PROSIDING SEMINAR NASIONAL POLITIK DAN KEBUDAYAAN-ilovepdf-compressed PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROSIDING SEMINAR NASIONAL POLITIK DAN KEBUDAYAAN



i



PROSIDING SEMINAR NASIONAL POLITIK DAN KEBUDAYAAN



ii



Copyright @2016 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.



Diterbitkan oleh Unpad Press Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Lantai IV Jl. Ir. Soekarno KM 21 Bandung 45363 Telp. (022) 84288867/ 84288812 Fax : (022) 84288896 e-mail : [email protected] /[email protected] . http://press.unpad.ac.id Anggota IKAPI dan APPTI Editor : Rina Hermawati Dede Tresna Wiyanti Dede Mulyanto Erna Herawati Selly Riawanti Budiawati Supangkat Rimbo Gunawan Dede Mariana Caroline Paskarina Mudiyati Rahmatunnisa Tata Letak : Hardian Eko Nurseto Desainer Sampul : M. Taufany Rachman E.



Perpustakaan Nasional : Katalag Dalam Terbitan (KDT)



Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjadjaran Prosiding Seminar Nasional dan Kebudayaan Penyunting, Putri, Nadya Hari. --Cet. pertama – Bandung; Unpad Press; 2016 ___h.; 29,7 cm



iii



PRAKATA Seperti kita ketahui bersama, politik dan kebudayaan merupakan salah satu tema penting dalam kajian-kajian antropologi. Manusia yang merupakan objek kajian dalam antropologi dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis. Demikian pula dengan kehidupan politik yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kebudayaan. Wajah birokrasi, lembaga eksekutif, dan legislatif maupun sikap politik masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Berdasarkan pemikiran tersebu lah maka Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema Politik dan Kebudayaan. Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan yang diselenggarakan pada tanggal 24-25 Oktober 2016, menampilkan pembicara utama: Philips J. Vermonte, Ph.D. (Direktur Eksekutif CSIS Indonesia), Dedi Mulyadi, SH. (Bupati Kabupaten Purwakarta), dan Dr. Budi Rajab (Departemen Antropologi FISIP Unpad). Seminar ini diikuti oleh 66 panelis yang berasal dari akademisi, peneliti dan praktisi dari berbagai lembaga akademik maupun praktis yang menggeluti bidang kajian politik dan kebudayaan.. Tema-tema panel terdiri dari berbagai aspek yang terkait politik dan kebudayaan, yang meliputi: perempuan dan politik gender, kepemimpinan dan politik lokal di Indonesia, isu lingkungan dan politik, kesehatan dan budaya masyarakat, civil society dan politik kewargaan, budaya politik, politik pariwisata dan pariwisata budata, komunikasi politik dan budaya komunikasi, gerakan sosial, folklore, identitas dan politik lokal serta kebijakan, politik dan kebudayaan. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu pelaksanaan seminar dan penerbitan buku abstrak ini. Semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.



Bandung, Oktober 2016



Editor



iv



DAFTAR ISI Kata Pengantar



iv



Daftar Isi



v



PANEL 1 PEREMPUAN DAN POLITIK GENDER Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Program Pemberdayaan Perempua di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya (Neneng Komariah, Pawit M. Yusup, Saleha Rodiah, Encang Saepudin) Eksistensi Perempuan Sebagai Penggerak Utama Ketahanan Pangan ( Studi Kasus Petani Melayu Perempuan di Dusun Semayong, Kabupaten Sambas Kalimantan Barat) (Atem, Annisa Sintha Putri Nusantara) Representasi Eksploitasi Seksualitas dalam novel 50 Riyal Sisi Lain TKW Indonesia di Arab Saudi karya Deni Wijaya (Hiyang Widya Prasastiani, Alfaratna Sefti Nurlaily, Ethis Kartika Sari) Gender dan Identitas: Representasi Sosial Perempuan Dalam Kumpulan Cerpen Wanita Muda Di Sebuah Hotel Mewah (Siti Nur Aisya Putri) Kesadaran Politik Difabel Perempuan: Studi di Yogyakarta (Titi Fitrianita, Ucca Arawindha Perempuan Dayak Mali dalam Bingkai Kearifan Lokal (Nikodemus Niko) Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Kemasyarakatan Pasca Reformasi (Erna Herawati) Partisipasi Perempuan dalam Bidang Politik vs Budaya Masyarakat Indonesia (Randi) Bias Gender dalam Pemberitaan Aktivitas Politik Kaum Perempuan di Media (Eni Maryani, Agus Setiaman, Detta, Rachmawan) Dampak Pemberdayaan Perempuan Dalam Program Peningkatan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera ( P2WKSS) (Studi Dampak pada Sikap dan Perilaku Perempuan dalam Membina Tumbuh Kembang Anak dan Remaja di Desa Sindangsari Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut) (Nina Karlina, Mas Halimah) Negara dan Ibu Rumah Tangga: Wajah Sehari-hari pembentukan Negara dalam Bidang Kesehatan melalui Posyandu (Arief Wicaksono) PANEL 2 KEPEMIMPINAN DAN POLITIK LOKAL DI INDONESIA Politik Kekerabatan dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia (Rina Hermawati, Nunung Runiwati) Kontribusi Peran Politik Tuan Guru Dalam Masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan (Mukhtar Sarman) Tuan Tanah dan Lurah : Relasi Politik Lokal Patron Clien di Desa Sukorejo Kecamatan Godanglegi Kabupaten Malang dalam Kurun Waktu 2007-2012 (Annise Sri Maftuchin) Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Transisi (Studi di Desa Mekarsari Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang) (Agus Rahmat, Hendarmawan, Edy Suryadi, Cipta Endyana) Kepemimpinan Lokal dalam Pengembangan Masyarakat Desa (Rudi Saprudin Darwis) PANEL 3 ISU LINGKUNGAN DAN POLITIK Culture and Flood in Indonesia : A Student Perspective (Debora M. M. Hutajulu, Ayu S. Ardipramesa) Implementasi Komunikasi Lingkungan Melalui Ritual Hajat Laut di Kabupaten Pangandaran (Iriana Bakti, Susi Perbawasari, Kokom Komariah)



