19 0 237 KB
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacammacam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki
pemberian
waktu
yang
bervariasi,
sehingga
penguasaan penuh dapat tercapai. Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau eksperimen.
1
Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita! Pendekatan kontekkstual (contextual teaching learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekrang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para
ahli
pendidikan
dan
pengajaran
dalam
upaya
2
‘menghidupkan’kelas
secara
maksimal.
Kelas
yang
‘hidup’
diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat. Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif. Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud) Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara
3
mereka
sendiri,
menunjukkan
contohnya,
mencoba
mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan. Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga,
cara
membuat
tes
dan
menggunakannya,
dan
pengetahuan tentang alat-alat evalasi. Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah
4
berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon ind....idu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon manusia Indonesia. Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam akt....itas belajar mengajar,
guru
senantiasa
memanfaatkan
teknologi
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik atau siswa berbeda. Khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa. Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah Dalam Meningkatkan
Mutu
Dan
Pemahaman
Pelajaran
BAHASA
INDONESIA Pada Siswa Kelas ……………………………………..Tahun Pelajaran .....”
5
B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut: 1. Bagaimanakah peningkatan Mutu belajar BAHASA INDONESIA dengan diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas …………………………..Tahun Pelajaran ....? 2. Bagaimanakah pengajaran
pengaruh
terarah
metode
terhadap
belajar
mot....asi
aktif
belajar
model BAHASA
INDONESIA pada siswa Kelas ………………………………………… Tahun Pelajaran ....?
C. Tujuan Penelitian Sesuai
dengan
permasalahan
di
atas,
penelitian
ini
bertujuan untuk: 1. Mengetahui peningkatan Mutu belajar BAHASA INDONESIA setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas ………………………………………….. Tahun Pelajaran ..... 2. Mengetahui pengaruh mot....asi belajar BAHASA INDONESIA setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran
6
terarah pada siswa Kelas ………………………………………Tahun Pelajaran .....
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul ……………………………. yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: "Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ………………. menggunakan metode………………. dalam menyampaikan materi pembelajaran, maka
dimungkinkan
minat
belajar
dan
hasil
belajar
siswa
kelas
…………………… akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".
D.
Manfaat Penelitan Adapun
maksud
penulis
mengadakan
penelitian
ini
diharapkan dapat berguna sebagai:
7
1. Menambah peranan
pengetahuan
guru
BAHASA
dan
wawasan
INDONESIA
penulis
dalam
tentang
meningkatkan
pemahaman siswa belajar BAHASA INDONESIA. 2. Sumbangan pemikiran bagi guru BAHASA INDONESIA dalam mengajar
dan
meningkatkan
pemahaman
siswa
belajar
BAHASA INDONESIA. E. Definisi Operasional Variabel Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut: 1. Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah: Suatu
bentuk
pembelajaran
yang
mengharuskan
guru
mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siwa atau mengapatkan hipotesis atau simpulan mereka. 2. Mot....asi belajar adalah: Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan,
pengalaman.
Mot....asi
mendorong
dan
mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan. 3. Mutu belajar adalah:
8
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran. F. Batasan Masalah Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi: 1. Penelitian
ini
hanya
dikenakan
pada
siswa
kelas
………………………………… Tahun Pelajaran ..... 2. Penelitian
ini
dilaksanakan
pada
semester
ganjil
bulan
September tahun pelajaran ..... 3. Materi
yang
disampaikan
adalah
pokok
bahasan………………………
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Memperkenalkan Belajar Aktif Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan: Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya lihat, saya ingat. Yang saya kerjakan, saya pahami. Tiga pertanyaan sederhana ini berbicara banya tentang perlunya metode belajar aktif. Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas
dan
terapkan,
saya
dapatkan
pengetahuan
dan
10
keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai. (Melvin L. Siberman, 2004: 15). Ada sejumlah alasan mengapa sebagian besar orang cenderung lupa tentang apa yang mereka dengar. Salah satu alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran siswa. Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang dapat ditangkap
siswa
dalam
per
menitnya?
