PTK Fiqih Lengkap [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fikih atau hukum Islam merupakan salah satu cabang ilmu keislaman yang paling mendominasi kehidupan umat Islam. Bidang bahasanya begitu luas, meliputi permasalahan yang menjadi bidang garap hukum positif ditambah permasalahan yang terkait dengan ibadah. Inilah kekhasan hukum Islam atau fikih dibandingkan dengan hukum positif. Itulah karenanya fikih memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan tradisi keagamaan. Fikih seringkali dianggap sebagai warna dasar budaya masyarakat muslim. Karenanya jika ingin memahami budaya serta sistem nilai yang ada pada masyarakat muslim, maka mengetahui bagaimana mereka memahami fikih merupakan keharusan (Ma’mur Asmani Jamal, 2007:xxiii). Belajar ilmu fikih harus dilakukan sejak dini, terutama bagi orang tua yang ingin sekali anaknya kelak tidak tersesat pada arah kehidupan yang salah. Proses berikutnya adalah memilih sekolah yang tepat sebagai wadah untuk mendidik dan menggembleng si anak. Sekolah agama (Madrasah) merupakan rujukan yang tepat bagi orang tua dalam proses pendidikan dan penggemblengan tersebut. Dewasa ini, madrasah sudah tumbuh berkembang pesat. Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan desentralisasi. Dengan cara seperti itu, madrasah tidak akan kehilangan relevansi program pembelajaran. Pembelajaran fikih (pada sekolah madrasah) diarahkan untuk mengantarkan peserta didik dapat memahami pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaffah (Direktorat Pendidikan Madrasah, Dirjen Pendidikan Islam, Departemen Agama RI, 2007:1). Pembelajaran fikih di madrasah, terutama Madrasah Tsanawiyah (MTs) bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat: (1) mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia dengan Allah yang diatur dalam fikih ibadah dan hubungan manusia dengan sesama yang diatur dalam fikih muamalah; (2) melaksanakan dan



2



mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Ruang lingkup fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi ketentuan pengaturan hukum Islam dalam menjaga keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Adapun ruang lingkup mata pelajaran fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi: (1) Aspek fikih ibadah, di antaranya: ketentuan tata cara thaharah, salat fardu, salat sunah, salat dalam keadaan darurat, sujud, azan dan iqamah, berzikir dan berdoa setelah salat, puasa, zakat, haji dan umrah, qurban dan akikah, makanan, perawatan jenazah dan ziarah kubur; (2) Aspek fikih muamalah, di antaranya: ketentuan dan hukum jual beli, qiradh, riba, pinjam meminjam, utang piutang, gadai, borg, serta upah (Direktorat Pendidikan Madrasah, Dirjen Pendidikan Islam, Departemen Agama RI, 2007:2−3). Dalam pembelajaran fikih yang paling dasar, terdapat materi mengenai hadas dan tata cara taharahnya. Sekilas, materi tersebut terlihat mudah, bahkan terkadang disepelekan. Padahal masalah hadas dan taharah merupakan persolan mendasar yang harus diketahui dan menjadi penting karena jika dalam salat badan, pakaian, dan tempat tidak suci maka salatnya pun tidak akan sah. Di kehidupan sehari-hari, masih banyak anak termasuk di dalamnya para peserta didik yang tidak mengetahui cara taharah (bersuci) yang benar. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs) kompetensi dasar mengenai hadas kecil dan tatacara taharahnya (bersucinya) terdapat pada kelas VII semester 1. Dalam KD tersebut ada tiga materi yang include di dalamnya, antara lain hadas kecil, istinjak, dan wudu. Banyak di antara para peserta didik kelas VII yang belum paham tentang hadas hal tersebut. Praktiknya pun masih banyak yang salah. Dalam hal wudu misalnya, membasuh muka dengan tidak merata sampai ke bagian dagu, tangan yang dibasuh tidak sampai siku, rambut yang semestinya diusap secara keseluruhan tapi praktiknya hanya disentuh saja, dan kaki cukup terkena air saja tidak dibasuh dengan bersih. Memang ada di antara mereka yang belum baligh dan tidak wajib salat, tetapi jika



