Proposal Hidrolika Fluida Pemboran Dan Optimasi Pengangkatan Cutting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HIDROLIKA FLUIDA PEMBORAN DAN OPTIMASI PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR“X” LAPANGAN “Y”



PROPOSAL SKRIPSI



OLEH : M.ARIFIN UBAID B 16.420.420.1109/TP



JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA 2017



HIDROLIKA FLUIDA PEMBORAN DAN OPTIMASI PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR “X” LAPANGAN “Y”



PROPOSAL SKRIPSI



Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik dii Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta



OLEH : M.ARIFIN UBAID B 16.420.420.1109/TP



JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA 2017



LEMBAR PENGESAHAN



HIDROLIKA FLUIDA PEMBORAN DAN OPTIMASI PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR “X” LAPANGAN “Y”



Oleh : M, Arifin Ubaid B 16.420.420.1109/TP



DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuSyarat Menyelesaikan Skripsi Fakultas Teknik JurusanTeknikPerminyakan UniversitasProklamasi 45 Yogyakarta



Mengetahui,



Koordinator Skripsi



(Wirawan Widya Mandala, ST., MT)



Kepala Jurusan



(Aisyah Indah Irmaya, ST., MT)



KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Proposal Skripsi ini dengan judul Hidrolika Fluids Pemboran dan Optimasi Pengangkatan Cutting Pada Sumur “X” Lapangan “Y”. Adapun maksud dan tujuan dari proposal skripsi ini untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana di Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik, Universitas Poklamasi 45 Yogyakarta. Pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Bambang Irjanto, MBA, selaku Rektor Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. 2. Syamsul Ma’arif ST.M.Eng, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. 3. Aisyah Indah Irmaya, ST., MT, selaku Kepala Jurusan Teknik perminyakan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. 4. Wirawan Widya Mandala, MT., selaku Dosen Koordinator Skripsi. 5. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah banyak memberikan bantuan hingga terselesaikannya proposal. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran serta kritikan sangat Penyusun harapkan demi kesempurnaan skripsiini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan semua pihak. Yogyakarta, September 2017 Penyusun,



Penulis



I.



JUDUL HIDROLIKA



FLUIDA



PEMBORAN



DAN



OPTIMASI



PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR “X” LAPANGAN “Y”



II. LATAR BELAKANG MASALAH Beberapa permasalahan dalam suatu pemboran adalah pembersihan lubang bor dari cutting selama proses pemboran berlangsung. Pembersihan lubang bor bergantung pada tipe sumur pemboran, yaitu sumur vertical atau sumur berarah (directional). Pembersihan lubang bor dapat dilakukan dengan cara memompakan atau mensirkulasikan fluida pemboran untuk mengangkat cutting ke permukaan pada tekanan dan laju aliran yang diinginkan. Untuk menghasilkan laju sirkulasi yang optimum diperlukan total horse power di permukaan yang merupakan fungsi kehilangan tekanan pada seluruh sistem sirkulasi fluida. Oleh karena itu perhitungan hidrolika lumpur pemboran sangat penting dilakukan dalam operasi pemboran Selain itu hidrolika lumpur tidak hanya berpengaruh terhadap optimasi pada pengangkatan cutting tetapi dapat membantu laju penembusan pada saat pemboran. Dimana faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolika dan disainnya antara lain : 1. Ukuran dan geometri sistem sirkulasi. 2. Sifat fisik fluida pemboran 3. Pola Aliran Pada



operasi



optimasi



hidrolika



sangat



diperhatikan



karena



menyangkut dengan pembersihan lubang sumur dan juga pengangkatan cutting ke permukaan.. Pembersihan lubang sumur yang maksimum dapat menambah ROP sehingga dapat menghemat cost bila mencapai Total Depth yang lebih cepat dari drilling program. Faktor hydrolika lumpur pemboran dipengaruhi oleh rheology lumpur, jenis bit yang dipakai dan juga pressure loss yang dialami oleh fluida pemboran dari pompa sampai pahat.



III. BATASAN MASALAH Batasan masalah dari penulisan skripsi ini antara lain : a. Prinsipkerja Hydraulika Pemboran dan Hydraulic di Bit. b. Perhitungan perhitungan penentuan nozzle bit dan Bottom Hole Pressure. c. Optimasi Pengangkatan cutting dan Kinerja Pompa.



IV. MAKSUD DAN TUJUAN Adapun dalam penulisan ini yang termasuk didalam materi mempunyai beberapa maksud dan tujuan, yaitu ; 4.1



Maksud Maksud dari penulisan skripsi ini adalah menganalisa Hydraulika



Fluida Pemboran dan Optimasi Pengangkatan Cutting yang ada pada 2 trayek yang berbeda. 4.2



Tujuan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui Oprimasi



Hydraulika Fluida Pemboran dan Pengankatan Cutting dan perameter – parameter seperti Desain Nozzle bit ( BHHP , BHI , JV ) , nilai BHP ( Bottom Hole Pressure ) per trayek , Annular Velocity (Va) , Slip Velocity (Vs), Cutting Velocity (Vcut) Pressure Loss peralatan Sirkulasi dan Drill string, Pola Aliran di drill string, Q optimum per Trayek, ,Efisiensi Pengangkatan Cutting . V. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian yang dilakukan dalam skripsiini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1. Studi Literatur Studi literatur difokuskan pada pencarian informasi dari buku-buku penunjang yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.