Ini
tentunya
juga
bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika siswa benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kata per menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu karena siswa juga berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan sulit menyimak guru yang bicaranya nyerocos. Besar kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun materinya menarik, berskonsentrasi dalam waktu yang lama memang bukan perkara mudah.
Penelitian
menunjukkan
bahwa
siswa
mampu
mendengarkan (tanpa memikirkan) denga kecepatan 400 hingga 500
kata
per
menit.
Ketika
mendengarkan
dalam
waktu
berkepanjangan terhadap seorang guru yang berbicara lambat,
11
siswa cenderung menjadi jenuh, dan pikiran mereka mengembara entah ke mana. Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam suatu
perkualiahan
bergaya-ceramah,
mahasiswa
kurang
menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah (Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir, mereka hanya dapat mengingat 20% materi kuliah mereka (McKeachie, 1986). Tidak heran bila masisiswa dalam kualiah psikologi
yang
disampaikan
dengan
gaya
ceramah
hanya
mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pembanding yang sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard, dkk., 1989). Bayangkan apa yang bisa didapatkan dari pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan tinggi. Dua figur terkenal dalam gerakan kooperatif, David dan Roger Jonson, bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa persoalan berkenaan dengan perkuliahan yang berkepanjangan (Johnson, Johnson & Smith, 1991). -
Perhatian masasiswa menurun seiring berlalunya waktu.
-
Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi peserta didik auditori.
12
-
Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya proses belajar mengajar tentang informasi faktual.
-
Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa memerlukan informasi yang sama dengan langkah penyampaian yang sama pula.
-
Mahasiswa cenderung tidak menyukainya. Dengan
menambahkan
media
visual pada pemberian
pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 persen (Pike, 1989). Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan hingga
200
persen
ketika
digunakan
media
visual
dalam
mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40 persen
ketika
media
visual
digunakan
untuk
mendukung
presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali tidak memiliki ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata saja. Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua sistem penyampaian itu. Juga, sebagian siswa, seperti akan kita bahas nanti. Lebih menyukai satu cara penyampaian ketimbang cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita memiliki peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari
13
beberapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu. B. Bagaimanakah Otak Bekerja Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video tape recorder.
Informasi
yang
masuk
akan
secara
kontinyu
dipertanyakan. Otak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Pernahkan
saya
mendengar
atau
melihat
informasi
ini
sebelumnya? Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya lakukan terhadapnya? Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang sama yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun lalu? Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah. Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akan terbantu dengan melakukan perenungan semacam itu secara eksternal juga internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar yang lebih baik jika kita membahas informasi dengan orang lain dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu. Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta siswa untuk
14
berdiskusi
dengan
teman
sebangkunya
tentang
apa
yang
dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang disediakan selama pelajaran berlangsung. Dibandingkan dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua angka lebih tinggi. Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi itu, dan dengan demikian kita bisa mendapat umpan balik tentang seberapa bagus pemahaman kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika siswa dinima untuk melakukan berikut ini. 1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sindiri. 2. Memberikan contohnya. 3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi. 4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain. 5. Menggunakannya dengan beragam cara. 6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya. 7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya. Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan sebuah computer, dan kita adalah pemakainya. Sebuah computer
15
terntunya perlu di-“on“-kan untuk bisa digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, otak kita tidak “on”. Sebuah computer membutuhkan software yang tepat untuk menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir. Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan pengkaitan ini dengan software pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang lain untuk dapat menyimpannya dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya. Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka sendiri (betapapun meyakinkan dan tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru terlalu sering menggunakan penjelasan
dan
pemeragaan
(demonstrasi)
yang
disertai
ungkapan, “begini lho caranya”? menuangkan fakta dan konsep ke dalam benak siswa dan menunjukan keterampilan dan
16
prosedur dengan cara yang kelewat menguasai justru akan mengganggu proses belajar. Cara menyajikan informasi akan menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik dalam waktu lama maupun sebentar. Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam. Mempelajari bukanlah menelan semuanya. Untuk
mengingat
apa
yang
telah
diajarkan,
siswa
harus
mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya, mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermana. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan,
mempraktekan,
dan
barangkali
bahkan
mengajarkannya kepada siwa yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi. Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses
belajar
berlangsung
secara
bergelombang.
