Proposal Senam Ergonomik Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EFEKTIVITAS SENAM ERGONOMIK TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DENGAN GANGGUAN TIDUR



KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur



Disusun Oleh : RIZQA IRAWATI NPM : 1714401D320



AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR SAMPIT 2019



i



KATA PENGANTAR



Pujidan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya lah Penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus yang berjudul “EFEKTIVITAS SENAM ERONOMIK TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DENGAN GANGGUAN TIDUR” Penulisan laporan studi kasus ini tidak lepas dari berbagai macam hambatan dan kesulitan, Namun berkat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya laporan studi kasus ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan studi kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan laporan studi kasus ini diharapkan dari semua pihak. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur.



Sampit, Desember 2019



ii



DAFTAR ISI Halaman sampul......................................................................................................i Halaman judul.........................................................................................................i KATA PENGANTAR...........................................................................................ii DAFTAR ISI..........................................................................................................iii DAFTAR TABEL.................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR.............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belaang.............................................................................................1 B. [Rumusan Masalah....................................................................................2 C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2 D. Manfaat Penulisan.....................................................................................3 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Lanjut Usia (LANSIA) a. Definisi Lansia.....................................................................................4 b. Proses Menua......................................................................................4 c. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia..............................................4 B. Tidur dan Kualitas Tidur a. Definisi Tidur dan Kualitas Tidur....................................................5 b. Fisiologi Tidur.....................................................................................6 c. Kebutuhan Tidur Manusia................................................................6 iii



d. Faktor yang Mempengaruhi Tidur...................................................7 e. Kualitas Tidur Pada Lansia..............................................................8 f. Gangguan Tidur Pada Lansia...........................................................9 C. Konsep Senam Ergonomik 1. Pengertian Senam Ergonomik.........................................................10 2. Senam Ergonomik Terhadap Kualitas Tidur................................10 3. Tehnik dan Gerakan Senam Ergonomik........................................11 BAB III METODOLOGI STUDI KASUS A. Hasil Ekstraksi Penelitian Terkait........................................................16 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................20



iv



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kebutuhan Tidur Manusia..................................................................6 Tabel 3.1 Ekstraksi Terkait.................................................................................18



v



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Lapang Dada..................................................................................12 Gambar 2.2 Tunduk Syukur..............................................................................13 Gambar 2.3 Duduk Perkasa...............................................................................14 Gambar 2.4 Duduk Pembakaran.......................................................................14 Gambar 2.5 Berbaring Pasrah...........................................................................15



vi



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jurnal 1........................................................................................23 Lampiran 2 Jurnal 2........................................................................................24 Lampiran 3 Jurnal 3........................................................................................ Lampiran 4 Jurnal 4..........................................................................................25 Lampiran 5 SOP Senam Ergonomik...............................................................26 Lampiran 6 Kuensioner Insomnia KSPBJ-IRS.............................................28



vii



viii



1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belekang Lanjut usia merupakan tahap akhir yang akan dialami oleh setiap manusia, meskipun usia selalu bertambah dan dapat terjadi penurunan fungsi organ tubuh dengan begitu lansia tetap bisa menjalankan hidup sehat. Lanjut usia dalam menjalankan kehidupan sehari- hari tidak hanya meninggalkan kebiasaan buruk yang bisa mengganggu kesehatan, tetapi dengan menjaga pola hidup sehat seperti olahrga dan bisa menjaga pola makan juga harus dilakukan oleh setiap manusia (PKPU Lembaga Kemanusiaan, 2011). Seseorang disebut lanjut usia jika berumur 60-74 tahun. Menua bukan salah satu penyakit bagi lansia dan bukan merupakan suatu halangan untuk dapat mempertahankan produktivitas dan kemandirian dalam menjalankan kehidupan sehari hari, meskipun memasuki usia lanjut banyak mengalami kemuduran fisik maupuan mental yang dapat menimbulkan masalah timbulanya penyakit, depresi, serta gangguan dalam tidur (Azizah, 2011). Siregar (2011), mengungkapkan bahwa lansia pasti membutuhkan istirahat dan tidur yang cukup untuk menjaga kesehatan dalam fisiknya. Tidur merupakan bagian dari tubuh untuk mengembalikan stamina, agar tetap sehat bisa diperhatikan dalam kualitas tidurnya. Hidayat (2008), mengungkapkan bahwa dalam memenuhi kebutuhan tidur setiap hari pada lansia umumnya 6-8 jam perhari. Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi dapat diperkirakan sekitar 11% lansia mengalami kesulitan tidur yang menyatakan bahwa populasinya berjumlah 605 juta jiwa (WHO, 2012). Setiap tahun di Indonesia dapat diperkirakan sekitar 20%-50% sebagian lansia melaporkan mengalami kesullitan tidur yang serius.



