - Metode Hayman. Dilakukan pada pasien yang sebelumnya tidak dilakukan seksio sesarea. Gambar 2. B - Lynch, Cho multiple square dan metode Hayman



161



Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management f.



Systemic Pelvic Devascularization - Ligasi a. uterina. - Ligasi a. hipogastrika.



162



Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management



2. Robekan jalan lahir. a. Periksa vulva, vagina dan serviks untuk menentukan lokasi sumber perdarahan dilakukan ligasi dan repair. b. Periksa tanda - tanda ruptur uteri, bila terjadi ruptur uteri segera lakukan laparotomi dan dilakukan repair atau histerektomi. 3. Retensio / sisa plasenta. a. Bila plasenta belum lahir segera lakukan menajemen aktif kala III. b. Bila gagal lakukan plasenta manual. c. Bila plasenta keluar tidak lengkap lakukan kuretase dengan hati - hati menggunakan sendok kuret tumpul yang terbesar. 4. Gangguan pembekuan darah. a. Lihat tanda - tanda gangguan pembekuan darah secara klinis seperti petechie, perdarahan subkonjungtiva dan bekas tusukan jarum. b. Bila uterus berkontraksi baik dan trauma jalan lahir sudah teratasi tetapi tetap terjadi perdarahan lakukan pemeriksaan faktor - faktor pembekuan darah seperti BT / CT, PTT / APTT, kadar fibrinogen dan D - dimer. c. Transfusi komponen darah : - 4 unit PRC. - 4 unit Fresh Frozen Plasma. - 1 unit Trombosit Konsentrat. - Kalsium glukonas. d. Pemberian Cryoprecipitate 1 unit per 10 kg berat badan dipertimbangkan bila : - Perdarahan secara klinis masih terjadi. - Tampak tanda - tanda DIC. - Kadar fibrinogen kurang dari 1 g/L. 12 Tempat Pelayanan



6. Ruang bersalin. 7. Kamar operasi.



163



8. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 9. Poliklinik 108. 13 Penyulit



14 Informed Consent



1. Syok. 2. DIC. 3. Gagal ginjal. Ya, tertulis.



15 Tenaga Standar



1. 2. 3. 4.



16 Lama Perawatan



1. Partus pervaginam 1 - 2 hari. 2. Seksio seksio sesarea 2 - 3 hari. 3. Tergantung kondisi pasien.



17 Masa Pemulihan 18 Hasil



PPDS I tingkat Chief. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Anasthesi. Dokter Spesialis Penyakit Dalam.



42 hari 1. Perdarahan pada ibu berhasil diatasi. 2. Ibu tidak jatuh ke dalam keadaan syok. 3. Ibu berhasil diselamatkan.



19 Patologi



Tidak perlu.



20 Otopsi



Tidakl perlu.



21 Prognosis



Dubius ad bonam



22 Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108.



23 Tingkat Evidens & Rekomendasi



-



24 Indikator Medis



Manajemen aktif kala III menurunkan kehilangan darah dan menurunkan resiko HPP (level evidence A) Penggunaan Oxitosin untuk penanganan rutin aktif manajemen kala III menurunkan resiko HPP hingga 60% (level evidenec A)



Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.



25 Edukasi



1. 2. 3. 4.



Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk kehamilan berikutnya. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi dan menstruasi. Mobilisasi dini. Nutrisi.



26 Kepustakaan



1. WHO Guidelines for the Management of Post Partum Haemorrhage and Retained Placenta, WHO Library Cataloguing in Publication Data, 2009. 2. RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management of Postpartum



164



Haemorrhage, no 52 May 209. 3. Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton University Hospital NHSTrust, January 2011. 4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines, Primary Postpartum Haemorrhage, July 2009. 5. SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of the Third Stage of Labour: Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage, no 235, October 2009. 6. Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenan’s Management of High Risk Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289 - 291. 7. Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive Care Manual, Third Ed. Mc Graw Hill, 2011.p. 27 - 38. 8. Lynch, C.B. Conservative Surgical Management, in Postpartum Hemorrhage, p.287 - 297. 9. Koh E, Daavendra K, Tan L K, B-Lynch Suture for The Treatment of Uterine Atony, Singapore Med J 2009. 10. www. medscape.com, Use of a Condom for Control Massive Postpartum Hemorrhage, 2010. 11. Rather S Y, et al. Use of Condom for Control Intractable PPH, J & K Health Service, Kashmir, Vol 12, 2010. 12. Karkata M K, Kristanto H, Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawa Sari, 2012. hal.166 - 174. 13. RCOG. 2011. Prevention And Management Of Postpartum Haemorrhage. Green-top Guideline No.52.



165



Bagan Alur Pada Perdarahan Pasca Persalinan



Penanganan Segera: - Ask for HELP. - Baringkan pasien kepala lebih rendah. - Penilaian Vital Sign. - Lakukan Resusitasi ABC - Pasang IV line double + ambil sampel darah, periksa lab, siapkan transfusi darah - Pemeriksaan Obstetri.



Tissue



Tone - Menajemen aktif kala III. - Oxytosin 5-10 IU. - Bila gagal lakukan plasenta Manuil. - Inkomplit lakukan kuret



Tidak - Massage fundus uteri - Kosongkan blass, pasang kateter. - Kompresi bimanual interna. - Oxytosin drip 20 u ~ 60 tts/mt - Misoprostol 800-1000 mg per rektal.



Plasenta Lahir ? Ya Tidak Kontraksi Uterus Baik ?



Trauma Ya - Periksa robekan jalan lahir.(vagina,cervix, uterus) - Repair robekan. - Koreksi inversio uteri. - Bila ruptur uteri dilakukan laparotomi. (Repair/Hysterektomi)



Ya Trauma jalan lahir ? Tetap Perdarahan Kontraksi jelek Tidak



Trombin Balon intra uterin (Kondom kateter)



Tetap Perdarahan



- Bila semua prosedur telah dilakukan tetapi tetap perdarahan pikirkan gangguan pembekuan darah. - Terdapat tanda-tanda DIC - BT/CT memanjang, TC menurun, Fibrinogen menurun < 1g/L, PTT/APTT memanjang.



Kontraksi Jelek



Transfusi:



Bedah konservatif: - Jaritan kompresi (B Lynch/Metode Surabaya/Cho - Ligasi arteri uterina/Hypogastrika



Hysterektomi



166



-



Whole blood/Fresh blood. Fresh Frozen Plasma. Trombosit konsentrat. Cryoprecipitates.



167



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI EMBOLI AIR KETUBAN 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2



No. ICD Diagnosis



O88.1 Emboli Air Ketuban



3



Pengertian



Masuknya air ketuban, sel - sel fetus atau material debris lainnya ke dalam sirkulasi maternal yang dapat mengakibatkan reaksi anafilaktik dan obstruksi mekanis pada pembuluh darah utama ibu.



4



Anamnesis



Pasien dalam proses persalinan, operasi seksio sesarea, tindakan kuretase atau pada masa nifas mengeluh sesak nafas, sianosis, syok, gangguan kesadaran sampai koma, kejang dan terkadang didapatkan gangguan pembekuan darah (DIC) dengan menyingkirkan penyebab yang lain seperti penyakit jantung, penyakit paru, reaksi anafilaksis dan perdarahan.



5



Pemeriksaan Fisik



3. Pemeriksaan fisik umum. 4. Pemeriksaan fisik obstetri : d. Palpasi. Leopold I - IV. e. Auskultasi. Denyut jantung janin. f. Pemeriksaan colok vagina.



6



Kriteria Diagnosis



1. Pasien dalam proses persalinan, tindakan operasi seksio sesarea, tindakan kuretase dan pasca persalinan. 2. Mengeluh sesak nafas, sianosis, syok, penurunan kesadaran sampai koma, kejang dan terkadang didapatkan gangguan pembekuan darah (DIC). 3. Pemeriksaan saturasi oksigen didapatkan tanda hipoksemia (SaO2< 60). 4. Pemeriksaan post mortem ditemukan sel squamous atau debris di pembuluh darah pulmonal ibu.



7



Diagnosis Banding



1. Syok anafilaksis. 2. Syok kardiogenik. 3. Syok hipovolemik.



8



Pemeriksaan Penunjang



1. 2. 3. 4.



DL. UL. BT / CT. Faktor - faktor pembekuan darah.



168



9



Konsultasi



1. Dokter Spesialis Anak. 2. Dokter Spesialis Anasthesi. 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.



10



Perawatan Rumah Sakit



11



Terapi / tindakan



1. 2. 3. 4.



12



Tempat Pelayanan



1. 2. 3. 4.



13



Penyulit



1. Kematian janin dalam rahim 2. Kematian ibu.



14



Informed Consent



15



Tenaga Standar



16



Lama Perawatan



Lama perawatan tergantung dari kondisi pasien.



17



Masa Pemulihan



42 hari.



18



Hasil



Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.



19



Patologi



Didapatkan sel squamous atau debris di dalam pembuluh darah pulmonal ibu.



20



Otopsi



Diperlukan



21



Prognosis



Dubius ad malam.



22



Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108



23



Tingkat Evidens & Rekomendasi



24



Indikator Medis



Semua ibu hamil dengan emboli air ketuban dirawat di rumah sakit. Oksigenasi dengan sungkup 4 lt/mt. Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi. Ventilasi mekanis. Resusitasi jantung paru ( RJP ).



Ruang bersalin. Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108.



Ya, tertulis. 1. 2. 3. 4. 5.



Dokter PPDS I Obgin tingkat chief Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Anak. Dokter Spesialis Anasthesi.



Ibu dan bayi berhasil diselamatkan.



169



25



Edukasi



1. ASI eksklusif. 2. Mobilisasi dini. 3. KB post partum.



26



Kepustakaan



1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Antepartum Assessment. In: William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill.



170



Bagan alur Emboli air ketuban



Suspek Emboli air ketuban :  Sesak  sianosis  Syok  Kejang- kejang Resusitasi  Airway control  O2 100%  Iv line (Bolus cairan)  Hidrokortison 4x500 mg (iv)  Drip Dopamin  Terjadi henti jantung (cardiac arrest)



lakukan Resus call



Hamil ≥ 28 minggu



   



Hamil < 28 minggu



Lakukan resusitasi Jantung paru



Lakukan RJPO dalam waktu 4 menit (Left Uterus displacement) Siapkan peralatan SC



Membaik



4 menit RJP gagal Perimortem SC (Green code) Bayi harus lahir kurang dari 5 menit



Lanjutkan resusitasi jantung paru 



Perawatan ruang intensif



171



172



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI SEPSIS 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2



No. ICD Diagnosis



A.40 Sepsis



3



Pengertian



Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksindilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi, Sepsis merupakan SIRS ditambah dengan sumber infeksi yang jelas



4



Anamnesis



5



Pemeriksaan Fisik



Panas badan / hipotermia, sesak nafas, berdebar debar dan sampai penurunan kesadaran Pemeriksaan fisik Umum: KU: baik - sampai penurunan kesadaran  Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;  Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah 20/menit;



6



Kriteria Diagnosis



Tanda dan gejala infeksi ini harus memenuhi paling sedikit 2 kriteria dari Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) disertai dengan sumber infeksi yang jelas. 1. Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat; 2. Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah 20/menit; 4. Jumlah sel-sel darah putih yang tidak normal, yaitu >12000 sel/cu mm atau 18 tahun 178



Laparoskopi kistektomi, ablasi - eksisi



Agonis GnRH + add-back 3-6 bulan



NYERI curiga endometriosis



Anamnesis : dismenore, dispareuni & nyeri yang lain



2. Belum menikah / remaja



2. sudah menikah/ belum ingin anak



3. perimenopause



Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan pemeriksaan dalam / USG transvagina 2. selanjutnya sama dengan penatalaksanaan untuk yang belum menikah / remaja



Massa –



Massa +



Terapi empiris :  



NSAID PKK



Selama 1-3 bulan



Nyeri hilang



Lanjutkan terapi  



PKK / Progestogen



3.



Nyeri tidak hilang



Pertimbangkan terapi bedah konservatif atau radikal TAH-BSO dengan tambahan terapi hormon estrogen progesteron



Selama 3 bulan 179



INFERTILITAS curiga endometriosis



Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait diagnosis endometriosis Lakukan tindakan laparoskopi untuk visualisasi stadium endometriosis berdasarkan klasifikasi “ASRM”



Stadium 1 atau 2



Stadium 3 atau 4



Laparoskopi ablasi atau eksisi



Laparoskopi ablasi – eksisi restorasi organ reproduksi



Perhatikan usia penderita



Usia < 35 tahun



Periksa cadangan ovarium



Usia ≥ 35 tahun



Expectant 3-6 bulan



Periksa cadangan ovarium



Abnormal



Normal



Bila tidak hamil



Inseminasi intra uteri



Normal



Stimulasi ovarium minimal



bila tetap tidak hamil



Fertilitasi in virto Alogoritma penggunaan agonis GnRH selama 3 bulan sebelum fertilisasi in virto meningkatkan angka kehamilan



180



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI INFERTILITAS 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 27. No. ICD



N.97



28. Diagnosis



Infertilitas Wanita



29. Pengertian



Infertilitas primer adalah kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan harmonis selama 1 tahun tanpa kontrasepsi, walau sebelumnya pernah hamil atau mempunyai anak .



30. Anamnesis



12. Menanyakan riwayat menstruasi dan membuat menogram dalam 3 bulan terakhir. 13. Menanyakan riwayat sosial terkait faktor risiko infertilitas 14. Menanyakan riwayat medis pasien sebelumnya 15. Menanyakan riwayat penggunaan kontrasepsi dan pengobatan sebelumnya



31. Pemeriksaan Fisik



10. Pemeriksaan fisik umum 11. Pemeriksaan ginekologi



32. Kriteria Diagnosis



1. Pasangan belum memiliki anak setelah satu tahun 2. Hubungan seksual teratur (minimal 2 kali seminggu) 3. Tidak menggunakan kontrasepsi



7.



Tidak ada



Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang



1. Pemeriksaan ultrasonografi terkait fertilitas 2. Pemeriksaan fungsi ovulasi berupa kadar hormonal (LH, FSH, progesteron, AMH, estradiol 3. Pemeriksaan klamidia trakomatis 4. Pemeriksaan uterus dan tuba (histerosalfingografi, SIS, histeroskopilaparokopi) 5. Pemeriksaan sperma analisa



Konsultasi



6. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi 7. Bagian Andrologi 8. Bagian Urologi



Perawatan Rumah Sakit



Pasien rawat jalan. Rawat inap dilakukan bila akan dilakukan



181



Terapi / tindakan



pemeriksaan operatif seperti laparoskopi. Tatalaksana Terkait Kausa Infertilitas: 1. Faktor Uterus - Endometriosis dan Adenomiosis : Laparoskopi, laparotomi, reseksi / prosedur Osada, Fertilisasi in Vitro 2. Gangguan Ovulasi - SOPK : perubahan gaya hidup, induksi ovulasi - SOPK resisten : induksi ovulasi dengan rFSH dosis rendah kronis, laparoscopic drilling - SOPK gagal lini kedua : FIV - Hiperprolaktinemia : Agonis dopamine - Cadangan ovarium menurun : kemungkinan FIV - Gangguan hipofisis : induksi ovulasi dengan rFSH dan rLH 3. Faktor Tuba - Oklusi tuba unilateral : laparoskopi atau laparotomi, rekonstruksi tuba - Oklusi tuba bilateral : kemungkinan FIV - Hidrosalfing bilateral : laparoskopi salfingektomi, kemungkinan FIV



Tempat Pelayanan



Ruang poliklinik fertilitas, ruang tindakan, ruang operasi, ruang pulih



Penyulit



Hamil ektopik, OHSS, hamil kembar, perdarahan, infeksi



Informed Consent



Informed consent tertulis (prosedur diagnosis, terapi dan risiko tindakan lainnya).



Tenaga Standar



9. PPDS I Obgin tk senior B 10. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi



Lama Perawatan



Satu hingga beberapa siklus



Masa Pemulihan



1-3 hari, tergantung besar rindakan



Hasil



Kehamilan



Patologi



Biopsi endometrium, dan biopsi jaringan yang dieksisi pada tindakan diagnostic atau kuratif



Otopsi



Tidak diperlukan



Prognosis



Tergantung pada jenis kelainan dan berat ringan derajat penyakit



Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108, Klinik bayi tabung



Tingkat Evidens & Rekomendasi



- 84% pasangan yang berhubungan rutin tanpa kontrasesi akan mengalami kehamilan dalam setahun pertama dan 92% dalam tahun kedua (Level 3,4) - Merokok dan alkohol dapat menurunkan tingkat kesuburan (Level 2,3) - Wanita dengan IMT >29 kg/m2 mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk hamil dan menurunkan massa tubuh dapat membantu meningkatkan kemungkinan kehamilan (Level 2) - Pemeriksaan progesteron fase midluteal sebaiknya dilakukan pada



182



-



-



-



-



-



-



-



wanita infertil dengan menstruasi regular (Level 2) Pemeriksaan klamidia trakomatis sebaiknya ditawarkan sebelum instrumentasi uteri (Level 2) Wanita tanpa komorbiditas yang diketahui (PRP, KET sebelumnya, endometriosis) sebaiknya menjalani HSG untuk penapisan oklusi tuba (Level 2) Pasien sebaiknya tidak dianjurkan menjalani histeroskopi saja untuk koreksi kelainan uterus, karena manfaat terhadap tingkat kehamilan belum diketahui, kecuali ada indikasi medis (Level 2) Pemeriksaan lender serviks passka koitus tidak rutin dilakukan (Level1) Klomifen sitrat dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II sebagai lini pertama dalam 12 bulan (Level 1) dengan risiko kehamilan ganda (Level 2), serta pada infertilitas idiopatik (Level 1) Metformin dapat diberikan pada penderita SPOK resisten klomifen sitrat dengan IMT >25 kg/m2 Gonadotropin dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II yang tidak mengalami ovulasi dengan klomifen sitrat, serta pada prosedur FIV (Level 1) GnRH analog dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas I secara pulsatil (Level 2) dan sebagai downregulator pada prosedur FIV (Level 1) Agonis dopamine dapat diberikan pada penderita gangguan ovulasi WHO kelas IV (Level 1) Ablasi atatu reseksi operatif dapat meningkatkan kemungkinan kehamilan pada beberapa kondisi, seperti endometriosis minimal ringan (Level 1), endometrioma ovarium (Level 1), dan endometriosis sedang berat (Level 2) Inseminasi intrauterine dapat ditawarkan pada penderita fertilitas pria ringan, infertilitas idiopatik, dan endometriosis minimal ringan sebanyak hingga 6 siklus (Level 1)



Indikator Medis



Keberhasilan FIV per siklus berdasarkan usia wanita: - 23-35 tahun : >20% - 36-38 tahun : 15% - 39 tahun : 10% - 40 tahun atau lebih : 6%



Edukasi



Hindari konsumsi alkohol, merokok, manajemen stress, olahraga ringan sedang, pengaturan indeks massa tubuh, efek samping dan kemungkinan keberhasilan terapi.



