PTK, R&D, Dan Mix Method [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENELITIAN KUALITATIF: PTK, R&D, MIXED METHOD



MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif Yang dibina oleh Prof. Sri Rahayu, M.Ed., Ph.D. dan Dr. Habidin, S.Pd., M.Pd., Ph. D.



OLEH Berlian Belia Basuki



(190331865214)



Nuchrurita Rosida



(190331765225)



Zaimatul Ummah



(180331864015)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN KIMIA OKTOBER 2019



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia dan rahmatnya telah membeikan kami kesehatan dan kelancaran dalam memenuhi tugas matakuliah kualitatif ini. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan terlaksankannya penyusunan makalah ini, khususnya kepada Prof. Sri Rahayu, M.Ed., Ph.D dan Dr.Habidin, S.Pd.,M.Pd., Ph.D. sebagai dosen pengampu matakuliah Metode penelitian Kualitatif. Kami menyadari dalam menyusun makalah ini masih ada kekurangan. Maka dari hal tersebut, kritik dan saran yang membangun dalam memperbaiki kekurangan yang ada sangat di harapkan serta penyempurnaannya.Selesainya penyususnan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan mampu menjadi rujukan sumber informasi bagi yang membutuhkan.



Malang, Oktober 2019



Penulis



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian memiliki banyak jenis metode yang digunakan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Penelitian yang banyak di ketahui adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif, dimana penelitian kuantitatif mempunyai paradigma positivism, sedangkan penelitian kualitatif memiliki paradigma fenomenologis. Keunggulan dari penelitian kuantitatif sendiri dapat mengetahui hasil secara akurat dengan angka dengan jumlah sampel yang besar, berbeda dengan penelitian kualitatif yang membutuhkan sampel dengan jumlah yang kecil dengan bukti secara deskriptif. Keunggulan dari penelitian kualitatif sendiri yaitu melihat masalah dari segi personal seseoang atau sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang sama, sehingga menyelesaikan masalah lebih tepat sasaran. Beberapa contoh penelitian tersebut adalah penelitian tindakan kelas, penelitian pengembangan, dan juga penggabungan antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif yang biasa disebut mixed method. Ketiga penelitian tersebut memiliki karakteristik dan langkah-langkah untuk melakukan penelitian yang berbeda-beda. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Apa yang dimaksud penelitian tindakan kelas? 2. Apa tujuan dan karakteristik penelitian tindakan kelas? 3. Bagaimana langkah-langkah dalam penelitian tindakan kelas? 4. Apa yang dimaksud research and development? 5. Apa tujuan dan karakteristik research and development? 6. Bagaimana langkah-langkah dalam research and development? 7. Apa yang dimaksud penelitian mixed method? 8. Apa saja jenis-jenis desain mic method? 9. Bagaimana langkah-langkah melakukan penelitian mixed method? C. Tujuan Penulisan Beberapa tujuan dari makalah ini adalah : 1. Mendefinisikan penelitian tindakan kelas



2. Mendeskripsikan tujuan dan karakteristik penelitian tindakan kelas 3. Mendeskripsikan langkah-langkah dalam penelitian tindakan kelas 4. Mendefinisikan research and development 5. Mendeskripsikan tujuan dan karakteristik research and development 6. Mendeskripsikan langkah-langkah dalam research and development 7. Mendefinisikan penelitian mixed method 8. Mendeskripsikan jenis-jenis desain mixed method 9. Mendeskripsikan langkah-langkah penelitian mixed method



BAB II PEMBAHASAN A. PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1.



Pengertian PTK Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki peran yang sangat penting dan



strategis dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hopkins (dalam Wiriaatmadya, 2007), bahwa PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlihat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan. Berdasarkan pernyataan Hopkins tersebut sangatlah jelas bahwa guru adalah pihak yang sangat berkepentingan dengan pelaksanaan PTK. Seorang guru mempunyai standar kompetensi yang harus dicapai dan dikembangkan. Rincian standar kompetensi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dari sekian standar, salah satu adalah melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan penelitian pendidikan yang lebih khusus untuk mengatasi permasalahan dalam kelas. Creswell (2012: 577) menyebutkan PTK digunakan ketika seorang guru mempunyai masalah yang berkaitan dengan pendidikan yang perlu dipecahkan. Creswell (2012) mendefinisikan PTK sebagai sebuah prosedur yang sistematis yang dilakukan oleh guru (atau orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan) untuk mengumpulkan informasi tentang, dan kemudian meningkatkan, cara guru merencanakan, mengajar, dan cara siswa belajar. Menurut John Elliot PTK adalah peristiwa sosial dengan tujuan untuk meningkatkan kualiatas tindakan di dalamnya. Menurut Arikunto (Suyadi, 2012), PTK adalah gabungan pengertian dari kata “penelitian, tindakan dan kelas”. Penelitian adalah kegiatan mengamati suatu objek, dengan menggunakan kaidah metodologi tertentu untuk mendapatkan data yang bermanfaat bagi peneliti dan dan orang lain demi kepentingan bersama. Selanjutnya tindakan adalah suatu perlakuan yang sengaja diterapkan kepada objek dengan tujuan tertentu yang



dalam penerapannya dirangkai menjadi beberapa periode atau siklus. Dan kelas adalah tempat di mana sekolompok siswa belajar bersama dari seorang guru yang sama dalam periode yang sama. Berdasarkan beberapa pemahaman mengenai PTK diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu pengamatan yang menerapkan tindakan didalam kelas yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu atau dengan menggunakan aturan sesuai dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau siklus agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan bersama dikelas secara professional sehingga diperoleh peningkatan pemahaman atau kualitas atau target yang telah ditentukan. 2.



Karakteristik PTK Berdasarkan pengertian di atas, kita dapat memperoleh ciri atau karakteristik



dari PTK dibandingkan dengan penelitian lain, yatu : a.



PTK hanya dilakukan oleh guru yang memahami bahwa proses pembelajaran perlu diperbaiki dan ia terpanggil jiwanya untuk memberikan tindakantindakan tertentu untuk membenahi masalah dalam proses pembelajaran dengan cara melakukan kolaborasi. Menurut Usman (dalam Daryanto, 2011) guru dengan kompetensi tinggi merupakan seorang yang memiliki kemampuan dan keahlian serta keterampilan dalam bidangnya. Sehingga Ia dapat melakukan fungsi dan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dengan maksimal.



b.



Refleksi diri, refleksi merupakan salah satu ciri khas PTK yang paling esensial. Dan ini sekaligus sebagai pembeda PTK dengan penelitian lainnya yang menggunakan responden dalam mengumpulkan data, sementara dalam PTK pengumpulan data dilakukan dengan refleksi diri. (Tahir, 2012)



c.



Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di dalam “kelas” sehingga interaksi antara siswa dengan guru dapat terfokuskan secara maksimal. “Kelas” yang dimaksud di sini bukan hanya ruang yang berupa gedung, melainkan “tempat” berlangsungnya proses pembelajaran antara guru dan murid. (Suyadi, 2012)



d.



PTK bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran secara terus menerus. PTK dilaksakan secara berkesinambungan di mana setiap siklus mencerminkan peningkatan atau perbaikan. Siklus sebelumnya merupakan patokan untuk siklus selanjutnya. Sehingga diperoleh model pembelajaran yang paling baik. (Daryanto, 2011)



e.



PTK merupakan salah satu indikator dalam peningkatan profesionalisme guru, karena PTK memberi motivasi kepada guru untuk berfikir Kritis dan sistematis, membiasakan guru untuk menulis, dan membuat catatan yang dapat. Di mana semua itu dapat menunjang kemampuan guru dalam pembelajaran. (Daryanto, 2011)



f.



PTK bersifat fleksibel sehingga mudah diadaptasikan dengan keadaan kelas. Dengan demikian proses pembelajaran tidak monoton oleh satu model saja. (Tahir, 2012)



g.



PTK menggunakaan metode kontekstual. Artinya variable-variable yang akan dipahami selalu berkaitan dengan kondisi kelas itu sendiri. Sehingga data yang diperoleh hanya berlaku untuk kelas itu saja dan tidak dapat digeneralisasikan dengan kelas lain. (Tahir, 2012)



h.



PTK dalam pelaksanaannya terbagi dalam beberapa pembagian waktu atau siklus. (Sukardi, 2011)



i.



PTK tidak diatur secara khusus untuk memenuhi kepentingan penelitian semata. melainkan harus disesuaikan dengan program pembelajaran yang sedang berjalan di kelas tersebut. (Sanjaya, 2010)



3.



Manfaat PTK Ada tiga komponen yang harus menjadi sasaran utama PTK, yaitu



siswa/pembelajaran, guru dan skolah. Tiga komponen itulah yang akan menerima manfaat dari PTK (Daryanto 2006:18) a.



Manfaat bagi siswa dan pembelajaran Dengan adanya pelaksanaan PTK, kesalahan dan kesulitan dalam proses



pembelajaran (baik strategi, teknik, konsep dan lain-lain) akan dengan cepat dianalisis dan didiagnosis, sehingga kesalahan dan kesulitan tersebut tidak akan berlarut-larut. Jika kelasalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki, maka pembelajaran akan mudah dilaksanakan, menarik dan hasil belajar siswa



diharapkan akan meningkat. Ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara pembelajaran dan perbaikan haisl belajar siswa. Kuduanya akan dapat terwujud, jika guru memiliki kemampuan dan kemauan untuk melakukan PTK. b.



Manfaat bagi guru Beberapa manfaat PTK bagi guru antara lain:



1) Guru memiliki kemampuan memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Keberhasilan dalam perbaikan ini akan menimbulkan rasa puas bagi guru, karena ia telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi siswanya melalui proses pembelajaran yang dikelolanya. 2) Dengan melakukan PTK, guru dapat berkembang dan meningkatkan kinerjanya secara professional, karena guru mampu menilai, merefleksi diri dan mampu memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya. Dalam hal ini, guru tidak lagi hanya seorang praktisi yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama ini, namun juga sebagai peneliti dibidangnya yang selalu ingin melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran yang inovatif dan kreatif 3) Melakukan PTK, guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri. Guru tidak hanya menjadi penerima hasil perbaikan dari orang lain, namun guru itu sendiri berperan sebagai perancang dan pelaku perbaikan tersebut, sehingga diharapkan dapat menghasilkan teori-teori dan praktik pembelajaran 4) Dengan PTK, guru akan merasa lebih percaya diri. Guru yang selalu merefleksi diri, melakukan evaluasi diri dan menganalisis kinerjanya sendiri dalam kelas, tentu saja akan selalu menemukan kekuatan, kelemahan dan tantangan pembelajaran dan pendidikan masa depan dan mengembangkan alternative masalah / kelemahan yang ada pada dirinya dalam pembelajaran. Guru yang demikian adalah guru yang memiliki kepercayaan diri yang kuat. c.