v



1



9



17



24 31 38 42 50 57 66



75



84 90 102 109



116



123 129



PANEL 4 KESEHATAN DAN BUDAYA MASYARAKAT Pola Komunikasi dan Budaya Sehat Pada Rumah Tangga Sangat Miskin (RSTM) Di Pedesaan (Asep Suryana, Putri Trulline) Menyelaraskan Kebijakan Kesehatan bagi Penderita Thalasemia di Kota Palangkaraya (Kesehatan Sebagai Produk Politik dan Budaya) (Saputra Adiwijaya dan Katriani Puspita Ayu) Kemiskinan dan Balita Gizi Buruk di Desa Penyangkak Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu (Rahma Syafitri) PANEL 5 CIVIL SOCIETY DAN POLITIK KEWARGAAN Formasi Wacana Kewarganegaraan Pasca-Reformasi ( Caroline Paskarina) Peran Civil Society Dalam Membangun Budaya Demokrasi di Indonesia (Siti Witianti, Ratnia Solihah) Self-Adaptation of Children Beggars Toward Violence on Street Analysis of Logotheraphy Viktor Frank on Meaning of Misery of Child Beggars At Area Of Religious Tourism, Cirebon (Atwar Bajar) Homofobia dalam Film Dallas Buyers Club (Novia Adibagus Shofah) Benturan Kekuasaan : Polisi, Arema, dan Aremania (Indhar Wahyu Wira Harjo) PANEL 6 BUDAYA POLITIK Perilaku Pemilih dan Budaya Politik dalam Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi (Ratnia Solihah, Siti Witianti) Politik Kepercayaan: Sebuah Relasi Sosial dan Budaya dalam Perdagangan Komoditas di Pedesaan Sumatera (Amilda) Manfaat Perubahan Politik terhadap Identitas Budaya Pecinan Kekinian (Lya Dewi Anggraini) PANEL 7 POLITIK PARIWISATA DAN PARIWISATA BUDAYA Sketsa Pariwisata di Aceh : Dari Regulasi Berbasis Syar’i Hingga Resistensi Masyarakat dalam Apologi Rekreasi (Studi Kasus di Kota Lhokseumawe, Aceh) (Pangeran P.P.A. Nasution dan Andry Ruida Hasi) Dilema Sex Tourism dalam Paradigma Pembangunan Pariwisata Perkotaan (Widyastuti) Strategi Promosi Pariwisata Kota Bandung (Studi Kasus Aktivitas Bandung Creatif City Forum (BCCF) (Iwan Koswara, Duddy Zein) Peningkatan Citra Pangandaran melalui Kearifan Lokal oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran (Priyo Subekti, Hanny Hafiar, Dadang Sugiana) Pencak Silat As A Special Cultural Tourism Potential : A Case on Lembaga Pewarisan Pencaksilat (Pencak Silat Inheritance Institute) (Dindin Dimyati, Muhammad Farhan) Global Tourism Challenges: Menuju Pariwisata Berbasis Syariah (Bagus Irawan) PANEL 8 KOMUNIKASI POLITIK DAN BUDAYA KOMUNIKASI Reactive Strategy and Personal Image : A Guide For ‘Awkarin’ (Ditta Hummamy, Hanifah Amalia, Mohammad Shihab) Iklan Politik dan Dampaknya Terhadap Keputusan Memilih Partai Golkar Pada Pemilu Legislatif (Survey Pada Kalangan Pemilih Pemula Mahasiswa UPI Angkatan 2014 (Ramadhan Wengku Arizal, Heny Hendrayati) Public Relation For Tradisional Pencak Silat (Mohammad Shihab, I Nyoman Musiasa) Pemanfaatan Pagelaran Wayang Golek Sebagai Metode Kampanye Politik Pasangan Sabdaguna dalam Pemilukada Kabupaten Bandung Periode 2016-2021 (Yanti Setianti, Priyo Subekti, Yogaswara Sunandar) Budaya Politik dan Komunikasi Politik dan Transisi Demokrasi Pasca Orde Baru (Dede Mariana, Ari Ganjar Herdiansyah, Diah Fatma Sjoraida, Heru Riyanto)



