Proses Pembuatan Batik Tulis Di Kediri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Proses Pembuatan Batik Tulis di Kediri Menurut proses pembuatannya, tehnik membatik dibedakan menjadi batik tulis, batik printing, dan batik cap. Berikut ini adalah proses pembuatan batik tulis: Alat- alat yang diperlukan



Canting –> canting adalah alat untuk membatik. Biasanya terbuat dari bahan tembaga yang ujungnya menyerupai paruh burung Gawangan –> adalah tempat untuk meletakkan kain yang akan dibatik. Gawangan dapat terbuat dari kayu atau bambu Wajan –> berupa wajan kecil untuk mencairkan malam atau lilin. Wajan ini bisa terbuat dari tembaga atau tanah liat Anglo / kompor kecil–> digunakan untuk memanaskan wajan Malam/lilin –> malam batik terbuat dari campuran berbagai jenis bahan yang berupa gondorukem, lemak minyak kelapa, dan parafin Bahan pewarna –> biasa juga disebut sebagai wedel atau tom b. Proses pembuatan batik tulis: Siapkan kain, buat motif diatas kain dengan menggunakan pensil Setelah motif selesai dibuat, sampirkan kain pada gawangan Nyalakan kompor/anglo. Taruh malam/lilin ke dalam wajan dan panaskan wajan dengan api kecil sampai malam mencair sempurna. Biarkan api tetap menyala kecil Mulailah membatik dengan cara ambil sedikit malam cair dengan menggunakan canting, tiup-tiup sebentar biar tidak terlalu panas, kemudian goreskan canting dengan mengikuti motif yang telah ada. Hati-hati jangan sampai malam yang cair menetes diatas permukaan kain karena akan mempengarufi hasil motif batik Setelah semua motif tertutup malam, maka proses selanjutnya adalah proses pewarnaan Siapkan bahan pewarna di dalam ember, kemudian celupkan kainnya ke dalam larutan pewarna dengan menggunakan kuas, ulangi sampai beberapa kali. Tahap selanjutnya adalah proses penghilangan lilin batik dengan cara pengerakan dan melarod Tahap terakhir dari proses pembuatan batik ini adalah proses pencucian dan penjemuran.



Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya “waxresist dyeing”.



Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masingmasing. Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa.



Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai



oleh



keluarga



keraton



Yogyakarta



dan



Surakarta.



Meskipun batik identik dengan pakaian adat Jawa, namun kini batik sudah menjadi pakaian nasional bagi masyarakat Indonesia, bahkan sudah banyak pula dikenal di manca negara. Penggunaannyapun tidak lagi sebagai pakaian adat tetapi sudah mengikuti perkembangan mode busana baik bagi wanita maupun pria, bahkan biasa digunakan sebagai desain interior dan perlengkapan rumah tangga. Proses Pembuatan Batik Klasik Hampir setiap orang pernah melihat batik. Bahkan banyak diantaranya yang pernah melihat cara pembuatan batik. Mereka mengira bahwa mereka melihatnya dalam perjalanannya di Jawa sewaktu kunjungan ke sebuah tempat kerja batik dimana para wanita menggambar desain-desain pada kain putih dengan sebuah canting. Bagian ini, dimana sesungguhnya merupakan penerapan malam adalah hanya satu dari berbagai langkah pemrosesan yang harus dilakukan untuk menjadikan suatu barang bernama batik. 1.1. Persiapan Kain katun putih dengan lebar kira-kira 110 cm dan panjang 240 cm digarap sebelumnya agar bisa dipakai untuk pengolahan selanjutnya. Penggarapan ini terdiri dari mencuci, menganji, menjemur dan mengetuknya, suatu proses yang memakan waktu berhari-hari. 1.2. Design Jika kain sudah siap untuk proses selanjutnya, maka motif-motif digambar dengan mengikuti pola yang sudah tersedia pada kertas atau langsung menggambar pada kain bagi pengrajin batik yang telah ahli. Setelah desain dibuat maka satu persatu diberi warna. Namun bisa juga menggambar keliling desain dulu supaya bidang-bidangnya bisa ditutupi. Cara menggambar dilakukan dengan cairan malam yang keluar dari canting dalam bentuk pancuran halus, sedangkan ukuran canting pun bervariasi. Canting berbentuk seperti poci teh kuningan kecil sebesar kepala pipa tembakau dan bertangkai kayu. Semakin kecil canting semakin halus aliran malam yang keluar. Sebelumnya malam dicairkan dengan cara memanaskan lebih dulu, yang terpenting adalah



