23 0 434 KB
LAPORAN TUGAS
PENGEMBANGAN MASYARAKAT (GPW2110) RINGKASAN DAN ANALISIS TESIS “Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai”
Oleh : Nirania Galuh Putrie Soewarno 13/347987/GE/07549 Helmi Amalia Rizki 13/348061/GE/07557 Ika Heppy Putri Lase 13/348086/GE/07565 Lilik Andriyani Muhammad Nur Efendi 13/348118/GE/07579 Reza Kamarullah 13/348125/GE/07582 Arin Nurhita Hapsari 13/348136/GE/07585 Husna Zaiti Aqmar 14/365187/GE/07791 Etik Kurniawati Fadhilah
13/348106/GE/07576
14/365074/GE/07788 14/366032/GE/07861
Arif Setya Basuki 14/366087/GE/07863
FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah
Aliran
Sungai
(DAS)
dilakukan
untuk
mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam dalam DAS dan manusia agar terwujud kelestarian serta menjamin keberlanjutan manfaat SDA tersebut bagi manusia. Tujuan pengelolaan DAS untuk menjamin keberlanjutan DAS meliputi peningkatan stabilitas tata air, peningkatan stabilitas tanah peningkatan pendapatan petani, dan peningkatan
perilaku
masyarakat
kearah
konservasi
yang
mengendalikan aliran permukaan dan banjir. Secara garis besar DAS dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu dicirikan sebagai ekosistem perdesaan dengan komponen desa, saawah/ladang, sungai, dan hutan. pengelolaan DAS hulu tidak hanya menjaga fungsi tata air DAS, tetapi juga memperbaiki mata pencaharian dan meingkatkan ekonomi masyarakat lokal secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS didukung dengan adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang yang membahas sedikitnya 30% dari kawasan DAS seharusnya merupakan kawasan hutan dengan sebaran yang proporsional. Namun kenyataannya, terutama di pulau jawa lahan di daerah hulu dan sepadan sungai berubah menjadi lahan pertanian. Jumlah DAS dari tahun ke tahun mengalami degradasi
lingkungan dan sumber daya alam semakin meningkat. Kerusakan dan degradasi
tersebut
penggunaan kemiskinan mendukung,
lahan dan
disebabkan yang
tidak
kemerosotan
kebijakan
yang
oleh
perencanaan
sesuai, ekonomi,
tidak
dan
pertambangan kebijakan
membatasi
praktik
meingkat,
yang
kurang
kepemilikan
dan
penggunaan lahan, dan ketidakpastian penggunaan hak atas tanah pada lahan hutan. degradasi DAS dipicu oleh pengelolaan konvensional yang tidak terpadu dari hulu ke hilir serta top down yang menekan command and control baik pada tataran kebijakan, operasional, maupun pelaksanaan. Kegagalan pengelolaan DAS secara konvensional mendorong pemerintah untuk
menggunakan pendekatan baru dengan cara
pengelolaan DAS terpadu yang lebih partisipatif. Pemerintah sudah membuat peraturan Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang memuat peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan DAS. Namun, masyarakat belum dipandang sebagai subjek yang mampu mengelola sumber daya alam untuk mendukung pengelolaan DAS yang berkelanjutan dan tidak memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan. Strategi pendekatan yang mengedepankan
partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan DAS adalah Community Based Natural Resource Management (CBNRM). Praktik CBNRM di Indonesia terbukti mampu
meningkatkan
perekonomian
masyarakat
dengan
tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Pengelolaan dalam skala kecil oleh kelompok maupun desa mampu mendukung tercapainya aspek pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan dalam skala besar butuh beberapa prasyarat seperti legalitas yang kuat, organisasi yang sudah berkembang, dan pendanaan yang mendukung infrastruktur (Keller, 2000 dalam Emilia, 2013). Pelaksanaan CBNRM tanpa prasyarat tersebut hanya berhasil diaspek sosial dan ekonomi, namun menyebabkan kerusakan lingkungan.
DAS Bodri merupakan DAS prioritas di Indonesia dan menjadi DAS yang diprioritaskan untuk mendapatkan perbaikan kualitas DAS. DAS Bodri memiliki luas 94.028.013 ha dan terbagi menjadi lima sub DAS. Pengamatan citra sateit menunjukkan adanya perubahan tata guna lahan di hulu DAS Bodri. Perubahan tata guna lahan tersebut dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk perdesaan, sementara jumlah lahan terbatas. Kondisi tersebut semakin parah bila tidak ada upaya untuk menyelamatkan daerah hulu. Penyelamatan bukan hanya oleh pemerintah, namun melibatkan masyarakat setempat dengan CBNRM. Desa Keseneng adalah salah satu desa di wilayah hulu DAS Bodri yang berupaya mengelola sumber daya alam berbasis masyarakat dengan
fokus
dilakukan
desa
secara
wisata.
Pengelolaan
partisipatif
dan
sumber
berdasarkan
daya
tersebut
pada
prinsip
pembangunan berkelanjutan. Beberapa langkah yang telah diambil untuk
mempertahankan
kelestarian
lingkungan
yaitu
menutup
tambang batu, menetapkan zona-zona wisata yang selaras dengan pelesatrian
lingkungan,
mengembangkan
usaha
alternatif
yang
mendukung kelestarian lingkungan dan desa wisata, serta menerapkan sistem
imbal
jasa
lingkungan
bagi
pemilik
lahan
yang
wajib
mempertahankan kelestarian lingkungan. 1.2.
Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan
pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat atau CBNRM dalam konservasi DAS. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui aktivitas atau fungsi pengelolaan sumber daya alam di Desa Keseneng Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang dan peranan pihak luar dalam pengelolaan tersebut. 2. Menganalisis aspek-aspek pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat di Desa Keseneng.
3. Menggambarkan model konseptual CBNRM di Desa Keseneng dan menyusun
model
implementasi
CBNRM
dalam
mendukung
konservasi DAS. 2. METODE Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung untuk melengkapi hasil penelitian. Data primer dikumpulkan dari masyarakat Desa Keseneng yang terlibat atau mengetahui pengelolaan sumber daya alam serta pihak luar yang terkait, yaitu Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang dan LSM Komunitas Salunding
sebagai
pendamping.