3



mereka mengenal tata cara taharah sejak dini alangkah itu lebih baik dan menjadikan bekal dewasa kelak. Yang dimaksud dengan hadas kecil ialah keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudu atau tayamum. Selanjutnya alat atau badan untuk bersuci ialah dengan air. Apabila air tidak ada maka sebagai penggantinya ialah debu dan batu (Labib MZ, 2000:29). Upaya dalam menjelaskan hadas kecil dan tatacara taharahnya (bersucinya) dapat dirancang dengan tepat agar peserta didik senang, tertarik, dan merasa tertantang. Dengan menggunakana metode, teknik, dan media yang tepat dalam pembelajaran menulis teks berita, dapat dipastikan peserta didik akan belajar dengan efektif dan akan menghasilkan sesuatu yang berhaga. Setiap guru harus dapat memilih metode, teknik, dan media yang harus diterapkan dalam pembelajaran, yang dirasa sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Hal itu dapat diciptakan dan dikondisikan kepada peserta didik. Peserta didik dapat belajar dengan sangat baik jika berada dalam kondisi ideal dengan kasih sayang, kehangatan, dorongan, dan dukungan. Bila hal itu terus berlanjut, kesenangan dan kecepatan belajar dapat melekat erat dalam diri siswa (Dryden dan Vos dalam Suyatno, 2004:11). Keberhasilan usaha seperti yang tergambar di atas salah satunya ditentukan oleh metode pembelajaran yang dibangun guru. Guru diharapkan dapat menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya. Aktivitas peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada kreativitas guru dalam mengembangkan modul, menciptakan lingkungan belajar yang positif, aman, santai, menggembirakan, serta lebih mengutamakan pengalaman nyata. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil dari proses pembelajaran. Menurut Kuswadi (2007:4) banyak model, pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang dapat dipilih dalam merancang kegiatan pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan berpusat kepada siswa dan kontruktivis. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih antara lain adalah Contextual Teaching and Learning (CTL).



4



Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil (Depdiknas, 2002:1). Dalam konteks itu, peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya? Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Setting penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik kelas VII b semester 1 pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2011, standar kompetensi melaksanakan ketentuan taharah (bersuci) dan kompetensi dasar menjelaskan hadas kecil dan tatacara taharahnya (bersucinya). Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, penulis tertarik untuk menerapkannya sebagai tindakan untuk meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa kelas VII b Madrasah Tsanawiyah (MTs) Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik dalam tata cara taharah. Di samping itu, mengajarkan bertaharah cukup berpotensi membawa pengaruh dalam meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memahami tata cara taharah yang benar, sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Modul Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan panduan bagi instruktur yang akan digunakan untuk membantu meningkatkan kompetensi guru dalam meningkatkan kualitas hasil dan proses pembelajaran (Depdiknas, 2004:1). Dalam hal manfaat, secara ringkas, Suyanto (dalam Ardiana dan Kisyani, 2004:14) menyatakan bahwa manfaat PTK adalah (1) inovasi pembelajaran, (2)



5



pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas, dan (3) peningkatan profesionalitas guru. 1.2 Perumusan Masalah (1) Bagaimana penerapan pendekatan contextual teaching and learning dalam upaya meningkatkan keterampilan praktik taharah wudu peserta didik kelas VII b Mts Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik? (2) Bagaimana hasil belajar peserta didik kelas VII b Mts Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik dalam upaya meningkatkan keterampilan praktik taharah wudu dengan menerapkan pendekatan contextual teaching and learning? 1.3 Tujuan Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara deskriptif penerapan pendekatan contextual teaching and learning dalam meningkatkan kemampuan tata cara taharah yang benar. 1.4 Manfaat Manfaat diadakannya penelitian ini adalah: (1) Manfaat bagi guru: dengan menerapkan pendekatan contextual teaching and learning dalam penelitian ini guru sedikit demi sedikit dapat mengatasi kesulitan belajar siswa. Selain itu, guru dapat mengetahui strategi pembelajaran yang tepat untuk mengatasi kesulitan dalam proses belajar mengajar. (2) Manfaat bagi peserta didik: hasil penelitian ini akan menambah pengetahuan dan pemahaman peserta didik tentang tata cara taharah yang benar, sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. (3) Manfaat bagi sekolah: penelitian ini sangat bermanfaat bagi sekolah dalam meningkatkan perbaikan pembelajaran di sekolah.