menjaga suhu agar tepat. Kemudian pada permukaan kain sebaliknya, dilakukan desain dan pengerjaan yang sama agar tidak terdapat perbedaan di kedua sisi kain batik. 1.3. Pewarnaan Selanjutnya kain bisa dicelupkan dalam bahan pewarna biru. Pewarnaan/pencelupan ini diulang berkali-kali hingga hasilnya tercapai. Pada produk-produk bermutu tinggi pewarnaan hingga 30 kali adalah suatu keharusan. Pewarna tradisional adalah indigo, keistimewaan warna ini adalah warnanya baru timbul sesudah kain yang diberi pewarna ini dijemur dan terkena udara. Jika kain masih basah maka bagian-bagian desain yang akan diberi warna coklat, dikerik malamnya. Setelah itu bagian-bagian yang diberi warna biru dan tetap harus berwarna biru juga ditutup dengan malam. Kemudian kain dicelup ke dalam pewarna coklat. Bahan pewarna tradisional untuk coklat adalah soga, sejenis kulit pohon tertentu. Penggarapan warna yang baik memakan waktu 15 hari, dengan 3 macam pewarnaan perhari. Bagian-bagian yang mula-mula diwarna biru dan kemudian diwarna coklat menjadi hitam warnanya. Dengan demikian terjadilah tiga warna dari dua bahan pewarna, yaitu biru, coklat dan hitam. Dan disamping itu beberapa bagian tetap berwarna putih. 1.4. Penghilangan Malam Setelah pengulangan pewarnaan dilakukan sehingga sesuai. Selanjutnya seluruh malam dapat dilepaskan, hal ini dilakukan dengan meng-godog hingga cair, dan cairan malam akan mengapung di permukaan. Setelah itu kain dicuci lagi. Pengerjaan batik pada kain sutera digunakan tehknik yang berbeda, karena memerlukan malam dan bahan pewarna yang berbeda agar tidak merusak kain suteranya. Hasil proses pembuatan batik tersebut di atas disebut batik tulis. Jenis lainnya adalah batik cap, dimana pada proses penggambaran dengan canting pada batik tulis digantikan dengan menggunakan cap (seperti gambar di bawah ini) untuk menerapkan malam pada kain. Batik klasik dikenal dengan bermacam ukuran dan penamaan yakni batik kain panjang dengan lebar 110 cm X panjang 240 cm, batik kain sarung (sekitar 105cmX200cm), selendang (45~60cmX200~300cm), iket kepala (90cmX90cm) dan kemben (60cmX200cm). Pada penggunaan sehari-harinya batik banyak ditemui dalam berbagai bentuk seperti berbagai macam pakaian resmi pada pria dan wanita, dan bermacam bahan untuk dekorasi



interior rumah, kantor ataupun hotel, juga variasi rumah tangga seperti, taplak meja, napkins, place mats, tas, sarung bantalan, bedcover, bed sheet, dan lainnya.



A. Cara Pembuatan Batik Jenis kain yang dipakai untuk membatik adalah : 1.



Kain primissima (terbaik)



2.



Prima (sedang)



3.



Belacu (rendah)



4.



Belacu abu-abu (buruk) Secara garis besar, sebagai suatu proses batik tulis melalui tahapan berikut:



a.



Ketel Sebagian perajin batik mengikuti aturan mencuci kain mori dengan ramuan merang dan merebusnya dulu sebelum siap dibatik. Kalangan pembatik menyebutnya “Diketeli”. Selain merang, minyak kacang juga dipakai untuk melicinkan permukaan kain, melemaskan bahannya, dan merapatkan benangnya.(di Sukapura,tasikmalaya,rendam-bilas dilakukan hingga 15 kali sebelum kain dinyatakan layak dibatik).



b.