Sedangkan
data
sekunder
pada
penelitian ini berupa data yang menyangkut dokumen terkait dengan kelembagaan, desa, kecamatan, kabupaten, organisasi pengelolaan desa wisata, peta lokasi, peta DAS, monografi desa, dan profil desa. Data tersebut dikumpulkan melalui perpustakaan, internet,
kantor Desa
Keseneng, Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang, dan BPDAS Pemali Jratun. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi studi literatur, observasi, dan wawancara mendalam. Studi literatur dilakukan untuk memperoleh gambaran umum desa berupa peta administratif, peta DAS Bodri, dan kondisi geografis maupun potensi desa. Studi literatur juga dilakukan untuk memperoleh informasi-informasi yang terkait pengelolaan sumber daya alam berupa peraturan-peraturan maupun kebijakan. Studi literatur diperoleh dengan penelusuran pustaka, pencarian melalui internet dan mendatangi instansi yang memiliki data terkait. Pada tahap observasi, peneliti melakukan pengamatan lapangan secara langsung untuk mengetahui potensi sumber daya alam dan tata guna lahan Desa Keseneng. Pengamatan juga dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Hasil
pengamatan
wawancara
didokumentasikan
dilakukan
untuk
dengan
mengetahui
kamera.
secara
detail
Sedangkan mengenai
pengelolaan sumber daya alam di Desa Keseneng. Pemilihan narasumber yang diwawancarai menggunakan teknik purposive (bertujuan) dan snowball (bola salju). Jumlah narasumber penelitian sebanyak 12 orang yang terdiri atas perangkat desa, pengurus organisasi pengelola, pekerja harian, masyarakat pemilik lahan terkena zonasi, pedagang, pamong budaya Disporabudpar Kabupaten Semarang, dan aktivis LSM Komunitas Salunding. Informasi yang diperlukan untuk mengetahui pengelolaan sumber daya alam yang direncanakan dan dilakukan oleh masyarakat ini berbentuk deskripsi yang berperspektif emik. Oleh karenanya penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif sehingga data yang diperoleh lebih lengkap dan mendalam untuk memenuhi tujuan penelitian. Adapun ruang lingkup substansial penelitian dibatasi pada aktivitas/fungsi
pengelolaan
sumber
daya
alam
(perencanaan;
pengorganisasian; pelaksanaan; pengendalian; peranan pihak luar), aspek-aspek
CBNRM
(keadilan;
pemberdayaan;
resolusi
konflik;
pengetahuan dan kesadaran; perlindungan keanekaragaman hayati; pemanfaatan
berkelanjutan),
dan
model
konseptual
CBNRM
Desa
Keseneng dan model implementasi CBNRM dalam konservasi DAS. Penelitian ini dilakukan di Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Desa tersebut merupakan salah satu desa yang terletak
di
hulu
kabupaten/kota,
DAS
yaitu
Bodri
yang
Kabupaten
wilayahnya
Temanggung,
meliputi
empat
Kabupaten
Kendal,
Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang. Desa tersebut dipilih karena berlokasi di DAS Bodri hulu yang merupakan salah satu DAS prioritas. Pada sisi lain desa tersebut mengembangkan pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat dengan fokus pariwisata. Adapun penelitian ini dilakukan selama enam bulan mulai bulan Mei sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. Secara garis besar analisis dibagi dalam tiga kegiatan yang dilakukan
secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman 1992). Analisis data dilakukan secara terus-menerus
mulai
saat
penyusunan
konseptual
penelitian,
saat
pengumpulan data di lapangan dan sesudahnya. Reduksi data dilakukan untuk memilih dan menyederhanakan data. Penyajian datanya dilakukan dalam bentuk teks naratif, matriks, grafik,dan bagan. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan penelitian. Penelitian
ini
menggunakan
data
sebanyak-banyaknya
terkait
dengan sumber daya alam dan pengelolaannya di Desa Kaseneng yang kemudian dilakukan reduksi data sesuai dengan aspek yang diteliti. Penyajiannya dipilah-pilah dan disajikan dalam bentuk diskriptif, bagan, tabel, matriks dan sebagainya. Melakukan tahap verifikasi dari data yang diperoleh
dan
dianalisis
dengan
teori-teori
yang
berkaitan
untuk
kemuadian dilakakukan kesimpulan. Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan aktivitas-aktivitas atau fungsi pengelolaan sumber daya alam di Desa Keseneng yang meliputi
perencanaan
(planning),
pengorganisasian
(organizing),
pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling) serta peran pihak luar
dalam
pengelolaan
sumber
daya
alam
tersebut.
Selanjutnya
dilakukan analisis aspek-aspek community based dalam pengelolaan sumber
daya
alam,
meliputi:
equity
(keadilan),
empowerment
(pemberdayaan), conflict resolution (resolusi konflik), knowledge and awarrenes
(pengetahuan
(perlindungan
dan
keanekaragaman
kesadaran), hayati),
dan
biodiversity sustainable
protection utilization
(pemanfaatan berkelanjutan). Setelah menganalisis aktivitas-aktivitas atau fungsi pengelolaan dan aspek community based, selanjutnya digambarkan model konseptual CBNRM di Desa Keseneng dan disusun model CBNRM dalam mendukung upaya konservasi DAS. Kerangka berfikir pada penelitian ini mendasarkan pada konservasi DAS dapat tercapai apabila pengelolaan sumber daya alam di dalamnya berkelanjutan. Dalam penelitian ini, CBNRM dianalisis sehingga dapat
digambarkan model konseptualnya dan disusun model implementasi CBNRM dalam konservasi DAS. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian tersebut berada pada Desa Keseneng yang berada di DAS Bodri hulu, DAS tersebut mencakup empat kabupaten dan kota yakni Temanggung, Kendal, Kota Semarang dan Kabupaten Semarang. Desa Keseneng termasuk dalam Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang dan letaknya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Semarang karena letaknya berbatasan dengan Kabupaten Kendal. Desa Keseneng berada pada daerah pegunungan dengan ketinggian mencapai 700 mdpal sehingga curah hujannya cukup tinggi dan suhu rata-rata berkisar 27-30 º C.