6



BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Johnson (2002:25) Contextual Teaching and Learning merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas (Nurhadi, dkk. 2004:31). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen utama itu adalah; 1. Kontruktivisme (Contructivism) Kontruktivime merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Esensi dari teori konstruktivisme



adalah ide bahwa



peserta didik



harus



menemukan



dan



mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. 2. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan inkuiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus itu terdiri dari langkahlangkah sebagai berikut; (1) Merumuskan masalah (2) Mengumpulkan data melalui observasi (3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya



7



(4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain 3. Bertanya (Questioning) Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh peserta didik untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Pertanyaanpertanyaan spontan yang diajukan peserta didik dapat digunakan untuk merangsang mereka berpikir, berdiskusi, dan berspekulasi. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Dalam kelas dengan pendekatan CTL, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar: peserta didik yang pandai mengajari yang lemah dan yang tahu memberi tahu yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada proses komunikasi dua arah. 5. Pemodelan (Modeling) Komponen pembelajaran CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Guru perlu melaksanakan refleksi pada akhir program pengajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar peserta didik melakukan refleksi. Realisasinya berupa; (1) Bagaimana pendapatmu mengenai kegaiatan hari ini? (2) Hal-hal baru apa yang kalian dapatkan melalui kegiatan hari ini? (3) Catatlah hal-hal penting yang kalian dapatkan! (4) Buatlah komentar di buku catatanmu tentang pembelajaran hari ini! (5) Mungkinkah keterampilan yang kalian pelajari hari ini dapat kalian terapkan ketika kalian sampai di rumah? 7. Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment) Prinsip yang dipakai dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian autentik adalah sebagai berikut;



8



(1) Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk. (2) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. (3) Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber. (4) Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian. (5) Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan peserta didik yang nyata setiap hari. (6) Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian peserta didik, bukan keluasannya (kuantitas). 2.2 Pengertian Hadas Kecil Yang dimaksud hadas kecil ialah keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudu atau tayamum. Selanjutnya alat atau badan untuk bersuci ialah dengan air. Apabila air tidak ada maka sebagai penggantinya ialah debu dan batu. Hal-hal yang menyebabkan seorang berhadas kecil ialah: (1) Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur. Allah SWT., berfirman; Yang artinya: ”…..atau salah seorang dari kamu kembali dari tempat buang air (kakus)…..” (QS. Al-Ma’idah:6). (2) Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila, atau sebab lain seperti tidur. Rasulullah SAW., bersabda; Yang artinya: ”Rasulullah saw., telah bersabda: Telah diangkat pena itu dari tiga perkara yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari orang tidur sehingga ia bangun, dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). (3) Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya tanpa ada batas yang menghalanginya. Allah SWT., berfirman; Yang artinya: ”…..atau menyentuh perempuan…..” (QS. Al-Ma’idah:6). (4) Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluannya sendiri maupun kemaluan orang lain dengan telapak tangan atau jari. Yang dimaksud dengan telapak



9



tangan atau jari yaitu bagian tangan yang dapat bertemu apabila dihadapkan antara telapak tangan yang kanan dan yang kiri (ditepukkannya). Jika yang mengenai kemaluan itu selain telapak tangan atau jati maka tidak termasuk yang mengharuskan bersuci dari hadas kecil. Rasulullah SAW., bersabda; Yang artinya: ”Dari Busrah bin Shafwan RA., sesungguhnya Rasulullah saw., telah bersabda: siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah berwudu.” (HR. Lima Ahli Hadis). (Labib MZ, 2000:29−30). 2.3 Pengertian Istinjak Istinjak adalah membersihkan dubur atau kemaluan sebelum berwudu. Fikih menjelaskan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan. Kewajiban dalam bentuk menyucikan bekas kotoran yang ada pada jalan depan dan belakang, lebih utama dengan batu/benda keras, baru dengan air. Cara menyusikan najis tersebut adalah dengan tangan kiri. Yang menarik adalah larangannya, misalnya larangan istinjak di bawah pohon yang biasa berbuah, baik saat berbuah atau tidak. Istinjak juga dilarang di bawah tempat yang biasa dijadikan tempat berteduh orang, misalnya di bawah posko tempat berkumpul orang banyak, larangan istinjak di jalan yang biasa dilalui manusia, tempat duduknya manusia, dilarang istinjak menghadap arah yang berlawanan arah angin, larangan pada lubang, karena dimungkinkan lubang itu menjadi tempat domisili hewan-hewan semacam semut dan sebagainya. Ajaran istinjak yang detail ini memberi gambaran jelas pada kita bahwa fikih sangat menghormati dan menjaga hak-hak manusia dan hewan yang ingin hidup tenang, bersih, asri, aman, dan bahagia. Kotoran dalam bentuk kencing atau keletong/tahi sangat mengganggu ketenangan, kenyamanan, dan keindahan. Hal ini juga bertentangan dengan asas kesopanan, etika sosial, budaya luhur, dan moralitas agama. Materi istinjak ini memberi pelajaran pada peserta didik tentang kewajiban dan tanggung jawab sosial yang harus diemban dengan memperhatikan hak-hak orang lain, agar kehidupan sosial berjalan secara harmonis, dinamis, dan progresif (Ma’mur Asmani Jamal, 2007:141−142).