1



Prevalensi kesulitan tidur pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar 67% dari penduduk di Indonesia yang menyatakan bahwa dari 238,452 juta jiwa penduduk di Indonesia, sebanyak 28,035 juta jiwa (11,7%) menderita insomnia (Sound et al, 2014). Berdasarkan data badan UN, World Population Prospects (WPP) pada tahun 2010 bahwa jumlah penduduk lansia di seluruh dunia 12% dari jumlah penduduk di seluruh dunia, sedangkan jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun di Asia Tenggara mencapai 142 juta jiwa atau 8% dari total jumlah penduduk (Yakkum,2012). Di Indonesia tahun 2012 jumlah lansia mencapai 7,56% dari total penduduk. (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Provinsi yang mendapat peringkat pertama dengan jumlah penduduk lansia diindonesia adalah provinsi daerah istimewa yogyakarta, kemudian disusul jawa tengah, jawa timur, dan bali (Badan pusat statistik,2013). Kebutuhan jumlah tidur lansia semakin menurun, hal ini dikarenakan dorongan homeostatik pada lansia untuk tidur berkurang. Episode tidur dalam kondisi aktif atau yang disebut REM pada lansia cenderung memendek dan terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur nyaman dan lebih dalam yang disebut NREM yaitu tahap 3 (tidur yang ditandai dengan keadaaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh) dan tahap 4 (berada dalam kondisi rileks, jarang bergerak, dan sulit dibangunkan). Pada usia lanjut juga terjadi perubahan irama sirkadian tidur normal yang ini akan mengakibatkan lansia mengalami gangguan tidur (B.Darmojo,2010). Gangguan tidur yang dialami lansia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain stress atau kecemasan, depresi, kelainan-kelainan kronis, efek samping



2



pengobatan, pola makan yang buruk, kafein, nikotin, dan kurangnya aktifitas fisik atau berolahraga (S.R.Putra, 2011). Kurangnya aktivitas fisik dan mental sepanjang hari menyebabkan lansia masih bersemangat sepanjang malam. Serta mengakibatkan pola tidur yang berubah berupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun sepanjang hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada malam hari (R. S Maryam, dkk, 2008). Dampak dari gangguan tidur pada lansia dapat mengakibatkan gangguan fisiologis maupun psikologis. Dampak fisiologis berupa rasa capek dan kelelahan yang mengakibatkan penurunan aktivitas, rentan terhadap penyakit jantung, proses penyembuhan yang lambat, dan ketidakstabilan tanda vital. Sedangkan dampak psikologis meliputi depresi, cemas, tidak konsentrasi serta koping tidak efektif. Lansia yang menderita insomnia atau kekurangan jumlah waktu tidurnya lebih mudah terserang suatu penyakit hal ini dikarenakan terjadinya penurunan daya tahan tubuh pada lansia (A. A. Hidayat, 2012) Menurut National Sleep Foundation (2013), berolahraga secara teratur akan mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik dan tidur lebih konsisten daripada yang tidak berolahraga. Olahraga yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu jalan kaki, olahraga yang bersifat rekreatif dan senam. Beberapa senam yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu senam tera, yoga, senam kegel, dan senam ergonomik (Sutantri, 2014). Senam ergonomik mampu mengembalikan dan memperbaiki posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah, memaksimalkan suplai oksigen ke otak, sistem kesegaran tubuh dan sistem kekebalan tubuh dari energi negatif/virus, dan sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh (Wratsongko, 2014).



3



Gerakan senam ergonomik dikombinasikan dengan gerakan olah nafas dan relaksasi sehingga mampu mengoptimalkan oksigen ke otak, meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan serotonin yang dapat membuat rasa tenang dan mengantuk serta meningkatkan kualitas tidur (Wratsongko, 2008). Berdasarkan teori diatas, senam ergonomik yang dikombinasikan dengan tehnik nafas dalam dan relaksasi akan meningkatkan hormon serotonin sehingga akan meningkatkan kualitas tidur pada lansia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh senam ergonomik terhadap kualitas tidur lansia. B. Rumusan Masalah Apakah terapi senam ergonomik efektif dalam meningkatkan kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur ? C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mampu mendeskipsikan dan menerapkan inovasi tentang Efektivitas senam ergonomik terhadap kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur. 2.