Kondisi topografinya berbukit dan
memiliki banyak lembah, mata air, sungai juga hutan, karena dilalui oleh DAS Bodri Desa Keseneng terdiri atas enam sungai yang digunakan sebagai saluran irigasi yakni Sungai Ringin, Sungai Doh, dan Sungai Banteng. Satu sungai lagi berada di Dusun Keseseh, yaitu Sungai Gongso. Desa tersebut juga memliki 9 air terjun yaitu dua air terjun di Dusun Keseseh, yaitu Air Terjun Paleburgongso dan Air Terjun Setro. Tujuh air terjun di Dusun Keseneng, yaitu Air Terjun Tujuh Bidadari, Kerincing, Kali Doh, Tampok/Bakoan, Precet, Kedungmuning, dan Getas. Namun desa ini minim akan mata air untuk keperluan sehari-hari warganya. Masyarakat Desa Keseneng hanya beberapa yang telah menempuh jalur pendidikan hingga perguruan tinggi, sementara yang lain mayoritas hanya menumpuh pendidikan SD. Hal tersebut membuat variasi mata pencaharian tidak begitu banyak dan mayoritas bekerja pada sektor pertanian. 3.2. Sejarah Pengelolaan SDA di Desa Keseneng Sumber daya alam yang ada di Desa Keseneng dikembangkan dengan
basis
masyarakat
atau
CBNRM
dengan
didukung
oleh
kebijakan dan peraturan namun tetap menjadikan masyarakat sebagai
pelaku
utama
sejak
proses
perencanaan.
Warga
menginginkan
sumberdaya alam berupa air terjun untuk dikelola menjadi obyek wisata sejak 1980an, namun usulan tersebut tidak mendapatkan respon
dari
pemerintah
kabupaten
sehingga
keinginan
untuk
memajukan Desa Keseneg memudar. Masalah yang dihadapi adalah masih kurangnya sarana-sarana vital seperti jalan, balai desa, sarana pengairan, dan temoat ibadah. Namun pembangunan memerlukan biaya
yang
besar,
dan
keungan
desa
tidak
mencukupi
untuk
membiayai seluruh pembangunan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dipilihlah keputusan bahwa warga membantu dengan cara iuran untuk mendukung pembangunan desa, iuran tersebut berupa hasil tambang 0,5m3/setiap orang dan dana sebesar Rp 500.000- Rp 1.000.000/keluarga. Namun upaya tersebut menuai masalah antara lain infrastruktur jalan yang telah ada justru rusak karena aktifitas pertambangan, selain itu kendaraan pengangkut juga menuai protes dari desa lain. Tak hanya itu warga merasa waktunya tersita untuk kepentingan desa. Pemerintah desa kemudian mencari alternatif dengan
menghidupkan
sektor
pariwisata
melalui
potensi
yang
dimilikinya. Setelah melalui berbagai pertimbangan Curug Tujuh Bidadari dipilih sebagai obyek wisata dan masyarakat berminat untuk turut mengembangkan pariwisata sehingga muncul berbagai aktifitas ekonomi yang dapat menguntungkan warga dan menjadi sumber pendapatan daerah. 3.3. Fungsi/aktivitas Pengelolaan SDA di Desa Keseneng Fungsi atau aktivitas pengelolaan sumberdaya alam di Desa Keseneng
terbagi
menjadi
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian. Proses perencanaan masyarakat melakukan perencaan partisipatif dalam mengelola potensi yang ada, perencanaan awal hanya sebatas mengelola Curug Tujuh Bidadari menjadi obyek wisata dan dilakukan perencanaan detail pengelolaan sumberdaya alam dalam perencanaan desa yang difasilitasi oleh LSM
Komunitas Salunding. Perencanaan yang dilakukan desa, mencakup analisis
mengenai
ekonomi
daya
maksimal
dukung
yang
dapat
lingkungan,
model
mempertahankan
pemanfatan
daya
dukung
lingkungan, tahapan-tahapan aksi yang jelas berdasar modal yang dimiliki, dan model monitoring dan evaluasi yang tegas. Kegiatan perencanaan desa merupakan bagian dari PRA dimana pihak luar hanya sebagai katalis dan fasilitator dan perencananya adalah masyarakat local yang memegang teguh norma dan nilai ideal yang paling sesuia dengan karakteristik mereka. Pengorganiasasian dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada awal perencanaan, kepala desa memegang peranan penting dalam pengorganisasian. Posisi pemimpin menjadi vital dalam menentukan keberhasilan CBNRM karena pemimpin menjadi panutan dan pihak yang memutuskan berbagai aspek terkait dengan tindakan dalam pengelolaan. Namun untuk mencegah ketergantungan terhadap sosok pemimpin (kepala desa) diperlukan kearifan seorang pemimpin local yang
mau
membagi
tugas
dan
kewenangan
kepada
level
kepemimpinan dibawahnya. Pengorganisasian pengelolaan sumber daya alam di Desa Keseneng direncanakan berbentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang membawahi berbagai unit usaha. Namun, hingga saat ini masih menggunakan organisasi pelaksana yang dibentuk pada awal dikembangkannya wisata Curug Tujuh Bidadari, yaitu
Pokdarwis
C7B
yang
merupakan
binaan
Disporabudpar
Kabupaten Semarang. Dalam pengelolaan Curug Tujuh Bidadari terdiri atas
berbagai
sie
yang
memegang
tugasnya
masing-masing.
Organisasi pengelola yang oleh warga sering disebut sebagai panitia tersebut
pemilihan
personelnya
tidak
melalui
pemilihan
secara
demokratis, namun ditunjuk oleh kepala desa yang bertindak sebagai penasehat. Adapun anggotanya terdiri dari perangkat desa dan beberapa tokoh pemuda. Alasan penunjukan tersebut adalah karena pengembangan wisata baru dirintis dan belum menunjukkan hasilnya
sehingga dipilih perangkat desa yang bersedia bekerja tanpa dibayar, bahkan sebaliknya harus mengeluarkan dana untuk mendukung pengembangan wisata. Pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama oleh semua warga desa dan tidak dapat dilepaskan oleh partisipatisi aktif masyarakat.