10



2.4 Wudu 2.4.1 Pengertian Wudu Menurut bahasa wudu artinya bersih, sedangkan menurut syara wudu berarti membersihkan muka, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki dari hadas kecil. 2.4.2 Fardlu (Rukun) Wudu Tidaklah sah apabila seseorang yang meninggalkan salah satu rukun (fardlunya) wudu. Adapun rukun-rukun wudu itu ialah: (1) Niat untuk mengerjakan wudu. Niat itu letaknya di dalam hati. (2) Membasuh muka seluruh muka, yakni dari puncak kening sampai dagu dan dari pinggir telinga kanan hingga telinga kiri (3) Membasuh kedua tangan sampai siku-siku (4) Membasuh rambut kepala, yang dimulai dari muka kemudian ke belakang, dan akhirnya ke muka lagi (5) Membasuh kedua kaki sampai mata kaki (6) Tertib (urut). Artinya mendahulukan anggota wudu yang seharusnya didahulukan dan mengakhirkan yang seharusnya diakhirkan. 2.4.3 Sunah-sunah Wudu Sunah-sunah wudu itu adalah sebagai berikut: (1) Membaca bismillahirrohmaanirroohim pada permulaan berwudu (2) Menggosok gigi atau bersiwak (3) Mencuci kedua telapak tangan sampai pergelangan (4) Berkumur-kumur tiga kali (5) Memasukkan air ke lubang hidung, kemudian mengeluarkannya lagi sebanyak tiga kali (6) Menyilang-nyilang jenggot (7) Menyilang-nyilangi anak-anak jari (8) Mendahulukan anggota kanan daripada kiri (9) Menyapu kedua telinga luar dan dalam (10) Membasuh sebanyak tiga kali pada semua anggota wudu (11) Memanjangkan cahaya, artinya melebihkan dalam membasuh bagian-bagian anggota wudu (12) Membaca doa setelah wudu



11



2.4.4 Hal-hal yang Membatalkan Wudu Wudu itu batal disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (1) Keluarnya sesuatu dari arah kubul dan dubur, misalnya kencing, berak, kentut (2) Hilangnya akal disebabkan gila, pingsan, mabuk (3) Tidur terlalu nyenyak hingga tidak sadar lagi, tanpa tetapnya pinggul di atas lantai (4) Menyentuh kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim dengan tidak memakai tutup (5) Menyentuh kemaluan (kubul dan dubur) dengan tapak tangan atau jari-jarinya yang tidak memakai tutup (walaupun kemaluannya sendiri) (Labib MZ, 2000:35−39).



12



BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bertujuan untuk peningkatan dan atau perbaikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru (Suyanto, 1997:7). Tujuan utama penelitian tindakan kelas ini adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar (Suyanto, 1997:7). Penelitian ini dilakukan dengan teknik putaran. Teknik putaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Tanggar dari Deakin University. Model ini terdiri dari empat komponen; 1. Rencana: tindakan apa yang dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan, atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi? 2. Tindakan: apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan, atau perubahan yang diinginkan? 3. Observasi: mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap peserta didik. 4. Refleksi: peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan dampak dari tindakan atas berbagai kriteria. (Soedarsono, 1996:16). Tindakan yang dilakukan penulis dalam setiap putaran dalam kegiatan belajar mengajar didasarkan atas hasil observasi yang dilakukan penulis pada putaran sebelumnya. Dari kelemahan dan kekurangan setiap putaran itu dianalisis dan disimpulkan penulis, kemudian dicari tindakan-tindakan untuk memperbaikinya. Jadi, penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini mendeskripsikan peningkatan kemampuan taharah (bersuci) kelas VII b MTs Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik Tahun Ajaran 2011/2012 dengan menggunakan pendekatan CTL yang berupa huruf atau angka. 3.2 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Rencana Pembelajaran