Tujuan Khusus a. Mampu melaksanakan pengkajian klien dengan gangguan tidur b. Mampu merumuskan intervensi keperawatan klien dengan gangguan tidur c. Mampu mengimplementasikan inovasi teknik senam ergonomik terhadap kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur. d. Mampu mengevaluasi hasil dari teknik senam ergonomik terhadap kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur



D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Profesi Keperawatan



4



Dapat meningkatkan



pengetahuan perawat juga keterampilan



dalam



melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tidur 2. Bagi Pelayanan Kesehatan Penulisan laporan ini dapat digunakan untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tidur. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengidentifikasi peran perawat dalam pelayanan kesehatan untuk menetapkan intevensi keperawatan pada kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur menggunakan senam ergonomik. 3. Bagi Institusi Pendidikan Menjadi masukan bagi Institusi dan menambah wawasan serta menjadi referensi khususnya bagi mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur. 4. Bagi Mahasiswa Keperawatan Dapat meningkatkan



pengetahuan perawat juga keterampilan



dalam



melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tidur. 5. Bagi Keluarga dan Masyarakat Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur menggunakan senam ergonomik.



5



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A. Konsep Lanjut Usia (Lansia) 1. Definisi Lansia Lanjut usia merupakan tahap akhir yang akan dialami oleh setiap manusia, meskipun usia selalu bertambah dan dapat terjadi penurunan fungsi organ tubuh dengan begitu lansia tetap bisa menjalankan hidup sehat. Lanjut usia dalam menjalankan kehidupan sehari- hari tidak hanya meninggalkan kebiasaan buruk yang bisa mengganggu kesehatan, tetapi dengan menjaga pola hidup sehat seperti olahrga dan bisa menjaga pola makan juga harus dilakukan oleh setiap manusia (PKPU Lembaga Kemanusiaan, 2011). Manusia yang sudah memasuki usia 55 tahun disebut lanjut usia. Pada usia ini ada yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang ataupun jasa, tanpa menimbulkan kelelahan yang bearti apabila mempunyai tingkat kebugaran jasmani yang baik, tetapi ada pula yang sudah tidak berdaya sehingga hidupnya tergantung dengan orang lain. Manusia dapat dikatakan lanjut usia apabila umurnya sudah melampaui 55 tahun. Sedangkan lanjut usia dapat dikatakan potensial apabila lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau pun jasa (Amrum Bustaman,2003: 272). Menurut Dep. Kes RI (1998) lansia (lanjut usia) adalah merupakan istilah yang menunjuk pada kelompok manusia yang berumur di atas 55 tahun (Astuti,



6



2007). Menurut WHO, klasifikasi lansia adalah usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Kushariyadi, 2010). 2. Proes Menua Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2008). Menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Keadaan ini menyebabkan jaringan tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kemunduran struktur dan fungsi organ pada lansia dapat mempengaruhi kemandirian



dan



kesehatan



lanjut



usia



(Nugroho,



2008).



a. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan fisik, perubahan mental dan perubahan psikososial. 1. Perubahan Fisik Menurut Hutapea (2005), perubahan fisik yang dialami oleh lansia adalah : a.) Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit. 7



b.) Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh.



c.) Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya sel-sel yang mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.



d.) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapan mulai lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi.



e.) Perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi menurun juga karena timbunan lemak.



f.) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi lambat, fungsi mental menurun, dan ingatan visual berkurang.



g.) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat.



h.) Menurunnya elastisitas dan fleksibilitas persendian.



2. Perubahan Mental Perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, dan bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang. Jika meninggal pun, mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor



8



yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan (Nugroho, 2008). 3. Perubahan Psikososial Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2008). B. Konsep Tidur dan Kualitas Tidur 1. Definisi Tidur dan Kualitas Tidur Tidur adalah suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup dapat memulihkan tenaga. Tidur dapat memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter & Perry, 2005). Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas (Khasanah, 2012). Kualitas tidur yang buruk telah dikaitkan dengan kesehatan yang buruk. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan seseorang absen dari pekerjaannya dan peningkatan risiko untuk gangguan kejiwaan termasuk depresi (Buysse, 2008).