Nyoret Ada corak-corak batik tertentu, seperti pola-pola geometris atau cerita, yang membutuhkan proses “nyoret” sebelum “nglowong”. Nyoret adalah menggambar pola pada kain dengan pensil.



c.



Nglowong Nglowong adalah tahap pertama pelekatan malam(lilin), dengan cap atau canting. Nglowong pada satu sisi kain disebut dengan “ngengreng”.



d. Nembok Nembok adalah pengimbuhan malam tahap kedua untuk membuat warna-warna yang tertutup menjadi tegas setelah pencelupan berikut. Malam untuk “nembok” biasanya lebih liat dan kuat melekat pada kain. e.



Medel Pencelupan warna pertama pada kain batik. Pada proses pembuatan batik klasik pedalaman, medel adalah pemberian warna biru tua sebagai latar dan pemberi bentuk luar pola. Pada batik modern, medel bisa menggunakan warna apa pun karena tidak ada pakem (aturan tradisi).



f.



Ngerok atau nglorod Merontokkan malam dengan menggunakan “cawuk” (pisau tumpul), sikat atau alat kerik lainnya disebut “ngerok”. Bila malam dilepaskan dari kain dengan cara merebus kain, maka prosesnya disebut “nglorod”.



g.



Mbironi Mbironi adalah pelekatan malam tahap ketiga untuk mempertegas pola. Mbironi hanya menutup bagian-bagian tertentu yang diharapkan tetap berwarna gelap.



h.



Nyolet Nyolet adala pembubuhan warna dengan kuas pada bagian-bagian kain yang sudah digambari pola dengan malam. Tujuannya memberi efek warna-warni pada kain atau menonjolkan motif-motif tertentu. Prosas ini kuat pada batik pesisiran.



i.



Nyoga Nyoga adalah pencelupan tahap kedua. Asal kata “SOGA”, yaitu sejenis tanaman keras yangkulit batangnya digunakan untuk mendapatkan warna cokelat khas batik pedalaman. B. Pengelohan Limbah pada pembuatan batik A. Pengolahan Secara Aerob Salah satu pengolahan secara biologi adalah dengan proses aerob menggunakan lumpur aktif. Pengolahan limbah cair secara biologis dengan menggunakan lumpur aktif pada dasarnya adalah pengolahan terhadap limbah cair sehingga memenuhi syarat bagi perkembangbiakan mikroorganisme ”bakteri” sebagai decomposer benda-benda organik yang terlarut dalam air dan membentuk lumpur aktif (activated slugde) dapat digunakan kembali untuk mengolah air yang masuk ke instalasi pengolahan. Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang mampu melaksanakan proses metabolisme benda-benda organik sehingga merupakan bagian yang terpenting dalam rantai makanan dan pengolahan air limbah. Bakteri akan mensintesis unsur-unsur organik yang terlarut dalam air tetapi tidak semua unsur organik dapat digunakan oleh bakteri, oleh sebab itu partikel-partikel organik berukuran lebih besar disintesa oleh protozoa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif : a. Oksigen b. Nutrient c. Komposisisi mikroorganisme d. pH e. Temperatur



