Proposal PKM Air Minum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang



Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa, baik langsung maupun tidak langsung. Keberadaan air di muka bumi diketahui menempati lebih kurang ¾ bagian luas permukaan bumi. Dari keseluruhan sumber di bumi, ternyata 97% lautan dan 3% sisanya merupakan air hujan, salju, es dan air didalam tanah maupun di atas tanah. Dari jumlah air yang sangat besar di alam ini, hanya sebagian kecil saja yang dipergunakan untuk kebutuhan manuasia dan terbatas pada proporsi tersedianya maupun diperolehnya air (Waryati,2007)



Sumber air yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah air permukaan (sungai, waduk, rawa) air tanah dan air hujan. Sumber air yang memenuhi syarat sebagai air baku air minum jumlahnya semakin hari semakin berkurang, yang diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri, baik di sengaja maupun tidak disengaja.



Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah masak (Permenkes RI No.82/2001). Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010).



Air bersih yang dibutuhkan manusia sebagai kebutuhan hidupnya harus memenuhi berbagai persyaratan, terutama kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Namun tidak semua daerah memiliki sumber air baku yang dekat dengan pemukiman penduduk dan langsung dapat digunakan untuk kebutuhan air minum atau sumber air bersih.



Air sumur atau air tanah merupakan sebagian air atmosfer yang mengalami perkolasi melalui lapisan permukaan tanah menuju formasi batuan akuifer yang menampung air



hingga volume tertentu. Adapun akuitard dan akifug yang tidak terkontaminasi oleh resapan air dari luar disebabkan oleh formasi batuan yang kedap air. Dalam penggunaannya terkadang air sumur sering ditemukan dalam kondisi yang tidak layak sebagai air bersih ataupun air baku untuk air minum. Hal ini dapat disebabkan karena formasi batuan yang terbuka ataupun tergantung pada proses awal eksploitasi air tanah yang tidak memperhatikan lingkungan air tanah tersebut. Namun, pemenuhan kebutuhan air bersih ataupun air minum harus tetap berkelanjutan sehingga sebagian masyarakat menggunakan sumber air yang ada di sekitar lingkungannya.



Air bersih ataupun minum yang cukup secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas merupakan kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup manusia. Untuk itu diperlukan suatu instalasi pengolahan air (IPA) guna menunjang kelancaran distribusi air pada masyarakat. Pemilihan unit operasi dan proses pada IPA harus disesuaikan dengan kondisi air baku yang yang menjadi sumber utama. Air baku sendiri adalah air yang belum mengalami proses pengolahan, artinya air tersebut memiliki kualitas yang sudah mendekati air bersih. Namun masih diatas nilai ambang batas sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan sebagai air bersih ataupun air minum.



Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan air baku sungai/sumur untuk meminimalisir kandungan pencemar agar air minum dapat terpenuhi. Metode pengolahan dengan sistem flokulasi, koagulasi dan filtrasi dipilih dalam pengolahan air baku guna meningkatkan sanitasi dan higienitas masyarakat.



1.2 Rumusan Masalah



1. Apakah treatment yang digunakan mampu mengolah air sumur bor menjadi air minum sesuai dengan standar baku mutu air minum? 2. Seberapa besar efektivitas treatment yang dilakukan dapat menurunkan kekeruhan, kandungan Besi dan Mangan, serta E. Coli air sumur bor menjadi air minum?



1.3 Tujuan Program



1. Mengidentifikasi sumber air baku sumur bor sebelum dilakukan treatment pengolahan air. 2. Membuat desain pengolahan air sumur bor menjadi air minum dengan sistem flokulasi, koagulasi dan filtrasi. 3. Mengevaluasi desain alat yang dirancang setelah dilakukan pengolahan air sumur bor menjadi air minum terhadap penurunan kekeruhan, Besi, Mangan dan E.Coli.



1.4 Batasan Masalah



1. Air baku yang digunakan adalah air sumur bor di kawasan jalan suwandi dengan pengolahan skala rumah tangga. 2. Parameter yang akan diturunkan adalah kekeruhan, besi dan mangan, serta bakteri E. Coli dengan proses flokulasi, koagulasi dan filtrasi.