Belajar
memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan kedekatan
dengan
berbagai
macam
hal,
bukan
sekedar
17
pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran BAHASA INDONESIA bisa diajarkan dengan media yang konkret, melalui buku-buku latihan, dan dengan mempraktekan dalam kegiatan sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan,
membutuhkan
informasi
untuk
memecahkan
masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas. C. Gaya Belajar Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan
sangat
melakukannya.
baik
hanya
Biasanya,
dengan
mereka
ini
melihat menyukai
orang
lain
penyajian
informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan
18
jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggunakan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impuls....e, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tidak karuan. Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegiatan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka sukai. Guna
19
memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi. Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe MyerBriggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan ind....idu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan
20
melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama.” Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa
kini
siswa
dibesarkan
dalam
dunia
yang
segala
sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas. D. Sisi Sosial Proses Belajar Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya
untuk
tumbuh
dan
yang
lain
condong
kepada
keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini
21
akan memiliki keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkahlangkah kecil, menurut Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968). Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional
dan
intelektual
yang
memungkinkan
mereka
melampaui ambang pengetahuan dan keterampilan mereka yang sekarang. Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dalam buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan
22
timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber mot....asi yang bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa ind....idu ke dalam
pembelajaran
membimbingnya
untuk
mendapatkan
kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966). Konsep-konsepnya perkembangan
metode
Maslow belajar
dan
Bruner
kolaboratif
yng
melandasi sedemikian
popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut untuk
bergantung
satu
sama
lain
dalam
mengerjakannya
merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama temanteman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada hubungan-hubungan lebih lanjut. Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat
23
menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk
memperoleh
pelajaran.
Metode
pemahaman belajar
dan
bersama
penguasaan
yang
terbaik,
materi semisal
pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka
untuk
tidak
hanya
belajar
bersama,
namun
juga
mengajarkan satu sama lain. E.
Sepuluh
Strategi
untuk
Membentuk
Kelompok
Kecil Kerja kelompok kecil merupakan kegiatan penting dari kegiatan belajar aktif. Ini penting untuk membentuk kelompok secara
cepat
dan
efisien
dan,
pada
saat
bersamaan,
memvariasikan komposisi serta besaran kelompok di dalam kelas. Pilihan-pilihan berikut ini merupakan alternatif menarik untuk membebaskan siwa dalam memilih kelompok mereka sendiri atau menentukan jumlah anggota sesuai yang guru perintahkan. 1. Kartu pengelompokan: Tentukan berapa banyak siswa yang ada di kelas dan berapa banyak pengelompokan yang guru inginkan selama pelajaran berlangsung. Sebagai contoh, dalam
24
kelas yang berisi dua puluh siswa, satu kegiatan dapat memerlukan empat kelompok yang beranggotakan lima siswa; kegiatan lain bisa memerlukan lima kelompok beranggotakan empat
siswa;
kegiatan
lainnya
lagi
memerlukan
enam
kelompok beranggotakan tiga siswa dengan dua siswa sebagai pengamat. Tandai kelompok-kelompok ini menggukan titik-titik berwarna (merah, biru, hijau, dan kungin untuk empat kelompok), stiker hias (lima stiker berbeda dengan tema yang sama untuk lima kelompok, misalnya gambar singa, monyet, macan, jerapah, gajah), dan nomor (1 hingga 6 untuk enam kelompok). Tempatkan secara acak angka, titik berwarna, dan striker pada sebuah kartu untuk masing-masing siswa dan sertakan kartu untuk masing-masing siswa. Bila guru sudah siap untuk membentuk kelompok, kenalilah kode yang guru gunakan dan arahkan siswa untuk bergabung ke dalam kelompok mereka dalam tempat yang telah ditentukan. Siswa akan
dapat
bergerak
cepat
menuju
kelompok
mereka,
menghemat waktu, dan tidak lagi bingung dengan apa yang harus dikerjakan. agar prosesnya lebih efisien lagi, guru mungkin perlu menempelkan tanda yang menunjukan area pertemuan kelompok.