B. Pengolahan Secara Anaerob Pada prinsipnya proses pengolahan secara anaerob adalah mengubah bahan organik dalam limbah cair menjadi methane dan karbon monoksida tanpa adanya oksigen. Perubahan ini dilakukan dalam dua tahap dengan dua kelompok bakteri yang berbeda. Pertama, zat organik diubah menjadi asam organik dan alkohol yang mudah menguap. Kedua, melanjutkan perombakan senyawa asam organik menjadi methane. Zat methane tidak dapat menarik oksigen. Agar proses pembusukan anaerobik berfungsi sangat memuaskan kadang-kadang ditambahkan nitrogen dan fosfor. Selama proses operasi, udara tidak boleh masuk. Masuknya udara akan mempercepat produksi asam organik, menambah karbondioksida tetapi mengurangi methane. Pengaturan keasaman sangat perlu sebab zat methane sangat sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH diusahakan berkisar antara 6 dan 8 agar perkembangan mikroorganisme sangat pesat. Namun pada kecepatan produksi gas pengaruh variasi pH sangat nyata untuk lebih mengaktifkan kegiatan mikroba. Temperatur sangat berpengaruh, kecepatan fermentasi meningkat bila temperatur mendekati 30o. Bila pencampuran atau kontak yang baik dilaksanakan secara tepat, alkalinitas dapat diatur dan temperatur bisa dikontrol dan tersedia bahan makanan bagi mikroba (Perdana Gintings, 1992). Proses Pengolahan Limbah secara aerob Cara mengolah air limbah industri batik yaitu dengan mencampurkan air limbah dengan biomassa mikroba kedalam bak aerob. Kemudian air limbah yang telah dicampur dengan mikroba diaerasi dengan variasi waktu tinggal sel 1 jam hingga 6 jam delta waktu 1 jam . Kemudian air limbah, di koagulasi-flokulasi dengan penambahan koagulan dengan variasi konsentrasi 50ppm, 100 ppm, 150 ppm dengan waktu koagulasi 10 detik dan waktu flokulasi 10 menit kemudian dianalisa CODMnnya. Proses Pengolahan Limbah secara anaerob Cara mengolah air limbah industri batik yaitu dengan mencampurkan air limbah industri batik yaitu dengan mencampurkan air limbah dengan biomassa mikroba kedalam bak anaerob. Kemudian air limbah divariasi waktu tinggal selnya 1 hari hingga 6 hari dengan delta waktu 1 hari. Kemudian, di koagulasi-flokulasi dengan penambahan koagulan dengan variasi konsentrasi 50ppm, 100 ppm, 150 ppm dengan waktu koagulasi 10 detik dan waktu flokulasi 10 menit kemudian dianalisa CODMnnya. Kelebihan Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob: 1. Energi yang Dibutuhkan 2. Produksi Lumpur yang Dihasilkan



3. Nutrisi yang Dibutuhkan 4. Menghasilkan Produksi Gas Metan 5. Pada proses pengolahan secara anaerob, dihasilkan produksi gas metan yang sangat bermanfaat sebagai sumber energi. 6. Volume Reaktor yang Dibutuhkan 7. Pada proses pengolahan secara anaerob, volume reaktor yang dibutuhkan lebih kecil dari pada proses pengolahan secara aerob. 8. Polusi Udara, Pada proses pengolahan secara anaerob, terjadinya polusi udara karena timbulnya gas-gas dapat dieliminasi. 9. Pada proses pengolahan secara anaerob, substrat dengan cepat dapat langsung digunakan setelah sekian lama tidak dilakukan feeding. 10.Umumnya pada pengolahan air limbah dengan kandungan konsentrasi COD yang tinggi dan dengan temperatur yang tinggi, penggunaan proses pengolahan secara anaerob lebih ekonomis. Kekurangan Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob : 1. Membutuhkan waktu yang lama dalam start – up perkembangan biomassa yang akan digunakan. 2. Membutuhkan penambahan alkali. 3. Membutuhkan pengolahan lanjutan. 4. Tidak memungkinkan untuk mendegradasi nitrogen dan fosfor. 5. Memberikan efek yang kurang baik pada temperatur rendah pada saat reaksi. 6. Lebih rentan untuk mengolah limbah yang toksik. 7. Berpotensi untuk menghasilkan bau dan gas korosi.