vi



134 142



151



160 167 175



183 189



197 208 217



225



235 245 252 257 264



270 276



284 288



294



Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 dalam Meme : Sebuah Analisa Isi Terhadap Meme-meme di Dunia Maya (Nuning Kurniasih) PR Politik Sebaga Strategi Komunikasi Politik Jokowi (Evie Ariadne Shinta Dewi) Hoax Politik di Media Sosial Twitter (Studi Etnografi Virtual Tentang Keberadaan Hoax Politik di Media Sosial Twitter) (Renata Anisa, Rachmaniar) Reak Sebagai Media Komunikasi Tradisional Pada Masyarakat Cilengkrang Kecamatan Ujungberung (Feliza Zubair, Lukiati Komala) PANEL 9 GERAKAN SOSIAL Peran Elit Non-Politik dalam Peningkatan Demokrasi Lokal di Bali Kasus Proses Penolakan Reklamasi Teluk Benoa (Diana Fawzia, Nursatyo, Truly Wangsalegawa) Perpustakaan Rakyat : Gerakan Emansipatoris dalam Mengembangkan Budaya Membaca dan Wacana Sosial (Dika Sri Pendanari) Demokrasi Buruh dan Kesejahteraan (Studi Deskriptif tentang Dinamika Organisasi Buruh dan Tingkat Kesejahteraan di Kabupaten Bandung) (Suwandi Sumartias dan Ikhsan Fuady) Representation of “Teman Ahok” As Form Cultural Identity and Resistence To Political Olygarchy (Anang Viki Pratama Hadju) Cultural consciousness Movement Against Corruption, Intellectual Academics in PerspectiveIntellectual Craftsmanship C. Wright Mills (Arie Wahyu Prananta) PANEL 10 FOLKLORE, IDENTITAS, DAN POLITIK LOKAL Revitalisasi dan Rekonstruksi Kearifan Lokal Untuk Membangun Hukum Kehutanan Yang Berkelanjutan (Caritas Woro Murdiati Runggandini) Boss Selalu Benar: Folklore di Tempat Kerja (Chico Adhibaskara Ekananda Hindarto) Menggali Kearifan Lokal Sosial Politik Masyarakat Minangkabau Melalui Ungkapan (Wirdanengsih Peranan Kearifan Lokal Dalam Pembangunan Desa di Minahasa (Studi di Desa Warembungan Kecamatan Pincleng Kabupaten Minahasa) (Welly Waworundeng) Model Pengelolaan Madrasah Mandiri Berbasis Kearifan Lokal (Junardi Harahap, Budi Rajab, Budhi Gunawan, Opan Suwartapradja) Pemilihan Wali Jorong Langsung dan Implikasinya Terhadap Budaya Politik Nagari (Irawati) Idiom Jawa dan Politik Elektoral Lokal (Iwan Nurhadi) Nilai Budaya Malapus dalam Penyelenggaran Pelayanan Publik di Kabuoaten Minahasa Selatan (Very Y. Londa) PANEL 11 KEBIJAKAN, POLITIK, KEBUDAYAAN Dilema Kebijakan Land Reform (Anik Susanti, Nyimas Nadya Izana, Nike Kusumawanti) Kendala Budaya dalam Sosialisasi Kebijakan Penanganan Masalah Human Trafficking di Kabupaten Indramayu (Slamet Mulyana, Meria Octaviani, Ira Mirawati, Kismiyati El Karimah) Implikasi Budaya Populer terhadap Kebijakan Industri Kreatif Indonesia (Studi Kasus: Pengaruh Hallyu Terhadap Indonesia) (Seny Soniaty, Widyastuti, Rahmad Efendi) Pulau Sebatik : Sebuah Kajian Kawasan Perbatasan (Suatu Studi Tentang Masyarakat Terhadap Kawasan Perbatasan (Poppy Setiawati Nurisnaeny, Junardi Harahap) Pengaruh Sosial dan Budaya dalam Perumusan Sosial dan Budaya dalam Perumusan Kebijakan Desentralisasi Kewenangan Pusat di Daerah Dalam Penerapan UU No. 6/2014 Tentang Pemerintahan Daerah di Nagari Sumatra Barat (Tamrin) Tantangan Bagansiapiapi Menghadapi Globalisasi: Dengan Melestarikan Warisan Budaya (Lies Mariani) vii