13



Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan penjabaran dari satuan pelajaran yang dirancang untuk proses pembelajaran tata cara taharah (bersuci) dengan menerapkan pendekatan CTL di setiap siklusnya. (2) Tes Hasil Belajar Peserta Didik Hasil belajar peserta didik diperoleh setelah proses pembelajaran tata cara taharah (bersuci) dengan menerapkan pendekatan CTL berlangsung. Hasil tes ini diukur dengan instrumen unjuk kerja. Rincian rubrik penilaian setiap siklusnya berbeda, antara lain: (a)



rubrik penilaian pada siklus I yaitu peserta didik praktik taharah wudu dengan instrumen media visual yang berupa film mengenai praktik wudu.



(b)



rubrik penilaian pada siklus II yaitu peserta didik praktik taharah wudu berdasarkan hasil pengamatan model (guru) dalam praktik wudu.



3.3 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VII MTs Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik. Tindakan penelitian dilakukan di kelas VII b yang berjumlah 33 peserta didik.



14



BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 3.4 Analisis Data 3.4.1 Teknik Analisis Data Teknik analisis data penelitian ini menggunakan statistik dan non statistik. Teknik statistik digunakan untuk menganalisis data-data yang bersifat kuantitatif. Data-data kuantitatif diperoleh dari teknik pengumpulan data berupa tes. Teknik non statistik digunakan untuk menganalisis data-data yang bersifat kualitatif. Data-data kualitatif diperoleh dari teknik pengumpulan data non tes yaitu teknik observasi. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam praktik taharah (bersuci) digunakan rumus: ∑fx Mean = N Keterangan : f : frekuensi/skor nilai peserta didik x : nilai peserta didik N : jumlah peserta didik (Sutrisno, Hadi:1974:38) 3.4.2 Analisis Data Analisis data penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus pertama dilaksanakan pada hari Minggu, 2 Agustus 2007, pada jam 1-2. Siklus kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 4 Agustus 2007, pada jam 1-2. Masing-masing siklus berlangsung selama 2 x 45 menit. Penelitian ini dilaksanakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri atas 4 tindakan: a) Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut:  Peserta didik diperlihatkan film tentang rukun wudu (praktik orang wudu)  Peserta didik mengamati film tersebut dengan seksama



15



 Peserta didik dipersilakan untuk bertanya dan mendiskusikan mengenai film yang baru saja diperliatkan  Peserta didik secara bergantian praktik wudu setelah melihat dan bertanya jawab dengan guru  Guru menilai hasil peragaan masing-masing peserta didik dalam hal wudu. b) Implementasi Tindakan dan Observasi Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. c) Refleksi Guru mengadakan identifikasi pengetahuan awal peserta didik terhadap materi wudu. Guru dapat merefleksi kegiatan yang telah dilakukan pada hari itu. d) Revisi Sesuai dengan tahap refleksi, dilakukan revisi untuk memperbaiki tahap pembelajaran sebelumnya atau tahap penyempurnaan siklus I dan II. 3.4.2.1 Siklus I a. Perencanaan Menyusun lembar observasi untuk mengukur aktivitas guru dan peserta didik. b. Melaksanakan tindakan Menyusun pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran Kegiatan Awal 1) Guru menyiapkan media pembelajaran. 2) Guru bertanya, apakah peserta didik pernah melakukan praktik wudu sebelum salat. 3) Guru memberikan apersepsi materi wudu (pengertian, fardlu, dan sunat wudu) dengan menggunakan slide. Peserta didik yang belum paham dipersilakan untuk bertanya. Kegiatan Inti 1) Peserta didik diperlihatkan film tentang rukun wudu (praktik orang wudu). 2) Peserta didik mengamati film tersebut dengan seksama. 3) Peserta didik dipersilakan untuk bertanya dan mendiskusikan mengenai film yang baru saja diperliatkan.