Kepustakaan



20. RCOG. Fertility: assessment and treatment for people with fertility problems. 2004 21. Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, Hoffman B, Bradshaw K, Cunningham. Williams Gynacology: McGraw-Hill 22. WHO. Infertility. 2013 23. ASRM Defiitions of infertility and recurrent pregnancy loss: a committee opinion. Fertil Steril. 2013;Jan 99 (1):63 24. Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 2010 25. Kamath M, Bhattcharya S. Best practice & research clinical obstetrics



183



and gynaecology. 2012 26. Belen A,Jacobs H. Infertility in practice. Leeds and UK: Elsevier Science;2003 27. World Health Organization. WHO manual for standardized investigation and diagnosis of the infertile couple. Cambridge: Cambridge university press. 2000



Algoritma Penanganan Infertilitas



184



185



186



187



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI MENOPAUSE 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian



N95.1 Menopause Menopause Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen, dipastikan setelah: amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan ditandai oleh kadar FSH tinggi (>35 mIU/ml) dengan Estradiol rendah ( 65 tahun. Menopause iatrogenik adalah pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatika, atau penyebab lainnya. Menopause prekok Menopause yang terjadi pada usia 35mIU/ml) dan Estradiol rendah (< 30 pg/ml)



Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang



1. Pemeriksaan kadar FSH ,LH dan Estradiol 2. Pemeriksaan fungsi tyroid (TSH dan FT4) Dilakukan jika didapatkan keluhan klimatorik (vasomotor) tetapi hasil FSH, LH, dan Estradiol normal 3. Pemeriksaan Densitometer Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan faktor risiko osteoporosis seperti menopause dini, pasca menopause, telat menarche, kurus, kurang olah raga, kurang aktivitas, kebiasaan merokok, minum kopi, soda dan alkohol, diet rendah kalsium, nyeri tulang dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan hipertyroid. Hasil densitometer berupa T-skor dan Z-skor T-skor adalah skor yang memfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam risiko untuk berkembang menjadi osteoporosis, sedangkan Z-skor adalah skor yang digunakan untuk memperkirakan risiko fraktur di masa yang akan datang. Z-skor menentukan perbedaan nilai simpang baku wanita dibandingkan dengan wanita dengan usia yang sama tanpa osteoporosis. Nilai T-skor >-1 SD : densitas tulang normal Nilai T-skor di antara -1 dan -2,5 SD : osteopenia Nilai T-skor 6 bulan



-FSH, LH,E2 - Densitometer tulang - USG - Rontgen tulang



Tidak Ada Sarana Usia Amenorhea > 6 bulan HRT Konsultasi Bagian Lain



Konsultasi bagian lain



Observasi -FSH > 40 IU/ml -E2 < 30 pg/ml -Sitologi: Atrofi -Osteoporosi (+)



-FSH dan E2 Normal -Osteoporosi (+)



Terapi Pencegahan



Pencegahan



193



TTTTerapi



Timbul Keluhan atau Menopause > 1 tahun tanpa keluhan



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 33.



No. ICD



34.



Diagnosis



Perdarahan Uterus Abnormal



35.



Pengertian



Semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan 1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya. 2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut. 3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia.



36.



Anamnesis



18. Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya (Rekomendasi B). Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal. 19. Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand (Rekomendasi B). 20. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi. 21. Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf (PBAC) atau skor “perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan untuk diagnosis dan menilai kemajuan pengobatan PUA (Rekomendasi C). 22. Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif.



194



23. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian antikoagulan dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C1. 37.



Pemeriksaan Fisik



5.



Kriteria Diagnosis



1. Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik. 2. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. 3. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa. 4. Pemeriksaan Ginekologis Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified. A. Polip (PUA-P) Definisi : bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Gejala : PUA.



Diagnostik : histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. endometrium yang memiliki vaskularisasi dan di lapisi oleh epitel endometrium. B. Adenomiosis (PUA-A) Definisi : m ektopik pada lapisan miometrium Gejala : nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik. abnormal.



195



Diagnostik endometrium pada hasil histopatologi. pemeriksaan MRI dan USG. cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium. endometrium ektopik pada jaringan miometrium. C. Leiomioma (PUA-L) Definisi



Gejala



abdomen Diagnostik penyebab tunggal PUA. hubungan mioma uteri dengan endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri.



(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya; subserosum. D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M) Definisi : endometrium Gejala :



Diagnostik merupakan penyebab penting PUA. an hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi 196



FIGO dan WHO.



E. Coagulopathy (PUA-C) Definisi : uterus Gejala : Perdarahan uterus abnormal Diagnostik yang terkait dengan PUA. memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand. F. Ovulatory dysfunction (PUA-O) Definisi



Gejala :



Diagnostik manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. (PUD). rdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak. (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan. G. Endometrial (PUA-E) Definisi : dengan terjadinya perdarahan uterus. Gejala :



Diagnostik



197



siklus haid teratur. lokal endometrium. endothelinfibrinolisis. yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium. -E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi. H. Iatrogenik (PUA-I) Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR. estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding (BTB). sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut :



koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C. I. Not yet classified (PUA-N) not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi. kronik atau malformasi arteri-vena.



6. 7.



Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



Test Kehamilan DL, BT/CT PT, APTT, Fibirinogen, D-dimer vWF, agregasi trombosit SGOT/SGPT FT4, TSH, FSH, LH, E2,SHGB, DHEAS Ureum, Creatinin GDS, Pap smear USG Transabdominal USG Transvaginal Progesteron serum D & K atau biopsy untuk pengambilan sampel endometrium SIS 198



8.



Konsultasi



9.



Perawatan Rumah Sakit



10. Terapi / tindakan



15. Histeroskopi 16. Kolposkopi 9. Bagian Penyakit Dalam 1. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang stabil 2. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Tergantung dari penyebab perdarahan



11. Tempat Pelayanan



Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan ginekologi.



12. Penyulit



Syok hipovolemik, penyakit metabolik penyerta



13. Informed Consent



Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan, pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan dan risiko tindakan lainnya).



14. Tenaga Standar



13. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B 14. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi



15. Lama Perawatan



Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.



16. Masa Pemulihan



Tergantung penyebab perdarahan



17. Hasil



Hemodinamik stabil dan penegakan diagnostik penyebab perdarahan



18. Patologi



Dilakukan untuk kecurigaan penyebab kelainan struktural



19. Otopsi



Tidak diperlukan



20. Prognosis



Dubius ad bonam.



21. Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108.



22. Tingkat Evidens & Rekomendasi 23. Indikator Medis 24. Edukasi 25. Kepustakaan



1. Munro MG, Critchley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system (PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in nongravid women of reproductive age. International journal of gynaecology and obstetrics: the official organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics. 2011 Apr; 113(1): 3-13. 2. The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The management of heavy menstrual bleeding ; Nice Guideline, 2007. 3. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, et al. Clinical practice guidelines on menorrhagia:



199



management of abnormal uterine bleeding before menopause. European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 2008 Oct;152(2): 133-7. 4. Oehler MK, Rees MC. Menorrhagia: an update. Acta obstetricia et gynecologica Scandinavica. 2003 May;82(5): 405-22.



200



Bagan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal akut dan banyak



201



Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Kronis



202



Panduan Investigasi Evaluasi Uterus



203



PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABORTUS BERULANG 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 38. No. ICD 39. Diagnosis 40. Pengertian



629.81 (ICD 9) N96 (ICD 10) Abortus berulang Kejadian keguguran paling tidak sebanyak 2 kali atau lebih berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan/atau berat janin kurang dari 500 gram



41. Anamnesis



24. Menanyakan keluhan saat ini, jumlah perdarahan dan adanya jaringan yang keluar 25. Menanyakan adanya telat haid dan hari pertama haid terakhir 26. Menanyakan riwayat obstetrik sebelumnya 27. Menanyakan riwayat medis 12. Pemeriksaan fisik umum 13. Pemeriksaan ginekologi 14. Pemeriksaan ultrasonografi 15. Pemeriksaan laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin, bleeding time, cloting time, faal hemostasis 11. Wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau kurang (terdapat riwayat terlambat haid dan dikonfirmasi dengan tes kehamilan) 12. Terdapat perdarahan yang disertai dengan keluarnya hasil konsepsi 13. Riwayat keguguran sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih berturutturut dari anamnesis dengan pasien



42. Pemeriksaan Fisik



43. Kriteria Diagnosis



44. Diagnosis Banding



Abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion



45. Pemeriksaan Penunjang



7. Laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,bleeding time, cloting time, faal hemostasis 8. USG 9. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mencari etiologi



46. Konsultasi



10. Bagian Obstetri dan Ginekologi divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi 11. Bagian Anestesi



47. Perawatan Rumah Sakit



Pasien dirawat one day care



48. Terapi / tindakan



Kuretase 5. Dengan perlindungan oksitosin drip bila > 12 minggu 6. Tanpa perlindungan oksitosin drip bila < 12 minggu



204



49. Tempat Pelayanan 50. Penyulit



Ruang tindakan IRD Kebidanan Perdarahan, perforasi uterus, reaksi anafilaktik



51. Informed Consent



Informed consent tertulis (prosedur tindakan, tujuan, risiko dan komplikasi, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi).



52. Tenaga Standar



15. PPDS I Obgin tk Senior A-senior B 16. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi



53. Lama Perawatan



One day care



54. Masa Pemulihan



Dua jam post kuretase



55. Hasil



Perdarahan berhenti



56. Patologi Anatomi 57. Otopsi



Dikerjakan untuk konfirmasi keguguran dan mencari etiologi keguguran berulang Tidak diperlukan



58. Prognosis



Dubius ad bonam.



59. Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108 satu minggu setelah kuretase.



60. Tingkat Evidens & Rekomendasi



61. Indikator Medis 62. Edukasi



63. Kepustakaan



- Menunda kehamilan berikutnya sampai sekitar 3 bulan post kuretase.(IIa/B) - Perencanaan kehamilan berikutnya dengan mencari dan mengobati etiologinya (IIb/C) 6. Perdarahan berhenti 7. Diikuti oleh kehamilan yang berhasil KB post kuretase, pemeriksaan patologi anatomi dan penunjang untuk mencari etiologi, perencanaan kehamilan berikutnya 28. Fritz MA, Speroff L. Recurrent Eary Pregnancy Loss. In Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, 8th edition, 2011. 29. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Abortion. In : Williams Obstetrics, 23rd edition 2010. 30. Baziad, A. Panduan Tata Laksana Keguguran Berulang, HIFERI-POGI, 2010. 31. Handono B, Firman FW, Mose JC. Abortus Berulang, Refika Aditama, 2009.



205



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 64.



No. ICD



65.



Diagnosis



Sindroma Ovarium Polikistik



66.



Pengertian



Merupakan kumpulan gejala yang meliputi hiperandrogenisme, anovulasi kronik, dengan gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG yang berhubungan dengan kelainan endrokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofisis atau adrenal yang mendasarinya.



67.



Anamnesis



68.



Pemeriksaan Fisik



28. Gangguan menstruasi, paling sering oligomenorea dan amenorea 29. Tanda-tanda adrogenisme : hirsutisme, akne, alopesia androgenic, dan tanda-tanda lainnya. 30. 26. Pemeriksaan fisik umum 27. Pemeriksaan fisik tanda hirsutisme dan hiperandrogen ( pertumbuhan bulu pada area tertentu, jerawat dll) Berdasarkan kriterian Rotterdam tahun 2003 1. Oligo atau anovulasi 2. Hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi 3. Gambaran ovarium polikisrik pada pemeriksaan ultrasonografi. Untuk mendiagnosis SPOK dibutuhkan minimal 2 dari 3 kriteria dan tidak diketemukan kelainan-kalainan endrokrinologis lainnya, seperti congenital adrenal hyperplasia (CAH), hiperprolaktinemia, kelainan tiroid, ataupun tumor yang menghasilkan hormone androgen. 1Hyperplasia androgen kongenital non klasik 2.Tumor yang mensekresikan androgen 3Sindroma resistensi insulin berat 4Sindroma chusing 5.Hirsutisme idiopatik 17. USG : adanya 12 folikel atau lebih yang memiliki dameter 2-9 mm pada masing-masing ovarium, atau peningkatan volum ovarium > 10 ml 18. FSH dan E2 serum 19. Testosterone, DHEA,Androsteneidon, SHBG 20. Kadar progesterone serum pada fase luteal putatif 21. Kadar glukosa dan insulin pada TTGO 2 jam



28. Kriteria Diagnosis



29. Diagnosis Banding



30. Pemeriksaan Penunjang



31. Konsultasi 32. Perawatan Rumah Sakit



12.



Bagian Penyakit Dalam 3. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang 206



33. Terapi / tindakan



stabil 4. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Tergantung dari penyebab perdarahan



34. Tempat Pelayanan



Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan ginekologi.



35. Penyulit



Resistensi insulin, obesitas, kelainan hiperadrogenisme lainnya



36. Informed Consent



Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan, pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan dan risiko tindakan lainnya).



37. Tenaga Standar



17. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B 18. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi



38. Lama Perawatan



Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.



39. Masa Pemulihan



Tergantung keadaan umum pasien



40. Hasil



Hemodinamik stabil



41. Patologi



Tidak ada



42. Otopsi



Tidak diperlukan



43. Prognosis



Dubius ad bonam.



44. Tindak Lanjut



Kontrol poliklinik 108.



45. Tingkat Evidens & Rekomendasi 46. Indikator Medis 47. Edukasi 48. Kepustakaan



Perubahan gaya hisup menjadi gaya hidup sehat 5. HIFERI, Konsensus Infertilitas.2010 6. Norman RJ, Dewailly D, Lergo RS, Hickey TE. Polycystic Ovary Syndrome. Lancet. 2007;370: 685-97 7. Ehrman DA. Polycystic Ovary Syndrome. N Eng J Med 2005;352:1223-36 8. Firtz Marc A SL. Clinical Gynecologuc Endrocrinolgu and Infertility 8ed. New York : Lippincott Williams & Wilkins; 2011



207



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI INFEKSI SALURAN KEMIH 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5. 6.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Ginekologi



7.



Pemeriksaan Penunjang



N 31.2 Infeksi Saluran Kemih (ISK) Jumlah kuman pada biakan urin > 100.000 cfu/ml Etiologi:  60-90% Escherichia .coli  Bakteri gram negatif lain seperti Klebsiella pneumoniae dan Proteus  Mirabilis, Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus  Bakteri gram positif : Enterocoocus faecalis, Streptpcoccus agulactiae Faktor Risiko 1. Trauma: sanggama, kateterisasi 2. Kehamilan 3. Bendungan (Prolaps) 4. Usia dan menopause 5. Penyakit sistemik: Diabetes Mellitus dan Lupus Eritematosus Faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan ISK pada kehamilan, antara lain: 1. Perubahan morfologi pada kehamilan 2. Riwayat ISK 3. Kelompok sosial-ekonomi rendah 4. Aktivitas seksual 5. Penggunaan alat-alat medis Jenis ISK: 1. Simptomatik 2. Asimptomatik 1. Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria 2. Rasa panas 3. Nyeri suprasimfisis 4. Prolaps uteri 5. Gejala pielonefritis akut: a. Menggigil b. Nausea c. Malaise d. Nyeri sudut kostovertebra Nyeri suprasimfisis Uretra: luka, tanda infeksi, pus, sistokel, prolaps lainnya Bimanual: nyeri tekan di daerah suprasimfisis Dipstick urinalysis



208



  







Pemeriksaan urin yang cepat, nyaman, murah dan terbaik dikerjakan pada urin pertama pagi Dipengaruhi oleh pemberian obat phenazopyridine, nitrofurantoin, metronidazole, vitamin B kompleks Cara kerjanya adalah dengan mendeteksi nitrit, dimana bakteri gram negatif akan mengubah nitrat menjadi nitrit. Dapat terjadi false negatif pada ISK yang disebabkan oleh bakteri yg tidak menghasilkan nitrat (enterobakter)



Urinalisis Dikatakan positif apabila:  Sel epitel ≥10/lp : kesan infeksi  Lekosit ≥10WBC/lp dan eritrosit ≥ 2-3 RBC/lp + gejala ISK  Apabila terdapat casts maka merupakan ISK atas



8. 9. 10.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi



11.



Terapi / tindakan



Kultur urin dan tes sensitivitas  Kultur tidak rutin dikerjakan pada semua ISK  Ditemukan ≥100.000 cfu/ml  50% ISK mempunyai ≤100.000 cfu/ml  Sering kultur hanya 100 cfu/ml mempunyai gejala klinis ISK  Kultur (+) disertai dengan adanya gejala klinis  meyakinkan adanya ISK Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 1. Mikrobiologi 2. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Asimptomatik 1. Anak-anak, orang tua dan ibu hamil, harus diobati dengan antibiotik 2. Minum teratur yang lebih asam/jus 3. Menghindari faktor risiko Simptomatik : 1. Sistitis a. Tidak dirawat b. Antibiotik Trimetropim atau Nitrofurantoin, Ampicilin selama 5 - 7 hari c. Fosfomycin trometamol (3g dosis tunggal) atau sefalosporin oral generasi II dan III perlu dipertimbangkan untuk terapi jangka pendek yang efektif d. Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur e. Analgetik dan antipiretik f. Minum banyak g. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang



209



2. PNA (Pielonephritis Akut) a. Rawat pasang infus b. Pemeriksaan darah lengkap termasuk: PO2, PCO2 dan elektrolit c. Keseimbangan cairan, dan pasang kateter trans uretra d. Berikan cairan 2,5-3 liter e. Antibiotik  Gentamicin 5 mg / kgbb (maximum dosis awal 480 mg) IV sehari sekali untuk 3 hari, atau sampai hasil sensitifitas ada dan dikombinasi dengan ampisilin atau amoksisilin 2 g IV dosis awal kemudian 1 g IV setiap 4 jam untuk 3 hari  Cefazolin 1-2 g IV setiap 6 sampai 8 jam selama 3 hari atau Ceftriaxone 1 g IV sekali sehari selama 3 hari atau Cefotaxime 1 g IV setiap 8 jam selama 3 hari Setelah 3 hari:  Trimethoprim 300 mg oral setiap hari untuk 10 hari Atau amoksisilin + asam klavulanat (500 + 125) 625 mg oral dua kali sehari untuk 10 hari (pada umur kehamilan < 20 minggu) f. Kultur urin dan darah g. Antibiotik sesuai hasil kultur kalau sudah ada h. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang



12.



Tempat Pelayanan



13. 14. 15.



Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut



Tata laksana pada wanita hamil: a. Pada ISK simptomatik diberikan terapi antibiotik b. Pada kasus ISK asimtomatik, dilakukan kultur urin kuantitatif pada kunjungan ANC pertama c. Jika kultur urin negatif, tidak perlu dilakukan kultur urin ulang d. Jika kultur urin positif, dilakukan kultur urin ulang. Jika hasilnya positif, maka diberikan antibiotik, dilanjutkan dengan kultur urin tiap kunjungan ANC sampai saat persalinan Poliklinik Uroginekologi Rekonstruksi, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Sesuai penyebab retensio urin Ya, tertulis Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi yang bertugas di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi Antara 1-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi.



210



23. 24. 25.