9



2. Fisiologi Tidur Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang menghubungkan mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis. Sistem pengaktivasi retikularis mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur (Hidayat, 2008). Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam Reticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan, juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Hidayat, 2008). Saat tidur terdapat pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR). Sedangkan pada saat bangun tidur bergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008). Menurut Potter dan Perry (2005) seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti stimulus bunyi atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang mencoba



10



tertidur maka aktivasi RAS menurun dan BSR mengambil alih kemudian seseorang bisa tertidur. 3. Kebutuhan Tidur Manusia Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan, uisa dan aktivitas yang dijalankan. Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Hidayat, 2008). Tabel 2.1 kebutuhan Tidur Manusia Usia



Tingkat Perkembangan



Jumlah Kebutuhan



0 - 1 bulan



Bayi Baru Lahir



14-18 jam /hari



1 bulan - 18 bulan



Masa Bayi



12-14 jam /hari



18 bulan - 3 tahun



Masa Anak



11-12 jam /hari



3 tahun - 6 tahun



Masa Prasekolah



11 jam /hari



6 tahun – 12 tahun



Masa Sekolah



10 jam /hari



12 tahun – 18 tahun



Masa Remaja



8,5 jam /hari



18 tahun – 40 tahun



Masa Dewasa



7,8 jam /hari



40 tahun -60 tahun



Masa Paruh Baya



7 jam /hari



60 tahun keatas



Dewasa Tua



6 jam /hari



11



Penelitian ini akan dilakukan pada lansia yang berumur 50 tahun ke atas. Kebutuhan tidur pada kelompok usia 55 tahun ke atas normalnya adalah sekitar 6 sampai 7 jam/hari. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Tidur Potter dan Perry (2005) kualitas tidur dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur antara lain : a. Penyakit Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik atau masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi dapat mempengaruhi masalah tidur. Penyakit juga memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa, seperti memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur. b. Stres Emosional Kecemasan tentang masalah pribadi dapat mempengaruhi situasi tidur. Stres menyebabkan seseorang mencoba untuk tidur, namun selama siklus tidurnya klien sering terbangun atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat mempengaruhi kebiasaan tidur yang buruk.



c. Obat-obatan Obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa muda dan dewasa tengah dapat mengalami ketergantungan obat tidur untuk



12



mengatasi stersor gaya hidup. Obat tidur juga seringkali digunakan untuk mengontrol atau mengatasi sakit kroniknya. Beberapa obat juga dapat menimbulkan efek samping penurunan tidur REM. 4) Lingkungan Lingkungan tempat seorang tidur berpengaruh pada kemampuan untuk tertidur. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Tingkat cahaya, suhu dan suara dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Klien ada yang menyukai tidur dengan lampu yang dimatikan, remang-remang atau tetap menyala. Suhu yang panas atau dingin menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara untuk membantu tidurnya seperti dengan musik lembut dan televisi. 5) Makanan dan Minuman Menurut Rafiudin (2004) kebiasaan mengkonsumsi kafein dan alkohol mempunyai efek insomnia. Makan dalam porsi besar, berat dan berbumbu pada makan malam juga menyebabkan makanan sulit dicerna sehingga dapat mengganggu tidur. 5. Kualitas Tidur Pada Lansia Kecukupan tidur seseorang sebenarnya bukan hanya diukur dari lama waktu tidur, tapi juga kualitas tidur itu sendiri. Tidur seseorang dikatakan berkualitas adalah jika ia bangun dengan kondisi segar dan bugar. Pola tidur akan berubah seiring dengan pertambahan usia dan semakin beragamnya pekerjaan atau aktivitas. Semakin bertambah usia, efisiensi tidur akan semakin



13



berkurang. Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring di tempat tidur. Kebutuhan tidur lansia semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang (Prasadja, 2009). Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan mata cepat REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Tidur NREM dibagi menjadi empat tahap. Tahap I adalah jatuh tertidur, orang tersebut mudah dibangunkan dan tidak menyadari telah tertidur. Kedutan atau sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap I. Tahap II dan III meliputi tidur dalam yang progresif. Pada tahap IV, tingkat terdalam, sulit untuk dibangunkan (Stockslager, 2007). Tidur tahap IV sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli tentang tidur mengetahui bahwa tahap IV sangat jelas terlihat menurun pada lansia. Lansia mengalami penurunan tahap III dan IV waktu NREM, lebih banyak terbangun selama malam hari dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Kebanyakan lansia yang sehat tidak melaporkan adanya gejala yang terkait dengan perubahan ini selain tidak dapat tidur dengan cukup atau tidak bisa tidur. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidur di siang hari dapat mengurangi waktu dan kualitas tidur di malam hari pada beberapa lansia. Setelah memasuki tahap IV, akan berlanjut ke tidur REM. Tidur REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur di malam hari tetapi lebih sering terjadi di pagi hari sekali. Tidur REM membantu melepaskan ketegangan dan membantu metabolisme sistem saraf pusat. Kekurangan tidur REM telah terbukti menyebabkan iritasi dan kecemasan (Stockslager, 2007).