Manfaat bagi Sekolah Sekolah yang para gurunya memiliki kemampuan untuk melakukan



perubahan atau perbaikan kinerjanya secara professional, maka sekolah tersebut akan berkembang pesat. Sekolah tidak akan berkembang, jika gurunya tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri. Kaitannya dengan PTK, jika



sekolah yang para gurunya memiliki keterampilan dalam melaksanakan PTK tentu saja sekolah tersebut akan memperoleh manfaat yang besar, karena meningkatkan kualitas pembelajaran mencerminkan kualitas pendidikan di sekolah tersebut. 4.



Prinsip PTK Secara umum ada 4 prinsip kunci penelitian tindakan kelas (Emzir, 2011),



yaitu: a.



Kritik Reflektif, yaitu suatu perhitungan situasi,seperti catatan atau dokumen pejabat,digunakan untukmembuat tuntutan tersembunyi menjadi lebih baik.



b.



Kritik Dialektika, digunakan untuk memahami antara fenomena dan konteksnya.



c.



Sumber Daya Kolaboratif, prinsip ini mempersyaratkan bahwa setiap gagasan seseorang sama penting dengan sumber daya potensial.



d.



Ambil Resiko, proses perubahan mengancam semua cara yang telah ditetapkan sebelumnya,maka diperlukan kejelian untuk mengambil resiko



5.



Langkah-Langkah PTK Penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem



berdaur atau siklus dari berbagai kegiatan pembelajaran. Kemmis dan Mc Taggart, (1992) menyatakan prosedur PTK dilaksanakan dengan 4 kegiatan utama atau tahapan yaitu Plan (perencanaan). Action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Alur pelaksanaan PTK seperti berikut: Secara ringkas tahapan kegiatan di atas dapa dijelaskan sebagai berikut: a.



Planning (Rencana) Rencana merupakan kegiatan pokok pada tahap awal yang harus dilakukan



guru sebelum melakukan PTK. Dengan perencanaan yang baik guru pelaksana PTK akan lebih mudah untuk mengatasi kesulitan dan mendorong guru untuk bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari perencanaan, guru sebagai peneliti harus berkolaborasi (bekerja sama) dan berdiskusi dengan teman sejawat untuk membangun kriteria dan kesamaan bahasa dan persepsi dalam merancang



tindakan perbaikan. Tahapan yang dilaksaksanakan pada tahap perencanaan meliputi Identifikasi masalah, analisis masalah, perumusan masalah, dan formulasi tindakan dalam bentuk hipotesis tindakan. 1) Identifikasi Masalah Pertanyaan yang mungkin timbul bagi guru pemula PTK adalah : bagaimana memulai Penelitian Tindakan Kelas ? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama yang harus dimiliki guru adalah perasaan ketidak puasan terhadap praktek pembelajaran yang selama ini dilakukannya. Manakala guru merasa puas terhadap apa yang ia lakukan terhadap proses pembelajaran di kelasnya. Meskipun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang dialami dalam pengelolaan proses pembelajaran, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan seperti di atas, yang kemudian dapat memicu dimulainya sebuah PTK. Oleh sebab itu, agar guru dapat menerapkan PTK dalam upayanya untuk memperbaiki dan/atau meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih professional, ia dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur khususnya kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah masih terdapat dalam implementasi program pembelajaran yang dikelolanya. Dengan kata lain guru harus mampu merefleksi, merenung, serta berfikir balik, mengenai apa saja yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang mungkin ada. Dalam proses perenungan itu terbuka peluang bagi guru untuk menemukan kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan secara tanpa disadari. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan secara maksimal potensi PTK bagi perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, permasalahan yang diangkat dalam PTK harus benar-benar merupakan masalah-masalah yang dihayati oleh guru dalam praktek pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahanyang disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar. Permasalahan tersebut dapat berangkat (bersumber) dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum, interaksi, pembelajaran dan hasil belajar siswa. Menurut Hopkins (1993) guru dapat menemukan permasalahan tersebut bertitik tolak dari gagasan-gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan yang perlu



diperbaiki, untuk mendorong pikiran dalam mengembangkan fokus permasalahan, kita dapat bertanya pada diri sendiri. Berbekalkan kejujuran dan kesadaran untuk mengidentifikasi masalah, beberapa contoh pertanyaan yang diajukan guru pada diri sendiri (Wardani, dkk, 2007). 



Apa yang sedang terjadi di kelas saya ?







Masalah apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu ?







Apa pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya?







Apa yang terjadi jika masalah tersebut saya biarkan?







Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut? Pada tahap ini, yang paling penting adalah menghasilkan gagasan-gagasan



awal mengenai permasalahan aktual yang dialami oleh guru di kelas. Dengan berangkat dari gagasan-gagasan awal tersebut, guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan menggunakan PTK. Masalah dalam PTK terkait dengan proses pembelajaran yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku guru, mitra peneliti dan siswa. Contoh permasalahan yang di-PTK-kan: 



metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode penemua







strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran daripada satu gaya belajar mengajar;







prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyu/otentik;







penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong timbulnya sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan;







pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan mengajar,







mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau







meningkatkan kesadaran diri;







pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku; dan







administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah (Cohen dan Manion, 1980: 181).



Kriteria dalam penentuan masalah: 



Masalah harus penting bagi orang yang mengusulkannya dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan lembaga atau program;







Masalahnya hendaknya dalam jangkauan penanganan. Jangan sampai memilih masalah yang memerlukan komitmen terlalu besar dari pihak para penelitinya dan waktunya terlalu lama;







Pernyataan masalahnya harus mengungkapkan beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal fundamental ini daripada berdasarkan fenomena dangkal Contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus penelitian tindakan:







rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan Siswa Kelas IX;







rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris;







rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa;







rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut.



2) Analisis Masalah Setelah memperoleh permasalahan-permasalahan melalui proses identifikasi tersebut, maka guru peneliti selanjutnya melakukan analisis terhadap masalahmasalah tersebut untuk menentukan urgensi penyelesaiannya. Dalam hubungan ini, akan ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguasaan materi pelajaran pada topik pewarisan sifat, sikap siswa dalam berdiskusi atau sikap siswa dalam melakukan percobaan. Permasalahan tersebut jika tidak segera diselesaikan akan menimbulkan dampak negatif yang besar (Tidak tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal, kurang kerjasama dalam diskusi dan eksperimen). Walaupun demikian, tidak semua permasalahan dalam pembelajaran yang dapat diatasi dengan PTK (seperti kesalahan-kesalahan faktual dan/atau konseptual yang terdapat dalam buku paket). Beberapa hal yang perlu



menjadi pertimbangan bagi guru dalam menganalisis permasalahan adalah sebagai berikut: Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dan siswanya, atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh sekolah; Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya; Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas; Usahakan untuk bekerja sama dalam pengembangan fokus penelitian; dan Kaitkan PTK yang akan dilaksanakan dengan prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah. 3) Perumusan Masalah Setelah mengidentifikasi dan menganalisisnya, maka guru selanjutnya perlu merumuskan permasalahan secara lebih jelas, spesifik, dan operasional. Perumusan masalah yang jelas akan membuka peluang bagi guru untuk menetapkan tindakan perbaikan ( anya ative solusi) yang perlu dilakukannya, jenis data yang perlu dikumpulkan termasuk prosedur pengumpulan data serta cara menginterpretasikannya. Disamping itu, penetapan tindakan perbaikan yang akan dicobakan itu juga memberikan arahan kepada guru untuk melakukan berbagai persiapan. Termasuk yang berbentuk latihan guna meningkatkan keterampilan untuk melakukan tindakan perbaikan yang dimaksud. Perumusan permasalahan yang lebih tajam itu dapat dilakukan diagnosis kemungkinankemungkinan penyebab yang lebih cermat, sehingga terbuka peluang untuk menjajaki pertanyaan alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Perumusan Masalah harus jelas, dinyatakan dengan kalimat tanya. (dijelaskan lebih lanjut pada bagian penyusunan proposal PTK). 4) Formulasi Solusi dalam Bentuk Hipotesis Tindakan Alternatif perbaikan yang akan ditempuh dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan yaitu dugaan mengenai perubahan perbaikan yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Jadi hipotesis adalah alternative yang diduga dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan penyelenggaraan PTK. Bentuk rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan rumusan hipotesis ”penelitian formal”. Jika hipotesis penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua



kelompok atau lebih, maka hipotesis tindakan adalah dugaan guru tentang cara terbaik untuk mengatasi masalah. Agar dapat menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, guru sebagai peneliti perlu melakukan : Merefleksikan pengalaman sendiri sebagai guru.; Diskusi dengan rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti dsb; Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan khususnya yang telah disampaikan dalam kegiatan ilmiah; Kajian teoritik di bidang pelajaran pendidikan; Kajian hasil- hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan; dan Hasil kajian tersebut, dapat dijadikan landasan untuk membangun hipotesis. 5) Persiapan Pelaksanaan Tindakan Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan berbagai persiapan sehingga komponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut : Menentukan Jadwal dan Materi pembelajaran.; Membuat perangkat dan cenario pembelajaran (Silabus, RPP, LKS, dll) yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan guru, disamping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka implementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan.; Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga, dll.; Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan; Melakukan simulasi pelaksanaan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya. Dan Sebagai pelaku PTK, guru harus terbebas dari rasa gagal dan takut berbuat kesalahan. b.



Action/Tindakan Jika semua perencanaan tindakan telah disiapkan, maka langkah selanjutnya



adalah melaksanakan ocus o tindakan perbaikan yang telah direncanakan dalam situasi yang ocus. Kegiatan pelaksanakan tindakan dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan dan pada saat yang bersamaan kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga diikuti dengan kegiatan observasi. c.



Observation (Pengamatan)



Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruhpengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan, halhal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul. Secara umum observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung (dalam hal ini pada saat pembelajaran berlangsung). Observasi dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Pada observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menyiapkan kertas kosong untuk merekam kegiatan pembelajaran yang diamati. Pada observasi tertutup, pengamat telah menyiapkan dan menggunakan lembar observasi untuk merekam aktivitas pembelajaran yang diamati. Bagi guru pelaksana PTK disarankan melaksanakan observasi tertutup dengan menggunakan lembar observasi, mengapa? Coba diskusikan! Pelaksanaan Observasi perlu memperhatikan prinsip: perencanaan bersama, ocus observasi, kriteria, keterampilan observasi, dan balikan. Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak mencampur adukkan antara fakta dan interprestasi, namun juga tidak terseret oleh kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan interprestasi dalam pelaksanaan observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan sehingga yang direkam hanyalah fakta tanpa interprestasi, maka akan dapat menimbulkan resiko, bahwa makna dari perangkat fakta karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila pengamat hasil observasi yang telah secara utuh karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila pengamat adalah juga pelaksana tindakan. Observasi kelas akan memberikan manfaat apabila pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan. Hasil diskusi diinterprestasikan secara bersama-sama oleh pelaksana tindakan dan pengamat. Diskusi mengacu kepada penerapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.



d.