Edukasi Indikator Medis Kepustakaan



Minum cukup dan menghindari faktor risiko 1. Arsyad MM.Infeksi kandung kemih nosokomial paska bedah ginekologi berencana.Jakarta: Tesis bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI,1984. 2. Cardozo L.Urinary tract infection.New York,London,Tokyo: Curchill Livingston 1997;351-9. 3. Freed SZ. In :Urology in pregnancy.Baltimore: Williams & Wilkins,1982;107-112. 4. Harris RE,Thomas VL,Shelohor A.Asimptomatic bacteriuris in pregnancy: Antibody-coated bacteriuria,renal function,and intrauterine growth retardation. AM J Obstet Gynecol 1976;126-20. 5. Kass EH. Pyelonephritis and bacteriuria. In: ARCH Intern Med 1962; 50-56. 6. Lacy LS.Urinary tract infection. In:Buchetown BJ,Schmidt JD.Gynecologic and Obstetric Urology.Philadelphia,London, Toronto: WB Saunders Co, 1978; 301-24. 7. Marchant DJ. Effects of pregnancy and progestational agent of urinary tract. AM J Obstet Gynecol 1972;112: 487. 8. Ocviyanti D, Santoso BI, Junizaf. Penggunaan tes nitrit dan tes esterase leukosit untuk penapisan bakteriuria tanpa gejala pada wanita hamil. Maj Obstet Ginekol Indones,1996; 20:83. 9. Scottish intercollegiate guideline network. Management of suspected bacterial urinary tract infection in adults. A national clinical guideline, July 2006.



211



Bagan Alur Penanganan ISK pada Kehamilan Simptomatik Bakteriuria (17-20% kehamilan)



Asimptomatik Bakteriuria



B Tata Laksana Antibiotika



A Kultur urin kuantitatif SKRINING RUTIN ANC kunjungan pertama



Kultur positif



TIDAK



A Kultur urin ulang



A ANTIBIOTIK



A Kultur urin ulang tiap kunjungan ANC sampai persalinan



212



Tidak perlu kultur ulang



Bagan Alur Penanganan ISK pada Wanita Tidak Hamil B Trimetropim / Nitrofurantoin selama 3 hari



Tanda dan Gejala ISK: 1. Disuria, urgensi, frekuensi jika gejala < 2, poliuria. 2. Nyeri suprapubik, demam, nyeri sudut kostovertebra.



B Dipstick Antibiotik Empiris



Infeksi Saluran Kemih (ISK)



PNA



Kultur Urin



A Terapi antibiotika empiris / Siprofloksasin 500 mg selama 7 hari



Terapi disesuaikan dengan hasil kultur



Ulangi kultur paska pemberian antibiotika



142



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RETENSIO URIN 2015 RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 2. Diagnosis 3. Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Pemeriksaan Penunjang



7. 8. 9.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi



10.



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan



11.



12. 13. 14. 15.



Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



N 31.2 Retensio Urin Tidak adanya proses berkemih secara spontan enam jam setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urin sisa > 200 ml untuk kasus obstetri dan urin sisa > 100 ml untuk kasus ginekologi. 1. Rasa tidak lampias setelah berkemih 2. Waktu berkemih menjadi lama 3. Frekuensi berkemih lebih lama 4. Tidak bisa berkemih 5. Distensi abdomen, sering disangka sebagai kista intra abdomen 6. Sensasi ingin berkemih (kandung kemih merasa penuh) 1. Palpasi abdomen: teraba massa kistik di daerah suprasimpisis 2. Pemeriksaan bimanual: terasa massa kistik mendesak dinding vagina anterior bagian proksimal 1. USG 2. Kateterisasi 3. Res urin 4. Residu urin Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Kista ovarium  Mikrobiologi  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi  SMF Urologi  SMF Neurologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. 2. 3. 4.



Pasang kateter Banyak minum 2 – 3 liter/hari Antibiotika 5 – 7 hari Urin segera dikultur dan antibiotika disesuaikan bila hasil kultur sudah didapat 5. Siprofloksasin 2 x 500 mg dan Sulbactam 3 x 500 mg 6. Prostaglandin E2: misoprostol 2 x 200 mcg Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Sesuai penyebab retensio urine Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Uroginekologi & Rekonstruksi



143



16. 17.



Lama Perawatan Masa Pemulihan



18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi Antara 1-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. Minum cukup, tidak menahan BAK 1. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia 2. Tanton SL. Ed. Clinical Gynaecologic Urology. Mosby, 1984. 3. Cardozo L. Voiding Difficulties and retention. In: Clinical Urogynecology: The King’s Approach. 1st ed. Churrchill Livingstone, London. 1977; 307-308. 4. Ramsey S, Palmer M. The management of female urinary retention. International Urology and Nefrology. 2006: 38: 533535. 5. djusad S. Penatalaksanaan retensio ruin pada kasus obstetrik dan ginekologi. Simposium Sehari Penatalaksaan Mutakhir Gangguan Berkemih Pada Wanita. Jakarta 2002. 6. Kartono H, Santoso BI, Junizaf. Thesis perbandingan penggunaan kateter menetap selama 6 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea dalam pencegahan retensio urin, 1998. 7. Rahardjo P, Santoso BI, Junizaf. Thesis penggunaan Prostaglandin E2 Intravagina dalam usaha mencegah retensio urin pasca histerektomi vaginal yang disertai kolporafi anterior dan kolpoperineorafi, 1999.



144



Bagan Alur Penanganan Retensio Urin Retensio Urin Periksa residu urin pasca berkemih  katerisasi Urinalisa, kultur Urin Antibiotik, hidrasi 3 ltr/hari, Prostaglandin 2x200mcg



< 500 ml Dauer kateter intermiten



< 500-1000 ml



1000-2000 ml



Dauer kateter 1 x 24 jam



Dauer kateter 2 x 24 jam



>2000 ml Dauer kateter 3 x 24 jam



Buka-tutup kateter/4 jam (selama 24 jam) Kecuali bisa BAK, dapat dibuka segera Kateter dilepas pagi hari Evaluasi 4-5 jam kemudian



Bisa BAK spontan



Tidak bisa BAK spontan



Cek residu urin Obstetri ≥ 200ml Ginekologi ≥ 100 ml



Obstetri < 200ml Ginekologi 50 % c. IIIc : Robekan sudah termasuk otot sfingter ani interna 2. Derajat IV : Derajat III + mukosa anus Adanya robekan pada perineum pasca persalinan yang mengenai sfingter ani atau mukosa rektum Faktor risiko : 1. Persalinan dengan bayi besar 2. Persalinan dengan instrumentasi 3. Penatalaksanaan persalinan yang kurang tepat a. Inspeksi : Tampak luka robek perineum hingga mengenai sfingter ani atau mukosa rektum b. Palpasi : Teraba robekan pada perineum hingga mengenai sfingter ani atau mukosa rectum Anamnesis & Pemeriksaan fisik Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi Perawatan post partum (Bakung Timur) dan komplikasi ruptur perineum 1. Hygiene vulva 2. Reparasi dilakukan dengan anestesi lokal yang adekuat 3. Konsultan yang berpengalaman harus ada pada saat reparasi robekan derajat 3 dan 4 4. Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena 5. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan tahapan repair 6. Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair menggunakan benang poliglactin 3.0 dengan simpul berada pada mukosa rektum (intra lumen)



148



7. Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0 polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode interrupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit dengan benang (PDS) 2.0 dengan metode overlapping atau end to end. 8. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis menggunakan benang poliglactin 2.0. 9. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau interuptus dengan benang polyglactin (chromic no. 2.0) 10. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa repair intak



12. 13. 14. 15.



Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. Lama Perawatan 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.



Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi



25. Kepustakaan



Tatalaksana pasca reparasi : 1. Analgesik adekuat, hindari analgesik yang mengandung codein karena menyebabkan konstipasi, seperti analgesik antiinflamasi nonsteroid atau paracetamol oral 2. Hindari analgesik perrektal 3. Laksan atau pelunak tinja disarankan selama 7-10 hari (seperti laktulosa +/- fybogel) untuk menhindari konstipasi 4. Pemberian antibiotika pasca penjahitan 5. Hygiene vulva 6. Diet tinggi serat 7. Lakukan latihan otot dasar panggul 8. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi Ruang bersalin. Infeksi Ya, tertulis. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. Dokter PPDS I Obgin tingkat Senior B ke atas. Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat dan pasien harus BAB Spontan Selama 3 Bulan Kembalinya fungsi fisiologis Tidak diperlukan. Tidak diperlukan. Dubia ad bonam Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108 1. Vulva hiegene 2. Diet tinggi serat 3. Latihan otot dasar panggul 4. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia 2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI. Anal-sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med 1993;329:1905–11. 3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A. Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum



149



endosonography to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol 2000;95:643–7 4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR, O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage. Obstet Gynecol 1998;92:955–61. 5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3. 6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7



150



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RUPTUR PERINEUM LAMA DERAJAT III & IV 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5. 6. 7. 8.



Pemeriksaan Fisik Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Konsultasi



9.



10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan



O 70.2; O 70.3 Ruptur perineum lama derajat III & IV 1. Satu dari 4 primipara menderita inkontinensia fekal setelah persalinan dan ditemukan bukti adanya cedera sphingter ani setelah melahirkan pervaginam. 2. Hingga 50% dari wanita dengan robekan perineum derajat 3 dan 4 setelah persalinan menderita inkontinensia fekal. 3. Perubahan gejala anal meliputi urgensi fekal dan inkontinensia dari flatus, buang air besar cair, atau buang air besar padat. 4. Dan hal ini disebabkan karena luka perienum yang tidak terjahit sempurna. Definisi: 1. Derajat III : mengenai spingter ani eksterna 2. Derajat IV : mengenai spingter ani dan mukosa rektum Pasien mengeluhkan inkontinensia fekal baik berupa flatus, buang air besar cair, atau buang air besar padat Faktor risiko 1. Jahitan perineum terdahulu yang kurang baik, sehingga luka perineum tidak terjahit sempurna 2. Higiene vulva yang buruk Terdapat luka perineum lama yang tidak terjahit sempurna Anamnesis & Pemeriksaan fisik USG perineum/endoanal Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi & Rekonstruksi Ruangan perawatan ginekologi (Cempaka Timur) 1. 2. 3. 4.



5. 6. 7.



Hygiene vulva Dilakukan reparasi minimal 3 bulan pasca repair awal Reparasi dilakukan dengan anestesi regional yang adekuat Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena.(Level evidence IV) Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan tahapan repair Dibuat sayatan untuk membuat luka baru Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair dengan menggunakan benang poliglactin 3.0



151



8.



Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0 polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode interupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit dengan benang polydioxanone (PDS) 2.0 dengan metode overlapping atau end to end. 9. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis menggunakan benang poliglactin 2.0. 10. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau interuptus dengan benang poliglactin (chromic no. 2.0) 11. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa repair intak



12. 13. 14. 15.



Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. Lama Perawatan 17. 18. 19. 20. 21. 22.



Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut



23. Indikator Medis 24. Edukasi



25. Kepustakaan



Tatalaksana post operasi : 1. Analgetik adekuat, hindari analgetik yang mengandung kodein karena menyebabkan konstipasi, seperti analgetik antinflamasi nonsteroid (parasetamol oral) 2. Hindari analgetik per rektal 3. Laksan atau pelunak tinja disarankan selama 7-10 hari (seperti laktulosa +/- fybogel) untuk menghindari konstipasi 4. Pemberian antibiotika post op 5. Hygiene vulva 6. Diet tinggi serat 7. Lakukan latihan otot dasar panggul 8. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi Ruang operasi IBS Infeksi Ya, tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat dan pasien harus BAB Spontan Selama 3 Bulan Kembalinya fungsi fisiologis Tidak diperlukan. Tidak diperlukan. Dubia ad bonam Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 1. Vulva hiegene 2. Diet tinggi serat 3. Latihan otot dasar panggul 4. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia 2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI. Anal-sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med 1993;329:1905–11. 3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A. Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum



152



endosonography to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol 2000;95:643–7 4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR, O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage. Obstet Gynecol 1998;92:955–61. 5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3. 6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7



153



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI STRES INKONTINENSIA URIN 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian



N39.3 Stres inkontinensia urin Stres inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol, dapat dilihat secara obyektif, suatu masalah sosial dan higienis. Stres inkontinensia urin adalah suatu kelainan yang paling banyak ditemukan dari seluruh inkontinensia urin yang ada. Stres inkontinensia urin menurut (ICS) adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol bila tekanan dalam kandung kemih melebihi tekanan penutupan uretra; dalam keadaan ini kandung kemih tidak aktif atau tidak berkontraksi. Angka Kejadian: 20-53 %, angka kejadian ini sangat bervariasi karena tergantung dari difinisi, cara penelitian dilakukan serta populasi yang diteliti. Etiologi 1. Hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra bagian proksimal 2. Intrinsik sfingter uretra defisiensi. Faktor risiko 1. Kehamilan 2. Persalinan 3. Paritas 4. Obesitas 5. Usia 6. Menopause 7. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan intra abdominan meningkat, seperti: sakit paru yang kronik, pemain olah raga angkat besi. Patofisiologi Kandung kemih dan uretra bagian proksimal disokong oleh dinding vagina anterior, otot levator ani, fasia pubo servikalis, fasia pubo uretralis dan arkustendenious, fasia pubo uretralis. Pada keadaan persalinan pervaginam atau karena faktor-faktor risiko lainnya, penyokong uretra proksimal dan leher kandung kemih menjadi rusak atau melemah, sehingga bladder neck dan uretra proksimal menjadi hipermobilitas. Bila tekanan intra abdominal (tekanan transmisi) meningkat mendadak, tekanan ini akan ditransmisikan pada seluruh organ-organ visera termasuk pada kandung kemih, leher kandung kemih dan uretra bagian proksimal. Tekanan transmisi pada kandung



154



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Pemeriksaan Penunjang



kemih akan lebih tinggi dari pada tekanan transmisi yang mengenai leher kandung kemih dan uretra. Hal ini akan menyebabkan stres inkontinensia urin, seperti pada penderita mendadak batuk, tertawa, bersin, melompat. Pada instrinsik sfingter uretra defisiensi disebabkan oleh karena adanya tumor pada onuh medula spinalis atau myelodisplasia, pasca radikal vulvektomi, pasca radiasi, kekurangan estrogen dan trauma pada uretra. Kelainan yang disebabkan disefisiensi uretra ini disebut ISD (Intrinsik Sfingter Disefisiensi). Hipermobilitas menyebabkan penyebab utama dari stres inkontinensia urin yaitu sekitar 90-95%, sedangkan ISD sekitar 5-10%. Keluar urin tanpa dapat dikontrol karena aktifitas tubuh, dan urin dapat dilihat keluar dari uretra pada pemeriksaan bila penderita disuruh batuk. Diperhatikan adanya sistokel atau prolaps uteri pada stadium lanjut. Penderita disuruh batuk, kemudian terlihat urin keluar dari uretra. Perlu dilakukan pula penilaian urin sisa, bila urin sisa lebih dari 100 cc kemungkinan penderita mengalami retensio urin, bila urin sisa kurang dari 50 cc, maka penderita mengalami kelainan stres inkontinensia urin. 1. Pemeriksaan Q Test Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan lebih dari 30 maka penderita kemungkinan mengalami stres inkontinensia urin 2. Bony Test Penekanan uretra dengan dua jari, bila kandung kemih terisi, penderita disuruh batuk maka urin tidak akan keluar dari uretra sedangkan kalau tidak ditekan urin akan keluar. 3. Pemeriksaan Pad Test Penderita disuruh minum sebanyak 500 cc kemudian dalam waktu 30 menit penderita disuruh naik tangga, jalan dan batuk-batuk. Lima belas menit kemudian penderita disuruh duduk berdiri, duduk berdiri sebanyak 10 kali dan batuk yang kuat serta mengambil barang yang jatuh di lantai. Enam puluh menit setelah tes ini selesai (lama tes 60 menit). Pad ditimbang dengan hasil kemungkinan: a. Timbangan Pad bertambah 2 gram, ini berarti tidak ada stres inkontinensia urin b. Pad bertambah beratnya 2-10 gram disebut stres inkontinensia urin derajat ringan c. Pad bertambah 10-20 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin sedang d. Pad bertambah beratnya 20-40 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat berat. e. Pad bertambah beratnya 40-50 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat sangat berat. 4. Pemeriksaan Urodinamik



155



7. 8. 9.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi



10. 11.



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan



12. 13. 14. 15.



Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut



23. 24. 25.



Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



Pemeriksaan urodinamik dikerjakan hanya pada kasus-kasus yang diragukan diagnostiknya atau terapi direncanakan operatif. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Inkontinensia urin overflow  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi  SMF Rehabilitasi Medik  SMF Bedah Urologi Ruang perawatan ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konservatif a. Behavior therapy b. Latihan Kegel c. Latihan otot dasar panggul dengan Cone, Perineometri, stimulator, d. Pakai kateter atau pembalut 2. Operatif a. Cara Marshal Marchetty Kraz (MMK) b. Burch Colposuspensi c. Sling dengan menggunakan fasialata, fasiagrasilis, prolene dan rektus abdominis Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis 1. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 2-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Perawatan konservatif maupun operatif 1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st international consultation on incontinence Monaco 1998; 581-652. 2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York, Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278. 3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore, London-Los Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502. 5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14. 156



6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical gynecological urology Butterworth Heinemann London, Butther, Toronto 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis Turonto 1984; 169-190. 8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.



157



Bagan Alur Penanganan Stres Inkontinensia Urin



Inkontinensia Aktivitas Fisik



 



Inkontinensia dengan gejala campuran



Inkontinensia dengan urgensi/frekuensi



Nilai apakah terdapat prolaps Urodinamik



Strees Inkontinen sia



Inkompeten si Spinkter



Urge Incontinence



Inkontinensia Campuran



Hipersen sitivitas kandung kemih



Overactive destrusor



Overflow Incontine nce



Obstruksi outlet bladder Underactive destrusor



-



Jika terapi konservatif gagal Stress inkontinece surgery: Low tension sling Colposuspensi on Buling agents AUS



Jika terapi konservatif gagal - Neurostimulation - Sacral blocade - Botulinumtoxin destrussor injection - Bladder augmentation - Urinary diversion



158



- kateterisasi intermiten - Biofeedback - Neurostimulation - Correct anatomic (conrrect prolaps)



RSUP SANGLAH DENPASAR



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI OVERACTIVE BLADDER atau OVERAKTIF KANDUNG KEMIH (OKK) 2015



1. 2.



No. ICD Diagnosis



N32.81 Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK)



3.



Pengertian



Overactive bladder atau Overaktif kandung kemih (OKK) merupakan bentuk inkontinensia urin yang sangat mengganggu penderita yang menyebabkan penderita dapat stress, depresi, gelisah dan gangguan konsentrasi, merasa malu dan mengisolasi diri sehingga sangat berpengaruh pada kualitas hidup penderita. Definisi Overactive bladder menurut ICS adalah kumpulan gejala yang terdiri urgensi dengan atau tanpa urge incontinence biasanya disertai frekuensi (berkemih lebih dari 8 kali/24 jam) dan nokturia (bangun berkemih malam hari lebih dari satu kali), tidak ada infeksi saluran kemih atau patologi lainnya. Angka Kejadian: 16,5% pada wanita reproduksi, dan sekitar 20-40% dari seluruh prevalensi inkontinensia urin. Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan menopause. Etiologi: 1. Kelainan neurogenik, disebut juga overactive kandung kemih hiperefleksia. Kelainan yang menyebabkan OKK ini adalah seperti penyakit Parkinson, multiple sklerosis, stroke, tumor otak, trauma atau tumor medulla spinalis 2. Idiopatik, tidak jelas sebabnya mungkin karena saraf perifer pada kandung kemih sendiri atau pada reseptor pada kandung kemih, gangguan metabolisme, kelainan bawaan dan lain-lain.



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



Gejala 1. Urgensi 2. Urge inkontinensia 3. Frekuensi 4. Nokturia 1. Urgensi 2. Urge inkontinensia 3. Frekuensi 4. Nokturia Dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk menghindarkan dari



159



6.