25
2. Puzzle: Belilah Puzzle Jigsaw (teka-teki menyusun potongan gambar) atau buatlah sendiri dengan memotong-motong gambar dari majalah; tempelkan potongan-potongan itu pada kertas karton tebal; dan potonglah menjadi bentuk, ukuran dan jumlah yang dikehendaki. Pilih jumlah puzzle sesuai dengan jumlah kelompok yang hendak guru buat. Pisahkan puzzle kepada tiap satu orang siswa. Bila guru sudah siap membentuk kelompok, perintahkan siswa untuk menempatkan potonganpotongan gambar yang diperlukan agar terbentuk gambar utuh. 3. Menemuan
sahabat
dan
keluarga
fiktif
terkenal:
Susunlah sebuah daftar berisi anggota keluarga atau sahabat fiktif terkenal dalam kelompok yang beranggotakan tiga atau empat siswa (misalnya, Peter, Pan, Tinker, Kanten Hook, Wendy; Alice, Chesire, Cat, Queen of Heart, Mad Hatter; Superman, Lois Lane, Jimmy Olsen, Clark Kent). Pilihlah jumlah yang sama dari karakter fiksional sesuai jumlah siswa. Tulislah nama-nama fiksional pada kartu indeks, satu nama satu kartu, untuk membuat kelompok keluarga kartu. Acaklah kartu-kartu itu dan tiap siswa diberi satu kartu dengan sebuah nama fiksional. Bila guru sudah siap cari anggota keluarga yang lain
26
dari “keluarga” mereka. Bila kelompok orang terkenal sudah terbentuk, mereka dapat mencari tempat untuk berkumpul. 4. Label nama: Gunakan label nama dengan bentuk atau warna yang berbeda untuk menandai pengelompokkan yang berbeda. 5. Hari kelahiran: Perintahkan siswa untuk berbaris sesuai urutan kelahiran, kemudian pecah menjadi sejumlah kelompokkelompok yang guru perlukan untuk kegiatan tertentu. Dalam kelas yang besar, bentuklah kelompok berdasarkan bulan kelahiran. Sebagai contoh, 60 siswa bisa dibagi menjadi tiga kelompok
dengan
anggota
yang kira-kira sama
dengan
menyusun kelompok yang dianggotai oleh siswa yang lahir pada (1) Januari, Februari, Maret dan April, (2) Agustus, Juni, Juli, Agustus, dan (3) Agustus, Oktober, November, dan Desember. 6. Kartu remi: Gunakan satu dus kartu remi untuk menandai kelompok. Sebagi contoh, gunakan yoker, ratu, raja, dan as untuk membuat kelompok beranggotakan empat siswa, dan tambahkan jumlah kartu sesuai dengan jumlah kartu sesuai dengan jumlah siswa. Kocoklah kartu itu dan bagikan satu kartu satu siswa, selanjutnya arahkan siswa untuk menemukan
27
siswa yang memegang kartu yang sama guna membentuk kelompok. 7. Sebut angka: tentukan jumlah dan kuran kelompok yang ingin guru buat, tempatkan angka pada masing-masing selipan kertas,
dan
mengambil
tempatkan satu
angka
di
dalam dari
sebuah
kotak
kotak.