Reflection / Refleksi Refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sistesis, penafsiran



(penginterprestasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Refleksi dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan PTK . dengan kata lain, refleksi merupakan kajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara lainnya. 6.



Sistematika Proposal PTK Proposal penelitian harus dibuat secara sistematis dan logis. Sugiyono



menyebutkan bahwa proposal penelitian minimal mengandung empat komponen utama, yaitu Permasalahan, Landasan Teori dan pengajuan hipotesis, metode penelitian, organisasi dan jadwal penelitian (Sugiyono, 2010). Untuk organisai dan jadwal penelitian sesuai kebutuhan, jika diperlukan dapat ditambahkan. Sistematika inti proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN a.



Latar Belakang



b.



Identifikasi dan Pembatasan Masalah



c.



Tujuan Penelitian



d.



Manfaat Penelitian



BAB II. KAJIAN PUSTAKA a.



Dasar Teori



b.



Kerangka Berpikir



c.



Hipotesis Tindakan



BAB III. METODE PENELITIAN a.



Setting Penelitian



b.



Prosedur Penelitian



c.



Instrumen Penelitian



d.



Teknik Pengumpulan Data



e.



Teknik Analisis Data



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Penjelasan dari komponen proposal PTK adalah sebagai berikut: a.



Judul Penelitian Judul penelitian dinyatakan secara singkat dan spesifik tetapi cukup jelas



menggambarkan masalah yang akan diteliti, tindakan untuk mengatasi masalah serta nilai manfaatnya. Formulasi judul dibuat agar menampilkan wujud PTK bukan penelitian pada umumnya. Umumnya di bawah judul utama dituliskan pula sub judul. Sub judul ditulis untuk menambahkan keterangan lebih rinci tentang subyek, tempat, dan waktu penelitian. Berikut contoh judul PTK dalam pendidikan dasar. (1) Meningkatkan prestasi belajar siswa melalui pembelajanan berbasis proyek pada mata pelajaran IPA di SD Negeri 1 Sedayu. (2) Penerapan pembelajaran model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran IPA Kelas VII di SMP Negeri 9. (3) Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains. b.



Latar Belakang Masalah Bagian ini dimulai dengan mendikripsikan masalah penelitian secara jelas



dengan dukungan data faktual yang menunjukkan adanya masaah pada setting tertentu, pentingnya masalah untuk dipecahkan. Uraikan bahwa masalah yang diteliti benar-benar nyata, berada dalam kewenangan guru dan akibat yang ditimbulkan kalau masalah tidak dipecahkan. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan pembelajaran. Untuk itu, dalam uraian latar belakang masalah yang harus dipaparkan hal-hal berikut. (1) Masalah yang diteliti adalah benar-benar masalah pembelajaran yang terjadi di sekolah. Umumnya didapat dari pengamatan dan diagnosis yang dilakukan



guru atau tenaga kependidikan lain di sekolah. Perlu dijelaskan pula proses atau kondisi yang terjadi. (2) Masalah yang akan diteliti merupakan suatu masalah penting dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya, dan daya dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut. (3) Identifikasi masalah di atas, jelaskan hal-hal yang diduga menjadi akar penyebab dari masa!ah tersebut. Secara cermat dan sistematis berikan alasan (argumentasi) bagaimana dapat menarik kesimpulan tentang akar masalah itu. c.



Perumusan Masalah dan Cara Pemecahan Masalah Masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, sehingga akan terjawab



setelah tindakan selesai dilakukan. Diupayakan rumusan masalah ini dapat dirinci dalam proses, situasi, hasil yang diperoleh. Pada bagian ini umumnya terdiri atas jabaran tentang rumusan masalah, cara pemecahan masalah, tujuan serta manfaat atau kontribusi hasil penelitian. (1) Perumusan Masalah, berisi rumusan masalah penelitian. Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan PTK. Rumusan masalah sebaiknya menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan dilakukan dan hasil positif yang diantisipasi dengan cara mengajukan indikator keberhasilan tindakan, cara pengukuran serta cara mengevaluasinya. (2) Pemecahan Masalah; merupakan uraian altematif tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti disesuaikan dengan kaidah PTK. Cara pemecahan masalah ditentukan atas dasar akar penyebab permasalahan dalam bentuk tindakan yang jelas dan terarah. Alternatif pemecahan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Di samping itu, harus terbayangkan manfaat hasil pemecahan masalah dalam pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran. Juga dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.



d.



Tujuan Penelitian Tujuan PTK dirumuskan secara jelas, dipaparkan sasaran antara dan sasaran



akhir tindakan perbaikan. Perumusan tujuan harus konsisten dengan hakikat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian-bagian sebelumnya. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan strategi pembelajaran yang dianggap sesuai, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan lain sebagainya. Pengujian dan/atau pengembangan strategi pembelajaran bukan merupakan rumusan tujuan PTK. Ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif. e. Manfaat Penelitian Di samping tujuan PTK di atas, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh, khususnya bagi siswa, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan-rekan guru lainnya serta bagi dosen LPTK sebagai pendidik guru. Pengembangan ilmu, bukanlah prioritas dalam menetapkan tujuan PTK. f.



Kerangka Teoretik dan Hipotesis Tindakan Pada bagian ini diuraikan landasan konseptual dalam arti teoritik yang



digunakan peneliti dalam menentukan alternatif pemecahan masalah. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku- pelaku PTK lain di samping terhadap teoriteori yang lazim hasil kajian kepustakaan. Pada bagian ini diuraikan kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan mendasar usulan rancangan penelitian tindakan. Kemukakan juga teori, temuan dan bahan penelitian lain yang mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian akhir dapat dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan indikator keberhasilan tindakan yang diharapkan/ diantisipasi. Sebagai contoh, akan dilakukan PTK yang menerapkan model pembelajaran kontekstual sebagai jenis tindakannya. Pada kajian pustaka harus jelas dapat dikemukakan: (1) Bagaimana teori pembelajaran kontekstual, siapa



saja tokoh-tokoh dibelakangnya, bagaimana sejarahnya, apa yang spesifik dari teori tersebut, persyaratannya, dll. (2) Bagaimana bentuk tindakan yang dilakukan dalam penerapan teori tersebut pada pembelajaran, strategi pembelajarannya, scenario pelaksanaannya, dll. (3) Bagaimana keterkaitan atau pengaruh penerapan model tersebut dengan perubahan yang diharapkan, atau terhadap masalah yang akan dipecahkan, hal ini hendaknya dapat dijabarkan dari berbagai hasil penelitian yang sesuai. (4) Bagaimana perkiraan hasil (hipotesis tindakan) dengan dilakukannya penerapan model di atas pada pembelajaran terhadap hal yang akan dipecahkan. g.



Prosedur Penelitian



1) Pada bagian ini diuraikan secara jelas prosedur penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan obyek, waktu dan lamanya tindakan, serta lokasi penelitian secara jelas. Prosedur hendaknya dirinci dan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus. Sistematika dalam ini meliputi: Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian. Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan, tingkat kemampuan dan lain sebagainya. 2)



Variabel yang diselidiki. Pada bagian ini ditentukan variabel-variabel penelitian yang dijadikan fokus utama untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) variable output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya.



3) Rencana Tindakan. Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti: a)



Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan tindakan, pelaksanaan tes diagnostik untuk menspesifikasi masalah, pembuatan skenario pembelajaran, pengadaan alat-alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain-lain yang terkait dengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang ditetapkan. Disamping itu juga diuraikan alternatif-alternatif solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah



b) Implementasi Tindakan, yaitu deskripsi tindakan yang akan dilakukan. Skenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan. c)



Observasi dan Interpretasi, yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.



d) Analisis dan Refleksi, yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan rencana bagi tindakan berikutnya. 4) Data dan cara pengumpulannya. Pada bagian ini ditunjukan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. 5) Indikator kinerja, pada bagian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindakan perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan yang diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud. h.



Bagian Penunjang



1) Daftar Pustaka



Memuat semua sumber pustaka yang dirujuk dalam kajian teori yang digunakan dalam semua bagian laporan, dengan sistem penulisan yang konsisten menurut ketentuan yang berlaku. 2) Lampiran-Lampiran Berisi lampiran berupa instrumen yang digunakan dalam penelitian, lembar jawaban dari siswa, izin penelitian dan bukti lain yang dipandang penting.



B. RESEARCH AND DEVELOPMENT (R&D) 1. Pengertian dan Tujuan Research and Development (R&D) Research and Development (R&D) atau biasa disebut penelitian pengembangan terdiri dari dua komponen utama, yakni penelitian dan pengembangan. Menurut KBBI, penelitian adalah suatu kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data secara sistematis untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Pengembangan dalam KBBI diartikan sebagai suatu kegiatan mengembangkan yang menghasilkan suatu produk. Penelitian pengembangan juga diartikan oleh beberapa ahli. Menurut Gay (1990) penelitian pengembangan atau research and development (R&D) merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan untuk menguji teori. Borg & Gall (1983: 772) mengatakan “Educational research and development (R&D) is a process used to develop and validate educational products”, penelitian pengembangan dalam pendidikan adalah suatu proses untuk mengembangkan dan memvalidasi suatu produk pendidikan. Sugiyono (2010: 407) mengatakan penelitian pengembangan atau research and development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Sedangkan Sukmadinata (2008) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai pendekatan penelitian untuk menghasilkan produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian pengembangan adalah suatu proses penelitian yang digunakan untuk mengembangkan serta mengetahui validitas dan keefektifan produk yang dikembangkan tersebut. Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan



ini dapat berupa software, ataupun hardware. Dalam pendidikan, produk software dapat berupa program pengolahan data, pembelajaran di kelas atau di laboratorium, model-model pendidikan, pembelajaran, bimbingan, pelatihan, ataupun evaluasi. Sedangkan produk hardware dalam pendidikan dapat berupa buku, modul, lembar kerja, ataupun media pembelajaran di kelas maupun di laboratorium. Pada umumnya, research and development (R&D) atau penelitian pengembangan memiliki tujuan menginformasikan proses selama pengembangan mulai dari penyusunan ide hingga terbentuk suatu produk beserta uji validasi dan keefektifannya. Menurut Akker (1999) tujuan penelitian pengembangan khususnya dalam bidang pendidikan, dibedakan berdasarkan aspek pengembangan, yakni bagian kurikulum, teknologi dan media, pelajaran dan instruksi, dan pendidikan guru didaktis. Keempat aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut : a.