Pemeriksaan Penunjang



7. 8. 9.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi



10.



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan



11.



12. 13. 14. 15.



Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut



23. 24.



Indikator Medis Edukasi



25.



Kepustakaan



infeksi saluran kemih (alat genital bawah), adanya sistokel dan rektokel atau kekurangan hormonal. 1. Urinalisis, dapat dilihat jumlah leukosit kurang dari 10. 2. Daftar harian berkemih dalam 24 jam yang dilakukan selama 3 hari, dari daftar harian berkemih ini dapat dilihat urgensi, frekuensi, nokturia ataupun urge inkontinensia sekaligus dapat mengetahui kapasitas kandung kemih serta faktorfaktor yang mungkin berpengaruh pada kandung kemih ini. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Rehabilitasi Medik Ruang rawat Ginekologi (Cempaka Timur) A. Konservatif: 1. Behavior therapy Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman alkohol, minum terlalu banyak atau minuman yang dapat merangsang kandung kemih dihindari atau dihentikan. 2. Bladder drill 3. Obat-obat antimuskarinik 4. Melakukan over distanded 5. Latihan otot dasar panggul seperti senam Kegel B. Operatif: 1. Neuromodulasi 2. Sistoplasti 3. Suntikan Botox Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis 1. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi 2. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekontruksi 3-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman alkohol, minum terlalu banyak atau minuman yang dapat merangsang kandung kemih dihindari atau dihentikan 1. Abrams P, Khoury B, Wein A. Incontinence. 1st International Consultation on Incontinence. June 28, 1998. Monaco p. 231-



160



245. 2. Abrams P, Wein A.J. The Overactive Bladder. A widespread and treatable condition. Printed in Sweden by Nyströms Tryckeri AB 1998. 3. Cardozo L. Urogynecology. Churchill. Livingstone, New YorkLondon-San Francisco-Tokyo 19997 p. 287-313. 4. Ostergard R.P, Bent E.A. Urogynecology and Urodynamic. Williams & Wilkin’s. Baltimore-London-Los Angeles-Sydney 1996 p. 35-46, 465-490. 5. Staton L.S, Clinical Gynecologic Urology. The CV Mosby Company. St. Louis-Toronto. 1998 p. 193-201. 6. Sutherst R.J., Frazer M.I. Richmond D.H. Haylen B.H. Clinical Gynecological Urology. Butterworth-Heiman. LondonBoston-Singapore-Sydney-Toronto. 1990 p. 21-30, 111-130.



161



Bagan Alur Penanganan Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK) Anamnesis, pemeriksaan fisik, urinalisis



Tanda dan gejala overactive bladder, urinalisa negatif



Diagnosis belum jelas, diperlukan informasi tambahan



A Edukasi pasien: Fungsi saluran Keuntungan dan risiko terapi alternative setuju dengan tujuan perawatan



Pasien mengingikan terapi



Kultur urine, post-void residual urine assessment, bladder diary, kuisioner



Bukan overactive Bladder



Behavioral treatment Perimbangkan menambahkan antimuskarinik



Tanda dan gejala overactiver bladder



Tujuan tercapai



Follow-up efektivitas dan efek samping



tujuan terapi tak tercapai, pasien menginginkan terapi lanjutan



Antimuskarinik dengan penanganan Efek samping (mulut kering, konstipasi); perimbangkan modifikasi dosisi atau antimuskarinik lainnya yang efek sampingnya lebih sedikit Tujuan terapi tak tercapai, pasien meninginginkan terapi lanjutan



Tujuan tercapai



Follow-up efektivitas dan efek samping



162



Ikuti A



Penilaian kembali assessment: perimbangkan kultur urine, post-void residual urine assessment Kuisione simptom, prosedur diagnostic lain yang diperlukan untuk differensial diagnosis



Tetap merupakan overactive bladder



Pertimbangkan pada beberapa pasien yang diseleksi: Sacral Neuromodulation, peripheral tibial nerve stimulation, Intradestrusor anabotulinumtoxin (Botox) Multipel terapi dapat dilakukan, tetapi tidak boleh dikombinasikan



Tujuan terapi tercapai



Pada kasus yang jarang, pertimbangkan Urinary diversion atau augmentation cytoplasty



Follow-up efektivitas dan efek samping



163



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI INKONTINENSIA ALVI 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



R 17 Inkontinensia Alvi Ketidakmampuan untuk mengontrol pengeluaran gas, cairan atau faeses yang padat melalui anus Insidensi Prevalensi : 0,3–2,2 %. Etiologi 1. Kelainan atau penyakit saraf atau neurologi a. Lesi di daerah solkus yang menyebabkan kerusakan pada otot dasar panggul dan sfingter ani b. Perubahan degeneratif dan usia yang menungkin menyebabkan kegagalan sensorik dan kelemahan otot sfingter ani c. Penyakit metabolik seperti DM yang menyebabkan penyakit autonum neuropati d. Penyakit sistemis yang lain, Parkinson, multiple sclerosis, miotonik distrofi dan lain-lain 2. Kelainan bawaan kolorektal, seperti anus imperforata, agenesis rektal, Hirschsprungs dan koreksi yang tak sempurna dari kelainan diatas, radang seperti ulseratif colitis, fistula anovaginal dan tumor rektum 3. Kerusakan sfingter ani dan dasar panggul karena trauma sfingter ani dan saraf pudendus dan robekan perineum akibat episiotomi dan forsep 4. Prolaps rekti Patofisiologi Dua komponen yang penting yang menimbulkan inkontinensia fekal yaitu otot sfingter ani dan pubo rektalis. Kontraksi otot sfingter ani interna dapat bertahan lama sehingga membantu penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat terjadinya kontinensia selama 24 jam termasuk waktu tidur. Sfingter ani eksterna membantu sfingter ani interna pada keadaan mendadak seperti pada batuk, berbangkis dan sebagainya. Otot puborektalis akan membentuk sudut anorektal dengan mengadakan sling sekeliling posterior pada tempat hubungan anus dan rektum dan penting untuk mengontrol feses yang padat, sedangkan kontraksi yang terus menerus dari sfingter ani interna berperan penting untuk mengontrol feses cair. Aliran



164



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Pemeriksaan Penunjang



7. 8. 9.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi



10.



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan



11.



12.



Tempat Pelayanan



13. 14. 15.



Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil



darah yang mengalir pada arterio venosus (cusen) mengontrol flaktus. Tidak dapat mengontrol pengeluaran gas, cairan atau faeses yang padat melalui anus 1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologi 2. Pemeriksaan ginekologi, diperhatikan dinding vagina kemungkinan ada prolaps genital 3. Pemeriksaan colok anus, untuk menilai tonus otot sfingter ani serta daerah ampula rekti 1. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan gula darah untuk Diabetes Melitus 2. Pemeriksaan penunjang, anal manometri, Proktometrografi, elektro neografiEndo anal ultrasound, MM Ray Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Inkontinensia urin overflow  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi  SMF Rehabilitasi Medik  SMF Neurologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konservatif a. Pengobatan, dengan tujuan agar feses mempunyai bentuk semisolid sehingga dapat ditahan sampai waktu yang tepat untuk dikeluarkan seperti hemodium b. Bio feedback, melatih aktivitas anorektal dan dasar panggul, untuk ini digunakan EMG atau Manometri sebagai motivasi 2. Operatif, dilakukan sfingterorafi dan mungkin dengan ekstended levator plati Perawatan pos operatif 1. Makan lunak, banyak serat, pemberian antibiotika. Bila penderita sudah bisa buang air besar pasien boleh dipulangkan dengan makan lunak banyak serat sampai 2 minggu post operasi 2. Penderita pasca reparasi ruptura perinei total lama dan pasca sfingterorafi dapat hamil seperti biasa, akan tetapi harus melahirkan dengan operasi sesarea Poliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis 1. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 2-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik



165



19. 20. 21. 22.



Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut



Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi



23. 24. 25.



Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



Perawatan konservatif maupun operatif 1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st international consultation on incontinence Monaco 1998; 581-652. 2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York, Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278. 3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore, LondonLos Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502. 5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14. 6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical gynecological urology Butterworth Heinemann London, Butther, Toronto 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis Turonto 1984; 169-190. 8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.



166



Bagan Alur Penanganan Inkontinensia Alvi Anamnesis, Pemeriksaan, Grading klinik Trauma obstetrik/ Diare + pembedahan/ Inkontinensi neurologi dan lainnya a Sigmoidoskopi/Kol onos-kopi/Barium Enema+Profil Metabolik Loperamide/ Dephenoxylate/ Atrofin dll



Tidak Membaik



Membaik



Masalah lokal anorektal



Curiga prolaps rektal



Sesuai Tidak terkonfirTerkonfir masi masi Gangguan secara sensasi Operasiklinik Defekogr afi Manometri Anorektal+Endoso nografi Anal+



Normal



Tes ekspulsi Balon Defek/kelemah Defek/kelemahan an sfingter + sfingter +abnormal normal PNTML PNTML operasi



Biofeedb ack



Gangguans nsa



Disinergi defekasi± gangguan evakuasi



Biofeedback Biofeedback Terapi biofeedback atau untuk memperbaiki Kolostomi disinergi



Repair sfingter anterior Injeksi augmentasi sfingter Transposisi otot PNTML: Pudendal Nerve Terminal Latency  mengukur Gracilis integritas neuromuscular antara bagian terminal nervus pudenda dan sfingter anal Sfingter bowel buatan Kolostomi



167



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI FISTULA VAGINA ANOREKTAL 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4. 5.



Anamnesis Pemeriksaan Fisik



6. 7.



Pemeriksaan Penunjang Kriteria Diagnosis



8.



Diagnosis Banding



9.



Konsultasi



10. 11.



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan



12. 13.



Tempat Pelayanan Penyulit



N82.3, Q52.2 Fistula Vagina Anorektal Fistula rektovagina, biasanya terjadi akibat trauma obstetri dan prevalensinya sangat jarang, sekitar 0,08 – 0,1% Fistula vagina anorektal adalah terdapatnya lubang antara vagina dengan rektum atau anal. Etiologi 1. Trauma obstetri karena partus lama, tindakan penjahitan ruptur perinei total yang tidak baik 2. Radiasi 3. Tumor ganas 4. Kelainan bawaan Terasa keluarnya flatus, cairan atau feses ke dalam vagina 1. Pemeriksaan ginekologi Tampak lubang antara vagina dengan anus, terdapat faeses di dalam vagina 2. Pemeriksaan colok anus, terdapat lubang antara rektum dengan vagina 3. Pemeriksaan dengan sondase dari vagina tembus ke dalam liang rektum atau anal Tes biru metelin, sistoskopi, USG dan MRI Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika fistula sangat kecil maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Radiologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Fistula yang baru pasca trauma obstetri dilakukan secara konservatif dengan cara merawat luka fistula dengan baik 2. Fistula yang besar, dilakukan operasi setelah 3 bulan kemudian 3. Fistula pasca radiasi dilakukan operasi setelah 1 sampai 2 tahun kemudian 4. Fistula karena bawaan, dapat dilakukan sesuai dengan keluhan penderita Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai tindakan operasi



168



14. 15.



Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



Informed consent tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 3-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108. Makanan tinggi serat 1. Junizaf. Fistula vesiko vagina. Buku Ajar Uroginekologi. Jakarta: Subbagian Uroginekologi Rekonstruksi Bagian Obsetri & Ginekologi FKUI/RSCM; 2002. 16-9. 2. Devesa JM, Devesa M, Velasco GR, et al. Benign rectovaginal fistulas: Management and Results of a personal series. Tech Coloproctol. 2007; 11:134-128. 3. Tsang CBS, Rothenberg DA. Rectovaginal Fistulas. Therapeutic options. Surg Clin N Am 1997; 77 (1): 9-114. 4. Benson JT. Atlas of Clinical Gynecology: Urogynecology and Reconstructive Pelvic Surgery. Vol 5. Philadelphia: Current Medicine;2000 5. World Health Organization;Department of Making Pregnancy Safer. Obsetric Fistula. Guiding Principles For Clinical Management and Programme Development.2006. 6. Dolea Carmen, AbouZhar Carla. Global Burden Of Obstructed Labour in The Year 2000. World Health Organization.Geneva;2003. 7. Suskhan, B. I Santoso, et al. Penatalaksanaan Fistula Rektovaginal di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 1985-1996. Indones J.Obstet Gunecol;1996. 20 (4):249-253. 8. Schwartz, Spencer S, Galloway DF. Principles of Surgery. 7th ed. United States of America: Mc Graw Hill; 1999. 1309-1306. 9. Corman ML. Rectovaginal and Rectouretheral fistulas. Colon& Rectal Surgery. 5th ed. Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins; 2005. 333-345 10. Zinner MJ, Ashley SW. Enterovaginal Fistula. Mangiots’s Abdominal Operations. 11th ed. USA; Mc Graw Hill; 2007. 2408-2391 11. Rothenberg DA, Goldberg SM. The Management of Rectovaginal Fistulae. Surg Clin Am;1983;63(1):61-79 12. VenkateshKS, Ramanujum PS, Larson DM, et al. Anorectal Complications of Vaginal Delivery. Dissease Colon Rectum. 1989;32:1039-41 13. Rakinic Jan, MD. Rectovaginal Fistula. eMedicine Clinical Reference. 2006 14. Keighley MR, Williams NS. Rectovaginal Fistula. Surgery of the Anus, Rectum &Colon. 2nd ed. London: WB



169



Saunders;2001. 1306-7 15. Bauer JJ, Gorfine SR, Kreel I, et al. Colorectal Surgery Illustrated A Focussed Approach.USA; Mosby Year Book; 1993. 16. Ruiz D, Bashankaev B, Speranza J, Wexner SD. Graciloplasty for Rectourethral, Rectovaginal and Rectovesical Fistulas: Technique Overview, Pitfalls and Complications.Tech Coloproctol. Springer;2008. 12:277-282. 17. Chitrathara K, Namratha D, Francis V, Ganggadharan VP. Spontaneus Rectovaginal Fistula and Repair Using Bulbocavernosus Muscle Flap. Tech Coloproctol;2001.5:4749. 18. Pemberton JH. Fistula in Ano. In: Keighley MR, Fazid VW, Pemberton JH. Atlas of Colorectal Surgery.New York: Churcill Livingstone; 1995. 111-8. 19. Thompson JD. Relaxed Vaginal Outlet, Rectocele, Faecal Incontinence and Rectovaginal Fistula. In: Thompson J, Rock JA, eds. Telinde’s Operative Gynecology.Philadelphia: JB Lipincott Co;1992. Pp 967-9



170



Bagan Alur Penanganan Fistula Vagina Anorektal



ANAMNESIS 0. Terasa keluarnya flatus, cairan atau feses ke dalam vagina 1. Vaginitis atau Sistitis 2. Vaginal discharge yang berbau



PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes methylen blue, sigmoidoskopi atau kolonoskopi, USG, CT scan dan MRI



3. PEMERIKSAAN FISIK -Pemeriksaan ginekologi tampak lubang antara vagina dengan anus, terdapat faeses di dalama vagina DIAGNOSIS FISTULA -Pemeriksaan colok anus, RECTOVAGINA terdapat lubang antara GENITALIA rektum dengan vagina -Pemeriksaan dengan NON OPERASI sondase dari vagina tembus ke1.dalam liangyang rektum atau Fistula baru anal pasca trauma obstetri dilakukan secara konservatif dengan cara merawat luka fistula dengan baik 2. Pemberian antibiotik



OPERASI 1. Fistula yang besar, dilakukan operasi setelah 3 bulan kemudian 2. Fistula pasca radiasi dilakukan operasi setelah 1 sampai 2 tahun kemudian 3. Fistula karena bawaan, dapat dilakukan sesuai dengan keluhan penderita 4. Tehnik operasi: - Fistulektomy dan sfingteroplasti dilanjutkan rectal flap maupun vaginal flap - Prokto-kolektomi diikuti vaginal flap - Muscular graft



171



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI FISTULA UROGENITALIA 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



N 82 Fistula Urogenitalia Terdapatnya saluran abnormal yang menghubungkan traktrus urinarius dan traktus genitalia, sehingga urin masuk dan keluar melalui saluran genitalia (vagina) Etiologi: Fistula obstetri: 1.Trauma obstetrik: persalinan lama, persalinan dengan tindakan, seperti: forsep, vakum dan seksio sesarea Fistula ginekologi: 1. Trauma ginekologi (pasca operasi ginekologi) 2. Pasca terapi radiasi 3. Malignansi / keganasan 4. Kelainan bawaan



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Pemeriksaan Penunjang



Jenis fistula 1. Fistula uretrovaginal 2. Fistula uterovesikovaginal 3. Fistula vesikovaginal 4. Fistula vesikoservikovaginal 5. Fistula ureterovaginal 1. Terasa daerah kemaluan basah terus, cairan keluar dari vagina 2. Tidak ada rasa ingin berkemih dan kalau ada jarang sekali (uretra vesikovaginal) 3. Kejadian sesudah melahirkan, operasi, radiasi, tumor ganas, genitalia dan kelainan bawaan a. Inspeksi dan Inspekulo:  Terdapat cairan keluar dari lubang yang ada di vagina  Didapatkan lubang di dinding vagina identifikasi letak, besarnya, tepinya, jumlahnya b. Vaginal touche: perabaan jaringan sekitar fistula, dinding fistula serta kekakuan dinding fistula dan pemeriksaan genitalia interna c. Pada fistula yang sangat kecil dan sulit dilihat dengan mata  dilakukan tes biru metilen 1. Tes biru metilen 2. Sistoskopi 3. Tes endokarmin/adona 4. IVP (jika perlu)



172



7. 8. 9.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi



10. 11.



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan



12.



Tempat Pelayanan



Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang Inkontinensia urin overflow 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Urologi 3. SMF Radiologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konservatif : Batasan: fistula kecil yang timbul segera pasca persalinan atau beberapaharipasca ginekologi Terapi : - Katerisasi 2-3 minggu - Pemberian antibiotika - Bila gagal dengan terapi konservatif dilakukan reparasi fistula secara operatif 3 bulan kemudian, selalu menjaga kebersihan genitalia eksterna dan sekitarnya. 2. Operatif : Batasan : Fistula yang besar, fistula lama atau fistula yang gagal dengan terapi konservatif. Terapi : Repair fistula dapat dilakukan melalui vagina atau transvesika atau kedua-duanya atau trans abdominal tergantung dari besar dan letak fistula serta kemampuan operator. Perawatan fistula pasca repair harus diperhatikan dengan baik karena akan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. Tata laksana post operatif: 1. Pasien minum sebanyak 2000 - 2500 cc/hari selama perawatan. 2. Dipasang Folley Catetherthree way no 14-16 yang dipertahankan selama 10 hari. Dilakukan spuling hanya bila terdapat hematuria atau kristal endapan pada urine (warna tidak jernih). Cara spuling adalah bilas dengan NaCl 0,9 % sebanyak 14 tts/mnt sampai dengan urine jernih dan hentikan setelah urine jernih. Yakinkan selama perawatan tidak ada hambatan di FC, urine dapat mengalir dengan lancar dan tidak ada rembesan dari vagina. Pasien dalam waktu 10 hari masih dalam keadaan bedrest. 3. Pada hari ke-10 Folley Catether dapat dilepas dan tiap 2 jam pasien diminta untuk BAK sampai pasien bisa merasakan sensasi berkemih sendiri. Pasien dapat pulang bila sudah merasakan sensasi berkemih dan dapat berkemih dalam waktu 2 – 3 jam. 4. Obat Antibiotika intravenus diberikan 1 hari post op dan Antibiotika dapat diganti dengan AB oral pada hari ke-2 sampai dengan 5. Analgetik diberikan kalau perlu. 5. Kontrol 1 minggu setelah pulang. 6. Pasien boleh coitus  8-12 minggu post operasi. 7. Selama perawatan dilarang keras melakukan pemeriksaan dalam melalui vagina. Poliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan



173



13. 14. 15.



Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 7-14hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi. Perawatan konservatif maupun operatif 1. Harris WJ: Early complications of abdominal and vaginal hysterectomy. Obstet Gynecol Surv 50:795, 1995 2. Cunningham, et al. Genitourinary fistula. In: Williams Gynecology, The McGraw-Hill Companies. 2008. 3. Walters MD, Karam MM. Lower Urinary Tract Fistulas. In: Clinical urogynecology. 1sted. St Louis: Mosby, 1993; 330-41. 4. Nichols DH, Randall CL. Vesico Vaginal Fistulae. In: Vaginal Surgery. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1989; 369-87. 5. Copenhaver EH, Malone PD, Steckel FE, Greene AS. Repair of Urinary Fistula. In: Surgery of the vulva and vagina. A Practical Guide. 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1981; 6975. 6. Jacobs AJ, Gast MJ. Urogynecology. In: Practical Gynecology. 1st ed. Singapore: Simon & Schuster Asia Ptc Ltd, 1994; 22438. 7. Lapides C, Diokno AC. Clean intermittent self catheterization in urinary tract disease. J Urol 1972; 107: 458-61. 8. Wall LL. Obstetric Fistulas: Hope for a new beginning. International Urogyne Pelvic Floor Dysfunc 1995; 6 (5): 292-5. 9. Maresh M. Urological Gynecology. In: Audit in Obstetrics and Gynaecology. 1st ed. London: Oxford Blackwell Scientific Publications, 1994; 246-62. 10. Glenn HW. Management of Genitourinary Fistulas. In: Urogynecologic Surgery. 1st ed. Baltimore: Aspen Publishers, Inc, 1992; 131-8 11. Buchsbaum HJ, Schmidt JD. Vagina repair of vesicovaginal and urethrovaginal fistulae. In: Gynecologic and Obstetric Urology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1993; 355-69. 12. Friedman EA. Fistulas of the lower urinary tract. In: Atlas of Gynecological Surgery. 4th ed. Stuttgart: Georg Thieme Verlag, 1985; 20.1-21.



174



Bagan Alur Penanganan Fistula Urogenital



Diduga Fistula Ureterovaginal Singkirkan Fistula Vesicovaginal ( Sistoskopi±VCUG, double dye test)



Konfirmasi diagnosis (IVP±RPG/CT) Pemasangan Stent



Tidak



Berhasil



berhasil



Repair dengan pembedahan (ureteroneosisto stomi)



Lepas stent dalam 4-6 minggu Ulang pencitraan Fistula membaik



Fistula menetap VVF tanpa cedera ureter Tanpa komplikasi ( kecil, postoperasi) Diameter 5mm



Evaluasi untuk menunda repair (infeksi, keadaan tidak stabil)



Terapi konservatif: Kateter Repair



VVF menetap



Abdominal



Repair segera



Vaginal



175



Transvesical



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL 2015 RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 10 2. Diagnosis 3. Pengertian



N81.1; N81.2; N81.5; N81.6 Prolaps Organ Panggul Turunnya atau menonjol organ panggul ke dalam lubang vagina, bahkan dapat keluar ke lubang vagina Etiologi Kelemahan atau kerusakan penyanggah otot atau ligamen yang menggantung dinding/organ panggul. Prevalensi: Pasien yang pernah melahirkan kemungkinan menderita POP hampir 50% dan 20% pasien yang dilakukan operasi ginekologi adalah kasus-kasus POP Faktor risiko: 1. Persalinan pervaginam 2. Paritas 3. Usia 4. Menopause 5. Obesitas 6. Keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat 7. Ras 8. Genetik 9. Pasca operasi vaginal histerektomi



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



Jenis Prolaps Organ Panggul 1. Sistokel 2. Rektokel 3. Enterokel 4. Prolaps uteri 5. Prolaps puncak vagina 1. Terasa ada benjolan di introitus vagina, 2. Terasa ada yang keluar dari introitus vagina 3. Nyeri di daerah punggung 4. Inkontinensia urin 5. Konstipasi 6. Susah berjalan 7. Perdarahan pervaginam 8. Kesulitan dalam berhubungan seksual Pemeriksaan Ginekologi a. Dilakukan secara sistematik, mulai dari vulva dan perineum, dinding vagina bagian anterior dan posterior serta puncak vagina. b. Lakukan valsava manouvre untuk melihat sampai dimana turunnya



176



vagina. c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kekuatan dinding pelvik sekaligus keadaan genitalia internal lainnya. d. Pergunakan POP - Q untuk menentukan derajat prolaps



Deskripsi dan stadium prolaps dengan sistem POP - Q ____________________________________________________________ _____ Titik/Jarak



Keterangan



____________________________________________________________



Aa



Titik tengah dinding vagina anterior, 3 cm proksimal



dari meatus uretra. Ba



Dinding vagina anterior, jarak antara Aa dan forniks anterior



C



Titik yang menunjukkan tepi serviks atau stump vagina pada pasien pasca histerektomi total. D



Forniks posterior, tidak digunakan pada pasien pasca histerektomi



Ap



Titik pada dinding vagina posterior, 3 cm proksimal dari himen



Bp



Dinding vagina posterior, jarak antara Ap dan forniks posterior



Genital hiatus



Jarak antara titik tengah meatus uretra dengan titik



(gh)



posterior himen



Perineal body



Jarak antara tepi posterior dari genital hiatus ke



(pd)



pertengahan anus



177



Total vaginal



Jarak terjauh vagina ssat C dan D berada pada posisi



length (tvl)



normal



____________________________________________________________ _____ Stadium ____________________________________________________________ _____ Stadium 0



Normal



Stadium 1



Seluruh titik berada pada < -1 cm



Stadium 2



Titik terendah berada pada jarak tidak lebih dari 1 cm dari himen (-1 dan +1 cm)



Stadium 3



Titik terendah pada jarak > 1 cm dari himen, namun tidak prolaps total



Stadium 4



Prolaps total dengan titik terendah sama dengan total vaginal length



____________________________________________________________ _____



6.



7.



Pemeriksaan Penunjang



Kriteria Diagnosis 8. Diagnosis Banding 9. Konsultasi 10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan



Sitologi atau biopsi bila ada erosi dan suspek keganasan, pemeriksaan ivp pada prolaps uteri yang besar sekali pada stadium IV dan dengan gangguan berkemih. Pemeriksaan laboratorium lengkap serta pemeriksaan lain bila direncanakan pengobatan dengan rencana operasi Anamnesis dan pemeriksaan fisik Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konservatif A. Pencegahan, dengan mengurangi faktor risiko, seperti: mengurangi berat badan, pekerjaan-pekerjaan berat dan lain-lain, Latihan otot dasar panggul (untuk prolaps uteri stadium I). B. Pemberian hormonal estrogen pada mereka yang sudah berusia lanjut, seperti: krim C. Pemasangan pesarium perlu diperhatikan besarnya dan jenisnya pesarium, serta keluhan-keluhan yang dirasakan akibat penggunaan pesarium.



178



D. Perlu dilakukan pengontrolan secara rutin dalam waktu 2-3 bulan untuk melihat adanya erosi, infeksi dari dinding vagina. 2. Operatif. A. Bagi penderita yang masih dalam masa reproduksi dan uterus tidak ingin diangkat dilakukan: a. Ventrofiksasi, cara Operasi Purandare b. Uterosakroligamenfiksasi c. Sakrospinosis ligamenfiksasi d. Fasia illiokoksigeus suspensi B. Kompartemen vagina anterior a. Kolporafi anterior C. Kompartemen posterior: a. Kolporafi posterior b. Kolpoperineorafi D. Kompartemen superior a. Histerektomi b. Kolpokleisis c. Sakrospenosis fiksasi d. Fasia iliokoksigeus fiksasi e. Mc. Call Pada operasi ini dapat pula dipergunakan grapt untuk membantu ligamen atau fasia yang lemah.



12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit 14. Informed Consent



15. Tenaga Standar



16. Lama Perawatan 17. Masa Pemulihan 18. Hasil 19. Patologi 20. Otopsi 21. Prognosis 22. Tindak Lanjut



Perawatan: 3-4 hari, kateter nomor 12 dipasang dalam waktu 24 jam pasca operasi, pemberian antibiotika, dan penderita dapat dipulangkan bila sudah berkemih secara spontan. Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Adanya angka rekurent terjadinya POP pasca tindakan Ya,perlu diberikan pada pasien dan keluarga karena kelainan mungkin tidak hanya satu dan banyaknya teknik operasi yang dapat dilakukan, sehingga operasi ditentukan atas keinginan pasien dan keluarga dan kompetensi operator. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 1-3 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi



179



23. Indikator Medis 24. Edukasi 25. Kepustakaan



Menghindari faktor risiko POP 1. Cardozo L. Prolapse. In: Urogynecology the king’s approach. Churchill Livingstone, 1977: 321-46. 2. Wall LL. Incontinence, Prolapse, and Disorder of the pelvic Floor. In: Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Ed. Novak’s Gynecology. 2 th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 619-63. 3. Rock JA, Thompson JD. Surgical Correction of Defects in Pelvic Support. In: Rock JA, Thompson JD. Ed Te linde’s Operative Gynecology 8th ed. New York, Lippincot-Raven, 1977: 951-1077. 4. Junizaf. Kelainan letak alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H. Ed. Ilmu kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo: 1997; 420-46. 5. Symmonds RE, Williams TJ, Lee RA, Webb MJ. Poshysterectomy enerele and vaginal vault prolapse. Am, J Obstet. Gynecol. 1981; 140: 852-59. 6. Bimbaum SJ. Rational therapy for the prolapsed vagina. Am. J Obstet. Gynecol. 1973; 115:411-19. 7. Morley GW, John OL. Sacrospinous ligament fixation for eversion of the vagina. Am J Obstet. Gynecol. 1988; 158:827-81. 8. Timmons MC, AddisonWA, Addison SB, Cavenar MG. Abdominal Sacral Colpoxy in 163 Women with Posthysterectomy vaginal vault prolapse and enterocele. The Journal Reproductive Medicine. 1992;37:323-37. 9. Barrington JW, Edwards G. Posthysterectomy Vault Prolapse. International Urogynecology Journal. 2000;11:241-45. 10. Pohl JF, Frattarelli JL. Bilateral transvaginal sacrospineous colpopexy: Preliminary experience. Am. J. Obstet. Gynecol. 1997;177:1352-62. 11. Bump RC, Mattiason A, Brubaker LP. The Standardization of terminology of female pelvic organ prolapse and pelvic floor dysfunction. Am.J. Obstet. Gynecol. 1996;175:10-7.



180



Bagan Alur Penanganan Prolaps Organ Panggul



Anamnesa Pemeriksaan Fisik: 1.Bimanual+Speculum 2. Maneuver valsava Terapi 3. POP-Q Modifikasi gaya hidup:



Konservatif:



Operatif (kompart emen)



1. Estrogen



1. Senam kegel 2. Pesarium: 2. Stop merokok Cuci pasang teratur 3. Atasi konstipasi



Setiap 2-3 bulan periksa Anteriorerosi Adanya 1.Kolporafi



181



Posterior



Superior



1.Kolporafi



1.Histerektomi



2.Kolpoperineorafi



2.Kolpokleisis 3.Fiksasi



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ELONGATIO COLLI 2015



RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2. 3.



No. ICD Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6. 7. 8.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang



N 88.4 Elongatio Colli Perpanjangan atau hipertrofi serviks menuju ke arah introitus dengan jaringan penunjang uterus lainnya masih dalam keadaan baik. 1. Terdapat benjolan keluar dari dalam kemaluan 2. Perasaan berat pada perut bagian bawah 3. Rasa tidak nyaman, nyeri Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan Ginekologi 1. Posisi litotomi atau berdiri dimana harus dalam keadaan rileks dan diminta untuk mengedan atau batuk 2. Tentukan organ apa yang muncul melalui introitus : serviks/ sistokel, rektokel atau enterokel 3. Pengukuran panjang serviks harus dilakukan dengan cara sondase untuk menentukan panjang kanalis servikalis Anamnesis, pemeriksaan fisik, USG Sistokel, rektokel, enterokel -



9.



Konsultasi



Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi RSUP Sanglah



10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan



12. Tempat Pelayanan



13. Penyulit



Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) RSUP Sanglah 1. Lakukan sitologi atau biopsi serviks untuk menyingkirkan keganasan 2. Pasien elongatio coli harus dianjurkan untuk tidak melakukan pekerjaan berat (merupakan faktor risiko) 3. Terapi operasi Manchester-Fothergill (operasi suatu amputasi serviks dan pengikatan ligamentum kardinale ke titik bagian anterior serviks serta kalau perlu dilakukan kolporafi posterior) 4. Pada pasien usia tua, sebelum dilakukan operasi, perlu dilakukan D&C dengan 2 alasan:  Dilatasi kanalis akan memudahkan penjahitan mukosa vagina ke kanalis servikalis  Adanya uterus yang ditinggalkan, maka harus dipastikan tidak ada keganasan Poli Kebidanan dan Kandungan bagian Uroginekologi dan Rekonstruksi, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan pasca operasi. Infeksi, keganasan, perlengketan



182



14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Informed Consent Tenaga Standar Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Edukasi Indikator Medis Kepustakaan



Informed consent tertulis Dokter Spesialis Uroginekologi & Rekonstruksi Antara 2-3 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol Poliklinik Kebidanan dan Kandungan 108 Vulva hygiene 1. Junizaf. Ellongatio Colli. Dalam: Buku Ajar Uroginekologi Indonesia edisi 1, Himpunan Uroginekologi Indonesia, Jakarta, 2011. Hal 69 – 73.



183



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI AGENESIS SALURAN GENITALIA WANITA 2015 RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2. 3.



No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Pemeriksaan Penunjang



7. 8.



Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding



9.



Konsultasi



10.



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan



11.



Q 52.8 Agenesis Saluran Genitalia Wanita Tidak terbentuknya sebagian atau seluruh saluran reproduksi, termasuk tuba falopii, uterus, serviks, dan vagina. Prinsip Dasar 1. Agenesis terjadi akibat gangguan fusi saluranMüller. Sebagian besar kasus adalah agenesis vagina. 2. 90% kasus agenesis vagina merupakan bagian dari sindroma Rokitansky-Mayer-Küstner-Hauser(MRKH), yang diikuti abnormalitas ginjal (saluran kemih) dalam berbagai derajat, masalah skeletal dan gangguan pendengaran. 3. 7-8% kasus agenesis vagina ditemukan pada pasien dengan sindroma insensitivitas androgen yang memiliki kariotipe 46,XY. 1. Tidak pernah mendapat haid pada usia sekitar 15-16 tahun dengan/tanpa tanda seks sekunder normal. Pada kasus yang masih terdapat endometrium fungsional nyeri siklik dan perut membesar dapat menjadi keluhan tambahan. 2. Kesulitan berkemih atau ISK berulang (pada MRKH yang disertai kelainan saluran kemih) 3. Sulit/tidak dapat melakukan hubungan seksual (penetrasi) 1. Pertumbuhan tanda seks sekunder baik. 2. Hanya terdapat lesung vagina atau vagina sangat pendek (< 5 cm) karena 1/3 vagina distal terbentuk dari sinus urogenital). 3. Tidak dijumpai massa pelvis. Kadang teraba uterus yang hipoplastik 4. Lipatan peritoneal dapat diraba pada pemeriksaan bimanual rektoabdominal. Pemeriksaan Penunjang 1. USG genitalia interna dan ginjal 2. Pemeriksaan kromosom dan seks kromatin 3. IVP 4. MRI dan Laparoskopi jika diperlukan. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Bedah Urologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konseling pada pasien dan keluarga: hasil pemeriksaan 184



12. 13. 14. 15.



Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



kromosom, pilihan terapi, waktu pelaksanaan terapi. 2. Tatalaksana ditunda hingga usia dewasa (usia > 16 tahun) sedapat mungkin mendekati waktu pasien akan menikah, khusus untuk direncanakan tindakan operasi 3. Pada kasus yang tidak direncnankan untuk operasi dapat dilakukan businasi dengan menggunakan dilator hegar atau modifikasi Ingram (bicycle seat stool). 4. Laparotomi evakuasi dilakukan pada agenesis vagina dengan hematometra, kadang-kadang hingga histerektomi. 5. Pada kasus pasien AIS, dilakukan pengangkatan gonad (testis) intraabdomen terlebih dahulu, biasanya per laparoskopi atau laparatomi untuk mencegah risiko keganasan. Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai penyebab agenesis saluran genetalia Ya, tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi Tergantung tindakan yang dikerjakan Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi108. Konseling mengenai fertilitas 1. Oliver GD. Clinical aspects of urinary, genital and lower bowel anomalies and ambiguous genitalia. In: Drutz HP, Herschorn S, Diamant NE. Eds. Female pelvic medicine and reconstructive surgery. London: Springer, 2003. 2. Vaginal hypoplasia. Diunduh dari http://www.medhelp.org/www/ais/31_hplasia.htm . Last updated 21 Aug 2006. 3. Vaginal agenesis. Diunduh dari http://www.urologyhealth.org/adult/index.cfm?cat=01&topic= 150. Last revised Oct 2009 4. Rokitansky-Mayer-Küster-Hauser Syndrome. Diunduh dari MRKH foundation. http://mrkh.org/



185



Bagan Alur Penanganan Agenesis Saluran Genitalia Wanita



Vaginal agenesis Uterus (-)



Rekonstru Tdk ksi vagina sebelumn ya? Ya



Vaginal ya dimple?



Dilatati Ber Tdk hasil on ?



tidak



Operasi abdominalTdk sebelumn ya?



ya Intestinal vaginoplasty



Laparosko tidak pi Davydov



Berhasil?



Berhasil?



ya



Tdk



ya



Laparosk opi Vecchieti



ya



Lanjutkan dilatasi



186



ya



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABORTUS 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



O.20.0, O.03, O.02.1, O.06.9, O.08.0 Abortus Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Dimana sebagai batasan adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 mg. Abortus Iminens a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Perdarahan pervaginam. d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan Abortus Insipiens a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Perdarahan pervaginam banyak. d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang-berat Abortus inkomplit a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Perdarahan pervaginam banyak. d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat Missed Abortion a. Tanda-tanda kehamilan. b. Perdarahan atau tanpa perdarahan pervaginam. c. Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur kehamilan. Abortus infeksiosus a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Sering diawali oleh abortus provokatus. d. Febris. e. Perdarahan pervaginam



187



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Kriteria Diagnosis



7.



Diagnosis Banding



8.