untuk
Siswa
menandai
kelompoknya. Sebagai contoh, jika guru menginginkan empat kelompok beranggotakan empat siswa. Guru mesti memiliki enam belas selipan kertas dengan empat kumpulan yang masing-masing terdiri dari angka 1 hingga 4. 8. Rasa permen: Beri siswa masing-masing satu permen bebas gula dengan berbagai rasa untuk menunjukan pengelompokan. Sebagi contoh, keempat kelompok guru bisa terdiri dari lemon, anggur, cerry, dan strawberry. 9. Pilih benda-benda yang mirip: Pilihlah mainan dengan tema yang
sama
dan
gunakan
untuk
menunjukan
atau
melambangkan kelompok. Sebagi contoh, guru dapat memilih tema transportasi dan menggunakan mobil, pesawat terbang, perahu, dan kereta api. Tiap siswa akan mengambil mainan yang sama untuk membentuk kelompok.
28
10. Materi siswa: Guru dapat menandai materi belajar siswa dengan mengunaan klip kertas berwarna, handout berwarna, atau stiker pada map untuk menandai kelompok.
F. Pengajaran Terarah 1. Uraian Singkat Dalam teknik ini, guru mengajukan satu atau beberapa pertanyaan
untuk
melacak
pengetahuan
siswa
atau
mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya
menjadi
sejumlah
kategori.metode
pengajaran terarah merupakan selingan yang mengasyikan di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa sebelu memaparkan apa yang guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak. 2. Prosedur a. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka miliki.
Gunakan
kemungkinan
pertanyaan
jawaban,
yang
semisal
memiliki
beberapa
“Bagaimana
kamu
menjelaskan seberapa cerdanya seseorang?”
29
b. Berikan waktu yang cukup kepada bagi siswa dalam pasangan
atau
kelompok
untuk
membahas
jawaban
mereka. c. Perintahkan siswa untuk kembali ke tempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkinkan, seleksi jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh. d. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang memberi informasi tambahan bagi poin pembelajaran. 3. Variasi a. Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang dan perintahkan
mereka
untuk
mengkategorikan
gagasan
mereka terlebih dahulu sebelum guru membandingkannya dengan konsep yang ada di pikiran anda. b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada di benak guru. Cermati bagaimana siswa dan guru secara
30
bersama-sama
bisa
memilah-milah
gagasan
mereka
menjadi kategori yang berguna.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
31
A. Bentuk Penelitian Tindakan Penelitian research),
ini
karena
merupakan penelitian
penelitian
dilakukan
tindakan
untuk
(action
memecahkan
masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti; (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial eksperimental. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak
32
tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
B. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ……………….. Tahun Pelajaran ..... 2. Waktu Penelitian Waktu
penelitian
adalah
waktu
berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2004/..... 3. Subyek Penelitian Subyek
penelitian
adalah
siswa-siswi
Kelas
…………………………………………….Tahun Pelajaran .... pada pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi dan transportasi.
C. Rancangan Penelitian
33
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan
tugas,
memperdalam
pemahaman
terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3). Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan
untuk
memperbaiki
kondisi
pembelajaran
yang
dilakukan. Adapun
tujuan
utama
memperbaiki/meningkatkan
dari
pratek
PTK
adalah
pembelajaran
untuk secara
berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
34
Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus
berikutnya
adalah
perncanaan
yang
sudah
direvisi,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan
tindakan
pendahuluan
yang
berupa
identifikasi
permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Putar an 1
Refleksi
Rencana Rencana awal/rancangan awal/rancangan
Putar an 2
Tindakan/ Observasi Refleksi
Rencanayang yang Rencana direvisi direvisi
Refleksi Tindakan/ Observasi
Putar an 3
Tindakan/ Observasi Rencanayang yang Rencana direvisi direvisi
35
Gambar 3.1 Alur PTK Penjelasan alur di atas adalah: 1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran
model pengajaran
terarah. 3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
36
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2. Rencana Pelajaran (RP) Yaitu
merupakan
perangkat
pembelajaran
yang
digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator
pencapaian
hasil
belajar,
tujuan
pembelajaran
khusus, dan kegiatan belajar mengajar. 3. Lembar Kegiatan Siswa Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil proses belajar mengajar. 4. Tes formatif -
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan
37
pemahaman konsep BAHASA INDONESIA pada pokok bahasan
perkembangan
teknologi
untuk
produksi,
komunikasi dan transportasi. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif).
