Proses Pembentukan Undang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Proses Pembentukan Undang-Undang



I.



DASAR HUKUM TAHAPAN PEMBENTUKAN UU



Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, kekuasaan untuk membentuk undang-undang (UU), ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya didalam pasal 20 ayat (2) Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 diatur bahwa setiap rancangan undang-undang (RUU) dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Proses pembentukan UU diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011). Selain itu, proses pembentukan UU juga diatur dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 27/2009). Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui undang-undang adalah: a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; c. pengesahan perjanjian internasional tertentu; d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Dalam UU 12/2011, proses pembuatan undang-undang diatur dalam Pasal 16 s.d. Pasal 23, Pasal 43 s.d. Pasal 51, dan Pasal 65 s.d. Pasal 74. Sedangkan, dalam UU 27/2009, pembentukan UU diatur dalam Pasal 142 s.d. 163. Untuk proses selengkapnya, Saudara juga dapat melihat pada Tata Tertib DPR mengenai Tata Cara Pembentukan Undang-undang. Berdasarkan ketentuan UU 12/2011, UU 27/2009 dan Tata Tertib DPR tersebut, adapun ringkasan dari proses pembentukan undang-undang sebagai berikut: a. RUU dapat berasal dari DPR atau Presiden. b. RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD) c. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya



d. RUU tersebut kemudian disusun dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun serta dibuat pula dalam jangka waktu tahunan yang berisi RUU yang telah diurutkan prioritas pembahasannya. e. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu. f. Pimpinan DPR memberitahukan adanya RUU dan membagikan RUU kepada seluruh anggota DPR dalam rapat paripurna g. DPR dalam rapat paripurna berikutnya memutuskan RUU tersebut berupa persetujuan, persetujuan dengan perubahan, atau penolakan h. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan. i. Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus j. Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I dilakukan dengan pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini fraksi k. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Dalam rapat paripurna berisi: 1. Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan Tingkat I; 2. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan 3. Pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya. l. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak m. RUU yang membahas tentang otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan wilayah; pengelolaan sumber daya alam atau sumber daya lainnya; dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, dilakukan dengan melibatkan DPD tetapi hanya pada pembicaraan tingkat I saja. n. Dalam penyiapan dan pembahasan RUU, termasuk pembahasan RUU tentang APBN, masyarakat berhak memberikan masukan



secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR melalui pimpinan DPR dan/atau alat kelengkapan DPR lainnya. o. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan Presiden diserahkan kepada Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 87 tahun 2014, perencanaan pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. perencanaan Rancangan Undang-Undang; b. perencanaan Rancangan Peraturan Pemerintah; c. perencanaan Rancangan Peraturan Presiden; d. perencanaan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi; e. perencanaan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan f. perencanaan Rancangan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Perencanaan Rancangan Undang-Undang meliputi kegiatan: a. b. c. d.



penyusunan Naskah Akademik; penyusunan Prolegnas jangka menengah; penyusunan Prolegnas prioritas tahunan; perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang kumulatif terbuka; dan e. perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas. Penjabaran dari beberapa kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Naskah Akademik. a. Naskah Akademik disusun dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang. b. Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh Pemrakarsa berkoordinasi dengan Menteri. c. Penyusunan Naskah Akademik dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. d. Menteri melakukan penyelarasan Naskah Akademik yang diterima dari Pemrakarsa. e. Penyelarasan dilakukan terhadap sistematika dan materi muatan Naskah Akademik.



f. Penyelarasan dilaksanakan dalam rapat penyelarasan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan. 2. Penyusunan Prolegnas Jangka Menengah. a. Menteri menyiapkan rancangan awal Prolegnas jangka menengah di lingkungan Pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, dan program prioritas Presiden jangka menengah. b. Penyusunan Prolegnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi yang didasarkan pada: 1. perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. perintah Undang-Undang lainnya; 4. sistem perencanaan pembangunan nasional; 5. rencana pembangunan jangka panjang nasional; 6. rencana pembangunan jangka menengah; 7. rencana kerja pemerintah; dan 8. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. c. Dalam menyiapkan penyusunan Prolegnas, Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri sesuai dengan kewenangannya. d. Penyusunan rancangan awal Prolegnas jangka menengah dilakukan secara paralel dengan penyusunan rancangan awal rencana pembangunan jangka menengah nasional. e. Hasil penyiapan penyusunan Prolegnas jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. f. berupa daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi. g. Daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi disusun berdasarkan hasil penelitian atau pengkajian yang memuat:



1. judul; 2. konsepsi yang meliputi latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, jangkauan dan arah pengaturan; 3. dasar penyusunan; dan 4. keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. h. Menteri menyampaikan daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk mendapatkan tanggapan atau masukan. i. Tanggapan atau masukan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian disampaikan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi diterima. j. Tanggapan atau masukan dapat berupa usul penambahan atau pengurangan terhadap konsep daftar Rancangan Undang-Undang atau arah kerangka regulasi. k. Tanggapan atau masukan menjadi bahan dalam finalisasi rancangan Prolegnas jangka menengah. l. Menteri menyampaikan rancangan Prolegnas jangka menengah kepada menteri yang menyelenggarakanurusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri untuk disepakati dan dituangkan ke dalam Prolegnas jangka menengah sebagai prioritas kerangka regulasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. m. Menteri menyampaikan Prolegnas jangka menengah kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. n. Dalam hal Prolegnas telah mendapatkan persetujuan Presiden, Menteri menyampaikan Prolegnas tersebut kepada DPR melalui Baleg. o. Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan.



p. Evaluasi dilakukan oleh Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, dan Pemrakarsa. q. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menghasilkan keselarasan dengan: 1. capaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; 2. perkembangan kebutuhan hukum dan regulasi dalam pelaksanaan pembangunan nasional; dan/atau 3. prioritas agenda pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Presiden. r. Apabila berdasarkan hasil evaluasi perlu dilakukan perubahan Prolegnas jangka menengah, Pemrakarsa menyampaikan usul perubahan disertai alasan secara tertulis kepada Menteri. s. Usul perubahan, harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam poin b nomer 2 dan melalui proses penyelarasan sebagaimana dimaksud dalam poin q nomer 3. t. Berdasarkan usul perubahan, Menteri melakukan penyusunan perubahan Prolegnas jangka menengah. u. Perubahan Prolegnas jangka menengah yang disusun oleh Menteri, disampaikan kepada Presiden untuk mendapat persetujuan. v. Hasil perubahan Prolegnas jangka menengah yang telah disetujui oleh Presiden, disampaikan oleh Menteri kepada Baleg. 3. Penyusunan Prolegnas Prioritas Tahunan. a. Menteri menyiapkan penyusunan Prolegnas prioritas tahunan di lingkungan Pemerintah. b. Penyusunan rancangan awal Prolegnas prioritas tahunan dilakukan secara paralel dengan penyusunan rancangan rencana kerja pemerintah. c. Penyusunan Prolegnas prioritas tahunan berupa daftar Rancangan Undang-Undang yang disusun berdasarkan Prolegnas jangka menengah. d. Dalam menyiapkan penyusunan Prolegnas prioritas tahunan, Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan



urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri. e. Menteri menyampaikan daftar Prolegnas prioritas tahunan kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk mendapatkan tanggapan atau masukan. f. Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian menyampaikan tanggapan atau masukan atas daftar Prolegnas prioritas tahunan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal daftar Rancangan Undang-Undang diterima. g. Tanggapan atau masukan dapat berupa usulan penambahan atau pengurangan terhadap daftar Rancangan Undang-Undang. h. Tanggapan atau masukan menjadi bahan dalam finalisasi rancangan Prolegnas prioritas tahunan. i. Pemrakarsa mengusulkan daftar Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Prolegnas jangka menengah untuk masuk dalam Prolegnas prioritas tahunan. j. Usulan harus melampirkan dokumen kesiapan teknis yang meliputi: 1. Naskah Akademik; 2. surat keterangan penyelarasan Naskah Akademik dari Menteri; 3. rancangan Undang-Undang; 4. surat keterangan telah selesainya pelaksanaan rapat panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian dari Pemrakarsa; dan 5. surat keterangan telah selesainya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan UndangUndang dari Menteri. k. Menteri menyampaikan hasil penyusunan Prolegnas prioritas tahunan kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. l. Dalam hal Prolegnas prioritas tahunan telah mendapatkan persetujuan Presiden, Menteri menyampaikan Prolegnas tersebut kepada DPR melalui Baleg. m. Dalam hal Rancangan Undang-Undang prakarsa Pemerintah tidak masuk dalam daftar Prolegnas prioritas tahunan, Rancangan