302 308 313 317



322 333 340



348 357



367 376 381 387 391 394 402 408



417 422



430 440 446



455



viii



Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran 24-25 Oktober 2016



PARTISIPASI MASYARAKAT PESISIR DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA Neneng Komariah Pawit M. Yusup Saleha Rodiah Encang Saepudin Fakultas Ilmu Komunikasi – Universitas Padjadjaran [email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat pesisir dalam program pemberdayaan perempuan terutama tingkat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan/ perencanaan, partisipasi masyarakat pada pelaksanaan program, partisipasi masyarakat dalam pengambilan manfaat, dan partisipasi masyarakat dalam evaluasi. Manfaat penelitian yaitu sebagai bentuk evaluasi program terutama terhadap implementasi kebijakan pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan mixed methods dan teknik pengumpulan data melalui penyebaran angket, wawancara, Focus Group Discussion, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan skor komulatif dari masing-masing sub variable, maka tingkat parisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan perempuan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama yakni partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan/ perencanaan program adalah positif. Bagian kedua yakni partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program, partisipasi masyarakat dalam pengambilan manfaat, dan partisipasi masyarakat dalam evaluasi kurang positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Masyarakat Pesisir di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya kurang aktif dalam mengikuti program pemberdayaan perempuan. Kata kunci: partisipasi, pemberdayaan perempuan, masyarakat pesisir, Cipatujah, Tasikmalaya PENDAHULUAN Desa Sindangkerta merupakan salah satu Desa di Kecamatan Cipatujah yang mempunyai luas wilayah 1.500 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 5.380 jiwa. Jumlah tersebut terdiri atas 2.673 laki-laki dan 2.707 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 1.702 KK. Jumlah keluarga miskin 370 KK dengan



1



persentase 21% dari jumlah keluarga yang ada di Sindangkerta. Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Sindang Kerta secara umum berupa dataran rendah dan dataran tinggi serta sebagian merupakan daerah pesisir pantai dengan suhu berkisar antara 27 sd. 30 derajat celcius. Berdasarkan hal tersebut masyarakat Desa Sindangkerta sebagian besar merupakan masyarakat pesisir. Secara teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Sedangkan secara luas masyarakat pesisir dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktivitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Dalam kerangka sosiologis, masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan, memiliki perilaku yang berbeda dengan katakanlah masyarakat petani/agraris. Perbedaan ini sebagian besar disebabkan karena karakteristik sumberdaya yang menjadi input utama bagi kehidupan sosial ekonomi mereka. Masyarakat nelayan akrab dengan ketidakpastian yang tinggi karena secara alamiah sumberdaya perikanan bersifat invisible sehingga sulit untuk diprediksi. Sementara masyarakat agraris misalnya memiliki ciri sumberdaya yang lebih pasti dan visible sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi terkait dengan ekspetasi sosial ekonomi masyarakat. Dalam kondisi seperti ini maka tidak jarang ditemui karakteristik masyarakat nelayan yang keras, sebagian temperemental dan tidak jarang yang boros karena ada persepsi bahwa sumberdaya perikanan “tinggal diambil” di laut (Satria, 2009).



Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran 24-25 Oktober 2016



Dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu, membuat nelayan harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Penyesuaian ini antara lain dengan memanfaatkan anggota rumah tangga untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam hal ini, istri para nelayan merupakan anggota rumah tangga yang memiliki potensi dalam membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Kesulitan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan karena mereka didera oleh beberapa keterbatasan di bidang kualitas sumberdaya manusia, akses dan penguasaan teknologi, pasar, dan modal. Kebijakan dan implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat di kawasan pesisir hingga saat ini masih belum optimal dalam memutus mata rantai belenggu kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mereka (Kusnadi 2009). Di dalam buku pedoman Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan (PPEP) disebutkan bahwa “Permasalahan perempuan di bidang ekonomi tidak terlepas dari kemiskinan. Perempuan dalam kegiatan usaha secara umum terbagi dalam empat kelompok, yaitu perempuan tidak mampu berusaha karena beban kemiskinan; perempuan yang belum/tidak berusaha; perempuan pengusaha mikro; dan perempuan pengusaha kecil dan menengah”. Perempuan tidak mampu berusaha karena beban kemiskinan khususnya dalam pemenuhan pendidikan dan kesehatan, harus berusaha dengan segala cara dan berorientasi pada kebutuhan saat ini. Perempuan dalam keluarga miskin ini sulit untuk berpikir jernih dan terbuka dalam menata kehidupan masa depan. Sedangkan untuk perempuan yang belum/ tidak berusaha, dihadapi permasalahan sikap, budaya, pengetahuan dan penerapan. Perempuan tidak berusaha karena motivasi yang kurang walaupun sumberdaya yang dimilikinya sebenarnya cukup atau mampu. Di lain pihak, ada perempuan ingin tapi tidak memiliki pengetahuan atau ketrampilan untuk usaha. Tiga pendekatan kemiskinan yang bisa dijadikan dasar untuk pengentasan kemiskinan yaitu pendekatan kultural, struktural, dan alamiah. Pendekatan ini bisa dilakukan baik secara parsial maupun bersamaan dapat dipakai untuk menjelaskan penyebab kemiskinan di kalangan kaum perempuan, baik secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Pertama, pendekatan secara kultural sebagian masyakat kita masih dipengaruhi secara kuat oleh budaya tradisional yang berideologi patriarki. Yaitu fenomena ketimpangan struktural berupa keterbatasan kaum perempuan untuk memperoleh pendidikan, memperoleh akses ekonomi (misalnya bekerja untuk memperoleh penghasilan dan bukan sebatas



menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga), berorganisasi, dan lain sebagainya masih tetap berlaku. Kedua, kemiskinan struktural berekses pada timbulnya kemiskinan kultural dalam wujud rendahnya pendidikan dan keterampilan sebagian besar perempuan (terutama di pedesaan). Sementara itu, kemiskinan alamiah menjelaskan adanya sebagian kaum perempuan yang bersikap pasrah terhadap posisi dirinya dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat, karena secara sadar menyadari demikianlah kodratnya sebagai seorang perempuan. Penduduk wanita yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan penduduk pria merupakan sumber daya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif pria dan wanita dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan, dimana posisi wanita yang selama ini hanya berfungsi sebagai ibu rumah tangga ditingkatkan sebagai pencari nafkah. Untuk itu, perlu diadakannya pemberdayaan bagi istri-istri nelayan. Optimalisasi peran wanita nelayan dalam pembangunan pesisir hanya dapat dilakukan melalui integrasi kebijakan pembangunan dan pemberdayaan perempuan ke dalam kebijakan nasional, propinsi atau kabupaten/kota baik pada ranah perencanaan, pelaksanaan, pemantauan maupun evaluasi pembangunan. Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumberdaya ekonomi, politik, sosial, budaya agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berpatisipasi aktif untuk menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di lingkungan sekitarnya. Perempuan dengan jumlah yang sangat besar merupakan modal sosial yang potensial bagi kelangsungan pembangunan bangsa. Sejalan dengan pernyataan tersebut Mengenai konsep pemberdayaan perempuan Hikmat menyatakan sebagai berikut: “… Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Sebaiknya orang-orang harus terlibat dalam proses tersebut sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif sehingga semakin banyak keterampilan yang dimiliki seseorang



2



Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran 24-25 Oktober 2016



semakin baik pula kemampuan partisipasinya. …” ( Hikmat 2004) Rumusan Masalah dan tujuan penelitian



and application. Bila ketiga aktivitas tersebut dilaksanakan dengan baik, akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan kebijakan itu sendiri. Kerangka penelitian ini secara garis besar tergambar dalam bagan di bawah ini.



Berdasarkan kepada latar belakang di atas, penelitian ini mengkaji tentang tingkat partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Program Pemberdayaan Perempuan di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya dengan tujuan untuk mengetahui Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan/ perencanaan, partisipasi masyarakat pada pelaksanaan program, partisipasi masyarakat dalam pengambilan manfaat, dan partisipasi masyarakat dalam evaluasi. Kerangka Pemikiran Teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah teori dari Charles O. Jones. Jones (1984:166) mengemukakan tiga aktivitas yang penting dalam implementasi kebijakan publik, yaitu organization, interpretation, and application. 1. Organization: the establishment or rearrangement of resources, unit and methods for putting a policy into effect; 2. Interpretation: the translation of program language (often contaned in a statute) into acceptable and feasible plans and directive; 3. Application: the routine provision of service, payments, or other agree upon objectives of instrument. Berdasar pada apa yang dikemukakan Jones tersebut, maka masalah pemberdayaan masyarakat sebagai implementasi kebijakan publik semakin lebih jelas dan luas, dimana implementasi itu merupakan proses yang memerlukan tindakan-tindakan sistematis dari organisasi, interpretasi, dan aplikasi. Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka yang dimaksud dengan implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas untuk mencapai tujuan sebagaimana yang telah digariskan dalam kebijakan tersebut. Penelitian ini mengkaji tentang model pemberdayaan perempuan masyarakat pesisir sebagai upaya dari implementasi Program Pemberdayaan Keluarga Fakir Miskin (P2KFM), dimana (P2KFM) adalah suatu program pemerintah dalam upaya pemberdayaan masyarakat fakir miskin (keluarga) yang terintegrasi untuk adanya partisipasi aktif masyarakat yang berbentuk pikiran, tenaga, keahlian dan materi untuk terwujudnya masyarakat mandiri dan meningkatkan kesejahteraannya. Menurut Jones, tiga aktivitas yang penting dalam implementasi kebijakan publik yaitu organization, interpretation,