1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya mengenai instalasi pengolahan air minum. 2. Memberikan gambaran perancangan desain pengolahan air minum yang sederhana bagi masyarakat guna membantu memenuhi kebutuhan air minum terutama untuk daerah yang belum terjangkau oleh air PDAM.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Baku Dalam memilih sumber air baku untuk air minum, maka harus diperhatikan persyaratan utama yang meliputi kualitas, kuantitas, kontinuitas dan biaya yang murah dalam proses pengambilan sampai pada proses pengolahannya (Sutrisno, 2004) Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk penyediaan air bersih dikelompokkan sebagai berikut: a. Air hujan Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas air hujan adalah sebagai berikut: 



Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat mineral.







Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih.







Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat diudara seperti NH3, CO2 Agresif ataupun SO2. Adanya konsentrasi SO2 yang tinggi diudara yang bercampur dengan air hujan akan menyebabkan terjadinya hujan asam (Acid rain) Dari segi kuantitas, air hujan terantung pada besar kecilnya curah hujan. Sehingga air hujan tidak mencampuri untuk persediaan umum karena jumlah berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, air hujan tidak dapat diambil secara terus menerus karena tergantung pada musim. b. Air permukaan Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan baku air bersih adalah 1. Air waduk (berasal dari air hujan) 2. Air Sungai (berasal dari air hujan dan mata air) 3. Air danau (berasal dari air hujan, mata air dan air sungai) Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih



dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Kontaminan atau zat pencemar ini berasal dari buangan domestik, buangan industri dan limbah pertanian. c. Air Tanah Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu air melalui lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah adalah bebas dari polutan karena berada dibawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan seperti kandungan Fe, Mn, Kesadahan yang terbawa aliran permukaan tanah. Bila ditinjau dari kedalaman air tanah, maka air tanah dibedakan menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Hal ini disebabkan air tanah dangkal lebih mudah mendapatkan kontaminasi dari luar dan fungsi tanah sebagai penyaring lebih sedikit. Dari segi kuantitas apabila air tanah dipakai sebagai sumber air baku air bersih adalah relatif cukup. Tetapi dilihat dari segi kuantitasnya maka pengambilah air tanah harus dibatasi, karena dikhawatirkan dengan pengambilan yang secara terus menerus akan menyebabkan penurunan muka air tanah. Karena air dialam merupakan rantai yang panjang menurut siklus hidrologi maka bila terjadi penurunan muka air tanah kemudian kekosongannya akan diisi oleh air laut. Peristiwa ini biasanya disebut intrusi air laut. d. Mata Air Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai air baku, karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan, sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar. Biasanya lokasi mata air merupakan daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Contohnya banyak ditemukan bakteri E.Coli pada mata air. Tabel Sumber Air Baku Sumber



Kualitas



Kuantitas



Kontinuitas



Air Hujan



Sedikit



Tidak



Tidak



Harga



dapat Murah



terpolusi oleh memenuhi



terus-menerus



polutan



untuk



diambil



pencemar



persediaan



udara



umum



Air



Tidak



permukaan



karena



baik Mencukupi



Dapat diambil Relatif terus-menerus



mahal



Pengambilan



Relatif



dangkal



dibatasi



murah



(60m) Mata air



Relatif mahal



Relatif baik



Sedikit



Tidak



dapat Murah



diambil secara terus-menerus



Dilihat dari segi kuantitasnya, jumlah dan kapasitas mata air sangat terbatas sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah penduduk tertentu. Begitu pula bila mata air tersebut terus-menerus kita ambil semakin lama akan habis dan terpaksa penduduk mencari sumber mata air yang baru.



2.2. Persyaratan Kualitas Air Minum Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang mempunyai syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/PER/IV/2010).



