PPK Urologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PRAKTIK KLINIS UROLOGI NOMOR 320/PER/RSI-SA/I/2020



1



PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA NOMOR 320/PER/RSI-SA/I/2020 TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS UROLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA



Menimbang



: a. bahwa penyusunan standar pelayanan kedokteran bertujuan untuk memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang berdasarkan nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien serta mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; b. bahwa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan klinis Urologi perlu penyempurnaan Panduan Praktik Klinis Urologi sebagai acuan pelayanan klinis Urologi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Direktur Utama RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA tentang Panduan Praktik Klinis Urologi;



Mengingat



: 1.



Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;



2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran; 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 /Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit; 4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 107/DSNMUI/IX/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah; 5. Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor 12/SK/YBW-SA/II/2018 tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes sebagai Direktur Utama RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA Masa Bakti 2018 – 2022; MEMUTUSKAN Menetapkan



: PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS UROLOGI.



2



Pasal 1 Panduan Praktik Klinis adalah panduan prosedur standar dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang dokter untuk melaksanakan kegiatan kesehatan secara optimal, professional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 2 Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter dalam memberikan pelayanan di Rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Pasal 3 Panduan Praktik Klinis Dokter di Rumah Sakit meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit, diambil berdasarkan kriteria: 1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi; 2. Penyakit yang membutuhkan biaya tinggi; dan 3. Penyakit yang risiko tinggi. Pasal 3 Pada saat Peraturan Direktur Utama ini berlaku, Surat Keputusan Direktur Utama Nomor 562.3/PER/RSISA/V/2019 tentang Panduan Praktik Klinik Urologi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 4 Peraturan Direktur Utama RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA ini berlaku pada tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di : Cirebon Tanggal : DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA



Dr. R.M. Fattahillah Malik, Sp.M.



3



4



DAFTAR ISI



halaman Judul.......................................................................................................................................................1 Penyusun................................................................................................................................................................4 Daftar Isi.................................................................................................................................................................5 Kata Pengantar......................................................................................................................................................6 Pendahuluan..........................................................................................................................................................7 Panduan Praktik Klinik Benigna Prostat Hyperlasia (BPH).............................................................................8 Panduan Praktik Klinik Ureterolithiasis...........................................................................................................15 Panduan Praktik Klinik Nefrrolithiasis.............................................................................................................19 Panduan Praktik Klinik Karsinoma Prostat......................................................................................................22 Panduan Praktik Klinik Striktur Urethra..........................................................................................................26 Panduan Praktik Klinik Carsinoma Buli............................................................................................................28 Panduan Praktik Klinik Vesikolithiasis.............................................................................................................31 Panduan Praktik Klinik Tumor Testis...............................................................................................................34 Penutup................................................................................................................................................................38



5



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Demi kelancaran Pelayanan Medis di Bagian Dokter Urologi, maka perlu dibuat Prosedur Tetap dalam bentuk Panduan Praktik Klinis sebagai acuan dokter urologi dalam bertugas. Adanya buku ini diharapkan menjadi pedoman kerja bagi tenaga medis dan pihak terkait dalam meningkatkan pelayanan, selain itu juga dapat menjadi bahan referensi. Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua Staf Medis atas kerjasamanya yang baik dalam menyusun buku prosedur tetap urologi ini. Kami berharap agar keberhasilan yang telah dicapai akan memacu kita semua untuk turut menambah buku-buku ilmiah yang berguna bagi peningkatan pelayanan urologi. Semoga keberadaan buku Panduan Praktik Klinis ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Cirebon, 8 Januari 2020



Penyusun



6



LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA NOMOR 320/PER/RSI-SA/I/2020 TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS UROLOGI



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan adalah segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuan dan teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –budaya yang mengacu pada aspek pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat akan pelayanan medis. Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien dan berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas, peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober 2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/dokter Urologi, serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dokter/dokter Urologi. Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang berupa rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter Urologi dalam memberikan pelayanan kesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakan langkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentang pelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter Urologi menggunakan panduan ini sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada pasien B. Tujuan 1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu 2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya 3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal 4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil 5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai



7



PANDUAN PRAKTIK KLINIS BENIGNA PROSTAT HYPERLASIA (BPH) 1



Definisi (Pengertian)



Benigna Prostatic Hyperplasia merupakan diagnosis secara histologi yang menunjukkan terjadinya proliferasi dari sel-sel pada prostat.



2



Anamnesis



3



Pemeriksaaan fisik



Keluhan pada saluran kemih bagian bawah. Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome). Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. 1. Gejala iritatif (storage), terdiri dari : a. Frekuensi : sering BAK >8 kali/24 jam b. Urgensi : keinginan BAK yang mendesak/ tergesa - gesa untuk buang air kecil. c. Nokturia : terbangun di malam hari untuk BAK (lebih dari 1 kali) d. Disuria : nyeri saat buang air keciil. 2. Gejala obstruksi (Voiding), antara lain : a. Hesitansi : menunggu lama pada awal BAK. b. Intermitensi : BAK terputus - putus. c. Pancaran miksi melemah d. Straining : harus mengedan saat BAK. e. Retensi urin f. Inkontinensia karena overflow g. Post micturition Miksi tidak puas (Incomplete emptying : residual volume >100ml) Menetes setelah miksi (Terminal dribbling) 1. Status Urologis : Inspeksi : Penonjolan suprapubik, bila terjadi retensi urin dengan buli penuh. Palpasi : buli-buli yang penuh dapat teraba sebagai massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin. 2. Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul. a. Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat 8



tidak simetri.



4



b. Pada saat DRE diperhatikan pula tonus sfincter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Laboratorium penunjang Darah lengkap, elektrolit. a. Urinalisis : urin rutin dan kultur urin. Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih (leukosituria dan hematuria). Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. b. Pemeriksaan kultur urin dilakukan bila terdapat kecurigaan infeksi saluran kemih, berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. c. Pemeriksaan sitology urin dilakukan bila adanya kecurigaan karsinoma buli - buli. d. Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN, Creatinin serum) e. Pemeriksaan penanda tumor prostat (PSA/ Postate Specific Antigen) Perlu dilakukan penanda tumor prostat, jika dicurigai adanya keganasan/ karsinoma prostat. PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specifik. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi, berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut. Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA, dikatakan bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah : 1) 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml 2) 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml 3) 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml 4) 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml Nilai PSA normal di negara – neara yang memiliki prevalensi kanker postat tinggi adalah di bawah 4 ng/ml. Nilai PSA 4-0 ng/ml dianggap sebagai daerah kelabu (gray area), perlu dilakukan penghitungan PSA Density (PSAD), yaitu serum PSA dibagi dengan volume prostat. Apabila nilai PSAD 0,15, perlu dilakukan biopsy prostat. Nilai PSA 10 ng/ml dianjurkan untuk dilakukan biopi prostat. 2. Pencitraan 9



a. Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/ kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. b. Pemeriksaan USG prostat secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui besar, bentuk dan volume prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli. c. Pemeriksaan USG secara Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.