16



4) Peserta didik secara bergantian praktik wudu setelah melihat dan bertanya jawab dengan guru. 5) Unjuk kerja mengenai praktik wudu peserta didik dinilai satu persatu oleh guru. Kegiatan Akhir 1) Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar yang baru saja dilakukan a. apakah pembelajarannya menarik? b. apa yang kurang dari materi hari ini? 2) Guru memberikan aplaus untuk para peserta didiknya. Tujuh



komponen



utama



pembelajaran



yang



mendasari



penerapan



pembelajaran CTL di kelas dalam skenario pembelajaran di atas, ditunjukkan pada kegiatan inti yaitu; aspek ‘Konstruktivisme’ dilakukan pada kegiatan awal, yakni ketika guru bertanya kepada peserta didik tentang pernah atau tidaknya melakukan praktik wudu sebelum salat. Aspek ’Menemukan’ dilakukan pada kegiatan peserta didik melihat film praktik wudu yang ditampilkan. Aspek ‘Bertanya’ dilakukan oleh peserta didik setelah melihat film tersebut. Aspek ‘Masyarakat Belajar’ dilakukan pada kegiatan peserta didik berdiskusi dengan teman sebangku dan sekelilingnya. Aspek ‘Pemodelan’ dilakukan pada kegiatan guru memperlihatkan film. Aspek ‘Refleksi’ dilakukan pada kegiatan peserta didik memberi komentar tentang pembelajaran yang baru saja di lakukan, kegiatan ini dilakukan pada akhir pembelajaran. Aspek ‘Penilaian Yang Sebenarnya’ dilakukan oleh guru setelah melihat dan mengamati dengan seksama praktik wudu yang dilakukan peserta didik. c. Melakukan evaluasi tindakan Mengukur keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi yang dibahas. d. Melakukan refleksi atas hasil observasi dan evaluasi tindakan sekaligus merencanakan tindak lanjut kegiatan di siklus II. 3.4.2.2



Siklus II



a. Perencanaan Menyusun lembar observasi untuk mengukur aktivitas guru dan peserta didik. b. Melaksanakan tindakan Menyusun pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran;



17



Kegiatan Awal 1) Guru mengajak peserta didik menuju tempat wudu. 2) Guru memberikan apersepsi tentang tata cara wudu yang benar. Kegiatan Inti 1) Peserta didik dijelaskan kembali tentang rukun (fardlu) wudu secara tertib. 2) Peserta didik dipertunjukkan model (seseorang praktik wudu) secara langsung dan yang menjadi model adalah guru sendiri. 3) Peserta didik mengamati dengan seksama praktik wudu yang dilakukan oleh guru. 4) Peserta didik juga diperlihatkan beberapa bentuk kesalahan mendasar dalam berwudu yang sering dilakukan dan menjadi kebiasaan. 5) Peserta didik bertanya jawab mengenai praktik wudu yang baru saja dilihat. 6) Peserta didik secara bergantian praktik wudu setelah melihat dan bertanya jawab dengan guru. 7) Unjuk kerja mengenai praktik wudu peserta didik dinilai satu persatu oleh guru. Kegiatan Akhir 1) Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar yang baru saja dilakukan a. apakah pembelajarannya menarik? b. apa yang kurang dari materi hari ini? 2) Guru memberikan aplaus untuk para peserta didiknya. Tujuh



komponen



utama



pembelajaran



yang



mendasari



penerapan



pembelajaran CTL di kelas dalam skenario pembelajaran di atas, ditunjukkan pada kegiatan inti yaitu; aspek ‘Konstruktivisme’ dilakukan pada kegiatan awal, yakni ketika guru memberikan apersepsi mengenai tata cara wudu yang benar. Aspek ’Menemukan’ dilakukan pada kegiatan peserta didik mengamati praktik wudu yang dilakukan oleh model. Aspek ‘Bertanya’ dilakukan setelah model selesai praktik wudu. Aspek ‘Masyarakat Belajar’ dilakukan pada kegiatan peserta didik berdiskusi mengenai beberapa kesalahan mendasar yang sering mereka alami dalam praktik wudu. Aspek ‘Pemodelan’ dilakukan pada kegiatan guru mempraktikkan wudu secara langsung. Aspek ‘Refleksi’ dilakukan pada kegiatan peserta didik memberi komentar tentang pembelajaran yang baru saja di lakukan, kegiatan ini dilakukan pada akhir pembelajaran. Aspek ‘Penilaian Yang Sebenarnya’ dilakukan oleh guru