Standar kualitas air yaitu ketentuan-ketentuan yang biasanya dituangkan dalam bentuk pernyataan/angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi sehingga airnya tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Waryati, 2007). Berdasarkan SK Menkes RI No.907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum adalah sebagai berikut: a. Persyaratan Bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100



ml air terdapat 0 bakteri E. coli atau fecal coli dan total bakteri coliform maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. Persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh air minum, air yang masuk sistem distribusi dan air pada sistem distribusi. b. Persyaratan Kimiawi Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Dalam hal ini yaitu tidak adanya kandungan unsur atau zat kimia yang berbahaya bagi manusia. Keberadaan zat kimia berbahaya harus ditekan seminimal mungkin. Sedangkan zat-zat tertentu yang membantu terciptanya kondisi air yang aman dari mikroorganisme harus tetap dipertahankan keberadaannya dalam kadar tertentu. Bahan-bahan kimia yang termasuk di dalam parameter ini adalah bahan-bahan organik, anorganik, pestisida serta desinfektan dan hasil sampingannya.



c. Persyaratan Radioaktivitas Persyaratan radioaktivitas membatasi kadar maksimum aktivitas alfa dan beta yang diperbolehkan terdapat dalam air minum. Efek dari adanya radioaktivitas ini adalah rusaknya sel-sel tubuh manusia.



d. Persyaratan Fisik Parameter dalam persyaratan fisik untuk air minum yaitu warna, rasa dan bau, temperatur serta kekeruhan. Air yang diperuntukkan air minum dipersyaratkan tidak berbau. Bau tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme di dalam air. Dampak dari air yang berbau adalah mengganggu dari segi estetikan sehingga masyarakat tidak ingin mengkonsumsinya. Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersama-sama yaitu akibat adanya dekomposisi bahan organik dalam air. Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga bahan tersuspensi.



Temperatur air berdasarkan standar adalah + 3 C dari suhu udara. Penyimpangan dari standar dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, mempercepat terjadinya reaksi kimia dalam air serta mengganggu dari segi estetika. Kekeruhan didalam air dapat disebabkan oleh adanya zat tersuspensi dan dinyatakan dalam satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Effendi,2003).



Air minum harus steril, yang artinya tidak mengandung hama penyakit apapun. Sumbersumber air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung sehingga air tersebut tidak atau kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu.



2.2 Air Sumur



2.2.1 Air Sumur Dangkal Air sumur dangkal adalah air yang keluar dari dalam tanah, sehingga disebut sebagai air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum.



2.2.2 Air Sumur Dalam Air sumur dalam yaitu air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Oleh karena itu, sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).



2.1.3 Parameter Kualitas Air Minum



2.1.3.1 Kekeruhan



Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahanbahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan bahan organik yang tersebar dan partikel-partikel kecil lain yang tersuspensi. Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunnya sistem osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesoebiono (1979), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.



2.1.3.2 Besi (Fe)



Besi (Fe) adalah unsur kimia yang dapat ditemui hampir di setiap tempat di muka bumi ini pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar, pada umumnya besi yang terdapat dalam air sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri). Tersuspensi sebagai butir koloidal atau lenih besar seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3. Besi termasuk unsur esensial bagi makhluk hidup pada tumbuhan alga, dan besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah pada perairan juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam, serta dapat memudarkan bahan tekstil. Bagi



makhluk hidup, besi dapat terakumulasi di tubuh dan mengganggu hingga susunan yang esensial.



2.1.3.3 Mangan (Mn)



Mangan (Mn) adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa dengan besi. Mangan berada dalam bentuk manganous (Mn2+) dan manganik (Mn4+). Di dalam tanah, Mn4+ berada dalam bentuk senyawa mangan dioksida.



Meskipun bersifat tidak toksik, jika dibiarkan di udara terbuka dan mendapat cukup oksigen, air dengan kadar mangan (Mn2+) tinggi (lebih dari 0,01 mg/liter) akan membentuk koloid karena terjadinya proses oksidasi Mn2+ menjadi Mn4+. Koloid ini mengalami prestipitasi membentuk warna coklat gelap sehingga air menjadi keruh dan memberi noda pada bahan yang berwarna putih, selain itu adanya unsur tersebut dapat menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada air minum. 2.1.3.4 Bakteri Coliform



Bakteri coliform total merupakan semua jenis bakteri aerobik, anaerobic fakultatif, dan rod-shape (bakteri batang) yang dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC. Bakteri coliform total terdiri dari Escherichia coli, Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter. Fecal coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,5oC dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003).



Fecal coliform merupakan bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena Fecal coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia. Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat higienitas suatu perairan.