2. Pengumpulan Data Pengumpulan data mengenai Sumur “X” Lapangan “Y” dilakukan di PT. Subang Energy Abadi, kemudian dilakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. 3. Perhitungan dan Analisa Setelah memperoleh data serta materi yang menunjang penelitian ini, maka selanjutnya dilakukan perhitungan dan analisa dari data tersebut. Adapun tempatpenelitian mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh PT. Subang



Energy



Abadibaik



akan



ditempatkan



di



kantor



maupun



di



lapangan.Demikian juga dengan waktu pelaksanaan mengikuti ketentuan yang di tetapkan oleh pihakPT. Subang Energy Abadi. VI. DASAR TEORI Hydraulika fluida pemboran adalah salah satu aspek yang sangat diperhitungkan untuk meningkatkan ROP ( Rate off Penetration ) dalam sebuah operasi pemboran yang juga akan berdampak kepada penghematan anggaran jika pemboran mencapai target lebih cepat dari perencanaan waktu yang ditentukan. Tujuan dalam desain Hydraulika fluida pemboran adalah optimalisasi laju penembusan dan pengangakatan cutting sehingga tidak terjadi problem regrinding dan menghasilkan lubang bor yg baik. Sehingga Optimasi fluida pemboran dan pemilihan jenis bit sangat penting untuk mewndukung operasi pemboran. Dalam hal ini juga didukung oleh kinerja pompa yang baik dan efisien sehingga pemboran dapat berjalan dengan baik. Pompa merupakan sumber tanaga utama dalam mengimbangi tekanan formasi untuk memompakan lumpur ke dalam lubang sumur. Desain hydraulika yang baik dan Bottom Hole Pressure tidak melebihi tekanan rekah formasi, dan optimasi pengangkatan cutting yang maksimal dapat mengurangi masalah dalam pemboran. Merupakan perhitungan meliputi desain nozzle bit, Q optimum, Annular velocity, Slip velocity, Cutting Velocity, Pressure loss dan Optimasi pengunaan pompa triplex atau duplex yang ada di lokasi pemboran.



6.1 Rheology Fluida Pemboran 6.1.1 Sifat Aliran Jenis aliran fluida pada pipa ada dua, laminer dan turbulen. Pada aliran laminer (viscous) gerak aliran partikel-partikel fluida yang bergerak pada rate yang lambat, adalah teratur dan geraknya sejajar dengan aliran (dinding). Pada aliran turbulen, fluida bergerak dengan kecepatan yang lebih besar dan partikel-partikel fluida bergerak pada garis-garis yang tak teratur sehingga terdapat aliran berputar (pusaran, Eddie current) dan shear yang terjadi tidak teratur. Selain dari kedua aliran ada satu aliran yang disebut "plug flow", yaitu aliran khusus untuk fluida aliran plastis dimana shear (geser) terjadi di dekat dinding pipa saja, dan di tengah-tengah aliran terdapat aliran tanpa shear, seperti suatu sumbat. Untuk menentukan aliran tersebut turbulen atau laminer digunakan Reynold Number : N



Re



 928



 Vd 



................................................................. 6.1



Keterangan : 



= Density fluida, ppg



V



= Kecepatan aliran, feet per second



d



= Diameter pipa, in







= Viscositas, cp Dari percobaan diketahui bahwa untuk NRe > 3000 adalah turbulen



dan NRe < 2000 adalah laminer, diantaranya adalah transisi.



6.1.2 Jenis-jenis Fluida Pemboran Fluida pemboran dapat dibagi dua kelas: 1. Newtonian 2. Non-newtonian, yang terdiri dari: a. Bingham plastis



b. Powerlaw c. Powerlaw dengan yield stress 6.3.1.1 Newtonian Fluids Adalah fluida dimana viscositasnya hanya dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, misalnya air, gas dan minyak yang encer. Dalam hal ini perbandingan antara shear stress dan shear rate adalah konstan, dinamakan (viscositas). Secara matematis ini dapat di nyatakan dengan:  



  dVr gc



dr



...................................................................... 6.2



Keterangan : 



= gaya shear per unit luas (shear stress), lb/100 ft2



dVr/dr = shear rate, 1/sec gc



= convertion constant



6.3.1.2 Non-Newtonian Fluids Setiap fluida yang tidak bersifat adanya perbandingan tetap antara shear stress dan shear rate, disebut non newtonian fluids. a. Bingham Plastic Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham plastic, dalam hal ini sebelum terjadi aliran harus ada minimum shear stress yang melebihi suatu harga minimum, yang disebut "yield point". Setelah yield point dilampaui, maka penambahan shear stress lebih lanjut akan menghasilkan shear rate yang sebanding, disebut juga "plastic viscosity". Bingham plastic dinyatakan sebagai:











y











p



gc



 dVr    dr  



................................................ 6.3



Selain viscositas plastik ini, didefinisikan pula apparent viscosity (viskositas semu) untuk Bingham plastic fluids, yaitu perbandingan antara shear stress dan shear rate, yang tidak konstan melainkan bervariasi terhadap shear stress. Gambar 3.1 menunjukan skema dari grafik aliran fluida Newtonian dan Bingham plastic. b. Power Law Fluids Untuk pendekatan power law dilakukan dengan menganggap kurva hubungan shear stress terhadap shear rate pada kertas log-log mengikuti garis lurus yang ditarik pada shear rate 300 rpm dan 600 rpm (lihat Gambar 3.21). Untuk ini power law dinyatakan sebagai:  dVr    K  dr  



n



........................................................... 6.4



c. Power Law Fluids dengan Yield Stress Persamaan yang digunakan adalah:  



y



 dVr   K  dr  



n



................................................... 6.5



Gambar 6.1 Grafik Shear Stres vs Shear rate Fluida Newtonian dan Bingham7)



Gambar 6.2 Power Law Fluids7)



6.2 Kecepatan Alir Pompa Pada pompa lumpur pemboran, yang dimaksud dengan pompa adalah bagian unit penggeraknya tidak terlalu menjadi permasalahan, karena apapun jenisnya tidak banyak bedanya terhadap unit pompa yang dipakai, misalnya memakai mesin uap, listrik, motor bensin, diesel dan lain-lain. Unit pompa dikenal dua jenis dilihat dari mekanisme pemindahan dan pendorongan lumpur pemboran, yaitu pompa sentrifugal dan pompa torak (piston). Yang sering dipakai dalam pemboran adalah tipe torak karena mempunyai beberapa kelebihan dari sentrifugal, misalnya dapat dilalui fluida pemboran yang berkadar solid tinggi dan abrasive, pemeliharaan dan sistem kerjanya tidak terlalu rumit atau keuntungan dapat dipakainya lebih dari satu macam liner sehingga dapat mengatur rate dan tekanan pompa yang diinginkan. Kemampuan pompa dibatasi oleh Horse Power maksimumnya, sehingga tekanan dan kecepatan alirnya dapat berubah-ubah seperti yang ditunjukkan dalam persamaan: HP 



P.Q 1714



.......................................................................... 6.6



keterangan : HP = Horse power yang diterima pompa dari mesin penggerak setelah dikalikan efisiensi mekanis dan safety, hp P = Tekanan Pemompaan, psi Q = Kecepatan alir, gpm Bila mempunyai hp maksimum, tekanan pompa maksimum dapat dihitung bila kecepatan alir maksimum telah ditentukan dengan persamaan. Q  0.00679







x S x N x 2d



2 lin







 d pist e 2



............................... 6.7



keterangan : S



= Panjang stroke, inch



dpist = Diameter tangkai piston, inch



N = Rotasi per menit, rpm dlin = Diameter liner, inch



6.3



Kecepatan Alir Anulus Dalam proses pemboran langsung, bit yang dipakai selalu menggerus batuan formasi dan menghasilkan cutting, sehingga semakin dalam pemboran berlangsung semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya tidak menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah pipe sticking maka cutting tersebut perlu diangkat ke permukaan dengan baik, yaitu banyaknya cutting yang terangkat sebanyak cutting yang dihasilkan. Dalam proses rotary drilling, lumpur baru masuk lewat dalam pipa dan keluar ke permukaan lewat anulus sambil mengangkat cutting, seperti terlihat pada Gambar 3.3 sehingga perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan untuk mengangkat cutting ke permukaan (slip velocity) dilakukan di anulus.



Gambar 6.4 Pengangkatan Cutting7) Cutting yang tidak dapat terangkat dengan baik akan mengendap kembali ke dasar sumur dan mengakibatkan beberapa masalah dalam pemboran, diantaranya : 1. Akan terjadi penurunan laju penetrasi dikarenakan penggerusan kembali cutting yang tidak terangkat (regrinding).



2. Meningkatnya beban drag dan torque karena daya yang diperlukan untuk memutar drill string semakin berat. 3. Kemungkinan terjadinya pipe sticking, yaitu terjepitnya pipa pemboran dikarenakan tumpukan cutting yang mengendap. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengangkatan cutting ke permukaan diantaranya: 1. Kecepatan fluida di annulus sebagai fungsi dari luas area annulus dan rate pemompaan yang diberikan. 2. Kapasitas untuk menahan fluida yang merupakan fungsi dari rheologi lumpur pemboran seperti; densitas lumpur, jenis aliran (laminar atau turbulen), viskositas, dst. 3. Laju penembusan yang dilakukan drill bit (rate of penetration). 4. Kecepatan pemutaran pipa pemboran (RPM).



Eksentrisitas drill pipe. Yaitu posisi relatif pipa pemboran terhadap lubang pemboran, seperti yang ditunjukkan pada di bawah ini



Gambar 6.5 Eksentrisitas Pipa Pemboran7) Ukuran rata-rata partikel cutting. Konsentrasi cutting di dalam lumpur pemboran. Adanya pengaruhi kemiringan pada lubang pemboran. Sedangkan parameter besaran yang sangat berpengaruh dalam mekanisme pengangkatan cutting antara lain : a. Vslip (kecepatan slip) yaitu kecepatan kritik dimana cutting mulai akan terendapkan. b. Vcut (kecepatan cutting) yaitu kecepatan cutting untuk naik ke permukaan



c. Vmin (kecepatan minimum) yaitu kecepatan slip ditambah dengan kecepatan cutting sehingga cutting dapat terangkat ke permukaan tanpa terjadi penggerusan kembali. Secara umum hubungan antara kecepatan slip, kecepatan cutting, dan kecepatan minimum adalah sebagai berikut :



Gambar 6.6 Pengangkatan Cutting oleh Lumpur Pemboran7) Vsl = Vm - Vcut ............................................................................................... 6.8 dimana : Vsl



= Kecepatan slip, ft/menit



Vm



= Kecepatan lumpur, ft/menit



Vcut



= Kecepatan cutting, ft/menit Dinding lubang yang belum tercasing mempunyai selaput tipis sebagai



pelindung yang disebut mud-cake. Agar selaput yang berguna tersebut tidak terkikis oleh aliran lumpur, harus diusahakan aliran tetap laminer. Untuk mencegah terjadinya aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan bilangan Reynold . Dengan bilangan reynold yang tidak lebih dari 2000 aliran akan tetap laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk menentukan kecepatan maksimum di anulus yang disebut kecepatan kritik.







1 , 08 PV  1 , 08 PV



V ca 



2



 9 , 3 d h  d







 m dhd



p



p







 Yb



2



 m



1/2



......................................... 6.9



Dimana : Vca



=



Kecepatan kritik, ft/detik



PV



=



Plastic viscosity, cp



Yb



=



Yield point bingham, lb/100 ft2



m



=



Densitas lumpur



dp



=



Diameter drillpipe, in



dh



=



Diameter lubang,



Jadi kecepatan lumpur di anulus harus diantara kecepatan slip dan kecepatan kritik.



6.3.1



Sumur Vertikal



6.3.1.1 Kecepatan Slip Metode Moore Kecepatan slip untuk sumur vertikal dihitung dengan menggunakan persamaan : V sl  1 , 54



  s  f   d cut     f  



........................................................................... 6.10



dimana : Vsl



= Slip velocity, cp



 s



= Densitas cutting, ppg



 f



= Densitas fluida (lumpur), ppg



dcut



= Diameter cutting, in



Kecepatan slip ini dihitung dengan prosedur sebagai berikut : A. Penentuan Apparent Viscosity Friction factor pada korelasi ini didasarkan berdasarkan perhitungan dari apparent Newtonian viscosity dengan menggunakan persamaan:



 a



 dh  dp   144  V m in K



   



1 n



1   2 n   0 , 0208  



     



n



................................................................. 6.11



dimana : a



= Apparent viscosity , cP



K



= Indeks konsistensi =



510  300 511



n



= Indeks kelakuan aliran =



dh



= Diameter lubang, in



dp



= Diameter pipa, in







n



3 , 32 log



 600  300



Vmin = Kecepatan minimum , ft/s  600



= Dial reading pada 600 rpm



 300



= Dial reading pada 300 rpm



B. Penentuan Reynold Number Apparent viscosity tersebut digunakan untuk menentukan Reynold Number dibawah ini : N



Re







928 x  f x V sl x d cut



 a



............................................................................ 6.11



dimana : NRe



= particle Reynold Number



 f



= densitas fluida, ppg



Vsl



= slip velocity, ft/s



a



= apparent viscosity , cP



dcut



= diameter cutting , in



Selanjutnya apparent viscosity ini digunakan untuk menentukan friction factor dengan menggunakan Gambar 6.7 berikut.



Gambar 6.7 Grafik antara Particle Reynold Number terhadap Friction Factor7) Gambar 6.7 ini secara matematis memiliki persamaan : Untuk NRe > 300 , aliran di sekitar partikel adalah fully turbulent dan friction factor nya = 1.5 Untuk NRe 3 ,aliran laminar dan friction factor nya : f 



40 N



…………………………………………………………………6.12



Re



Untuk 3 < NRe < 300 maka aliran transisi dan friction factor nya : f 



22 N



……………………………………………………………….6.13 Re



faktor friksi ini kemudian dapat digunakan untuk menentukan Vsl pada persamaan. 6.3.1.2 Kecepatan Cutting Kecepatan Cuttingnya dapat ditentukan dengan persamaan (3): V cut 



ROP  36 1   



dp   d  h



   



2



  C conc  



……………………………………………….6.14



dimana ; Vcut



= Kecepatan cutting, ft/s



dp



= Diameter pipa, in



dh



= Diameter lubang, in



Cconc = Konsentrasi cutting , % ROP



= Rate Of Penetration , ft/hr



Dapat juga dinyatakan dengan persamaan lain yaitu: Jika yang diketahui luas penampang pipa dan lubang V cut 



ROP A pipe   36 1   C conc A hole  



……………………………………………….. 6.15



dimana : Apipe = Luas penampang pipa, in2 Ahole = Luas penampang lubang, in2 Jika V cutting dinyatakan dalam ft/menit, maka persamaan (8) dapat ditulis: V cut 



ROP  60 1   



dp   d  h



   



2



  C conc  



……………………………………………….6.16



dimana Vcut



= Kecepatan cutting. ft/min



Sehingga kecepatan minimum cutting adalah : Vmin = Vsl + Vcut …………………………………………………...6.17



Kecepatan slip adalah kecepatan minimum dimana cutting dapat mulai terangkat atau dalam praktek merupakan pengurangan antara kecepatan lumpur dengan kecepatan dari cutting. Vs = VM – Vp .............................................................................. ........... 6.18 keterangan : Vs



= Kecepatan slip, ft/menit



VM



= Kecepatan lumpur, ft/menit



Vp



= Kecepatan partikel, ft/menit



Dengan memasukkan kondisi yang biasa ditemui dalam operasi pemboran maka didapatkan kecepatan slip sebesar: Vs  92.5



 ρc  dc   1   ρm 



...................................................... 6.19



Begitu pula rate minimum yang harus dipilih sebesar:



Qmin



  0.5   ρc  ROP    92.5  dc   1    2    dp     ρm  36 1     Ca  dh       



   A   



...... 6.20



Keterangan : dc



= Diameter cutting terbesar, inchs



c



= Densitas cutting, ppg



m



= Densitas lumpur, ppg



Vs



= Kecepatan slip, ft/min



Qmin = Rate minimum, ft3/min ROP



= Kecepatan Penembusan, ft/jam



Ca



= Volume cutting di anulus, %



dp



= Diameter pipa, inchs



dh



= Diameter lubang, inchs



A



= Luas anulus, ft2



6.4 Kehilangan Tekanan Pada Sistem Sirkulasi Dalam setiap aliran suatu fluida maka kehilangan tekanan akan selalu terjadi, walaupun sangat halus pipa yang dipakai, begitu pula pada proses sirkulasi lumpur pemboran pada seluruh sistem aliran, seperti yang terlihat pada Gambar 6.8 Dalam menentukan besarnya tekanan yang hilang sepanjang sistim sirkulasi tersebut, bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu cara analitis dan cara praktis yang dipakai dilapangan.



Gambar 6.8 Kehilangan Tekanan Pada Sistem Sirkulasi7) 6.5



Cara Perhitungan Pressure loss dipengaruhi oleh : MW, PV, YP, Flow Rate, Annulus Velocity, dan Diameter Pipa. Pressure loss terjadi pada : 1. Drill string (pipe) 2. Annulus surface line 3. Bit atau Nozzle 4. Surface lince 5. Mud Motor dan MWD (directional well)



6.5.1



Pipe Pressure Loss Pipe Pressure



Loss 



0.0000765



x PV



0.18



ID



keterangan : MW



= Mud Weight, ppg



Q



= Flow Rate, gpm



ID



= Inside Diameter Pipa, inch



L



= Panjang Pipa, ft



x MW 4.82



0.82



x Q



1.82



x L



……6.21



6.5.2



Annulus Pressure Loss Laminer system Ann



Pressure



Loss



L x YP







 DP)



225(DH







AnnVel



x L x PV  DP



1500(DH



2



)



… 6.22



Turbulence system Ann Pressure



Loss 



1.4327



x 10



-7



x MW x



L x AnnVel



DH  DP



2



…………...6.23



keterangan : An Vel = Annulus Velocity, ft/s DH



= Diameter Hole, inch



DP



= Diameter Pipa, inch



6.5.3 Bit Pressure Loss Bit Pressure



Loss







Q



2



x MW



10863.1



x An



2



……………………………….6.24



keterangan : An 6.5.4



= Luas Nozzle, inch2



Surface Equipment Pressure Loss Surf



Pressure



Loss



 E x MW



0.8



keterangan : E



= Konstanta, lihat di tabel 6.1



x Q



1.8



x PV



0.2



………………6.25



Tabel 6.1 Konstanta (E) Surface Equipment Loss7) Surf Eqpt



Stand



Rotary



Type



Pipe



Hose



Swivel



Kelly



E Imperial Unit



L



ID



L



ID



L



ID



L



ID



Ft



in



ft



in



ft



in



ft



in



1



40



3



40



2.0



4



2.0



40



2.25



2.5x10=4



2



40



3.5



55



2.5



5



2.5



40



3.25



9.6x10=5



3



45



4.0



55



3.0



5



2.5



40



3.25



5.3x10=5



4



45



4.0



55



3.0



6



3.0



40



4.00



4.2x10=5



6.6 Hidrolika Bit Kerja aliran atau pancaran lumpur keluar dari bit menuju batuan formasi merupakan pokok pembicaraan dalam Bit Hydraulics, dengan kerja yang optimum maka diharapkan laju penembusan (Rate of Penetration) dapat ditingkatkan serta pengangkatan cutting seefektif mungkin. Dalam usaha mengoptimasikan hidrolika ini, ada 3 (tiga) prinsip yang satu sama lain saling berbeda dalam hal anggapan-anggapannya. Ketiga prinsip tersebut adalah : 1. Bit Hydraulic Horse Power (BHHP) Prinsip dasar dari metoda ini menganggap bahwa semakin besar daya yang disampaikan fluida terhadap batuan akan semakin besar pula efek



pembersihannya,



sehingga



metoda



ini



berusaha



untuk



mengoptimumkan Horse Power (daya), yang dipakai di bit dari Horse Power pompa yang tersedia di permukaan. 2. Bit Hydaulic Impact (BHI) Prinsip dasar dari metoda ini, menganggap bahwa semakin besar impact (tumbukan sesaat) yang diterima batuan formasi dari lumpur yang dipancarkan dari bit semakin besar pula efek pembersihannya, sehingga metoda ini berusaha untuk mengoptimumkan impact pada bit. 3. Jet Velocity (JV) Metoda ini berprinsip, semakin besar rate yang terjadi di bit akan berarti semakin besar efektivitas pembersihan dasar lubang, maka metoda ini berusaha untuk mengoptimumkan rate pompa supaya rate di bit maksimum. Pada dasarnya kemampuan pompa memberikan tekanan pada sistem sirkulasi adalah untuk menanggulangi kehilangan tekanan (Pressure Loss) pada seluruh sistem sirkulasi padahal kehilangan tekanan di bit merupakan parameter yang cukup menentukan dalam perhitungan optimasi hidrolika, untuk itu maka kehilangan tekanan dibagi dua, yaitu kehilangan tekanan seluruh sistim sirkulasi kecuali bit yang disebut sebagai Parasitic Pressure Loss (Pp) karena tidak menghasilkan apa-apa, hanya hilang energi karena gesekan fluida saja. Bit pressure loss (Pb) adalah besarnya tekanan yang dihabiskan untuk menumbuk batuan formasi oleh pancaran fluida di bit. Dalam sistem sirkulasi terdapat dua jenis pola aliran yaitu laminer dan turbulen, dimana masing-masing pola menempati tempatnya sendiri-sendiri. Di dalam pipa mulai dari stand pipe, swivel, kelly, drill pipe dan drill collar akan terjadi pola aliran turbulen. sedangkan pada anulus antara drill collar dan open hole biasanya dibiarkan turbulen tapi bila terjadi laminer lebih baik lagi, anulus drill pipe dengan open hole maupun drill pipe dengan casing diwajibkan beraliran laminer akan tetapi harus lebih besar dari rate minimum. Dalam menghitung optimasi hidrolika yang menyangkut penentuan rate optimum. Penentuan ukuran nozzle yang merupakan fungsi dari densitas



lumpur, rate optimum dan kehilangan tekanan di bit dijabarkan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:  ρ m Q opt A    10858Pb 2



  



0.5



................................................................ 6.26



keterangan :



m



= Densitas Lumpur, ppg



Qopt



= Laju optimum, gpm



Pb



= Pressure Loss di bit, psi Sebelum melakukan perhitungan terlebih dahulu harus ditentukan



besarnya faktor pangkat (Z) dan konstanta kehilangan tekanan (Kp), dengan menggunakan persamaan dibawah, yaitu: Z 



log(P log(Q



Z 



log(P log(Q



K



K



p



p







/P p2 )



1



/Q 2 )



p2



/P p1 )



2



/Q 1 )



................................................................... 6.27



................................................................... 6.28



P p2 Z



Q2







p1



............................................................................... 6.29



P p1 Z



Q1



............................................................................... 6.30



Selain itu perlu diketahui terlebih dahulu rate minimum, rate maksimum, tekanan maksimum pompa, daya maksimum pompa dan densitas lumpur.



6.6.1 Konsep Bit Hydraulic Horse Power Langkah-langkah untuk menentukan optimasi adalah sebagai berikut : a. Kondisi Tekanan Maksimum 1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan



Pb 



Z Z 1



Pm



.......................................................... 6.31



2. Hitung rate optimum dengan persamaan 1



Qopt



  Pm     (Z  1)Kp 



Z



............................................... 6.32



3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmax). Jika tidak terpenuhi maka, Qopt = Qmax, sehingga Pb  Pm  Kp.Q



Z opt



.................................................. 6.33



4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin). Jika tidak terpenuhi, maka Qopt = Qmin, sehingga Pb  Pm  Kp.Q



Z opt



.................................................. 6.34



5. Hitung daya yang diperlukan di permukaan (HPs) HPs 



Pm.Q



opt



1714



........................................................ 6.35



6. Perhatikan apakah daya yang diperlukan di permukaan (HPs) tersebut tidak lebih besar dari daya maksimum pompa (HPm). Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi daya maksimum. 7. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan 1



 ρ m .Q opt A    10858.Pb 2



  



2



.................................................... 6.36



b. Kondisi Daya Maksimum 1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan HPm



Pb  1714.



 Kp.Qmin



Z



Qmin



................................. 6.37



2. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan: Qopt = Qmin 3. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps) dengan persamaan: Ps 



1714.Hpm Qmin



....................................................... 6.38



4. Perhatikan apakah Ps lebih kecil dari tekanan maksimum pompa (Pm). Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi pertengahan. 5. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan 1



 ρm.Qopt A    10858.Pb



2



2  



.................................................... 6.39



c. Kondisi Pertengahan 1. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan Qopt 



1714.HPm Pm



.................................................. 6.40



2. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan  1714HPm Pb  Pm  Kp  Pm 



  



Z



..................................... 6.41



3. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan 1



 ρm.Qopt A    10858.Pb



2



  



2



.................................................... 6.42



6.6.2 Konsep Bit Hydraulic Impact Langkah-langkah untuk menentukan optimasi adalah sebagai berikut : a. Kondisi Tekanan Maksimum 1.Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan Pb 



Z Z 2



Pm



......................................................... 6.43



2.Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan 1



Qopt



  2Pm     (z  2)Kp 



Z



............................................... 6.44



3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmak). Jika tidak terpenuhi, Qopt = Qmax Pb = Pm-Kp.Qzopt .................................................. 6.45 4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin). Jika tidak terpenuhi, Qopt = Qmin Pb = Pm - Kp.Qzopt ................................................. 6.46 5. Hitung daya yang diperlukan di permukaan: Hps 



Pm.Qopt 1714



...................................................... 6.47



6. Perhatikan apakah HPs lebih kecil dari daya pompa maksimum (HPm). Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi yang lain. 7. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan 1



 ρ m .Qopt A    10858Pb



2



2  



.................................................... 6.48



b. Kondisi Daya Maksimum 1. Hitung rate optimum dengan menggunakan persamaan 1



Qopt



 1714Hpm  Z 1     (Z  2)Kp  .............................................. 6.49



2. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps). Ps 



H. ρ.ρm.17 Qopt



...................................................... 6.50



3. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan Pb 



Z  1  1714Hpm  Z  2  Qopt



  



........................................... 6.51



4. Periksa Qopt tidak lebih besar dari Qmaks. Jika tidak terpenuhi maka: Qopt = Qmaks Pb 



Z  1  1714Hpm  Z  2  Qmak



  



........................................... 6.52



5. Periksa Qopt tidak lebih kecil dari Qmin. Jika tidak terpenuhi maka: Qopt = Qmin Pb 



Z  1  1714HPm  Z  2  Qmin



  



........................................... 6.53



6. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari Pm.Jika tidak terpenuhi, coba dengan kondisi pertengahan. 7. Hitung luas nozzle total optimum dengan persamaan 1



 ρm.Qopt A    10858Pb



2



2  



.................................................... 6.54



c. Kondisi Pertengahan 1. Hitung rate optimum dengan persamaan Qopt 



1714.HPm Pm



.................................................. 6.55



2. Hitung kehilangan tekanan di bit, dengan persamaan  HPm.1714 Pb  Pm  Kp  Pm 



  



Z



................................... 6.56



3. Hitung luas nozzle total optimum dengan persamaan 1



 ρm.Qopt A    10858.Pb



2



2  



………………………………….6.57



6.6.3 Konsep Jet Velocity Langkah-langkah untuk menentukan optimasi adalah sebagai berikut : a. Kondisi Tekanan Maksimum 1. Tentukan rate optimum dengan persamaan: Qopt = Qmin 2. Tentukan kehilangan tekanan di bit dengan persamaan Pb  Pm  Kp.Qmin



Z



................................................... 6.58



3. Hitung daya yang diperlukan di permukaan (HPs) dengan menggunakan persamaan HPs 



Pm.Qmin 1714



...................................................... 6.59



4. Perbaikan apakah HPs tidak lebih besar dari daya pompa maksimum (HPm). Jika tidak terpenuhi, coba dengan kondisi daya maksimum.



5. Hitung luas nozzle total dengan menggunakan persamaan 1



 ρm.Qopt A    10858Pb



2



2  



.................................................... 6.60



b. Kondisi Daya Maksimum 1. Tentukan rate optimum dengan menggunakan persamaan: Qopt = Qmin ………………………………………6.61 2. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps) dengan menggunakan persamaan: Ps 



HPm.1714 Qmin



3. Tentukan



...................................................... …6.62



kehilangan



tekanan



di



bit



dengan



menggunakan



persamaan: Pb 



HPm.1714



 Kp.Q



Qmin



Z min



...................................... …6.63



4. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari tekanan maksimum pompa (Pm).Jika tidak terpenuhi, kondisi optimum dalam konsep Jet Velocity tidak tercapai. 5. Hitung luas nozzle total dengan menggunakan persamaan 1



 ρm.Qopt A    10858.Pb



2



2  



.................................................... 6.64



Untuk merubah nilai luas nozzle total menjadi bentuk kombinasi ukuran nozzle dalam satuan 1/32 inch dapat digunakan Tabel 6.2



Tabel 6.2 Tabel Luas Total Kombinasi Nozzle7)



6.6.4 Evaluasi Hasil Optimasi Untuk mengetahui apakah hasil optimasi yang telah dilakukan betulbetul naik efeknya atau tidak, ditentukan dengan melihat parameter yang bisa dievaluasi untuk masing-masing konsep, yaitu sebagai berikut: a. Konsep BHHP Evaluasi dapat dilakukan melalui bit horse power per square inch. BHHP/sq



Pb.Qopt



in 



1346.D



2



.............................................. 6.65



bit



b. Konsep BHI Dalam mengevaluasi hasil optimasi pada konsep BHI, dilakukan dengan menghitung Bit Impact Force (BIF). BIF  Ki.Q.Pb



0.5



............................................................ 6.66



dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi : BIF  1,73.10



2



Q ρm.Pp







0.5



............................................ 6.67



c. Konsep JV Dalam konsep ini evaluasi bisa dilakukan melalui kecepatan aliran di bit (Vn). Vn  Kv.Pb



0.5



................................................................ 6.68



dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi : Qopt



Vn  0.321



An



Hasil



............................................................ 6.69



evaluasi



yang



didapat



hanya



dapat



dipakai



untuk



membandingkan satu kasus yang sama yang dikerjakan dengan metoda atau konsep yang sama antara kondisi lapangan yang sedang dipakai dengan perhitungan optimasi yang didapat, sedangkan untuk membandingkan tiap konsep dengan konsep lainnya tidak dapat dilakukan, karena satu sama lain seperti telah dijelaskan sebelumnya mempunyai kelebihan-kelebihan pada konsep masing-masing. 6.6.5



Rumus Dasar Hidrolika



a. Annular Velocity, ft/min 24.5 x Q



AV 



DH



2



 DP



2



.............................................................................. 6.70



b. Total Flow Area, inch2



TFA











N



2



1308.8



..................................................................................... 6.71



c. Equivalent Circulating Density, ppg ECD  MW 



YP x 0.1 DH



ECD



2



 DP



2



................................................................... 6.72



   0.1 Pv  AnnVel  MW     Yp   OH  ODP  300  (OH  ODP  



     



......................... 6.73



ECD  MW 



Ann Press Loss 0 . 052 x TVD



............................................................. 6.74



d. Bit Nozzle Pressure Loss, psi Pb 



156.6



x Q x MW



[( N 1 )  ( N 2 )  ( N 3 ) ] 2



2



2



2



............................................................. 6.75



6.7 POMPA LUMPUR Dalam penentuan debit pompa lumpur pemboran, persamaan dan prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut : 1). Menentukan laju alir annular digunakan rumus pendekatan dari Fullerton : AV = (11.800) / {(Dh) (MW)}…………………………..6.76 Dimana



:



AV = laju alir annular (ft/menit) Dh



= diameter lubang (inch)



MW = berat lumpur (ppg) 2). Menentukan debit pompa dengan menggunakan rumus: Laju alir annular = Debit pompa / Annular volume atau AV Dimana



= 24,5 Q/ {(Dh)2 – (Dp)2}………………….6.77



:



Q



= debit pompa (GPM)



Dh



= diameter lubang (inch)



Dp



= diameter pipa (inch)



Parasitic pressure loss : loss yang tidak direncanakan, berupa antara lain Mud pump pressure (Pp) = Bit Pressure Lost + parasitic pressure lost



Out put Pump HHP



= (Pp x Q) / 1714…………………….6.78



Pump input Horse Power



= Output HHP / (Em x Ev)…………..6.79



Break Horse engine



= Out put HHP / (Em x Ev x Et)……..6.80



Dimana: Em : Mechanical efficiency of pump



Pp : Presssure (Psi)



Ev : Volumetric efficiency fluid



Q : Debit (gpm)



terjadi krn: 



keterlambatan menghisap







valve & seat



Et : Transmision efficiency



ada vibration



Effisiensi pada umumnya untuk Ev, Pompa duplex 85 % Pompa triplex 90 % Untuk mencari input HP yang dibutuhkan, IHP = HHP /(EV x Em) Type coupling



- Hidroulic  mampu meredam getaran2 mesin



- Torque converter  mampu meredam getaran2 mesin, putaran turun namun torque naik - Mechanical coupling Dalam penggunaan pompa, digunakan HP yang sesuai kebutuhan tapi jangan lebih besar dari yang dibutuhkan. Lalu bisa dicari Parasitic HHP



= (Parasitic loss x Q) / 1714……………………………..6.81



Bit Hydroulic HP = HHP tersedia – Parasitic HHP………………………...6.82 ∆ P bit Dari



∆ P bit



= (Bit HHP x 1714) / Q………………………………….6.83  dapat dicari Ǿ nozel yang digunakan (bernauli)



VII. RENCANA KEGIATAN Adapun rencana kegiatan selama penelitian skripsi adalah sebagai berikut :



Waktu



No. Kegiatan



WWaktu



1.



Orientasi Lapangan / Perusahaan



2.



Pengambilan dan konsultasi data yang dibutuhkan



3.



Pengolahan,



perhitungan,



analisa



dan evaluasi data 4.



Konsultasi dan penyusunan laporan akhir



5.



Evaluasi laporan tugas akhir



Minggu 1



Minggu 2



Minggu 3



Minggu 4



VIII. RENCANA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Batasan Masalah 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud 1.3.2 Tujuan 1.4 Metodologi Penulisan 1.5 Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN UMUM LAPANGAN 2.1 Profil Perusahaan PT Subang Energy Abadi 2.2 Letak Geografis Lapangan 2.3 Geologi Lapangan 1.3.1 Tatanan Geologi 1.3.2 Stratigrafi dan Lithologi 2.4 Kondisi Reservoir 2.5 Kondisi dan Sejarah Produksi BAB III DASAR TEORI 3.1 Karakteristik Reservoir 3.1.1 Sifat Fisik Batuan Reservoir 3.1.2 Sifat Fisik Fluida Reservoir 2.1.2.1 Sifat Fisik Gas 2.1.2.2 Sifat Fisik Minyak 2.1.2.3 Sifat Fisik Air Formasi



3.1.3 Kondisi Reservoir 3.1.3.1 Tekanan 3.1.3.2 Temperatur 3.1.4 Rheology FluidaPemboran 3.1.4.1 SifatAliran 3.1.4.2 Jenis-JenisFluidaPemboran 3.1.5 KecepatanAlirPompa 3.1.6 KecepatanAlir di Annulus 3.1.7 KehilanganTekananSistemSirkulasi 3.1.8 Cara Perhitungan 3.1.8.1 Pipe Pressure Loss 3.1.8.2 Annulus Pressure Loss 3.1.8.3 Bit Pressure Loss 3.1.8.4 Surface Equitment Pressure Loss 3.1.9 Hidroulika Bit 3.1.9.1 Konsep Bit Hydraulic Horse Power 3.1.9.2 Konsep Bit Hydraulic Impac 3.1.9.3 Konsep Jet Velocity 3.1.10 Evaluasi Efisiensi Pompa



BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Data 4.1.1 Data Pemboran 4.1.2 Data Pompa 4.1.3 Data Cutting 4.1.4 Well Profile 4.2 Analisa dan Perhitungan 4.2.1 Input Data 4.2.2 Perhitungan Hydrolika Bit 4.2.3 Perhitungan Pressure Loss 4.2.4 Perhitungan Optimasi Pengangkatan Cutting



4.2.5 Perhitungan Efisiensi Pompa 4.2.6 Perhitungan Pola aliran per trayek 4.3 Analisa Perbandingan hasil perhitungan setiap parameter kedua Trayek BAB IV PEMBAHASAN BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA



IX.



RENCANA DAFTAR PUSTAKA



1.



Azar J.J., "Drilling in Petroleum Engineering", Magcobar Drilling Fluid Manual.



2.



Bahrudin, Ir. 2003. Pengenalan Teknik Pemboran. Jakarta



3.



Lucky., Shindu, " Persamaan Baru Penentuan Kecepatan Minimum Lumpur Untuk Mengangkat Cutting Sumur Vertikal, Miring dan Horizontal", Tugas Akhir, Jurusan Teknik Perminyakan, FIKTM, 1999.



4.



Marsden, S.S., et.al., "The flow of Foam Through Short Porous Media & Apparent Viscosity Measurements", Trans AIME, 1966.



5.



Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, Second Edition, Tulsa-Oklahoma, 1986.



6.



Rabia. H., "Oil Well Drilling Engineering : Principles & Practice", University of Newcastle upon Tyne, Graham & Trotman, 1985.



7.



Rubiandini R. S, Rudi.Dr. 2010. Perencanaan dan Perancangan Pemboran. Bandung : ITB