18



setelah melihat dan mengamati dengan seksama praktik wudu yang dilakukan oleh peserta didik. c. Melakukan evaluasi tindakan Mengukur tingkat keberhasilan materi yang sudah disepakati pada siklus I dan melihat kelemahan atau kelebihannya. d. Melakukan refleksi atas hasil observasi dan mengetahui peningkatan keterampilan praktik wudu. 3.2.3 Hasil Tes Dari



pelaksanaan



pembelajaran



tata



cara



taharah



wudu



dengan



menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) selama dua siklus diperoleh data berupa hasil tes menulis peserta didik. Pemerolehan nilai ratarata dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 berikut ini. Tabel 1 F 2



X 50



Fx 100



3



60



180



3



65



195



3



70



210



5



75



375



7



80



560



4



85



340



3



90



270



3 N = 33



95



285 ∑ 2515



Setelah nilai-nilai dikelompokkan dan didata dalam distribusi frekuensi, maka dimasukkan dalam rumus: Mx = ∑ fx N Dari tabel dua berhasil diperoleh ∑ fx = 2515 sedangkan N = 33, dengan demikian mean atau nilai rata-ratanya sebagai berikut: Mx = ∑ fx



19



N = 2515 33 = 76,21 Jadi, mean atau nilai rata-rata pada siklus I adalah 76,21. Tabel 2 F 3



X 75



Fx 225



8



80



640



9



85



765



6



90



540



2



95



190



5 N = 33



100



500 ∑ 2860



Dari tabel dua berhasil diperoleh ∑ fx = 2860 sedangkan N = 33, dengan demikian mean atau nilai rata-ratanya sebagai berikut: Mx = ∑ fx N = 2860 33 = 86,67 Jadi, mean atau nilai rata-rata pada siklus II adalah 86,67 Perolehan hasil praktik taharah wudu dalam pembelajaran selama dua siklus tampak pada tabel berikut: Tabel 3 Rubrik Penilaian Praktik Taharah Wudu Siklus I KKM: 72 Kriteria Penilaian No



1 2



Nama



Adawiyatus Sholihah Ahmad Fakhri Ma'Ali



Niat



Tertib



Cara membasuh



Skor 25 20 25



Skor 25 20 20



Skor 25 20 10



Doa setelah wudu Skor 25 20 10



Skor Akhir



Ketun tasan



80 65



T TT



20



3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33



Ahmad Irfan Rosidi Akhmad Zainul Ibad Alfiyatul Hikmah Ayu Maulidiyah Cicik Lailatul Lathifah Dimas Ananda Febriansyah Eko Priyanto Fahrul Rosi Filliyana Firdaus Ika Yuni Pratiwi Isnal Muna Muhallah Istihabul Imamah Khusnia Listiana Miftakhul Khuluq Mohammad Isom Muchammad Khotibul Umam Muhamad Khilmi Arif Muhammad Adi Zulianto Muhammad Afwan Izzul Muttaqin Muhammad Danial Romadloni Muhammad Fahrur Rosyadi Muhammad Feri Afandi Muhammad Shofiyyul Fu'Ad Muhammad Yoggy Meilansyah Saputra Ni'Matul Khoiroh Nurul Khoirotul Ru'Yah Roudhotus Sholihah Salimatul Jammah Siti Masrukhah Sofia Lababa Tjandra Amor Syah