E. Metode Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi akt....itas siswa dan guru, dan tes formatif.
F. Teknik Analisis Data Untuk kegiatan
mengetahui
pembelajaran
keefekt....an perlu
suatu
diadakan
metode
analisa
data.
dalam Pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui Mutu belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta akt....itas siswa selama proses pembelajaran.
38
Untuk mengalinasis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan: X =
∑X ∑N
Dengan
: X
= Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa= 2. Untuk ketuntasan belajar Ada perorangan
dua
kategori
dan
secara
ketuntasan belajar klasikal.
yaitu secara
Berdasarkan
petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
39
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: P=
∑ Siswa. yang.tuntas.belajar x100% ∑ Siswa
BAB ....
40
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan Mutu belajar siswa setelah diterapkan belajar aktif.
A. Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal
tes
formatif
1
dan
alat-alat
pengajaran
yang
mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 1 September .... di Kelas ……….. dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.
41
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif
I
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Table 4.2. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I Keterangan T TT 1 100 √ 2 60 √ 3 80 √ 4 60 √ 5 70 √ 6 80 √ 7 70 √ 8 50 √ 9 70 √ Jumlah 640 6 3 Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800 Jumlah Skor Tercapai 1270 Rata-Rata Skor Tercapai 70,56 No. Urut
Skor
Keterangan:
No. Urut
Skor
10 11 12 13 14 15 16 17 18 Jumlah
80 50 70 70 80 70 50 60 100 630
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ 6 3
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 12
Jumlah siswa yang belum tuntas
:6
Klasikal
: Belum tuntas
42
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I 70,56 12 66,67
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah diperoleh nilai rata-rata Mutu belajar siswa adalah 70,56 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67% atau ada 12 siswa dari
18
siswa
sudah
tuntas
belajar.
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah. c. Refleksi Dalam
pelaksanaan
kegiatan
belajar
mengajar
diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
43
1) Guru kurang baik dalam memot....asi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran 2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu 3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung. d. Refisi Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. 1) Guru perlu lebih terampil dalam memot....asi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. 2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan 3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memot....asi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias. 2. Siklus II a. Tahap perencanaan
44
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal
tes
formatif
2
dan
alat-alat
pengajaran
yang
mendukung. b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 8 September .... di Kelas .... dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif
II
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:
45
Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II Keterangan T TT 1 100 √ 2 60 √ 3 90 √ 4 70 √ 5 70 √ 6 90 √ 7 70 √ 8 50 √ 9 80 √ Jumlah 680 7 2 Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800 Jumlah Skor Tercapai 1390 Rata-Rata Skor Tercapai 77,22 No. Urut
Skor
Keterangan:
No. Urut
Skor
10 11 12 13 14 15 16 17 18 Jumlah
90 60 80 80 90 80 60 70 100 710
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ 7 2
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 14
Jumlah siswa yang belum tuntas
:4
Klasikal
: Belum tuntas
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus II 77,22 14 77,78
46
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata Mutu belajar
siswa
adalah
77,22
dan
ketuntasan
belajar
mencapai 77,78% atau ada 14 siswa dari 18 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termot....asi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah. c. Refleksi Dalam
pelaksanaan
kegiatan
belajar
diperoleh
informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: 1) Memot....asi siswa 2) Membimbing
siswa
merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep 3) Pengelolaan waktu d. Revisi Rancangan
47
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain: 1) Guru
dalam
memot....asi
siswa
hendaknya
dapat
membuat siswa lebih termot....asi selama proses belajar mengajar berlangsung. 2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan
takut
dalam
diri
siswa
baik
untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya. 3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. 4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar. 3. Siklus III a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3,
48
soal
tes
formatif
3
dan
alat-alat
pengajaran
yang