Masyarakat
memperoleh
manfaat
financial
dari
pengelilaan sumberddaya alam dan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kesejahteraan desa seperti berikut :
Untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang dikelola untuk wisata tersebut, masyarakat sepakat untuk membagi zonasi desa kedalam zona inti yang berfungsi sebagai kawasan lindung, zona pemanfaatan
tradisional,
dan
zona
pemanfaatan
ekonomi.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Perdes Pengembangan Desa Wisata Keseneng yang hingga saat ini masih berupa draf namun sudah mulai
diimplementasikan.
Masyarakat
juga
sepakat
untuk
menghentikan pengambilan ikan disungai dengan cara menyetrum atau meracun. Pengambilan ikan yang diijinkan hanya denngan cara memancing atau menjaring sehingga ikan-ikan berukuran kecil tetap hidup dan berkembang biak. Pengelolaan sumber daya alam dengan pendekatan community based di Desa Keseneng membuka peluang terhadap akses dana maupun pembangunan sarana prasarana untuk menunjang kemajuan desa. Desa yang pada awalnya merupakan desa tertinggal dan tidak mendapat perhatian pemerintah, kini mulai berbenah dan tersentuh proyek-proyek pembangunan maupun aliran dana pemerintah, diantaranya adalah dana PNPM pariwisata pada tahun 2011 dan 2012, pengaspalan jalan dan pemavingan, serta
pelatihan-pelatihan pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya alam. Pengendalian bersifat intern dan melibatkan warga secara bertahap. Evaluasi dilakukan setiap bulan oleh pengurus dan ketua pengurus memberikan laporan hasil evaluasi ke kepala desa dan kepala desa memberikan masukan. Laporan tersebut disampaikan kepada warga dalam rapat desa untuk menjaga tranparansi cost dan benefit.
Rambu-rambu
pengelolaan
yang
sudah
tertuang
pada
peraturan desa wisata yang masih dalam bentuk draft belum disahkan oleh pemerintah desa karena menunggu maket pengembangan desa yang terkenadala biaya sehingga kepala desa sebagai penasehat dan pengurus oerganisasi memegan peran penting terhadap pengendalian. Sementara warga belum memiliki akses pengawasan secara langsung karena belum ada sistem yang mengatur. 3.4. Pihak Luar dalam CBNRM di Desa Keseneng Pihak luar berperan sebagai agen perubahan yang membantu masyarakat desa dalam mengelola otensi desanya. Beberapa pihak luar yang terlibat dalam CBNRM di desa Keseneng adalah sebagi berikut.
Pemerintah Kab. Semarang (Disporabudpar) Peran pemerintah melalui Disporabudpar yakni memberikan dorongan pembukaan
dan
dukungan
objek
wisata.
pada
masyarakat
Pemerintah
juga
untuk berperan
merintis dalam
mengsinkronkasn kebijakan antar dinas dalam rangka membantu
program tersebut dan membantu perizinan. LSM Pendamping (Komunitas Salunding) Peran LSM yakni sebagai pendamping masyarakat desa dalam menata konsep pengelolaan dan pengembangan potensi desa, serta
berperan dalam mendorong kemandirian pola pikir masyarakat. Media Massa Peran media massa terletak pada publikasi dan promosi desa, serta sebagai sarana advokasi desa. Isu yang diangkat media massa
sebagai daya tarik wisata tidak hanya tentang objek wisata dan atraksi yang ditawarkan, tetapi terkait pula dengan pengelolaan 3.5.
desa oleh masyarakat. Aspek-aspek Community Based dalam Pengelolaan SDA di
Desa Keseneng Keadilan Keadilan drasakan dari segi sosial ekonomi. Dari segi ekonomi adanya lokasi pariwisata memberikan lapangan kerja baru untuk masyarakat dan menambah sumber penghasilan masyarakat. Hasil yang diterima dari pengelolaan pariwisata ini dibagi secara adil untuk pembangunan desa, masyarakat, dan pengembangan objek wisata. Keadilan di bidang sosial di dapatkan dari adanya wewenang masyarakat dalam mengelola sumber daya alamnya
melalui objek wisata tersebut. Pemberdayaan Pemberdayaan dirasakan di
bidang
politik
dan
ekonomi.
Masyarakat diberdayakan melalui pemberian wewenang atau kekuasaan untuk menggunakan dan mengelola sumber daya desanya.
Pemerintah
dan
LSM
memberdayakan
masyarakat
dengan memfasilitasi masyarakat dalam menggali potensi desa, merencanakan
pengembangannya,
serta
mengajak
untuk
mengelola potensi tersebut secara bersama. Di bidang ekonomi CBNRM memberi akses bagi masyarakat untuk mencari nafkah dari pengelolaaan SDA dan pemberdayaan dalam bentuk pelatihan
pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM. Resolusi konflik Resolusi konflik merupakan bagian yang
penting
dalam
pengelolaan sumber daya alam dengan fokus wisata di Desa Keseneng. Hal ini karena konflik dapat saja terjadi dan mengancam keberlangsungan pengelolaan tersebut, namun melalui skema CBNRM yang dijalankan dapat dikelola dengan baik. Konflik-konflik yang terjadi terdiri dari konflik luar maupun dalam.