Pada bagian kurikulum Tujuan dari penelitian pengembangan pada bagian kurikulum adalah



menginformasikan proses pengambilan keputusan sepanjang pengembangan suatu produk untuk meningkatkan suatu produk menjadi berkembang dan kemampuan pengembang untuk menciptakan berbagai hal dari jenis ini pada situasi ke depan b.



Pada bagian teknologi dan media Pada bagian ini, penelitian pengembangan bertujuan untuk meningkatkan



proses rancangan instruksional, pengembangan, dan evaluasi yang didasarkan pada situasi pemecahan masalah spesifik yang lain atau pemeriksaan yang digeneralisasi c.



Pada bagian pembelajaran dan instruksi Tujuan penelitian pengembangan dalam bagian ini adalah untuk



pegembangan dalam perancangan lingkungan pembelajaran, perumusan kurikulum, dan penaksiran keberhasilan dari pengamatan dan pembelajaran, serta secara serempak mengusahakan untuk berperan untuk pemahaman fundamental ilmiah d.



Pada bagian pendidikan guru dan didaktis



Tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi pembelajaran keprofesionalan para guru dan atau menyempurnakan perubahan dalam suatu pengaturan spesifik bidang pendidikan. Pada bagian didaktis, tujuannya adalah untuk menjadikan penelitian pengembangan sebagai suatu hal interaktif. 2.



Karakteristik dan Motif Research and Development (R&D) Borg and Gall (1989) menjelaskan empat ciri utama yang ada dalam research



and development atau penelitian pengembangan, yaitu: a.



Studying research findings pertinent to the product to be develop, artinya melakukan studi atau penelitian awal untuk mencari temuan temuan penelitian terkait dengan produk yang akan dikembangkan



b.



Developing the product base on this findings, artinya mengembangkan produk berdasarkan temuan penelitian tersebut



c.



Field testing it in the setting where it will be used eventually, artinya dilakukan uji lapangan dalam seting atau situasi senyatanya dimana produk tersebut akan digunakan



d.



Revising it to correct the deficiencis found in the field-testing stage, artinya melakukan revisi untuk memperbaiki kelamahan-kelemahan yang ditemukan dalam tahap-tahap uji lapangan



Dari keempat ciri tersebut, didapatkan gambaran bahwa ciri utama R&D adalah mengenai langkah-langkah awal dalam penelitian terkait dengan produk hingga merevisi agar produk lebih valid dan layak digunakan berdasarkan hasil uji lapangan yang telah dilakukan. Menurut Wayan (2009) ada 4 karakteristik research and development, antara lain : a.



Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggungjawaban professional dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran



b.



Pengembangan model, pendekatan dan metode pembelajaran serta media belajar yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa



c.



Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli, dan uji coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk yang dihasilkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan, validasi, dan uji coba lapangan tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.



d.



Proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media pembelajaran perlu didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis sesuai dengan kaidah penelitian yang mencerminkan originalitas.



Sedangkan motif penelitian pengembangan seperti dikemukankan Akker (1999) antara lain : a.



Motif dasarnya bahwa penelitian kebanyakan dilakukan bersifat tradisional, seperti eksperimen, survey, analisis korelasi yang fokusnya pada analsis deskriptif yang tidak memberikan hasil yang berguna untuk desain dan pengembangan dalam pendidikan.



b.



Keadaan yang sangat kompleks dari banyknya perubahan kebijakan di dalam dunia pendidikan, sehingga diperlukan pendekatan penelitian yang lebih evolusioner (interaktif dan siklis).



c.



Penelitian bidang pendidikan secara umum kebanyakan mengarah pada reputasi yang ragu-ragu dikarenakan relevasi ketiadaan bukti



3.



Langkah-langkah dalam Research and Development Dengan banyaknya ahli yang fokus dalam research and development, maka



ditemukan pula langkah-langkah penelitian dalam berbagai versi menurut para ahli. a.



Borg & Gall Langkah-langkah dalam penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall



(1989) sebagai berikut: 1) Penelitian dan Pengumpulan Data Pada tahap ini, yang harus dilakukan adalah studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur bertujuan untuk menemukan konsep-konsep atau landasan teoritis yang memperkuat suatu produk yang akan dikembangkan. Dari studi literatur ini



akan diketahui rangkaian langkah pengembangan yang paling tepat untuk suatu produk tertentu. Sedangkan studi lapangan bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan dalam skala kecil, dan memikirkan apa yang dibutuhkan oleh lingkungan tersebut, atau biasa disebut analisis kebutuhan. 2) Perencanaan Setelah melakukan studi pendahuluan, maka selanjutnya dibuat perancanaan produk yang meliputi tujuan penggunaan produk, target pengguna produk, dan deskripsi singkat komponen produk dan penggunaannya. 3) Pengembangan Produk Awal Tahap ini merupakan gambaran kasar dari produk yang akan diciptakan. Peneliti dapat meminta bantuan para ahli atau praktisi untuk merealisasikan perencanaan produk yang telah disusun sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan validasi ahli, dimana ahli menilai apakah produk yang dikembangkan layak untuk diuji lapangan. 4) Uji coba produk awal / Uji Coba Terbatas Setelah produk divalidasi oleh ahli, kemudian produk dilakukan uji coba lapangan di sekolah. Selama pelaksanaan uji lapangan ini, peneliti harus mengamati secara intensif dan mencatat hal-hal penting yang dilakukan responden sebagai bahan untuk penyempurnaan dari produk awal tersebut. 5) Penyempurnaan Produk Awal Penyempurnaan produk awal akan dilakukan setelah dilakukan uji coba lapangan secara terbatas. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada evaluasi terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat perbaikan internal. 6) Uji Coba Lapangan Lebih Luas Meskipun sudah diperoleh produk yang lebih sempurna, tetapi uji coba dan penyempurnaan produk masih perlu dilakukan sekali lagi. Hal ini dilakukan agar produk yang dikembangkan memenuhi standar tertentu. Oleh karena itu target populasinyapun harus disesuaikan. Uji coba dan penyempurnaan pada tahap produk awal masih difokuskan kepada pengembangan dan penyempurnaan materi produk, belum memperhatikan kelayakan dalam konteks populasi. Kelayakan



populasi dilakukan dalam uji coba dan penyempurnaan produk yang telah disempurnakan. Dalam tahap ini, uji coba dan penyempurnaan dilakukan dalam jumlah sampel yang lebih besar. 7) Penyempurnaan Produk Hasil Uji Lapangan Lebih Luas Penyempurnaan produk dari hasil uji lapangan lebih luas ini akan lebih memantapkan produk yang kita kembangkan, karena pada tahap uji coba lapangan sebelumnya dilaksanakan dengan adanya kelompok kontrol. Desain yang digunakan adalah pretest dan posttest. Selain perbaikan yang bersifat internal. Penyempurnaan produk ini didasarkan pada evaluasi hasil sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. 8) Uji Coba Produk Akhir Pengujian produk akhir, dimaksudkan untuk menguji apakah suatu produk pendidikan layak dan memiliki keunggulan dalam tataran praktek. Dalam pengujian ini tujuannya bukan lagi menyempurnakan produk, karena produk diasumsikan sudah sempurna. Dalam pengujian produk akhir, sebaiknya digunakan kelompok kontrol. Pengujian dilaksanakan dalam bentuk desain eksperimen. Model desain yang digunakan adalah “The randomized pretestpostest control group design” atau minimal “the matching only pretests-posttest Control Group Design”. 9) Revisi atau Penyempurnaan Produk Akhir Pada tahap ini sudah didapatkan suatu produk yang tingkat efektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan produk akhir memiliki nilai “generalisasi” yang dapat diandalkan. 10) Desiminasi dan Implementasi Setelah dihasilkan suatu produk final yang sudah teruji keampuhannya, langkah selanjutnya adalah desiminasi, implementasi, dan institusionalisasi. Desiminasi dari suatu produk, yang dikembangkan akan membutuhkan sosialisasi yang cukup panjang dan lama. b. Thiagarajan Model pengembangan perangkat Four-D Model disarankan oleh Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974). Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop, dan Disseminate atau



diadaptasikan menjadi model 4-D, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. 1) Tahap I: Define (Pendefinisian) Tahap define adalah tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syaratsyarat pembelajaran. Tahap define ini mencakup lima langkah pokok, yaitu analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives). Tahap pertama, (1) analisis ujung depan, bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan amsalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran sehingga muncul pemicu dibutuhkannya suatu pengembangan produk. (2) Analisis siswa merupakan telaah karakteristik siswa yang sesuai dengan desain pengembangan produk yang akan dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat kemampuan atau perkembangan intelektual siswa, keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki, yang berguna untuk perancangan produk yang akan dikembangkan. (3) Analisis konsep dilakukan untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan, guna mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan deklaratif atau procedural yang akan dikembangkan. Selanjutnya dilakukan (4) analisis tugas yang bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan utama yang akan dikaji oleh peneliti. Analisis ini memastikan ulasan secar rinci tentang tugas dalam materi pembelajaran yang akan disajikan dalam produk. Yang terakhir adalah (5) perumusan tujuan pembelajaran yang berguna untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian. 2)



Tahap II: Design (Perancangan) Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran.



Empat langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: penyusunan standar tes (criterion-test construction), pemilihan media (media selection) yang sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran, pemilihan format (format selection), yakni mengkaji format-format bahan ajar yang ada dan menetapkan format bahan ajar yang akan dikembangkan, membuat rancangan awal (initial design) sesuai format yang dipilih.