14



6. Gangguan Tidur Pada Lansia Gangguan tidur pada usia lanjut biasanya muncul dalam bentuk kesulitan untuk tidur dan sering terbangun atau bangun lebih awal. Perubahan pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun karena kemampuan organ dalam tubuh yang menurun, seperti jantung, paruparu, dan ginjal. Penurunan kemampuan organ mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh turut terpengaruh (Prasadja, 2009). Gangguan tidur yang terjadi pada lansia yaitu : 1. Insomnia Insomnia dikenal dengan penyakit sulit tidur. Masalah yang sering muncul adalah kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur (Kupfer & Reynolds 2012). Menurut Silber (2005) kesulitan mempertahankan tidur digambarkan dengan keadaan terbangun ketika seseorang sudah tertidur, tetapi keadaan ini terjadi sebelum keinginan untuk bangun muncul. Meskipun berusaha keras, yang dilakukan oleh penderita insomnia hanya berbaring di tempat tidur dan berguling- guling. Insomnia didefinisikan sebagai sulit tidur atau sulit tidur kembali saat terjaga di malam hari. Beberapa orang yang telah mencapai usia lebih dari 65 tahun ada yang memiliki kebiasaan bangun sebanyak 25 kali dalam semalam, dan frekuensinya terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sepertiga populasi bangun berkali-kali di malam hari, sementara seperempatnya bangun lebih awal di pagi hari dan sulit untuk tidur kembali (Roizen, 2009). Senyawa kimia yang menyebabkan insomnia adalah melatonin. Normalnya kadar melatonin meningkat sekitar dua jam sebelum waktu tidur dan mencapai 15



puncak saat suhu tubuh anda paling rendah, untuk menginduksi tidur. Dengan menurunnya kadar melatonin, tubuh tidak bisa memasuki tidur tahap I (Roizen, 2009). Insomnia dapat terjadi akibat stres situasional seperti masalah keluarga, penyakit atau kehilangan orang yang dicintai Kasus insomnia yang disebabkan oleh situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup. Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi berlanjut, ketakutan tidak dapat tidur dapat menyebabkan keterjagaan. Disiang hari, seseorang dengan insomnia kronik dapat merasa mengantuk, letih, depresi, dan cemas (Potter & Perry, 2005). 2. Apnea Tidur Apnea tidur adalah gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan. Apnea tidur ditandai dengan oklusi saluran udara bagian atas selama tidur dan kantuk berlebihan di siang hari (Simantirakis, 2005). Menurut Potter dan Perry (2005) apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Apnea tidur biasanya didahului atau diikuti oleh suara dengkuran. Apnea tidur dapat memicu hipertensi, gangguan jantung, kekurangan energi, dan penurunan seluruh hormon pertumbuhan yang penting. Penyebab utamanya adalah lemak (lansia yang memiliki ukuran leher lebih dari 42,5 cm berisiko mengalami kondisi ini). Dagu yang gemuk secara alami bergerak kebelakang saat tidur dan akan menyentuh jaringan lemak di bagian belakang mulut di daerah kerongkongan. Itulah yang menghambat aliran udara dan menghentikan udara yang menuju paru-paru (Roizen, 2009).



16



3. Konsep Senam Ergonomik 1.



Pengertian Senam Ergonomik Senam ergonomis adalah gerakan senam yang diilhami oelh gerakan-gerakan sewaktu kita menjalankan sholat. Adapun nama-nama gerakan senam ergonomis juga diambil melalui ilham dua ayat dalam Alqur’an surat Ali-imron ayat 190-191 dan ini merupakan ciri Ulul albab”ciri orang yang berakal” yang oleh Allah digambarkan orang yang selalu ingat dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Oleh karena itu gerakan pembuka dalam dalam senam ergonomis disebut dengan gareaka berdiri sempurna, gerakan pertama disebut gerakan lapang dada, gerakan ke dua disebut gearakan tunduk syukur,gerakan ke tiga disebut gerakan duduk perkasa, gerakan ke empat disebut gerakan duduk pembakaran dan gerakan ke lima disebut berbaring pasrah (Sagiran, 2013). Gerakan-gerakan ini dapat dilakukan secara berangkai sebagai latihan senam rutin setiap hari, atau sekurang-kurangnya 2-3 kali seminggu. Masing-masing gerakan juga bisa dilakukan secara terpisah, disela-sela kegiatan



atau



bekerja



sehari-hari.