C. Proses Koagulasi dan Flokulasi Koagulasi merupakan pengadukan secara cepat untuk menggabungkan koagulan dengan air sehingga didapat larutan yang homogen. Koagulasi disebabkan oleh ion – ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan partikel koloid. Ion – ion tersebut berasal dari koagulan. Penambahan ion – ion yang mempunyai muatan yang berlainan akan menimbulkan ketidakstabilan partikel koloid. Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan menetralisasi muatan partikel koloid dan mampu untuk mengikat partikel koloid tersebut membentuk gumpalan / flok. Efektivitas dari kerja koagulan tersebut tergantung pH dan dosis dari pemakaian dan sifat air limbah. Sedangkan flokulasi yaitu pengadukan secara lambat untuk menggabungkan



partikel – partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi, sehingga terbentuk flok yang dapat dengan mudah terendapkan. Kecepatan penggumpalan koloid ditentukan oleh banyaknya tumbukan – tumbukan yang terjadi antar partikel koloid dan efektivitas tumbukan yang terjadi melalui tiga cara, yaitu : 1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak thermal 2. Kontak yang diakibatkan oleh pengadukan 3. Kontak yang terjadi akibat kecepatan mengendap masing – masing partikel tidak sama Pada proses flokulasi, gugus yang terbentuk akan diabsorbsi ke seluruh permukaan partikel koloid dengan cepat. Untuk mempermudah terjadinya penggabungan partikel – partikel yang telah mengalami destabilisasi maka kontak antara partikel dibantu dengan pengadukan. Secara garis besar mekanisme pembentukan flok terdiri dari empat tahap, yaitu : 1. Tahap destabilisasi partikel koloid 2. Tahap pembentukan partikel koloid 3. Tahap penggabungan mikro flok 4. Tahap pembentukan makro flok Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Proses Koagulasi dan Flokulasi 1. Kualitas air 2. Temperatur air 3. Jenis koagulan 4. pH air 5. Jumlah garam – garam terlarut dalam air, tingkat kekeruhan air baku 6. Kecepatan pengadukan 7. Waktu pengadukan 8. Dosis koagulan 9. Inti flok yang terbentuk 10. Alkalinitas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami proses pengolahan limbah cair batik secara biokimia berdasarkan waktu tinggal sel dan konsentrasi koagulan. Manfaat penelitianadalah hasilnya dapat digunakan sebagai alternatif cara untuk mengolah limbah cair batik agar ramah lingkungan. Proses Koagulasi – Flokulasi Sampel yang diambil dari limbah cair industri batik yang telah di tambahkan lumpur aktif (proses aerob) dengan aerasi selama 1 jam hingga 6 jam. Dan sampel yang diambil dari limbah cair tekstil yang telah di tambahkan EM4 (proses anaerob) dengan didiamkan selama



1 hari hingga 6 hari dimasukkan ke dalam beaker glass. Menambahkan koagulan (tawas) dengan konsentrasi tertentu (50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm). Mengaduk dengan menggunakan alat Jar-Tester sampai tercampur sempurna (homogen) dengan waktu koagulasi 10 detik dan waktu flokulasi 10 menit kemudian diendapkan. Endapan yang terbentuk flok, disaring dan filtratnya dianalisa kadar CODMn-nya. Analisa kadar COD dilakukan dengan menggunakan metode Permanganometri. Bahan – bahan yang dibutuhkan : Analisa Permanganometri : H2C2O4, H2SO4 pekat, KmnO4.



DAUR ULANG MALAM Pada umumnya para pembatik dapat mendaur ulang sisa malam yang telah digunakan menjadi malam baru yang dapat dipakai kembali. Setelah batik dilorod (direbus), maka malam akan terlepas dari kain dan terdapat di permukaan air. Hal ini terjadi karena malam (lilin) yang merupakan lemak memiliki massa jenis lebih kecil dari air. Jika air telah dingin maka malampun akan beku dan dapat diambil. Diusahakan air yang terbawa seminimal mungkin, kemudian malam bekas tersebut dicampur dengan BPM (Paraffin/kendal) yang merupakan sisa/ampas dari pembuatan minyak goreng. Bahan lainnya adalah Gondorukem yaitu getah pohon pinus. Jika ingin membuat batik dengan motif garis yang sangat tipis dan halus (ngawat) maka dapat dicampur dengan damar yaitu getah dari pohon meranti. Semua bahan tersebut direbus hingga larut semua yaitu sekitar 5-7 jam. Setelah itu malam yang telah jadi dicetak dan siap digunakan