PROPOSAL LAPORAN AKHIR - Della Fatria [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RINGKASAN Tanaman bunga telang (Clitoria Ternatea) merupakan salah satu dari tanaman yang semua bagiannya memiliki manfaat fungsional bagi tubuh manusia. Bagian kelopak bunganya dilaporkan bermanfaat sebagai antioksidan, antidiabetes, antiobesitas, antikanker, antiinflamasi, antibiotik dan melindungi jaringan hati. Salah satu pigmen alami yang berpotensi untuk digunakan sebagai pewarna alami adalah antosianin. Bunga telang (Clitoria ternatea) merupakan salah satu sumber pigmen biru atau antosianin. Salah satu cara agar bunga telang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan memanfaatkan potensi pigmen alami dari ekstrak bunga telang dan beberapa kandungan di dalamnya dapat dilakukan dengan mengaplikasikannya menjadi pewarna alami untuk makanan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya penggunaan pewarna sintetis yang tidak aman yaitu menggantinya dengan pembuatan pewarna alami. Antosianin merupakan pigmen alami pemberi warna biru pada bunga telang (Clitoria Ternatea). Ekstraksi antosianin menggunakan metode soxhletasi dengan jenis pelarut aquadest dan waktu ekstraksi (30, 45 dan 60 menit). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu ekstraksi terbaik dan berapa banyak sirkulasi ekstraksi dari soxhlet yang didapat untuk ekstraksi antosianin dari bunga telang serta mencari metode ekstraksi terbaik. Parameter penelitian meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif antosianin (rendemen ekstrak, total konsentrasi antosianin, intensitas warna, dan aktivitas antioksidan) dari ekstrak bunga telang. Kata kunci: bunga telang, antosianin, ekstraksi soxhletasi, dan pewarna alami.



v



BAB I LATAR BELAKANG



1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran manusia akan dampak buruk dari produk sintetis pada kesehatan telah membawa perubahan aturan penggunaan pewarna dalam makanan dan kosmetik. Zat pewarna sintetis terbukti lebih murah dan menguntungkan dari segi ekonomis. Namun penggunaannya dapat menyebabkan toksik dan karsinogenik, karena kandungan logam berat dalam pewarna sintetis tidak dapat dihancurkan oleh sistem pencernaan manusia dan akan terakumulasi di dalam tubuh. Selama dekade terakhir semakin banyak aspek baru dimasukkan ke dalam penilaian produk sintetis namun setiap argumen baru yang dimasukkan memperkuat posisi pewarna alami (T. Berchtold & R. Mussak, 2009). Dampak negatif dari zat pewarna sintetis tersebut menimbulkan keinginan konsumen untuk kembali pada penggunaan pewarna alami. Pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat diperbaharui (renewable), mudah terdegradasi dan ramah lingkungan. Sumber pewarna alami dapat berasal dari alam seperti tumbuhan dan hewan (Yernisa et al., 2013). Salah satu alternatif bahan baku untuk pembuatan pewarna alami adalah antosianin dari bunga telang. Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Talavera, et al., 2004). Penggunaan ekstrak bunga telang tidak akan mempengaruhi aroma dan cita rasa makanan karena ekstrak bunga telang hanya msengandung zat warna antosianin (Andarwulan, 2013). Arixs (2006) dalam penelitiannya menyatakan, antosianin telah memenuhi persyaratan sebagai pewarna makanan tambahan, karena tidak menimbulkan kerusakan pada bahan makanan maupun kemasannya serta bukan merupakan zat yang beracun bagi tubuh sehingga secara internasional telah diijinkan sebagai zat pewarna makanan. Kandungan antosianin pada bunga telang adalah sebesar 227,42 mg/kg (Vankar & Srivastava, 2010). Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. 1



Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin larut dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, atau kloroform, terlebih sering dengan air dan diasamkan dengan asam klorida atau asam format (Socaciu, 2007). Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50°C mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan rumus molekul C 15H11O (Fennema, 1996), dan terdegradasi pada suhu diatas 70oC (Dharmendra Khumar Misra, 2008). Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, merah senduduk, ungu dan biru serta mempunyai panjang gelombang maksimum 515-700 nm. Tanaman bunga telang (Clitoria ternatea) merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk dalam keluarga Fabaceae. Fabaceae adalah anggota dari bangsa Fabales yang memiliki ciri-ciri buah tipe polong yang berasal dari daerah tropis Asia Tenggara (Al-Snafi 2016; Irsyam et al. 2016). Penyebarannya yang luas menyebabkan tumbuhan Fabaceae banyak digunakan untuk bahan pangan, pakan, penghijauan, dan obat tradisional (Lewis et al. 2005). Bunga telang telah diteliti memiliki kandungan kimia fenolik, flavonoid, antosianin, flavonol glikosida, kaempferol glikosida, quersetin glikosida, mirisetin glikosida (Kazuma, dkk., 2013). Ekstraksi merupakan langkah awal dalam mengisolasi komponen aktif bahan alami yaitu antosianin. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan dua atau lebih komponen dengan menambahkan suatu pelarut yang tepat. Pelarut yang umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti kloroform, eter, dan alkohol (Sudjadi, 1988). Antosianin memiliki sifat polar, sehingga pelarut yang cocok digunakan untuk ekstraksi zat tersebut adalah pelarut organik yang bersifat polar juga. Pelarut polar antara lain etanol, metanol, asam format dan air yang dikenal sebagai pelarut universal. Selain tingkat kepolaran pelarut, beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih pelarut adalah pelarut aman untuk digunakan, harganya murah, mudah diperoleh atau ketersediaannya melimpah, bereaksi netral, dan tidak mempengaruhi zat ekstrak (Khairuddin dkk., 2020). Proses ekstraksi dilakukan berdasarkan variasi pelarut, pH, dan suhu. Berdasarkan sifat-sifat tersebut maka pelarut yang akan digunakan ialah aquadest-asam sitrat 5 % dan etanol 96%-asam sitrat 5 %. Air 2