Gerakan



senam



ergonomis



(Sagiran,2013) terdiri dari : Gerakan pembuka, gerakan lapang dada, gerakan tunduk syukur,gerakan duduk perkasa,gerakan duduk pembakaran dan gerakan berbaring pasrah . 2. Senam Ergonomik terhadap Kualitas Tidur Lansia Proses degenerasi yang terjadi pada lansia menyebabkan waktu tidur efektif akan semakin berkurang. Sehingga tidak tercapai kualitas tidur



17



yang adekuat dan akan menimbulkan berbagai macam keluhan tidur. Berkurangnya jumlah jam tidur tersebut tidak menjadi suatu masalah jika lansia itu sendiri merasakan kualitas tidur yang nyenyak karena dengan kualitas tidur yang bagus meskipun hanya dua jam sudah dapat memulihkan fungsi tubuh dan otak. Gangguan tidur pada lansia juga dapat disebabkan juga oleh faktor biologis dan factor psikis. Faktor biologis seperti adanya penyakit tertentu yang mengakibatkan seseorang tidak dapat tidur dengan baik. Faktor psikis bisa berupa kecemasan, stres psikologis, ketakutan dan ketegangan emosional (Erliana, 2008). Beberapa otot akan mengalami ketegangan ketika lansia mengalami stres (ketegangan emosional) sehingga mengaktifkan sistem saraf simpatis. Kecepatan jantung, tekanan darah, dan kecepatan pernapasan meningkat, serta otot menjadi tegang. Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai atau relaks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk (Erliana, 2008). Senam ergonomis merupakan kombinasi dari gerakan otot dan teknik pernafasan. Teknik pernapasan yang dilakukan secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada



mengembang



penuh.



Teknik



pernapasan



tersebut,



mampu



memberikan pijatan pada jantung yang menguntungkan akibat naik turunnya diafragma, membuka sumbatan-sumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh. Aliran darah yang meningkat juga dapat meningkatkan nutrient dan oksigen. Peningkatan oksigen didalam otak akan merangsang peningkatan



18



sekresi serotonin sehingga membuat tubuh menjadi tenang dan lebih mudah untuk tidur (Erliana, 2008). Latihan relaksasi yang dikombinasikan dengan latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot, dapat menstimulasi respon relaksasi baik fisik maupun psikologis. Respon tersebut dikarenakan terangsangnya aktivitas sistem saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang terletak di separuh bagian bawah pons dan di medula sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan dan peningkatan sekresi serotonin (Guyton dan Hall,1997). Pelatihan relaksasi dapat memunculkan keadaan tenang dan rileks sehingga gelombang otak mulai melambat semakin lambat akhirnya membuat seseorang dapat beristirahat dan tertidur



3. Tehnik Dan Gerakan Senam Ergonomik Wratsongko (2015), berpendapat bahwa hanya terdiri dari 1 gerakan pembuka dan 5 gerakan, dalam 5 gerakan tersebut yaitu gerakan lapang dada derivasi dari gerakan takbiratul ihram, tunduk syukur dari gerakan ruku’, duduk perkasa dan duduk pembakaran dari gerakan sholat duduk di antara dua sujud dan takhiyat akhir, serta berbaring pasrah. Masing-masing gerakan mempunyai manfaat yang luar basa dalam pencegahan penyakit dan perawatan ksehatan. Oleh karena itu apabila gerakan ini dilakukan secara rutin akan berguna untuk membentuk daya tahan tubuh yang optimal, khususnya bagi seorang yang mengalami lanjut usia. Senam ergonomik ini dapat dikembangkan kepada semua orang, sesuai dengan pemahaman dan keinginannya serta manfaatnya dan dapat 19



dilakukan di tempat duduk atau di lantai tanpa meja dan kursi, bersamasama atau sendirisendiri tergantung kesukaan masing-masing orang, bisa sambil menonton tv atau mendengarkan musik, bahkan bisa dilakukan sambil mandi. Ada beberapa gerakan-gerakan senam ergonomik yaitu (Wratsongko, 2015). 1. Gerakan



Pembuka



:



Berdiri



Sempurna



Berdiri sempurna dengan kedua kaki tegak, hingga telapak kaki menekankan seluruk titik saraf di telapak kaki. Posisi demikian membuat punggung lurus, sehingga dapat memperbaiki bentuk tubuh, menormalkan kerja jantung, paru-paru, lambung, ginjal, liver,



dan



seluruh



organ



dalam



manusia.