mendukung. b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 15 September .... di Kelas …………… dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar
mengacu
pada
rencana
pelajaran
dengan
memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:
Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III No. Urut
Skor
Keterangan T TT
No. Urut
Skor
Keterangan T TT
49
1 100 √ 2 70 √ 3 90 √ 4 80 √ 5 80 √ 6 90 √ 7 90 √ 8 60 √ 9 90 √ Jumlah 750 8 1 Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800 Jumlah Skor Tercapai 1500 Rata-Rata Skor Tercapai 83,33
Keterangan:
10 11 12 13 14 15 16 17 18 Jumlah
90 70 90 90 90 80 60 80 100 750
√ √ √ √ √ √ √ √ √ 8
1
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 16
Jumlah siswa yang belum tuntas
:2
Klasikal
: Tuntas
Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III No 1 2 3
Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus III 83,33 16 88,89
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 83,33 dan dari 18 siswa yang telah tuntas sebanyak 16 siswa dan 2 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah
50
tercapai sebesar 88,89% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. c. Refleksi Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif. Dari datadata yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Selama
proses
melaksanakan
belajar
semua
mengajar
pembelajaran
guru
telah
dengan
baik.
Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
51
3) Kekurangan
pada
siklus-siklus
sebelumnya
sudah
mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik dan dilihat dari akt....itas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan belajar aktif dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
C. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode belajar aktif model pengajaran terarah memiliki dampak positif dalam meningkatkan Mutu belajar siswa. Hal ini dapat dilihat
52
dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 66,67%, 77,78%, dan 88,89%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh akt....itas siswa dalam proses belajar aktif dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap Mutu belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai ratarata
siswa
pada
setiap
siklus
yang
terus
mengalami
peningkatan. 3. Akt....itas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh akt....itas siswa dalam proses pembelajaran BAHASA INDONESIA pada pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi dan
transportasi
dengan
metode
belajar
aktif
model
pengajaran terarah yang paling dominant adalah bekerja dengan
menggunakan
alat/media,
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi
53
antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa akt....itas isiwa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk akt....itas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari akt....itas guru yang muncul di antaranya akt....itas
membimbing
dan
mengamati
siswa
dalam
mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan materi
yang
tidak
dimengerti,
memberi
umpan
balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk akt....itas di atas cukup besar.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
54
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan metode belajar aktif model pengajaran terarah memiliki dampak positif dalam meningkatkan Mutu belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (66,67%), siklus II (77,78%), siklus III (88,89%). 2. Penerapan metode belajar aktif model pengajaran terarah mempunyai
pengaruh
positif,
yaitu
dapat
meningkatkan
mot....asi belajar siswa yang ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengn metode belajar aktif model pengajaran terarah sehingga mereka menjadi termot....asi untuk belajar.
B. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar BAHASA INDONESIA lebih efektif dan lebih
memberikan
hasil
yang
optimal
bagi
siswa,
maka
disampaikan saran sebagai berikut:
55
1. Untuk melaksanakan belajar aktif memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan metode belajar aktif model pengajaran terarah dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam
rangka
hendaknya
lebih
pembelajaran sederhana,
meningkatkan sering
Mutu
melatih
yang
berbeda,
dimana
siswa
belajar
siswa
walau nantinya
siswa,
dengan
guru
metode
dalam
taraf
yang
dapat
menemukan
pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian
ini
hanya
dilakukan
di
………………………………...Tahun Pelajaran ..... 4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikanperbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon. Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
57
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Un....ersitas Gajah Mada. Yoyakarta. Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Melvin, L. Siberman. 2004. Act....e Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Mot....asi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Un....ersitas Terbuka. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.