3



METODE Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kuantitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angkaangka, meskipun ada data kualitatif sebagai pendukungnya, seperti kata-kata atau kalimat yang tersusun dalam angket, kalimat hasil konsultasi atau wawancara antara peneliti dan informan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono. Ia mengemukakan Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kualitatif yang diangkakan misalnya terdapat dalam skala pengukuran. Suatu pernyataan/ pertanyaan yang memerlukan alternatif jawaban, di mana masingmasing : sangat setuju diberi angka 4, setuju 3, kurang setuju 2, dan tidak setuju 1 (Sugiyono, 2002: 7). Populasi adalah wilayah generalisasi objek/subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulan. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Yang menjadi populasi dan sempel dalam penelitian ini adalah Masyarakat nelayan di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Sesuai data yang didapatkan jumlah keluarga nelayan yakni 50 kepala keluarga. Analisis data lapangan terkait tingkat partisipasi masyarakat tentang pelaksanaan program pemberdayaan perempuan. Kuesioner yang diberikan kepada responden, berupa pernyataan tertutup mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pemberdayaan perempuan di Kecamatan Ciapatujan Kabupaten Tasikmalaya. Setiap pernyataan yang diajukan, responden hanya



Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran 24-25 Oktober 2016



perlu menjawab satu pilihan jawaban yang tersedia. Butir-butir pernyataan yang diajukan mengacu pada tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya. Jawaban-jawaban yang tercantum dalam kuesioner mengacu pada skala likert. Pertanyaan yang ada dalam kuesioner masing-masing jawaban diberi skor sebagai berikut.



ada pada masing-masing variabel. Untuk mempermudah pengolahan data, data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel. Berikut adalah penjelasannya berdasarka kepada hasil analisis terhadap masing-masing indikator dari setiap variabel penelitian.



Tabel 1. Alternatif Jawaban Responden dan Skor Penilaian Pilihan jawaban



Skor masing-masing pernyataan



Pernyataan positif Sangat tidak setuju Tidak setuju Tidak ada pendapat Setuju Sangat setuju



HASIL DAN PEMBAHASAN



1 2 3 4 5



Partisipasi dalam Tingkat Keputusan/ Perencanaan



Pernyataan negatif 5 4 3 2 1



Variabel ini memiliki enam indikator yaitu a) Informasi mengenai program pemberdayaan perempuan didapatkan melalui kelurahan atau RT/RW setempat, b) Pemberitahuan mengenai adanya program pemberdayaan perempuan bagi masyarakat dilakukan secara jelas, c) Masyarakat mencari tahu lebih jauh mengenai program pemberdayaan perempuan, d) Pernah diajak musyawarah untuk membahas perencanaan program pemberdayaan perempuan , e) Pernah memberikan masukan gagasan/ ide dalam program pemberdayaan perempuan , dan f) Keterlibatan masyarakat dalam program pemberdayaan perempuan harus dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan, Berikut adalah perhitungan dari tiap indikator/tolak ukur tersebut.



Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, selanjutnya adalah menganalisis data yang telah didapatkan dengan mengggunakan model analisis deskriptif. Model analisis ini menjelaskan pernyataan responden dengan mendeskripsikannya melalui penggunaan tabel dan pengukurannya menggunakan skala likert. Berdasarkan hal tersebut, maka jumlah skor dari seluruh responden adalah: Tabel 2. Jumlah Skor Seluruh Responden



Maksimal Minimal Median Kuartil I Kuartil III



50 responden x 5 = 250 50 responden x 1 = 50 50 responden x 3 =150 50 responden x 2 =100 50 responden x 4 =200



Jumlah skor tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan beberapa pendekatan (Sugiyono,2008), untuk menentukan seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat, sebagai berikut : a. Jika Kuartil III < Skor < Maksimal; artinya sangat positif (partisipasi masyarakat dinilai aktif). b. Jika Median < Skor < Kuartil III; artinya positif (partisipasi masyarakat dinilai cukup aktif). c. Jika Kuartil I < Skor < Median; artinya negatif (partisipasi masyarakat dinilai kurang aktif). d. Jika Minimal < Skor < Kuartil I; artinya sangat negatif (partisipasi masyarakat dinilai tidak aktif). Apabila dipersentasekan, maka besar tingkat partisipasi masyarakat dapat dihitung berdasarkan rumusan sebagai berikut : Skor yang diperoleh Tingkat partisipasi = -------------------------------x 100 Skor maksimal Pada bagian ini akan diukur mengenai tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan tolak ukur yang



Pengambilan



Tabel 3. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan/Perencanaan No 1 2 3 4 5