5



kriteria Diagnosis



Cat : Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan besarnya prostat atau mencari kelainan pada bulibuli saat ini tidak direkomendasikan. Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai adanya striktura uretra. d. Indikasi dilakukannya Biopsi pada prostat adalah: 3. PSAD(prostat spesific antigen density > 0.15) 4. PSA> 10 (4-6 adalah area abu abu, maka itu dicek psad) 5. Pada RT ditemukan prostat asimetris dan irregular 6. Pada hasil USG ditemukan lesi hipo atau hiperechoic) Anamnesis, berupa gejala iritatif dan obstuktif. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, kedua lbus simetris, tidak dodapatkan nodul. (Evaluasi besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, keimetrisan, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul). 1. Keluhan pada saluran kemih bagian atas Keluhan dapat berupa gejala obstruksi, antara lain : nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis). 2. Gejala di luar saluran kemih. Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu sebagai berikut : a. Ringan : skor 0- 7 b. Sedang : skor 8-19 c. Berat : skor 20-35



10



6 7



8



Diagnosa Kerja Diagnosa Banding



Terapi



Benigna Prostat Hiperplasia 1. Diagnosis banding pada pasien dengan keluhan obstruksi, antara lain : a. striktur uretra, b. kontraktur leher vesika, c. batu buli - buli kecil, d. kanker prostat e. kelemahan destrusor (misal pada penderita asma kronik yang menggunakan obat parasimpatolitik). 2. Sedangkan pada pasien dengan keluhan iritatif, diagnosis bandingnya antara lain : a. instabilitas destrusor, b. karsinoma in situ vesika, c. infeksi saluran kemih, d. prostatitis, e. batu ureter distal f. batu vesika kecil. Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. 1. Non Operatif a. Watchful waiting Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun, tetapi perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih menawarkan watchful waiting 11



pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang (IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7), pancaran urine melemah (Qmax < 12 mL/ detik), dan terdapat pembesaran prostat >30 gram tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. b. Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada bulibuli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. c. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain. 2. Medikamentosa Dengan skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien memerlukan terapi. Jika skoring >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain. Tujuan terapi medikamentosa adalah : a. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik. b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. 1) Antagonis adrenergik reseptor α, dapat berupa a) Tamsulosin 1 x 0,4 mg b) Silodosin 2 x 4 mg c) Terazosin 1 x 2 mg d) Doxazosin 1 x 2mg 2) Inhibitor 5 α redukstase, yaitu: a) finasteride 1 x 5 mg b) Dutasteride 1 x 0,5 mg 3) Anti Muskarinik a) Solifenacin 2 x 10 mg b) Oksibutinin 2 x 5 mg 4) PDE – 5 Inhibitor a) Tadalafil 1 x 5 mg 3. Operatif Indikasi terapi intervensi pada pasien BPH a. Indikasi absolute 1) Hematuri berulang 2) Gagal medikamentosa



12



3) 4) 5) 6) 7) 8)



Gagal medikamentosa adalah TIDAK adanya perbaikan skor IPSS (subjektif) atau nilai uroflowmetri (objektif) setelah penggunaan pengobatan medikamentosa pada pasien BPH, sedangkan retensi berulang adalah terjadinya retensi ke 2 setelah retensi pertama kali lalu dilakukan pemasangan kateter urine disertai pemberian alfa blocker, lalu retensi pada saat TWOC (trial without catheter/ pelepasan FC) Penurunan fungsi ginjal (ur/ cr) Vesicolithiasis ISK berulang Retensi kronis Retensi berulang Divertikel buli



1. Keinginan pasien 2. Faktor pekerjaan 3. Ada kelainan di luar bidang urologi sehubungan dengan BPH (hemoroid atau hernia) 1. IVFD a. Analgetik : NSAID ( Ketroprofen, Metamizole, Ketorolak ) atau opioid (Petidin, Tramadol ) b. Antibiotik Profilaksis : Sefalosporin yaitu : 1) Cefazolin 1 gr / 50mg/kgBB 2) Cefuroxime 750mg/ 25mg-50mg/kgBB c. Antibiotik Empiris yaitu : 1) Amikasin 1 x 500 mg 2) Moxifloxacin 1 x 400 mg 3) Ceftriaxone 2 x 1gr 4) Cefoperazon 2 x 1gr d. Anti Fibrinolitik : Asam Tranexamat 500 mg Jika terjadi perdarahan 2. Open prostatektomi Merupakan tindakan yang paling tua dan masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH. Open prostatektomi dianjurkan untuk prostat yang ukurannya sangat besar (>100 gram). Metode yang digunakan dengan millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik intravesika, freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika atau transperineal. Penyulit pasca prostatektomi terbuka adalah inkontinensia urine 3% , impotensi 5-10% , ejakulasi retrogard 60-80%, kontraktur leher buli-buli 3-5%, striktur uretra, ejakulasi retrogard. Perbaikan gejala klinik sebanyak 85-100%, angka mortalitas 2%. 3. Pembedahan Endourologi TURP (transurethral resection of the prostate) TURP saat ini banyak disenangi karena tidak memerlukan insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak



13



berbeda dengan open prostatektomi. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah larutan non ionik karena larutan tersebut tidak menghantarkan listrik saat operasi (H2O steril/ aquades). Penyulit turp selama operasi antara lain perdarahan, sindroma turp, perforasi. Penyulit pasca bedah dini adalah perdarahan dan infeksi lokal atau sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut antara lain inkontinensia , disfungsi ereksi, ejakulasi retrogard, striktur uretra.



9



Edukasi



Saran untuk perubahan gaya hidup; 1. Kurangi intake cairan menjelang tidur atau waktu spesifik lain yg dapat mengganggu(minimal 1.5liter). 2. Kurangi kafein dan alkohol. 3. Teknik distraksi; latihan distraksi keinginan berkemih seperti latihan nafas, penile squeezing, tekanan perineal, mental trik utk pengalihan gangguan iritatif. 4. Bladder retraining; menahan kencing untuk meningkatkan daya tampung hingga mencapai 400ml, dan waktu antar berkemih. 5. Meninjau pengobatan yg dapat mencetuskan gejala iritatif(alfa agonis pada penilpropalamin, obat flu dsb). 6. Uretral stripping dsb.



10



Prognosis



Dubia. Mayoritas pasien dengan BPH memperlihatkan perubahan yang lebih baik dengan terapi, sedangkan pasien yang menderita BPH dalam waktu lama dapat terjadi komplikasi.



11



Kompetensi



12



Indikator medis



Dokter Spesialis Bedah Urologi , dokter spesialis bedah No Konten Ya Tidak Keterangan 1 2 3



Penegakan Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Terapi



13



Kriteria pasien pulang rawat inap



a. b. c. d.



BAK Spontan (+) Urin jernih (+) Keadaan Umum baik Vital sign stabil



14



Kepustakaan



1. Tanagho EA, McAnnich JW.2008. Smith’s General Urology. San Fransisco:McGraw Hill. 17th ed.348-54 2. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Parin AW, Peters CA. 2008. Campbell’s Urology. Philadelphia: Saunders. (th ed.



14



PANDUAN PRAKTIK KLINIS URETEROLITHIASIS 1



Definisi (Pengertian)



2



Anamnesis



3



Pemeriksaaan fisik



4



Pemeriksaan penunjang



Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. 1. Pasien nyeri hebat (kolik), dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. 2. Pasien juga mengeluh nyeri pada saat kencing atau sering kencing. 3. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih 4. Dapat ditemukan Demam, gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan distensi abdomen. 1. Inspeksi Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas (hidronefrosis) . 2. Palpasi Nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual /tes Ballotement, Ditemukan pembesaran ginjal yang teraba 3. Perkusi Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra Laboratorium 1. Urinalisis a. Makroskopik : didapatkan gross hematuria. b. Mikroskopik : ditemukan sedimen urin yang menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, kristal-kristal pembentuk batu. c. pH urin > 7,6pertumbuhan kuman pemecah urea, kemungkinan terbentuk batu fosfat. pH urin lebih asam kemungkinan batu asam urat. d. Pemeriksaan kultur urin : pertumbuhan kuman pemecah urea. e. Pemeriksaan Faal Ginjal: ureum creatinin 2. Pemeriksaan elektrolit: memeriksa factor timbulnya batu antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin. 3. Pemeriksaan Darah Lengkap Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun pd hematuria. Bisa juga didapatkan lekosit meningkat akibat proses peradangan di ureter. Radiologis 1. Foto BNO-IVP Melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. 15



Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. 2. Pielografi intra vena (PIV) Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang tidak terlihat oleh foto polos abdomen. 3. Ultrasonografi Dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat gambaran echoic shadow jika terdapat batu. 4. Ct scan Tehnik CT scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi. 5



kriteria Diagnosis



6 7



Diagnosa Kerja Diagnosa Banding



8



Terapi



1. Anamnesis, berupa gejala iritatif dan obstuktif. 2. Pemeriksaan Fisik a. Nyeri tekan dan atau nyeri ketok costo-vertebra angle b. Terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis c. Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tanda-tanda gagal ginjal. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium (Darah rutin, Urinalysis) b. Radiologis (BNO dan IVP) Ureterolithiasis a. Kolik abdomen b. Adneksitis pada perempuan c. Hematuria tanpa nyeri keganasan d. Tumor ginjal e. Tumor ureter f. Tumor kandung kemih 1. Medikamentosa Ditujukan u/ batu yang ukurannya < 5 mm, batu diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis. Analgetik : Natrium Declofenat 2 x 50mg 16



9



Edukasi



10



Prognosis



11



Kompetensi



Diuretik : Furosemid 1 x 40mg Muscle relaxant : Nifedipin 1 x 1 mg, Tamsulosin 1 x 0,2 mg 2. Minimal Medikamentosa ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi) Alat ini dapat memecah batu ureter proksimal tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. IVFD a. Analgetik : NSAID ( Ketroprofen, Metamizole, Ketorolak ) atau opioid ( Petidin, Tramadol ) b. Antibiotik Profilaksis : Sefalosporin yaitu : 1) Cefazolin 1 gr / 50mg/kgBB 2) Cefuroxime 750mg/ 25mg-50mg/kgBB c. Antibiotik Empiris yaitu : 1) Amikasin 1 x 500 mg 2) Moxifloxacin 1 x 400 mg 3) Ceftriaxone 2 x 1gr 4) Cefoperazone 2 x 1gr d. Anti Fibrinolitik : Asam Tranexamat 500 mg Jika terjadi perdarahan Endourologi 1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini. 2. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang Dormia. 3. Pembedahan Bedah Laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter. Bedah terbuka: Ureterolitotomi. 1. Meningkatkan intake cairan(minimal 1.5liter). 2. Kurangi diet tinggi oksalat seperti teh, kacang-kacangan, kedelai, dsb. 3. Diet rendah purin dan rendah protein hewani. 4. Menghindari duduk dalam waktu lama. 5. Hindari kebiasaan menahan BAK. Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia Ad sanationam : dubia Dokter Spesialis Bedah Urologi 17



12 Indikator medis



No 1



13 Kriteria pasien pulang rawat inap 14 Kepustakaan



Konten



Ya



2 3



Penegakan Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Terapi



a. b. c. d.



BAK Spontan Nyeri pinggang (-) Keadaan Umum Baik Vital Sign stabil



Tidak



Keterangan



1. W.B. Saunders, Campbell’s Urology, Sixth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia Pennsylvania, 1992 2. D.R. Smith, General Urology, 10th edition, Lange Medical Publications, California, 1981 3. Wim de Jong dan Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998



18



1 2



Definisi (Pengertian) Anamnesis



3



Pemeriksaaan fisik



4



Pemeriksaan penunjang



PANDUAN PRAKTIK KLINIS NEFRROLITHIASIS Nefrolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ginjal. 1. Pasien nyeri pinggang, dapat menjalar hingga ke perut bagian depan 2. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih 3. Dapat ditemukan Demam, gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan distensi abdomen. 1. Inspeksi Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas (hidronefrosis) . 2. Palpasi Nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual /tes Ballotement, Ditemukan pembesaran ginjal yang teraba 3. Perkusi Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra Laboratorium 1. Urinalisis a. Makroskopik : didapatkan gross hematuria. b. Mikroskopik : ditemukan sedimen urin yang menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, kristal-kristal pembentuk batu. c. pH urin > 7,6pertumbuhan kuman pemecah urea, kemungkinan terbentuk batu fosfat. pH urin lebih asam kemungkinan batu asam urat. d. Pemeriksaan kultur urin : pertumbuhan kuman pemecah urea. e. Pemeriksaan Faal Ginjal: ureum creatinin 2. Pemeriksaan elektrolit: memeriksa factor timbulnya batu antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin. 3. Pemeriksaan Darah Lengkap Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun pd hematuria. Bisa juga didapatkan lekosit meningkat akibat proses peradangan di ureter. Radiologis 1. Foto BNO-IVP Melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak 19



5



kriteria Diagnosis



6 7



Diagnosa Kerja Diagnosa Banding



8



Terapi



memberikan informasi yang memadai. 2. Pielografi intra vena (PIV) Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang tidak terlihat oleh foto polos abdomen. 3. Ultrasonografi Dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat gambaran echoic shadow jika terdapat batu. 4. Ct scan Tehnik CT scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi. 1. Anamnesis, berupa gejala nyeri pinggang, Hematuri dan demam 2. Pemeriksaan Fisik a. Nyeri tekan dan atau nyeri ketok costo-vertebra angle b. Terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis c. Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tanda-tanda gagal ginjal. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium (Darah rutin, Urinalysis) b. Radiologis (BNO dan IVP) Nefrolitiasis 1. Kolik abdomen 2. Adneksitis pada perempuan 3. Hematuria tanpa nyeri keganasan 4. Tumor ginjal 5. Tumor ureter 6. Tumor kandung kemih 1.Konservatif Medikamentosa Ditujukan u/ batu yang ukurannya < 5 mm, batu diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis. Analgetik : Natrium Declofenat 2 x 50mg Diuretik : Furosemid 1 x 40mg Muscle relaxant : Nifedipin 1 x 1 mg, Tamsulosin 1 x 0,2 mg 2. Minimal Invasive ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi) 20



Alat ini dapat memecah batu ureter proksimal tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. 3.Pembedahan ( Nefrolitotomi) Pembedahan untuk mengambil batu saluran kemih IVFD a. Analgetik : NSAID ( Ketroprofen, Metamizole, Ketorolak ) atau opioid ( Petidin, Tramadol ) b. Antibiotik Profilaksis : Sefalosporin yaitu : 1) Cefazolin 1 gr / 50mg/kgBB 2) Cefuroxime 750mg/ 25mg-50mg/kgBB c. Antibiotik Empiris yaitu : 1) Amikasin 1 x 500 mg 2) Moxifloxacin 1 x 400 mg 3) Ceftriaxone 2 x 1gr 4) Cefoperazone 2 x 1gr d. Anti Fibrinolitik : Asam Tranexamat 500 mg Jika terjadi perdarahan



9



Edukasi



1. Meningkatkan intake cairan (minimal 1.5liter). 2. Kurangi diet tinggi oksalat seperti teh, kacang-kacangan, kedelai, dsb. 3. Diet rendah purin dan rendah protein hewani. 4. Menghindari duduk dalam waktu lama. 5. Hindari kebiasaan menahan BAK.



10



Prognosis



Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia Ad sanationam : dubia



11



Kompetensi



12



Indikator medis



Dokter Spesialis Bedah Urologi No Konten Ya 1 2 3



13



Kriteria pasien pulang rawat inap



14



Kepustakaan



Tidak



Keterangan



Penegakan Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Terapi



a. BAK Spontan b. Nyeri pinggang (-) c. Keadaan Umum Baik d. Vital Sign stabil e. Luka Operasi Baik 1. W.B. Saunders, Campbell’s Urology, Sixth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia Pennsylvania, 1992 2. D.R. Smith, General Urology, 10th edition, Lange Medical Publications, California, 1981 3. Wim de Jong dan Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998



21



1 Definisi (Pengertian)



2 Anamnesis



3 Pemeriksaaan fisik



4 Pemeriksaan penunjang



PANDUAN PRAKTIK KLINIS KARSINOMA PROSTAT Karsinoma prostat adalah keganasan yang berasal dari sel asinus prostat. Bentuk keganasan prostat yang tersering adalah adenocarsinoma prostat, bentuk lain yang jarang adalah (0,1-0,2 %), carciona sel transisional (1-4%), limfoma. Di Indonesia menurut data Globocan tahun 2008 kanker prostat di Indonesia menemapati urutan ke-5. Di RSCM dan RS Kanker Dharmais terdapat peningkatan jumlah penderita tahun 2001-2006 sebanyak 2 kali dibandingkan tahun 1995-2000, dengan jumlah penderita rata-rata per tahun 70-80 kasus baru per tahun.Insiden tersering ditemukan pada usia lebih dari 60 tahun, dan jarang ditemukan pada usia kurang dari 40 tahun 1. Keluhan utama, lamanya keluhan, riwayat pemeriksaan, pengobatan dan rujukan. 2. Gejala-gejala obstruksi infravesikal 3. Tanda-tanda metastase, nyeri tulang, fraktur pato, ogis, penekanan sumsum tulang. Pemeriksaan colok dubur : Kebanyakan kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi dengan colok dubur jika volume nya sudah ≥ 0,2mm. Jika terdapat kecurigaan dari colok dubur berupa : nodul keras, asimetris, berbenjol-benjol, maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat. 18 % dari seluruh penderita kanker prostat, terdeteksi dari pemeriksaan colok dubur saja, dibandingkan dengan kadar PSA total. Prostat Spesific Antigen (PSA) Pemeriksaan kadar PSA telah mengubah kriteria diagnosis dari kanker prostat. PSA adalah serine kalikrein protease yang hampir seluruhnya diproduksi oleh sel epitel prostat. Pada prakteknya PSA adalah organ spesifik namun bukan kanker spesifik. Maka itu peningkatan kadar PSA juga dijumpaipada BPH, prostitis, dan keadaan non-maligna lainnya. Kadar PSA secara tunggal adalah variabel yang paling bermakna dibandingkan colok dubur atau TRUS. Samparnasional. Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara internasional. Kadar PSA adalah kecurigaan adanya kanker prostat. Nilai baku PSA di Indonesia saat ini yang dipakai adalah 4ng/ml. Trasnrectal Ultrasonography (TRUS) dan biopsi prostat Gambaran klasik hipoekhoik adanya zona peripheral prostat tidak akan selalu terlihat. Gray-scale dari TRUS tidak dapat mendeteksi area kanker prostat secara adekuat. Maka itu biopsi sistematis tidak perlu digantikan dengan biopsi area yang dicurigai. Namun biopsi daerah yang dicurigai sebagai 22



tambahan dapat menjadi informasi yang berguna.



5 kriteria Diagnosis



Indikasi Biopsi Tindakan biopsi prostat sebaiknya ditentukan berdasarkan kadar PSA, kecurgiaan pada pemeriksaan colok dubur atau temuan metastasis yang diduga dari kanker prostat. Sangat dianjurkan bila biopsi prostat dengan guided TRUS, bila tidak mempunyai TRUS dapat dilakukan biopsi transrektal menggunakan jarum trucut dengan bimbingan jari. Untuk melakukan biopsi, lokasi untuk mengambil sampel harus diarahkan ke lateral. Jumlah core dianjurkan sebanyak 10-12. Core tambahan dapat diambil dari daerah yang dicurigai pada colok dubur atau TRUS. Tingkat komplikasi biopsi prostat rendah.Komplikasi minor termasuk makrohematuria dan hematospermia. Infeksi berat setelah prosedur dilaporkan 5% dari jaringan yang direseksi) T1C : tumor diidentifikasi dengan pemeriksaan biopsi jarum : tumor terbatas di prostat T2A : tumor mengenai setengah atau < 1 lobus T2B : tumor mengenai lebih setengah dari 1 lobus, tapi tidak mengenai ke-2 Lobus T2C : tumor mengenai 2 lobus



T3



: tumor menembus kapsul T3A : ekstensi eksrakapsular (unilateral/bilateral) T3B : tumormengenai vesikulaseminalis



23



T4



: tumor terfiksasi atau mengenai struktur yang berdekatan, selain Vesikulaseminalis, seperti leher kandung kemih, spincter eksterna rektum, dan Atau dinding pelvis.



Kelenjar getah bening (KBG) regional (N) NX : KGB regional tak dapat dinilai N0 : tidak ada penyebaran KGB regional N1 : terdapat penyebaran KGB regional Metastasis Jauh (M) Mx : metastase tak dapat dinilai M0 : tidak ada metastasis jauh M1 : terdapat metastasis jauh M1A : metastasis KGB non regional M1B : metastasis ke tulang M1C : metastasis ke organ lain 6



Diagnosa Kerja



Karsinoma prostat



7 8



Diagnosa Banding Terapi



1. BPH 2. Prostatitis Pengobatan kanker prostat ditentukan beberapa faktor, yaitu grading tumor, staging, komorbiditas, prevalensi penderita,usia harapan hidup saat diagnosis



9



Edukasi



10 Prognosis



11 Kompetensi 12 Indikator medis



13 Kriteria pasien pulang rawat inap 14 Kepustakaan



Faktor prognostik dan prediksi pada kanker prostat dapat dinilai dari aspek 1. Stadium TNM, kadar PSA, skor Gleason 2. Presiksi bebas progesi, harapan hidup 3. Prediksi rekuren sebelum dan sesudah operasi Dokter Spesialis Urologi No Konten



Ya



Tidak



Keterangan



1 Penegakan Diagnosis Pemeriksaan 2 Penunjang 3 Terapi 1. 2. 3. 4.



BAK Spontan (+) Urin jernih (+) Keadaan Umum baik Vital sign stabil



1. Siroky, Mike B.; Oates, Robert D.; Babayan, Richard K. Handbook of Urology: Diagnosis & Therapy, 3rd Edition Copyright ©2004 Lippincott Williams & Wilkins 2. Graham, Sam D.; Keane, Thomas E.; Glenn, James F.Glenn's Urologic Surgery, 6th Edition. Copyright ©2004 Lippincott Williams & Wilkins 24



3. Emil A. Tanagho, MD, Jack W. McAninch, MD, FACS. Smith's General Urologi, 17 Edition. Copyright ©2008 McGraw and Hill. 4. Ikatan Ahli Urologi Indonesiia. Panduan Penatalaksanaan Kanker Prostat.2011 European Association of Urology Guidelines. 2015.EAU



RESIKO Rendah : T: 1A atau 1C dan Gleason : 2-5 dan PSA : < 10 dan Temuan biopsi Unilateral < 50% Sedang : T : 1B, 2A atau Gleason : 6 atau 3+4 atau PSA 20 atau Temuan biopsi : limfovaskuler, neuroendokrin



>80 TAHUN Monitoring aktif



1.Monitoring aktif 2.EBRT atau brachiterapi permanen, atau kombinasi 3. Terapi investigasional 1. Terapi hormonal 2. EBRT + terapi hormonal 3. Terapi investigasi onal 1.terapi hormonal 2.EBRT + terapi hormonal 3. terapi investigasional



USIA 71-80 TAHUN 1.Monitoring aktif 2.EBRT atau brachiterapi permanen 3. Terapi investigasional



≤ 70 TAHUN 1. Prostatektomi radikal 2. EBRT atau brachiterapi permanen 3. Monitoring aktif 4. terapi investigasional



1. EBRT, brakhiterapi permanen, atau kombinasi 2.prostatektomi radikal 3. terapi investigasional



1. Prostatektomi radikal 2. EBRT atau brachiterapi permanen 3. terapi investigasional



1. EBRT +terapi hormonal (2-3 tahun) 2. Terapi hormonal 3. Prostatektomi radikal+diseksi KGB pelvis 4. Terapi investigasional 1.terapi hormonal 2.EBRT + terapi hormonal 3. Sistem terapi non hormonal (kemoterapi



1. EBRT + terapi hormonal (2-3 tahun) 2. Prostatektomi radikal + diseksi KGB pelvis 3. Terapi investigasional 4. Terapi hormonal 1.EBRT + terapi hormonal 2. terapihormonal 3. terapi sistemik+terapi hormonal 4. terapi multimodal investigasional



25



PANDUAN PRAKTIK KLINIS STRIKTUR URETHRA 1



Definisi (Pengertian)



Penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena pembentukan jaringan fibrotik (parut) pada uretra dan/atau daerah peri uretra, yang pada tingkat lanjut dapat menyebabkan fibrosis pada korpus spongiosum.



2



Anamnesis



3



Pemeriksaaan fisik Pemeriksaan penunjang



Pasien datang dengan keluhan berupa sulit kencing (harus mengejan), pancaran bercabang, menetes, sampai retensi urine. Selain itu, bisa juga disertai pembengkakan/abses didaerah perineum dan skrotum, serta bila terjadi infeksi sistematik juga timbul panas badan, menggigil, dan kencing berwarna keruh Palpasi urethra : teraba jaringan fibrosis, penilaian warna, karakter, warna kulit batang dan preputium untuk flap dan graft Laborat : analisis urine, kultur dan fungsi ginjal Retrograde urethrography (RUG) : panjang, lokasi, kaliber, jumlah striktur voiding cystourethrography (VCUG) : evaluasi bagian proksimal dari striktur urethroscopy: menyingkirkan keganasan dan melengkapi pemeriksaan radiologis Transurethral USG dan MRI 1. Gejala obstruktif dan iritatif 2. Hematuria, urethral bleeding, pooling urine terminal dribbling 3. ISK berulang 4. Kesulitan pemasangan kateter urethra 5. Palpasi urethra teraba fibrosis 6. Retrograde urethrography (RUG) : panjang, lokasi, kaliber dan multiplikasi dari striktur Striktur Urethra 1. Benign Prostat Hiperplasia 2. Ca Prostat 3. Kontraktur Leher Vesika Urinaria Post Operasi Prostat Non pembedahan : watchful waiting, businasi, dilatasi diikuti dengan kateter urethra, kalibrasi mandiri Pembedahan : 1. IVFD a. Analgetik : NSAID ( Ketroprofen, Metamizole, Ketorolak) atau opioid ( Petidin, Tramadol ) b. Antibiotik Profilaksis : Sefalosporin yaitu : 1) Cefazolin 1 gr / 50mg/kgBB 2) Cefuroxime 750mg/ 25mg-50mg/kgBB



4



5



kriteria Diagnosis



6 7



Diagnosa Kerja Diagnosa Banding



8



Terapi



26



c. Antibiotik Empiris yaitu : 1) Amikasin 1 x 500 mg 2) Moxifloxacin 1 x 400 mg 3) Ceftriaxone 2 x 1gr 4) Cefoperazone 2 x 1gr d. Anti Fibrinolitik : Asam Tranexamat 500 mg Jika terjadi perdarahan 2. Internal Uretrotomi dengan collins Knife, kauter atau Laser 3. Urethroplasty dengan atau tanpa graft, flaps 9



Edukasi



Kontrol Rutin



10



Prognosis



Ad vitam : ad bonam Ad sanam : dubia Ad fungsionam : dubia



11



Kompetensi



12



Indikator medis



Dokter bedah urologi No Konten 1 2 3



Ya



Tidak



Keterangan



Penegakan Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Terapi



13



Kriteria pasien pulang rawat inap



1. BAK Spontan (+) 2. Urin jernih (+) 3. Keadaan Umum baik 4. Vital sign stabil



14



Kepustakaan



1. Tanagho E.A., Mc Annich J.W., Smith’s General Urology 17th ed., Mc Graw Hill 2004 2. Graham, Sam D.; Keane, Thomas E.; Glenn, James F.Glenn's Urologic Surgery, 6th Edition. Copyright ©2004 Lippincott Williams & Wilkins



27



1



2



3



4



PANDUAN PRAKTIK KLINIS CARSINOMA BULI Definisi CARSINOMA BULI adalah Neoplasia ganas dari epitel (mukosa) buli. (Pengertian) Insiden terjadinya carcinomabuli untuk laki-laki 8,9/100.000 orang per tahun, sedangkan perempuan 2,2/100.000. Anamnesis Hematuri merupakan keluhan yang paling sering pada carcinoma buli. Hematuri tanpa disertai nyeri saat buang air kecil (painless hematuri). Keluhan lain bisa disertai dengan urgensi, disuri, dan frekuensi. Pada tumor yang sudah metastasis bisa disertai dengan nyeri pada pelvis dan keluhan obstruksi traktus urinarius. Pemeriksaaan Berupa rektal dan vaginal bimanual palpasi. Ditemukan masa pada fisik pelvis merupakan indikator adanya tumor yang sudah menyebar ke jaringan perivesika. Pemeriksaan palpasi bimanual dengan anestesi seharusnya dilakukan sebelum dan sesudah TUR-BT (Transuretra Resection of Bladder Tumor), untuk mengetahui apakah ada masa atau tumor sudah terfiksir pada dinding pelvis. Pemeriksaan1. CT urografi digunakan untuk mendeteksi tumor papilari pada traktur penunjang urinarius yang dapat dinilai sebagai filling defect, atau untuk melihat hidronefrosis. IVU (intravenous urografi) dapat digunakan sebagai alternatif CT urografi. Namun pada pasien dengan carcinoma buli yang sudah menginvasi otot, CT urografi lebih memberikan informasi dibandingkan IVU, karena bisa melihat penyebaran ke kelenjar getah bening dan ke organ sekitar buli. 2. Transabdominal USG bisa mendeteksi adanya hidronefrosis dan melihat adanya masa di kandung kencing. Namun USG tidak bisa menggantikan CT urografi. 3. Sitologi urin, spesimen sitologi urin diambil dari voided urin atau bladder washing specimen. Sensitivitas sitologi urin pada tumor carcinomain situ (CIS) 28-100%. Bila sitologi urin positif mengindikasikan adanya tumor di traktur urinarius, mulai dari pelvis renalis sampai dengan buli. Namun bila sitologi urin negatif tidak menyingkirkan adanya tumor buli. 4. Sistoskopi pada umumnya dapat dilakukan di tempat praktek menggunakan fleksibel sistoskopi. Bila pada waktu dilakukan sistoskopi evaluasi ditemukan tumor, dan dilakukan CT urografi, MRI,USG. Pada sistoskopi yang harus dilakukan adalah letak tumor, ukuran, jumlah, dan bentuk tumor (apakah berbentuk papilari atau padat). 5. Transurethral resection of bladder tumor (TUR-BT) Tujuan dari TURBT untuk mengambil sampel sehingga bisa menentukan diagnosis secara histopatologis dan staging tumor. 28



5



kriteria Diagnosis



Staging berdasarkan sistem kalsifikasi TNM 2002 T : tumor primer Tx : tumor primer tak dapat dinilai T0 : tumor primer tidak ditemukan TA : non invasif papilary carcinoma Tis : carcinoma in situ : flat tumor T1 : tumor menginvasi ke jaringan subepitel T2 : tumormenginvasi otot T2A : tumor menginvasi superficial dari otot (inner half) T2B : tumor menginvasi bagian dalam oto (outer half) T3 : tumormenginvasi jaringan perivesikal T3A : secara mikroskopis T3B : secara makroskopis (menyebar sampai ekstra vesika) T4 : Tumor menginvasi : prostat, uterus, vagina, dinding pelvis, dinding abdomen T4A T4 B



: tumor menginvasi prostat, uterus, atau vagina : tumor menginvasi dinding pelvis atau dinding abdomen



Kelenjar Getah Bening (N) Nx : KGB tidak dapat dinilai N0 : tidak ditemukan penyebaran KBG N1 : penyebaran pada 1 KGB pada pelvis (hipogastrik, obturator, iliaka eksterna, pre Sakral) N2 : metastasis > 1 KGB (hipogastrik, obturator, iliaka eksterna, pre Sakral) N3 : metastasis pada KGB iliaka komunis Metastasis (M) Mx :metastasis tidak dapat dinilaia M0 : metstasis tidak ditemukan M1 : ditemukan metastasis jauh 6



Diagnosa Kerja



7



Diagnosa Banding



8



Terapi



Karsinoma Buli 1. 2. 3. 1.



Batu Buli ISK BPH Terapi ajuvan Intravesikal kemoterapi : walaupun TUR-BT itu sendiri dapat menghilangkan tumor stadium Ta,T1 secara komplit namun biasanya tumor buli memiliki rekurensi yang tinggi. Sehingga diperlukan ajuvan terapi. Tujuan dari intravesikal kemoterapi untuk menghancurkan 29



sisa-sisa sel tumor pada TUR-BT. Obat-obatan yang digunakan untuk intravesikal kemoterapi seperti mitomycin-C, epirubisin, doxorubisin. Padatumor stadium Ta,T1 intravesikal kemoterapi dilakukan dalam waktu 24 jam setelah TUR-BT. 2. Radikal sistektomi Radikal sistektomi dilakukan pada semua pasien stadium T1 yang gagal dengan intravesikal terapi. Radikal sistektomi juga dilakukan pada tumor yang sudah menginvasi otot, tumor yang multipel dan rekuren dan besar tumor > 3 cm. 9



Edukasi



1. Hindari merokok 2. Edukasi: Intake cairan, Hindari obesitas, Hindari stress, Aktivitas fisik 3. Diet : Tinggi serat, Intake Kalsium normal, Rendah garam, Rendah protein hewani



10



Prognosis



Prognosis dari tumorbuli ditentukan dari staging tumor dan grading dari tumor.



11



Kompetensi



Dokter Spesialis Urologi



12



Indikator medis



No 1 2 3



Konten



Ya



Tidak



Keterangan



Penegakan Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Terapi



13



Kriteria pasien pulang rawat inap



1. 2. 3. 4.



BAK Spontan (+) Urin jernih (+) Keadaan Umum baik Vital sign stabil



14



Kepustakaan



1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997. 2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Carcinoma Buli, Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998. 3. Reksoprodjo S. Carcinoma Buli, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta : Binarupa Aksara, 1995. 4. Sabiston, David C. Carcinoma Buli, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994. 5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997. 6. European Association of Urology Guidelines. 2015



30



PANDUAN PRAKTIK KLINIS VESIKOLITHIASIS 1



Definisi (Pengertian)



Penyumbatan pada saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu.



2



Anamnesis



1. Nyeri kencing/disuria hingga stranguri Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. 2. Perasaan tidak enak sewaktu kencing. 3. Kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh.



3



Pemeriksaaan fisik



4



Pemeriksaan penunjang



1. Inspeksi Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas (hidronefrosis) . 2. Palpasi Nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual /tes Ballotement, Ditemukan pembesaran ginjal yang teraba 3. Perkusi Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra Laboratorium 1. Urinalisis a. Makroskopik : didapatkan gross hematuria. b. Mikroskopik : ditemukan sedimen urin yang menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, kristal-kristal pembentuk batu. c. pH urin > 7,6pertumbuhan kuman pemecah urea, kemungkinan terbentuk batu fosfat. pH urin lebih asam kemungkinan batu asam urat. d. Pemeriksaan kultur urin : pertumbuhan kuman pemecah urea. e. Pemeriksaan Faal Ginjal: ureum creatinin 2. Pemeriksaan elektrolit: memeriksa factor timbulnya batu antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin. 3. Pemeriksaan Darah Lengkap Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun pd hematuria. Bisa juga didapatkan lekosit meningkat akibat proses peradangan di ureter. Radiologis 1. Foto BNO-IVP Melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak 31



memberikan informasi yang memadai. 2. Pielografi intra vena (PIV) Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang tidak terlihat oleh foto polos abdomen. 3. Ultrasonografi Dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat gambaran echoic shadow jika terdapat batu. 4. Ct scan Tehnik CT scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi.



5



kriteria Diagnosis



6 7



Diagnosa Kerja Diagnosa Banding



8



Terapi



1. Anamnesis, berupa gejala iritatif dan obstuktif. 2. Pemeriksaan Fisik a. Nyeri tekan dan atau nyeri ketok costo-vertebra angle b. Terabanya ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis c. Retensi urin, infeksi yang disertai demam dan menggigil dan terlihat tanda-tanda gagal ginjal. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium (Darah rutin, Urinalysis) b. Radiologis (BNO dan IVP) Vesikolithiasis 1. Kolik abdomen 2. Adneksitis pada perempuan 3. Hematuria tanpa nyeri keganasan 4. Tumor ginjal 5. Tumor ureter 6. Tumor kandung kemih 1. Foley catheter atau sistostomi (bila retensi) 2. Edukasi: Intake cairan, Hindari obesitas, Hindari stress, Aktivitas fisik 3. Diet : Tinggi serat, Intake Kalsium normal, Rendah garam, Rendah protein hewani Tatalaksana aktif a. IVFD 1) Analgetik : NSAID ( Ketroprofen, Metamizole, Ketorolak ) atau opioid ( Petidine, Tramadol ) 2) Antibiotik Profilaksis : Sefalosporin yaitu : 1) Cefazolin 1 gr / 50mg/kgBB 2) Cefuroxime 750mg/ 25mg-50mg/kgBB



32



3) Antibiotik Empiris yaitu : 1) Amikasin 1 x 500 mg 2) Moxifloxacin 1 x 400 mg 3) Ceftriaxone 2 x 1gr 4) Cefoperazone 2 x 1gr 4) Anti Fibrinolitik : Asam Tranexamat 500 mg Jika terjadi perdarahan 5. Sistoskopi + Litotripsi 6. Operasi Terbuka : Sactio Alta Pedoman : > 20mm Sactio alta < 20mm Sistoskopi + Litotripsi batu >30mm Biopsi Pra Tindakan 9



Edukasi



Saran untuk perubahan gaya hidup: 1. Kurangi intake cairan menjelang tidur atau waktu spesifik lain yg dapat mengganggu(minimal 1.5liter). 2. Kurangi kafein dan alkohol. 3. Teknik distraksi; latihan distraksi keinginan berkemih seperti latihan nafas, penile squeezing, tekanan perineal, mental trik utk pengalihan gangguan iritatif. 4. Bladder retraining; menahan kencing untuk meningkatkan daya tampung hingga mencapai 400ml, dan waktu antar berkemih. 5. Meninjau pengobatan yg dapat mencetuskan gejala iritatif(alfa agonis pada penilpropalamin, obat flu dsb). 6. Uretral stripping dsb.



10



Prognosis



Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia Ad sanationam : dubia



11



Kompetensi



12



Indikator medis



Dokter Spesialis Bedah Urologi No Konten Ya 1 2 3



Tidak



Keterangan



Penegakan Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Terapi



13



Kriteria pasien pulang rawat inap



1. 2. 3. 4.



BAK Spontan Keadaan Umum Baik Vital Sign stabil Luka Operasi Baik



14



Kepustakaan



1. W.B. Saunders, Campbell’s Urology, Sixth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia Pennsylvania, 2012 2. D.R. Smith, General Urology, 10th edition, Lange Medical Publications, California, 1981



33



1



Definisi (Pengertian)



2



Anamnesis



3



Pemeriksaaan fisik



4



Pemeriksaan penunjang



5



kriteria Diagnosis



6 7



Diagnosa Kerja Diagnosa Banding



8



Terapi



PANDUAN PRAKTIK KLINIS TUMOR TESTIS Tumor testis yaitu suatu pertumbuhan sel sel ganas dalam testis yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum. Sebagian besar (±95%) tumor testis primer berasal dari sel germinal sedangkan sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma Ditemukan pembesaran testis unilateral tanpa disertai rasa nyeri. Ginekomastia biasanya ditemukan pada 7% kasus,pada tumor testis non seminoma. Nyeri pinggang dapat ditemukan pada kasus metastasis 11%. Pada inspeksi biasanya ditemukan pembesaran testis tanpa disertai rasa nyeri pada palpasi, tidak ditemukan tanda-tanda hiperemis. Pada pemeriksaan fisik harus ditemukan apakah ada pembesaran kelenjar getah bening pada inguinal maupun supraklavikula, apakah terdapat masa pada abdomen, perlu juga dicari apakah ada ginekomasti. 1. USG diperlukan untuk melihat masa testikular dan untuk mengetahui testis kontralateral. Sensitivitas USG untuk menegakkan diagnosis tumor testis hampir 100% dan juga USG berperan penting untuk menentukan apakah masa terletak di intratestikular atau ekstratestikular. 2. MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dibandingkan USG, namun memerlukan biaya tinggi,sehingga tidak dilakukan pemeriksaan rutin dalam penegakkan diagnosis. 3. Tumor marker berikut ini harus diperiksa sebelum dan 5-7 hari setelah orchidectomy. Tumor marker yang dimaksud adalah AFP,hCG,LDH. 1. Anamnesis, berupa Benjolan di testis 2. Pemeriksaan Fisik a. Nyeri tekan pada testis b. Terabanya Benjolan pada testis, Ukuran, konsitensi, mobilitas, dan Bentuk 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Tumor marker LDH, Alp, Beta HCG b. Radiologis USG dan Ct Scan Tumor Testis 1. Orchitis 2. Abses testis 3. Hernia scrotalis 1. Tatalaksana untuk non seminoma klinis stadium I



34



2. Tatalaksana seminoma klinis 2A dan 2B



35



3. Tatalaksana non seminoma stadium 2A



9



Edukasi



Saran untuk perubahan gaya hidup: 1. Kurangi intake cairan menjelang tidur atau waktu spesifik lain yg dapat mengganggu(minimal 1.5liter). 2. Kurangi kafein dan alkohol. 3. Teknik distraksi; latihan distraksi keinginan berkemih seperti latihan nafas, penile squeezing, tekanan perineal, mental trik utk pengalihan gangguan iritatif. 4. Bladder retraining; menahan kencing untuk meningkatkan daya tampung hingga mencapai 400ml, dan waktu antar berkemih. 5. Meninjau pengobatan yg dapat mencetuskan gejala iritatif(alfa agonis pada penilpropalamin, obat flu dsb). Uretral stripping dsb.



36



10 Prognosis



11 Kompetensi 12 Indikator medis



Dokter Spesialis Urologi No Konten 1 2 3



13 Kriteria pasien pulang rawat inap



14 Kepustakaan



1. 2. 3. 4.



Ya



Tidak



Keterangan



Penegakan Diagnosis Pemeriksaan Penunjang Terapi



BAK Spontan (+) Urin jernih (+) Keadaan Umum baik Vital sign stabil



1. Siroky, Mike B.; Oates, Robert D.; Babayan, Richard K. Handbook of Urology: Diagnosis & Therapy, 3rd Edition Copyright ©2004 Lippincott Williams & Wilkins 2. Graham, Sam D.; Keane, Thomas E.; Glenn, James F.Glenn's Urologic Surgery, 6th Edition. Copyright ©2004 Lippincott Williams & Wilkins European Association of Urology. 2015.



37



PENUTUP Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar Prosedur Operasional bagi dokter Bedah Urologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan KSM dan fasilitas pelayanan kesehatan di RSU Budi Asta. Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien, bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode yang memadai, semoga bermanfaat. DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM BUDI ASTA



Dr. R.M. Fattahillah Malik, Sp.M.



38