digunakan untuk melarutkan asam sitrat karena antosianin merupakan zat warna yang bersifat polar dan akan larut dengan baik pada pelarut-pelarut polar (Samsudin dan Khoiruddin, 2005) sedangkan air sendiri merupakan pelarut polar sehingga air cukup baik untuk melarutkan antosianin. Penggunaan pelarut anorganik seperti HCl dihindari karena antosianin yang diperoleh dari ekstrak bunga telang akan digunakan sebagai pewarna makanan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, soxhletasi, maserasi, dan perkolasi. Metode maserasi sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari, suhu yang tinggi memungkinkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004). Salah satu kekurangan dari metode maserasi adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang, 2004). Pada penelitian sebelumnya ekstrak kulit buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) dengan metode maserasi dan pelarut air mengandung antosianin 1,1 mg/100 ml larutan. Pada penelitian yang dilakukan (Sanjaya, Angga. 2012.), dalam pembuatan serbuk pewarna makanan dari ekstrak daun suji (pleomele angsutifolia) secara ekstraksi soxhlet dan ekstraksi maserasi, diperoleh kesimpulan bahwa metode ekstraksi soxhlet menghasilkan ekstrak dengan intensitas warna yang lebih tinggi dibandingkan metode maserasi. Penelitian (Parasetia, D. E., dkk., 2012) pada ekstraksi zat warna alami dari kayu nangka dilakukan dengan metode ekstraksi padat cair atau leaching menggunakan soxhlet. Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan), karena prosesnya continue sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat. Metode ini 3



menggunakan pelarut yang mudah menguap dan tahan panas. Pada penelitian lain, ekstraksi maserasi zat antosianin pada bunga telang menggunakan pelarut akuades dan asam tartarat didapatkan yield sebesar 0,82 mg/ml (Lisa, 2019). Sedangkan ekstraksi menggunakan pelarut akuades didapatkan yield sebesar 10,42 mg/L (Eny dkk., 2017). Penelitian sebelumnya belum menunjukkan kondisi operasi optimum dari proses ekstraksi zat antosianin dari bunga telang, sehingga perlu dilakukan penelitian lagi untuk mencari kondisi operasi dan metode yang baik untuk mengesktrak bunga telang. Pada penelitian ini, dilakukan dengan metode soxhletasi, Pemilihan metode ekstraksi antosianin dengan cara soxhlet dilakukan karena salah satunya dapat menghasilkan yield yang lebih tinggi dan umumya metode soxhletasi berlangsung pada suhu tinggi yang mengikuti titik didih pelarut (Kristijarti dan Ariestya, 2012). Proses ekstraksi sangat bergantung pada pemilihan pelarut yang sesuai sehingga akan mempengaruhi kelarutannya. Pelarut sebaiknya memiliki sifat-sifat diantaranya yaitu bersifat selektif, tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan komponen yang diekstraksi, tidak korosif, mempunyai viskositas rendah, daya pelarut tinggi, tidak beracun dan mudah didapatkan (Subagyo, et al., 2015). Menurut penelitianpenelitian terdahulu bahwa antosianin merupakan zat warna yang bersifat polar dan akan larut dengan baik pada pelarut-pelarut polar. Dimana pelarut aquadest dan etanol merupakan contoh pelarut polar sehingga kemungkinan pelarut tersebut dapat melarutkan antosianin dengan cukup baik. Pada penelitian ini, bunga telang akan diteliti sebagai sumber antosianin. Kondisi yang optimal akan dikaji untuk mengekstraksi antosianin dari bunga telang dengan menggunakan metode sokhletasi. Penelitian ini memvariasikan kondisi operasi yaitu jenis pelarut dan waktu ekstraksi. Berdasarkan latar belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar antosianin dan antioksidan dalam zat warna alami dari bunga telang dengan ekstraksi menggunakan pelarut aquadest-asam sitrat 5% dan etanol 96%-asam sitrat 5%.



4



1.2. Perumusan Masalah 1. Apa pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk ekstraksi zat warna dari bunga telang (Clitoria ternatea)? 2. Bagaimana kondisi operasi yang digunakan untuk mengambil zat warna alami dari bunga telang (Clitoria ternatea) agar diperoleh hasil yang baik? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain : 1. Mempelajari proses ekstraksi zat warna alami dari bahan baku bunga telang (Clitoria ternatea) menggunakan metode soxhlet. 2. Melakukan uji analisis kualitatif dan kuantitatif zat warna yang dihasilkan. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lain yang tertarik dengan pengembangan metode ekstraksi zat warna alami dari bunga telang (Clitoria ternatea). 2. Bagi IPTEK Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk pengembangan industri ekstraksi zat warna di Indonesia. 3. Bagi Masyarakat Sebagai media informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi pangan khususnya mengenai pengaplikasian tumbuh-tumbuhan yang dapat diolah menjadi pewarna alami makanan. 1.5. Relevansi Penelitian ini berkaitan dengan ilmu teknik kimia di bidang satuan proses, pengembangan industri agro, dan rekayasa bioproses.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Tanaman Telang (Clitoria ternatea) Tanaman Telang atau biasa disebut Blue Pea Flower merupakan jenis bunga dalam familli Fabaceae yang tumbuh merambat dengan tinggi 6 meter, ranting halus, dan daun majemuk (Zussiva et al., 2012). Bunga telang merupakan bunga majemuk, terbentuk pada ketiak daun, memiliki tangkai silindris, panjangnya kurang lebih 1,5 cm, memiliki kelopak berbentuk corong, mahkota berbentuk kupu-kupu dan berwarna biru, tangkai benang sari berlekatan membentuk tabung, kepala sari bulat, tangkai putik silindris, kepala putik bulat. Buah berbentuk polong, panjang 7-14 cm, bertangkai pendek, buah yang masih muda berwarna hijau setelah tua berubah warna menjadi hitam (Hartono et al., 2013). Tanaman bunga telang (Clitoria ternatea) berasal dari Amerika Selatan bagian tengah yang menyebar ke daerah tropik sejak abad 19, terutama ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman ini tumbuh subur di bawah sinar matahari penuh, tetapi dapat tumbuh di bawah naungan seperti di perkebunan karet dan kelapa. Potensi bunga telang sebagai pakan yang baik karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan juga sangat disukai ternak (Suarna, 2005). Clitoria ternatea merupakan salah satu dari 60 spesies Clitoria yang tersebar di dunia (Kosai et al. 2015). Berikut ini nama umum dan klasifikasi dari bunga telang menurut (Cronquist, 1981) : Nama umum : Indonesia



: Kembang telang



Inggris



: Butterfly pea



Klasifikasi : Kingdom



: Plantae (tumbuhan)



Sub kingdom



: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)



Super Divisi



: Spermatophyta (menghasilkan biji)



Divisi



: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)



6



Kelas



: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)



Sub Kelas



: Rosidae



Ordo



: Fabales



Famili



: Fabaceae (suku polong-polongan)



Genus



: Clitoria



Spesies



: Clitoria ternatea



(Marpaung, A.M. 2020) Gambar 2.1 (Kiri) Tanaman telang, (kanan atas) bunga telang, (kanan bawah) bagian-bagian bunga telang. Bunga telang termasuk tumbuhan monokotil dan mempunyai bunga yang berwarna biru, putih dan coklat. Bunga telang merupakan bunga berkelamin dua (Hermaphroditus) karena memiliki benang sari (alat kelamin jantan) dan putik (alat kelamin betina) sehingga sering disebut dengan bunga sempurna atau bunga lengkap. 2.1.1. Manfaat Bunga Telang Bunga telang memiliki warna putih atau biru yang jelas dan ukuran yang relatif besar, sehingga digunakan sebagai tanaman hias di seluruh dunia. Beberapa dokumen etnobotani mencatat pemanfaatan Clitoria ternatea, diantaranya adalah masyarakat Kapuas, Kalimantan Barat sebagai obat, hias dan adat (Haryanti et al. 2015), masyarakat di Gianyar, Bali untuk upacara adat, obat dan hias (Sutara 2016; Paramita et



7



al. 2017; Defiani & Kriswiyanti 2019), dan masyarakat di Sulawesi Tengah memanfaatkan bunga dan akar Clitoria ternatea sebagai tanaman obat (Tabeo et al. 2019). Kembang telang (Clitoria ternatea) sudah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan berbagai penyakit sehingga dijadikan salah satu tanaman obat keluarga (TOGA). Bagian Clitoria ternatea yang umum dimanfaatkan adalah bunga dan daun. Bunga Clitoria ternatea dapat mengobati mata merah, mata lelah, tenggorokan, penyakit kulit, gangguan urinaria dan anti racun (Rokhman 2007; Triyanto 2016). Daun kembang telang yang ditumbuk dapat mengobati luka yang bernanah sedangkan jika direbus dan dicampur dengan tumbuhan lainnya dapat mengobati keputihan (Putri 2019). Di Asia Tenggara, pigmen biru bunga biasanya digunakan sebagai bahan pewarna makanan karena stabilitas tinggi. Melihat manfaat dan sifat dari bunga telang yang mudah tumbuh di Indonesia, serta aman untuk dikonsumsi maka antosianin dari bunga telang berpotensi untuk dijadikan pewarna alami pada bahan pangan.Warna biru dari bunga telang telah dimanfaatkan sebagai pewarna biru pada ketan di Malaysia. Bunga telang juga dimakan sebagai sayuran di Kerala (India) dan di Filipina (Lee dkk., 2011).



2.1.2. Kandungan Senyawa dalam Bunga Telang Pigmen yang terkandung di dalam bunga telang meliputi flavanoids, carotenoids, dan betalains (Yoshikazu, 2005 dalam Zussiva et al., 2012). Adapun kandungan bunga telang dalam 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.1 Kandungan Gizi Kadar Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Kasar (Neda et al., 2013)



Kadar (%) 92,4 0,32 2,5 2,23 2,1



Antosianin ada enam yaitu A1, A2, B1, B2, D1 dan D2 itu terisolasi dan struktur ini ditandai sebagai malonylated delphinidin 3,3,5-



8



triglucosides memiliki 3,5-sisi rantai dengan alternatif d-glukosa dan asam p-coumaric (Terahara dkk., 1989). Bunga telang mengandung tanin, flobatanin, karbohidrat, saponin, triterpenoid, fenol flavonoid, flavanol glikosida, protein, alkaloid, antrakuinon, antisianin, stigmasit 4-ena-3,6 dion, minyak volatil dan steroid. Komposisi asam lemak meliputi asam palmitat, stearat, oleat linoleat dan linolenat. Biji bunga telang juga mengandung asam sinamat, finotin dan beta sitosterol (Hussain, 1998).



2.2. Ekstraksi Pengambilan zat warna dari bunga telang ini dapat dilakukan dengan ekstraksi. Ekstraksi merupakan suatu metode untuk mengeluarkan komponen tertentu dari zat padat atau zat cair dengan pelarutan. Teknik ekstraksi yang digunakan untuk pengambilan zat warna dari kelopak bunga telang ini merupakan ekstraksi zat padat (leaching). Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Leaching merupakan suatu proses pemisahan atau pengambilan fraksi padat yang diinginkan dari fraksi padat lain dalam suatu campuran padat-padat dengan menggunakan solvent cair (Mc.Cabe,1993). Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi, antara lain (Guenter,1987 : Bernasconi, 1995) : 1. Jenis Pelarut Proses ekstraksi dapat berjalan dengan baik bila pelarut memenuhi syaratsyarat selektif, mampu melarut, reaktifitas rendah, titik didih rendah, murah, tidak korosif, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak menyebabkan emulsi, stabil secara kimia dan termal. 2. Ukuran Bahan padat yang diekstraksi Semakin kecil ukuran bahan, maka semakin besar luas permukaan zat padat, sehingga laju perpindahan massanya semakin besar. Dengan kata lain, jarak untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut adalah kecil. 3. Suhu Suhu ekstraksi yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap proses ekstraksi karena adanya peningkatan kecepatan difusi. Kelarutan zat



9



terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan suhu sehingga laju ekstraksi yang lebih tinggi dan hasil yang diperoleh lebih besar. 4. Waktu Semakin lama waktu ekstraksi maka akan memberikan hasil yang diperoleh lebih besar, karena kontak antara pelarut dan bahan yang diekstraksi juga akan semakin lama sehingga akan menyebabkan pelarut semakin diperkaya oleh solute. 5. Rasio bahan padatan dan pelarut Perbandingan bahan padatan dengan pelarut mempengaruhi hasil dari ekstraksi. Semakin besar berat bahan padatan dibandingkan pelarut, maka hasil ekstraksi juga akan semakin besar, hal ini diakibatkan luas kontak permukaan bahan padatan dengan pelarut semakin besar. Jenis-jenis metode ekstraksi di antaranya : 1. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan sampel dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Istiqomah, 2013). 2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna (exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk sampel pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampung ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Istiqomah, 2013). 3. Soxhlet Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu



10



dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Istiqomah, 2013). 4. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Istiqomah, 2013). 5. Ultrasound – Assisted Extraction Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz) (Mukhriani, 2014).



2.2.1. Estraksi Soxhletasi Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Istiqomah, 2013). Ekstraksi soxhletasi umumnya dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dan berlangsung pada suhu titik didih pelarut (Bae et al. 2017). Waktu ekstraksi penting untuk ditinjau dalam ekstraksi komponen aktif dikarenakan waktu ekstraksi yang lama dalam ekstraksi soxhlet akan meningkatkan kemungkinan degradasi termal (Zhang et al. 2018). 2.3. Pewarna Makanan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Pewarna (Colour), yaitu bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna. Pewarna makanan merupakan BTP (Bahan Tambahan Pangan) sering ditambahkan pada makanan dengan alasan untuk meningkatkan daya tarik makanan, menstabilkan warna, menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan (Pahmawati, 2011).



11



Tujuan penambahan pewarna adalah menutupi kualitas rendah dari produk makanan, menjaga rasa makanan, menutupi perubahan warna akibat terpapar cahaya atau udara (Pahmawati, 2011). Warna juga digunakan sebagai indicator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara mencampur atau mengolah ditandai dengan adanya keseragaman dan kemerataan warna (Azmiyawati, 2007). Penggunaan pewarna makanan sebenarnya diperbolehkan selama dalam jumlah yang terbatas. Namun, bila pewarna yang dipakai adalah pewarna non makanan, contohnya pewarna tekstil, kertas atau pewarna sintetis pangan tetapi dalam jumlah yang berlebihan, tentu akan berbahaya untuk kesehatan konsumen (Yuliarti, 2007).



2.3.1. Klasifikasi Zat Pewarna Makanan Secara umum zat pewarna dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. Pewarna alami, yaitu zat pewarna yang dibuat dari tumbuhan dan sumber- sumber alami lain, pewarna alami sering dicampurkan ke dalam makanan dan minuman. Contohnya karamel, suji dan coklat (Fadhilah, 2012). Keamanan pewarna alami telah diakui, namun penggunaannya belum dapat dilakukan secara menyeluruh, karena kendala seperti rasanya yang kurang sedap, terjadinya penggumpalan saat disimpan dan tidak stabil dalam penyimpanannya (Cahyadi, 2008). b. Pewarna sintetis, yaitu zat pewarna yang pembuatannya disengaja dengan tujuan untuk menghasilan warna yang diinginkan. Pewarna sintetis ini bisa didapatkan dengan cara mereaksikan senyawa kimiawi, namun tidak semua pewarna sintetis dapat dipakai sebagai bahan tambahan makanan, karena harus menjalani proses sertifikasi terlebih dahulu (Azmiyawati, 2007). Keamanan pewarna makanan sintetis dalam makanan ditetapkan bahwa kandungan Arsen tidak boleh lebih dari 0,0004%, Timbal tidak boleh lebih dari 0,0001% dan logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi,2008).



12



Tabel 2.2 Perbedaan pewarna sintetis dan alami Perbedaan Warna yang dihasilkan Variasi warna Harga Ketersediaan Kestabilan (Pahmawati, 2011)



Zat Pewarna Sintetis Lebih cerah dan lebih homogen Banyak Lebih murah Tidak terbatas Stabil



Zat Pewarna Alami Lebih pudar dan tidak homogen Sedikit Lebih mahal Terbatas Kurang stabil



2.3.2. Peraturan Penggunaan Pewarna Makanan Pengawasan



penggunaan



pewarna



pada



produk



pangan



dicantumkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 dan



Peraturan



Menteri Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



239/Men.Kes/Per/V/85. Di bawah ini merupakan jenis bahan pewarna alami dan sintetis. Tabel 2.3 Bahan pewarna alami Kelompok Anthosianin



Warna Jinggamerahbiru



Sumber Tanaman



Kelarutan Air



Tannin



Tidak berwarna



Tanaman



Air



Flavonoid



Kuning



Tanaman



Air



Betalain



Kuningmerah



Tanaman



Air



Karotenoid



Kuningmerah



Tanaman /hewan



Lipida



Klorofil



Hijaucoklat



Tanaman



Lipida dan air



(Tranggono, dkk., 1989)



13



Stabilitas Peka terhadap panas dan pH Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Sensitif terhadap panas Stabil terhadap panas Sensitif terhadap panas



Tabel 2.4 Bahan pewarna sintetis Warna Merah Merah Orange Kuning Kuning Biru Biru Hijau Ungu (Kisman, 1984)



Nama kimia Carmoisinse Erythrosine Sunset Yellow Tatrazine Quineline Yellow Brilliant Blue Indigocarmine Fast Green FCF Violet GB



14



No. indeks 14720 16185 15985 19140 47005 42090 42090 42053 42640



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama ± 3 bulan yaitu bulan April – Juni 2020 yang dilaksanakan di Laboratorium Satuan Proses Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.



3.2. Alat -



Alat soxhlet



Gambar 3.1 Rangkaian alat soxhletasi



Keterangan : 1. Refluks Kondensor



6. Labu didih



2. Klem



7. Heater



3. Soxhlet



8. Statif



4. Kertas Saring



9. Selang Air Masuk



5. Hols



10. Selang Air Keluar



15



-



Benang kasur



-



Gunting



-



Alat rotary evaporator untuk pemekatan ekstrak



-



Spektrofometer Uv-Vis untuk analisa kuantitatif.



3.3. Bahan -



Bunga telang kering



-



Aquadest



-



Etanol 96%



-



Asam sitrat



3.4. Perlakuan Percobaan 3.4.1 Pengumpulan bahan baku Bunga telang berasal dari pekarangan rumah. 3.4.2 Pre-treatment bahan baku Bunga telang dicuci dan dikecilkan ukurannya menjadi ± 0,5 cm. 3.4.3 Ekstraksi Metode Soxhletasi Ekstraksi soxhletasi meliputi ekstraksi untuk analisa kualitatif dan kuantitatif. Ekstraksi dilakukan dengan variabel tetap massa sampel (25 gram) dan rasio bahan:pelarut (1:10) dan waktu ekstraksi (30, 60 dan 120 menit) pada suhu pelarut. Prosedur percobaan ekstraksi : 1. Menimbang 25 gr sampel 2. Membungkus sampel tersebut dengan kertas saring kemudian memasukkan ke dalam tabung soxhlet 3. Memasukkan pelarut sebanyak 250 ml ke dalam labu bundar 4. Memasang peralatan soxhlet 5. Melakukan proses pemanasan menggunakan penangas air 6. Ekstraksi dilakukan selama (30, 60 dan 120 menit) dengan menghitung berapa banyak sirkulasi yang terjadi. 7. Lalu produk diambil setiap (30, 60 dan 120 menit)



16



8. Mengeluarkan ampas dalam soxhlet 9. Menimbang berat ekstrak 3.4.4 Pemekatan Ekstrak Hasil ekstraksi dipekatkan dengan alat rotary evaporator. 3.4.5 Analisis Kualitatif Menggunakan metode asam – basa dengan penambahan HCl 2M dan NaOH 2M. Tabel hasil uji kualitatif Senyawa Anthosianin



Pereaksi HCl NaOH



Hasil + +



Keterangan Merah Hijau kebiruan



3.4.6 Analisis Kuantitatif Menganalisis (rendemen ekstrak, total antosianin, intensitas warna dan aktivitas antioksidan metode DPPH). Penentuan rendemen ekstrak pewarna (AOAC, 1990) Rendemen ekstrak didapatkan dari hasil presentase bobot ekstrak yang dihasilkan dibagi dengan bobot sampel yang digunakan. Persamaan untuk menghitung rendemen: Rendemen =



Berat ekstrak (gr) Berat sampel (gr)



x 100%



Penentuan kadar antosianin (Hayati, dkk., 2012) Disiapkan 2 sampel larutan yaitu larutan pertama untuk larutan pH 1,0 menggunakan buffer KCl dan larutan kedua untuk pH 4,5 menggunakan buffer Na-Asetat. Selanjutnya, diambil masing-masing 1 mL dan diencerkan menggunakan larutan buffer masing-masing sampai volume 10 mL (faktor pengenceran = 10). Sampel hasil pengenceran dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 500-700 nm dan 700 nm. Untuk menentukan nilai absorbansinya menggunakan persamaan (1) berikut : A = (Amax – A700)pH 1,0 – (Amax – A700)pH 4,5



17



dan untuk menentukan kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan persamaan (2) berikut : % Antosianin =



Absorbansi εxL



x MW x DF x



𝑉 𝑊𝑡



100%



Keterangan : A



= Absorbansi larutan



MW



= Moleculer weight (berat molekul) sianidin 3 glukosida 449,29/mol



𝜀



= Absorptivitas molar sianidin 3 glukosa = 26900 L (mol.cm)



DF



= Dilution factor (faktor pengenceran) 9 mL



b



= tebal kuvet 1 cm



V



= Volume akhir atau volume ekstrak pigmen 0,25 L



Wt



= Berat bahan awal (25 gram)



Penentuan intensitas warna diukur dengan rumus: A X 25



Intensitas warna = Berat sampel



Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Dewi,dkk., 2007) 1. Memasukkan sebanyak 1mL larutan DPPH 0,2 mM ke dalam tabung reaksi 2. Menambahkan 3mL methanol 80%. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit 3. Larutan kemudian dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517nm 4. Sampel dilarutkan dalam methanol 80% dengan konsentrasi 10, 50, 100, 150, 200, 400, dan 800 ppm 5.



Menyiapkan tabung reaksi untuk tiap konsentrasi kemudian tiap tabung reaksi diisi dengan 3ml ekstrak dan ditambahkan DPPH 0,2mM sebanyak 1 mL



6.



Menginkubasi dengan suhu 370C selama 30 menit dan dimasukkan dalam kuvet hingga penuh dan diukur pada panjang gelombang 517nm 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 (%) =



18



𝐴0 − 𝐴1 𝑥 100% 𝐴0



Keterangan : A0 = Absorbansi control A1 = Absorbansi sampel



3.5. Pengamatan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses ekstraksi bunga telang dengan menggunakan variabel waktu dan jumlah siklus ekstraksi serta jenis



pelarut



yang



berbeda.



Pengamatan dimulai



dengan



pengumpulan bunga telang dan mencuci lalu memotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan sinar matahari. Lalu pada menit ke 30, 60 dan 120 hasil ekstrak diambil untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui waktu, jumlah sirkulasi dan jenis pelarut ekstraksi yang efektif.



19



BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN



4.1. Estimasi Biaya 4.1.1. Pembuatan Proposal dan Laporan No 1 2 3 4 5 6 7



Bahan Kertas A4 70 Gram Tinta Printer Jilid Laporan Akhir CD Penggandaan Laporan Akhir Jilid Proposal Pengandaan Proposal Sub Total



Harga/satuan Rp 45.000/Rim Rp 50.000/Botol Rp 30.000/ Buah Rp 10.000/Buah Rp 30.000/Buah



Jumlah 2 Rim 4 Botol 3 Buah 3 Buah 3 Buah



Harga Rp 90.000 Rp 200.000 Rp 90.000 Rp 30.000 Rp 90.000



Rp 3.000/Buah Rp 10.000/Buah



3 Buah 3 Buah



Rp 9.000 Rp 30.000 Rp 539.000



4.1.2. Alat Penelitian No Alat 1 Benang Kasur 2 Kertas Saring 3 Gunting Sub Total



Harga/satuan Rp 30.000/Pack Rp 8.000/Lembar Rp 40.000/Buah



Jumlah 1 Pack 6 lembar 1 Buah



Harga Rp 30.000 Rp 48.000 Rp 40.000 Rp 118.000



Jumlah 100 Gram 2 Botol 2 Botol 1 Kg



Harga Rp 50.000 Rp 20.000 Rp 140.000 Rp 22.000 Rp 70.000



4.1.3. Bahan Penelitian No 1 2 3 4



Bahan Bunga Telang Akuades Etanol 96% Asam Sitrat Sub Total



Harga/satuan Rp 500/Gram Rp 10.000/Botol Rp 60.000/Botol Rp 10.000/Kg



4.1.4 Total Estimasi No 1 2 3



Estimasi Pembuatan Proposal dan Laporan Alat Penelitian Bahan Penelitian Sub Total



20



Biaya Rp 539.000 Rp 118.000 Rp 70.000 Rp. 727.000



4.2. Jadwal Penelitian No 1 2 3 4 5



Kegiatan



Maret



Pembuatan Proposal Persiapan Alat dan Bahan Penelitian Pengumpulan data dan Analisa Pembuatan Laporan



21



Waktu Pelaksanaan April Mei Juni Juli



DAFTAR PUSTAKA A. P. Kristijarti and A. Arlene, “Isolasi Zat Warna Ungu pada Ipomoea batatas Poir dengan Pelarut Air,” Rekayasa Sist. Ind., vol. 1, no. 3, pp. 1–31, 2012. Adrianta, A., Udayani, W., Meriyani, H. 2017, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme) Dengan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2- Picryhidrazyl). Jurnal Ilmiah Medicamento 3(1):1-5 Al-Snafi, Ali Esmail. (2016). Pharmacological importance of Clitoria ternatea – A review. IOSR Journal of Pharmacy, 6:63-68 Andarwulan, N. (2013). Bunga Telang. http://www.femina.co.id.2 Juni s2013. AOAC. (1990). Official Methods of Analysis Food Compotition; Additives; Natural Contaminants. Vol 2. 15th edition. Virginia. USA. Arixs. 2006. Mengenalkan Olahan Bahan Pangan Nonberas Bali, Denpasar, Bandung, www.cybertokoh.com21 Desember 2017. Azmiyawati, C., 2007. Zat Kimia Berbahaya dalam Makanan dan Minuman., Jakarta: PT. Sunda Kelapa Pustaka. Bernasconi, G., et, 1995, “Teknologi Kimia II”, Pradnya Paramita, Jakarta Cahyadi, W., 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan., Jakarta: PT. Bumi Aksara. Cronquist, A., 1981, An Integrated System of Classification of Flowering Plants, New York, Columbia University Press, 477. Dany Eka Parasetia, Ritaningsih, Prof. Dr. Ir. Purwanto. 2012. Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Nangka. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 2012, Halaman 502-507 Defiani, M.R & Eniek Kriswiyanti. (2019). Keanekaragaman flora di Desa Pekraman Mincidan, Klungkung, Bali untuk penunjang ekowisata. Simbiosis,7(1), 14-21.



22



Dharmendra Khumar Misra. 2008. Kinetic Parameter Estimation for Degradation Of Anthocyanins in Grape Pomace.Michigan State University. Dept. of Biosystems and Agricultural Engineering. Djarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan. Pelaksana Kelompok Kimia Organik Bahan Alam Jurusan Kimia FMIPA Universitas Andalas Padang kerjasama dengan Proyek Peningkatan Sumber Daya Manusia DITJEN DIKTI DEPDIKNAS JAKARTA. Eny Kusrini, Dewi Tristantini, Ni’matul Izza. 2017. Uji Aktivitas Ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) sebagai agen anti-katarak. Fadhilah, E.L., 2012. Identifikasi Zat Pewarna Sintetis pada Manisan Buah tanpa Merk yang Dijual di Swalayan Luwes Purwodadi, Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Semarang. Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry, Thrid Edition. New York: Marcel Dekker Inc. Guenter, E, 1987, “Minyak Atsiri”, Jilid 1, UI Press, Jakarta Hartono, M.A. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea, L.) sebagai Pewarna Alami Es Lilin. [Skripsi]. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. Hal: 1-49. Haryanti E.S, Farah Diba & Wahdina. (2015). Etnobotani tumbuhan berguna oleh masyarakat sekitar Kawasan KPH model Kapuas Hulu. Jurnal Hutan Lestari,3(3), 434-445 Hayati, dkk. “Konsentrasi Total Senyawa Antosianin Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Pengaruh Temperatur dan pH”. Jurnal Kimia vol.6, no.2 (2012): h.138-147. Hidayah, S. N., 2015, Uji Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Bunga Telang (Clitoria ternatea) dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis, Skripsi.



23



Hussain S and Devi KS., fatty acids compopsition oft three plant species: Clitoria ternatea, mandulea suberosa and Ruta chalapensis, J. Oil Tech. Assoc. India, 1998 :30; 162-164. I. Y. Bae, J. S. An, I. K. Oh, and H. G. Lee, “Optimized Preparation of Anthocyanin-Rich Extract From Black Rice and Its Effects on Invitro Digestibility,” Food Sci. Biotechnol., vol. 26, no. 5, pp. 1415– 1422, 2017, doi: 10.1007/s10068-017-0188-x. Istiqomah. (2013). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi dan Sokletasi terhadap kadar Piperin Buah cabe Jawa (Piperis retrofacti fructus). Skripsi, 12-15. Irsyam, A.S. Dwipa & Priyanti. 2016. Suku Fabaceae Di Kampus Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bagian 1: Tumbuhan Polong Berperawakan Pohon. Program Studi Biologi Kazuma, K., Naonobu Noda & Masahiko Suzuki. (2003). Flavonoid composition related to petal color in different lines of Clitoria ternatea. Phytochemistry,64(6), 1133-1139. Khairuddin, Joy Noldy Baciang, Indriani, Nov Irmawati Inda. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bayam Merah (Alternanthera amoena Voss). Kisman, S. 1984. Analisa Zat Warna Dalam Beberapa Jenis Makanan. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Kosai, P., Kanjana Sirisidthi, Kanita Jiraungkoorskul & Wannee Jiraungkoorskul. (2015). Review on Ethnomedicinal uses of Memory Boosting Herb, Butterfly Pea, Clitoria ternatea. Journal of Natural Remedies,15(2),71-76. Kristijarti AP, dan Ariestya A. 2012. lsolasi Zat Warna Ungu pada Ipomoea batatas Poir dengan Pelarut Air. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat : Universitas Katolik Prahayangan Lee, M. P., Abdullah, R., dan Hung, K. L. 2011.Thermal Degradation of Blue Anthocyanin Extract of Clitoria ternatea Flower.International Conference on Biotechnology and Food Science IPCBEE. 7:49-53. Lewis EG, Brian Schrire, Barbara Mackinder & Mike Lock. 2005.



24



Legume of The World. Kew Publishing, London. Lisa Angriani. 2019. Potensi Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea) Sebagai Pewarna Alami Lokal Pada Berbagai Industri Pangan: (The Potential of Extract Butterfly Pea Flower (Clitoria ternatea L.) as a Local Natural Dye for Various Food Industry). Manjang, Y. 2004. Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Pelestarian dan



Perkembangan



Melalui



Tanah



Agrowisata,



Workshop



Peningkatan Sumber Daya Manusia Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan. Pelaksana Kelompok Kimia Organik Bahan Alam Jurusan Kimia FMIPA Universitas Andalas Padang kerjasama dengan Proyek Peningkatan Sumber Daya Manusia DITJEN DIKTI DEPDIKNAS. Marpaung, A. M. 2020. Tinjauan dan Manfaat Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) bagi. Kesehatan Manusia. J. Functional. Food. &. Nutraceutical, 1(2), pp.47-69. Mc. Cabe, W. L., Smith, J. C. and Hariott, P., 1993, “Unit Operation of Chemical Engineering”, MC Graw Hill Book Co, Singapore Mukhriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal, 2-3. Neda, G.D., Mohd Salleh Rabeta, & Ming Thong Ong. (2013). Chemical composition and anti-proliferative properties of flowers of Clitoria ternatea. International Food Research Journal,20(3), 1229-1234. Pahmawati, Y., 2011. Kegunaan dan Efek Samping Bahan Kimia., Jakarta: Adfale. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri RI dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan Bahan Berbahaya yang Disalahgunakan dalam Pangan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomer 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Paramita, L.R., Sang Made Sarwadana & I Nyoman Gede Astawa. (2017). Identifikasi tanaman obat-obatan sebagai elemen lunak lansekap di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, provinsi Bali. 25



E-jurnal Arsitektur Lansekap,3(2), 117-126. Putri, Dyan M.S. (2019). Konservasi tumbuhan obat di Kebun Raya Bali. Bulletin Udayana Mengabdi,18(3), 139-146. Rokhman, Fatkur. 2007. Aktivitas antibakteri filtrat bunga teleng (Clitoria ternatea L.) terhadap bakteri penyebab konjungtivitis. Skripsi S1. Program Studi Biokimia, FMIPA IPB, Bogor. Sanjaya, Angga. 2012. Pembuatan Serbuk Pewarna Makanan Dari Ekstrak Daun Suji (Pleomele angsutifolia) Secara Ekstraksi Soxhlet dan Ekstraksi Maserasi. TA II, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Mohammad Alauhdin, S.Si., M.Si dan Pembimbing Pendamping Dra. Woro Sumarni, M.Si. Samsudin, A. M. & Khoiruddin. 2005. Ekstraksi, Filtrasi Membran dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L), (Online), diakses 14 april 2011. Shyam Kumar, B. & Ishwar Bhat, B., 2012. Antiinflammatory, Analgesic and Phytochemical Studies of Clitoria ternatea Linn Flower Extract. International Research Journal of Pharmacy, 3(3), pp. 208-210. Socaciu, C. 2007. Food Colorants: Chemical and Functional Properties. CRC Press. London Suarna I. W. 2005. Kembang telang (Clitoria ternatea) tanaman pakan dan penutup tanah. Dalam: Subandriyo, Diwyanto K, Inounu I, Prawiradiputra BR, Setiadi B, Nurhayati, Priyanti A, penyunting. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Bogor (Indonesia): Puslitbang Peternakan. Sudarmi, S., P. Subagyo, A. Susanti dan A.S. Wahyuningsih. 2015. Ekstraksi sederhana antosianin dari kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna Alami. Eskergi. 12(1):5-7. Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta Sutara, P.K. 2016. Jenis tumbuhan dan penggunaannya pada upacara Oemukur



di



Desa



Beng,



Gianyar-Bali.



https://simdos.unud.ac.id/uploads/file



26



Diakses



dari



_penelitian_1_dir/314ce4af94d390e94 c9a4f6f410f2f4e.pdf T. Bechtold and R. Mussak, Handbook of Natural Colorants. 2009. Tabeo, D.F, Nurlina Ibrahim & Arsa Wahyu Nugrahani. (2019). Etnobotani suku Togian di Pulau Malenge Kecamatan Talatako, Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah. Biocelebes,13(1): 3037. Talavera, S., Felgine, C., dan Texier, O., (2004), Bioavailability of a bilberryanthocyanin Extract and its impact on plasma antioxidant capacity in rats.46 aLaboratoirede Pharmacognosie, Facultéde Pharmacie, Clermont-Ferrand, France, bLaboratoire des Maladies Métaboliques et des Micronutriments, Institut National de la Recherche Agronomique de ClermontFerrand/TheixSaint - Genès Champanelle, France, Journal of the Science of Food of Agriculture (2005). Tanaka, Yoshikazu. 2006. Molecular Characterization of The Favonoid Biosynthesis Of Verbena Hybrida And The Functional Analysis of Verbena and Clitoria Ternatea F3’5’H Genes in Transgenic Verbena. Plant Sciences. Center, RIKEN (The Institute of Physical and Chemical Research), Yokohama, Japan. Terahara, N., Konczak, I., Ono, H., Yoshimoto, M. & Yamakawa, O. 2004. Characterization of acylated anthocyanins in callus induced from storage root of purple-fleshed sweet potato, Ipomea batatas L. Journal of Biomedicine and Biothecnology. 2004(5), 279-286. Tranggono, dkk. 1989. Bahan Tambahan Makanan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas-Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada. Triyanto, 2016. Manfaat dan Khasiat Bunga Telang untuk Kesehatan Mata. Diakses dari https://kabartani.com/manfaatdankhasiat-bungatelang-untukkesehatan-mata.html Uma, B., Prabhakar, K. & Rajendran, S., 2009. Phytochemical Analysis and Antimicrobial Activity of Clitoria ternatea Linn Against Extended Spectrum Beta Lactamase Producing Enteric and Urinary Pathogens. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research,



27



2(4), pp. 94-96. Vankar, P. S. & Srivastava, J., 2010. Evaluation of Anthocyanin Content in Red and Blue Flowers. International Journal of Food Engineering, 6(4), pp. Article 7 Yernisa, E. G. Said, and K. Syamsu, “Aplikasi Pewarna Bubuk Alami dari Ekstrak Biji Pinang (Areca Cathechu L.) pada Pewarnaan Sabun Transparan,” J. Teknol. Ind. Pertan., vol. 23, no. 3, pp. 190– 198, 2013. Yuliarti, N., 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan., Yogyakarta: Andi. Zhang. (2014). Effects of ultrasoundand/or heating on the extraction of pectin from grape fruit peel. Food Engineer , 72–81. Zussiva, A. dan Laurent, B.K,(2012). “Ekstraksi dan Analisis Zat Warna Biru (Anthosianin) dari Bunga Telang (Clitoria ternatea) sebagai Pewarna Alami”, Jurnal teknologi Kimia dan Industri, Vol.1, No.1, halaman 356-365. Semarang, Universitas Diponegoro.



28