Menurut Thiagarajan, dkk (1974), (1) penyusunan standar tes merupakan langkah yang menghubungkan antara tahap pendefinisian (define) dengan tahap perancangan (design). Tahap ini disusun berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis siswa, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. (2) Pemilihan media (media selection), dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi. Pemilihan media dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan bahan ajar pada pembelajaran di kelas. (3) Pemilihan format (format selection), ini dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu dalam pembelajaran matematika realistik. (4) Rancangan awal (initial design) adalah rancangan seluruh perangkat pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan. Hal ini juga meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti membaca teks, wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktek mengajar. 3) Tahap III: Develop (Pengembangan) Tahap pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk pengembangan yang dilakukan melalui dua langkah, yakni: (1) penilaian ahli (expert appraisal) yang diikuti dengan revisi, (2) uji coba pengembangan (developmental testing). Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir perangkat pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/praktisi dan data hasil uji coba. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut: a)



Validasi ahli/praktisi (expert appraisal) Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a technique for obtaining suggestions for the improvement of the material.” Penilaian para ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran mencakup: format, bahasa, ilustrasi dan isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di revisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas teknik yang tinggi.



b) Uji coba pengembangan (developmental testing) Uji coba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung berupa respon, reaksi, komentar siswa, dan para pengamat terhadap perangkat pembelajaran yang telah disusun. Menurut Thiagarajan, dkk (1974) ujicoba, revisi dan ujicoba kembali terus dilakukan hingga diperoleh perangkat yang konsisten dan efektif. 4) Tahap IV: Disseminate (Penyebaran) Proses diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap diseminasi dilakukan untuk mempromosikan produk pengembangan agar bisa diterima pengguna, baik individu, suatu kelompok, atau sistem. Produsen dan distributor harus selektif dan bekerja sama untuk mengemas materi dalam bentuk yang tepat. Diseminasi bisa dilakukan di kelas lain dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan perangkat dalam proses pembelajaran. Penyebaran dapat juga dilakukan melalui sebuah proses penularan kepada para praktisi pembelajaran terkait dalam suatu forum tertentu. Bentuk diseminasi ini dengan tujuan untuk mendapatkan masukan, koreksi, saran, penilaian, untuk menyempurnakan produk akhir pengembangan agar siap diadopsi oleh para pengguna produk. c.



Akker Menurut Akker (1999), ada 4 tahap dalam penelitian pengembangan yang



biasa dilakukan dalam dunia pendidikan yaitu : 1) Pemeriksaan pendahuluan (preliminary inverstigation). Pemeriksaan pendahuluan yang sistematis dan intensif dari permasalahan mencakup tinjauan ulang literatur, konsultasi tenaga ahli, analisa tentang ketersediaan contoh untuk tujuan yang terkait, dan studi kasus dari praktek yang umum untuk merincikan kebutuhan. 2) Penyesuaian teoritis (theoretical embedding) Usaha yang lebih sistematis dibuat untuk menerapkan dasar pengetahuan dalam mengutarakan dasar pemikiran yang teoritis untuk pilihan rancangan. 3) Uji empiris (empirical testing) Bukti empiris yang jelas menunjukkan tentang kepraktisan dan efektivitas dari intervensi.



4) Proses dan hasil dokumentasi, analisa dan refleksi (documentation,analysis, and reflection on process and outcome). Implementasi dan hasilnya untuk berperan pada spesifikasi dan perluasan metodologi rancangan dan pengembangan penelitian. 4.



Kelebihan dan Kelemahan Research and Development Berikut ini merupakan kelebihan dari research and development atau



penelitian pengembangan : a.



Penelitian pengembangan mampu menghasilkan suatu prduk/model yang memiliki nilai validasi tinggi, karena produk tersebut dihasilkan melalui serangkaian uji coba di lapangan dan divalidasi oleh ahli



b.



Penelitian pengembangan akan selalu mendorong proses inovasi produk yang tiada henti sehingga diharapkan akan selalu ditemukan produk-produk actual sesuai dengan tuntutan zaman



c.



Penelitian pengembangan ini merupakan penghubung antara penelitian yang bersifat teoritis dan penelitian yang bersifat praktis



d.



Metode penelitian pengembangan merupakan metode yang cukup komprehensif



Untuk kelemahan dari penelitian pengembangan disajikan sebagai berikut : a.



Pada prinsipnya penelitian pengembangan memerlukan waktu yang relative panjang



b.



Penelitian pengembangan dapat dikatakan sebagai penelitian ‘here and now’, artinya tidak mampu digeneralisasikan secara utuh, karena pada dasarnya penelitian ini pemodelanya hanya pada sampel, bukan populasi.



C. PENELITIAN MIXED METHOD 1.



Pengertian Penelitian Mixed method Penelitian mixed method melibatkan penggunaan metode kuantitatif dan



kualitatif dalam satu penelitian. Mereka yang terlibat dalam penelitian tersebut berpendapat bahwa penggunaan kedua metode ini memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah penelitian daripada penggunaan kedua pendekatan itu sendiri. Meskipun penelitian mixed methode sudah ada sejak tahun 1950-an, hanya baru-baru ini penelitian ini mencapai tempat yang signifikan dalam penelitian



pendidikan — jurnal pertama yang dikhususkan untuknya mulai diterbitkan pada tahun 2005. Maka, tidak mengherankan jika ada pandangan berbeda mengenai hal tersebut. Bagi sebagian orang, fitur penting adalah bahwa penelitian mixed methode menggabungkan metode pengumpulan data dan analisis dari tradisi kuantitatif dan kualitatif. Pertama lebih menyukai data numerik dan analisis statistik, sedangkan yang terakhir lebih suka informasi yang mendalam, sering dalam bentuk narasi, sering diperoleh melalui analisis komunikasi tertulis. Bagi yang lain, deskripsi ini tidak cukup spesifik. Mereka bersikeras bahwa fitur lain, terutama metode kualitatif, harus hadir. Ini termasuk mengembangkan gambaran holistik dan analisis fenomena yang sedang dipelajari dengan penekanan pada deskripsi "tebal" daripada "selektif". Kami tidak berharap masalah definisi ini segera teratasi; sementara itu, contoh keduanya dapat ditemukan dalam literatur saat ini. “Perlu dicatat bahwa jenis instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data bukanlah perbedaan utama antara metodologi kuantitatif dan kualitatif. Pengamatan dan wawancara, instrumen terkemuka yang digunakan dalam penelitian kualitatif, juga sering ditemukan dalam studi kuantitatif. Itu adalah cara, konteks, dan kadang-kadang maksud yang berbeda.” (Fraenkel,1932) Beberapa contoh aktual dari jenis penelitian mixed methode yang telah dilakukan oleh peneliti pendidikan adalah sebagai berikut: 1. “Menggabungkan Metode Kualitatif dan Kuantitatif-ologi dalam Penelitian tentang Kehidupan, Pekerjaan, dan Efektivitas Guru.” 2. “Alat Pertanyaan Tertutup dan Terbuka dalam Survei Tele-phone Tentang 'Guru yang Baik.' ” 3. “Emosi dan Perubahan Selama Pengembangan Profesional untuk Guru: Penelitian Mixed methode.” 4. “Mengatakan Semuanya: Kisah Modal Sosial Perempuan Menggunakan Pendekatan Mixed methode.” 5. “Kompleksitas Komitmen Guru terhadap Pendidikan Lingkungan: Pendekatan Mixed methode.” Penelitian mixed methode pertama kali dilakukan pada tahun 1950 ketika beberapa minat awal berkembang dalam menggunakan lebih dari satu metode



penelitian dalam satu penelitian. Pada tahun 1957, misalnya, Trow berkomentar sebagai berikut: Setiap tukang sepatu berpikir bahwa kulit adalah satu-satunya hal. Sebagian besar ilmuwan sosial. . . memiliki metode favorit mereka yang mereka kenal dan memiliki keterampilan dalam menggunakannya. Dan saya menduga kita sebagian besar memilih untuk menyelidiki masalah yang tampaknya rentan diserang melalui metode ini. Tapi kita setidaknya harus mencoba untuk tidak terlalu sempit daripada tukang sepatu. Mari kita selesaikan argumen “pengamatan partisipan” versus wawancara, seperti yang telah kita singkirkan dengan argumen psikologi dan sosiologi,dan lanjutkan dengan usaha menyerang masalah kita dengan sederetan alat konseptual dan metodologis terluas yang kita miliki dan mereka menuntut. (Campbell dan Fiske, 1959) dalam Fraenkel,1932 menganjurkan sifat mengukur dengan beberapa langkah, sehingga mungkin untuk memisahkan varian karena sifat dari varian karena metode yang digunakan untuk mengukur sifat tersebut. Campbell dan Fiske bekerja secara ketat dalam domain kuantitatif, tetapi matriks multitrait-multimethod mereka menyarankan pentingnya memisahkan fenomena yang sedang dipelajari dari alat yang digunakan untuk mempelajarinya. (Denzin, 1978 dalam Fraenkel,1932) dan (Jick, 1979 dalam Fraenkel,1932) keduanya telah dikreditkan dengan menerapkan triangulasi istilah untuk metode penelitian. Triangulasi (atau, lebih tepatnya, triangulasi metodologis ) melibatkan penggunaan berbagai metode dan / atau tipe data untuk mempelajari pertanyaan penelitian yang sama. Jika hasilnya sesuai, mereka membantu memvalidasi masing-masing. Denzin menggunakan triangulasi ketika ia menggunakan berbagai sumber data untuk mempelajari fenomena yang sama. Jick membahas penggunaan triangulasi dalam satu metode tunggal (kuantitatif atau kualitatif) dan lintas metode (baik kuantitatif maupun kualitatif). Dia mencatat bagaimana kekuatan dari satu metode bisa mengimbangi kelemahan yang lain. (Fraenkel,1932) “kami menunjukkan bahwa peneliti kuantitatif dan kualitatif berbeda dalam rangkaian keyakinan atau asumsi yang memandu cara mereka mendekati investigasi mereka, dan bahwa asumsi ini terkait dengan pandangan dunia mereka, yaitu, pandangan yang mereka pegang mengenai, antara lain halhal, sifat realitas dan proses penelitian. Seperti yang kami sebutkan di sana, pendekatan kuantitatif dikaitkan dengan filosofi positivisme . Metodologi kualitatif, di sisi lain, menganjurkan pendekatan yang lebih "artistik" untuk penelitian, mengikuti pandangan dunia lain (seperti postmodernisme ). “



Perbedaan-perbedaan ini telah menyebabkan banyak peneliti percaya bahwa metodologi penelitian kuantitatif dan kualitatif adalah dikotomi: baik atau proposisi tanpa jalan tengah. Selama tahun 1970-an dan 1980-an, pada kenyataannya, banyak peneliti di kedua sisi masalah berpendapat kuat bahwa kedua metode (sering disebut sebagai "paradigma") tidak dapat digabungkan. Banyak peneliti masih memegang pandangan ini. Pada tahun (Rossman dan Wilson, 1985 dalam frankel,1932 ) disebut orang-orang yang menyatakan bahwa paradigma tidak bisa dicampur sebagai puritan; mereka yang dapat menyesuaikan metode mereka dengan hal-hal khusus dari suatu situasi, mereka sebut situasionis; dan mereka yang percaya bahwa banyak paradigma dapat digunakan dalam penelitian, mereka menyebutnya pragmatis. Meskipun pertanyaan pencampuran paradigma masih ada, lebih banyak peneliti merangkul pragmatisme sebagai landasan filosofis terbaik untuk penelitian mixed methode. Pragmatis mengusulkan agar para peneliti menggunakan karya apa pun. Elemen yang paling penting dalam membuat keputusan tentang metode penelitian atau metode yang digunakan adalah pertanyaan penelitian yang ada. Pandangan dunia dan preferensi tentang metode harus mengambil kursi belakang, dan peneliti harus memilih pendekatan penelitian yang paling mudah menerangi pertanyaan penelitian. Pendekatan penelitian itu bisa kuantitatif, kualitatif, atau kombinasi keduanya.Contoh: Pengawas sekolah menyewa konsultan untuk melakukan survei telepon untuk menanyakan kepada responden serangkaian pertanyaan mengenai berapa banyak mereka akan mau membayar pajak yang meningkat untuk pengeluaran tertentu (misalnya, hal-hal kecil) iuran kelas, kenaikan gaji untuk guru, dan sebagainya). Dia kecewa menemukan keengganan dari pihak yang disurvei untuk mendanai semua opsi yang mereka daftarkan dengan jumlah yang akan dibutuhkan. Jadi dia memutuskan untuk meminta konsultan melakukan diskusi kelompok terarah untuk mencari tahu mengapa. Apakah kedua jenis informasi ini pada dasarnya tidak sesuai? . Memberikan pengawas sekolah informasi yang berguna. Data kuantitatif memberi tahu dia apa publik akan menerima, sementara kelompok fokus memberi tahu dia mengapa mereka merespons seperti yang mereka lakukan, sehingga membantu untuk mengklarifikasi tanggapan negatif.