Konflik eksternal yang muncul adalah perebutan pengelolaan Curug Paleburgongso dengan Desa Gondang, kecemburuan desadesa tetangga karena dilewati wisatawan yang akan mengunjungi Curug
Tujuh
Bidadari,
dan
ketidakkonsistenan
dukungan
pemerintah di atasnya yang mengancam keberlangsungan Desa Wisata Keseneng. Sementara itu, konflik internal berupa penolakan para pemilik lahan di kawasan wisata dan sekitarnya untuk menjaga kelestarian, ketidakpercayaan warga terhadap pengelolaan hasil wisata, serta kecemburuan warga yang tidak mendapat manfaat langsung dari desa wisata. Konflik itu sudah mencapai tahap ketidakpercayaan warga terhadap pengurus dan wacana penutupan area wisata Curug Tujuh Bidadari. Berdasarkan permasalahan diatas, terdapat berbagai alternatif dalam peneyelesaian konflik, baik eksternal maupun internal. Untuk mengatasi permasalahan eksternal meliputi, (a) melalui lobi untuk menyelesaikan sengketa pengelolaan Curug Paleburgongso; (b)
melalui
penyaluran
bagi
hasil,
baik
untuk
mengatasi
permasalahan eksternal dengan desa-desa tetangga, terutama yang dilalui wisatawan saat menuju kawasan wisata maupun dengan warga desa; (c) transparansi pemerintah desa dan pengelola objek wisata; (d) adanya keterlibatan aktif masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan peluang yang timbul setelah wisatawan ramai berkunjung. Sedangkan konflik internal diatasi melalui, (a) pembagian hasil kepada masyarakat yang memiliki lahan di sekitar kawasan obyek wisata; dan melalui (b) penyediaan lahan
untuk
pengembangan
usaha
penunjang
sehingga
masyarakat dapat terlibat secara aktif. Berdasar uraian tersebut, CBNRM di Desa Keseneng memberikan kontribusi positif dalam resolusi konflik pengelolaan sumber daya alam. Sebagaimana dijelaskan oleh Keller (2000), penanganan perselisihan antara masyarakat lokal maupun kepentingan atas
sumber daya alam yang lebih besar baik pada tingkat lokal, daerah, bahkan nasional merupakan salah satu aspek yang dapat
dibidik melalui pengelolaan dengan pendekatan community based. Pengetahuan dan kesadaran Secara umum masyarakat Desa Keseneng sudah turun-temurun mengelola sumber daya yang dimiliki secara arif. Namun, pada sisi lain perekonomian tidak berkembang dan tingkat kemiskinan tinggi. Hal tersebut membuat masyarakat mulai membuka lahan dengan kelerengan tinggi untuk ditanami tanaman pertanian sehingga kearifan lokal pun lama-kelamaan mulai memudar akibat kepentingan ekonomi. Melalui CBNRM, mereka
menyadari
bahwa
peningkatan
kesejahteraan tidak harus mengorbankan lingkungan. Sebaliknya masyarakat memperoleh manfaat ekonomi dengan melestarikan lingkungan
dan
sumber
daya
alam
yang
dimiliki.
Mereka
memadukan kearifan lokal yang sudah diwariskan turun-temurun dengan pengetahuan modern yang diperoleh melalui interaksi dengan pihak lain maupun belajadari praktek pengelolaan yang dijalankan. Masyarakat desa juga menyadari bahwa keberlanjutan lingkungan desanya terkait erat dengan desa-desa tetangganya dalam satu ekosistem sehingga mereka juga berusaha membangun
kerja sama untuk melestarikan lingkungan. Perlindungan keanekaragaman hayati Perlindungan keanekaragaman hayati
menjadi
salah
satu
capaian CBNRM di Desa Keseneng. Pemanfaatan sumber daya alam
sebagai
tujuan
wisata
mendorong
masyarakat
untuk
mengelola lingkungan dan melindungi keanekaragaman hayati beserta habitatnya. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah penghentian tambang batu, pelarangan mengambil ikan dengan racun dan listrik, penghijauan, dan zonasi desa. Sejak CBNRM dilaksanakan, terjadi beberapa perubahan seperti (a) menambang batu yang dilakukan dalam skala kecil untuk keperluan pribadi atau pembangunan srana-prasarana desa; (b)
melakukan penebaran benih-benih ikan di sungai dan masyarakat hanya boleh mengambil ikan dengan memancing atau menjala sehingga
kelestarian
perlindungan
ikan-ikan
terhadap
tetap
terjaga;
keanekaragaman
(c)
melakukan
hayati
dengan
kesepakatan untuk melestarikan daerah kiri kanan sungai dan sekitar mata air; serta (d) pelarangan dalam pengalihfungsikan hutan rakyat karena hal ini untuk menjaga konservasi lahan dan mengembangkan nilai ekonomi gula aren dan kerajinan bambu. Pada kasus di Desa Keseneng, pencapaian CBNRM pada aspek sosial dan ekonomi mampu mendorong perlindungan lingkungan
dan keanekaragaman hayati beserta habitatnya. Pemanfaatan berkelanjutan Desa Keseneng belum melakukan kerjasama dengan desa-desa lain dalam kawasan DAS Bodri hulu, terutama desa-desa yang lebih tinggi dan menjadi hulu dari sungai-sungai yang mengalir melalui desa tersebut untuk menjamin pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan.
CBNRM
Keseneng memberikan
dengan
pendekatan
desa
wisata
di
manfaat ekonomi yang cukup besar bagi
masyarakat desa. Selain memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat juga
berkontribusi terhadap pembangunan desa.
Keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam tersebut terkait erat dengan
perlindungan
keanekaragaman
hayati
(biodiversity
protection).
3.6.
Model Implementasi CBNRM dalam Konservasi DAS
Gambar 1. Model konseptual CBNRM di Desa Keseneng.
Gambar 2. Model implementasi CBNR dalam mendukung konservasi DAS
4. ANALISIS PENDEKATAN 4.1. Pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat Pendekatan dalam pengembangan masyarakat terbagi menjadi empat yang diantaranya meliputi Improvment vs Transformation, Proses vs Hasil Material, Self Help vs Technocratic, dan Uniformitas vs Variasi Lokal. Dalam pendekatan tersebut memiliki pengertian masing – masing. Pendekatan Improvment memeiliki pengertian bahwasanya dalam
pendekatan
yang
diambil
dalam
sebuah
pembangunan
masyarakat didalamnya terdapat suatu perubahan, tetapi perubahan yang terjadi masih berbasis pada struktur sosial yang ada, maksud dari
pendeketan ini yaitu dalam pelaksanannya yang muncul berupa inovasi/ide – ide baru dalam dinamika masyarakat. Contohnya dapat berupa inovasi baru dalam peningkatan produktivitas pertanian. Pendekatan Transformation merupakan pendekatan yang dilaksanakan dalam pembangunan masyarakat yang nantinya hasil yang diharapkan berupa perubahan, perubahan yang dimaksud yaitu perubahan yang terjadi
pada
struktural.
level
struktur
Transorfmasi
masyarakatnya
struktural
ini
melalui
merupkan
transformasi sarana
yang
digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Contoh landreform. Pendekatan proses merupakan proses menuju suatu kondisi dimana warga masyarakat menjadi semakin kompeten dan sensitif dalam
menanggapi
persoalan-persoalan
baik
di
lingkungan
komunitasnya sendiri maupun persoalan yang berkaitan dengan hubungan
mereka
dengan
masyarakat
makronya.