Pemeriksaan USG Penunjang Konsultasi PerawatanRumahSakit Abortus Iminens : tidak perlu perawatan (MRS) Abortus Insipiens : tidak perlu perawatan (MRS) Abortus inkomplit : tidak perlu perawatan (MRS) Missed Abortion : tidak perlu perawatan (MRS) Abortus infeksiosus : perlu perawatan (MRS) Terapi / tindakan Abortus Iminens (ICD 9-CM) a. Rawat jalan. b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual. c. Medikamentosa: - Penenang: Luminal, Diazepam. (Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau Luminal 3 kali 30 mg). - Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine. (Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari). - Progesteron Abortus Insipiens a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretasi, lebih dari12 minggu dilakukan oksitosin titrasi dan kuretase. b. Medikamentosa: - Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari. - Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari. Abortus inkomplit a. Perbaikan keadaan umum. b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre kuretase.



9. 10.



11.



Abortus Iminens Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan. Abortus Insipiens Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka, ketuban utuh, dan tinggi fundus uterus sesuai dengan umur kehamilan. Abortus inkomplit Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba jaringan kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil dari umur kehamilan. Missed Abortion Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur kehamilan. Abortus infeksiosus Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur kehamilan, nyeri tekan abdomen, osteum uteri terbuka atau tertutup, tanda-tanda infeksi genitalia intern (temperatur rektal lebih tinggi dari aksila, flour panas dan berbau, nyeri goyang serviks, nyeri adneksa) Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Molla hidatidosa, Kehamilan ektopik



188



12.



Tempat Pelayanan



13. 14. 15.



Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16.



Lama Perawatan



17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.



Masa Pemulihan Hasil Patologi Prognosis Otopsi Tindak Lanjut IndikatorMedis



24. 25.



Edukasi Kepustakaan



c. Medikamentosa: - Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari. - Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari. Missed Abortion a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretase langsung. b. Umur kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan:. - Rawat inap; dipasang stiff laminaria 12-24 jam, dan - Titrasi oksitosin atau Prostaglandin Abortus infeksiosus a. Antipiretik: Paracetamol 3x 500 mg b. Ampicillin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr, Metronidazol supp 3 kali 1 gr. c. Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam bebas panas atau dalam waktu 12-24 jam apabila panas tidak turun. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Perdarahan, perforasi uterus, infeksi Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A ke atas Perawatan (MRS) dilakukan pada abortus infeksiosus dan abortus dengan gangguan kondisi umum, selama 57 hari 2-3 minggu Baik Tidak diperlukan Baik Tidak diperlukan Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108. Tidak ada perdarahan pervaginam, nyeri perut, panas badan Risiko abortus berulang 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.



189



RSUP SANGLAH DENPASAR



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI LEKORE 2015



1. 2. 3.



No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Kriteria Diagnosis



7.



Diagnosis Banding



8.



Pemeriksaan Penunjang Konsultasi



Swab vagina



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



Tidak perlu perawatan (MRS)



9. 10. 11.



12. 13. 14. 15.



Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil



N89.8 Lekore Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan darah. Keputihan encer sampai kental warna kekuningan, kehijauan, seperti susu basi, berbau, rasa gatal sampai membakar, dan nyeri saat berkemih. Inspekulo tampak lekore encer sampai kental warna kekuningan, kehijauan, seperti susu basi, tanda peradangan, dan bintik-bintik merah pada mukosa vagina dan atau sampai serviks vagina. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Tidak ada



3. Mikrobiologi



1. Trickomonas Vaginalis.  Metronidazole 2 kali 500 mg per oral selama 5 hari.  Metronidazole supp pervaginam 2. Vaginosis bakterial oleh Gardenella. vaginalis.  Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per oral.  Klindamicin 2 kali 300 mg selama 7 hari per oral. 3. Candida Albicans  Ketokonazole l50 mg, l kali dosis tunggal per oral.  Trikonazole 2 kali 500 mg selama selama 5 hari per oral. 4. Nesseria Gonore  Ampisilin 1000 mg dosis tunggal, atau  Thiamfenikol 1000 mg dosis tunggal. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin Tidak ada Ya, tertulis 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 4. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol ke atas Pasien tidak dirawat (MRS) Tergantung penyulit yang ada Baik 190



19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



Ya Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108 Keluhan keputihan, gatal dan nyeri tidak ada Hindari faktor risiko, obati pasangan seksual 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.



191



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PENYAKIT RADANG PANGGUL 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4. 5.



Anamnesis Pemeriksaan Fisik



6.



Kriteria Diagnosis



N70, N71, N73, N74 Penyakit Radang Panggul Penyakit peradangan organ genitalia di atas niveu orifisium uterus internum meliputi endometritis, miometritis, pelvik selulitis, salpingitis, salpingo-oovoritis, pelvioperitonitis, dan abses (abses tubo-ovarial dan abses kavum Douglasi). Nyeri perut bawah, keputihan, panas badan a. Suhu meningkat disertai takikardia. b. Nyeri suprasimfiser; biasanya bilateral. c. Rebound tendernes dan dapat disertai menoragia, metroragia, dan ileus paralitik d. Pemeriksaan Ginekologi Pemeriksaan abdomen: Nyeri spontan-tekan abdomen bawah terutama suprasifisis Perut distensi minimal sampai sedang. Inspekulo: cairan sekresi vagina, osteum uterus eksternumkanalis servikalis berwarna kuning atau putih seperti susu dan berbau tidak sedap. Vaginal toucher: besar dan konsistensi uterus sulit dievaluasi, nyeri daerah parametrium dan adneksa, nyeri goyang porsio dan fornices. Kadang, adanya penonjolan yang lembut Kavum Douglasi kearah vagina. Kriteria mayor: 1. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa rebound. 2. Nyeri bila serviks uterus digerakkan, dan 3. Nyeri pada adneksa. Kriteria minor: Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini: 1. Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks. 2. Suhu rektal diatas 38°C. 3. Leukosit lebih dari 10.000/mm3. 4. Pus dalam kavum peritoneum (dengan kuldosintesis atau laparoskopi). 5. Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.



Derajat Derajat I



Deskripsi Radang panggul tanpa penyulit, terbatas 192



7.



Diagnosis Banding



8



Pemeriksaan Penunjang



9



Konsultasi



10



Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



11



pada tuba dan ovarium, dengan atau tanpa pelvio-peritonitis Derajat II Radang panggul dengan penyulit, didapatkan massa radang atau abses pada kedua tuba atau ovarium Derajat III Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik 1. Kehamilan Ektopik Terganggu. 2. Abortus septik. 3. Ruptur kista. 4. Apendisitis. 1. DL dan kultur darah, cairan tubuh, sekresi vagina. 2. USG 3. Kuldosentesis 4. Laparoskopi 1. Dokter spesialis Bedah atau Bedah Digestif 2. Dokter spesialis Terapi Intesif ketika terdapat tanda septik dan dapat dirawat bersama Anetestsilogist & Terapi Intensif 3. Dokter spesialis Gizi Klinik PRP grade I : Tidak perlu perawatan (MRS) PRP grade II dan III: perawatan (MRS) Penyakit Radang Panggul Derajat I adalah: 1. Rawat jalan 2. Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat. 3. Tidur yang cukup 4. Makanan tinggi kalori dan protein 5. Tidak melakukan hubungan seksual 6. Medikamentosa 6.1 Antibiotika: a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari. b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari pertama. c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari. d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 710 hari. 6.2 Analgetik. 6.3 Anti-inflamasi Penyakit Radang Panggul Derajat II dan III adalah: 1. Rawat inap 2. Istirahat ditempat tidur, kalau perlu posisi Fowler. 3. Medikamentosa: 3.1 Antibiotika. a. Kombinasi I.  Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari.  Gentamisin 5 mg/Kg BB/hari im/iv 2 x /hari selama 5-7 hari.  Metronidazole 1 g rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari. b. Kombinasi II.  Sefalosporin generasi III, 2-3 x l g/hari selama7 hari. 193



12



Tempat Pelayanan



13



Penyulit



14 15



Informed Consent Tenaga Standar



16



Lama Perawatan



17 18 19



Masa Pemulihan Hasil Patologi



20 21



Otopsi Prognosis



22 23



Tindak Lanjut Indikator Medis



24



Edukasi



25



Kepustakaan



 Metronidazole 1 g rektal supp, 2 x/hari selama 5-7 hari. 3.2 Analgetik. 3.3 Anti inflamasi Catatan: khusus abses tubo-ovarial diutarakan tersendiri Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruangan Cempaka Timur Jangka pendek adalah pembentukan abses, peritonitis, peri-hepatitis, dan selulitis. Jangka panjang adalah infeksi berulang, infertilitas, hamil ektopik, dismenore, disparunia, dan nyeri pelvik kronik. Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A ke atas PRP-I adalah 5 hari rawat jalan PRP-II adalah 3-5 hari rawat inap PRP-III adalah 6-10 hari rawat inap 10-14 hari Baik Pada PRP derajat II dan III yang dilakukan tindakan operatif Tidak diperlukan PRP-I adalah dubia ad bonam PRP-II adalah dubia ad bonam PRP-III adalah dubia ad malam Rawat jalan selama 2 minggu 1. Keluhan nyeri perut bawah, keputihan, panas badan tidak ada. 2. Suhu rektal di bawah 37,5°C. 3. Leukosit kurang dari dari 10.000/mm3. 4. Pus dalam kavum peritoneum sudah dievakuasi Risiko terjadinya PRP berulang, Pencegahan faktor risiko PRP 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.



194



Alur Diagnosis dan Penanganan Penyakit Radang Panggul dan Abses Tuba Ovarium



Keputihan berbau, nyeri dan panas perut bawah dan jalan menunduk, meringis, terlihat nampak sakit dan gelisah



Inspekulo: lekore panas dan berbau. Tanda radang Celsus vagina dan serviks



Radang Panggul Derajat I



Vaginal Toucher: Uterus ≥ normal, nyeri goyang serviks dan fornices. Parametrium nyeri dan sulit dievaluasi



Palpasi: nyeri suprasimfisis, sulit dievaluasi



Radang Panggul



1. 2.



Rawat jalan Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat. 3. Tidur yang cukup 4. Makanan tinggi kalori dan protein 5. Tidak melakukan hubungan seksual 6. Medikamentosa 6.1 Antibiotika:



3.



Rawat inap Istirahat ditempat tidur, kalau perlu posisi Fowler. Medikamentosa: 3.1 Antibiotika. a.



Kombinasi I.







Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari. Gentamisin 5 mg/Kg BB/hari im/iv 2 x /hari selama 5-7 hari.







a.



6.2 6.3



Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari. b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari pertama. c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari. d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari. Analgetik Anti-inflamasi



1. 2.







Metronidazole 1 g rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.



b. Kombinasi 







II.



Sefalosporin generasi III, 2-3 x l g/hari selama7 hari. Metronidazole 1 g rektal supp, 2



x/hari selama 5-7 hari. 3.2 Analgetik. 3.3 Anti inflamasi



195



LED memanjang



Teraba tumor di regio adneksa, nyeri tekan dan adesif



Derajat Ii-II



Penanganan:



Suhu aksila-rektal selisih 0,5%. Lekosit ≥ 10.000



ATO Utuh



1. 2. 3. 4. 5.



ATO Pecah



Konservatif Pasang venous line. Tirah baring semi Fowler. Observasi tanda vital dan produksi urine. Antibiotika. Kombinasi I: Ampisilin 4 x 12 g/hari iv selama 5-7 hari.



Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7 hari



Antibiotika: Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7 hari. Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari. Laparotomi(salpingoooforektomi, kalau perlu TAH / SVH), kultur pus, dan pasang drainase pervaginam atau perabdominal kontra Mc Burney.



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABSES TUBO OVARIAL 2015 RSUP SANGLAH DENPASAR 1.



No. ICD 10



N.70



2.



Diagnosis



Abses Tubo Ovarial



3.



Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



Radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba fallopii unilateral atau bilateral 1) Ringan tanpa keluhan. 2) Berat dengan keluhan, seperti: a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septik. b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah. c. Febris pada 60-80% kasus. d. Takikardia. e. Ileus, dan f. Pembentukan massa. Abdomen:  Nyeri spontan atau tekan abdomen bawah terutama suprasifisis  Perut distensi minimal sampai sedang. Inspekulo:  Cairan sekresi vagina,  Osteum uterus eksternum-kanalis servikalis berwarna kuning atau putih seperti susu  Berbau tidak sedap.



6.



Kriteria Diagnosis



7.



Diagnosis Banding



Vaginal toucher:  Nyeri daerah parametrium dan adneksa  Nyeri goyang porsio dan fornices.  Teraba masssa di regio adneksa baik unilateral maupun bilateral dengan ukuran bervariasi 5-15 cm, konsistensi ireguler-multikistik, sulit digerakkan / perlekatan dengan jaringan sekitar, nyeri sangat menonjol.  Penonjolan yang lembut Kavum Douglasi kearah vagina kalau ATO pecah. Gejala klinis seperti di atas, ditambah dengan: 1) Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED. 2) Tanda-tanda ileus (Rontgen BOF). 3) Massa di adneksa (USG), dan 4) Pus positif pada punksi kavum Douglasi. 1) ATO utuh tanpa keluhan: a. Tumor ovarium. b. Kehamilan ektopik. c. Abses periapendiks. d. Hidrosalping. 196



8.



Pemeriksaan Penunjang



9.



Konsultasi



10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



e. Mioma uteri. 2) ATO dengan keluhan: a. Perforasi appendisitis. b. Perforasi divertikel. c. Perforasi ulkus peptikum. d. Kista ovarium terinfeksi/terpeluntir.  DL, UL, LFT, BUN, SC,  Kultur darah, cairan tubuh-sekresi kanalis tuba internum  USG  Spesialis Bedah atau Bedah Digestif  Spesialis Terapi Intensif  Spesialis Gizi Klinik Perlu perawatan (MRS) 1) ATO utuh. a. Konservatif. b. MRS pasang infus. c. Tirah baring semi Fowler. d. Observasi tanda vital dan produksi urine. e. Antibiotika. Kombinasi I:  Ampisilin 4 x 1-2 g/hari iv selama 5-7 hari.  Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7 hari.  Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 57 hari. Kombinasi II:  Sefalosporin generasi III 2-3x1 g/hari selama 5-7 hari.  Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 57 hari. f. Operatif laparotomi. 2) ATO Pecah. a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan pasang drainase. b. Antibiotika:  Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7 hari.  Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.



12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit



Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1) ATO utuh: a. Pecah sampai sepsis (jangka pendek). b. Ileus, infertil, kehamilan ektopik dan nyeri (jangka panjang). 2) ATO pecah: a. Syok septik. b. Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak). c. Penyulit terkait laparotomi 197



14. Informed Consent 15. Tenaga Standar



Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. PPDS I tingkat Chief.



16. Lama Perawatan



5-10 hari



17. Masa Pemulihan



Tergantung penyulit yang ada



18. Hasil



Baik



19. Patologi



Jaringan yang diangkat durante operasi



20. Otopsi



Tidak dikerjakan



21. Prognosis



Dubius ad bonam



22. Tindak Lanjut



Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.



23. Indikator Medis



Pasien tidak nyeri, tidak panas



24. Edukasi



Keluhan dapat berulang selama faktor risiko masih ada. 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.



25. Kepustakaan



198



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI MIOMA UTERUS 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Kriteria Diagnosis



7.



Diagnosis Banding



7.



Pemeriksaan Penunjang



8. 9.



Konsultasi Perawatan Rumah Sakit



D.25 Mioma Uterus Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. 1. Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba benjolan padat kenyal. 2. Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea. 3. Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine, konstipasi, edema tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng didaerah pelvis. 4. Infertilitas dan kehamilan ektopik. 5. Tanda abdomen akut. 1 Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat digerakkan, dan tanpa nyeri. 2 Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus. 1. Anamnesis, sesuai dengan gejala di atas. 2. Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat digerakkan dan tanpa nyeri. 3. Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus. 4. USG didapatkan gambaran massa dengan batas tegas, bentuk bulat, hiperekoik homogen, dan vaskularisasi diluar massa. 5. Dilatasi dan kuretasi serta pemeriksaan histopatologik PA pada gangguan perdarahan yang menunjukkan proliferasi atau hiperplasia simpleks endometrium. 6. Pemeriksaan PA pasca operatif. 1. Tumor solid ovarium. 2. Adenomiosis. 3. Kelainan bentuk uterus. 4. Tumor solid non ginekologi. 5. Kehamilan. 6. Miosarkoma. USG: gambaran tumor bentuk bulat atau bulat lonjong baik soliter maupun multipel dengan hiperekoik homogen, dinding tegas, tanpa efek lateral dan pantulan posterior, pembuluh darah diluar massa tumor. Divisi Onkologi dan ginekologi tidak perlu perawatan (MRS), bila tidak disertai dengan gangguan hemodinamik



199



10.



Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



11.



Tempat Pelayanan



12.



Penyulit



5.1 Konservatif Terapi konservatif kalau tanpa keluhan dan tanda-tanda degenerasi ganas. Keluhan positif yaitu: 1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi kronis. 2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan menometrohagia. 3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung anemia, mudah infeksi, penuruanan kinerja dan konsentrasi. 4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih dan defekasi, nyeri pelvic kronik dan kemeng di region suprasimfisis. GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg intramuskuler gluteal. Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom sub mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan embolisasi. 5.2 Operatif Terapi operatif tergantung pada: 1. Adanya keluhan gangguan haid serta komplikasinya dan atau keluhan pendesakan organ sekitar. 2. Infertilitas post terapi GnRH agonist 3. Nyeri pelvik kronis akibat pendesakan, perlekatan, dismenore, disparunea, hemorrhoid, disuria berulang, nyeri defekasi, dan manipulasi. 4. Ketentuan: a. Umur penderita lebih dari 50 tahun adalah TAH-BSO atau SVH tergantung kondisi serviks. b. Menginginkan anak dilakukan miomektomi atau enukleasi mioma baik post GnRH agonist maupun langsung.. c. Pada kasus dengan gangguan haid dimana umur lebih dari 40 tahun dilakukan D & C untuk pemeriksaan PA dan USG endometrium untuk diagnosis kemungkinan keganasan. d. Pemerikasaan inspeksi asam asetat (IVA), sitologik Pap smear atau kolposkopi serviks e. Pendekatan operatif adalah laparotomi dan atau laparoskopi Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perdarahan pervaginam berulang yang mengakibatkan anemia dengan semua bentuk patologi fungsional akibat anemia. 200



13. 14. 15. 16.



Informed Consent Tenaga Standar Lama Perawatan Masa Pemulihan



17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.



Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi



24.



Kepustakaan



2. Torsi pada mioma yang bertangkai. 3. Infeksi kandung kemih, penyakit radang panggul, dan proktitis. 4. Degenerasi merah, kistik sampai nekrosis. 5. Degenerasi hialin. 6. Degenerasi ganas berupa miosarkoma. 7. Infertilitas. 8. Nyeri pelvik kronis dan semua ikutannya. Ya, tertulis Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Antara 3-5 hari 1. Terapi konservatif dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan 2. Pada pemberian GnRH analog dilakukan evaluasi setiap 6 bulan. 3. Terapi operatif adalah 4 minggu. Baik Ya. Dilakukan untuk menentukan penanganan lanjutan Tidak dilakukan Dubia ad bonam Tergantung perkembangan penyakit Tidak ada gangguan haid dan penekanan organ Miomektomi : risiko mioma uteri berulang Histerektomi : tidak haid lagi 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.



201



Alur diagnosis dan penanganan Mioma Uterus



Mioma Uterus



Ukuran < 12 Minggu



Ukuran ≥ 12 Minggu



Keluhan Negatif



Keluhan Positif



Konservatif



GnRHAgonis



Berhasil



Gagal



Keluhan Negatif



Operatif



Catatan: Keluhan positif yaitu: 1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi kronis. 2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan menometrohagia. 3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung anemia, mudah infeksi, penuruanan kinerja dan konsentrasi. 4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih dan defekasi, nyeri pelvic kronik dan kemeng di region suprasimfisis. 5. GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg intramuskuler gluteal. 6. Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom sub mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan embolisasi.