2. Lapang Dada Gerakan senam ergonomik pada lapang dada sangat bermanfaat untuk menjaga kebugaran dan berguna bagi penderita asma, gejala jantung koroner, stress. Pertama di awali dengan posisi tubuh berdiri tegak, dua lengan iputar kebelakang semaksimal mungkin, rasakan keluar dan masuk napas dengan rileks. Saat dua lengan di atas kepala, kaki jinjit. Gerakan pada posisi lapang dada seluruh saraf menjadi satu titik pusat pada otak pada bagian atas dan bawah dipadukan membentuk satu tujuan. Tubuh akan merasa dibebaskan tanpa adanya beban, karena pembagian beban yang sama pada kedua kaki. Pada saat berdiri kedua kaki harus dalam posisi tegak, sehingga menekan seluruh titik saraf di telapak kaki yang sangat



20



bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Posisi yang demikian akan membuat punggung lurus dan bisa bermanfaat untuk memperbaiki postur tubuh, jantung juga akan bekerja secara normal, begitu juga dengan paru-paru dan pinggang. Pada saat lengan di putar ke belakang dengan posisi kaki dijinjitkan, seluruh fungsi orga akan aktif karena seluruh saraf menarik tombol-tombol kesehatan yang tersebar di seluruh tubuh. Putaran lengan adalah sebagaimana putaran generator listrik, sehingga gerakan listrik dalam tubuh akan merasa segar karena adanya tambahan energi.



21



3. Tunduk Syukur Dari posisi berdiri tegak dengan menarik napas dalam secara rileks,lalu tahan nafas sambil membungkungkan badan kedepan (nafas dada) semampunya. Tangan berpegangan pada pergelangan kaki sampai punggung terasa tertarik wajah menengah sampai merasa tegang/panas. Saat melepas nafas lakukan secara rileks dan perlahan. Menarik nafas dalam dengan menahannya di dada merupakan tehnik menghimpun oksigen dalam jumlah maksimal sebagai bahan bakar metabolisme tubuh. Membungkukkan badan kedepan dengan dua tangan berpegangan pada pergelangan kaki akan menyebabkan posisi tulang belakang (tempat jalurnya saraf tulang belakang berada) relatif dalam posisi segmental anatomisfungsional (segmen dada punggung) yang lurus menyebabkan relaksasi dan mampu mambantu mengoptimalkan fungsi serabut saraf saraf segmen tersebut, selain itu dapat menguatkan struktur anatomis-fungsional otot, ligamen, dan tulang belakang.Saat melepaskan nafas, lakukan secara rileks dan perlahan. Gerakan tunduk syukur ini selain melonggarkan otot-otot punggung bagian bawah, paha, dan betis, darah dipompa ke batang tubuh bagian atas, juga melonggarkan otot-otot perut, abdomen, dan ginjal. Posisi ini menambah kepribadian menimbulkan kebaikan hati dan keselarasan batin.



22



4. Duduk Perkasa Menarik



nafas



dalam



(nafas



dada)



lalu



tahan



sampil



membungkukkan badan kedepan dan kedua tangan bertumpuk pada paha, wajah menengadah sampai terasa tegang atau panas. Saat membungkuk pantat jangan sampai menungging. Manfaat duduk perkasa dengan 5 jari kaki ditekuk-menekan alas atau lantai merupakan stimulator bagi fungsi vital sistem organ tubuh : ibu jari terkait dengan fungsi energi tubuh, adapun jari telunjuk terkait dengan fungsi pikiran, jari tengah terkait dengan fungsi pernafasan, 23



jari manis terkait dengan fungsi metabolisme dan detoksifikasi material dalam tubuh, serta jari kelingking terkait dengan fungsi liver dan sistem kekebalan tubuh. Menarik nafas dalam lalu ditahan sambil membungkukkan badan kedepan dengan dua tangan bertumpu pada paha. Hal ini memberikan efek peningkatan dalam rongga dada yang diteruskan kesaluran saraf tulang belakang, dilanjutkan keatas (otak), menngkatkan sirkulasi dan oksigenasi otak yang pada akhirnya mengoptimalakan fungsi otak sebagai kerja sistem anatomis fungsional tubuh sampai punggung tangan yang bertumpu pada paha akan menekan dinding perut sejajar dengan organ ginjal yang ada didalamnya. Hal ini membantu mengoptimalkan fungsi ginjal.