Prosesnya
dilaksanakan secara bertahap dan kumulatif. Ciri dari pembangunan masyarakat yang mengarah ke pendekatan ini yaitu tingkat kepekaan dalam kelompok masyarakat yang semakin tinggi yang diwujudkan dalam bentuk prakarsa, masyarakat semakin kreatif, dan partisipasi yang
semakin
meningkat.
Pendekatan
hasil
material
dalam
pembangunan masyarakat lebih mengutamakan hasil material dan lebih menekankan pada target. Hasil yang harapkan berupa hasil fisik secara nyata. Pendekatan
selfhelp
merupakan
suatu
pendekatan
dalam
pembangunan masyarakat yang mengutamakan sumber, potensi, dan kekuatan dari dalam. Pengembangannya didasarkan pada prinsip demokrasi dan menentukan nasib sendiri. Pendekatan Technocratic lebih cenderung mengarah ke masyarakat di negara berkembang, terutama masyarakat yang bermukim di perdesaan yang hanya mengalami perubahan atau pembaruan jika dimulai adanya intervensi
dari pihak luar dengan memperkenalkan atau memaksakan penerapan suatu teknologi produksi yang modern. Pendekatan uniformitas diwujudkan dalam bentuk programprogram pembanguan masyarakat yang dirancang di tingkat pusat, kemudian diterapkan di seluruh masyarakat desa yang ada tanpa memperhatikan perbedaan karakteristik masing-masing desa. Dalam pelaksanaannya
cenderung
bersifat
sentralitas
dan
top
down.
Pendekatan variasi lokal lebih mementingkan nilai prakarsa dan perbedaan lokal, orientasi pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat yang berangkat dari kondisi, permasalahan dan kebutuhan yang dapat berbeda antara lingkungan masyarakat satu dengan yang lain.
Dalam
menerapkan
pendekatan
ini
hendaknya
lebih
memperhatikan perbedaan yang terjadi pada lingkungan alam dan lingkungan sosial dan perlunya diberikan tanggung jawab pada masyarakat
setempat
dalam
mobilisasi
dan
mengontrol
pelaksanaannya (local accountability). 4.2.
Ulasan Singkat Daerah Penelitian Tesis dengan judul “Pengelelolaan Sumber Daya Alam Berbasis
Masyarakat Dalam Upaya Konservasi Daerah Alirah Sungai” mengambil studi
kasus
di
daerah
Desa
Keseneng,
Kecamatan
Sumowono,
Kabupaten Semarang. Keseneng yang merupakan desa dengan letak di daerah pegunungan. Kondisi topografi desa ini berbukit – bukit dengan banyak lembah, mata air, sungai, dan hutan. Dengan kondisi perbukitan tersebut sangat menarik atau memiliki panorama alam yang indah. Perbukitan di Keseneng, dapat digunakan untuk lintas alam karena memiliki jalur-jalur alternatif yang menyajikan panorama alam yang menarik. Para pendaki dapat menyaksikan matahari terbit dari
puncak
perbukitan
serta
melihat
pemandangan
laut
Kota
Semarang dan Kendal, terutama dari puncak Bukit Getas. Perbukitan di Desa Keseneng juga kaya akan deposit bebatuan. Ada dua kawasan
yang memiliki deposit tinggi, yaitu Bukit Watu Bantal di Dusun Keseseh dan Watu Kenong di Dusun Keseneng. Batu-batu besar sebagai sumber kekayaan alam desa juga tersebar di aliran-aliran sungai. Batu-batu tersebut digunakan warga sebagai salah satu modal pembangunan desa, seperti membuat rumah, jalan, serta sarana dan prasarana umum. Selain itu pada desa Keseneng yang sebagian DAS Bodri melewati desa ini memiliki banyak air terjun yang tersebar di masing – masing dusun. Dari banyaknya air terjun tersebut, hanya satu yang telah dikelola untuk atraksi wisata, yaitu Curug Tujuh Bidadari. Satu air terjun dalam proses penataan untuk dibuka bagi kepentingan wisata desa, yakni Curug Paleburgongso. Kekayaan alam yang dimiliki Desa Keseneng merupakan potensi yang dapat dikembangkan, namun selain ada potensi tentunya terdapat permasalahannya. Permasalahan yang ada di Desa Keseneng ini yaitu minimnya mata air yang dapat digunakan untuk menopang kebutuhan warga sehari-hari. Mata air-mata air itu berada di bawah permukiman, dan debitnya tidak mencukupi untuk kebutuhan warga. Kini pemanfaatan mata air masih sebatas untuk cadangan air bersih. Untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, warga telah membuat sistem instalasi air bersih hingga ke rumah-rumah melalui program Pamsimas. Namun sumber yang digunakan justru dari luar desa yang posisinya lebih tinggi secara geografis. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Keseneng jika diamati dari
tingkat
pendidikannya
masih
tergolong
rendah,
karena
masyarakat yang ada di desa ini masyoritas mengenyam pendidikan sampai pada jenjang SD saja. Kalaupun ada yang sampai jenjang SMA atau perguruan tinggi masih sangat sedikit. Warga yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung untuk berkerja di kota. Warga yang tinggal di desa sebagian besar dengan tingkat pendidikan yang rendah. Kondisi lingkungan alam dan tingkat pendidikan sangat
memengaruhi
pilihan
masyarakat
dalam
memenuhi
kebutuhan
hidupnya, hampir 70% di antaranya bermata pencaharian sebagai petani atau buruh tani. Hanya sebagian kecil warga yang bekerja di sektor lain, baik bidang jasa, swasta, maupun pegawai negeri sipil/TNI. Mereka bekerja sebagai pedagang, jasa transportasi, buruh bangunan, pekerja
pabrik
atau
merantau
keluar
kota
untuk
menjadi
sales/pekerjaan lainnya. 4.3.