202



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI LESI PRAKANKER 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5. 6.



Pemeriksaan Fisik Kriteria Diagnosis



7. 8.



Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang



9. 10. 11.



Konsultasi Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



12.



Tempat Pelayanan



13. 14. 15.



Penyulit Informed Consent Tenaga Standar



16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.



Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan



N87.0, N87.1, D06 Lesi Prakanker Serviks Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS)/ Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN) I atau Low grade Squamous Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS/CIN II-III atau High grade Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL). 1. Tanpa gejala. 2. Dengan gejala seperti keputihan berbau, perdarahan pasca senggama, tidak nyaman pada daerah suprasimfisis. Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis. 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan ginekologis 4. Pemeriksaan penunjang Kanker serviks, servisitis, polip serviks 1. Sitologi dengan Pap Smear. 2. Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah (Kolposkopibiopsi). 3. Kuretasi endoserviks (KES). Divisi Onkologi dan Ginekologi Tidak perlu dirawat (MRS) CIN I : Observasi papsmear setiap 3 bulan CIN II : Cryoterapi, kauterisasi CIN III : Konisasi, Histerektomi (TAH) Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Perdarahan, infeksi pada serviks Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas Tidak perlu dirawat (MRS) Tergantung penyulit yang ada Baik Ya Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108 Keluhan keputihan, perdarahan, nyeri tidak ada Kontrol teratur setelah tindakan, hindari faktor risiko 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 203



2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.



204



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KARSINOMA VULVA 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Kriteria Diagnosis



C.51.9 Kanker Vulva Keganasan yang tumor primernya tumbuh pada daerah vulva dan bukan merupakan tumor metastasis dari organ genitalia maupun ekstragenitalia. a. Gatal-gatal pada daerah vulva. b. Benjoan atau massa pada daerah vulva c. Kadang-kadang disertai perdarahan. d. Benjolan pada daerah lipatan paha a. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di daerah vulva. b. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau ulkus. c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit. 1) Anamnesis. 2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan ginekologis 4) Pemeriksaan penunjang



Stadium IA IB



II



IIIA



IIIB IIIC IVA



Stadium Kanker Vulva (FIGO 2009) Klinik/patologi Lesi < 2cm terbatas di vulva atau perineum dengan invasi stroma < 1mm Lesi > 2cm terbatas di vulva atau perineum dengan invasi stroma > 1mm Tidak ada metastasi KGB Tumor dengan ukuran berapapun dengan penyebaran (1/3 bawah vagina, 1/3 bawah uretra, anus) Tidak ada metastasi KGB Tumor dengan ukuran berapapun dengan KGB inguinal-femoral positif (i) 1 KGB metastasis > 5mm (ii) 1-2 KGB metastasis < 5mm (i) 2 atau lebih KGB metastasis > 5mm (ii) 3 atau lebih KGB metastasis < 5mm Positif 1 KGB atau lebih dengan penyebaran ekstracapsular (i) Tumor menginvasi struktur regional lain (2/3 atas uretra, 2/3 atas vagina). Mukosa kandung kemih, mukosa rektum, atau melekat pada tulang pelvik (ii) KGB inguinal-femoral yang melekat atau 205



IVB



7.



Diagnosis Banding



8.



Pemeriksaan Penunjang



9. 10.



Konsultasi Perawatan Rumah Sakit



11.



Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



12.



Tempat Pelayanan



13.



Penyulit



14.



Informed Consent



15.



Tenaga Standar



16.



Lama Perawatan



17.



Masa Pemulihan



18.



Hasil



19. 20. 21.



Patologi Otopsi Prognosis



22.



Tindak Lanjut



ulserasi Adanya metastasis termasuk KGB pelvik



di



daerah



mana



saja



1. Kanker vagina. 2. Kanker metastasis (misalnya: penyakit trofoblas gestasional). a. Pap Smear. b. Kolposkopi. c. Biopsi. Divisi Onkologi dan Ginekologi Perlu perawatan (MRS) pada kondisi: 1. Perawatan perioperatif dan post operatif. 2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi. 3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi. Operabel: 1. Wide eksisi 2. Vulvektomi simpel 3. Radikal vulvektomi + limfadenektomi groin 4. Radiasi ajuvan Non operabel: 1. Radioterapi 2. Kemoterapi Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Hidup tanpa tumor Hidup dengan tumor Meninggal Ya. Tidak diperlukan Stadium dini: dubia ad bonam Stadium lanjut: dubia ad malam Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. a. Tiga bulan I : setiap minggu. b. Sembilan bulan II : setiap bulan. 206



23.



Indikator Medis



24.



Edukasi



25.



Kepustakaan



c. Satu tahun II : setiap 3 bulan. d. Selanjutnya : setiap 6 bulan. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO and IGCS, 2nd edition. November 2013 3. Beller U, Benedet JL, Cresseman WT, Ngan HYS, Quinn MA, Marisovuemere P,et al. Carcinoma at the vulvvagina. Int J. Gynecol Obstet 2006. 56 (Suppl 1) 529. 4. Clinical practice Guidelines in Gynecology VI. 2003. National Comprehensive Cancer Network 5. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010. Guthes publishing 6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 103-4, 2009



207



Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Vulva



Tumor primer stadium dini



Lesi < 2cm, KGB klinis (-)



Lesi > 2cm, KGB klinis (-)



Eksisi lokal Radikal Limfadenektomi Inguinofemoral



Wedge biopsy



Invasi > 1mm



Invasi < 1mm



Biopsi eksisional



Invasi > 1mm



Eksisi lokal Radikal Limfadenektomi Inguinofemoral unilateral, kecuali: 1. Diameter garis tengah ≤ 1cm 2. Keterlibatan labia minora 3. Nodus ipsilateral positif



208



Invasi < 1mm



Penanganan kanker vulva stadium lanjut



Tumor primer lokal stadium lanjut



Tumor dapat direseksi stoma (-)



Reseksi dengan stoma



Preoperatif radioterapi + kemoterapi



Reseksi tumor radikal



Reseksi dasar tumor



Batas surgikal



Positif



Sempit (5mm



Radioterapi post operatif



Dipertimbangkan radioterapi



Observasi



209



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KANKER SERVIKS 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



 



C53.9 Kanker Serviks Penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim atau serviks. 1. Tidak memberikan gejala. 2. Keputihan. 3. Perdarahan pervaginam abnormal. 4. Perdarahan post koital. 5. Perdarahan pasca menopause. 6. Gangguan kencing dan defekasi. 7. Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai. Pemeriksaan Fisik Umum. a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal. b. Pembesaran lever, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan organ yang terkena. Pemeriksaan Ginekologi. a. Vaginal toucher. 1. Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada vagina. 2. Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi, eksofitik atau endofitik. 3. Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu dilakukan sondase untuk konfirmasi besar dan arah uterus dan apakah terjadi piometra dan hematometra. 4. Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/ padat, apakah terdapat tumor. b. Rectal Toucher. Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu Cancer Free Space (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan dinding pelvis. Kriteria: CFS 100% : belum ada tanda-tanda penyebaran. CFS 25-100%: ada penyebaran, tetapi belum mencapai dinding pelvis. CFS 0% : berarti penyebaran mencapai dinding pelvis. c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ sekitar kolon, rektum dan vesika urinaria.



210



6.



Kriteria Diagnosis



1. 2. 3. 4.



Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan ginekologis Pemeriksaan penunjang



Stadium Klinis Kanker Serviks (FIGO 2009) Stadium Deskripsi Kedalaman invasi < 5 mm dan penyebaran IA horizontal maksimal < 7 mm IA1 Kedalaman invasi < 3 mm IA2 Kedalaman invasi 3-5 mm IB Lesi lokal lanjut namun terbatas pada serviks IB1 Lesi kurang atau sama 4 cm IB2 Lesi lebih dari 4 cm Lesi keluar melewati uterus namun belum II mencapai dinding pelvis IIA Tanpa invasi ke parametrium IIA1 Lesi yang tampak < 4 cm IIA2 Lesi yang tampak > 4 cm IIB Dengan penyebaran ke parametrium Tumor menyebar sampai dinding panggul dan atau III mencapai 1/3 bawah vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis/kerusakan ginjal Tumor mencapai 1/3 distal dinding vagina, namun IIIA belum mencapai dinding panggul Penyebaran sampai dinding panggul dan atau IIIB terdapat hidronefrosis dan kerusakan ginjal IV A Penyebaran ke organ sekitar IV B Penyebaran jauh 7



Diagnosis Banding



8



Pemeriksaan Penunjang



9 10



Konsultasi Perawatan Rumah Sakit



11



Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



1. Kanker endometrium 2. Servisitis kronik a. Pap smear sebagai skrining. b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi. c. Konisasi. d. Tes fungsi ginjal, hati, dll. e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan: 1. Kolposkopi 2. USG 3. Sistoskopi 4. Rektoskopi, apabila terdapat keluhan perdarahan per anum. 5. Foto thorak 6. CT, MRI, dan PET Scan Divisi Onkologi dan ginekologi Tidak perlu perawatan (MRS), kecuali terjadi gangguan kondisi umum, persiapan operasi dan kemoterapi Stadium IA1: a. fertilitas dipertahankan : Konisasi b. fertilitas tidak dipertahankan : Histerektomi c. Kontraindikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi 211



12



Tempat Pelayanan



13



Penyulit



14



Informed Consent



15



Tenaga Standar



16



Lama Perawatan



17



Masa Pemulihan



+ Brachyterapi) Stadium IA2: a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi Kelenjar Getah Bening (KGB) b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik c. Kontraindikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) Stadium IB1: a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi KGB b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik dan paraaorta c. Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) Stadium IB2 dan IIA: Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik dan paraaorta Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) Stadium IIB: Neoadjuvant kemoterapi 3 seri  evaluasi operabilitas  operabel  Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik dan paraaorta Stadium IIIA, IIIB: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan Khemoterapi Stadium IVA, IVB: a. Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan Khemoterapi b. Paliatif terapi Perlu perawatan (MRS) pada kondisi: 1. Perawatan perioperatif dan post operatif. 2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi. 3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi. Tergantung beberapa faktor yaitu: 1. Keadaan umum 2. Pilihan terapi 3. Stadium penyakit 4. Infeksi, 5. Efek samping tindakan. Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum 212



18



Hasil



19 20 21



Patologi Otopsi Prognosis



22 23



Tindak Lanjut Indikator medis



24



Edukasi



25



Kepustakaan



2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan 1. Tidak ditemukan lesi prakanker 2. Hidup tanpa massa kanker 3. Hidup dengan kanker 4. Meninggal Ya. Setelah dilakukan tindakan operasi dan pemantauan terapi Tidak dikerjakan Hidup tanpa kanker Hidup dengan kanker Meninggal (dubia ad malam) Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur, harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang diberikan jangka pendek dan panjang 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. European Society Gynecology Oncology (ESGO). Algorithms for management of cervical cancer, 2011 3. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National Comprehensive Cancer Network 4. Bloss JD, Blessing JA, Behrens BC, Mannel RS, Rader JS, Sood AK, Markman M, Benda J. Randomized Trial of Cisplatin and Ifosfamide With or Without Bleomycin in Squamous Carcinoma of the cervix. A Gynecologic Oncology Grup Study. J.Clin Oncol 20.1832-1837. 5. Delgado G,Bundy B, Zaino R, Sevin BU, Cressman WT, Major F. Perspective surgical pathological study of disease-free Interval in patterns with stage IB Squamose cell carcinoma of cervix. A Gynecologic Oncology Group Study. Gynecologic Oncology 1990;38-352-7. Landoni F, Maneo A, Colombo A, Placa F, Milaini R, Perego P, Favini G, Ferri L, Mangioni C. Randomized study of radical surgery versus radiotherapy for stage IB-IIA cervical cancer, Lancet. 1987;350,535-40 6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 1034, 2009 7. Sedis A, Bundy BN, Rotman M, Lentz S, Muderspath LL, Zaino R. A randomized trial of pelvic radiation versus further therpy in selected patients with stage IB Carcinoma of the cervix after radical hysterectomy and pelvic lymphadenectomy : a Gynecologic Oncology Group Study. Gynecol Oncol 1999, 73: 213



177-83.



Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Serviks Radiasi praoperasi Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta



Kekambuhan



Kemoterapi neoadjuvan



Kemoterapi adjuvan Kanker serviks uteri stadium IB2, IIA



Kontraindikasi operasi



Radiasi eksterna dan radiasi interna



214



Kemoradiasi adjuvan



Radiasi praoperasi Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta



Kekambuhan



Kemoterapi neoadjuvan Kemoterapi adjuvan Kanker serviks uteri stadium IB2, IIA



Kontraindikasi operasi



Radiasi eksterna dan radiasi interna



Metastasis jauh (+)



Kanker serviks uteri stadium IIB, III:IVA



Kemoradiasi adjuvan



Radiasi KGB pelvis + paraaorta konkuren Kemoterapi berbasis eisplatin + brakhitherapi



CT Toraks. PET Scan (-)



Metastasis jauh (-)



Pertimbangkan biopsi pada jaringan yang dicurigai



Terapi sistemik (+) Radiasi individual



215



Penanganan Kanker Serviks dengan Kehamilan



Kanker Serviks dengan Kehamilan



Stadium 0/CIS



Preterm



Stadium IA1 dan IA2



Term



Stadium ≥ IB1



Usia Kehamilan Konservatif



Pap Smear/ Kolposkopi @ 4 minggu



37-38



≤20



>30



20-30



Konisasi Trimeter II Pematangan Paru



Partus Spontan/ SC



Invasif (+)



Invasif (-)



SC



Partus Spontan/ SC



Anak Kurang



Penanganan Sesuai Kanker Serviks Invasif



Folow up



Aborsi



SC



SC



Anak Cukup



Histerekto mi Total



Penanganan Sesuai CIS



216



Penanganan sesuai Kanker Serviks Invasif



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KARSINOMA ENDOMETRIUM 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Kriteria Diagnosis



C54.1 Kanker Endometrium Kanker pada endometrium uterus a. b. c. d.



Umur rata-rata 60 tahun. Perdarahan pervaginam. Lekore. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian bawah. a. Kegemukan. b. Hipertensi. c. Bila terjadi metastasis. 1. Asites. 2. Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena. Pemeriksaan Ginekologis a. Perdarahan pervaginam, lekore. b. Piometra, dan c. Evaluasi besar dan mobilitas uterus, tanda-tanda penyebaran pada adneksa, parametrium, dan kavum Douglasi. 1. Anamnesis. 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan ginekologis 4. Pemeriksaan penunjang Stadium Surgical pada Kanker endomerium (FIGO 2009) Stadium Deskripsi Stadium I Tumor terbatas pada corpus uterus Stadium IA Tidak ada invasi atau invasi < dari ½ myometrium Stadium IB Karsinoma menyebar ke serviks uteri. Tumor menembus stroma Stadium II serviks tapi tidak menembus keluar uterus Stadium III Lokal dan/atau penyebaran tumor regional Stadium IIIA Tumor menembus lapisan serosa dari corpus uterus dan/atau adneksa Stadium III B Penyebaran ke pelvik dan atau parametrium Stadium III C Metastasis ke KGB pelvik 217



Stadium III C1 Stadium III C2 Stadium IV



Stadium IV A Stadium IVB



7



Diagnosis Banding



8



Pemeriksaan Penunjang



9 10



Konsultasi Perawatan Rumah Sakit



11



Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



1. 2. 3. 1.



dan/atau paraaorta KGB pelvik (+) KGB paraaorta (+) dengan atau tanpa KGB pelvik (+) Invasi ke kandung kemih dan/atau mukosa usus dan/atau metastasis jauh Invasi ke kandung kemih dan atau mukosa usus Metastasis jauh, termasuk metastasis intraabdominal dan/ atau KGB inguinal



Kanker serviks Tumor Ovarium Tumor korpus uterus Ultrasonografi: a. USG b. USG Saline Infusion Sonography (SIS): c. USG transvaginal d. USG trans rektal 2. Mikrokuret Pipelle 3. Kuretasi bertingkat atau fractional curetage 4. Sitologi endometrium 5. Histeroskopi diagnostik dengan biopsi terarah 6. Ca-125 Divisi Onkologi dan Ginekologi Perlu perawatan (MRS) pada kondisi: 1. Perawatan perioperatif dan post operatif. 2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi. 3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi. 1. Operatif Operatif merupakan pertimbangan pertama adalah TAH dan BSO. Limfedenektomi berdasarkan pertimbangan stadium klinis, tipe histologik, dan diferensiasi sel yang terdiri atas lifedenektomi pelvic (iliaka interna et eksterna) dan para aorta (sampai vena renalis kiri). Insisi median untuk dapat menilai adanya metastasis ke organ lever, sub diafragma, lien, gaster, omentum, dan organ abdomen lainnya. Kanker endomterium Stadium I dan diferensiasi sel baik dilakukan TAH BSO. Uterus dibelah untuk menilai kedlaman invasi pada miomterium. Apabila invasi > ½ miometrium maka dilakukan limfadenektomi. Indikasi limfedenektomi adalah: a. Invasi miometrium > ½ b. Kelompok risiko tinggi. c. Jendi histopatologik. 2. Kemoterapi Indikasi: direncanakan kemoradiasi dan kanker endomterium rekurensi pada pemberian kemoterapi 3. Radioterapi (Eksternal radiasi dan Brachyterapi) 218



12



Tempat Pelayanan



13



Penyulit



14



Informed Consent



15



Tenaga Standar



16



Lama Perawatan



17



Masa Pemulihan



18



Hasil



19 20 21



Patologi Otopsi Prognosis



22 23



Tindak Lanjut Indikator Medis



24



Edukasi



25



Kepustakaan



Radiasi External Beam Radiotherapi (EBRT), radiasi eksterenal, dan atau Brachytherapi (BT) dengan dosis sesuai dengan stadium kanker endometrium.Semua kanker endometrium diberikan BT vagina adjuvant pasca pembedahan; kecuali stadium IA dengan resiko rendah. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Tergantung beberapa faktor yaitu: 1. Keadaan umum 2. Pilihan terapi 3. Stadium penyakit 4. Infeksi, 5. Efek samping tindakan Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Onkologi dan Ginekologi. 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas. Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum 2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan. Hidup tanpa massa kanker Hidup dengan kanker Meninggal Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas. Tidak dilakukan Hidup tanpa kanker Hidup dengan kanker Meninggal (dubia ad malam) Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur, harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang diberikan jangka pendek dan panjang 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. Crowder S, Lee Christine, Santoso T. Cancer servix. In JT Santoso and RL Coleman. Handbook of Gyn Oncology. Mc Graw Hill, New York, 2000.p 25-32 219



3. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO and IGCS, 2nd edition. November 2013 4. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National Comprehensive Cancer Network 5. Passiectt ED, Wewers ME, Ruffin MT. Educational strategies for the prevention of cervical cancer. In : TE Rohan, KV Shah ieds). Cervical cancer From etiology to prevention. Kluwer Academic Publisher, 2004.pp 23W-51 6. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010. Guthes publishing 7. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 103-4, 2009



220



Alur Diagnosa dan Penanganan Endometriosis



Kanker Endometrium Stadium I



Histerektomi (Hst) + Salfingo-ooforektomi bilateral (SOB)