58
METODE BELAJAR AKTIF MODEL PENGAJARAN TERARAH DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PEMAHAMAN PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS ………… …………………………………………. TAHUN ....
59
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH ……………………………. NIP: ………………………
DINAS PENDIDIKAN ..... …………………………………………………….
60
LEMBAR PENGESAHAN Laporan
penelitian
ini
telah
disetujui
dan
disyahkan
untuk
melengkapi perpustakaan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan dapat diajukan sebagai salah satu Karya Ilmiah untuk Penetapan Angka Kredit Jabatas Guru pada Golongan ....a ke ....b. ………… ……………… Kepala Sekolah …………………………. ………………………… NIP: ………………
Penulis …………………………………. NIP: …………
Mengetahui Mengetahui Pustakawan …………………….. Din. Pendidikan
Kepala Cab.
Kecamatan ……….. Kecamatan ………
…………………………….
……………….. NIP:
………………….. Mengetahui Mengetahui Kepala Dinas Pendidikan RI
Ketua P G
61
Kota ………
Kota
…………………………
……………………………..
…………..
Pembina Utama Muda ………………….
NPA:
NIP: ……………… KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
tugas
penyusunan
karya
ilmiah
dengan
judul
“Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah dalam Meningkatkan Mutu dan Pemahaman PelajaranBAHASA INDONESIA Pada Siswa Kelas ……………………………………..Tahun Pelajaran ....”, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja. Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:
62
1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan …………………. 2. Yth. Ketua PD II PGRI …………………… 3. Yth. Rekan-rekan Guru ………………………………….. 4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna
untuk
itu
segala
kritik
dan
saran
yang
bersifat
membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.
Penulis ABSTRAK …………………., ..... Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah dalam Meningkatkan Mutu dan Pemahaman Pelajaran BAHASA INDONESIA Pada Siswa Kelas ……………………………….u Tahun Pelajaran .... Kata Kunci: Bahasa Indonesia, metode belajar aktif model pengajaran terarah
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan ‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang.
63
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan Mutu belajar BAHASA INDONESIA dengan diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap mot....asi belajar? Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan Mutu belajar BAHASA INDONESIA setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah.(b) Ingin mengetahui pengaruh mot....asi belajar BAHASA INDONESIA setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalh siswa kelas …………………………….. Batu. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa Mutu belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II (77,78%), siklus III (88,89%). Simpulan dari penelitian ini adalah metode belajar aktif model pengajaran terarah dapat berpengaruh positif terhadap mot....asi belajar Siswa ……………………………….., serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternat....e pembelajaran BAHASA INDONESIA. DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul ...................................................................... Halaman Pengesahan .............................................................. Kata Pengantar ........................................................................ Abstrak ....................................................................................
64
Daftar Isi ................................................................................. BAB
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................... B. Rumusan Masalah ........................................... C. Tujuan Penelitian ............................................. D. Manfaat Penelitian .......................................... E. Definisi Operasional Variabel ........................... F. Batasan Masalah .............................................
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA A. Memperkenalkan Belajar Aktif ........................ B. Bagaimanakah Otak Bekerja ........................... C. Gaya Belajar .................................................... D. Sisi Sosial Proses Belajar .................................. E. Sepuluh Strategi Untuk Membentuk Kelompok Kecil ......................................................................... F. Pengajaran Terarah..........................................
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Tindakan ............................ B. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian ............ C. Rancangan Penelitian ..................................... D. Instrumen Penelitian ...................................... E. Metode Pengumpulan Data ............................. F. Teknik Analisis Data ........................................
BAB
....
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Item Butir Soal ...................................
65
B. Analisis Data Penelitian Persiklus ..................... C. Pembahasan .................................................... BAB
V
PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................... B. Saran-saran .....................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
66