20 20 20 25 15



10 25 20 25 10



15 15 20 20 20



15 15 20 25 15



60 75 80 95 60



20



25



20



25



90



20 20 25 20 15 10 25 25 10



10 20 25 25 20 20 25 25 20



15 20 15 15 15 15 20 20 10



20 25 20 20 20 15 25 20 10



65 85 85 80 70 60 95 90 50



20



20



20



20



80



15 20



20 20



15 15



20 20



70 75



20



20



15



20



75



TT T T



20



20



20



20



80



T



25



20



20



20



85



T



15



20



15



15



65



20



20



15



20



75



TT T



20



20



20



20



80



T



25 10 20 20 20 20 25



25 20 25 20 10 20 20



20 10 20 20 20 20 20



25 10 25 20 20 15 20



95 50 90 80 70 75 85 2515 76,21



T TT T T TT T T



Skor Akhir



Ketun tasan



90 80



T T



Jumlah Nilai Nilai Rata-rata



TT T T T TT T TT T T T TT TT T T TT T



Rubrik Penilaian Praktik Taharah Wudu Siklus II KKM: 72 Kriteria Penilaian No



1 2



Nama



Adawiyatus Sholihah Ahmad Fakhri Ma'Ali



Niat



Tertib



Cara membasuh



Skor 25 25 25



Skor 25 25 20



Skor 25 20 20



Doa setelah wudu Skor 25 20 15



21



3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33



Ahmad Irfan Rosidi Akhmad Zainul Ibad Alfiyatul Hikmah Ayu Maulidiyah Cicik Lailatul Lathifah Dimas Ananda Febriansyah Eko Priyanto Fahrul Rosi Filliyana Firdaus Ika Yuni Pratiwi Isnal Muna Muhallah Istihabul Imamah Khusnia Listiana Miftakhul Khuluq Mohammad Isom Muchammad Khotibul Umam Muhamad Khilmi Arif Muhammad Adi Zulianto Muhammad Afwan Izzul Muttaqin Muhammad Danial Romadloni Muhammad Fahrur Rosyadi Muhammad Feri Afandi Muhammad Shofiyyul Fu'Ad Muhammad Yoggy Meilansyah Saputra Ni'Matul Khoiroh Nurul Khoirotul Ru'Yah Roudhotus Sholihah Salimatul Jammah Siti Masrukhah Sofia Lababa Tjandra Amor Syah



20 25 20 25 20



20 25 20 25 20



20 15 20 25 20



15 15 20 25 20



75 80 80 100 80



25



25



20



25



95



25 25 25 20 25 25 25 25 20



20 25 25 25 20 25 25 25 20



20 25 20 20 20 20 25 25 20



20 25 20 20 20 15 25 25 15



85 100 90 85 85 85 100 100 75



25



20



20



20



85



20 20



20 25



20 20



20 20



80 85



20



20



20



20



80



T T T



25



20



25



20



90



T



25



20



20



20



85



T



20



20



20



20



80



20



20



20



20



80



T T



25



25



20



20



90



T



25 20 25 25 25 25 25



25 20 25 25 20 20 20



25 20 20 20 20 20 20



25 15 25 20 20 20 25



100 75 95 90 85 85 90 2860 86,67



T T T T T T T



Jumlah Nilai Nilai Rata-rata



Dari data tersebut tampak adanya hasil pembelajaran yang baik dan ada peningkatan untuk setiap siklus. Nilai rata-rata siklus I adalah 76,21 dan siklus II adalah 86,67.



T T T T T T T T T T T T T T T T



22



BAB V SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) mengasumsikan bahwa secara alamiah, pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang. Itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Perpaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian peserta didik di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam di mana peserta didik kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL ini memiliki banyak kelebihan yaitu peserta didik menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keterampilan praktik taharah wudu peserta didik dengan menggunakan pendekatan CTL siswa kelas VII b dapat meningkat.



23



4.2 Saran Dalam proses belajar mengajar hendaknya guru tidak melihat siswa sebagai objek didik, tetapi sebagai subjek didik yang harus dimotivasi. Guru hendaknya lebih menghargai peserta didik teruma ketika mereka melakukan praktik/unjuk kerja. Kegiatan ini perlu mendapatkan porsi lebih, karena dalam kegiatan praktik taharah wudu yang dilihat bukan hanya dari segi kepandaian peserta didik semata, melainkan lebih pada cara mereka mensucikan diri dari hadas kecil dengan benar.



DAFTAR PUSTAKA Ardiana, Leo Idra dan Kisyani Laksono. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas. Asmani, Jamal Ma’mur. 2007. Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh: Antara Konsep dan Implementasi. Surabaya: Khalista. Depdiknas. 2002. Pendekatan Konstektual (Contextual Teaching And Learning). Jakarta: Depdiknas. ________ . 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas. Direktorat Pendidikan Madrasah. Dirjen Pendidikan Islam. Depag RI. 2007. SKL, SK, dan KD, Serta Model Pengembangan Silabus. Jakarta: Depag RI. Hadi, Sutrisno. 1974. Statistik. Yogyakarta: Andi Offset. Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It Is Here to Stay. Thousands Oaks. California: Corwin Press, Inc. Kuswadi. 2007. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berorientasi Pada Pembelajaran yang Berpusat Kepada Siswa dan Konstruktivis Dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Makalah disajikan dalam penataran Guru se-Kabupaten Gresik. Gresik, Januari 2007. Labib, M.Z. 2000. Rangkuman Sholat Lengkap. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.



24



Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Bagian Kesatu Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: DEPDIKBUD. Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Penerbit SIC.