2.



Jenis-Jenis Desain Mixed Methode Meskipun metode kuantitatif dan kualitatif dapat dikombinasikan dengan



cara apa pun yang sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitian tertentu, desain mixed methode tertentu terjadi dengan frekuensi yang cukup bagi kita untuk melihatnya secara rinci. Ada tiga jenis utama desain mixed methode: desain eksplorasi , desain eksplanasi, dan desain triangulasi . Masing-masing melibatkan kombinasi data kualitatif dan kuantitatif. a.



Desain Eksplorasi Dalam desain ini, para peneliti pertama-tama menggunakan metode



kualitatif untuk menemukan variabel-variabel penting yang mendasari suatu fenomena yang menarik dan untuk menginformasikan metode kedua, kuantitatif. (Lihat Gambar 2.1) Berikutnya, mereka berusaha menemukan hubungan di antara variabel-variabel ini. Jenis desain ini sering digunakan dalam konstruksi kuesioner atau skala penilaian yang dirancang untuk mengukur berbagai topik yang menarik.



Gambar 2.1 Desain ekplorasi Sumber Frankel, ,1932 Dalam desain eksplorasi, hasil fase kualitatif memberikan arahan pada metode kuantitatif, dan hasil kuantitatif digunakan untuk memvalidasi atau memperluas temuan kualitatif. Analisis data dalam eksplorasi tidak ada realitas tunggal "di luar sana" yang dapat ditemukan; sebenarnya, ada banyak realitas. Peneliti kuantitatif, di sisi lain, menolak sudut pandang ini. Masih peneliti lain akan berpendapat bahwa gagasan ketidakcocokan ini telah berlebihan. (Krathwohl,1998), misalnya, telah menyatakan bahwa “temuan kuantitatif memampatkan angka ringkasan tren dan kecenderungan yang diungkapkan dalam kata-kata dalam laporan kualitatif. Dalam banyak kasus, jumlah data kualitatif berkode mungkin menghasilkan data yang mirip dengan ringkasan kuantitatif. . . Banyak masalah, pada kenyataannya, sebenarnya



membutuhkan lebih dari yang dapat diberikan oleh satu metode; jawabannya, tentu saja, adalah pendekatan multi-metode. " Desain terpisah, sesuai dengan fase penelitian pertama, kualitatif, dan fase penelitian kedua, kuantitatif. Alasan yang mendasari desain eksplorasi adalah untuk mengeksplorasi fenomena atau untuk mengidentifikasi tema-tema penting. Selain itu, ini sangat berguna ketika seseorang perlu mengembangkan dan menguji jenis instrumen tertentu. Ilustrasi di awal bab ini memberikan contoh desain eksplorasi. Siswa ingin menggunakan metode kualitatif (etnografi), mungkin melibatkan analisis isi wawancara mendalam dan mungkin narasi lain (seperti esai), untuk mengidentifikasi alasan siswa untuk bergabung dengan geng sekolah menengah dan untuk melihat bagaimana keanggotaan geng mempengaruhi mereka. . Selanjutnya, dia akan menggunakan desain kausal-komparatif untuk membandingkan subkelompok siswa yang memiliki alasan berbeda untuk bergabung ketika mereka masih mahasiswa baru. Untuk melakukan ini, ia harus memilah-milah subkelompok, menggunakan data etnografinya. Dia kemudian akan mengumpulkan data dari mereka sebagai senior untuk melihat bagaimana kelompok-kelompok ini berbeda dalam cara yang disarankan oleh etnografi. b.



Desain Ekplanasi Terkadang seorang peneliti akan melakukan studi kuantitatif, tetapi akan



membutuhkan informasi tambahan untuk mengetahui hasil. Ini adalah tujuan di balik desain eksplanasi. Dalam desain ini, peneliti pertama kali melakukan metode kuantitatif dan kemudian menggunakan metode kualitatif untuk menindaklanjuti dan memperbaiki temuan kuantitatif (lihat Gambar 2.2). Kedua jenis data dianalisis secara terpisah, dengan hasil analisis kualitatif yang digunakan oleh peneliti untuk memperluas hasil penelitian kuantitatif.



Gambar 2.2 Desain Ekplanasi Sumber Frankel,1932



Sebagai contoh, salah satu penulis adalah peneliti bersama, beberapa tahun yang lalu, dalam sebuah studi di mana empat guru kelas lima masingmasing mengajar matematika menggunakan pengelompokan kemampuan dan non-pengelompokan dalam semester antara dalam percobaan seimbang. Penelitian ini memiliki fitur yang tidak biasa, dalam penelitian sekolah, dari tugas acak siswa untuk guru. Temuan utama adalah bahwa satu guru mencapai hasil pencapaian yang jauh lebih tinggi dengan non-pengelompokan sedangkan tiga lainnya memiliki keuntungan yang lebih besar dengan pengelompokan. Sebuah studi kualitatif lanjutan dengan menggunakan wawancara dan deskripsi naratif tentang kegiatan kelas dapat menguji pengamatan informal bahwa satu guru lebih mahir dalam instruksi individual daripada tiga guru yang siswa lebih banyak belajar dengan pengelompokan. c.



Desain Triangulasi Dalam desain triangulasi, peneliti menggunakan metode kuantitatif dan



kualitatif untuk mempelajari fenomena yang sama untuk menentukan apakah keduanya bertemu pada satu pemahaman tunggal tentang masalah penelitian yang diselidiki. Jika tidak, maka peneliti harus mencari tahu mengapa kedua metode memberikan gambar yang berbeda. Metode kuantitatif dan kualitatif diberi prioritas yang sama, dan semua data dikumpulkan secara bersamaan (lihat Gambar 2.3).



Gambar 2.3 Desain Triangulasi Sumber : Frankel, 1932 Data dapat dianalisis bersama atau secara terpisah. Jika dianalisis bersama-sama, data dari studi kualitatif mungkin harus diubah menjadi data kuantitatif (misalnya, memberikan kode-kode numerik dalam suatu proses yang disebut quantitizing ) atau data kuantitatif mungkin harus diubah menjadi data



kualitatif (misalnya, memberikan narasi dalam proses itu disebut kualifikasi ). Jika data dianalisis secara terpisah, maka konvergensi atau divergensi hasil kemudian akan dibahas. Dasar pemikiran yang mendasari penggunaan desain triangulasi adalah bahwa kekuatan kedua metode akan saling melengkapi dan mengimbangi kelemahan masing-masing metode. Contoh: Fraenkel menggunakan desain triangulasi yang dimodifikasi untuk mempelajari empat guru IPS yang diidentifikasi oleh rekan-rekan mereka sebagai yang luar biasa. 19 Dia berusaha melukis potret apa yang terjadi setiap hari di ruang kelas mereka dan untuk mengidentifikasi teknik dan perilaku guru yang efektif. Untuk tujuan ini, ia menggunakan beberapa teknik kualitatif, termasuk pengamatan dalam kelas menggunakan catatan harian (log book) dan wawancara dengan siswa dan guru. Dia juga menggunakan sejumlah instrumen kuantitatif, termasuk daftar periksa kinerja, skala penilaian, dan bagan alur diskusi. Dia mengembangkan deskripsi rinci tentang perilaku, gaya mengajar, dan teknik masing-masing guru dan membandingkan guru untuk persamaan dan perbedaan. Triangulasi dicapai atau tidak hanya dengan membandingkan wawancara guru, wawancara dan pengamatan siswa, tetapi juga dengan membandingkan ini dengan ukuran kuantitatif interaksi dan prestasi kelas. Temuan ilustratif lain adalah bahwa keempat guru menekankan kerja kelompok kecil, seperti diungkapkan oleh observasi, wawancara guru, dan penilaian siswa. Secara keseluruhan, temuan penelitian mendukung strategi pengajaran yang sering direkomendasikan, tetapi juga menyarankan beberapa yang belum menerima banyak perhatian dalam literatur. Ini termasuk keterlibatan pribadi(peneliti) dalam kehidupan siswa, mempromosikan interaksi sosial baik di dalam maupun di luar kelas, dan secara sadar memperhatikan isyarat nonverbal. Jauh lebih banyak informasi dan wawasan yang diperoleh dalam penelitian ini melalui penggunaan kedua metode daripada jika metode kuantitatif atau kualitatif murni telah digunakan. Lensa Advokasi Faktor yang dapat digunakan untuk mengkategorikan metode mixed methode adalah ada atau tidak adanya “ lensa advokasi . ”Lensa advokasi terjadi ketika pandangan peneliti menyiratkan bahwa tujuan penelitian adalah untuk