Stadium I (terbukti)



Stad II occult



Risiko rendah



Risiko tinggi



< 1/3 miometrium (M1)



> 1/3 miometrium (M2, M3)



Derajat 1



Derajat 2,3



Jarak > 1 cm dari OUI



Jarak proses ke OUI < 1 cm



KGB pelvis (-)



Adenoskuamosa, clear cell KGB pelvis (+) Emboli pembuluh darah/limfe



Sitologi bilasan peritoneum (-)



Sitologi bilasan peritoneum (+)



Pengamatan lanjut



Terapi hormon



KGB Paraaorta (+)



KGB Paraaorta (-)



Radiasi (SP+IV) atau Radiasi + kemoradiasi



221



Radiasi (SP+PA+IV)*



Stadium II



Radiasi praoperasi (lihat bagan 4.9.3)



Kontraindikasi operasi



Risiko operasi >



Occult



Risiko operasi
6 bulan dapat diberikan platinum (Platamin sensitive) lini pertama, atau dapat diberikan kemoterapi lini kedua antara lain: a. Gemcitabine 1000–1250 mg/m2 ( D1, D8 setiap 3 minggusekali). b. Liposomal doxorubicin 50–80 mg/m2 (setiap 4 minggu sekali). c. Topotekan / Irinotekan. d. Etoposide e. Dapat ditambah dengan penghambat angiogenesis (Bevacizumab) 2. Residif < 6 bulan resisten platinum (jika terjadinya residif kurang dari 6 bulan). a. Oxaliplatin dikombinasikan dengan regimen lini ke-2 b. Penghambat angiogenesis (Bevacizumab) Rentang respon pada kanker ovarium residif berkisar 1015%



12



Tempat Pelayanan



13



Penyulit



14



Informed Consent



15



Tenaga Standar



16



Lama Perawatan



17



Masa Pemulihan



2.2 Kemoterapi Neo-Adjuvan Adalah kemoterapi sebelum pembedahan primer yang biasanya diberikan 3 siklus. Regimen dan dosis seperti kemoterapi adjuvan. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perlekatan dengan organ sekitar 2. Perdarahan intra abdominal 3. Trauma usus, vesika urinaria Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum, 2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum 2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 228



18



Hasil



19 20 21



Patologi Otopsi Prognosis



22 23



Tindak Lanjut Indikator Medis



24



Edukasi



25



Kepustakaan



4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan Hidup tanpa massa kanker Hidup dengan kanker Meninggal Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas. Tidak diperlukan 1. Stadium IA dan IB, risiko rendah dan borderline adalah dubius ad bonam. 2. Stadium IC ke atas, risiko tinggi adalah dubius ad malam. Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). 4. Penilaian tumor marker ovarium. Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. Berek JS. Epithelial ovarian cancer. In : Berek JS, Hacker NF, editors. Practical gynecologic oncology, 2nd. Baltiomore, Williams & Wilkins, 2000 3. Havtiesky LJ, Whitehead CM, Rubatt JM. Evaluation of biomarkers patients for early stage ovarian cancer detection and monitoring for disease recurrence. Gynecology Oncology. Elseivere 2008; 10(3) 4. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO and IGCS, 3th edition. November 2006 5. Crowder S, Lee C. Ovarian Cancer. In : Santoso JT and Colesman RL. Handbook of Gyn Oncology New York : Mc Graw Hill. 2000.p50-8 6. Berek JS, Hacker NF, editors. Practical gynecologic oncology. 2nd ed. Baltimore, Williams & Wilkins, Publisher. 1994. P 377-402. 7. Rubin SC. Chemotherapy of gynecologic of pathologic cancer 2nd Ed. Baltimore. Philadelphia Lippincott, Williams & Wilkins, Publisher. 2004



229



Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Ovarium



Tumor Ovarium -



klinis USG Petanda tumor



Suspek ganas



Laparotomi



Benign/Jinak



Borderline



Ganas jenis sel tak jelas



Reproduksi



Reproduksi



(+)



(-)



Surgical staging*



Surgical staging**



Konservatif



Radikal



Malignan/ganas



Epitel



Germinal



Suspek



Mesenkimal



Reproduksi



Reproduksi



(+)



(-)



Surgical staging*



Surgical staging**



Konservatif



Radikal



Non epitel



Sesuai Sesuai



Sesuai



230



Sesuai



Penanganan kanker ovarium



Second look laparotomi/ laparoskopi



Negatif



Pengamatan lanjut



Massa tumor 2cm



“Second line chemotherapy” (Penelitian)



Penanganan kanker ovarium



Epitelial borderline



Stadium I



Reproduksi (+)



Stadium II, III, IV



Reproduksi/ usia tua (-)



Surgical staging**



Surgical staging*



Histologik parafin



Surgical staging/ radikal debulking**



Histologik parafin



Jinak



Borderline



Ganas



Pengamatan lanjut



Pengamatan lanjut



Bagan 6.9.3 Dan 6.9.4



232



PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI MOLA HIDATIDOSA 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6



Kriteria Diagnosis



7



Diagnosis Banding



8



Pemeriksaan Penunjang



O.01.9 Mola Hidatidosa Kehamilan patologik neoplasma jinak sel trofoblas dimana sebagian atau seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung menyerupai buah anggur yang diakibatkan kegagalan plasentasi dan atau fekundasi fisiologis. 1. Perdarahan pervaginam 2. Telat haid 3. Mual, muntah, pusing 4. Riwayat hubungan seksual 1. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan 2. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola. 3. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin. 4. Tanda Hegar dan Piscacek positif 5. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun kriteria risiko Mola Hidatidosa ditentukan berdasarkan: 1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria (salah satu): a. Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml, atau b. Besar uterus < umur kehamilan, atau c. Kista ovarium kurang dari 6 cm. 2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria (salah satu): a. -hCG > 100.000 IU/ml, atau b. Besar uterus lebih dari umur kehamilan, atau c. Kista ovarium > 6 cm, atau d. Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur lebih dari 40 tahun, toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas, dan hipertiroidisme. 1. Abortus iminens. 2. Kehamilan kembar. 3. Kehamilan dengan mioma uteri. 1. USG. a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju atau multiple vesikel intra uterin dan tidak terlihat sakus gestasional. b. Partial Mole, tampak gambaran multiple vesikel intra uterine disertai dengan gestasional sac dengan atau tanpa fetus. 2. Kadar -hCG darah atau serum yang tinggi. 233



9 10 11



Konsultasi Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)



3. Histopatologik. a. Degenerasi hidropik vili korealis. b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili. c. Proliferasi sel-sel trofoblas. Divisi Onkologi dan ginekologi Perlu perawatan (MRS) Panduan Praktek Klinis Tingkat I (PPK I) 1) Mola Hidatidosa yang ditemukan segera dirujuk atau direferal ke Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II). 2) Mola Hidatidosa yang mengalami abortus segera dilakuan evakuasi: 3.1 Evakuasi dilatasi vakum Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40 IU/500 cc dektrosa 5%= 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam. 3.2 Pasca evakuasi dilatasi vakum segera rujuk atau referal ke PPK II. Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II) A. Evakuasi Mola Hidatidosa. 1) MRS walaupun tanpa perdarahan. 2) Persiapan pre evakuasi: a. Pemeriksaan fisik. b. Pemeriksaan darah tepi, faal hemostasis. c. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu. 3) Evakuasi: 3.1 Evakuasi dilatasi vakum a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam. b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam. c. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali diperlukan perbaikan keadaan umum. d. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua dilakukan dengan kuret tajam.



3.2 Histerektomi a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup. b. Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret pertama atau ke satu. B. Pengawasan lanjut. 234



1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi proses keganasan secara dini. 2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun. 3) Pengawasan 3 bulan atau 12 minggu pertama pasca evakuasi setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu pada mola hidatidosa risiko rendah. 4) Sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi hal yang perlu dievaluasi adalah klinis atau HBsE, meliputi: a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 5) Apabila sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi ditemukan adanya permasalahan klinis atau HBsE didiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN). Kemudian mengikuti alur PPK II TTG. 6) Pada minggu ke-12 pasca evakuasi tidak ditemukan permasalahan pada klinis atau HBsE, dilakukan pemeriksaan -hCG semikuantitatif urine dengan Pack test. 7) Apabila pada minggu ke-12 pasca evakuasi Pack test positif didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian mengikuti alur PPK II TTG. 8) Pengawasan lanjut setelah Pack test negative, meliputi: a. Pemeriksaan meliputi: 1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. 2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 3. Kadar β-hCG semikuantitatif urine dengan Pack test. 4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. b. Jadwal Pemeriksaan: 1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali 2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali 3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan. 9) Kontrasepsi. a. Sebelum tercapai Pack test negatif dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi kondom. b. Setelah tercapai Pack test negatif dapat menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak menginginkan anak. 10) Akhir pengawasan lanjut. a. Hamil lagi sebelum satu tahun. b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun laboratorik. Panduan Praktek Klinis Tingkat III (PPK III) A. Evakuasi Mola Hidatidosa. 235



1) MRS walaupun tanpa perdarahan. 2) Persiapan pre evakuasi: a. Pemeriksaan fisik. b. Foto rontgen toraks. c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal hemostasis, elektrolit, TSH, T3, dan T4. d. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu. 3) Evakuasi: 3.1 Evakuasi dilatasi vakum a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam. b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam. c. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang dibagi atas dua sampel yaitu: 1. PA 1 adalah jaringan dan gelembung mola. 2. PA 2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu jaringan mola hidatidosa yang melekat pada dinding uterus. d. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali diperlukan perbaikan keadaan umum. e. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi. 3.3 Histerektomi a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup. b. Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret pertama atau ke satu. B. Pengawasan lanjut. 1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi proses keganasan secara dini. 2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun. 3) Pengawasan 3 bulan pertama pasca evakuasi setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu pada mola hidatidosa risiko rendah. 4) Hal-hal yang perlu dievaluasi a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi c. Kadar -hCG serum kuantitatif. d. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. 5) Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif 236



11



Tempat Pelayanan



12



Penyulit



13 14



Informed Consent Tenaga Standar



15 16



Lama Perawatan Masa Pemulihan



17 18 19 20



Hasil Patologi Otopsi Prognosis



Adapun batas akhir penilaian -hCG kuantitatif adalah: a. Pada minggu ke-4, kadar -hCG ≤ 1000 m IU/ml). b. Pada minggu ke-6, kadar -hCG ≤ 100 m IU/ml). c. Pada minggu ke-8 kadar -hCG ≤ 20-30 mIU/ml. d. Pada minggu ke-12 kadar -hCG ≤ 5 m lU/ml). 6) Apabila kadar -hCG kuantitatif lebih tinggi dari pada ketentuan batas tersebut didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian mengikuti alur PPK III TTG. 7) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal. a. Pemeriksaan meliputi: 1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. 2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 3. Kadar β-hCG serum. 4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. b. Jadwal Pemeriksaan: 1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali 2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali 3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan. 8) Kontrasepsi. a. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi kondom. b. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak menginginkan anak. 9) Akhir pengawasan lanjut. a. Hamil lagi sebelum satu tahun. b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun laboratorik. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perdarahan profius. 2. Perforasi uterus spontan atau iatrogenik. 3. Emboli sel trofoblas. 4. Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG). 5. Tirotoksikosis. Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas 3. Dokter Spesialis Penyakit Dalam 5-7 hari 12 minggu post evakuasi Tergantung penyulit yang ada Dubius ad bonam Ya Tidak diperlukan Dubius ad bonam 237



21 22



Tindak Lanjut Indikator Medis



23



Edukasi



24



Kepustakaan



Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. Perdarahan pervaginam, massa molla hidatidosa tidak ada, besar uterus dan kadar -hCG serum normal. Setelah satu tahun tidak ada keluhan baik klinik maupun laboratorik. Pemantauan teratur sesuai jadwal, pemakaian kontrasepsi, tidak boleh hamil selama satu tahun. 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.



238



PANDUAN PRAKTEK KLINIS GAWAT DARURAT SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI TUMOR TROFOBLAST GESTASIONAL 2015



1. 2. 3.



RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian



4.



Anamnesis



5.



Pemeriksaan Fisik



6.



Kriteria Diagnosis



001.9 Tumor Trofoblast Gestasional Sekelompok penyakit yang mempunyai tendensi neoplastik atau ganas dan berkaitan dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya yang berasal dari suatu kehamilan baik mola maupun non mola, meliputi: Mola invasif, Koriokarsinoma, Plasental site trophoblastik tumor, dan Persisten trofoblastik diseases. a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan lain. b. Perdarahan pervaginam tidak teratur. c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati. d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem lainnya. a. HBsE (Trias Acostasizon): 1. H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus, abortus, dan hamil ektopik. 2. B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur. 3. sE (softnes and Enlargement) yaitu uterus membesar dan lunak. b. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina. c. Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang terkena penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak dan lain-lain. 1) Anamnesis. 2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan ginekologis 4) Pemeriksaan penunjang Diagnosis penyakit trofoblas ganas juga dapat ditegakkan hanya berdasarkan klinis (HBsEs) dan peningkatan kadar βHCG yang dikenal dengan Persisten trofoblastik diseases. Stadium Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) (FIGO 2009) Stadium Diskripsi Stadium I Penyakit terbatas pada uterus Stadium II Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis Stadium III Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya penyakit pada uterus, vagina atau pelvis Stadium IV Metastasis jauh dengan atau tanpa metastasis paru Sistem Skoring Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) 239



Faktor Prognosis 0 7: risiko tinggi. 3. Pada TTG risiko rendah diberikan khemoterapi tunggal: Methotrexate (MTX). 4. Pada TTG risiko tinggi dirujuk atau referral ke PPK III. 5. Khemoterapi MTX: 240



a. Persyaratan laboratorium sebelum kemoterapi MTX: 1. Hemoglobin ≥ 10 gr% 2. Leukosit ≥ 3000.mm3 3. Trombosit ≥ 100.000/mm3 4. SGOT/SGPT ≤ 2 kali nilai normal 5. Ureum/kreatinin normal b. Dosis MTX: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im, atau 3 x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2 minggu. c. Diberikan sampai pack test negatif, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi MTX dengan dosis yang sama). d. Pemberian MTX gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Resisten apabila 5 seri pemberian pack test tetap positif. e. Kemoterapi MTX gagal, rujuk atau referral ke PPK III. Panduan Praktek Klinis Tingkat III (PPK III) 1. Setelah terdiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN). 2. Evaluasi stadium TTG menurut FIGO 2009. 3. Evaluasi risiko dari TTG berdasarkan sistem skoring prognosis. Apabila skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah dan skor prognosis total > 7: risiko tinggi. 4. TTG risiko rendah dengan stadium I, II, atau III diberikan khemoterapi tunggal: a. Methotrexate (MTX): 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im, atau 3 x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2 minggu, atau b. Actinomycin-D (ACD): 0,5 mg/hari atau 10-12 mcg/kgBB iv selama 5 hari, setiap 2 minggu. c. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu sekali setelah pemberian khemoterapi. d. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama). e. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri. 3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi tidak mencapai normal. f. Pada kegagalan khemoterapi tunggal maka dilakukan pemberian khemoterapi kombinasi atau sesuai dengan penanganan TTG risiko tinggi. 5. TTG risiko tinggi dengan stadium I, II, III atau risiko rendah dengan stadium IV atau pada kegagalan khemoterapi tunggal diberikan khemoterapi kombinasi Etoposide, MTX, Actinomycin, Cyclophosphamid dan Oncovin (EMA-CO). Cara pemberian: a. Hari 1: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc 241



aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im). b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc aquabides (iv) pelan. c. Hari 8: Cyclophospamide 600 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Vincristine (Oncovin) 1 mg/m2 dalam 20 cc aquabides (iv) pelan. d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu sekali setelah pemberian khemoterapi. e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama). f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri. 3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi tidak mencapai normal. 6. Pada Khemoterapi EMA-CO yang gagal maka dilakukan pemberian khemoterapi kombinasi jenis Etoposide, MTX, Actinomycin, Etoposide dan Adriamycin (EMA-EP). Cara pemberian: a. Hari 1: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im). b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc aquabides (iv) pelan. c. Hari 8: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Cisplatin 60 mg dalam 500 cc Dextrosa 5% (bungkus karbon) dalam waktu 2-3 jam. d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu sekali setelah pemberian khemoterapi. e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama). f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri. 3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi tidak mencapai normal. 7. Pada Khemoterapi EMA-EP yang gagal maka dipertimbangkan melakukan operasi pada tumor yang terlokalisir, misal: uterus, paru, otak dan radioterapi. Pada metastasis otak, diberikan radioterapi 25-30 gy, metastasis paru-paru, diberikan radioterapi 20 Gy. 8. Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal. a. Pemeriksaan meliputi: 1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. 2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 3. Kadar β-hCG serum. 242



12.



Tempat Pelayanan



13.



Penyulit



14.



Informed Consent



15.



Tenaga Standar



16.



Lama Perawatan



17.



Masa Pemulihan



18.



Hasil



19. 20. 21. 22. 23.



Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis



24.



Edukasi



25.



Kepustakaan



4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. b. Jadwal Pemeriksaan: 1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali 2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali 3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan. 4. Lama pengawasan 2 tahun. 9. Kontrasepsi. a. Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun. b. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi kondom. c. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak menginginkan anak. 10. Akhir pengawasan lanjut. a. Hamil lagi sebelum satu tahun. b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun laboratorik. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perdarahan uterus 2. Metastasis tumor, misal paru, hati, otak Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultasn Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Hidup tanpa tumor Hidup dengan tumor Meninggal Sembuh dengan kadar β-HCG normal Progresif Ya Tidak diperlukan Dubia ad bonam Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. Perdarahan pervaginam, massa tidak ada, besar uterus dan kadar -hCG serum normal. Setelah 2 tahun tidak ada keluhan baik klinik maupun laboratorik. Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche 243



2. 3.



4. 5.



6.



Indonesia. Elston CW. The Histopathology of Throphoblastic tumors. J. Clin Path 1976;29(10);113-31 Shahib N, Martasoebrata D, Kondo H, et al. Genetik Origin of Malignant Trophoblastic Neoplasma Analyzed by Sequance Tag Site Polymorphic Markers Gynecol Oncol 2001;81-247-53 Shih IM, Kurman RJ. Molecular Basic of Gestational Trophoblastic Dissease. CurrMol Med 2002;2-1-12 Fisher RA and Hodges MD. Genomic Imprinting in Gestational Trphoblastic Disease. A Review. Placenta 2003;24,111-8. Li HW, Tsao SW and Cheong ANY. Current Understanding of the Molecular Genetics of Gestational Trophoblastic Disease. Placenta 2002;23-20-31.



244



Alur Diagnosa dan Penanganan Tumor Trafoblas Gestasional PENYAKIT TROFOBLAS GANAS Stadium



Stadium I, II, III Risiko Rendah



Risiko



Risiko Rendah



Risiko Tinggi



Stadium IV



Stadium I, II, II, IV



Risiko Rendah Kemoterapi MTX



Berhasil



Gagal



Sembuh



Komoterapi Kombinasi EMA-CO



Berhasil



Gagal



Komoterapi Kombinasi EMA-EP



Berhasil



Faktor Prognosis 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Umur (tahun) Kehamilan sebelumnya Interval kehamilan (bulan) β-hCG (mIU/mL) Diameter tumor (cm) Lokasi metastasis



0