2.1.4 Teknik Pengolahan Air Minum 2.1.4.1 Pengolahan Fisika



A. Sedimentasi



Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Proses ini terutama bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya partikelpartikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah. Misalnya kerikil dan pasir, padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada tangki pengendapan sekunder, floc hasil pengolahan secara kimia dan lumpur (pada pengendapan lumpur) (Sakti, 2009).



Pada perencanaan unit sedimentasi terdapat beberapa komponen yang penting untuk diatur pengelolaannya, yaitu kecepatan pengendapan yang berpengaruh terhadap fraksi kekeruhan. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh ukuran partikel padatan, densitas cairan, viskositas cairan dan temperatur. Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu: a. Settling tipe I, Pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel. b. Settling tipe II, pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah. c. Settling tipe III, Pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap. d. Settling tipe IV, terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel.



Kriteria perencanaan unit sedimentasi (pengendapan) adalah sebagai berikut.



Tabel 2.1 Kriteria Unit Sedimentasi



Kriteria Umum Beban permukaan (m3/m2/jam) Kedalaman (m) Waktu retensi (jam) Lebar / panjang Beban pelimpah (m3/m/jam) BilanganReynold Kecepatan pada pelat/tabung pengendap (m/menit) Bilangan Froude Kecepatan vertikal (cm/menit) Sirkulasi Lumpur Kemiringan dasar bak (tanpa scrapper) Periode antar pengurasan lumpur (jam) Kemiringan tube/plate



Bak Persegi (aliran horizontal) 0.8 – 2.5 3–6 1.5 – 3 >1/5 95%



2.5 – 2.65 0.4 >95%



2.5 – 2.65 0.4 >95%



-



Tabel 2.2 Lanjutan



No



Unit



5



Media antrasit:  Tebal (mm)  ES (mm)  UC  Berat jenis (kg/dm3)  Porositas Filter bottom/dasar saringan: 1) Lapisan penyangga dari atas ke bawah  Kedalaman (mm) Ukuran Butir (mm)  Kedalaman (mm)  Ukuran Butir (mm)  Kedalaman (mm) Ukuran Butir (mm)  Kedalaman (mm) Ukuran Butir (mm) 2) Filter Nozel  Lebar slot nozel (mm)  Prosentase luas slot nozel terhadap luas filter (%)



6



Saringan Biasa (Gravitasi)



Jenis Saringan Saringan dengan Pencucian Antar Saringan



Saringan Bertekanan



400 – 500 1.2 – 1.8 1.5 1.35 >95%



400 – 500 1.2 – 1.8 1.5 1.35 >95%



400 – 500 1.2 – 1.8 1.5 1.35 >95%



80 – 100 2–5 80 – 100 5 – 10 80 – 100 10 – 15 80 – 150 15 – 30



80 – 100 2–5 80 – 100 5 – 10 80 – 100 10 – 15 80 – 150 15 – 30



-



4%



4%



4%



Catatan: *) untuk saringan dengan jenis kecepatan menurun **) untuk saringan dengan jenis kecepatan konstan (contant filtration rate), harus dilengkapi dengan pengatur aliran (flow controller) otomatis. Sumber: Revisi SNI 19-6774-2002



2.1.4.2 Pengolahan Kimia



A. Koagulasi



Partikel tersuspensi sangat sulit untuk mengendap langsung secara alami. Hal ini karena adanya stabilitas suspensi koloid akibat gaya yang bekerja antar partikel. a. Gaya van der Waals merupakan gaya tarik-menarik antara dua massa, yang besarnya tergantung pada jarak antar keduanya.



b. Gaya Elektrostatik adalah gaya utama yang menjaga suspensi koloid pada keadaan yang stabil. Sebagian besar koloid mempunyai muatan listrik. Oksida metalik umumnya bermuatan positif, sedangkan oksida nonmetalik dan sulfida metalik umumnya bermuatan negatif. Kestabilan koloid terjadi karena adanya gaya tolak antar koloid yang mempunyai muatan yang sama. Gaya ini dikenal sebagai zeta potensial. c. Gerak Brown adalah gerak acak dari suatu partikel koloid yang disebabkan oleh kecilnya massa partikel.



Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan proses tak terpisahkan. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan partikel dalam air sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan kimia (disebut koagulan). Akibat pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil karena terurai menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif. Pembentukan ion positif dan negatif juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan. Proses ini berlanjut dengan pembentukan ikatan antara ion positif dari koagulan (misal Al3+) dengan ion negatif dari partikel (misal OH-) dan antara ion positif dari partikel (misal Ca2+) dengan ion negatif dari koagulan (misal SO42-) yang menyebabkan pembentukan inti flok (presipitat).



Tabel 2.3 Kriteria Unit Koagulasi (Pengadukan Cepat)



Unit Pengaduk cepat  Tipe



 



Kriteria Hidrolis : - Terjunan - Saluran bersekat - Dalam pipa bersekat - Perubahan phasa engaliran Mekanis - Bilah (Blade), Pedal (Padle) kipas - Flotasi



Waktu pengadukan (detik) Nilai G/detik



Sumber: revisi SNI 19-6774-2002



30 – 120 >750



B. Flokulasi



Selanjutnya air masuk ke unit flokulasi, yaitu penggabungan inti flok menjadi flok berukuran lebih besar yang memungkinkan partikel dapat mengendap. Penggabungan flok kecil menjadi flok besar terjadi karena adanya tumbukan antar flok. Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat.



Berdasarkan metodenya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis, pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis. a. Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan alat pengaduk berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya pengadukan mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk (impeller). b. Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energi potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran. Beberapa contoh pengadukan hidrolis adalah terjunan, loncatan hidrolis, parshall flume, baffle basin (baffle channel), perforated wall, gravel bed dan sebagainya. c. Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas) berbentuk gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga menimbulkan gerakan pengadukan pada air. Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan air. Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula.



Kriteria perencanaan untuk unit flokulasi (pengadukan lambat) dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut. Tabel 2.4 Kriteria Unit Flokulasi (Pengadukan Lambat)



Kriteria Umum



Flokulator Hidrolis



Flokulator Mekanis Sumbu



Sumbu



Horizontal



Vertikal



Flokulator Clarifier



G (gradien kecepatan) 1/detik



dengan Pedal



dengan Bilah



60 (menurun) 60 (menurun)



70 (menurun)



100 – 10



–5



– 10



– 10



Waktu kontak (menit)



30 – 45



30 – 40



20 -40



20 – 100



Tahap flokulasi (buah)



6 – 10



3–6



2–4



1



Bukaan



Kecepatan



Kecepatan



Kecepatan



pintu/sekat



putaran



putaran



aliran air



0.9



0.9



1.8 – 2.7



1.5 – 0.5



-



5 – 20



0.1 – 0.2



-



-



1–5



8 – 25



-



Pengendali energi Kecepatan aliran max.(m/det) Luas bilah/pedal dibandingkan luas bak (%) Kecepatan perputaran sumbu (rpm) Tinggi (m)



2 – 4*



Keterangan: * termasuk ruang sludge blanket Sumber: revisi SNI 19-6774-2002



C. Desinfeksi



Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan pembubuhan copper dan silver, asam atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan klorinasi. Adapun desinfeksi yang dilakukan secara fisik yaitu pemanasan, penyinaran antara lain dengan sinar UV, Thermal, dan gelombang mikro (Didik, 2011).



Proses desinfeksi dengan klorinasi diawali dengan penyiapan larutan desinfektan misalnya kaporit dengan konsentrasi tertentu serta penetapan dosis klor yang tepat. Dosis klor ditentukan berdasarkan DPC yaitu jumlah klir yang dikonsumsi air besarnya tergantung dari kualitas air bersih yang diproduksi serta ditentukan dari sisa klor di instalasi (0.25 – 0.35) mg/l. Metode pembubuhan dengan kaporit yang dapat diterapkan sederhana dan tidak membutuhkan tenaga listrik tetapi cukup tepat pembubuhannya secara kontinu adalah metode gravitasi dan metode dosing proporsional (Didik, 2011).