Pendekatan
Pengembangan
Maasyarakat
di
Desa
Keseneng Berdasarkan diskripsi singkat mengenai potensi dan kondisi sosial ekonomi yang ada di Desa Keseneng serta didukung dengan membaca hasil dan pembahasan dari tesis penulis maka dalam pendekatan
pengembangan
masyarakat
Pendekatan
Transformation,
Pendekatan
lebih
mengarah
proses,
ke
Pendekatan
Technocratic dan Pendekatan variasi lokal. Pendekatan Transformation pada kasus ini ditandai dengan perubahan yang dijalankan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang akan dicapai oleh masyarakat Desa Keseneng yaitu masyarakat ingin mampu mengelola sumber daya yang dimilkinya, namun kegiatan ini masih
bersifat
angan
–
anagan
atau
masih
dalam
bentuk
perencanaan. Kegiatan yang sudah dijalankan yaitu dengan langkah awal yang membentuk pengurus pengelola Curug Tujuh Bidadari guna mengelola curug tersebut sebagai tempat tujuan wisata. Kegiatan perencanaan desa tersebut dilakukan melalui tahapan – tahapan sebagai
berikut:
(1)
membangun
impian
atau
visi
desa;
(2)
mengdentifikasi dan memetakan potensi desa, baik sumber daya alam, sumber daya sosial, sumber daya manusia, dan sarana prasarana yang sudah ada; (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang menjadi kendala pengembangan desa; (4) menyusun alternatif program untuk memecahkan masalah menggunakan potensi yang dimiliki;(5) menyusun kebijakan pembangunan yang terdiri dari
kerangka
logis
pengembangan
desa
dan
kerangka
logis
pengembangan Desa Wisata Keseneng. Kelebihan dengan menggunakan pendekatan ini yaitu lebih cepat dalam
memecahkan
motivasi
lebih
masalah/mecapai
pada
masyarakat.
tujuan
Kendala
dan
memberikan
dalam
penerapan
pendekatan ini meliputi membutuhkan biaya yang cukup besar, sangat berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan politik, dan karena pendekatan ini mencakup perubahan yang terencana maka belum tentu secara otomatis diikuti dengan perubahan sikap dan orientasi berfikir dari masyarakat. Pendekatan Proses lebih tertuju pada suatu kondisi dimana warga masyarakat menjadi semakin kompeten dan sensitif dalam menanggapi persoalan-persoalan baik di lingkungan komuintasnya sendiri maupun persoalan yang berkaitan dengan hubungan mereka dengan masyarakat makronya. Pada pendekatan ini kegiatan yang dijalankan berjalan secara bertahap dan kumulatif, bertahapnya proses kegiatan tersebut menhasilkan tingkat kompetensi dan tingkat kepekaan yang semakin tinggi yang diwujudkan dalam bentuk prakarsa, kreativitas, dan partisipasi yang semakin meningkat. Pada kasus di Desa Keseneng yang mengarah ke pendekatan ini yaitu partisipasi masyarakat setempat dalam mencapai suatu tujuan yang semakin tinggi. Hal tersebut ditandai dengan adanya kegiatan yang melibatkan masyarakat setempat untuk pengelolaan sumber daya alam. Bahkan masyarakat setempat memberi nama CBNRM, walaupun
kegiatan
tersebut
mengalami
pasang
surut.
Tetapi
setidaknya masyarakat saling bantu membantu dalam pengelolaan sumber daya alam nya. Meski demikian, CBNRM dapat berjalan dan berkembang dengan baik karena ada dukungan kebijakan dan peraturan, warga menjadi pelaku utama sejak proses perencanaan, ada kesepakatan bersama yang dijalankan, dan ada keinginan kuat warga untuk selalu berkembang. Faktor-faktor tersebut membuat kepercayaan dan dukungan dari pihak luar semakin kuat sehingga
turut mendukung perkembangan CBNRM di Desa Keseneng. Partisipasi masyarakat sempat mendapat kendala ketika Keinginan warga untuk dapat mengelola kekayaan sumber daya alam, terutama air terjun menjadi objek wisata yang dapat memberikan keuntungan bagi desa, telah digagas sejak tahun 1980-an. Namun keinginan tersebut tidak terwujud karena kondisi pemerintahan masih sangat sentralistik dan top down, dimana partisipasi masyarakat kurang mendapat tempat. Kendala tersebut kemudian di seleseikan bersama – sama dengan mengambil tindakan yang berupa tekad yang kuat yang ditanamkan pada masyarakat Desa Keseneng untuk mengentaskan kemiskinan dengan mendorong desa untuk bergerak supaya tujuan mereka tercapai yaitu hidup dengan nyaman, mudah, dan ketersediaan sarana-prasarana penunjang. Solusi kreatif dalam dinamika masyarakat Desa Keseneng muncul ketika keterbatasan dana, padahal mereka menginginkan sarana dan prasarana yang memadai di desanya, maka munculah ide yang
berupa
upaya
yang
dilakukan
pemerintah
desa
untuk
memaksimalkan pendapatan desa adalah dengan menyewakan tanah kas desa dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, warga desa berpartisipasi dalam bentuk iuran untuk memenuhi kebutuhan dana pembangunan desa. Kegiatan seperti ini juga masuk kedalam pendekatan technocratic karena adanaya peran yang bersifat top down antara pemerintah desa dengan masyarakat desa, sehingga menghasilkan suatu capaian tujuan yang direncanakan. Peran dari luar yaitu berupa kontribusi dati LSM Komunitas Salunding dan Disporabudpar. LSM dan Diporabudpar memiliki peran dalam bentuk penyelesaian masalah yang sempat muncul ketika ada konflik antara Desa Keseneng dan Desa Gondang dalam pengelolaan Curug Tujuh Bidadari dan curug lainnya. Pendekatan Variasi Lokal muncul ketika ada kegiatan yang terdapat unsur aspirasi masyarakat didalamnya. Dalam penyusunan
suatu sistem pengelolaan sumber daya alam di Desa Keseneng tentu harus
melibatkan
masyarakat
yang
ada
di
dalamnya
dengan
memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat agar berjalan sinergi antara tujuan yang akan dicapai dengan kebudayaan setempat. Bahkan jika keduanya bisa saling disinergikan maka akan menjadi nilai khas sendiri yang berbeda dengan tempat wisata yang lainnya. 5. ANALISIS PRINSIP Pengelolaan sumber daya alam di Desa Keseneng dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat desa. Pengelolaan desa wisata tersebut juga bersandarkan pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Masyarakat desa menyadari bahwa kelestarian
dan
keindahan
sumber
daya
alam
yang
mereka