6



Tolak ukur Informasi mengenai program pemberdayaan perempuan didapatkan melalui kelurahan atau RT/RW setempat Pemberitahuan mengenai adanya program pemberdayaan perempuan bagi masyarakat dilakukan secara jelas Masyarakat mencari tahu lebih jauh mengenai program pemberdayaan perempuan Pernah diajak musyawarah untuk membahas perencanaan program pemberdayaan perempuan Pernah memberikan masukan gagasan/ ide dalam program pemberdayaan perempuan Pernah memberikan masukan gagasan/ ide dalam program pemberdayaan perempuan Keterlibatan masyarakat dalam program pemberdayaan perempuan harus dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan Total Rata-rata



Skor 194



Median 150



211



150



167



150



163



150



129



150



208



150



1072 178.66



150 150



Data di atas menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan/ Perencanaan program pemberdayaan perempuan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari rata-rata skor yang diperoleh adalah 178.66. Skor tersebut jauh lebih tinggi dari skor median yakni 150. Data ini



4



Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran 24-25 Oktober 2016



menunjukkan bahwa nilai Median < nilai Skor < nilai Kuartil III. Hal ini artinya positif (partisipasi masyarakat dinilai cukup aktif). Tingkat partisipasi ini terjadi disebabkan oleh keterbukaan para pengelola program pemberdayaan perempuan yang dimonitoring oleh pihak pemerintahan. Namun, Berdasarkan data di atas dari enam indikator yang menjadi tolak ukur variabel ini dapat dipilah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menunjukkan skor di atas median dan kelompok kedua skor berada di bawah median. Kelompok pertama yakni a) Informasi mengenai program pemberdayaan perempuan didapatkan melalui kelurahan atau RT/RW setempat memperoleh skor 259, b) Pemberitahuan mengenai adanya program pemberdayaan perempuan bagi masyarakat dilakukan secara jelas skor 211 c) Masyarakat mencari tahu lebih jauh mengenai program pemberdayaan perempuan skor 167 d) Pernah diajak musyawarah untuk membahas perencanaan program pemberdayaan perempuan skor 163, dan e) Keterlibatan masyarakat dalam program pemberdayaan perempuan harus dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan skor 208. Sedangkan kelompok kedua yakni pernah memberikan masukan gagasan/ ide dalam program pemberdayaan perempuan memperoleh skor 129. Skor untuk indikator ini cukup jauh di bawah skor median. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan para perempuan ini merasa enggan untuk mengeluarkan pendapatnya karena merasa malu dan ragu-ragu. Ada rasa takut pertanyaan, ide atau gagasan yang akan disampaikannya tidak diterima. Apabila skor komulatif dari sub variabel ini dipresentasekan maka dapat dihitung sebagai berikut: 178.66 Tingkat partisipasi V1= -----------x 100 250 = 71.46 Partisipasi Tingkat Pelaksanaan Program



Masyarakat



dalam



Variabel ini memiliki enam indikator yaitu a) Sebagaian dana yang digunakan sebagian modal usaha adalah milik pribadi. b) Tempat yang digunakan untuk berusaha adalah milik pribadi. c) Alat usaha yang digunakan dalam menjalankan usaha adalah milik pribadi. d) Setiap kegiatan dalam program pemberdayaan perempuan selalu didokumentasikan e) Selalu ikut serta dalam pengadministrasian kegiatan f) Fasilitator mudah ditemui oleh anggota program pemberdayaan perempuan g) Fasilitator sangat berperan dalam pendampingan kelompok. Berikut adalah perhitungan dari tiap indikator/ tolak ukur tersebut:



5



Tabel 4 Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program No 1 2 3 4



5 6 7



Tolak ukur Sebagaian dana yang digunakan sebagian modal usaha adalah milik pribadi. Tempat yang digunakan untuk berusaha adalah milik pribadi. Alat usaha yang digunakan dalam menjalankan usaha adalah milik pribadi. Setiap kegiatan dalam program pemberdayaan perempuan selalu didokumentasikan Selalu ikut serta dalam pengadministrasian kegiatan Fasilitator mudah ditemui oleh anggota program pemberdayaan perempuan Fasilitator sangat berperan dalam pendampingan kelompok Total Rata-rata



Skor 121



Median 150



138



150



145



150



163



150



147



150



142



150



144



150



1.000



150



142.85



150



Data di atas menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pemberdayaan perempuan negattif. Hal ini terlihat dari rata-rata skor yang diperoleh adalah 142.85. Walaupun Skor tersebut tidak terlalu jauh dari skor median yakni 150 namun masih berada di bawah skor median. Apabila kita melihat data satu demi satu dari setiap indikator maka terlihat hanya satu indikator yakni Setiap kegiatan dalam program pemberdayaan perempuan selalu didokumentasikan yang mendapat skor lebih dari skor median yakni 165. Sedangkan indikator lainnya memperoleh skor dibawah skor median. Berdasarkan data di atas dari tujuh indikator yang menjadi tolak ukur variabel ini dapat dipilah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menunjukkan skor diatas median dan kelompok kedua skor berada di bawah median. Berdasarkan pada data yang tergambarkan bahwa nilai Kuartil I < nilai Skor < nilai Median. Hal ini artinya negatif (partisipasi masyarakat dinilai kurang aktif). Apabila skor kumulatif dari sub variabel ini dipresentasekan maka dapat dihitung sebagai berikut: 142.85 Tingkat partisipasi V2 = -----------x 100 250 = 57.14



Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran 24-25 Oktober 2016



Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Manfaat Variabel partisipasi masyarakat dalam pengambilan manfaat memiliki 4 indikator. Keempat indikator tersebut adalah a) Kemudahan dalam permohonan pengajuan program pemberdayaan perempuan , b) Kemudahan prosedur dalam mendapatkan modal usaha dari program pemberdayaan perempuan , c) Adanya program pemberdayaan perempuan membantu pemecahan masalah usaha yang dihadapi anggota, dan d) Keterampilan anggota kelompok menjadi meningkat dengan pendampingan yang diberikan. Berikut adalah perhitungan dari tiap indikator/ tolak ukur tersebut: Tabel 5. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Manfaat No 1 2 3



4



Tolak ukur Kemudahan dalam permohonan pengajuan program pemberdayaan perempuan Kemudahan prosedur dalam mendapatkan modal usaha dari program pemberdayaan perempuan Adanya program pemberdayaan perempuan membantu pemecahan masalah usaha yang dihadapi anggota Keterampilan anggota kelompok menjadi meningkat dengan pendampingan yang diberikan Total Rata-rata



Skor 110



Median 150



138



150



139.5 Tingkat partisipasi V3= -----------x 100 250 = 55.8 Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam evaluasi Variabel partisipasi masyarakat dalam kegiatan evaluasi memiliki empat indikator. Keempat indikator tersebut adalah a) Selalu memberi masukan kepada pengelola program pada akhir pelaksanaan kegiatan. b) Sering mengadu pada pengelola progran mengenai pelaksaan kegiata. c) Suka membantu pengelola program dalam menyusun pelaporan kegiatan, dan d. Membantu pengumpulan data/ bahan pelapran kegiatan. Nilai sekor dari masing-masing indicator dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 6 Partisipasi Masyarakat dalam Evaluasi No 1 2



145



150 3



165



150



558 139.5



150 150



Data di atas menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengambilan manfaat program pemberdayaan perempuan kurang aktif atau negatif. Hal ini terlihat dari rata-rata skor yang diperoleh adalah 139.5. Skor tersebut jauh dari skor median yakni 150. Apabila kita melihat data satu demi satu dari setiap indikator maka terlihat hanya satu indikator yakni Keterampilan anggota kelompok menjadi meningkat dengan pendampingan yang diberikan yang mendapat skor lebih dari skor median yakni 165. Sedangkan indikator lainnya memperoleh skor dibawah skor median Berdasarkan data di atas dari empat indikator yang menjadi tolak ukur variabel ini dapat dipilah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menunjukkan skor diatas median dan kelompok kedua skor berada di bawah median. Berdasarkan pada data yang tergambarkan bahwa nilai Kuartil I < nilai Skor < nilai Median. Hal ini artinya negatif (partisipasi masyarakat dinilai kurang aktif). Apabila skor kumulatif dari sub variabel ini dipresentasekan maka dapat dihitung sebagai berikut:



4



Tolak ukur Selalu memberi masukan kepada pengelola program pada akhir pelaksanaan kegiatan Sering mengadu pada pengelola progran mengenai pelaksaan kegiata Suka membantu pengelola program dalam menyusun pelaporan kegiatan Membantu pengumpulan data/ bahan pelapran kegiatan Total Rata-rata



Skor 107



Median 150



150



150



138



150



131



150



526 131.5



150 150



Data di atas menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi program pemberdayaan Perempuan kurang aktif bahkan negatif. Hal ini terlihat dari rata-rata skor yang diperoleh adalah 131.5. Skor tersebut berada di bawah skor median yakni 150. Berdasarkan pada data yang tergambarkan bahwa nilai Kuartil I < nilai Skor < nilai Median. Hal ini artinya negatif (partisipasi masyarakat dinilai kurang aktif). Apabila skor kumulatif dari sub variabel ini dipresentasekan maka dapat dihitung sebagai berikut; 131.5. Tingkat partisipasi V4= -----------x 100 150 = 52.6 Berdasarkan skor kumulatif dari masing-mansing sub variabel maka tingkat parisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan perempuan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama yakni pertisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan/ perencanaan program positif. Hal ini karena



6



Seminar Nasional Politik dan Kebudayaan Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran 24-25 Oktober 2016



skor sub variabel ini menunjukkan bahwa nilai Median < niali Skor < nilai Kuartil III. Data ini artinya positif (partisipasi masyarakat dinilai cukup aktif). Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7 Perhitungan Skor Kumulatif Setiap Sub Variabel SubVariabel Pengmbilan keputusan



Nilai Media 150