24



5. Duduk Pembakaran Pada saat posisi duduk pembakaran ini pembuluh balik yang ada di bagian pangkal lutut di kunci. Sehingga tekanan darah digunakan untuk mengisi pembuluh darah halus yang ada di telapak kaki. Pembuluh nadi tetap saja terbuka, sehingga aliran darah tidak terhenti seperti logika kita selama ini.Untuk melakukan duduk pembakaran, awalnya posisikan tubuh kita pada duduk perkasa, telapak tangan pada pangkal dada, tumit disamping pantat, angkat pantat dan titik berat di dengkul, lipat atau buka telapak kaki, tempelkan pantat ke lantai sehingga tombol pembakaran di telapak kaki luar tertekan. Posisi ini sangat baik jika dikombinasikan dengan posisi duduk perkasa yang telah dijelaskan sebelumnya. Lakukan sambil menahan rasa panas, pegal di pangkal lutut, hingga engkel kaki mati rasa, telapak kaki merah membara, biasanya setelah 15-20 menit.



6. Berbaring Pasrah



25



Posisi kaki duduk pembakaran dilanjutkan berbaring pasrah. Punggung menyentuk lantai/alas, dan lengan lurus diatas kepala nafas rileks dan dirasakan (nafas dada), perut mengecil. Manfaat berbaring pasrah relaksasi saraf tulang belakang karena struktur tulang belakang “relatif” mendekati posisi lurus dengan kondisi lekukan-lekukan anatomis segmental tulang belakang (diikuti saraf tulang belakang) menyebabkan regangan atau tarkan pada serabut saraf tulang belakang berkurang. Dengann demikian, hal ini memberikan kesempatan rileks dan bisa mengatur kembali fungsi optimal organ dalam sarat saraf. Efek relaksasi saraf tulang belakang ini juga diteruskan ke pusat (otak) sebagai sinyal tentang kondisi anatomis fungsional saat itu, kemudian pusat memberikan respon dalam bentuk pengaturan kembali, kerja sistem dalam tubuh, dan terjadilah self healing(penyembuhan diri sendiri). Efek optimalisasi fungsi sistem tubuh juga berlangsung akibat stimulasi tombil-tombol kesehatan saat tungkai dalam posisi duduk pembakaran, lengan lapang dada, dan nafas rileks.



26



27



BAB III METODOLOGI STUDI KASUS



A. Hasil Ekstraksi Penelitian Terkait Dalam kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur para peneliti memakai inovasi penggunaan terapi senam ergonomik sebagai media dalam penanganan kualitas tidur lansia dan disini penulis mengambil 4 buah penelitian ulang terkait dengan efektivitas senam ergonomik terhadap kualitas tidur lansia dengan gangguan tidur. Penelitian Dyah Wijayanti *, Tumini **, Dewi Anita Sari, 2019, berjudul “Pengaruh Senam Ergonomik Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Dengan Gangguan Tidur Di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya Tahun 2019”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh senam ergonomic terhadap kualitas tidur lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan Surabaya. Analisa data menggunakan uji wilcoxon signed rank test. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna antara kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan senam ergonomik (pre test dan post test), didapatkan 36 lansia (69,2%) mengalami peningkatan kualitas tidur. Analisa Wilcoxon menunjukan bahwa senam ergonomik berpengaruh terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia di Griya Werdha Jambangan Surabaya (p=0,000). Berdasarkan hasil penelitian ini senam ergonomik dapat digunakan sebagai salah satu terapi untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Penelitian Dendy Sugandika1 , Pepin Nahariani2, 2013, berjudul “Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Gangguan Tidur (Insomnia) Pada Lansia Di Panti Werdha Mokopahit Mojokerto Tahun 2013”. Analisa data menggunakan Mann 28



Whitney-U. Instrumen untuk pengukuran insomnia adalah wawancara terstruktur dengan pedoman kuesioner dan lembar observasi untuk senam ergonomis. Hasil penelitian sebelum senam ergonomis, pada kelompok perlakuan 90% insomnia sedang dan sesudahnya terdapat penurunan 80% pada insomnia ringan. Dan kelompok kontrol, sebelum dan sesudahnya yaitu setengahnya 50% tidak ada perubahan tetap pada tingkat insomnia sedang. Setelah dilakukan analisa dengan uji statistik Mann Whitney-U pada kelompok perlakuan dan kontrol diperoleh angka signifikan (0,001) jauh lebih rendah dari standart signifikan 0,05 atau ( ZTabel (1,96) maka H1 diterima. Dari hasil analisa menunjukkan ada pengaruh senam ergonomis terhadap gangguan tidur (insomnia) pada lansia, sehingga diharapkan perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan



mampu mengaplikasikan senam ergonomis sebagai salah satu



intervensi bagi lansia yang mengalami gangguan tidur (insomnia). Penelitian Sri Setyowati, 2015, berjudul “ The Effect Of Ergonomic Gymnastics To Ward Elederly Sleep Quality In Bantul Yogyakarta Tahun 2015”. Setelah diuji dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai significancy 0,011 (p