miliki merupakan modal utama yang dapat mendatangkan keuntungan bagi desa dan masyarakatnya. Karena itu, dalam pengelolaan desa wisata, pelestarian lingkungan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kelangsungan program desa tersebut. Pembangunan berwawasan lingkungan menghendaki beberapa syarat, yaitu: (1) Pembangunan itu sarat dengan nilai, dalam arti bahwa ia harus diorientasikan untuk mencapai tujuan ekologis, sosial, dan ekonomi; (2) Pembangunan itu membutuhkan perencanaan dan pengawasan yang seksama pada semua tingkatan; (3) Pembangunan itu menghendaki pertumbuhan kualitatif setiap individu dan masyarakat; (4) Pembangunan membutuhkan
pengertian
dan
dukungan
semua
pihak
bagi
terselenggaranya keputusan yang demokratis; dan (5) Pembangunan membutuhkan suasana yang terbuka, jujur, dan semua yang terlibat senantiasa memperoleh informasi aktual (Hadi, 2005). Pada prinsipnya pengelolaan DAS merupakan pengaturan tata guna lahan atau pengoptimalan penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta praktik lainnya yang ramah lingkungan sehingga
dapat dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu karakteristik suatu DAS adalah adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur hidrologi. Karena sifatnya sebagai kesatuan ekosistem yang utuh dari hulu ke hilir, maka
pengelolaan
DAS
harus
terpadu
sebagai
satu
kesatuan ekosistem dan tidak dibatasi oleh batas-batas administratif. Pengelolaan DAS lintas batas administrasi tersebut melibatkan multipihak dan tidak parsial atas dasar kepentiangan daerah pemerintahan. Strategi pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat yang secara internasional dikenal sebagai community based natural resources management (CBNRM) mulai populer pada pertengahan 1980-an untuk mereplikasi kesuksesan konservasi lahan milik komunal oleh masyarakat pedesaan. Aspek CBNRM sangat kompleks dan beragam, namun secara umum dapat disederhanakan menjadi enam aspek, yaitu (Kellert et al., 2000):
Equity, distribusi dan alokasi sumber daya beserta keuntungan
ekonomi dan social/ Empowerment, distribusi kekuasaan terutama di antara masyarakat lokal, termasuk menyerahkan wewenang dari pemerintah pusat dan daerah kepada masyarakat dan institusi lokal, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, pembagian pengawasan, dan demokratisasi. Conflict resolution, penanganan dan resolusi konflik dan perselisihan atas sumber daya di antara
kepentingan lokal, daerah, dan nasional. Knowledge and awareness: pemilahan, pengumpulan, dan menyusun kearifan
masyarakat lokal maupun antara
lokal
maupun
pengetahuan
ekologi
modern
dalam
pengelolaan sumber daya alam Biodiversity protection: konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati beserta
habitatnya, termasuk
pengawetan
dan
pemulihan
spesies prioritas, langka, dan terancam, maupun populasi
terancam. Sustainable
utilization:
pemanfaatan
sumber
daya
alam
yang secara
konsumtif maupun tidak dalam upaya menjaga ketersediaannya dalam jangka waktu lama untuk generasi sekarang dan mendatang. 6. KRITIK DAN SARAN 6.1. Kritik Desa Keseneng merupakan salah satu desa yang menarik untuk dikaji lebih lanjut berkenaan dengan implementasi pengembangan masyarakatnya. Penulis sudah dengan runtut menjawab tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Namun dalam beberapa bagian sayangnya penulis masih kurang menjelaskan bagian-bagian tertentu dari tesisnya, yang mungkin bisa sangat vital. Salah satu bagian tersebut adalah model CBNRM yang terdapat baik di kerangka penelitian (Bab 3) ataupun pada bagian hasil dan pembahasan (Bab 4). Sebenarnya akan lebih baik
jika
misal,
pada
bagian-bagian
tertentu
hubungan
antar
stakeholder dalam pengembangan masyarakat di Desa Keseneng diperjelas lebih dalam lagi. Menggunakan penelitian kualitatif, pada bagian-bagian tertentu misal pada pihak luar, peran dan pengaruh mereka terhadap keberlangsungan CBNRM mestinya dapat digali lebih dalam. Menggunakan penelitian kualitatif juga, diharapkan faktorfaktor khusus misal dari pihak luar yang mampu membuat kerjasama antara mereka dengan desa bisa terus berlanjut dalam setiap proses CBNRM mulai dari perencanaan sampai evaluasi dapat diidentifikasi. 6.2. Saran Penentuan pendekatan ataupun prinsip pendekatan masyarakat, tentu tidak selamanya valid apabila hanya menggunakan hasil analisis literatur. Temuan-temuan yang sudah didapatkan disini berkaitan dengan
berhasilnya
pendekatan
dan
prinsip
pengembangan
masyarakat di Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang
diterapkan
mungkin
bisa
menjadi
titik
mula
untuk
identifikasi pendekatan apa yang seharusnya diterapkan di daerah-
daerah serupa. Namun tentunya, penelitian lebih lanjut sebelumnya diperlukan untuk menguji kembali apakah temuan pendekatan dan prinsip yang telah dikemukakan disini masih sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan guna penelitian-penelitian selanjutnya. Selebihnya tentu penelitian-penelitian yang berhubungan langsung dengan temuan yang didapatkan dalam penelitian ini akan sangat
menarik
untuk
dikaji.
Khususnya
misal
seperti
dalam
pengaplikasian sustainable utilization, dimana dalam pelaksanaannya Desa Keseneng akan tetap kesulitan menjaga pemakaian dari DAS apabila secara terus-menerus tidak dibersamai dengan usaha yang sama dari desa-desa lain dalam cakupan DAS tersebut. Posisi DAS Bodri yang dalam kasus ini terletak diantara dua Kabupaten yang berbeda (Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang) akan memiliki
tantangan-tantangan
dalam
usaha
penyeragaman
perencanaan antar pihak-pihak yang terkait. Solusi-solusi guna tercapainya sustainable utilization dengan menyeragamkan pola gerak desa-desa disekitar Desa Keseneng yang sesuai dengan keadaan masyarakat perlu dikaji lebih lanjut.
PUSTAKA Emilia,
Fransisca.
2013.
Pengelolaan
Sumber
Daya
Alam
Berbasis
Masyarakat dalam Upaya Konservasi Daerah Aliran Sungai. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro