Produksi Benih Inti Tanaman Buncis: I. Pendahuluan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

No. 015, Juli 2017 (Tanggal diunggah 12 Juli 2017)



Penyunting : Tonny K. Moekasan, Laksminiwati Prabaningrum, Nikardi Gunadi, dan Asih K. Karjadi Redaksi Pelaksana : Abdi Hudayya, Fauzi Haidar



PRODUKSI BENIH INTI TANAMAN BUNCIS Oleh : Diny Djuariah Kelompok Peneliti Pemuliaan dan Plasma Nutfah BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang – Bandung Barat 40391 e-mail : [email protected]



I.



PENDAHULUAN Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu jenis sayuran buah yang



penting di Indonesia. Buncis termasuk tanaman Legum yang sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk polong segar dapat ditanam pada ketinggian ± 300 m dpl sampai di atas 1000 m dpl. Sampai saat ini hampir semua kalangan masyarakat memanfaatkan buncis, dengan industri pngolahan yang membutuhkan dalam jumlah besar dan kontinyu. Selain dikonsumsi dalam negeri, ternyata buncis juga telah diekspor. Bentuk-bentuk yang diekspor bermacam-macam ada yang berbentuk polong segar, didinginkan atau dibekukan dan ada pula yang berbentuk biji kering. Meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas ditentukan oleh kualitas benih dari tanaman buncis tersebut. Tata cara produksi benih inti disusun untuk memberikan tuntunan umum memproduksi kelas benih inti.



1



II.



MAKSUD DAN TUJUAN Maksud penyusunan panduan tata cara produksi benih inti adalah sebagai



acuan dalam pelaksanaan produksi benih inti varietas-varietas unggul tanaman buncis sehingga dapat diproduksi benih buncis berkualitas. Tujuannya adalah untuk menyediakan perangkat manajerial berupa buku tata cara untuk memproduksi benih inti tanaman buncis. III.



RUANG LINGKUP Ruang lingkup buku panduan adalah meliputi terminologi, deskripsi atau



penciri khusus, panduan tata laksana memproduksi benih inti tanaman buncis. IV.



DESKRIPSI ATAU PENCIRI UMUM DAN PENCIRI KHUSUS A. Penciri Umum 1. Syarat tumbuh Aslinya tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari Amerika Utara tetapi kemampuan beradaptasinya sangat luas mulai dari daerah temperit sampai dengan daerah tropika. Secara umum buncis dikenal ada 2 tipe yaitu jenis merambat (Climbing bean/pole) dan yang tidak merambat atau dikenal dengan tipe tegak (dwarf bean), oleh karena itu buncis dalam bahasa inggris memiliki beberapa nama “common name” seperti “bean”, “snap bean”, “green bean”, “kidney bean”, “haricot bean” dan “dwarf bean”. Pada jenis merambat ada 2 jenis yaitu dapat ditanam di dataran rendah dan hanya cocok di dataran tinggi. Jenis tanah yang cocok untuk tanaman buncis andosol, regusol serta ultisol. Syarat utama adalah struktur tanah harus gembur dengan drainase baik, kesuburan optimal. Buncis dikenal memiliki toleransi luas terhadap keasaman tanah antara 5,5-6,5 (George, 1999). Waktu terbaik untuk penanaman buncis adalah pada waktu musim hujan atau akhir musim kemarau. Kekurangan air pada waktu berbunga (anthesis) dan pengisian kelembaban terjadi waktu tanaman muda berdaun dua atau tiga helai maka pengaruh buruk akan muncul terhadap pertumbuhan dan inisiasi buah sehingga menghasilkan kematangan yang sangat bervariasi



2



(Davis, 1997). Pada umumnya daerah-daerah dengan curah hujan 1500 mm – 2500 mm setiap tahunnya adalah cocok untuk penanaman buncis. 2. Morfologi Secara umum P. Vulgaris dibedakan dalam dua jenis morfologi cara tumbuh yaitu (1) buncis tipe rambat dan (2) buncis tipe tegak. Penciri umum yang lainnya adalah buncis biasanya dipanen buahnya pada stadia muda untuk kepentingan sayur segar atau pengalengan (canning). Untuk buncis tipe rambat tinggi tanaman buncis dapat tumbuh melebihi dua meter sedangkan tipe tegak (determinate) ketinggian maksimal pada kondisi pertanaman optimum adalah sekitar satu meter dan tergantung kepada varietasnya. Warna bunga pada “bract” dan pada “sayap” biasanya tidak banyak bervariasi yaitu warna dasar putih atau pink atau violet. Bunga mekar pada buncis merambat tidak serempak sedangkan pada buncis tegak berbunga lebih serempak. Seperti umumnya famili Leguminosae, tanaman buncis adalah menyerbuk sendiri meskipun penyerbukan silang dapat terjadi. B. Penciri Khusus Berdasarkan UPOV (1994) No Kultivar/Galur Asal



:



(Introduksi, seleksi dari populasi, hasil silangan)



Tipe pertumbuhan



:



(merambat/melilit/tegak/pendek)



Tinggi tanaman



:



Dalam centimeter



Warna daun



:



Hijau muda sekali, agak hijau medium, hijau, hijau tua



Warna permukaan daun bagian atas



:



Hijau muda, hijau, hijau tua



Earna permukaan daun bagian bawah



:



Hijau muda, hijau, hijau tua



- Hipokotil



:



(Hijau, ungu muda, ungu tua)



- Epikotil



:



(Hijau, ungu muda, ungu tua)



Warna batang :



3



Bunga : - Ukuran bunga (bract)



:



Kecil, medium, besar



- Warna standar



:



Putih, pink, ungu



- Warna sayap (wing)



:



Putih, pink, violet



- Waktu berbunga



:



Dalam hari bunga mekar pada pagi hari < pukul 8



- Ukuran bunga



:



Kecil, medium, besar



- Umur mulai panen



:



Dalam hari sejak panen polong muda yaitu bila biji dalam polong belum menonjol ke permukaan polong



- Keadaan/waktu panen



:



Kuning, hijau, violet



- Warna dasar



:



Kuning, hijau, violet



- Warna kedua



:



Ada, tidak ada



Warna polong :



- Warna lain (hue of secondary colour) :



Merah, putih



- Warna polong muda



Hijau



:



muda,



hijau,



hijau



tua,



kuning Ekor (Stringiness)



:



Ada, tidak ada



- Panjang paruh (beak)



:



Pendek, medium, panjang



Bentuk polong :



Gambar 1. Bentuk polong berdasarkan derajat pelengkungannya



4



• 1 = tidak ada/sedikit • 3 = agak melengkung • 5 = medium • 7 = melengkung • 9 = sangat melengkung



Gambar 2. Bentuk lengkungan polong



Keterangan :



• 1 = cekung (concave) • 2 = berbentuk S • 3 = cembung (convex)



Gambar 3. Bentuk ujung polong



5



Keterangan : •



1 = runcing







5 = agak meruncing







7 = truncate - Panjang polong termasuk paruh



:



(beak)



Sangat pendek, pendek, medium, panjang



- Lebar polong



:



Dalam mili meter atau centimeter



- Bentuk penampang melintang



:



Eliptik/ovate; cordate, circular atau



polong



bentuk angka 8



- Kadar serat



:



Berserat kasar, halus



- Daging polong



:



Berdaging masif, berongga



- Rasa



:



Hambar, agak manis, dan manis; diusahakan



penentuan



dengan



menggunakan hand refraktometer atau secara organoleptik) - Preference konsumen



:



Sangat suka, suka, tidak suka



- Potensi hasil polong



:



Dalam ton/hektar dengan besar simpangan bakunya



Biji : - Warna biji



:



Putih, kuning, merah, hitam, ungu tua, krem, coklat muda, coklat tua, belirik, abu-abu.



- Jumlah warna/biji



:



1; 2>2



- Panjang



:



Dalam milimeter/centimeter



- Jumlah biji/polong



:



Dalam biji



- Berat 100 biji/jumlah biji/100 gr



:



Dalam gr



- Potensi produksi biji



:



Dalam kg/kwintal per hektar + deviasi



Ketahanan terhadap penyakit



:



BCMV



(Bean



Common



Mosaic



Virus); Fusarium, Antraknos, Karat daun.



6



V.



CARA PENANAMAN BENIH INTI Benih inti adalah benih yang diproduksi oleh pemuliaan tanaman. Benih inti



untuk tanaman buncis berbentuk biji yang dihasilkan dari satu tanaman terdeskripsi dengan jelas oleh pemulia dan atau deskriptor yang diakui oleh lembaga pemuliaan atau penguji BUSS (Baru, Unik, Stabil, Seragam). Benih inti untuk tanaman buncis dapat pula berbentuk plantlet (in-vitro) yang diketahui asal usulnya serta deskripsinya. A. Tahapan Produksi Benih Inti Sebagai Berikut : Benih inti ditanam dalam jumlah terbatas agar memudahkan pengawasan kemurnian genetiknya. 1. Benih inti ditanam secara terbatas dalam sebuah rumah kasa atau rumah kaca. Jumlah maksimum benih inti yang ditanam untuk buncis adalah 10 tanaman, agar memudahkan pengawasan kemurnian genetiknya. 2. Benih sumber yang ditanam harus berasal dari pemakai atau dari sumber lain yang mampu mengidentifikasi kebenaran genetik (trueness – to type) dan diakui kepakarannya. 3. Seleksi terutama ditekankan kepada kemurnian benih harus “zero tolerance” artinya tidak boleh ada campuran varietas lain dan kesegaran fenotipik penciri karakter umum dan penciri karakter khusus harus 100% sama dengan deskripsi. 4. Setiap biji buncis dari satu pohon dipanen dan disimpan secara terpisah, diberi nomor tanaman, tanggal panen serta informasi lain yang diperlukan. Panen segera dilakukan ketika kematangan fisiologis dicapai yaitu pada waktu warna polong mulai menampakan perubahan warna pucat/putih/hijau kekuningan sekitar 25%. B. Cara Penanaman Benih Inti Sebagai Berikut : 1. Siapkan bedengan pertanaman dengan lebar 80 cm, panjang sesuai kondisi lahan. 2. Usahakan manajemen OPT pra tanam secara optimal.



7



3. Kebutuhan pupuk kandang dan pupuk buatan sesuaikan atas dasar hasil analisa tanah sebagai patokan pupuk untuk buncis di Balitsa adalah pupuk kandang 10-15 ton, pupuk buatan yaitu 45 kg Nitrogen, 135 kg P2O5 dan 100 kg k2O per ha. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki untuk tanaman buncis adalah 5,6-6 dilakukan pengapuran sesuai dengan hasil analisa tanah. 4. Pupuk mikro sebagai pelengkap dapat ditambahkan sesuai anjuran. 5. Tanam dengan jarak 40 cm x 70 cm dan 40 cm x 25 cm atau disesuaikan dengan tipe tumbuhnya. 6. Jika menanam lebih dari satu varietas beri isolasi jarak dengan ditanami jagung Crotalaria spp selebar 10 m untuk menjaga terjadinya “olet crossing”. Jika tanpa tanaman penghalang (barier) maka isolasi minimum berjarak 45 m. Isolasi waktu dapat dilakukan dengan membedakan waktu berbunga yaitu sekitar 30-45 hari untuk buncis rambat dan 15-25 hari untuk tipe tegak. C. Pemberantasan Hama dan Penyakit Meskipun beberapa varietas buncis yang diproduksi benih intinya memiliki toleransi terhadap penyakit tertentu (Permadi dan Djuariah, 2000) monitoring dan pengendapan tetap harus dilakukan sebagai berikut : 1. Rencana pengendalian OPT dibuat dalam suatu yang mudah diikuti oleh pelaksana dan diperiksa oleh auditor. 2. Lakukan pengendalian terutama terhadap patogen sistemik secara regular. D. Seleksi Tipe Simpang (off type)/Roguing 1. Seleksi dilakukan secara teratur setiap 14 hari sekali. 2. Segera dicabut dan buang (roguing) jika ditemukan tipe simpang. E. Cara Panen Stadia panen yang tepat adalah pada waktu buah/polong dalam stadia matang fisiologis. Pada stadia tersebut benih memiliki viabilitas dan vigoritas maksimum (Kelly, 1988). Untuk setiap varietas jumlah hari untuk mencapai matang fisiologis berbeda-beda. Untuk beberapa varietas dengan warna dasar polong hijau, perubahan warna ke hijau kekuningan adalah indikasi matang fisiologi yang dapat



8



dijadikan panduan (lihat penciri khusus). Panen yang terlalu muda atau terlalu tua akan menyebabkan terjadinya percepatan deteriorasi atau kemunduran benih. VI.



CARA PENGELOLAAN BENIH INTI 1.



Prosesing Benih Agar mutu benih terjaga maka beberapa hal di bawah ini perlu dilakukan : a.



Lakukan seleksi awal, terutama memeriksa polong yang tidak bernas dan atau terserang hama gudang seperti Bruchus spp.



b.



Pada hari ke-4 keringkan polong ke dalam ruangan pengering dengan suhu 28 ± 2°C sampai tercapai kadar air maksimal 11%. Untuk mengetahui kadar air benih ambil contoh biji secara sistematis kemudian lakukan uji kadar air.



c.



Kalau kadar



air masih di atas



11% perpanjang waktu



pengeringan dengan suhu yang sama. d.



Kulit polong akan terbuka sendiri jika kadar air benih mencapai sekitar 12%, selanjutnya lakukan pembersihan kulit secara manual sambil melakukan seleksi benih.



e.



Bersihkan benih dari kotoran benih, benih abnormal atau rusak mekanis serta campuran varietas lain.



f.



Lakukan pengujian daya kecambah, kadar air dan kemurnian benih. Pengambilan contoh agar dilakukan dari setiap lot benih.



g.



Semua tempat pengeringan (nampah, kotak, dll) yang dipakai mengeringkan benih harus beridentifikasi nama varietas, tanggal panen, lokasi identitas benih tersebut harus tetap ada pada setiap tahapan prosesing.



h.



Tidak boleh mencampurkan benih ke dalam satu tempat jika tanggal panen berbeda lebih dari 2 hari.



i.



Lakukan pengemasan benih, yaitu dalam kantung alumunium foil.



9



j.



Seleksi pengujian benih datanya dicatat pada administrasi benih dan kopinya disimpan bersama dengan lot benih.



2.



Penyimpanan Benih Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan



viabilitas maksimum benih yang telah dicapai pada saat masak fisiologis dalam waktu yang selama mungkin (Sjamsoe’oed Sadjad, 1977). Viabilitas dan vigor benih dalam penyimpanan akan berangsur-angsur menurun karena proses kemunduran benih. Proses kemunduran benih dapat digolongkan sebagai 1) kemunduran kronologis yaitu kemunduran yang disebabkan faktor waktu, 2) kemunduran fisiologis yaitu kemunduran yang disebabkan faktor lingkungan penyimpanan. Faktor luar yang mempengaruhi umur simpan benih adalah temperatur dan RH ruang simpan. Penggunaan



kemasan



sangat



berperan



penting



dalam



usaha



mempertahankan viabilitas benih dalam periode penyimpanan. Semakin dingin suhu (4-5°C) dan kelembaban semakin rendah (45%) masa simpan semakin panjang dan dapat mencapai lebih dari 3 tahun (George, 1999). Sedangkan di lembang pada suhu 18°C sampai 25°C dan kelembaban (RH) antara 65-90% penggunaan kemasan yang diproses seperti kantung kertas dan kantung karton dapat digunakan sampai masa simpan 1 tahun dengan daya kecambah di atas 50% (Djuariah dan Gunanti, 1999). Standar kondisi suhu yang ditentukan adalah 12 ± 28°C dengan kelembaban 50 ± 10%. 3.



Pemeliharaan di Gudang Benih Faktor suhu dan kelembaban gudang benih sangat berpengaruh



terhadap umur simpan dan daya kecambah benih. Suhu rendah dan kelembaban rendah adalah syarat utama agar benih memiliki umur simpan lama serta viabilitas tetap tinggi. Kebersihan gudang harus terjaga agar hama gudang tidak menimbulkan kerugian, terutama jika tempat penyimpanan bersuhu panas, lembab dan kotor.



10



Benih buncis termasuk benih yang masa simpannya pendek, maka uji daya kecambah sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan sekali, sedangkan monitoring suhu dan Rh dilakukan setiap hari. VII.



CARA PENGUJIAN KEMURNIAN GENETIK Dalam rangka implementasi bertahap “sistem jaminan mutu benih dan akreditasi” maka serangkaian tindakan pengendalian mutu benih harus menjadi komitmen yang ditulis, dikenal oleh setiap yang terlibat dan dikerjakan pada setiap sub-set kegiatan produksi, dimulai dari pelaksanaan produksi benih inti. Pada kelas benih ini mutu utama yang dijaga adalah mutu genetik agar identitas keunggulan yang bernilai komersial dan berdaya guna tidak hilang pada generasi berikutnya.



A.



Mutu Genetik Tanaman buncis adalah menyerbuk sendiri sehingga serbuk silangnya rendah sekali. Namun demikian adanya kontaminasi dapat terjadi apabila dilakukan tumpangsari dengan varietas lain dapat saja terjadi karena berbagai sebab terutama lebah atau Thrips (Drijfhout, 1981 dalam George, 1999). Usaha untuk menjaga kemurnian dan mutu genetik dilakukan dengan cara seleksi tipe simpang dan isolasi untuk mencegah terjadinya serbuk silang (out crossing). 1.



Seleksi tipe simpang Seleksi dilakukan minimal tiga kali, yaitu pada fase vegetatif aktif (1 bulan setelah tanam), fase berbunga dan fase pemasakan. Apa bila ditemukan tanaman yang menyimpang (off type) maka harus segera dibuang.



2.



Areal pertanaman sebaiknya terisolasi dari pertanaman yang satu famili, lahan subur, tidak terlindung dan tidak boleh ditanam pada bekas pertanaman buncis. Untuk isolasi antar varietas dapat dilakukan dengan isolasi tanaman, isolasi jarak dan isolasi waktu.



11



B.



Mutu Fisik Secara umum faktor fisik yang harus diperhatikan untuk menilai mutu benih adalah : a)



Benih yang bersih tidak dicampur dengan varietas lain, kotoran, debu dan lain-lain.



b)



Warna benih, dalm hal ini benih yang baik berwarna terang dan tidak kusam (mengkilat), tidak terserap cendawan dan tidak keriput atau pecah akibat gesekan mekanis dengan alat-alat yang digunakan.



c)



Besar benih normal, bernas atau yang berisi.



d)



Benih tidak terlalu kering, karena daya tumbuhnya kurang baik juga bila benih yang terkelupas kulitnya jangan sampai diambil. Langkah-langkah di bawah ini dapat meningkatkan mutu fisik benih : 1. Pemberisihan peralatan/perlengkapan alat penanam/perabut benih, wadah benih, alat panen, dll. Yang akan dipergunakan dalam produksi benih harus bersih dan bebas dari kemungkinan campuran varietas lain. 2. Pemeriksaan alat pengolahan benih. 3. Lakukan pengujian mutu fisik benih. Pengujian-pengujian benih yang seharusnya dilakukan yaitu : (a) pengujian setelah benih itu mengalami prosesing, (b) pengujian benih ketika dimintakan pelabelan, (c) pengujian benih ketika akan tanam dalam rangka pengembangan benih. Pengujian setelah mengalami prosesing lazimnya menyangkut hal yang berkaitan dengan kualitas, sedangkan pengujian untuk pelabelan dan penanaman hanya berkisar pada daya tumbuhnya saja. Pengujian-pengujian biasanya dilakukan secara rutin dan secara khusus. Pengujian rutin akan meliputi : kadar air, kemurnian dan daya tumbuh benih. Sedangkan pengujian khusus meliputi : pengujian kesehatan, varietas, perbedaan-perbedaan serta vigor. Dalam pengujian ini diperlukan sampel benih-benih yang perlu diuji, sampel harus benar-benar merupakan sampel dari seluruh benih yang perlu diuji. Pengujian benih tidak ada artinya dan tidak



12



bermanfaat apabila sampel yang digunakan tidak mencerminkan secara nyata sebagai wakil dari jumlah benih yang akan diuji. Berat minimum menurut ISTA tergantung dari jumlah benih yang akan diujikan, perhitungan yang lazim digunakan minimal 10 kali contoh yang murni, dengan ketentuan tidak kurang dari 25 gram dan tidak lebih dari 1 kg. Dimana untuk benih inti buncis banyaknya diambil untuk uji kemurnian minimal 17-20 gram (± 60 butir benih) sedangkan untuk benih penjenis buncia banyaknya sampel minimal mengandung 2500 butir benih atau 700 gram. Masa pengujian yang penting untuk buncis adalah selama 3 bulan pertama mengamati perkembangan



Bruchus sinensis dan pengujian daya kecambah. 4. Pengepakan dan label a.



Setiap kemasan benih diberi label di luar dan juga di dalamnya.



b.



Label diberi informasi, nama species dan varietas, waktu panen dan masa berlaku benih, identifikasi dari pemulia.



c.



Masa berlaku label diberikan paling lama 12 bulan setelah panen selama masa berlaku label harus diadakan pengujian ulangan dan pengecekan daya tumbuh minimal satu kali pengujian.



5. Standar a)



Standar lapangan Berdasarkan standarisasi sertifikasi untuk kelas-kelas dibawah benih ini dan benih penjenis dari BPSB, maka ditetapkan sebagai berikut :



Isolasi jarak



CVL dan Off type



(Meter)



(max %)



45



0,0



C. phaseoli 0,0



Antraknose



Virus Mozaic



(mx %)



(max %)



< 0,05



0,0



Sumber : BPSB – Jawa Barat.



13



Toleransi hama selama di lapangan adalah 25% yaitu untuk hama Bruchus



sinensis sedangkan hama lalat bibit (Ophiomya phaseoli) yang menyerang tanaman muda harus dikendalikan secara maksimal, karena dapat menggagalkan pertanaman. b)



Standar laboratorium



Kadar air (%)



Benih murni (min %)



Kotoran benih (max %)



CVL (mx %)



12,0



99,0



1,0



0,0



Viabilitas (min %)



95,0



Benih warna lain (max %) 0,1



B. sinensis 0,1



Hama penyakit (max 5) Antraknose 0,0



Virus Mozaik 0,0



DAFTAR PUSTAKA Anonimous. UPOV. 1994. Guidelines for The Conduct of Test Districtness, Homogenety and Stability. Bean (Phaseolus vulgaris L.). UPOV/TG/1/2. Djuariah, D. Dan Gunanti. 1999. Viabilitas dan vigor benih buncis ( Phaseolus vulgaris L.) kultivar Taipeh No. 2 pada berbagai jenis kemasan dengan kondisi dua lingkungan penyimpanan. Laporan penelitian 1998/1999. Balitsa Lembang. George, A.T.R. 1999. Vegetables seed production 2nd Edition. CAB Publishing. CAB International. Wallingford. Oxon Oxio. 8 DE. UK. ISTA. 1999. International Rules for Seed Testing. Annexees. Seed Science and Technology. 27 (Suppl). Kelly, A.F. 1988. Seed Peoduction of Agricultural Crops. Longman Scientific of Technical. New York. Permadi, A.H. dan D. Djuariah. 2000. Buncis rambat Horti 2 dan Horti 3 tahan penyakit karat daun dengan daya hasil dan kualitas tinggi. Jurnal Hort. 10(1) : 82-87. Syamsoe’oed Sadjad. 1977. Penyimpanan benih tanaman pangan departemen agronomi. IPB. Bogor.



14