Undang-Undang tersebut tidak dapat dialihkan menjadi inisiatif DPR. 4. Perencanaan Penyusunan Rancangan Undang-Undang Kumulatif Terbuka. a. Dalam Prolegnas dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas: 1. pengesahan perjanjian internasional tertentu; 2. akibat putusan Mahkamah Konstitusi; 3. anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 4. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota; dan 5. penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. b. Dalam menyusun Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada poin (a) nomor 1 dan huruf 4, Pemrakarsa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden. c. Permohonan izin prakarsa kepada Presiden disertai penjelasan mengenai konsepsi pengaturan Rancangan Undang-Undang, yang meliputi: 1. urgensi dan tujuan penyusunan; 2. sasaran yang ingin diwujudkan; 3. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan 4. jangkauan serta arah pengaturan. d. Pemrakarsa menyampaikan usul penyusunan Rancangan Undang-Undang yang termasuk dalam kumulatif terbuka kepada Menteri. e. Usul penyusunan Rancangan Undang-Undang harus melampirkan dokumen kesiapan teknis yang meliputi: 1. Naskah Akademik; 2. surat keterangan penyelarasan Naskah Akademik dari Menteri; 3. Rancangan Undang-Undang; 4. surat keterangan telah selesainya pelaksanaan rapat panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian dari Pemrakarsa; dan 5. surat keterangan telah selesainya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan UndangUndang dari Menteri.



f. Ketentuan mengenai keharusan melampirkan Naskah Akademik dan surat keterangan penyelarasan Naskah Akademik dari Menteri sebagaimana dimaksud pada poin (e) nomor 1 dan 2 tidak berlaku terhadap Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam poin (a) nomor 3 dan huruf 5. 5. Perencanaan Penyusunan Rancangan Undang-Undang di Luar Prolegnas. a. Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat mengajukan usul Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas. b. Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada poin (a) mencakup: 1. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, dan bencana alam; dan/atau 2. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Baleg dan Menteri. c. Dalam menyusun Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas, Pemrakarsa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden. d. Permohonan izin prakarsa kepada Presiden disertai penjelasan mengenai konsepsi pengaturan Rancangan Undang-Undang, yang meliputi: 1. urgensi dan tujuan penyusunan; 2. sasaran yang ingin diwujudkan; 3. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan 4. jangkauan serta arah pengaturan. e. Dalam hal Presiden memberikan izin prakarsa penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas, Pemrakarsa menyusun Rancangan Undang-Undang tersebut. f. Pemrakarsa menyampaikan usulan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas kepada Menteri dengan melampirkan dokumen kesiapan teknis yang meliputi: 1. izin prakarsa dari Presiden; 2. Naskah Akademik; 3. surat keterangan penyelarasan Naskah Akademik dari Menteri; 4. Rancangan Undang-Undang; 5. surat keterangan telah selesai pelaksanaan rapat panitia antarkementerian/antarnonkementerian dari Pemrakarsa; dan



6. surat keterangan telah selesai pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan UndangUndang dari Menteri. g. Menteri mengajukan usul Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas sebagaimana dimaksud dalam poin a kepada Pimpinan DPR melalui Baleg untuk dimuat dalam Prolegnas prioritas tahunan. 6. Perencanaan Program Penyusunan Peraturan Pemerintah. a. Menteri menyiapkan perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah. b. Perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah memuat daftar judul dan pokok materi muatan Rancangan Peraturan Pemerintah yang disusun berdasarkan hasil inventarisasi pendelegasian Undang-Undang. c. Menteri menyampaikan daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah kepada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. d. Menteri menyelenggarakan rapat koordinasi antarkementerian dan/atau antarnonkementerian dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah disampaikan. e. Rapat koordinasi diselenggarakan untuk finalisasi daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah. f. Daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Presiden. g. Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah di luar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah kepada Menteri. h. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah berdasarkan kebutuhan Undang-Undang atau putusan Mahkamah Agung. i. Dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah, Pemrakarsa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden. j. Permohonan izin prakarsa kepada Presiden disertai penjelasan mengenai alasan perlunya disusun Peraturan Pemerintah. k. Dalam hal Presiden memberikan izin prakarsa penyusunan Peraturan Pemerintah di luar daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah, Pemrakarsa melaporkan



penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut kepada Menteri.



II.



PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN UU 1.



2.



Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD 1945 “kekuasaan untuk membentuk undang-undang ada pada Dewan Perwakilan Rakyat” Presiden bersama dengan kementerian