2.2 Hipotesis Penelitian 1. Sistem pengolahan yang efektif dalam menurunkan parameter kekeruhan, Besi dan Mangan, serta E. Coli air sumur adalah sistem koagulasi-flokulasi-sedimentasifiltrasi dan desinfeksi. 2. Sistem pengolahan air minum koagulasi-flokulasi-sedimentasi-filtrasi dan desinfeksi efektif menurunkan kekeruhan, Besi dan Mangan, serta E. Coli air sumur 3. Sistem pengolahan air minum koagulasi-flokulasi-sedimentasi-filtrasi dan desinfeksi berskala rumah tangga dengan karakter parameter tertentu.



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Lokasi Penelitian Penelitian sistem pengolahan koagulasi-flokulasi-sedimentasi dan filtrasi serta desinfeksi dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman.



3.2 Objek Penelitian Objek yang akan diidentifikasi adalah parameter kualitas air baku dan sistem pengolahannya. Parameter kualitas air yang diukur yaitu kekeruhan, besi, mangan, dan bakteri E. coli. Sistem pengolahan air baku akan disusun berdasarkan kriteria per unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.



3.3 Waktu Penelitian Penelitian sistem pengolahan koagulasi-flokulasi-sedimentasi dan filtrasi serta desinfeksi akan dilaksanakan pada bulan September – Desember.



3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Alat 1. Pipa PVC 1,5” 2. Sambungan Pipa 1,5” 3. Pipa PVC 1” 4. Pipa PVC 8” 5. Valve PVC 1,5” 6. Kran PVC 2” 7. Bak Plastik kapasitas 150 liter



8. Arang aktif 9. Pasir silika 10. Jerigen 11. Selang



3.4.2 Bahan 1. Air sumur bor 2. Tawas 3. Kaporit 4. Kapur 5. Lem pipa



3.4.3 Gambar Desain Alat



3.5 Variabel Penelitan 3.5.1 Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian adalah unit-unit pengolahan air sumur, yaitu: 1. Koagulasi (pengadukan cepat) menggunakan prinsip hidrolis dengan tawas (Al2SO4) sebagai koagulan dan kapur (CaO) sebagai penyeimbang nilai pH 2. Flokulasi (pengadukan lambat) menggunakan prinsip folkulator pipa circular 3. Sedimentasi 4. Filtrasi menggunakan media filter pasir silika dan karbon aktif



5. Desinfeksi menggunakan kaporit (CaOCl) sebagai desinfektan



3.5.2 Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah parameter kualitas air yang akan diturunkan nilai kandungannya dalam air sumur, yaitu: 1. Kekeruhan 2. Besi (Fe) dan Mangan (Mn) 3. Bakteri Coliform (E. coli)



3.6 Tahapan Penelitian



3.6.1 Tahap Persiapan Tahapan persiapan penelitian sistem pengolahan air sumur adalah sebagai berikut. 1. Penyusunan proposal pengolahan air sumur 2. Pengambilan sampel air pada sumur bor di kawasan Suwandi 3. Analisis sampel air untuk parameter kekeruhan, besi, mangan dan bakteri E. coli. 4. Desain alat pengolahan air yang sesuai dengan kebutuhan penelitian 5. Percobaan alat untuk mengetahui keberhasilan sistem pengolahan



3.6.2 Tahap Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan penelitian sistem pengolahan air sumur adalah sebagai berikut. 1. Penggunaan alat untuk mengolah air sumur bor 2. Pengumpulan data hasil pengolahan air sumur 3. Analisis data hasil pengolahan air sumur 4. Evaluasi data hasil pengolahan air sumur



Ide studi



Tahap Persiapan



(Pengolahan Air Sumur menjadi Air minum)



Identifikasi masalah



Studi Pustaka Tahap Penelitian Pengumpulan data primer



Pengumpulan data sekunder



Mengambil sampel air dan uji parameter di laboratorium



Persiapan alat, bahan, dan pelaksanaan penelitian



Tahap Persiapan



Hasil analisa laboratorium



Analisis efisiensi penurunan parameter dengan unit flokulasikoagulasi-filtrasi



Perencanaan desain Instalasi sederhana



Kesimpulan dan saran



Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Kegiatan



Jadwal Penelitaian September



Oktober



Nopember



Penyusunan proposal Sampling Analisis sampel Desain alat Percobaan Treatment Pengumpulan data Analisis data Evaluasi data



Gambar 1. Sketsa sistem pengolahan air sumur



Desember