Rangkuman Materi Smart Asn (Literasi Digital) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SMART ASN (LITERASI DIGITAL) Dr. I Gede Satria Anom Udayana, S.Ked



SMART ASN mengacu pada Literasi Digital, dimana Literasi Digital menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. Kecakapan tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab. Mengacu pada visi presiden RI tahun 2019-2024, salah satu visi utama yang ditekankan yaitu Pembangunan SDM. Serta terdapat 5 arahan presiden dalam menangani transformasi digital yaitu : 1. Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital 2. Roadmap transformasi digital di sector – sector strategis 3. Percepatan integrasi Pusat Data Nasional 4. Persiapan kebutuhan SDM talenta digital 5. Regulasi, skema pendanaan dan pembiayaan transformasi digital Peran dan tanggung jawab ASN semakin besar sehingga kemampuan memnggunakan gawai saja tidak cukup, diperlukan kemampuan lainnya yaitu Literasi Digital. Menurut Menteri Kominfo, Literasi digital berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif SDM di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai. 4 pilar Literasi Digital menurut Kominfo yaitu Digital skill, digital culture, digital ethics dan digital safety. Dimana kerangka tersebut digunakan sebagai pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital. 1. Digital ethics Kemampuan menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkat tata Kelola etika digital dalam kehidupan sehari – hari. Ektika bermedia digital memuat tentang pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang berlaku, tata krama dan etika berinternet (netiquette), pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja yang mengandung hoax



dan tidak sejalan seperti pornografi, perundungan dll, pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan kolaborasi di ruang digital yang sesuai dalam kaidah etika digital dan peraturan yang berlaku serta kemampuan dasar berinteraksi secara elektronik dan berdagang di ruang digital yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.



Empat prinsip etika digital yaitu Kesadaran berarti sadar serta memiliki tujuan dalam menggunakan media digital sehingga dapat memahami apa yang dilakukan



saat



menggunakan



perangkat



digital.



Kebajikan



berarti



menggunakan media digital dengan mempertimbangkan nilai kemanfaatan, kemanusiaan dan kebaikan serta prinsip penggunaan media digital untuk meningkatkan derajat sesame manusia atau kualitas kehidupan bersama. Integritas berarti prinsip kejujuran sehingga terhindar dari keinginan untuk memanipulasi, menipu, berbohong, plagiasi dan sebagainya dalam bermedia digital. Tanggung jawab berarti kemauan menanggung konsekuensi dari Tindakan dan perilakunya dalam bermedia digital. Keempat prinsip tersebut menjadi



self-control



setiap



individu



dalam



mengakses,



berinteraksi,



berpartisipasi dan berkolaborasi di ruang digital. 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan etika bermedia digital yaitu: a. Penetrasi internet yang sangat tinggi (jumlah akses dan durasi penggunaan) b. Perubahan perilaku



masyarakat



yang



berpindah dari media



konvensional ke media digital c. Intensitas orang berinteraksi secara digital semakin tinggi sehingga berpotensi memunculkan berbagai isu dan gesekan Dalam lanskap informasi, media digital menyatukan pengguan internet dari beragam budaya, latar Pendidikan, tingkat kompetensi serta beragam usia.



Hal tersebut memunculkan adanya tangtangan berupa generation gap yang menunjukan perbedaan prilaku antara native generation dengan migrant generation dalam kecakapan digital. Tangtangan lain dalam bermedia digital yaitu banyaknya konten negative di media digital yang disikapi secara tidak pantas oleh netizen. Sehingga membutuhkan etika bermedia digital dan self controlling. Konten Negative menurut UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah melalui UU No 19 Tahun 2016 (UU ITE) yaitu sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna. Konten negative muncul karena adanya kepentingan ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok tertentu), mencari kambing hitam, dan memecah



belah



masyarakat



(berkaitan



suku,



agama,



ras



dan



antargolongan/SARA). Jenis konten negative yaitu: a. Hoaks/ berita bohong b. Cyberbullying/Perundungan -



Doxing : membagikan data personal seseorang ke dunia maya



-



Cyberstalking : mengintip dan memata-matai seseorang di dunia maya



-



Revenge porn : membalas dendam memalui penyebaran foto/video intim seseorang



c. Hate



Speech/ujaran



kebencian



:



ungkapan/ekspresi



yang



menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau kelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan dan diskriminasi kepada orang atau kelompok. 2. Digital culture (Budaya Bermedia Digital) Kemampuan



membaca,



menguraikan,



membiasakan,



memeriksa



dan



membangun wawasan kebangsaan (nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika) melalui pemanfaatan TIK. Adanya perubahan cara berkomunikasi dari media konvensional ke media digital menyebabkan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pengguna



namun belum didasari oleh nilai budaya dan karakter (Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika). Oleh karena itu, diperlukan Pendidikan penguatan karakter sehingga menghasilkan warga negara Indonesia di dunia digital yang unggul. Indicator pertama dari kecakapan dalam budaya digital yaitu bagaimana setiap individu menyadari bahwa Ketika memasuki era digital, bangsa Indonesia bertanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai – nilai kebangsaan yakni Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Pengamalan Pancasila dalam Literasi Digital yaitu: a. Ketuhanan yang maha esa Kemampuan untuk mengakses, mengeksplorasi dan sekaligus menyeleksi informasi tentang agama dan kepercayaan dari sumber yang kredibel b. Kemanusiaan yang adil dan beradab Kesadaran bahwa kita adalah setara, tidak ada perbedaan dalam hak akses. Serta memiliki pengetahuan yang cukup tentang definisi konten yang berisi penghinaan, perendahan, pengucilan, perundungan terhadap kelompok tertentu. c. Persatuan Indonesia Kesadaran untuk bangga menjadi WNI serta memiliki pengetahuan yang cukup tentang Batasan ujaran kebencian (hate speech) yang memprovokasi perpecahan. d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat,



kebijaksanaan dalam



permusyawatan perwakilan Kesadaran bermedia digital dalam hal mencari informasi public yang berhak diakses dari Lembaga public sebagai pertanggungjawaban transparansi dan akuntabilitasnya. Selain itu, demokrasi digital juga menjamin adanya prinsip egaliter yaitu memberi ruang bagi setiap orang untuk berekspresi. e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Kesadaran untuk memahami regulasi dan kebijakan tentang ranah digital (UU ITE dan netiquette)



Setelah mengetahui dan mampu mengamalkan nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, bisa disebut dengan warga digital yang Pancasilais yaitu: 1. Berpikir kritis 2. Meminimalisir unfollow, unfriend dan block untuk menghindari echo chamber dan filter bubble 3. Gotong royong kolaborasi kampanye literasi digital 3. Digital safety (Aman Bermedia Digital) Kemampuan



mengenali,



mempolakan,



menerapkan,



menganalisis,



menimbang dan meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital dalam kehidupan sehari – hari. Keamanan digital dimulai dari menyiapkan perangkat yang aman hingga menyediakan panduan untuk berprilaku di media digital. Ada lima indicator/kompetensi dalam aman bermedia digital yaitu a. Pengamanan perangkat digital (perangkat keras dan lunak) Ada tiga area kecakapan digital yang harus dimiliki individu dalam bermedia digital yaitu bersifat kognitif yang berarti memahami berbagai konsep dan mekanisme proteksi baik terhadap perangkat digital maupun identitas digital dan data diri. Bersifat afektif yang berarti



pengguna



bertumpu



pada



empati



dimana



pengguna



mempunyai kesadaran bahwa keamanan digital bukan sekedar tentang perlindungan diri sendiri melainkan juga menjaga keamanan pengguna lain. Bersifat konatif/behavioral yang berarti menggunakan Langkah – Langkah praktis untuk melakukan perlindungan identitas digital dan data diri (kata sandi). b. Pengamanan identitas dan data pribadi digital c. Mewaspadai penipuan digital Jenis – jenis penipuan dunia digital yaitu: - Scam : memanfaatkan empati dan kelengahan pengguna (media sosial seperti WA, SMS, email) - Spam : informasi yang mengganggu dalam bentuk iklan secara halus, merupakan titik masuk bagi kejahatan siber



- Phishing : penipuan yang menjebak korban dengan target menyasar kepada orang – orang yang percaya bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang tepat. - Hacking : Tindakan dari seseorang untuk mencari kelemahan dari sebuah system computer. d. Memahami rekam jejak digital Ada



jenis jejak digital



yaitu



pasif (tidak sadar) dan



aktif



(sadar/sengaja) e. Memahami keamanan digital bagi anak 4. Digital skill (cakap bermedia digital) Kemampuan mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta system operasi digital dalam kehidupan sehari – hari. Terdapat beberapa pilar dalam kecakapan bermedia digital yaitu kecakapan terkait penggunaan perangkat keras dan lunak, mesin pencari infromasi, aplikasi percakapan dan media sosial serta dompet digital, loka pasar dan transaksi digital.