mengadvokasi meningkatan pelatihan peserta penelitian dari sisi lain pandangan penelitian. Contoh pandangan yang melibatkan lensa advokasi adalah teori feminis, teori berbasis ras, dan teori kritis. Kami telah mendiskusikan desaindesain mixed methode sebelum lensa advokasi, seolah-olah tidak ada lensa advokasi; namun, setiap desain dapat didekati dengan lensa advokasi eksplisit. Seorang peneliti mungkin, misalnya, tertarik untuk melakukan triangulasi metode kuantitatif dan kualitatif mengenai prestasi akademik siswa di sekolah dasar, membandingkan kinerja di sekolah pinggiran kulit putih dengan sekolah kulit hitam di kota. Tujuan dari penelitian ini mungkin untuk meningkatkan kondisi, dan kinerja akademik, Sampel/ Sampling. Pengambilan sampel sama pentingnya dalam studi mixed methode seperti halnya dalam jenis penelitian lainnya. Peneliti kualitatif biasanya menggunakan purposive sampling, di mana peneliti sengaja memilih peserta yang diberi informasi tentang atau memiliki pengalaman dengan konsep sentral yang sedang diselidiki. Biasanya sampel kecil, maksudnya adalah bahwa sejumlah kecil individu dapat memberikan sejumlah besar informasi mendalam dan terperinci yang tidak akan dilakukan sampel berukuran besar. Peneliti kuantitatif biasanya ingin memilih individu yang mewakili populasi yang lebih besar sehingga hasilnya dapat digeneralisasi untuk populasi tersebut. Umumnya, strategi pengambilan sampel acak lebih disukai, tetapi sering kali ini tidak mungkin, terutama dalam pengaturan pendidikan. Dengan demikian, sampel kemudahan, sistematis, atau purposive harus digunakan, dengan replikasi disarankan dan didorong. Ukuran sampel biasanya jauh lebih besar daripada studi kualitatif. Biasanya ada beberapa sampel dalam penelitian mixed methode. Sebagai contoh, seorang peneliti mungkin secara acak memilih dua sekolah tinggi untuk studi mixed methode tentang penggunaan narkoba di sekolah-sekolah pinggiran kota. Pertama-tama dia akan memberikan survei kepada 800 senior yang lulus di kedua sekolah, kemudian melakukan enam kelompok fokus dengan menggunakan sampel siswa yang bertujuan, dan menyimpulkan dengan memilih secara acak 40 siswa untuk diwawancarai.



(Teddlie dan Yu dalam frankel, 2007) menjelaskan bahwa pengambilan sampel mixed methode menempati bagian tengah sebuah kontinum, dengan teknik pengambilan sampel kuantitatif di satu sisi dan pengambilan sampel kualitatif di sisi lainnya. Mereka berpendapat bahwa mixed methode peneliti harus menggunakan setiap dan semua kombinasi strategi pengambilan sampel acak dan purposive untuk menjawab pertanyaan penelitian mereka: "Memang, kemampuan peneliti untuk secara kreatif menggabungkan teknik-teknik ini dalam menjawab pertanyaan studi adalah salah satu karakteristik yang menentukan dari penelitian mixed methode. ” Secara bersamaan, para peneliti harus membuat sejumlah keputusan berkenaan dengan pengambilan sampel sebelum memulai penelitian mixed methode, seperti ukuran relatif dari dua sampel yang terlibat, apakah mereka akan menyertakan peserta yang sama, apakah satu sampel akan dimasukkan dalam yang lain, atau apakah peserta harus benar-benar berbeda untuk kedua sampel. Studi Mixed Methode. (Tashakkori dan Teddlie, 1998 dalam frankel,1932) mendefinisikan studi mixed methode sebagai studi yang “menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam beberapa fase proses penelitian yang berbeda.” Dalam studi tunggal, ini mungkin melibatkan studi eksperimental, diikuti oleh pengumpulan data kualitatif, diikuti oleh analisis kuantitatif data setelah dikonversi menjadi angka. Dalam studi mixed methode, pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk penelitian dapat dialamatkan selama masing-masing tiga fase proses penelitian: (1) jenis investigasi (konfirmatori [biasanya kuantitatif] versus eksplorasi [biasanya kualitatif]); (2) pengumpulan dan operasi data kuantitatif versus pengumpulan dan operasi data kualitatif (3) analisis statistik dan inferensi versus analisis dan inferensi kualitatif. Memang, Tashakkori dan Teddlie menggunakan dimensi ini untuk membuat sistem klasifikasi untuk penelitian model campuran. Seperti yang sudah jelas, ini adalah sistem yang lebih rumit untuk mengklasifikasikan desain penelitian, dan setidaknya beberapa kombinasi dari tiga fase penelitian jarang terjadi dalam praktiknya.



2. Langkah-Langakah Melakukan Penelitian Mixed Methode Kembangkan Dasar Pemikiran yang Jelas untuk Melakukan Studi Mixed methode. Sebuah peneliti harus bertanya pada dirinya sendiri mengapa kedua metode kuantitatif dan kualitatif yang diperlukan untuk menyelidiki masalah yang dihadapi. Jika alasannya tidak jelas, penelitian mixed methode mungkin tidak sesuai. Kembangkan Pertanyaan Penelitian untuk Metode Kualitatif dan Kuantitatif. Seperti dalam semua penelitian, sifat pertanyaan penelitian atau pertanyaan akan menentukan jenis desain yang akan digunakan. Banyak pertanyaan penelitian dapat diatasi dengan menggunakan salah satu atau kedua teknik penelitian kuantitatif dan kualitatif. Sebagai contoh, anggaplah seorang peneliti mengajukan pertanyaan ini: "Mengapa tidak mahasiswa Asia-Amerika memanfaatkan pusat konseling perguruan tinggi lebih besar?" Dia mungkin mulai dengan mewawancarai sampel mahasiswa Asia-Amerika tentang persepsi mereka tentang jenis siswa yang menggunakan pusat-pusat ini. Dia kemudian dapat melengkapi wawancara ini dengan informasi survei yang disediakan oleh pusatpusat ini tentang proporsi siswa dari berbagai kelompok etnis yang menggunakan pusat tersebut. Data survei mungkin menunjukkan tingkat pemanfaatan yang kurang, Dalam banyak contoh, pembentukan pertanyaan penelitian umum dapat mengarah pada pengembangan beberapa hipotesis penelitian individu, beberapa di antaranya mungkin cocok untuk pendekatan kuantitatif dan beberapa di antaranya mungkin memerlukan metode kualitatif. Hipotesis “tingkat rendah” ini seringkali dapat menyarankan analisis spesifik (baik kuantitatif maupun kualitatif) yang akan menjawab pertanyaan spesifik. Dalam contoh sebelumnya, salah satu hipotesis semacam itu mungkin bahwa mahasiswa Asia-Amerika sebenarnya kurang memanfaatkan layanan konseling kesehatan mental perguruan tinggi, yang dapat disurvei oleh data survei. Jika hasil survei menunjukkan bahwa mahasiswa Asia-Amerika lebih jarang memanfaatkan pusat semacam itu daripada mahasiswa dari kelompok etnis lain, alasannya dapat diatasi dalam wawancara. Anda akan ingat bahwa peneliti kualitatif sering lebih suka hipotesis muncul saat penelitian berlangsung. Ini jauh lebih mungkin terjadi dengan desain eksplorasi.



Putuskan jika penelitian mixed methode cukup mudah. Berbagai metode penelitian, pada dasarnya, mengharuskan peneliti atau tim peneliti untuk berpengalaman dalam metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Jarang sekali seorang individu memiliki semua keterampilan yang diperlukan dan penting untuk melakukan studi penelitian mixed methode. Pertanyaan bagi siapa pun yang merenungkan penelitian mixed methode adalah ini: Apakah Anda punya waktu, energi, dan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan studi semacam itu? Jika tidak, dapatkah Anda berkolaborasi dengan orang lain yang memiliki keterampilan dan keahlian yang tidak Anda miliki? Jika Anda kekurangan keterampilan atau sumber daya yang diperlukan, mungkin memang lebih baik untuk mengkonseptualisasikan ulang sebuah studi pada dasarnya penyelidikan kuantitatif atau kualitatif daripada memulai penelitian mixed methode yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang tersedia. Tentukan desain mixed methode yang paling tepat untuk pertanyaan penelitian seperti yang kami sebutkan sebelumnya, pada dasarnya ada tiga desain mixed methode dari mana seorang peneliti dapat memilih. Desain triangulasi sesuai ketika peneliti mencoba untuk melihat apakah metode kuantitatif dan kualitatif bertemu pada satu pemahaman fenomena. Desain penjelas sesuai jika seseorang berniat untuk menggunakan data kualitatif untuk memperluas temuan penelitian kuantitatif (atau sebaliknya). Desain eksplorasi sesuai ketika seseorang mencoba untuk pertama mengidentifikasi variabel yang relevan yang mungkin mendasari fenomena dan kemudian mempelajari hubungan antara variabel-variabel ini, atau ketika informasi diperlukan untuk membantu dalam merancang instrumentasi kuantitatif.



Kumpulkan dan analisis data. Prosedur pengumpulan dan analisis data yang dijelaskan sebelumnya dalam teks ini berlaku dan sesuai untuk semua penelitian mixed methode, tergantung pada metode tertentu yang digunakan. Itu Perbedaannya adalah bahwa dua jenis data dikumpulkan dan dianalisis, kadangkadang secara berurutan (seperti dalam desain eksplorasi dan ekplanasi) dan kadang-kadang bersamaan (seperti dalam desain triangulasi). Desain triangulasi juga dapat melibatkan konversi satu jenis data ke jenis lainnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konversi data kualitatif menjadi data kuantitatif disebut sebagai quantitizing . Sebagai contoh, wawancara dapat mengarahkan seorang peneliti untuk percaya ada tiga jenis pelajar sains dasar: (1) manipulator, yang suka menyentuh dan mengubah objek di lingkungan mereka; (2) memorizers, yang berusaha menghafal fakta-fakta yang dihafal dari buku teks; dan (3) peserta didik kooperatif, yang suka mendiskusikan topik dengan siswa lain di kelas. Dengan menghitung jumlah masing-masing jenis pembelajar di masingmasing sejumlah kelas sains, peneliti dapat mengubah data kualitatif (tipe pembelajar) menjadi data kuantitatif (jumlah masing-masing jenis). Keuntungan, seperti yang disebutkan sebelumnya, konversi data kuantitatif menjadi data kualitatif disebut sebagai kualifikasi . Misalnya, individu yang memiliki berbagai karakteristik kuantitatif dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Seorang peneliti mungkin mengategorikan satu kelompok siswa yang tidak pernah terlambat, selalu berubah dalam pekerjaan yang ditugaskan, dan menulis makalah panjang sebagai "siswa obsesif." Sebaliknya, peneliti mungkin mengkategorikan kelompok kedua yang sering terlambat, sering gagal untuk mengubah dalam pekerjaan yang ditugaskan, dan menulis makalah pendek sebagai "siswa yang tidak tertarik." Tulis hasil dengan cara yang konsisten dengan desain yang digunakan. Dalam menulis hasil penelitian mixed methode, cara pengumpulan dan analisis data biasanya terintegrasi dalam desain triangulasi tetapi diperlakukan secara terpisah untuk desain eksplorasi dan ekplanasi.



3. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian Mixed Methode Kelebihan Pertama, penelitian mixed methode dapat membantu memperjelas dan menjelaskan hubungan yang ditemukan antara variabel. Sebagai contoh, data korelasional dapat mengindikasikan hubungan negatif yang sedikit antara waktu yang dihabiskan siswa di rumah dengan menggunakan komputer dan nilai-nilai mereka yaitu, ketika waktu komputer siswa meningkat, nilai mereka menurun. Pertanyaan yang diajukan adalah mengapa hubungan seperti itu ada. Wawancara dengan siswa mungkin menunjukkan bahwa siswa terbagi dalam dua kelompok berbeda: (a) kelompok yang relatif besar yang menggunakan komputer terutama untuk interaksi sosial (misalnya, email dan pesan instan) dan yang nilainya buruk, dan (b) kelompok yang lebih kecil yang menggunakan komputer untuk mengumpulkan informasi terkait sekolah (misalnya, melalui penggunaan mesin pencari) dan yang nilainya relatif tinggi. Ketika kedua kelompok awalnya digabungkan, semakin banyak siswa dalam kelompok pertama menghasilkan hubungan negatif yang ditemukan antara penggunaan komputer dan nilai siswa. Kedua, penelitian lanjutan dengan mixed methode memungkinkan kita untuk mengeksplorasi hubungan antar variabel secara mendalam. Dalam situasi ini, metode kualitatif dapat digunakan untuk mengidentifikasi variabelvariabel penting dalam bidang yang diminati. Variabel-variabel ini kemudian dapat diukur dalam instrumen (seperti kuesioner) yang kemudian diberikan kepada sejumlah besar individu. Variabel kemudian dapat dikorelasikan dengan variabel lain. Misalnya, wawancara dengan siswa mungkin mengungkapkan bahwa masalah belajar dapat dikategorikan ke dalam tiga bidang: (a) terlalu sedikit waktu yang dihabiskan untuk belajar; (B) gangguan di lingkungan studi, seperti televisi dan radio; dan (c) bantuan yang tidak memadai yang diberikan oleh orang tua atau saudara kandung. Masalahmasalah ini dapat diselidiki lebih lanjut dengan membangun kuesioner 12item, dengan empat pertanyaan untuk masing-masing dari tiga bidang masalah penelitian.



Ketiga, mixed methode studi dapat membantu untuk mengkonfirmasi atau memvalidasi hubungan yang ditemukan antara variabel, seperti ketika metode kuantitatif dan kualitatif dibandingkan untuk melihat apakah mereka bertemu pada interpretasi tunggal dari suatu fenomena. Jika mereka tidak bertemu, alasan kurangnya konvergensi dapat diselidiki. Sebagai contoh, seorang profesor yang mengkhususkan diri dalam penelitian mixed methode mungkin diminta untuk menyelidiki kepuasan siswa sekolah menengah dengan praktik penilaian guru mereka. Dia dapat menyiapkan kuesioner yang dirancang untuk menentukan sikap siswa dan kemudian melakukan kelompok fokus dengan berbagai sampel siswa. Jika tanggapan survei secara umum mengungkapkan kepuasan dengan praktik penilaian guru, namun peserta diskusi kelompok terarah menunjukkan ketidakpuasan yang cukup besar terhadap mereka, penjelasan yang mungkin adalah bahwa para siswa merasa bahwa guru mereka akan melihat tanggapan terhadap survei (dan dengan demikian mereka enggan bersikap kritis). Namun, dalam kelompok fokus, tanpa kehadiran guru atau orang dewasa, mereka dapat merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan mereka yang sebenarnya. Dengan demikian, kurangnya konvergensi dalam kasus ini dapat dijelaskan oleh variabel ketiga: apakah guru akan memiliki akses ke hasil. Kelemahan Pada titik ini Anda mungkin bertanya-tanya mengapa semua masalah penelitian tidak ditangani menggunakan desain mixed methode. Ada beberapa kelemahan. Pertama, penelitian mixed methode seringkali sangat memakan waktu dan mahal untuk dilakukan. Kedua, banyak peneliti berpengalaman hanya dalam satu jenis penelitian. Untuk melakukan penelitian mixed methode dengan benar, seseorang perlu keahlian dalam kedua jenis penelitian. Keahlian seperti itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkembang. Sumber daya, waktu, dan energi yang diperlukan untuk melakukan penelitian mixed methode mungkin menjadi penghalang bagi peneliti tunggal untuk



melakukan. Kelemahan ini dapat dihindari jika banyak peneliti, dengan bidang keahlian yang berbeda, bekerja sebagai tim. Namun, jika seorang peneliti tunggal tidak memiliki cukup waktu, sumber daya, dan keterampilan, ia mungkin akan lebih baik melakukan penelitian murni kuantitatif atau kualitatif dan melakukannya dengan baik. Namun demikian, penelitian mixed methode tetap menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan. Semakin banyak penelitian mixed methode sedang dilakukan, dan jenis penelitian ini sangat perlu dipahami oleh semua orang yang tertarik dalam melakukan dan merancang penelitian. 4. Evaluasi Penelitian Mixed Methode Evaluasi diperlukan untuk semua penelitian, bukan hanya penelitian mixed methode. Namun, mengingat bahwa penelitian mixed methode melibatkan membandingkan metode yang berbeda, itu sangat penting di sini. Karena fakta bahwa studi mixed methode selalu melibatkan data kuantitatif dan kualitatif dan seringkali dua fase pengumpulan data yang berbeda, evaluasi studi tersebut seringkali sulit. Namun demikian, setiap metode harus dievaluasi sesuai dengan kriteria yang disarankan dan gunakan dengan metode lain. 24 Tentukan apakah data kualitatif dan kuantitatif berperan dalam kesimpulan yang dicapai. Dalam penelitian mixed methode yang baik, kedua metode ini harus saling melengkapi atau membahas sub-pertanyaan yang berbeda terkait dengan pertanyaan penelitian yang lebih besar yang dibahas oleh penelitian ini. Terkadang seorang peneliti akan mengumpulkan data kuantitatif atau kualitatif, tetapi itu tidak akan berperan dalam menjawab pertanyaan penelitian yang penting. Dalam kasus ini, data hanyalah tambahan (mungkin karena peneliti “suka” data semacam itu), dan proyek ini tidak benar-benar pendekatan mixed methode. Kedua, tanyakan pada diri Anda apakah penelitian ini mengandung ancaman terhadap validitas internal (sebagaimana peneliti kuantitatif menyebutnya) atau kredibilitas (sebagaimana peneliti kualitatif menyebutnya). Apakah ada penjelasan alternatif untuk temuan, di luar yang diberikan oleh penulis? Langkah apa yang telah diambil untuk memastikan



bahwa desainnya ketat dan tingkat kredibilitas dan kredibilitas internal yang tinggi telah tercapai? Untuk itu, tanyakan pada diri sendiri tentang generalisasi (sebagaimana peneliti kuantitatif menyebutnya) atau transferabilitas (sebagaimana peneliti kualitatif menyebutnya) dari hasil. Apakah hasil yang ditemukan dalam penelitian ini melampaui domain yang dipelajari untuk konteks lain dan individu lain? Apakah deskripsi hasil kualitatif memadai untuk menentukan apakah hasilnya akan bermanfaat bagi peneliti lain dalam situasi lain? Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting karena penelitian tanpa generalisasi (validitas eksternal) atau transferabilitas tidak begitu menarik bagi orang lain selain penulis penelitian. 5. Etika Dalam Penelitian Mixed Methode Masalah dan pertanyaan etis memengaruhi penelitian mixed methode. Tiga yang paling penting adalah melindungi identitas peserta, memperlakukan peserta dengan hormat, dan melindungi peserta dari bahaya fisik dan psikologis.



BAB III PENUTUP Kesimpulan 1.



Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu pengamatan yang menerapkan tindakan didalam kelas yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakantindakan tertentu atau dengan menggunakan aturan sesuai dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau siklus agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan bersama dikelas secara professional sehingga diperoleh peningkatan pemahaman atau kualitas atau target yang telah ditentukan.



2.



Langkah untuk melakukan penelitian tindakan kelas terdiri dari tiga tahap, yakni planning, action, dan observation.



3.



Research and Development adalah suatu proses penelitian yang digunakan untuk mengembangkan serta mengetahui validitas dan keefektifan produk yang dikembangkan tersebut. Produk dari R&D ini dapat berupa software maupun hardware



4.



R&D memiliki banyak variasi langkah-langkah untuk melakukan penelitian R&D berdasarkan beberapa ahli, namun inti dari penelitian pengembangan ini adalah analisis kebutuhan, pembuatan produk, validasi ahli, revisi, uji lapangan, revisi, uji lapangan lebih luas, setelah terbukti efektifitasnya baru bias digunakan dalam pembelajaran.



5.



Mixed method adalah penelitian yang menggabungkan penelitian kuantitatif dan juga penelitian kualitatif



6.



Mixed method dibagi menjadi 3 jenis desain, yakni desain eksplorasi, desain eksplanasi, dan desain triangulasi



DAFTAR RUJUKAN Akker, Van den J. 2006. Educational Design Research. London and New York: Routledge. Borg and Gall. (1983). Educational Research: An Introduction. New York and London: Longman Inc Daryanto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah Beserta Contoh- Contohnya. Yogyakarta : Gava Media David R. Krathwohl. 1998. Metode Penelitian Pendidikan dan Ilmu Sosial: Pendekatan Terpadu, edisi ke-2. New York: Longman Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Fraenkel, J.R.,Wallen, N.E., Hyun, H.H. 1932. How to Design and Evaluate Research in Education. New York:McGraw Hill Gay, L.R. 1991. Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysis and Application. Second edition. New York: Macmillan Publishing Compan. Sanjaya, W. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sanjaya, W. 2013. Perencanaan dan Designe Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group Seels, Barbara B. & Richey, Rita C. (1994). Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya. Penerjemah Dewi S. Prawiradilaga dkk. Jakarta: Kerjasama IPTPI LPTK UNJ Suyadi. 2012. Buku Panduan Guru Profesional Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah. Yogyakarta: Andi Suyadi. 2012. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Diva Press Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Tahir, Muh. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan. Makassar : Universitas Muhammadiyah Makassar Tessmer, Martin. 1998. Planning and Conducting Formative Evaluations. Philadelphia: Kogan Page. Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Expectional Children. Minnesota: Leadership Training Institute/Special Education, University of Minnesota



Wiriatmadya, Rochmiati. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia bekerjasama PT Remaja Rosdakarya Wayan, I. S. 2009. Metode Penelitian Pengembangan & Teori Pengembangan Modul. Makalah Disajikan dalam Pelatihan Bagi Para Guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK Tanggal 12-14 Januari 2009, Di Kecamatan Nusa Penida kabupaten Klungkung .